99
UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA BAPAK B (78 TAHUN) DENGAN MASALAH KONSTIPASI DI WISMA BUNGUR SASANA TRESNA WERDHA KARYA BHAKTI CIBUBUR KARYA ILMIAH AKHIR NERS OKTARIYANI 0806334211 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI ILMU KEPERAWATAN DEPOK JULI 2013 Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA BAPAK B

(78 TAHUN) DENGAN MASALAH KONSTIPASI DI WISMA BUNGUR SASANA TRESNA WERDHA KARYA BHAKTI

CIBUBUR

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

OKTARIYANI 0806334211

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI ILMU KEPERAWATAN

DEPOK JULI 2013

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 2: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

i

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA BAPAK B

(78 TAHUN) DENGAN MASALAH KONSTIPASI DI WISMA BUNGUR SASANA TRESNA WERDHA KARYA BHAKTI

CIBUBUR

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners Keperawatan

OKTARIYANI 0806334211

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

PROGRAM PROFESI ILMU KEPERAWATAN DEPOK

JULI 2013

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 3: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

ii

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 4: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

iii

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 5: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan

rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penulisan karya ilmiah

ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar

Ners Keperawatan pada Program Profesi Keperawatan, Fakultas Ilmu

Keperawatan Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan

karya ilmiah ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan laporan ini. Oleh

karena itu, saya mengucapkan terimakasih kepada:

(1) Ibu Kuntarti, SKp.,M.Biomed., selaku ketua program studi sarjana ilmu

keperawatan;

(2) Ibu Riri Maria, M.ANP, selaku koordinator mata ajar karya ilmuah akhir ners;

(3) Ns. Dwi Nurviyandari Kusuma Wati, SKep., MN., selaku dosen pembimbing

yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya

dalam penyusunan skripsi ini;

(4) Bpk. Ns. Ibnu Abas, S. Kep., selaku penguji dalam sidang karya ilmiah saya

yang telah memberikan banyak masukan dan saran untuk perbaikan karya

ilmiah ini;

(5) Seluruh dosen pengajar, narasumber dan staff Fakultas Ilmu Keperawatan

yang telah membekali penulis dengan ilmu pengetahuan selama perkuliahan;

(6) Orang tua dan keluarga saya yang berada di Lampung yang selalu mendoakan

dan telah memberikan bantuan dukungan material dan moral selama masa

perkuliahan hingga selesainya penyusunan karya ilmiah ini;

(7) Sahabat dan teman-teman sekelompok peminatan gerontik yang telah berjuang

bersama dan memberikan dukungan moral dalam pemberian asuhan

keperawatan dan penyelesaian karya ilmiah ini;

(8) Teman-teman FIK Reguler Angkatan 2008 yang telah banyak membantu saya

dalam menyelesaikan karya ilmiah ini;

(9) Teman-teman dan sahabat saya yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang

telah memberikan dukungan, moral, doa dan saran dalam menyelesaikan karya

ilmiah ini;

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 6: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

v

(10) Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Cibubur beserta seluruh staf dan

petugas STW yang telah menyediakan sarana dan prasarana dan membantu

selama praktik profesi peminatan gerontik;

(11) Pihak-pihak terkait yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang telah

memberikan banyak dukungan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan dan

penyelesaian laporan ini.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala

kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga laporan ini membawa

manfaat bagai pengembangan ilmu.

Depok, 8 Juli 2013

Penulis

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 7: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

vi

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 8: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

vii Universitas Indonesia

ABSTRAK

Nama : Oktariyani NPM : 080633211 Program Studi : Profesi Keperawatan Judul : Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat

Perkotaan Pada Bapak B (78 Tahun) Dengan Masalah Konstipasi Di Wisma Bungur Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Cibubur

Karya Ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui gambaran analisis intervensi pada asuhan keperawatan yang diberikan pada Bapak B (78 tahun) dengan masalah konstipasi di wisma Bungur Sasana Tresna Werdha (STW) Karya Bhakti Cibubur. STW adalah salah satu pelayanan kesehatan keperawatan bagi lansia yang terdapat diperkotaan. Bapak B (78 tahun) salah satu lansia di STW mengeluhkan sering mengalami sulit buang air besar atau konstipasi sejak tahun 2010. Konstipasi yang dialami oleh lansia biasanya disebabkan oleh penurunan motilitas, kurang aktivitas, penurunan kekuatan tonus otot panggul dan abdomen serta defisiensi asupan cairan dan serat. Latihan mengayuh sepeda adalah salah satu latihan yang dapat meningkatkan kekuatan otot panggul dan abdomen sehingga menyebabkan evakuasi secara tepat dan dapat mencegah konstpasi. Oleh karena itu latihan ini dapat diberikan sebagai salah satu intervensi dalam penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata Kunci : Konstipasi, lansia, latihan mengayuh sepeda, pelayanan kesehatan lansia

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 9: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

viii Universitas Indonesia

ABSTRACT Name : OKTARIYANI NPM : 0806334211 Study Program : Professional of Nursing Title : Analysis of Clinical Nursing Practice of Urban Health in

Mr. B (78 years old) with Constipation Problem at Wisma Bungur Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Cibubur

This paper had purposed to describe of analysis interventions in nursing care that given to Mr. B (78 years old) with constipation problem at Wisma Bungur Sasana Tresna Werdha (STW) Karya Bhakti Cibubur. STW is one of the health care service for elderly in urban. Mr. B (78 years old) one of the elderly in STW had complained difficult bowel movement or constipation since 2010. Constipation in elderly usually caused by decreased motility, lack of activity, decreased strength of the pelvic and abdominal muscle tone and deficiency fluid and fiber. Bicycling stationary is one of the exercises that can improved the strength of pelvic and abdominal muscle tone so caused evacuation properly and can prevented constipation. Therefore, this exercise can be given as one of the interventions on nursing care for elderly who had constipation problem. Keyword: Constipation, elderly, bicycling stationary exercise, health care service for elderly

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 10: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

ix Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................. i HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS ............................................. ii LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... iii KATA PENGANTAR ................................................................................ iv LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH ..................................... vi ABSTRAK ............................................................................... vii DAFTAR ISI ............................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xi 1. PENDAHULUAN.................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah ........................................................................ 6 1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................ 6

1.3.1 Tujuan Umum ................................................................... 6 1.3.2 Tujuan Khusus .................................................................. 6

1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................... 7 2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 9

2.1 Teori Kebutuhan Manusia .............................................................. 9 2.2 Perubahan Fisiologis Sistem Gastrointestinal Pada Lansia ............ 10 2.3 Konstipasi .................................................................................... 12

2.3.1 Pengertian Konstipasi..................................................... 12 2.3.2 Faktor Risiko Konstipasi Pada Lansia ............................ 13 2.3.3 Patofisiologi dan Klasifikasi Konstipasi Pada Lansia ...... 14 2.3.4 Komplikasi Konstipasi Pada Lansia ................................ 16

2.4 Penatalaksanaan Konstipasi Pada Lansia ...................................... 17 2.4.1 Pengkajian Konstipasi Pada Lansia ................................ 17 2.4.2 Intervensi Konstipasi Pada Lansia ................................... 18

2.5 Pelayanan Perawatan Kesehatan Untuk Lansia ............................. 21

3. LAPORAN KASUS KLIEN UTAMA ................................................ 26 3.1 Pengkajian .................................................................................... 26

3.1.1 Riwayat Kesehatan ......................................................... 26 3.1.2 Kebiasaan Sehari-hari ..................................................... 27 3.1.3 Pemeriksaan Fisik ........................................................... 29

3.2 Analisis Data ................................................................................. 30 3.3 Rencana Asuhan Keperawatan....................................................... 31 3.4 Implementasi ................................................................................. 34 3.5 Evaluasi......................................................................................... 37

4. ANALISA SITUASI ............................................................................ 40

4.1 Profil Lahan Praktik ..................................................................... 40 4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep Kasus .................. 44

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 11: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

x Universitas Indonesia

4.3 Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Terkait ......................................................................... 46

4.4 Alternatif Pemecahan Masalah ...................................................... 47 5. PENUTUP ........................................................................................... 49

5.1 Kesimpulan ................................................................................... 49 5.2 Saran ............................................................................................. 51

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 53

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 12: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

xi Universitas Indonesia

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Pengkajian Lampiran 2. Analisis Data Lampiran 3. Rencana Asuhan Keperawatan Lampiran 4. Implementasi dan Evaluasi Lampiran 5. Media Leaflet Konstipasi

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 13: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

1 Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Proses menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan

kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti dan mempertahankan

fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki

kerusakan yang di derita (Darmojo & Martono 1999 dalam Fatmah, 2010). Akibat

dari menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti dan

mempertahankan fungsi normalnya, lansia akan mengalami perubahan-perubahan

pada dirinya. Perubahan tersebut dapat mencakup perubahan struktur dan fungsi

tubuh, kemampuan kognitif dan kesehatan mental. Perubahan ini terjadi hampir di

seluruh sistem tubuh pada lansia, salah satunya adalah sistem gastrointestinal

pada lansia.

Perubahan sistem gastrointestinal pada lansia dapat terjadi sepanjang jalur sistem

gastrointestinal mulai dari rongga mulut hingga rektum. Salah satu perubahannya

termasuk perubahan struktur dan fungsi kolon atau usus besar. Pada lansia terjadi

perubahan dalam kolon termasuk penurunan sekresi mukus, elastisitas dinding

rektum, peristaltik kolon yang melemah sehingga gagal mengosongkan rektum

yang dapat menyebabkan konstipasi (Leueckenotte, 2000). Selain itu, pada usus

besar kelokan-kelokan pembuluh darah meningkat sehingga motilitas kolon

menjadi berkurang. Keadaan ini akan menyebabkan absorbsi air dan elektrolit

meningkat, feses menjadi lebih keras, sehingga lansia mengalami kesulitan buang

air besar atau yang disebut dengan konstipasi. (Darmojo& Martono, 2006).

Konstipasi tidak dianggap sebagai bagian dari penuaan alami. Konstipasi biasanya

memiliki etiologi multifaktor. Beberapa faktor yang mempermudah terjadinya

konstipasi pada lansia antara lain, defisiensi serat, kurangnya intake cairan,

kurangnya aktivitas fisik, depresi, penggunaan obat-obatan, gangguan metabolik

(hiperkalsemia, hipotiroid), obstruksi mekanik dan kurangnya privasi untuk buang

air besar (Mulyani, 2010). Selain itu, walaupun integritas sfingter eksterna tetap

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 14: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

2

Universitas Indonesia

utuh, lansia mungkin mengalami kesulitan dalam mengontrol pengeluaran feses.

Beberapa lansia kurang menyadari kebutuhannya untuk berdefekasi akibat

melambatnya impuls saraf sehingga hal ini juga menyebabkan lansia cenderung

mengalami konstipasi (Potter& Perry, 2005).

Pada umumnya, lansia menganggap konstipasi sebagai hal yang biasa, namun jika

tidak diatasi konstipasi dapat menimbulkan situasi yang lebih serius. Komplikasi

yang ditimbulkan dari konstipasi jika tidak ditangani diantaranya hemoroid,

prolaps rektum, impaksi fekal (feses menjadi keras dan kering), obstruksi usus

dan kanker kolon (Toner & Claros, 2012).

Angka kejadian konsipasi maupun komplikasi dari konstipasi cukup tinggi jika

tidak ditangani. Di Inggris prevalensi lansia yang mengalami konstipasi yakni 20-

25% dengan perbandingan perempuan lebih banyak daripada laki-laki (23% pada

perempuan dan 14% pada laki-laki), sementara di New Zaeland angka kejadian

konstipasi sekitar 22% pada lansia yang tinggal di komunitas (Tariq, 2007). Di

Indonesia sendiri dalam penelitian Fitriani (2010) menjelaskan bahwa sebanyak

37 responden (37,4%) lansia di Panti Sosial Sabai Nan Aluih Sicincin Kota

Padang mengalami kejadian konstipasi.

Dalam Konsensus Nasional Penatalaksanaan Konstipasi Di Indonesia tahun 2010

DR. dr. Murdani Abdullah, SpPD-KGEH menyatakan bahwa 2.397 pasien di

RSCM Jakarta yang menjalani pemeriksaan kolonosopi dari tahun 1998-2005, 9%

diantaranya adalah pasien dengan konstipasi. Berdasarkan penelitian tersebut juga

didapatkan hasil dari semua pasien dengan konstipasi 36% menderia hemoroid

dan kurang lebih 8% diantaranya menderita tumor ganas/kanker kolon. Sementara

bagi lansia yang berada di nursing home menurut Gallagher (2008) menyatakan

bahwa 50% lansia mengalami konstipasi dan 50-74% lansia menggunakan laksatif

setiap hari untuk memperlancar BAB.

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 15: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

3

Universitas Indonesia

Masalah konstipasi dan komplikasinya pada lansia dapat semakin meningkat

khususnya pada lansia yang tinggal di perkotaan. Hal ini dapat disebabkan karena

masyarakat Indonesia terutama yang diperkotaan mengalami pergeseran pola

konsumsi pangan. Seiring dengan kemajuan zaman dan perbaikan sosial ekonomi

masyarakat, maka terjadi pula perubahan kebiasaan makan yang cenderung

kebarat-baratan (western style diet) seperti makanan jadi dan makanan siap saji

telah menjadi kegemaran di masyarakat. Masyarakat umumnya belum tahu atau

kurang menyadari bahwa makanan jadi telah kehilangan banyak komponen-

komponen essensial makanan, khususnya serat. Asupan serat yang terlampau

rendah dalam kurun waktu lama akan mempengaruhi kesehatan seperti konstipasi,

kegemukan dan serangan penyakit degeneratif (Soelistijani, 2002).

Kurangnya asupan cairan pada lansia juga dapat menjadi salah satu penyebab

konstipasi yang terjadi pada lansia. Fitriani (2010) dalam penelitiannya

menjelaskan bahwa 52,5% asupan cairan mempengaruhi kejadian konstipasi pada

lanjut usia. Menurut Muhammad (2010) salah satu masalah cairan yang lebih

sering dialami lansia adalah kekurangan cairan tubuh akibat penurunan rasa haus

pada lansia. Penurunan rasa haus pada lansia otomatis akan menurunkan asupan

cairan, padahal dalam fungsinya cairan memegang peranan penting terutama

untuk mengolah makanan dalam usus, tanpa cairan yang cukup usus tidak dapat

bekerja secara maksimal sehingga timbulah sembelit atau konstipasi.

Lansia yang tinggal di perkotaan memiliki risiko tinggi untuk mengalami

konstipasi dikarenakan aktivitas yang kurang, Affandi (2009) dalam penelitiannya

mejelaskan bahwa lansia diperkotaan umumnya menggeluti bidang industri dan

jasa sehingga sedikit yang bekerja yaitu 42,5%. Selain itu, tingkat pendidikan

yang tinggi yang dimiliki oleh lansia yang tinggal diperkotaan juga

mempengaruhi apakah lansia bekerja atau tidak. Lansia yang mencapai tingkat

pendidikan tinggi umumnya adalah mereka yang dulunya mempunyai pekerjaan

yang baik akibatnya sekarang pada masa tuanya tidak perlu bekerja lagi sehingga

aktivtas yang dilakukan semakin minimal.

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 16: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

4

Universitas Indonesia

Sasana Tresna Werdha (STW) Karya Bhakti Cibubur adalah salah satu pelayanan

untuk lansia yang terdapat di area perkotaan. Lansia yang tinggal di STW

sebagian besar berasal dari perkotaan sehingga memiliki gaya hidup perkotaan

sebelumnya. Di STW ini lansia mendapatkan fasilitas berupa makan 3 kali sehari,

pelayan kesehatan dan adanya kegiatan setiap pagi berupa senam dan bermain

angklung.

Hasil observasi selama praktik 7 minggu di STW didapatkan beberapa data berupa

makanan yang diberikan kepada lansia tidak disesuaikan dengan diet penyakit

lansia dan kurang serat. Saat sarapan lansia mendapatkan menu nasi dan lauk

pauk, pada siang dan malam hari lansia baru akan mendapatkan buah dan sayur.

Selain itu belum adanya pemantauan intake cairan pada lansia di panti

menyebabkan tidak teridentifikasinya lansia yang mengalami kekurangan cairan.

Sebagian lansia di STW memiliki caregiver untuk membantu memenuhi

kebutuhan sehari-hari. Untuk kebersihan terdapat petugas yang akan membantu

membersihkan kamar lansia. Adanya caregiver ataupun petugas yang membantu

lansia dalam memenuhi kebutuhannya menyebabkan lansia sedikit beraktivitas.

Biasanya lansia beraktivitas hanya di pagi hari jika ada senam, namun tidak setiap

hari lansia juga mengikuti senam atau kegiatan yang diadakan STW. Kurangnya

aktivitas pada lansia ini dapat menyebabkan masalah kesehatan pada lansia,

seperti nyeri sendi, penurunan kekuatan otot dan risiko jatuh. Selain itu,

kurangnya aktivitas pada lansia juga merupakan salah satu faktor risiko penyebab

masalah konstipasi pada lansia.

Wisma Bungur adalah salah satu wisma yang ada di STW dan didalamnya

terdapat 18 lansia. Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan data bahwa 3 lansia

(16,67%) mengeluhkan memiliki masalah sulit buang air besar. Di STW jika ada

lansia yang mengalami masalah konstipasi dianjurkan untuk banyak minum air

putih dan diberikan obat laksatif untuk membantu menyelesaikan masalah

konstipasi.

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 17: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

5

Universitas Indonesia

Peningkatan jumlah asupan air putih pada lansia dapat menyebabkan lansia

banyak buang air kecil khususnya di malam hari sehingga dapat mengganggu

tidur lansia. Oleh karena itu, lansia lebih memilih untuk meminta obat laksatif

untuk menyelesaikan masalah konstipasi yang dialami. Konstipasi yang dialami

lansia dapat berulang dan pemakaian laksatif yang berlebihan dapat menyebabkan

hilangnya refles defekasi normal sehingga lansia akan menjadi ketergantungan

dengan penggunaan laksatif untuk buang air besar.

Bpk. B (78 tahun) salah satu lansia yang ada di wisma bungur mengeluhkan sulit

buang air besar dan mengatakan sudah sering mengalami konstipasi sejak tahun

2010 dan biasanya Bpk B meminta obat jika sudah 5 hari tidak buang air besar.

Bpk B mengatakan bahwa pernah hampir satu jam berusaha di dalam kamar

mandi mengejan untuk mengatasi masalah konstipasi yang dialami. Saat

dilakukan pengkajian terlihat perut Bpk. B membuncit dan mengatakan sudah 3

hari tidak BAB. Aktivitas Bpk B sehari-hari sangat minimal. Hal ini dikarenakan

untuk beraktivitas Bpk B memiliki gaya berjalan diseret, Bpk B juga jarang

mengikuti kegiatan yang diadakan oleh STW, kegiatan bersih-bersih kamar juga

dilakukan oleh petugas dan sehari-hari Bpk B beraktivitas hanya duduk di depan

kamar. Untuk mengatasi masalah konstipasi pada Bpk B dilakukan intervensi

inovasi berupa peningkatan aktivitas atau latihan pada Bpk B yaitu dengan

melatih latihan gerakan mengayuh sepeda dan dimasukkan ke dalam jadwal

kegiatan harian Bpk B.

Latihan mengayuh sepeda memiliki manfaat untuk mengencangkan otot-otot

abdomen dan dapat menstimulasi kontraksi usus serta dapat meningkatkan

pergerakan feses. Griffin (2010) menjelaskan bahwa latihan 30 hingga 60 menit

latihan mengayuh sepeda 3 sampai 4 kali dalam seminggu efektif sebagai

perawatan untuk mencegah konstipasi. Selain itu, bersepeda statis menyebabkan

adanya pergerakan tubuh bagian bawah. Pergerakan tubuh bagian bawah selama

bersepeda menyebabkan evakuasi secara tepat saat defekasi dan secara umum hal

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 18: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

6

Universitas Indonesia

ini dapat mencegah konstipasi. Oleh karena adanya manfaat latihan mengayuh

sepeda untuk mencegah konstipasi dan adanya fasilitas yang disediakan oleh

STW sehingga penulis tertarik untuk menerapkan laihan mengayuh sepeda pada

asuhan keperawatan Bpk B dengan menggunakan teori dan konsep keperawatan

gerontik agar dapat menyelesaikan masalah konstipasi yang selama ini menjadi

keluhan Bpk B.

1.2 Perumusan Masalah

Lansia mengalami perubahan pada sistem tubuhnya yang mencakup perubahan

struktur dan fungsi tubuh, kemampuan kognitif dan kesehatan mental. Salah

satunya adalah perubahan pada sistem gastrointestinal. Adanya perubahan pada

sistem gastrointestinal dapat menyebabkan masalah konstipasi pada lansia.

Namun, konstipasi ini juga terjadi karena berbagai multifaktor. Angka kejadian

konstipasi dan komplikasi yang ditimbulkan semakin meningkat jika masalah ini

tidak ditangani khususnya pada lansia yang tinggal di perkotaan. Hal ini

disebabkan lansia yang tinggal di perkotaan memiliki aktivitas yang minimal dan

gaya hidup yang kebarat-baratan sehingga mengkonsumsi makanan yang kurang

serat. STW merupakan salah satu institusi bagi lansia yang ada di perkotaan.

Masalah kesehatan pada lansia di STW ini sebagian besar karena faktor gaya

hidup sebelumnya, salah satunya adalah masalah konstipasi. Masalah konstipasi

pada lansia dapat diselesaikan dari berbagai faktor risiko yang ada. Oleh karena

itu, dalam laporan ini penulis ingin menganalisis intervensi dapat yang diberikan

dalam asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi di wisma

Bungur Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Ria Pembangunan.

