Upload
vanliem
View
229
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
SKRIPSI
UJI PENGARUH VARIASI MEDIA KULTUR TERHADAP
TINGKAT PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN PROTEIN,
LIPID, KLOROFIL, DAN KAROTENOID PADA MIKROALGA
Chlorella vulgaris Buitenzorg
OLEH :
Tangguh Wijoseno
0706270106
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK 2011
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
SKRIPSI
UJI PENGARUH VARIASI MEDIA KULTUR TERHADAP
TINGKAT PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN PROTEIN,
LIPID, KLOROFIL, DAN KAROTENOID PADA MIKROALGA
Chlorella vulgaris Buitenzorg
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik
pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia dan
disetujui untuk diajukan dalam sidang ujian Skripsi.
Tangguh Wijoseno
0706270106
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK 2011
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Tangguh Wijoseno
NPM : 0706270106
Tanda Tangan :
Tanggal : 27 Juni 2011
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh :
Nama : Tangguh Wijoseno
NPM : 0706270106
Program Studi : Teknik Kimia
Judul Skripsi : Uji Pengaruh Variasi Media Kultur terhadap Tingkat
Pertumbuhan dan Kandungan Protein, Lemak, Klorofil, dan
Karotenoid pada Mikroalga Chlorella vulgaris Buitenzorg
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan penguji dan diterima sebagai
bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik
pada program studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : 1. Ir. Dianursanti, M.T. (.……………………..)
Penguji : Dr. Ir. Heri Hermansyah, M.Eng. (.……………………..)
Penguji : Dr. Eng. Muhamad Sahlan (.……………………..)
Penguji : Dr. Ir. Sukirno . M.Eng (.……………………..)
Ditetapkan di : Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia,
Depok
Tanggal : 28 Juni 2011
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji dan syukur selalu penulis panjatkan kepada Allah SWT ,
Tuhan semesta alam yang maha kuasa atas segala sesuatu. Segala puji bagi-Mu ya
Allah yang telah memudahkan segala urusan dalam penelitian ini. “Ya Tuhanku,
anugerahkanlah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau
anugerahkan kepadaku dan kepada orangtuaku dan agar aku mengerjakan kebajikan
yang Engkau Ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan
hamba-hamba-Mu yang saleh”(An-Naml:19).
Atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah skripsi ini
tepat pada waktunya. Makalah skripsi dengan judul ”Uji Pengaruh Media Kultur
terhadap Tingkat Pertumbuhan dan Kandungan Esensial pada Mikroalga
Chlorella vulgaris Buitenzorg ” ini disusun untuk melengkapi persyaratan untuk
meraih gelar Sarjana Teknik di Departemen Teknik Kimia FTUI. Selain itu, makalah
ini diharapkan menjadi langkah awal bagi riset grup bioproses dalam menentukan
medium terbaik dalam kultivasi mikroalga Chlorella vulgaris.
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada,
1. Kepada kedua orang tuaku yang terus mendoakan dan memberikan semangat
dalam menjalani penelitian. Juga kepada kakakku Danny Sulistiowaty dan
adikku Hanifah Galdis Amalia. Semoga Allah selalu memuliakan kalian di dunia
dan di akhirat nanti. Doaku selalu menyertaimu.
2. Ibu Ir. Dianursanti M.T. selaku pembimbing skripsi yang sangat kami hormati
dan kami cintai. Terimakasih banyak atas kasih sayang yang diberikan dalam
bentuk bimbingan, bantuan, waktu, dan sarannya. Semoga ibu dan keluarga
selalu dalam lindungan dan kasih sayan Allah.
3. Prof, Dr. Ir. Widodo W. Purwanto, DEA selaku beserta seluruh dosen Ketua
Departemen Teknik Kimia FTUI yang telah memberikan ilmu dan membagikan
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
vi
wawasannya. Semoga ilmu yang diberikan dapat menjadi amal yang tiada
pernah putus pahalanya sampai kapanpun.
4. Dr.Ir. Heri Hermansyah M.Eng., Dr.Ir.Sukirno M.Eng, dan Dr. Eng. Muhamad
Sahlan Ssi.M.Eng, sebagai penguji sidang skripsi dan telah memberikan segala
kritik dan saran dalam
5. Seluruh Dosen Departemen Teknik Kimia UI yang telah memberikan bimbingan,
segala ilmu dan wawasan kepada penulis. . Semoga Allah memberkahi ilmu
bapak ibu sekalian ilmu yang telah diberikan pada kami semua.
6. Sahabat seperjuangan Algae Community dalam menjalani penelitian, Faris
Najmuddin Zahir, Irfan Pratama, dan Novida Theodora. Terimakasih banyak
atas segala bantuan dan kerjsamanya selama lebih dari 3 bulan. Semoga
keindahan persahabatan kita akan terus bersemi hingga akhir waktu nanti.
7. Teman – teman Teknik Kimia UI angkatan 2007 reguler & Extensi atas
kerjasamanya dan kebersamaannya dalam menjalani penelitian. Semoga gelak
tawa kebersamaan kita akan menjadi pengindah kehidupan di tengah – tengah
penatnya penelitian dan penulisan skripsi.
8. Kepada seluruh karyawan Departemen Teknik Kimia UI yang telah membantu
proses operasional dan admisnistrasi. Semoga selalu diliputi kebahagiaan,
kedamaian dan kesejahteraan dalam kehidupan.
9. Semua pihak yang telah membantu penyusunan makalah seminar ini baik secara
langsung ataupun tidak langsung.
Semoga Tuhan YME membalas kebaikan dan bantuan yang telah diberikan. Amin.
Penulis menyadari bahwa makalah seminar ini masih memiliki banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan
untuk dapat menyempurnakan seminar ini dan perbaikan di masa yang akan datang.
Depok, 8 Juni 2011
Penulis
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
vii
ABSTRAK
Tangguh Wijoseno
NPM 0706270106
Departemen Teknik Kimia
Dosen Pembimbing:
Ir. Dianursanti MT.
Uji Pengaruh Media Kultur terhadap Tingkat Pertumbuhan dan kandungan Protein,
Lipid, Klorofil, dan Karotenoid pada Mikroalga Chlorella vulgaris Buitenzorg.
Menurut data statistik dari BPS, jumlah penduduk indonesia kini telah mencapai 225 juta jiwa,
dengan angka pertumbuhan bayi mencapai 1,39% pertahun atau setara dengan 3,5 juta jiwa. Dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang begitu tinggi ini jelas akan menimbulkan suatu dampak sistemik
bagi kehidupan bangsa Indonesia. salah satu Potensi masalah yang ditimbulkan dari bertambahnya
jumlah penduduk menurunnya ketahanan pangan masyarakat. Dewasa ini telah dikembangkan
berbagai sumber pangan alternatif yang kaya akan kandungan essensial yaitu mikroalaga Chlorella. sp.
Mikroalga Chlorella vulgaris dikenal sebagai makhluk hidup yang kaya akan karbohidrat, protein, dan
lemak dimana zat – zat ini begitu penting dalam memperkuat ketahanan pangan. Besarnya kadar
kandungan essensil tersebut dapat dipengaruhi oleh jenis medium pertumbuhannya sebagai sumber
nutrisi. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan data kadar kandungan essensil
pada Mikroalga Chlorella vulgaris dengan variasi nutrisi pada medium yang diberikan sehingga
memudahkan para peneliti untuk mengidentifikasi jenis nutrisi terbaik untuk mendapatkan kandungan
essensil yang optimal. Pada penelitian sebelumnya, sudah dilakukan perbandingan pengaruh medium
EDTA dan Urea untuk menguji kadar kandungan essensil pada mikroalga Chlorella vulgaris. Pada penelitian ini akan digunakan medium Beneck dan BG-11 sebagai sumber nutrisi. Penelitian
dilakukan dengan cara mengembangbiakkan satu jenis mikroalga Chlorella vulgaris di dua
Fotobioreaktor yang berbeda. Fotobioreaktor pertama diisi dengan medium Beneck sebagai kontrol
dan fotobioreaktor kedua diisi dengan medium BG-11 dan reaktor ketiga diisi dengan medium .
Setelah sampai pada masa pemanenan, dilakukan pengambilan biomassa dan dilakukan uji kandungan
dan kadar kandungan essensil lemak, lipid, beta karoten, dan protein. Berdasarkan penelitian ini di
dapatkan berhasil di dapatkan data kepadatan sel di tiap – tiap medium. Dalam medium control yaitu
medium beneck kepadatan sel mencapai 0.8 g/L, medium walne 0.7392 g/L, dan medium BG-11
mencapai 1.1030 g/L. ada pun kandungan lipid Chlorella vulgaris dari medium beneck sebesar 37 %,
lipid dalam medium walne sebesar 43% dan lipid dalam medium BG-11 sebesar 39%. Dalam
penelitian ini uga didapatkan nilai Carbon Ttransfer Rate (CTR) di tiap medium. Keberhasilan penelitian ini akan memudahkan bagi para peneliti lainnya dalam menentukan medium dan nutrisi
terbaik bagi mikroalga Chlorella vulgaris untuk mendapatkan kandungan essensil yang penting dalam
menunjang kecukupan nutrisi bagi manusia.
.
Kata kunci: Mikroalga Chlorella vulgaris, Medium BG-11, Walne, Beneck, Protein, beta
karoten, klorofil , Lipid.
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ...................................................... iii
KATA PENGANTAR .............................................................................................. v
ABSTRAK ............................................................................................................. vii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL ....................................................................... xii
BAB I ..................................................................................................................... 14
PENDAHULUAN .................................................................................................. 14
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH .............................................................. 14
1.2 RUMUSAN MASALAH .............................................................................. 18
1.3 TUJUAN PENELITIAN ............................................................................... 18
1.4 BATASAN MASALAH ............................................................................... 18
1.5 SISTEMATIKA PENULISAN ...................................................................... 19
TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................... 20
2.1 Mikroalga Chlorella vulgaris ........................................................................ 20
2.2 Fotobioreaktor ............................................................................................... 25
2.3 Manfaat Chlorella sp. .................................................................................... 25
2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Chlorella vulgaris.............. 26
2.4.1. Unsur Hara ............................................................................................ 26
2.4.2. Pencahayaan .......................................................................................... 29
2.4.3. Karbondioksida (CO2) dan Oksigen (O2) .............................................. 29
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
ix
2.4.4. Derajat Keasaman (pH) ......................................................................... 29
2.4.5. Temperatur ............................................................................................ 30
2.4.6. Tekanan Osmotik .................................................................................. 30
2.5 Fotosintesis Pada Chlorella sp. ...................................................................... 30
2.6. Kandungan Protein, Lemak, klorofil, dan karotenoid .................................... 38
2.6.1. Protein ................................................................................................... 38
2.6.2. Lemak ................................................................................................... 39
2.6.3. Beta Karoten.......................................................................................... 40
2.6.4. Klorofil.................................................................................................. 41
2.7. Media Kultur ................................................................................................ 42
2.7.1. Air ......................................................................................................... 43
2.7.2. Sumber energi ....................................................................................... 44
2.7.3. Sumber karbon ...................................................................................... 44
2.7.4. Sumber aseptor elektron ........................................................................ 44
2.7.5. Sumber mineral ..................................................................................... 44
2.7.6. Faktor tumbuh ....................................................................................... 45
2.7.7. Sumber nitrogen .................................................................................... 45
2.8. State of the Art ............................................................................................. 45
BAB III................................................................................................................... 49
METODE PENELITIAN ........................................................................................ 49
3.1 Diagram Alir Penelitian ................................................................................. 49
3.2 Tahap Persiapan ............................................................................................ 50
3.2.1 Pembuatan medium benneck dan BG-11................................................. 50
3.2.2 Pembuatan rangkaian peralatan ............................................................... 51
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
x
3.2.3. Kultivasi kultur murni Chlorella vulgaris Buitenzorg dalam medium
benneck & BG-11 ........................................................................................... 52
3.2.4 Penentuan jumlah inokulum.................................................................... 52
3.3 Pelaksanaan Kegiatan Penelitian ................................................................... 54
3.4 Pengambilan Data ......................................................................................... 54
3.4.1 Pengolahan Data OD600 .......................................................................... 54
3.4.2. Pengolahan Data pH .............................................................................. 55
3.4.3 Pengolahan Data CTR dan qCO2 .............................................................. 56
3.4.4. Metode Pengambilan Data Lipid (Bligh Dryer) ...................................... 57
3.4.5. Metode Pengambilan Data Klorofil........................................................ 57
3.4.6. Pengambilan Data Beta Karoten (karotenoid) ........................................ 58
3.4.7. Metode Pengambilan Data protein (Metode Lowry)............................... 58
BAB IV .................................................................................................................. 61
HASIL & PEMBAHASAN .................................................................................... 61
4.1. Pembahasan Umum .................................................................................. 61
4.2. Data Penelitian.......................................................................................... 66
4.2.1 Pengaruh Variasi Media Kultur terhadap Tingkat Pertumbuhan .............. 67
4.2.2 Pengaruh Variasi Media Kultur Terhadap Laju Pertumbuhan (µ)
Chlorella vulgaris Buitenzorg. ........................................................................ 71
4.2.3 Pengaruh Variasi Media Kultur terhadap [HCO3-] dalam Medium ..... 73
4.2.4 Pengaruh Variasi Medium Kultur Terhadap Laju Fiksasi
Karbondioksida oleh Chlorella vulgaris Buitenzorg ....................................... 75
4.2.5. Pengaruh Variasi Media Kultur Terhadap CTR (Carbon Transfer Rate)
76
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
xi
4.2.6. Pengaruh Variasi Pertumbuhan terhadap Akumulasi Lipid Chlorella
vulgaris. .......................................................................................................... 78
4.2.7 Pengaruh Variasi Media Pertumbuhan terhadap Akumulasi Protein
Chlorella vulgaris. .......................................................................................... 80
4.2.8.Pengaruh Variasi Pertumbuhan terhadap Akumulasi Protein klorofil
vulgaris. .......................................................................................................... 82
4.2.9. Pengaruh Variasi Pertumbuhan terhadap Akumulasi Proteinbeta karoten
Chlorella vulgaris. .......................................................................................... 84
BAB V .................................................................................................................... 86
KESIMPULAN & SARAN .................................................................................... 86
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 87
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
xii
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL
Gambar 2. 1 Koloni Chlorella Sp. ........................................................................... 21
Gambar 2. 2 Rumus bangun fosfolipid .................................................................... 40
Gambar 2. 3 Struktur Kloroplas ................................ Error! Bookmark not defined.
Gambar 2. 4 Reaksi Gelap siklus Calvin ……………………………………….......28
Gambar 2.5 Trigliserida……………………………………………………………..32
Gambar 2.6 Struktur beberapa senayawa beta karoten……………………………...32
Gambar 2.7 struktur Klorofil a dan klorofil b……………………………………….34
Gambar 3.1. Susunan alat pada fotobioreaktor……………………………………..19
Gambar 3.2. Kurva kalibrasi uji protein…………………………………………….43
Gambar 4.1. Perbandingan Kurva pertumbuhan Berat Kering Chlorellavulgaris di
berbagai media kultur…………………………………………………...50
Gambar 4.2 Laju Pertumbuhan Maksimum (µmax) pada Berbagai Media
Pertumbuhan…………………………………………………………….55
Gambar 4. 3 Pengaruh Variasi Media Kultur Terhadap [HCO3-]……………………56
Gambar 4.4 Pengaruh Variasi Media Pertumbuhan terhadap Laju Fiksasi
Karbondioksida (qCO2)………………………………………………….58
Gambar 4.5 Pengaruh Variasi Medium Pertumbuhan terhadap CTR………………59
Gambar 4.6 Pengaruh Variasi Medium terhadap Kandungan Lipid Chlorella
Vulgaris………………………………………………………………………...61
Gambar 4.7 Pengaruh Variasi Medium terhadap Kandungan Protein Chlorella
vulgaris………………………………………………………………….63
Gambar 4.8 Pengaruh medium terhadap kandungan klorofil dalam Chlorella
Vulgaris……………………………………………………………………………..64
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
xiii
Gambar 4.9 Pengaruh medium terhadap kandungan karotenoid dalam Chlorella
vulgaris……………………………………………………………………………………….67
Tabel 2.1 Komposisi Biomassa Chlorella vulgaris……………………………….11
Tabel 3.1. Perbandingan Komposisi Nutrisi Medium Pembiakan Chlorella
vulgaris…………………………………………………………………33
Tabel 3.2 Penentuan kadar protein dengan metode Lowry………………………..42
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam dan keragaman
budaya yang luar biasa. Negara ini memiliki 81.000 km garis pantai yang indah dan
kaya. Begitu juga dengan jumlah penduduk Indonesia yang besar. Sebagaimana kita
ketahui, bahwa Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk tertinggi
keempat setelah china, india, dan amerika serikat. Menurut data statistik dari BPS,
jumlah penduduk indonesia kini telah mencapai 225 juta jiwa, dengan angka
pertumbuhan bayi mencapai 1,39% pertahun atau setara dengan 3,5 juta jiwa.
Dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang begitu tinggi ini jelas akan
menimbulkan suatu dampak sistemik bagi kehidupan bangsa Indonesia. Terdapat
beberapa potensi masalah yang ditimbulkan dari bertambahnya jumlah penduduk.
Salah satunya adalah melambungnya tingkat kebutuhan akan pangan dan nutrisi. Hal
ini akan berbanding lurus seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dimana
semakin banyak jumlah penduduk, maka akan semakin banyak kebutuhan pangan dan
akan mengganggu ketahanan pangan yang ada di indonesia. .
Melihat masalah di atas, perlu dikembangkan suatu tanaman yang
kandungannya berpotensi sebagai salah satu solusi dari melemahnya ketahanan
pangan . Salah satu bentuk kemajuan teknologi dan informasi adalah ditemukannya
Mikroflora (tumbuhan dengan ukuran mikro) yang di sini kita sebut sebagai
Mikroalga. Mikroalga dapat tumbuh dan berkembang biak di medium air dan
membutuhkan CO2 serta cahaya sebagai sumber kehidupannya. Di dalam komponen
penyusun mikroalga, terdapat begitu banyak nutrisi seperti lemak, karbohidrat,
protein, vitamin, mineral, klorofil, hidrokarbon, bioaktif, yang dapat dimanfaatkan
untuk kepentingan hidup manusia dan menopang ketahanan pangan di Indonesia.
Namun, dalam proses pembentukkan kandungan Essensial dipengaruhi beberapa
faktor, diantaranya adalah nutrisi yang diberikan pada mikroalga Chlorella vulgaris
selama masa kultivasi melalui medium perkembangbiakkannya. Chlorella merupakan
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
15
Universitas Indonesia
alga bersel tunggal dari golongan alga hijau (Chlorophyta) yang telah dimanfaatkan
secara komersial karena nilai gizinya yang tinggi. Kandungan protein, karbohidrat,
lemak, vitamin, mineral, asam amino essensial, enzim, beta karotin, dan klorofilyang
signifikan memberikan berbagai alternative pemanfaatan Chlorella sp. sebagai
suplemen makanan maupun pakan alami maupun buatan.
Media pertumbuhan mikroorganisme adalah suatu bahan yang terdiri dari
campuran zat-zat makanan (nutrisi) yang diperlukan mikroorganisme untuk
pertumbuhannya. Mikroorganisme memanfaatkan nutrisi media berupa molekul-
molekul kecil yang dirakit untuk menyusun komponen sel. Dengan media
pertumbuhan dapat dilakukan isolat mikroorganisme menjadi kultur murni dan juga
memanipulasi komposisi media pertumbuhannya (Indra, 2008). Jenis – jenis nutrisi
pada medium perkembangbiakkan Chlorella akan mempengaruhi sintesa protoplasma
dan hal ini merupakan faktor lingkungan kimia utama penentu kualitas alga.
Sebelumnya penelitian ini pernah dilakukan dengan menggunakan medium EDTA,
Alen Miguel, Vonshak, dan Urea + TSP. pada penelitian ini kualitas yang diamati
adalah kadar protein, klorofil, lipid dan karotenoid. Pada penelitian ini menunjukkan
bahwa tingkat pertumbuhan dan kadar kandungan esensil sangat dipengaruhi oleh
medium pertumbuhannya dan setiap jenis medium memberikan pengaruh berbeda
terhadap kualitas Chlorella vulgaris.
Keragaman kandungan komponen berbagai media tumbuh alga diduga akan
mempengaruhi kualitas kandungan essensial pada Chlorella. Penelitian ini telah
dilakukan oleh sriharti dan Carolina dari Sekolah Teknologi Pertanian Subang.
