53
TUTORIAL PERINATOLOGI HIPOGLIKEMI DAN HIPOTERMI PADA NEONATUS Oleh: Venessa Pranata Karolind Adriani Pembimbing: dr. Hj. Sukartini, Sp.A

Tutorial Ku

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tutorial

Citation preview

Page 1: Tutorial Ku

TUTORIAL

PERINATOLOGI

HIPOGLIKEMI DAN HIPOTERMI PADA NEONATUS

Oleh:

Venessa Pranata

Karolind Adriani

Pembimbing:

dr. Hj. Sukartini, Sp.A

LABORATORIUM/SMF ILMU KESEHATAN ANAK

FK UNMUL – RSUD A. W. SJAHRANIE

SAMARINDA

2012

Page 2: Tutorial Ku

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Appendisitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendiks vermicularis,

dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering pada anak-anak

maupun dewasa di seluruh dunia. Terdapat sekitar 250.000 kasus appendisitis

yang terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya dan terutama terjadi pada anak

usia 6-10 tahun. Kelompok umur kurang dari 2 tahun jarang mengalami

apendisitis. Appendisitis akut merupakan kasus bedah emergensi yang paling

sering ditemukan pada anak-anak dan remaja. Sakit perut sebagai keluhan utama

masih memberikan banyak kemungkinan sehingga diagnosis apendisitis akut

menjadi tidak mudah, terutama pada anak-anak.

. Hampir 1/3 anak dengan appendisitis akut mengalami perforasi setelah

dilakukan operasi. Meskipun telah dilakukan peningkatan pemberian resusitasi cairan

dan antibiotik yang lebih baik, appendisitis pada anak-anak, terutama pada anak usia

prasekolah masih tetap memiliki angka morbiditas yang signifikan

Diagnosis appendisitis akut pada anak kadang-kadang sulit. Diagnosis yang

tepat dibuat hanya pada 50-70% pasien-pasien pada saat penilaian awal. Angka

appendectomy negatif pada pediatrik berkisar 10-50%. Riwayat perjalanan

penyakit pasien dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang paling penting dalam

mendiagnosis appendisitis.

Semua kasus appendisitis memerlukan tindakan pengangkatan dari appendiks

yang terinflamasi, baik dengan laparotomy maupun dengan laparoscopy. Apabila

tidak dilakukan tindakan pengobatan, maka angka kematian akan tinggi, terutama

disebabkan karena peritonitis dan shock.

1.2 Tujuan

Tujuan pembuatan laporan kasus tutorial ini adalah :

1. Menambah ilmu dan pengetahuan mengenai penyakit yang dilaporkan.

2. Membandingkan informasi yang terdapat pada literatur dengan kenyataan

yang terdapat pada kasus.

Page 3: Tutorial Ku

BAB II

LAPORAN KASUS

Identitas pasien :

• Ruang perawatan : Melati

• Nama : An. S

• Jenis kelamin : Laki-laki

• Umur : 9 Tahun

• Alamat : Jl. Trikora, Handil bakti, Palaran

• Anak ke : 3 dari 4 bersaudara

Identitas Orang Tua

• Nama Ayah : Tn. M

• Umur : 50 tahun

• Alamat : Jl. Trikora, Handil bakti, Palaran

• Pekerjaan : Bangunan

• Pendidikan Terakhir : SD

• Ayah perkawinan ke : 1

• Riwayat kesehatan ayah : sehat

• Nama Ibu : Ny. H

• Umur : 43 tahun

• Alamat : Jl. Trikora, Handil bakti, Palaran

• Pekerjaan : IRT

• Pendidikan Terakhir : SD

• Ibu perkawinan ke : 1

• Riwayat kesehatan ibu : sehat

Page 4: Tutorial Ku

Anamnesis

Anamnesis didapatkan dari alloanamnesis. Alloanamnesis dilakukan

terhadap ibu pasien pada tanggal 23 September 2012 pukul 13.00 WITA.

Keluhan Utama

Demam

R i wayat Penyakit Sekarang

Demam dialami pasien sejak 3 hari sebelum masuk RS siang hari saat

pasien pulang dari sekolahnya. Demam ini tanpa disertai menggigil dan terjadi

terus-menerus dan hanya turun jika diberi obat penurun panas. Demam juga

disertai dengan mimisan. Ibu pasien mengaku bahwa pasien memang sering

mimisan sejak dulu. Kemudian pasien dibawa ke klinik terdekat. Namun demam

pasien tidak kunjung reda malah bertambah tinggi. Selasa (16-10-2012) pagi

pasien dibawa ke RS Palaran dan dicurigai terkena DBD. Oleh karena itu, pasien

segera dirujuk ke IGD RS AWS. Pasien datang ke IGD dengan keluhan demam,

mimisan sebanyak 2 kali, muntah-muntah, disertai nyeri perut bagian tengah atas

sehingga pasien sulit bergerak. Keluhan nyeri perut ini baru saja dialami pasien

sejak siang harinya bersamaan dengan muntahnya. 2 hari kemudian saat pasien

dirawat di Ruang Melati, nyeri perut pasien pindah ke daerah kanan bawah.

