32
VALIDASI BASA NUKLEOTIDA GEN 16S rRNA SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN SUMBERDAYA MIMI (Carcinoscorpius rotundicauda Lattreille, 1802) DARI PERAIRAN PULAU JAWA DAN MADURA YUNITA NUGRAHENI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017

VALIDASI BASA NUKLEOTIDA GEN 16S rRNA SEBAGAI …Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi urutan basa nukleotida spesifik gen 16S rRNA dan mengkaji hubungan ... pada gel

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: VALIDASI BASA NUKLEOTIDA GEN 16S rRNA SEBAGAI …Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi urutan basa nukleotida spesifik gen 16S rRNA dan mengkaji hubungan ... pada gel

VALIDASI BASA NUKLEOTIDA GEN 16S rRNA

SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN SUMBERDAYA MIMI

(Carcinoscorpius rotundicauda Lattreille, 1802)

DARI PERAIRAN PULAU JAWA DAN MADURA

YUNITA NUGRAHENI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2017

Page 2: VALIDASI BASA NUKLEOTIDA GEN 16S rRNA SEBAGAI …Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi urutan basa nukleotida spesifik gen 16S rRNA dan mengkaji hubungan ... pada gel
Page 3: VALIDASI BASA NUKLEOTIDA GEN 16S rRNA SEBAGAI …Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi urutan basa nukleotida spesifik gen 16S rRNA dan mengkaji hubungan ... pada gel

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Validasi Basa

Nukleotida Gen 16S rRNA sebagai Dasar Pengelolaan Sumberdaya Mimi

(Carcinoscorpius rotundicauda Lattreille, 1802) dari Perairan Pulau Jawa dan

Madura” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan

belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua

sumber data informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2017

Yunita Nugraheni

C24130043

Page 4: VALIDASI BASA NUKLEOTIDA GEN 16S rRNA SEBAGAI …Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi urutan basa nukleotida spesifik gen 16S rRNA dan mengkaji hubungan ... pada gel

ABSTRAK

YUNITA NUGRAHENI. Validasi Basa Nukleotida Gen 16S rRNA sebagai

Dasar Pengelolaan Sumberdaya Mimi (Carcinoscorpius rotundicauda Lattreille,

1802) dari Perairan Pulau Jawa dan Madura. Dibimbing oleh NURLISA ALIAS

BUTET dan YUSLI WARDIATNO.

Mimi (Carcinoscorpius rotundicauda) merupakan hewan fosil yang hidup

di perairan estuari dan bermangrove yang telah mengalami diversifikasi sejak

zaman paleogene (65-23 Mya). Keberadaan spesies ini termasuk dalam kategori

data deficient (2015) yang dinyatakan oleh IUCN. Maka dari itu, perlu adanya

identifikasi mimi (C. rotundicauda) melalui pendekatan biomolekuler agar

diketahui informasi identitas molekuler mimi. Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengidentifikasi urutan basa nukleotida spesifik gen 16S rRNA dan mengkaji

hubungan kekerabatan mimi C. rotundicauda dari Perairan Pulau Jawa dan

Madura. Metode yang digunakan yaitu DNA barcoding. Penggunaan marka gen

16S rRNA menghasilkan panjang nukleotida sebesar 451 bp. Konstruksi pohon

filogeni memperlihatkan perbedaan yang jelas antara genus Carcinoscorpius

dengan genus Tachypleus dimana terdapat 28 situs nukleotida spesifik sebagai

penciri spesies.

Kata kunci : 16S rRNA, genetik, mimi, molekuler, pesisir

ABSTRACT

YUNITA NUGRAHENI. Validation Nucleotide Based of Genes 16S rRNA as

The Basic for Resources Management Horseshoe Crabs (Carcinoscorpius

rotundicauda Lattreille, 1802) from Coastal Java and Madura Island. Supervised

by NURLISA ALIAS BUTET and YUSLI WARDIATNO.

Horseshoe crab (Carcinoscorpius rotundicauda) is a living fossil animal

inhabiting estuary and mangrove areas and diversifying since the time of

paleogene (65-23 Mya). The existence of this species belongs to the category of

data deficient (2017) declared by IUCN. Therefore, it is necessary to identify

horseshoe crab (C. rotundicauda) through a biomolecular approach to find out the

molecular identity information of the horseshoe crab. The purpose of this

research was to identify the sequence of nucleotide bases specific to 16S rRNA

gene and to discover the relationship of horseshoe crab (C. rotundicauda) from

coastal Java and Madura Island. The method used is DNA barcoding. The use of

a 16S rRNA gene marker resulted in a 451 bp nucleotide length. The construction

of phylogeny trees shows a clear distinction between Carcinoscorpius and

Tachypleus there were 28 specific nucleotide sites as species identifiers.

Key words : 16S rRNA, coastal, genetics, horseshoe crabs, moleculer

Page 5: VALIDASI BASA NUKLEOTIDA GEN 16S rRNA SEBAGAI …Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi urutan basa nukleotida spesifik gen 16S rRNA dan mengkaji hubungan ... pada gel

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Perikanan

pada

Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

VALIDASI BASA NUKLEOTIDA GEN 16S rRNA

SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN SUMBERDAYA MIMI

(Carcinoscorpius rotundicauda Lattreille, 1802)

DARI PERAIRAN PULAU JAWA DAN MADURA

YUNITA NUGRAHENI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2017

Page 6: VALIDASI BASA NUKLEOTIDA GEN 16S rRNA SEBAGAI …Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi urutan basa nukleotida spesifik gen 16S rRNA dan mengkaji hubungan ... pada gel
Page 7: VALIDASI BASA NUKLEOTIDA GEN 16S rRNA SEBAGAI …Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi urutan basa nukleotida spesifik gen 16S rRNA dan mengkaji hubungan ... pada gel

PRAKATA

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala karunia-

Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Validasi Basa

Nukleotida Gen 16S rRNA sebagai Dasar Pengelolaan Sumberdaya Mimi

(Carcinoscorpius rotundicauda Lattreille, 1802) dari Perairan Pulau Jawa

dan Madura”. Skripsi ini disusun dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Institut Pertanian Bogor (IPB) yang telah memberikan kesempatan untuk

menempuh studi di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan.

2. Beasiswa BIDIK MISI yang telah memberikan dana pendidikan selama

perkuliahan.

3. Direktur Jendral Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan dan

Kebudayaan atas biaya penelitian melalui Biaya Operasional Perguruan

Tinggi Negeri (BOPTN), Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

4. Prof Dr Ir Yusli Wardiatno MSc sebagai pembibing akademik yang telah

memberikan saran selama perkuliahan.

5. Dr Ir Nurlisa A Butet MSc sebagai ketua komisi pembimbing dan Prof

Dr Ir Yusli Wardiatno MSc sebagai anggota komisi pembimbing yang

telah memberi arahan dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

6. Dr Ali Mashar Spi MSi selaku penguji luar dan Dr Ir Zairion MSc selaku

perwakilan Program Studi MSP yang telah memberikan arahan dan

masukan dalam penyempurnaan tulisan ini.

7. Keluarga Besar Yamu: Ibu Asminten, Bapak Munali, Mbak Mona, Mas

Witono, Mas Joko, Mbak Viyani, Mbak Novi, Mas Hafid, Nayyara, Izaz,

Ghania, Azza, Hafsah, Arsy, Mbak Chotimah, Pakdhe Mat, Makdhe Seh,

Mas Abidin, Mbak Umaroh, Kak Bagus, Mbak Lisa, Iwan, Bek Ar, Nina,

Dini, Iyung, Mbok Mi, Pakdhe Nan, Mbak Wami, Yana, dan Yanti yang

selalu mendoakan, menyemangati serta mendukung segala impian

penulis selama perjalanan hidup dan penyusunan karya ilmiah ini.

8. Patner Penelitian: Bang Agus, Kak Yuyun, Kak Lusita, Ravido, Kukuh

dan Diajeng yang telah memberikan kesempatan untuk bergabung dan

membantu penelitian ini.

9. Best Support: Hendra Saputra, Fajar N Armadani, Miftakhun Naja, Dian

P Sari, Wiyarti Rimadiyani, Kustiyani, Vebrin Lazuardani, Delima R K,

Teman-teman SMADAPALA 24, MSP 50, A2 Lorong 4, FORMALA

dan Keluarga CEMARA.

Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, September 2017

Yunita Nugraheni

Page 8: VALIDASI BASA NUKLEOTIDA GEN 16S rRNA SEBAGAI …Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi urutan basa nukleotida spesifik gen 16S rRNA dan mengkaji hubungan ... pada gel

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 3 Manfaat Penelitian 3

METODE 3 Waktu dan Lokasi 3 Pengumpulan Data 4 Analisis Bioinformatika 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 Hasil 6 Pembahasan 12

KESIMPULAN DAN SARAN 12

Kesimpulan 14 Saran 15

DAFTAR PUSTAKA 15 LAMPIRAN 19

RIWAYAT HIDUP 22

Page 9: VALIDASI BASA NUKLEOTIDA GEN 16S rRNA SEBAGAI …Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi urutan basa nukleotida spesifik gen 16S rRNA dan mengkaji hubungan ... pada gel

DAFTAR TABEL

1 Matriks jarak genetik fragmen gen 16S rRNA pada Carcinoscorpius

rotundicauda, Tachypleus gigas, dan Tachypleus tridentatus

berdasarkan metode paireise distance 11

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir perumusan masalah validasi basa nukleotida gen 16S

rRNA mimi di perairain Pulau Jawa dan Madura 2

2 Lokasi pengambilan contoh 3

3 Jenis mimi Carcinoscorpius rotundicauda 7

4 Daerah persebaran mimi di Asia 7

5 Struktur morfologi mimi Carcinoscorpius rotundicauda 8

6 Perbedaan antara mimi jantan (a) dan mimi betina (b) berdasarkan ciri

morfologi 9

7 Pengujian hasil isolasi DNA total darah mimi Carcinoscorpius

rotundicauda pada gel agarosa 1,2% 9

8 Elektroforesis DNA hasil pre-test produk PCR pada gel agarosa 1,2% 10 9 Konstruksi pohon filogeni berdasarkan gen 16S rRNA pada

Carcinoscorpius rotundicauda, Tachypleus gigas, dan Tachypleus

tridentatus 11

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil BLAST n gen 16S rRNA Carcinoscorpius rotundiauda 19 2 Situs nukleotida spesifik gen 16S rRNA mitokondria Carcinoscorpius

rotundicauda berdasarkan sekuen 451 bp yang dibandingkan dengan

outgroup 20

3 Situs nukleotida mutasi gen 16S rRNA Carcinoscorpius rotundiauda 20

4 Dokumentasi penelitian selama di lapang dan laboratorium 21

Page 10: VALIDASI BASA NUKLEOTIDA GEN 16S rRNA SEBAGAI …Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi urutan basa nukleotida spesifik gen 16S rRNA dan mengkaji hubungan ... pada gel
Page 11: VALIDASI BASA NUKLEOTIDA GEN 16S rRNA SEBAGAI …Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi urutan basa nukleotida spesifik gen 16S rRNA dan mengkaji hubungan ... pada gel

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Mimi atau belangkas merupakan salah satu jenis Arthropoda yang

mempunyai bentuk tubuh yang cembung dan karapas berbentuk sepatu kuda yang

tertutup cephalothorax, sehingga disebut juga dengan kepiting tapal kaki kuda

(horseshoe crabs) atau kepiting raja (king crabs) (John et al. 2012; Yang dan Ko

2015). Sampai saat ini masih terdapat empat spesies mimi dari tiga genera yang

hidup di alam yaitu Limulus poliphemus, Tachypleus gigas, Tachypleus

tridentatus dan Carcinoscorpius rotundicauda (Pati et al. 2015), dan tiga spesies

terakhir dapat ditemukan di Indonesia. Mimi juga merupakan salah satu biota

yang dilindungi (SK Menteri Kehutanan No 12/KPS-II/1987 untuk spesies T.

tridentatus dan C. rotundicauda dan PP RI No.7/1999 untuk spesies T. gigas)

(Rubiyanto 2012). Beberapa penelitian tentang mimi dapat ditemukan dalam

bidang kajian seperti ekologi mimi (Botton ML 2009), kompetisi reproduksi dan

seleksi seksusal mimi (Brockmann dan Smith 2009), distribusi dan kelimpahan

mimi (Taylor et al. 2011), kebiasaan makan mimi (John et al. 2012), pemanfaatan

mimi untuk merawat kesehatan dentin (Sutrisman et al. 2014), ketersediaan dan

kelimpahan mimi (Pati et al. 2015), kajian morfologi dan genetika mimi (Meilana

et al. 2016), serta biodiversitas dan distribusi mimi (Mashar et al. 2017).

Mimi merupakan hewan yang memiliki peran penting, baik secara ekologi

maupun ekonomi. Secara ekologi, mimi memiliki peranan dalam penyeimbang

rantai makanan dan sumber protein bagi spesies burung pantai yang bermigrasi

(Dietl et al. 2000), dan juga sebagai bioturbator serta mengendalikan hewan

bentik invertebrata (John et al. 2012). Secara ekonomi, di negara Indonesia belum

dimanfaatkan secara maksimal, seperti di Jawa Barat mimi ditangkap untuk

diambil telurnya dan di Kepulauan Riau serta Surabaya ditangkap untuk diambil

sebagai tambahan lauk dan dijual dalam keadaan hidup (Meilana et al. 2016).

Selain itu, sebagian masyarakat di perairan Tungkal Jambi juga memanfaatkan

mimi sebagai umpan untuk menangkap ikan sembilang (Euristhmus microceps)

(Rubiyanto 2012).

Beberapa negara terutama Amerika Serikat, Cina, dan Jepang, ekstrak darah

mimi digunakan untuk mendiagnosa penyakit meningitis dan gornohoe pada

wanita. Darah mimi juga dimanfaatkan sebagai bahan baku pada industri, karena

ekstrak plasma darahnya (haemocyte lysate) banyak digunakan dalam studi

biomedis, farmasi dan ilmu lingkungan (Kumar et al. 2015). Menurut Yeo et al.

(1996) haemolymph dari C. rotundicauda dapat menetralisir Tetrodotoxin (TTX),

sedangkan menurut Ding et al. (2005) sel darah dari C. rotundicauda dan serta

Carcinoscorpius Amoebocyt Lysate (CAL) dapat digunakan sebagai imun aktif

saat terjadi infeksi.

Pemanfaatan yang berlebih dan terus menerus dapat mengakibatkan potensi

kepunahan serta penurunan spesies di alam. Potensi kepunahan dan keberadaan

mimi di alam, semakin menurun dapat disebabkan oleh degradasi habitat,

reklamasi, pencemaran, perburuan komersial (Mishra 2009; Taylor et al. 2012),

hilangnya habitat dan sumber makanan, perubahan kondisi air, dan peningkatan

predasi (Hu et al. 2009).

Page 12: VALIDASI BASA NUKLEOTIDA GEN 16S rRNA SEBAGAI …Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi urutan basa nukleotida spesifik gen 16S rRNA dan mengkaji hubungan ... pada gel

2

Penelitian terkait mimi telah banyak dilakukan di berbagai negara, namun di

Indonesia penelitian mengenai genetika molekuler mimi masih sangat jarang

dilakukan. Oleh karena itu, untuk menambah data akan keberadaan spesies mimi

di Indonesia maka, genetika molekular digunakan untuk mengidentifikasi spesies

karena ketepatannya dalam mendukung hasil identifikasi berdasarkan sifat

morfologinya. Identifikasi organisme mulai dari spesies hingga subspesies secara

akurat terhadap berbagai spesies yang sulit dibedakan secara morfologi dapat

menggunakan DNA barcoding (Rinanda 2011). Kemampuan DNA barcoding

dalam mengidentifikasi spesies bergantung pada degenerasi kode genetik. Salah

satu kelompok gen yang dapat dijadikan sebagai marka molekuler untuk

penentuan spesies adalah gen 16S rRNA. Gen 16S rRNA merupakan gen

penanda yang berguna dalam identifikasi spesies dan untuk menggambarkan

hubungan filogenetik antara organisme laut (Guo et al. 2011). Selain itu, gen 16S

rRNA ini juga sangat sering digunakan dalam identifikasi hewan (Aprilia et al.

2014).

Perumusan Masalah

Keberdaan populasi mimi dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya

yaitu keberdaan kondisi lingkungan, kegiatan antropogenik, eksploitasi dan

karakter daur hidup. Kondisi habitat yang berbeda dapat menyebabkan terjadinya

keragaman morfologi antar wilayah yang berbeda. Hal ini merupakan bentuk

adaptasi mimi sesuai dengan kondisi lingkungannya. Selanjutnya, karakter siklus

hidup mimi yaitu adanya fase meroplankton, ditambah perairan pesisir yang

terbuka menyebabkan peluang terjadinya pertukaran genotip, adanya sharing

habitat dan konektivitas. Selain itu, terdapat beberapa lembaga di dunia yang

mengatur tentang proses dan upaya perlindungan terhadap flora dan fauna langka

seperti IUCN dan CITES yang menyatakan bahwa Carcinoscorpius rotundicauda

berada dalam status Data Deficient atau kurangnya data memadai (IUCN 2017).

Adanya faktor permasalahan di atas, maka perlu adanya identifikasi mimi

C. rotundicauda melalui pendekatan biomolekuler agar diketahui informasi

identitas molekuler mimi, untuk menambah data mengenai sumberdaya mimi

sebagai dasar pengelolaan untuk pengelolaan kedepannya di perairan Pulau Jawa

dan Madura. Berikut merupakan diagram alir perumusan masalah (Gambar 1).

Gambar 1 Diagram alir perumusan masalah validasi basa nukleotida gen 16S

rRNA mimi di perairain Pulau Jawa dan Madura

Page 13: VALIDASI BASA NUKLEOTIDA GEN 16S rRNA SEBAGAI …Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi urutan basa nukleotida spesifik gen 16S rRNA dan mengkaji hubungan ... pada gel

3

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi urutan basa nukleotida

spesifik gen 16S rRNA dan mengkaji hubungan kekerabatan mimi

Carcinoscorpius rotundicauda dari perairan Pulau Jawa dan Madura.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait identitas asli

mimi Carcinoscorpius rotundicauda, sehingga dapat dijadikan sebagai acuan

dalam pengelolaan terhadap mimi C. rotundicauda di Indonesia.

METODE

Waktu dan Lokasi

Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2016 hingga Mei 2017.

Pengambilan contoh mimi dilakukan di tiga lokasi yang berbeda, yaitu TPI Desa

Weru Kabupaten Lamongan, Pantai BMKG Desa Kalianget Kabupaten Sumenep,

dan TPI Tambak Lorok Kabupaten Semarang disajikan pada Gambar 1. Analisis

laboratorium dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler Akuatik Departemen

Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut

Pertanian Bogor.

