9
 Hipokalemia Periodik Paralisis Imelda Gunawan 102012205/F5 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Terusan Aruna !o" #$ Jakarta 1151 0 meldaa"%unawan&'a(oo"com Pendahuluan )aralisis *eriodik +)), adala( sekelom*ok %an%%uan otot ran%ka den%an -ermacam etiolo%i$ e*isodik$ -erlan%sun% se-entar$ dan (i*ore.leks kelema(an otot ran%ka$ den%an atau tan*a m'otonia tet a*i tan *a de.i sit sensori k da n tan*a ke(i lan%an ke sad ar an" )a sie n men%alami seran%an kelema(an otot den%an durasi dan ke*ara(an 'an% -ervariasi" eran%an da*at -erlan%sun% dari -e-era*a menit sam*ai -e-era*a (ari" Kelema(an dalam seran%an da*at %eneral atau .okal" alam *eralanan *en'akitn'a dari *en'akit otot ini$ kekuatan normal kem-ali setela( seran%a n$ teta*i kemud ian kelema (an otot si%ni .ikan 'an% meneta * serin% -erkem-an%" )ada awal *eralanan *en'akit ini$ kekuatan otot masi( normal di antara seran%an" etela( -erta(unta(un seran%an ini$ kelema(an interiktal teradi dan mun%kin  *ro%resi." Gan%%uan ini da*at dio-ati dan kelema(an *ro%resi. da*at dice%a( atau -a(kan da*at sem-u( 1$2 Skenario eoran% *erem*uan -erusia 0 ta(un$ datan% ke )oliklinik den%an kelu(an utama kelema (an *ada kedua tun%ka i -awa( seak 1 (ari 'an% lalu" Kelu( an disertai den%a n n'eri ot ot dan -ada n teras a lemas" Adan'a di are di san %kal" )asie n men%aku i-un'a ser in% men%alami kelu(an se*erti itu" Anamnesis Anamne sis adala ( suat u *erca ka*a n antara *asie n da n dokt er' an% -ert u uan men %um*ul kan ket eran %an 'an % -er kait an den %an *en' aki t dar i *as ien dan 'an % da* at menadi dasar *enentuan dia%nosis" 3e ncatat +mer ekam, ri wa'at *e n' akit $ se ak %e a la *e rt ama da n ke mu di an  *erkem-an%an %eala serta kelu(an$ san%atla( *entin%" )eralanan *en'akit (am*ir selalu k(as untuk *en' akit -e rsa n% kutan " e lai n it u tu uan me lakukan anamnesa adala ( men %em-an %ka n *ema(aman men %en ai mas ala( medis *asi en dan mem-ua t dia %no sis  -andin%" elain itu$ *roses ini u%a memun%kinkan dokter untuk men%enal *asienn'a$ u%a se-alikn'a$ serta mema(ami masala( medis dalam konteks ke*ri-adian dan latar -elakan% sosial *asien" 1

uro

Embed Size (px)

DESCRIPTION

uro

Citation preview

Hipokalemia Periodik ParalisisImelda Gunawan102012205/F5Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJalan Terusan Arjuna No. 6, Jakarta [email protected] Paralisis periodik (PP) adalah sekelompok gangguan otot rangka dengan bermacam etiologi, episodik, berlangsung sebentar, dan hiporefleks kelemahan otot rangka, dengan atau tanpa myotonia tetapi tanpa defisit sensorik dan tanpa kehilangan kesadaran. Pasien mengalami serangan kelemahan otot dengan durasi dan keparahan yang bervariasi. Serangan dapat berlangsung dari beberapa menit sampai beberapa hari. Kelemahan dalam serangan dapat general atau fokal. Dalam perjalanan penyakitnya dari penyakit otot ini, kekuatan normal kembali setelah serangan, tetapi kemudian kelemahan otot signifikan yang menetap sering berkembang. Pada awal perjalanan penyakit ini, kekuatan otot masih normal di antara serangan. Setelah bertahun-tahun serangan ini, kelemahan interiktal terjadi dan mungkin progresif. Gangguan ini dapat diobati dan kelemahan progresif dapat dicegah atau bahkan dapat sembuh1,2SkenarioSeorang perempuan berusia 30 tahun, datang ke Poliklinik dengan keluhan utama kelemahan pada kedua tungkai bawah sejak 1 hari yang lalu. Keluhan disertai dengan nyeri otot dan badan terasa lemas. Adanya diare disangkal. Pasien mengaku ibunya sering mengalami keluhan seperti itu. Anamnesis3Anamnesis adalah suatu percakapan antara