Keluhan ini juga disertai dengan penurunan nafsu makan.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa

Riwayat Kehamilan

• Pemeliharaan Prenatal

• Periksa di : praktek bidan

• Penyakit kehamilan : -

Page 5: Tutorial Ku

• Obat-obatan yang sering diminum : vitamin

Riwayat Kelahiran :

• Lahir di : rumah

• di tolong oleh : dukun kampung

• Berapa bulan dalam kandungan : 11 bulan

• Jenis partus : spontan

Pemeliharaan postnatal

• Periksa di : bidan

• Keluarga berencana : ya

• Memakai sistem : Hormonal (pil)

• Sikap dan kepercayaan : percaya

Pertumbuhan dan perkembangan anak :

• Berat badan lahir : 3000 gram

• Panjang badan lahir : 48 cm

• Miring : ibu lupa

• Tengkurap : ibu lupa

• Tersenyum : ibu lupa

• Duduk : ibu lupa

• Gigi keluar : ibu lupa

• Merangkak : ibu lupa

• Berdiri : 1 tahun

• Berjalan : 1 tahun

• Berbicara dua suku kata : 1,5 tahun

• Masuk TK : 5,5 tahun

• Masuk SD : 6,5 tahun

Riwayat Makan Minum anak :

• ASI : 0 hari

• Dihentikan : 1 tahun

• Alasan : -

Page 6: Tutorial Ku

• Susu sapi/buatan : 4 bulan

• Jenis susu buatan : -

• Takaran : -

• Frekuensi : -

• Buah : 1 bulan

• Bubur susu : -

• Tim saring : 4 bulan

• Makanan padat dan lauknya : ibu lupa

Riwayat Imunisasi :

ImunisasiUsia Saat Imunisasi

I II III IV

BCG 1 bulan //////// /////// ///////

Polio 1 bulan - - -

Campak - ///////// //////// ///////

DPT 2 bulan - - ///////

Hepatitis B 2 bulan - - ///////

Keadaan Sosial Ekonomi :

• Pasien tinggal dan dirawat oleh kedua orang tua.

• Konsumsi untuk keluarga pasien berasal dari penghasilan ayahnya sebagai

buruh bangunan

• Dalam satu hari keluarga pasien biasa makan tiga kali sehari dengan nasi,

lauk, pauk, dan buah

• Pasien dan keluarga tinggal di rumah kontrakan yang berdinding beton,

beratap genteng dan lantai semen berukuran 15 x 7 meter, berlantai satu, 3

kamar.

• Dalam satu rumah dihuni oleh enam orang, yaitu: ayah, ibu dan saudara/I

pasien.

• Kamar mandi dan toilet berada di dalam rumah.

• Sumber air: PDAM

Page 7: Tutorial Ku

• Listrik: PLN

• Pasien memiliki jaminan kesehatan JAMKESDA.

Pemeriksaan Fisik

Dilakukan pada tanggal : 23 September 2012 (pukul 15.00 WITA)

Antropometri

• Berat badan : 22 kg

• Panjang Badan : 132 cm

• BMI : 12,62 Kg/m2

• Lingkar Kepala : 52,5 cm

• Lingkar Lengan Atas : 16 cm

Tanda Vital

• Nadi : 90 x/menit (reguler, isi cukup, kuat angkat)

• Frekuensi napas : 36 x/menit

• Suhu aksiler : 36,7 ⁰C

Keadaan Umum

• Kesan sakit : Sakit sedang

• Kesadaran : compos mentis

• Status Gizi : gizi kurang

Rumus Behrman

BB ideal = (umur dalam tahun x 7)-5 : 2 = 29 kg

Status gizi = BB sekarang/BB ideal x 100% =

= 75,8 % (gizi kurang)

Kepala

• Rambut : hitam

• Mata : cowong (-), edema pre orbita (-/-), anemis (-), ikterik (-), pupil 3

mm / 3 mm, Reflek cahaya +/+

• Hidung : sumbat (-), bau (-), selaput putih (-)

• Telinga : Bersih, Bau (-), sakit (-)

• Mulut : lidah bersih, tonsil dan faring tidak

hiperemi

Page 8: Tutorial Ku

Leher

• pembesaran kelenjar : (-)

• kaku kuduk : (-)

Kulit

Kering dengan turgor kulit baik

Dada

• Inspeksi : diam simetris, gerak simetris, retraksi suprasternal

(-), retraksi interkostal (-)

• Palpasi : krepitasi (-)

• Perkusi : sonor

• Auskultasi : suara napas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung

• Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat

• Palpasi : Ictus Cordis teraba pada ICS V MCL Sinistra

• Perkusi : Batas Kiri = ICS V MCL Sinistra

Batas Kanan = ICS IV PSL Dextra

• Auskultasi : S1/S2 tunggal, reguler, suara tambahan (-)

Abdomen

• Inspeksi : datar, (-)

• Palpasi : nyeri tekan mc.burney (+), rovsing sign (+), psoas

sign (+), obturator sign (-), organomegali (-)

• Perkusi : Timpani

• Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal

Ekstremitas

• Akral Hangat, sianosis (-), edema -- --

Pemeriksaan refleks:

Refleks fisiologi :

Page 9: Tutorial Ku

• Refleks patella : +/+

• Refleks Achilles : +/+

• Refleks tendo biceps : +/+

• Refleks triceps : +/+

Pemeriksaan Penunjang

1. Darah Lengkap (bulan Oktober 2012)

Tanggal 16 17 18 19

Jam IGD 06.00 09.00 17.00 01.00 09.00 17.00 01.00

Hb 15,0 13,9 15 13,4 14 12,4 10,5 10,7

Ht 46,4% 42% 41,2% 40% 42% 37% 32% 33%

Trombosit 89.000 44.000 35.000 34.000 45.000 53.000 35.000 46.000

Leukosit 4000 4700 4000 5300 7900 11.200 8400 11.000

Tanggal 19 20 21 23

Jam 09.00 17.00 01.00 09.00 17.00 01.00 09.00

Hb 10,4 10,2 10,1 10,4 9,7 8,8 9,6 8,8

Ht 29% 31% 31% 29% 30% 27% 29% 27%

Trombosit 75.000 50.000 51.000 75.000 57.000 116.000 182.000 397.000

Leukosit 15200 12.500 16.300 15.200 14.900 19.100 25.300 18.200

Tanggal 17-10-2012, hasil laboratorium pukul 09.00 Dengue IgM dan IgG positif

Hasil USG 23 September 2012

Page 10: Tutorial Ku

Hasil : Kesan suspek efusi pleura dextra

“Ada cairan dekat daerah liver, supect pleura effusion dextra. Liver, gall bladder,

pancreas, spleen, kedua kidney, urinary bladder, dan caecum tidak tampak

kelainan. Tidak tampak adanya appendicitis atau batu pada traktus urinarius.