Gambar 2 Lokasi pengambilan contoh

Page 14: VALIDASI BASA NUKLEOTIDA GEN 16S rRNA SEBAGAI …Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi urutan basa nukleotida spesifik gen 16S rRNA dan mengkaji hubungan ... pada gel

4

Pengumpulan Data

Pengambilan contoh

Pengambilan contoh dilakukan pada tiga lokasi, tiap lokasi diambil dua

contoh yakni berupa darah. Bagian tubuh yang disebut hinge adalah posisi

peyuntikkan untuk pengambilan darah, dengan perbandingan antara darah dan

alkohol 96% sebesar 1:2. Kemudian contoh darah mimi dibawa ke laboratorium

untuk dianalisis secara molekuler.

Preparasi Contoh

Tahap preparasi merupakan tahap awal yang dilakukan untuk

menghilangkan kandungan alkohol yang terdapat pada contoh awetan. Contoh

dicuci dengan menggunakan larutan akuades sebanyak tiga kali ulangan yang

dibantu dengan alat centrifuge. Selanjutnya, contoh yang telah dipreparasi dapat

lanjut ke tahap berikutnya yakni isolasi dan ekstrasi DNA.

Isolasi dan ekstraksi DNA Prinsip yang digunakan dalam dalam mengisolasi DNA ada tiga, yaitu

penghancuran (lisis), ekstrasi (pemisahan DNA), dan pemurnian DNA (Walker

dan Rapley 2008). DNA diisolasi menggunakan kit komersil (Gene Aid)

berdasarkan manual pabrik dengan beberapa modifikasi. Tahap isolasi diawali

dengan penambahan GT buffer sebanyak 200 μL sambil digerus sampai halus.

Kemudian ditambahkan 20 μL Proteinase K yang berfungsi sebagai degradasi

protein, selanjutnya diinkubasi pada suhu 60 oC selama 30 menit setiap 15 menit

dilakukan invert. Setelah itu, ditambahkan 200 μL GBT buffer yang kemudian

diinkubasi kembali selama 30 menit, yang mana setiap lima menit dilakukan

invert. Disamping itu, larutan EB dipanaskan pada suhu 60 oC yang nantinya

dipakai pada tahap akhir ekstrasi.

Setelah inkubasi selesai, 200 μL EtOH ditambahkan ke dalam contoh

kemudian disimpan di dalam freezer selama 30 menit. Supernatan yang terbentuk

dipindahkan ke spin GD column kemudian dilakukan sentrifugasi dengan

kecepatan 14.000 G selama dua menit dan buang cairan bawah. Kemudian contoh

tersebut ditambahkan 400 μL W1 buffer lalu disentrifugasi kembali dengan

kecepatan 14.000 G selama 30 detik dan buang cairan bawah. Setelah itu, 600 μL

WB buffer ditambahkan pada sampel yang dilanjutkan dengan sentrifugasi 14.000

G selama 30 detik dan buang cairan bawah. Sentrifugasi 14.000 G kembali

selama tiga menit tanpa ditambahkan larutan. Selanjutnya, spin GD column

dipindahkan ke microtube baru.

Penambahan elusi dilakukan sebanyak tiga kali. Elusi pertama dilakukan

dengan ditambahkan 50 μL EB dan dibiarkan selama 10 menit kemudian

sentrifugasi dengan kecepatan 14.000 G selama 30 detik. Elusi kedua dan ketiga

dilakukan dengan cara yang sama seperti elusi pertama (Aprilia et al. 2014).

Selanjutnya, pemberian label dengan kode bertujuan untuk menghindari

misslabeling. Kode dengan lokasi Semarang (S) yang terdiri atas CRS17.2 dan

CRS06.2, Lamongan (L) yang terdiri atas CRL02.3 dan CRL11.2 dan Sumenep

(M) yang terdiri atas CRM01.2 dan CRM02.3 yang mempunyai arti, yaitu untuk

huruf pertama dan kedua adalah nama spesies berupa CR (Carcinoscorpius

rotundicauda), huruf ketiga yang berarti nama lokasi pengambilan contoh dan

Page 15: VALIDASI BASA NUKLEOTIDA GEN 16S rRNA SEBAGAI …Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi urutan basa nukleotida spesifik gen 16S rRNA dan mengkaji hubungan ... pada gel

5

angka pertama dan kedua menunjukkan contoh spesies serta angka ketiga yang

menunjukkan elusi.

Pengujian kualitas DNA Pengujian kualitas DNA dilakukan pada gel agarosa 1,2% dengan

menggunakan larutan buffer TAE 1x. Contoh DNA tersebut dipindahkan pada

electrophoretic chamber pada tegangan 85-100 V selama 25 menit. Selanjutnya

cetakan DNA total yang dimasukkan ke dalam gel agarose sebanyak 2,5 μL. Pada

pembuatan gel agarosa ditambahkan ethidium bromide (EtBr) (0,5 g/mL) yang

berfungsi sebagai pewarna asam nukleat (DNA maupun RNA). EtBr sebagai

interkakasi yang menyisip di antara basa nukleotida dan setelah itu mengikat basa-

basa nukleotida sehingga saat diiluminasi dengan UV, fluorensen yang

terkandung dalam EtBr akan berpendar dan dapat diamati dengan jelas (Hebert et

al. 2003). Visualisasi DNA total dilakukan dengan menggunakan mesin

ultraviolet.

Amplifikasi dan visualisasi fragmen DNA gen 16S rRNA Kualitas DNA yang baik dari hasil uji kualitas DNA akan dilanjutkan ke

tahap amplifikasi. Tahap ini dilakukan dengan menggunakan teknik Polymerase

Chain Reaction (PCR) yang terdiri atas lima tahapan, yaitu predenaturasi,

denaturasi, annealing, elongasi, dan post elongasi. Prinsip kerja pada PCR

biasanya terdapat pada percobaan suhu setiap tahapannya (Holliingsworth 2011).

Primer yang digunakan adalah primer yang didesain oleh Butet (2013, unpublish

data) yaitu primer universal untuk beberapa biota akuatik. Selanjutnya proses

amplifikasi dilakukan pada beberapa tahap, yaitu (1) suhu predenaturasi 94 oC

selama tiga menit, (2) suhu denaturasi 94 oC selama 45 detik, (3) suhu annealing

46 oC selama satu menit, (4) suhu elongasi 72

oC selama satu menit 15 detik, (5)

suhu postelongasi 72 oC selama lima menit, dan (6) suhu penyimpanan 80

oC

selama 10 menit. Tahap pertama sampai ketiga dilakukan sebanyak 35 siklus.

Selanjutnya, untuk melihat kualitas DNA, produk PCR divisualisasi menggunakan

gel agarosa 1,2% pada mesin ultraviolet.

Sekuensing DNA Carcinoscorpius rotundicauda gen 16S rRNA

Tahap sekuensing atau pembacaan sekuens DNA dilakukan setelah

diperoleh produk PCR yang memiliki kualitas DNA yang baik untuk selanjutnya

ditentukan sekuen basa nukleotidanya. Proses ini dilakukan dengan metode

Sanger (1977) dengan mengirimkan produk PCR tersebut ke perusahaan jasa

pelayanan sekuensing.

Analisis Bioinformatika

Bioinformatika merupakan cabang bioteknologi menggunakan komputer

untuk menganalisis dan mengelola data DNA maupun protein (Ningrum et al.

2017). Tujuan utama penggunaan bioinformatika ada tiga, yaitu

mengorganisasikan, menganalisis serta menginterpretasikan data. Analisis

bioinformatika pada penelitian ini, menggunakan software MEGA 6.0 terdiri atas

validasi urutan basa nukleotida, pensejajaran urutan basa nukleotida, perkiraan

jarak genetik dan rekonstruksi pohon filogeni.

Page 16: VALIDASI BASA NUKLEOTIDA GEN 16S rRNA SEBAGAI …Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi urutan basa nukleotida spesifik gen 16S rRNA dan mengkaji hubungan ... pada gel

6

Validasi urutan basa nukleotida gen 16S rRNA Carcinoscorpius rotundicauda Urutan basa nukleotida yang telah diperoleh dari hasil sekuensing

divalidasi dengan cara mengunggah hasil sekuen nukleotida Carcinoscorpius

rotundicauda pada Basic Local Alignment Search Tool- nucleotide (BLASTn)

yang terdapat pada situs National Center for Biotechnology Information (NCBI).

Uji validasi ini dilakukan untuk menemukan gen yang sejenis pada beberapa

organisme atau spesies, memeriksa keabsahan hasil sekuensing serta untuk

memeriksa fungsi gen hasil sekuensing. Selain uji validasi, perlu ditambahkan

pula outgroup yang berfungsi sebagai faktor koreksi pohon filogeni (Dharmayanti

2011). Pemilihan outgroup didasarkan dari hasil uji validasi hubungan terdekat,

yakni Tachypleus tridentatus (GenBank: U09393.1) dan T. gigas (GenBank:

U09394.1) serta C. rotundicauda (GenBank: U09396.1) yang bersumber dari

penelitian (Avise et al. 1994).

Pensejajaran urutan nukleotida gen 16S rRNA Carcinoscorpius rotundicauda Urutan nukleotida yang diperoleh dari hasil sekuensing yang disejajarkan

dengan menggunakan metoda Clustal W yang terdapat pada software MEGA 6.0

(Tamura et al. 2013) untuk menganalisis jarak genetiknya pada pohon filogeni.

Sekuen nukleotida gen 16S rRNA mimi dengan primer forward dan reverse diedit

dan dianalisis untuk mendapatkan urutan DNA dari gen 16S rRNA tersebut.