pasien dan dokteryang bertujuan mengumpulkan keterangan yang berkaitan dengan penyakit dari pasien dan yang dapat menjadi dasar penentuan diagnosis. Mencatat (merekam) riwayat penyakit, sejak gejala pertama dan kemudian perkembangan gejala serta keluhan, sangatlah penting. Perjalanan penyakit hampir selalu khas untuk penyakit bersangkutan. Selain itu tujuan melakukan anamnesa adalah mengembangkan pemahaman mengenai masalah medis pasien dan membuat diagnosis banding. Selain itu, proses ini juga memungkinkan dokter untuk mengenal pasiennya, juga sebaliknya, serta memahami masalah medis dalam konteks kepribadian dan latar belakang sosial pasien.Anamnesis yang baik akan terdiri dari identitas (mencakup nama, alamat, pekerjaan, keadaan sosial ekonomi, budaya), keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu dan riwayat penyakit keluarga, dan kebiasaan pasien. Anamnesis yang dapat dilakukan pada pasien di skenario adalah sebagai berikut:1. Identitas Nama, umur, alamat, pekerjaan.2. Keluhan Utama Lemah pada kedua tungkai disertai dengan nyeri otot dan badan terasa lemas3. Riwayat Penyakit Sekarang Keluhan lain yang dirasakan oleh pasien selain yang disebutkan sebagai keluhan utama4. Riwayat Penyakit Dahulu Apakah pasien pernah mengalami hal serupa sebelumnya? Apakah pasien menderita suatu penyakit yang mugkin sudah dialaminya selama bertahun-tahun?5. Riwayat Penyakit Keluarga Apakah ada keluarga pasien yang menderita keluhan / penyakit yang sama seperti yang dialami oleh pasien? Pada kasus diberitahukan bahwa ibu pasien sering mengalami seperti yang dideritanya6. Riwayat Pengobatan Apakah pasien sudah datang ke dokter sebelum datang kepada kita? Apakah pasien sudah mengkonsumsi obat tertentu sebelum datang kepada kita? Apakah pasien sedang mengkonsumsi obat-obatan untuk penyakit yang lain?7. Riwayat Sosial-Ekonomi dan Kebiasaan Apakah makanan yang biasa dikonsumsi oleh pasien? Apakah makanan/diet pasien sudah cukup bergizi? Apakah pasien sedang menjalani program diet sehingga ada beberapa makanan yang dibatasi konsumsinya?

Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik yang dilakukan adalah pemeriksaan abdomen, dan muskuloskeletal. Pemeriksaan fisik didahului dengan pengukuran tanda-tanda vital pada pasien, yang mencakup suhu, tekanan darah, denyut nadi, dan frekuensi pernapasan. Setelah dilakukan pengukuran tanda-tanda vital, dilakukan pemeriksaan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Pada inspeksi, dilihat bagaimana keadanan umum pasien, tingkat kesadarannya, dan bagaimana cara berjalannya. Lalu dilihat pula bentuk abdomen pasien, apakah ada perubahan warna kulit, apakah ada bekas trauma, apakah ada bekas operasi. Setelah itu dilihat kondisi tungkai pasien, bagaimana bengkaknya, apakah ada perubahan warna kulit, apakah ada bekas trauma.Setelah inspeksi, dilakukan palpasi. Pada palpasi, diraba abdomen pasien, dicari apakah ada abdomen yang terasa nyeri, apakah ada benjolan, bagaimana turgor kulit pasien. Dapat pula dilakukan palpasi organ, seperti ginjal, dan hepar. Palpasi ginjal dapat dilakukan dengan cara bimanual atau Ballotement. Pemeriksaan hepar ditujukan untuk melihat apakah ada hepatomegali. Setelah itu dilakukan pemeriksaan pada tungkai. Diraba apakah ada nyeri, bagaimana suhu di tempat yang bengkak, apakah bengkak tersebut merupakan edema pitting atau non-pitting, bagaimana pergerakan pasien.Setelah palpasi, dilakukan perkusi dan auskultasi. Perkusi dan auskultasi dilakukan pada seluruh lapang abdomen. Pada auskultasi, didengarkan bising usus, apakah normal atau mengalami