Tidak ada ascites intra abdomen et pelvis. Banyak udara dalam GIT.”

Diagnosis Kerja : post DHF dengan Appendisitis akut

Terapi : IVFD RL 20 tpm

Paracetamol 3x250 mg

Ranitidine 3X23 mg iv 50 mg

Pamol 3 X II cth

Vit. B complex 1 X 1 Tab

Inj Cefotaxime 3 x 500 mg iv

Appendictomy emergency

Prognosis : Bonam

Lembar Follow-Up

Tanggal Perjalanan Penyakit Pengobatan

22-10-2012

BB: 22 kg

S: nyeri perut (+), demam (-),

muntah (-), Mencret ± 10X

mulai kemarin

O : CM, nadi 72 kali/menit, RR

24 kali/menit, T: 36,30C,

anemis (-/-), ikt (-/-), rh (-/-),

wh (-/-). Nyeri tekan mc.

IVFD RL 20 tpm

Ranitidine 2X50 mg ivCefotaxime 3X500 mg ivDexametasone 4 mg ivParacetamol 3XII cthKonsul bagian radiologi :

USG abdomen susp. app

Nasi lauk pauk 3 x sehari

Page 11: Tutorial Ku

burney (+), psoas sign (-),

rovsing sign (-), obturator sign

(-).

23-09-2012

BB: 22 kg

S: nyeri perut (+), demam (-),

mencret (-)

O: CM, nadi 70 kali/menit, RR

36 kali/menit, T: 36,70C,

anemis (-/-), ikt (-/-), rh (-/-),

wh (-/-),Nyeri tekan mc. burney

(+), blumberg sign (+), psoas

sign (+), rovsing sign (-),

obturator sign (-).

Hasil USG 22/10/12 : Tidak

tampak adanya apendisitis

Terapi lanjut

Konsul bagian bedah anak

Appendectomy

emergency, persiapan op :

- prc 1 ui di PMI

- puasakan 4-6 jam

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Apendisitis

I.     Anatomi

Appendiks merupakan suatu organ limfoid seperti tonsil, payer patch

(analog dengan Bursa Fabricus) membentuk produk immunoglobulin. Appendiks

adalah suatu

struktur

kecil,

Page 12: Tutorial Ku

berbentuk seperti tabung yang berkait menempel pada bagian awal dari sekum.

Pangkalnya terletak pada posteromedial caecum. Pada Ileocaecal junction terdapat

Valvula Ileocecalis (Bauhini) dan pada pangkal appendiks terdapat valvula

appendicularis (Gerlachi). Panjang antara 7-10 cm, diameter 0,7 cm.  Lumennya

sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Appendiks terletak di

kuadran kanan bawah abdomen. Tepatnya di ileosecum dan merupakan pertemuan

ketiga taenia coli (taenia libera, taenia colica, dan taenia omentum). Dari topografi

anatomi, letak pangkal appendiks berada pada titik Mc Burney, yaitu titik pada

garis antara umbilicus dan SIAS kanan yang berjarak 1/3 dari SIAS kanan.

Gambar 1. Anatomi Valvula Ileocecalis

Appendiks vermiformis disangga oleh mesoapendiks (mesenteriolum)

yang bergabung dengan mesenterium usus halus pada daerah ileum terminale.

Mesenteriolum berisi a.Apendikularis (cabang a.ileocolica). Orificiumnya terletak

2,5 cm dari katup ileocecal. Mesoapendiknya merupakan jaringan lemak yang

mempunyai pembuluh appendiceal dan terkadang juga memiliki limfonodi kecil.

Page 13: Tutorial Ku

Gambar 2. Anatomi Appendiks

Struktur appendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa,

submukosa, muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler) dan

serosa. Lapisan submukosa terdiri dari jaringan ikat dan jaringan elastic

membentuk jaringan saraf, pembuluh darah dan lymphe. Antara Mukosa dan

submukosa terdapat lymphonodes. Mukosa terdiri dari satu lapis collumnar

epithelium dan terdiri dari kantong yang disebut crypta lieberkuhn. Dinding dalam

sama dan berhubungan dengan sekum (inner circular layer). Dinding luar (outer

longitudinal muscle) dilapisi oleh pertemuan ketiga taenia colli pada pertemuan

caecum dan apendiks. Taenia anterior digunakan sebagai pegangan untuk mencari

appendiks.

Pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan

menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya

insiden apendisitis pada usia itu. Pada 65 % kasus, apendiks terletak

intraperitoneal.

Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung

pada panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apediks

terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asendens,

Page 14: Tutorial Ku

atau ditepi lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak

apendiks.

Jenis posisi:

Promontorik : ujung appendiks menunjuk ke arah promontoriun sacri

Retrocolic : appendiks berada di belakang kolon ascenden (biasanya

retroperitoneal)

Antecaecal   : appendiks berada di depan caecum.

Paracaecal    : appendiks terletak horizontal di belakang caecum.

Pelvic descenden  : appendiks menggantung ke arah pelvis minor

Retrocaecal           : intraperitoneal atau retroperitoneal; appendiks berputar ke atas

ke belakang caecum.

Gambar 3. Posisi Apendiks

Appendiks dipersarafi oleh parasimpatis dan simpatis. Persarafan

parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika

superior dan arteri appendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari

nervus thorakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada appendisitis bermula di

sekitar umbilikus.

Pendarahan appendiks berasal dari arteri Appendikularis , cabang dari

a.Ileocecalis, cabang dari a. Mesenterica superior. A. Appendikularis merupakan

Page 15: Tutorial Ku

arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada

infeksi, appendiks akan mengalami gangren.