Perkiraan jarak genetik Analisis jarak genetik dari urutan basa nukleotida gen 16S rRNA

intraspesies dan interspesies dilakukan dengan menggunakan metode pairwise

distance pada program MEGA 6.0 (Tamura et al. 2013). Matriks data yang

merupakan hasil perhitungan jarak genetik dapat digunakan untuk analisis

hubungan kekerabatan mimi, dimana lokasi yang berbeda menunjukkan jarak

genetik intraspesies sedangkan jarak genetik interspesies menunjukkan jarak

genetik antara Carcinoscorpius rotundicauda.

Rekonstruksi pohon filogeni Pohon filogeni merupakan suatu gambaran yang menunjukkan suatu

hubungan kekerabatan berdasarkan komposisi sekuen basa DNA atau protein

dengan melihat jarak genetik antarspesies. Metode yang digunakan yaitu

bootstrapped Neighbour-Joinning (NJ) pada MEGA 6.0 dengan 1000 kali

pengulangan (Tamura et al. 2013).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Klasifikasi dan morfologi mimi Carcinoscorpius rotundicauda

Mimi atau belangkas merupakan hewan fosil yang biasa hidup di dasar

perairan yang berpasir dan berlumpur atau sekitar perairan estuari dan mangrove

(Hajeb et al. 2009; ASMFC 2013). Hewan ini telah mengalami diversifikasi sejak

Page 17: VALIDASI BASA NUKLEOTIDA GEN 16S rRNA SEBAGAI …Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi urutan basa nukleotida spesifik gen 16S rRNA dan mengkaji hubungan ... pada gel

7

zaman paleogene (65-23 Mya) (Obst et al. 2012) dan di Indonesia hewan ini

dilindungi. Berikut merupakan taksonomi mimi menurut Sekiguchi et al. (1988)

disajikan pada Gambar 2:

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Sub Filum : Cheliserata

Kelas : Merosomata

Sub Kelas : Xiphosura

Ordo : Xiphosurida

Famili : Limulidae

Genus : Carcinoscorpius

Spesies : Carcinoscorpius rotundicauda

Gambar 3 Mimi Carcinoscorpius rotundicauda

Persebaran mimi sangatlah luas, seperti halnya Limulus polyphemus

(Linnaeus 1758) hanya terdapat di pantai Atlantik Amerika Utara (Walls et al.

2002), dan ketiga lainnya merupakan spesies Asia yaitu Carcinoscorpius

rotundicauda (Lattreille 1802), Tachypleus gigas (Muller 1785) dan Tachypleus

tridentatus (Leach 1819) (Lee dan Morton 2005; Taylor et al. 2009; Ciptono dan

Harjana 2015). Daerah persebaran mimi di Asia disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Daerah persebaran mimi (horseshoe crabs) di Asia

Sumber : www.iucnredlist.org

Page 18: VALIDASI BASA NUKLEOTIDA GEN 16S rRNA SEBAGAI …Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi urutan basa nukleotida spesifik gen 16S rRNA dan mengkaji hubungan ... pada gel

8

Mimi mempunyai bentuk tubuh yang cembung, karapas berbentuk sepatu

kuda yang tertutup cephalothorax sehingga orang Amerika sering menyebutnya

dengan nama horseshoe crab dan orang Inggris menyebutnya king crab. Bagian

karapas terdapat sepasang mata majemuk dan sepasang mata sederhana. Pada sisi

bawah cephalothorax terdapat enam pasang kaki, dimana kaki pertama disebut

chilecera dan kaki kedua disebut pedipalp (Barnes 1963). Hal ini juga dinyatakan

oleh Fusetani et al. (1982) bahwa tubuh mimi terdiri atas cephalothorax (prosoma)

dan abdomen (ophistosoma). Pada bagian prosoma terdapat enam pasang kaki,

kaki pertama disebut chelicera yang berfungsi membawa makanan ke mulut dan

kaki kedua hingga keenam disebut kaki jalan. Terdapat enam lembar insang

berbentuk sirip dan selaput. Insang pada mimi disebut insang buku (book gill)

dan setiap insang terdiri atas 150 lamella. Insang pertama dinamakan operculum

yang berfungsi membantu menjaga insang yang lain serta mengatur lubang

keluarnya telur atau sperma (Tanacredi et al. 2009). Struktur morfologi mimi

disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5 Struktur morfologi mimi (horseshoe crabs)

Sumber : Hook 2011

Carcinoscorpius rotundicauda merupakan spesies yang mempunyai

ukuran yang paling kecil di antara semua jenis mimi (Meilana et al. 2016).

Karakteristik mimi jenis ini, yaitu prosoma lebih besar, daerah ventral sufrontal

dengan sebuah duri yang relatif pendek, dan karapas pada opistosoma. Bagian

sudut anal halus, bagian telson halus, duri marginal kedua dan ketiga merupakan

duri yang terpanjang dan duri keempat dan keenam lebih pendek (Rukdin et al.

2008). Diameter telur dari spesies ini berkisar 1,5 mm atau sekitar 1/16 inch

dengan warna agak kehijauan dan buram. Selama satu musim pemijahan mimi

dapat menghasilkan 80000-100000 butir telur, pembuahan atau fertilisasinya

terjadi secara eksternal (Botton dan Itow 2009). Selanjutnya, untuk membedakan

jenis kelamin mimi dapat dilihat dari bentuk kaki mimi. Kaki kedua pada jantan

biasa disebut dengan “Boxing Gloves” yang berfungsi untuk menggenggam

betina saat akan melakukan pemijahan (Srijaya et al. 2011). Gambar 6 merupakan

ciri yang membedakan antara mimi jantan dan mimi betina.

Page 19: VALIDASI BASA NUKLEOTIDA GEN 16S rRNA SEBAGAI …Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi urutan basa nukleotida spesifik gen 16S rRNA dan mengkaji hubungan ... pada gel

9

(a) (b)

Gambar 6 Perbedaan antara mimi jantan (a) dan mimi betina (b) berdasarkan ciri

morfologi

Seluruh spesies mimi mempunyai sepasang lubang pengeluaran telur

(genital pore) pada genital papilla atau di permukaan posterior genital operkulum.

Sepasang saluran pengeluaran telur utama (oviduct) dijumpai menuju ke arah

genital operkulum dan ke dalam prosonoma. Saluran pengeluaran telur utama

terbagi menjadi dua cabang utama (Rukdin et al. 2008). Masa kawin mimi

normalnya terjadi pada bulan April sampai Desember dan puncaknya terjadi saat

pasang tinggi pada bulan baru di bulan Mei dan Juni. Pemijahan sendiri biasanya

terjadi di malam hari (Lawrence et al. 2009).

DNA total

Isolasi dan ekstrasi DNA dari enam contoh mimi (Carcinoscorpius

rotundicauda) menghasilkan enam contoh dengan kualitas DNA yang baik.

Pengujian kualitas tersebut telah dilakukan melalui pengujian DNA total pada

agarosa 1,2% yang kemudian dilanjutkan dengan uji elektroforesis yang berguna

untuk melihat kualitas pita DNA disajikan pada Gambar 7. Contoh pertama

hingga keenam memiliki kualitas DNA yang baik. Kualitas DNA yang baik

ditunjukkan dengan pita DNA yang terang. DNA yang memiliki kualitas baik,

layak dijadikan sebagai cetakan untuk amplifikasi gen 16S rRNA dengan

menggunkan teknik PCR.

Gambar 7 Pengujian hasil isolasi DNA total darah mimi Carcinoscorpius

rotundicauda pada gel agarosa 1,2%

Keterangan :

A (CRM02.3)

B (CRL11.2)

C (CRS17.2)

D (CRL02.3)

E (CRM01.2)

F (CRS06.2)

Page 20: VALIDASI BASA NUKLEOTIDA GEN 16S rRNA SEBAGAI …Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi urutan basa nukleotida spesifik gen 16S rRNA dan mengkaji hubungan ... pada gel

10

Amplifikasi dan visualisasi fragmen DNA gen 16S rRNA

Amplifikasi fragmen DNA gen 16S rRNA dilakukan dengan penempelan

primer pada suhu optimum sebesar 46 oC. Panjang urutan basa nukleotida yang

berhasil teramplifikasi dari gen 16S rRNA target yaitu berukuran sekitar 500 bp

(Gambar 8). Panjang produk PCR yang diperoleh berkualitas baik, selanjutnya

dimurnikan dan disekuensing sehingga diperoleh kualitas sekuen nukleotida yang

baik.

Keterangan :

A(CRL11.2), B(CRM01.2), C(CRL02.3), D(CRS06.2), E(CRM02.3), F(CRS17.2)

Gambar 8 Elektroforesis DNA hasil pre-test produk PCR pada gel agarosa 1,2%

Validasi sekuen nukleotida DNA dan pensejajaran sekuen nukleotida gen

16S rRNA Carcinoscorpius rotundicauda

Sekuen nukleotida gen 16S rRNA C. rotundicauda diunggah pada Basic

Local Alignment Search Tool- nucleotide (BLASTn) pada situs National Center

for Biotechnology Information (NCBI) untuk memastikan valid atau tidaknya

hasil sekuen dan untuk mengetahui kedekatan serta keerataan hasil sekuen dengan

spesies target atau lainnya. Contoh C. rotundicauda yang telah di BLASTn

didapatkan hasil bahwa enam contoh dari tiga lokasi yang berbeda merupakan

spesies target yaitu C. rotundicauda dengan kisaran nilai sebesar 98% sampai

99%, sedangkan hubungan kedekatan dengan spesies lain pada kisaran nilai 91%

sampai 92%. Uji validasi tersebut, memiliki kedekatan dengan C. rotundicauda

(GenBank: JQ178358.1) sebesar 99% (Lampiran 1). Berdasarkan hasil

sekuensing gen 16S rRNA C. rotundicauda dan hasil pensejajaran dengan primer

forward dan reserve, didapatkan panjang nukleotida yang dihasilkan contoh

pertama hingga keenam yaitu CRL02.3 sebesar 524 bp, CRL11.2 sebesar 517 bp,

CRM01.2 sebesar 517 bp, CRM02.3 sebesar 517 bp, CRS06.2 sebesar 518 bp,

dan CRS17.2 sebesar 516 bp. Outgroup, panjang nukleotida yang diambil di

GenBank pada situs NCBI yaitu untuk spesies T. gigas (Genbank: U09394.1)

sebesar 469 bp, spesies T. tridentatus (Genbank: U09393.1) sebesar 468 bp dan C.

rotundicauda (GenBank: U09396.1) sebesar 470 bp. Selanjutnya, sekuen

nukleotida tersebut disejajarkan sehingga didapatkan nukleotida sepanjang 451 bp.

