Upload
edo-apladi
View
164
Download
12
Embed Size (px)
DESCRIPTION
edo
Citation preview
DISUSUN OLEH :
Edo Pzoi Putra
Erwin
Herland
Dodi
PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG
DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
SMA NEGERI 1 SIJUK
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga dapat berhasil dalam menyelesaikan tugas
makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul
“Etnografi Kebudayaan Suku Badui”
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu diharapkan
demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah
SWT senantiasa meridhoi segala usaha kitasemua. Amin.
Sijuk, Juni 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Identfikasi Masalah
3. Tujuan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Suku Baduy
B. Letak Suku Baduy
C. 7 Unsur Kebudayaan Suku Baduy
1. Sistem Kepercayaan
2. Sistem Pendidikan Suku Baduy
3. Sistem Pemerintahan Suku Baduy
4. Peralatan Hidup
5. Mata Pencaharian Suku Baduy
6. Bahasa Suku Baduy
7. Kesenian Suku Baduy
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
2. Saran
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat.Segala sesuatu yang
terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat
itu sendiri.Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Kebudayaan dipandang sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke
generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Kebudayaan
mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta
keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala
pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Hubungan nya dengan judul yang kita ambil yaitu “ Pengaruh Bhineka Tunggal Ika
Disuku Baduy “ Bhineka Tunggal Ika berasal dari bahasa Jawa Kuno dan
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia “Berbeda-beda tetapi tetap satu”. Kalimat
tersebut merupakan kutipan dari sebuah kakawin Jawa Kuna yaitu : Kakawin
Sutasoma, karangan Mpu Tantular semasa kerajaan Majapahit sekitar abad ke-14.
Dalam Kakawin Sutasoma (Purudasanta), pengertian Bhinneka Tunggal Ika lebih
ditekankan pada perbedaan bidang kepercayaan juga keanekaragam agama dan
kepercayaan di kalangan masyarakat Majapahit. Bila diterjemahkan secara per kata,
Bhinneka Tunggal Ika adalah :
a. Bhinneka artinya beraneka ragam atau berbeda-beda menjadi pembentuk
kata “aneka”
b. Tunggal artinya satu
c. Ika artinya itu
Bhineka tunggal ika merujuk padakeanekaragaman masyarakat Indonesia yang
memiliki berbagai suku, agama, ras dan kebudayaan. Berbeda namun masih dalan satu
kesatuan.Keragaman budaya ini dapat dilihat dari bentuk rumah, bahasa,pakaian, dan
lain lain. Sayangnya di era globalisasi ini, banyak dari budaya –budaya Indonesia
terkontaminasi oleh kemodernisasian. Namun di Indonesia, masih terdapat suku yang
masih memegang teguh kebudayaanya dan menolak segala sesuatu selain dari
budayanya sendiri. Diantaranya adalah suku Baduy yang tinggal didaerah Banten .
2. Identfikasi Masalah
a. Apa Yang Dimaksud Suku Baduy ?
b. Dimana Letak Suku Baduy dan Asal Usulnya ?
c. Apa Hubungan Suku Baduy Dengan 7 Unsur Kebudayaan Yang Dimilikinya ?
3. Tujuan Masalah
a. Memahami dan Mengetahui Apa Suku Baduy
b. Memahami dan Mengetahui Letak serta Asal Usul Suku Baduy
c. Memahami dan Mengetahui 7 Unsur kebudayaan suku Baduy
BAB II
PEMBAHASAN
A. Suku Baduy
Masyarakat baduy merupakan suku asli Banten yang masih menjaga anti
modernisasi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, masyarakat yang
memiliki konsep inti kesederhanaan ini belum pernah mengharapkan bantuan dari
luar.Masyarakat suku baduy menolak teknologi modern apapun termasuk televisi,
radio, listrik dan lainnya.
Sebutan dan asal Orang Baduy, Orang Baduy hanya mengenal bahasa lisan.Oleh
karena itu, asal-usul mereka dicatat dalam ingatan dari generasi ke generasi dalam
cerita tentang karuhun mereka. Bagi Orang Baduy, yang melihat tentang catatan
waktu ialah segala peristiwa dalam kehidupan masyarakatnya, proses waktu
merupakan perjalanan riwayat dunia yang setara dengan keadaan alam semesta.