3.2.    Fisiologi

Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu normalnya

dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran

lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis appendisitis.

Dinding appendiks terdiri dari jaringan lymphe yang merupakan bagian

dari sistem imun dalam pembuatan antibodi. Immunoglobulin sekretoar yang

dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di

sepanjang saluran cerna termasuk appendiks, ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat

efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan

appendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh karena jumlah jaringan

limfonodi di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran

cerna dan di seluruh tubuh.

3.3  Etiologi

Appendisitis akut dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya proses

radang bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya

hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang

menyumbat. Ulserasi mukosa merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit

ini. namun ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks,

diantaranya :

1.   Faktor sumbatan (obstruksi)

Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya appendisitis

(90%) yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh

hyperplasia jaringan lymphoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena

benda asing dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing.

Obstruksi yang disebabkan oleh fekalith dapat ditemui pada bermacam-macam

appendisitis akut diantaranya ; fekalith ditemukan 40% pada kasus apendisitis

kasus sederhana, 65% pada kasus apendisitis akut ganggrenosa tanpa ruptur dan

90% pada kasus apendisitis akut dengan rupture.

Page 16: Tutorial Ku

2.   Faktor Bakteri

Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada apendisitis

akut. Adanya fekalith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk

dan memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen

apendiks, pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara

Bacteriodes fragililis dan E.coli, lalu Splanchicus, lacto-bacilus, Pseudomonas,

Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi adalah

kuman anaerob sebesar 96% dan aerob<10%.

3.   Kecenderungan familiar

Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi yang herediter dari

organ, appendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya

yang mudah terjadi appendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan

makanan dalam keluarga terutama dengan diet rendah serat dapat memudahkan

terjadinya fekalith dan mengakibatkan obstruksi lumen.

4.   Faktor ras dan diet

Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari.

Bangsa kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai resiko lebih

tinggi dari negara yang pola makannya banyak serat. Namun saat sekarang,

kejadiannya terbalik. Bangsa kulit putih telah merubah pola makan mereka ke

pola makan tinggi serat. Justru Negara berkembang yang dulunya memiliki tinggi

serat kini beralih ke pola makan rendah serat, memiliki resiko apendisitis yang

lebih tinggi.

3.4. Patofisiologi

Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh

hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat

peradangan sebelumnya, atau neoplasma.

Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian

proksimalnya dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa

appendiks yang distensi. Obstruksi tersebut mneyebabkan mucus yang diproduksi

mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak,

namun elastisitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga

menyebabkan peningkatan intralumen. Kapasitas lumen apendiks normal hanya

Page 17: Tutorial Ku

sekitar 0,1 ml. Jika sekresi sekitar 0,5 ml dapat meningkatkan tekanan intalumen

sekitar 60 cmH20.

Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan appendiks

mengalami hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi

bakteri. Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan

semakin iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding

apendiks). Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri

epigastrium. Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi

waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor.

Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal

tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan

menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum

setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut

dengan apendisitis supuratif akut.

Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang

diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila

dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.

Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang

berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa local yang

disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi

abses atau menghilang.

Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai

dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48

jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses

radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa

sehingga terbentuk massa periapendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis

jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses,

apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang untuk

selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.

Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih

panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya

tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan

Page 18: Tutorial Ku

pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh

darah.

Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi

mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks, omentum,

usus yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti vesika urinaria,

uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses peradangan ini. Bila

proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan timbul

peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup

kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu

pendeita harus benar-benar istirahat (bedrest).

Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan

membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan

sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan

bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan

mengalami eksaserbasi akut.

3.5. Gejala Klinis

Gambaran klinis yang sering dikeluhkan oleh penderita, antara lain

1.      Nyeri abdominal

Nyeri ini merupakan gejala klasik appendisitis. Mula-mula nyeri dirasakan

samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium atau

sekitar umbilicus. Setelah beberapa jam nyeri berpindah dan menetap di abdomen

kanan bawah (titik Mc Burney). Nyeri akan bersifat tajam dan lebih jelas letaknya

sehingga berupa nyeri somatik setempat. Bila terjadi perangsangan peritonium

biasanya penderita akan mengeluh nyeri di perut pada saat berjalan atau batuk.

2.      Mual-muntah biasanya pada fase awal.

3.      Nafsu makan menurun.

4.      Obstipasi dan diare pada anak-anak.

5.      Demam, terjadi bila sudah ada komplikasi, bila belum ada komplikasi biasanya

tubuh belum panas. Suhu biasanya berkisar 37,5º-38,5º C

Gejala appendisitis akut pada anak-anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering

hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa

Page 19: Tutorial Ku

nyerinya. Karena gejala yang tidak spesifik ini sering diagnosis appendisitis

diketahui setelah terjadi perforasi.

Kelainan patologi Keluhan dan tanda

Peradangan awal

Apenditis mukosa

Radang di seluruh

Ketebalan dinding

Apendisitis komplet radang

Peritoneum parietale appendiks

Radang alat/jaringan yang

Menempel pada appendiks

Perforasi

Pendindingan (Infiltrat)

Tidak berhasil

Berhasil

Kurang enak ulu hati/daerah pusat,

mungkin kolik

nyeri tekan kanan bawah

(rangsaganan automik)

nyeri sentral pindah ke kanan bawah,

mual dan muntah

rangsangan peritoneum lokal (somatik)

nyeri pada gerak aktif dan pasif,

defans muskuler lokal

genitalia interna, ureter, m.psoas,

kantung kemih, rektum

demam sedang, takikardia,

mulai toksik, leukositosis

demam tinggi, dehidrasi,

syok, toksik

massa perut kanan bawah, keadaan

umum berangsur membaik

Page 20: Tutorial Ku

Abses demam remiten, keadaan umum toksik,

keluhan dan tanda setempat

3.6.    Pemeriksaan Fisik

Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5°C. Bila suhu lebih

tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan

rektal sampai 1°C.

