198
Tahun Duka Cita ( ‘Amul Huzni) dan peristiwa di Tha’if. September 19, 2010 by Vien AM Perasaan lega setelah 3 tahun lamanya di boikot secara ekonomi dan sosial tampaknya hanya berlangsung sekejap saja. Karena pada tahun ke 10 kenabian Khadijah ra, istri tercinta yang selama ini selalu setia mendukung, menyemangati, membesarkan dan menghibur Rasulullah dalam menjalankan tugas maha berat itu jatuh sakit. Dan tak lama kemudian Allah swtpun memanggil perempuan yang selama 25 tahun itu telah menemani Rasulullah, sebagai istri satu-satunya, sebagai ibu dari 4 anak perempuan dan 2 anak lelaki dari Rasulullah. Betapa berdukanya Rasulullah saw. Bagaimanapun beliau adalah manusia biasa yang membutuhkan pendukung, pendamping, penyemangat dan penghibur dari orang yang dicintai dan mencintainya. Tugas yang diembannya adalah tugas yang maha berat. Mengajak orang menuju kebenaran bukanlah hal ringan. Orang-orang Quraisy terlalu keras kepala. Mereka suka berdebat namun dengan tujuan hanya ingin mentertawakan dan melecehkan Rasulullah. “Dan tatkala putra Maryam (Isa) dijadikan perumpamaan tiba-tiba kaummu (Quraisy) bersorak karenanya. Dan mereka berkata: “Manakah yang lebih baik tuhan-tuhan kami atau dia (Isa)? Mereka tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja, sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar”.(QS.Az-Zukhruf(43):57-58). Kedua ayat diatas menceritakan kembali kejadian ketika Rasulullah di hadapan orang-orang, membacakan ayat 98 surat Al-Anbiya yang mengatakan bahwa “Sesungguhnya kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah, adalah umpan Jahannam, kamu pasti masuk ke dalamnya”. Sontak, salah satu orang Quraisy itu menanyakan tentang nasib Isa as yang disembah orang Nasrani, akankah ia menjadi kayu bakar neraka jahanam seperti berhala sesembahan mereka. Rasulullah terdiam dan orang-orang Quraisy itupun menertawakannya. Padahal ayat diatas sebenarnya hanya ditujukan kepada sesembahan mereka bukan Isa as. Selanjutnya mereka kembali bertanya mana lebih baik, sesembahan mereka atau Isa Al-Masih. Maka dengan turunnya ayat 57 dan 58 diatas, Rasulullahpun menjadi faham bahwa pertanyaan mereka tidak perlu ditanggapi. Menjadi utusan Allah memang perlu kesabaran extra. Hanya dengan pertolongan-Nya saja para utusan ini dapat menyelesaian misinya. Nabi Adam, nabi Nuh, nabi Yunus, nabi Ibrahim, nabi Daud, nabi Musa dan juga nabi-nabi lain suatu saat pernah berbuat ‘kesalahan’ di dalam pandangan-Nya. Begitupun nabi Muhammad saw. Sebagaimana seorang utusan Allah yang memiliki tanggung jawab tinggi, beliau begitu menginginkan agar dakwahnya mendapat sambutan. Suatu hari ketika beliau sedang berdakwah di hadapan para pembesar Quraisy tiba-tiba datang seorang sahabat dan langsung menanyakan sesuatu. Tentu saja kehadiran sahabat tersebut mengganggu jalannya pertemuan. Maka Rasulullahpun tidak menanggapinya dan tanpa sengaja air mukanya agak berubah. Namun ternyata Allah swt tidak ridho terhadap reaksi beliau dan langsung menegurnya. Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa). atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfa’at kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman). Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran) sedang ia takut kepada (Allah) maka kamu mengabaikannya“. (QS.Abasa(80):1-10). Betapa menyesalnya Rasulullah. Ini bukanlah kebiasaan dan sifatnya. Beliaupun segera bertaubat. Menghadapi hal-hal seperti ini biasanya beliau tumpahkan isi hatinya kepada istrinya tercinta yang selalu bisa menghiburnya. Ini yang membuat beliau merasa begitu kehilangan. Apalagi ketika beberapa bulan kemudian, Abu Thalib, paman yang selama ini selalu melindunginya juga wafat. Rasulullah tak dapat membayangkan apa yang bakal diperbuat orang-orang Quraisy terhadap dirinya tanpa perlindungan Abu Thalib. Namun yang juga membuat diri Rasulullah gundah adalah sikap Abu Thalib. Pamannya ini walapun selalu melindungi beliau namun ia sendiri sebenarnya tidak pernah mengucap syahadat. “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk”. (QS.Al-Qashash (28):56).

· Web viewBahwa hidup harus terus dijalani apapun pahitnya Bahwa dalam keadaan kesusahan kita harus tetap mengulurkan tangan membantu sesama... Bahwa hidup harus dijalani dengan berusaha

  • Upload
    hangoc

  • View
    444

  • Download
    21

Embed Size (px)

Citation preview

Tahun Duka Cita ( ‘Amul Huzni) dan peristiwa di Tha’if.September 19, 2010 by Vien AM Perasaan lega setelah 3 tahun lamanya di boikot secara ekonomi dan sosial tampaknya hanya berlangsung sekejap saja. Karena pada tahun ke 10 kenabian Khadijah ra, istri tercinta yang selama ini selalu setia mendukung, menyemangati, membesarkan dan menghibur Rasulullah dalam menjalankan tugas maha berat itu jatuh sakit. Dan tak lama kemudian Allah swtpun memanggil perempuan yang selama 25 tahun itu telah menemani Rasulullah, sebagai istri satu-satunya, sebagai ibu dari 4 anak perempuan dan 2 anak lelaki dari Rasulullah.Betapa berdukanya Rasulullah saw. Bagaimanapun beliau adalah manusia biasa yang membutuhkan pendukung, pendamping, penyemangat dan penghibur dari orang yang dicintai dan mencintainya. Tugas yang diembannya adalah tugas yang maha berat. Mengajak orang menuju kebenaran bukanlah hal ringan. Orang-orang Quraisy terlalu keras kepala. Mereka suka berdebat namun dengan tujuan hanya ingin mentertawakan dan melecehkan Rasulullah.“Dan tatkala putra Maryam (Isa) dijadikan perumpamaan tiba-tiba kaummu (Quraisy) bersorak karenanya. Dan mereka berkata: “Manakah yang lebih baik tuhan-tuhan kami atau dia (Isa)? Mereka tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja, sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar”.(QS.Az-Zukhruf(43):57-58).Kedua ayat diatas menceritakan kembali kejadian ketika Rasulullah di hadapan orang-orang, membacakan ayat 98 surat Al-Anbiya yang mengatakan bahwa “Sesungguhnya kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah, adalah umpan Jahannam, kamu pasti masuk ke dalamnya”. Sontak, salah satu orang Quraisy itu menanyakan tentang nasib Isa as yang disembah orang Nasrani, akankah ia menjadi kayu bakar neraka jahanam seperti berhala sesembahan mereka.Rasulullah terdiam dan orang-orang Quraisy itupun menertawakannya. Padahal ayat diatas sebenarnya hanya ditujukan kepada sesembahan mereka bukan Isa as. Selanjutnya mereka kembali bertanya mana lebih baik, sesembahan mereka atau Isa Al-Masih. Maka dengan turunnya ayat 57 dan 58 diatas, Rasulullahpun menjadi faham bahwa pertanyaan mereka tidak perlu ditanggapi.Menjadi utusan Allah memang perlu kesabaran extra. Hanya dengan pertolongan-Nya saja para utusan ini dapat menyelesaian misinya. Nabi Adam, nabi Nuh, nabi Yunus, nabi Ibrahim, nabi Daud, nabi Musa dan juga nabi-nabi lain suatu saat pernah berbuat ‘kesalahan’ di dalam pandangan-Nya. Begitupun nabi Muhammad saw. Sebagaimana seorang utusan Allah yang memiliki tanggung jawab tinggi, beliau begitu menginginkan agar dakwahnya mendapat sambutan.Suatu hari ketika beliau sedang berdakwah di hadapan para pembesar Quraisy tiba-tiba datang seorang sahabat dan langsung menanyakan sesuatu. Tentu saja kehadiran sahabat tersebut mengganggu jalannya pertemuan. Maka Rasulullahpun tidak menanggapinya dan tanpa sengaja air mukanya agak berubah. Namun ternyata Allah swt tidak ridho terhadap reaksi beliau dan langsung menegurnya.“Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa). atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfa’at kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman). Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran) sedang ia takut kepada (Allah) maka kamu mengabaikannya“. (QS.Abasa(80):1-10).Betapa menyesalnya Rasulullah. Ini bukanlah kebiasaan dan sifatnya. Beliaupun segera bertaubat. Menghadapi hal-hal seperti ini biasanya beliau tumpahkan isi hatinya kepada istrinya tercinta yang selalu bisa menghiburnya. Ini yang membuat beliau merasa begitu kehilangan.Apalagi ketika beberapa bulan kemudian, Abu Thalib, paman yang selama ini selalu melindunginya juga wafat. Rasulullah tak dapat membayangkan apa yang bakal diperbuat orang-orang Quraisy terhadap dirinya tanpa perlindungan Abu Thalib. Namun yang juga membuat diri Rasulullah gundah adalah sikap Abu Thalib. Pamannya ini walapun selalu melindungi beliau namun ia sendiri sebenarnya tidak pernah mengucap syahadat.“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk”. (QS.Al-Qashash (28):56).Abu Hurairah ( dan Sa’id bin Musayyab ) menerangkan bahwa ayat diatas diturunkan berkenaan dengan Abu Thalib ketika mendekati ajalnya. Ia didatangi Rasulullah. Di sisinya ada Abu Jahal dan Abdillah bin Abu Umayah. Rasul bersabda : “ Wahai paman, ucapkanlah La ilaha illallah . Kalimat ini akan kujadikan argument di akhirat kelak bahwa kau adalah orang beriman”. Namun Abu Jahal dan Abdillah menentang. “ Hai Abu Thalib, apa kau akan meninggalkan agama Abdul Muththalib?”. Hal ini terjadi berulang kali hingga pada hembusan nafas terakhirnya, Abu Thalib bersaksi tetap pada agama Abdul Muththalib. Rasul sungguh sedih dan berkata : “ Aku akan terus meminta ampunan untukmu paman sebelum Allah melarang hal ini”. ( HR Bukhari, Muslim dan Tirmidzi).“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu, adalah penghuni neraka Jahannam”. (QS.At-Taubah(9):113Ketika itu ayat di atas memang belum turun. Itu sebabnya Rasulullah berani berkata demikian. Di kemudian hari tahun dimana Khadijah dan Abu Thalib wafat dinamakan Tahun Duka Cita atau ‘Amul Huzni.Kekhawatiran dan dugaan Rasulullah tidak salah. Begitu keduanya wafat, kebencian dan permusuhan orang-orang Quraisy terhadap Islam makin menjadi. Berbagai penghinaan dan kekerasan makin meningkat. Niat untuk menyingkirkan Rasulullah yag dulu pernah terhalang karena perlindungan Abu Thalib kini makin tampak nyata. Berbagai cara mereka coba, diantaranya dengan kekuatan tenung dan hipnotis.“ Dan sesungguhnya orang-orang kafir itu benar-benar hampir menggelincirkan kamu dengan pandangan mereka, tatkala mereka mendengar Al Qur’an dan mereka berkata: “Sesungguhnya ia (Muhammad) benar-benar orang yang gila”. (QS.Al-Qalam (68):51).Orang-orang Arab pada masa lalu adalah masyaratat jahiliyah. Ketika mereka merasa tidak senang atau membenci sesuatu mereka terbiasa menggunakan kekuatan pandangan mata atau apa yang sekarang biasa di sebut Hipnotis

untuk mengalahkan lawannya. Ini yang hendak mereka lakukan terhadap Rasulullah. Namun melalui ayat 67 surat Al-Maidah Allah menjanjikan bahwa kekuatan tersebut tidak akan mempan terhadap diri Rasulullah. Oleh karenanya Rasulullah yang semula selalu didampingi para sahabat ketika berdakwah menyuruh para sahabat untuk membiarkannya seorang diri tanpa kawalan ketat.“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang di turunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir”.(QS. Al Maidah(5):67).“ Bahkan mereka mengatakan: “Dia adalah seorang penyair yang kami tunggu-tunggu kecelakaan menimpanya”.(QS.At-Thur (52):30).Ibnu Abbas menegaskan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan kaum Quraisy yang berkumpul di Darun Nadwah sambil membicarakan Rasulullah. Salah satu dari mereka berkata : “ Ikat dan penjarakan saja ia hingga mati seperti para ahli syair yang juga temannya terdahulu, Zuhair dan an-Nabighah”.( HR Ibnu Jarir).Sungguh betapa pedihnya hati Rasulullah. Kemana beliau harus mencari perlindungan? Namun dengan turunnya ayat berikut hati Rasulullah agak lega. Karena paling tidak bukan diri dan pribadinyalah yang dimusuhi melainkan tugasnya sebagai Rasul Allah, seperti juga rasul-rasul lain yang selalu didustakan. Tugas para rasul hanyalah menyampaikan, Allah yang menentukan siapa yang mau mengikuti petunjuk dan mempercayai peringatan-Nya.“ Sesungguhnya, Kami mengetahui bahwasanya apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu, (janganlah kamu bersedih hati), karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah. Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Kami kepada mereka. Tak ada seorangpun yang dapat merobah kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Dan sesungguhnya telah datang kepadamu sebahagian dari berita rasul-rasul itu.Dan jika perpalingan mereka (darimu) terasa amat berat bagimu, maka jika kamu dapat membuat lobang di bumi atau tangga ke langit lalu kamu dapat mendatangkan mu`jizat kepada mereka, (maka buatlah). Kalau Allah menghendaki tentu saja Allah menjadikan mereka semua dalam petunjuk, sebab itu janganlah kamu sekali-kali termasuk orang-orang yang jahil”.(QS.Al-An’am(6):33-35).Namun demikian Rasulullah menyadari bahwa dakwah harus dijalankan secara maksimal. Manusia harus berusaha mencari jalan bagaimana mengajak kepada kebaikan. Situasi dan kondisi kota Mekah tanpa adanya perlindungan dari seseorang yang memiliki wibawa dan pengaruh kuat terhadap masyarakat akan sangat sulit.Rasulullah akhirnya memutuskan menuju Tha’if, kota peristirahatan sejuk di bukit dimana sebagian pembesar Mekah melewatkan waktu santainya. Di kota yang berjarak 70 km dari Mekah inilah Rasulullah akan mencari perlindungan dan dukungan dari bani Tsaqif. Siapa tahu dalam keadaan santai hati mereka bisa lebih lunak dan lembut sehingga ayat-ayat Allah bisa lebih mengena, begitu pikir Rasulullah. Maka berangkatlah beliau dengan ditemani Zaid bin Haritsah. Sepuluh hari lamanya mereka menetap di Tha’if.Tetapi apa yang terjadi sungguh menyakitkan. Selama sepuluh hari itu tak satu orangpun mau mendengarkan ajakan beliau. Para pembesar itu tidak hanya menolak ajakan Rasulullah dengan kasar namun bahkan memerintahkan para preman dan budak untuk melempari beliau dengan batu hingga mengakibatkan luka-luka di kedua kaki beliau. Zaid berusaha melindungi tetapi kewalahan dan malah terluka di kepalanya.Orang-orang biadab tersebut terus mengejar Rasulullah hingga mereka berdua sampai di sebuah kebun anggur milik Uqbah bin Rabi’ah. Ditempat ini barulah mereka berhenti dan membiarkan Rasulullah berlindung. Betapa sedih dan kecewanya Rasulullah hingga beliau akhirnya berdoa, mengadukan perasaan dan kegundahan hati beliau sebagai berikut ini :Ya Allah… Kepadamu aku mengadukan kelemahan kekuatanku,Dan sedikitnya kemampuanku,Serta kehinaanku dihadapan manusia.Wahai Sebaik-baik pemberi kasih sayang,Engkaulah Tuhan orang-orang yang lemah dan Engkau adalah Tuhanku.Kepada siapakah Engkau serahkan diriku,Kepada orang yang jauh yang menggangguku,Atau kepada musuh yang akan menguasai urusanku,Asalkan Engkau tidak marah padaku maka tiadalah keberatan bagiku,Akan tetapi kemurahan-Mu jauh lebih luas bagiku.Aku berlindung dengan Cahaya Wajahmu yang akan menerangi seluruh kegelapan,Dan yang akan memberikan kebaikan segala urusan dunia dan akhirat,Untuk melepaskan aku dari Marah-Mu,Atau menghilangkan Murka-Mu dariku.Hanya pada-Mu aku merintih berharap mendapatkan Keridloan-Mu,Dan tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan-Mu.Begitu khusuknya beliau berdoa hingga tidak menyadari bahwa ternyata dua anak Rabi’ah memperhatikan apa yang dilakukan Rasulullah. Tampak jelas bahwa Sang Khalik sangat tersentuh dengan doa khusuk hamba-Nya yang sedang berduka tersebut hingga Ia kemudian berkenan menggerakkan hati si pemilik kebun untuk menyuruh pelayannya yang bernama Addas, seorang pemeluk Nasrani yang taat, agar mengambilkan buah anggur untuk diberikan kepada Rasulullah dan Zaid.Rasulullahpun mengulurkan tangannya seraya mengucapkan : “ Bismillahirohmanirohim”.Mendengar itu Addas bertanya: “ Demi Allah, kata-kata itu tidak pernah diucapkan oleh penduduk daerah ini”. Maka terjadilah percakapan antara Rasulullah dengan Addas. Akhirnya Rasulullah menerangkan bahwa beliau adalah utusan Allah, sama dengan utusan-utusan yang dulu pernah dikirim-Nya. Seketika itu juga Addas berlutut di hadapan Rasulullah, lalu mencium kepala, kedua tangan dan kedua kaki Rasulullah hingga Rasulullah terharu dibuatnya.Beliau teringat pada janji Allah bahwa Ia akan selalu melindunginya. Tetapi bentuk perlindungan itu bukan berarti beliau bakal bebas dari hinaan dan cacian sebagaimana juga rasul-rasul lain. Namun perlindungan itu dari segala

bentuk kejahatan seperti pengaruh hipnotis, makar dan pembunuhan yang beresiko menggagalkan perkembangan Islam. Hinaan dan cacian memang membuat beliau sedih namun Allah swt telah memberinya jalan untuk mengatasi hal tersebut,yaitu dengan shalat dan doa.“Dan Kami sungguh-sungguh mengetahui, bahwa dadamu menjadi sempit disebabkan apa yang mereka ucapkan maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah kamu di antara orang-orang yang bersujud (shalat) dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal)”.(QS.Al-Hijr(15):97-99).Namun demikian Allah swt ternyata tetap mengutus malaikat Jibril untuk menemui beliau, “ Sesungguhnya Allah mendengar perkataan kaummu terhadapmu dan Allah telah mengutus malaikat penjaga gunung untuk engkau perintahkan sesukamu”.Kemudian malaikat gunungpun datang dan berseru : “ Wahai Muhammad ! Aku adalah malaikat penjaga gunung dan Rabbmu telah mengutusku kepadamu untuk engkau perintahkan sesukamu. Jika engkau suka, aku bisa membalikkan gunung Akhsyabin ini ke atas mereka”.“Aku bahkan menginginkan semoga Allah berkenan mengeluarkan dari anak keturunan mereka generasi yang menyembah Allah semata, tidak menyekutukannya dengan sesuatupun”, itulah jawaban Rasulullah. Betapa mulianya beliau. Tak tampak kebencian dan keinginan balas dendam terhadap kaum yang telah berbuat keji kepada beliau.Selanjutnya dalam perjalanan menuju Mekah, Rasulullah mampir terlebih dahulu disuatu tempat. Ditempat ini beliau mendirikan shalat dan membaca Al-Quranul Karim. Ketika itulah sekumpulan jin mendengar ayat-ayat Allah dan kemudian merekapun beriman.“Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Al Qur’an, maka tatkala mereka menghadiri pembacaan (nya) lalu mereka berkata: “Diamlah kamu (untuk mendengarkannya)”. Ketika pembacaan telah selesai mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan “.(QS.Al-Ahqaf(46):29).Rasulullah sempat mengalami kesulitan untuk masuk kembali ke Mekah. Baru setelah mendapat jaminan perlindungan dari Muth’am bin Adi, Rasulullah dapat memasuki kembali kota dimana beliau dilahirkan dan dibesarkan itu dengan aman.Tiba di Mekah, tanpa mengenal lelah Rasulullah kembali berdakwah mengajak kaum Quraisy untuk menyembah hanya kepada Allah. Namun mereka menjawab bahwa bila mereka mengikuti Rasullah mereka khawatir akan diusir dari Mekah.“ Dan mereka berkata: “Jika kami mengikuti petunjuk bersama kamu, niscaya kami akan diusir dari negeri kami”. Dan apakah Kami tidak meneguhkan kedudukan mereka dalam daerah haram (tanah suci) yang aman, yang didatangkan ke tempat itu buah-buahan dari segala macam (tumbuh-tumbuhan) untuk menjadi rezki (bagimu) dari sisi Kami?. Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui”.(QS.Al-Qashash(28):57).“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah: “Ta`atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir”.(QS.Ali Imran(3):31-32).( Bersambung)Wallahu’alam bish shawab.

Amul Huzni, Isra Miraj, dan Abu Bakar Ash-Shiddiq

ذي سبحان بعبده أسرى ال المسجد من ليال ذي األقصى المسجد إلى الحرام ه آياتنا من لنريه حوله باركنا ال هو إن ميع البصير الس

“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad SAW) pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-Isra 17: 1)Tahun kesepuluh nubuwah (kenabian) Muhammad SAW merupakan Tahun Kesedihan (Amul Huzna) baginya. Saat itu, Abu Thalib (Paman Rasulullah) menemui ajalnya, tak berselang lama, sekitar dua atau tiga bulan setelahnya, giliran Khadijah binti Khuwailid (Istri Rasulullah SAW) yang menemui ajalnya.Abu Thalib bukan hanya sekedar paman bagi Rasullullah SAW, beliau selalu berada di garda paling depan dalam membela Rasulullah SAW. Kecintaan Rasulullah terhadap Abu Thalib dijelaskan dalam sebuah kitab Hadits yang ditulis Imam Bukhari, dikatakan bahwa menjelang ajalnya, Abu Thalib didatangi oleh Rasulullah SAW. Rasulullah SAW berkata, “Wahai pamanku, katakanlah laa ilaaha illallah, suatu kalimat yang dengannya aku akan menjadi saksi atasmu di sisi Allah SWT”. Abu Jahal dan Abu Umayyah (yang telah tiba disitu sebelum Rasul), kemudian berkata, “Wahai Abu Thalib, apakah engkau akan meninggalkan agama Abdul Muthalib?”. Rasul terus menawarkan kalimat syahadat bersamaan dengan kedua orang itu yang terus mengulang pertanyaannya, pada akhirnya Abu Thalib tidak mengucap syahadat, kemudian Rasul berkata, “Aku akan tetap memnta ampunan buatmu selama aku tidak dilarang”. Maka turunlah sebuah ayat, yakni QS At-Taubah 9:113 yang melarang Nabi untuk memintakan ampunan bagi orang musyrik.Khadijah, wanita pertama yang dinikahi Rasulullah SAW. Dalam masa sepuluh tahun menjalani tugas kenabiannya, Rasulullah selalu didukung oleh Khadijah, ia rela membelanjakan seluruh hartanya demi perjuangan suaminya yang tercinta. Kecintaan Rasulullah terhadap Khadijah (dan sebaliknya) tergambar dalam Musnad Imam Ahmad No. 23719: “Allah Azza Wa Jalla tak pernah mengganti untukku yang lebih baik darinya, dia (Khadijah) adalah wanita yang beriman kepadaku di saat manusia kafir kepadaku dan ia membenarkanku di saat manusia mendustakan diriku, dan ia juga menopangku dengan hartanya di saat manusia menutup diri mereka dariku, dan Allah Azza Wa Jalla telah mengaruniakan anak kepadaku dengannya ketika Allah tak mengaruniakan anak kepadaku dengan istri-istri yang lain”.Setelah wafatnya Abu Thalib dan Khadijah, para punggawa Quraisy semakin memusuhi Rasulullah SAW, mereka bertindak liar bahkan berencana untuk membunuhnya. penderitaan Rasulullah di Mekah begitu hebatnya, hingga akhirnya beliau memutuskan untuk hijrah ke Thaif. Namun, kedatangan beliau di Thaif justru tidak disambut baik oleh penduduknya, beliau dihina bahkan sampai dilempari batu dan kotoran. Rasulullah SAW memutuskan kembali ke

Mekah, pada malam 27 Rajab, Allah Azza Wa Jalla menampakkan kuasa-Nya dengan memperjalankan beliau dengan sebuah kendaraan yang disebut Buraq dari Masjidil Haram (Mekah) menuju Masjidil Aqsha (Palestina), lalu menuju ruang angkasa, langit tujuh tingkat, hingga ke Sidratul Muntaha untuk menerima perintah shalat lima waktu. Perjalanan tersebut dilakukan Rasulullah SAW dalam waktu satu malam, bahkan separuh malam.Peristiwa Isra Mi’raj bukanlah sebuah peristiwa yang dapat diterima oleh akal, apalagi oleh akal masyarakat Mekah saat itu. Rasulullah sangat memahami bahwa kaumnya takkan mampu melihat (menyadari) keagungan dan kuasa Allah Azza Wa Jalla yang ditunjukkan kepadanya melalui peristiwa Isra Mi’raj. Pada pagi hari setelah diisra’kan Rasulullah merasa tertekan, ia mengetahui bahwa orang-orang akan mendustakannya, ia pun duduk menyendiri dengan termenung dalam kesedihan. Dalam Musnad Imam Ahmad No. 2860, Ibnu Abbas menceritakan:“Saat Rasul sedang duduk menyendiri, lewatlah Abu Jahal. Ia bertanya dengan nada mengejek, “Ada sesuatu yang terjadi kepadamu?”, maka Rasul menjawab, “Ya”. Rasul lalu bercerita bahwa ia diisra’kan tadi malam ke Baitul Maqdis, kemudian Abu Jahal bertanya, “Engkau mengaku telah pergi ke Baitul Maqdis (Palestina), kemudian pagi ini engkau telah berada di tengah-tengah kami?”, beliau menjawab, “Ya.”, kemudian Abu Jahal memanggil kaum Rasulullah SAW untuk berkumpul supaya diceritakan oleh Rasulullah SAW perihal peristiwa yang dialaminya. Setelah mereka mendengar cerita tersebut, diantara mereka ada yang bertepuk tangan dan meletakkan tangannya di kepala karena terkesima dan sebagai bentuk pendustaan terhadap Rasulullah.Salah seorang dari kaum Bani Ka’ab bin Lu’ai yang pernah berkunjung ke Majidil Aqsha berkata, “Jika benar kau telah mengunjungi Masjidil Aqsha, coba tunjukkan kepada kami ciri-ciri masjid itu!”Rasulullah menjelaskan secara terperinci ciri-ciri Masjidil Aqsha, hingga akhirnya orang yang bertanya itu berkata, “Demi Allah, semua ciri yang dia ceritakan adalah benar!”Namun, mereka yang menyikapi cerita tersebut dengan logika tetap mendustakannya. Para kafir Quraisy menjadikan Isra Mi’raj sebagai alat untuk menjatuhkan wibawa Rasul. Abu Jahal memprovokasi para muallaf untuk murtad, dan tidak sedikit yang murtad.Abu Bakar adalah sahabat Rasul pertama yang membenarkan Isra Mi’raj. Ia berkata, “Jika Muhammad SAW berkata seperti itu, sungguh dia telah berkata jujur”. Abu Bakar mempercayai Isra Mi’raj tanpa keraguan sedikitpun, dia berkata, “Sungguh, aku tidak ragu sedikitpun apa yang dikatakan Muhammad. Bahkan lebih daripada itu, aku membenarkannya atas warta-warta langit yang datang pada waktu pagi ataupun sore hari.” (HR Imam Hakim, Al-Mustadrak No. 4407).Semenjak saat itulah Abu Bakar selalu dipanggil dengan sebutan Ash-Shiddiq (Sang Pembenar). Sikap Abu Bakar yang membenarkan Isra Mi’raj punya pengaruh besar bagi perkembangan Islam di Mekah, dia adalah parameter kepercayaan masyarakat Mekah dalam menyikapi Isra Mi’raj, dia mampu meneguhkan orang-orang yang terguncang iman Islam-nya karena provokasi Abu Jahal dan para kafir Quraisy. Akhir kata, Isra Mi’raj adalah peristiwa yang merupakan konsumsi iman bukan logika, hendaknya kita sebagai muslim bersikap seperti Abu Bakar supaya peristiwa Isra Mi’raj ini memeperkokoh iman Islam kita bukan malahan membuat kita meragukan Islam.Amul Huzni | Tahun KesedihanSalah satu ujian yang paling berat dalam usaha menegakkan agama Islam adalah : ketika Umat Islam, keluarga Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib di boikot oleh kaumkafir Quraisy. Pada saat itu banyak umat Islam yang mengalami kelaparan, bahkan NabiMuhammad saw juga mengalami yang sama. Selama dalam pemboikotan tersebut Rasulullah sering mengganjal perutnya dengan batu untuk menahan lapar. Namun berkah pertolongan Allah swt. Umat Islam mampu mempertahankan aqidahnya selama dalamwaktu pemboikotan. Setelah umat Islam, keluarga Bani Hasyim dan keluarga Bani Abdul Muthalib bebas dari pemboikotan, maka dampaknya adalah kemiskinan dan kesengsaraan melandaumat Islam. Belum selesai umat Islam dilanda kesengsaraan dan kemiskinan, makadatanglah cobaan yang lebih besar bagi Nabi khususnya dan umat Islam pada umumnya, yaitu meninggalnya istri dan paman Nabi Muhammad saw. Istri Nabi Muhamad saw, meninggal dunia dalam usia 65 tahun, pada tahun kesepuluh kenabian dan dimakamkan di ma’la di kota mekkah setelah mengarungi bahterah rumah tangga bersama Nabi muhamad saw selama dua puluh lima tahun. Dari pernikahannya , Allah SWT mengaruniakan enam orang anak yang terdiri daridua orang laki laki yaitu ,Abdullah dan Qosim, serta empat orang putri yaitu, Ruqayah, Zaenab , Ummu Kulsum dan Fatimah. Khadijah, isteri yang setia orang yang mula pertama mengikuti ajaran Rasuallah sawtelah menyongkong perjuangan dan dakwa Islamiyah dengan segala jiwa, raga dan harta, dan selalu memberikan kesejahteraan serta ketenteraman pada diri nabi Nabi Muhammad saw dalam rumah tangga dan dakwah Islamiyah. Pemergian beliau, Nabi Muhammad saw selalu mengunjungi famili dan kerabat beliau untuk bersilaturahmi dan mengenang jasa Khadijah. Selang beberapa hari, Abu Thalib paman Nabi Muammad, wafat dalam usia 80tahun. Beliau telah mengasuh Nabi sejak berumur delapan tahun.Segala kasih sayang telahdicurahkan, beliau telah menikahkannya dengan Khadijah binti Khuwailid, bahkan setelah beliau menjadi rasul, beliaulah sebagai pelindungnya.Ketika Abu lahab menyuruh menangkap Nabi Muhammad saw pada pertemuankeluarga besar Quraisy Abu Thalib tampil sebagai pembela.Begitu pula tatkala para utusankafir Quraisy mendatangi Nabi,Abu Thalib yang selalu menghadapi mereka.Paman Nabi Muhammad Abu Tholib seorang tokoh Quraisy yang disegani,kewibawaan beliau menjadi pelindung Rasulallah saw namun beliau tidak sempatmengucapkan dua kalimat syahadat, sehingga beliau meniggal dalam keadaan kafir.Setelah 10 tahun nabi Muhammad berdakwah menegakkan Islam, nabi mendapat cubaan dari Allah dengan meninggalnya dua insan pendukung dakwah Islam selama ini. Wafatnya kedua pelindung Nabi muhamad saw menjadikan hati beliau sangat dukacita, sehingga tahun kesepuluhan dinamakan ”Amul Huzni” artinya tahun kesedihan.