Sebutan terhadap orang Baduy dapat dibagi pada dua jenis, yaitu sebutan yang
diberikan oleh orang luar masyarakatnya dan mereka menyebut dirinya sendiri.
Sebutan mana yang lebih dikenal akan tergantung pula pada kekerapan istilah itu
menurut kebiasaan dan keinginan para pemakai istilah. Dalam menelaah penggunaan
sebutan untuk orang Baduy, adalah menarik ditinjau bagaimana sebutan itu digunakan
dalam jangka waktu yang panjang selama beberapa ratus tahun.
Sebutan Baduy dikaitkan dengan unsur kebudayaan mereka sendiri. Dikemukakan
bahwa kata Baduy tidak ada konotasi sebagai kata hinaan dan juga tidak ada
kaitannya dengan kata Badwi, tetapi semata-mata nama Baduy yang berasal dari kata
Cibaduy, nama sungai di sebelah utara Desa Kanekes. Itu artinya, untuk menyebut diri
sendiri memang merupakan salah satu kebiasaan masyarakat Sunda menyebut nama
kampung atau tempat bermukim, tempat dilahirkan atau tempat yang dapat
memberikan arti penting dalam kehidupannya.
B. Letak Suku Baduy
Perkampungan masyarakat baduy pada umumnya terletak pada daerah aliran
sungai Ciujung di Pegunungan Kendeng Banten Selatan.Letaknya sekitar 172 km
sebelah barat ibukota Jakarta; sekitar 65 km sebelah selatan ibukota Provinsi Banten.
Masyarakat baduy yang menempati areal 5.108 ha desa terluas di Provinsi Banten ini
mengasingkan diri dari dunia luar dan dengan sengaja menolak dan tidak terpengaruh
oleh masyarakat lainnya, dengan cara menjadikan daerahnya sebagai tempat suci di
Penembahan Arca Domas dan keramat.
C. 7 Unsur Kebudayaan Suku Baduy
1. Sistem Kepercayaan
Kepercayaan masyarakat suku Baduy yang disebut sebagai Sunda Wiwitan
berakar pada pemujaan kepada arwah nenek moyang (animisme) yang pada
perkembangan selanjutnya juga dipengaruhi oleh agama Budha, Hindu, dan Islam.Inti
kepercayaan tersebut ditunjukkan dengan adanya pikukuh atau ketentuan adat mutlak
yang dianut dalam kehidupan sehari-hari orang Kanekes.
Tabu tersebut dalam kehidupan sehari-hari diinterpretasikan secara harafiah.
Objek kepercayaan terpenting bagi masyarakat Kanekes adalah Arca Domas, yang
lokasinya dirahasiakan dan dianggap paling sakral.Orang Kanekes mengunjungi lokasi
tersebut untuk melakukan pemujaan setahun sekali pada bulan Kalima.
Masyarakat Baduy menganut kepercayaan Islam Sunda Wiwitan yang
menekankan pada pemeliharaan keharmonisan dan keseimbangan alam.Alam dengan
segala isinya penuh dengan berbagai tantangan, kejadian dan situasi yang perlu
dipelajari, diperhitungkan, dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan hidup manusia.
Masyarakat Baduy sangat memegang teguh pikukuh karuhun, yakni suatu
doktrin yang mewajibkan mereka melakukan berbagai hal sebagai amanat leluhurnya.
Pikukuh karuhun tersebut antara lain mewajibkan mereka untuk:
1) Bertapa bagi kesejahteraan dan keselamatan pusat dunia dan alam semesta
2) Memelihara Sasaka Pusaka Buana
3) Mengasuh Ratu memelihara Menak
4) Menghormati Guriang dan melaksanakan Muja
5) Melaksanakan Seba setahun sekali
6) Menyelenggarakan dan menghormati upacara adat Ngalaksa
7) Mempertahankan dan menjaga adat bulan Kawalu
2. Sistem Pendidikan Suku Baduy
Masyarakat Baduy tidak pernah sekolah, karena orangtuanya mengajarkan
sejak kecil dan mereka sudah tahu banyak hal tanpa perlu bersekolah.Komunikasi
mereka didasarkan pada adat istiadat mereka. Saat adat istiadat mereka mengatakan
tidak boleh, maka mereka tidak akan melakukannya. Sehingga, masyarakat Baduy
sangat patuh pada peraturan dan adat-istiadat mereka.