1.      Inspeksi

Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk dan

memegang perut. Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut tidak

ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan

komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau

abses appendikuler.

2.      Palpasi

Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-tanda

peritonitis lokal yaitu :

   Nyeri tekan di Mc. Burney

   Nyeri lepas

   Defans muscular lokal. Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan

peritoneum parietal.

Pada appendiks letak retroperitoneal, defans muscular mungkin tidak ada,

yang ada nyeri pinggang.

Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung :

   Nyeri tekan bawah pada tekanan kiri (Rovsing)

   Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg)

   Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam, berjalan,

batuk, mengedan.

Appendisitis infiltrat atau adanya abses apendikuler terlihat dengan

adanya penonjolan di perut kanan bawah.

3.      Auskultasi

Page 21: Tutorial Ku

Peristaltik usus sering normal. Peristaltik dapat hilang karena ileus

paralitik pada peritonitis generalisata akibat appendisitis perforata.

Pemeriksaan colok dubur akan didapatkan nyeri kuadran kanan pada jam

9-12. Pada appendisitis pelvika akan didapatkan nyeri terbatas sewaktu dilakukan

colok dubur. Pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan, maka kunci

diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Colok dubur pada

anak tidak dianjurkan. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan

pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks. Uji psoas

dilakukan dengan rangsangan m. psoas lewat hiperekstensi atau fleksi aktif. Bila

apendiks yang meradang menempel di m.psoas, tindakan tersebut akan

menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang

meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul

kecil. Dengan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang,

pada apendisitis pelvika akan menimbulkan nyeri.

Psoas sign. Nyeri pada saat paha kanan pasien diekstensikan. Pasien

dimiringkan kekiri. Pemeriksa meluruskan paha kanan pasien, pada saat itu ada

hambatan pada pinggul / pangkal paha kanan. Dasar anatomi dari tes psoas.

Apendiks yang mengalami peradangan kontak dengan otot psoas yang meregang

saat dilakukan manuver (pemeriksaan).

Gambar 5. Tes Psoas sign

Tes Obturator. Nyeri pada rotasi kedalam secara pasif saat paha pasien

difleksikan. Pemeriksa menggerakkan tungkai bawah kelateral,

pada saat itu ada tahanan pada sisi samping dari lutut (tanda bintang),

menghasilkan rotasi femur kedalam. Dasar Anatomi dari tes obturator :

Peradangan apendiks dipelvis yang kontak dengan otot obturator internus yang

meregang saat dilakukan manuver.

Page 22: Tutorial Ku

Gambar 6. Tes Obturator sign

3.7. Pemeriksaan Penunjang

1.      Pemeriksaan Laboratorium

a.       Pemeriksaan darah : akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus

appendisitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi, pada appendicular

infiltrat, LED akan meningkat.

b.      Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam

urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding

seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang

hampir sama dengan appendisitis.

2.      Abdominal X-Ray

Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendisitis.

Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak.

3.      USG

Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan

USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat

dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik,

adnecitis dan sebagainya.

Berbagai gambaran appendisitis :

1. Non-perforated appendicitis

Page 23: Tutorial Ku

2. Perforated appendicitis tanpa abses atau purulent fluid

3. Perforated appendicitis with free fluid

4. Perforated

appendicitis

Keterangan : panah hitam menunjukkan apendiks yang sedikit berdilatasi, panah putih menunjukkan ujung dari apendiks. Tidak ditemukan adanya apendikolith atau cairan disekitar usus.

Keterangan : panah menunjukkan pembesaran apendiks, apendiks kehilangan bagian submucosanya, karena itu dicurigai adanya perforasi.

Keterangan : ditemukan cairan bebas (ff) yang mengelilingi usus (b)

Page 24: Tutorial Ku

Keterangan :

Kiri : panah kecil meunjukkan apendiks yang membesar berisi apendikolith (panah besar). Ditemukan juga diiding apendiks yang tidak simetris. Bagian posterior lebih runcing dibanding anterior dan apendiks kehilangan berbagai lapisannya. Temuan seperti ini dicurigai sebagai apendisitis yang mengalami perforasi

Kanan : A = kumpulan echovoid fluid menunjukkan gambaran abses yang berdekatan dengan apendiks yang abnormal. Apendiks kehilangan berbagai lapisan dindingnya, hanya ditemukan 1 lapisan echogenic submucosa (panah kecil)

Page 25: Tutorial Ku

4.      Barium enema

Suatu pemeriksaan x-ray dengan memasukkan barium ke colon melalui

anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari

appendisitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis

banding. Appendicogram memiliki sensitivitas dan tingkat akurasi yang tinggi

sebagai metode diagnostik untuk menegakkan diagnosis appendisitis khronis.

Dimana akan tampak pelebaran/penebalan dinding mukosa appendiks, disertai

penyempitan lumen hingga sumbatan usus oleh fekalit.

5.      CT-scan

Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendisitis. Selain itu juga dapat

menunjukkan komplikasi dari appendisitis seperti bila terjadi abses.

6.      Laparoscopi

Suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukan

dalam abdomen, appendiks dapat divisualisasikan secara langsung. Tehnik ini

dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan

ini didapatkan peradangan pada appendiks maka pada saat itu juga dapat langsung

dilakukan pengangkatan appendiks.