'Amul Huzni

Mungkin terlalu dini kalo aku menyebut masa ini adalah AMUL HUZNI.Anda pasti tahu maksud dari istilah itu, yaitu TAHUN DUKA CITA.

Tat kala Rasulullah Muhammad SAW ditinggal wafat oleh istri dan pamannya tercinta, Rasulullah sangat berduka sehingga waktu itu banyak sahabat yang menyebut AMUL HUZNI.

Terlalu dini kalo aku menyebut hidupku masa ini adalah AMUL HUZNI. Tapi begitulah faktanya, aku terpaksa meninggalkan istriku, anakku, keluargaku dan tetanggaku untuk mengejar impianku.Melunasi segala tanggung jawabku kepada orang lain.

Masa ini memang dimulai dari titik minus yang sungguh menyayat hatiAku yang dulunya perkasa, saat ini dipaksa untuk terus meneteskan air mata berinterospekasi diri dengan perbuatanku di masa lalu.Aku terus berkontemplasi atas semua kesalahanku ......

Tentunya mudah mencari sebuah titik hitam di kertas putih....Padahal kalau kita mau jujur....besar mana antara kertas putih dengan titik hitamnya?Orang bodohpun akan menjawab besar kertas putihnya...Hanya orang yang berkepribadian picik yang berkata besar noda hitamnya....

Dalam perjalananku selama satu pekan ini, aku menemukan hikmah yang sangat luar biasa dalam kehidupanku untuk masa ini dan mendatang....Bahwa hidup harus terus dijalani apapun pahitnyaBahwa dalam keadaan kesusahan kita harus tetap mengulurkan tangan membantu sesama...Bahwa hidup harus dijalani dengan berusaha dan berdoa....Bahwa keluarga adalah teman sejati kita.....Bahwa teman dekatpun bisa menusuk dari belakang untuk menyelamatkan muka busuknya...Bahwa keluarga adalah segala galanya....

Ya Allah....Ya Allah....Aku tahu hidup harus dijalaniKau adalah Awwalu dan Akhiru...Yang Maha Awal dan yang Maha Akhir...Aku bersujud kepada-Mu....Ya Allah...segera cabut permasalahan ini dari hamba-Mu yang berlumuran dosa...Segera hapuskan noda noda hitamku dengan kesucian-Mu ya Rabbb....Amien...Amien....

Allahu AkbarAllahu AkbarYaa ghaniyu yaa hamidYaa fatahu yaa ghaffarYaa rahmanu yaa rahiimYaa hayyu yaa qoyyum...

Yaa ALLAH...kabulkanlah doa kami... Amul Huzni - Abu Thalib Dan Siti Khadijah Meninggal Dunia - Pernikahan Saudah

KEMATIAN ABU THALIB

Sakit Abu Thalib semakin bertambah parah, tinggal menunggu saat-saat kematiannya, dan akhirnya dia meninggal pada bulan Rajab tahun kesepuluh dari nubuwah, selang enam bulan setelah keluar dari pemboikotan. Ada yang berpendapat dia meninggal dunia pada bulan Ramadhan, tiga bulan sebelum wafatnya Khadijah Radhiallahu anha.

Di dalam Ash-Shahih disebutkan dari Al-Musayyab, bahwa tatkala ajal hampir menghampiri Abu Thalib, Nabi SAW menemuinya, yang saat itu di sisinya ada Abu Jahal.

"Wahai paman, ucapkanlah la ilaha illallah, satu kalimat yang dapat engkau jadikan hujjah di sisi Allah," Sabda beliau.

Abu Jahal dan Abdullah bin Abu Umayyah menyela, "Wahai Abu Thalib, apakah engkau tidak menyukai agama Abdul Muththalib ?" Keduanya tak pernah berhenti mengucapkan kata-kata ini, hingga pernyataan terakhir yang diucapkan Abu Thalib adalah, "Tetap berada pada agama Abdul Muththalib."

Beliau bersabda, "Aku benar-benar akan memohon ampunan bagimu wahai paman selagi aku tidak dilarang melakukannya."

Lalu turun ayat, "Tiadalah sepatutnnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwa orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahannam." (At-Taubah : 113).

Allah juga menurunkan ayat,

"Sesungguhnya kamu tidak dapat memberi petunjuk kepada orang-orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya." (Al-Qashash : 56)

Tidak bisa dibayangkan apa saja perlindungan yang diberikan Abu Thalib terhadap Rasulullah Saw. Dia benar-benar menjadi benteng yang ikut menjaga dakwah Islam dari serangan orang yang sombong dan dungu. Namun sayang, dia tetap berada pada agama leluhurnya, sehingga sama sekali tidak mendapat keberuntungan.

Di dalam Ash-Shahih disebutkan dari Al Abbas bin Abdul Muththalib, dia berkata kepada Nabi Saw, "Engkau sangat mebutuhkan paman engkau, karena dia telah melindungi engkau, sekalipun dia sangat membuat engkau marah."

Beliau bersabda, "Dia berada di neraka yang dangkal. Kalau tidak karena aku, tentu dia berada di tingkatan neraka yang paling bawah."

Dari Abu Sa'id Al-Khudry, bahwa dia pernah mendengar Nabi Saw bersabda, "Semoga syafaatku bermanfaat baginya pada hari kiamat nanti, sehingga dia diletakkan di neraka yang dangkal, hanya sebatas tumitnya saja."

KHADIJAH MENYUSUL KE RAHMATULLAH

Kira-kira dua atau tiga bulan setelah Abu Thalib meninggal dunia, Ummul Mukminin Khadijah Al Kubra meninggal dunia pula, tepatnya pada bulan Ramadhan pada tahun kesepuluh dari nubuwah, pada usia enam puluh lima tahun, sementara usia beliau saat itu lima puluh tahun.

Khadijah termasuk salah satu nikmat yang dianugerahkan Allah kepada Rasulullah Saw. Dia mendampingi beliau selama seperempat abad, menyayangi beliau di kala resah, melindungi beliau di saat-saat kritis, menolongbeliau dalam menyebarkan risalah, mendampingi beliau dalam menjalankan jihad yang berat, rela menyerahkan diri dan hartanya kepada beliau. Rasulullah Saw bersabda tentang dirinya, "Dia beriman kepadaku saat semua orasng mengingkariku, membenarkan aku sselagi semua orang mendustakanku, menyerahkan hartanya kepadaku selagi semua orang tidak mau memberikannya, Allah menganugerahiku anak darinya selagi wanita selainnya tidak memberikannya kepadaku." (Riwayat Ahmad di dalam Musnad-nya, 6/118).

Di dalam Shahihul- Bukhary, dari Abu Hurairah ra, dia berkata, "Jibril mendatangi Nabi Saw, seraya berkata, "Wahai Rasulullah, inilah Khadijah yang datang sambil membawa bejana yang di dalamnya ada lauk atau makanan atau minuman. Jika dia datang, sampaikan salam kepadanya dari Rabb-nya, dan sampaikan kabar kepadanya tentang sebuah rumah di surga, yang di dalamnya tidak ada suara hiruk pikuk dan keletihan."

DUKA YANG BERTUMPUK-TUMPUK

Dua peristiwa ini terjadi dalam jangka waktu yang tidak terpaut lama, sehingga menorehkan perasaan duka dan lara di hati Rasulullah Saw, belum lagi cobaan yang dilancarkan kaumnya, karena dengan kematian keduanya mereka semakin berani menyakiti dan mengganggu beliau. Mendung menjadi bertumpuk-tumpuk, sehingga beliau hampir putus asa menghadapi mereka. Untuk itu beliau pergi ke Tha'if, dengan setitik harapan mereka berkenan menerima dakwah atau minimal mau melindungi dan mengulurkan pertolongan dalam menghadapi kaum beliau. Sebab beliau tidak lagi melihat seorang yang bisa memberi perlindungan dan pertolongan. Tetapi mereka menyakiti beliau secara kejam, yang justru tidak pernah beliau alami sebelum itu dari kaumnya.

Apa yang beliau alami di Makkah juga dialami para shahabat. Hingga shahabat karib beliau, Abu Bakar Ash-Shiddiq berniat hijrah dari Makkah. Maka dia pergi hingga tiba di Barkil-Ghamad. Tempat yang ditujunya adalah Habasyah. Namun akhirnya dia kembali lagi setelah mendapat jaminan perlindungan Ibnud-Dughumah.

Menurut Ibnu Ishaq, setelah Abu Thalib meninggal dunia, orang-orang Quraisy semakin bersemangat untuk menyakiti Rasulullah Saw daripada saat dia masih hidup. Sehingga ada diantara mereka yang tiba-tiba mendekati beliau lalu menaburkan debu di atas kepada beliau. Beliau masuk ke rumah dan debu-debu itu masih memenuhi kepala. Lalu salah seorang putri beliau bangkit untuk membersihkan debu-debu itu sambil menangis. Beliau bersabda kepadanya, "Tak perlu menanggis wahai putriku, karena Alllah akan melindungi bapakmu."

Pada saat-saat seperti itu beliau juga bersabda, "Aku tidak pernah menerima gangguan yang paling kubenci dari Quraisy, hingga Abu Thalib meninggal dunia."

Karena penderitaan yang bertumpuk-tumpuk pada tahun itu, maka beliau menyebutnya sebagai "Amul-huzni" (tahun duka cita), sehingga julukan ini pun terkenal dalam sejarah.

MENIKAH DENGAN SAUDAH

Pada bulan Syawal tahun kesepuluh dari nubuwah, Rasulullah Saw menikahi Saudah binti Zam'ah. Dia termasuk orang-orang yang lebih dahulu masuk Islam, ikut hijrah ke Habasyah yang kedua. Suaminya adalah Ash-Sakran bin Amr, yang juga masuk Islam dan hijrah bersamanya pula. Dia meninggal dunia di Habasyah atau menurut pendapat lain dia meninggal dunia di Makkah sepulang dari Habasyah. Beliau melamar Saudah lalu menikahinya. Dia adalah wanita pertama yang dinikahi beliau sepeninggal Khadijah. Setelah beberapa tahun kemudian, dia memberikan bagian gilirannya kepada Aisyah.

Tahun Kesedihan (‘Amul Huzni)Abu Thâlib Wafat

Sakit yang dialami oleh Abu Thâlib semakin payah, maka tak lama dari itu dia menemui ajalnya, yaitu pada bulan Rajab tahun 16 H dari kenabian setelah enam bulan keluar dari syi’b nya. Ada riwayat yang menyebutkan bahwa dia wafat pada bulan Ramadhan, tiga hari sebelum Khadijah عنها الله رضي wafat.Dalam kitab ash-Shahîh dari (Sa’id) bin al-Musayyib disebutkan bahwa ketika Abu Thâlib dalam keadaan sekarat, Nabi

وسلم عليه الله صلی mengunjunginya sementara disisinya sudah berada Abu Jahl. Beliau وسلم عليه الله صلی bertutur kepadanya: “wahai pamandaku! Katakanlah: Lâ ilâha illallâh, kalimat ini akan aku jadikan hujjah untukmu di sisi Allah”.Namun Abu Jahl dan ‘Abdullah bin Abi Umayyah memotong: “wahai Abu Thâlib! Sudah bencikah engkau terhadap agama ‘Abdul Muththalib?. Keduanya terus mendesaknya demikian, hingga kalimat terakhir yang diucapkannya kepada mereka adalah “aku masih tetap dalam agama ‘Abdul Muththalib”.Nabi وسلم عليه الله صلی berkata: “aku akan memintakan ampunan untukmu selama aku tidak dilarang melakukannya”, tetapi kemudian turunlah ayat: Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasannya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahannam. (Q,.s. 9/at-Taubah:113).Demikian pula, turun ayat: “sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi…”. (Q,.s.28/al-Qashash: 56).Kiranya, tidak perlu dijelaskan betapa pengorbanan dan perlindungan yang diberikan oleh Abu Thâlib. Dia adalah benteng, tempat berlindungnya dakwah islamiyah dari serangan para pembesar dan begundal Quraisy, akan tetapi sayang, dia tetap memilih agama nenek moyangnya sehingga sama sekali tidak membawanya meraih kemenangan.Dalam kitab ash-Shahîh dari al-‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib, dia berkata kepada Nabi وسلم عليه الله صلی : “apakah engkau tidak mempedulikan pamanmu lagi, padahal dialah yang melindungimu dan berkorban untukmu?”. Beliau bersabda: “dia berada di neraka yang paling ringan, andaikata bukan karenaku (karena sikapnya melindungi beliau-red) niscaya dia sudah berada di neraka yang paling bawah”.Dari Abi Sa’îd al-Khudriy bahwasanya dia mendengar Nabi وسلم عليه الله صلی bersabda: “semoga saja syafa’atku bermanfa’at baginya pada hari kiamat, lalu dia ditempatkan di neraka paling ringan yang (ketinggiannya) mencapai dua mata kaki (saja)”. Ada riwayat yang menyebutkan bahwa ketika beliau mengucapkan itu, pamannya berada disisinya.

Khadijah Berpulang ke RahmatullahSetelah dua bulan atau tiga bulan dari wafatnya, Abu Thâlib, Ummul Mukminin, Khadijah al-Kubra عنها الله رضي pun wafat. Tepatnya, pada bulan Ramadhan tahun 10 H dari kenabian dalam usia 65 tahun sedangkan Rasulullah ketika itu berusia 50 tahun.Sosok Khadijah merupakan nikmat Allah yang paling agung bagi Rasulullah. Selama seperempat abad hidup bersamanya, dia senantiasa menghibur disaat beliau cemas, memberikan dorongan di saat-saat paling kritis, menyokong penyampaian risalahnya, ikut serta bersama beliau dalam rintangan yang menghadang jihad dan selalu membela beliau baik dengan jiwa maupun hartanya.Untuk mengenang itu, Rasulullah bertutur:”dia telah beriman kepadaku saat manusia tidak ada yang beriman, dia membenarkanku di saat manusia mendustakan, dia memodaliku dengan hartanya di saat manusia tidak menahannya, Allah mengkaruniaiku anak darinya sementara Dia Ta’ala tidak memberikannya dari isteri yang lainnya”.Di dalam kitab ash-Shahîh dari Abu Hurairah, dia berkata: “Jibril السالم عليه mendatangi Rasulullah عليه الله صلی sembari berkata: ‘wahai Rasulullah! inilah Khadijah, dia telah datang dengan membawa lauk-pauk, makanan وسلمatau minuman; bila dia nanti mendatangimu, maka sampaikan salam Rabbnya kepadanya serta beritakan kepadanya kabar gembira perihal rumah untuknya di surga yang terbuat dari bambu yang tidak ada kebisingan dan juga menguras tenaga di dalamnya.Kesedihan datang silih bergantiDua peristiwa sedih tersebut berlangsung dalam waktu yang relatif berdekatan, sehingga perasaan sedih dan pilu menyayat-nyayat hati Rasulullah وسلم عليه الله صلی . Kemudian, cobaan demi cobaan terus datang secara beruntun pula dari kaumnya. Sepeninggal Abu Thâlib, nampaknya mereka semakin berani terhadap beliau, mereka dengan terang-terangan menyiksa dan menyakiti beliau. Lengkap sudah, kesedihan yang dialaminya halmana membuat beliau hampir putus asa untuk mendakwahi mereka. Karenanya, beliau pergi menuju kota Thâ-if dengan harapan penduduknya mau menerima dakwah beliau, melindungi dan menolong beliau melawan perlakuan kaumnya namun beliau sama sekali tidak melihat ada seroangpun yang mau melindungi dan menolong. Bahkan sebaliknya, mereka menyiksa dan memperlakukannya dengan yang lebih sadis dari apa yang dilakukan oleh kaumnya sendiri.Siksaan yang begitu keras tidak saja dialami Nabi, tetapi para shahabatnyapun ikut mendapatkan jatah. Hal ini membuat teman akrab beliau, Abu Bakar ash-Shiddiq عنه الله رضي berhijrah dari Mekkah. Manakala dia sudah mencapai suatu tempat yang bernama Bark al-Ghumâd dengan tujuan utama ke arah Habasyah, Ibnu ad-Daghinnahnya mengajaknya pulang dan memberinya suaka.Ibnu Ishâq berkata: “ketika Abu Thâlib wafat, kaum Quraisy menyiksa Rasulullah وسلم عليه الله صلی dengan siksaan yang semasa hidupnya tidak berani mereka lakukan. Lebih dari itu, salah seorang begundal Quraisy menghalangi jalan beliau, lalu menaburi debu ke arah kepala beliau. Tatkala beliau masuk rumah dalam kondisi demikian, salah seorang anak perempuan beliau menyongsongnya dan membersihkan debu tersebut sembari menangis. Beliau berkata kepadanya: “jangan menangis duhai anakku! Sesungguhnya Allah lah Yang akan menolong ayahandamu”.Ibnu Ishâq melanjutkan: “beliau وسلم عليه الله صلی selalu berkata bila mengingat hal itu: ‘Tidak pernah aku mendapatkan suatu perlakuan yang tidak aku sukai dari Quraisy hingga Abu Thâlib wafat’ ”.Dikarenakan beruntunnya kesedihan demi kesedihan pada tahun ini, maka disebutlah dengan “Tahun Kesedihan”, sehingga sebutan ini lebih dikenal di dalam buku-buku Sirah dan Tarikh.Menikah dengan Saudah عنها الله رضي

Rasulullah menikah dengan Saudah binti Zam’ah pada bulan Syawwal tahun 10 kenabian -yakni di tahun ini juga-.Saudah termasuk wanita yang masuk Islam lebih dahulu, ikut serta dalam hijrah yang kedua ke Habasyah. Suaminya terdahulu bernama as-Sakrân bin ‘Amru yang juga masuk Islam dan berhijrah bersamanya serta wafat di negeri Habasyah. Ada riwayat yang menyebutkan dia wafat sepulangnya ke Mekkah.Ketika dia sudah melewati masa ‘iddah, barulah Rasulullah وسلم عليه الله صلی melamar dan menikahinya. Dia adalah wanita pertama yang dinikahi oleh beliau وسلم عليه الله صلی sepeninggal Khadijah, lalu setelah beberapa tahun berselang dia menghadiahkan “giliran” nya kepada ‘Aisyah عنها الله رضي*Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfurry (Perjalanan Hidup Rasul yang Agung, Muhammad وسلم عليه الله صلی – Dari Kelahiran Hingga Detik-Detik Terakhir)

Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW

وسلم عليه الله صلى الله رسول قال هو فإذا عيسى، ورأيت شنوءة، رجال من كأنه رجل، ضرب رجل هو وإذا موسى، رأيت بي، أسري ليلة

بإناءين، أتيت ثم به، وسلم عليه الله صلى إبراهيم، ولد أشبه وأنا ديماس، من خرج كأنما أحمر، ربعة رجل هما اشرب فقال خمر، اآلخر وفي لبن، أحدهما في الفطرة، أخذت فقيل فشربته، اللبن فأخذت شئت، أي

تك غوت الخمر، أخذت لو إنك أما أم . ( البخاري صحيح )Sabda Rasulullah saw : Malam aku di perjalankan (isra), kulihat Musa (as), dan ia pria yg rambutnya lurus dan rapih, seakan ia pria gagah yg berwibawa dan suci, dan kulihat Isa (as) maka ia pria yg tegap dan kulitnya kemerahan seakan keluar dari mandi bersuci, dan aku yg paling mirip dari keturunan Ibrahim saw darinya, lalu aku dibawakan dua bejana, yg satu berisi susu dan yg lainnya arak, dikatakan padaku : “minumlah salah satunya” maka kuambil susu dan aku meminumnya, maka dikatakan padaku : “kau telah memilih yg suci, dan jika kau memilih arak maka hancurlah ummatmu dg arak” (Shahih Bukhari) {mosimage}Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh

نا لرب حمدا د خص دعانا من المختار بعبده هدانا الذي الحمدلله والدياجر الجهل ظلمة من وأنقذنا بمحم نا من يا لبيك نادانا وقد باإلذن إليه جمعنا الذي الحمدلله آله وعلى عليه وبـارك وسلم الله صلى وحدانا دل المجمع هذا في ر العظيمة الجلسة وفي الكريم الله وخدمة ورسوله الله محبة بنور وإياكم قلوبنا الله نو

وسلم وصحبه وآله عليه الله صلى الله رسول وسنة بشريعة والعمل ورسوله . Limpahan puji kehadirat Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Luhur, Yang Maha membukakan bagi kita pintu-pintu kemuliaan dan kemudahan di dalam kehidupan, Yang Maha menuntun kita dengan tuntunan-tuntunan keluhuran serta mengangkat kita kepada derajat keluhuran yang lebih tinggi dengan kebangkitan Sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Di bulan agung ini mengingatkan kita pada peristiwa yang terluhur sepanjang usia Sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu perjalanan teragung dari segenap perjalanan yang pernah ada dari seluruh makhluk Allah subhanahu wata’ala, dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menembus batas seluruh makhluk dan berhadapan dengan rabbul ‘alamin Allah subhanahu wata’ala. Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menceritakan peristiwa ini yang teriwayatkan dalam Shahih Al Bukhari, beliau bersabada : “Ketika aku sedang berbaring melihat atap rumahku terbelah, kemudian datanglah malaikat Jibril As dan membelah dadaku yang bersamanya membawa nampan emas berisi dengan hikmah yang kemudian dituangkan ke jantungku, kemudian mengembalikan jantungku pada tempatnya dan kembali menutup kulit di dadaku, kemudian aku dibawa untuk Isra’ dan Mi’raj”. Dari rangkaian beberapa hadits lainnya riwayat Shahih Muslim dan Shahih Al Bukhari, menerangkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pergi Isra’ terlebih dahulu yaitu menuju Masjid Al Aqsha, dan sebelum mencapai masjid Al Aqsha Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Aku melihat nabi Musa berdiri di kuburnya sedang melakukan shalat, dan kulihat rambut nabi Musa lurus dan wajahnya berwibawa tampak suci dari segala perbuatan dosa, dan kulihat juga nabiyallah ‘Isya As yang wajahnya kemerah-merahan dan tampak begitu segar seakan-akan beliau baru selesai mandi, dan aku lebih mirip dengan nabiyallah Ibrahim a.s daripada kesemua nabi yang lainnya”. Masjid Al Aqsa yang menjadi tempat pertemuan seluruh nabi dengan pemimpin seluruh nabi, Sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebagaimana riwayat Shahih Al Bukhari, ketika ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam : “wahai Rasulullah masjid apakah yang pertama kali ada di muka bumi?”, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab : “Masjidil Haram”, dan ditanya lagi : “kemudian masjid apa wahai Rasulullah?”, beliau menjawab : “Masjidil Aqsha”, adapun masalah selisih waktunya terdapat dua riwayat dalam Shahih Al Bukhari , riwayat pertama mengatakan hanya selisih 40 tahun kemudian dibangun Masjid Al Aqsha, dan riwayat yang lain mengatakan bahwa selisih waktunya adalah 40, entah itu 40 ribu tahun atau 40 bulan dan lainnya, dan para imam berbeda pendapat dalam hal ini. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertemu dengan para nabi dan rasul di masjidil Aqsha, kemudian beliau mengimami shalat lalu beliau menaiki sebuah batu untuk berangkat menuju ke langit, dan di saat itu batu juga turut mengantar keberangkatan nabi hingga beberapa meter di atas permukaan bumi, di saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hendak melanjutkan perjalanan ke langit, batu itu tidak mau lepas dari kaki sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kepada batu untuk tidak ikut mi’raj, karena tidak mendapatkan izin untuk ikut mi’raj maka batu itu tetap menggantung di udara tidak jatuh ke bumi, tetap ada hingga saat ini di Masjidil Aqsha, hal itu merupakan pelajaran bagi kita bahwa batu-batu pun mencintai sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Ketika sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam akan memasuki pintu langit yang pertama dan saat itu tidak dibukakan oleh malaikat, maka malaikat Jibril a.s meminta para malaikat untuk membuka pintu-pintu langit, di langit pertama malaikat berkata : “siapakah yang datang?”, Jibril menjawab : “ aku Jibril dan Muhammad rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam”, malaikat berkata : “apakah dia telah diutus untuk datang pada waktunya?”, maka malaikat Jibril menjawab : “iya betul”, maka para malaikat pun berkata : “selamat datang Muhammad shallallahu

‘alaihi wasallam semulia-mulia yang datang telah datang”, maka pintu langit pertama dibuka untuk Sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bertemu dengan nabiyallah Adam a.s, sebagaimana riwayat Shahih Al Bukhari ketika beliau melihat di sebelah kanannya ada kelompok manusia maka beliau tersenyum, dan ketika beliau melihat ke kirinya dan melihat sekelompok manusia lalu beliau menangis. Maka malaikat Jibril berkata kepada sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam: “Ini adalah ayahmu dia adalah Adam As Abul Basyar, ketika ia melihat ke kanan ia diperlihatkan keturunannya yang masuk surga maka ia pun tersenyum, namun ketika ia melihat ke kiri ia diperlihatkan keturunannya yang masuk neraka maka ia menangis”. Nabi Adam As berada di langit yang pertama, melihat seluruh keturunannya yang berada di barat dan timur di bumi Allah subhanahu wata’ala. Kemudian nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bertemu dengan nabi Adam As dan nabi Adam berkata : “Selamat datang wahai putraku yang shalih, dan nabi yang shalih”. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menembus langit yang kedua dan dibukakan pintu oleh para malaikat dengan sambutan yang sama di langit yang pertama : “Selamat datang Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam semulia-mulia makhluk yang datang telah datang”, begitu seterusnya nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam menembus langit ketiga, keempat, kelima, hingga di langit yang keenam beliau bertemu dengan nabiyallah Musa As yang berkata : “Selamat datang wahai nabi yang shalih dan saudaraku yang shalih”. Kemudian menembusa langit yang ketujuh dan berjumpa dengan nabiyallah Ibrahim As dan melihat Baitul Ma’mur yang keluar dari tempat itu 70.000 malaikat setiap harinya dan tidak pernah kembali lagi, kesemua malaikat itu terus berputar di alam semesta dengan perintah Allah subhanahu wata’ala. Kemudian nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam menembus ke hadratullah subhanahu wata’ala, lalu beliau kembali menemui nabi Musa As ,,nabi Musa As berkata : “apa yang telah diberikan Allah kepadamu?”, nabi Muhammad menjawab : “Diwajibkan kepada ummatku untuk shalat 50 waktu”, maka nabi Musa As berkata : “Wahai Muhammad, ummatmu tidak akan mampu melakukannya, kembalilah kepada Allah”, maka nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam kembali menghadap Allah untuk memohon keringanan, kemudian Allah menguranginya 10 sebagaimana yang teriwayatkan dalam Shahih Muslim, lalu nabi Muhammad datang lagi kepada nabi Musa dan beliau berkata : “Berapa waktu shalat yang Allah wajibkan kepadamu dan ummatmu?”, maka nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam berkata : “40 waktu”, nabi Musa berkata : “Kembalilah lagi kepada Allah mintalah keringanan, karena ummatmu tidak akan mampu melakukannya”, maka nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wasallam kembali kepada Allah memohon keringanan, kemudian Allah menguranginya 10 hingga tersisa 5 waktu, lalu nabi Muhammad kembali kepada nabi Musa dan nabi Musa dan beliau meminta nabi Muhammad untuk kembali menghadap Allah dan meminta keringanan, namun nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam berkata : “ aku malu kepada Allah jika aku meminta keringanan lagi, akan kulaksanakan kewajibanku dan kuringankan untuk ummatku dengan 5 waktu, namun pahalanya seperti melakukan 50 waktu shalat setiap harinya. Dan dalam perjalanan Isra’ dan Mi’raj Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana hadits yang kita baca tadi, bahwa beliau telah ditawarkan antara meminum susu atau arak, dan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam memilih susu, maka malaikat Jibril As berkata : “Sungguh engkau telah memilih kesucian, jika engkau memilih arak maka seluruh ummatmu akan terjebak dengan arak”. Dari hadits ini kita bisa mengambil suatu makna bahwa perbuatan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam mempengaruhi perbuatan ummatnya hingga akhir zaman, dikarenakan beliau tidak memilih arak maka ummatnya tidak terjebak oleh pengaruh arak sehingga bisa menjauhi arak, meskipun ada diantara ummatnya yang terjebak dengan arak atau minuman-minuman keras, namun sebagian besar bisa melepaskan diri dari jebakan arak itu. Maka dikatakan oleh malaikat Jibril : “Jika engkau memilih arak maka seluruh ummatmu akan terjebak dengan arak”, dan hal ini menunjukkan bahwa amal perbutan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berpengaruh besar terhadap amal perbuatan ummatnya. Banyak perbuatan ummatnya yang baik disebabkan oleh perbuatan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, yang diantaranya adalah masalah arak ini. Allah subhanahu wata’ala berfirman :

شديد علمه يوحى، وحي إال هو إن الهوى، عن ينطق وما غوى، وما صاحبكم ضل ما هوى، إذا والنجم ة ذو القوى، إلى فأوحى أدنى، أو قوسين قاب فكان فتدلى، دنا ثم األعلى، باألفق وهو فاستوى، مر

يرى ما على أفتمارونه رأى، ما الفؤاد كذب ما أوحى، ما عبده 12-1 : النجم ) ) “Demi bintang ketika terbenam, temanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru, dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya, ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya), yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat, yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli, sedang dia berada di ufuk yang tinggi, kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi, maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi), lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan, hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya, maka apakah kamu (musyrikin Mekah) hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya?”. ( QS. An Najm : 1-12) Makna “An Najm” sama dengan kalimat “Al Kaukab” yaitu bintang, namun Al Kaukab bercahaya dengan mengambil cahaya dari bintang lainnya seperti bulan, sedangkan An Najm adalah bintang yang bercahaya dengan cahayanya sendiri. Dan sebagian ulama’ menafsirkan bahwa “An Najm” dalam ayat ini adalah nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam yang bercahaya dengan cahaya keindahan Allah sedang berpijar karena cinta kepada Allah subhanahu wata’ala di malam Isra’ dan Mi’raj, yang mana beliau shallallahu ‘alaihi wasallam tidaklah menyesatkan dan tidak pula berbicara menurut hawa nafsunya, namun semua yang diucapkan adalah wahyu dari Allah subhanahu wata’ala yang diajarkan oleh malaikat Jibril diberi kekuasaan dan kewibawaan oleh Allah subhanahu wata’ala, sehingga mampu menembus batas seluruh makhluk dan berjumpa dengan Rabbul ‘alamin subhanahu wata’ala, lepas dari keterbatasan waktu dan tempat.