Saat pemerintah menyarankan anak-anak Baduy untuk bersekolah, Uwa Budi
yang mendukung masyarakat Baduy secara langsung akan bersikap tegas untuk
menolak pendidikan di sekolah tersebut. Kenapa? Karena menurut Uwa Budi, anak-
anak Baduy tidak perlu bersekolah, mereka sudah tahu sama seperti kita yang
bersekolah. Saat mereka bersekolah, identitas mereka atau budaya mereka dapat
tergeserkan karena pendidikan di sekolah tersebut.Karena, sistem pendidikan
masyarakat Baduy itu diajarkan secara turun-temurun oleh orangtuanya dan mereka
dapat belajar semuanya dari alam di sekeliling mereka.
Pengetahuan yang diperoleh masyarakat Baduy merupakan pengetahuan yang
sederhana. Kesederhanaan prinsip dasar masyarakat Baduy, apa yang di alam harus
tetap sama dan tidak boleh berubah sebagaimana yang telah diberikan oleh Sang
Pencipta. Materi atau substansi pendidikan yang diajarkan oleh mereka secara turun
temurun pada dasarnya adalah sesuai dengan kebutuhan hidup saja.Aspek aturan
hidup, ekonomi, sosial, serta lingkungan merupakan materi pelajaran yang diajarkan
bagi semua masyarakat. Pendidikan yang ada terfokus pada tata cara berladang, cara
melestarikan lingkungan, dan ketahanan adat.
— Pemikiran suku baduy mengenai pendidikan :
1. Pengetahuan dianggap benar apabila dalil (proposisi) itu
mempunyai hubunga dengan dalil (proposisi) yang terdahulu.
2. Pengetahuan dianggap benar apabila ada kesesuaian dengan kenyataan.
3. Pengetahuan dianggap benar apabila mempunyai konsekwensi praktis
yang mempunyai pengetahuan itu.
Tujuan adat melarang adanya pendidikan di sekolah adalah untuk menahan
terlalu bebasnya masyarakat adat mengadopsi gaya kehidupan modern karena
komunitas mereka memiliki tugas hidup yang spesifik, keyakinan yang kuat dan
hukum adat yang berbeda. Jika masyarakat Baduy dibebaskan untuk mendapatkan
pendidikan seperti halnya masyarakat umum lainnya maka dikhawatirkan masyarakat
Baduy hanya akan mengejar dan memenuhi kepuasan materi dan kemajuan hidup
sehingga adat dan budaya Baduy terlupakan.
3. Sistem Pemerintahan Suku Baduy
Masyarakat Suku Baduy mengenal dua sistem pemerintahan, yaitu sistem
nasional, yang mengikuti aturan negara Indonesia, dan sistem adat yang mengikuti
adat istiadat yang dipercaya masyarakat.Kedua sistem tersebut digabung atau
diakulturasikan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi benturan.Secara nasional,
penduduk Kanekes dipimpin oleh kepala desa yang disebut sebagai jaro pamarentah,
yang ada di bawah camat, sedangkan secara adat tunduk pada pimpinan adat Suku
Baduy yang tertinggi, yaitu "Pu'un".
Pemimpin adat tertinggi dalam masyarakat Kanekes adalah "Pu'un" yang ada
di tiga kampung tangtu.Jabatan tersebut berlangsung turun-temurun, namun tidak
otomatis dari bapak ke anak, melainkan dapat juga kerabat lainnya.Jangka waktu
jabatan Pu'un tidak ditentukan, hanya berdasarkan pada kemampuan seseorang
memegang jabatan tersebut.
4. Peralatan Hidup
Masyarakat Baduy memilih tumbuhan bambu sebagai teman hidupnya. Bambu
dengan segala kelebihannya telah menyediakan dirinya menjadi bahan baku bagi
hampir semua kebutuhan hidup manusia. Hampir tidak ada dari bagian tumbuhan ini,
mulai dari akar hingga pucuk dan daun-nya yang tidak bisa dimanfaatkan.Akar
bambu sering dipakai sebagai bahan ramuan obat, pucuk (rebung) bambu dibuat
sayuran, dan batang bambu dewasa untuk bermacam keperluan bangunan.Bahkan
tanah tempat bekas rumpun bambu adalah bagian tanah yang amat subur untuk
berladang.