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penulisan laporan ini adalah menganalisis asuhan keperawatan

kesehatan masyarakat perkotaan pada Bpk B (78 tahun) dengan masalah

konstipasi selama 7 minggu praktik di wisma Bungur Sasana Tresna Werdha

Karya Bhakti Ria Pembangunan.

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 19: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

7

Universitas Indonesia

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penulisan laporan ini adalah:

1. Menggambarkan profil pelayanan lansia di Sasana Tresna Werdha Karya

Bhakti Ria Pembangunan

2. Menjelaskan hasil analisis latihan fisik gerakan megayuh sepeda sebagai

intervensi dalam mengatasi konstipasi pada lansia

3. Menggambarkan hasil pengkajian pada Bpk B dengan masalah konstipasi di

wisma Bungur Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Ria Pembangunan

4. Menggambarkan rencana asuhan keperawatan yang diberikan pada lansia

dengan masalah konstipasi

5. Menggambarkan implementasi yang telah dilakukan pada lansia yang

mengalami masalah konstipasi

6. Menggambakan evaluasi hasil implementasi yang telah dilakukan

1.4 Manfaat Penulisan

Penulisan laporan ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk mengatasi

masalah konstipasi pada lansia, antara lain:

1. Bagi pelayanan keperawatan dan kesehatan lansia

Hasil penulisan laporan ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi bidang

keperawatan dan pelayanan kesehatan di STW terkait intervensi keperawatan

yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan masalah konstipasi yang dialami

oleh lansia. Selain itu, diharapkan laporan ini dapat menjadi masukan bagi

bidang keperawatan dan pelayanan kesehatan untuk dapat menerapkan

intervensi yang telah dilakukan menjadi kegiatan rutin bagi lansia sehingga

dapat mencegah konstipasi pada lansia dan mengurangi angka kejadian

konsipasi lansia di STW.

2. Bagi keilmuan

Hasil penulisan laporan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi bidang

pendidikan keperawatan khususnya keperawatan gerontik maupun bagi

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 20: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

8

Universitas Indonesia

penelitian selanjutnya. Bagi pendidikan diharapkan hasil laporan ini dapat

dijadikan sebagai data dasar untuk pengembangan ilmu mengenai intervensi

keperawatan pada lansia yang mengalami masalah konstipasi. Selain itu, juga

dapat dijadikan sumber informasi bagi pendidikan agar dapat menerapkan

intervensi yang telah dilakukan sebagai salah satu pemecahan masalah

konstipasi pada lansia.

Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat menjadi masukan atau ide untuk

meneliti lebih jauh terkait manfaat intervensi mengayuh sepeda dan dapat

dijadikan sumber informasi untuk penelitian selanjutnya terkait masalah

konstipasi yang terjadi pada lansia.

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 21: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

9 Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Kebuuhan Manusia

Kebutuhan dasar manusia, seperti makanan, air, keamanan dan harga diri

merupakan hal yang penting untuk kesehatan dan besarnya kebutuhan dasar yang

terpenuhi akan menentukan tingkat kesehatan dan posisi individu pada rentang

sehat-sakit. Maslow mengatur kebutuhan dasar manusia dalam lima tingkatan

yang dikenal dengan Hirarki Maslow (Potter & Perry, 2005). Apabila kebutuhan

pada hirarki Maslow ini terpenuhi maka merupakan orang yang sehat namun,

apabila satu atau lebih kebutuhan tidak terpenuhi maka merupakan orang yang

berisiko untuk sakit atau mungkin tidak sehat pada satu atau lebih dimensi

manusia.

Terdapat lima tingkatan kebutuhan berdasarkan hirarki Maslow. Tingkatan yang

paling dasar meliputi kebutuhan fisiologis, seperti udara, air dan makanan,

temperature, eliminasi, tempat tinggal, aktivitas, istirahat dan seks. Tingkatan

yang kedua meliputi kebutuhan keselamatan dan kemanan yang meliputi

keamanan fisiologis dan psikologis. Tingkatan yang ketiga mencakup kebutuhan

cinta dan rasa memiliki termasuk hubungan sosial persahabatan dan cinta seksual.

Tingkatan keempat meliputi kebutuhan rasa berharga dan harga diri yang

melibatkan percaya diri, merasa berguna, penerimaan dan kepuasan diri.

Tingkatan terakhir adalah kebutuhan aktualisasi diri berupa pernyataan dari

penerimaan yang penuh potensi dan memiliki kemampuan untuk memecahkan

masalah dan mengatasinya dengan cara realistis yang berhubungan dengan situasi

hidup.

Kebutuhan fisiologis merupakan tingkatan pertama dalam teori kebutuhan hirarki

Maslow. Dalam kebutuhan fisiologis ini eliminasi merupakan kebutuhan dasar

manusia. Masalah kesehatan yang terjadi pada seorang individu dapat terjadi jika

kebutuhan eliminasinya tidak terpenuhi. Pemenuhan kebutuhan eliminasi yang

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 22: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

10

Universitas Indonesia

tidak terpenuhi dapat menyebabkan ketidakmampuan berlebih, merasa

kenyamanan dan keamanan terganggu, menyebabkan isolasi sosial dan merasa

tidak menikmati hidup yang berarti (Ebersole, 2009).

Eliminasi merupakan salah satu dari proses metabolik tubuh. Eliminasi dalam

tubuh dapat dikeluarkan melalui paru-paru, kulit, ginjal dan sistem pencernaan.

Salah satu masalah eliminasi yang sering terjadi pada individu adalah konstipasi

atau sulit buang air besar. Masalah kesehatan yang diakibatkan oleh tidak

adekuatnya eliminasi mengganggu ke dalam semua tingkatan kebutuhan

berdasarkan hirarki Maslow namun yang paling mengganggu adalah kebutuhan

pada tingkatan pertama yakni kebutuhan fisiologis

2.2 Perubahan Fisiologis Sistem Gastointestinal Pada Lansia

Proses penuaan pada lansia memberikan pengaruh pada setiap bagian dalam

saluran gastrointestinal (GI), yaitu:

1. Rongga mulut

Perubahan dalam rongga mulut yang terjadi pada lansia mencakup tanggalnya

gigi, mulut kering dan penurunan motilitas esophagus (Meiner, 2006). Pada

lansia, banyak gigi yang tanggal serta terjadi kerusakan gusi karena proses

degenarasi akan mempengaruhi proses pengunyahan makanan (Fatmah, 2010).

Tanggalnya gigi bukan suatu konsekuensi dasar dari proses penuaan, banyak

lansia mengalami penanggalan gigi sebagai akibat dari hilangnya tulang

penyokong pada permukaan periosteal dan periodontal (Stanley, 2006). Selain

itu, kelenjar saliva juga mulai sukar disekresi yang mempengaruhi proses

perubahan karbohidrat kompleks menjadi disakarida karena enzim ptyalin

menurun. Fungsi lidah sebagai pelicin pun berkurang sehingga proses menelan

menjadi lebih sulit (Fatmah, 2010).

2. Faring dan Esofagus

Banyak lansia yang mengalami kelemahan otot polos sehingga proses menelan

lebih sulit. Motilitas esofagus tetap normal meskipun esophagus mengalami

sedikit dilatasi seiring penuaan. Sfingter esophagus bagian bawah kehilangan

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 23: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

11

Universitas Indonesia

tonus, reflex muntah juga melemah pada lansia, sehingga meningkatkan risiko

aspirasi pada lansia (Stanley, 2006).

3. Lambung

Perubahan yang terjadi pada lambung adalah atrofi mukosa. Atrofi sel

kelenjar, sel parietal dan sel chief akan menyebabkan berkurangnya sekresi

asam lambung, pepsin dan faktor instrinsik. Karena sekresi asam lambung

yang berkurang, maka rasa lapar juga akan berkurang. Ukuran lambung pada

lansia juga mengecil sehingga daya tampung makanan berkurang. Selain itu,

proses perubahan protein menjadi pepton terganggu (Fatmah, 2010). Selain

itu, Meiner (2006) menjelaskan perubahan pH dalam saluran gastrointestinal

dapat menyebabkan malabsorbsi vitamin B. Penurunan sekresi HCl dan pepsin

yang berkurang pada lansia juga dapat menyebabkan penyerapan zat besi dan

vitamin B12 menurun (Arisman, 2004).

4. Usus halus

Perubahan pada usus halus yang terjadi pada lansia mencakup atrofi dari otot

dan permukaan mukosa, pengurangan jumlah titik-titik limfatik, pengurangan

berat usus halus dan pemendekan dan pelebaran vili sehingga menurunkan

proses absorbsi. Perubahan struktur ini tidak secara signifikan mempengaruhi

motilitas, permeabilitas atau waktu transit usus halus. Perubahan ini dapat

mempengaruhi fungsi imun dan absorbsi dari beberapa nutrisi seperti kalsium

dan vitamin D (Miller, 2004).

5. Hati dan Pankreas

Setelah usia 70 tahun, ukuran hati dan pankreas akan mengecil, terjadi

penurunan kapasitas menyimpan dan kemampuan mensintesis protein dan

enzim-enzim pencernaan (Stanley, 2006). Hati berfungsi sangat penting dalam

metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Selain itu, hati juga memegang

peranan besar dalam proses detoksifikasi, sirkulasi, penyimpanan vitamin,

konjugasi bilirubin dan sebagainya.

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 24: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

12

Universitas Indonesia

Semakin meningkatnya usia, secara histologis dan anatomis akan terjadi

perubahan akibat atrofi sebagian besar sel. Sel tersebut akan berubah bentuk

menjadi jaringan fibrosa. Hal ini akan menyebabkan perubahan fungsi hati

dalam berbagai aspek tersebut, terutama dalam metabolisme obat-obatan.

Produksi enzim amylase, tripsin dan lipase akan menurun sehingga kapasitas

metabolism karbohidrat, pepsin dan lemak juga akan menurun (Fatmah,

2010).

6. Usus besar dan Rektum

Pada lansia perubahan yang terjadi di usus besar dan rektum mencakup

penurunan sekresi mukus, penuruanan elastisitas dan persepsi distensi pada

dinding rektum. Perubahan ini memiliki sedikit atau tidak ada hubungan pada

motalitas dari feses saat buang air besar, tetapi ini merupakan predisposisi

konstipasi pada lansia karena volume rektal yang bertambah (Prather, 2000

dalam Miller, 2004). Selain itu, proses defekasi yang seharusnya dibantu oleh

kontraksi dinding abdomen juga seringkali tidak efektif karena dinding

abdomen pada lansia sudah melemah (Fatmah, 2010).

2.3 Konstipasi

2.3.1 Pengertian Konstipasi

Kebiasaan seseorang melakukan defekasi berbeda-beda dan disaat seseorang

mengalami kesulitan saat defekasi serta pola defekasi yang berbeda dari biasanya

dapat dikatakan orang tersebut mengalami konstipasi. Defekasi dapat terjadi

akibat adanya gerakan peristaltik yang menggerakkan massa feses ke depan.

Kajadian ini timbul dua sampai tiga kali sehari dan dirangsang oleh refleks

gastrokolik setelah makan, khususnya setelah makanan pertama masuk pada hari

itu (Price & Wilson, 2002).

Dalam diagnosa keperawatan NANDA disebutkan bahwa yang dimaksud dengan

konstipasi adalah penurunan frekuensi normal defekasi yang disertai oleh

kesulitan atau pengeluaran tidak lengkap feses dan/atau pengeluaran feses yang

keras, kering dan banyak. Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit. Gejala

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 25: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

13

Universitas Indonesia

dari konstipasi dapat mencakup feses yang keras dan kering, perut kembung,

membuncit dan adanya nyeri perut (Administrator of JBI, 2008). Selain itu,

adanya upaya mengedan saat defekasi adalah suatu tanda yang terkait dengan

konstipasi.

Konstipasi biasanya digambarkan sebagai pergerakan perut yang tidak sering/

menurun, pergerakan yang kaku, penurunan volume atau berat dari feses, perasaan

yang tidak puas setelah defekasi atau defekasi tergantung dari laksatif, enema atau

supositoria untuk mengatur buang air besar agar teratur (Toner & Claros, 2012).

Konstipasi adalah masalah umum yang disebabkan oleh penurunan motilitas,

kurang aktivitas, penurunan kekuatan dan tonus otot panggul dan abdomen serta

defisiensi asupan cairan dan serat. Sementara pada lansia yang mengalami

konstipasi juga dapat disebabkan karena penumpulan sensasi saraf, tidak

sempurnanya pengosongan usus atau kegagalan dalam menganggapi sinyal untuk

defekasi (Stanley, 2006).

Konstipasi yang terjadi selama minimal 3 bulan dalam satu tahun dapat

dikategorikan ke dalam konstipasi kronik (Gallegos, 2012). Adapun kriteria

diagnostik untuk konstipasi kronik tersebut meliputi setidaknya mencakup dua

atau lebih dari tanda berikut, yakni kekauan selama lebih dari 25% defekasi, feses

keras lebih dari 25% defekasi, sensasi evakuasi yang tidak lengkap lebih dari 25%

dari defekasi, kurang dari tiga kali defekasi selama satu minggu, evakuasi secara

manual atau butuh bantuan untuk defekasi dan sulit BAB tanpa laksatif,

2.3.2 Faktor Risiko Konstipasi Pada Lansia

Konstipasi dapat disebabkan secara primer oleh penurunan motilitas atau

penyebab kedua karena reaksi obat yang merugikan, obstruksi saluran pencernaan

atau komplikasi dari hipertiroid (Toner & Claros, 2012). Selain itu, banyak faktor

khusus pada lansia yang dapat diidentifikasi dan mempengaruhi konstipasi. Dalam

diagnosa keperawatan NANDA disebutkan bahwa faktor risiko dari konstipasi

dapat secara fungsional, psikologis, farmakologis, mekanis dan fisiologis

(Herdman, 2012).

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 26: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

14

Universitas Indonesia

Secara fungsional faktor risiko konstipasi terdiri dari kelemahan otot abdomen,

kebiasaan menyangkal dan mengabaikan desakan untuk defekasi, eliminasi atau

defekasi yang tidak adekuat (misalnya, tepat waktu, posisi saat defekasi dan

privasi), aktivitas fisik yang tidak memadai, kebiasaan defekasi yang tidak teratur

dan perubahan lingkungan baru-baru ini. Sementara secara psikologis faktor risiko

dari konstipasi dapat berupa depresi, stress emosi dan konfusi mental.

Secara farmakologis banyak jenis obat yang dapat berisiko mengalami konstipasi,

seperti antasida yang mengandung alumunium, antikolinergik, antikonvulsan,

anidepresan, agens antilipemik, garam bismuth, kalsium bikarbonat, penyekat

saluran kalsium, diuretik, garam besi, overdosis laksatif, agens anti-inflamasi

nonsteroid, opiate, fenotiazid, sedatif dan simpatomimetik. Secara mekanis faktor

risiko yang menyebabkan konstipasi berupa ketidakseimbangan elektrolit,

hemoroid, penyakit Hirschprung, kerusakan neurologis, obesitas, obstruksi pasca

pembedahan, kehamilan, pembesaran prostat, abses atau ulkus pada rektum,

prolaps rektum dan tumor.

Faktor risiko terjadinya konstipasi selanjutnya adalah secara fisiologis yang

berupa perubahan pola makan dan jenis makanan yang biasa di konsumsi,

penurunan motilitas saluran cerna, dehidrasi, kondisi gigi atau hygiene yang tidak

adekuat, asupan serat dan cairan yang tidak mencukupi serta pola makan yang

buruk. Selain itu Administrator of JBI (2008) menambahkan bahwa faktor

lingkungan seperti pengurangan privasi, tidak teraksesnya fasilitas konstipasi,

ketergantungan terhadap bantuan orang lain juga dapat menyebabkan konstipasi.

2.3.3 Patofisiologi dan Klasifikasi Konstipasi Pada Lansia

Perubahan sistem gastrointestinal khususnya bagian bawah merupakan salah satu

faktor yang menyebabkan lansia sering mengeluhkan sulit buang air besar atau

konstipasi. McCrea, etc (2008) menjelaskan bahwa perubahan usia berkaitan

dengan adanya perubahan pada sistem saluran pencernaan bagian bawah yang

mempengaruhi waktu tansit feses dan penururnan cairan pada komposisi feses.

Perubahan ini dapat mencakup atrofi pada dinsing usus halus, penurunan suplai

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 27: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

15

Universitas Indonesia

darah dan perubahan sensasi saraf meskipun perubahan fungsional ini tidak secara

signifikan terlihat jelas pada saluran pencernaan lansia sehingga sekresi dan

absorbsi zat sisa relative konstan. Hal ini disebabkan karena kelebihan pada

masing-masing bagian dari saluran usus halus.

Perubahan usia berkaitan dengan perubahan sensasi saraf pada enteric nervous

system (ENS) yang mempengaruhi gangguan motilitas kolon. Perubahan lainnya

yang terjadi pada lansia berhubungan dengan penurunan tekanan pada IAS

(Internal Anal Sfingter) dan kekuatan otot pelvis maupun perubahan pada

sensitifitas rectum dan fungsi anal (McCrea, 2008). Perubahan yang terjadi pada

lansia ini tidak secara langsung menyebabkan konstipasi pada lansia, namun

karena adanya faktor-faktor lain sehingga dapat menyebabkan masalah konstipasi

pada lansia.

McCrea, etc (2008) menjelaskan patofisiologi dari konstipasi pada umumnya

dapat dijelaskan dengan dua mekanisme. Mekanisme yang pertama yaitu

disfungsi motilitas usus atau yang disebut dengan dismotility yaitu keadaan

dimana gagalnya koordinasi aktivitas untuk pergerakan feses menuju kolon.

Mekanisme ini biasanya dihubungkan dengan faktor diet, obat-obatan, penyakit

sistemik. Mekanisme yang kedua mencakup disfungsi otot pelvis yang hasilnya

adalah tidak adekuatnya melakukan defekasi.

Konstipasi diklasifikasikan kedalam tiga kategori berdasarkan patofisiologi

manurut Toner & Claros (2012), yaitu Normal Transit Constipation (NTC), slow

transit constipation (STC) dan Disorder of Constipation. Normal transit

constipation (NTC) atau disebut juga konstipasi fungsional didefinisikan sebagai

perasaan kesulitan dalam defekasi. Biasanya NTC direspon dengan penanganan

noninvasif seperti peningkatan asupan cairan dan serat, meningkatkan aktivitas

dan pengaturan pola defekasi secara regular. Pengalaman seseorang dengan tipe

ini digambarkan dengan ketidakmampuan untuk mengevakuasi feses dari rektum

meskipun feses dalam jumlah normal. Konstipasi tipe ini biasanya disebabkan

karena tidak adekuatnya asupan cairan dan serat, kurangnya aktivitas/bedrest,

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 28: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

16

Universitas Indonesia

kelemahan otot-otot abdominal, gagal untuk merespon sinyal defekasi, perubahan

pola defekasi, hemoroid dan kehamilan.

Kategori kedua adalah Slow transit constipation (STC) yang didefinisikan sebagai

pergerakan bowel yang jarang dan disebabkan karena perubahan stimulasi usus.

STC dikarenakan pergerakan usus halus yang lambat dan gangguan kontraksi

kolon yang disebabkan karena disfungsi mekanisme refleks pada usus. Penyebab

dari STC belum diketahui secara baik, walaupun hirschprung salah satu penyakit

ekstrim yang menyebabkan STC. Kategori yang ketiga yakni Defecation

disorders dikarakteristikkan oleh disfungsi sphingter atau pelvis yang dikenal

sebagai dyssynergia. Meskipun sebelumnya disebabkan karena

ketidakabnormalan structural seperti prolaps rektal, intussusceptions dan perineal

descent dapat menyebabkan defecation disorder.

2.3.4 Komplikasi Konstipasi Pada Lansia

Konstipasi yang tidak segera ditangani dapat menyebabkan berbagai komplikasi.

Komplikasi tersebut dapat mencakup anoreksia, inkontinensia fekal, kebingungan,

mual dan muntah, disfungsi urinaria, impaksi fekal, prolaps rektal, hemoroid dan

obstruksi bowel serta dapat menyebabkan kecemasan dan isolasi sosial (Koch &

Hudson, 2000 dalam Folden 2002). Hemoroid adalah vena-vena yang berdilatasi,

membengkak di lapisan rektum. Hemoroid ini disebabkan karena tekanan vena

saat mengedan ketika terjadi konstipasi. Sementara inkontinensia feses adalah

ketidakmampuan mengontrol feses dan gas dari anus (Potter & Perry, 2005).

Sementara, Toner & Claros (2012) menjelaskan komplikasi dari konstipasi dapat

berupa hemoroid, prolaps rektal, obstruksi usus, dan impaksi fekal. Impaksi fekal

adalah kumpulan feses yang mengeras, mengendap di dalam rektum, yang tidak

dapat dikeluarkan. Pada lansia beberapa impaksi fekal dapat menyebabkan

obstruksi usus sehingga membutuhkan pertolongan bedah (Potter & Perry, 2005)

Lansia yang menderita kelemahan, kebingungan atau tidak sadar adalah lansia

yang paling berisiko mengalami impaksi. Hal ini dikarenakan mereka terlalu

lemah atau tidak sadar akan kebutuhannya untuk melakkan defekasi. Kehilangan

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 29: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

17

Universitas Indonesia

nafsu makan (anoreksia), distensi dan kram abdomen serta nyeri di rektum dapat

menyertai kondisi impaksi.

2.4 Penatalaksanaan Konstipasi Pada Lansia

2.4.1 Pengkajian Konstipasi Pada Lansia

Konstipasi memiliki pengertian yang berbeda pada masing-masing individu.