أدنى أو قوسين قاب فكان فتدلى، دنا ثم األعلى، باألفق وهو9-7 : النجم ) )“Sedang dia berada di ufuk yang tinggi, kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi, maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi)” (QS. An Najm : 7-9)

Sebagaimana riwayat Al Imam Qadhi ‘Iyadh dalam kitabnya As Syifaa, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berkata : “di saat itu aku melintasi langit, dari langit pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya kudengar seluruh malaikat bertasbih dan berdzikir kepada Allah, dan ketika aku melintasi muntahal khalaaiq, batas para makhluk dan berhadapan dengan Allah, maka tidak lagi kudengar suara apa pun , tidak ada lagi pemandangan, yang kudengar hanya suara Yang Maha Berwibawa : “Mendekat, mendekat wahai Muhammad dan tenangkan hatimu wahai Muhammad”, maka nabi Muhammad pun bersujud kemudian berkata :

لوات المباركات التحيات لله الطيبات الص “Segala penghormatan,keberkahan, shalawat dan kalimat yang baik semua hanya milik Allah”dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam pun mendengar jawaban Allah :

الم وبركاته الله ورحمة النبي أيها عليك الس“ Salam sejahtera, serta rahmat dan keberkahan Allah untukmu wahai nabi ” Kemudian nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab:

الم الصالحين الله عباد وعلى علينا الس“ Salam sejahtera untuk kami, dan para hamba yang shalih ( nabi dan para malaikat )”.Dan bacaan itu diwariskan kepada kita di setiap kita shalat dalam tahiyyat awal dan tahiyyat akhir, kita selalu mengucapkan kalimat itu, dimana itu adalah percakapan antara Allah dan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dalam peristiwa Mi’raj nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

رأى ما الفؤاد كذب ما أوحى، ما عبده إلى فأوحى11-10 : النجم ) )“Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan, hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya.” (QS. An Najm: 10 -11 )Allah tidak mengatakan : رأى ما محمد ماكذب , namun Allah mengatakan مارآى الفؤاد ماكذب , Al Fuaad (sanubari) sehingga nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam diberi gelar “Sanubari”, Sang sanubari tidak berdusta atas apa-apa yang telah dilihatnya.

يرى ما على أفتمارونه 12 : النجم ) )“Maka apakah kalian (kaum musyrikin) hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya?”(QS. An Najm : 12 ) Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah

Demikian indahnya peristiwa Isra’ Mi’raj nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dan besok malam di Monas insyallah kita akan berdoa dan berdzikir dengan lafadz الله يا sebanyak 1000 x di malam Isra’ dan Mi’raj dengan penceramah utama adalah guru besar kita Al ‘Arif billah Al Musnid Al ‘Allamah Al Habib Zein bin Ibrahim bin Sumaith, semoga dengan acara ini bisa menambah keberkahan, ketenangan, dan kedamaian bagi kota Jakarta, amin allahumma amin. Dan hari Rabu jam 15.00 Wib di masjid Al Munawwar ini kita akan memperingati Isra’ Mi’raj bersama TV One, hari Rabu adalah hari libur maka usahakan semuanya bisa hadir, sekali lagi bukan berarti kita mau tampil di TV, akan tetapi karena saudara-saudari kita lebih banyak yang tidak hadir ke majelis ta’lim dan hanya di rumah saja, maka jika dakwah dan dzikir kita masuk di stasiun televisi maka berarti masuk pula ke rumah-rumah, maka kita syiarkan hal ini. Demikian juga untuk acara besok malam saya menghimbau untuk konvoi dari daerah-daerah dilakukan dengan tertib dan jangan lupa juga untuk menggunakan helm, yang hari-hari kemarin beralasan karena helm di kios nabawiy kehabisan, sekarang majelis kita sudah produksi 1000 helm, namun mohon maaf jika harganya sedikit berbeda, sebagaimana yang kita ketahui bahwa dana untuk helm itu adalah dari donatur yang meminjamkan kepada kita, dan juga dikarenakan dari pabriknya juga ada kenaikan harga karena pembelian dalam waktu yang singkat, namun harga itu masih berada di bawah harga standar helm yang dijual di luar, bukannya kampanye helm namun agar pengendara sepeda motor tertib dengan menggunakan helm dan juga tidak kepanasan atau kehujanan, dan dengan membeli helm di kios majelis maka hal itu juga ikut membantu majelis ini. Insyaallah acara Nisfu Sya’ban di Monas, kemudian Haul Ahlul Badr dan Nuzul Al Qur’an, namun belum ditentukan tanggalnya, jadi kita tidak berani menetukannya di malam 17 Agustus karena instruksi guru mulia Al Musnid Al ‘Arif billah Al Habib Umar Bin Muhammad Al Hafidh untuk tidak terburu-buru menentukan tanggal sebelum ada keputusan yang jelas karena waktu Ramadhan bisa berubah tanggalnya, dan beliau juga meminta kita untuk menyamakan acara malam Nuzul Al Qur’an bersamaan dengan acara beliau disana. Jadi puasa dan Idul Fitri tetap mengikuti keputusan di negeri kita, tetapi acara dzikir malam 17 Ramadhan kita samakan dengan acara malam 17 Ramadhan di sana (Tarim), jadi mungkin bisa -1 atau +1 dari malam 17 Ramadhan di negara kita, jadi kita menunggu keputusannya di bulan Ramadhan. Dan untuk acara malam Nisfu Sya’ban waktu sudah kita tentukan yaitu tanggal 16 Juli 2011 insya allah, semoga acara-acara kita sukses, amin allahumma amin. Semoga Jakarta semakin bergemuruh dengan dzikir nama Allah, dilimpahi kerukunan, kedamaian, dan ketenangan, serta kita doakan semua pihak dari aparat keamanan, aparat negara dan lainnya yang turut mendukung acara-acara kita semoga semakin diberi kemuliaan oleh Allah subhanahu wata’ala.Selanjutnya kita beristighfar untuk mengikuti langkah salafusshalih dan sunnah nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasllam, yang bersabda :

ة سبعين من أكثر اليوم في إليه وأتوب الله ألستغفر إني والله مر “Demi Allah, sesungguhnya aku meminta ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali”.

جميعا فقولوا علي وتب وارحمني لي اغفر رب

جميعا وقولوا :Ucapkanlah bersama-sama

… الله يا…الله يا …يارحيم يارحمن.. الله يا الله الإله إال … إله ال …الحليم العظيم الله إال العرش رب الله إال إله ال …العظيم موات رب الله إال إله ال األرض ورب الس

العرش ورب الكريم …د الله شاء إن نبعث وعليها نموت وعليها نحيا عليها حق ،كلمة وسلم عليه الله صلى الله رسول محم

األمنين من تعالى . Selanjutnya kita berdoa bersama dengan qasidah Ya Arhamar Rahimin yang dipimpin oleh fadhilah As Sayyid Al Habib Ibrahim ‘Aidid , kemudian doa penutup dan kalimat talqin oleh guru kita fadhilah As Sayyid Al Habib Hud bin Baqir Al ‘Atthas, yatafaddhal masykura.

KISAH ISRA’ MI’RAJ, TANGGAL DAN TAHUN KEJADIANNYA

Setelah mengalami kedukaan, karena dua orang yang amat dicintai dan dihormati telah meninggal dunia, Allah ingin menghibur dan memuliakan Nabi Muahammad SAW, Allah mengutus Malaikat Jibril untuk menjemput Nabi Muhammad untuk menghadap-Nya. Peristiwa ini terjadi setelah sebelas tahun Muhammad menjadi Nabi.Setelah berjumpa dengan Nabi Muhammad SAW, Malaikat Jibril membaringkan Nabi Muahmmad. Dada Nabi Muhammad dibelah, kemudian dikeluarkan semua sifat-sifat buruk dan menggantikannya dengan sifat-sifat baik ke dalam dada Nabi Muhammad.

Nabi Muhammad dan Malaikat Jibril menaiki Buraq, yaitu kendaraan yang sangat cepat. Perjalanan mereka pertama yaitu menuju Masjidil Aqsa di Palestina. Selama perjalanan mereka singgah di lima tempat yaitu:1. Kota Yastrib, sekarang disebut Madinah Al-Munawarah2. Kota Madyan, yaitu tempat persembunyian Nabi Musa ketika dikejar tentara Fir’aun.3. Thur Sina, yaitu tempat Nabi Musa menerima kitab Taurat.4. Bethlehem, yaitu tempat kelahiran Nabi Isa AS5. Masjidil Al-Aqsa di Palestina, yaitu tempat yang dituju dalam perjalanan malam tersebut. Palestina merupakan tempat suci ketiga setelah Makkah dan Madinah.Pada tiap persinggahan, Nabi Muhammad selalu melakukan Shalat sebanyak dua rakaat. Sesampainya di Masjidil Al-Aqsa, Nabi Muhammad disuguhi dua buah gelas yang masing-masing berisi susu dan arak.Nabi Muhammad mengambil sebuah gelas yang berisi susu, kemudian Malaikat Jibril mengucapkan selamat padanya karena beliau telah memilih yang baik bagi dirinya dan ummatnya.Setelah menjadi Imam, Rasulullah diangkat ke Sidratul Muntaha untuk menghadap Allah SWT bersama Malaikat Jibril.Dalam perjalanan menuju Sidratul Muntaha, Nabi Muhammad dan Malaikat Jibril singgah ditujuh lapis langit yaitu:1. Langit pertama bertemu dengan Nabi Adam As2. Langit kedua bertemu dengan Nabi Yahya dan nabi Ishaq AS3. Langit ketiga bertemu dengan nabi Yusuf As4. langit keempat bertemu dengan nabi Idris As5. Langit kelima bertemu dengan Nabi Harun As6. Langit keenam bertemu dengan Nabi Musa As7. Langit ketujuh bertemu dengan Nabi Ibrahim AsSetelah melewati ketujuh lapis langit tersebut Nabi Muhammad diajak ke Baitul Makmur, tempat Malaikat malaksanakan Thawaf. Kemudian Nabi Muhammad naik menuju Sidratul Muntaha dan dalam perjalanan ini malaikat Jibril tidak ikut serta.Kemudian Rasulullah bertemu dengan Allah SWT, dalam pertemuan tersebut Allah SWT memerintahkan kepada Nabi Muhammad untuk melaksanakan shalat sebanyak lima puluh waktu.Ketika hendak turun Nabi Muhammad bertemu dengan Nabi Musa As, dan beliau bercerita tentang perintah shalat yang diterimanya, dari Allah SWT. Mendengar cerita tersebut Nabi Musa menyuruh Nabi Muhammad SAW untuk menghadap Allah kembali guna meminta keterangan. Nabi Muhammad SAW berulangkali menghadap Allah untuk memberikan keringanan, akhirnya Allah memberikan keringanan perintah Shalat kepada Nabi Muhammad menjadi 5 waktu untuk setiap harinya. Allah menjanjikan pahala yang sama bagi umat Nabi Muhammad seperti melaksanakan Shalat sebanyak 50 waktu setelah peristiwa itu Nabi Muhammad dikembalikan ke Makkah. Pagi harinya Nabi Muhammad SAW berniat menceritakan tersebut kepada kaum Quraisy. Nabi Muhammad bertemu dengan Abu Jahal dan meminta Abu Jahal untuk mengumpulkan kaum Quraisy. Kesempatan itu tidak disia-siakan untuk menyakinkan kaum Quraisy tentang kebohongan Nabi Muhammad SAW. Abu Jahal menyeru kaum Quraisy untuk berkumpul. Setelah kaum Quraisy berkumpul Nabi Muhammad menceritakan segala kejadian yang dialaminya dalam Isra’ Mi’raj. Ceramah Nabi Muhammad tersebut disambut dengan ejekan dan cemoohan, serta Abu Jahal menghasut kaum Quraisy untuk tidak mengikuti ajaran Nabi Muhammad yang penuh dengan kebohongan. Kemudian mereka menemui Abu Bakar dan menceritakan apa yang mereka dengar Nabi Muhammad. Mereka bertanya kepada Abu Bakar “Apakah Abu Bakar mempercayainya?” dengan tegas Abu Bakar menyatakan “ bahwa dia menyakini apa yang telah diceritakan oleh Nabi Muhammad SAW”. Kemudian Nabi Muhammad memberikan Gelar Assidik kepada Abu Bakar hingga menjadi Abu Bakar Assidiq.

TANTANGAN MASYARAKAT MAKKAHNabi Muhammad dalam menerima wahyu dan mengalami suatu peristiwa tidak pernah dirahasiakannya, begitu pula peristiwa Isra Mi’raj. Peristiwa Isra Mi’raj Nabi Muhammad dalam waktu yang singkat telah tersiar keseluruh kota Makkah, ejekan dan cemoohan sering diterima Nabi Muhammad mengenai peristiwa yang dialaminya. Sebagai contoh, waktu Nabi Muhammad duduk di Masjidil Haram dan bertemu dengna Abu Jahal, Abu Jahal duduk di samping Nabi Muhammad SAW, serta berkata dengan dada mengejek “apa kabar pagi ini Muhammad ? Adakah sesuatu yang engkau anggap penting yang engkau terima dari Tuhanmu ?, “Nabi Muhammad menjawab “Ya tadi malam aku telah diisrakan” Abu Jahal bertanya “Keman” Nabi menjawab “ke Baitul Maqdis”. Kata Abu Jahal

“kemudian pagi ini engkau telah ada disini?” Nabi Muhammad : “ya”. Mendengar jawaban itu, Abu Jahal tertawa dan mengejek serta berkata, beranikah engkau menceritakan perkataanmu itu kepada penduduk Makkah ? saya akan mengumpulkan mereka di sini, lalu sampaikan perkataanmu itu kepada mereka ! Nabi menjawab “baiklah saya akan menerangkan kepada mereka peristiwa ini”. Setelah penduduk Makkah berkumpul di Masidil Haram, kemudian Nabi menceritakan peristiwa Isra Mi’raj itu dari awal sampai akhir, tidak ada sedikitpun yang terlewat, kejadian ini menyebabkan mereka yang sudah masuk Islam, berbalik menjadi murtad. Tetapi bagi umat Islam yang kuat imannya tetap tidak tergoyahkan dan tidak terpengaruh oleh ejekan itu sebab mereka telah yakin tentang kebenaran Nabi Muhammad. Lain halnya dengan Abu Bakar, ia mempunyai sikap yang berbeda dengan yang alin. Setelah didatangi oleh orang-orang yang masih sangsi dengan peristiwa Isra dan Mi’raj ia mendatangi Nabi Muhammad SAW dan meminta penjelasannya kepadanya peristiwa yang diceritakan oleh Nabi Muhammad SAW langsung diterimanya, oleh sebab itu Nabi Muhammad memanggilnya dengan sebutan Ashiddiq.

TAMSIL ISRA MI’RAJa. Tamsil dalam Isra- Nabi Muhammad SAW melihat orang memotong padi (panen) terus-menerus, beliau bertanya kepada Jibril: “siapakah Mereka itu?”.Jibril menjawab : “mereka itu ibaratmu yang gemar memetik pahalanya dari Allah SWT”.- Melihat orang yang terus-menerus memukul kepalanya Nabi Muhammad bertanya: “siapakan mereka itu ya Jibril?”Dijawabnya: “mereka itu ibarat umatmu yang enggan bershalat, yang kelak sangat menyesal dengan memukuli kepalanya sendiri terus-menerus sekalipun terasa sakit olehnya”.- Melihat sebuah kuburan yang sangat harum baunya, Nabi bertanya: “apakah itu ya Jibril?” dijawabnya: “itu kuburan Siti Mashitah dan anaknya. Dia mati disiksa dengan digodok oleh raja Fir’aun, karena ia mempertahankan imannya kepada Allah SWT, sewaktu dipaksa supaya menyembah berhala.”- Melihat orang yang dihadapannya ada dua macam hidangan, sebelah kanannya makanan lezat dan sebelah kirinya makanan busuk, orang itu dengan lahapnya memilih makanan busuk. Nabi bertanya: “ya Jibril siapakah mereka itu ?” Jibril menjawab: “Ya Rasulullah, itu ibarat ummatmu yang suka membiarkan nafsunya memilih pekerjaan yang buruk dan dosa daripada beramal yang baik dan berpahala”.b. Tamsil Dalam Mi’raj- Nabi Muhammad SAW melihat orang yang gagah perkasa, orang itu menengok dan melihat ke kirinya merasa sedih dan menangis tersedu-sedu, tetapi bila menengok dan melihat kekanannya dia berseri-seri gembira dan tersenyum-senyum. Nabi bertanya: “Siapakah orang itu yan Jibril ?” jawab Jibril: “Ya Rasulullah, dia itu bapakmu yang pertama yaitu Nabi adam As. Bila beliau melihat ke kiri sedih, karena melihat anak-cucunya di dunia berbuat jahat dan dosa. Sebaliknya, bila menengok ke kanan merasa gembira, karena melihat anak-cucunya didunia yang berbuat baik dan beramal Shaleh”.

HIKMAH ISRA MI’RAJ

Isra Mi’raj mempunyai hikmah diantaranya yaitu sebagai berikut:a. Menghilangkan perasaan sedih dan gundah dalam diri Nabi Muhammad SAW yang disebabkan oleh meninggalnya pembelanya yang utama yaitu, pamanya Abu Thalib dan Istrinya Khadijah. Allah SWT ingin menyakinkan utusanNya itu bahwa kebenaran dan keyakinan yang dibawanya tidak akan dapat dikalahkan oleh apapun dan siapapun.b. Allah hendak memperlihatkan kemaha Kuasaan-Nya kepada Nabi Muhammad SAW agar ia tetap yakin, bahwa Allah akan tetap menolongnya dalam menghadapi musuh-musuh yang menghalangi dan membendung penyiaran agama Islam.c. Allah mempertemukan dan memperkenalkan Nabi Muhammad SAW dengan para Nabi dan Rasul terdahulu, agar dapat menambah semangat dan keyakinannya.d. Allah memperlihatkan kepada Nabi Muhammad SAW bekas-bekas kejayaan bangsa-bangsa terdahulu yang hansur luluh karena kedurhakaan kepada Allah dan RasulNya.e. Menguji para pengikut Nabi, apakah mereka itu akan tetap beriman kepada agama yang selama ini sudah dianutnya, sekalipun akal dan pikiran mereka belum dapat mengerti dan memahami kejadian tersebut.f. Nabi Muhammad SAW dapat bertemu dengan hadirat Allah SWTg. Allah menyampaikan perintah melakukan shalat kepada Nabi dan Umatnya.

TAFSIR – SAINS ISRA MI’RAJ: TAFSIR – SAINS ISRA MI’RAJ:

Isra Mi’raj terjadi pada tanggal 27 Rajab tahun 11 kenabian. Artinya 11 tahun setelah Muhammad diangkat menjadi seorang Rasul. Jika Muhammad menjadi Nabi pada usia 40 tahun, berarti peristiwa Isra’ Mi’raj itu terjadi pada saat Muhammad berusia kira-kira 51 tahun.Peristiwa Isra wal Mi’raj benar2 ada. Secara naqli, sumbernya jelas al-Qur’an surat Al-Isra, surat Al-Najm dan Hadits2

Rasul SAW juga banyak,

Surat Al-Isra’ ayat ke-1 adalah sebagai berikut:

ذي سبحان بعبده أسرى ال المسجد من ليال ذي األقصى المسجد إلى الحرام ه آياتنا من لنريه حوله باركنا ال هو إن ميع البصير الس

Artinya: Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya847 agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

1. Subhana = diartikan Maha Suci. Tetapi yg pas bisa kita pakai arti Maha Penggerak atau Maha Dinamis. Subhana bisa juga berasal dari kata ‘sabaha‘ artinya berenang. Mashdar lainnya adalah Tasbih, yang berarti gerak yang dinamis. Hakekat dari seluruh materi di alam semesta ini adalah bergerak, ber-rotasi dan ber-revolusi. Salah tiga dari materi alam semesta adalah Matahari, Bumi dan Rembulan. Rembulan atau Bulan ber-rotasi dan ber-revolusi kepada Bumi. Bumi ber-rotasi dan ber-revolusi kepada Matahari. Matahari ber-rotasi dan ber-revolusi kepada pusat Bimasakti. Dan begitu seterusnya…

Jadi peristiwa Isra’ wal Mi’raj adalah fenomena pergerakan dan sangat dinamis, bukan sekedar aktifitas statis.

2. Asra = memperjalankan. Kata ini bentuk transitif (muta’addiy) dari kata saraa = berjalan. Di sini jelas bahwa Alloh Yang Maha Dinamis yang menentukan gerak dan diamnya, atau berjalan dan berhentinya hamba-Nya yakni Rasulullah SAW.Jadi peristiwa Isr’a wal Mi’raj merupakan kehendak aktif Alloh SWT.

Berapa jauhnya perjalanan?Secara manusiawi, jarak tempuh Isra’ adalah :Mekkah – Palestina, sekitar 1.200 km. Selanjutnya, perjalanan Mi’raj seperti dijelaskan dalam surat An-Najm yang terbagi dalam dua tahap:tahap 1:Gelombang ke PartikelAyat 1-11 surat An-Najm, menjelaskan perihal transfer dimensi dari Jibril kepada Rasululloh SAW yakni transfer dimensi cahaya kepada dimensi suara.

Tahap 2: Partikel ke GelombangSelanjutnya ayat ke 12 – 17 surat An-Najm, adalah menjabarkan praktikum Rasululloh SAW untuk melakukan transfer balik dari dimensi suara atau partikel menuju ke dimensi cahaya atau ‘gelombang elektromagnetik’.

Dan perjalanan saat itu tidak mengenal lagi hukum fisika. Dimensi waktu telah terlampuai. Jangkauan Rasululloh SAW seperti dikupas Pak Agus Musthofa dalam buku2nya, pandangan Rasululloh mampu mencakup semua dimensi di bawah layer malaikat.

Kalau Mi’raj, maka secara masnusiawi Rasul SAW akan lepas dari Bumi. Dan lebar Bumi sekitar 12.700 km;Lalu, kita manusia akan membayangkan, Rasul SAW lepas dari Tata Surya kita. Dan lebarnya 9 milyar km.

Berikutnya lepas Tata Surya masih harus lepas dari Galaksi kita yang panjangnya;

Selengkapnya Tour de universe ada di [ Cosmic Distance Scales ]

3. ‘Abdihi = hamba-Nya. Hamba adalah lemah, hamba adalah tidak berdaya. Di sini jelas, bahwa isra’ wal Mi’raj itu bukan kemauan Rasulullah SAW, karena beliau sebagai hamba yang hanya bergantung atas kehendak Alloh SWT dalam melakukan perjalannya.

Jadi dalam Isr’a wal Mi’raj, Rasululloh SAW tidak berjalan sendiri, tetapi di’bantu’ Alloh dalam melakukan perjalanan itu.

4. Lailan = Malam hari. Malam adalah simbol kebalikan dari siang. Dua istilah yang sangat erat dengan konsep waktu. Mengapa harus malam.?

Malam memiliki keheningan, malam menyibakkan kegelapan, yang merupakan arah dari pandangan mata yang tidak pernah akan berujung. Dan perjalanan Isra’ wal Mi’raj adalah perjalanan Rasul SAW yang tidak mampu dijejaki ujung finalnya. Alam semesta nan luas.

5. Masjidil Haram-Masjidil Aqsha = Dua starting point yang diberkahi. Dua lokasi yang dipilih Alloh dengan titik koordinat yang terpisah antara batas utara pergerakan tahunan Matahari. Dua lokasi sebagai kiblat pertama dan terakhir. Dan inilah tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran-Nya. Kalau kita mau berfikir.

Hikmah yg paling utama,

"mari kita jaga sholat yang lima waktu, lebih-lebih sholat shubuh; kalau bisa jamaah di masjid "

Perjalanan Istimewa Isra Mi'raj :Menyaksikan 10 Azab Bagi Wanita

Senin (21/8), merupakan hari yang bertepatan dengan peristiwa 27 Rajab, hampir 13 abad silam. Sejarah mencatat peristiwa penting dalam kerasulan Nabi Muhammad SAW, yaitu perjalanan Isra Mi'raj. Berlangsung dari Masjidil Haram di Makkah ke Masjidil Aqsa di Palestina, serta dari Masjidil Aqsa ke Sidratul Muntaha di langit ketujuh.

''Maha suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil-Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkati sekelilingnya (dengan diturunkannya nabi-nabi di negeri itu dan kesuburan tanahnya), agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.'' (Surat al-Isra, ayat 1).

Peristiwa tersebut terjadi setahun sebelum hijrahnya Nabi SAW ke Madinah, bertepatan dengan tahun 721 Masehi. Peristiwa ini terjadi di tengah-tengah tekanan dan hinaan yang berat yang dialami oleh Rasulullah dan para sahabat dari kelompok musyrikin Makkah seperti Abu Jahal dan Abu Lahab.

Isra Mi'raj adalah perjalanan cepat Nabi Muhammad pada malam hari atas takdir dan keinginan Allah dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa. Baginda kemudian naik ke langit sampai Sidratul Muntaha. Bahkan ke Mustawa dan sampai di bawah Arasy Allah (suatu tempat di mana alam ini diatur) dengan menembus tujuh lapis langit, lalu kembali ke Makkah di malam yang sama. Kisah-kisah dalam peristiwa Isra dan Mi'raj mengandung sesuatu yang sangat menakjubkan, karena perjalanan tersebut tidak sama dengan yang ditempuh manusia biasa. Tapi ini perjalanan istimewa menggunakan kendaraan Allah yang kecepatannya tidak bisa ditandingi oleh apa saja yang diciptakan manusia.

Dalam peristiwa itu Rasulullah SAW diperlihatkan tentang kekuasaan Allah serta balasan yang akan diterima oleh umatnya di akhirat nanti. Firman Allah: ''Dan Nabi Muhammad SAW telah melihat (Jibril dalam bentuk rupanya yang asli) di waktu yang lain yaitu di Sidratul Muntaha. Di dalamnya ada surga yang merupakan tempat tinggal ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatan (Nabi Muhammad SAW) tidak berkisar pada menyaksikan dengan jelas (tentang pemandangan yang indah seperti yang diizinkan untuk melihatnya), dan tidak pula melampaui batas. Dan Baginda telah melihat sebagian dari tanda-tanda kebesaran Allah.'' (Surat an-Najm, ayat 13-18).Wanita beriman

Di antara pelajaran yang dapat diambil dari peristiwa itu adalah mengenai wanita. Rasulullah SAW melewati satu daerah yang menebar bau yang sangat harum seperti bau kasturi. Lalu Baginda bertanya kepada Jibril, daerah apakah yang sedang mereka lewati.

Jibril menjawab: ''Itulah makam Masyitah, seorang wanita penghulu syurga.'' Dia adalah pengasuh anak Firaun, pemerintah yang kejam di Mesir yang mengaku dirinya Tuhan. Masyitah memiliki fisik yang lemah, tapi memiliki semangat dan jiwa keislaman yang kuat hingga mampu menepikan keangkuhan Firaun.

Masyitah adalah pelayan raja. Dia adalah seorang rakyat yang masih sadar dan beriman kepada Allah. Tetapi karena kekejaman Firaun, dia dan yang lainnya terpaksa menyembunyikan keimanan mereka. Pada suatu hari, ketika Masyitah menyisir rambut putri Firaun, tiba-tiba sikat itu terjatuh. Dengan tidak sengaja, dia menyebut nama Allah. Ketika sang putri mendengarnya, bertanya kepada Masyitah, siapakah Allah itu. Masyitah pada awalnya enggan menjawab, tetapi setelah didesak berkali-kali, dia akhirnya memberitahukan bahwa Allah adalah Tuhan Yang Esa dan Tuhan Sekalian Alam.

Putri itu mengadu hingga menyebabkan Firaun sangat marah mengetahui Masyitah menyembah tuhan selain dirinya. Masyitah dipaksa Firaun agar mengakui dirinya (Firaun) sebagai Tuhan, tetapi dengan penuh keberanian dia berkata: "Tuhan aku dan Tuhan kamu adalah Allah." Kata-kata tersebut menimbulkan kemarahan Firaun. Lalu dia memerintahkan menterinya, Hammam, agar membuat patung sapi dari tembaga dan diisi minyak untuk merebus Masyitah dan keluarganya.

Ketika tiba giliran bayinya yang akan dimasukkan ke dalam patung sapi, Masyitah hampir mengaku kalah dan menyerah kepada keinginan Firaun karena sangat sayang kepada anaknya. Tetapi dengan kehendak Allah, terjadi kejadian yang luar biasa. Secara tiba-tiba bayi tersebut dengan fasih berkata: "Wahai ibuku! Teruskanlah dan jangan menyerah kalah, sesungguhnya engkau di jalan yang benar."

Masyitah dan keluarganya mempertahankan keimanan mereka dengan mengatakan ''Allah Tuhan Yang Esa dan Firaun hanya manusia biasa''. Lalu semuanya syahid dibunuh oleh Firaun. Keberanian seorang wanita memperjuangkan kebenaran dan keimanan ini diperingati setiap tahun oleh seluruh manusia melalui peristiwa Isra dan Mi'raj. Semua anggota keluarga Masyitah mendapat balasan syahid dari Allah karena mempertahankan akidah hingga mati.Wanita durhaka

Dalam perjalanan tersebut, Baginda juga diperlihatkan tentang 10 jenis siksaan yang menimpa wanita hingga Rasulullah SAW menangis setiap mengenangnya.