Bambu telah menyediakan hampir semua kebutuhan peralatan hidup bagi
manusia Baduy.Gelas Bambu adalah yang paling sederhana.Orang Baduy, terutama
kelompok Baduy Dalam mengkreasi gelas minum dari bambu dengan berbagai
ukuran.Struktur tumbuhan yang berlubang di tengah dengan buku-buku kokoh yang
menjadi pembatas antar ruas-ruasnya telah dimanfaatkan secara cerdas untuk
menciptakan gelas-gelas tempat minum manusia.Selain gelas, bambu juga dapat dibuat
berbagai peralatan dapur dan rumah tangga, seperti sendok, garpu, sumpit, dan untuk
menanak nasi.Bambu kering kerap juga digunakan sebagai kayu bakar untuk perapian
memasak makanan.
5. Mata Pencaharian Suku Baduy
Bertani adalah mata pencarian utama masyarakat Baduy di desa Kanekes,
tetapi dalam mengelolah lahan / tanah mereka tetap memegang aturan-aturan yang
telah digariskan oleh pikukuhnya, yaitu tanah tidak boleh dicangkul sehingga erosi di
setiap lahan pertanian orang Baduy relatif dapat dihindarkan atau kecil sekali. Begitu
pula untuk melindungi tata air, kebersiahn dan kelestarian dari adanya pencemaran
sungai, pembuatan rumah, penempatan lumbung padi, semuanya berintegritasi secara
fungsional dalam kehidupan mereka yang hidup berdasarkan pikukuh aturan
adat.Dengan demikian ekosistem masyarakat Baduy di desa Kenekes terdapat suatu
keseimbangan yang dinamakan homeostatis yaitu kemampuan ekosistem untuk
menaham berbagai perubahan dalam sistem secara keseluruhan.
Selain itu mereka juga mendapatkan penghasilan tambahan dari menjual buah-
buahan yang mereka dapatkan di hutan seperti durian dan asam keranji, serta madu
hutan.Sebagai tanda kepatuhan/pengakuan kepada penguasa, masyarakat Kanekes
secara rutin melaksanakan seba yang masih rutin diadakan setahun sekali dengan
mengantarkan hasil bumi kepada penguasa setempat yaitu Gubernur Banten.Dari hal
tersebut terciptanya interaksi yang erat antara masyarakat Baduy dan penduduk luar.
Ketika pekerjaan mereka diladang tidak mencukupi, orang Baduy biasanya berkelana
ke kota besar sekitar wilayah mereka dengan berjalan kaki, umumnya mereka
berangkat dengan jumlah yang kecil antara 3 sampai 5 orang untuk mejual madu dan
kerajinan tangan mereka untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.
6. Bahasa Suku Baduy
Bahasa yang mereka gunakan adalah Bahasa Sunda dialek Sunda–
Banten.Untuk berkomunikasi dengan penduduk luar mereka lancar menggunakan
Bahasa Indonesia, walaupun mereka tidak mendapatkan pengetahuan tersebut dari
sekolah.Orang Kanekes 'dalam' tidak mengenal budaya tulis, sehingga adat istiadat,
kepercayaan/agama, dan cerita nenek moyang hanya tersimpan di dalam tuturan lisan
saja.
7. Kesenian Suku Baduy
Alat musik tiup seperti seruling bambu, angklung, dan kentongan adalah
beberapa contoh penggunaan ruas-ruas bambu dengan berbagai ukuran bagi
kepentingan pemenuhan hasrat bermusik atau berkesenian orang Baduy.Pembuatan
wayang dari anyaman bambu juga sering dijumpai di komunitas Baduy, dan banyak
lagi.Perlengkapan kerja seperti caping (tudung) yang biasa digunakan bekerja di
ladang di tengah terik matahari terbuat dari bambu.Terdapat juga tikar bambu, atau
sekedar anyaman bambu yang agak kasar, yang biasanya digunakan untuk menjemur
ketela, kopi, kelapa, bahkan padi.Bakul berukuran kecil, sedang dan besar dibuat dari
bambu.Bambu Timba adalah alat mengambil dan membawa air dari sungai atau
pancuran hampir dimiliki di setiap rumah orang Baduy.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Kebudayaan merupakan respon positif manusia terhadap situasi dan kondisi
yang terjadi di sekitarnya.Selain itu, budaya merupakan manifestasi dari aspek
manusia yang multi-dimensional.
