Upload
chanela-artshandy
View
19
Download
7
Embed Size (px)
DESCRIPTION
mata
Citation preview
BAB 1
PENDAHULUAN
Uveitis adalah penyebab utama ketiga kebutaan yang dapat dicegah di
seluruh dunia meskipun insiden relatif jarang terjadi. Lebih dari 2 juta orang di
seluruh dunia dapat dipengaruhi oleh uveitis. prevalensi di Amerika diperkirakan 15
per 100.000 dan di seluruh dunia sebagai 38-730 per 100.000. Wanita memiliki
prevalensi lebih tinggi dan prevalensi di kedua jenis kelamin meningkat dengan
bertambahnya usia.1
Uveitis dapat berhubungan dengan cairan intraocular yang normal, rendah
bahkan tinggi. Jika tekanan intra ocular diatas 21mmHg dikatakan sebagai glaucoma
sekunder. Prevalensi glaucoma pada uveitis dilaporkan 5% - 23% pada orang dewasa
maupun anak-anak dan sebanyak 35% dari kasus tersebut telah mengalamai kebutaan.
The Tajimi study melaporkan prevalensi glaucoma sekunder di Jepang 0,5% dan
ditemukan uveitic glaucoma sebagai jenis glaucoma yang paling banyak. Penelitian di
negara-negara Asia oleh The Andhra Pradesh Eye Disease Study melaporkan
prevalensi gaukoma sekunder sebanyak 0,28%. Insiden glaucoma meningkat seiring
waktu, Papadaki T et al (2007) melaporkan bahwa glaucoma pada pasien uveitis
dapat terjadi 3-12 bulan setelah serangan yaitu sebanyak 7,6% kasus, setelah 1 tahun
ditemukan 6,5%, setelah 5 tahun 11,2% , dan setelah 10 tahun insiden nya menjadi
22,7%. Uveitis kronis lebih banyak menyebabkan komplikasi glaucoma1,4
Glaukoma Uveitic terdiri dari penyakit mata yang berbeda dari penyebab yang
berbeda dan mekanisme. Antara 10% dan 20% dari pasien uveitis mengembangkan
glaukoma. perkembangan glaukoma lebih sering terjadi pada kronis dibandingkan
glaukoma uveitis akut dan mungkin mencapai 46%. Tidak ada predileksi ras atau
jenis kelamin.Setiap uveitis bisa disertai dengan glaukoma. Namun demikian, dalam
1
krisis glaucomatocyclitic atau Penyakit Posner Schlossman, baik inflamasi
intraokular dan TIO tinggi selalu setuju,sementara di lain seperti iridocyclitis
heterochromic Fuchs 'mereka muncul dalam hubungan yang tinggi atau dengan
asosiasi yang lebih rendah.1
Untuk populasi Asia penyebab uveitis yang sering adalah Fuchs’
heterochromic uveitis, infeksi herpes, dan glaucomatocyclitic crisis, sedangkan yang
disebabkan oleh Lepra, Tuberculosis, Syphilis sering pada tempat tertentu di Asia.
Idiopathic uveitis merupakan penyebab inflamasi paling banyak.
2
BAB II
DAFTAR PUSTAKA
Prevalensi glaukoma pada uveitis dilaporkan 5% - 23% pada orang dewasa
maupun anak-anak dan sebanyak 35% dari kasus tersebut telah mengalamai kebutaan.
The Tajimi study melaporkan prevalensi glaukoma sekunder di Jepang 0,5% dan
ditemukan uveitic glaukoma sebagai jenis glaukoma yang paling banyak. Penelitian
di negara-negara Asia oleh The Andhra Pradesh Eye Disease Study melaporkan
prevalensi gaukoma sekunder sebanyak 0,28%. Insiden glaukoma meningkat seiring
waktu, Papadaki T et al (2007) melaporkan bahwa glaukoma pada pasien uveitis
dapat terjadi 3-12 bulan setelah serangan yaitu sebanyak 7,6% kasus, setelah 1 tahun
ditemukan 6,5%, setelah 5 tahun 11,2% , dan setelah 10 tahun insiden nya menjadi
22,7%. Uveitis kronis lebih banyak menyebabkan komplikasi glaukoma1,4.
Untuk populasi Asia penyebab uveitis yang sering adalah Fuchs’ heterochromic
uveitis, infeksi herpes, dan glaucomatocyclitic crisis, sedangkan yang disebabkan
oleh Lepra,Tuberculosis, Syphilis sering pada tempat tertentu di Asia. Idiopathic
uveitis merupakan penyebab inflamasi paling banyak.