Di antaranya tentang (1) perempuan yang digantung dengan rambut dan otak di kepalanya mendidih. Mereka adalah

perempuan yang tidak mau melindungi rambutnya dari pandangan lelaki lain.

Siksaan lain yang diperlihatkan kepada Baginda adalah (2) perempuan yang digantung dengan lidah, (3) tangannya dikeluarkan dari punggung, dan (4) minyak panas dituangkan ke dalam kerongkongnya. Mereka adalah perempuan yang suka menyakiti hati suami dengan perkataan.

Baginda juga melihat bagaimana (5) perempuan digantung buah dadanya dari arah punggung dan air pohon zakum dituangkan ke dalam kerongkongnya. Mereka adalah perempuan yang menyusui anak orang lain tanpa izin dari suaminya. Ada pula (6) perempuan yang diikat kedua kakinya serta kedua tangannya sampai ke ubun-ubun, dililit oleh beberapa ekor ular, dan kalajengking. Mereka adalah perempuan yang mampu shalat dan berpuasa tetapi tidak mau mengerjakannya, tidak wudhu dan tidak mau mandi junub. Mereka sering keluar rumah tanpa izin suaminya dan tidak mandi bersuci setelah haid dan nifas.

Baginda lalu melihat (7) perempuan yang makan daging tubuhnya sendiri sedangkan di bawahnya ada api yang menyala. Mereka adalah perempuan yang berhias agar dilihat oleh lelaki lain dan suka menceritakan keburukan orang lain.

(8) Baginda juga melihat perempuan yang memotong badannya sendiri dengan gunting dari neraka. Mereka adalah perempuan yang suka membanggakan diri sendiri agar orang melihat perhiasannya.

Siksaan lain yang dilihat oleh Baginda adalah (9) perempuan yang kepalanya seperti kepala babi dan badannya seperti keledai. Mereka adalah perempuan yang suka mengadu domba dan sangat suka berdusta.

Ada juga (10) perempuan yang Baginda lihat, wajahnya berbentuk anjing dan beberapa ekor ular serta kala jengking masuk ke dalam mulutnya lalu keluar melalui duburnya. Mereka adalah perempuan yang suka marah kepada suaminya dan memfitnah orang lain.

SEKEDAR MENGULAS PERISTIWA ISRA’ & MI’RAJ

ذي سبحان بعبده أسرى ال المسجد من ليال ذي األقصى المسجد إلى الحرام ه آياتنا من لنريه حوله باركنا ال هو إن ميع البصير الس

“Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsa yang telah Kami berkati sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Q.S. Al-Israa’: Ayat 1).Al- Hambdulillah .......... bentar lagi tanggal 27 Rajab! Moment yang musti kita ingat dan ambil hikmahnya. Apa lagi kalau bukan Isra’ dan Mi’raj nya Rasulullah S.A.W.

Mungkin kita sudah sering memperingati peristiwa yang sangat bersejarah ini. Bahkan, ada sebagian orang yang merasa bosan karena tiap tahunnya tidak ada perubahan dalam memperigatinya. Tapi, satu yang harus kita ingat. Tanggal 27 Rajab adalah penting bagi umat Islam.

Istilah isra’ yang artinya berjalan malam adalah bahasa Al Quran, sedangkan istilah mi’raj yang artinya naik adalah istilah yang dipakai dalam Al Hadits. Namun demikian walaupun mi’raj bukan bahasa Al Quran akan tetapi akar kata tersebut yang dibentuk oleh huruf-huruf ‘ain, ra, dan jim menjadi ‘araja adalah bahasa Al Quran.

Isra Mi’raj merupakan peristiwa perjalanan spektakuler yang pernah dilakukan manusia. Betapa tidak, Rasulullah Muhammad SAW melakukan perjalanan malam hari dan dalam waktu yang amat singkat, yaitu dari Masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil Aqsa di Palestina. Dari Al-Aqsa, Beliau naik ke langit melalui beberapa tingkat, menuju Baitul Makmur, Sidratul Muntaha (tempat tiada berbatas), Arasy (tahta Allah), hingga Beliau menerima wahyu langsung dari Allah SWT tanpa perantaraan malaikat Jibril.

Disebutkan bahwa dalam perjalanan ini, Rasulullah SAW menunggang Buraq yakni satu jenis binatang yang lebih besar sedikit dari keledai dan lebih kecil sedikit dari unta. Binatang ini berjalan dengan langkah sejauh mata memandang. Disebutkan pula bahwa Nabi SAW memasuki Masjid Al-Aqsha lalu shalat dua raka’at di dalamnya. Kemudian Jibril datang kepadanya seraya membawa segelas khamr dan segelas susu. Lalu Nabi SAW memilih susu. Setelah itu Jibril berkomentar, “Engkau telah memilih fitrah.” Dalam perjalanan ini Rasulullah SAW naik ke langit pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya sampai ke Sidratul-Muntaha. Di sinilah kemudian Allah SWT mewahyukan kepadanya apa yang telah diwahyukan di antaranya kewajiban shalat lima waktu atas kaum muslimin, dimana pada awalnya sebanyak lima puluh kali sehari semalam.

Keesokan harinya Rasulullah SAW menyampaikan apa yang disaksikannya kepada penduduk Makkah. Tetapi oleh kaum musyrikin Makkah berita ini didustakan dan ditertawakan. Sehingga sebagian mereka menantang Rasulullah SAW untuk menggambarkan Baitul Maqdis, jika benar ia telah pergi dan melakukan shalat di dalamnya. Padahal ketika menziarahinya, tidak pernah terlintas dalam pikiran Rasulullah SAW untuk menghafal bentuknya dan menghitung tiang-tiangnya. Kemudian Allah SWT memperlihatkan bentuk dan gambar Baitul Maqdis di hadapan Rasulullah SAW sehingga dengan mudah beliau menjelaskannya secara rinci.

Berita ini oleh sebagian kaum musyrikin disampaikan kepada Abu Bakar dengan harapan dia akan menolaknya. Tetapi ternyata Abu Bakar menjawab, “Jika memang benar Muhammad yang mengatakannya, maka dia telah berkata benar dan sungguh aku membenarkan lebih dari itu.”

Ulasan di atas adalah ulasan yang sering kita dengar dan bersumber dari Al Qur’an dan Hadits. Jadi, sangatlah wajib kita imani.

Bagaimana dengan sumber informasi alam? Ini perlu pembahasan yang lebih panjang dari yang pertama. Untuk dapat mengkaji suatu peristiwa dengan bersumberkan informasi dari alam haruslah memenuhi dua persyaratan. Pertama, harus terbuka dan kedua harus sinambung. Untuk jelasnya, kita ambil contoh burung yang terbang di udara. Untuk dapat mengkaji proses kepak sayap burung yang sementara terbang di udara, haruslah mesti dapat disaksikan

oleh semua orang, dapat diobservasi, dapat diamati oleh semua orang yang berkepentingan dalam mengkaji seluk-beluk kepak sayap burung yang mengudara itu. Inilah yang disebut dengan terbuka. Kemudian burung itu selalu sanggup terbang pada waktu yang lalu, waktu sekarang dan insya-Allah waktu yang akan datang. Ini disebut dengan sinambung. Tanpa kedua persyaratan itu, suatu peristiwa tidaklah dapat bersumber informasi dari alam.

Bagaimana dengan peristiwa isra-mi’raj? Tidak terbuka, tidak dapat disaksikan oleh siapapun, kecuali oleh Allah SWT dan para malaikat. Peristiwa itu dapat kita ketahui karena diberitahu oleh Allah SWT melalui wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Tidak sama misalnya dengan peristiwa photosynthesis, kita dapat mengetahuinya melalui wahyu, dan juga dapat diobservasi oleh para pakar yang berkepentingan untuk mengkaji perisitwa itu, artinya terbuka bagi siapa saja yang berkepentingan dan yang mau. Kemudian, peristiwa isra – mi’raj hanya berlaku satu kali dan pemegang peran hanya satu orang yaitu Nabi Muhammad SAW. Artinya peristiwa ini tidak sinambung. Tidak sama misalnya dengan proses photosynthesis, berproses waktu lalu, sekarang dan insya-Allah waktu yang akan datang. Kesimpulannya, alam sebagai sumber informasi tidak dapat dilakukan untuk mengkaji proses isra-mi’raj. Dan itu berarti proses isra- mi’raj tidak mungkin dapat dikaji oleh sains.

Bagaimana dengan sumber informasi sejarah? Sumber informasi ini ada kelemahannya, karena tidak eksak dalam arti sejarah dapat dimanipulasi, dipalsukan oleh penulis sejarah. Hadits-hadits dalam arti sabda dan perbuatan Nabi Muhammad SAW termasuk dalam sumber informasi sejarah ini. Hadis-hadispun tidak luput dari pemalsuan. Orang yang mula-mula meletakkan dasar metode pendekatan dalam menyaring hadits-hadits dari pencemaran pemalsuan hadits adalah Imam Bukhari. Hadits-hadits yang luput dari pemalsuan yang disaring oleh Imam Bukhari tersebut dikenal dengan Shahih Bukhari. Metode pendekatan yang dipakai dalam menyaring hadis dari pencemaran pemalsuan, kemudian berkembang menjadi disiplin ilmu tersendiri yang disebut dengan lmu Mushthalah Hadits. Dalam metode ini fokusnya adalah antara lain, kesinambungan yang menyampaikan (sanad) dari Nabi Muhammad SAW sampai kepada perawi hadis (misalnya Imam Bukahri), daya ingat dan inteligensia yang menyampaikan, akhlaq mereka tercakup antara lain sikap, gaya hidup yang tidak urakan. Dan juga yang tidak kurang pentingnya ialah sabda dan perbuatan Nabi Muhammad SAW bukan hanya melalui satu jalur. Maksudnya pada waktu Rasulullah bersabda dan berbuat disaksikan oleh banyak sahabat, dan setiap sahabat membentuk jalur informasi yang disampaikan kepada perawi secara sinambung. Artinya terdiri atas banyak jalur sebanyak jumlah sahabat yang mendengar ucapan dan melihat perbuatan Rasulullah sendiri. Dan setiap jalur terdapat sanad yang sinambung. Hadits yang demikian itulah yang disebut dengan hadits shahih. Walaupun sanadnya itu sinambung tetapi hanya ada satu jalur saja, hadits yang demikian itu disebut hadits ahad. Hadits shahih adalah sumber sejarah yang eksak, sedangkan hadits ahad tidak dapat dipandang sebagai sumber sejarah yang eksak.

Walhasil, dalam menyampaikan masalah isra’ – mi’raj hendaknya tidaklah memakai sumber informasi dari alam, dan juga tidak mengadakan perbandingan isra-mi’raj dengan proses yang alamiyah. Ingatlah bahwa Nabi Muhammad Rasulullah SAW isra-mi’raj tidaklah menempuh alam yang berdimensi ruang-waktu (space-time continuum) melainkan menempuh alam yang bebas dari segala dimensi nisbi, dimensi yang tak sanggup akal manusia membayangkan.

Maka sekali lagi dihimbau, terutama sekali dalam hal isra’ – mi’raj ini, pakailah hanya dua sumber informasi: Wahyu dan sejarah yang eksak, yaitu Al Quran dan Hadits Shahih. Wallahu a’lamu bishshawab. Daftar PustakaPenyusun : Drs. H. IMAM BAEHAQI, MA. Pondok pesantren Al- Mubarokah Karangmangu Susukanlebak Cirebon.

Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW “Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami pertihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (Q.S.Al-Israa’:1)Isra’ Mi’raj adalah peristiwa luar biasa yang dialami Rasulullah pada malam 27 Rajab tahun ke 12 kenabian, begitu luar biasanya sehingga Allah mengfirmankan ayat yang menjadi petunjuk mengenai hal tersebut dengan kata SUBHANA, sebuah ungkapan ketika melihat kejadian yang menakjubkan. Menurut imam Al Harits : Tasbih itu berfungsi sebagai bantahan yang menolak kepada orang-or-ang kafir, karena setelah nabi Muhammad SAW menceritakan kepada mereka tentang Isra’ mereka mendustakannya. Jadi artinya adalah bahwa Maha Suci Allah dari menjadikan seorang Rasul yang bohong.Isra’ dan Mi’raj merupakan dua kejadian yang berkesinambungan dan kesatuan yang tidak terpisahkan. Isra’ berarti perjalanan dimalam hari sedang mi’raj adalah tangga alat naik. Peristiwa Isra’ Mi’raj bermula ketika Malaikat Jibril AS mendapat perintah dari Allah untuk menjemput Nabi Muhammad SAW untuk menghadap Allah SWT. Jibril membangunkan Rasul dan membimbing-nya keluar Masjidil Haram ternyata diluar masjid telah menunggu kendaraan bernama Buraq sebuah kendaraan yang kecepatannya lebih cepat dari kecepatan rambat cahaya dan setiap langkahnya sejauh mata memandang.Perjalanan dimulai Rasulullah mengendarai buraq bersama Jibril. Jibril berkata, “turunlah dan kerjakan shalat”.Rasulullahpun turun. Jibril berkata, “dimanakah engkau sekarang ?”“tidak tahu”, kata Rasul.“Engkau berada di Madinah, disanalah engkau akan berhijrah “, kata Jibril.Perjalanan dilanjutkan ke Syajar Musa (Masyan) tempat penghentian Nabi Musa ketika lari dari Mesir, kemudian kembali ke Tunisia tempat Nabi Musa menerima wahyu, lalu ke Baitullhmi (Betlehem) tempat kelahiran Nabi Isa AS, dan diteruskan ke Masjidil Aqsha di Yerussalem sebagai kiblat nabi-nabi terdahulu.Jibril menurunkan Rasulullah dan menambatkan kendaraannya. Setelah rasul memasuki masjid ternyata telah menunggu Para nabi dan rasul. Rasul bertanya : “Siapakah mereka ?”“Saudaramu para Nabi dan Rasul”.Kemudian Jibril membimbing Rasul kesebuah batu besar, tiba-tiba Rasul melihat tangga yang sangat indah, pangkalnya di Maqdis dan ujungnya menyentuh langit. Kemudian Rasulullah bersama Jibril naik tangga itu menuju kelangit tujuh dan ke Sidratul Muntaha.

“Dan sesungguhnya nabi Muhammad telah melihatJibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, yaitu di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratull Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dariyang dilihatnya itu dan tidakpula melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar .” (QS. An-Najm : 13 – 18).Selanjutnya Rasulullah melanjutkan perjalanan menghadap Allah tanpa ditemani Jibril Rasulullah membaca yang artinya : “Segala penghormatan adalah milikAllah, segala Rahmat dan kebaikan“.Allah berfirman yang artinya: “Keselamatan bagimu wahai seorang nabi, Rahmat dan berkahnya“.Rasul membaca lagi yang artinya: “Keselamatan semoga bagi kami dan hamba-hamba Allah yang sholeh. Rasulullah dan ummatnya menerima perintah ibadah shalat“.Berfirman Allah SWT : “Hai Muhammad Aku mengambilmu sebagai kekasih sebagaimana Aku telah mengambil Ibrahim sebagai kesayanagan dan Akupun memberi firman kepadamu seperti firman kepada Musa Akupun menjadikan ummatmu sebagai umat yang terbaik yang pernah dikeluarkan pada manusia, dan Akupun menjadikan mereka sebagai umat wasath (adil dan pilihan), Maka ambillah apa yang aku berikan kepadamu dan jadilah engkau termasuk orang-orang yang bersyukur“.“Kembalilah kepada umatmu dan sampaikanlah kepada mereka dari Ku”.Kemudian Rasul turun ke Sidratul Muntaha.Jibril berkata : “Allah telah memberikan kehormatan kepadamu dengan penghormatan yang tidak pernah diberikan kepada seorangpun dari makhluk Nya baik malaikat yang terdekat maupun nabi yang diutus. Dan Dia telah membuatmu sampai suatu kedudukan yang tak seorangpun dari penghuni langit maupun penghuni bumi dapat mencapainya. Berbahagialah engkau dengan penghormatan yang diberikan Allah kepadamu berupa kedudukan tinggi dan kemuliaan yang tiada bandingnya. Ambillah kedudukan tersebut dengan bersyukur kepadanya karena Allah Tuhan pemberi nikmat yang menyukai orang-orang yang bersyukur”.Lalu Rasul memuji Allah atas semua itu.Kemudian Jibril berkata : “Berangkatlah ke surga agar aku perlihatkan kepadamu apa yang menjadi milikmu disana sehingga engkau lebih zuhud disamping zuhudmu yang telah ada, dan sampai lah disurga dengan Allah SWT. Tidak ada sebuah tempat pun aku biarkan terlewatkan”. Rasul melihat gedung-gedung dari intan mutiara dan sejenisnya, Rasul juga melihat pohon-pohon dari emas. Rasul melihat disurga apa yang mata belum pernah melihat, telingan belum pernah mendengar dan tidak terlintas dihati manusia semuanya masih kosong dan disediakan hanya pemiliknya dari kekasih Allah ini yang dapat melihatnya. Semua itu membuat Rasul kagum untuk seperti inilahmestinya manusia beramal. Kemudian Rasul diperlihatkan neraka sehingga rasul dapat melihat belenggu-belenggu dan rantai-rantainya selanjutnya Rasulullah turun ke bumi dan kembali ke masjidil haram menjelang subuh.Mandapat Mandat Shalat 5 waktuAgaknya yang lebih wajar untuk dipertanyakan, bukannya bagaimana Isra’ Mi’raj, tetapi mengapa Isra’ Mi’raj terjadi ? Jawaban pertanyaan ini sebagaimana kita lihat pada ayat 78 surat al-lsra’, Mi’raj itu untuk menerima mandat melaksanakan shalat Lima waktu. Jadi, shalat inilah yang menjadi inti peristiwa Isra’Mi’raj tersebut.Shalat merupakan media untuk mencapai kesalehan spiritual individual hubungannya dengan Allah. Shalat juga menjadi sarana untuk menjadi keseimbangan tatanan masyarakat yang egaliter, beradab, dan penuh kedamaian. Makanya tidak berlebihan apabila Alexis Carrel menyatakan : “Apabila pengabdian, sholat dan do’a yang tulus kepada Sang Maha pencipta disingkirkan dari tengah kehidupan bermasyarakat, hal itu berarti kita telah menandatangani kontrak bagi kehancuran masyarakat tersebut“. Perlu diketahui bahwa A. Carrel bukanlah orang yang memiliki latar belakang pendidikan agama, tetapi dia adalah seorang dokter dan pakar Humaniora yang telah dua kali menerima nobel atas hasil penelitiannya terhadap jantung burung gereja dan pencangkokannya. Tanpa pendapat Carrel pun, Al – Qur’an 15 abad yang lalu telah menyatakan bahwa shalat yang dilakukan dengan khusu’ akan bisa mencegah perbuatan keji dan mungkar, sehingga tercipta tatanan masyarakat yang harmonis, egaliter, dan beretika.Sumber : Risalah Dakwah Mau’izah Hasanah No. 525 – 8 Agustus 2008

Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW

ه رسول قال ه صلى الل م عليه الل وسل 1. ه رجل، ضرب رجل هو وإذا موسى، رأيت بي، أسري ليلة ربعة رجل هو فإذا عيسى، ورأيت شنوءة، رجال من كأن

ما أحمر، ه صلى إبراهيم، ولد أشبه وأنا ديماس، من خرج كأن م عليه الل لبن، أحدهما في بإناءين، أتيت ثم به، وسل هما اشرب فقال خمر، اآلخر وفي بن فأخذت شئت، أي ك أما الفطرة، أخذت فقيل فشربته، الل الخمر، أخذت لو إن

أمتك غوت . ( huruf arabnya masih terbalik, mohon dibaca dari arah kiri ke kanan )2. ( البخاري صحيح )3. Sabda Rasulullah saw : Malam aku di perjalankan (isra), kulihat Musa (as), dan ia pria yg rambutnya lurus dan

rapih, seakan ia pria gagah yg berwibawa dan suci, dan kulihat Isa (as) maka ia pria yg tegap dan kulitnya kemerahan seakan keluar dari mandi bersuci, dan aku yg paling mirip dari keturunan Ibrahim saw darinya, lalu aku dibawakan dua bejana, yg satu berisi susu dan yg lainnya arak, dikatakan padaku : “minumlah salah satunya” maka kuambil susu dan aku meminumnya, maka dikatakan padaku : “kau telah memilih yg suci, dan jika kau memilih arak maka hancurlah ummatmu dg arak” (Shahih Bukhari)

4. Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh5. ه والدياجر الجهل ظلمة من وأنقذنا بمحمد خصنا لرب حمدا ذي الحمدلل باإلذن إليه دعانا من المختار بعبده هدانا ال

يك نادانا وقد نا من يا لب م الله صلى وحدانا دل ذي الحمدلله آله وعلى عليه وبـارك وسل المجمع هذا في جمعنا ال اكم قلوبنا الله نور العظيمة الجلسة وفي الكريم ة بنور وإي بشريعة والعمل ورسوله الله وخدمة ورسوله الله محب

ة م وصحبه وآله عليه الله صلى الله رسول وسن وسل . 6. Limpahan puji kehadirat Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Luhur, Yang Maha membukakan bagi kita

pintu-pintu kemuliaan dan kemudahan di dalam kehidupan, Yang Maha menuntun kita dengan tuntunan-

tuntunan keluhuran serta mengangkat kita kepada derajat keluhuran yang lebih tinggi dengan kebangkitan Sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

7. Di bulan agung ini mengingatkan kita pada peristiwa yang terluhur sepanjang usia Sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu perjalanan teragung dari segenap perjalanan yang pernah ada dari seluruh makhluk Allah subhanahu wata’ala, dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menembus batas seluruh makhluk dan berhadapan dengan rabbul ‘alamin Allah subhanahu wata’ala. Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menceritakan peristiwa ini yang teriwayatkan dalam Shahih Al Bukhari, beliau bersabada : “Ketika aku sedang berbaring melihat atap rumahku terbelah, kemudian datanglah malaikat Jibril As dan membelah dadaku yang bersamanya membawa nampan emas berisi dengan hikmah yang kemudian dituangkan ke jantungku, kemudian mengembalikan jantungku pada tempatnya dan kembali menutup kulit di dadaku, kemudian aku dibawa untuk Isra’ dan Mi’raj”.

8. Dari rangkaian beberapa hadits lainnya riwayat Shahih Muslim dan Shahih Al Bukhari, menerangkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pergi Isra’ terlebih dahulu yaitu menuju Masjid Al Aqsha, dan sebelum mencapai masjid Al Aqsha Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Aku melihat nabi Musa berdiri di kuburnya sedang melakukan shalat, dan kulihat rambut nabi Musa lurus dan wajahnya berwibawa tampak suci dari segala perbuatan dosa, dan kulihat juga nabiyallah ‘Isya As yang wajahnya kemerah-merahan dan tampak begitu segar seakan-akan beliau baru selesai mandi, dan aku lebih mirip dengan nabiyallah Ibrahim a.s daripada kesemua nabi yang lainnya”. Masjid Al Aqsa yang menjadi tempat pertemuan seluruh nabi dengan pemimpin seluruh nabi, Sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebagaimana riwayat Shahih Al Bukhari, ketika ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam : “wahai Rasulullah masjid apakah yang pertama kali ada di muka bumi?”, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab : “Masjidil Haram”, dan ditanya lagi : “kemudian masjid apa wahai Rasulullah?”, beliau menjawab : “Masjidil Aqsha”, adapun masalah selisih waktunya terdapat dua riwayat dalam Shahih Al Bukhari , riwayat pertama mengatakan hanya selisih 40 tahun kemudian dibangun Masjid Al Aqsha, dan riwayat yang lain mengatakan bahwa selisih waktunya adalah 40, entah itu 40 ribu tahun atau 40 bulan dan lainnya, dan para imam berbeda pendapat dalam hal ini. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertemu dengan para nabi dan rasul di masjidil Aqsha, kemudian beliau mengimami shalat lalu beliau menaiki sebuah batu untuk berangkat menuju ke langit, dan di saat itu batu juga turut mengantar keberangkatan nabi hingga beberapa meter di atas permukaan bumi, di saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hendak melanjutkan perjalanan ke langit, batu itu tidak mau lepas dari kaki sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kepada batu untuk tidak ikut mi’raj, karena tidak mendapatkan izin untuk ikut mi’raj maka batu itu tetap menggantung di udara tidak jatuh ke bumi, tetap ada hingga saat ini di Masjidil Aqsha, hal itu merupakan pelajaran bagi kita bahwa batu-batu pun mencintai sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Ketika sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam akan memasuki pintu langit yang pertama dan saat itu tidak dibukakan oleh malaikat, maka malaikat Jibril a.s meminta para malaikat untuk membuka pintu-pintu langit, di langit pertama malaikat berkata : “siapakah yang datang?”, Jibril menjawab : “ aku Jibril dan Muhammad rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam”, malaikat berkata : “apakah dia telah diutus untuk datang pada waktunya?”, maka malaikat Jibril menjawab : “iya betul”, maka para malaikat pun berkata : “selamat datang Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam semulia-mulia yang datang telah datang”, maka pintu langit pertama dibuka untuk Sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bertemu dengan nabiyallah Adam a.s, sebagaimana riwayat Shahih Al Bukhari ketika beliau melihat di sebelah kanannya ada kelompok manusia maka beliau tersenyum, dan ketika beliau melihat ke kirinya dan melihat sekelompok manusia lalu beliau menangis. Maka malaikat Jibril berkata kepada sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam: “Ini adalah ayahmu dia adalah Adam As Abul Basyar, ketika ia melihat ke kanan ia diperlihatkan keturunannya yang masuk surga maka ia pun tersenyum, namun ketika ia melihat ke kiri ia diperlihatkan keturunannya yang masuk neraka maka ia menangis”. Nabi Adam As berada di langit yang pertama, melihat seluruh keturunannya yang berada di barat dan timur di bumi Allah subhanahu wata’ala. Kemudian nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bertemu dengan nabi Adam As dan nabi Adam berkata : “Selamat datang wahai putraku yang shalih, dan nabi yang shalih”. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menembus langit yang kedua dan dibukakan pintu oleh para malaikat dengan sambutan yang sama di langit yang pertama : “Selamat datang Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam semulia-mulia makhluk yang datang telah datang”, begitu seterusnya nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam menembus langit ketiga, keempat, kelima, hingga di langit yang keenam beliau bertemu dengan nabiyallah Musa As yang berkata : “Selamat datang wahai nabi yang shalih dan saudaraku yang shalih”. Kemudian menembusa langit yang ketujuh dan berjumpa dengan nabiyallah Ibrahim As dan melihat Baitul Ma’mur yang keluar dari tempat itu 70.000 malaikat setiap harinya dan tidak pernah kembali lagi, kesemua malaikat itu terus berputar di alam semesta dengan perintah Allah subhanahu wata’ala. Kemudian nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam menembus ke hadratullah subhanahu wata’ala, lalu beliau kembali menemui nabi Musa As ,,nabi Musa As berkata : “apa yang telah diberikan Allah kepadamu?”, nabi Muhammad menjawab : “Diwajibkan kepada ummatku untuk shalat 50 waktu”, maka nabi Musa As berkata : “Wahai Muhammad, ummatmu tidak akan mampu melakukannya, kembalilah kepada Allah”, maka nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam kembali menghadap Allah untuk memohon keringanan, kemudian Allah menguranginya 10 sebagaimana yang teriwayatkan dalam Shahih Muslim, lalu nabi Muhammad datang lagi kepada nabi Musa dan beliau berkata : “Berapa waktu shalat yang Allah wajibkan kepadamu dan ummatmu?”, maka nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam berkata : “40 waktu”, nabi Musa berkata : “Kembalilah lagi kepada Allah mintalah keringanan, karena ummatmu tidak akan mampu melakukannya”, maka nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wasallam kembali kepada Allah memohon keringanan, kemudian Allah menguranginya 10 hingga tersisa 5 waktu, lalu nabi Muhammad kembali kepada nabi Musa dan nabi Musa dan beliau meminta nabi Muhammad untuk kembali menghadap Allah dan meminta keringanan, namun nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam berkata : “

aku malu kepada Allah jika aku meminta keringanan lagi, akan kulaksanakan kewajibanku dan kuringankan untuk ummatku dengan 5 waktu, namun pahalanya seperti melakukan 50 waktu shalat setiap harinya. Dan dalam perjalanan Isra’ dan Mi’raj Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana hadits yang kita baca tadi, bahwa beliau telah ditawarkan antara meminum susu atau arak, dan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam memilih susu, maka malaikat Jibril As berkata : “Sungguh engkau telah memilih kesucian, jika engkau memilih arak maka seluruh ummatmu akan terjebak dengan arak”. Dari hadits ini kita bisa mengambil suatu makna bahwa perbuatan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam mempengaruhi perbuatan ummatnya hingga akhir zaman, dikarenakan beliau tidak memilih arak maka ummatnya tidak terjebak oleh pengaruh arak sehingga bisa menjauhi arak, meskipun ada diantara ummatnya yang terjebak dengan arak atau minuman-minuman keras, namun sebagian besar bisa melepaskan diri dari jebakan arak itu. Maka dikatakan oleh malaikat Jibril : “Jika engkau memilih arak maka seluruh ummatmu akan terjebak dengan arak”, dan hal ini menunjukkan bahwa amal perbutan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berpengaruh besar terhadap amal perbuatan ummatnya. Banyak perbuatan ummatnya yang baik disebabkan oleh perbuatan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, yang diantaranya adalah masalah arak ini.

9. Allah subhanahu wata’ala berfirman :10. جم مه يوحى، وحي إال هو إن الهوى، عن ينطق وما غوى، وما صاحبكم ضل ما هوى، إذا والن ة ذو القوى، شديد عل مر

ى، دنا ثم األعلى، باألفق وهو فاستوى، الفؤاد كذب ما أوحى، ما عبده إلى فأوحى أدنى، أو قوسين قاب فكان فتدل يرى ما على أفتمارونه رأى، ما

11. 12-1 : النجم ) ) 12. “Demi bintang ketika terbenam, temanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru, dan tiadalah yang

diucapkannya itu (Al Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya, ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya), yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat, yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli, sedang dia berada di ufuk yang tinggi, kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi, maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi), lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan, hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya, maka apakah kamu (musyrikin Mekah) hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya?”. ( QS. An Najm : 1-12)

13. Makna “An Najm” sama dengan kalimat “Al Kaukab” yaitu bintang, namun Al Kaukab bercahaya dengan mengambil cahaya dari bintang lainnya seperti bulan, sedangkan An Najm adalah bintang yang bercahaya dengan cahayanya sendiri. Dan sebagian ulama’ menafsirkan bahwa “An Najm” dalam ayat ini adalah nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam yang bercahaya dengan cahaya keindahan Allah sedang berpijar karena cinta kepada Allah subhanahu wata’ala di malam Isra’ dan Mi’raj, yang mana beliau shallallahu ‘alaihi wasallam tidaklah menyesatkan dan tidak pula berbicara menurut hawa nafsunya, namun semua yang diucapkan adalah wahyu dari Allah subhanahu wata’ala yang diajarkan oleh malaikat Jibril diberi kekuasaan dan kewibawaan oleh Allah subhanahu wata’ala, sehingga mampu menembus batas seluruh makhluk dan berjumpa dengan Rabbul ‘alamin subhanahu wata’ala, lepas dari keterbatasan waktu dan tempat.