Dengan menggunakan medium EDTA, Allen Miguel, Vonshak, dan Urea + TSP,
berhasil dilakukan uji kadar kandungan essensial ( Lemak, Protein, Karbohidrat) yang
di uji dengan masing – masing medium tersebut. hasil penelitian menunjukkan
bahwa tingkat pertumbuhan Chlorella tertinggi terdapat pada medium Urea + TSP.
Sedangkan kadar berat kering tertinggi yaitu 9,795 mg/l diperoleh pada Chlorella
yang ditumbuhkan di media Vonshak. Media Vonshak juga menghasilkan alga
dengan kadar protein tertinggi. Sedangkan kadar karbohidrat dan lemak tertinggi
ditemukan pada kultur yang tumbuh pada media Allen Miguel. Berdasarkan hasil
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
16
Universitas Indonesia
percobaan ini dapat disimpulkan bahwa jenis media memberikan pengaruh berbeda
terhadap kualitas Chlorella.
Pada dasarnya, perbedaan kualitas alga Chlorella pada berbagai media
disebabkan oleh kekhususan komponen kimia yang terkandung di dalam masing –
masing media. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Carolina dari sekolah
teknologi pertanian subang, dengan menggunakan media urea + TSP misalnya,
mengandung lebih banyak sulfur yang berguna untuk pembelahan sel. Sehinga pada
penelitiaannya puncak kepadatan populasi dicapai pada waktu yang relatif singkat.
Nilai kandungan gizi Chlorella berupa protein, karbohidrat, dan lemak merupakan
tolak ukur dari kualitas Chlorella, terutama yang akan dimanfaatkan sebagai bahan
makanan.
Penelitian serupa juga dilakukan oleh Widianingsih , , Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro Kampus UNDIP Tembalang pada tahun
2008. Dengan judul Kandungan Nutrisi Spirulina platensis yang Dikultur pada Media
yang Berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan nutrisi
Spirulina platensis yang dikultur pada media Walne, teknis dan kontrol. Kelimpahan
S. Plantesis tertinggi dicapai pada kultur dengan media walne, demikian juga
kandungan protein, karbohidrat, air, abu dan lemaknya. Pada media Walne,
kandungan protein, karbohidrat dan lemak S. plantesis berturut-turut sebesar
50,05±0,53; 15,48±0,47; dan 0,51±0,12%. Sedangkan, pada media teknis, kandungan
protein, karbohidrat dan lemak pada S. plantesis berturut-turut adalah 16,23±0,4;
12,57±0,22; dan 0,18±0,03 %. Perbedaan ini disebabkan oleh kandungan nutrient
yang ada pada media kultur. Menurut Vonshak et al. (2004) dan Sanchez-Luna et al.
(2006) kualitas kandungan nutrien Spirulina sp. berkaitan dengan komposisi nutrien
di media kultur dan parameter kualitas airnya. Sedangkan pada pusat-pusat
pengadaan bibit kultur murni mikroalga yang berskala laboratorium maupun massal
(Andersen, 2005) kultur S. plantesis menggunakan media Walne. Perbedaan kualitas
air dan media kultur ini diduga mengakibatkan perbedaaan kandungan nutrisi pada
Spirulina yang dihasilkannya. Hal ini berkaitan dengan kebutuhannya akan makro
dan mikronutrien untuk kehidupannya. Spirulina sp membutuhkan makronutrien (N,
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
17
Universitas Indonesia
P, S, K, Si dan Ca) dan mikronutrien serta kandungan nitrat optimum (0,9 -3,5 mg/l)
untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhannya (Becker, 1995; Andersen, 2005).
Mikronutrien seperti Fe, Mo, Cu, Ca, Mn, Zn, Co (Andersen, 2005) dibutuhkan
dalam jumlah yang lebih kecil tetapi harus ada dalam budidaya Spirulina sp.. Agar
mikronutrien tetap larut dalam media diperlukan chelator berupa EDTA (Etilen
Diamin Tetra Asetat Acid). Selain itu mikroalga juga memerlukan mikronutrien
organik berupa unsur vitamin yang menunjang pertumbuhannya, antara lain
Cobalamin (B12), Thiamin (B1) dan biotin (Taw, 1990; Becker, 1995; Andersen,
2005). Begitu pentingnya peranan nilai kandungan nutrisi S. platensi bagi manusia
dan beberapa organisme laut, maka media kultur yang tepat untuk mendapatkan
kandungan nilai nutrisi yang maksimal perlu dikaji lebih dalam. Oleh karenanya,
penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kadar karbohidrat, protein, lemak, air dan abu
dari S. platensis yang dikultur pada media Walne dan media Teknis. Kandungan
Nutrisi Spirulina platensis yang Dikultur pada Media yang Berbeda (Widianingsih,
dkk).
Terdapat beberapa unsur hara yang berpengaruh langsung terhadap
pertumbuhan Chlorella, diantaranya adalah seperti N, P, dan Fe dapat meningkatkan
kenaikkan jumlah sel . Sulfur dapat membantu akselerasi pembelahan sel, Mg dan Fe
membantu meningkatkan klorofil. Zn sebagai unsur yang yang dapat meningkatkan
fiksasi CO2 sehingga mendukung dicapainya fotosintesis yang lebih efisien dan hal
ini yang akan meningkatkan nilai berat dari biomassa yang didapatkan.
Kandungan nutrisi pada media menentukan kualitas Chlorella yang ditumbuh-
kembangkan di dalamnya. Dengan demikian penentuan jenis media yang akan
dipergunakan untuk memperbanyak sel Chlorella dapat diatur tergantung pada tujuan
dari perbanyakkan sel tersebut. Selain perbanyakkan sel serta kandungan protein,
karbohidrat dan lemak, komponen lain yang diperlukan dari Chlorella dapat pula
menjadi tujuan budidaya.
Ketersediaan berbagai jenis media anorganik dengan kandungan unsur kimia
yang berlainan satu sama lain, mendasari dilakukannya penelitian ini. Informasi
mengenai kelebihan dan kekurangan masing – masing media tumbuh ditinjau dari
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
18
Universitas Indonesia
respon alga ber-sel Chlorella sp. diharapkan dapat menjadi acuan bermanfaat bagi
pemilihan media dalam membudidayakan Chlorella tersebut.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Adakah pengaruh variasi media kultur terhadap tingkat pertumbuhan dan laju
fiksasi CO2 pada mikroalga Chlorella vulgaris ?
2. Seberapa besar pengaruh unsur hara dalam pembentukkan kandungan Protein,
Lemak, klorofil, dan karotenoid dalam sel Chlorella vulgaris ?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1. Mengetahui laju pertumbuhan Chlorella vulgaris pada media kultur yang berbeda.
2. Mengetahui laju fiksasi gas CO2 oleh Chlorella vulgaris dalam variasi media
pertumbuhan.
3. Mengeteahui kadar kandungan esensial seperti klorofil, beta karoten, lemak, dan
protein pada Chlorella vulgaris.
1.4 BATASAN MASALAH
Batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioproses Departemen Teknik Kimia
Universitas Indonesia.
2. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh jenis media kultur pada
produksi biomassa dan kandungan essensial yang terbentuk pada Chlorella
vulgaris Buitenzorg.
3. Produksi biomassa dalam penelitian ini baru terbatas pada peningkatan jumlah sel
kering.
4. Mikroalga yang digunakan adalah Chlorella vulgaris Buitenzorg.
5. Medium yang digunakan untuk perkembangbiakan mikroalga ini adalah larutan
Benneck, BG-11, dan Walne.
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
19
Universitas Indonesia
6. Sistem reaktor yang digunakan adalah fotobioreaktor tunggal dengan volume 18
L.
7. Konsentrasi CO2 yang digunakan sebesar 5%
1.5 SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan
penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisikan studi literatur secara umum dan secara khusus mengenai hal-
hal yang berkaitan dengan penelitian yaitu mikroalga chrollella
vulgaris, larutan benneck, BG-11, walne dan kandungan essensial
mikroalga.
BAB III METODE PENELITIAN
Berisikan diagram alir penelitian, alat & bahan yang digunakan dalam
penelitian, prosedur penelitian yang meliputi persiapan uji operasi,
pengoperasian rangkaian alat, dan analisis sampel, serta pengolahan
data.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini menyajikan data-data hasil pengamatan dan pengolahannya
beserta pembahasannya.
BAB V KESIMPULAN
Bab terakhir ini menyajikan kesimpulan dari penelitian yang telah
dilakukan berdasarkan hasil yang telah didapat pada bab sebelumnya.
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
20
Universitas Indonesia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mikroalga Chlorella vulgaris
Mikroalga adalah alga kecil (ukuran 2-20 µm) berupa tanaman talus yang
memiliki klorofil sehingga mampu melakukan fotosintesis. Mikroalga bereproduksi
secara aseksual melalui pembelahan sel. Mikroalga terdiri dari banyak spesies yang
hampir semuanya merupakan organisme akuatik. Mikroalga ini banyak dikultur di
berbagai negara terutama negara yang memiliki industri akuakultur seperti Indonesia,
Thailand, Taiwan, Jepang, Ekuador dan beberapa negara di kawasan benua Eropa.
Terdapat begitu banyak spesies dari mikroalga, diantaranya adalah Chlorella
vulgaris.
Chlorella adalah genus ganggang hijau bersel tunggal yang hidup di air tawar,
laut, dan tempat basah. Ganggang ini memiliki tubuh seperti bola. Di dalam tubuhnya
terdapat kloroplas berbentuk mangkuk. Perkembangbiakannya terjadi secara vegetatif
dengan membelah diri. Setiap selnya mampu membelah diri dan menghasilkan empat
sel baru yang tidak mempunyai flagel. Ganggang ini sering digunakan di
laboratorium untuk penyelidikan fotosintesis Karena sifatnya yang unik, para ahli
berpendapat bahwa Chlorella dapat ikut mengatasi kebutuhan pangan manusia di
masa yang akan datang. Chlorela juga merupakan mikroorganisme yang termasuk
dalam filum Chlorophyta atau yang sering kita kenal sebagai alga hijau. Alga hijau
memiliki struktur yang hampir sama dengan tumbuhan, salah satunya ialah dinding
selnya. Chlorella juga mempunyai dinding sel yang tersusun atas selulosa. Selain
tersusun atas selulosa, beberapa spesies Chlorella mempunyai dinding sel yang juga
tersusun atas sporopollenin. Sporopollenin juga terdapat pada spora dan serbuk sari
yang merupakan suatu biopolimer dari karotenoid yang mempunyai kemampuan
resisten yang luar biasa terhadap degradasi oleh enzim atau reagen-reagen kimia yang
kuat. Selain mempunyai kemampuan resisten yang sangat kuat, Sporopollenin ini
juga mempunyai kemampuan untuk mengadsorbsi ion logam dari suatu larutan
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
21
Universitas Indonesia
membentuk kompleks logam dengan ligan. Hal ini menyebabkan alga hijau ini
disebut sebagai filter feeder, yaitu organisme yang mampu menyaring partikel yang
berasal dari suspensi di lingkungan hidupnya. Selain itu,Chlorella vulgaris juga
merupakan alga ber-sel tunggal dari golongan alga hijau (Chlorophyta) yang telah
dimanfaatkan secara komersial karena nilai gizinya yang tinggi. Kandungan protein,
karbohidrat, lemak, vitamin, mineral, asam amino esensial, asam lemak esensial,
enzim, beta karotin, dan klorofil yang signifikan dalam memberikan berbagai
alternatif pemanfaatan Chlorella sp. sebagai suplemen makanan maupun pakan alami
maupun buatan.
Gambar 2. 1 Koloni Chlorella Sp. (balasco,2007)
Chlorella vulgaris mempunyai waktu generasi yang sangat cepat. Oleh karena
itu dalam waktu yang relatif singkat, perbanyakan sel akan terjadi secara cepat,
terutama jika tersedianya cahaya dan sumber energi yang cukup. Pola pertumbuhan
berdasarkan jumlah sel dapat dikelompokan menjadi lima fasa yaitu, fasa tunda (lag
phase), fasa pertumbuhan logaritmik (log phase), fasa penurunan laju pertumbuhan,
fasa stationer dan fasa kematian. Kelima fasa tersebut dapat ditunjukan dengan kurva
jumlah sel vs waktu
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
22
Universitas Indonesia
Fas
a L
ag
Fas
a L
og
Fas
a P
enu
run
an L
aju
Per
tum
bu
han
Fas
a S
tasi
on
er
Fas
a K
emat
ian
Lo
g J
um
lah
Sel
Waktu
Gambar 2.2. Kurva Pertumbuhan Chlorella vulgaris (Sumber : Wirosaputro, 2002)
a). Fasa Tunda (lag phase)
Lag phase adalah suatu tahap setelah pemberian inokulum ke dalam media
kultur dimana terjadi penundaan pertumbuhan yang dikarenakan Chlorella vulgaris
memerlukan pembelahan. Dalam fasa ini tidak terjadi pertambahan jumlah sel. Fasa
ini adalah fasa penyesuaian yaitu suatu masa ketika sel-sel kekurangan metabolit dan
enzim akibat dari keadaan tidak menguntungkan dalam pembiakan terdahulu,
menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru. Enzim-enzim dan zat antara
terbentuk dan terkumpul sampai konsentrasi yang cukup untuk kelanjutan
pertumbuhan.
b). Fasa Pertumbuhan Logaritmik (log phase)
Pada fasa ini, sel-sel membelah dengan cepat dan terjadi pertambahan dalam
jumlah sel. Selama fasa ini, sel-sel berada dalam keadaan yang stabil. Bahan sel baru
terbentuk dengan konstan tetapi bahan-bahan baru itu bersifat katalitik dan massa
bertambah secara eksponensial. Hal ini bergantung dari satu atau dua hal yang terjadi,
yaitu apabila tidak atau lebih zat makanan dalam pembenihan habis maka hasil
metabolisme yang beracun akan tertimbun dan menghambat pertumbuhan. Kultur
dalam fasa pertumbuhan eksponensial tidak hanya berada dalam keseimbangan
pertumbuhan tetapi jumlah dari sel-sel dalam kultur ini bertambah dengan kecepatan
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
23
Universitas Indonesia
yang konstan. Dalam penggunaan mikroorganisme pada dunia perindustrian,
dibutuhkan bibit atau starter untuk proses fermentasi suatu bahan makanan, biasanya
digunakan mikroorganisme yang sedang berada dalam fasa eksponensial. Hal ini
dikarenakan mikroorganisme tersebut tidak akan mengalami fasa pertumbuhan
sebelum fasa eksponensial dalam media yang baru.
c). Fasa Penurunan Laju Pertumbuhan
Pada fasa ini, tetap terjadi pertambahan sel namun laju pertumbuhannya
menurun. Hal ini dikarenakan terjadinya kompetisi yang sangat tinggi di dalam media
hidup karena zat makanan yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah populasi
akibat dari pertambahan yang sangat cepat pada fasa eksponensial sehingga hanya
sebagian dari populasi yang mendapatkan makanan yang cukup dan dapat tumbuh
serta membelah.
d). Fasa Stasioner
Fasa stasioner adalah fasa pemberhentian pertumbuhan. Pada fasa ini, jumlah
sel kurang lebih tetap. Hal ini disebabkan oleh habisnya nutrisi dalam medium atau
karena menumpuknya hasil metabolisme yang beracun sehingga mengakibatkan
pertumbuhan berhenti. Dalam kebanyakan kasus, pergantian sel terjadi dalam fasa
stasioner, dimana adanya kehilangan sel yang lambat karena kematian yang
diimbangi dengan pembentukan sel-sel yang baru melalui pembelahan. Bila hal ini
terjadi, maka jumlah sel akan bertambah secara lambat, meskipun jumlah sel hidup
tetap.
e). Fasa Kematian
Dalam fasa ini, jumlah populasi ini menurun. Selama fasa ini, jumlah sel yang
mati per satuan waktu secara perlahan-lahan bertambah dan akhirnya kecepatan sel-
sel yang mati menjadi konstan.
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
24
Universitas Indonesia
Tabel 2.1 Komposisi Biomassa Chlorella vulgaris
(Sumber : http://www.gtamart.com/mart/products/chlorella_vulgaris/)
Komponen
Protein g/100g 33-45
Lemak g/100g 6.9-16.1
Air g/100g -
Klorofil g/100g 0.7-2.7
Sumber Mineral g/100g 6.5-10.5
Lipid g/100g 6.5-12.5
Rohfaser g/100g 6.6-7.5
Ballaststoffe g/100g 27.1-32.5
Karbohidrat g/100g 0.9-2
Mineral
Kalsium mg/100g 321-604
Magnesium mg/100g 273-325
Seng mg/100g 04-Jun
Besi mg/100g 40-70
Kalium mg/100g 1000-2900
Iodium mg/100g <0.0005
Selenium µg/100g 02-Okt
Vitamin
Betakaroten mg/100g 3.3-11.2
Vitamin B1 mg/100g 0.5-1.0
Vitamin B2 mg/100g 3.2-3.8
Vitamin B6 mg/100g 0.3-3.7
Vitamin B12 mg/100g 0.2-1.0
Vitamin E mg/100g 3.6-10.0
Vitamin C mg/100g 13-20
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
25
Universitas Indonesia
2.2 Fotobioreaktor
Fotobioreaktor adalah reaktor yang digunakan sebagai tempat
perkembangbiakkan mikroalga yang dirancang dengan sistem yang diberikan
pencahayaan. Fotobioreaktor terbagi dalam dua sistem, yaitu system terbuka (open
system) dan sistem tertutup (closed system). Sistem terbuka bisa berupa air alami
seperti danau, lagoon (danau di pinggir laut). Untuk fotobioreaktor sistem tertutup
terdiri dari fotobioreaktor tubular dengan tube dalam berbagai bentuk, ukuran, dan
panjang yang disesuaikan dengan material yang digunakan Pada masa yang akan
datang, sistem kolam terbuka yang digunakan untuk memproduksi mikroorganisme
dalam skala besar, mempunyai potensi inovasi yang lebih rendah dibanding sistem
tertutup. Untuk produk yang bermutu tinggi, fotobioreaktor sistem tertutup lebih
dipilih karena variabel-variabel yang mempengaruhi dalam perkembangan
mikroorganisme dapat dikontrol seperti intensitas cahaya dan temperatur, serta lebih
menghemat penggunaan ruang.
2.3 Manfaat Chlorella sp.
Tahun 1960, ilmuwan Jepang menemukan bahwa Chlorella sp. mengandung
banyak vitamin, mineral, dan nutrien yang penting bagi tubuh. Sejak saat itu
pengambangan Chlorella sp. berpindah haluan kearah suplemen kesehatan. Apalagi
ketika Dr. Fujimake dari People’s Scientific Research di Tokyo berhasil melakukan
pemisahan suatu substansi yang larut dalam air melalui Chlorella sp. secara
elektroforesis yang selanjutnya dikenal dengan nama CGF (Chlorella Growth
Factor). CGF dapat menunjang pertumbuhan dan meningkatkan kekebalan tubuh
alami. Selain itu, Chlorella sp. juga merupakan mikroalga hijau yang sangat special
karena kandungan klorofilnya yang paling tinggi dibandingkan seluruh mikroalga
hijau bahkan seluruh tanaman tingkat tinggi. Sel Chlorella mempunyai dinding sel
kuat dan getah usus manusia tidak mampu mencernakannya. Dinding Chlorella yang
sangat tebal (14 mm) terdiri dari 27% protein; 9,2% lemak; 15,4% selulosa; 31%
hemiselulosa; 3,3% glukosamin; dan 5,2% abu yang banyak mengandung zat besi
serta kapur. Struktur dinding sel Chlorella mirip dengan dinding sel bakteri dan
jamur. Dari berbagai penelitian tentang dinding sel, dinding sel yang utuh juga
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
26
Universitas Indonesia
diperlukan sebagai salah satu perangsang system kekebalan tubuh, menyerap
kolesterol, menyerap racun, dan merangsang limfosit dinding usus. Namun,
pemanfaatan Chlorella sebagai bahan pangan alternative mengharuskan seluruh
dinding sel dipecahkan dan dipisahkan. Sedangkan pemanfaatan Chlorella sebagai
makanan kesehatan memerlukan tersedianya sebagian dinding sel dalam keadaan
utuh.
2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Chlorella vulgaris.