PATOFISIOLOGI
Tekanan intraokular diatur oleh keseimbangan antara produksi dan
pengeluaran dari aqueous humor. Selama episode peradangan intraokular, TIO
biasanya berkurang karena adanya hiposekresi dari cairan aqueous humor yang
disebabkan oleh peradangan badan siliaris dan peningkatan aliran uveoscleral. Seiring
waktu, beberapa mekanisme juga dapat meningkatkan resistensi terhadap aliran air
selama episode uveitis, sehingga menyebabkan TIO tinggi.1,3
3
Mekanisme terjadinya glaucoma sekunder pada uveitis dapat berupa sudut terbuka,
sudut tertutup atau gabungan keduanya. Sudut tebuka adalah penyebab paling umum
dari peningkatan TIO di uveitis. Biasanya, terjadi obstruksi mekanik atau disfungsi
dari trabecular meshwork. Hal ini karena adanya penumpukan oleh sel-sel inflamasi,
protein, dan fibrin yang dilepaskan dari sawar darah-aquous yang terganggu,
mengakibatkan obstruksi dari fasilitas aqueous outflow. Sitokin, dibentuk oleh sel-sel
inflamasi, semakin memperburuk peradangan dan dapat merangsang
neovaskularisasi. Dalam kasus uveitis kronik, obstruksi fasilitas aqueous outflow
dapat menyebabkan jaringan parut dari dan perusakan trabekular meshwork atau
kanal Schlemm atau pertumbuhan berlebih dari membran fibrovascular di sudut bola
mata.1.3
Gambar 2. Glaukoma sekunder sudut terbuka akibat uveitis anterior
4
Pengobatan uveitis dengan kortikosteroid sering menyebabkan peningkatan
TIO. Glaukoma dapat berkembang setiap saat setelah memulai pengobatan, tetapi
biasanya dalam waktu 6 minggu.Perkembangan glaukoma tergantung pada
kerentanan pasien (responden kortikosteroid), dosis, durasi, jenis obat dan cara
pemberian. Glaukoma berkembang karena beberapa mekanisme. Sel-sel trabekular
memiliki reseptor untuk kortikosteroid dan mereka menyebabkan pergantian
beberapa gen ekspresi yang mengarah ke produksi glikosaminoglikan ekstraseluler
termasuk fibronektin, laminin dan kolagen. Kortikosteroid dapat menurunkan
perputaran matriks ekstraselular dengan menghambat metaloproteinases matriks
(MMPs) dan aktivator plasminogen jaringan dan meningkatkan plasminogen
aktivator inhibitor 1 dan jaringan inhibitor MMPs. Oleh karena itu,
glikosaminoglikan menumpuk di sudut. Kortikosteroid juga menyebabkan
penghambatan fagositosis, proliferasi dan migrasi dari trabeculocytes, dan
pembentukan prostaglandin yang memperparah kerusakan trabekular.
Dalam situasi ini, seringkali sulit untuk membedakan antara efek samping dari
kortikosteroid dan peradangan yang mendasarinya. Hanya sebagian kecil dari
populasi normal menunjukkan respon kortikosteroid, Respon kortikosteroid dapat
terlihat dengan adanya peningkatan cairan aqueous yang meningkat secara signifikan.
Kortikosteroid telah dilaporkan menyebabkan perubahan biokimia dan morfologi di
trabecular meshwork, penurunan fasilitas aqueous outflow.
Pada glaukoma sekunder sudut tertutup, elemen-elemen radang yang
mengandung fibrin yang menempel pada pupil dapat juga mengalami organisasi,
sehingga melekatkan ujung iris pada lensa. Perlekatan ini disebut sinekia posterior.
Bila seluruh iris menempel pada lensa, disebut seklusio pupil sehingga cairan yang
dari kamera okuli posterior tidak dapat melalui pupil untuk masuk ke kamera okuli
anterior, iris terdorong ke depan, disebut iris bombe dan menyebabkan sudut kamera
okuli anterior menyempit, dan timbullah glaukoma sekunder1,3,4.
5
Gambar 3. Glaukoma sekunder sudut tertutup akibat uveitis anterior
MANIFESTASI KLINIK
Gejala dengan iridocyclitis akut seperti penglihatan kabur, sakit mata, sakit pada
daerah alis, dan gangguan mata lainnya.