Pengkajian konstipasi dapat dimulai dengan mengklarifikasi apa yang dimengerti

oleh orang tersebut terhadap konstipasi. Pengkajian konstipasi diperlukan untuk

dapat menentukan faktor penyebab konstipasi. Touhy & Jett (2010) menjelaskan

untuk mengkaji konstipasi pertama yang dilakukan adalah mengkaji riwayat BAB

klien. Hal ini penting didapatkan untuk mengetahui kebiasaan pola BAB,

frekuensi BAB, jumlah, konsistensi dan perubahan lainnya sebelum mengalami

konstipasi dan sesudah. Banyak klinisi berpikir konstipasi merupakan tidak

normalnya frekuensi BAB, namun secara luas seseorang dikatakan mengalami

konstipasi kronik jika melaporkan keadaan seperti kekakuan, tidak puasnya

defekasi serta adanya feses yang keras dan kering.

Pengkajian selanjutnya adalah pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik diperlukan

untuk mengetahui penyebab konstipasi secara sistematis seperti penyaki-penyakit

neurologi, endokrin atau metabolik. Gejala yang mungkin ditunjukkan ketika

seseorang mengalami masalah pada sistem gastrointestinal adalah nyeri abdomen,

mual, muntah, penurunan berat badan, melena, perdarahan rektum, nyeri rektum,

dan demam (Touhy & Jett, 2010).

Pengkajian berikutnya berupa riwayat asupan makanan dan cairan yang

dibutuhkan untuk menentukan jumlah serat dan cairan yang telah dikonsumsi.

Pengkajian lainnya berupa tingkat aktivitas dan penggunaan obat-obatan pada

klien. Riwayat psikososial juga penting seperti depresi, cemas dan stress karena

merupakan faktor risiko penyebab konstipasi. Selain itu menurut Folden, (2002)

menyebutkan bahwa pengkajian berupa evaluasi kemampuan kognitif, faktor

lingkungan, dan kepercayaan budaya terkait eliminasi juga diperlukan.

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 30: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

18

Universitas Indonesia

Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pada klien konstipasi menurut Touhy &

Jett (2010) berupa pemeriksaan abomen dan rektum. Pada abdomen yang

dilakukan meliputi pemeriksaan fisik lengkap yaitu inspeksi, auskultasi, perkusi

dan pal[asi. Pemeriksaan dilakukan untuk melihat apakah ada massa, kelembutan,

distensi, peningkatan suara perut dan bising usus. Pemeriksaan rektal juga penting

untuk mengkaji apakah terdapat nyeri rektum, yang dapat mengindikasikan

adanya masalah seperti hemoroid atau fisura, yang akan mempengaruhi evakuasi

feses dan untuk mengevaluasi kekuatan sfingter, adanya prolaps rektum,

penyempitan, reflek anal, dan pembesaran prostat.

Tes laboratorium juga diperlukan untuk mengkaji konstipasi meliputi hitung darah

lengkap, tes gula darah puasa, dan pemeriksaan tiroid. Pemeriksaan diagnostic

lain yang mungkin diperlukan adalah sigmoidoscopy, colonoscopy dan CT scan

abdomen. Tes diagnostic lainnya berupa radiopaque markers, defecating

proctography, dan anorectal manometry. (Touhy & Jett, 2010).

2.4.2 Intervensi Konstipasi Pada Lansia

Intervensi yang dapat dilakukan pada lansia yang mengalami konstipasi dapat

menggunakan pendekatan farmakologi dan nonfarmakologi. Intervensi

nonfarmakologi dapat berupa peningkatan asupan cairan dan serat, peningkatan

exercise dan aktivitas, manipulasi lingkungan, atau kombinasi ketiganya

(Ebersole, 2009).

Rendahnya asupan cairan dan serat merupakan faktor yang menyebabkan

konstipasi. Serat merupakan komponen yang sangat penting dalam makanan

namun sebagian orang kurang dalam mengkonsumsi makanan yang mengandung

serat. Serat berguna karena dapat memfasilitasi penyerapan air, peningkatan bulk,

dan meningkatkan motilitas usus, dapat membantu dan mencegah atau

mengurangi insiden konstipasi dnegan meningkatkan berat feses dan

memperpendek waktu transit feses dalam usus (Touhy & Jett, 2010).

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 31: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

19

Universitas Indonesia

Lansia seharusnya mengkonsumsi serat 20-35 gram perhari untuk menjaga fungsi

normal defekasi (Folden, 2002). Individu seharusnya dapat mengkonsumsi serat

dari berbagai sumber, seperti buah, sayur, kacang-kacangan, polong-polongan dan

padi-padian. Beberapa jenis makanan yang berserat jika dioalah dapat menjadi

laksatif alami yang memiliki manfaat untuk mencegah konstipasi dan dapat

digunakan di rumah maupun di institusi. Contoh resep laksatif alami yang dapat

dibuat berasal dari kurma, prune, buah ara dan kurma. Kemudian semua buah di

hancurkan dan di campur menjadi satu lalu dapat disimpan dalam kulkas.

Kemudian dapat langsung di minum atau ditambahkan beberapa buah kering.

Laksatif alami ini dapat menjadi alternative laksatif tanpa menggunakan bahan

kimia sehingga lebih sehat bagi tubuh (Ebersole, 2009).

Masukan cairan yang adekuat juga sangat penting. Memonitor secara regular

masukan cairan sangat direkomendasikan bagi lansia, Jumlah cairan yang

dibutuhkan oleh lansia dengan berat badan lebih dari 65 kg adalah 30ml/kg BB.

Minimim air adalah 1500-2500 ml air sehari dibutuhkan untuk mengganti

kehilangan ar melalui urin, feses atau keringan (Weinberg & Minaker 1996 dalam

Folden, 2002).

Intervensi lain yang dapat dilakukan adalah merubah lingkungan dan

memposisikan klien. Melatih posisi jongkok atau duduk, pada lansia yang dapat

melakukannya dapat memfasillitasi fungsi defekasi. Posisi yang hampir mirip

didapatkan dengan mencondongkan badan ke depan dan menggunakan tekanan

yang kuat pada abdomen bagian bawah atau meletakkan kaki pada bangku. Selain

itu, massase abdomen dapat menstimulasi defekasi (Touhy & Jett, 2010). Massase

abdomen dan latihan peningkatan tekanan pada abdomen dapat mencegah

konstipasi karena dapat menstimulasi usus untuk meningkatkan peristaltik

sehingga dapat mempercepat gerakan makanan dan cairan melewati usus dengan

lancar (Fawlkes, 2012).

Exercise atau latihan adalah intervensi yang dapat menstimulasi motilias usus dan

evakuasi saat defekasi. Exercise diyakini dapat mempercepat waktu transit feses

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 32: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

20

Universitas Indonesia

saat melewati sistem gastrointestinal sehingga dapat mempercepat evakuasi

(Meshkinpour 1998 dalam Folden 2002). Penurunan kekuatan otot sebagai hasil

dari penurunan aktivitas dapat mempengaruhi kekuatan otot abdomen dan pelvis

saat melakukan evakuasi. Oleh karena itu, dibutuhkan latihan yang dapat

meningkatkan kekuatan otot khususnya otot abdomen dan pelvis yang berperan

dalam proses defekasi. Tipe latihan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan

fungsi defekasi seperti berjalan, tilt pelvic, mengangkat kaki, menarik abdomen

dan bersepeda ststis atau mengayuh sepeda (Folden, 2002).

Latihan yang dapat dilakukan berupa berjalan selama 20 sampai 30 menit

khususnya setelah makan sangat membantu untuk mencegah konstipasi. Latihan

memiringkan pelvis dan ROM baik pasif maupun aktif adalah latihan yang dapat

dilakukan bagi lansia yang mengalami penurunan aktivitas atau bedrest (Touhy &

Jett, 2010). Latihan lain yang dapat dilakukan berupa gerakan mengayuh sepeda.

Griffin (2010) menjelaskan bahwa latihan 30 hingga 60 menit latihan mengayuh

sepeda 3 sampai 4 kali dalam seminggu efektif sebagai perawatan untuk

mencegah konstipasi. Selain itu, Ramus (2011) menyebutkan bahwa salah satu

latihan yang dapat menguatkan otot pelvis adalah dengan bermain sepeda statis.

Bersepeda statis menyebabkan adanya pergerakan tubuh bagian bawah.

Pergerakan tubuh bagian bawah selama bersepeda menyebabkan evakuasi secara

tepat saat defekasi dan secara umum hal ini dapat mencegah konstipasi.

Latihan mengayuh sepeda dapat dilakukan dengan menggunakan sepeda statis.

Latihan ini dapat dilakukan dengan cara atur sadel sepeda dengan naikkan atau

rendahkan tempat duduk sehingga posisi kaki hampir lurus saat berada di bawah,

pastikan pedal kuat saat digunakan untuk mengayuh, ketika sudah siap kayuh

sepeda kedepan dan kebelakang, lakukan sesuai dengan kemampuan jangan

terlalu cepat atau lambat, jika memungkinkan tambahkan secara perlahan

kekuatan pada mesin sepeda. Saat melakukan latihan mengayuh sepeda

pandangan lurus ke depan dengan posisi badan tegap dan tidak terlalu

membungkuk (OASIS, 2010).

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 33: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

21

Universitas Indonesia

Intervensi lain yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan farmakologi

atau obat-obatan. Ketika perubahan diet dan gaya hidup tidak efektif, maka

penggunaan laksatif dapat dianjurkan. Intervensi farmakologi dimulai dengan

mengkaji dan mengevaluasi keluhan seseorang terhadap konstipasi. Obat-obatan

yang dapat digunakan diklasifikasikan berdasarkan kerjanya berupa obat bulking

agents atau penggembur, pelunak tinja, laksatif osmotic, laksatif stimulant dan

laksatif salin (Touhy & Jett, 2010).

2.5 Pelayanan Perawatan Kesehatan Untuk Lansia

Model pelayanan perawatan kesehatan lansia berkembang seiring berjalannya

waktu. Terdapat berbagai jenis model pelayanan perawatan kesehatan untuk

lansia tergantung dari tingkat kebutuhan yang diperlukan oleh lansia. Bentuk dari

pelayanan perawatan kesehatan lansia ini dapat berupa institusional maupun

pelayanan yang berdiri berdasarkan komunitas atau community based long-term

care.

Menurut Arenson (2009) community based long-term care merupakan pelayanan

untuk individu yang mengalami kehilangan kemampuan perawatan diri akibat

sakit kronik berupa fisik, kognitif atau gangguan emosional yang mencakup

kesatuan secara luas baik medis maupun non medis, preventif, terapeutik,

rehabilitasi, personal, social, supportive dan paliatif di semua keadaan atau

setting. Jenis community based long-term care ini dapat didukung dengan

pelayanan di rumah maupun pelayanan yang mengharuskan lansia berpindah

tempat tinggal. Sementara jenis pelayanan institusional dapat mencakup nursing

home, long term care, hospice, respite service. Beberapa jenis pelayanan

perawatan kesehatan lansia dapat berupa:

1. Nursing Home

Nursing home direncanakan untuk memberikan layanan keperawatan

perumahan bagi lansia yang bukan di rumah sakit dan tidak bisa di rawat lagi

di rumah dan yang membutuhkan sejumlah perawatan medis/ keperawatan

(Liu, 1997). Sebuah nursing home harus telah mendapat ijin dari pemerintah

pusat dan harus bersertifikat sebagai pelayanan medis atau pertolongan medis.

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 34: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

22

Universitas Indonesia

Selain itu nursing home membutuhkan pengawasan yang berkelanjutan dari

registered nurse atau licensed practical nurse. Perawatan medis dan

pelayanan keperawatan di nursing home harus menyediakan perawatan

holistik, pelayanan konsultasi medis, terapi rehabilitasi fisik dan terapi

okupasi. Nursing home menyediakan banyak pelayanan perawatan kesehatan

seperti yang disediakan oleh acute care setting yang berbeda adalah jika

nursing home berbentuk tempat tinggal atau kediaman (Miller, 2012).

Adapun standar untuk berdirinya sebuah nursing home berdasarkan CANHR

(California Advocates For Nursing Home Reform) tahun 2008 meliputi

nursing home seharusnya menyediakan akomodasi yang dibutuhkan oleh

lansia, seperti jika terdapat perbedaan bahasa antara lansia dan petugas maka

disediakan seorang interpretasi bahasa untuk memastikan adanya komunikasi

yang adekuat, nursing homes harus memiliki tenaga perawat dan pekerja

lainnya yang cukup untuk masing-masing residen di setiap waktu, seperti di

California dibutuhkan fasilitas skilled nursing minimal 3,2 jam dari perawatan

per hari per residen. Nursing home seharusnya menetapkan rencana

keperawatan untuk masing-masing residen secara komperehensif yang

dibutuhkan. Nursing home seharusnya menyediakan masing-masing residen

makanan yang lezat, bernutrisi seimbang dengan menu diet yang dibutuhkan

lansia dan harusnya mencatat setiap perubahan nutrisi yang terjadi pada lansia.

Selain itu, nursing home juga harus memiliki pengorganisasian terhadap

program pengontrolan infeksi untuk mencegah penyakit dan infeksi yang

menyebar dan berkembang, sperti skrining residen dan pegawai dari TBC,

menginvestigasi, mengontrol dan mencegah infeksi di fasilitas, membersihkan

area yang terkontaminasi dengan desinfektan, tetap mencatat kejadian infeksi

dan melakukan perubahan. Nursing home harus tetap memperhatikan prinsip 6

benar yaitu obat, pasien, dosis, rute, waktu dan dokumentasi agar tidak terjadi

medikasi eror. Nursing home harus menyediakan perawatan personal, seperti

mandi, berpakaian, makan dan kebutuhan lainnya. Selain itu juga harus

didukung oleh adanya pelayanan dokter untuk mensupervisi masing-masing

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 35: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

23

Universitas Indonesia

residen, adanya terpais, pelayanan spesial seperti injeksi, perawatan kaki, IV

fluids dan adanya program untuk mencegah adanya masalah kulit dan risiko

jatuh pada residen.

2. Home care

Home care service merupakan pelayanan kesehatan dasar yang diberikan oleh

agen perawatan yang didukung perusahaan asuransi kesehatan, serta memiliki

kualifikasi tertentu yang diberikan di rumah. Home care service meliputi

asuhan keperawatan, kerja sosial, terapi wicara, terapi fisik, terapi saat kerja,

konseling nutrisi, dan pelayaan alat-alat kesehatan (Miller, 1995; Stanley,

Blair & Beare, 2005). Perawat perlu mengenal standar perawatan kesehatan di

rumah dalam memberikan pelayanan home care service seperti standar praktik

kesehatan dan perawatan di rumah. Layanan kesehatan rumah bagi lansia

tergantung dari kebutuhan lansia. Semua bentuk asuhan keperawatan dapat

diberikan dalam bentuk perawatan kesehatan di rumah (Stanley, Blair &

Beare, 2005).

3. Adult day care

Adult day care adalah bentuk pelayanan yang diberikan kepada lansia yang

mendiri dan partisipan yang mengikuti adult day care tidak harus secara 24

jam tinggal di institusional (Arenson, 2009). Fasilitas tambahan yang ada di

masyarakat dapat diterima oleh lansia adalah adult day care centers. Adult day

care mempunyai dua tingkat, yakni social day care dan adult day health.

Dalam adult day health, tingkat asuhan keperawatan yang disediakan

bergantung kepada sumber daya yang dimiliki. Perawatan didasarkan atas

program medis dan rencana asuhan keperawatan. Beberapa pelayanan

perawatan yang sering disediakan untuk lansia adalah pemberian obat-obatan,

pengobatan dan pemberian hormone insulin, perawatan luka, mandi,

pengkajian kardiopulmonal dan latihan ROM (Stanley, Blair & Beare, 2005).

Menurut Miller (2012) tujuan dari adult day care adalah untuk

mempertahankan atau merubah kemampuan lansia secara fungsional dari

gangguan yang dialami dan mencegah kebutuhan lansia akan perawatan

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 36: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

24

Universitas Indonesia

institusional dan meningkatkan kualitas hidup selama lansia mengalami

gangguan.

4. Respite Service

Respite service adalah layanan kesehatan yang dapat disediakan di rumah, di

komunitas atau di institusi akan tetapi dengan menyediakan seseorang yang

tinggal di dalam rumah dan memberikan perawatan untuk diajarkan kepada

anggota keluarga (Miller, 1995). Respite service bertujuan untuk mengurangi

stress dan mengubah kesejahteraan caregiver secara periodik dari tanggung

jawab dan kebiasaan mereka dalam merawat lansia (Miller, 2012). Bentuk

respite service ini ada di dalam adult day care, day hospital dan nursing home

care (Miller, 1995).

5. Residential Care Facilities (RCFs)

Residential Care Facilities menurut Arenson (2009) awalnya didesain untuk

melayani lansia dengan kebutuhan yang tidak kompleks dan beberapa tidak

membutuhkan kebutuhan medis. Namun, karena adanya efek dari berdirinya

nursing home RCFs saat ini juga menyediakan pelayanan untuk lansia dengan

masalah yang kompleks, ketidakstabilan mental dan fisik dan kasus khusus

seperti demensia . Assisted living facilities (ALFs) dan adult board and care

homes adalah contoh dari RCFs (Arenson, 2009).

Menurut Arenson, (2009) ALFs awalnya berdiri di desain untuk pelayanan

yang membutuhkan perawatan intermediet bagi lansia. ALFs dapat

menawarkan rumah untuk individu, rumah kota, apartemen yang sering

menggabungkan keutamaan ketidakmampuan dan tekhnologi. Secara

tradisional ALFs menyediakan makanan, special diet, house keeping, rekreasi,

sosial, aktivitas edukasi, transportasi, pertolongan emergensi dan hanya

bantuan ADL dan personal care untuk lansia yang memiliki keterbatasan.

Assisted Living Association of America menggambarkan bahwa ALFs

merupakan suatu kombinasi khusus perumahan dan pelayanan kesehatan

secara personal yang dirancang untuk berespons terhadap kebutuhan individu

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 37: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

25

Universitas Indonesia

yang memerlukan bantuan aktivitas kehidupan sehari-hari. Perawatan

diberikan dengan cara meningkatkan kemandirian maksimum dan martabat

untuk setiap penghuninya dan melibatkan keluarga, tatangga dan teman-

temannya (Just 1995 dalam Stanley 2006).

ALFs tersedia selama 24 jam, pelayanan kesehatan, ADL, social, rekreasi,

makanan, pemberish rumah, londry dan transportasi. Selain itu senior living di

ALFs biasanya mandiri namun belum ada pedoman khas dan ALFs tidak

mencakup perawatan pengobatan dan ansuransi namun hal ini kembali lagi

kepada bijakan masing-masing negara (Arenson, 2009). Sementara adult

board care home didesain untuk melayani lansia yang membutuhkan

supervise dan beberapa bantuan untuk personal care namun sedikit perawatan

medis. Lansia tinggal dengan privasi yang tinggi dan sering sebagai rumah

pribadi atau keluarga. Dalam pelayanannya adult board care home

menyediakan pelayana dasar rumah, makanan, asisten, pembantu custodial

(mencakup orang yang mengingatkan untuk minum obat, laundry,

housekeeping dan transportasi) dan supervisi (Arenson, 2009).

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 38: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

26 Universitas Indonesia

BAB 3

LAPORAN KASUS KLIEN UTAMA

3.1 Pengkajian

Bpk B (78 tahun) beragama Islam masuk ke STW karena keinginan sendiri dan

mendapat dukungan dari keluarga baik dari mantan istri atau anak-anaknya.

Alasan Residen karena jika berada di STW akan lebih ada yang memperhatikan

kesehatan dan kebutuhan sehari-hari residen setelah residen bercerai dengan

istrinya dan kedua anaknya yang sibuk dengan keluarga dan pekerjaannya

masing-masing. Residen merasa ingin tinggal sendri agar tidak merepotkan

keluarga dan dapat menemukan ketenangan dan kebahagiaan di masa tuanya.

3.1.1 Riwayat Kesehatan

Residen mengatakan tidak pernah memiliki riwayat penyakit berat, semua hasil

pemeriksaan sebelum masuk ke STW dinyatakan normal. Namun selama 4 tahun

berada di STW residen telah 3 kali jatuh di kamar mandi. Saat dilakukan

pengkajian pada tanggal 9 Mei 2013 residen sedang batuk dan terdapat dahak,

tetapi residen mengatakan tidak ada sesak dan mampu serta tidak kesulitan untuk

mengeluarkan dahaknya. Selain batuk saat pengkajian residen mengeluhkan sulit

buang air besar, BAB terakhir pada hari senin tanggal 6 Mei 2013. Sebelumnya

residen menceritakan bahwa dirinya pernah mengalami kesulitan BAB dan saat

BAB harus mengejan hingga 1 jam dan berakibat pusing serta sakit kepala. Jika

sudah 4-5 hari residen tidak BAB, residen akan meminta obat laxadine kepada

perawat. Selama pengkajian selama 1 minggu residen BAB sebanyak 1 kali yaitu

setelah hari senin tanggal 6 Mei residen BAB kembali pada tanggal 12 Mei 2013.

BAB sedikit keras sehingga terkadang perlu usaha mengejan. Untuk BAK residen

mengatakan sering, sehari BAK dapat 8 kali atau lebih, jika malam BAK

terkadang bisa 3-4 kali sehingga mengganggu tidur residen.

Berdasarkan status kesehatan residen di wisma, residen memiliki riwayat penyakit

gastritis kronik, konstipasi, BPH dan Parkinson. Saat ini residen mengkonsumsi

obat THP, Harnal dan CTM. Residen mengatakan tidak memiliki penyakit

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 39: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

27

Universitas Indonesia

keturunan ataupun penyakit menular. Kedua orang tua residen sudah meninggal,

ayah dari residen meninggal karena masalah jantung dan ibu residen meninggal

karena faktor usia.