Chlorella membutuhkan cahaya, CO2, H2O, nutrien dan elemen-elemen yang
lain. Berikut akan diuraikan beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan mikroalga hijau Chlorella vulgaris:
2.4.1. Unsur Hara
Seperti halnya makanan pada manusia, medium perkembangbiakkan pada
alga merupakan tempat diserapnya nutrisi bagi pertumbuhan alga yang nantinya akan
mempengaruhi metabolisme pada alga. Agar Chlorella vulgaris dapat hidup, maka
medium pembiakannya harus memiliki berbagai nutrisi yang diperlukan untuk
pertumbuhan dan perkembangannya. Terdapat berbagai jenis medium yang dapat
digunakan sebagai media hidup mikroalga hijau Chlorella, seperti, Beneck, BG-11,
MN Medium, ASN III. N-8 Medium, dan lain sebagainya. Semua jenis medium
tersebut memiliki kandungan unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
mikroalga hijau Chlorella, seperti N, P, K, S, Ca dan mineral lainnya. Kebutuhan
unsur hara bagi kehidupan alga secara garis besar terbagi dua, yaitu unsur hara makro
dan unsur hara mikro. Unsur hara makro itu terdiri dari N, P, K, S, Na, Si, dan Ca,
sedangkan unsur hara mikro terdiri dari Fe, Zn, Mn, Cu, Mg, Mo, Co dan B. pada
penelitian ini digunakan medium Beneck, walne, Allen dan BG-11 sebagai sumber
nutrisi yang akan diberikan pada mikroalga Chlorella vulgaris.
Unsur unsur makro maupun mikro biasanya diberikan dalam bentuk senyawa.
unsur makro adalah unsur hara yang diperlukan tanaman dalam jumlah yang relatif
banyak.
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
27
Universitas Indonesia
Nitrogen (N) diberikan dalam bentuk NH4NO3, NH2PO4, NH2SO4.
Berfungsi untuk membentuk protein, lemak, dan berbagai senyawa organik lain,
pertumbuhan dan pembentukan sel secara vegetative . Fosfor (P), diberikan dalam
bentuk KH2PO4 Berfungsi untuk metabolisme energi, sebagai stabilitor membran sel,
pengaturan metabolisme alga, pengaturan produksi pati/amilum, pembentukan
karbohidrat, sangat penting dalam transfer energi, protein, dan sintesis asam amino
serta konstribusi terhadap struktur dan asam nukleat. Unsur K (kalium) memperkuat
organ alga, memperlancar metabolisme dan memperlancar penyerapan makanan,
unsur S (sulfur) berperan dalam pembentukan asam amino dan vitamin, unsur Ca
(kalsium) berperan membantu menyusun dinding sel, mengatur permeabilitas
membran. Mg (magnesium) diberikan dalam bentuk MgSO4.7H2O berperan dalam
pembentukan klorofil, pembentukan karbohidrat, lemak, vitamin dan untuk
meningkatkan kandungan fosfat, pembentukan protein. Kalium (K), diberikan dalam
bentuk KH2PO4 Berfungsi untuk pemanjangan sel, memperkuat tubuh alga,
memperlancar metabolisme dan penyerapan makanan, ion kalsium ditransfer secara
cepat menyebrangi membran sel dan mengatur pH dan tekanan osmotik di antara sel.
Unsur S merupakan unsur yang penting untuk pembentukan beberapa jenis protein,
seperti asam amino dan vitamin B1.
Unsur mikro adalah unsur hara yang diperlukan mikroalga dalam jumlah
sedikit. Unsur Fe biasanya diberikan dalam bentuk senyawa dan berfungsi sebagai
penyangga kestabilan pH medium dan berperan dalam pembentukan klorofil, Mn
berperan sebagai aktivator enzim, unsur Zn berperan sebagai aktivator enzim dan
penyusun klorofil, unsur Cu berperan sebagai bagian enzim fenolase, laktase, dan
askorbat aksidase, unsur B berfungsi dalam translokasi karbohidrat, sebagai aktivator
dan inaktivator zat pengatur tumbuh, unsur Cl berperan sebagai ion yang berpengaruh
terhadap aktivitas enzim, Mo berperan dalam membentuk enzim reduktase, sintesis
asam askorbat dan ikut dalam metabolisme fosfor.
Tujuan penelitian ini adalah melihat pengaruh medium terhadap kandungan
essensial yang terbentuk dalam tubuh mikrolaga. Oleh karena itu, memilih nutrisi
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
28
Universitas Indonesia
terbaik adalah hal yang penting dalam penelitian ini. Pada penelitian ini digunakan
medium Benneck, BG-11, Walne, dan Allen. Alasan digunakannya medium ini
diantaranya, pertama diketahui pada penelitian –penelitian yang telah dilakukan
bahwa tiap medium menghasilkan kecepatan pertumbuhan yang mempengaruhi
besarnya biomassa yang dihasilkan. Selain itu ternyata besarnya sel mikroalga yang
terbentuk dapat dipengaruhi oleh nutrisi yang diberikan melalui medium. Menurut
Vonshak et al. (2004) dan Sanchez-Luna et al. (2006) kualitas kandungan nutrien
pada mikroalga berkaitan dengan komposisi nutrien di media kultur dan parameter
kualitas airnya. Sedangkan pada pusat-pusat pengadaan bibit kultur murni mikroalga
yang berskala laboratorium maupun massal (Andersen, 2005) kultur menggunakan
media Walne. Perbedaan kualitas air dan media kultur ini diduga mengakibatkan
perbedaaan kandungan nutrisi pada mikroalga yang dihasilkannya. Hal ini berkaitan
dengan kebutuhannya akan makro dan mikronutrien untuk kehidupannya. Chlorella
vulgaris membutuhkan makronutrien (N, P, S, K, Si dan Ca) dan mikronutrien serta
kandungan nitrat optimum (0,9 -3,5 mg/l) untuk menunjang kehidupan dan
pertumbuhannya (Becker, 1995; Andersen, 2005). Mikronutrien seperti Fe, Mo, Cu,
Ca, Mn, Zn, Co (Andersen, 2005) dibutuhkan dalam jumlah yang lebih kecil tetapi
harus ada dalam budidaya Chlorella vulgaris. Agar mikronutrien tetap larut dalam
media diperlukan chelator berupa EDTA (Etilen Diamin Tetra Asetat Acid).pada
medium BG-11, Walne, dan Allen terdapat EDTA yang diduga nantinya dapat
meningkatkan kandungan essensial pada Chlorella vulgaris. Selain itu mikroalga juga
memerlukan mikronutrien organik berupa unsur vitamin yang menunjang
pertumbuhannya, antara lain Cobalamin (B12), Thiamin (B1) dan biotin (Taw, 1990;
Becker, 1995; Andersen, 2005) yang akan ditambahkan pada medium walne, allen,
dan BG-11.
Media Walne, BG-11, dan Allen memiliki komposisi nutrien yang lengkap
bila dibandingkan dengan media Benneck, sehingga diduga akan didapatkan
kepadatan sel yang lebih tinggi serta fase pertumbuhan yang lebih lama. Hal ini
diperkuat oleh Becker (1995), Vonshak et al. (2004), dan Andersen (2005) yang
mengatakan bahwa pertumbuhan sel akan dipengaruhi oleh ketersediaan unsur utama
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
29
Universitas Indonesia
dalam lingkungan kultur yaitu berupa C, H, O, N, P, K, S, Ca, Fe, Mg dan
keberadaan unsur mikro nutrien. Komponen vitamin yang tersedia dalam media dapat
mempercepat pertumbuhan terutama vitamin B12 (Andersen, 2005).
2.4.2. Pencahayaan
Proses pencahayaan dapat dibagai menjadi 3 bagian, yaitu pencahayaan
kontinyu, terang gelap (fotoperiodesitas) dan pencahayaan dengan kenaikan intensitas
cahaya (alterasi). Selain tiga metode pencahayaan di atas, terdapat juga pencahayaan
dengan panjang gelombang tertentu dan pencahayaan dengan intensitas tertentu.
2.4.3. Karbondioksida (CO2) dan Oksigen (O2)
CO2 ini digunakan sebagai carbon source untuk melakukan fotosintesis /
metabolisme yang menunjang pertumbuhan Chlorella. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan, konsentrasi CO2 yang optimal untuk pertumbuhan mikroalga yaitu sekitar
5-10%. Selain karbon dioksida, oksigen juga diperlukan untuk proses respirasi pada
mikroorganisme. Walaupun dari reaksi fotosintesis dihasilkan oksigen,
mikroorganisme tidak dapat berfotosintesis jika tidak terdapat cahaya sebagai sumber
energi sehingga diperlukan juga udara dari luar sebagai sumber oksigen dalam proses
respirasi.
2.4.4. Derajat Keasaman (pH)
pH, mempengaruhi tidak saja aktivitas mikroalga, tetapi juga keragaman
spesiesnya. Aktivitas enzim mikroba tergantung kepada ion H+, oleh karena itu pH
medium akan mempengaruhinya. Pada umumnya kebanyakan mikroorganisme
tumbuh optimum pada kisaran pH 6 – 8. Meskipun demikian mikroalga juga masih
dapat tumbuh dengan baik diluar kisaran pH tersebut. pH memiliki peran dalam
mengatur kerja dari enzim. pH yang optimum bagi perkembangan Chlorella vulgaris
adalah 7,0 – 8,0. Chlorella sp. Sangat tahan terhadap lingkungan asam sampai pada
pH 2. Untuk mencegah perubahan pH media dalam kultur alga, perlu ditambahkan
EDTA (Ethyl Diamine Tetra Acetat) ke dalam media, hal ini disebabkan karena
EDTA dapat berfungsi sebagai buffer sehingga pH menjadi stabil.
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
30
Universitas Indonesia
2.4.5. Temperatur
Temperatur, mempengaruhi kecepatan semua proses yang terjadi di dalam
mikroorganisme. Denaturasi enzim merupakan pembatas bagi temperatur
maksimum, ini sangat bevariasi diantara mikroorganisme sehingga mikroorganisme
berbeda-beda akan kebutuhannya terhadap temperatur (maksimum, minimum &
optimum) untuk prtumbuhannya. Berdasar temperatur mikroorganisme terbagi atas
golongan psikrofil (<50C optimum serupa mesofil), mesofil (optimum antara 25
0C
dan 370C) dan termofil (optimum antara 55
0C dan 65
0C) . Semakin tinggi suhu maka
laju reaksi akan semakin besar. Berdasarkan prinsip tersebut sel akan tumbuh lebih
cepat pada temperatur yang lebih tinggi. Namun temperatur yang terlalu tinggi akan
menyebabkan denaturasi protein dan asam nukleat, kehilangan enzim yang penting
dan metabolisme sel. Temperatur optimum bagi perkembangan Chlorella vulgaris
adalah 23o C – 30
o C.
2.4.6. Tekanan Osmotik
Tekanan osmotik, pada umumnya mikroorganisme mempunyai daya adaptasi
yang cukup terhadap tekanan osmotik dari lingkungan hidupnya. Protoplasma yang
normal mempunyai kadar solute yang lebih tinggi dari tekanan osmotik lingkungan
hidupnya. Kedaan ini menyebabkan kecenderungan air masuk ke sel, sehingga turgor
sel dapat dipertahankan
2.5 Fotosintesis Pada Chlorella sp.
Fotosintesis adalah suatu proses biokimia pembentukan zat makanan atau
energi yaitu glukosa yang dilakukan oleh alga dengan menggunakan zat hara,
karbondioksida, dan air serta dibutuhkan bantuan energi cahaya matahari. Hampir
semua makhluk hidup bergantung dari energi yang dihasilkan dalam fotosintesis.
Akibatnya fotosintesis menjadi sangat penting bagi kehidupan di bumi. Fotosintesis
juga berjasa menghasilkan sebagian besar oksigen yang terdapat di atmosfer bumi.
Organisme yang menghasilkan energi melalui fotosintesis (photos berarti cahaya)
disebut sebagai fotoautotrof. Fotosintesis merupakan salah satu cara asimilasi karbon
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
31
Universitas Indonesia
karena dalam fotosintesis karbon bebas dari CO2 diikat (difiksasi) menjadi gula
sebagai molekul penyimpan energi.
Kloroplas terdapat pada Chlorella vulgaris dan di dalam kloroplas terdapat
pigmen klorofil yang berperan dalam proses fotosintesis. Kloroplas mempunyai
bentuk seperti cakram dengan ruang yang disebut stroma. Stroma ini dibungkus oleh
dua lapisan membran. Membran stroma ini disebut tilakoid, yang didalamnya
terdapat ruang-ruang antar membran yang disebut lokuli. Di dalam stroma juga
terdapat lamela-lamela yang bertumpuk-tumpuk membentuk grana (kumpulan
granum). Granum sendiri terdiri atas membran tilakoid yang merupakan tempat
terjadinya reaksi terang dan ruang tilakoid yang merupakan ruang di antara membran
tilakoid. Bila sebuah granum disayat maka akan dijumpai beberapa komponen seperti
protein, klorofil a, klorofil b, karetonoid, dan lipid. Secara keseluruhan, stroma berisi
protein, enzim, DNA, RNA, gula fosfat, ribosom, vitamin-vitamin, dan juga ion-ion
logam seperti mangan (Mn), besi (Fe), maupun tembaga (Cu). Pigmen fotosintetik
terdapat pada membran tilakoid. Sedangkan, pengubahan energi cahaya menjadi
energi kimia berlangsung dalam tilakoid dengan produk akhir berupa glukosa yang
dibentuk di dalam stroma. Klorofil sendiri sebenarnya hanya merupakan sebagian
dari perangkat dalam fotosintesis yang dikenal sebagai fotosistem.
Chlorella vulgaris bersifat autotrof yang artinya dapat mensintesis makanan
langsung dari senyawa anorganik. Tumbuhan menggunakan karbon dioksida dan air
untuk menghasilkan gula dan oksigen yang diperlukan sebagai makanannya. Energi
untuk menjalankan proses ini berasal dari fotosintesis. Perhatikan persamaan reaksi
yang menghasilkan glukosa berikut ini:
6H2O + 6CO2 + cahaya → C6H12O6 (glukosa) + 6O2
Glukosa dapat digunakan untuk membentuk senyawa organik lain seperti
selulosa dan dapat pula digunakan sebagai bahan bakar. Proses ini berlangsung
melalui respirasi seluler yang terjadi baik pada alga. Secara umum reaksi yang terjadi
pada respirasi seluler berkebalikan dengan persamaan di atas. Pada respirasi, gula
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
32
Universitas Indonesia
(glukosa) dan senyawa lain akan bereaksi dengan oksigen untuk menghasilkan
karbon dioksida, air, dan energi kimia.
Chlorella vulgaris menangkap cahaya menggunakan pigmen yang disebut
klorofil. Pigmen inilah yang memberi warna hijau pada tumbuhan. Klorofil terdapat
dalam organel yang disebut kloroplas. klorofil menyerap cahaya yang akan digunakan
dalam fotosintesis. Seluruh bagian tubuh alga yang berwarna hijau mengandung
kloroplas. Di dalam lapisan sel yang disebut mesofil yang mengandung kloroplas dan
cahaya akan melewati lapisan epidermis tanpa warna dan yang transparan, menuju
mesofil, tempat terjadinya sebagian besar proses fotosintesis.
Semua sel yang memiliki kloroplas berpotensi untuk melangsungkan reaksi
ini. Di organel inilah tempat berlangsungnya fotosintesis, tepatnya pada bagian
stroma. Hasil fotosintesis (disebut fotosintat) biasanya dikirim ke jaringan-jaringan
terdekat terlebih dahulu.
Pada dasarnya, rangkaian reaksi fotosintesis dapat dibagi menjadi dua bagian
utama: reaksi terang (karena memerlukan cahaya) dan reaksi gelap (tidak
memerlukan cahaya tetapi memerlukan karbon dioksida).
(Gambar 2.3 Struktur kloroplas)
(Sumber :.http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Reaksiterang.png)
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
33
Universitas Indonesia
Reaksi terang terjadi pada grana sedangkan reaksi gelap terjadi di dalam
stroma. Dalam reaksi terang, terjadi konversi energi cahaya menjadi energi kimia dan
menghasilkan oksigen (O2). Sedangkan dalam reaksi gelap terjadi seri reaksi siklik
yang membentuk gula dari bahan dasar CO2 dan energi (ATP dan NADPH). Energi
yang digunakan dalam reaksi gelap ini diperoleh dari reaksi terang. Pada proses
reaksi gelap tidak dibutuhkan cahaya matahari. Reaksi gelap bertujuan untuk
mengubah senyawa yang mengandung atom karbon menjadi molekul gula. Dari
semua radiasi matahari yang dipancarkan, hanya panjang gelombang tertentu yang
dimanfaatkan tumbuhan untuk proses fotosintesis, yaitu panjang gelombang yang
berada pada kisaran cahaya tampak (380-700 nm). Cahaya tampak terbagi atas
cahaya merah (610 - 700 nm), hijau kuning (510 - 600 nm), biru (410 - 500 nm) dan
violet (< 400 nm). Masing-masing jenis cahaya berbeda pengaruhnya terhadap
fotosintesis. Hal ini terkait pada sifat pigmen penangkap cahaya yang bekerja dalam
fotosintesis. Pigmen yang terdapat pada membran grana menyerap cahaya yang
memiliki panjang gelombang tertentu. Pigmen yang berbeda menyerap cahaya pada
panjang gelombang yang berbeda. Kloroplas mengandung beberapa pigmen. Sebagai
contoh, klorofil a terutama menyerap cahaya biru-violet dan merah. Klorofil b
menyerap cahaya biru dan oranye dan memantulkan cahaya kuning-hijau. Klorofil a
berperan langsung dalam reaksi terang, sedangkan klorofil b tidak secara langsung
berperan dalam reaksi terang. Proses absorpsi energi cahaya menyebabkan lepasnya
elektron berenergi tinggi dari klorofil a yang selanjutnya akan disalurkan dan
ditangkap oleh akseptor elektron. Proses ini merupakan awal dari rangkaian panjang
reaksi fotosintesis.
Reaksi terang adalah proses untuk menghasilkan ATP dan reduksi NADPH2.[
Reaksi ini memerlukan molekul air dan cahaya matahari. Proses diawali dengan
penangkapan foton oleh pigmen sebagai antena. Reaksi terang melibatkan dua
fotosistem yang saling bekerja sama, yaitu fotosistem I dan II.Fotosistem I (PS I)
berisi pusat reaksi P700, yang berarti bahwa fotosistem ini optimal menyerap cahaya
pada panjang gelombang 700 nm, sedangkan fotosistem II (PS II) berisi pusat reaksi
P680 dan optimal menyerap cahaya pada panjang gelombang 680 nm.
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
34
Universitas Indonesia
Mekanisme reaksi terang diawali dengan tahap dimana fotosistem II
menyerap cahaya matahari sehingga elektron klorofil pada PS II tereksitasi dan
menyebabkan muatan menjadi tidak stabil. Untuk menstabilkan kembali, PS II akan
mengambil elektron dari molekul H2O yang ada disekitarnya. Molekul air akan
dipecahkan oleh ion mangan (Mn) yang bertindak sebagai enzim. Hal ini akan
mengakibatkan pelepasan H+ di lumen tilakoid. Dengan menggunakan elektron dari
air, selanjutnya PS II akan mereduksi plastokuinon (PQ) membentuk PQH2.