14. ى، دنا ثم األعلى، باألفق وهو أدنى أو قوسين قاب فكان فتدل 15. 9-7 : النجم ) )16. “Sedang dia berada di ufuk yang tinggi, kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi, maka jadilah dia

dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi)” (QS. An Najm : 7-9)17. Sebagaimana riwayat Al Imam Qadhi ‘Iyadh dalam kitabnya As Syifaa, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam

berkata : “di saat itu aku melintasi langit, dari langit pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya kudengar seluruh malaikat bertasbih dan berdzikir kepada Allah, dan ketika aku melintasi muntahal khalaaiq, batas para makhluk dan berhadapan dengan Allah, maka tidak lagi kudengar suara apa pun , tidak ada lagi pemandangan, yang kudengar hanya suara Yang Maha Berwibawa : “Mendekat, mendekat wahai Muhammad dan tenangkan hatimu wahai Muhammad”, maka nabi Muhammad pun bersujud kemudian berkata :

18. ات حي بات الصلوات المباركات الت لله الطي 19. “Segala penghormatan,keberkahan, shalawat dan kalimat yang baik semua hanya milik Allah”20. dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam pun mendengar jawaban Allah :21. الم ها عليك الس بي أي وبركاته الله ورحمة الن 22. “ Salam sejahtera, serta rahmat dan keberkahan Allah untukmu wahai nabi ” 23. Kemudian nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab:24. الم الصالحين الله عباد وعلى علينا الس 25. “ Salam sejahtera untuk kami, dan para hamba yang shalih ( nabi dan para malaikat )”.26. Dan bacaan itu diwariskan kepada kita di setiap kita shalat dalam tahiyyat awal dan tahiyyat akhir, kita selalu

mengucapkan kalimat itu, dimana itu adalah percakapan antara Allah dan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dalam peristiwa Mi’raj nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

27. رأى ما الفؤاد كذب ما أوحى، ما عبده إلى فأوحى 28. 11-10 : النجم ) )29. “Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan, hatinya tidak

mendustakan apa yang telah dilihatnya.” (QS. An Najm: 10 -11 )30. Allah tidak mengatakan : رأى ما محمد ماكذب , namun Allah mengatakan مارآى الفؤاد ماكذب , Al Fuaad

(sanubari) sehingga nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam diberi gelar “Sanubari”, Sang sanubari tidak berdusta atas apa-apa yang telah dilihatnya.

31. يرى ما على أفتمارونه 32. 12 : النجم ) )33. “Maka apakah kalian (kaum musyrikin) hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya?”(QS. An

Najm : 12 )

34. Hadirin hadirat yang dimuliakan AllahDemikian indahnya peristiwa Isra’ Mi’raj nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dan besok malam di Monas insyallah kita akan berdoa dan berdzikir dengan lafadz الله يا sebanyak 1000 x di malam Isra’ dan Mi’raj dengan penceramah utama adalah guru besar kita Al ‘Arif billah Al Musnid Al ‘Allamah Al Habib Zein bin Ibrahim bin Sumaith, semoga dengan acara ini bisa menambah keberkahan, ketenangan, dan kedamaian bagi kota Jakarta, amin allahumma amin. Dan hari Rabu jam 15.00 Wib di masjid Al Munawwar ini kita akan memperingati Isra’ Mi’raj bersama TV One, hari Rabu adalah hari libur maka usahakan semuanya bisa hadir, sekali lagi bukan berarti kita mau tampil di TV, akan tetapi karena saudara-saudari kita lebih banyak yang tidak hadir ke majelis ta’lim dan hanya di rumah saja, maka jika dakwah dan dzikir kita masuk di stasiun televisi maka berarti masuk pula ke rumah-rumah, maka kita syiarkan hal ini.

35. Demikian juga untuk acara besok malam saya menghimbau untuk konvoi dari daerah-daerah dilakukan dengan tertib dan jangan lupa juga untuk menggunakan helm, yang hari-hari kemarin beralasan karena helm di kios nabawiy kehabisan, sekarang majelis kita sudah produksi 1000 helm, namun mohon maaf jika harganya sedikit berbeda, sebagaimana yang kita ketahui bahwa dana untuk helm itu adalah dari donatur yang meminjamkan kepada kita, dan juga dikarenakan dari pabriknya juga ada kenaikan harga karena pembelian dalam waktu yang singkat, namun harga itu masih berada di bawah harga standar helm yang dijual di luar, bukannya kampanye helm namun agar pengendara sepeda motor tertib dengan menggunakan helm dan juga tidak kepanasan atau kehujanan, dan dengan membeli helm di kios majelis maka hal itu juga ikut membantu majelis ini.

36. Insyaallah acara Nisfu Sya’ban di Monas, kemudian Haul Ahlul Badr dan Nuzul Al Qur’an, namun belum ditentukan tanggalnya, jadi kita tidak berani menetukannya di malam 17 Agustus karena instruksi guru mulia Al Musnid Al ‘Arif billah Al Habib Umar Bin Muhammad Al Hafidh untuk tidak terburu-buru menentukan tanggal sebelum ada keputusan yang jelas karena waktu Ramadhan bisa berubah tanggalnya, dan beliau juga meminta kita untuk menyamakan acara malam Nuzul Al Qur’an bersamaan dengan acara beliau disana. Jadi puasa dan Idul Fitri tetap mengikuti keputusan di negeri kita, tetapi acara dzikir malam 17 Ramadhan kita samakan dengan acara malam 17 Ramadhan di sana (Tarim), jadi mungkin bisa -1 atau +1 dari malam 17 Ramadhan di negara kita, jadi kita menunggu keputusannya di bulan Ramadhan. Dan untuk acara malam Nisfu Sya’ban waktu sudah kita tentukan yaitu tanggal 16 Juli 2011 insya allah, semoga acara-acara kita sukses, amin allahumma amin. Semoga Jakarta semakin bergemuruh dengan dzikir nama Allah, dilimpahi kerukunan, kedamaian, dan ketenangan, serta kita doakan semua pihak dari aparat keamanan, aparat negara dan lainnya yang turut mendukung acara-acara kita semoga semakin diberi kemuliaan oleh Allah subhanahu wata’ala.

37. Selanjutnya kita beristighfar untuk mengikuti langkah salafusshalih dan sunnah nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasllam, yang bersabda :

38. ي والله في إليه وأتوب الله ألستغفر إن ة سبعين من أكثر اليوم مر 39. “Demi Allah, sesungguhnya aku meminta ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya dalam sehari lebih

dari tujuh puluh kali”.40. جميعا فقولوا 41. علي وتب وارحمني لي اغفر رب 42. جميعا وقولوا :43. Ucapkanlah bersama-sama44. … الله يا…الله يا …يارحيم يارحمن.. الله يا الله الإله … إال إله ال …الحليم العظيم الله إال العرش رب الله إال إله ال

…العظيم العرش ورب األرض ورب السموات رب الله إال إله ال م عليه الله صلى الله رسول محمد… الكريم وسل األمنين من تعالى الله شاء إن نبعث وعليها نموت وعليها نحيا عليها حق ،كلمة .

45. Selanjutnya kita berdoa bersama dengan qasidah Ya Arhamar Rahimin yang dipimpin oleh fadhilah As Sayyid Al Habib Ibrahim ‘Aidid , kemudian doa penutup dan kalimat talqin oleh guru kita fadhilah As Sayyid Al Habib Hud bin Baqir Al ‘Atthas, yatafaddhal masykura..

Pengertian / Definisi Isra dan Mi’raIsra Mi’raj adalah dua bagian dari perjalanan yang dilakukan oleh Muhammad dalam waktu satu malam saja. Kejadian ini merupakan salah satu peristiwa penting bagi umat Islam, karena pada peristiwa ini Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam mendapat perintah untuk menunaikan salat lima waktu sehari semalam.Isra Mi’raj terjadi pada periode akhir kenabian di Makkah sebelum Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam hijrah ke Madinah. Menurut al-Maududi dan mayoritas ulama, Isra Mi’raj terjadi pada tahun pertama sebelum hijrah, yaitu antara tahun 620-621 M. Menurut al-Allamah al-Manshurfuri, Isra Mi’raj terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke-10 kenabian, dan inilah yang populer. Namun demikian, Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri menolak pendapat tersebut dengan alasan karena Khadijah radhiyallahu anha meninggal pada bulan Ramadan tahun ke-10 kenabian, yaitu 2 bulan setelah bulan Rajab. Dan saat itu belum ada kewajiban salat lima waktu. Al-Mubarakfuri menyebutkan 6 pendapat tentang waktu kejadian Isra Mi’raj. Tetapi tidak ada satupun yang pasti. Dengan demikian, tidak diketahui secara persis kapan tanggal terjadinya Isra Mi’raj.Peristiwa Isra Mi’raj terbagi dalam 2 peristiwa yang berbeda. Dalam Isra, Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam “diberangkatkan” oleh Allah SWT dari Masjidil Haram hingga Masjidil Aqsa. Lalu dalam Mi’raj Nabi Muhammad SAW dinaikkan ke langit sampai ke Sidratul Muntaha yang merupakan tempat tertinggi. Di sini Beliau mendapat perintah langsung dari Allah SWT untuk menunaikan salat lima waktu.Bagi umat Islam, peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang berharga, karena ketika inilah salat lima waktu diwajibkan, dan tidak ada Nabi lain yang mendapat perjalanan sampai ke Sidratul Muntaha seperti ini. Walaupun begitu, peristiwa ini juga dikatakan memuat berbagai macam hal yang membuat Rasullullah SAW sedih.Sejarah / Kisah Perjalanan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAWPerjalanan dimulai Rasulullah mengendarai buraq bersama Jibril. Jibril berkata, “turunlah dan kerjakan shalat”.Rasulullahpun turun. Jibril berkata, “dimanakah engkau sekarang ?”“tidak tahu”, kata Rasul.

“Engkau berada di Madinah, disanalah engkau akan berhijrah “, kata Jibril.Perjalanan dilanjutkan ke Syajar Musa (Masyan) tempat penghentian Nabi Musa ketika lari dari Mesir, kemudian kembali ke Tunisia tempat Nabi Musa menerima wahyu, lalu ke Baitullhmi (Betlehem) tempat kelahiran Nabi Isa AS, dan diteruskan ke Masjidil Aqsha di Yerussalem sebagai kiblat nabi-nabi terdahulu.Jibril menurunkan Rasulullah dan menambatkan kendaraannya. Setelah rasul memasuki masjid ternyata telah menunggu Para nabi dan rasul. Rasul bertanya : “Siapakah mereka ?”“Saudaramu para Nabi dan Rasul”.Kemudian Jibril membimbing Rasul kesebuah batu besar, tiba-tiba Rasul melihat tangga yang sangat indah, pangkalnya di Maqdis dan ujungnya menyentuh langit. Kemudian Rasulullah bersama Jibril naik tangga itu menuju kelangit tujuh dan ke Sidratul Muntaha.“Dan sesungguhnya nabi Muhammad telah melihatJibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, yaitu di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratull Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dariyang dilihatnya itu dan tidakpula melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.” (QS. An-Najm : 13 – 18).Selanjutnya Rasulullah melanjutkan perjalanan menghadap Allah tanpa ditemani Jibril Rasulullah membaca yang artinya : “Segala penghormatan adalah milikAllah, segala Rahmat dan kebaikan“.Allah berfirman yang artinya: “Keselamatan bagimu wahai seorang nabi, Rahmat dan berkahnya“.Rasul membaca lagi yang artinya: “Keselamatan semoga bagi kami dan hamba-hamba Allah yang sholeh. Rasulullah dan ummatnya menerima perintah ibadah shalat“.Berfirman Allah SWT : “Hai Muhammad Aku mengambilmu sebagai kekasih sebagaimana Aku telah mengambil Ibrahim sebagai kesayanagan dan Akupun memberi firman kepadamu seperti firman kepada Musa Akupun menjadikan ummatmu sebagai umat yang terbaik yang pernah dikeluarkan pada manusia, dan Akupun menjadikan mereka sebagai umat wasath (adil dan pilihan), Maka ambillah apa yang aku berikan kepadamu dan jadilah engkau termasuk orang-orang yang bersyukur“.“Kembalilah kepada umatmu dan sampaikanlah kepada mereka dari Ku”.Kemudian Rasul turun ke Sidratul Muntaha.Jibril berkata : “Allah telah memberikan kehormatan kepadamu dengan penghormatan yang tidak pernah diberikan kepada seorangpun dari makhluk Nya baik malaikat yang terdekat maupun nabi yang diutus. Dan Dia telah membuatmu sampai suatu kedudukan yang tak seorangpun dari penghuni langit maupun penghuni bumi dapat mencapainya. Berbahagialah engkau dengan penghormatan yang diberikan Allah kepadamu berupa kedudukan tinggi dan kemuliaan yang tiada bandingnya. Ambillah kedudukan tersebut dengan bersyukur kepadanya karena Allah Tuhan pemberi nikmat yang menyukai orang-orang yang bersyukur”.Lalu Rasul memuji Allah atas semua itu.Kemudian Jibril berkata : “Berangkatlah ke surga agar aku perlihatkan kepadamu apa yang menjadi milikmu disana sehingga engkau lebih zuhud disamping zuhudmu yang telah ada, dan sampai lah disurga dengan Allah SWT. Tidak ada sebuah tempat pun aku biarkan terlewatkan”. Rasul melihat gedung-gedung dari intan mutiara dan sejenisnya, Rasul juga melihat pohon-pohon dari emas. Rasul melihat disurga apa yang mata belum pernah melihat, telingan belum pernah mendengar dan tidak terlintas dihati manusia semuanya masih kosong dan disediakan hanya pemiliknya dari kekasih Allah ini yang dapat melihatnya. Semua itu membuat Rasul kagum untuk seperti inilahmestinya manusia beramal. Kemudian Rasul diperlihatkan neraka sehingga rasul dapat melihat belenggu-belenggu dan rantai-rantainya selanjutnya Rasulullah turun ke bumi dan kembali ke masjidil haram menjelang subuh.Mandapat Mandat Shalat 5 waktuAgaknya yang lebih wajar untuk dipertanyakan, bukannya bagaimana Isra’ Mi’raj, tetapi mengapa Isra’ Mi’raj terjadi ? Jawaban pertanyaan ini sebagaimana kita lihat pada ayat 78 surat al-lsra’, Mi’raj itu untuk menerima mandat melaksanakan shalat Lima waktu. Jadi, shalat inilah yang menjadi inti peristiwa Isra’Mi’raj tersebut.Shalat merupakan media untuk mencapai kesalehan spiritual individual hubungannya dengan Allah. Shalat juga menjadi sarana untuk menjadi keseimbangan tatanan masyarakat yang egaliter, beradab, dan penuh kedamaian. Makanya tidak berlebihan apabila Alexis Carrel menyatakan : “Apabila pengabdian, sholat dan do’a yang tulus kepada Sang Maha pencipta disingkirkan dari tengah kehidupan bermasyarakat, hal itu berarti kita telah menandatangani kontrak bagi kehancuran masyarakat tersebut“. Perlu diketahui bahwa A. Carrel bukanlah orang yang memiliki latar belakang pendidikan agama, tetapi dia adalah seorang dokter dan pakar Humaniora yang telah dua kali menerima nobel atas hasil penelitiannya terhadap jantung burung gereja dan pencangkokannya. Tanpa pendapat Carrel pun, Al – Qur’an 15 abad yang lalu telah menyatakan bahwa shalat yang dilakukan dengan khusu’ akan bisa mencegah perbuatan keji dan mungkar, sehingga tercipta tatanan masyarakat yang harmonis, egaliter, dan beretika.

Hikmah Isra Mi’raj Nabi Besar Muhammad SAW

Perintah sholat dalam perjalanan isra dan mi’raj Nabi Muhammad SAW, kemudian menjadi ibadah wajib bagi setiap umat Islam dan memiliki keistimewaan tersendiri dibandingkan ibadah-ibadah wajib lainnya. Sehingga, dalam konteks spiritual-imaniah maupun perspektif rasional-ilmiah, Isra’ Mi’raj merupakan kajian yang tak kunjung kering inspirasi dan hikmahnya bagi kehidupan umat beragama (Islam).Bersandar pada alasan inilah, Imam Al-Qusyairi yang lahir pada 376 Hijriyah, melalui buku yang berjudul asli ‘Kitab al-Mikraj’ ini, berupaya memberikan peta yang cukup komprehensif seputar kisah dan hikmah dari perjalanan agung Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW, beserta telaahnya. Dengan menggunakan sumber primer, berupa ayat-ayat Al-Quran dan hadist-hadits shahih, Imam al-Qusyairi dengan cukup gamblang menuturkan peristiwa fenomenal yang dialami Nabi itu dengan runtut.Selain itu, buku ini juga mencoba mengajak pembaca untuk menyimak dengan begitu detail dan mendalam kisah sakral Rasulullah SAW, serta rahasia di balik peristiwa luar biasa ini, termasuk mengenai mengapa mikraj di malam

hari? Mengapa harus menembus langit? Apakah Allah berada di atas? Mukjizatkah mikraj itu hingga tak bisa dialami orang lain? Ataukah ia semacam wisata ruhani Rasulullah yang patut kita teladani?Bagaimana dengan mikraj para Nabi yang lain dan para wali? Bagaimana dengan mikraj kita sebagai muslim? Serta apa hikmahnya bagi kehidupan kita? Semua dibahas secara gamblang dalam buku ini.Dalam pengertiannya, Isra’ Mi’raj merupakan perjalanan suci, dan bukan sekadar perjalanan “wisata” biasa bagi Rasul. Sehingga peristiwa ini menjadi perjalanan bersejarah yang akan menjadi titik balik dari kebangkitan dakwah Rasulullah SAW. John Renerd dalam buku ”In the Footsteps of Muhammad: Understanding the Islamic Experience,” seperti pernah dikutip Azyumardi Azra, mengatakan bahwa Isra Mi’raj adalah satu dari tiga perjalanan terpenting dalam sejarah hidup Rasulullah SAW, selain perjalanan hijrah dan Haji Wada. Isra Mi’raj, menurutnya, benar-benar merupakan perjalanan heroik dalam menempuh kesempurnaan dunia spiritual.Jika perjalanan hijrah dari Mekah ke Madinah pada 662 M menjadi permulaan dari sejarah kaum Muslimin, atau perjalanan Haji Wada yang menandai penguasaan kaum Muslimin atas kota suci Mekah, maka Isra Mi’raj menjadi puncak perjalanan seorang hamba (al-abd) menuju sang pencipta (al-Khalik). Isra Mi’raj adalah perjalanan menuju kesempurnaan ruhani (insan kamil). Sehingga, perjalanan ini menurut para sufi, adalah perjalanan meninggalkan bumi yang rendah menuju langit yang tinggi.Inilah perjalanan yang amat didambakan setiap pengamal tasawuf. Sedangkan menurut Dr Jalaluddin Rakhmat, salah satu momen penting dari peristiwa Isra Mi’raj yakni ketika Rasulullah SAW “berjumpa” dengan Allah SWT. Ketika itu, dengan penuh hormat Rasul berkata, “Attahiyatul mubaarakaatush shalawatuth thayyibatulillah”; “Segala penghormatan, kemuliaan, dan keagungan hanyalah milik Allah saja”. Allah SWT pun berfirman, “Assalamu’alaika ayyuhan nabiyu warahmatullahi wabarakaatuh”.Mendengar percakapan ini, para malaikat serentak mengumandangkan dua kalimah syahadat. Maka, dari ungkapan bersejarah inilah kemudian bacaan ini diabadikan sebagai bagian dari bacaan shalat.Selain itu, Seyyed Hossein Nasr dalam buku ‘Muhammad Kekasih Allah’ (1993) mengungkapkan bahwa pengalaman ruhani yang dialami Rasulullah SAW saat Mi’raj mencerminkan hakikat spiritual dari shalat yang di jalankan umat islam sehari-hari. Dalam artian bahwa shalat adalah mi’raj-nya orang-orang beriman. Sehingga jika kita tarik benang merahnya, ada beberapa urutan dalam perjalanan Rasulullah SAW ini.Pertama, adanya penderitaan dalam perjuangan yang disikapi dengan kesabaran yang dalam. Kedua, kesabaran yang berbuah balasan dari Allah berupa perjalanan Isra Mi’raj dan perintah shalat. Dan ketiga, shalat menjadi senjata bagi Rasulullah SAW dan kaum Muslimin untuk bangkit dan merebut kemenangan. Ketiga hal diatas telah terangkum dengan sangat indah dalam salah satu ayat Al-Quran, yang berbunyi “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk. (Yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.”Mengacu pada berbagai aspek diatas, buku setebal 178 halaman ini setidaknya sangat menarik, karena selain memberikan bingkai yang cukup lengkap tentang peristiwa Isra’ mikraj Nabi saw, tetapi juga memuat mi’rajnya beberapa Nabi yang lain serta beberapa wali. Kemudian kelebihan lain dalam buku ini adalah dipaparkan juga mengenai kisah Mikrajnya Abu Yazid al-Bisthami. Mikraj bagi ulama kenamaan ini merupakan rujukan bagi kondisi, kedudukan, dan perjalanan ruhaninya menuju Allah.Ia menggambarkan rambu-rambu jalan menuju Allah, kejujuran dan ketulusan niat menempuh perjalanan spiritual, serta keharusan melepaskan diri dari segala sesuatu selain Allah. Maka, sampai pada satu kesimpulan, bahwa jika perjalanan hijrah menjadi permulaan dari sejarah kaum Muslimin, atau perjalanan Haji Wada yang menandai penguasaan kaum Muslimin atas kota suci Mekah, maka Isra Mi’raj menjadi “puncak” perjalanan seorang hamba menuju kesempurnaan ruhani.

Meninjau Kembali Kisah Isra Miraj Rasulullah

“Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha mendengar lagi Maha mengetahui” (Qs. Al Israa : 1)Umumnya para penceramah menerangkan hikmah dari peristiwa Isra’ Miraj adalah turunnya perintah sholat 5 waktu. Hal tersebut berdasarkan sebuah hadits isinya cukup panjang yang diriwayatkan oleh Muslim dalam shahihnya nomor 234 dari jalan Anas bin Malik.Namun benarkah demikian ?Melalui penelaahan hadits, secara riwayat adalah shahih karena terdiri dari para perawi yang tsiqoh(dipercaya). Akan tetapi secara matan (isinya) sebagian bertentangan dengan Al Quran dan hadits lainnya yang shahih.Dengan demikian kedudukan hadits tersebut adalah dhoif (lemah) dan mualal (sisipan) karena isinya diselipkan cerita – cerita Israiliyat dari kaum Bani Israil, yang sengaja secara tersirat ingin mengagungkan bangsa mereka, serta mengecilkan peran Nabi Muhammad beserta pengikutnya.

Sumber :

Tinjauan Kritis Hadits Isra’ Mi’raj

Kelemahan hadits tersebut :1. Yang menjadi subjek memperjalankan Rasulullah Muhammad dalam Peristiwa Isra’ (perjalanan) yang

bermakna Mi’raj (naik melalui tangga – tangga) adalah Allah Subhanahuta’ala (Qs.17 : 1), Dia yang Maha Berkehendak. Sedangkan di dalam hadits tersebut, diceritakan Nabi Musa yang menyuruh Nabi Muhammad untuk naik – turun sebanyak sembilan kali, guna mendapat pengurangan perintah sholat dari 50 rakaat menjadi 5 rakaat.

2. Nampak pula dalam kisah palsu ini seolah Nabi Musa begitu perkasanya dan berilmu sehingga mampu mendikte Allah sehingga menuruti pandangan Musa alaihissalam dalam hal perintah sholat.

3. Keganjilan tampak jelas dalam hadit ini, bahwa sebelum menuju langit Rosulullah sholat dua rakaat di Baitul Maqdis, sedangkan menurut kisah hadis tersebut, perintah sholat belum diterima.

4. Dalam hadits ini menggambarkan bahwa Para Nabi yang sudah wafat sudah berada di langit. Sedangkan seluruh Manusia termasuk para Nabi yang sudah wafat berada di alam Qubur / Barzakh / dinding yang membatasi Alam Dunia dan Akhirat. Ulama menyebutnya alam genggaman Allah atas dasar Surah Azzumar ayat 42 menunggu datangnya Hari Berbangkit (Qs. 18 : 47)

“Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; Maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda- tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir”. (Qs. 39:42)dan (ingatlah) akan hari (yang ketika itu) Kami perjalankan gunung-gunung dan kamu akan dapat melihat bumi itu datar dan Kami kumpulkan seluruh manusia, dan tidak Kami tinggalkan seorangpun dari mereka. (Qs. 18 : 47)

6. Nabi Muhammad adalah semulia para Nabi. Beliau tidak pernah membantah atau minta dispensasi (pengurangan) tugas dari Allah. Sedangkan yang biasa menawar dan membantah perintah Allah dan rasulNya sejak dahulu adalah orang kafir dari Bani Israil. Fakta ini dapat kita temukan dalam nash Al Quran dan Hadits yang shahih. Maka mustahil rosul kita mengadakan tawar menawar kepada Musa apalagi kepada Allah. Sedangkan seluruh rosul telah berjanji kepada Allah untuk beriman dan menolong misi Muhammad Rasulullah (Qs. 3:81)

dan (ingatlah), ketika Allah mengambil Perjanjian dari Para nabi: “Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan Hikmah kemudian datang kepadamu seorang Rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya”. Allah berfirman: “Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?” mereka menjawab: “Kami mengakui”. Allah berfirman: “Kalau begitu saksikanlah (hai Para Nabi) dan aku menjadi saksi (pula) bersama kamu”.Benarkah Isra Miraj adalah menjemput perintah Shalat ?Untuk sama dipahami, kewajiban sholat sudah ditetapkan Allah pada tahun awal Kenabian dengan turunnya surah al Muzammil ayat 1 – 9, jauh sebelum turunnya Surah Al Isra pada tahun ke empat Kerasulan.1. Dikatakan bahwa Nabi Musa telah mengusulkan kepada Nabi Muhammad agar naik kembali menemui ALLAH untuk memohon perintah Shalat dikurangi dari 50 kali menjadi 5 kali sehari. Dalam hal ini timbul pertanyaan, apakah Nabi Musa lebih cerdas daripada Nabi Muhammad?Apakah dengan itu orang-orang Yahudi bermaksud meninggikan Nabi pembawa Taurat daripada Nabi pembawa Alquran?Sebaiknya orang-orang Islam mempertimbangkan masak-masak sebelum membenarkan dongeng tak teranalisakan itu.2. Dikatakan Nabi Muhammad naik kembali menemui ALLAH untuk memohon agar perintah Shalat 50 kali sehari dikurangi dan dikurangi hingga menjadi 5 kali sehari, yaitu sepuluh persen dari jumlah yang ditetapkan bermula.Semisalnya seorang pedagang menyatakan harga barangnya 50 rupiah kemudian sesudah tawar-menawar, barang itu dijualnya 5 rupiah, maka pada otak si pembeli akan timbul suatu anggapan bahwa pedagang itu sangat kejam atau kurang waras. Sebaliknya pedagang waras yang menghadapi penawar barangnya sepuluh persen dari harga yang ditetapkannya, tentu tidak akan meladeni penawar itu karena dianggapnya kurang waras.Dalam pada itu Ayat 6/115, 10/64, menyatakan tiada perubahan bagi Kalimat ALLAH, dan Ayat 33/62, 35/43, menyatakan tiada perubahan bagi Ketentuan ALLAH dan Ayat 30/30 menyatakan tiada perubahan bagi Ciptaan ALLAH.Jika masih berlaku tawar-menawar antara Muhammad dan ALLAH mengenai jumlah Shalat setiap hari, tentulah pernyataan ALLAH pada beberapa Ayat Suci tersebut tidak benar. Namun menurut pemikiran wajar, tidaklah mungkin berlaku tawar-menawar antara Khaliq dan makhIuk-NYA.3. Dikatakan bahwa sewaktu Mi’raj, Nabi menjemput atau menerima perintah Shalat dari ALLAH, kemudian sesudah berjumpa dengan Musa, beliau naik kembali berulang kali menemui ALLAH untuk memohon keringanan. Hal ini menyimpulkan bahwa ALLAH tidak ada di Bumi atau di langit tempat Nabi Musa itu berada.Sungguh keadaan demikian sangat bertantangan dengan Firman ALLAH yang banyak tercantum dalam Alquran, terutama Ayat 50/16, dan 7/3, di mana dinyatakan bahwa ALLAH ada di mana saja bersama setiap diri, malah DIA lebih dekat kepada seseorang daripada urat leher orang itu sendiri.Sebab itu, nyata sekali keterangan tadi batal atau sengaja dimasukkan ke dalam masyarakat Islam oleh penganut agama lain.Sumber :

Isra Mi’raj Nabi bukan menjemput ShalatDemikianlah sebagian tinjauan kritis terhadap isi hadits tentang Mi’raj, tanpa harus menafikan akan kebenaran terjadinya peristiwa tersebut.Wallahu a’lam bisshawaabCatatan :