3.1.2 Kebiasaan Sehari-hari

Kebutuhan biologis residen terpenuhi saat berada di STW. Pola makan Residen

baik. Residen mengatakan makan sehari 3 kali sesuai dari jadwal yang diberikan

STW. Residen selalu menghabiskan makanan yang diberikan oleh STW. Residen

masih dapat makan secara mandiri tanpa di bantu. Residen tidak memilih-milih

makanan yang diberikan sehingga apapun makanan yang diberikan akan selalu

dihabiskan. Selain itu, residen jarang pergi keluar untuk membeli makanan diluar.

Menu yang diberikan oleh sasana biasanya di pagi hari nasi dengan lauk seperti

tahu/tempe dan sayur, jika di siang hari nasi, ikan atau ayam, sayur dan buah, dan

pada malam hari nasi, lauk dan sayur dan menu serta porsi sudah disesuaikan oleh

kebutuhan lansia yang ada di sasana sehingga residen juga selalu menghabiskan

makanan yang diberikan. Residen juga selalu menghabiskan snack yang didapat

dari STW.

Pola minum residen baik, residen selalu minum air putih dan tidak minum kopi

atau teh. Residen mengatakan dalam sehari maksimal 5 gelas besar air putih, atau

kurang lebih 2000cc air putih. Hal ini juga terlihat di kamar residen tidak terlihat

adanya kopi, teh atau susu. Residen mengatakan jika minum banyak maka pada

malam hari akan sering buang air kecil dan mengganggu tidur residen pada malam

hari.

Pada malam hari residen mengatakan tidur biasanya dari jam 22.00-04.00 Namun,

saat dilakukan pengkajian pada hari senin tanggal 13 Mei 2013 residen

mengeluhkan sulit tidur sudah sejak hari Jum’at yaitu tanggal 10 Mei 2013 dan

memang beberapa waktu kebelakangan mengalami kesulitan tidur. Residen

mengeluhkan sulit tidur pada malam hari karena BAK 3- 4 kali dan sulit untuk

tertidur kembali sehingga pada pagi hari mengeluhkan pusing dan ngantuk.

Residen merasa tidurnya tidak berkualitas sehingga merasa ngantuk dan lemas

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 40: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

28

Universitas Indonesia

sehingga terkadang tidak bersemangat untuk mengikuti kegiatan di pagi hari. Oleh

karena hal ini, terkadang di pagi hari residen meminta waktu untuk tidur jika

pusing yang dirasakan sudah benar-benar mengganggu. Selain itu, nampaknya

residen sedang memikirkan sesuatu sehingga sulit untuk tidur. Residen juga

mengatakan tidur jika hanya 1 jam tidak merasa seperti tidur karena bangun masih

pusing dan ini sudah dialami kurang lebih 7 malam. Residen mengatakan ingin

memiliki tidur yang nyenyak dan tidak pusing ketika bangun. Pada siang hari

residen nampak mengantuk namun terkadang berusaha untuk tidak tidur agar

malam hari bisa nyenyak tidur namun tidak berhasil.

Sehari-hari residen lebih banyak menghabiskan waktu untuk duduk-duduk dan

berbincang-bincang dengan mahasiswa atau residen lain di depan kamarnya agar

tidak bosan. Residen tidak memiliki caregiver, sehingga untuk aktivitas mandi,

makan, berpakaian dapat dilakukan sendiri, namun untuk mencuci dan menjaga

kebersihan kamar dilakukan oleh petugas panti. Residen jarang mengikuti

kegiatan yang diadakan oleh pihak panti, seperti senam, main angklung karena

pada pagi hari biasanya pusing namun pengajian residen sering melakukannya.

Jika pada malam hari residen melakukan aktivitas seperti menonton TV. Residen

terlihat berjalan di seret Residen mengatakan hal ini karena residen merasa takut

jatuh, residen memiliki walker namun residen mengatakan tidak ingin

menggunakannya karena residen merasa malu dan merasa masih kuat sehingga

lebih memilih untuk jalan di seret. Aktivitas residen kurang, karena sebagian besar

aktivitas dilakukan duduk dan residen jarang untuk berjalan-jalan. Jika bosan

biasanya residen menonton TV atau membaca koran.

Untuk pelaksanaan ibadah, residen sering mengikuti pengajian yang ada di wisma

bungur. Residen mengatakan sholatnya masih bolong-bolong, terkadang residen

sering lupa sholat dzuhur. Residen sholat di dalam kamar dan tidak pernah pergi

ke mushola. Residen meyakini bahwa dirinya merasa sehat, tidak ada yang sakit

dan selalu merasa bersyukur kepada Allah karena masih diberi kesehatan hingga

usianya yang sekarang.

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 41: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

29

Universitas Indonesia

Keadaan psikologis residen jika dilihat dari keadaan emosi residen relatif stabil

dan tenang, namun terkadang jika residen merasa ada sesuatu yang tidak cocok

dengan dirinya residen akan sedikit berbicara lebih keras namun tidak sampai

marah-marah. Saat dilakukan pengkajian Geriatric Depression Scale sepertinya

residen menyimpan masalah terkait keluarganya namun residen belum mau untuk

bercerita dan residen selalu memikirkan masalah tersebut sehingga mengganggu

tidurnya. Hasil pemeriksaan GDS residen menunjukkan bahwa Residen

mengalami depresi ringan dengan nilai 14.

Hubungan sosial residen di STW cukup baik. Residen mengatakan keluarga, anak

maupun mantan istri mendukung residen untuk tinggal di sasana karena akan lebih

ada yang memperhatikan baik masalah kesehatan maupun kebutuhan residen jika

berada di sasana. Residen mengatakan hubungan dengan anak-anak, cucu dan

istrinya baik-baik saja. Sebulan sekali terkadang anak dan cucu residen

menjenguk dan jika hari raya residen dijemput untuk merayakan hari raya

bersama. Untuk hubungan dengan orang lain pun residen tidak memiliki masalah

semua berteman baik. Residen nampak ramah kepada semua orang jika bertemu

dengan orang residen akan menegur sapa dan memanggil namanya. Residen juga

terlihat suka berbincang dengan siapa saja dan tidak ada opa atau oma lain yang

menjauhi atau bercerita buruk tentang residen.

3.1.3 Pemeriksaan Fisik

Dari hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan pada tanggal 9 Mei 2013 didapatkan

hasil keadaan umum residen baik, dengan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital

yakni Tekanan Darah 130/80 mmHg, Nadi 64 x/menit, Pernapasan 22 x/menit,

Suhi 36oC. Hasil pengukuran BB yaitu 61 kg dengan TB sekitar 165 cm. Status

gizi normal.

Hasil pemeriksaan fisik didapatkan pada bagian kepala dan leher nampak normal,

tidak terdapat lesi, keadaan rambut bersih, tipis, beruban, tidak mudah dicabut,

rambut lurus pendek, dan terdistribusi rata. Pada leher juga normal tidak ada

pembesaran kelenjar getah bening atau vena jugularis. Pada kondisi mata normal,

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 42: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

30

Universitas Indonesia

tidak anemeis dan tidak ikterik, namun nampak keruh. Residen mengatakan

pernah dilakukan operasi katarak pada salah satu matanya. Saat ini penglihatan

Residen baik.

Kadaan indra lainnya juga tidak mengalami masalah. Pada telinga nampak bersih,

tidak terdapat pengeluaran cairan berlebih dan pendengaran baik. Pada hidung

tidak nampak adanya sekret, dan tidak ada polip. Pada mulut nampak banyak gigi

yang sudah tanggal, namun lesi dan sariawan tidak ada, mukosa lembab dan gigi

bersih.

Pada pemeriksaan postur, bahu Residen nampak tidak simetris, pemeriksaan dada

secara umum baik, saat diinspeksi pergerakan dinding dada simetris, tidak ada

kelainan bentuk dada. Saat diauskultasi terdengar suara bunyi jantung normal S1

dan S2. Residen mengatakan tidak ada keluhan walau Residen sedang batuk.

Suara napas nampak ada ronkhi, wheezing tidak ada.

Pada pemeriksaaan abdomen, saat diinspeksi terlihat membuncit, umbilicus

bersih, saat di auskultasi terdengar suara bising usus menurun yaitu 1x/menit. Saat

diperkusi suara dullness dan residen mengatakan sedikit nyeri. Abdomen teraba

keras khususnya pada kuadran 4, tidak ada pembesaran hepar. Saat dilakukan

pengkajian pada ekstremitas terlihat residen berjalan dnegan diseret, kulit tidak

pucat capillary refill time kurang dari 2 detik. Kekuatan otot pada eksremitas atas

baik, hasilnya ହହହହ ହହହହସହହହ ହହହସ

.

3.2 Analisa Data

Berdasarkan data pengkajian masalah keperawatan yang diangkat pada residen

adalah konstipasi, gangguan pola tidur dan risiko jatuh. Masalah keperawatan

diangkat berdasarkan data pengkajian yang difokuskan dan disesuaikan dengan

batasan karakteristik yang terdapat pada diagnosa NANDA. Masalah konstipasi

diangkat karena berdasarkan data subjektif residen mengeluhkan sulit BAB, BAB

tidak teratur, sudah 3 hari residen tidak BAB. Residen mengatakan sering

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 43: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

31

Universitas Indonesia

mengalami masalah kesulitan BAB sehingga biasanya jika sudah 4-5 hari tidak

BAB residen akan minta obat laksadine kepada perawat. Residen mengatakan

BAB sedikit keras sehingga terkadang harus mengejan untuk dapat BAB. Residen

mengatakan sehari minum kurang lebih 2000 ml air putih. Sementara data objektif

yang mendukung yakni, saat diinspeksi abdomen terlihat membuncit saat

dipalpasi teraba keras, saat diauskulatsi adanya penurunan bising usus yakni

1x/menit. Residen juga terlihat aktivitas berkurang, jalan diseret dan residen

mengkonsumsi oba golongan antikolinergik yaitu THP yang merupakan salah satu

obat faktor risiko penyebab konstipasi.

Pada masalah gangguan pola tidur data subjektif yang mendukung berupa sudah 5

malam residen mengatakan sulit tidur, merasa tidurnya tidak berkualitas sehingga

pada pagi hari merasa pusing dan lemas. Residen mengatakan malam sulit tidur

karena banyak buang air kecil yaitu 3-4 kali dan sulit untuk tertidur kembali.

Sementara data objektif memperlihatkan pada siang hari residen nampak

mengantuk, mata memerah dan sempat dilakukan pemeriksaan tekanan darah

pada tanggal 14 Mei 2013 Tekanan Darah Residen menurun yaitu 90/60 mmHg.

Untuk masalah risiko jatuh data subjektf yang mendukung berupa pernyataan

residen yang mengatakan selama 4 tahun tinggal di STW sudah 3 kali jatuh di

kamar mandi. Residen juga mengatakan dirinya takut jatuh sehingga jalan di seret

dan Residen sering mengeluhkan pusing. Sementara data objektif yang

mendukung adalah residen jalan terlihat di seret, residen tidak menggunakan alat

bantu jalan, Hasil pemeriksaan FMS 75, yaitu berisiko jatuh tinggi, Hasil

pemeriksaan BBT 40 dimana seharusnya Residen sudah menggunakan alat bantu

jalan tongkat, kruk atau walker namun Residen tidak ingin menggunakannya.

Selain itu, berdasarkan keterangan di status kesehatan residen, pada bulan

Februari 2013 residen pernah jatuh di kamar mandi.

3.3 Rencana Asuhan Keperawatan

Rencana asuhan keperawatan disusun berdasarkan diagnosa keperawatan yang

ada pada residen yaitu konstipasi, gangguuan pola tidur dan risiko jatuh. Pada

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 44: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

32

Universitas Indonesia

diagnosa konstipasi rencana asuhan keperawatan yang disusun memiliki tujuan

yaitu setelah diberikan asuhan keperawatan selama 4 hari masalah konstipasi

dapat teratasi dengan kriteria hasil klien akan mengatakan pola BABnya teratur 1-

2 hari sekali, BAB tidak sulit, tidak perlu mengedan, feses tidak keras, dan

menunjukkan adanya abdomen yang datar, lemas tidak teraba massa dan adanya

peningkatan bising usus.

Rencana intervensi yang akan dilakukan untuk menyelesaikan masalah konstipasi

berupa kaji pola kebiasaan BAB rutin klien agar dapat memberikan informasi

akurat kepada perawat tentang adanya perubahan status eliminasi fekal klien, kaji

obat-obatan yang dikonsumsi klien untuk mengetahui apakah obat yang

dikonsumsi merupakan jenis obat yang menjadi faktor risiko konstipasi, jelaskan

kepada klien terkait konstipasi agar pengetahuan klien meningkat dan menyadari

masalah kesehatan yang sedang dialami. Selanjutnya motivasi klien untuk

meningkatkan asupan cairan dan intake serat agar meningkatkan peristaltik usus

dan lancar mengeluarkan feses, ajarkan dan motivasi klien untuk melakukan

latihan rentang gerak, ikut senam dan merubah posisi saat tidur miring kiri dan

kanan. Hal ini dapat meningkatkan peristaltik dan mencegah konstipasi.

Intervensi selanjutnya adalah ajarkan dan latih klien untuk gerakan mengayuh

sepeda atau latihan sepeda statis secara rutin selama 10-30 menit setiap hari agar

dapat membantu sistem pencernaan untuk mengeluarkan feses dan meningkatkan

peristalik usus. Ajarkan dan latih pijat I Love U yang dapat membantu untuk

melunakkan otot-otot abdomen, Selain itu, kepada klien juga dijelaskan tentang

mengedan saat BAB agar dihindari karena dapat menyebabkan bradikardi.

Intervensi kolaborasi yang dapat dilakukan adalah kolaborasi dengan dokter untuk

pemberian laksatif jika masalah konstipasi belum teratasi karena laksatif dapat

membantu mengeluarkan feses dan merangsang peristaltik usus.

Masalah keperawatan kedua yang ditetapkan pada klien adalah gangguan pola

tidur. Rencana asuhan keperawatan gangguan pola tidur pada klien disusun

dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama satu minggu

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 45: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

33

Universitas Indonesia

diharapkan masalah gangguan pola tidur pada klien dapat teratasi dengan kriteria

hasil klien dapat mengidentifikasi tindakan yang dapat meningkatkan tidur,

menunjukkan kesejahteraan fisik dan psikologis, peningkatan jumlah tidur, segar

setelah tidur dan terbangun di waktu yang sesuai.

Rencana intervensi untuk mengatasi masalah gangguan pola tidur dapat berupa

anjurkan klien untuk menghindari makanan dan minuman saat akan tidur yang

dapat mengganggu tidur karena kemungkinan akan terbangun di malam hari ingin

BAK/BAB, ciptakan lingkungan yang tenang dan minimalkan gangguan agar

dapat memberikan rasa tenang dan rileks saat akan tidur. Kemudian bantu klien

untuk mengidentifikasi faktor yang mungkin menyebabkan kurang tidur seperti

ansietas, depresi atau masalah yang belum terselesaikan karena akan berpegaruh

pada pola tidur lansia, anjurkan klien untuk mandi dengan air hangat saat sore hari

agar dapat melancarkan aliran darah dan memberikan efek rileks pada klien.

Intervensi berikutnya berupa bantu klien untuk membatasi agar tidak tidur di siang

hari dengan memberikan aktivitas atau kegiatan yang membuat klien tetap terjaga.

Hal ini dilakukan untuk menghindari sulit tidur pada malam hari akibat jumlah

tidur di siang hari yang berlebih. Selanjutnya intervensi yang dapat dilakukan

berupa berikan atau lakukan tindakan kenyamanan seperti masase, pergerakan

otot progresif, pengaturan posisi dan sentuhan afektif agar dapat mengurangi rasa

tegang dan kaku pada klien sehingga dapat meningkatkan kenyaman. Intervensi

yang terakhir yaitu jelaskan kepada klien bahwa peubahan pola tidur yang terjadi

pada lansia seiring penuaan adalah normal sehingga dapat memberikan informasi

pola tidur normal lansia dan dapat membandingkan pola tidur normal dan tidak

normal pada lansia.

Masalah keperawatan yang ada pada klien selanjutnya adalah risiko jatuh.

Rencana asuhan keperawatan risiko jatuh disusun dengan tujuan setelah dilakukan

tindakan keperawatan selama 7 hari pada klien tidak terjadi jatuh dengan kriteria

hasil klien mampu mempertahankan mobilitas fisik pada tingkat yang optimal,

menyatakan keinginan untuk berpartisipasi dalam aktivitas, mempertahankan atau

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 46: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

34

Universitas Indonesia

meningkatkan kekuatan dan fungsi yang sakit serta menunjukkan perialku untuk

melakukan aktivitas.

Intervensi yang dapat dilakukan pada masalah keperawatan risiko jatuh dapat

berupa pantau keadaan umum dan TTV klien untuk mengetahui kondisi fisik

klien, kaji kekuatan otot lansia untuk mengetahui kekuatan otot yang ada pada

lansia untuk tindakan selanjutnya. Intervensi berikutnya lakukan penilaian risiko

jatuh pada klien dengan penilaian Fall Morse Scale (FMS) untuk megetahui risiko

jatuh pada lansia, kaji dan motivasi lansia untuk berpartisipasi pada aktivitas fisik

sesuai dengan kemampuan lansia agar dapat meningkatkan kekuatan otot lansia

dan mobilitas fisik, anjurkan lansia untuk melakukan periode istirahat diantara

aktivitas/kegiatan agar dapat mencegah kelelahan dan dapat mempertahankan

kekuatan otot dan sendi. Selanjutnya dapat berupa latih lansia untuk ROM baik

aktif maupun pasif untuk mempertahankan/ meningkatkan fungsi tendon,

kekuatan otot dan stamnia umum dan anjurkan klien untuk menggunakan alat

bantu jalan jika membutuhkan serta penggunaan alas kaki yang tidan licin untuk

keamanan klien.

Intervensi untuk menyelesaikan masalah risiko jatuh tidak hanya diberikan kepada

klien namun harus memodifikasi lingkungan agar dapat meningkatkan keamanan

bagi klien. Tindakan yang dapat dilakukan berupa atur letak barang yang mudah

dijangkau oleh klien, berikan peringatan pada tempat-tempat yang berbahaya serat

pengaturan tata letak kamar klien yang rapi agar tidak menyebabkan jatuh pada

klien.

3.4 Implementasi

Implementasi yang dilakukan kepada residen dilakukan untuk menyelesaikan

masalah keperawatan konstipasi, gangguan pola tidur dan risiko jatuh.

Implementasi untuk menyelesaikan masalah konstipasi dilakukan selama 2

minggu. Namun, setelah residen merasakan manfaat dari implementasi yang

dirasakan residen tetap latihan setiap hari selama 6 minggu. Pada tanggal 11 Mei

2013 residen di ajak untuk latihan mengayuh sepeda, awalnya residen menolak

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 47: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

35

Universitas Indonesia

namun setelah dijelaskan manfaat dan diajak untuk mencoba residen mau latihan

mengayuh sepeda dengan menggunakan sepeda statis hanya 15 menit. Residen

mengayuh sepeda dengan posisi tegak dan kepala menunduk ke bawah.

Pada tanggal 14 Mei 2013 residen dijelaskan terkait konstipasi, pengertian, tanda

dan gejala, komplikasi dan cara perawatan yang dapat dilakukan untuk mencegah

komplikasi dengan menggunakan media leaflet. Kemudian pada tanggal 15 Mei

2013 residen diajarkan dan diberikan pijat I Love U agar BAB lancar. Pijatan

diberikan secara berurutan mulai gerakan I dari kanan bawah ke atas lalu ke

samping kiri kemudian turun ke kiri bawah mengikuti anatomi kolon asenden,

transversum dan desenden. Latihan pijat I love U hanya diberikan pada residen 2

kali karena lebih nyaman dengan menggunakan latihan mengayuh sepeda dan

untuk lebih melihat manfaat dari latihan mengayuh sepeda.

Setelah dijelaskan pada tanggal 14 Mei 2013 residen mau untuk latihan mengayuh

sepeda setiap hari. Setiap hari sebelum dan sesudah melakukan latihan residen di

lakukan pengukuran TTV dan pemantauan keadaan umum residen. Residen

melakukan latihan mengayuh sepeda sehari sekali biasanya dilakukan selama 30

menit. Namun, pada awalnya residen hanya mampu 15 menit, lalu setiap hari

menambah waktu 5 menit sesuai kemampuan residen hingga residen kuat menjadi

30 menit. Latihan dilakukan terkadang siang atau sore hari. Residen secara

perlahan dan hati-hati saat menaiki sepeda. Setelah merasa nyaman residen mulai

mengayuh sepeda. Residen malakukan latihan mengayuh sepeda dengan posisi

tegak, kepala menghadap ke depan dan terkadang sambil menonton TV. Kaki

mengayuh sepeda dan kecepatan sesuai dengan kemampuan klien tidak terlalu

cepat dan tidak terlalu lambat. Posisi tangan lemas dan disesuaikan dengan

pegangan yang ada pada sepeda.

Selain itu, sebelumnya penulis juga mengkaji kebiasaan rutin BAB yang selama

ini residen lakukan dan mengkaji riwayat konstipasi sebelumnya yang pernah

dialami oleh residen. Perawat memantau pemberian obat residen yang sedang

dikonsumsi untuk mengetahui apakah obat yang sedang dikonsumsi merupakan

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 48: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

36

Universitas Indonesia

jenis obat yang memiliki faktor risiko terhadap konstipasi. Selanjutnya penulis

juga selalu memotivasi residen agar memakan sayur dan buah yang diberikan oleh

pihak sasana, residen juga diberikan reinforcement positif karena residen sudah

baik selalu minum air putih dan memotivasi agar tetap minum air putih yang

banyak, karena lansia cenderung mengalami risiko kekurangan cairan. Residen

juga diajarkan agar tidak mengedan saat BAB.