Plastokuinon merupakan molekul kuinon yang terdapat pada membran lipid bilayer
tilakoid. Plastokuinon ini akan mengirimkan elektron dari PS II ke suatu pompa H+
yang disebut sitokrom b6-f kompleks. Reaksi keseluruhan yang terjadi di PS II
adalah:
2H2O + 4 foton + 2PQ + 4H- → 4H
+ + O2 + 2PQH2
Sitokrom b6-f kompleks berfungsi untuk membawa elektron dari PS II ke PS
I dengan mengoksidasi PQH2 dan mereduksi protein kecil yang sangat mudah
bergerak dan mengandung tembaga, yang dinamakan plastosianin (PC). Kejadian ini
juga menyebabkan terjadinya pompa H+ dari stroma ke membran tilakoid. Reaksi
yang terjadi pada sitokrom b6-f kompleks adalah:
2PQH2 + 4PC(Cu2+
) → 2PQ + 4PC(Cu+) + 4 H
+ (lumen)
Elektron dari sitokrom b6-f kompleks akan diterima oleh fotosistem I.[21]
Fotosistem ini menyerap energi cahaya terpisah dari PS II, tapi mengandung
kompleks inti terpisahkan, yang menerima elektron yang berasal dari H2O melalui
kompleks inti PS II lebih dahulu. Sebagai sistem yang bergantung pada cahaya, PS I
berfungsi mengoksidasi plastosianin tereduksi dan memindahkan elektron ke protein
Fe-S larut yang disebut feredoksin. Reaksi keseluruhan pada PS I adalah:
Cahaya + 4PC(Cu+) + 4Fd(Fe
3+) → 4PC(Cu
2+) + 4Fd(Fe
2+)
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
35
Universitas Indonesia
Selanjutnya elektron dari feredoksin digunakan dalam tahap akhir
pengangkutan elektron untuk mereduksi NADP+ dan membentuk NADPH. Reaksi ini
dikatalisis dalam stroma oleh enzim feredoksin-NADP+ reduktase. Reaksinya adalah:
4Fd (Fe2+
) + 2NADP+ + 2H
+ → 4Fd (Fe
3+) + 2NADPH
Ion H+ yang telah dipompa ke dalam membran tilakoid akan masuk ke dalam
ATP sintase. ATP sintase akan menggandengkan pembentukan ATP dengan
pengangkutan elektron dan H+ melintasi membran tilakoid. Masuknya H
+ pada ATP
sintase akan membuat ATP sintase bekerja mengubah ADP dan fosfat anorganik (Pi)
menjadi ATP. Reaksi keseluruhan yang terjadi pada reaksi terang adalah sebagai
berikut[1]
:
Sinar + ADP + Pi + NADP+ + 2H2O → ATP + NADPH + 3H
+ + O2
Reaksi gelap pada tumbuhan dapat terjadi melalui dua jalur, yaitu siklus
Calvin-Benson dan siklus Hatch-Slack. Pada siklus Calvin-Benson alga mengubah
senyawa ribulosa 1,5 bisfosfat menjadi senyawa dengan jumlah atom karbon tiga
yaitu senyawa 3-phosphogliserat.. Penambatan CO2 sebagai sumber karbon pada alga
ini dibantu oleh enzim rubisco.
Mekanisme siklus Calvin-Benson dimulai dengan fiksasi CO2 oleh ribulosa
difosfat karboksilase (RuBP) membentuk 3-fosfogliserat. RuBP merupakan enzim
alosetrik yang distimulasi oleh tiga jenis perubahan yang dihasilkan dari pencahayaan
kloroplas. Pertama, reaksi dari enzim ini distimulasi oleh peningkatan pH. Jika
kloroplas diberi cahaya, ion H+ ditranspor dari stroma ke dalam tilakoid
menghasilkan peningkatan pH stroma yang menstimulasi enzim karboksilase, terletak
di permukaan luar membran tilakoid. Kedua, reaksi ini distimulasi oleh Mg2+
, yang
memasuki stroma daun sebagai ion H+, jika kloroplas diberi cahaya. Ketiga, reaksi ini
distimulasi oleh NADPH, yang dihasilkan oleh fotosistem I selama pemberian
cahaya.
Fiksasi CO2 ini merupakan reaksi gelap yang distimulasi oleh pencahayaan
kloroplas. Fikasasi CO2 melewati proses karboksilasi, reduksi, dan regenerasi.
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
36
Universitas Indonesia
Karboksilasi melibatkan penambahan CO2 dan H2O ke RuBP membentuk dua
molekul 3-fosfogliserat(3-PGA). Kemudian pada fase reduksi, gugus karboksil dalam
3-PGA direduksi menjadi 1 gugus aldehida dalam 3-fosforgliseradehida (3-
Pgaldehida). Reduksi ini tidak terjadi secara langsung, tapi gugus karboksil dari 3-
(Gambar 2.4 Reaksi Gelap siklus Calvin)
(Sumber :.http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Reaksiterang.png)
PGA pertama-tama diubah menjadi ester jenis anhidrida asam pada asam 1,3-
bifosfogliserat (1,3-bisPGA) dengan penambahan gugus fosfat terakhir dari ATP.
ATP ini timbul dari fotofosforilasi dan ADP yang dilepas ketika 1,3-bisPGA
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
37
Universitas Indonesia
terbentuk, yang diubah kembali dengan cepat menjadi ATP oleh reaksi fotofosforilasi
tambahan. Bahan pereduksi yang sebenarnya adalah NADPH, yang menyumbang 2
elektron. Secara bersamaan, Pi dilepas dan digunakan kembali untuk mengubah ADP
menjadi ATP.
Pada fase regenerasi, yang diregenerasi adalah RuBP yang diperlukan untuk
bereaksi dengan CO2 tambahan yang berdifusi secara konstan ke dalam dan melalui
stomata. Pada akhir reaksi Calvin, ATP ketiga yang diperlukan bagi tiap molekul CO2
yang ditambat, digunakan untuk mengubah ribulosa-5-fosfat menjadi RuBP,
kemudian daur dimulai lagi.
Tiga putaran daur akan menambatkan 3 molekul CO2 dan produk akhirnya
adalah 1,3-Pgaldehida. Sebagian digunakan kloroplas untuk membentuk pati,
sebagian lainnya dibawa keluar. Sistem ini membuat jumlah total fosfat menjadi
konstan di kloroplas, tetapi menyebabkan munculnya triosafosfat di sitosol. Triosa
fosfat digunakan sitosol untuk membentuk sukrosa
Proses fotosintesis dipengaruhi beberapa faktor yaitu faktor yang dapat
memengaruhi secara langsung seperti kondisi lingkungan maupun faktor yang tidak
memengaruhi secara langsung seperti terganggunya beberapa fungsi organ yang
penting bagi proses fotosintesis.Proses fotosintesis sebenarnya peka terhadap
beberapa kondisi lingkungan meliputi kehadiran cahaya matahari, suhu lingkungan,
konsentrasi karbondioksida (CO2).Faktor lingkungan tersebut dikenal juga sebagai
faktor pembatas dan berpengaruh secara langsung bagi laju fotosintesis.
Faktor pembatas tersebut dapat mencegah laju fotosintesis mencapai kondisi
optimum meskipun kondisi lain untuk fotosintesis telah ditingkatkan, inilah sebabnya
faktor-faktor pembatas tersebut sangat memengaruhi laju fotosintesis yaitu dengan
mengendalikan laju optimum fotosintesis. Selain itu, faktor-faktor seperti translokasi
karbohidrat, umur pertumbuhan, serta ketersediaan nutrisi memengaruhi fungsi organ
yang penting pada fotosintesis sehingga secara tidak langsung ikut memengaruhi laju
fotosintesis.
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
38
Universitas Indonesia
Berikut adalah beberapa faktor utama yang menentukan laju fotosintesis:
1. Intensitas cahaya
Laju fotosintesis maksimum ketika banyak cahaya.
2. Konsentrasi karbon dioksida
Semakin banyak karbon dioksida di udara, makin banyak jumlah bahan yang
dapt digunakan tumbuhan untuk melangsungkan fotosintesis.
3. Suhu
Enzim-enzim yang bekerja dalam proses fotosintesis hanya dapat bekerja pada
suhu optimalnya. Umumnya laju fotosintensis meningkat seiring dengan
meningkatnya suhu hingga batas toleransi enzim.
4. Kadar air
Kekurangan air atau kekeringan menyebabkan stomata menutup, menghambat
penyerapan karbon dioksida sehingga mengurangi laju fotosintesis.
5. Kadar fotosintat (hasil fotosintesis)
Jika kadar fotosintat seperti karbohidrat berkurang, laju fotosintesis akan naik.
Bila kadar fotosintat bertambah atau bahkan sampai jenuh, laju fotosintesis
akan berkurang
2.6. Kandungan Protein, Lemak, klorofil, dan karotenoid
2.6.1. Protein
Komponen protoplasma yang sangat penting, di samping air yaitu protein.
Senyawa ini terdiri dari unsur-unsur: karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen.
Molekul-molekul protein merupakan molekul pekerja; mereka berperan sebagai
katalisator berbagai reaksi kimia, memberi kekakuan struktural, memantau
permeabilitas selaput, pengatur kadar metabolit yang diperlukan, menyebabkan
gerakan dan memantau kegiatan gen. Bahan baku protein adalah molekul-molekul
asam amino yang disebut demikian karena mengandung gugus karboksil dan gugus
amina. Berdasarkan struktur molekulnya, protein diklasifikasikan sebagai berikut:
protein fibrosa dengan contoh: kolagen, fibrin, aktin dan sebagainya. Selain itu
protein digolongkan pula sebagai sebagai protein struktural dan fungsional. Protein-
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
39
Universitas Indonesia
protein struktural antara lain membentuk membentuk kerangka sel atau sitoskelet.
Selain itu protein struktural dijumpai pula sebagai penyusun kolagen pada kulit,
rawan dan tulang, keratin pada kuku, rambut dan sebagainya. Protein fungsional
merupakan protein yang terlibat langsung dalam metabolisme sel, mudah terurai dan
terakit kembali. Protein mencakup enzim-enzim yang merupakan katalisator pada
proses metabolisme, hormon, hemoglobin dan sebagainya.
2.6.2. Lemak
Lemak mecakup asam lemak, lemak netral, fosfolipid, glikolipid, terpen dan
steroid. Asam lemak memiliki dua daerah yaitu: 1) rantai karbon yang bersifat
hidrofobik, tidak larut atau sedikit larut air, kurang reaktif tetapi sangat larut dalam
pelarut organik non polar seperti aseton, benzene dan kloroform, 2) gugus asam
karboksilat, yang mengion di dalam larutan, larut dalam air dan mudah bereaksi
membentuk ester. Asam lemak merupakan sumber makanan. Terdapat dalam
sitoplasma berupa tetesan-tetesan gliserida yang terdiri dari tiga rantai asam lemak
yang masing-masing terikat pada gliserol. Selain sebagai sumber makanan dan
tenaga, peranan asam lemak yang terpenting adalah sebagai penyususn selaput
plasma, selaput tipis ini sebagian besar dari fosfolipid.
Setiap molekul fosfolipid memiliki ekor hidrofilik yang terdiri dari dua buah
rantai asam lemak dan gugus kepala yang bersifat polar dan hidrofilik. Molekul
fosfolipid sesungguhnya adalah detergen. Tetesan fosfolipid pada air akan
membentuk lapisan tipis di permukaan air tersebut. Selaput ini terdiri dari satu lapis
molekul-molekul fosfolipid pada berkaitan ekor dengan ekor membentuk dwilapisan
fosfolipid yang merupakan struktur dasar selaput plasma.
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
40
Universitas Indonesia
(Gambar 2.5 Trigliserida)
(Sumber : http://hyperphysics.phy-astr.gsu.edu/hbase/organic/lipid.html)
2.6.3. Beta Karoten
Karotenoid merupakan suatu kelompok pigmen organik berwarna kuning
oranye, atau merah oranye yang terjadi secara alamiah dalam tumbuhan yang
berfotosintesis, ganggang, beberapa jenis jamur dan bakteri. (Gross, 1991).
Karotenoid adalah sanyawa poliena isoprenoid yang tidak larut dalam air, mudah
diisomerisasi dan dioksidasi, menyerap cahaya, meredam oksigen singlet, memblok
reaksi radikal bebas dan dapat berikatan dengan permukaan hidrofobik (Dutta, dkk,
2005). Saat ini lebih dari 600 karotenoid yang telah diisolasi dan dikelompokkan
(Holden, 1999). Beberapa diantaranya adalah :
Gambar 2.6. Struktur beberapa senayawa beta karoten
(Sumber http://nsplanarity.info/index.)
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
41
Universitas Indonesia
Senyawa β-karoten merupakan suatu produk yang penting dan bernilai
ekonomis karena senyawa ini berguna terhadap kesehatan. Beberapa manfaat β-
karoten adalah sebagai provitamin A yang berguna pada pembentukan vitamin A,
menurunkan resiko penyakit kanker, meningkatkan sistem daya kekebalan tubuh,
memperlambat penuaan serta mencegah penyakit katarak (Roth, 1991, Sahidin,
2001,Dutta, 2005). Salah satu sumber karotenoid yang utama adalah minyak sawit
mentah ( Crude Palm Oil ) dengan konsentrasi karotenoid yang terkandung di
dalamnya berkisar 500 – 700 ppm dan sekitar 80 % dari karotenoid tersebut adalah
senyawa β-karoten. (Choo, 1993; Sahidin,2001) Karotenoid dalam CPO ini dapat
diperkaya dengan cara mereaksikan campuran metil ester karotenoid dengan larutan
urea dalam etanol 25% hingga diperoleh karotenoid dalam ester asam lemak dengan
konsentrasi 3452 ppm. (Catherine, 2010).vSalah satu ciri dari karotenoid adalah
adanya sistem ikatan rangkap terkonjugasi dengan elektron π yang terdelokalisasi di
sepanjang rantai poliena. Hal inilah yang menyebabkan karotenoid memiliki
reaktifitas kimia dan dapat menyerap cahaya sehingga karotenoid memiliki warna
(Wikipedia, 2011).
2.6.4. Klorofil
Klorofil adalah kelompok pigmen fotosintesis yang terdapat dalam tumbuhan,
menyerap cahaya merah, biru dan ungu, serta merefleksikan cahaya hijau yang
menyebabkan tumbuhan memperoleh ciri warnanya. Terdapat dalam kloroplas dan
memanfaatkan cahaya yang diserap sebagai energi untuk reaksi-reaksi cahaya dalam
proses fotosintesis. Klorofil A merupakan salah satu bentuk klorofil yang terdapat
pada semua tumbuhan autotrof. Klorofil B terdapat pada ganggang hijau chlorophyta
dan tumbuhan darat. Klorofil C terdapat pada ganggang coklat Phaeophyta serta
diatome Bacillariophyta. Klorofil d terdapat pada ganggang merah Rhadophyta.
Akibat adanya klorofil, tumbuhan dapat menyusun makanannya sendiri dengan
bantuan cahaya matahari.
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
42
Universitas Indonesia
(Gambar 2.7. struktur Klorofil a dan klorofil b)
2.7. Media Kultur
Media kultur adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran zat-zat makanan
(nutrisi) yang diperlukan mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Mikroorganisme
memanfaatkan nutrisi media berupa molekul-molekul kecil yang dirakit untuk
menyusun komponen sel. Dengan media pertumbuhan dapat dilakukan isolat
mikroorganisme menjadi kultur murni dan juga memanipulasi komposisi media
pertumbuhannya (Indra, 2008). Media berfungsi untuk menumbuhkan mikroba,
isolasi, memperbanyak jumlah, menguji sifat-sifat fisiologi dan perhitungan jumlah
mikroba, dimana dalam proses pembuatannya harus disterilisasi dan menerapkan
metode aseptis untuk menghindari kontaminasi pada media. Berikut ini beberapa
media yang sering digunakan secara umum dalam mikrobiologi. Medium
pertumbuhan (disingkat medium) adalah tempat untuk menumbuhkan mikroba.
Mikroba memerlukan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan energi dan untuk bahan
pembangun sel, untuk sintesa protoplasma dan bagian-bagian sel lain. Setiap mikroba
mempunyai sifat fisiologi tertentu, sehingga memerlukan nutrisi tertentu pula.
Susunan kimia sel mikroba relatif tetap, baik unsur kimia maupun senyawa yang
terkandung di dalam sel. Dari hasil analisis kimia diketahui bahwa penyusun utama
sel adalah unsur kimia C, H, O, N, dan P, yang jumlahnya 95% dari berat kering sel,
sedangkan sisanya tersusun dari unsur-unsur lain. Apabila dilihat susunan
senyawanya, maka air merupakan bagian terbesar dari sel, sebanyak 80-90 %, dan
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
43
Universitas Indonesia
bagian lain sebanyak 10-20 % terdiri dari protoplasma, dinding sel, lipida untuk
cadangan makanan, polisakarida, polifosfat, dan senyawa lain.
Setiap unsur nutrisi mempunyai peran tersendiri dalam fisiologi sel. Unsur
tersebut diberikan ke dalam medium sebagai kation garam anorganik yang jumlahnya
berbeda-beda tergantung pada keperluannya. Beberapa golongan mikroba misalnya
diatomae dan alga tertentu memerlukan silika (Si) yang biasanya diberikan dalam
bentuk silikat untuk menyusun dinding sel. Fungsi dan kebutuhan natrium (Na) untuk
beberapa jasad belum diketahui jumlahnya. Natrium dalam kadar yang agak tinggi
diperlukan oleh bakteri tertentu yang hidup di laut, algae hijau biru, dan bakteri
fotosintetik. Natrium tersebut tidak dapat digantikan oleh kation monovalen yang
lain.
Jasad hidup dapat menggunakan makanannya dalam bentuk padat maupun
cair (larutan). Jasad yang dapat menggunakan makanan dalam bentuk padat tergolong
tipe holozoik, sedangkan yang menggunakan makanan dalam bentuk cair tergolong
tipe holofitik. Jasad holofitik dapat pula menggunakan makanan dalam bentuk padat,
tetapi makanan tersebut harus dicernakan lebih dulu di luar sel dengan pertolongan
enzim ekstraseluler. Pencernaan di luar sel ini dikenal sebagai extracorporeal
digestion.
Bahan makanan yang digunakan oleh jasad hidup dapat berfungsi sebagai
sumber energi, bahan pembangun sel, dan sebagai aseptor atau donor elektron. Dalam
garis besarnya bahan makanan dibagi menjadi tujuh golongan yaitu air, sumber
energi, sumber karbon, sumber aseptor elektron, sumber mineral, faktor tumbuh, dan
sumber nitrogen.
2.7.1. Air
Air merupakan komponen utama sel mikroba dan medium. Funsi air adalah sebagai
sumber oksigen untuk bahan organik sel pada respirasi. Selain itu air berfungsi
sebagai pelarut dan alat pengangkut dalam metabolisme.
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
44
Universitas Indonesia
2.7.2. Sumber energi
Ada beberapa sumber energi untuk mikroba yaitu senyawa organik atau
anorganik yang dapat dioksidasi dan cahaya terutama cahaya matahari.
2.7.3. Sumber karbon
Sumber karbon untuk mikroba dapat berbentuk senyawa organik maupun
anorganik. Senyawa organik meliputi karbohidrat, lemak, protein, asam amino, asam
organik, garam asam organik, polialkohol, dan sebagainya. Senyawa anorganik
misalnya karbonat dan gas CO2 yang merupakan sumber karbon utama terutama
untuk tumbuhan tingkat tinggi.
2.7.4. Sumber aseptor elektron
Proses oksidasi biologi merupakan proses pengambilan dan pemindahan
elektron dari substrat. Karena elektron dalam sel tidak berada dalam bentuk bebas,
maka harus ada suatu zat yang dapat menangkap elektron tersebut. Penangkap
elektron ini disebut aseptor elektron. Aseptor elektron ialah agensia pengoksidasi.
Pada mikrobia yang dapat berfungsi sebagai aseptor elektron ialah O2, senyawa
organik, NO3- , NO2
- , N2O, SO4
2-, CO2, dan Fe
3+..
2.7.5. Sumber mineral
Mineral merupakan bagian dari sel. Unsur penyusun utama sel ialah C, O, N,
H, dan P. unsur mineral lainnya yang diperlukan sel ialah K, Ca, Mg, Na, S, Cl.
Unsur mineral yang digunakan dalam jumlah sangat sedikit ialah Fe, Mn, Co, Cu, Bo,
Zn, Mo, Al, Ni, Va, Sc, Si, Tu, dan sebagainya yang tidak diperlukan jasad. Unsur
yang digunakan dalam jumlah besar disebut unsur makro, dalam jumlah sedang unsur
oligo, dan dalam jumlah sangat sedikit unsur mikro. Unsur mikro sering terdapat
sebagai ikutan (impurities) pada garam unsur makro, dan dapat masuk ke dalam
medium lewat kontaminasi gelas tempatnya atau lewat partikel debu. Selain berfungsi
sebagai penyusun sel, unsur mineral juga berfungsi untuk mengatur tekanan osmose,
kadar ion H+ (kemasaman, pH), dan potensial oksidasi reduksi (redox potential)
medium.
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
45
Universitas Indonesia
2.7.6. Faktor tumbuh
Faktor tumbuh ialah senyawa organik yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan
(sebagai prekursor, atau penyusun bahan sel) dan senyawa ini tidak dapat disintesis
dari sumber karbon yang sederhana. Faktor tumbuh sering juga disebut zat tumbuh
dan hanya diperlukan dalam jumlah sangat sedikit. Berdasarkan struktur dan
fungsinya dalam metabolisme, faktor tumbuh digolongkan menjadi asam amino,
sebagai penyusun protein; base purin dan pirimidin, sebagai penyusun asam nukleat;
dan vitamin sebagai gugus prostetis atau bagian akti dari enzim.