- Penglihatan kabur: gejala ini sulit untuk diketahui apakah penglihatan kabur
adalah karena glaukoma, uveitis, atau komplikasi yang berhubungan dengan
uveitis tersebut.
- Sakit mata: Nyeri merupakan temuan yang sering di iridocyclitis akut.
Beberapa pasien dengan peningkatan TIOjuga sering mengalami sakit mata
yang parah karena berhubungan dengan edema kornea.
6
- Sakit daerah alis: nyeri pada mata terkait dengan peningkatan TIO sering
terdapat di daerah alis.
- Gangguan pada mata: gangguan mata lainnya (misalnya, fotofobia, berwarna
halos) mungkin berhubungan dengan iridocyclitis akut dan edema kornea.8
Jenis –jenis uveitis yang berhubungan dengan glaucoma:
1. Glaucomatocyclitic crisis (Posner-Schlossman syndrome)
2. Fuchs’ heterochromic iridocyclitis
3. Glaucoma in juvenile idiopathic arthritic (JIA) uveitis
4. Sarcoidosis
5. Herpetic keratouveitic glaucoma
6. Congenital rubella
7. Glaucoma in idiopathic uveitis
8. Phacoanaphylactic uveitis (phacoantigenic uveitis)
9. Uveitis-glaucoma-hyphema (UGH) syndrome
DIAGNOSIS
Insiden glaukoma sekunder berhubungan dengan jenis uveitis, usia saat
mendapatkan serangan, kronisitas dan beratnya uveitis. Insiden glaukoma pada
uveitis sering dikaitkan dengan bertambahnya umur, dilaporkan insiden uveitis
glaukoma pada orang dewasa sekitar 5,2- 19% dan jenis uveitis yang paling
signifikan menimbulkan peninggian TIO adalah Posner Schlossman syndrome dan
Fuchs’ Uveitis Syndrome. Pada pasien dengan uveitis bilateral proses inflamasi
dipikirkan sebagai penyebab utama.
7
Elgin et al (2004) menegakkan diagnosis glaucoma sekendur dengan criteria:
1. Peninggian tekanan intra okuler lebih dari 21mmHg selama >3 bulan, tanpa
ada riwayat glaukoma sebelumnya.
2. Ratio cup : disk lebih besar dari 0,3
3. Defek lapangan pandang glaucomatous.
Criteria yang dipakai oleh Papadaki N (2004) dalam penelitiannya untuk
mendiagnosa glaucoma sekunder ec uveitis adalah :
Peninggian TIO > 21 mmHg setelah serangan uveitis
Tidak ada riwayat glaucoma sebelumnya
Ada atau tidak kelainan glaucomatous optis disk.
Peninggian TIO lebih sering ditemukan pada mata dengan uveitis kronis (46,1%)
dibandingkan dengan uveitis akut (23%). Kasus uveitis diklasifikasikan akut bila
kurang dari 3 bulan dan uveitis yang berulang termasuk kepada kategori uveitis
kronis4.
DIAGNOSIS BANDING
Herpes Simplex
Herpes Zoster
Melanoma, Choroidal
Melanoma, Ciliary Body
Melanoma, Iris
Ocular Ischemic Syndrome
Posner-Schlossman Syndrome
Uveitis, Fuchs Heterochromic8
8
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Pengobatan ditujukan untuk mengendalikan uveitis dan cairan intraokular.
Pada uveitis dapat diobati dengan kortikosteroid topikal dengan atau sistemik atau
obat imunosupresif untuk mencapai resolusi atau remisi peradangan. Sub-Tenon
kortikosteroid seperti triamcinolone acetonid (Kenalog®) 20-40mg (0.5-1ml) atau
methylprednisolone acetate (Depo-medrol®) 40-80mg dapat diberikan untuk
mengobati uveitis non-infeksi dan edema makula. Deksametason Implan intravitreal
seperti Ozurdex®, dapat disuntikkan melalui pars plana dengan 22G injektor. Namun
harus digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan glaukoma dan kontraindikasi
pada responden glaucoma akibat kortikosteroid. Dalam kasus pasien dengan
glaukoma akibat kortikosteroid, kortikosteroid topikal dapat diganti dengan
kortikosteroid sparing seperti seperti loteprednol etabonate 0,5% (Lotemax®) atau
rimexolone 1% (Vexol®) tetapi karena potensi yang rendah, pemakaian obat akan
lebih lama. Agen ini sangat berguna untuk pemeliharaan. Untuk alternatif, anti
inflamasi non-steroid topikal (NSAID) seperti nepafenac 0,1% (Nevanac®),
ketorolac trometamin 0,5% (Acular® atau Tradol®), natrium diklofenak (Voltaren®
(0,1%), Solaraze® (3%)) atau indometasin 1% (Indoptic®) dapat digunakan.