Implementasi yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah gangguan pola tidur

pada residen adalah melakukan masase punggung pada Residen. Namun, ternyata

setelah masasse punggung dilakukan sebanyak 3 kali ternyata residen langsung

tidur sehingga pada malam hari residen tidak bisa tidur karena sudah tidur pada

siang hari. Sehingga implementasi yang dilakukan berupa membatasi residen agar

tidak tidur di siang hari dengan mengajak residen beraktifitas saat siang hari yaitu

dengan bermain sepeda atau berbincang dengan mahasiswa. Di pagi hari residen

dimotivasi untuk mengikuti kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh STW seperti

senam dan angklung. Residen juga diajarkan tekhnik relaksasi berupa tekhnik

napas dalam. Residen dianjurkan untuk mandi dengan air hangat saat sore hari dan

memberikan reinforcement positif jika residen sudah beraktivitas pada siang hari

dan tidak tidur siang.

Selanjutnya, implementasi yang dilakukan adalah untuk menyelesaikan masalah

keperawatan risiko jatuh berupa memotivasi residen untuk berjalan tegap dan

tidak di seret saat berjalan. Residen diajarkan penggunaan alat bantu jalan berupa

walker setelah sebelumnya dilakukan pengkajian untuk mengetahui alasan residen

tidak ingin menggunakan walker. Residen juga dilatih balance exercise untuk

meningkatkan keseimbangan. Balance exercise yang diajarkan ke residen sampai

nomor 4. Residen merasa kesulitan saat melakukan latihan balance exercise.

Residen diajarkan untuk mengangkat kaki agar tidak di seret saat berjalan dan

berjalan dengan tegap serta pandangan lurus ke depan. Latihan berjalan tegap ini

selalu di motivasi saat residen ingin berjalan menuju ruang wijaya kusuma saat

ingin mengayuh sepeda atau jika residen menuju ruang pendopo atau dapur.

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 49: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

37

Universitas Indonesia

Selain itu, penulis selalu memotivasi residen untuk ikut kegiatan yang diadakan di

STW agar dapat meningkatkan kekuatan otot. Residen juga dilatih ROM secara

aktif pada bagian ekstremitas bawah dan atas untuk meningkatkan kekuatan otot.

Dengan adanya latihan yang diberikan kepada residen, residen semangat dan

menambah jadwal latihan pribadi yaitu fitness dengan angkat beban untuk

kekuatan otot ekstremitas atas.

Implementasi berupa peningkatan aktivitas dengan adanya jadwal rutin melalukan

gerakan mengayuh sepeda selain dapat menyelesaikan masalah konstipasi juga

dapat meningkatkan kekuatan otot pada ekstremitas bawah sehingga dapat

menyelesaikan masalah hambatan mobilitas fisik dan risiko jatuh. Selain itu,

aktivitas di siang hari juga dapat membatasi istirahat pada klien di siang hari

sehingga dapat menajadi salah satu implementasi dalam mengatasi masalah

gangguan pola tidur pada residen.

3.5 Evaluasi

Evaluasi dilakukan setiap hari oleh mahasiswa dengan mencatatnya di catatan

perkembangan klien setiap harinya. Hasil evaluasi terhadap implementasi latihan

gerakan mengayuh sepeda yang dilakukan residen selama mahasiswa praktik

residen mengatakan buang air besarnya menjadi lancar, tidak keras dan menjadi

lebih rutin yaitu setiap sehari sekali atau 2 hari sekali. Residen mengatakan

perutnya tidak sakit lagi setelah buang air besar lancar. Residen mengatakan

senang karena dapat memiliki kegiatan baru yang bermanfaat dan setiap latihan

mengayuh sepeda dapat bertemu dengan residen lainnya.

Hasil evaluasi secara objektif perut residen terlihat tidak membuncit kembali,

perut terlihat rata, adanya peningkatan suara bising usus yaitu 4-5x/menit, residen

juga terlihat lebih segar setelah melakukan gerakan mengayuh sepeda. Hasil

palpasi juga menunjukkan tidak teraba adanya massa feses di kuadran 4 setelah

residen dapat defekasi dengan lancar. Selain itu, residen sudah dapat memasukkan

jadwal latihan mengayuh sepeda menjadi kegiatan rutin sehingga tidak perlu

diingatkan maka residen akan bermain sepeda sendiri sesuai dengan jadwal.

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 50: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

38

Universitas Indonesia

Berdasarkan hasil evaluasi dapat dianalisa bahwa latihan mengayuh sepeda secara

rutin dapat meningkatkan kekuatan otot pelvis dan otot abdomen sehingga residen

dapat BAB secara rutin dan tidak ada keluhan kesulitan BAB. Selain itu, dengan

adanya peningkatan aktivitas juga dapat mengatasi masalah konstipasi pada

residen. Rencana tindak lanjut untuk mengatasi masalah konstipasi pada residen

adalah memotivasi dan memberikan reinforcement positif kepada residen untuk

melakukan latihan gerakan mengayuh sepeda setiap hari agar masalah konstipasi

tidak terulang. Selain itu, menyarankan residen jika memungkinkan untuk

membeli buah agar dapat meningkatkan serat yang dikonsumsi.

Evaluasi dari implementasi yang telah dilakukan untuk menyelesaikan masalah

gangguan pola tidur saat dilakukan massase punggung, residen mengatakan

merasa lebih nyaman dan langsung ngantuk setelah di berikan massase. Residen

mengatakan meskipun tidak tidur siang, malam sering terbangun pada malam hari

untuk BAK meskipun residen sudah membatasi asupan cairan sebelum tidur.

Residen mengatakan masih merasa pusing dan tidak bisa tidur di malam hari.

Secara objektif evaluasi yang didapat berupa hasil tekanan darah residen normal

cenderung rendah setiap harinya, yaitu 90-130/60-80 mmHg, residen sudah mulai

terlihat lebih rajin mengikuti kegiatan yang diadakan oleh STW. Mata residen

terkadang terlihat merah saat pagi hari dan terlihat lemas tak berdaya karena

malam tidak bisa tidur.

Berdasarkan hasil evaluasi, analisa yang didapat massase punggung dapat

membuat residen merasa kantuk dan ingin tertidur tetapi tidak dapat

menyelesaikan masalah gangguan pola tidur yang dialami lansia. Hal ini

dikarenakan pada malam hari residen tetap tidak bisa tidur karena pada siang hari

sudah tidur. Peningkatan aktivitas juga tidak dapat menyelesaikan masalah karena

terkadang residen tetap kantuk di siang hari dan tetap ingin tidur siang. Oleh

karena itu, rencana tindak lanjut yang diberikan berupa tetap memotivasi klien

untuk melakukan aktvitas di siang hari kepada residen, memberikan terapi

relaksasi di saat mau tidur agar residen dapat tidur di malam hari.

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 51: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

39

Universitas Indonesia

Evaluasi dari implementasi yang telah dilakukan terkait risiko jatuh data objektif

berupa tidak terjadinya kejadian jatuh pada residen, residen berjalan sudah

diangkat meski harus di motivasi, residen juga mampu melakukan latihan ROM

secara aktif. Sementara data subjektif didapatkan residen mengatakan

keseimbangan memang kurang, jalan degan kaki diangkat lebih enak namun takut

jatuh, tanda-tanda vital menunjukkan dalam keadaan baik.

Namun, residen masih jarang mengikuti kegiatan yang diadakan oleh STW

terlebih jika sedang pusing dan mengeluh malam tidak bisa tidur. Oleh karena itu

dibutuhkan motivasi untuk megajak residen mengikui kegiatan STW. Hasil

analisa di dapatkan peningkatan aktivitas dan latihan mengayuh sepeda dapat

meningkatkan kekuatan otot pada kaki dan latihan beban dapat meningkatkan

kekuatan otot tangan namun risiko jatuh pada residen tetap ada. Oleh karena itu,

sebagai rencana tindak lanjut yaitu memotivasi residen agar mengikuti kegiatan

yang diadakan dan latihan ROM. residen juga di sarankan untuk berjalan tegap

dan berusaha mencari pegangan saat berjalan agar tidak jatuh dan motivasi residen

untuk penggunaan alat bantu jalan.

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 52: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

40 Universitas Indonesia

BAB 4

ANALISA SITUASI

4.1 Profil Lahan Praktek

Adanya panti werdha di tengah perkotaan menjadi tepat sebagai salah satu

alternatif hunian yang menyenangkan bagi lansia yang ada diperkotaan. Hal ini

dikarenakan seiring berjalannya waktu telah terjadi perubahan pola hubungan

sosial, budaya dan ekonomi yang mempengaruhi gaya hidup dan hubungan

kekeluargaan terutama pada masyarakat perkotaan. Kecenderungan orang tua

hidup tidak bersama-sama dengan anaknya yang sudah berkeluarga semakin

banyak dijumpai pada lingkungan masyarakat kota, khususnya yang

perekonomiannya cukup baik.

Kehidupan di kota-kota besar menuntut kemandirian dan bentuk keluarga kecil

(nuclear family), sedangkan pola keluarga luas (extended family) dirasakan

semakin tidak sesuai dengan cara hidup masyarakat terutama di perkotaan.

Padahal kondisi fisik, sosial dan psikologis lansia membutuhkan layanan dalam

melaksanakan kegiatan sehari-hari, disamping kebutuhan untuk bersosialisasi

(Jafar, 2010). Oleh karena itu adanya keberaaan hunian bersama yang

menyediakan pelayanan dan kemudahan bagi para lansia sangat dibutuhkan

khususnya di perkotaan

Sasana Tresna Werdha (STW) Karya Bhakti Ria Pembangunan merupakan salah

satu hunian yang ada di wilayah perkotaan. STW ini berlokasi di Jln. Karya

Bhakti No. 2 Cibubur, Jakarta Timur dan merupakan STW yang bersifat swasta.

STW Karya Bhakti Ria Pembangunan ini dimiliki dan dikelola oleh Yayasan Ria

Pembangunan yang diprakarsai oleh Ibu Hj. Siti Hartinah Soeharto dan

diresmikan pada tanggal 14 Maret 1984. STW Karya Bhakti Ria Pembangunan

merupakan institusi yang bergerak di bidang pelayanan kesejahteraan khusus

kepada generasi lanjut usia.

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 53: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

41

Universitas Indonesia

STW ini memiliki slogan sebagai hunian pilihan lanjut usia masa kini. Melalui

slogan tersebut STW berharap para lansia yang ada di sana menyadari bahwa

menjadi tua patut disyukuri dan bahagia di hari tua merupakan pilihan hati.

Dengan demikian, lansia yang tinggal di STW tidak ada kesan menyesal,

keterpaksaan ataupun merasa terkucilkan.

STW ini merupakan hunian yang menggunakan sistem pelayanan perawatan

jangka panjang gabungan antara konsep nursing home, adult day care dan

resedntial care facilities (RCFs). Pada konsep RCFs STW ini memiliki ciri yang

sama dengan contoh dari RCFs yakni assisted living dimana terlihat bahwa di

STW ini sebagian besar dihuni oleh lansia yang masih mandiri, lansia tinggal di

kamar pribadi mereka masing-masing dan lansia berhak mengikuti kegiatan sesuai

minat dan kemampuan lansia. Lansia ditingkatkan kemandiriannya di STW ini

kecuali bagi lansia yang memerlukan bantuan. Hal ini juga terlihat dari

persyaratan bagi lansia yang ingin masuk ke dalam STW yang harus dipenuhi

berupa lansia yang ingin masuk berusia diatas 60 tahun, sehat jasmani maupun

rohani, mandiri, ingin tinggal di STW atas keinginan sendiri, memiliki

penanggung jawab keluarga dan yang terpenting adalah tidak ada paksaan.

Persyaratan tersebut menunjukkan bahwa STW ini bukan saja diperuntukkan bagi

lansia yang mengalami kemunduran fisik atau sakit namun juga bagi lansia yang

sehat jasmani dan mandiri.

STW sebagai hunian juga memiliki fasilitas dan pelayanan yang diberikan untuk

peningkatan derajat kesehatan lansia. Pelayanan yang diberikan oleh STW bagi

para lansia berupa konsultasi ahli/ dokter, asuhan keperawatan, fisioterapi,

farmasi, rujukan RS dan kegawatdaruratan serta pelayanan sosial dan pembinaan

mental spiritual sesuai keyakinan. Selain itu, terdapat kegiatan harian yang rutin

diadakan oleh STW berupa senam, kegiatan seni tradisional angklung, bernyanyi,

kegiatan keterampilan membuat anyaman atau menyulam, berkebun dan kegiatan

berbincang-bincang dengan beberapa tokoh atau instansi. Di STW ini lansia

dapat memanfaatkan hobi yang dapat dilakukan melakui kegiatan yang ada di

STW dan ada rekreasi bersama, adanya pelayanan harian lanjut usia melalui

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 54: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

42

Universitas Indonesia

pemeriksaan kesehatan harian berupa pemeriksaan tanda-tanda vital dan

pelayanan individu maupun kelompok sesuai kebutuhan lansia.

Sebagai hunian STW ini dilengkapi dengan sarana dan prasarana fasilitas hunian,

klinik werdha, fasilitas penunjang kesehatan lansia dan fasilitas lain yang

mendukung. Fasilitas hunian meliputi wisma Aster kapasitas 18 kamar VIP,

wisma bungur kapasitas 25 kamar, wisma cempaka kapasitas 26 kamar dan wisma

dahlia dengan kapasitas 8 kamar. Fasilitas klinik werdha yaitu wisma wijaya

kusuma dengan kapasitas 3 kamar VIP dan bangsal rawat inap dengan 15 tempat

tidur. Selain itu juga terdapat klinik kesehatan selama 24 jam di wisma wijaya

kusuma. Fasilitas penunjang pelayanan lansia antara lain wisma soka, mawar,

kamboja dan kenanga. Fasilitas lain yang mendukung bagi kehidupan lansia

antara lain dapur, ruang cuci, ruang serba guna, perpustakaan dan pendopo.

STW ini menggunakan konsep nursing home untuk sebagian wisma. Konsep

nursing home terlihat dari adanya fasilitas klinik yang menangani masalah medis

selama 24 jam penuh dan terlihat pada wisma wijaya kusuma. Dimana pada

wisma ini, sebagian besar lansia membutuhkan perhatian dan pengawasan oleh

perawat selama 24 jam penuh dan lansia yang berada di wisma ini sebagian besar

hidupnya memiliki ketergantungan kepada caregiver atau perawat dalam

pemenuhan kebutuhan sehari-hari karena memiliki kemunduran kemampuan fisik

akibat ketidakstabilan kondisi fisik maupun psikologis.

Perawatan medis dan keperawatan yang diberikan d wisma ini sudah sesuai

dengan konsep nursing home, namun mungkin perlu adanya pengorganisasian

terhadap program infeksi, pencegahan masalah kulit dan risiko jatuh pada klien.

Jika di STW ini menggunakan konsep nursing home seharusnya menyediakan

makanan sesuai diet yang dibutuhkan residen, namun dalam pelaksanaannya

semua residen mendapatkan menu yang sama. Selain itu, seharusnya dalam wisma

ini juga memiliki pengawasan dari perawat registered nurse atau licensed

practical nurse.

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 55: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

43

Universitas Indonesia

Konsep adult day care juga terlihat di STW ini dimana pada hari selasa, kamis

dan sabtu ada beberapa lansia yang datang ke STW untuk mengikuti kegiatan

yang diadakan STW sebagai pelayanan sosial dan kesehatan. Lansia ini tergabung

dalam suatu perkumpulan yang dikenal dengan istilah PHLU (Pelayanan Harian

Lanjut Usia), partisipan mendapatkan pelayanan sosial dan kesehatan berupa

kegiatan bersama dan pemeriksaan kesehatan di klinik.

Konsep RCFs juga terlihat di STW ini, mulai dari slogan yang dimiliki bahwa

STW ini adalah pilihan hunian masa kini menunjukkan bahwa STW merupakan

sebuah kediaman. Konsep ini terlihat pada beberapa wisma, yakni wisma

cempaka, dahlia dan bungur. Wisma Bungur adalah salah satu wisma di STW ini

yang menggunakan konsep RCFs. Wisma ini terdiri dari 25 faslitas kamar untuk

residen, terdapat ruang makan, TV untuk lansia bersosialisasi, adanya laundry dan

dapur. Fasilitas tersebut menunjukkan fasilitas dasar yang harus dimiliki oleh

hunian yang menggunakan konsep RCFs. Selain itu, fasilitas lain berupa

tersedanya makanan dan snack bagi residen meskipun belum sesuai dengan menu

diet masing-masing lansia, adanya aktivitas edukasi, sosial, pelayanan kesehatan

dan kegiatan untuk hobi para lansia.

Pada wisma ini terdapat 20 lansia dimana sebagian besar yakni 13 lansia masih

memiliki tingkat kemandirian yang tinggi sementara 7 lansia lainnya tergantung

sehingga membutuhkan caregiver untuk membantu memenuhi kebutuhan sehari-

hari. Konsep RCFs terlihat dalam wisma ini dimana wisma ini merupakan hunian

bagi residen yang mandiri dan masih mampu merawat dirinya meskipun ada

beberapa residen yang membutuhkan bantuan caregiver. Di wisma ini

peningkatan kemandirian dan kemampuan lansia diutamakan bagi lansia yang

masih mampu dan tidak ada pemaksaan kegiatan bagi setiap residen.

Konsep yang digunakan oleh STW ini sudah baik karena selain sebagai hunian

yang nyaman bagi lansia kesehatan para lansia yang berada di dalamnya juga

diperhatikan dengan adanya klinik selama 24 jam dan pemeriksaan kesehatan

lansia setiap harinya. Hal ini dikarenakan fasilitas kesehatan yang ada di STW ini

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 56: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

44

Universitas Indonesia

tidak saja diperuntukkan bagi lansia yang kondisi fisiknya lemah di wisma wijaya

kusuma saja, namun fasilitas klinik dapat dinikmati oleh semua lansia yang ada

diwisma lain. Selain itu, adanya kegiatan yang dilaksanakan setiap hari oleh STW

menjadi alternatif pilihan kegiatan yang dapat dilakukan oleh lansia sehingga

lansia tidak merasa bosan dan dapat bersosialisasi dengan lansia lainnya.

Oleh karena adanya penggabungan beberapa konsep yang berbeda dalam STW ini

namun dalam satu manajemen yang sama sehingga tidak terlihat secara nyata

konsep yang digunakan sebagai pelayanan perawatan kesehatan yang digunakan

oleh STW. Selain itu, kegiatan bagi lansia yang diadakan di STW belum

dibedakan berdasarkan kemampuan lansia, sehingga bagi lansia yang tidak

mampu tidak ada kegiatan pengganti sebagai peningkatan derajat kesehatan.

Penempatan lansia yang ada STW ini belum dibedakan berdasarkan kebutuhan

lansia, sehingga untuk masing-masing wisma tidak terlihat perbedaan konsep

yang digunakan. Jika memang ingin menggunakan konsep yang berbeda untuk

setiap wisma sebaiknya ada manajemen yang berbeda sehingga pelayanan yang

diberikan kepada lansia juga dapat maksimal.

4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep Kasus

Bpk. B (78 tahun) mengatakan mengalami konstipasi atau sulit buang air besar

saat dilakukan pengkajian. Biasanya residen jika sudah tidak BAB selama 4-5 hari

akan meminta laksadine kepada perawat untuk menangani masalah konstipasi

yang terjadi. Masalah konstipasi yang terjadi pada residen dapat disebabkan oleh

beberapa hal, antara lain kurangnya asupan serat dan kurangnya aktivitas. Hal ini

seperti yang dijelaskan oleh Stanley (2006) bahwa konstipasi dapat terjadi akibat

penurunan motilitas, kurang aktivitas, penurunan kekuatan dan tonus otot panggul

dan abdomen serta defisiensi asupan serat dan cairan.

Asupan serat yang didapat oleh residen hanya berasal dari makanan yang

disediakan oleh STW. Sementara dari STW makanan yang diberikan seratnya

tidak mampu mencukupi kebutuhan residen. Setiap pagi residen diberikan sarapan

berupa nasi dan lauk pauk, hanya pada siang dan malam hari biasanya residen

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 57: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

45

Universitas Indonesia

mendapatkan asupan serat dari buah dan sayur. Residen jarang membeli makanan

di luar sehingga serat yang dikonsumsi tidak mencukupi kebutuhan residen.

Padahal kebutuhan lansia akan serat sangat penting, yaitu 20-35 gram serat

perhari untuk menjaga fungsi normal defekasi (Folden, 2002). Akibat serat yang

kurang maka waktu transis feses dalam usus semakin lama, motilitas usus

semakin menurun dan produksi bulk atau penggembur menurun sehingga

menyebabkan konstipasi.

Selain itu, aktivitas yang kurang pada residen menyebabkan residen mengalami

konstipasi. Residen berjalan di seret, jarang mengikuti kegiatan yang diadakan

STW dan beraktivitas hanya untuk kebutuhannya sehari-hari seperti makan, mand

dan berpakaian. Aktivitas yang kurang dan residen hanya banyak duduk dan

tiduran menyebabkan residen mudah mengalami konstipasi. Residen mengalami

konstipasi sudah sering sejak tahun 2010. Aktivitas yang kurang pada residen dan

adanya riwayat konstipasi menyebabkan kelemahan pada otot pelvis dan otot

abdomen sehingga peristaltic usus menjadi lemah dan menyebabkan konstipasi.