1. Ini adalah isi Hadis yang di-bahas, pada artikel diatas…Hadis riwayat Anas bin Malik ra., ia berkata: Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Aku didatangi Buraq. Lalu aku menunggangnya sampai ke Baitulmakdis. Aku mengikatnya pada pintu mesjid yang biasa digunakan mengikat tunggangan oleh para nabi. Kemudian aku masuk ke mesjid dan mengerjakan salat dua rakaat. Setelah aku keluar, Jibril datang membawa bejana berisi arak dan bejana berisi susu. Aku memilih susu, Jibril berkata: Engkau telah memilih fitrah. Lalu Jibril membawaku naik ke langit. Ketika Jibril minta dibukakan, ada yang bertanya: Siapakah engkau? Dijawab: Jibril. Ditanya lagi: Siapa yang bersamamu? Jibril menjawab: Muhammad. Ditanya: Apakah ia telah diutus? Jawab Jibril: Ya, ia telah diutus. Lalu dibukakan bagi kami. Aku bertemu dengan Adam. Dia menyambutku dan mendoakanku dengan kebaikan. Kemudian aku dibawa naik ke langit kedua. Jibril as. minta dibukakan. Ada yang

bertanya: Siapakah engkau? Jawab Jibril: Jibril. Ditanya lagi: Siapakah yang bersamamu? Jawabnya: Muhammad. Ditanya: Apakah ia telah diutus? Jawabnya: Dia telah diutus. Pintu pun dibuka untuk kami. Aku bertemu dengan Isa bin Maryam as. dan Yahya bin Zakaria as. Mereka berdua menyambutku dan mendoakanku dengan kebaikan. Aku dibawa naik ke langit ketiga. Jibril minta dibukakan. Ada yang bertanya: Siapa engkau? Dijawab: Jibril. Ditanya lagi: Siapa bersamamu? Muhammad saw. jawabnya. Ditanyakan: Dia telah diutus? Dia telah diutus, jawab Jibril. Pintu dibuka untuk kami. Aku bertemu Yusuf as. Ternyata ia telah dikaruniai sebagian keindahan. Dia menyambutku dan mendoakanku dengan kebaikan. Aku dibawa naik ke langit keempat. Jibril minta dibukakan. Ada yang bertanya: Siapa ini? Jibril menjawab: Jibril. Ditanya lagi: Siapa bersamamu? Muhammad, jawab Jibril. Ditanya: Apakah ia telah diutus? Jibril menjawab: Dia telah diutus. Kami pun dibukakan. Ternyata di sana ada Nabi Idris as. Dia menyambutku dan mendoakanku dengan kebaikan. Allah Taala berfirman Kami mengangkatnya pada tempat (martabat) yang tinggi. Aku dibawa naik ke langit kelima. Jibril minta dibukakan. Ada yang bertanya: Siapa? Dijawab: Jibril. Ditanya lagi: Siapa bersamamu? Dijawab: Muhammad. Ditanya: Apakah ia telah diutus? Dijawab: Dia telah diutus. Kami dibukakan. Di sana aku bertemu Nabi Harun as. Dia menyambutku dan mendoakanku dengan kebaikan. Aku dibawa naik ke langit keenam. Jibril as. minta dibukakan. Ada yang bertanya: Siapa ini? Jawabnya: Jibril. Ditanya lagi: Siapa bersamamu? Muhammad, jawab Jibril. Ditanya: Apakah ia telah diutus? Jawabnya: Dia telah diutus. Kami dibukakan. Di sana ada Nabi Musa as. Dia menyambut dan mendoakanku dengan kebaikan. Jibril membawaku naik ke langit ketujuh. Jibril minta dibukakan. Lalu ada yang bertanya: Siapa ini? Jawabnya: Jibril. Ditanya lagi: Siapa bersamamu? Jawabnya: Muhammad. Ditanyakan: Apakah ia telah diutus? Jawabnya: Dia telah diutus. Kami dibukakan. Ternyata di sana aku bertemu Nabi Ibrahim as. sedang menyandarkan punggungnya pada Baitulmakmur. Ternyata setiap hari ada tujuh puluh ribu malaikat masuk ke Baitulmakmur dan tidak kembali lagi ke sana. Kemudian aku dibawa pergi ke Sidratulmuntaha yang dedaunannya seperti kuping-kuping gajah dan buahnya sebesar tempayan. Ketika atas perintah Allah, Sidratulmuntaha diselubungi berbagai macam keindahan, maka suasana menjadi berubah, sehingga tak seorang pun di antara makhluk Allah mampu melukiskan keindahannya. Lalu Allah memberikan wahyu kepadaku. Aku diwajibkan salat lima puluh kali dalam sehari semalam. Tatkala turun dan bertemu Nabi saw. Musa as., ia bertanya: Apa yang telah difardukan Tuhanmu kepada umatmu? Aku menjawab: Salat lima puluh kali. Dia berkata: Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan, karena umatmu tidak akan kuat melaksanakannya. Aku pernah mencobanya pada Bani Israel. Aku pun kembali kepada Tuhanku dan berkata: Wahai Tuhanku, berilah keringanan atas umatku. Lalu Allah mengurangi lima salat dariku. Aku kembali kepada Nabi Musa as. dan aku katakan: Allah telah mengurangi lima waktu salat dariku. Dia berkata: Umatmu masih tidak sanggup melaksanakan itu. Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan lagi. Tak henti-hentinya aku bolak-balik antara Tuhanku dan Nabi Musa as. sampai Allah berfirman: Hai Muhammad. Sesungguhnya kefarduannya adalah lima waktu salat sehari semalam. Setiap salat mempunyai nilai sepuluh. Dengan demikian, lima salat sama dengan lima puluh salat. Dan barang siapa yang berniat untuk kebaikan, tetapi tidak melaksanakannya, maka dicatat satu kebaikan baginya. Jika ia melaksanakannya, maka dicatat sepuluh kebaikan baginya. Sebaliknya barang siapa yang berniat jahat, tetapi tidak melaksanakannya, maka tidak sesuatu pun dicatat. Kalau ia jadi mengerjakannya, maka dicatat sebagai satu kejahatan. Aku turun hingga sampai kepada Nabi Musa as., lalu aku beritahukan padanya. Dia masih saja berkata: Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan. Aku menyahut: Aku telah bolak-balik kepada Tuhan, hingga aku merasa malu kepada-Nya. (Shahih Muslim No.234)Hikmah dari Isra’ Mi’rajBeberapa hari lagi kita akan melewati sebuah peristiwa sejarah yang sangat monumental. Momentum sejarah tersebut adalah peristiwa yang terjadi sekitar 14 abad Hijriyah yang lalu, yaitu peristiwa Isra’ Mi’raj. Pada saat itu Nabi Muhammad SAW diperjalankan oleh Allah dari Masjidil Haram di Mekah ke Masjidil Aqsha di Al-Quds, lalu dilanjutkan dengan menembus lapisan langit tertinggi sampai batas yang tidak dapat dijangkau oleh ilmu semua makhluk, malaikat, manusia, dan jin. Semua itu ditempuh dalam sehari semalam. Peristiwa itu sekaligus sebagai mukjizat mengagumkan yang diterima Rasulullah SAW.Permintaan kaum kafir Quraisy kepada Nabi SAWSebenarnya, sebelum peristiwa itu terjadi, orang-orang kafir Quraisy pernah meminta kepada Rasulullah untuk menunjukkan hal-hal yang aneh, karena mereka tidak percaya kalau Muhammad SAW itu adalah nabi. Permintaan-permintaan itu mereka lontarkan untuk membuktikan bahwa dirinya benar-benar seorang Nabi. Hal ini direkam oleh Allah SWT dalam Al Qur’an sebagai berikut:“Dan mereka berkata: “Kami sekali-kali tidak percaya kepadamu hingga kamu memancarkan mata air dari bumi untuk kami, atau kamu mempunyai sebuah kebun korma dan anggur, lalu kamu alirkan sungai-sungai di celah kebun yang deras alirannya, atau kamu jatuhkan langit berkeping-keping atas kami, sebagaimana kamu katakan atau kamu datangkan Allah dan malaikat-malaikat berhadapan muka dengan kami. Atau kamu mempunyai sebuah rumah dari emas, atau kamu naik ke langit. Dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kenaikanmu itu hingga kamu turunkan atas kami sebuah kitab yang kami baca”. (QS. Bani Israil : 90 – 93)Kalau kita jabarkan dari ayat di atas, mereka meminta hal-hal di bawah ini kepada Rasulullah:

1. Mereka meminta untuk memancarkan mata air dari bumi.2. Mereka juga meminta sebuah kebun kurma dan anggur, dengan air mengalir di bawahnya. Padahal di sekitar

situ sebagian besar padang pasir.3. Mereka meminta untuk menjatuhkan langit.4. Mereka juga meminta menghadirkan Allah beserta malaikat-malaikat-Nya untuk dihadapkan kepada mereka.

Sungguh suatu permintaan yang lancang.5. Mereka juga meminta sebuah rumah dari emas.6. Yang terakhir, mereka meminta Nabi untuk naik ke langit tanpa membawa buku, lalu harus kembali dengan

membawa sebuah buku (kitab) untuk mereka baca.Permintaan mereka itu betul-betul “kebangetan”. Tetapi Rasulullah SAW menjawabnya dengan bijaksana, “Maha Suci Tuhanku, bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi rasul?” (QS. Bani Israil: 93). Allah Yang Maha Suci tentu Maha Kuasa untuk melakukan semua itu, tetapi Rasulullah mengatakan bahwa dirinya hanyalah seorang manusia biasa yang diangkat menjadi seorang Rasul, sehingga tidak mungkin melakukan semua itu.

Kita bisa ambil pelajaran dari hal di atas. Mungkin sampai zaman kapan pun, kebenaran (baca: Islam) akan menghadapi hal-hal seperti itu. Orang yang membawa kebenaran akan selalu menghadapi permintaan-permintaan yang di luar kemampuan. Dan permintaan tersebut kebanyakan hanya sebagai “olok-olok”. Karena, kalaupun kita bisa memenuhi permintaan itu, mereka kebanyakan tetap tidak akan mendengar Islam ini. Hanya sedikit yang mau mendengarnya. Sebagaimana halnya Rasulullah setelah mengalami peristiwa Isra’ Mi’raj, tidak banyak yang mempercayai perjalanannya tersebut, bahkan ada yang mengatakan Nabi gila walaupun Nabi sudah memberikan bukti-bukti atas apa yang telah dia alami (Isra’ Mi’raj).Peringatan Isra’ Mi’raj sebagai motivasiKalau kita baca sejarah kehidupan Rasulullah SAW (Sirah Nabawiyah), sebelum peristiwa itu terjadi, Rasulullah mengalami keadaan duka cita yang sangat mendalam. Beliau ditinggal oleh istrinya tercinta, Khadijah, yang setia menemani dan menghiburnya di kala orang lain masih mencemoohnya. Lalu beliau juga ditinggal oleh pamannya sendiri, Abu Thalib, yang (walaupun kafir) tetapi dia sangat melindungi aktivitas Nabi. Sehingga orang-orang kafir Quraisy semakin leluasa untuk melancarkan penyiksaannya kepada Nabi, sampai-sampai orang awam Quraisy pun berani melemparkan kotoran ke atas kepala Rasulullah SAW.Dalam keadaan yang duka cita dan penuh dengan rintangan yang sangat berat itu, menambah perasaan Rasulullah semakin berat dalam mengemban risalah Ilahi. Lalu Allah “menghibur” Nabi dengan memperjalankan beliau, sampai kepada langit dan menemui Allah. Hingga kini, peristiwa ini seringkali diperingati oleh sebagian besar kaum muslimin dalam peringatan Isra’ Mi’raj. Pada dasarnya peringatan tersebut hanyalah untuk memotivasi dan penyemangat, bukan dalam rangka beribadah (ibadah dalam artian ibadah ritual khusus). Namun peringatan tersebut juga terdapat beberapa catatan. Apa saja itu? Mari kita ikuti beberapa hal di bawah ini.Dalam Al Qur’an, dari sekian ribu ayat di dalamnya, hanya ada 4 ayat yang menjelaskan tentang Isra’ Mi’raj, yaitu QS. Bani Israil ayat 1, dan QS. An Najm ayat 13 sampai 15. Maksudnya, kebesaran Islam itu bukan terletak pada peristiwa Isra’ Mi’raj ini, tapi pada konsepnya, sistemnya, dan muatannya. Pada surat An Najm ayat 13-15 itu, menggambarkan bahwa Rasulullah menemui Jibril dalam bentuk aslinya di Sidratil Muntaha ketika Isra Mi’raj. Sebelumnya Rasulullah juga pernah menjumpai malaikat Jibril dalam bentuk asli ketika menerima ayat pertama (QS. Al Alaq: 1-5) dari Allah SWT, yaitu ketika di gua Hira.Dan di antara 25 nabi, hanya 2 Nabi yang pernah berbicara langsung kepada Allah, yaitu Nabi Musa AS dan Nabi Muhammad SAW. Bagaimana dengan Nabi Adam AS, bukankah beliau juga pernah berdialog dengan Allah? Ya, tapi Nabi Adam ketika itu masih di Surga. Setelah diturunkan ke bumi, tidak lagi berdialog secara langsung. Nabi Musa berdialog dengan Allah secara langsung yaitu ketika di bukit Tursina (di bumi), sedangkan Nabi Muhammad di Sidratil Muntaha (di langit). Tetapi (sekali lagi), kebesaran Islam bukan di situ letaknya, namun di konsepnya, di muatannya. Oleh karena itulah, peristiwa Isra’ Mi’raj sendiri tidak perlu secara berlebihan diangkat-angkat. Peristiwa itu sendiri merupakan mukjizat imani, maksudnya adalah mukjizat yang hanya bisa diterima apabila kita beriman.Meskipun hanya Nabi Muhammad yang telah diperjalankan pada malam harinya (Isra’ Mi’raj), tapi dia tetaplah manusia biasa, hamba Allah. Hal ini perlu ditegaskan, karena dua umat sebelum Islam (Yahudi dan Kristen), telah terjebak men-Tuhankan nabinya.Mengapa Masjidil Aqsha?Ada beberapa pertanyaan mengenai peristiwa Isra’ Mi’raj. Salah satunya, mengapa dalam peristiwa itu Rasul diperjalankan ke Masjidil Aqsha? Kenapa tidak langsung saja ke langit? Paling tidak ada beberapa hal hikmahnya, antara lain:1. Bahwa Nabi Muhammad adalah satu-satunya Nabi dari golongan Ibrahim AS yang berasal dari Ismail AS, sedangkan Nabi lainnya adalah berasal dari Ishaq AS. Inilah yang menyebabkan Yahudi dan Kristen menolak Nabi Muhammad, karena mereka melihat asal usul keturunannya (nasab). Alasan mereka itu sangat tidak ilmiah, dan kalau memang benar, mereka berarti rasialis, karena melihat orang itu dari keturunannya. Hikmah lainnya adalah, bahwa Nabi Muhammad berdakwah di Mekah, sedangkan Nabi yang lain berdakwah di sekitar Palestina. Kalau dibiarkan saja, orang lain akan menuduh Muhammad SAW sebagai orang yang tidak ada hubungannya dengan “golongan” Ibrahim dan merupakan sempalan. Bagi kita sebagai muslim, tidaklah melihat orang itu dari asal usulnya, tapi dari ajarannya.2. Hikmah berikutnya adalah, Allah dengan segala ilmu-Nya mengetahui bahwa Masjidil Aqsha adalah akan menjadi sumber sengketa sepanjang zaman setelah itu. Mungkin Allah ingin menjadikan tempat ini sebagai “pembangkit” ruhul jihad kaum muslimin. Kadangkala, kalau tiada lawan itu semangat jihad kaum muslimin “melemah” karena terlena, dan dengan adanya sengketa tersebut, semangat jihad kaum muslimin terus terjaga dan terbina.3. Berikutnya, Allah ingin memperlihatkan sebagian tanda-tanda kebesaran-Nya kepada Nabi SAW. Pada Al Qur’an surat An Najm ayat 12, terdapat kata “Yaro” dalam bahasa Arab yang artinya “menyaksikan langsung”. Berbeda dengan kata “Syahida”, yang berarti menyaksikan tapi tidak musti secara langsung. Allah memperlihatkan sebagian tanda-tanda kebesaran-Nya itu secara langsung, karena pada saat itu dakwah Nabi sedang pada masa sulit, penuh duka cita. Oleh karena itulah pada peristiwa tersebut Nabi Muhammad juga dipertemukan dengan Nabi-nabi sebelumnya, agar Muhammad SAW juga bisa melihat bahwa Nabi yang sebelumnya pun mengalami masa-masa sulit, sehingga Nabi SAW bertambah motivasi dan semangatnya. Hal ini juga merupakan pelajaran bagi kita yang mengaku sebagai da’i, bahwa dalam kesulitan dakwah itu bukan berarti Allah tidak mendengar.Perintah ShalatPada Isra’ Mi’raj, Allah SWT memberikan perintah shalat wajib. Dan shalat Subuh adalah shalat yang pertama kali diperintahkan. Karena peristiwa Isra’ Mi’raj sendiri terjadi pada saat malam hari. Subuhnya Rasulullah sudah tiba kembali di tempat semula. Mungkin ini juga hikmah bagi kita semua, karena shalat Subuh adalah shalat yang sulit untuk di laksanakan, di mana pada saat itu banyak manusia yang masih terlelap dalam tidurnya. Sebelum diperintahkannya shalat wajib 5 waktu ini, Rasulullah melaksanakan shalat sebagaimana Nabi Ibrahim.Kita tidak hanya diperintahkan untuk mengerjakan shalat, tetapi juga menegakkan shalat. Shalat bukan segala-galanya, tapi segala-galanya berawal dari shalat, demikian kata seorang ustadz.Demikianlah beberapa pelajaran yang bisa kita ambil dari peristiwa Isra’ Mi’raj. Semoga semakin menambah keimanan kita kepada Allah, kitab-Nya, Nabi-nabi-Nya, para malaikat-Nya, Hari Akhir, serta Qadha dan Qadar-Nya. []

Sejarah Peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW*sumber http://www.kumpulansejarah.com/2013/06/sejarah-peristiwa-isra-miraj-nabi.htmlSebagai umat Islam kita dianjurkan untuk memperingati, mengenang, dan mengagungkan suatu peristiwa yang teramat bersejarah sepanjang peradaban kehidupan manusia yaitu peristiwa di Isra’ Mi’rajkannya junjungan kita baginda Muhammad SAW. Apa itu Isra’ Mi’raj ? Apa yang terjadi pada Nabi Muhammad SAW dalam peristiwa Isra’ Mi’raj tersebut ? Hikmah apa yang terkandung dalam Isra’ Mi’raj ? Untuk itu pada kesempatan kali Kumpulan Sejarah akan mengupas tuntas mengenai hal tersebut.

Pengertian Isra’ Mi’rajIsra Mi’raj adalah dua bagian dari perjalanan yang dilakukan oleh Muhammad dalam waktu satu malam saja. Kejadian ini merupakan salah satu peristiwa penting bagi umat Islam, karena pada peristiwa ini Nabi Muhammad SAW mendapat perintah untuk menunaikan shalat lima waktu sehari semalam.Isra Mi’raj terjadi pada periode akhir kenabian di Makkah sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah. Menurut al-Maududi dan mayoritas ulama, Isra Mi’raj terjadi pada tahun pertama sebelum hijrah, yaitu antara tahun 620-621 M. Menurut al-Allamah al-Manshurfuri, Isra Mi’raj terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke-10 kenabian, dan inilah yang populer. Namun demikian, Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri menolak pendapat tersebut dengan alasan karena Khadijah radhiyallahu anha meninggal pada bulan Ramadan tahun ke-10 kenabian, yaitu 2 bulan setelah bulan Rajab. Dan saat itu belum ada kewajiban salat lima waktu. Al-Mubarakfuri menyebutkan 6 pendapat tentang waktu kejadian Isra Mi’raj. Tetapi tidak ada satupun yang pasti. Dengan demikian, tidak diketahui secara persis kapan tanggal terjadinya Isra Mi’raj.Peristiwa Isra Mi’raj terbagi dalam 2 peristiwa yang berbeda. Dalam Isra, Nabi Muhammad SAW “diberangkatkan” oleh Allah SWT dari Masjidil Haram hingga Masjidil Aqsa. Lalu dalam Mi’raj Nabi Muhammad SAW dinaikkan ke langit sampai ke Sidratul Muntaha yang merupakan tempat tertinggi. Di sini Beliau mendapat perintah langsung dari Allah SWT untuk menunaikan salat lima waktu.Bagi umat Islam, peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang berharga, karena ketika inilah salat lima waktu diwajibkan, dan tidak ada Nabi lain yang mendapat perjalanan sampai ke Sidratul Muntaha seperti ini. Walaupun begitu, peristiwa ini juga dikatakan memuat berbagai macam hal yang membuat Rasullullah SAW sedih.Sejarah Peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAWPada suatu malam Nabi Muhammad SAW berada di Hijir Ismail dekat Ka‟bah al Musyarrofah, saat itu beliau berbaring diantara paman beliau, Sayyiduna Hamzah dan sepupu beliau, Sayyiduna Jakfar bin Abi Thalib, tiba-tiba Malaikat Jibril, Mikail dan Israfil menghampiri beliau lalu membawa beliau ke arah sumur zamzam, setibanya di sana kemudian mereka merebahkan tubuh Rasulullah untuk dibelah dada beliau oleh Jibril AS.Dalam riwayat lain disebutkan suatu malam terbuka atap rumah Beliau saw, kemudian turun Jibril AS, lalu Jibril membelah dada beliau yang mulya sampai di bawah perut beliau, lalu Jibril berkata kepada Mikail: “Datangkan kepadaku nampan dengan air zam-zam agar aku bersihkan hatinya dan aku lapangkan dadanya”. Dan perlu diketahui bahwa penyucian ini bukan berarti hati Nabi kotor, tidak, justru Nabi sudah diciptakan oleh Allah dengan hati yang paling suci dan mulya, hal ini tidak lain untuk menambah kebersihan diatas kebersihan, kesucian diatas kesucian, dan untuk lebih memantapkan dan menguatkan hati beliau, karena akan melakukan suatu perjalanan maha dahsyat dan penuh hikmah serta sebagai kesiapan untuk berjumpa dengan Allah SWT. Kemudian Jibril AS mengeluarkan hati beliau yang mulya lalu menyucinya tiga kali, kemudian didatangkan satu nampan emas dipenuhi hikmah dan keimanan, kemudian dituangkan ke dalam hati beliau, maka penuhlah hati itu dengan kesabaran, keyakinan, ilmu dan kepasrahan penuh kepada Allah, lalu ditutup kembali oleh Jibril AS.Setelah itu disiapkan untuk Baginda Rasulullah binatang Buroq lengkap dengan pelana dan kendalinya, binatang ini berwarna putih, lebih besar dari himar lebih rendah dari baghal, dia letakkan telapak kakinya sejauh pandangan matanya, panjang kedua telinganya, jika turun dia mengangkat kedua kaki depannya, diciptakan dengan dua sayap pada sisi pahanya untuk membantu kecepatannya. Saat hendak menaikinya, Nabi Muhammad merasa kesulitan, maka meletakkan tangannya pada wajah buroq sembari berkata: “Wahai buroq, tidakkah kamu merasa malu, demi Allah tidak ada Makhluk Allah yang menaikimu yang lebih mulya daripada dia (Rasulullah)”, mendengar ini buroq merasa malu sehingga sekujur tubuhnya berkeringat, setelah tenang, naiklah Rasulullah keatas punggungnya, dan sebelum beliau banyak Anbiya‟ yang menaiki buroq ini.Dalam perjalanan, Jibril menemani disebelah kanan beliau, sedangkan Mikail di sebelah kiri, menurut riwayat Ibnu Sa‟ad, Jibril memegang sanggurdi pelana buroq, sedang Mikail memegang tali kendali. (Mereka terus melaju, mengarungi alam Allah SWT yang penuh keajaiban dan hikmah dengan Inayah dan RahmatNya), di tengah perjalanan mereka berhenti di suatu tempat yang dipenuhi pohon kurma, lantas malaikat Jibril berkata: “Turunlah disini dan sholatlah”, setelah Beliau sholat, Jibril berkata: “Tahukah anda di mana Anda sholat?”, “Tidak”, jawab beliau, Jibril berkata: “Anda telah sholat di Thoybah (Nama lain dari Madinah) dan kesana anda akan berhijrah”.Kemudian buroq berangkat kembali melanjutkan perjalanan, secepat kilat dia melangkahkan kakinya sejauh pandangan matanya, tiba-tiba Jibril berseru: “berhentilah dan turunlah anda serta sholatlah di tempat ini!”, setelah sholat dan kembali ke atas buroq, Jibril memberitahukan bahwa beliau sholat di Madyan, di sisi pohon dimana dahulu Musa bernaung dibawahnya dan beristirahat saat dikejar-kejar tentara Firaun. Dalam perjalanan selanjutnya Nabi Muhammad turun di Thur Sina‟, sebuah lembah di Syam, tempat dimana Nabi Musa berbicara dengan Allah SWT, beliau pun sholat di tempat itu. Kemudian beliau sampai di suatu daerah yang tampak kepada beliau istana-istana Syam, beliau turun dan sholat disana. Kemudian Jibril memberitahukan kepada beliau dengan berkata: “Anda telah sholat di Bait Lahm (Betlehem, Baitul Maqdis), tempat dilahirkan Nabi Isa bin Maryam”. Di Baitul-Lahmi inipun Beliau turun dan melakukan solat, kemudian perjalan diteruskan dan tidak lama sampailah ke Baitul Maqdis. Di Baitul Maqdis ternyata telah berkumpul para Nabi terdahulu, menantikan kedatangan Beliau. Di Baitul Maqdis bersolat berjama’ah dengan para Nabi terdahulu sebagai Imam solat.Seterusnya dalam perjalanan, Beliau menyaksikan dengan sekelompok manusia yang bercocok tanam dan seketika dapat di tuai (dipetik) hasilnya. Nabi pun merasa hairan lalu bertanya kepada Jibril?….Jibril menjawab: Mereka adalah

ibarat umat tuan yang suka menginfaqkan harta bendanya untuk menegakkan kalimah Allah, mensyi’arkan keagungan Allah dan beramal solih.Kemudian dalam perjalanan seterusnya Beliau mencium bau yang sangat menyusuk hidung, Beliau bertanya Jibril?…. Jibril menjawab: Ini adalah bau Masyithah (Tukang gunting di istana Fir’aun) sekeluarga yang merelakan diri mereka di ceburkan ke dalam belanga yang berisi timah mendidih oleh Fir’aun lantaran keteguhan Iman mereka kepada Allah dan tidak mengakui Fir’aun sebagai Tuhan.Selanjutnya dalam perjalanan itu Beliau melihat segulongan manusia yang memukul-mukul kepalanya sendiri sehingga hancur luluh, akan tetapi sekejap kemudian kepalanya utuh kembali, lalu dihancurkan semula, demikianlah seterusnya. Nabi s.a.w lalu bertanya kepada Jibril?.. Jibril menjawab: Mereka adalah perumpamaan segulongan umat tuan yang suka melengah-lengah (mengulur-ulur) waktu solat, sampai akhirnya habis waktu yang di tentukan.Selanjutnya dalam perjalanan Beliau melihat orang-orang yang memakan kayu berduri serta batu panas yang membara dari neraka Jahannam. Lalu Beliaupun bertanya Jibril?..Jibril menjawab: Mereka adalah perumpamaan orang-orang yang tidak mau mengeluarkan zakatnya. Jelas mereka termasuk orang yang menganiaya diri sendiri.Selanjutnya dalam perjalanan Nabi s.a.w melihat segolongan manusia yang masing-masingnya menghadapi dua buah mangkok, mangkok yang satu berisi daging yang sudah dimasak dan yang satunya lagi berisi daging mentah. Akan tetapi anehnya mereka lebih suka memakan daging yang mentah. Bertanya Nabi s.a.w kepada Jibril?..Jibril menjawab: Mereka adalah gambaran diantara umat yang senang berbuat zina. Mereka sebenarnya telah mempunyai isteri yang sah, akan tetapi mereka senang melepaskan nafsu syahwatnya dengan perempuan lain yani berzina. Demikianlah pula yang perempuan melacurkan dirinya.Selanjutnya dalam perjalanan Nabi s.a.w menyaksikan pula ada kayu yang berduri melintang di tengah jalan. Sesiapa yang melaluinya pasti akan ditarik dan dikaitnya sehingga pakaian akan koyak. Nabi s.a.w bertanya kepada Jibril?…Dijawab oleh Jibril: Itulah suatu perumpamaan dari golongan umat yang suka membuat kekacauan dan suka duduk-duduk ditepi jalan, sehingga menggangu orang-orang yang melewati jalan itu.Selanjutnya Nabi s.a.w menyaksikan orang-orang yang berenang dalam sungai darah, lalu mereka di lempari dengan batu, akan tetapi kemudian batu-batu itu mereka makan. Nabi s.a.w bertanya kepada Jibril?..Dijawab oleh Jibril: Mereka perumpamaan segolongan manusia yang suka memakan riba dan duit haram.Tidak lama kemudian Nabi s.a.w menyaksikan seorang lelaki yang memikul beban (kayu), tetapi tidak kuat berjalan, anehnya beban itu semakin bertambah dan begitulah seterusnya sehingga orang itu kepayahan dan terseksa. Nabi s.a.w bertanya kepada Jibril?..Jawab Jibril: Dialah gambaran orang yang suka menerima amanat orang lain tetapi tidak mau menunaikan (menyampaikannya) kepada yang berhak.Selanjutnya dalam perjalanan itu Nabi menyaksikan orang-orang yang memotong lidah dan bibirnya dengan gunting besi, seketika itu utuh kembali, namun segera pula di gunting lagi, begitulah seterusnya, sehingga mereka merasa penderitaan yang amat berat. Nabi s.a.w. bertanya kepada Jibril?..Jibril menjawab: Mereka adalah perumpamaan dari golongan manusia yang suka memberi nasihat kepada orang lain untuk membuat baik, tetapi ia sendiri tidak pernah melakukan kebaikan seperti yang di nasihatkan kepada orang lain.Selanjutnya Nabi s.a.w menyaksikan manusia yang tengah mencakar-cakar wajahnya dan dadanya dengan kukunya sendiri yang telah berubah menjadi kuku tembaga. Nabi s.a.w bertanya kepada Jibril? Jawab Jibril: Mereka adalah perumpamaan orang-orang yang suka menceritakan keaibpan (keburukan), rahsia, kecacatan dan kejelekan orang lain, dengan membesar-besarkannya kepada orang lain.Selanjutnya Nabi s.a.w menyaksikan sekelompok manusia yang mempunyai bibir seperti unta, lalu disuapkan bara kedalam mulutnya. Ini adalah contoh bagi mereka yang memakan harta anak yatim dengan jalan salah.Selanjutnya Nabi s.a.w menyaksikan saekor lembu besar keluar dari lubang yang sangat sempit lalu ia berusaha untuk memasukinya kembali tetapi tidak berjaya. Itu adalah contoh bagi mereka yang bercakap besar dan dusta, lalu ia ingin menarik kembali percakapannya itu tetapi tidak berpeluang lagi.Menyaksikan sekelompok wanita yang di gantung buah dadanya sambil mereka menjerit-jerit meminta pertolongan. Ini adalah gambaran wanita yang menyusukan anak mereka hasil dari berzina dengan lelaki yang bukan suaminya.Menyaksikan sekelompok wanita yang di gantung rambutnya diatas api neraka sehingga mendidih otak di kepalanya. Ini adalah gambaran balasan kerana mereka tidak mahu menutup aurat di kepala dari di pandang lelaki yang bukan mahramnya.Menyaksikan sekelompok wanita yang digantung lidahnya diatas api neraka lalu dituangkan air panas ke dalam mulutnya. Ini adalah gambaran balasan kerana mereka selalu menyakiti hati suaminya dan bercakap dengan suara yang kasar serta tinggi.Itulah sebahagian riwayat-riwayat yang sering kita temui dalam kitab-kitab kisah Isra’ Mi’raj yang meskipun oleh para Ilmu Agama dikatakan bersumber dari keterangan yang lemah, namun yang jelas isinya merupakan peringatan untuk kita berhati-hati di dalam kehidupan dunia.PERJALANAN NABI S.A.W DARI MASJIDIL AQSHA KE SIDRATIL MUNTAHASelanjutnya Malaikat Jibril menyediakan tangga Mi’raj yang diambil dari syurga. tangga Mi’raj itu di perbuat daripada emas dan perak berlapis mutiara. Melalui tangga inilah dengan berkendaraan Buraq Nabi SAW, bersama Malaikat Jibril lalu naik ke langit pertama yaitu langit dunia.Ketika Jibril a.s meminta agar dibukakan pintu, kedengaran suara bertanya: Siapakah engkau? Dijawabnya: Jibril. Jibril a.s ditanya lagi: Siapakah bersamamu? Jibril a.s menjawab: Nabi Muhammad s.a.w. Jibril a.s ditanya lagi: Adakah Nabi Muhammad s.a.w telah diutuskan? Jibril a.s menjawab: Ya, Beliau telah diutuskan. Kemudian pintu langit pun dibuka, Nabi Muhammad s.a.w bersama Jibril segera masuk ke langit pertama.DI LANGIT PERTAMADi sini Nabi Muhammad s.a.w bertemu dengan Nabi Adam a.s, bapak seluruh umat manusia. Ketika Nabi Muhammad s.a.w bertemu dengan Nabi Adam a.s, Beliau disambut serta Nabi Adam a.s, mendoakannya dengan doa kebaikan. Pertemuan Nabi Muhammad s.a.w dengan Nabi Adam a.s, di langit pertama ini sebenarnya merupakan suatu i’tibar, apabila kita berniat akan memulakan perkerjaan atau perjalanan, hendaklah terlebih dahulu kita datang kepada orang tua, yakni ayah dan ibu untuk memohon do’a restu keduanya agar perkerjaan dan perjalanan itu memperolehi