peningkatanPemeriksaan Penunjang1,2A. Laboratorium1) Kadar kalium serumKalium serum merupakan pemeriksaan laboratorium yang paling penting. Diantara serangan paralisis, kalium serum abnormal pada tipe paralisis periodik sekunder, tetapi biasanya normal pada paralisis periodik primer. Selama serangan kadar kalium serum dapat tinggi, rendah, atau di atas batas normal dan bisa di bawah batas normal. Pemeriksaan secara random kadar kalium serum dapat menunjukan fluktuasi yang periodik pada paralisis periodik normokalemik.Konsentrasi kalium serum pada 3,0-3,5 mEq/L berhubungan dengan suatu keadaan klinis seperti kelemahan otot ringan, fatigue, dan mialgia. Pada konsentrasi serum kalium 2,5-3,0 mEq/L kelemahan otot menjadi lebih berat terutama pada bagian proximal dari tungkai. Ketika serum kalium turun hingga dibawah dari 2,5 mEq/L maka dapat terjadi kerusakan struktural dari otot, termasuk rhabdomiolisis dan miogobinuria.2) Fungsi ginjal3) Kadar glukosa darah pengambilan glukosa darah ke dalam sel menyebabkan kalium berpindah dari luar sel (darah) ke dalam sel-sel tubuh.4) pH darahDibutuhkan untuk menginterpretasikan K+ yang rendah. Alkalosis biasa menyertai hipokalemia dan menyebabkan pergeseran K+ ke dalam sel. Asidosis menyebabkan kehilangan K+ langsung dalam urin.5) Hormon tiroid: T3,T4 dan TSH untuk menyingkirkan penyebab sekunder hipokalemia.6) Kadar CPK (creatinin phospokinase) dan mioglobin serumKadar CPK tinggi pada paralisis periodik primer selama atau baru saja setelah serangan. Kadar mioglobin serum juga mungkin tinggi.B. EKGPerubahan pada EKG ini dapat mulai terjadi pada kadar kalium serum dibawah 3,5 dan 3,0 mEq/L. Kelainan yang terjadi berupa inversi gelombang T, timbulnya gelombang U dan ST depresi, pemanjangan dari PR, QRS, dan QT interval .C. EMGDi antara serangan, mungkin ada fibrilasi dan pengulangan keluaran kompleks, meningkat dengan dingin dan menurun dengan latihan (dalam paralisis periodik hipokalemik). Selama serangan, EMG akan menunjukkan listrik diam, baik pada paralisis periodik hiperkalemik dan paralisis periodik hipokalemik.D. Biopsi ototBiopsi otot diperlukan pada beberapa kasus yang dengan penampilan klinis yang tidak spesifik. Pada paralisis periodik hipokalemik primer mungkin terdapat vakuola sentral yang tunggal atau mutipel. Pada paralisis periodik hiperkalemik sekunder, vakuola dan agregat tubular dapat ditemukan. DiagnosisHipokalemia Periodik ParalisisPeriodik paralisis adalah kelainan yang ditandai dengan hilangnya kekuatan otot, umumnya terkait dengan abnormalitas K + dan abnormalnya respon akibat perubahan K + dalam serum. Periodik paralisis akibat ion kalium ini dapat dibagi menjadi tiga klasifikasi yaitu dengan kondisi hipokalemia, hiperkalemia dan normokalemia.Hipokalemia merupakan kelainan elektrolit yang sering terjadi pada praktek klinis yang didefinisikan dengan kadar kalium serum kurang dari 3,5 mEq/L, pada hipokalemia sedang kadar kalium serum 2,5-3 mEq/L, dan hipokalemia berat kadar kalium serumnya kurang dari 2,5 mEq/L. Hipokalemia dapat timbul akibat kurangnya asupan kalium melalui makanan, kehilangan kalium melalui gangguan saluran cerna atau kulit atau akibat redistribusi kalium ekstraselular ke dalam cairan intraselular.4 Paralisis periodik hipokalemik (PPH) merupakan salah satu kelainan klinis akibat hipokalemia yang disebabkan oleh redistribusi kalium secara akut ke dalam cairan intraselular. Paralisis periodik hipokalemik dapat terjadi secara familial atau didapat.5Hipokalemia periodik paralisis adalah kelainan yang ditandai dengan kadar kalium yang rendah atau kurang dari 