2.7.7. Sumber nitrogen
Mikroba dapat menggunakan nitrogen dalam bentuk amonium, nitrat, asam
amino, protein, dan sebagainya. Jenis senyawa nitrogen yang digunakan tergantung
pada jenis jasadnya. Beberapa mikroba dapat menggunakan nitrogen dalam bentuk
gas N2 (zat lemas) udara. Mikroba ini disebut mikrobia penambat nitrogen.
2.8. State of the Art
Keragaman kandungan komponen berbagai media tumbuh alga diduga akan
mempengaruhi kualitas kandungan essensial pada Chlorella. Penelitian ini telah
dilakukan oleh sriharti dan Carolina dari Sekolah Teknologi Pertanian Subang.
Dengan menggunakan medium EDTA, Allen Miguel, Vonshak, dan Urea + TSP,
berhasil dilakukan uji kadar kandungan essensial ( Lemak, Protein, Karbohidrat) yang
di uji dengan masing – masing medium tersebut. hasil penelitian menunjukkan
bahwa tingkat pertumbuhan Chlorella tertinggi terdapat pada medium Urea + TSP.
Sedangkan kadar berat kering tertinggi yaitu 9,795 mg/l diperoleh pada Chlorella
yang ditumbuhkan di media Vonshak. Media Vonshak juga menghasilkan alga
dengan kadar protein tertinggi. Sedangkan kadar karbohidrat dan lemak tertinggi
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
46
Universitas Indonesia
ditemukan pada kultur yang tumbuh pada media Allen Miguel. Berdasarkan hasil
percobaan ini dapat disimpulkan bahwa jenis media memberikan pengaruh berbeda
terhadap kualitas Chlorella.
Pada dasarnya, perbedaan kualitas alga Chlorella pada berbagai media
disebabkan oleh kekhususan komponen kimia yang terkandung di dalam masing –
masing media. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Carolina dari sekolah
teknologi pertanian subang, dengan menggunakan media urea + TSP misalnya,
mengandung lebih banyak sulfur yang berguna untuk pembelahan sel. Sehinga pada
penelitiaannya puncak kepadatan populasi dicapai pada waktu yang relatif singkat.
Nilai kandungan gizi Chlorella berupa protein, karbohidrat, dan lemak merupakan
tolak ukur dari kualitas Chlorella, terutama yang akan dimanfaatkan sebagai bahan
makanan.
Penelitian serupa juga dilakukan oleh Widianingsih , Ali Ridho, Retno
Hartati, & Harmoko dari Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Universitas Diponegoro Kampus UNDIP Tembalang pada tahun 2008.
Dengan judul Kandungan Nutrisi Spirulina platensis yang Dikultur pada Media yang
Berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan nutrisi Spirulina
platensis yang dikultur pada media Walne, teknis dan kontrol. Kelimpahan S.
Plantesis tertinggi dicapai pada kultur dengan media walne, demikian juga kandungan
protein, karbohidrat, air, abu dan lemaknya. Pada media Walne, kandungan protein,
karbohidrat dan lemak S. plantesis berturut-turut sebesar 50,05±0,53; 15,48±0,47;
dan 0,51±0,12%. Sedangkan, pada media teknis, kandungan protein, karbohidrat dan
lemak pada S. plantesis berturut-turut adalah 16,23±0,4; 12,57±0,22; dan 0,18±0,03
%. Perbedaan ini disebabkan oleh kandungan nutrient yang ada pada media kultur.
Menurut Vonshak et al. (2004) dan Sanchez-Luna et al. (2006) kualitas kandungan
nutrien Spirulina sp. berkaitan dengan komposisi nutrien di media kultur dan
parameter kualitas airnya. Sedangkan pada pusat-pusat pengadaan bibit kultur murni
mikroalga yang berskala laboratorium maupun massal (Andersen, 2005) kultur S.
plantesis menggunakan media Walne. Perbedaan kualitas air dan media kultur ini
diduga mengakibatkan perbedaaan kandungan nutrisi pada Spirulina yang
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
47
Universitas Indonesia
dihasilkannya. Hal ini berkaitan dengan kebutuhannya akan makro dan mikronutrien
untuk kehidupannya. Spirulina sp. membutuhkan makronutrien (N, P, S, K, Si dan
Ca) dan mikronutrien serta kandungan nitrat optimum (0,9 -3,5 mg/l) untuk
menunjang kehidupan dan pertumbuhannya (Becker, 1995; Andersen, 2005).
Mikronutrien seperti Fe, Mo, Cu, Ca, Mn, Zn, Co (Andersen, 2005) dibutuhkan
dalam jumlah yang lebih kecil tetapi harus ada dalam budidaya Spirulina sp.. Agar
mikronutrien tetap larut dalam media diperlukan chelator berupa EDTA (Etilen
Diamin Tetra Asetat Acid). Selain itu mikroalga juga memerlukan mikronutrien
organik berupa unsur vitamin yang menunjang pertumbuhannya, antara lain
Cobalamin (B12), Thiamin (B1) dan biotin (Taw, 1990; Becker, 1995; Andersen,
2005). Begitu pentingnya peranan nilai kandungan nutrisi S. platensi bagi manusia
dan beberapa organisme laut, maka media kultur yang tepat untuk mendapatkan
kandungan nilai nutrisi yang maksimal perlu dikaji lebih dalam. Oleh karenanya,
penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kadar karbohidrat, protein, lemak, air dan abu
dari S. platensis yang dikultur pada media Walne dan media Teknis. Kandungan
Nutrisi Spirulina platensis yang Dikultur pada Media yang Berbeda (Widianingsih,
dkk).
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
48
Universitas Indonesia
Tabel. 2.2 State of the Art
Jenis Alga Media Kultur Tahun Institusi Peneliti
Chlorella
pyrenoidosa
EDTA +
MgCl2
1998 Department
of Botany,
University
College of
Swansea,
Singleton
Park,
Swansea
John and P.J.
Syrett
Chlorella sp. C14 2000 Departement
of
Micrbiology ,
College of
Medicine ,
Universuty of
Florida
Paul F Elner
Chlorella
zofingiensis
Allen Miguel 2004 Pontificia
Universidad
Católica de
Valparaíso --
Chile
Borowitzka
Chlorella sp. Ekstrak Tauge 2005 Departemen
Biologi,
Fakultas
MIPA,
Universitas
Indonesia,
Depok
Nining
Betawati
Prihantini,
Berta Putri, dan
Ratna Yuniati
Chlorella
pyrenoidosa
A8 2007 Microbiology
Department,
Queen
Elizabeth
College,
Campden
Hill, London
W8 7AH
Margaret Watts
and John Pirt
Chlorella
vulgaris
Buitenzorg
Benneck 2008 Departemen
Teknik Kimia
UI
Sang Made
Chlorella
vulgaris
Buitenzorg
Benneck
termodifikasi
gas Nitrogen
2010 Departemen
teknik kimia
UI
Fadli Yusandi
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
49
Universitas Indonesia
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Diagram Alir Penelitian
Penelitian ini diawali dengan tahap persiapan yang terdiri dari perangkaian alat pada
reaktor tunggal, pembuatan medium dengan variasi sumber nitrogen, pembiakan
kultur murni Chlorella sp. dan penentuan jumlah inokulum. Tahap selanjutnya adalah
tahap pelaksanaan penelitian dengan mengembang biakkan kultur Chlorella sp.
Skemanya ialah sebagai berikut:
Mulai
Studi Literatur
Tahap Persiapan:
1. Perakitan alat fotobioreaktor
2. Pembuatan medium Benneck, Walne & BG-11
3. Pembiakkan kultur murni Chlorella vulgaris Butenzorg
dalam medium Benneck, Walne, & BG-11
4. Penentuan Jumlah Onikulum Pelaksanaan penelitian pembiakkan Chlorella vulgaris Buitenzorg dalam medium Benneck, BG-11,
Walne
Pelaksanaan Uji kandungan Essensial Chlorella vulgaris
Buitenzorg
Pengambilan & pengolahan data kandungan
Essensial Chlorella vulgaris Buitenzorg
Pembahasan & Kesimpulan
Selesai
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
50
Universitas Indonesia
3.2 Tahap Persiapan
3.2.1 Pembuatan medium benneck dan BG-11
Penggunaan medium Beneck, walne & BG-11 untuk kultivasi Chlorella vulgaris
Buitenzorg didasarkan atas pertimbangan antara lain karena nutrisi yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan Chlorella vulgaris Buitenzorg terdapat pada medium ini dan juga
medium ini mudah dibuat. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat medium
yaitu :
Tabel 3.1. Perbandingan Komposisi Nutrisi Medium Pembiakan Chlorella vulgaris.
(Sumber :Wirosaputro, 2002)
Nutrisi Benneck BG-11 Walne
MgSO4 100 mg/L 75 mg/L -
KH2PO4 200 mg/L 40 mg/L -
NaNO3 500 mg/L 1500 mg/L 100 mg/L
FeCl3 3-5 mg/L - 1,3 mg/L
ZnCl2 - - 0.021 mg/L
Cu.SO4.5H2O - 0.079 mg/L 0.02 mg/L
Citric Acid - 6 mg/L -
Na2EDTA - 1 mg/L 45 mg/L
H3BO3 - 2.86 mg/L 33,6 mg/L
CoCl2.6H2O - - -
NaH2PO4 - - 20 mg/L
MnCl2.6H2O - 1.81 mg/L 0,36 mg/L
(NH4)6Mo7O24.4H2O - - 0.009 mg/L
CaCl2.2H2O - 36 mg/L -
Na2CO3 - 20 mg/L -
ZnSO4.7H2O - 0.22 mg/L -
Na2MoO4.2H2O - 0.39 mg/L -
Co(NO3)2.6H2O - 0.049 mg/L -
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
51
Universitas Indonesia
1. Menyiapkan bahan-bahan pada tabel diatas, kemudian melarutkan bahan-bahan
tersebut dalam 1 dm3 aquadest dan diaduk sampai semuanya larut.
2. Mensterilkan medium menggunakan autoclave selama ± 1,5 jam kemudian
didinginkan.
3. Menyimpan medium tersebut dalam lemari pendingin bila tidak langsung
digunakan. Apabila terdapat endapan di dasar medium maka endapan
tersebut harus dipisahkan dahulu sebelum disimpan.
4. Mengulangi prosedur pembuatan medium benneck dengan mengganti dengan
medium BG-11.
3.2.2 Pembuatan rangkaian peralatan
Penelitian ini menggunakan fotobioreaktor berukuran 18 dm3 dengan
peralatan pendukungnya yang dirangkai di dalam suatu lemari tertutup ( transfer box)
yang dimaksudkan untuk mencegah masuknya kontaminan. Fotobioreaktor yang akan
digunakan diletakkan dalam posisi sejajar dan menghadap ke lampu halogen sebagai
sumber iluminasi. Aliran keluaran reaktor dimasukkan ke dalam sebuah erlenmeyer
discharge CO2 yang berisi air. Kalibrasi flowmeter juga dilakukan agar dapat
diketahui dengan tepat skala dari masing-masing flowmeter. Hal ini penting karena
gas yang mengandung CO2 yang akan dialirkan harus selalu dijaga konstan. Pada tiap
sambungan selang dilapisi dengan selotip untuk memastikan tidak ada sambungan
yang bocor sekaligus mencegah kontaminan masuk kedalam rangkaian. Sumber
iluminasi yang digunakan adalah lampu halogen dengan kekuatan intensitas cahaya
sampai 110,000 lx.
Berikut adalah ilustrasi rangkaian alat penelitian yang akan digunakan pada penelitian
ini, yaitu:
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
52
Universitas Indonesia
Gambar 3. 1 Susunan alat pada fotobioreaktor
3.2.3. Kultivasi kultur murni Chlorella vulgaris Buitenzorg dalam medium
benneck & BG-11
Prosedur kultivasi kultur murni adalah:
1. Menyiapkan medium Benneck & BG-11 serta peralatan pembiakan (wadah, selang
udara, tutup wadah) yang telah disterilkan terlebih dahulu.
2. Stok murni Chlorella vulgaris Buitenzorg dimasukkan ke dalam wadah steril dan
dicampur dengan medium Benneck & BG-11 yang telah steril. Perbandingan antara
jumlah stok Chlorella dengan medium dapat diatur sesuai kebutuhan riset.
Pemindahan ini harus dijaga steril, dilakukan dalam transfer box, setelah lingkungan
disterilkan dengan alkohol 70% dan menggunakan api bunsen.
3. Lalu medium kultur tersebut dipindahkan ke dalam fotobioreaktor pembiakkan dan
di-bubbling dengan menggunakan kompresor udara. Pada tahap ini juga harus
diberikan cahaya namun cukup dengan intensitas kecil ± 1,000 lx. Pembiakan dapat
dilakukan selama satu minggu atau lebih bila bertujuan untuk memperbanyak stok
yang ada, tetapi jika hanya untuk melewati lag time dapat dilakukan selama 2-3 hari
atau ±60 jam, tergantung pertumbuhan jumlah selnya.
3.2.4 Penentuan jumlah inokulum
Penentuan jumlah inokulum penting dalam penelitian ini, karena berkaitan langsung
dengan jumlah sel Chlorella sp. yang terdapat dalam kultur. Jumlah inokulum perlu
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
53
Universitas Indonesia
diketahui agar dapat dilihat perubahan jumlahnya dan hal ini berkaitan dengan besar
intensitas cahaya yang dibutuhkan.
Langkah-langkah penghitungan :
1. Kultur yang akan dihitung jumlah inokulumnya, diaduk sampai semua endapan
Chlorella vulgaris Buitenzorg merata dalam medium.
2. Mengambil sampel inokulum dengan pipet tetes secukupnya (jika menggunakan
mikroskop); mengambil 5 ml (jika menggunakan spektrofotometer)
3. Penghitungan sel dapat dilakukan dengan menggunakan mikroskop maupun
spektrofotometer, dengan catatan untuk penghitungan menggunakan spektrofotometer
telah dibuat kurva kalibrasi OD vs Nsel.
(a) Menggunakan Mikroskop
- Meneteskan sampel pada Neubauer Improved secukupnya (± 2 tetes pada ruang
atas/bawah). Sampel ini kemudian ditutup dengan kaca preparat.
- Menghitung dengan menggunakan mikroskop (perbesaran 100x, diusahakan
seluruh bagian bilik hitung terlihat dengan jelas). Penghitungan menggunakan
counter manual sebagai alat pencacah.
- Mengambil rata-rata jumlah inokulum untuk setiap bilik dan ruangan, kemudian
dihitung dengan rumus N (sel/ml) = jumlah sel rata-rata x 10.000, bila menggunakan
pengenceran maka nilai N dikali factor pengenceran, misal penegenceran 4x, maka N
= jumlah sel rata-rata x 10.000 x 3.
(b) Menggunakan Spektrofotometer
- Spektrofotometer diatur pada panjang gelombang 680nm. Panjang gelombang
680nm didapat dari peak yang keluar selama kalibrasi panjang gelombang dengan
menggunakan Spektrofotometer double beam. Untuk melihat nilai OD pada penelitian
ini digunakan spektrofotometer single beam, dan cahaya tampak (VIS) sebagai
sumber cahaya yang akan diabsorbsi oleh Chlorella sp.
- Kalibrasi spektrofotometer dengan menggunakan kuvet berisi aquadest/medium
pada panjang gelombang yang sama, kemudian mengatur agar absorbansinya
menunjukkan angka 0.000 (nol).
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
54
Universitas Indonesia
- Masukkan sampel ke dalam kuvet, kemudian uji dalam spektrofotometer. Data yang
diambil adalah nilai absorbansi pada range 0.2-0.4, jika melebihi dari range tersebut
maka sampel harus diencerkan sampai nilai absorbansinya mencapai range tersebut.
Nilai OD 0.2-0.4 merupakan range di dalam nilai T(Transmission) 15-65. Kemudian
jumlah selnya dapat diketahui dari kurva kalibrasi OD vs Nsel. Jika dilakukan
pengenceran maka jumlah selnya dikalikan jumlah pengenceran yang dilakukan.
3.3 Pelaksanaan Kegiatan Penelitian
Pada penelitian ini akan dilakukan 2 tahap penelitian. Pada tahap pertama, biomassa
Chlorella vulgaris Buitenzorg dibiakkan dala fotobioreaktor. Setelah biomassa
Chlorella vulgaris Buitenzorg dibiakan pada medium bennck, tahap selanjutnya
adalah menguji kandungan lipid yang ada pada sampel biomassa Chlorella vulgaris
Buitenzorg tersebut. Kandungan lipid tersebut akan diuji dengan menggunakan
metode Bligh-Dyer yang memanfaatkan prinsip gravimetri dengan menggunakan
pelarut polar dan non polar.
3.4 Pengambilan Data
Data yang diambil selama penelitian ini adalah grafik profil pertumbuhan, dan
besarnya kandungan Essensial yang ada pada biomassa Chlorella vulgaris
Buitenzorg.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengambilan Data adalah:
Variabel penelitian yang diambil yaitu OD600, pH dan I akan diolah
menggunakan beberapa metode perhitungan, antara lain :
3.4.1 Pengolahan Data OD600
Nilai OD yang didapatkan dari hasil penelitian akan dikonversi menjadi nilai
N sel dan X dimana N sel adalah jumlah sel Chlorella vulgaris Buitenzorg yang
terdapat di dalam satu satuan volume, sedangkan berat kering biomassa (X) adalah
berat dari Chlorella vulgaris Buitenzorg di luar medium hidupnya. Jumlahnya dapat
dihitung secara langsung dengan menggunakan data absorbansi pada 600 nm dan
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
55
Universitas Indonesia
mengkorelasikannya dengan menggunakan kurva kalibrasi OD600 Vs Nsel dan OD600
Vs X. Dari pengolahan ini dapat dibuat kurva pertumbuhan X Vs t.
Selanjutnya dibuat model pendekatan untuk mendapatkan suatu persamaan
yang menyatakan hubungan antara X dengan t atau X = f(t). Persamaan ini digunakan
untuk menghitung nilai laju pertumbuhan spesifik (µ) yaitu laju pertumbuhan
produksi biomassa pada fasa logaritmik dan merupakan waktu yang diperlukan untuk
sekali pembelahan sel. Pada pengolahan ini model yang digunakan adalah persamaan
kinetika monod, yaitu :
(3.1)
(3.2)
dimana :
µ = laju pertumbuhan spesifik (h-1
)
N = jumlah sel (sel/cm3)
X = berat kering sel/biomassa (g/dm3)
t = waktu (h)
3.4.2. Pengolahan Data pH
Nilai pH digunakan untuk menghitung besar konsentrasi [HCO3-] dalam
reaktor dengan menggunakan persamaan Henderson-Hasellbach, yaitu :
(3.3)
Dimana :
PT = tekanan operasi (atm)
yCO2 = konsentrasi gas CO2 yang diumpankan (5%)
KCO2 = 4,38 x 10-7
HCO2 = 2900 KPa/mol
T = temperatur operasi
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
56
Universitas Indonesia
T0 = temperatur standar
3.4.3 Pengolahan Data CTR dan qCO2
CTR (Carbondioxide Transfer Rate) merupakan banyaknya gas CO2 yang
ditransferkan dalam suatu volum medium yang dibutuhkan oleh metabolisme sel
selama satu satuan waktu tertentu. qCO2 adalah laju gas CO2 yang ditransfer dalam
suatu volum medium karena adanya aktivitas kehidupan biologi dalam satu satuan
waktu tertentu.
(h
-1) (3.4)
dimana :
X = berat kering 1 sel Chlorella vulgaris B. x jumlah sel/cm3 (g/dm
3)
∆yCO2 = selisih antara konsentrasi CO2 pada gas keluaran dan gas masukan
bioreaktor tembus cahaya
(g/dm3.h) (3.5)
Dalam penelitian ini :
(3.6)
(3.7)
(3.8)
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
57
Universitas Indonesia
3.4.4. Metode Pengambilan Data Lipid (Bligh Dryer)
Sampel mikroalga yang telah dipecah dinding selnya disentrifuge selama 10
menit sekitar 8500 rpm sehingga terjadi pemisahan antara mikroalga dan
medium.
Cake dipisahkan dari supernatannya kemudian diukur volumenya.
Setiap 1 mL cake dicampurkan dengan 2 mL metanol dan 1 mL kloroform
menggunakan vortex.
Setelah tercampur sempurna, cake tersebut ditambhakan 1 mL kloroform dan
1 mL air demin, dan vortex kembali.
Sampel lalu disentrifuge selama 10 menit.