kejayaan serta mendapat keselamatan. Kemudian perjalanan di teruskan, naiklah Nabi s.a.w bersama Jibril kelangit kedua.DI LANGIT KEDUADengan iringan penghormatan serta sambutan yang baik dari penjaga langit kedua, masuklah Nabi Muhammad s.a.w, bersama Jibril. Di langit yang kedua Nabi Muhammad s.a.w bertemu dengan Nabi ‘Isa a.s dan Nabi Yahya a.s. Kedua orang Nabi ini kemudian memberikan do’a restunya untuk keselamatan Nabi Muhammad s.a.w. Kemudian naiklah Nabi Muhammad s.a.w bersama Jibril ke langit yang ke tiga.DI LANGIT KETIGASebagaimana di langit pertama dan kedua, begitu juga sampai didepan langit ketiga. Setelah selesai terjawab semua pertanyaan, di bukalah pintunya di sertai penghormatan oleh penjaga langit itu kepada Nabi Muhammad s.a.w. Di langit yang ketiga, Nabi Muhammad s.a.w bertemu dengan Nabi Yusuf a.s, yaitu seorang hamba Allah yang memperolehi kurnia kecantikan paras wajahnya. Pertemuan antara Nabi Muhammad s.a.w, dengan Nabi Yusuf a.s, di langit yang ketiga ini tidak ubahnya seperti pertemuan dua saudara. Selanjutnya Nabi s.a.w bersama Jibril naik ke langit yang ke empat.DI LANGIT KEEMPATDi sini Nabi Muhammad s.a.w bertemu dengan Nabi Idris a.s yang telah memperolehi kurnia tempat yang tinggi dari Allah s.w.t. Pertemuan ini pun tak ubahnya seperti pertemuan dua orang saudara yang telah lama berpisah. Perjalananpun di teruskan, Nabi Muhammad s.a.w bersama Jibril terus naik ke langit yang ke lima.DI LANGIT KELIMADengan iringan penghormatan serta sambutan yang baik dari penjaga langit kelima, masuklah Nabi Muhammad s.a.w, bersama Jibril. Di langit yang kelima, Nabi Muhammad s.a.w bertemu dengan Nabi Harun a.s. dengan penuh penghormatan. Pertemuan inipun tidak ubah seperti pertemuan dua orang saudara, penuh mesra dan saling hormat. Seterusnya Nabi s.a.w bersama Jibril naik ke langit yang ke enam.DI LANGIT KEENAMDi langit ke enam ini Nabi s.a.w bertemu dengan Nabi Musa a.s. Disini Nabi Muhammad s.a.w menyaksikan suatu keanehan, sebab tiba-tiba saja Nabi Musa a.s menangis tersedu-sedu. Apabila di tanyakan kepada Beliau..Beliaupun menjawab: Kerana aku tidak mengira ada seorang Nabi yang di utus Allah sesudahku, ummatnya akan lebih banyak yang masuk syurga dari ummatku. Kemudian perjalanan di teruskan ke langit ketujuh.Hadis Rasulullah s.a.w. Diriwayatkan daripada Ibnu Abbas r.a katanya: Rasulullah s.a.w telah menceritakan tentang perjalanan Israknya. Baginda bersabda: Nabi Musa a.s berkulit sawa matang dan tinggi seperti seorang lelaki dari Kabilah Syanu’ah. Manakala Nabi Isa a.s pula berbadan gempal, tingginya sederhana. Selain dari itu baginda juga menceritakan tentang Malik penjaga Neraka Jahanam dan DajjalDI LANGIT KE TUJUHDi sini Nabi Muhammad s.a.w bertemu dengan Nabi Ibrahim a.s, disaat itu Nabi Ibrahim sedang bersandar di Baitul Ma’mur. Nabi s.a.w di sambut dengan baik, penuh penghormatan seperti menyambut anak sendiri. Nabi Ibrahim a.s sempat memberikan nasihat kepada Nabi Muhammad SAW sebagai berikut: Wahai Muhammad, aku nasehatkan agar engkau menyuruh umatmu untuk memperbanyak tanaman surga. Nabi SAW bertanya: Apakah yang tuan maksud dengan tanaman surga itu?. Jawab Nabi Ibrahima a.s. Tanaman surga ialah ucapan : LAA HAULA WALAA QUWWATA ILLAA BILLAAHIL ‘ALIYYIL ‘ADZIIM atau ucapan SUBHAANALLAAHI WAL HAMDULILLAAHI WALAA ILAAHA ILLALLAAHU HUWALLAAHU AKBAR.Perlu di ketahui bahawasanya Baitul Ma’mur adalah masjid para Malaikat yang setiap harinya tidak kurang dari 70,000 malaikat masuk kedalamnya dan apabila telah keluar, tidaklah mereka mengulanginya lagi.Tidak lama kemudian Jibril menghidangkan tiga buah gelas, masing-masing berisi arak, air susu dan madu, supaya Nabi s.a.w memilihnya manakah yang lebih disukainya. Beliaupun memilih air susu, lalu di minumnya. Berkatalah Jibril: Benarlah engkau ya Muhammad. Itulah lambang kesucian engkau. Demikian malaikat Jibril mengatakan.DI SIDRATIL MUNTAHADi Sidratil Muntaha ini Nabi Muhammad s.a.w menyaksikan keindahan panorama yang tiada bandingannya dan tidak terdapat di tempat manapun apa lagi di dunia ini. Dalam satu kesempatan di Sidratul Mutaha, Nabi Muhammad s.a.w sempat melihat, rupa Malaikat Jibril yang asli. Di sebut dalam satu hadis yang di riwayat Bukhari dan Muslim bahawasanya Jibril mempunyai enam ratus sayap. Selanjutnya Nabi Muhammad s.a.w di ajak oleh Malaikat Jibril menyaksikan keindahan bengawan Al-Kautsar, sampai ke depan pintu gerbang surga kemudian Beliau masuk ke surga, di dalam surga Beliau menyaksikan hal-hal yang mengherankan, yang belum pernah Beliau saksikan sebelumnya, juga mendengar suara-suara yang belum pernah Beliau mendengarnya, bahkan apa saja yang menjadi kehendak hati seketika wujud. Kesemuanya itu disaksikan oleh Nabi s.a.w di dalam surga, bahkan Beliau sempat membaca tulisan yang terpampang di pintu surga sebagai berikut, yang artinya:SEDEKAH MEMPEROLEH PAHALA SEPULUH KALI LIPAT DAN MENGHUTANGI MEMPEROLEHI PAHALA DELAPAN BELAS KALI LIPAT.Bertanyalah Nabi s.a.w kepada Jibril: Mengapakah pahala orang yang memberi hutang lebih besar dari pada pahala orang bersedekah?. Jibril menjawab: Benar, sebab orang yang di beri sedekah terkadang masih mempunyai persediaan hidup, sedangkan orang yang berhutang sudah barang tentu dia sangat memerlukan, yakni tidak mempunyai persediaan, sedangkan ia tidak sudi berbuat meminta-minta. Untuk kesempurnaan pengetahuan Nabi s.a.w, diajak melihat keadaan melihat neraka, di sisi Beliau meyaksikan bermacam-macam penyiksaan dan sebagainya. setelah menyaksikan keadaan syurga dan neraka, kemudian Nabi s.a.w meneruskan perjalanan naik ke Sidratul Muntaha sendirian tampa ditemani oleh Malaikat Jibril, lantaran Jibril merasa berat untuk melangkah lebih tinggi lagi. Di Sidratul Muntaha Beliau mendengar suara goresan pena penulis, yaitu kalam yang menulis hukum-hukum Allah di Lauhul-Mahfuzh.Seterusnya Nabi Muhammad s.a.w diangkat naik setingkat lagi sampai ke ‘Arasy disinilah Nabi s.a.w menerima perintah solat yang wajib di laksanakan oleh Nabi s.a.w dan segenap ummatnya sebanyak lima puluh kali sehari semalam. Dan akhirnya hanya tinggal lima waktu sehari malam setelah dinasihati oleh Nabi Musa a.s dan diperkenankan oleh Allah.

Juga di ‘Arasy, Nabi Muhammad s.a.w, menerima beberapa khushushiyyah yang belum pernah diberikan kepada para Nabi terdahulu. Mengenai beberapa khushushiyyah, yang disebut antara lain sebagi berikut:Nabi s.a.w diberi oleh Allah : Surah Al-Fatihah dan akhir Surah Al-Baqarah dari ayat AAMANAR RASUULU sampai kepada firmanNya FAN SHURNAA ‘ALAL-QAUMIL KAAFIRIINA.Allah berfirman dalam surah Al-Fatihah.Yang bermaksud: Dengan nama Allah, Yang Maha Pemurah, lagi Maha Mengasihani. Segala puji tertentu bagi Allah, Tuhan yang memelihara dan mentadbirkan sekalian alam. Yang Maha Pemurah, lagi Maha Mengasihani. Yang Menguasai pemerintahan hari Pembalasan (hari Akhirat). Engkaulah sahaja (Ya Allah) Yang Kami sembah, dan kepada Engkaulah sahaja kami memohon pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus. Iaitu jalan orang-orang yang Engkau telah kurniakan nikmat kepada mereka, bukan (jalan) orang-orang yang Engkau telah murkai, dan bukan pula (jalan) orang-orang yang sesat.Allah berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 285 & 286. Yang bermaksud: Rasulullah telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, dan juga orang-orang yang beriman; semuanya beriman kepada Allah, dan Malaikat-malaikatNya, dan Kitab-kitabNya, dan Rasul-rasulNya. (Mereka berkata): “Kami tidak membedakan antara seorang dengan yang lain Rasul-rasulnya”. Mereka berkata lagi: Kami dengar dan kami taat (kami pohonkan) keampunanMu wahai Tuhan kami, dan kepadaMu jualah tempat kembali”. Allah tidak memberati seseorang melainkan apa yang terdaya olehnya. Ia mendapat pahala kebaikan yang diusahakannya, dan ia juga menanggung dosa kejahatan yang diusahakannya. (Mereka berdoa dengan berkata): “Wahai Tuhan kami! Janganlah Engkau mengirakan kami salah jika kami lupa atau kami tersalah. Wahai Tuhan kami! Janganlah Engkau bebankan kepada kami bebanan yang berat sebagaimana yang telah Engkau bebankan kepada orang-orang yang terdahulu daripada kami. Wahai Tuhan kami! Janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang kami tidak terdaya memikulnya. Dan maafkanlah kesalahan kami, serta ampunkanlah dosa kami, dan berilah rahmat kepada kami. Engkaulah Penolong kami; oleh itu, tolonglah kami untuk mencapai kemenangan terhadap kaum-kaum yang kafir”.Nabi s.a.w menerima Ilmu tentang:1. Islam2. Hijrah3. Jihad4. Sedekah5. Puasa Rammadhan6. Amal Ma’ruf7. Nahyi Mungkar8. SolatNabi Muhammad s.a.w memperolehi darjat yang tertinggi, yaitu Asma Allah di sebutkan bersamaan dengan nama Muhammad ( LAA-ILAAHA ILLALLAAHU, MUHAMMADUR-RASUULULLAAH ) di dalam azan, tasyahhud dan lain-lainnya.Nabi Muhammad s.a.w juga menerima gelar HABIBULLAH dan SAYYIDUL AWWALIINA WAL AKHIRIINA .Setelah Nabi Muhammad s.a.w melakukan tugas perjalanan Isra’ dan Mi’raj, dengan membawa perintah solat lima waktu sehari semalam, maka Beliau turun sampai ke Masjidil Haram di Mekah. Beliau datang di Mekah sebelum subuh. Keesokan harinya Beliau menceritakan peristiwa Isra’ dan Mi’raj yang dialaminya semalam kepada Abu Jahal dan segenap kaumnya. Kaum Quraisy amat gembira mendengar cerita Nabi s.a.w ini, kerana menjadikan bukti yang jelas, akan kedustaan dan kepalsuan seruan Nabi Muhammad s.a.w. Cerita ini yang menurut mereka amat berlebih-lebihan dan melampaui batas ini akan menjadi sebab yang dapat menjauhkan orang dari Nabi Muhammad s.a.w. dan orang yang masih ragu-ragu akan segera meninggalkan Nabi s.a.w dan tidak akan memikirkan lagi untuk mengikui dan menerima agamanya. Dugaan kaum Quraisy meleset, hal ini ternyata, utusan yang dikirim kaum Quraisy kepada Abu Bakar As-Shiddiq menyampaikan pertanyaan: Abu Bakar, dapatkah engkau mempercayai dan membenarkan Muhammad yang mengatakan ia baru saja pergi ke Baitul Maqdis dan dari sana ia terus naik ke langgit yg ke tujuh, lalu pada malam itu juga ia kembali ke Mekah? Pertanyaan ini dijawab oleh Abu Bakar dengan tegas. Kalau memang Beliau menyatakan demikian, benarlah ia dan pun percaya.Utusan Quraisy mengulangi pertanyaan: Apakah engkau membenarkan hai Abu Bakar?. Dengan tegas Abu Bakar menjawab: Aku membenarkan dan aku yakin dan percaya. Dengan jawaban Abu bakar yang demikian mereka kecewa dan memfitnah Nabi Muhammad s.a.w dan menuduhnya sebagai seorang pendusta, gila dan lain sebagainya. Dengan demikian kita dapat memgambil kesempulan, bahwa sejak dahulu hingga sekarang kaum muslimin telah yakin dan percaya serta beriman terhadap peristiwa Isra’ dan Mi’raj. Sebagai penutup marilah kita berdo’a semoga Allah s.w.t selalu berkati, melindungi kita dan mudah-mudahan kita senantiasa di bawah naungan keridhaan Nya.Hikmah Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAWPerintah sholat dalam perjalanan isra dan mi’raj Nabi Muhammad SAW, kemudian menjadi ibadah wajib bagi setiap umat Islam dan memiliki keistimewaan tersendiri dibandingkan ibadah-ibadah wajib lainnya. Sehingga, dalam konteks spiritual-imaniah maupun perspektif rasional-ilmiah, Isra’ Mi’raj merupakan kajian yang tak kunjung kering inspirasi dan hikmahnya bagi kehidupan umat beragama (Islam).Perintah sholat dalam perjalanan isra dan mi’raj Nabi Muhammad SAW, kemudian menjadi ibadah wajib bagi setiap umat Islam dan memiliki keistimewaan tersendiri dibandingkan ibadah-ibadah wajib lainnya. Sehingga, dalam konteks spiritual-imaniah maupun perspektif rasional-ilmiah, Isra’ Mi’raj merupakan kajian yang tak kunjung kering inspirasi dan hikmahnya bagi kehidupan umat beragama (Islam).Bersandar pada alasan inilah, Imam Al-Qusyairi yang lahir pada 376 Hijriyah, melalui buku yang berjudul asli ‘Kitab al-Mikraj’ ini, berupaya memberikan peta yang cukup komprehensif seputar kisah dan hikmah dari perjalanan agung Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW, beserta telaahnya. Dengan menggunakan sumber primer, berupa ayat-ayat Al-Quran dan hadist-hadits shahih, Imam al-Qusyairi dengan cukup gamblang menuturkan peristiwa fenomenal yang dialami Nabi itu dengan runtut.Selain itu, buku ini juga mencoba mengajak pembaca untuk menyimak dengan begitu detail dan mendalam kisah sakral Rasulullah SAW, serta rahasia di balik peristiwa luar biasa ini, termasuk mengenai mengapa mikraj di malam

hari? Mengapa harus menembus langit? Apakah Allah berada di atas? Mukjizatkah mikraj itu hingga tak bisa dialami orang lain? Ataukah ia semacam wisata ruhani Rasulullah yang patut kita teladani?Bagaimana dengan mikraj para Nabi yang lain dan para wali? Bagaimana dengan mikraj kita sebagai muslim? Serta apa hikmahnya bagi kehidupan kita? Semua dibahas secara gamblang dalam buku ini.Dalam pengertiannya, Isra’ Mi’raj merupakan perjalanan suci, dan bukan sekadar perjalanan “wisata” biasa bagi Rasul. Sehingga peristiwa ini menjadi perjalanan bersejarah yang akan menjadi titik balik dari kebangkitan dakwah Rasulullah SAW. John Renerd dalam buku ”In the Footsteps of Muhammad: Understanding the Islamic Experience,” seperti pernah dikutip Azyumardi Azra, mengatakan bahwa Isra Mi’raj adalah satu dari tiga perjalanan terpenting dalam sejarah hidup Rasulullah SAW, selain perjalanan hijrah dan Haji Wada. Isra Mi’raj, menurutnya, benar-benar merupakan perjalanan heroik dalam menempuh kesempurnaan dunia spiritual.Jika perjalanan hijrah dari Mekah ke Madinah pada 662 M menjadi permulaan dari sejarah kaum Muslimin, atau perjalanan Haji Wada yang menandai penguasaan kaum Muslimin atas kota suci Mekah, maka Isra Mi’raj menjadi puncak perjalanan seorang hamba (al-abd) menuju sang pencipta (al-Khalik). Isra Mi’raj adalah perjalanan menuju kesempurnaan ruhani (insan kamil). Sehingga, perjalanan ini menurut para sufi, adalah perjalanan meninggalkan bumi yang rendah menuju langit yang tinggi.Inilah perjalanan yang amat didambakan setiap pengamal tasawuf. Sedangkan menurut Dr Jalaluddin Rakhmat, salah satu momen penting dari peristiwa Isra Mi’raj yakni ketika Rasulullah SAW “berjumpa” dengan Allah SWT. Ketika itu, dengan penuh hormat Rasul berkata, “Attahiyatul mubaarakaatush shalawatuth thayyibatulillah”; “Segala penghormatan, kemuliaan, dan keagungan hanyalah milik Allah saja”. Allah SWT pun berfirman, “Assalamu’alaika ayyuhan nabiyu warahmatullahi wabarakaatuh”.Mendengar percakapan ini, para malaikat serentak mengumandangkan dua kalimah syahadat. Maka, dari ungkapan bersejarah inilah kemudian bacaan ini diabadikan sebagai bagian dari bacaan shalat.Selain itu, Seyyed Hossein Nasr dalam buku ‘Muhammad Kekasih Allah’ (1993) mengungkapkan bahwa pengalaman ruhani yang dialami Rasulullah SAW saat Mi’raj mencerminkan hakikat spiritual dari shalat yang di jalankan umat islam sehari-hari. Dalam artian bahwa shalat adalah mi’raj-nya orang-orang beriman. Sehingga jika kita tarik benang merahnya, ada beberapa urutan dalam perjalanan Rasulullah SAW ini.Pertama, adanya penderitaan dalam perjuangan yang disikapi dengan kesabaran yang dalam. Kedua, kesabaran yang berbuah balasan dari Allah berupa perjalanan Isra Mi’raj dan perintah shalat. Dan ketiga, shalat menjadi senjata bagi Rasulullah SAW dan kaum Muslimin untuk bangkit dan merebut kemenangan. Ketiga hal diatas telah terangkum dengan sangat indah dalam salah satu ayat Al-Quran, yang berbunyi “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk. (Yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.”Mengacu pada berbagai aspek diatas, buku setebal 178 halaman ini setidaknya sangat menarik, karena selain memberikan bingkai yang cukup lengkap tentang peristiwa Isra’ mikraj Nabi saw, tetapi juga memuat mi’rajnya beberapa Nabi yang lain serta beberapa wali. Kemudian kelebihan lain dalam buku ini adalah dipaparkan juga mengenai kisah Mikrajnya Abu Yazid al-Bisthami. Mikraj bagi ulama kenamaan ini merupakan rujukan bagi kondisi, kedudukan, dan perjalanan ruhaninya menuju Allah.Ia menggambarkan rambu-rambu jalan menuju Allah, kejujuran dan ketulusan niat menempuh perjalanan spiritual, serta keharusan melepaskan diri dari segala sesuatu selain Allah. Maka, sampai pada satu kesimpulan, bahwa jika perjalanan hijrah menjadi permulaan dari sejarah kaum Muslimin, atau perjalanan Haji Wada yang menandai penguasaan kaum Muslimin atas kota suci Mekah, maka Isra Mi’raj menjadi “puncak” perjalanan seorang hamba menuju kesempurnaan ruhani.A. Pendahuluan

Perlu diketahui bahwa Isra Miraj merupakan bukanlah peristiwa yang sama, akan tetapi terpisah menjadi peristiwa isra’ dan peristiwa mi’raj, Karena peristiwa isra bersamaan dengan mi’raj, maka kedua kata itu senantiasa digabungkan pemakaiannya menjadi Isra Mi’raj.Peristiwa Isra Mi’raj dinilai sebagai tonggak sejarah peradaban baru manusia. Kejadian itu tidak hanya menceritakan kebesaran Allah Swt. saat memperjalankan nabi-Nya dari Mekah ke Yerusalem sekaligus mengangkatnya ke atas langit dan kembali lagi ke bumi dalam satu malam, tetapi juga bagaimana Nabi Muhammad saw diperintahkan untuk menunaikan ibadah shalat lima waktu, yang sampai sekarang shalat 5 waktu adalah ibadah harian yang wajib didirikan oleh setiap umat islam.B. Pengertian Isra’ dan Mi’raj

Pengertian Isra’ Menurut Bahasa dan IstilahSecara bahasa, Pengertian isra’ adalah berjalan pada malam hari.Sedangkan Menurut Istilah Isra’ adalah perjalanan Nabi Muhammad saw. pada malam hari dari Masjid Haram ke Masjid Al-Aqsa.

Pengertian Mi’raj Menurut Bahasa dan IstilahPengertian Mi’raj Menurut bahasa adalah tangga untuk naik ke atas.Sedangkan pengertian mi’raj adalah perjalanan Nabi Muhammad saw. naik dari bumi ke langit ketujuh dan dilanjutkan ke sidratulmuntaha hingga menerima wahyu di hadirat Allah Swt.

Jadi Isra’ Mi’raj adalah perjalanan Nabi pada malam hari dari Masjid al- Haram ke Masjid al-Aqsha kemudian dilanjutkan ke Sidrat al-Muntaha guna menghadap kepada Allah swt.Israk Mikraj terjadi pada periode akhir kenabian di Makkah sebelum Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam hijrah ke Madinah. Menurut al-Maududi dan mayoritas ulama, Isra Mi’raj terjadi pada tahun pertama sebelum hijrah, yaitu antara tahun 620-621 M.Menurut al-Allamah al-Manshurfuri, Isra Mi’raj terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke-10 kenabian, dan inilah yang populer. Namun demikian, Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri menolak pendapat tersebut dengan alasan karena

Khadijah radhiyallahu anha meninggal pada bulan Ramadan tahun ke-10 kenabian, yaitu 2 bulan setelah bulan Rajab. Dan saat itu belum ada kewajiban salat lima waktu. Al-Mubarakfuri menyebutkan 6 pendapat tentang waktu kejadian Isra Mikraj. Tetapi tidak ada satupun yang pasti.Dengan demikian, tidak diketahui secara persis kapan tanggal terjadinya Isra Mi’raj.C. Dalil Peristiwa Isra’ Mi’raj

باركنا الذي األقصى المسجد إلى الحرام المسجد من ليال بعبده أسرى الذي سبحان ميع هو إنه آياتنا من لنريه حوله البصير الس

Artinya: Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda

(kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (QS Al-Isra’ 17:1)“Dan Sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain. (yaitu) di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal. (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya Dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.” (QS. An-Najm: 13-18)D. Sejarah dan Kisah Perjalanan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAWPerjalanan dimulai Rasulullah mengendarai buraq bersama Jibril. Jibril berkata, “turunlah dan kerjakan shalat”.Rasulullahpun turun. Jibril berkata, “dimanakah engkau sekarang ?”“tidak tahu”, kata Rasul.“Engkau berada di Madinah, disanalah engkau akan berhijrah “, kata Jibril.Perjalanan dilanjutkan ke Syajar Musa (Masyan) tempat penghentian Nabi Musa ketika lari dari Mesir, kemudian kembali ke Tunisia tempat Nabi Musa menerima wahyu, lalu ke Baitullhmi (Betlehem) tempat kelahiran Nabi Isa AS, dan diteruskan ke Masjidil Aqsha di Yerussalem sebagai kiblat nabi-nabi terdahulu.Jibril menurunkan Rasulullah dan menambatkan kendaraannya. Setelah rasul memasuki masjid ternyata telah menunggu Para nabi dan rasul. Rasul bertanya : “Siapakah mereka ?”“Saudaramu para Nabi dan Rasul”.Kemudian Jibril membimbing Rasul kesebuah batu besar, tiba-tiba Rasul melihat tangga yang sangat indah, pangkalnya di Maqdis dan ujungnya menyentuh langit. Kemudian Rasulullah bersama Jibril naik tangga itu menuju kelangit tujuh dan ke Sidratul Muntaha.“Dan sesungguhnya nabi Muhammad telah melihatJibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, yaitu di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratull Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dariyang dilihatnya itu dan tidakpula melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.” (QS. An-Najm : 13 – 18).Selanjutnya Rasulullah melanjutkan perjalanan menghadap Allah tanpa ditemani Jibril Rasulullah membaca yang artinya : “Segala penghormatan adalah milikAllah, segala Rahmat dan kebaikan“.Allah berfirman yang artinya: “Keselamatan bagimu wahai seorang nabi, Rahmat dan berkahnya“.Rasul membaca lagi yang artinya: “Keselamatan semoga bagi kami dan hamba-hamba Allah yang sholeh. Rasulullah dan ummatnya menerima perintah ibadah shalat“.Berfirman Allah SWT : “Hai Muhammad Aku mengambilmu sebagai kekasih sebagaimana Aku telah mengambil Ibrahim sebagai kesayanagan dan Akupun memberi firman kepadamu seperti firman kepada Musa Akupun menjadikan ummatmu sebagai umat yang terbaik yang pernah dikeluarkan pada manusia, dan Akupun menjadikan mereka sebagai umat wasath (adil dan pilihan), Maka ambillah apa yang aku berikan kepadamu dan jadilah engkau termasuk orang-orang yang bersyukur“.“Kembalilah kepada umatmu dan sampaikanlah kepada mereka dari Ku”.Kemudian Rasul turun ke Sidratul Muntaha.Jibril berkata : “Allah telah memberikan kehormatan kepadamu dengan penghormatan yang tidak pernah diberikan kepada seorangpun dari makhluk Nya baik malaikat yang terdekat maupun nabi yang diutus. Dan Dia telah membuatmu sampai suatu kedudukan yang tak seorangpun dari penghuni langit maupun penghuni bumi dapat mencapainya. Berbahagialah engkau dengan penghormatan yang diberikan Allah kepadamu berupa kedudukan tinggi dan kemuliaan yang tiada bandingnya. Ambillah kedudukan tersebut dengan bersyukur kepadanya karena Allah Tuhan pemberi nikmat yang menyukai orang-orang yang bersyukur”.Lalu Rasul memuji Allah atas semua itu.Kemudian Jibril berkata : “Berangkatlah ke surga agar aku perlihatkan kepadamu apa yang menjadi milikmu disana sehingga engkau lebih zuhud disamping zuhudmu yang telah ada, dan sampai lah disurga dengan Allah SWT. Tidak ada sebuah tempat pun aku biarkan terlewatkan”. Rasul melihat gedung-gedung dari intan mutiara dan sejenisnya, Rasul juga melihat pohon-pohon dari emas. Rasul melihat disurga apa yang mata belum pernah melihat, telingan belum pernah mendengar dan tidak terlintas dihati manusia semuanya masih kosong dan disediakan hanya pemiliknya dari kekasih Allah ini yang dapat melihatnya. Semua itu membuat Rasul kagum untuk seperti inilah mestinya manusia beramal. Kemudian Rasul diperlihatkan neraka sehingga rasul dapat melihat belenggu-belenggu dan rantai-rantainya selanjutnya Rasulullah turun ke bumi dan kembali ke masjidil haram menjelang subuh.Mendapat Perintah Shalat 5 waktuAgaknya yang lebih wajar untuk dipertanyakan, bukannya bagaimana Isra’ Mi’raj, tetapi mengapa Isra’ Mi’raj terjadi ? Jawaban pertanyaan ini sebagaimana kita lihat pada ayat 78 surat al-lsra’, Mi’raj itu untuk menerima mandat melaksanakan shalat Lima waktu. Jadi, shalat inilah yang menjadi inti peristiwa Isra’Mi’raj tersebut.Shalat merupakan media untuk mencapai kesalehan spiritual individual hubungannya dengan Allah. Shalat juga menjadi sarana untuk menjadi keseimbangan tatanan masyarakat yang egaliter, beradab, dan penuh kedamaian. Makanya tidak berlebihan apabila Alexis Carrel menyatakan : “Apabila pengabdian, sholat dan do’a yang tulus kepada Sang Maha pencipta disingkirkan dari tengah kehidupan bermasyarakat, hal itu berarti kita telah menandatangani kontrak bagi kehancuran masyarakat tersebut“. Perlu diketahui bahwa A. Carrel bukanlah orang yang memiliki latar

belakang pendidikan agama, tetapi dia adalah seorang dokter dan pakar Humaniora yang telah dua kali menerima nobel atas hasil penelitiannya terhadap jantung burung gereja dan pencangkokannya. Tanpa pendapat Carrel pun, Al – Qur’an 15 abad yang lalu telah menyatakan bahwa shalat yang dilakukan dengan khusu’ akan bisa mencegah perbuatan keji dan mungkar, sehingga tercipta tatanan masyarakat yang harmonis, egaliter, dan beretika.E. Peristiwa-Peristiwa Yang Terjadi Ketika Isra’ Mi’rajAda beberapa peristiwa yang melingkupi Isra Mi’raj itu, selain hanya sekadar perjalanan dari Mekah ke Yerusalem dilanjutkan ke langit dengankendaraan Buraq, tetapi tidak banyak orang yang mengetahuinya, yaitu:

Pembelahan dada Nabi Muhammad saw. yang kemudian disucikan dengan air zamzam oleh Malaikat Jibril di samping Ka’bah sebelum berangkat ke Yerussalem.