Selain akibat kurangnya serat dan aktivitas, faktor risiko dari obat-obatan yang

dikonsumsi oleh residen juga dapat menyebabkan residen berisiko mengalami

konstipasi berulang. Residen mengkonsumsi obat THP (Trihexyphenidyl) dimana

obat ini merupakan salah satu jenis obat antikolinergik yang merupakan salah satu

jenis obat faktor risiko penyebab konstipasi. Berdasarkan patofisiologisnya

konstipasi yang dialami oleh residen adalah konstipasi NTC (Normal Transit

Constipation) dimana residen mangalami perasaan kesulitan dalam defekasi. Hal

ini dikarenakan konstipasi yang dialami oleh residen sesuai dengan penyebab

konstipasi NTC yakni karena tidak aadekuatnya asupan cairan dan serat, kurag

aktivitas dan adanya kelemahan otot-otot abdominal. Oleh karena itu intervensi

yang diberikan kepada residen berupa penanganan noninvasive yaitu dengan

peningkatan asupan cairan dan serat, meningkatkan aktivitas dan pengaturan pola

defekasi secara regular.

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 58: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

46

Universitas Indonesia

4.3 Analisis salah satu intervensi dengan konsep dan penelitian terkait

Pada lansia konstipasi dapat disebabkan karena adanya dua mekanisme.

Mekanisme yang pertama yaitu disfungsi motilitas usus atau yang disebut dengan

dismotility yaitu keadaan dimana gagalnya koordinasi aktivitas untuk pergerakan

feses menuju kolon. Mekanisme ini biasanya dihubungkan dengan faktor diet,

obat-obatan, penyakit sistemik. Mekanisme yang kedua mencakup disfungsi otot

pelvis yang hasilnya adalah tidak adekuatnya melakukan defekasi (McCrea,

2008). Oleh karena itu, dibutuhkan latihan untuk meningkatkan fungsi motilitas

usus dan kekuatan fungsi otot pelvis. Latihan mengayuh sepeda adalah salah satu

jenis latihan yang dapat digunakan karena selain dapat meningkatkan kekuatan

otot pelvis juga peningkatan kekuatan pada abdomen sehingga menyebabkan

peningkatan fungsi peristaltik usus. Latihan mengayuh sepeda pada sepeda statis

merupakan salah satu tipe latihan yang dapat di lakukan untuk meningkatkan

fungsi defekasi (Folden, 2002).

Bersepeda statis menyebabkan adanya pergerakan tubuh bagian bawah sehingga

dapat menyebabkan evakuasi secara tepat saat defekasi dan secara umum hal ini

dapat mencegah konstipasi. Selain itu, Ramus (2011) menyebutkan bahwa latihan

sepeda statis dapat menguatkan otot pelvis. Dengan adanya peningkatan kekuatan

otot pelvis maka konstipasi dapat dicegah.

Griffin (2010) menjelaskan bahwa latihan 30 hingga 60 menit latihan mengayuh

sepeda 3 sampai 4 kali dalam seminggu efektif sebagai perawatan untuk

mencegah konstipasi. Hal ini terlihat manfaatnya saat residen latihan mengayuh

sepeda selama 30 menit dan dilakukan rutin setiap hari residen mengatakan BAB

lancar dan tidak keras. Menurut residen latihan ini selain bermanfaat untuk

mencegah konstipasi juga sebagai alternative olahraga yang dapat dipilih karena

dapat menghasilkan keringat dan menjadi segar setelah melakukan latihan

mengayuh sepeda. Selama 7 minggu praktik dan residen melakukan latihan

mengayuh sepeda, residen tidak membutuhkan laksatif untuk BAB. Selain itu,

pola BAB residen juga semakin baik yaitu setia 1-2 hari sekali residen BAB tanpa

harus mengedan.

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 59: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

47

Universitas Indonesia

Residen melakukan latihan mengayuh sepeda dengan sepeda statis, posisi badan

tegap pandangan lurus ke depan dan kaki mengayuh dengan posisi sedel yang

tidak dapat diubah. Agar latihan mengayuh sepeda lebih maksimal seharusnya

dapat digunakan sepeda statis yang posisi tempat duduknya bisa di ubah sehingga

residen dapat mengatur jarak kaki dengan pedal. Selain itu, seharusnya dalam

bermain sepeda statis beban atau kecepatan dapat diatur sehingga dapat

memaksimalkan gerakan dan meningkatkan kekuatan otot yang digunakan.

4.4 Alternatif pemecahan yang dapat dilakukan

Alternatif pemecahan atau intervensi lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi

masalah konstipasi selain gerakan mengayuh sepeda dengan sepeda statis dapat

berupa peningkatan aktivitas dengan berjalan, massase abdomen atau dengan

pijat I Love U, serta peningkatakan asupan serat dan cairan. Peningkatan aktivitas

dengan berjalan selama 20 sampai 30 menit khususnya setelah makan sangat

membantu untuk mencegah konstipasi (Touhy & Jett, 2010).

Massase abdomen dan latihan peningkatan tekanan pada abdomen dapat

mencegah konstipasi karena dapat menstimulasi usus untuk meningkatkan

peristaltik sehingga dapat mempercepat gerakan makanan dan cairan melewati

usus dengan lancar (Fawlkes, 2012). Massase abdomen dapat menstimulasi

peristaltic, menurunkan waktu transit feses dalam kolon, meningkatkan frekuensi

defekasi dan menurunkan perasaan tidak nyaman (Sinclair, 2010). Massase

abdomen ini tidak dapat dilakuka pada lansia yang memiliki obstruks abdomen,

adanya massa di abdomen, perdarahan intestinal, hernia, dan kurang 6 minggu

menjalani bedah abdomen. Massase abdomen dapat dilakukan dengan 10 cara.

Cara yang pertama adalah effleurage dari seluruh abdomen sebanyak 10 kali,

kemudian effleurage dari rektus adominis, luar dan dalam miring dan otot

tranversum abdomen masing-masing sebanyak 10 kali. Selanjutnya lakukan

remas-remas pada abdomen sebanyak 3 kali dan gerakan effluarage memutar

melewati kira-kira batas kolon sebanyak 10 kali, kemudian vibrasi dari usus halus

hingga besar selama satu menit atau lebih dan dilanjutkan dengan gerakan

pengulangan pada gerakan keempat.

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 60: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

48

Universitas Indonesia

Selanjutnya remas pada kolon dengan memijat menggunakan telapak tangan atau

jempol selama satu menit atau lebih yang dilanjutkan dengan ptrissage dan vibrasi

pada kolon tersebut lalu ulangi kembali gerakan effleurage memutar kembali pada

kolon. Massase abdomen ini akan efektif setelah 10 hari dilakukan massase

abdomen dan dirasakan manfaatnya setelah 7-10 hari massase abdomen

dihentikan (Sinclair, 2010). Massase abdomen juga dapat dengan gerakan

membentuk huruf I L dan U atau yang biasa disebut I Love U, dimana gerakan

yang dilakukan adalah melakukan massase pada abdomen dengan megikuti pola

kolon. Gerakan ini bertujuan untuk mendorong feses dan meningkatkan peristaltic

usus.

Selain dengan latihan, konstipasi juga dapat diatasi dan dicegah dengan

peningkatan asupan serat dan cairan. Asupan serat yang tinggi dapat menjadi

laksatif alami yang dapat dikonsumsi saat mengalami konstipasi dan lebih aman

oleh tubuh. Contoh resep laksatif alami yang dapat dibuat berasal dari kismis,

kurma, prune, buah ara dan kurma. Kemudian semua buah di hancurkan dan di

campur menjadi satu lalu dapat disimpan dalam kulkas. Kemudian dapat langsung

di minum atau ditambahkan beberapa buah kering. Laksatif alami ini dapat

menjadi alternative laksatif tanpa menggunakan bahan kimia sehingga lebih sehat

bagi tubuh (Ebersole, 2009). Resep laksatif alami lainnya dapat berasal dari bran,

sari buah apel dan jus prune yang di campur menjadi satu lalu disimpan dalam

kulkas sehingga dapat dkonsumsi setiap hari. Laksatif alami ini dapat menjadi

makanan atau minuman selingan sebagai pengganti snack bagi lansia di STW.

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 61: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

49 Universitas Indonesia

BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Sasana Tresna Werdha (STW) Karya Bhakti Ria Pembangunan adalah salah satu

jenis pelayanan perawatan kesehatan lansia di perkotaan yang menggunakan

konsep gabungan antara nursing home, adult day care centre dan residential care

facilities. Pelayanan yang diberikan dalam STW ini meliputi pelayanan kesehatan,

peningkatan kemandirian lansia, pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan adanya

kegiatan yang dapat diikuti lansia agar dapat bersosialisasi. Pelayanan kesehatan

yang diberikan selama 24 jam bertujuan unuk meningkatkan derajat kesehatan

lansia. Meskipun demikian, masalah kesehatan pada lansia tetap terjadi karena

adanya penurunan fungsi dan sistem organ yang terjadi secara alamiah dalam diri

lansia.

Penurunan sistem dan fungsi ini terjadi hampir di setiap sistem tubuh yang ada

pada lansia, salah satunya adalah sistem gastrointestinal. Akibat adanya perubahan

ini dan di dukung oleh beberapa faktor risiko banyak terjadi masalah kesehatan

pada sistem gastrointestinal lansia, salah satunya adalah masalah konstipasi.

Masalah konstipasi yang ada di STW ini salah satunya dialami oleh residen yakni

Bpk. B (78 tahun) yang berada di wisma bungur.

Masalah konstipasi yang dialami oleh residen disebabkan karena kurangnya

asupan serat, kurang aktivitas dan adanya faktor risiko dari obat-obatan yang

dikonsumsi oleh residen. Residen mengkonsumsi serat hanya dari sayur dan buah

yang disediakan oleh STW, namun jumlah serat yang dikonsumsi masih kurang

dari kebutuhan. Selain itu, aktivitas residen yang jarang mengikuti kegiatan senam

di pagi hari, terlihat berjalan dengan gaya di seret dan beraktivitas hanya di sekitar

kamar menyebabkan residen sering mengalami konstipasi. Konstipasi yang

dialami oleh residen ini sudah sering dialami oleh residen sejak tahun 2010. Saat

pengkajian residen mengeluhkan sulit BAB sejak 3 hari dan biasanya jika sudah

4-5 hari tidak BAB, residen meminta laksadine agar BAB nya lancar. Selain itu,

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 62: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

50

Universitas Indonesia

data objektif menunjukkan perut residen terlihat membuncit, adanya penurunan

motilitas usus dan teraba keras di kuadran ke 4 saay dilakukan palpasi abdomen.

Selain itu, berdasarkan hasil pengkajian lebih lanjut residen juga mengalami

masalah lain yakni ganguan pola tidur dan risiko jatuh.

Asuhan keperawatan diberikan kepada residen selama 7 minggu mahasiswa

berpraktik di wisma tersebut untuk mengatasi masalah yang terjadi pada residen.

Implementasi yang telah dilakukan untuk menyelesaikan masalah gangguan pola

tidur pada residen berupa massage punggung dan pembatasan waktu tidur di siang

hari dengan meningkatkan aktivitas. Sementara untuk menyelesaikan masalah

risiko jatuh Bpk. B (78 tahun) diajarkan untuk balance exercise dan latih jalan

tegap tanpa diseret.

Penyelesaian masalah konstipasi yang menjadi masalah utama pada residen

dilakukan dengan pemberian intervensi berupa peningkatan pengetahuan residen

terkait konstipasi, memotivasi untuk meningkatkan asupan serat dan cairan serta

meningkatkan latihan berupa latihan mengayuh sepeda, dan mengajarkan massage

abdomen pada residen.

Latihan mengayuh sepeda yang dilakukan residen untuk mengatasi maslah

konstipasi dapat meningkatkan kekuatan otot pelvis dan abdomen sehingga dapat

mempercepat proses peristaltic pada usus sehingga memperpendek waktu transit

feses dalam usus, dan dapat melancarkan proses defekasi. Selain itu, bersepeda

statis menyebabkan adanya pergerakan tubuh bagian bawah sehingga dapat

menyebabkan evakuasi secara tepat saat defekasi dan secara umum hal ini dapat

mencegah konstipasi. Manfaat ini dirasakan oleh residen selama residen

melakukan latihan mengayuh sepeda.

Residen mengatakan BAB lebih lancar dan teratur, perut tidak sakit, feses tidak

keras sehingga tidak perlu mengejan setelah beberapa hari secara rutin melakukan

latihan mengayuh sepeda. Selain itu, residen juga terlihat lebih segar, perut

menjadi rata dan adanya peningkatan bising usus pada residen. Oleh karena itu,

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 63: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

51

Universitas Indonesia

berdasarkan hasil evaluasi dapat dianalisa bahwa latihan mengayuh sepeda secara

rutin dapat meningkatkan kekuatan otot pelvis dan otot abdomen sehingga residen

dapat BAB secara rutin dan tidak ada keluhan kesulitan BAB.

Latihan mengayuh sepeda ini dapat dijadikan sebagai salah satu intervensi pada

asuhan keperawatan untuk menyelesaikan masalah konstipasi pada lansia. Selain

itu, intervensi lain yang dapat diberikan berupa massage abdomen, peningkatan

aktivitas dan pemberian laksatif alami karena lebih aman bagi tubuh dengan tetap

meningkatkan asupan serat dan cairan bagi lansia yang mengalami masalah

konstipasi.

5.2 Saran

1. Sebaiknya pengkajian pada lansia yang mengalami konstipasi dilakukan

secara lengkap, selain pemeriksaan fisik, riwayat penyakit, faktor risiko

seperti obat-obatan yang sedang dikonsumsi, kebiasaan BAB sebelum

mengalami konstipasi.

2. Sebaiknya sebelum memberikan intervensi keperawatan kepada klien

terkait konstipasi kaji terlebih dahulu tingkat pengetahuan klien dan

jelaskan secara singkat kepada klien terkait konstipsi, perawatan dan

komplikasi agar klien dapat melaksanakan program atau intervensi yang

akan dilakukan

3. Sebaiknya untuk mengatasi masalah konstipasi pada lansia tidak langsung

diberikan laksatif atau secara farmakologi karena pada lansia salah satu

penyebab konstipasi adalah terjadi penurunan fungsi dan sistem

gastrointestinal serta penurunan kekuatan otot sehingga lebih baik

dilakukan pengutan otot dan fungsi sistem gastrointestinal agar masalah

konstipasi tidak sering terjadi kembali

4. Sebaiknya untuk menyelesaikan masalah gangguan pola tidur pada lansia

diberikan saat lansia ingin tidur malam atau sore hari karena jika diberikan

pada siang hari misalnya massage punggung maka lansia akan tidur di

siang hari dan saat malam hari tetap tidak dapat tidur

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 64: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

52

Universitas Indonesia

5. Sebaiknya disediakan air hangat di kamar mandi lansia karena mandi air

hangat dapat meningkatkan vaskularisasi dan lansia akan merasa lebih

rileks sehingga lansia akan mudah tidur di malam hari

6. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut terkait latihan mengayuh

sepeda untuk menangani masalah konstipasi pada lansia. Penelitian dapat

dilakukan dengan membandingkan lansia yang melakukan latihan setiap

hari dan yang tidak atau dengan membandingkan jenis sepeda yang efektif

dapat digunakan lansia untuk menangani masalah konstipasi

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 65: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

53 Universitas Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Administrator of JBI. (2008). Management of constipation in older adults.

Evidence based information sheets for health professionals The Joanna

Briggs Institute. Vol. 12 ISSN: 1329-1874.

Affandi,, Moch. (2009). Faktor-faktor yang mempengaruhi penduduk lanjut usia

memilih untuk bekerja. Journal of Indonesian Applied Economics.

Fakultas Ekonomi Universitas Surabaya. Vol 3 No. 2 Oktober 2009,99-

100.

Arenson, Christine, et al. (2009). Reichel’s care of the elderly clinical aspects of

aging. Sixth edition. Cambridge : Cambridge University Press.

Arisman. (2004). Gizi dalam daur kehidupan: buku ajar ilmu gizi. Jakarta: EGC.

Darmojo,R. B & Martono, H.H. (2006). Geriatri ilmu kesehatan usia lanjut (Edisi

ketiga). Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Ebersole, P., Hess,P., Touhy,T.,Jett,K. (2009). Gerontological nursing &health

aging.2nded. St. Louis, Missouri: Mosby, Inc.

Fatmah. (2010). Gizi Usia Lanjut. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Fawlkes, Frank G. (2012). Preventing constipation by doing abdominal massage

and increasing abdominal preeure exercise. Style sheet:

http://amzn.to/14fPML3. Diunduh tanggal 28 Juni 2013.

Fitriani, Imel. (2011) Hubungan asupan serat dan cairan dengan kejadian

konstipasi pada lanjut usia dip anti sosial sabai nan aluih sicincin tahun

2010. [Penelitian]. Padang: Fakultas Keperawatan Universitas Andalas.

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 66: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

54

Universitas Indonesia

Folden, S.L., et al. (2002). Practice guidelines for the management of constipation

in adults. Rehabilitation nursing foundation.

Gallagher, et al. (2008). Management of chronic constipation in elderly. ProQuest

Health& Medical Complete. Pg. 807.

Gallegos, J.F., et al. (2012). Chronic constipation in the elderly. The American

Journal of gastroenterology. Vol 107:18–25; doi: 10.1038/ajg.2011.349.

Griffin, Sharin. (2010). Constipation and Bicycling exercise. Style sheet:

http://www.livestrong.com/article/339069-constipation-bicycle-exercise/

di unduh pada tanggal 23 Juni 2013.

Herdman, T. Heather. (2012). NANDA International diagnosis keperawatan:

definisi dan klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC

Konsesus . Administrator. (2010). Konsensus Nasional Penatalaksanaan 2010.

Style sheet: 9 Juni 2013. http://activia.think.web.id/news.php?id=9

Lueckenotte, A. G. (2000). Gerontologic nursing.(2nd ed). Missouri: Mosby.

Liu, M.E., Wong, M.E. (1997). Health care for elderly people. Research and

library service division provisional legislative council secretariat. Vol

RP02/PLC.

McCrea, G.L.,et al (2008). Pathophysiology of constipation in older adult. World

Journal of Gastroenterol. Vol: ISSN 1007-9327.

Meiner, Sue E & Annette, G.L. (2006). Gerontological nursing.3thed. St. Louis

Missouri: Mosby.

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 67: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

55

Universitas Indonesia

Miller, Carol A. (2004). Nursing for wellness in older adults: theory and practice.

Philadelphia: Lippincott Williams &Wilkin.

Miller, Carol A. (2012). Nursing for wellness in older adults. Sixth Edition.

China: Lippincott Williams &Wilkin.

Muhammad N. (2010). Tanya jawab kesehatan harian untuk lansia. Yogyakarta:

Tunas Publishing.

Mulyani, Sri. (2010). Faktor-fakto yang berhubungan dengan kejadian konstipasi

lansia di RW II Kelurahan Rejomulyo Kecamatan Semarang Timur

Semarang. [Skripsi]. Semarang: Fakultas Ilmu Keperawatan dan

Kesehatan Universitas Muhamadiyah Semarang.

OASIS.(2010). Exercise guide for knee replacement surgery. Vancouver Coastal

Health. Style sheet: www.vch.ca/oasis. Diunduh tanggal 28 Juni 2013.

Potter, P.A. & Perry, A.G. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan: konsep,

proses dan praktik. Edisi keempat. Jakarta: EGC.

Price, S.A. dan Wilson,L.M. (2002). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses

penyakit. Jakarta: EGC.

Ramus, Anne. (2011). Bridge: Pelvic floor fitness. Continence foundation of

Australia. ISSN 1836-8115).

Sinclair, Marubetts. (2010). The use of abdominal massage to treat chronic

constipation. Journal of Bodywork & Movement Therapies. Vol xx Pg. 1-

10.

Soelistijani. (2002). Sehat dengan menu berserat. Jakarta: Trubus Agriwidya.

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 68: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

56

Universitas Indonesia

Stanley, M., Blair, A.K., Beare, P.G. (2005). Gerontological nursing: promoting

successful aging with older adults. Philadelphia: F.A. Davis Company.

Stanley, Mickey. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. (Juniarti, Nety et.al.,

penerjemah). Jakarta: EGC.

Tariq, Syed H. (2007). Constipation in Long term care. American Medical

Directors Association. J Am Med Dir Assoc 2007;8: 209-218.

Toner, Francis & Claros, Edith. (2012). Preventing, assessing and managing

constipation in older adult. Philadelphia: Lippincolt Williams & Wilkins.

Touhy, T.A. & Jett, K.F. (2010). Ebersole & Hess’ gerontological nursing &

healthy aging. 3rd ed. St. Louis Missouri: Mosby Elseiver.

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 69: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

Lampiran 1

Laporan Asuhan Keperawatan Individu Pada Opa B

Lansia di Wisma Bungur

Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Ria Pembangunan

Oleh:

OKTARIYANI

0806334211

PROGRAM PROFESI 2013

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS INDONESIA

2013

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 70: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

Lampiran 1

FORMAT PENGKAJIAN INDIVIDU KEPERAWATAN KESEHATAN LANSIA

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA

NAMA PANTI : Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Ria Pembangunan

ALAMAT PANTI : Cibubur-Jakarta Timur

I. IDENTITAS

A. Nama : Opa B

B. Jenis Kelamin : Laki-Laki

C. Umur : 78 tahun

D. Agama : Islam

E. Status Perkawinan : Duda-Cerai

F. Pendidikan terakhir : SMA

G. Pekerjaan : Pegawai Swasta

H. Alamat rumah : BSD-Tangerang

II. ALASAN KUNJUNGAN KE PANTI Opa B masuk ke panti karena keinginan diri sendiri dan dukungan dari keluarga

baik dari mantan istri dan kedua anaknya. Alasan Opa B karena jika berada di

tempat ini lebih ada yang memperhatikan kesehatan dan kebutuhan sehari-hari

opa B. Selain itu Opa b merasa ingin sendiri agar dapat menemukan ketenangan

dan kebahagiaan di masa tuanya.