Setelah terjadi pemisahan, ambil bagian bawah yang merupakan campuran
lipid (berwarna kuning) dengan pipet tetes.
Lipid kemudian dikeringkan dari kloroformnya.
Berat lipid didapatkan dari selisih antara berat cawan kosong dan berat cawan
dengan lipid kering.
3.4.5. Metode Pengambilan Data Klorofil
Sampel dicampurkan aseton dengan perbandingan 1:1 dalam tabung 10 ml.
Kemudian ditambahkan glass bead.
Sonikasi dalam sonikator selama ± 45 menit.
Di-sentrifuge ± 30 menit
Ukur absorbansinya pada panjang gelombang 645 nm & 663 nm (dengan
larutan standarnya adalah aseton.)
Masukkan data absorbansi ke dalam persamaan (Porra,2002) =
Klorofil a (mg/dm3) = 12.25 (A663) - 2.55 (3.9)
Klorofil b (mg/dm3) = 20.31 (A645) - 4.91 (3.10)
Total Klorofil (mg/dm3) = 17.76 (A645) + 7.34 (A663) (3.11)
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
58
Universitas Indonesia
3.4.6. Pengambilan Data Beta Karoten (karotenoid)
Sebanyak 10 ml kultur disentrifuge dengan kecepatan 3500 rpm selama 15
menit kemudian supernatan dibuang.
Endapan alga selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 70°C.
Sampel lalu diekstraksi dalam campuran 3 ml etanol, 6 tetes kalium
hidroksida 60 % dan 3 ml larutan natrium klorida 0,9 %.
Sonikasi selama 15 menit kemudian di-sentrifuge kembali dengan kecepatan
3500 rpm selama 15 menit.
Supernatan yang dihasilkan ditambah 4 ml dietil eter, kemudian dikocok.
Akan diperoleh dua lapisan, yaitu lapisan bawah berwarna hijau dan lapisan
atas berwarna kuning.
Supernatan yang berwarna kuning diukur serapan pada panjang gelombang
maksimum 450 nm.
Masukkan data absorbansi ke dalam rumus (Porra,2002)
Karotenoid (mg/dm3) = (1000A450 -3.27[Klorofil a] – 104 [klorofil b]/227)
(3.12)
3.4.7. Metode Pengambilan Data protein (Metode Lowry)
Larutan protein standar (BSA 200 μg/mL) dan dH2O dicampurkan dalam
jumlah tertentu (Tabel 3.2) dalam tabung reaksi sehingga diperoleh berbagai
konsentrasi antara 20-200 mg dalam larutan standar 1 mL.
Pada tabung lain dicampurkan juga sampel protein dan dH2O sehingga
volume total larutan sampel 1,0 mL.
Kemudian larutan Biuret 5 mL ditambahkan ke dalam masing-masing tabung
yang berisi larutan proein (standar dan sampel) dan segera divortex.
Campuran reaksi diinkubasi pada suhu kamar tepat 10 menit. Untuk
menghitung waktu reaksi digunakan stopwatch, dan waktu dihitung saat
menambahkan larutan Biuret. Agar waktu reaksinya seragam untuk tiap
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
59
Universitas Indonesia
sampel, ketika menambahkan larutan Biuret pada tabung berikutnya diberikan
selang waktu tertentu.
Kemudian pada menit ke-10 sebanyak 0,5 mL reagen Folin ditambahkan ke
dalam campuran reaksi dan segera dikocok menggunakan vortex. Larutan
diinkubasi pada suhu kamar selama 30 menit setelah penambahan reagen
Folin.
Serapan masing-masing larutan diukur tepat pada menit ke-30 yang ditetapkan
pada panjang gelombang 750 nm.
Tabel 3.2 Penentuan kadar protein dengan metode Lowry
Blanko Larutan standar Sampel protein (μL)
No. tabung 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Standar BSA (mL) - 0,8 1,0 1,2 1,5 1,8 2,0 - - -
Sampel protein (μL) - - - - - - - 5 50 200
Aquades (mL) 2 1,2 1,0 0,8 0,5 0,2 - 1,995 1,95 1,8
Larutan Biuret (mL) 5
Reagen Folin (mL) 0,5
Berdasarkan data yang diperoleh (dapat dilihat pada lampiran), grafik yang
terbentuk adalah sebagai berikut:
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
60
Universitas Indonesia
Gambar 3. 2 Kurva kalibrasi uji protein
Dari kurva kalibrasi standar protein yang didapat, kadar protein dihitung sebagai
berikut:
12055,000079667,0750 CA (3.13)
dengan C adalah kadar protein.
Hasil seluruh pengolahan data untuk setiap variasi media kultur selanjutnya
akan dibandingkan melalui grafik pertumbuhan sel terhadap waktu, metabolisme
terhadap waktu, dan fiksasi karbon dioksida terhadap waktu, serta kandungan nutrisi
terhadap metode pemanenan agar dapat diamati pengaruh dari metode pemanenan
terhadap jumlah biomassa dan kandungan nutrisinya.
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
61
Universitas Indonesia
BAB IV
HASIL & PEMBAHASAN
Pada bab ini, akan dijelaskan mengenai pelaksanaan penelitian, hasil pengamatan,
serta analisa dari hasil penelitian.
4.1. Pembahasan Umum
Pada penelitian ini, mikroalga Chlorella vulgaris Buitenzorg dikultivasi
dalam sebuah fotobioreaktor kolom gelembung dengan variasi media kultur yang
berbeda untuk melihat pengaruhnya terhadap tingkat pertumbuhan dan pengaruhnya
terhadap kandungan esensial . Pembahasan mengenai hasil penelitian akan
ditekankan pada pengaruh jenis media kultur terhadap tingkat produksi biomassa
Chlorella vulgaris Buitenzorg dan kandungan esensial seperti protein, lemak,
klorofil, dan karotenoid. Penelitian ini dilakukan karena pada dasarnya perbedaan
kualitas alga Chlorella pada berbagai media disebabkan oleh kekhususan komponen
kimia yang terkandung di dalam masing – masing media.
Variasi medium dipilih pada penelitian ini karena perannya bagi pertumbuhan
dan pembentukkan kandungan essensial yang sangat penting. Berbagai seperti Nutrisi
nitrogen merupakan unsur kimia anorganik pembentuk kimia organik seperti protein,
klorofil, lipid, dan karotenoid. Ketiga kandungan essensial tersebut dipilih karena
konsentrasinya dari biomassa Chlorella vulgaris yang cukup tinggi. Namun, tidak
semua bentuk dan konsentrasi nutrisi dapat memberikan hasil kandungan essensial
yang baik bagi biomassa Chlorella vulgaris Buitenzorg. Oleh karena itu, jenis nutrisi
yang digunakan pada pertumbuhan mikroalga Chlorella vulgaris Buitenzorg
dijadikan sebagai variabel bebas.
Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah penentuan media kultur yang
tepat digunakan untuk meningkatkan kandungan lipid, klorofil, dan protein. Dengan
mengetahui media kultur yang tepat tersebut, dapat diatur jumlah kandungan
essensial yang ingin dihasilkan dengan lebih optimal. Selain itu, pemanfaatan
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
62
Universitas Indonesia
biomassa baik sebagai bahan baku energi alternatif biodiesel maupun bahan baku
suplemen makanan dapat lebih dioptimalkan.
Pada tahap awal penelitian, medium yang akan digunakan dipersiapkan
terlebih dahulu. Medium yang digunakan adalah medium Benneck , Walne, dan BG-
11. Komposisi dalam medium ini dipilih karena senyawa yang digunakan tersebut
mempunyai nutrisi mikro maupun makro yang dibutuhkan dalam pertumbuhan
mikroalga.
Pada penelitian ini, digunakan strain Chlorella vulgaris Buitenzorg sebagai
objek penelitian yang merupakan ganggang bersel tunggal yang didapat dari Balai
Penelitian Perikanan Air Tawar Depok. Penamaan nomenclature Buitenzorg diambil
untuk identitas jenis Chlorella ini karena berasal dari daerah bogor yang pada zaman
Belanda disebut sebagai Buitenzorg (kota yang sejuk). Penelitian ini menggunakan
fotobioreaktor kolom gelembung tembus cahaya skala menengah bervolume 18 L
dengan ukuran reaktor (38,5 x 10 x 60) cm3. Ukuran tersebut digunakan karena
reaktor didesain memiliki ukuran yang sangat tipis, hal ini bertujuan untuk membantu
cahaya mudah tembus hingga ke belakang reaktor dan menghindari terjadinya self-
shading (peristiwa penutupan satu sel oleh sel lain yang menyebabkan tidak
meratanya cahaya dan CO2 yang didapatkan oleh alga) saat kultur sudah semakin
padat. Penggunaan kolom gelembung tembus cahaya dilakukan karena kolom ini
merupakan peralatan yang sesuai untuk budidaya mikroorganisme fotosintesa karena
maksimalisasi peningkatan produksi dan penyediaan cahaya yang secara simultan
memberikan laju produksi volumetrik yang tinggi dapat dilakukan pada reaktor ini
(Wijanarko, 2006).
Untuk mengembangbiakan Chlorella vulgaris ini diperlukan sejumlah energi.
Energi yang dibutuhkan adalah energi cahaya yang digunakan sel untuk
berfotosintesis. Agar dapat menghitung kuantitas energi cahaya yang diperlukan
selama proses perkembangbiakan maka fotobioreaktor bagian samping ditutup
dengan menggunakan karton yang berwarna hitam. Hal ini bertujuan untuk
menghindari adanya penyerapan energi cahaya pada bagian lain selain bagian yang
memang seharusnya dikenai cahaya. Dengan menutup semua sisi kecuali bagian
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
63
Universitas Indonesia
depan maka kita dapat menghitung dengan lebih teliti jumlah energi cahaya yang
dibutuhkan dalam pembiakannya.
Sebelum dilakukannya percobaan, terlebih dahulu dilakukan pensterilan alat
dengan mencuci bersih alat-alat yang akan digunakan, menyemprotnya dengan
alkohol 70% dan kemudian menyinari dengan lampu UV selama ± 7 menit. Untuk
alat-alat yang terbuat dari gelas dilakukan pembasuhan menggunakan air panas
selama beberapa kali setelah tahap pencucian untuk membunuh kuman. Hal ini
bertujuan untuk menghilangkan kontaminan yang ada pada alat-alat yang akan
digunakan. Masalah kontaminan ini amat penting untuk diperhatikan mengingat amat
rentannya Chlorella vulgaris Buitenzorg ini pada kontaminan dalam bentuk apapun.
Keberadaan kontaminan dalam reaktor nantinya akan membunuh sel perlahan-lahan
yang ditandai dengan menurunnya nilai Optical Density dari waktu ke waktu. Saat
reaktor sudah dimasuki kontaminan maka seluruh sel yang ada tidak dapat
diselamatkan lagi dan penelitian harus diulang kembali. Hal ini disebabkan karena
kontaminan yang ada tidak dapat dipisahkan dari sel dan medium.
Pada tahap awal penelitian, dilakukan penentuan kurva OD600 Vs X.
Penentuan kurva OD600 Vs X ini bertujuan untuk memudahkan perhitungan terhadap
berat kering sel selama masa kultivasi sehingga untuk mengetahui jumlah sel serta
berat kering dari sampel cukup dengan mengetahui tingkat absorbansinya yang
kemudian dihubungkan dengan kurva OD600 Vs X. Hal ini membuat prosedur
perhitungan maupun pengukuran yang dilakukan tidak membutuhkan waktu yang
relatif lama. Kurva OD600 Vs X yang digunakan pada penelitian ini merupakan kurva
hasil penelitian Sang Made Kresna (2004). Panjang gelombang yang digunakan
dalam pengukuran absorbansi adalah 600 nm, karena absorbansi dari Chlorella
vulgaris Buitenzorg pada panjang gelombang ini paling tinggi jika dibandingkan pada
panjang gelombang cahaya tampak lainnya.
Tahapan penelitian berikutnya adalah kultur terhadap Chlorella vulgaris
Buitenzorg dalam medium Benneck. Medium ini dipilih sebagai medium kultur
Chlorella vulgaris Buitenzorg karena dalam medium ini banyak terdapat senyawa
makro yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan Chlorella vulgaris Buitenzorg
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
64
Universitas Indonesia
secara optimal dalam fotobioreaktor, seperti NaNO3, MgSO4 dan KH2PO4. Mg2+
diperlukan dalam mengontrol proses pembelahan sel, sedangkan PO43-
dan NO3-
sangat penting dalam pembentukan nukleat dan protein selama pertumbuhan sel.
Selain itu, dipilihnya Benneck sebagai medium dalam penelitian ini karena Benneck
telah terbukti mampu memberikan asupan nutrisi kepada Chlorella vulgaris
Buitenzorg pada penelitian-penelitian sebelumnya. Sedangkan variasi medium yang
digunakan adalah media walne dan bg-11 karena kedua media ini adalah media yang
juga dapat digunakan sebagai media kultur alga hijau dan memiliki kekayaan unsure
hara yang memadai.
Pembiakan medium kultur murni Chlorella vulgaris Buitenzorg dalam
medium Benneck, BG-11, dan walne (pre-culture) dilakukan untuk mempersiapkan
mikroalga berada pada fase pertumbuhan eksponensial atau telah melewati fase
adaptasi (lag phase) serta untuk membiasakan mikroalga pada kondisi operasi yang
akan digunakan pada penelitian ini. Waktu pre-culture untuk tiap jenis
mikroorganisme berbeda-beda, untuk Chlorella vulgaris adalah selama 48 jam
(Wijanarko, 2006). Proses ini dilakukan dalam fotobioreaktor berukuran 6 liter
dengan intensitas penyinaran yang cukup serta aliran udara tanpa CO2 tambahan.
Langkah berikutnya adalah pembuatan kerapatan awal dari mikroalga
Chlorella vulgaris Buitenzorg. Pada tahap ini dilakukan variasi kerapatan sel sebagai
kerapatan sel awal Chlorella vulgaris Buitenzorg dalam fotobioreaktor, mulai dari
±0,104 g/L sampai ±0.130 g/L. Pembuatan starter ini dilakukan dengan menuangkan
Chlorella dari hasil pre-culture kemudian ditambahkan dengan medium Benneck
sampai memiliki nilai absorbansi yang menunjukan jumlah sel (Xsel) sebanyak ±0,104
g/L sampai ±0.130 g/L . Kemudian dialirkan ke reaktor udara yang telah dicampur
dengan CO2 sebesar 5%. CO2 inilah yang dibutuhkan pada proses fotosintesis. Jika
jumlah CO2 yang diberikan ini terlalu banyak maka akan berdampak buruk pada sel.
Sel-sel akan mengalami shear stress, namun jika jumlah yang diberikan terlampau
sedikit maka kita akan sulit mendeteksinya dengan Gas Cromatography. Besar
kecepatan superficial ini juga menentukan pertumbuhan sel dalam reaktor, jika terlalu
besar maka sel-sel akan sulit untuk menangkap gas yang dilewatkan, namum jika
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
65
Universitas Indonesia
terlalu lambat akan membuat medium jenuh akan CO2.
Setelah semua kondisi operasi ditetapkan, penelitian baru dapat dimulai. Data
yang diambil mencakup ODsel, ODfiltrat, pH, Iback, yCO2in dan yCO2out untuk rentang
waktu yang telah ditentukan. Data ODsel digunakan untuk melihat adanya
peningkatan berat kering sel dalam masa kultivasi, data ODsel diambil setiap 6 jam
sekali. pH digunakan untuk melakukan perhitungan terhadap konsentrasi substrat
HCO3- yang terdapat dalam medium, sedangkan untuk mengetahui besarnya energi
cahaya yang tersedia dan dikonversi untuk pertumbuhan Chlorella vulgaris
Buitenzorg digunakan data Io dan Iback, data yCO2in dan yCO2out digunakan untuk
mengetahui seberapa besar CO2 yang terfiksasi oleh Chlorella vulgaris Buitenzorg.
Pengambilan data selanjutnya adalah pengujian kandungan essensial yang
ada. Pengambilan data kandungan baik lipid, protein maupun klorofil dilakukan pada
saat akhir kultivasi yaitu setelah 204 jam. Hal tersebut dilakukan agar perubahan yang
terjadi dari kandungan essensial tersebut dapat terlihat.
Pengujian kandungan lipid menggunakan metode Bligh-Dyer. Metode ini
sudah cukup lama digunakan dan sangat sederhana karena tidak membutuhkan
peralatan khusus. Prinsip yang digunakan pada metode ini hanya gravimetri dimana
terdapat dua lapisan yang akan terbentuk dan terpisah berdasarkan berat molekulnya.
Pelarut yang digunakan adalah methanol untuk mengikat air yang polar dan
chloroform untuk mengikat lipid yang non polar. Hasil akhir yang didapatkan dari
pengujian lipid adalah produk lipid yang bercampur dengan chloroform. Pemisahan
lipid dari chloroform cukup dengan menguapkan chloroform yang bersifat sangat
volatile.
Pengujian selanjutnya adalah pengujian klorofil dan protein. Untuk
melakukan pengujian kandungan ini, dinding sel mikroalga dipecah terlebih dahulu
dengan menggunakan prinsip getaran dari gelombang ultrasonic yang dikenal dengan
metode sonikasi. Untuk mempercepat pemecahan dinding sel mikroalga digunakan
glass bead. Pengujian klorofil dilakukan dengan menggunakan metode kelarutan.
Klorofil mempunyai sifat hidrofilik sehingga klorofil dapat larut dalam pelarut
nonpolar. Dalam penelitian ini, pelarut nonpolar yang digunakan adalah aseton.
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
66
Universitas Indonesia
Kelarutan klorofil dalam aseton tersebut diukur absorbansinya pada panjang
gelombang 645 dan 663 nm. Untuk mendapatkan kandungan klorofil, absorbansi
yang terukur tersebut dimasukkan ke dalam persamaannya.
Untuk menguji kandungan protein, metode yang digunakan adalah metode
Lowry. Persiapan yang dibutuhkan pada metode Lowry cukup rumit karena perlu
membuat kurva kalibrasi terlebih dahulu. Kurva kalibrasi yang dibuat adalah kurva
antara kandungan protein standar dengan absorbansinya. Protein standar yang
digunakan adalah Bovine Serum Albumin (BSA). Persiapan selanjutnya adalah
membuat larutan CuSO4 Alkalin. Protein yang ada pada sel mikroalga akan terikat
dengan tembaga yang ada pada larutan CuSO4 alkalin. Kemudian, tembaga-protein
yang terbentuk akan menguraikan folin phenol reagent (asam fosfomolibdat dan asam
fosfotungsat) menjadi molibdenum yang berwarna biru. Semakin banyak protein
yang menguraikan maka semakin berwarna biru pula sampel yang dihasilkan.
Panjang gelombang yang digunakan untuk mengukur absorbansi protein adalah 600
nm. Hasil pengujian kandungan protein dan klorofil tidak dapat langsung digunakan
sebagai produk karena pengujian yang dilakukan bukanlah ekstraksi langsung
melainkan hanya uji kualitatif dari protein dan klorofil sehingga hasil yang
didapatkan masih bercampur dengan pelarut yang tergolong berbahaya bagi tubuh
manusia.
4.2. Data Penelitian
Pada bagian ini akan diberikan data hasil pengamatan yang diperoleh dari
penelitian ini. Data mengenai Pengaruh media kultur yang dilihat tersebut dipisahkan
terdiri dari pengaruh medium terhadap tingkat pertumbuhan Chlorella vulgaris,
kemampuan Chlorella vulgaris dalam melakukan fiksasi CO2 dalam berbagai media
pertumbuhan, dan yang terkahir adalah pengaruh media pertumbuhan terhadap
pembentukkan kandungan esensial seperti klorofil, protein, lipid, dan beta karoten
pada Chlorella vulgaris, Data yang diberikan terbagi menjadi dua bentuk gambar
dan bentuk angka atau perhitungan. Data gambar akan diberikan pada bab ini
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
67
Universitas Indonesia
sedangkan data angka atau perhitungan akan diberikan pada bagian lampiran. Di
gunakan persamaan 3.1 untuk menghitung persamaan ini.
4.2.1 Pengaruh Variasi Media Kultur terhadap Tingkat Pertumbuhan
Gambar 4.1. Perbandingan Kurva pertumbuhan Berat Kering Chlorella vulgaris di berbagai
media kultur
Dari gambar 4.1 dapat dilihat bahwa kelimpahan tertinggi pada saat fasa
stasioner selama pengamatan adalah Chlorella vulgaris yang dikultivasi dalam
medium BG-11 yaitu mencapai 1.5 g/L. lalu diikuti oleh pertumbuhan Chlorella
vulgaris yang dikultivasi dalam Medium Beneck mencapai 1.103 g/L, dan
selanjutnya oleh media walne mencapai 0.76087 g/L.