Hasil analisis dengan MEGA 6 (Tamura et al. 2013) diperoleh komposisi

basa nukleotida yang terdiri atas 34,9% basa timin (T), 33,9% basa adenin (A),

10,4% basa sitosin (C), dan 20,7% basa guanin (G). Komposisi basa nukleotida

purin (guanin dan adenin) memiliki jumlah yang lebih besar dari pada basa

nukleotida pirimidin (sitosin dan timin) yaitu sebesar 54,6%. Selain itu, gen 16S

rRNA pada C. rotundicauda juga didominasi kelompok yang kaya akan A-T.

Pensejajaran sekuen nukleotida gen 16S rRNA C. rotundicauda

menghasilkan nilai conserved sebesar 88% (397/451), variabel sebesar 11,9%

Page 21: VALIDASI BASA NUKLEOTIDA GEN 16S rRNA SEBAGAI …Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi urutan basa nukleotida spesifik gen 16S rRNA dan mengkaji hubungan ... pada gel

11

(54/451) dan singleton sebesar 6,2% (28/451). Nilai variabel menunjukkan bahwa

terdapat variasi basa nukleotida antara C. rotundicauda dengan spesies outgroup.

Analisis jarak genetik dan filogeni gen 16S rRNA Carcinoscorpius

rotundicauda

Jarak genetik pada fragmen gen 16S rRNA antara C. rotundicauda dengan

spesies lain dari genus Tachypleus berkisar 0,091 sampai 0,098, sedangkan jarak

genetik antara contoh riset dengan spesies outgroup C. rotundicauda U09396.1

berkisar 0,011 sampai 0,013. Jarak genetik menggambarkan hubungan

kekerabatan antarspesies. Matrik jarak genetik fragmen gen 16S rRNA pada C.

rotundicauda, T. gigas, dan T. tridentatus berdasarkan metode pairwise distance

disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Matriks jarak genetik fragmen gen 16S rRNA pada Carcinoscoprius

rotundicauda, Tachypleus gigas, dan Tachypleus tridentatus berdasarkan

metode pairwise distance 1 2 3 4 5 6 7 8 9

CRL02.3

CRL11.2 0,002

CRM01.2 0,002 0,000

CRM02.3 0,002 0,000 0,000

CRS06.2 0,002 0,000 0,000 0,000

CRS17.2 0,002 0,000 0,000 0,000 0,000

U09394.1 0,091 0,093 0,093 0,093 0,093 0,093

U09393.1 0,095 0,098 0,098 0,098 0,098 0,098 0,064

U09396.1 0,013 0,011 0,011 0,011 0,011 0,011 0,084 0,086

Perbandingan antara C. rotundicauda dengan spesies ingroup, didapatkan

nilai jarak genetik terdekat antara C. rotundicauda contoh CRL11.2, CRM01.2,

CRM02.3, CRS06.2 dan CRS17.2 sebesar 0,000. Jarak genetik terjauh antara

contoh C. rotundicauda dengan T. gigas (U09394.1) sebesar 0,098. Data matriks

tersebut digunakan untuk menganalisis hubungan kekerabatan berdasarkan pohon

filogeni. Konstruksi pohon filogeni menunjukkan, bahwa genus Carcinoscorpius

terpisah nyata dari genus Tachypleus dengan jarak genetik sebesar 0,098 disajikan

pada Gambar 8.

Gambar 8 Konstruksi pohon filogeni berdasarkan gen 16S rRNA pada

Carcinoscorpius rotundicauda, Tachypleus gigas, dan Tachypleus

tridentatus

Page 22: VALIDASI BASA NUKLEOTIDA GEN 16S rRNA SEBAGAI …Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi urutan basa nukleotida spesifik gen 16S rRNA dan mengkaji hubungan ... pada gel

12

Pohon filogeni C. rotundicauda, T. gigas, dan T. tridentatus dikonstruksi

berdasarkan jarak genetik pairwise distance dari basa nukleotida 16S rRNA yang

menunjukkan hubungan kekerabatan antarspesies. Intraspesies C. rotundicauda

memiliki hubungan kekerabatan yang erat meskipun membentuk dua clade atau

kelompok untuk spesies contoh dan satu clade untuk intraspesies dari outgroup.

Cabang pohon filogeni untuk genus Tachypleus menunjukkan hubungan

kekerabatan yang erat antarspesies dalam satu genus yang sama, sedangkan antara

genus Carcinoscorpius dengan genus Tachypleus memiliki hubungan kekerabatan

yang cukup erat karena masih dalam famili yang sama.

Nukleotida spesifik gen 16S rRNA Carcinoscorpius rotundicauda

Pensejajaran sekuen nukleotida gen 16S rRNA C. rotundicauda dengan

spesies lain dari genus Tachypleus (Lampiran 2). Situs spesifik tersebut

merupakan basa nukleotida spesifik dari C. rotundicauda sebagai penciri yang

dapat membedakan dengan spesies lainnya. Terdapat 28 situs nukleotida yang

spesifik yang menunjukkan adanya evolusi spesifik pada C. rotundicauda.

Situs mutasi gen 16S rRNA Carcinoscorpius rotundicauda

Pensejajaran sekuen nukleotida gen 16S rRNA C. rotundicauda dengan

spesies lain yaitu terdapat 54 situs mutasi (Lampiran 3). Situs mutasi tersebut

merupakan basa nukleotida C. rotundicauda yang mengalami perubahan basa

nukleotida secara subtitusi yang terdiri atas mutasi transisi dan transversi.

Pembahasan

DNA barcoding merupakan teknik molekuler yang digunakan untuk

identifikasi suatu organisme (Hebert et al. 2003; Barccacia et al. 2016).

Pengkajian keragaman genetik melalui penandaan molekuler dengan

menggunakan DNA inti maupun mitokondria akan memberikan hasil yang lebih

teliti dalam membedakan intra dan interspesies (Kurniasih 2013). Terdapat

kelebihan pada DNA mitokondria dibandingkan dengan DNA inti. DNA

mitokondria memiliki tingkat revolusi yang lebih cepat dan berukuran lebih kecil

bila dibandingkan dengan DNA inti, serta DNA mitokondria terdapat dalam

jumlah copy tinggi yang memudahkan dalam pengisolasian dan purifikasi (Collins

et al. 1989).

DNA total dengan kualitas yang baik dijadikan sebagai cetakan DNA

untuk mengamplifikasi gen 16S rRNA C. rotundicauda dengan metode PCR

(Polymerase Chain Reaction). Amplifikasi gen 16S rRNA dilakukan pada suhu

penempelan primer (annealing) sebesar 46 oC. Suhu annealing yang optimal

merupakan tahap yang sangat penting dilakukan pada metode PCR, hal ini

disebabkan penempelan primer forward dan reserve pada kedua ujung DNA

terjadi pada tahap annealing. Validasi gen 16S rRNA telah dipastikan kebenaran

dan kedekatannya dengan spesies target berdasarkan pengunggahan pada BLAST n

(Basic Local Alignment Search Tool- nucleotide) pada situs NCBI (National

Center for Biotechnology Information). C. rotundicauda memiliki kedekatan

dengan spesies target sebesar 98% sampai 99%, sedangkan hubungan kedekatan

dengan genus lain yaitu Tachypleus sebesar 91% sampai 92% (Lampiran 1).

Page 23: VALIDASI BASA NUKLEOTIDA GEN 16S rRNA SEBAGAI …Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi urutan basa nukleotida spesifik gen 16S rRNA dan mengkaji hubungan ... pada gel

13

Keakuratan hasil tersebut menunjukkan bahwa spesies contoh berbeda dari

mimi spesies lainnya, namun diperlukan analisis jarak genetik untuk mengetahui

jarak genetik antara spesies contoh dengan masing-masing individu yang menjadi

spesies pembanding. Analisis jarak genetik diperlukan sebagai dasar rekonstruksi

pohon filogeni yang menggambarkan hubungan kekerabatan spesies ingroup dan

spesies outgroup. Hubungan kekerabatan spesies yang diidentifikasi dengan gen

16S rRNA menggunakan Neighbour-Joining tree dengan pengolahan bootstrap

1000 kali ulangan menunjukkan C. rotundicauda dari perairan utara pulau Jawa

hingga perairan selatan Madura membentuk paling sedikit dua clade atau

kelompok yang diduga akibat polimorfisme genetik, dan satu clade yang lain

(intraspesies outgroup) menunjukkan hal yang sama dari perairan Bangsaen,

Teluk Siam Thailand. Nilai bootstrap pada clade pertama sebesar 66% dan clade

kedua sebesar 94% yang berarti posisi pohon filogeni masih dapat berubah akibat

nilai konsistensi kesamaan yang terulang tidak stabil, sedangkan pada clade ketiga

(intraspesies outgroup) yaitu sebesar 100% yang berarti posisi pohon filogeninya

tidak dapat berubah akibat nilai konsistensi kesamaan yang terulang stabil.