III. RIWAYAT KESEHATAN A. Masalah kesehatan yang pernah dialami dan dirasakan saat ini

Opa B mengatakan tidak pernah memiliki riwayat penyakit berat, semua hasil

pemeriksaan sebelum masuk ke STW dinyaakan normal. Namun selama 4

tahun berada di STW opa B telah 3 kali jatuh di kamar mandi. Saat dilakukan

pengkajian pada tanggal 9 Mei 2013 opa B sedang batuk dan terdapat dahak,

tetapi opa B mengatakan tidak ada sesak dan mampu serta tidak kesulitan

untuk mengeluarkan dahaknya. Selain batuk saat pengkajian opa B

mengeluhkan sulit buang air besar, BAB terakhir pada hari senin tanggal 6

Mei 2013. Sebelumnya opa B menceritakan bahwa dirinya pernah mengalami

kesulitan BAB dan saat BAB harus mengejan hingga 1 jam dan berakibat

pusing serta sakit kepala. Jika sudah 4-5 hari opa B tidak BAB, opa B akan

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 71: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

Lampiran 1

meminta obat laxadine kepada perawat. Dan selama pengkajian selama 1

minggu opa B BAB sebanyak 1 kali yaitu setelah hari senin tanggal 6 Mei

Opa B BAB kembali pada tanggal 12 Mei 2013.

B. Masalah kesehatan keluarga/keturunan

Kedua orang tuan Opa B sudah meninggal, ayah dari opa B meninggal

karena masalah jantung dan ibu Opa B meninggal karena faktor usia. Opa B

mengatakan dalam kelaurganya tidak memiliki riwayat penyakit menular atau

keturunan.

IV. KEBIASAAN SEHARI-HARI A. Biologis

1. Pola Makan

Opa B makan sehari 3 kali sesuai dari jadwal yang diberikan sasana. Opa

B selalu menghabiskan makanan yang diberikan. Opa B masih dapat

makan secara mandiri tanpa di bantu. Opa B tidak memilih-milih

makanan yang diberikan sehingga apapun makanan yang diberikan akan

sellau dihabiskan. Selain itu, opa B tidak pernah pergi keluar untuk

membeli makanan diluar. Menu yang diberikan oleh sasana biasanya di

pagi hari nasi dengan lauk seperti tahu/temped an sayur, jika di siang

hari nasi, ikan atau ayam, sayur dan buah, dan pada malam hari nasi,

lauk dan sayur dan menu serta porsi sudah disesuaikan oleh kebutuhan

lansia yang ada di sasana sehingga opa B juga selalu menghabiskan

makanan yang diberikan.

2. Pola Minum

Opa B mengatakan dalam sehari maksimal 5 gelas besar air putih, atau

kurang lebih 1500 cc air putih. Opa B mengatakan tidak minum kopi, teh

atau susu hanya air putih. Hal ini juga terlihat di kamar opa B tidak

terlihat adanya kopi, teh atau susu. Opa b mengatakan jika minum

banyak maka pada malam hari akan sering buang air kecil dan

mengganggu tidur opa B.

3. Pola Tidur

Opa B mengatakan tidur biasanya dari jam 22.00-04.00 setiap

malamnya. Namun, saat dilakukan pengkajian pada hari senin tanggal 13

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 72: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

Lampiran 1

Mei 2013 opa B mengeluhkan sulit tidur sudah sejak hari Jum’at dan

memang beberapa waktu kebelakangan mengalami kesulitan tidur. Opa

B merasa tidurnya tidak berkualitas karena selalu merasa pusing dan

lemas pada pagi hari. opa B tidur siang juga merasa tidak nyenyak

sehingga hanya berbaring saja jika apda siang hari. Pada malam hari opa

B sulit tidur ketika sudah terbangun untuk BAK dan sulit untuk memulai

tidur kembali. Selain itu, nampaknya opa B ada Sesuatu yang dipikirkan

sehingga sulit untuk tidur. Opa B juga mengatakan tidur jika hanya 1 jam

tidak merasa seperti tidur karena bangun masih pusing dan ini sudah

dialami kurang lebih 7 malam. Opa B mengatakan ingin memiliki tidur

yang nyenyak dan tidak pusing ketika bangun. Pada siang hari opa B

nampak mengantuk namun mengatakan sulit untuk tidur.

4. Pola Eliminasi

Opa B mengatakan BAB tidak teratur. BAB biasanya opa B 2 hari

sekali, namun saat dilakukan pengkajian opa B mengatakan sudah hari

kesulitan untuk BAB, dan untuk BAB harus minum laxadine. BAB

sedikit keras sehingga terkadang perlu usaha mengejan. Untuk BAK opa

B mengatakan sering, sehari BAK dapat 8 kali atau lebih, jika malam

BAK terkadang bisa 3-4 kali sehingga mengganggu tidur opa B.

5. Aktifitas Sehari-hari

Sehari-hari Opa B lebih banyak menghabiskan waktu untuk duduk-

duduk dan berbincang-bincang dengan mahsiswa atau opa-opa yang lain

di depan kamarnya. Opa B tidak memiliki caregiver, sehingga untuk

aktivitas mandi, makan, berpakaian dapat dilakukan sendiri, namun

untuk mencuci dan menjaga kebersihan kamar dilakukan oleh petugas

panti. Opa B sering mengikuti kegiatan yang diadakan oleh pihak panti,

seperti senam, main angklung dan pengajian. Namun, kegiatan ini tidak

dilakukan setiap hari jika tidak pusing dan tidak malas saja opa B akan

mengikuti kegiatan. Jika pada malam hari opa B melakukan aktivitas

seprti menonton TV. Opa B mengatakan berjalan di seret karena opa B

merasa takut jatuh, opa B memiliki walker namun opa B mengatakan

tidak ingin menggunakannya karena opa B merasa masih kuat dan lebih

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 73: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

Lampiran 1

memilih untuk jalan di seret. Aktivitas opa B kurang, karena sebagian

besar aktivitas dilakukan duduk dan opa B jarang untuk berjalan-jalan.

6. Rekreasi

Opa B mengatakan jika bosan biasanya opa B menonton TV atau

membaca koran. Opa B suka berbincang dengan mahasiswa atau teman

yang lain untuk mengurangi rasa jenh atau bernyanyi saat ada kegiatan

angklung.

B. Psikologis

1. Keadaan Emosi

Keadaan emosi opa B stabil dan tenang, namun terkadang jika opa B

merasa ada sesuatu yang tidak cocok dengan dirinya opa B akan sedikit

berbicara lebih keras namun tidak sampai marah-marah. Saat dilakukan

pengkajian Geriatric Depression Scale sepertinya opa B menyimpan

masalah terkait keluarganya namun opa B belum mau untuk bercerita

dan opa B selalu memikirkan maslaah tersebut sehingga mengganggu

tidurnya.

C. Sosial

1. Dukungan keluarga

Opa B mengatakan keluarga baik anak maupun mantan istri mendukung

opa B untuk tinggal di sasana karena akan lebih ada yang

memperhatikan baik masalah kesehatan maupun kebutuhan opa B jika

berada di sasana.

2. Hubungan antar keluarga

Opa B mengatakan hubungan dengan anak-anak, cucu dan istrinya baik-

baik saja. Sebulan sekali terkadang anak dan cucu opa B menjenguk dan

jika hari raya opa B dijemput untuk merayakan hari raya bersama.

3. Hubungan dengan orang lain

Opa B mengatakan tidak memiliki masalah dengan teman yang ada di

sasana, semua berteman baik. Opa B nampak ramah kepada semua orang

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 74: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

Lampiran 1

jika bertemu dengan orang opa B akan menegur sapa dan memanggil

namanya. Opa b juga terlihat suka berbincang dengan siapa saja dan

tidak ada opa atau oma lain yang menjauhi atau bercerita buruk tentang

opa B.

D. Spiritual/Kultural

1. Pelaksanaan ibadah

Opa sering mengikuti pengajian yang ada di wisma bungur. Opa B

mengatakan sholatnya masih bolong-bolong, terkadang opa B sering

lupa sholat dzuhur. Opa B sholat di dalam kamar dan tidak pernah pergi

ke mushola.

2. Keyakinan tentang kesehatan

Opa B mengatakan bahwa dirinya merasa sehat, tidak ada yang sakit dan

selalu merasa bersyukur kepada Allah karena masih diberi kesehatan

hingga usianya yang sekarang.

E. Pemeriksaan Fisik

1. Tanda Vital

a. Keadaan umum : Baik

b. Kesadaran : Compos Mentis (sadar)

c. Suhu : 36⁰ C.

d. Nadi : 64x/menit

e. Tekanan darah : 130/80mmHg

f. Pernafasan : 22x/menit

g. Tinggi badan : 160 cm

h. Berat badan : 61 kg

2. Pemeriksaan dan kebersihan perorangan

a. Kepala dan Leher

- Keadaan dan penampilan umum kepala : kepala bulat, simetris,

tidak terdapat lesi

- Keadaan dan penampilan umum rambut : rambut tipis, warna

rambut putih (beruban), tidak mudah dicabut, kulit kepala dan

rambut bersih (tidak ada kutu dan ketombe), rambut lurus

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 75: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

Lampiran 1

pendek, terdistribusi secara merata pada kulit kepala, tidak ada

lesi pada kulit kepala

- Pada leher, tidak ada pembesaran KGB dan vena jugularis.

b. Mata

- Keadaan dan penampilan umum struktur mata : alis mata

simetris, sejajar

- Keadaan konjungtiva dan sklera : konjungtiva berwarna merah

muda (tidak anemis), sklera tidak ikterik, namun nampak keruh.

Sekitar lensa agak putih (keruh)

- Kemampuan penglihatan baik

c. Telinga

- Keadaan dan penampilan umum struktur telinga : telinga sejajar

mata, warna telinga sama dengan kulit wajah, lesi tidak ada,

nyeri tidak ada, tidak terdapat pengeluaran cairan dari telinga

- Kemampuan pendengaran baik

d. Hidung

- Keadaan dan penampilan umum : telinga sejajar mata, warna

telinga sama dengan kulit wajah, lesi tidak ada peradangan,

tidak terdapat pengeluaran cairan

e. Mulut

- Gigi sudah banyak yang tanggal, lidah bersih, lesi tidak ada,

tidak ada sariawan, mukosa tidak kering, gigi bersih.

f. Dada

- Keadaan umum : pergerakan dinding dada simetris, lesi tidak ada.

1).Kardiovaskuler

- Inspeksi (I) : dada simetris, warna kulit sawo matang, , tidak

ada kelainan bentuk dada.

- Palpasi (P) : tidak terasa pulsasi pada intercosta ke-2 kiri dan

kanan, pada intercocta ke-3 sinistra sedikit terasa pulsasi dan

apeks jantung terasa pulsasi yang sangat kuat.

- Perkusi (P) : bunyi resonan pada area jantung yang ditutupi

paru-paru

- Auskultasi (A) : S1 dan S2 normal.

2).Pernafasan : klien mengatakan tidak sesak nafas dan dada tidak

nyeri

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 76: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

Lampiran 1

- I : dada simetris

- P : Tactil Fremitus antara toraks posterior dan anterior sama.

- P : bunyi paru resonance

- A : Suara paru vesikuler. Rh -/-, Wh -/-

g. Abdomen

- I:Simetris, posisi abdomen lebih tinggi daripada dada pada posisi

berbaring, umbilicus inverted dan bersih

- A :BU yaitu 5x / mnt

- P :suara timpani, nyeri ketuk pada ginjal kanan dan kiri (-)

- P : abdomen teraba keras, tidakteraba adanya masa

h. Ekstremitas

- I : kulit tidak pucat, warna kulit sama dengan warna tubuh,

berjalan di seret

- P:Turgor kulit elastis, kembalinya cepat, capillary refill time

kurang dari 2 detik

- P : Reflek bisep, trisep dan brakioradialis tangan kiri dan kanan

(+), Reflek Patela kaki kiri (-), reflek patella kaki kanan (+),

i. Keadaan lingkungan :

- Bersih, lantai tidak licin/becek, pencahayaan baik.

j. Lain – lain :

- Reflek mata terhadap cahaya: Mata kanan (+) / mata kiri (+)

- Tes sensasi wajah (+)

- Kekuatan otot:5 5 5 5 5 5 5 5

4 5 5 5 5 5 5 4

- Nilai pengkajian FMS: 50 (risiko rendah)

- Nilai pengkajian MMSE: 23 (normal)

- Nilai Pengkajian Geriatic Depression Scale : 14 (depresi

ringan)

- Nilai Berg Balance Test : 40 (risiko rendah)

- Nilai Katz Indeks : 6 (Mandiri)

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 77: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

Lampiran 1

V. Informasi Penunjang

Diagnosa Medis : -

Laboratorium : Gula darah sewaktu:

- 155 mg/dL (tanggal 11 Mei 2013)

Terapi Medis : THP (Trihexyphenidyl)

Harnal

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 78: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

Lampiran 2

ANALISA DATA

Data Masalah

Keperawatan

DS:

- Klien mengeluhkan sulit BAB,

- Klien mengatakan BAB tidak teratur belakangan ini biasanya

BAB klien 2 hari sekali

- Klien mengatakan BAB terakhir pada hari senin tanggal 6 Mei

2013.

- Klien mengatakan BAB sedikit keras sehingga terkadang perlu

usaha mengejan.

- Sebelumnya klien menceritakan bahwa dirinya pernah mengalami

riwayat kesulitan BAB dan saat BAB harus mengejan hingga 1

jam dan berakibat pusing serta sakit kepala.

- Klien mengatakan biasanya jika sudah 4-5 hari klien tidak BAB,

klien akan meminta obat laxadine kepada perawat.

- Klien mengatakan dalam sehari maksimal 5 gelas besar air putih

atau kurang, ± 1200-1500cc

DO:

- Abdomen teraba keras

- Hipoperistalik usus: BU 1x/mnt

- Mobilisasi dan aktivitas kurang, nampak banyak duduk dan jalan

di seret

- selama pengkajian selama 1 minggu opa B BAB sebanyak 1 kali

yaitu setelah hari senin tanggal 6 Mei Opa B BAB kembali pada

tanggal 12 Mei 2013.

- Klien mengkonsumsi obat jenis antikolinergik yaitu THP

Konstipasi

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 79: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

Lampiran 2

Data Masalah

Keperawatan

DS:

- Klien mengeluhkan sulit tidur sudah sejak hari Jum’at yaitu 5

malam dan memang beberapa waktu kebelakangan mengalami

kesulitan tidur.

- Klien merasa tidurnya tidak berkualitas karena selalu merasa

pusing dan lemas pada pagi hari.

- Pada malam hari klien sulit tidur ketika sudah terbangun untuk

BAK dan sulit untuk memulai tidur kembali.

- Klien mengatakan ingin memiliki tidur yang nyenyak dan tidak

pusing ketika bangun.

DO:

- Pada siang hari klien nampak mengantuk namun mengatakan sulit

untuk tidur.

- TD ada tanggal 14 Mei 2013 90/60 mmHg

Gangguan pola tidur

DS:

- Klien mengatakan selama 4 tahun berada di STW klien telah 3

kali jatuh di kamar mandi

- Klien mengatakan berjalan di seret karena opa B merasa takut

jatuh

- Sering megeluhkan pusing

- Klien seringmengeluhkan tidak dapat tidur yang berkualitas pada

malam hari

DO:

- Klien berusia 78 tahun

- Klien Nampak jalan di seret

- Klien Tidak menggunakan alat bantu jalan

- NIlai FMS klien 50 yaitu risiko jatuh rendah

- Nilai BBT: 40 yaitu risiko jatuh rendah

- Klien sudah diberikan walker namun tidak ingin menggunakannya

Risiko Jatuh

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 80: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

Lampiran 2

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 81: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

Lampiran 3

Nama Klien : Opa B

Wisma : Bungur

Diagnosa keperawatan Tujuan/Kriteria hasil Intervensi Rasional

Konstipasi

DS: - Klien mengeluhkan sulit BAB - Klien mengatakan BAB tidak

teratur belakangan ini biasanya BAB klien 2 hari sekali

- Klien mengatakan BAB terakhir pada hari senin tanggal 6 Mei 2013.

- Klien mengatakan BAB sedikit keras sehingga terkadang perlu usaha mengejan.

- Sebelumnya klien menceritakan bahwa dirinya pernah mengalami riwayat kesulitan BAB dan saat BAB harus mengejan hingga 1 jam

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 5 hari, masalah konstipasi teratasi

dengan kriteria hasil, klien : 1. Mengatakan bahwa pola

BAB nya teratur 1-2 hari/x 2. Mengatakan BAB tidak

sulit, tidak perlu mengedan

3. Mengatakan fesesnya lembut tidak keras

4. Menunjukkan abdomennya datar, lemas, tidak teraba massa pada abdomen, bising usus kuat.

Mandiri: a. Kaji pola kebiasaan rutin BAB klien (waktu,

frekuensi, konsistensi feses, riwayat

penggunaan pencahar)

b. Kaji apakah klien menggunakan obat-obatan golongan opiate, anti depresan, anti hipertensi, diuretic, antikonvulsan

c. Motivasi klien untuk meningkatkan intake

serat (sayur dan buah) sebanyak 3 mangkok dalam sehari

d. Motivasi klien untuk meningkatkan asupan cairan minimal 2 liter/hari

e. Ajarkan klien untuk berolahraga, latihan

a. Mengkaji pola BAB klien dapat

memberikan informasi akurat

kepada perawat tentang adanya perubahan status eliminasi fekal klien

b. Jenis obat-obatan tersebut mempunyai efek relaksan pada otot pencernaan, sehingga mempengaruhi peristaltik usus

c. Asupan serat yang adekuat mampu

membatu usus untuk mengeluarkan feses

d. Asupan cairan yang adekuat membantu pembentukan feses menjadi lembut dan mudah dikeluarkan

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 82: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

Lampiran 3

dan berakibat pusing serta sakit kepala.

- Klien mengatakan biasanya jika sudah 4-5 hari klien tidak BAB, klien akan meminta obat laxadine kepada perawat.

- Klien mengatakan dalam sehari maksimal 5 gelas besar air putih atau kurang, ± 1200-1500cc

DO: - Abdomen teraba keras - Hipoperistalik usus: BU 5

x/mnt - Mobilisasi dan aktivitas

kurang, nampak banyak duduk dan jalan di seret

- selama pengkajian selama 1 minggu opa B BAB sebanyak 1 kali yaitu setelah hari senin tanggal 6 Mei Opa B BAB kembali pada tanggal 12 Mei

rentang gerak, merubah posisi saat tidur dengan miring kanan, miring kiri

f. Ajarkan dan latih gerakan mengayuh sepeda atau latihan sepeda statis secara rutin selama

10-30 menit setiap hari g. Ajarkan dan latih pijat I Love you h. Jelaskan pada klien tentang manuver valsafa

(mengedan saat BAB) dan ajarkan pada lansia untuk menghindari mengedan saat BAB

i. Hindari penggunaan rutin enema pada lansia j. Posisikan klien saat di toilet (saat BAB) dengan

memberikan tumpuan kecil di bawah kaki. k. Jelaskan kepada klien tentang msalah

konstipasi (pengertian, tanda dan gejala,

e. Latihan ini mampu meningkatkan peristaltic usus, untuk mencegah konstipasi

f. Latihan ini membantu sistem

pencernaan untuk mengeluarkan feses, meningkatkan pergerakan usus

g. Bermanfaat untuk melancarkan BAB

dan mencegah konstipasi h. Maneuver valsava membuat

bradikardi, bahkan menyebabkan kematian pada klien yang mempunyai penyakit jantung.

i. Enema yang rutin,

merusak/mengiritasi kolon j. Menempatkan tumpuan kecil di

bawah kaki meningkatkan tekanan intraabdominal dan membuat buang air besar lebih mudah bagi klien lansia dengan otot perut yang lemah

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 83: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

Lampiran 3

2013. - Klien mengkonsumsi obat jenis

antikolinergik yaitu THP

akibat dan penanganan konstipasi) Kolaborasi:

a. Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian obat pencahar, jika konstipasi tidak teratasi

k. Peningkatan pengetahuan klien

dapat memotivasi klien untuk merubah perilaku dalam mengatasi masalah

a. Obat pencahar membantu pengeluaran feses, merangsang peristaltic usus

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 84: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

Lampiran 3

Nama Klien : Opa B

Wisma : Bungur

Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional

Gangguan pola tidur DS: - Klien mengeluhkan sulit

tidur sudah sejak hari Jum’at yaitu 5 malam dan memang beberapa waktu kebelakangan mengalami kesulitan tidur.

- Klien merasa tidurnya tidak berkualitas karena selalu merasa pusing dan lemas pada pagi hari.

- Pada malam hari klien sulit tidur ketika sudah terbangun untuk BAK dan sulit untuk memulai tidur kembali.