Data kultivasi di atas dilakukan pengambilan data pertumbuhan setelah
dilakukan refresh Chlorella vulgaris selama 24 jam untuk menghindari lag phase
agar pada saat kultivasi dilakukan, pertumbuhan sudah menunjukkan fasa
eksponensial.
BG-11
WALNE
BENECK
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
68
Universitas Indonesia
Setelah masa adaptasi berakhir terjadi pertumbuhan yang dipercepat pada fase
eksponensial. Pada fase eksponensial dapat dilihat bahwa Chlorella vulgaris yang
dikultivasi pada 100 jam pertama memiliki profil yang naik. pada 100 jam pertama
C. vulgaris yang dikultivasi di dalam media walne memiliki profil tertinggi bila
dibandingkan dengan medium lainnya. Namun C. vulgaris yang dibiakkan dalam
BG-11 setelah seratus jam masih mengalami pertumbuhan yang lebih besar
dibandingkan dengan media kultur lainnya dan bahkan mengalami puncak kepadatan
sel tertinggi setelah di atas 180 jam. Hal ini dikarenakan pada media walne umumnya
memiliki kandungan unsur hara yang relatif lebih rendah dibandingkan dibandingkan
dengan media kultur lainnya. Sebagai contoh unsur nitrogen yang digunakan sebagai
salah satu bahan utama bagi Chlorella untuk membantu proses pertumbuhannya
sebanyak 100 mg/L . Meskipun unsur – unsur lainnya pada media walne beragam,
namun pada umumnya memiliki konsesntrasi yang jauh lebih kecil. Hal ini
berdampak pada mudahnya Chlorella menyesuaikan kondisi intrasel nya untuk dapat
beradaptasi dengan media kultur yang baru, sehingga proses penyerapan unsure hara
secara diusi lebih mudah untuk dilakukan dalam media walne. Berbeda dengan
media BG-11 yang memiliki tingkat kenaikkan jumlah selnya lebih rendah
dibandingkan yang lain pada sekitar 70 jam pertama. Hal ini disebabkan Chlorella
vulgaris membutuhkan waktu adaptasi yang lebih lama dengan media kultur barunya
yang relatif konsentrasi unsure haranya lebih tinggi, sebagai contoh unsur nitrogen
dalam media BG-11 mencapai 1500 mg/L dalam bentuk NaNO3 dimana jumlahnya
mencapai lima belas kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan sumber nitrogen
yang ada pada media walne. Namun setelah melewati waktu kultivasi 100 jam, C
.Vulgaris yang dibiakkan dalam media walne cenderung sudah mengalami penurunan
tingkat pertumbuhan. Hal ini dikarenakan jumlah unsur hara dalam media walne
sudah habis dan tidak lagi dapat dengan optimum melakukan pertumbuhannya.
Berbeda dengan C vulgaris yang dibiakkan dalam media BG-11 setelah 100 jam
masih menunjukkan kenaikkan pertumbuhan yang signifikan sampai 180 jam dan
mulai mendekati fasa stasioner pada 196 jam.
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
69
Universitas Indonesia
Hal ini terjadi karena media kultur BG-11 Pada media ini unsur-unsur Fe,
Mn, Cl, dan Zn lebih banyak tersedia dari pada media yang lainnya. Unsur-unsur
tersebut digunakan Chlorella sp untuk proses fotosintesis, dimana hasilnya digunakan
untuk pertumbuhan (Fogg, 1965). Pada fase eksponensial terjadi peningkatan rerata
kerapatan sel. Proses perbanyakan sel pada saat memasuki fase eksponensial
berlangsung cepat sehingga populasi sel bertambah. Pertambahan populasi sel
Chlorella vulgaris yang pesat tersebut kemungkinan terjadi karena kandungan nutrien
di dalam BG-11 masih terdapat dalam konsentrasi yang tinggi sehingga proses
pertumbuhan dan pembelahan sel berlangsung cepat. Kurva pertumbuhan
memperlihatkan kultur mencapai saat peak yang berbeda pada masing-masing media
perlakuan.
Setelah mencapai peak, rerata kerapatan sel mulai menurun, yang
menandakan kultur mulai memasuki fase stasioner. Fase stasioner pada kultur
mikroalga berkaitan dengan berkurangnya sejumlah besar nutrien. Selain itu,
penurunan terjadi akibat berkurangnya intensitas cahaya yang diterima oleh Chlorella
vulgaris akibat adanya fenomena pembentukan bayangan (fenomena self-shading)
oleh sel-sel mikroalga tersebut dalam kultur.
Kultivasi pada media beneck , pertumbuhan spesifik Chlorella sp lebih rendah
dari pada perlakuan dengan media BG-11. namun masih lebih tinggi dari perlakuan
dengan media walne. Hal ini terjadi karena dalam media beneck terdapat unsure
utama dalam proses pertumbuhan yang cukup besar konsentrasi nya yaitu senyawa
nitrogen yang terbentuk dalam senyawa NaNO3 sebesar 500 mg/L. lima kali lebih
banyak dibandingkan dengan media walne yang hanya mencapai 100 mg/L.
Dalam medium BG-11 kelimpahan sel saat puncak sangat tinggi. Hal ini
sangat menguntungkan bagi kultur pakan alami yang membutuhkan jumlah pakan
yang cukup dan waktu yang cepat. Fase kematian terjadi setelah masing-masing
perlakuan media mencapai puncak populasi. Pengurangan populasi ini disebabkan
karena kultur yang dilakukan pada volume yang terbatas yang menyebabkan jumlah
nutrien yang terkandung dalam media juga terbatas sehingga Chlorella sp tidak
mampu lagi mempertahankan kepadatan selnya.
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
70
Universitas Indonesia
Lalu pertumbuhan terendah diperoleh chlorella dalam medium walne. Hal ini
disebabkan karena media walne memiliki kandungan NaNO3 yang rendah yaitu
sekitar 100 mg/L dan media walne juga tidak memiliki ion fosfat dalam media
kulturnya. Hal ini menyatakan bahwa diperlukan fosfat dan nitrogen dalam bentuk
nitrit (NO2-) , nitrogen merupakan salah satu unsure yang diperlukan mikroalga dalam
jumlah besar dan bisa menjadi factor pembatas dalam pertumbuhan mikroalga
(Nybakken 1992). Kebutuhan unsure hara yang tercukupi dan factor lingkungan
yang mendukung akan menghasilkan laju pertumbuhan yang baik.
Mnurut bold dan wayne 1985, nitrogen adalah komponen yang penting
sebagai sumber nutrisi mikroalga untuk fasa pertumbuhannya. Mikroalga akan
memasuki fasa pertumbuhan secara eksponensial sebagai fugsi waktu, sepanjang
unsure hara dan cahaya mencukupi (Richmond 2003).
Grahame (1987) juga menyatakan bahwa penambahan nitrogen dapat
meningkatkan pertumbuhan mikroalga sesuai dengan anggapan bahwa nitrogen
merupakan factor pembatas.
Manfaat unsur Fosfor (P) yang ada pada media BG-11 dan Beneck, mutlak
diperlukan karena unsure ini penting untuk proses transformasi energi dalam proses
fotosintesis. Fosforilasi adenosine menghasilkan adenosine monofosfat, difosfat , dan
trifosfat (AMP, ADP, dan ATP) yang kemudian digunakan oleh mikroalga sebagai
sumber energi untuk kelangsungan proses kimia lainnya. Fungsi K2HPO4 adalah
sebagai sumber fosfor untuk sintesis senyawa penghasil energi bagi aktivitas sel
(Kuhl,1974).
Pada konsentrasi fosfat yang tinggi, energi yang diperlukan oleh Chlorella
vulgaris tersedia dalam jumlah yang lebih banyak sehingga Chlorella vulgaris yang
lebih cenderung akan memanfaatkan nitrat untuk pertumbuhannya dibandingkan
ammonium (Hladka,1971). Konsentrasi nitrat yang relatif lebih rendah dibandingkan
konsentrasi ammonium, diduga tidak dapat mencukupi kebutuhan Chlorella untuk
mendukung pertumbuhannya. Hal inilah yang menmyebabkan meskipun media
walne memiliki kandungan ion NH4+
yang berasal dari (NH4)6Mo7O24.4H2O sebesar
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
71
Universitas Indonesia
0.009 mg/L namun media ini tidak memiliki kandungan unsur hara yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi Chlorella vulgaris.
4.2.2 Pengaruh Variasi Media Kultur Terhadap Laju Pertumbuhan (µ)
Chlorella vulgaris Buitenzorg.
Laju pertumbuhan produksi biomassa pada media kultur seharusnya berada
dalam fase logaritmik dimana laju pertumbuhan berada pada titik maksimal lalu
seiring bertambahnya waktu akan terus menurun hingga memasuki fasa stasioner.
Fenomena ini juga dapat dipahami dari persamaan yang digunakan untuk menentukan
laju pertumbuhan (µ) pada persamaan 3.2, yaitu :
dimana :
µ = laju pertumbuhan spesifik (h-1
)
N = jumlah sel (sel/cm3)
X = berat kering sel/biomassa (g/dm3)
t = waktu (h)
Persamaan tersebut menunjukan bahwa nilai μ berbanding terbalik dengan
berat kering yang dihasilkan pada rentang tertentu sehingga semakin banyak
biomassa yang dihasilkan maka μ akan semakin kecil. Hal tersebut dapat dilihat pada
gambar dibawah ini. Kurva-kurva pada gambar diperoleh dari plot nilai µmax tiap
variasi medium. Dari gambar 4.2 Di atas terlihat bahwa terdapat perbedaan laju
pertumbuhan maksimum pada awal kultivasi dimana laju pertumbuhan maksimum
pada reaktor dengan medium Benneck letbih tinggi dibandingkan pada reaktor
dengan medium BG-11 dan walne pada 30 jam pertama. Namun setelah 30 jam
media kultur BG-11 mengalami laju pertumbuhan biomassa setiap jam paling
optimum dibandingkan dengan yang lainnya. Hal ini telah dijelaskan dengan detail
pada pengaruh media kultur terhadap nilai X pada setiap media kultur yang berbeda.
Dimana telah dijelaskan bahwa Kebutuhan unsure hara yang tercukupi dan faktor
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
72
Universitas Indonesia
lingkungan yang mendukung akan menghasilkan laju pertumbuhan yang baik.
nitrogen adalah komponen yang penting sebagai sumber nutrisi mikroalga untuk fasa
pertumbuhannya. Mikroalga akan memasuki fasa pertumbuhan secara eksponensial
sebagai fungsi waktu, sepanjang unsur hara dan cahaya mencukupi.
Gambar 4.2 Laju Pertumbuhan Maksimum (µmax) pada Berbagai Media Pertumbuhan
Sehingga proses fotosintesis dapat berjalan dengan lebih optimal dan menyebabkan
laju pertumbuhan juga semakin cepat. Karbohidrat hasil fotosintesis oleh mikroalga
selain digunakan untuk pertumbuhan juga untuk respirasi selular. Apabila hasil
fotosintesis berkurang, maka karbohidrat yang tersisa setelah sebagian digunakan
dalam proses respirasi tidak mencukupi untuk pertumbuhan sel. Nilai Rata – rata laju
pertumbuhan tertinggi (µ) setiap jam terdapat pada Chlorella vulgaris yang
dikultivasi dalam media kultur BG-11 yaitu sebesar 0.011849 h-1
, selanjutnya pada
media Benneck sebesar 0.011362 h-1
, dan pada media kultur walne sebesar 0.011094
h-1
.
BG-11
WALNE
BENECK
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
73
Universitas Indonesia
4.2.3 Pengaruh Variasi Media Kultur terhadap [HCO3-] dalam Medium
Perhitungan terhadap [HCO3-] bertujuan untuk mengetahui jumlah [HCO3
-]
yang tersedia dan dapat dikonsumsi oleh sel Chlorella vulgaris Buitenzorg untuk
metabolismenya. Ion ini terbentuk karena adanya reaksi antara CO2 yang terlarut
dalam larutan medium dengan air. [HCO3-] dihitung dari perubahan pH kultur yang
terjadi sebagai akibat adanya aktivitas pertumbuhan sel Chlorella vulgaris
Buitenzorg. Dari hasil penelitian yang pernah dilakukan, menunjukan bahwa
peningkatan jumlah sel dalam kultur cenderung meningkatkan jumlah pH kultur.
Pada saat gas CO2 mengalir ke dalam kultur, proses yang terjadi adalah pembentukan
senyawa bikarbonat seperti pada reaksi berikut :
Senyawa bikarbonat inilah yang kemudian diserap oleh sel Chlorella vulgaris
Buitenzorg. Proses metabolisme yang terjadi dalam sel selanjutnya adalah reaksi
antara senyawa bikarbonat dengan air yang terdapat dalam sel membentuk senyawa
organik seperti glukosa dan ion OH-, seperti yang tergambar pada reaksi berikut ini :
Grafik hubungan antara [HCO3-] terhadap waktu yang didapat dari penelitian
dengan persamaan 3.3, sebagai berikut :
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
74
Universitas Indonesia
Gambar 4. 3 Pengaruh Variasi Media Kultur Terhadap [HCO3-]
Karena besarnya konsentrasi spesi ion [HCO3
-] sebanding dengan besarnya nilai
pH, maka nilai [HCO3-] akan semakin besar dengan naiknya nilai pH dalam
medium kultur.
Dari gambar 4.3 terlihat bahwa [HCO3-] pada reaktor medium Beneck
umumnya lebih besar bila dibandingkan dengan [HCO3-] pada reaktor walne dan
BG-11. Hal ini terjadi karena tingkat pertumbuhan Chlorella dalam media kultur
BG-11 mengalami pertumbuhan yang tinggi, sehinggga membuat larutan semakin
jenuh dan semakin sulit melarutkan gas CO2 dalam air untuk membentuk ion
HCO3-. Berbeda dengan halnya media Benneck dan walne yang memiliki
petumbuhan sel yang lebih rendah setiap jamnya. Sehingga memudahkan gas
CO2 untuk larut dalam air dan membentuk ion HCO3- . Nilai rata – rata setiap
jam HCO3-
tertinggi terdapat pada media kultur beneck sebesar 0.01232,
selanjutnya pada media walne sebesar 0.01067, dan nilai terendah terdapat pada
media kultur BG-11 sebesar 0.00736.
BG-11
WALNE
BENECK
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
75
Universitas Indonesia
4.2.4 Pengaruh Variasi Medium Kultur Terhadap Laju Fiksasi
Karbondioksida oleh Chlorella vulgaris Buitenzorg
Fiksasi CO2 di dalam bioreaktor tembus cahaya pertama-tama ditunjukkan
oleh adanya perbedaan konsentrasi inlet dan outlet CO2, adanya perbedaan
konsentrasi CO2 yang masuk dan keluar reaktor dalam penelitian ini telah
membuktikan adanya proses transfer gas CO2 dari udara ke medium kultivasi
2COq adalah laju gas CO2 yang ditransfer dalam suatu volume medium karena
adanya aktvitas kehidupan biologi dalam satu satuan waktu tertentu. Nilai 2COq
didapatkan dari pengolahan data CTR (Carbon Transfer Rate) di mana nilai 2COq
dapat didefinisikan sebagai CTR per satuan biomassa (Wijanarko et al, 2004). Kurva
kecenderungan 2COq terhadap waktu diperlihatkan pada gambar 4.4 dengan persamaan
3.4 dibawah ini .
Gambar 4.4 Pengaruh Variasi Media Pertumbuhan terhadap Laju Fiksasi Karbondioksida
(qCO2)
BG-11
WALNE
BENECK
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
76
Universitas Indonesia
Dari gambar 4.4 menunjukkan bahwa laju ketersediaan gas CO2 terlarut dalam
air untuk setiap konsumsi sel Chlorella masing – masing medium di setiap jam
pertumbuhan. Pada media kultur BG-11 terlihat bahwa laju ketersediaan CO2 terlarut
setiap jam pertumbuhan memiliki tingkat yang paling kecil. Hal ini disebabkan
karena tingkat pertumbuhan Chlorella vulgaris dalam BG-11 memiliki tingkat
pertumbuhan yang tertinggi, sehingga ketersediaan CO2 terlarut pada setiap konsumsi
biomassa juga semakin kecil. Berbeda dengan laju ketersediaan CO2 pada media
beneck yang memiliki tingkat pertumbuhan lebih rendah sehingga menyebabkan pada
media beneck laju ketersediaan CO2 terlarut jjuga semakin besar untuk setiap gram
biomassa pada media kultur tersebut. Data dan hasil perhitungan mengenai qCO2
dapat dilihat pada lampiran. Nilai rata – rata tertinggi Laju gas CO2 terlarut dalam
media kultur terdapat pada media walne yaitu sebesar 72.24041h-1
, selanjutnya pada
media beneck sebesar 60.17408 h-1
, dan nilai terendah terdapat pada media BG-11
44.95432 h-1
.
4.2.5. Pengaruh Variasi Media Kultur Terhadap CTR (Carbon Transfer Rate)
CTR (Carbon Transfer Rate) merupakan banyaknya gas CO2 yang
ditransferkan dalam suatu volume medium kultur yang dibutuhkan oleh metabolisme
sel selama satu satuan waktu tertentu (Wijanarko dkk, 2007). Nilai CTR didapatkan
dari selisih konsentrasi CO2 masukan dan keluaran (2COy ) dikalikan dengan
koefisien transfer spesifik dari CO2 (2CO ). Nilai CTR dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut ini :
Kurva kecenderungan CTR sebagai fungsi waktu dapat dilihat pada gambar dibawah
ini melalui persamaan 3.5:
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
77
Universitas Indonesia
Gambar 4.5 Pengaruh Variasi Medium Pertumbuhan terhadap CTR
Dari gambar 4.5 dapat dilihat bahwa Pada awal pertumbuhan nilai CTR cukup
tinggi karena terjadi transfer atau konsumsi gas CO2 ke dalam medium oleh
mikroalga untuk keperluan metabolisme sel. Nilai CTR berbanding lurus dengan
∆yCO2, sehingga seiring dengan pertambahan waktu nilai CTR cenderung turun akibat
tidak seimbangnya peningkatan jumlah sel dengan besarnya fiksasi konsentrasi CO2.
Medium lama-kelamaan akan jenuh dengan CO2 terlarut karena sel dapat
memproduksi sumber karbonnya sendiri. Gas CO2 yang dialirkan tidak lagi terserap
oleh mikroalga dan sebagian besar lewat begitu saja menuju outlet. Hasil yang
didapat menunjukan bahwa nilai CTR pada medium Beneck rata-rata lebih baik
dibandingkan dengan media walne dan BG-11 walaupun pada umumnya
perbedaannya tidak begitu signifikan. Hal ini terjadi karena pada media kultur BG-11
memiliki tingkat pertumbuhan yang umumnya lebih besar. Hal ini memungkinkan
media kultur berada pada kondisi yang lebih jenuh sehingga mempersulit gas CO2
untuk larut dalam media kultur. Nilai rata – rata CTR (Carbon transfer rate) tertinggi
terdapat pada Chlorella vulgaris media kultur beneck sebesar 17.87803 g/dm3.h, pada
media walne sebesar 16.02230 g/dm3.h, dan nilai rata – rata CTR terendah terdapat
pada Chlorella vulgaris sebesar 14.22054 g/dm3.h
.
BG-11 WALNE
BENECK
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
78
Universitas Indonesia
4.2.6. Pengaruh Variasi Pertumbuhan terhadap Akumulasi Lipid Chlorella
vulgaris.
Lipid mikroalga secara umum dalam bentuk ester gliserol dan asam lemak
dengan panjang rantai C14-C22 (Borowitzka 1988), . asam lemak dalam mikroalga
termasuk molekul intraseluler karena terdapat dalam sel yaitu dalam kloroplas.
Berikut ini adalah data besarnya lipid yang diekstraksi dari Chlorella vulgaris dengan
metode bligh dryer.