Menurut Twindiko et al. (2013) nilai bootstrap dikatakan stabil jika

berada di atas 95% dan tidak stabil jika nilainya kurang dari 70%. Hal tersebut

juga dinyatakan oleh Sahara et al. (2015) bahwa nilai bootstrap kurang dari 71%

belum dikatakan stabil, sehingga masih bisa berubah posisinya dalam pohon

filogeni. Selain itu, konstruksi pohon filogeni C. rotundicauda dengan

interspesies outgroup menunjukkan bahwa terjadi pemisahan yang jelas antara

genus Carcinoscorpius dengan genus Tachypleus dengan nilai jarak genetik

sebesar 0,091 sampai 0,098.

Pemisahan ini disebabkan oleh adanya situs nukleotida spesifik yang

menandakan adanya pembeda dari contoh yang dijadikan objek penelitian yaitu

mimi jenis C. rotundicauda dengan spesies pembanding atau outgroup yaitu mimi

jenis C. rotundicauda (U09396.1), T. gigas (U09394.1) dan T. tridentatus

(U09393.1). Selain itu, pemisahan tersebut juga diduga karena C. rotundicauda

merupakan spesies yang memiliki keragaman genetik paling tinggi dibandingkan

dari genus Tachypleus. Hal ini disebabkan oleh perbedaan faktor ekologi C.

rotundicauda yang berhabitat di estuari dan mangrove yang merupakan wilayah

yang sedikit terpapar oleh air dari lautan terbuka. Hal ini sesuai dengan

karakterisitik perairan utara pulau Jawa dan selatan Madura, sehingga gene flow

populasi spesies ini lebih terbatas (Meilana et al. 2016). Hal tersebut juga sesuai

dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Obst et al. (2012) dengan

menggunakan fragmen gen 16S, 228S, dan COI yang mengatakan bahwa

konstruksi pohon filogeni C. rotundicauda terpisah dengan genus Tachypleus, hal

ini juga berkaitan dengan perbedaan ekologi serta lokasi pengambilan contoh

yang berbeda. Penggunaan gen 16S rRNA dalam validasi basa nukleotida

berhasil mengindentifikasi C. rotundicauda karena gen tersebut bersifat conserve,

diduga karena peran yang sangat esensial dari gen ini terhadap fungsi sel. Hal ini

juga sama seperti yang dinyatakan oleh Rinanda (2011) bahwa gen 16S rRNA

memiliki daerah yang conserve (lestari).

Situs nukleotida pada C. rotundicauda memiliki ciri yang berbeda dari

spesies outgroup. Menurut Maddison et al. (1984), penggunaan outgroup

berfungsi sebagai faktor koreksi dalam penentuan karakter di antara ingroup.

Sekuen nukleotida pada gen 16S rRNA C. rotundicauda menunjukkan bahwa

Page 24: VALIDASI BASA NUKLEOTIDA GEN 16S rRNA SEBAGAI …Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi urutan basa nukleotida spesifik gen 16S rRNA dan mengkaji hubungan ... pada gel

14

urutan nukleotida yang bersifat conserve pada level spesies. Keberadaan 28 situs

nukleotida spesifik menjadi penciri spesies C. rotundicauda yang menunjukkan

adanya evolusi spesifik pada C. rotundicauda. Sekuen nukleotida gen 16S rRNA

C. rotundicauda mengalami mutasi secara substitusi sebanyak 54 situs nukleotida.

Mutasi substitusi merupakan pertukaran basa nukleotida yang terjadi dalam

urutan suatu DNA. Mutasi ini terdiri atas transisi dan transversi. Komposisi basa

nukleotida C. rotundicauda didominasi oleh basa purin (guanin dan adenin)

sebesar 54,6%. Basa nukleotida C. rotundicauda juga didominasi oleh ikatan

basa A (adenin) dan T (timin). Ikatan hidrogen A-T terdiri dari 2 ikatan hidrogen

yang bersifat lebih lemah dibandingkan dengan ikatan hidrogen G-C yang

memiliki 3 ikatan hidrogen (Reed et al. 2013). Komposisi basa nukleotida C.

rotundicauda tersebut menunjukkan bahwa ikatan tersebut mudah terpisah

sehingga kemungkinan terjadinya mutasi pada spesies C. rotundicauda lebih

tinggi.

Basa nukleotida C. rotundicauda hasil penelitian ini dapat dibandingkan

dengan penelitian lain dari lokasi yang berbeda, sehingga akan terlihat perbedaan

sekuen basa nukelotida yang muncul (substitusi) dan dapat diketahui spesies asal

atau pusat penyebaran spesies. Penurunan keragaman genetik bisa terjadi secara

alami melalui penghanyutan gen. Penghanyutan gen (random genetic drift)

menggambarkan perubahan secara acak di dalam suatu populasi yang

mengakibatkan penurunan keragaman genentik dari generasi ke generasi yang

bukan disebabkan oleh tekanan lingkungan tetapi karena adanya mutasi secara

murni (Singleton dan Sainsbury 2006). Selain itu, diversitas genetik mampu

menyediakan keragaman respon yang penting untuk menjaga fungsi ekosistem

dan proses adaptasi spesies dalam perubahan lingkungan (Ehlers et al. 2008);

Sahara et al. 2015).

Kepastian taksonomi (taxonomy certainty) sangat dibutuhkan dalam

menentukan pengelolaan suatu sumber daya. Suatu spesies yang memiliki

taksonomi secara morfologi yang sudah jelas, perlu dilakukan identifikasi secara

molekuler guna mengetahui urutan basa nukleotida. Hasil urutan basa nukleotida

ini dapat digunakan untuk mengetahui perkembangan evolusi dan mutasi dari

spesies tersebut. Validasi basa nukleotida dari penelitian ini telah menunjukkan

kepastian taksonomi dari C. rotundicauda, sehingga dapat dijadikan sebagai acuan

untuk kajian genetika populasi, kajian stok hingga tercapai data yang cukup untuk

melakukan tindakan pengelolaan sumberdaya mimi melalui konservasi.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Hubungan kekerabatan Carcinoscorpius rotundicauda yang diidentifikasi

dengan gen 16S rRNA menunjukkan terbentuknya paling sedikit dua clade atau

kelompok dari perairan utara Pulau Jawa dan selatan Madura dan satu clade

dengan intraspesies outgroup yang diduga bahwa pemisahan tersebut terjadi

akibat polimorfisme genetik. Konstruksi pohon filogeni C. rotundicauda dengan

Page 25: VALIDASI BASA NUKLEOTIDA GEN 16S rRNA SEBAGAI …Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi urutan basa nukleotida spesifik gen 16S rRNA dan mengkaji hubungan ... pada gel

15

interspesies outgroup menunjukkan bahwa terjadi pemisahan yang jelas antara

genus Carcinoscorpius dengan genus Tachypleus dengan nilai jarak genetik

sebesar 0,091 sampai 0,098 dan terdapat 28 situs nukleotida spesifik sebagai

penciri spesies serta situs mutasi secara subtitusi sebanyak 54 situs nukleotida.

Saran

Informasi genetik C. rotundicauda harus dikaji lebih lanjut dengan

menggunakan gen penanda lainnya sehingga didapatkan genom utuh C.

rotundicauda. Selain itu, sekuen basa nukleotida tersebut dapat digunakan untuk

merancang primer gen 16S rRNA spesifik untuk C. rotundicauda.

DAFTAR PUSTAKA

[ASMFC] Atlantic States Marine Fisheries Commission. 2013. Horseshoe Crab

Stock Assessment Update. ASMFC (US).

Aprilia FE, Soewondo A, Widodo, Toha AHA. 2014. Amplifikasi gen COI dan

16S rRNA dari invertebrata laut Plakobrancus ocellatus. Jurnal

Biotropika. 2(5): 276–278.

Avise JC, Nelson WS, Sugita H. 1994. A speciationaly history of “living fossils”

moleculer evolutionary patterns in horseshoe crabs. Society for the Study

of Evolution. 48(6): 1986-2001. doi: 10.1111/j.1558-5646.1994.tb02228.x.

Barccacia G, Lucchin M, Cassandro M. 2016. DNA barcoding as a moleculer tool

to track down mislabeling and food piracy. Journal Diversity. 8(2): 1–16.

doi: 10.3390/d8010002.

Barnes RD. 1963. Invertrate Zoology. Philadelphia (US): WB Sounders Company.

Botton ML, Itow T. 2009. The effects of water quality on horseshoe crab embryos

and larvae. Springer Science and Business Media. 2(7): 439–454. doi:

10.1007/978-0-378-89959-6_27.

Botton ML. 2009. The ecological importance of horseshoe crabs in estuarine and

coastal communities: a riview and speculative summary. Springer Science

and Business Media. 6(3): 45–63. doi: 10.1007/978-0-378-89959-6_3.

Brockmann HJ, Smith MD. 2009. Reproductive competition and sexual selection

in horseshoe crabs. Springer Science and Business Media. 1(2): 199-221.

doi:10.1007/978-0-89959_12

Ciptono, Harjana T. 2015. Identifikasi jenis anomali perkembangan embrional

mimi-mintuno raksasa (Tachypleus gigas) selama periode artificial

incubation di dalan botol vial. Jurnal Sains Dasar. 4(1): 65–70.