3.5 mmol/L pada saat serangan, disertai riwayat episode kelemahan dan bisa sampai kelumpuhan otot skeletal.EtiologiHipokalemia periodik paralisis biasanya disebabkan oleh kelainan genetik autosomal dominan. Dari kebanyakan kasus periodik paralisis hipokalemia terjadi karena mutasi dari gen reseptor dihidrpopiridin pada kromosom 1q. Reseptor ini merupakan calcium channel yang bersama dengan reseptor ryanodin berperan dalam proses coupling pada eksitasi kontraksi otot.Hipokalemia dapat terjadi karena adanya faktor pencetus tertentu, misalnya asupan yang tidak adekuat, pengeluaran berlebihan melalui ginjal atau gastrointestinal, obat-obatan, dan perpindahan transelular (perpindahan kalium dari serum ke intraselular) selain itu makanan dengan kadar karbohidrat tinggi, istirahat sesudah latihan fisik, perjalanan jauh, pemberian obat, operasi, menstruasi, konsumsi alkohol dan lain-lain.Kadar insulin juga dapat mempengaruhi kelainan ini pada banyak penderita, karena insulin akan meningkatkan aliran kalium ke dalam sel. Pada saat serangan akan terjadi pergerakan kalium dari cairan ekstra selular masuk ke dalam sel, sehingga pada pemeriksaan kalium darah terjadi hipokalemia. Kadar kalium biasanya dalam batas normal diluar serangan. Pencetus untuk setiap individu berbeda, juga tidak ada korelasi antara besarnya penurunan kadar kadar kalium serum dengan beratnya paralisis (kelemahan) otot skeletal.Salah satu kelainan ginjal yang dapat menyebabkan paralisis periodik hipokalemik adalah asidosis tubulus renalis distal (ATRD) yang awitan pertama biasanya terjadi pada masa dewasa. Hal lain yang dapat menyebabakan terjadinya hipokalemia periodik paralisis adalah tirotoksikosis. Mekanisme terjadinya memang belum jelas, namun pada penderita dengan tirotoksikosis itu didapatkan periodik paralisis.EpidemiologiKejadian hipokalemia pada populasi umum sulit untuk diperkirakan, namun mungkin kurang dari 1% dari orang yang tidak berobat memiliki tingkat kalium serum lebih rendah dari 3,5 mEq/L. Asupan kalium bervariasi sesuai dengan umur, jenis kelamin, latar belakang etnis, dan status sosial ekonomi. Hingga 21% dari pasien rawat inap memiliki kadar kalium serum lebih rendah dari 3,5 mEq/L, dengan 5% dari pasien yang menunjukkan kadar kalium rendah dari 3 mEq/L. Di antara pasien lansia, 5% menunjukkan kadar kalium rendah dari 3 mEq/L.6Hipokalemia periodik paralisis memiliki angka kejadian adalah sekitar 1 diantara 100.000 orang, pria lebih sering dari wanita dan biasanya lebih berat. Usia terjadinya serangan pertama bervariasi dari 120 tahun, frekuensi serangan terbanyak di usia 1535 tahun dan kemudian menurun dengan peningkatan usia.7Gejala KlinisGejala klinis yang disebabkan sebenarnya diakibatkan oleh hipokalemianya sendiri yang dapat mengakibatkan kelainan pada otot skeletal terutama pada kadar kalium kurang dari 3 mEq/L yaitu seperti kelemahan pada otot, perasaan lelah, nyeri otot, restless legs syndrome hingga kelumpuhan. Gejala yang diakibatkan oleh hipokalemia lainnya seperti hipertensi, gangguan toleransi glukosa, gangguan metabolisme protein, poliuria, polidipsi dan alkalosis metabolisme.Gejala klinis yang karakteristik adalah kelemahan otot akut yang bersifat intermiten, gradual, biasanya pada ekstremitas bawah, dapat unilateral atau bilateral, disertai nyeri di awal serangan. Penderita dapat mengalami serangan hanya sekali, tetapi dapat juga serangan berkali-kali (berulang) dengan interval waktu serangan juga bervariasi. Kelemahan biasanya terjadi pada otot kaki dan tangan, tetapi kadang-kadang dapat mengenai otot mata, otot pernafasan