Masyarakat Baduy adalah masyarakat yang mengisolasi diri mereka dalam
suatu komunitas adat yang sangat taat dengan peraturan norma dan nilai pada
budayanya. Mereka mengasingkan diri dari pengaruh negatif modernisasi dengan
memegang teguh adat dan budaya mereka.
Tujuan adat melarang adanya pendidikan di sekolah adalah untuk menahan
terlalu bebasnya masyarakat adat mengadopsi gaya kehidupan modern karena
komunitas mereka memiliki tugas hidup yang spesifik, keyakinan yang kuat dan
hukum adat yang berbeda. Jika masyarakat Baduy dibebaskan untuk mendapatkan
pendidikan seperti halnya masyarakat umum lainnya maka dikhawatirkan masyarakat
Baduy hanya akan mengejar dan memenuhi kepuasan materi dan kemajuan hidup
sehingga adat dan budaya Baduy terlupakan.
Segala teori kebudayaan terlalu lamban untuk memahami keseharian manusia
yang bergerak cepat. Manusia tidak sekedar merajut makna lewat kerja,melainkan
komunikasi inter-subjektif dengan simbol-simbol. Manusia sehari-hari adalah manusia
yang bercakap, merenung dan mamaknai.Kebudayaan adalah festival kemajemukkan
dimensi manusia dan menolak segala bentuk reduksionisme.Manusia bukan semata-
mata makhluk ekonomi yang melulu berfokus pada bagaimana bertahan hidup.Ruang
refleksi yang tertutup oleh determinasi kerja dibukakan secara kultural.Kebudayaan
adalah lokus dimana manusia bukan sekedar pedagang dan pembeli, melainkan
makhluk multi-dimensi.
2. Saran
Kebudayaan masyarakat baduy merupakan kebudayaan yang khas oleh karena
itu, pemerintah harus memperhatikan Kebudayaan masyarakat baduy agar
kebudayaan mereka tetap lestari.
Sebaiknya pemerintah daerah kabupaten Lebak tetap memberikan kebebasan
bagi suku baduy untuk mengatur masyarakatnya dengan kebudayaan asli mereka.
Pendidikan sangatlah penting karena dapat menunjang
potensi dalam pemanfaatan sumber daya alam dengan baik dan benar, serta
bagaimana memanfaatkan potensi mereka yg sudah ada sejak zaman nenek moyang,
seperti menenun,barladang,berkebun,membuat golok,dllcontoh :mereka diajarkan
bagaimana membuat tenun yg baik dan bagaimana memasarkannya;bagaimana
berkebun yg baik dan memasarkannya,dll.
— Indonesia berlandaskan bhineka tunggal ika yaitu berbeda-beda tetapi tetap satu juga,
pemerintah seharusnya tidak membeda-beda kan agama satu sama lainnya dan
menghargai kepercayaan suku baduy yaitu agama sunda wiwitan yang sudah dianut
ratusan tahun karna itu merupakan kebudayaan nenek moyang moyang yang
sewajarnya dipelihara.
DAFTAR PUSTAKA
Koentjaraningrat. Manusia Dan Beberapa Kebudayaan Di Indonesia. Djakarta :
Penerbit Djambatan, 1971
Selo Soemarjan-Soelaeman Soemardi. Setangkai Bunga Sosiologi. Djakarta : Yayasan
Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1964.
Soekarto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : CV. Rajawali, 1985
Hhtp;//wikipedia.org/wiki/Orang_Kanekes - 37kongserang. Senin, 18 Oktober 2010,
15.50
Hhtp;//.wordpress.com/2008/10/16/suku-baduy-banten/d. Senin, 18 Oktober 2010, 16.00