Tujuan Umum: Setelah dilakukan tindakan selama 1 minggu diharapkan masalah insomnia dapat teratasi dengan kriteria hasil klien dapat: 1. Mengidentifikasi

tindakan yang dapat meningkatkan tidur

2. Menunjukkan kesejahteraan fisik dan psikologis

3. Peningkatan jumlah jam tidur (sedikitnya 5 jam)

a. Anjurkan klien untuk menghindari makanan

dan minuman saat akan tidur yang dapat mengganggu tidur

b. Ciptakan lingkungan yang tenang dan minimalkan gangguan

c. Bantu klien untuk mengidentifikasi faktor yang mungkin menyebabkan kurang tidur seperti ansietas, depresi atau masalah yang tidak terselesaikan

d. Anjurkan klien untuk mandi dengan air hangat di sore hari

e. Bantu klien untuk membatasi tidur di

a. Untuk menurunkan kemungkinan

terbangun di malam hari karena ingin berkemih/buang air besar

b. Memberikan rasa tenang dan rileks pada klien saat akan tidur

c. Ansietas dan depresi paling umum terjadi pada lansia dan dapat berpengaruh pada pola tidur lansia

d. Memperlancar aliran darah dan memberikan efek rileks pada klien

e. Menghindari sulit tidur pada

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 85: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

Lampiran 3

- Klien mengatakan ingin memiliki tidur yang nyenyak dan tidak pusing ketika bangun.

DO: - Pada siang hari klien

nampak mengantuk namun mengatakan sulit untuk tidur.

- TD ada tanggal 14 Mei 2013 90/60 mmHg

4. Segar setelah tidur 5. Terbangun di waktu

yang sesuai

siang hari dengan memberikan aktivitas yang membuat klien tetap terjaga

f. Berikan atau lakukan tindakan kenyamanan/ relaksasi seperti masase, guide imagery dan tekhnik relaksasi napas dalam

g. Ajarkan klien tentang perubahan pola tidur yang terjadi seiring penuaan normal

malam hari akibat jumlah tidur di siang hari yang berlebih

f. Mengurangi rasa tegang dan kaku pada klien terutama meningkatkan kenyamanan

g. Memberikan informasi pola tidur normal lansia dan dapat membandingkan pola tidur normal dan tidak normal pada lansia

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 86: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

Lampiran 3

Nama Klien : Opa B

Wisma : Bungur

Diagnosa Keperawatan Tujuan/ Kriteria Hasil Intervensi Rasional Risiko Jatuh DS: - Klien mengatakan selama

4 tahun berada di STW klien telah 3 kali jatuh di kamar mandi

- Klien mengatakan berjalan di seret karena opa B merasa takut jatuh

- Sering megeluhkan pusing DO: - Klien Nampak jalan di seret - Klien Tidak menggunakan

alat bantu jalan - NIlai FMS klien 50 yaitu risiko

jatuh rendah - Nilai BBT: 40 yaitu risiko

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 7 hari resiko jauh tidak terjadi Setelah dilakukan 3x intervensi diharapkan klien mampu: 1. Mempertahankan

mobilitas fisik pada tingkat yang optimal.

2. Menyatakan keinginan untuk berpartisipasi dalam aktivitas

3. Mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi yang sakit

4. Menunjukkan perilaku untuk melakukan

a. Evaluasi cara klien menggunakan alat

bantu/ cara berjalan klien b. Kaji tingkat risiko jatuh menggunakan

FMS dan BBT

c. Ajarkan klien jalan yang benar

d. Ajarkan klien untuk berjalan dan berpegagan atau mencari tempat yang aman

e. Evaluasi/lanjutkan pemantauan rasa sakit/nyeri pada sendi

a. Mengetahui kebiasaan klien

menggunakan alat bantu dan berjalan klien apakah sudah benar atau belum

b. Mengetahui risiko jatuh agar dapat memberikan penangan risiko jatuh yang tepat

c. Berjalan yang benar mengurangi

risiko jatuh d. Tempat aman untuk mengurangi

risiko jatuh e. Tingkat aktivitas/latihan

tergantung dari perkembangan dari proses nyeri/inflamasi

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 87: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

Lampiran 3

Diagnosa Keperawatan Tujuan/ Kriteria Hasil Intervensi Rasional jatuh rendah

- Klien sudah diberikan walker namun tidak ingin menggunakannya

aktivitas f. Buat jadwal aktivitas untuk

memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari yang tidak terganggu

g. Bantu dan berikan latihan rentang

gerak aktif/pasif h. Berikan lingkungan yang aman;

penggunaan alat bantu jalan

i. Motivasi klien untuk beraktifitas dan berjalan yang tegap

f. Untuk mencegah kelelahan dan

mempertahankan kekuatan g. Mempertahankan/meningkatkan

fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum

h. Menghindari cidera akibat

kecelakaan/jatuh

i. Menjaga keseimbangan klien dan

melatih kekuatan otot klien

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 88: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

Lampiran 4

Tgl Diagnosa Keperawatan

Implementasi Evaluasi SOAP

11-5-2013

Konstipasi Mengkaji pola BAB klien, Melatih untuk melakukan gerakan

mengayuh sepeda Mengkaji asupan cairan Memotivasi klien untuk mengikuti

kegiatan di pendopo

S: - Klien mengatakan BAB semalam sedikit keras - Klien mengatakan senang setelah mengayuh sepeda - Minum maksimal 5 gelas - Malas untuk beraktivitas karena pusing

O: - Latihan mengayuh sepeda 15 menit - Klien terlihat bersemangat

A: - Masalah teratasi sebagian

P: - Motivasi klien untuk meningkatkan aktivitas dan mengayuh

sepeda

13-5-2013

Konstipasi Menjelaskan konstipasi Memotivasi klien untuk

meningkatkan asupan serat dan cairan

Melatih gerakan mengayuh sepeda Mengkaji BAB/belum Kolaborasi dengan perawat ruangan

dan dokter pemberian laksatif

S: - Klien mengatakan masih belum BAB, mengatakan ada

manfaat saat mengayuh sepeda, dan jika banyak minum akan banyak BAK sehingga mengganggu tidurnya

O: - Klien nampak antusias saat dijelaskan terkait konstipasi - Klien latihan gerakan mengayuh sepeda selama 10 menit - Obat telah diberikan pada hari minggu sore

A: - Masalah belum teratasi

P: - Latih mengayuh sepeda, kaji BAB dan pantau respon obat

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 89: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

Lampiran 4

14-5-2013

Konstipasi Mengkaji BAB Mengkaji respon obat Memeriksa bising usus dan

pemeriksaan abdomen Melatih gerakan mengayuh sepeda

S: - Klien mengatakan sulit BAB, sudah 4 hari tidak BAB,

biasanya BAB 2 hari sekali, BAB keras dan mengejan - Klien mengatakan pernah sulit BAB dan mengejan hingga 1

jam di kamar mandi, jika sudah 5-7 hari klien akan meminta obat kepada perawat

- Klien mengatakan senang setelah mengayuh sepeda O:

- Klien mengkonsumsi obat antikolinergik : THP - Perut teraba keras - Hipoperistaltik 1x/mnt

A: - Masalah belum teratasi

P: - motivasi asupan serat dan latih mengayuh sepeda

15-5-2013

Gangguan pola tidur Kaji kebiasaan tidur Mengukur TTV Mengaarkan relaksasi napas dalam Menganjurkan klien untuk mandi

air hangat Menganjurkan klien ciptakan

lingkungan nyaman, seperti mematikan lampu saat malam hari

Memberikan massage punggung

S: - Klien mengatakan sulit tidur dan merasa pusing, tidurnya

kurang dan tidak berkualitas, enak setelah napas dalam, - Klien mengatakan nyaman setelah di massage dan

mengantuk serta ingin tidur O:

- TD: 90/60 mmHg, N : 68x/mnt, - Klien mampu relaksasi napas dalam dengan dibimbing - Klien nampak mengantuk setelah di massage dan mampu

tidur selama 1 jam setelah di massage A:

- Masalah belum teratasi P:

- Kaji pola tidur setiap hari dan mengajarkan atau melatih tekhnik relaksasi yang lain

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 90: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

Lampiran 4

15-5-2013

Konstipasi Melatih klien mengayuh sepeda Memberikan dan maletih pijit I

Love U Mengkaji apakah klien sudah bisa

BAB atau belum

S: - Mengatakan hari ini belum BAB - Mengatakan senang setelah bersepeda dan lebih enak

O: - Klien mampu latihan mengayuh sepda selama 20 menit

A: - Masalah belum teratasi

P: - Motivasi untuk meningkatkan aktivtas dan setiap hari

melakukan latihan mengayuh sepda atau pijit I Love U 16-5-2013

Risiko Jatuh Mengkaji risiko jatuh dengan FMS dan BBT

Mengajarkan klien berjalan tegap dan kaki diangkat dan tetap berpegangan

Mengukur kekuatan otot klien

S: - Klien mengatakan selama 4 tahun sudah 3 kali jatuh - Klien mengatakanmalas menggunakan walker dan

lebihmemeilih jalan diseret karena takut jatuh O:

- FMS: 75, BBT: 40 dapat jalan dengan benar namun butuh pengawasan,

- Kekuatan otot ekstremitas atas kanan dan kiri 5555, sementara ekstremitas kiri bawah 5554 dan ekstremitas kanan bawah 4555

A: - Masalah belum teratasi

P: - Motivasi klien untuk senam dan latih ROM

16-5-2013

Gangguan pola tidur Motivasi klien untuk mengikuti tekhnik relaksasi yang diadakandi panti

Mengukur TTV Membatasi tidur siang dan

mengingatkan aktivitas klien

S: - Klien mengatakan semalam masih sulit tidur dan merasa

tidurnya tidak berkualitas, pusing pada pagi hari sehingga tidak mau mengikuti kegiatan relaksasi

- Klien mengatakan akan mencoba untuk tidak tidur siang dan senang setelah beraktivitas menyanyi

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 91: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

Lampiran 4

Mengajak beraktivitas dan ikut kegiatan

Mengkaji pola tidur klien

O: - TD: 100/60, N: 64x/mnt, - Klien terlihat lelah, mata merah, namun nampak segar

etelah beraktivtas menyanyi dan sangat antusias saat diajak menyanyi

A: - Masalah belum teratasi

P: - Lakukan tekhnik relaksasi saat sore hari dan ingatkan untuk

beraktivitas saat pagi dan sore 18-5-2013

Konstipasi Mengaji BAB dan keluhan klien Mengukur TTV Melatih gerakan mengayuh sepeda

S: - Mengatakan sudah BAB pagi hari dengan konsistensi lunak

O: - TD: 110/70, N: 80x/mnt S: 36, mobilisasi sedang dan

mampu mengayuh sepeda selama 25 menit A:

- Masalah teratasi sebagian P: Lanjutkan intervensi

20-5-2013

Konstipasi Melatih mengayuh sepeda Mengkaji BAB

S: - Mengatakan sudah BAB tanggan 19-5-2013 - Mengatakan senang setelah mengayuh sepeda

O: - Klien mampu mengayuh sepeda selama 25 menit

A: - Masalah teratai sebagian

P - Lanjutkan intervensi

20-5-2013

Hambatan mobilitas fisik

Mengkaji cara berjalan klien Melatih untuk berjalan tegap dan

kaki diangkat

S: - Klien mengatakan jalannya lebih enak jika diangkat namun

lelah

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 92: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

Lampiran 4

- Klien berjalan diseret karena takut jatuh O:

- Dapat jalan tegap namun perlu pengawasan A:

- Masalah belum teratasi P:

- Lanjutkan intervensi 20-5-2013

Gangguan pola tidur Mengkaji kebutuhan dan kebiasaan tidur klien

Mengkaji penyebab tidak bisa tidur klien

Melakukan massage punggung, tangan dan kaki

S: - Klien mengtakan lebih rileks dan capek berkurang

O: - terlihat tidur setelah dilakukan massage

A: - Massage dapat mengatasi masalah ganguanpola tidur

P: - Latih otot progresif

22-5-2013

Konstipasi Melakukan gerakan mengayuh sepda

Mengukur TTV

S: - Klien mengayakan enak setelah bermain sepeda namun

masih pusing O:

- Klien mengayuh sepeda 25 menit - TD: 110/60 mmHg, N 68 x/mnt

A: - Masalah konstipasi teratsi, klien sudah mulai rutin BAB

P: - Lanjutkan intervensi mengayuh sepeda - Motivasi aktivitas klien - Lakukan intervensi masalah gangguan pola tidur dan

hambatan mobilitas fisik 23-5-2013

Konstipasi Melakukan gerakan mengyuh sepeda

S: - Klien mengayakan enak setelah bermain sepeda namun

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 93: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

Lampiran 4

Mengukur TV masih pusing O:

- Klien mengayuh sepeda 25 menit - TD: 110/60 mmHg, N 68 x/mnt

A: - Masalah konstipasi teratsi, klien sudah mulai rutin BAB

P: - Lanjutkan intervensi mengayuh sepeda - Motivasi aktivitas klien - Lakukan intervensi masalah gangguan pola tidur dan

hambatan mobilitas fisik 24-5-2013

Gangguan pola tidur Meningkatkan aktivitas Membatasi tidur siang Mengukur TTV

S: - Klien mengatakan senang setelah mengikuti kegiatan,

keluhan pusing dan tidur semalam hanya 2,5 jam O:

- TD: 110/60, - Klien terlihat segar setelah beraktivitas

A: - Klien masih mengeluh belum bisa tidur nyenyak

P: - Lakukan intervensi relaksasi PMR

25-5-2013

Konstipasi Melakukan gerakan mengayuh sepeda

Memotivasi klien melakukan aktivitas fitnes

S: - Klien mengayakan enak setelah bermain sepeda namun

masih pusing O:

- Klien mengayuh sepeda 25 menit - TD: 110/60 mmHg, N 68 x/mnt

A: - Masalah konstipasi teratsi, klien sudah mulai rutin BAB

P:

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 94: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

Lampiran 4

- Lanjutkan intervensi mengayuh sepeda - Motivasi aktivitas klien - Lakukan intervensi masalah gangguan pola tidur dan

hambatan mobilitas fisik 27-5-2013

Gangguan pola tidur Mengukur TTV Mengajak klien beraktivitas Membatasi tidur siang Memberikan reinforcement positif

S: - Klien mengatakan pusing, sulit tidur terbangun 3 kali dan

malas untuk beraktivitas pagi O:

- TD: 120/70 mmHg, N: 67x/mnt, tidak ikut senam, muka terlihat lelah dan mata terlihat mengantuk

A: - KLien masih terlihat lelahdan berusaha untuk tidak tidur

siang P:

- Tingkatkan aktivitas, batasi tidur siang dan lakukan ntervensi untuk mengatasi konstipasi

28-5-2013

Gangguan pola tidur Konstipasi

Memeriksa TTV MEngeksplorasi perasaan Mengkaji pola BAB Menganjurkan minum lebih banyak

di pagi dan siang hari Mengkaji pola tidur Mengatur jadwal minum

S: - Klien mengatakan bangun jam 01.00 dan sulit tidur

kembali, BAK 3 kali terbangun - Klien mengatakan sebelum tidur minum air putih - Klien mengatakan pusing

O: - TD: 100/60, N : 85 x/mnt - Sulit tidur - Hari inibelum BAB - Tidka mengikutisenam - Pusing

A: - MAsalah ganggguan pola tidur masih terjadi

P:

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 95: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

Lampiran 4

- Atur jadwal minum - Buatjadwal mnm dan BAK - Cek TTV - Latihan mengayuh sepda - Anjurkan mengurangi minum di malam hari dan lebih

banyak di pagi dan sore hari 28-5-2013

Konstipasi Hambatan berjalan

Melatih gerakan mengayuh sepda Melatih/meningkatkan aktivitas Menjelaskan jadwal BAK dan

minum Mengisi jadwal BAK dan minum Mengukur TTV Memberi reinforcement positif

Melatih jalan tegap dan melangkah kaki diangkat

S: - Klien mengatakan masih pusing karena tidak bisa tidur, dan

merasa enak setelah bermain sepeda O:

- TD: 130/70 mmHg, N: 72x/mnt - Latihan mengayuh sepeda mampu selama 30 menit, fitness

15 kali, - Klien BAB, jalan sudah dapat tegak namun butuh

pengawasan A:

- BAB mulai tertaur dan jalan sudah dapat melangkah P:

- Motivasi tingkatkan aktivitas dan monitor catatan jadwal BAK dan minum

29-5-2013

Gangguan pola tidur Memeriksa TTV Mengeksplorasi perasaan Mengevaluasi jadwal BAK dan

minum terakhir sebelum tidur Memotivasi untuk mengikuti

kegiatan di pagi dan siang hari Menganjurkan untuk minum susu

hangat di malam hari

S: - Klien mengatakan semalam tebangun 3 kali karena BAK - Klien mengatakan minum terkahir setelah maghrib

O: - TD: 110/60 mmHg, N: 60x/mnt - Keluhan pusing dan tidur tidak nyenyak

A: - Klien masih suka terbangun malam hari dan sulit tidur lagi

karena sering BAK

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 96: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

Lampiran 4

P: - Motivasi ikut banyak kegiatan di pagi dan siang hari - Evaluasi tekhnik relaksasi napas dalma - Motivasi untuk control minum dan BAK sebelum tidur

malam 30-5-2013

Gangguan pola tidur Memeriksa TTV Memotiasi klien untuk mengikuti

senam relaksasi pagi ini Menganjurkan pada klien untuk

tidak tidur siang dan memperbanyak kegiatan di siang hari

Mengevaluasi jadwal minum dan BAK rutin

S: - Klien mengatakan setelah senam rileks dan menjadi

mengantuk O:

- TD: 130/70 N: 88x/mnt - Klien aktif mengikuti senam relaksasi sampai akhir

kegiatan A:

- Masalah teratasi sebagian P:

- LAnjutkan intervensi 3-5-2013

Gangguan pola tidur Mengukur TTV Memotivasi untuk ikut kegiatan Membatasi tidur siang

S: - Klien mengatakan pusing, tidur sering terbangun dan di

pagi hari mengantuk - Klien mengatakan tidak ingin ikut kegiatan dan ingin tidur

saja karena pusing O:

- TD: 110/70 mmHg, N; 68x/mnt, tidur jam 10.00 pagi A:

- Masalah gangguan pola tidur belum teratasi klien memilih tidur siang

P: - Motivasi untuk ikut kegiatan - Beri aktivitas di pagi hari

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 97: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

Lampiran 4

4-5-2013

Gangguan pola tidur Mengukur TTV Memotivasi aktivitas/Kegiatan Membatasi tidu rdi pagi hari Memberi reinforcement positif

S: - Klien mengatakan pusing, pagi masih mengantuk tapi ingin

mencoba berkativitas O:

- TD: 110/70 mmHg, N: 70 x/mnt - Klien nampak segar setelah beraktivitas - Klien sudah latihan mengayuh sepeda 30 menit

A: - Klien masih belum bisa membatasi tidur di siang hari

P: - motivasi untuk ikut kegiatan dan beri aktivitas di pagi hari

5-5-2013

Gangguan pola tidur Mengukur TTV Mengkaji pola BAB Mengkaji Pola tidur

S: - Klien mengatakan hari ini check up ke RS - Klien mengatakan semalam terbangun 3 kali akibat BAK

O: - TD: 100/70, N: 66x/mnt - Terbangn 3 kali pada malam hari

A: - Masalah gangguan pola tidur masih belum teratsi

P: - Followup hasil check up

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 98: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

Lampiran 5

Konstipasi Pada Lanjut Usia

Oleh :

OKTARIYANI, S Kep

Fakultas Ilmu Keperawatan

Universitas Indonesia

Program Profesi

2013

Apa yang dimaksud

dgn Konstipasi? Konstipasi atau sering disebut sembelit adalah kelainan pada sistem pencernaan di mana seseorang mengalami pengerasan feses atau tinja yang berlebihan sehingga sulit untuk dibuang atau dikeluarkan dan dapat menyebabkan kesakitan yang hebat pada penderitanya.

Apa Penyebabnya?

penurunan motilitas usus, kurang aktivtas dan olahraga

penurunan kekuatan dan tonus otot

Kekurangan asupan cairan dan serat

Banyak lansia mengalami konstipasi sebagai akibat dari penumpulan sensasi saraf, tidak sempurnanya pengosongan usus atau kegagalan dalam menanggapi sinyak untuk BAB.

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013

Page 99: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351487-PR-Oktariyani.pdf · penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata

Lampiran 5

Beberapa keluhan yang mungkin berhubungan dengan konstipasi adalah

1. Kesulitan memulai dan menyelesaikan BAB

2. mengejan keras saat BAB 3. Massa feses yang keras dan sulit

keluar 4. Perasaan tidak tuntas saat BAB 5. Sakit pada daerah rektum saat

BAB 6. Rasa sakit pada perut saat BAB 7. Adanya perembesen feses cair

pada pakaian dalam 8. Menggunakan jari-jari untuk

mengeluarkan feses 9. Menggunakan obat-obatan

pencahar untuk bisa BAB

Penangangan Konstipasi

1. Pengobatan non-farmakologis

Diet : Perbanyak makan makanan yang tinggi serat seperti buah dan sayur. Serat meningkatkan massa dan berat feses serta mempersingkat waktu transit di usus. untuk mendukung manfaa serat ini, diharpkan cukup asupan cairan sekitar 6-8 gelas sehari air putih.

Olahraga : cukup aktivitas atau mobilitas dan olahraga membantu mengatasi konstipasi jalan kaki atau lari-lari kecil yang dilakukan sesuai dengan umur dan kemampuan pasien, akan menggiatkan sirkulasi dan perut untuk memeperkuat otot-otot dinding perut

2. Pengobatan farmakologis, yaitu dengan menggunakan obat-obatan

Latihan Fisik

Latihan fisik adalah suatu faktor yang penting dalam menghindari konstipasi. Suatu program untuk meningkatkan aktivitas yang dimulai dengan latihan gerak pasif atau olahraga, salah satunya adalah gerakan mengayuh sepeda adalah suatu komponen esensial dalam mencegah konstipasi.

Gerakan mengayuh sepeda dapat bermanfaat untuk merangsang kerja pergerakan usus. Selain itu, Gerakan bersepeda dapat mengharmoniskan otot-otot abdominal

SEMOGA SELALU SEHAT

Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013