Collins MD, Ash C, Farrow JAE, Wallbanks S, Williams AM. 1989. 16S

ribosomal ribonucleic acid sequence analyses of lactococci and related

taxa. description of Vagococcus fluvialis gen. nov., sp. nov. Journal of

Applied Bacteriology. 67: 453–460. doi: 10.1111/j.1365-

2672.1989.tb02516.x

Page 26: VALIDASI BASA NUKLEOTIDA GEN 16S rRNA SEBAGAI …Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi urutan basa nukleotida spesifik gen 16S rRNA dan mengkaji hubungan ... pada gel

16

Dietl J, Nascimento C, Alexander R. 2000. Influence of ambient flow around the

horseshoe crab Limulus polyphemus on the distribution and orientation of

selected epizoans. Estuaries. 23: 509-520.

Ding JL, Tan KC, Thangamani S, Kusuma N, Seow WK, Bui THH, Wang J, Ho

B. 2005. Spatial and temporal coordination of expression of immune

response genes during Pseudomonas infection of horseshoe crab,

Carcinoscorpius rotundicauda. Nature Publishing Group. 6(7): 557–574.

doi: 10.1038/sj.gene.6364240.

Ehlers A, Worm B, Reusch TBH. 2008. Importence of genetic diversity in

eelgrass Zostera marina for its resilience to global warming. Marine

Ecology Progress Series. 355: 1–7. doi: 10.3354/meps07369.

Fusetani N, Endo H, Hashimoto K. 1982. Occurrence of potent toxins in the

horseshoe crab Carcinoscorpius rotundicauda. Pergamon Press. 20(3):

662–664. doi: 0041.0101/82/030662-03

Guo XD, Chen D, Papenfuss TJ, Ananjeva NB, Melnikov DA, Wang Y. 2011.

Phylogeny and divergence times of some Racerunner Lizards (Lacertidae:

Eremias) inferred from mitochondrial 16S rRNA gene segments.

Molecular Phylogenetics and Evolution. 400–412. doi:

10.1016/j.ympev.2011.06.022.

Hajeb PA, Christianus, Ismail A, Zadeh SS, Saad CR. 2009. Heavy metal

concentration in horseshoe crab (Carcinoscorpius rotundicauda and

Tachypleus gigas) egg from Malaysian Coastline. Springer Science &

Business Media. 455–563. doi: 10.1007/978–0–387–89959–6_28.

Hebert PDN, Cywinska A, Ball SL, de Waard JR. 2003. Biological identifications

through DNA barcodes. Proceedings of the Royal Society of London. 270:

313–322. doi: 10.1098/rspb.2002.2218.

Holliingsworth PM. 2011. Refining the DNA barcode for land plants.

Proceedings of the National Academy of Science. 108(49): 19451-19452.

doi: 10.1073/pnas.1116812108.

Hook S. 2011. Horseshoe crab a living fossil. Gateway Natonal Recreation Area

(Conrad Wisniewski) [internet]. [diunduh 2016 Desember 24]. Tersedia

pada: http://www.nps.gov/gate.

Hu M, Wang Y, Chen Y, Cheung SG, Shin PKS, Li Q. 2009. Summer distribution

and abundance of juvenile Chinese horseshoe crabs Tachypleus tridentatus

along an Intertidal Zone in Southern China. Aquatic Biologi. 7: 107–112.

doi: 10.3354/ab00194.

IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resourcesi).

2017. The IUCN Red List of Threatened Species [internet]. [diunduh 2017

Januari 24]. Tersedia pada: http://www.iucnredlist.org/details/41755/0.

John BA, Kamaruzzaman BY, Jalal KCA, Zaleha K. 2012. Feeding ecology and

food preference of Carcinoscorpius rotundicauda collected from the

Pahang nesting grounds. Sains Malaysiana. 41(7): 855–861.

Kumar V, Roy S, Sahoo AK, Behera, Sharma AP. 2015. Horseshoe crabs and its

medicinal values. International Journal of Current Microbiolgy and

Applied Science. 4(2): 956–964.

Kurniasih EM. 2013. DNA barcoding analisis filogenetik ikan hiu yang

didaratkan di Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap [skripsi]. Bogor

(ID): Institut Pertanian Bogor.

Page 27: VALIDASI BASA NUKLEOTIDA GEN 16S rRNA SEBAGAI …Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi urutan basa nukleotida spesifik gen 16S rRNA dan mengkaji hubungan ... pada gel

17

Lawrence JN, Jonathan B, Humphrey Ps, Amanda DD, Kathleen EC, Philip WA,

Allan JB, Karen AB, Kevin SK, Nigel AC. 2009. Effect of horseshoe crab

harvest in Delaware Bay on red knots: are harvest restrictions Working?.

Journal Biology Science. 59(2): 153–164. doi: 10.1525/bio.2009.59.2.8.

Lee CN, Morton B. 2005. Experimentally derived estimates of growth by juvenile

Tachypleus tridentatus and Carcinoscorpius rotundicauda (Xiphosura)

from nursery beaches in Hong Kong. Jurnal Marine Biology Ecology. 318:

39–49. doi: 10.1016/j.jembe.2004.12.010.

Maddison WP, Donoghue MJ, Maddison DR. 1984. Outgroup analysis and

parsimony. Systematic Zoology. 33: 83–103. doi: 10.1093/sysbio/33.1.83.

Mashar A, Butet NA, Juliandi B, Qonita Y, Hakim AA, Wardiatno Y. 2017.

Biodiversity and distribution of horseshoe crabs in Northern Coast of Java

and Southern Coast of Madura. Institute of Physics Conference: Earth and

Enviromental Science. 54: 1–8. doi: 10.1088/1755–1315/54/1/012076.

Meilana L, Wardiatno Y, Butet NA, Krisanti M. 2016. Karakter morfologi dan

identifikasi molekuler dengan marka gen CO1 pada mimi (Tachypleus

gigas) di Perairan Utara Pulau Jawa. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan

Tropis. 8(1): 145–158.

Mishra JK. 2009. Horseshoe crabs, their eco-biological status along the Northeast

Coast of India and the necessity for ecological conservation. Springer

Science & Business Media. 89–96. doi: 10.1007/978–0–387–89959–6_5.

Ningrum DEAF, Amin M, Lukaiati B. 2017. Pendekatan bioinformatika berbasis

penelitian analisis profil protein carbonic anhydrase II yang berpotensi

sebagai kandidat penyebab autis untuk variasi pembelajaran matakuliah

bioteknologi. Jurnal Pendidikan Biologi Indonesia. 3(1): 28–35.

Obst M, Faurby S, Bussarawit S, Funch P. 2012. Molecular phylogeny of extant

horseshoe crabs (Xiphosura, Limulidae) indicates paleogene

diversification of Asian species. Molecular Phylogenetics and Evolution.

62(1): 21–26. doi: 10.1016/j.ympev.2011.08.025.

Pati S, Biswal GC, Dash BP. 2015. Availability of Tachypleus gigas (Muller)

along the River Estuaries of Balasore District, Odisha, India. International

Journal of Fisheries and Aquatic Studies. 2(5): 334–336.

Reed R, Holmes D, Weyers J, Jones A. 2013. Practical Skills In Biomoleculer

Science: Fourth Edition. England: Pearson Education Limited.

Rinanda T. 2011. Analisis sekuensing 16S rRNA di bidang mikrobiologi. Jurnal

Kedokteran Syiah Kuala. 11(3): 172–177.

Rubiyanto E. 2012. Studi populasi mimi (Xiphosura) di Perairan Kuala Tungkal

Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi [tesis]. Depok (ID): Universitas

Indonesia.

Rukdin DM, Young GA, Nowlan GS. 2008. The oldest horseshoe crab: a n ew

Xiphosurid from late ordovician Konservat-Lagerstatten Deposits,

Manitoba, Canada. The Palaentology Association. 51(1): 1–9. doi:

10.1111/j.1475-4983.2007.00746.x.

Sahara A, Prastowo J, Widayanti R, Nurcahyo W. 2015. Kekerabatan genetik

caplak Rhiphicephalus (Boophilus) microplus asal Indonesia berdasarkan

sekuen internal transcribed spacer-2. Jurnal Veteriner. 16(3): 310–319.

Page 28: VALIDASI BASA NUKLEOTIDA GEN 16S rRNA SEBAGAI …Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi urutan basa nukleotida spesifik gen 16S rRNA dan mengkaji hubungan ... pada gel

18

Sanger F, Nicklen S, Coulson AR. 1977. DNA sequnsing with chain terminating

inhibitors. Proceeding of the National Academy of Science USA. 74: 5463-

5467. PMCID: PMC431765.

Sekiguchi K, Seshimo H, Sugita H. 1988. Post-embryonic development of the

horseshoe crab. Marine Biological Laboratory. 174(3): 337-345. doi:

195.34.79.176.

Singleton P, Sainsbury D. 2006. Dictionary of Microbiology and Molecular

Biology, Third Edition. England (GB): Wiley & Sons Ltd.

Srijaya TC, Pradeep PJ, Shaharom F, Chatterji A. 2011. A study on the nergy

source in yhe developing embryo of the mangrove horseshoe crab,

Carcinoscorpius rotundicauda (Latreille). Invertebrate Reproduction and

Development. 3(1): 1–10. doi: 10.1080/07924259.2011.633621.

Sutrisman H, Abidin T, Agusnar H. 2014. Pengaruh chitosan belangkas

(Tachypleus gigas) nanopartikel terhadap celah antara berbagai jenis

semen ionomer kaca dengan dentin. Dental Journal. 47(3): 121–25. doi:

10.20473/j.djmkg.v47.i3.p121-125.

Tamura K, Stecher G, Peterson D, Filipski A, Kumar S. 2013. Mega 6: molecular

evolutionary genetics analysis version 6.0. Moleculer Biology Evolution.