dan otot untuk menelan, di mana kedua keadaan terakhir ini dapat berakibat fatal.PatofisiologiParalisis periodik hipokalemik terjadi karena adanya redistribusi kalium ekstraselular ke dalam cairan intraselular secara akut tanpa defisit kalium tubuh total. Kelemahan otot terjadi karena kegagalan otot rangka dalam menjaga potensial istirahat (resting potential) akibat adanya mutasi gen CACNL1A3, SCN4A, dan KCNE3,2,6,8 yakni gen yang mengontrol gerbang kanal ion (voltagegated ion channel) natrium, kalsium dan kalium pada membran sel otot.8Kadar kalium plasma adalah hasil keseimbangan antara asupan kalium dari luar, ekskresi kalium, dan distribusi kalium di ruang intra- dan ekstraselular. Sekitar 98% kalium total tubuh berada di ruang intraselular, terutama di sel otot rangka. Secara fisiologis, kadar kalium intrasel dipertahankan dalam rentang nilai 120-140 mEq/L melalui kerja enzim Na+-K+-ATPase. Kanal ion di membran sel otot berfungsi sebagai pori tempat keluar-masuknya ion dari/ke sel otot. Dalam keadaan depolarisasi, gerbang kanal ion akan menutup dan bersifat impermeabel terhadap ion Na+ dan K+, sedangkan dalam keadaan repolarisasi (istirahat), gerbang kanal ion akan membuka, memungkinkan keluar-masuknya ion natrium dan kalium serta menjaganya dalam keadaan seimbang. Mutasi gen yang mengontrol kanal ion ini akan menyebabkan influks K+ berlebihan ke dalam sel otot rangka dan turunnya influks kalsium ke dalam sel otot rangka sehingga sel otot tidak dapat tereksitasi secara elektrik, menimbulkan kelemahan sampai paralisis. Mekanisme peningkatan influks kalium ke dalam sel pada mutasi gen ini belum jelas dipahami.5,8 Sampai saat ini, 30 mutasi telah teridentifikasi pada gen yang mengontrol kanal ion. Tes DNA dapat mendeteksi beberapa mutasi; laboratorium komersial hanya dapat mengidentifikasi 2 atau 3 mutasi tersering.5,8Diagnosis BandingSindrom Bartter Penyakit ini merupakan suatu kelainan pada ginjal dikarenakan ginjal membuang elektrolit secara berlebihan yaitu kalium, natrium dan klorida. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan gangguan kadar elektrolit di dalam darah. Penyakit ini merupakan penyakit yang diturunkan atau bersifat herediter yaitu adanya kelainan gen resesif. Gejala yang dapat terlihat pada penyakit ini adalah adanya kelemahan otot, adanya rasa haus yang berlebihan atau polidipsi, produksi air kemih yang banyak dan keterbelakangan mental. Kehilangan natrium dan klorida dapat menyebabkan adanya dehidrasi ringan yang kronis sehingga dapat menurunkan tekanan darah.HipokalsemiaKeadaan dimana konsentrasi kalsium di dalam darah kurang dari 8,8 mg/dL darah. Kelainan ini dapat disebabkan oleh adanya gangguan yang menyebabkan hilangnya kalsium melalui urin dalam waktu yang lama atau kegagalan untuk memindahkan kalsium dari tulang, pemakaian obat tertentu seperti rifampisin, fenitoin, kalsitonin, fenobarbital atau kortikosteroid. Selain itu kelainan ini dapat disebabkan karena kadar hormon paratiroid yang rendah. Gejala yang ditimbulkan kelainan ini biasanya tidak ada tapi apabila kelainan ini berlangsung kronik maka dapat mempengaruhi otak dan dapat mengakibatkan kebingungan, gangguan daya ingat, penurunan kesadaran, depresi hingga halusinasi yang sementara. Nyeri otot dan kesemutan pada bibir, lidah , jari pada tangan dan kaki dapat muncul juga pada kadar kalsium yang sangat rendah. PenatalaksanaanHipokalemia periodik paralisis sebenarnya tidak memerlukan intervensi farmakologis. Hal terpenting adalah pasien harus diedukasi dan berikan informasi untuk mencegah dan menurunkan kejadian serangan melalui