Golongan imunosupresif topical seperti siklosporin A 0,5-2% dan obat imunosupresif
sistemik mungkin sebagai alternatif lain dari penggunaan kortikosteroid dan NSAID.
Dosis kortikosteroid tergantung pada tingkat keparahan peradangan dan dititrasi
sesuai dengan respon terhadap pengobatan. Pemakaian kortikosteroid harus
diturunkan bertahap sesuai dengan respon pasien karena penghentian mendadak dapat
menyebabkan flare-up1,2,3.
Golongan cycloplegic topikal seperti cyclopentholate HCl 1% (pada neonatus
0,5%) tid ditambahkan untuk mengontrol rasa sakit yang berasal dari badan silier dan
untuk mencegah pembentukan sinekia posterior. Obat anti-glaukoma termasuk agonis
alpha topikal, inhibitor karbonat anhidrase dan beta-blocker. Prostaglandin dapat
ditambahkan dalam mata tenang tapi harus dihindari pada mata yang sedang
9
meradang dan herpes keratouveitis karena dapat memperburuk peradangan
intraokular dan menyebabkan CME. Oral atau intravena inhibitor karbonat anhidrase
(acetazolamide 500mg) dan agen hyperosmotic (gliserol lisan 50% atau IV manitol
20% 1gr / kg) harus ditambahkan jika penurunan TIO tidak ke kisaran normal.
Kemanjuran prostaglandin dan alpha agonis adrenergik dapat menurunkan dengan
penggunaan bersamaan NSAID topikal atau sistemik. Glaukoma dapat dikendalikan
dengan penggunaan obat sebesar 26% dari anak-anak dan 24% dari orang dewasa.
Dalam waktu dekat, implan mata mengandung slow release TIO hemat kortikosteroid
dapat meningkatkan hasil visual pasien dengan makula edema sekunder untuk uveitis
tanpa terjadi steroid-induced glaucoma. Di masa depan, obat baru seperti Rho
inhibitor kinase dapat menggantikan obat yang ada.
Pemberiaan obat antiglaukoma yang sering dipilih adalah golongan β-
adrenergic antagonist seperti timolol atau betaxolol, selain itu juga dipakai
dorzolamide dan brimonidin.
Pembedahan
Prosedur bedah dapat dilakukan untuk pasien yang gagal untuk merespon pengobatan
.pembedahan intervensi diperlukan dalam 56 % dari anak anak dan 35 % orang
dewasa dengan uveitic glaukoma.intervensi intraokuler harus dilakukan pada mata
yang tenang untuk setidaknya 3 bulan .kortikosteroid topikal atau obat lain seperti
yang ditunjukan diatas harus dipantau pemberian nya selama 2 minggu sebelum
operasi dan pasca operasi uveitis.kortikosteroid sistemik dapat juga ditambahkan
intervensi pada mata yang meradang dapat mengakibatkan eksaserbasi
uveitis ,kegagalan prosedur dan timbulnya komplikasi .ketika peningkatan tekanan
intraokuler pasca bedah diantisipasi,molekul heparin ringan – berat mengurangi
intesitas peradangan dalam bedah mata uveitic seperti halnya dalam bedah katarak
bawaan .operasi glaukoma dapat dikombinasikan dengan ekstraksi katarak
10
Laser Treatment
Laser iridotomy merupakan prosedur pilihan pad blok pupil, lebih aman dan
simple dibandingkan operasi filtrasi. Iridotomi pada pasien uveitis sering cepat
menutup lagi karena dipengaruhi oleh proses inflamasi. Operasi filtrasi pada pasien
uveitic glaucoma dapat mengontrol TIO sampai 90 % pada tahun pertama, tetapi
menurun sampai 30% setelah 5 tahun. ada 2 tipe laser yang umumnya digunakan
untuk iridektomi perifer dan argon.laser lebih disukai karena dapat menembus iris
dengan mudah khususnya pada iris berwarna coklat gelap dan biru muda,disamping
itu lubang iridektomi yang terbentuk tidak mudah menutup kembali karena laser tidak
mempunyai efek koagulatif seperti argon,maka perdarahan sering terjadi .perdarahan
ini biasanya dapat dihentikan menekan lensa kontak yang dipakai untuk
iridotomi,alternatif lain untuk mengurangi perdarahan laser adalah dengan
memberikan sebelumnya laser argon untuk mennipiskan stroma iris dan
mengkoagulasi pembuluh darah,kemudian baru dilakukan iridotomi laser,cara ini
dikatakan memberikan hasil yang lebih baik dengan komplikasi yang lebih kecil.