Sistem skor Alvarado 

Diagnosis appendisitis akut pada anak tidak mudah ditegakkan hanya

berdasarkan gambaran klinis, hal ini disebabkan sulitnya komunikasi antara  anak,

orang tua dan dokter. Anak belum mampu untuk mendiskripsikan keluhan yang

dialami, suatu hal yang relatif lebih mudah pada umur dewasa. Keadaan ini

menghasilkan angka appendiktomi negatif sebesar 20% dan angka perforasi

sebesar 20-30%. Salah satu upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan

medis ialah membuat diagnosis yang tepat. Telah banyak dikemukakan cara untuk

menurunkan insidensi apendiktomi negatif, salah satunya adalah dengan

instrumen skor Alvarado. Skor Alvarado adalah sistem skoring sederhana yang

bisa dilakukan dengan mudah, cepat dan kurang invasif. Alfredo Alvarado tahun

1986 membuat sistem skor yang didasarkan pada tiga gejala , tiga tanda dan dua

temuan laboratorium. Klasifikasi ini berdasarkan pada temuan pra operasi dan

Page 26: Tutorial Ku

untuk menilai derajat keparahan apendisitis. Dalam sistem skor Alvarado ini

menggunakan faktor risiko meliputi migrasi nyeri, anoreksia, nausea dan atau

vomitus,  nyeri tekan di abdomen kuadran kanan bawah, nyeri lepas tekan ,

temperatur lebih dari 37,20C, lekositosis dan netrofil lebih dari 75%. Nyeri tekan

kuadran kanan bawah dan lekositosis mempunyai nilai 2 dan keenam sisanya

masing-masing mempunyai nilai 1, sehingga kedelapan faktor ini memberikan

jumlah skor 10.

Skor Alvarado untuk diagnosis appendisitis akut:

Gejala dan tanda:                                                                 Skor

Nyeri berpindah                                                                      1

Anoreksia                                                                                1

Mual-muntah                                                                           1                     

Nyeri fossa iliaka kanan                                                          2

Nyeri lepas                                                                              1

Peningkatan suhu > 37,30C                                                     1

Jumlah leukosit > 10x103/L                                                    2

Jumlah neutrofil > 75%                                                           1

__________________________________________________

Total skor:                                                                               10

Keterangan Alavarado score :

  Dinyatakan appendisitis akut bila > 7 point

  Modified Alvarado score tanpa observasi of Hematogram:

1 – 4    dipertimbangkan appendicitis akut

5 – 6    possible appendicitis tidak perlu operasi

7 – 9    appendicitis akut perlu pembedahan

  Penanganan berdasarkan skor Alvarado         :

1 – 4    : observasi

5 – 6    : antibiotic

7 – 10  : operasi dini

3.8. Diagnosis Banding

1.      Gastroenteritis

Page 27: Tutorial Ku

Pada gastroenteritis, mual-muntah dan diare mendahului rasa sakit. Sakit

perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltik sering ditemukan.

Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan appendisitis.

2.      Limfadenitis mesenterica

Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis. Ditandai dengan

nyeri perut yang samar-samar terutama disebelah kanan, dan disertai dengan

perasaan mual-muntah.

3.      Ileitis akut

Berkaitan dengan diare dan sering kali riwayat kronis, tetapi tidak jarang

anorexia, mual, muntah. Jika ditemukan pada laparotomi, appendiktomi insidental

diindikasikan utntuk menghilangkan gejala yang membingungkan.

4.      DHF

Pada penyakit ini pemeriksaan darah terdapat trombositopeni, leukopeni,

rumple leed (+), hematokrit meningkat.

5.      Peradangan pelvis

            Tuba fallopi kanan dan ovarium terletak dekat appendiks. Radang kedua

organ ini sering bersamaan sehingga disebut salpingo-ooforitis atau adnecitis.

Untuk menegakkan diagnosis penyakit ini didapatkan riwayat kontak sexual. Suhu

biasanya lebih tinggi daripada appendisitis dan nyeri perut bagian bawah lebih

difus. Biasanya disertai dengan keputihan. Pada colok vaginal jika uterus

diayunkan maka akan terasa nyeri.

6.      Kehamilan ektopik

Ada riwayat terhambat menstruasi dengan keluhan yang tidak menentu.

Jika terjadi ruptur tuba atau abortus di luar rahim dengan perdarahan akan timbul

nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin akan terjadi syok

hipovolemik. Pada pemeriksaan colok vagina didapatkan nyeri dan penonjolan di

cavum Douglas, dan pada kuldosentesis akan didapatkan darah.

7.      Diverticulitis

Meskipun diverculitis biasanya terletak di perut bagian kiri, tetapi kadang-

kadang dapat juga terjadi di sebelah kanan. Jika terjadi peradangan dan ruptur

pada diverticulum gejala klinis akan sukar dibedakan dengan gejala-gejala

appendisitis.

Page 28: Tutorial Ku

8.      Batu ureter atau batu ginjal

Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan

merupakan gambaran yang khas. Hematuria sering ditemukan. Foto polos

abdomen atau urografi intravena dapat memastikan penyakit tersebut.

3.9.     Tata Laksana

Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah

apendektomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Penundaan

apendektomi sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau

perforasi. Insidensi appendiks normal yang dilakukan pembedahan sekitar 20%.

Pada appendisitis akut tanpa komplikasi tidak banyak masalah.

Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat apendiks menjadi

dilindungi oleh omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula, massa

yang terbentuk tersusun atas campuran membingungkan bangunan-bangunan ini

dan jaringan granulasi dan biasanya dapat segera dirasakan secara klinis. Jika

peradangan pada apendiks tidak dapat mengatasi rintangan-rintangan sehingga

penderita terus mengalami peritonitis umum, massa tadi menjadi terisi nanah,

semula dalam jumlah sedikit, tetapi segera menjadi abses yang jelas batasnya.

Urut-urutan patologis ini merupakan masalah bagi ahli bedah. Masalah ini

adalah bilamana penderita ditemui lewat sekitar 48 jam, ahli bedah akan

mengoperasi untuk membuang apendiks yang mungkin gangrene dari dalam

massa perlekatan ringan yang longgar dan sangat berbahaya, dan bilamana karena

massa ini telah menjadi lebih terfiksasi dan vascular, sehingga membuat operasi

berbahaya maka harus menunggu pembentukan abses yang dapat mudah

didrainase.