Gambar 4.6 Pengaruh Variasi Medium terhadap Kandungan Lipid Chlorella vulgaris
Berdasarkan Gambar 4.6 diatas terlihat bahwa pada mikroalga yang
dikultivasi pada medium walne memiliki kadar lipid tertinggi (42.58 %). Sedangkan
mikroalga dalam medium beneck mencapai 37 % dan bg-11 40.58 % sehingga
cenderung lebih rendah dibandingkan lipid dalam media kultur walne. Hal ini terjadi
karena Dalam sistem metabolisme yang ada pada protoplasma, pada konsentrasi
nitrogen rendah seluruh alga memiliki kandungan dan produktivitas yang tinggi,
sebaliknya pada pada konsentrasi nitrogen yang tinggi kandungan produktivitas yang
lipidnya rendah (Sheehan et al. 1998). Hal ini selaras dengan penelitian yang
dilakukan oleh Sriharti pada tahun 1998 yang mendapatkan nilai lipid lebih besar
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
Beneck Walne BG-11
lipid (% wt)42,58 %
37 %
40,28 %
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
79
Universitas Indonesia
pada Chlorella sp dengan media Allen yang memiliki kandungan nitrogen lebih
sedikit dibandingkan media vonshak.
Kimball (1991) berpendapat bahwa ada hubungan metabolisme antara
karbohidrat . protein, dan lemak yaitu kompetisi asetil ko-A, yang merupakan
precursor pada beragam jalur biosintesis seperti lemak, protein, dan karbohidrat .
pada kondisi stress lingkungan yaitu konsentrasi nitrogen rendah, mikroalga akan
cenderung membentuk lipid sebagai cadangan makanan daripada membentuk
karbohidrat dan senyawa lainnya. Hal ini disebabkan karena mikroalga lebih banyak
menggunakan atom karbon untuk membentuklipid daripada karbohidrat, sebagai
akibat meningkatnya aktifitas enzim asetil ko-A karboksilase (Sheehan et al. 1998).
Nitrogen dibutuhkan mikroalga dalam jumlah cukup untuk dapat menjalankan
kehidupannya. Kebutuhan nitrogen dan intensitas cahaya masing – masing mikroalga
berbeda mikroalga berbeda. Hal ini terlihat pada perbedaan laju pertumbuhan,
biomassa, kandungan dan produktivitas lipid mikroalga.
Pada konsentrasi nitrogen dan intensitas cahaya tinggi seluruh mikroalga
memiliki laju pertumbuhan yang tinggi dengan biomassa yang juga tinggi tetapi
umumnya memiliki kandungan dan produktivitas lipid yang rendah. sebaliknya pada
konsentrasi nitrogen rendah menghasilkan laju pertumbuhan dan biomassa yang
rendah. hal ini dapat diartikan bahwa pada umumnya meningkatnya konsentrasi
nitrogen dapat menyebabkan peningkatan biomassa , protein, klorofil, tetapi lipid
menurun. Pada konsentrasi nitrogen rendah mikroalga memiliki laju pertumbuhan
dan biomassa rendah tetapi memiliki kandungan lipid yang tinggi. Hal ini sesuai
dengan pendapat borowitzka & borowitzka (1988) yang menyatakan bahwa pada
konsentrasi nitrogen yang rendah mikroalga mengandung banyak lipid. Menurut
becker et.al (1994), mikroalga yang tumbuh pada kondisi yang kekurangan nitrogen
dalam kultur biakkan akan cenderung mengakumulasi sejumlah besar lipid, tetapi
akan menurunkan produksi biomassa, protein, dan asam nukleat.
Lipid merupakan kelompok senyawa yang kaya akan karbon dan hydrogen .
senyawa yang termasuk lipid adalah lemak dan minyak. Lipid juga berperan penting
dalam komponen struktur membrane sel. Lemak dan minyak dalam bentuk trigliserol
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
80
Universitas Indonesia
yang berfungsi sebagai sumber energi, lapisan pelindung dan insulator organ – organ
sel. Beberapa jenis lipid berfungsi sebagai sinyal kimia dan pigmen. Selain
ketersediaan unsur hara dan intensitas cahaya, laju pertumbuhan dan produksi lipid
juga berhubungan dengan proses biokimia yang terjadi di dalam mikroalga (Becker et
al. 1994).
4.2.7 Pengaruh Variasi Media Pertumbuhan terhadap Akumulasi Protein
Chlorella vulgaris.
Berikut ini adalah hasil penelitian pengaruh Medium terhadap kandungan protein
mikroalga Chlorella vulgaris Buitenzorg. Melalui persamaan 3.13,
Gambar 4.7 Pengaruh Variasi Medium terhadap Kandungan Protein Chlorella vulgaris
Dari Gambar 4.8 Di atas terlihat bahwa pada medium pertumbuhan BG-11
menunjukkan kecenderungan kandungan protein yang paling tinggi. Hal itu
dikarenakan nutrisi BG-11 mengandung sumber nitrat tertinggi (1500 mg/L) dari
senyawa NaNO3 dan setelah itu nitrat akan digunakan dalam proses metabolisme.
Menurut becker et.al (1994), mikroalga yang tumbuh pada kondisi yang cukup akan
nitrogen dalam kultur biakkan akan cenderung mengakumulasi sejumlah besar
0
10
20
30
40
50
Beneck Walne BG-11
protein (% wt)
36,3 %36,15 %%
46,19 %
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
81
Universitas Indonesia
produksi biomassa, protein, dan asam nukleat. Hal ini juga selaras dengan penelitian
yang dilakukan oleh sriharti dan Carolina pada tahun 1998 yang membandingkan
pengaruh media Vonshak yang kaya akan nitrogen didapatkan nilai protein yang lebih
besar dibandingkan dengan media Allen yang memiliki unsure nitrogen yang lebih
ssedikit.
Nitrogen merupakan makronutrisi yang dapat mempengaruhi pertumbuhan
mikroalga dalam kegiatan metabolism sel yaitu kegiatan transportasi, katabolisme,
asimilasi dan khususnya biosintesis protein (Borowitzka, 1988). Nitrogen juga
berperan dalam sintesis Klorofil dan enzim yang mengontrol seluruh proses
metaboisme (Gardner et al. 1991) . Gardner menambahkan, nitrogen merupakan
bahan penting penyusun asam amino, amida, nukleotida, dan nukleo protein, serta
esensial untuk pembelahan sel sehingga nitrogen penting untuk pertumbuhan.
Dengan demikian pada saat konsentrasi nitrogen dalam media kultur optimal maka
kegiatan metabolism sel akan berjalan dengan baik, termasuk sintesis klorofil.
Dengan adanya kandungan klorofil yang meningkat maka proses fotosintesis akan
berjalan dengan baik sehingga pertumuhan mikroalga akan optimal.
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa medium BG-11
merupakan medium yang paling tepat digunakan jika mikroalga dimanfaatkan
sebagai sumber makanan tambahan. Selain itu, semakin banyak nutrisi nitrogen yang
diberikan akan menghasilkan kandungan protein yang semakin banyak pula. Hal
tersebut dikarenakan peran dari nitrogen sebagai salah satu unsur pembentuk protein.
Jadi pengaruh nitrogen terhadap kandungan protein adalah, semakin besar konsentrasi
nutrisi nitrogen yang diberikan akan menghasilkan kandungan protein yang semakin
besar pula. Kandungan Protein terbesar terdapat pada Chlorella vulgaris dengan
media kultur BG-11 sebesar 46.911%, selanjutnya pada media beneck sebesar 36.3 %
dan media walne sebesar 36.15 %.
Berdasarkan hasil analisa GCMS, didapatkan hasil bahwa lipid dari Chlorella
vulgaris yang dibiakkan dalam media walne mengandung hingga 63,11 % asam oleat
(Octadecenoic acid), sedangkan pada media BG-11 asam lemak tertinggi adalah
Asam palmitat (Hexadecanoic acid) mencapai 63,4 %.
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
82
Universitas Indonesia
4.2.8.Pengaruh Variasi Pertumbuhan terhadap Akumulasi Protein klorofil
vulgaris.
Berikut ini adalah hasil penelitian pengaruh Medium terhadap kandungan
klorofil mikroalga Chlorella vulgaris Buitenzorg berdasarkan persamaan 3.11.
Gambar 4.8 Pengaruh medium terhadap kandungan klorofil dalam Chlorella vulgaris
Berdasarkan Gambar 4.9 terlihat bahwa kandungan klorofil tertinggi terdapat pada
Chlorella vulgaris yang dibiakkan dalam BG-11 (1.7 %) , diikuti oleh medium
Beneck ( 1.356 %) dan kandungan terendah pada medium walne (0.8545 %). Hal ini
dikarenakan BG-11 memiliki nutrisi utama dalam pembentukkan klorofil yaitu unsur
N, Mg, dan Fe dengan konsentrasi yang memadai . sedangkan pada media walne
tidak terdapat unsur Mg. Hal inilah yang menyebabkan Chlorella vulgaris yang
dibiakkan dalam media walne memiliki kandungan klorofil terendah. Media kultur
yang memiliki unsur N dan Mg (makronutrien) mempengaruhi pembentukan klorofil
Sementara itu, media kultur yang memiliki mikronutrien seperti Mn dapat
mempengaruhi proses fotosintesis karena Mn merupakan aktivator enzim pada reaksi
terang fotosintesis. Hal tersebut akan mempengaruhi laju fotosintesis. Laju
0
0.5
1
1.5
2
Beneck Walne BG-11
Klorofil (% wt)
1,356 %
1,7 %
0.8545 %
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
83
Universitas Indonesia
fotosintesis menentukan kuantitas produk yang dihasilkan. Karbohidrat hasil
fotosintesis oleh mikroalga selain digunakan untuk pertumbuhan juga untuk respirasi
selular. Apabila hasil fotosintesis berkurang, maka karbohidrat yang tersisa setelah
sebagian digunakan dalam proses respirasi tidak mencukupi untuk pertumbuhan sel.
(O’Kelley,1968). Sesuai dengan pernyataan ini, Chlorella dalam medium BG-11
memiliki kandungan klorofil tertinggi mencapai 1.7 mg/L.
Pada medium dengan nitrat tertinggi memiliki peningkatan kandungan
klorofil (Fadli,2010). Jika dihubungkan dengan pertumbuhannya, peningkatan
kandungan klorofil tersebut terjadi pada saat pertumbuhan yang maksimal. Hal
tersebut dikarenakan pada pertumbuhan yang maksimal tersebut membutuhkan
energy yang besar sehingga kloroplas perlu mengubah banyak energy cahaya menjadi
energy kimia. Semakin bekerja bagian kloroplas, semakin banyak pula klorofil yang
dibutuhkan untuk menyerap energy cahaya tersebut. Dengan demikian, klorofil yang
terbentuk akan semakin banyak. Jika dihubungkan dengan kandungan protein yang
terbentuk, peningkatan kandungan klorofil tersebut diikuti dengan penurunan
kandungan protein. Dengan perkataan lain, sel-sel mikroalga yang ada hanya dapat
meningkatkan salah satu kandungan saja entah itu protein ataupun klorofil. Hal
tersebut dikarenakan proses pembentukkan klorofil dan sebagian protein ada di
kloroplas sehingga saat kloroplas membentuk protein maka pembentukan klorofil
akan berkurang, begitu pula sebaliknya.
Pada medium BG-11, kandungan klorofil yang dihasilkan menunjukkan
konsentrasi tertiggi. Medium ini lebih mudah berasimilasi dengan mikroalga. Selain
itu, nutrisi nitrogen yang ada pada medium BG-11 cukup banyak (1500 mg/L).
Nitrogen merupakan makronutrisi yang dapat mempengaruhi pertumbuhan
mikroalga dalam kegiatan metabolism sel yaitu kegiatan transportasi, katabolisme,
asimilasi dan khususnya biosintesis protein (Borowitzka, 1988). Nitrogen juga
berperan dalam sintesis Klorofil dan enzim yang mengontrol seluruh proses
metaboisme (gardner et al. 1991) . Dengan demikian pada saat konsentrasi nitrogen
dalam media kultur optimal maka kegiatan metabolism sel akan berjalan dengan baik,
termasuk sintesis klorofil. Dengan adanya kandungan klorofil yang meningkat maka
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
84
Universitas Indonesia
proses fotosintesis akan berjalan dengan baik sehingga pertumuhan mikroalga akan
optimal.
Kelebihan media BG-11 ini adalah terdapatnya unsur Boron dalam senyawa
H3BO3 yang berfungsi untuk mempertahankan pigmen. Hal ini terbukti dengan lebih
hijaunya sel Chlorella sp yang dikultur pada media ini. menurut Round (1973),
kekurangan Boron dapat menyebabkan sel alga kehilangan pigmen.
Selain itu , berdasarkan temuan dari Wilson dan walter pada 1989,
kandungan klorofil alga bersel tunggal berbanding lurus dengan pertrumbuhan
jumlah selnya. Hal ini sangat sesuai dengan penelitian ini karena Chlorella yang
dikultivasi dalam media BG-11 memiliki kerapatan sel tertinggi dan laju
pertumbuhan yang tinggi.
4.2.9. Pengaruh Variasi Pertumbuhan terhadap Akumulasi Proteinbeta karoten
Chlorella vulgaris.
Berikut ini adalah hasil penelitian pengaruh Medium terhadap kandungan beta
karoten mikroalga Chlorella vulgaris Buitenzorg berdasarkan persamaan 3.12.
Gambar 4.9 Pengaruh medium terhadap kandungan karotenoid dalam Chlorella vulgaris
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
Beneck Walne BG-11
beta karoten (% wt)0.325%
0,24 %
0,31%
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
85
Universitas Indonesia
Berdasarkan Gambar 4.10 terlihat bahwa kandungan klorofil tertinggi terdapat pada
Chlorella vulgaris yang dibiakkan dalam BG-11 (0.325 %) , diikuti oleh medium
Beneck ( 0.31%) dan kandungan terendah pada medium walne (0.24% mg/L). Hal
ini dikarenakan BG-11 memiliki nutrisi utama dalam membantu pembentukkan
kakrotenoid di dalam protoplasma yaitu unsur Mg dan Fe (Hermin,1998). Pada
media beneck juga terdapat unsur Mg dan Fe yang konsentrasinya hampir sama
dengan konsentrasi Fe dan Mg yang terdapat pada BG-11, sehingga perbedaan
kandungan karotenoid antara BG-11 dengan medium Beneck tidak begitu jauh.
Sedangkan pada media walne tidak terdapat unsur Mg. Hal inilah yang menyebabkan
kandungan karotenoid pada Chlorella vulgaris yang dibiakkan pada media walne
paling rendah. Media kultur yang memiliki unsur Fe dan Mg (makronutrien)
mempengaruhi pembentukan karotenoid. Sekali lagi bahwa Laju fotosintesis
menentukan kuantitas produk yang dihasilkan. Karbohidrat hasil fotosintesis oleh
mikroalga selain digunakan untuk pertumbuhan juga untuk respirasi selular. Apabila
hasil fotosintesis berkurang, maka karbohidrat yang tersisa setelah sebagian
digunakan dalam proses respirasi tidak mencukupi untuk pertumbuhan sel.
(O’Kelley,1968). Sesuai dengan pernyataan ini, Chlorella dalam medium BG-11
memiliki kandungan karotenoid yang tertinggi mencapai 0.325 %.
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
86
Universitas Indonesia
BAB V
KESIMPULAN & SARAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini dengan mengkultivasi Chlorella
vulgaris Buitenzorg dengan variasi media kultur Beneck, Walne, dan BG-11 pada
temperatur 29°C, tekanan operasi 1 atm, sumber pencahayaan lampu Phillip Halogen
20W/12V/50Hz, dan konsentrasi CO2 5 % adalah :
1 . Jenis media kultur dapat mempengaruhi tingkat pertumbuhan Chlorella vulgaris,
semakin kaya kandungan unsur hara seperti N, P, S, dan trace metal solution
maka umumya kemampuan Chlorella untuk hidup juga akan semakin besar dan
bertahan lebih lama karena adanya kecukupan nutrisi.
1. Variasi unsur hara dalam media pertumbuhan dapat mempengaruhi
pembentukkan protein , lemak, klorofil, dan karotenoid di dlaam sel Chlorella
vulgaris.
2. Variasi media kultur tidak terlalu mempengaruhi besarnya laju fiksasi CO2 di
dalam sel Chlorella vulgaris
Saran.
1. Chlorella vulgaris memiliki banyak kandungan Essensial selain lipid, beta
karoten, klorofil, dan protein. Perlu dilakukan penelitian terkait pengaruh
jenis media kultur terhadap kandungan esensial lainnya pada Chlorella seperti
karbohidrat, Vitamin, dan lain- lain.
2. Perlu dilakukan uji Chlorella dengan media kultur yang lebih beragam untuk
mengklasifikasikan medium optimum dalam pertumbuhan dan pembentukkan
kandungan esensial.
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
87
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Andersen, R.A. 2005. Algal Culturing Technique. Elsevier Academic Press. UK.
Becker, E.W. 1995. Microalgae Biotechnology and Microbiology. Cambrige
University Press. New York.
A.E. Richmond, CFC Critical Review in Biotechnology 4 (1986) 368.
Becker EW, Baddiley SJ, Carey NH, Higgins IJ, Potter WG. 1994. Microalgae :
Biotechnology and microbiology. New York : Cambridge University Press.
Borowitzka MA, Borowitzka LJ. 1988. Microalgal Biotechnology. New York :
Cambridge University Press.
Gardner FP, Pierce RB, Mitchell RL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI Press.
Jakarta.
Grahame J. 1987. Plankton and fisheries. Edward Arnold (Publisher) Lyd. London.
Victoria. Maryland.
J.C. O’Kelley, Inorganic nutrients. Dalam: Stewart, W.D.P. (ed.). 1974. Algal
physiology and biochemistry. University of California Press, California,
1974, 610--625.
Kimball , JW. 1991. Biology . Jilid 1 edisi 5 Erlangga. Jakarta . hlm 188.
Nybakken JW. 1992. Biologi Laut. Suatu pendekatan ekologis. Gramedia. Jakarta.
Richmond A. 2003. Handbook of Microalgae Culture Biotechnology and applied
Phycology. Lowa
Sánchez-Luna, L.D., R.P. Bezerra, M.C. Matsudo, S. Sato, A. Converti, & J.C.M. de
Carvalho. 2006. Influences of pH, temperature and Urea molar flowrate on
Arthospira platensis fed-batch cultivation: A kinetic and thermodynamic
approach. Biotechnology and Bioengineering. 96 (4): 702-711.
Sheehan J, Dunahay T, Beneman J, Rosseler P. 1998. A look back at the U.S.
department of energy’s Aquatic Species Program – Biodiesel from Algae.
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011
88
Universitas Indonesia
The National Renewable Energy Laboratory, A National Laboratory of the
U.S. Departement of Energy.
Shekharam, K., Ventakaraman, L., & Salimath, P. 1987. Carbohydrate composition
and characterization of two unusual sugars from the blue-green algae
Spirulina platensis. Phytochem. 26: 2267-2269.
S. Wirosaputro, Chlorella: Makanan Kesehatan Global Buku I, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta, 1998.
Taw Nyan, DR. 1990. Petunjuk Pemeliharaan Kultur Murni dan Massal
Mikromikroalga. Proyek Pengembangan Budidaya Udang : United Nations
Development Programme Food dan Agriculture Organization Of The United
Nations. US. 34 hal (diterjemahkan oleh : Budiono M & Indah W).
Tokusoglu, Ö. & M.K. Ûunal. 2006. Biomass Nutrient Profile of Three Microalgae:
Spirulina platensis, Chlorella vulgaris and Isochrisis galbana. J. Food Sci.
Vol. 86 (4): 1144 -1148.
Vonshak, A. S. Boussiba; A. Abeliovich & A. Richmond. 2004. Production of
Sprirulina platensis biomass: Maintenance of monoalgal culture outdoors.
Biotech. and Bioengineering. 25(2):341-349.
Wijanarko, A. et al. (2004). Jurnal Teknologi “Effect Of photoperiodicity On CO2
Fixation By Chlorella vulgaris Buitenzorg In Bubble Coloumn
Photobioreactor For food supplement Production”. Departemen Teknik Kimia
Fakultas eknik Universitas Indonesia.
Wijanarko, A. dkk. (2006). Jurnal Teknologi “Enhancement of Carbon Dioxide
Fixation by Alteration of Illumination during Chlorella vulgaris Buitenzorg
Growth”. Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Wijanarko, A. dkk. (2007). Jurnal Teknologi “Pengaruh Pencahayaan Siklus
HarianTerhadap Produksi Biomassa Chlorella vulgaris Buitenzorg Dalam
Fotobioreaktor kolom gelembung”. Departemen Teknik Kimia Fakultas eknik
Universitas Indonesia.
Uji pengaruh ..., Tangguh Wijoseno, FT UI, 2011