menghindari kegiatan yang memerlukan kekuatan fisik yang berat, hindari kedinginan, mengkonsumsi buah-buahan atau jus yang tinggi akan kalium, membatasi intake karbohidrat dan garam (160 mEq/hari).Pemberian obat-obatan seperti penghambat carbonic anhidrase dapat diberikan untuk menurunkan frekuensi dan beratnya serangan kelemahan episodik dan memperbaiki kekuatan otot diantara serangan. Acetazolamide merupakan obat jenis tersebut yang banyak diresepkan, dosis dimulai dari 125 mg/hari dan secara bertahap ditingkatkan hingga dosis yang dibutuhkan maksimum 1500 mg/hari. Pasien yang tidak berespon dengan pemberian acetazolamide dapat diberikan penghambat carbonic anhidrase yang lebih poten seperti, dichlorphenamide 50 hingga 150 mg/hari atau pemberian diuretik hemat kalium seperti spironolactone atau triamterine (keduanya dalam dosis 25 hingga 100 mg/hari). Pemberian rutin kalium chlorida (KCL) 5 hingga 10 g per hari secara oral yang dilarutkan dengan cairan tanpa pemanis dapat mencegah timbulnya serangan pada kebanyakan pasien. Pada suatu serangan yang akut atau berat, KCL dapat diberikan melalui intravena dengan dosis inisial 0,05 hingga 0,1 mEq/KgBB dalam bolus pelan, dilanjutkan dengan pemberian KCL dalam 5% manitol dengan dosis 20 hingga 40 mEq, hindari pemberian dalam larutan glukosa sebagai cairan pembawa. Kepustakaan lain KCL dapat diberikan dengan dosis 50 mEq/L dalam 250 cc larutan 5 % manitol.1Komplikasi dan PrognosisHipokalemik periodik paralisis dengan terapi yang tepat biasanya berespons baik dan terapi ini berguna untuk mecegah kelemahan otot yang lebih lanjut. Tetapi apabila tidak diberikan terapi yang tepat maka pada akhirnya dapat mengakibatkan kematian Komplikasi yang dapat terjadi apabila tidak diberikan terapi antara lain adalah kelemahan otot hingga kelumpuhan pada ektremitas secara permanen. Pada kasus yang akut dapat terjadi aritmia jantung, kesulitan bernapas, bicara, menelan dan kelemahan otot yang semakin memburuk. Sedangkan untuk keadaan hipokalemia yang kronis dapat menyebabkan kerusakan ginjal, batu ginjal, nefritis interstitital dan kista pada ginjal.1

KesimpulanHipokalemia periodik paralisis merupakan suatu sindroma klinis yang menyebabkan kelemahan akut pada otot baik anak-anak maupun orang dewasa diakibatkan adanya mutasi gen autosomal. Dengan adanya hipokalemia yang menambah gangguan pada organ lainnya. Terapi yang paling penting untuk kasus ini adanya menjaga kadar kaliumnya untuk tetap dalam kadar normal. Apabila terapi tidak diberikan maka dapat mengakibatkan kematian.Daftar Pustaka1. Arya, SN. Lecture Notes: Periodic Paralysis. Journal Indian Academy of Clinical Medicine. 2002. Vol 3 No 4.2. Fialho, D & Michael GH. Periodic Paralysis. Chapter 4. 2007;77-1053. Gleadle J. Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga. 2004. h. 164-754. Tambunan T. Tubulopati. In: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, editors. Buku ajar nefrologi anak. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2002. p. 470-89.5. Palmer BF, Dubose TD. Disorders of potassium metabolism. In: Schrier RW, editor. Renal and electrolyte disorders. 7th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2010. p. 137-646. Lederer E. 11 Juli 2013. Hypokalemia. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/242008-overview#a0101, 27 Oktober 2014.7. Widjajanti, A & SM Agutini. Hipokalemik Periodik Paralisis. 2005; 19-228. Sarnat BH. Neuromuscular disorder. In: Berhman RE, Kliegman RM, Jensen HB, editors. Nelson textbook of pediatrics. 18th ed. Philadelphia: WB Saunders; 2007. p. 2531-40.

9