Trabekulektomi
Untuk semua gaukoma sekunder ,uveitic glaukoma yang tidak menanggapi
pengobatan harus dilakukan trabekulektomi dan mytomycin c (MMC) atau prosedur
shunting lainya.tanpa MMC,trabekulektomi mungkin gagal ,trabekulektomi dengan
MMC diindikasikan untuk glaukon bleb yang lebih karena peradangan pasca bedah
meningkat.MMC 0,04 % dapat diterapkan untuk 3 menit dibawah lipatan scleral
( atau konjungtva )menghindari konjungtiva margin,irigasi dilakukan untuk
menghapus MMC yang bebas ,kumulatif dari memungkinan keberhasilan
trabekulektomi dengan MMC atau 5- flourourasil pada tahun pertama dan kedua
masing masing adalah 78 dan 68 %.faktor resiko kegagalan yaitu termasuk gender
laki laki dan usia muda .penggunaan specer seprti kolagen matriks atau
bahanbiodegradabel terbukti mungkin bermanfaat serta injeksi subkonjungtival
bevacizumab 2,5 mg/0,1 ml.
11
12
PROGNOSIS
Prognosis tergantung pada etiologi dari uveitis , beratnya peradangan dan glaukoma.
Penanganan medis yang cepat dan tindakan bedah dapat meningkatkan hasil visual
dan mendapatkan resolusi atau remisi jangka panjang dari uveitis tersebut.1
13
KESIMPULAN
Uveitis adalah penyebab utama ketiga kebutaan yang dapat dicegah di
seluruh dunia meskipun insiden relatif jarang terjadi. Lebih dari 2 juta orang di
seluruh dunia dapat dipengaruhi oleh uveitis.. Wanita memiliki prevalensi lebih tinggi
dan prevalensi di kedua jenis kelamin meningkat dengan bertambahnya usia.
Insiden glaucoma meningkat seiring waktu, Uveitis kronis lebih banyak
menyebabkan komplikasi glaucoma Uveitis dapat berhubungan dengan cairan
intraocular yang normal, rendah bahkan tinggi. Jika tekanan intra ocular diatas
21mmHg dikatakan sebagai glaucoma sekunder. Prevalensi glaucoma pada uveitis
dilaporkan 5% - 23% pada orang dewasa maupun anak-anak dan sebanyak 35% dari
kasus tersebut telah mengalamai kebutaan. gejala yg ditimbulkan seperti penglihatan
kabur, sakit mata, sakit pada daerah alis fotofobia, berwarna halos) yg mungkin
berhubungan dengan iridocyclitis akut dan edema kornea.
.Prognosis tergantung pada etiologi dari uveitis , beratnya peradangan dan
glaukoma. Penanganan medis yang cepat dan tindakan bedah dapat meningkatkan
hasil visual dan mendapatkan resolusi atau remisi jangka panjang dari uveitis
tersebut.
14
DAFTAR PUSTAKA
1 Rumelt,Shimon.Uveitic Glaucoma.Licensee inTech: 2013
2. Vaugan,Daniel G,Asbury,Taylor.Ofthalmologi Umum Ed 17.Jakarta :
EGC.2000
3 Smith,JR,Managing Uveitic Glaucoma.Asian Journal of
Ofthalmology,University Oregon,USA.1999
4 Harmen,Uveitic Glaukoma.Universitas Andalas.Padang.2008
5 Ilyas,Sidarta dkk.Ilmu Penyakit Mata ed 2.Jakarta.2002
6 Panek,William C dkk.Glaukoma In Patients With Uveitic.British Journsl of
Ophtalmology.Universitas of California.USA.1990
7 Boyd,Benjamin F dkk,Innovations In The Glaucomas-Etiology,Diagnosis and
Management.Highlight of Ophtalmology.2002
8 Medscape.com
15