Massa apendiks terjadi bila terjadi apendisitis gangrenosa atau

mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus.

Pada massa periapendikular yang pendidingannya belum sempurna, dapat terjadi

penyebaran pus keseluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis

purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa periapendikular yang masih bebas

disarankan segera dioperasi untuk mencegah penyulit tersebut. Selain itu, operasi

lebih mudah. Pada anak, dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja.

Pasien dewasa dengan massa periapendikular yang terpancang dengan

Page 29: Tutorial Ku

pendindingan sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotik

sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah

tidak ada demam, massa periapendikular hilang, dan leukosit normal, penderita

boleh pulang dan apendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar

perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi

perforasi, akan terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu

dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta

bertambahnya angka leukosit.

Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya

dilakukan tindakan pembedahan segera setelah pasien dipersiapkan, karena

dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan

pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka

lebih tinggi daripada pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi.

Pada periapendikular infiltrat, dilarang keras membuka perut, tindakan

bedah apabila dilakukan akan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-lebih

bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan sakit

perut. Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan

atau pun tanpa peritonitis umum.

Bila pada waktu membuka perut terdapat periapendikular infiltrat maka

luka operasi ditutup lagi, apendiks dibiarkan saja. Terapi konservatif pada

periapendikular infiltrat :

1.      Total bed rest posisi fawler agar pus terkumpul di cavum douglassi.

2.      Diet lunak bubur saring

3.      Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang aktif

terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8

minggu kemudian, dilakukan apendiktomi. Kalau sudah terjadi abses, dianjurkan

drainase saja dan apendiktomi dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika

ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun, dan pemeriksaan jasmani dan

laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses, dapat dipertimbangkan

membatalkan tindakan bedah.

Analgesik diberikan hanya kalau perlu saja. Observasi suhu dan nadi.

Biasanya 48 jam gejala akan mereda. Bila gejala menghebat, tandanya terjadi

Page 30: Tutorial Ku

perforasi maka harus dipertimbangkan appendiktomy. Batas dari massa

hendaknya diberi tanda (demografi) setiap hari. Biasanya pada hari ke5-7 massa

mulai mengecil dan terlokalisir. Bila massa tidak juga mengecil, tandanya telah

terbentuk abses dan massa harus segera dibuka dan didrainase.

Caranya dengan membuat insisi pada dinding perut sebelah lateral dimana

nyeri tekan adalah maksimum (incisi grid iron). Abses dicapai secara

ekstraperitoneal, bila apendiks mudah diambil, lebih baik diambil karena apendik

ini akan menjadi sumber infeksi. Bila apendiks sukar dilepas, maka apendiks

dapat dipertahankan karena jika dipaksakan akan ruptur dan infeksi dapat

menyebar. Abses didrainase dengan selang yang berdiameter besar, dan

dikeluarkan lewat samping perut. Pipa drainase didiamkan selama 72 jam, bila

pus sudah kurang dari 100 cc/hari, drai dapat diputar dan ditarik sedikit demi

sedikit sepanjang 1 inci tiap hari. Antibiotik sistemik dilanjutkan sampai minimal

5 hari post operasi. Untuk mengecek pengecilan abses tiap hari penderita di RT.

Penderita periapendikular infiltrat diobservasi selama 6 minggu tentang : LED,

Jumlah leukosit, Massa

Periapendikular infiltrat dianggap tenang apabila :

1.      Anamesa : penderita sudah tidak mengeluh sakit atau nyeri abdomen

2.      Pemeriksaan fisik :

o    Keadaan umum penderita baik, tidak terdapat kenaikan suhu tubuh (diukur rectal

dan aksiler)

o    Tanda-tanda apendisitis sudah tidak terdapat

o    Massa sudah mengecil atau menghilang, atau massa tetap ada tetapi lebih kecil

dibanding semula.

o    Laboratorium : LED kurang dari 20, Leukosit normal

Kebijakan untuk operasi periapendikular infiltrat :

1.      Bila LED telah menurun kurang dari 40

2.      Tidak didapatkan leukositosis

3.      Tidak didapatkan massa atau pada pemeriksaan berulang massa sudah tidak

mengecil lagi.

Bila LED tetap tinggi ,maka perlu diperiksa

o    Apakah penderita sudah bed rest total

Page 31: Tutorial Ku

o    Pemakaian antibiotik penderita

o    Kemungkinan adanya sebab lain.

d. Bila dalam 8-12 minggu masih terdapat tanda-tanda infiltrat atau tidak ada

perbaikan, operasi tetap dilakukan.

e. Bila ada massa periapendikular yang fixed, ini berarti sudah terjadi abses dan terapi

adalah drainase.

Pembedahannya adalah dengan appendiktomi, yang dapat dicapai melalui

insisi Mc Burney. Tindakan pembedahan pada kasus apendisitis akut dengan

penyulit peritonitis berupa apendektomi yang dicapai melalui laparotomi.7

            Lapisan  kulit yang dibuka pada Appendektomi :

  1.          Cutis                                          6.    MOI

  2.          Sub cutis                                   7.    M. Transversus

  3.          Fascia Scarfa                            8.    Fascia transversalis

  4.          Fascia Camfer                           9.    Pre Peritoneum

  5.          Aponeurosis MOE                   10.    Peritoneum

3.10.        Komplikasi

Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa

perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami

pendindingan berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan

lekuk usus halus.

Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu

peritonitis generalisata. Tanda-tanda terjadinya suatu perforasi adalah :

         nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen

menyeluruh

         Suhu tubuh naik tinggi sekali.

         Nadi semakin cepat.