30(12): 2725–2729. doi: 10.1093/molbev/mst197.

Tanacredi JT, Botton ML, Smith DR. 2009. Biology and Conservation of

Horseshoe Crabs. New York (US): Springer Science and Business Media.

Taylor LC, Bing YV, Chi HC, Tee LS. 2011. Distribution and abundance of

horseshoe crabs Tachypleus gigas and Carcinoscorpius rotundicauda

around the Main Island of Singapore. Aquatic Biology. 13: 127–136. doi:

10.3354/ab00346.

Taylor LC, Lee J, Hsu CC. 2009. Population structure and breeding pattern of the

mangrove horseshoe crab Carcinoscorpius rotundicauda in Singapore.

Aquatic Biology. 8: 61–69. doi: 10.3354/ab00206.

Taylor LC, Ng HH, Goh TY. 2012. Tracked mangrove horseshoe crab

Carcinoscorpius rotundicauda remain resident in a Tropical Estuary.

Aquatic Biology. 17: 235–245. doi: 10.3354/ab00477.

Twindiko AFS, Wijayanti DP, Ambariyanto. 2013. Studi filogenetik ikan karang

genus Pseudochromis dan Pictichromis di perairan indo-pasifik. Buletin

Oseanografi Marina. 2: 28–36.

Walker JM, Rapley R. 2008. Molecular Biomethods Hanbook Second Edition.

Totowa (US): Humana Press.

Walls EL, Berkson J, Smith SA. 2002. The horseshoe crab, Limulus polyphemus:

200 million years of existence, 100 years of study. Review Fisheries

Sciences. 10(1): 39–73. doi: 10.1080/20026491051677.

Yang KCm, Ko HS. 2015. First record of tri-spine horseshoe crab, Tachypleus

tridentatus (Merostomata: Xiphorurida: Limulidae from Korean Waters).

Animal Systematics Evolution and Diversity. 31(1): 42–45. doi:

10.5635/ASED.2015.31.1.042.

Yeo DSA, Ding JL, Ho B. 1996. Neuroblastoma cell culture assay shows that

Carcinoscorpius rotundicauda haemolymph neutralizes tetrodotoxin.

Pergamon. 34(9): 1054–1057. doi: 10.1016/0041-0101(96)00062-1.

Page 29: VALIDASI BASA NUKLEOTIDA GEN 16S rRNA SEBAGAI …Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi urutan basa nukleotida spesifik gen 16S rRNA dan mengkaji hubungan ... pada gel

19

LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil BLAST n gen 16S rRNA Carcinoscorpius rotundicauda

BLAST ®

Basic Local Alignment Search Tool

Nucleotide Sequence (517 letters)

Query ID lcl|Query_45119 Query Length 517

Description None Database nr

Molecule type nucleid acid Description Nucleotide collection (nt)

Program BLASTN 2.6.1+

Description Max

score

Total

score

Query

cover

E

value

Ident Accession

Carcinoscorpius rotundicauda

mitochondria, complete genom

913 913 99% 0.0 99% JQ178358.1

Carcinoscorpius rotundicauda

mitochondria, complete genom

907 907 99% 0.0 99% JX437074.1

Carcinoscorpius rotundicauda

mitochondria 16S rRNA, partial

sequence

826 826 90% 0.0 99% U09396.1

Tachypleus tridentatus mitochondria,

complete genom

708 708 99% 0.0 92% JQ739210.1

Tachypleus tridentatus mitochondria,

complete genom

702 702 99% 0.0 91% FJ860267.1

Tachypleus gigas mitochondria 16S

rRNA, partial sequence

632 632 90% 2e-177 91% U09394.1

Tachypleus tridentatus mitochondria

16S rRNA, partial sequence

630 630 90% 9e-177 91% U09393.1

Tachypleus gigas voucher GP0075

16S ribosomal RNA gene, partial

sequence; mitochondial

595 595 82% 3e-166 92% KJ467010.1

Tachypleus gigas voucher GP0076

16S ribosomal RNA gene, partial

sequence; mitochondial

593 593 82% 1e-165 92% KJ467011.1

Tachypleus gigas voucher GP0077

16S ribosomal RNA gene, partial

sequence; mitochondial

520 520 82% 2e-143 89% KJ467012.1

Page 30: VALIDASI BASA NUKLEOTIDA GEN 16S rRNA SEBAGAI …Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi urutan basa nukleotida spesifik gen 16S rRNA dan mengkaji hubungan ... pada gel

20

Lampiran 2 Situs nukleotida spesifik gen 16S rRNA mitokondria Carcinoscorpius

rotundicauda berdasarkan sekuen 451 bp yang dibandingkan dengan

outgroup

Spesies Situs nukleotida ke-

1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 4 4

1 2 2 2 2 8 9 0 1 2 3 3 4 7 7 2 3 4 4 4 7 8 9 2 4 4 2 2

0 4 5 6 7 9 5 5 3 9 5 6 4 6 7 7 4 6 7 8 9 1 7 9 0 6 8 9

U09393.1 A G A A A A G G A G G T G C T A A A A G A A G T T A A G

U09394.1 G A G G T G A A G A A A T T C G G G G A G G A A G G G A

U09396.1 . T . . G . . . . . . G . . . . T . . T . . . . A . . .

CRL02.1 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

CRL11.2 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

CRM01.2 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

CRM02.3 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

CRS17.2 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

CRS06.2 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Lampiran 3 Situs nukleotida mutasi gen 16S rRNA Carcinoscorpius rotundicauda

Spesies Situs nukleotida ke-

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2

1 2 2 2 2 3 8 9 0 0 1 1 2 3 3 4 4 6 7 7 7 1 1 2

9 0 4 5 6 7 2 9 5 5 8 3 8 9 5 6 1 4 0 2 6 7 2 5 2

U09393.1 G A G A A A A A G G G A A G G T A G A T C T G A A

U09394.1 . G A G G T . G A A . G . A A A . T . . T C . G .

U09396.1 A . T . . G G . . . T . G . . G T . G G . . A . T

CRL02.1 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . T .

CRL11.2 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

CRM01.2 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

CRM02.3 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

CRS17.2 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

CRS06.2 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Situs nukleotida ke-

2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4

2 3 3 3 3 3 4 4 4 4 5 5 7 7 8 8 9 1 2 4 4 4 2 2 3 3 4 5

7 2 3 4 5 8 6 7 8 9 0 1 8 9 1 2 7 3 9 0 6 7 8 9 5 8 3 1

A T C A T T A A G A G G A A A A G A T T A G A G A G G C

G . . G . . G G A . . . . G G . A . A G G . G A . . . .

. . A T . C . . T . A A G . . G . T . . . A . . G A . T

. C . . A . . . . G . . . . . . . . . . . . . . . . A .

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Page 31: VALIDASI BASA NUKLEOTIDA GEN 16S rRNA SEBAGAI …Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi urutan basa nukleotida spesifik gen 16S rRNA dan mengkaji hubungan ... pada gel

21

Lampiran 4 Dokumentasi penelitian selama di lapang dan laboratorium

Page 32: VALIDASI BASA NUKLEOTIDA GEN 16S rRNA SEBAGAI …Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi urutan basa nukleotida spesifik gen 16S rRNA dan mengkaji hubungan ... pada gel

22

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Yunita Nugraheni

dilahirkan di Kota Lamongan, 19 Juni 1995 dari pasangan

Munali dan Asminten. Penulis merupakan anak ke empat

dari empat bersaudara. Pendidikan formal dijalani penulis

mulai dari TK Dharmawanita Tunggul (2000-2002), SDN

Tunggul 1 (2002-2007), SMP Negeri 1 Paciran (2007-

2010), SMA Negeri 2 Lamongan (2010-2013). Pada tahun

2013, penulis diterima menjadi mahasiswi Departemen

Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan

Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN Undangan.

Penulis merupakan mahasiswi penerima Beasiswa Pendidikan Mahasiswa

Berprestasi (Bidik Misi) dikti.

Kegiatan di luar akademik, penulis juga aktif mengikuti organisasi yaitu

bergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Perikanan dan Ilmu Kelautan

(BEM FPIK) pada tahun 2014-2015 sebagai staf divisi Komunikasi dan Informasi

(Kominfo). Selain itu, penulis juga aktif sebagai anggota dalam organisasi

Masyarakat Konservasi Pantai Tunggul (MASKOT) tahun 2016-2017 yang

berada di kabupaten Lamongan. Adapun beberapa kepanitian yang diikuti penulis

selama berada di dalam kampus seperti, divisi PDD “Gema Perikanan dan Ilmu

Kelautan FPIK IPB” tahun 2014, divisi logstran “SAKURA MSP50 FPIK IPB”

tahun 2014, divisi logstran “Fieldtrip Oseanografi Umum” tahun 2014, divisi

Kominfo “Magang BEM FPIK IPB” tahun 2014, divisi PDD “Selangkah Lebih

Dekat dengan Pengurus BEM FPIK IPB” tahun 2014, divisi fundrising “IGEA

2014” tahun 2014, divisi PDD “Temu Alumni 2015” tahun 2015 dan divisi PDD

“PORIKAN 2016” tahun 2016. Selain itu, penulis juga pernah menjadi

koordinator asisten praktikum mata kuliah Biologi Populasi Perikanan selama satu

periode tahun ajaran 2015-2016, koordinator asisten praktikum mata kuliah

Metode Kuantintatif Sumberdaya Perikanan selama satu periode tahun ajaran

2016-2017 dan asisten praktikum mata kuliah Pengkajian Stok Perikanan selama

satu periode tahun ajaran 2016-2017.