         Defance Muskular yang menyeluruh

         Bising usus berkurang

         Perut distended

Akibat lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah terbentuknya :

1.      Pelvic Abscess

Page 32: Tutorial Ku

2.      Subphrenic absess

3.      Intra peritoneal abses local.

Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri masuk

kerongga abdomen, dapat menyebabkan kegagalan organ dan kematian.7

3.11. Prognosis

Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan tingkat mortalitas dan

morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan

morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi

bila appendiks tidak diangkat

BAB IV

PEMBAHASAN

Teori Fakta

Anamnesis dan pemeriksaan fisik :

1. Nyeri abdominal

Mula-mula nyeri dirasakan samar-

samar dan tumpul yang merupakan

nyeri viseral di daerah epigastrium atau

sekitar umbilicus. Setelah beberapa jam

nyeri berpindah dan menetap di

abdomen kanan bawah (titik Mc

Burney). Nyeri akan bersifat tajam dan

lebih jelas letaknya sehingga berupa

nyeri somatik setempat. Bila terjadi

perangsangan peritonium biasanya

penderita akan mengeluh nyeri di perut

pada saat berjalan atau batuk.

2. Mual-muntah biasanya pada fase

awal.

3.  Nafsu makan menurun.

4.   4. Obstipasi dan diare pada anak-anak.

Pasien laki-laki 9 tahun menderita nyeri

perut yang awalnya didaerah

epigastrium kemudian berpindah ke

bagian kanan bawah. Keluhan juga

disertai dengan muntah dan diare.

Pasien juga mengalami demam

beberapa hari sebelumnya.

Page 33: Tutorial Ku

5.  Demam

Pemeriksaan fisik khusus :

Psoas sign aktif / pasif (+), Nyeri tekan

mc.burney (+), blumberg sign (+),

obturator sign (+), rovsing sign (+),

reborn tenderness (+),

Skoring Alvarado

Berdasarkan skorig Alvarado :

1–4, dipertimbangkan appendisitis akut

5–6  mungkin appendicitis (tidak perlu

operasi)

7–9 pasti appendisitis akut perlu

pembedahan

Hasil pemeriksaan fisik ditemukan

nyeri tekan mc.burney (+), psoas sign

(+), obturator sign (-)

Gejala dan tanda :                           

Skor

Nyeri berpindah              

Anoreksia                         

Mual-muntah      

Nyeri fossa iliaka kanan    

Nyeri lepas                        1

Peningkatan suhu > 37,30C   

Jumlah leukosit > 10x103/L  

Jumlah neutrofil > 75% 1

___________________________

Total skor:                             8

Pemeriksaan penunjang :

USG

Appensitis akut terlihat gambaran

distensi/dilatasi pada appendiks

Normal, tidak ada tanda-tanda

appendisitis akut

Penatalaksanaan :

1. Terapi medikamentosa simptomatis

IVFD RL 20 tpm

Ranitidine 2X50 mg ivCefotaxime 3X500 mg ivDexametasone 4 mg ivParacetamol 3XII cth

1

1

1

2

1

2

Page 34: Tutorial Ku

2. Semua kasus appendisitis

memerlukan tindakan pengangkatan

dari appendiks yang terinflamasi, baik

dengan laparotomy maupun dengan

laparoscopy

Pasca bedah :

dilakukan drainase abses dan kultur

pus, setelah itu diberikan antibiotic

post-op sesuai dengan hasil kultur

.

Hasil kultur (27-10-2012) Kuman : Escherichia coliPewarnaan Gram : Batang gram negatifAntibiotik sensitive :Amikasin, Ceftazidime, Meropenem, Sulbactam Cefoperazone, Ceftizoxime

Appendektomi dengan laparotomy (23-10-2012) karena telah terjadi komplikasi yaitu abses apendiks. Sampai hari ke-6 post-op masih didapatkan produksi pus.

Terapi post-op yang diberikan (23-29

Oktober 2012) :

- D5 ½ NS 20 TPM

- Ceftriaxone 700 mg iv

- Antrain 3 X 250 mg iv

- Metronidazole 3 X 100 mg

- transfusi PRC 200 cc

- memasang NGT

- memasang Draine Catheter

- Diet cair 6X25 cc

Prognosis :

Dengan diagnosis yang akurat serta

pembedahan tingkat mortalitas dan

morbiditas penyakit ini sangat kecil.

Keterlambatan diagnosis akan

meningkatkan morbiditas dan

mortalitas bila terjadi komplikasi.

Serangan berulang dapat terjadi bila

appendiks tidak diangkat

Dubia et Bonam:

- karena telah dilakukan appendektomi

dengan laparotomi serta drainase pus

e/c abses. Tinggal menunggu produksi

pus berhenti (dengan pemberian

antibiotic yang sensitive) serta

pemulihan luka pos laparotomi

Page 35: Tutorial Ku

BAB V

PENUTUP

1. Appendisitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendiks vermicularis,

dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering pada anak-anak

maupun dewasa di seluruh dunia.

2. Appendisitis akut dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya proses

radang bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya

hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang

menyumbat.

3. Gejalanya adalah Nyeri abdominal, Mual-muntah biasanya pada fase awal,

Nafsu makan menurun, Obstipasi dan diare pada anak-anak, Demam.

4. Prognosis pada penyakit ini ada jika diagnosis akurat serta pembedahan

tingkat mortalitas dan morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan

diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila terjadi

komplikasi.

Page 36: Tutorial Ku

Daftar pustaka

1. Kumar, V., Cotran, R. S., & Robbins, S. L. (2007). Buku Ajar Patologi (7 ed. Vol. 2).

2. Reksoprodjo, S. (2009). Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara.

3. Schrock, T. (1991). Ilmu Bedah (7 ed.). Jakarta: EGC.

4. Sjamsuhidayat, R., & Jong, w. d. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah (2 ed.): EGC.