Nabi Muhammad saw. menjadi imam atas nabi-nabi terdahulu ketika shalat sunnah dua rakaat di Masjid Al-Aqsa.

Malaikat Jibril datang membawa dua gelas minuman yang berisi susu dan arak. Nabi Muhammad saw. memilih susu yang mengisyaratkan bahwa umat Islam tidak akan tersesat.

Di langit pertama, Nabi Muhammad saw. bertemu Nabi Adam as.Dilangit kedua bertemu Nabi Isa as dan Nabi Yahya as.Di langit ketiga bertemu Nabi Yusuf as.Di langit keempat bertemu Nabi Idris as.Di langit kelima bertemu Nabi Harun as.Di langit keenam bertemu Nabi Musa as.Dan di langit ketujuh bertemu Nabi Ibrahim as.

Saat mendapatkan perintah shalat, Nabi Muhammad saw. selalu berdiskusi dengan Nabi Musa as di langit keenam tentang bilangan shalat dalam sehari.

F. Hikmah Isra Mi’raj Nabi Besar Muhammad SAWPerintah sholat dalam perjalanan isra dan mi’raj Nabi Muhammad SAW, kemudian menjadi ibadah wajib bagi setiap umat Islam dan memiliki keistimewaan tersendiri dibandingkan ibadah-ibadah wajib lainnya. Sehingga, dalam konteks spiritual-imaniah maupun perspektif rasional-ilmiah, Isra’ Mi’raj merupakan kajian yang tak kunjung kering inspirasi dan hikmahnya bagi kehidupan umat beragama (Islam).Bersandar pada alasan inilah, Imam Al-Qusyairi yang lahir pada 376 Hijriyah, melalui buku yang berjudul asli ‘Kitab al-Mikraj’ ini, berupaya memberikan peta yang cukup komprehensif seputar kisah dan hikmah dari perjalanan agung Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW, beserta telaahnya. Dengan menggunakan sumber primer, berupa ayat-ayat Al-Quran dan hadist-hadits shahih, Imam al-Qusyairi dengan cukup gamblang menuturkan peristiwa fenomenal yang dialami Nabi itu dengan runtut.Selain itu, buku ini juga mencoba mengajak pembaca untuk menyimak dengan begitu detail dan mendalam kisah sakral Rasulullah SAW, serta rahasia di balik peristiwa luar biasa ini, termasuk mengenai mengapa mikraj di malam hari? Mengapa harus menembus langit? Apakah Allah berada di atas? Mukjizatkah mikraj itu hingga tak bisa dialami orang lain? Ataukah ia semacam wisata ruhani Rasulullah yang patut kita teladani?Bagaimana dengan mikraj para Nabi yang lain dan para wali? Bagaimana dengan mikraj kita sebagai muslim? Serta apa hikmahnya bagi kehidupan kita? Semua dibahas secara gamblang dalam buku ini.Dalam pengertiannya, Isra’ Mi’raj merupakan perjalanan suci, dan bukan sekadar perjalanan “wisata” biasa bagi Rasul. Sehingga peristiwa ini menjadi perjalanan bersejarah yang akan menjadi titik balik dari kebangkitan dakwah Rasulullah SAW. John Renerd dalam buku ”In the Footsteps of Muhammad: Understanding the Islamic Experience,” seperti pernah dikutip Azyumardi Azra, mengatakan bahwa Isra Mi’raj adalah satu dari tiga perjalanan terpenting dalam sejarah hidup Rasulullah SAW, selain perjalanan hijrah dan Haji Wada. Isra Mi’raj, menurutnya, benar-benar merupakan perjalanan heroik dalam menempuh kesempurnaan dunia spiritual.Jika perjalanan hijrah dari Mekah ke Madinah pada 662 M menjadi permulaan dari sejarah kaum Muslimin, atau perjalanan Haji Wada yang menandai penguasaan kaum Muslimin atas kota suci Mekah, maka Isra Mi’raj menjadi puncak perjalanan seorang hamba (al-abd) menuju sang pencipta (al-Khalik). Isra Mi’raj adalah perjalanan menuju kesempurnaan ruhani (insan kamil). Sehingga, perjalanan ini menurut para sufi, adalah perjalanan meninggalkan bumi yang rendah menuju langit yang tinggi.Inilah perjalanan yang amat didambakan setiap pengamal tasawuf. Sedangkan menurut Dr Jalaluddin Rakhmat, salah satu momen penting dari peristiwa Isra Mi’raj yakni ketika Rasulullah SAW “berjumpa” dengan Allah SWT. Ketika itu, dengan penuh hormat Rasul berkata, “Attahiyatul mubaarakaatush shalawatuth thayyibatulillah”; “Segala penghormatan, kemuliaan, dan keagungan hanyalah milik Allah saja”. Allah SWT pun berfirman, “Assalamu’alaika ayyuhan nabiyu warahmatullahi wabarakaatuh”.Mendengar percakapan ini, para malaikat serentak mengumandangkan dua kalimah syahadat. Maka, dari ungkapan bersejarah inilah kemudian bacaan ini diabadikan sebagai bagian dari bacaan shalat.Selain itu, Seyyed Hossein Nasr dalam buku ‘Muhammad Kekasih Allah’ (1993) mengungkapkan bahwa pengalaman ruhani yang dialami Rasulullah SAW saat Mi’raj mencerminkan hakikat spiritual dari shalat yang di jalankan umat islam sehari-hari. Dalam artian bahwa shalat adalah mi’raj-nya orang-orang beriman. Sehingga jika kita tarik benang merahnya, ada beberapa urutan dalam perjalanan Rasulullah SAW ini.Pertama, adanya penderitaan dalam perjuangan yang disikapi dengan kesabaran yang dalam. Kedua, kesabaran yang berbuah balasan dari Allah berupa perjalanan Isra Mi’raj dan perintah shalat. Dan ketiga, shalat menjadi senjata bagi Rasulullah SAW dan kaum Muslimin untuk bangkit dan merebut kemenangan. Ketiga hal diatas telah terangkum dengan sangat indah dalam salah satu ayat Al-Quran, yang berbunyi “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk. (Yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.”Mengacu pada berbagai aspek diatas, buku setebal 178 halaman ini setidaknya sangat menarik, karena selain memberikan bingkai yang cukup lengkap tentang peristiwa Isra’ mikraj Nabi saw, tetapi juga memuat mi’rajnya beberapa Nabi yang lain serta beberapa wali. Kemudian kelebihan lain dalam buku ini adalah dipaparkan juga

mengenai kisah Mikrajnya Abu Yazid al-Bisthami. Mikraj bagi ulama kenamaan ini merupakan rujukan bagi kondisi, kedudukan, dan perjalanan ruhaninya menuju Allah.Ia menggambarkan rambu-rambu jalan menuju Allah, kejujuran dan ketulusan niat menempuh perjalanan spiritual, serta keharusan melepaskan diri dari segala sesuatu selain Allah. Maka, sampai pada satu kesimpulan, bahwa jika perjalanan hijrah menjadi permulaan dari sejarah kaum Muslimin, atau perjalanan Haji Wada yang menandai penguasaan kaum Muslimin atas kota suci Mekah, maka Isra Mi’raj menjadi “puncak” perjalanan seorang hamba menuju kesempurnaan ruhani.Demikianlah pembahasan lengkap mengenai peristiwa isra’ mi’raj Nabi Muhammad SAW. yang masuk-islam.com sajikan! semoga bermanfaat!

Sejarah Peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAWUmat Muslim di seluruh dunia mengenal yang namanya peristiwa Isra’ Mi’raj dan mereka pun memperingati peristiwa tersebut setiap tahunnya. Mengapa peristiwa ini harus diperingati oleh seluruh umat Islam di dunia? Apa hubungannya dengan Nabi Muhammad SAW? Untuk menjawab berbagai pertanyaan tersebut Kumpulan Sejarah akan membahas lebih detail dan mendalam tentang Sejarah Peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW berikut.Pengenalan Sejarah Peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAWPeristiwa Isra’ Mi’raj ini diambil dari dua buah kata yang penuh arti yaitu Isra’ yang berarti “perjalanan malam” dan Mi’raj yang berarti “naik ke langit”. Perjalanan malam yang dimaksud adalah perjalanan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa. Dari peristiwa Isra’ Mi’raj inilah umat Islam di seluruh dunia mengenal yang namanya sholat dan diwajibkan untuk melakukan sholat tersebut.Dahulu peristiwa Isra’ Mi’raj ini terjadi tepat pada tahun 621 Masehi, tepatnya pada tanggal 27 Rajab (3 tahun sebelum hijrah). Nabi Muhammad SAW waktu itu sudah berumur 51 tahun dan peristiwa Isra’ Mi’raj terjadi saat tengah malam hingga subuh waktu Mekah. Peristiwa ini terjadi karena Nabi Muhammad SAW yang sedang dalam keadaan duka. Beliau telah ditinggal mati oleh dua orang yang dia cintai yaitu Khadijah sang istri serta Abu Thalib sang paman. Saat itu beliau mengalami duka yang sangat dalam sehingga untuk menghibur Nabi Muhammad SAW, Allah SWT mengajak Nabi Muhammad SAW ke suatu perjalanan hingga sampai ke langit untuk bertemu dengan-Nya.Awal Peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAWSejarah Peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW dimulai pada tanggal 27 Rajab. Saat itu Allah SWT mengutus Malaikat Jibril a.s. untuk pergi ke syurga dan mengambil buraq. Setelah itu Malaikat jibril a.s diutus untuk pergi ke tempat Nabi Muhammad SAW. Saat itu hari sudah malam dan pada waktu Malaikat Jibril a.s. datang ke hadapan Nabi Muhammad SAW, beliau tengah tertidur. Nabi Muhammad tiba-tiba terbangun dari tidurnya karena mendengar suara dan saat beliau terbangun di hadapannya sudah berdiri tiga orang laki-laki yang rupanya adalah Malaikat Jibril dan Malaikat Mika’il, serta seorang Malaikat lain.Setelah itu, Malaikat Jibril dengan Malaikat Mika’il dan seorang Malaikat lainnya membawa beliau ke sumur Zamzam. Di sana Malaikat Jibril hendak bermaksud membersihkan hati Rasulullah dengan membasuhnya menggunakan air dari sumur Zamzam. Setelah dibasuh bersih, Malaikat Jibril membawa baskom emas dan menuangkan isinya ke dada Nabi Muhammad SAW. Baskom emas itu berisi keimanan dan juga hikmah. Nabi Muhammad SAW yang telah dibasuh hatinya dipenuhi dengan keislaman, kesabaran, ilmu, dan juga keyakinan. Bahkan di antara ke dua belikat Rasullulah telah disetempel dengan setempel kenabian.Peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW (Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsa)Dibawalah seekor buraq ke hadapan Nabi Muhammad untuk ditunggangi. Saat itu Nabi Muhammad SAW dibawa ke beberapa tempat oleh Malaikat Jibril dan di setiap tempat tersebut Rasullulah diharuskan untuk melakukan shalat sunnah 2 rakaat dan berdoa kepada Allah SWT. Selama melakukan perjalanan dengan Malaikat Jibril, Nabi Muhammad SAW diperlihatkan berbagai macam peristiwa dan pemandangan simbolik penuh arti. Setiap kali Rasullulah melihat suatu peristiwa simbolik maka Malaikat Jibril akan menerangkan arti-arti dari peristiwa-peristiwa tersebut beserta berbagai maknanya. Nabi Muhammad SAW oleh Malaikat Jibril akhirnya di bawa ke Baitul Maqdis untuk memimpin shalat berjamaah di sana beserta seluruh arwah para Nabi dan Malaikat-malaikat yang lain.Peristiwa Isra’ Mi’raj terjadi ketika Nabi Muhammad SAW diajak oleh Malaikat Jibril menaiki sebuah tangga yang sangat indah menuju surga. Selama perjalanan Nabi Muhammad SAW naik ke langit dunia dengan pemandangan-pemandangan yang belum pernah beliau lihat sebelumnya. Malaikat Jibril membawa Rasullulah sampai ke langit ke-7 dan sampailah Nabi Muhammad SAW untuk bertemu dengan Allah SWT, namun beliau harus melanjutkan perjalanan sendiri tanpa ditemani oleh Malaikat Jibril dan akhirnya beliau dapat bertemu dengan Allah SWT. Dari peristiwa-peristiwa yang dialami beliau maka Nabi Muhammad menceritakan semua peristiwa Isra’ Mi’raj yang telah dia alami ke semua orang.Berbagai Macam tempat Bersejarah Peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAWBerikut beberapa tempat-tempat Bersejarah Peristiwa Isra’ Mi’raj yang penuh arti dan makna :

1. Masjidil Haram : Di dalam Masjidil Hara mini terdapat ka’bah dan juga makam Ibrahim. Masjidil ini terletak di kota Mekah. Sebelumnya, Masjidil Hara mini hanya berupa tanah lapang dengan bangunan ka’bah tepat berada di tengah, dan di sekitarnya terdapat rumah-rumah penduduk. Kemudian umat dan penguasa muslim membangun gedung atau bangunan yang mengelilingi ka’bah tersebut.

2. Thaibah atau Madinah : Thaibah atau Tai’bah sendiri artinya adalah “Negeri Sumber Segala Pengetahuan” dan Negeri inilah kota Madinah. Di kota Madinah inilah terdapat makan Nabi Muhammad SAW. Pada jaman dahulu dan sampai sekarang tempat ini telah menjadi tempat hijrah umat Muslim seluruh dunia.

3. Thursina : Thursina atau juga dikenal dengan Gunung Sinai merupakan gunung yang ada di Mesir. Di sini adalah tempat Nabi Musa bercakap-cakap dengan Allah SWT.

4. Baitul Laham : Baitul Laham atau juga dikenal dengan nama Betlehem adalah tempat kelahiran Nabi Isa Al Masih.

5. Masjidil Aqsa : Masjidil Aqsa terletak di Baitul Maqdis atau dikenal juga dengan nama Yerusalem. Di sini terdapat Mesjid Kubatus Shakhrah dan Masjid Aqsa.

Hikmah dari Perjalanan Isra dan Mi’raj

Perjalanan isra dan mi’raj merupakan perjalanan yang penuh berkah yang menunjukkan betapa Maha Kuasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bagaimana seorang hamba –Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam-, bersama ruh dan jasadnya menempuh jarak ribuan bahkan jutaan kilometer hanya dalam satu malam saja. Dan dalam perjalanan yang sedemikian cepat tersebut, Allah kuasakan Nabi Muhammad mampu melihat keadaan sekitar yang beliau lewati, baik kejadian atau keadaan saat isra maupun mi’raj.Imam as-Suyuthi adalah di antara ulama yang menjelaskan beberapa hikmah perjalanan isra mi’raj. Beliau mengatakan tentang hikmah perjalanan isra dilakukan di malam hari karena malam hari adalah waktu yang tenang menyendiri dan waktu yang khusus. Itulah waktu shalat yang diwajibkan atas Nabi, sebagaimana dalam firman-Nya, “Berdirilah shalat di malam hari” (QS. Al-Muzammil: 2) (as-Suyuthi, al-Khasha-is an-Nabawiyah al-Kubra, Hal: 391-392).Abu Muhammad bin Abi Hamzah mengatakan, “Hikmah perjalanan isra menuju Baitul Maqdis sebelum naik ke langit adalah untuk menampakkan kebenaran terjadinya peristiwa ini dan membantah orang-orang yang ingin mendustakannya. Apabila perjalanan isra dari Mekah langsung menuju langit, maka sulit dilakukan penjelasan dan pembuktian kepada orang-orang yang mengingkari peristiwa ini. Ketika dikatakan bahwa Nabi Muhammad memulai perjalanan isra ke Baitul Maqdis, orang-orang yang hendak mengingkari pun bertanya tentang ciri-ciri Baitul Maqdis sebagaimana yang pernah mereka lihat, dan mereka pun tahu bahwa Nabi Muhammad belum pernah melihatnya. Saat Rasulullah mengabarkan ciri-cirinya, mereka sadar bahwa peristiwa isra di malam itu benar-benar terjadi. Kalau mereka membenarkan apa yang beliau katakan tentang isra konsekuensinya mereka juga harus membenarkan kabar-kabar yang datang sebelumnya (risalah kenabian). Peristiwa itu menambah iman orang-orang yang beriman dan membuat orang-orang yang celaka bertambah keras bantahannya (Ibnu Hajar, Fathul Bari, 7: 200-201).Dan termasuk hikmah perjalanan isra mi’raj Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah isyarat bagi umat Islam agar menjaga bumi al-Quds dari para penyusup dan orang-orang yang tidak senang terhadap Islam. Khususnya bagi kaum muslimin saat ini, agar tidak merasa rendah, takut, dan lemah dalam memperjuangkan al-Quds dari tangan orang-orang Yahudi (al-Buthi, Fiqh ash-Shirah an-Nabawiyah, Hal: 113)Adapun hikmah dari peristiwa mi’raj dimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memilih susu daripada khamr menunjukkan fitrah dan murninya ajaran Islam yang sesuai dengan tabiat manusia. Sedangkan peristiwa terbukanya pintu langit yang sebelumnya terkunci, lalu Jibril ‘alaihissalam meminta untuk dibukakan, yang demikian agar alam semesta mengetahui bahwa sebelum kedatangan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam hal ini belum pernah dilakukan. Sekiranya tidak demikian, mungkin orang akan menyangka bahwa pintu langit senantiasa terbuka. Dan Allah Ta’ala juga hendak mengabarkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dikenal oleh penduduk langit. Oleh karena itu, ketika pintu langit dibukakan, lalu Malaikat Jibril mengatakan kepada penjaga langit bahwa ia bersama Muhammad, malaikat penjaga tersebut bertanya, “Apakah dia telah diutus?” Bukan bertanya, “Siapa Muhammad?” (as-Suyuthi, al-Khasha-is an-Nabawiyah al-Kubra, 391-392).As-Suyuthi melanjutkan, hikmah beliau dipertemukan dengan Nabi Adam ‘alaihissalam pada langit pertama karena Nabi Adam adalah nabi dan manusia pertama. Di langit kedua bertemu dengan Nabi Isa ‘alaihissalam karena Nabi Isa adalah yang paling dekat masanya dengan Nabi Muhammad ‘alahima shalatu wa salam. Kemudian di langit ketiga bertemu dengan Nabi Yusuf, karena umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam akan masuk ke dalam surga dengan penampilan serupawan Nabi Yusuf. Berikutnya Nabi Idris, dikatakan bahwa beliaulah yang pertama kali diangkat ke langit sebelum Nabi Isa dan Nabi Muhammad. Kemudian bertemu dengan Nabi Harun karena dia adalah saudara Nabi Musa yang mendapinginya dalam berjuang. Setelah itu berjumpa Nabi Musa karena keutamaan beliau pernah diajak berbicara oleh Allah. Dan terakhir adalah Nabi Ibrahim karena beliau adalah bapak pilihan yakni bapak para nabi.Imam al-Qurthubi menyatakan, pengkhususkan Nabi Musa dalam peristiwa shalat. Ada yang mengatakan karena Nabi Musa adalah nabi yang paling dekat posisinya saat Nabi Muhmmad turun. Ada juga yang mengatakan umatnya lebih banyak dari umat nabi selainnya. Ada lagi yang berpendapat karena kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Musa adalah kitab yang paling mulia kedudukan dan hukum syariatnya sebelum Alquran diturunkan. Atau juga karena umat Nabi Musa dibebankan amalan shalat sebagaimana umat nabi lainnya, lalu mereka merasa berat dengan syariat tersebut, maka Nabi Musa kasihan dengan umat Nabi Muhammad. Pendapat terakhir ini dikuatkan dengan riwayat tentang perkataan Nabi Musa,

منك بالناس أعلم أنا “Saya lebih mengetahui karakter manusia dibanding Anda.”Tidak heran Alquran banyak sekali memuat kisah Nabi Musa, tujuannya adalah agar kita banyak-banyak mengambil hikmah dari perjalanan hidup beliau, perjalanan dakwahnya, dll.Pengkhususan syariat shalat melalui perjalanan mi’raj karena ketika Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam mi’raj di malam itu, para malaikat sedang beribadah. Di antara mereka ada yang berdiri dan tidak duduk, ada yang terus rukuk dan tidak sujud, ada yang terus sujud dan tidak duduk, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mengumpulkan semua ibadah ini untuk umat Nabi Muhammad. Seorang hamba menggabungkan berdiri, rukuk, sujud, dan duduk dalam satu rakaat saja (Muhammad Amin bin Ahmad Janki, ash-Shirah an-Nabawiyah min al-Fathi al-Bari, 1: 239-240).Dengan perjalanan isra mi’raj ini, Allah menginginkan agar hamba dan Rasul-Nya merasakan periode baru dalam berdakwah, sebagaimana Nabi Musa juga mengalami periode baru dengan berangkat langsung mendakwahi Firaun dan diangkatnya saudaranya Harun untuk mendampingi dakwahnya. Nabi Musa sebelum diperintahkan untuk menemui Firaun telah Allah siapkan dengan berbagai macam mukjizat dan keutamaan agar beliau siap. Allah berfirman kepada Nabi Musa,

ه فرعون إلى اذهب الكبرى آياتنا من لنريك طغى إن “untuk Kami perlihatkan kepadamu sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami yang sangat besar, Pergilah kepada Fir´aun; sesungguhnya ia telah melampaui batas.” (QS. Thaha: 23-24)Sama halnya dengan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, Allah persiapkan perjalanan dakwah beliau yang panjang dengan membawanya ke suatu fase dimana dipertemukan dengan Jibril, para nabi, surga dan neraka, agar

kesabaran beliau kian tertempa dalam menghadapi lika-liku perjalanan dakwah. Allah berfirman kepada Nabi Muhammad,

ه آيات من رأى لقد الكبرى رب “Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.” (QS. An-Najm: 18)Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam diistimewakan dengan mengimami para nabi dan dinaikkan menuju sidratul muntaha, suatu keistimewaan yang tidak didapat oleh seoranng pun selain beliau.Dan sebesar-besar hikmah dari perjalanan isra mi’raj adalah disyariatkannya shalat. Dengan melaksanankan shalat wajib tersebut seorang hamba menegakkan sebuah kewajiban ubudiyah yang mampu meredam hawa nafsu, menanamkan akhlak-akhlak mulia di dalam hati, menyucikan jiwa dari sifat penakut, pelit, keluh kesah, dan putus asa. Dengan shalat kita bisa memohon pertolongan kepada Allah dari permasalahan yang kita hadapi. Allah Ta’ala berfiman,

ها يا ذين أي ه إن والصالة بالصبر استعينوا آمنوا ال الصابرين مع الل “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 153)

ه إذا هلوعا خلق اإلنسان إن ر مس ه وإذا جزوعا الش منوعا الخير مس ين إال ذين المصل دائمون صالتهم على هم ال “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya.” (QS. Al-Ma’arij: 19-23)Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang yang senantiasa berdiri (shalat) bermunajat kepada Rabbnya, sampai-sampai beliau menemukan kenikmatan dalam mengerjakan shalat. Beliau bersabda,

ة وجعلت الصالة في عيني قر “Dan dijadikan penyejuk hatiku di dalam shalat.”Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang bersemangat dalam mengerjakan shalat dan tidak lalai dalam mengerjakannya. Semoga shalat menjadi penyejuk hati kita dan jalan untuk mendekatkan diri kepada Rabb kita. Amin..

Setetes Hikmah dari Perjalanan Isra Mi'raj Nabi Muhammad Saw

Ada beberapa hikmah dari peristiwa Isra Mi'raj: 1. Adanya penderitaan dalam perjuangan yang disikapi dengan kesabaran yang dalam. 2. Kesabaran yang berbuah balasan dari Allah berupa perjalanan Isra Mi'raj dan perintah salat. 3. Salat menjadi senjata bagi Rasulullah SAW dan kaum Muslimin untuk bangkit dan merebut kemenangan.

Jakarta, Aktual.co — Dalam sejarah umat Islam, peristiwa Isra Mi'raj Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil Aqsa di Palestina merupakan sebuah peristiwa yang sangat fenomenal. Ini dikarenakan, saat peristiwa tersebut Nabi Muhammad SAW memperoleh perintah ibadah wajib, yaitu salat lima waktu yang langsung diperintahkan dari Allah SWT.

Dan, perintah salat ini menjadi suatu ibadah wajib bagi setiap umat Islam serta memiliki keistimewaan tersendiri, jika dibandingkan ibadah-ibadah wajib lainnya. Sehingga, dalam konteks spiritual-imaniah maupun perspektif rasional-ilmiah, Isra’ Mi’raj merupakan kajian yang tak kunjung kering inspirasi dan hikmahnya bagi kehidupan umat beragama (Islam).

Imam Al-Qusyairi yang lahir pada 376 Hijriyah, melalui buku yang berjudul asli ‘Kitab al-Mikraj’ ini, berupaya memberikan peta yang cukup komprehensif seputar kisah dan hikmah dari perjalanan agung Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW, beserta telaahnya. Dengan menggunakan sumber primer, berupa ayat-ayat Al-Quran dan hadist-hadits shahih, Imam al-Qusyairi dengan cukup gamblang menuturkan peristiwa fenomenal yang dialami Nabi itu dengan runtut.

Dalam pengertiannya, Isra’ Mi'raj merupakan perjalanan suci, dan bukan sekadar perjalanan "wisata" biasa bagi Rasul. Sehingga peristiwa ini menjadi perjalanan bersejarah yang akan menjadi titik balik dari kebangkitan dakwah Rasulullah SAW. John Renerd dalam buku ”In the Footsteps of Muhammad: Understanding the Islamic Experience,” seperti pernah dikutip Azyumardi Azra, mengatakan bahwa Isra Mi'raj adalah satu dari tiga perjalanan terpenting dalam sejarah hidup Rasulullah SAW, selain perjalanan hijrah dan Haji Wada. Isra Mi'raj, menurutnya, benar-benar merupakan perjalanan heroik dalam menempuh kesempurnaan dunia spiritual.

Jika perjalanan hijrah dari Mekah ke Madinah pada 662 M menjadi permulaan dari sejarah kaum Muslimin, atau perjalanan Haji Wada yang menandai penguasaan kaum Muslimin atas kota suci Mekah, maka Isra Mi'raj menjadi puncak perjalanan seorang hamba (al-abd) menuju sang pencipta (al-Khalik). Isra Mi'raj adalah perjalanan menuju kesempurnaan rohani (insan kamil). Sehingga, perjalanan ini menurut para sufi, adalah perjalanan meninggalkan bumi yang rendah menuju langit yang tinggi.

Inilah perjalanan yang amat didambakan setiap pengamal tasawuf. Sedangkan menurut Dr Jalaluddin Rakhmat, salah satu momen penting dari peristiwa Isra Mi'raj yakni ketika Rasulullah SAW "berjumpa" dengan Allah SWT. Ketika itu, dengan penuh hormat Rasul berkata, "Attahiyatul mubaarakaatush shalawatuth thayyibatulillah"; "Segala penghormatan, kemuliaan, dan keagungan hanyalah milik Allah saja". Allah SWT pun berfirman, "Assalamu'alaika ayyuhan nabiyu warahmatullahi wabarakaatuh".

Mendengar percakapan ini, para malaikat serentak mengumandangkan dua kalimah syahadat. Maka, dari ungkapan bersejarah inilah kemudian bacaan ini diabadikan sebagai bagian dari bacaan salat.

Selain itu, Seyyed Hossein Nasr dalam buku ‘Muhammad Kekasih Allah’ (1993) mengungkapkan bahwa pengalaman rohani yang dialami Rasulullah SAW saat Mi'raj mencerminkan hakikat spiritual dari salat yang di jalankan umat Islam sehari-hari. Dalam artian bahwa salat adalah mi'raj-nya orang-orang beriman. Sehingga jika kita tarik benang merahnya, ada beberapa urutan dalam perjalanan Rasulullah SAW ini.

Ada beberapa hikmah dari peristiwa Isra Mi'raj:1. Adanya penderitaan dalam perjuangan yang disikapi dengan kesabaran yang dalam.

2. Kesabaran yang berbuah balasan dari Allah berupa perjalanan Isra Mi'raj dan perintah salat.

3. Salat menjadi senjata bagi Rasulullah SAW dan kaum Muslimin untuk bangkit dan merebut kemenangan.

Ketiga hal diatas telah terangkum dengan sangat indah dalam salah satu ayat Al-Quran, yang berbunyi "Jadikanlah sabar dan salat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk. (Yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya."

Mengacu pada berbagai aspek diatas, buku setebal 178 halaman ini setidaknya sangat menarik, karena selain memberikan bingkai yang cukup lengkap tentang peristiwa Isra’ Mi'raj Nabi saw, tetapi juga memuat mi’rajnya beberapa Nabi yang lain serta beberapa wali. Kemudian kelebihan lain dalam buku ini adalah dipaparkan juga mengenai kisah Mi'rajnya Abu Yazid al-Bisthami. Mikraj bagi ulama kenamaan ini merupakan rujukan bagi kondisi, kedudukan, dan perjalanan ruhaninya menuju Allah.

Ia menggambarkan rambu-rambu jalan menuju Allah, kejujuran dan ketulusan niat menempuh perjalanan spiritual, serta keharusan melepaskan diri dari segala sesuatu selain Allah. Maka, sampai pada satu kesimpulan, bahwa jika perjalanan hijrah menjadi permulaan dari sejarah kaum Muslimin, atau perjalanan Haji Wada yang menandai penguasaan kaum Muslimin atas kota suci Mekah, maka Isra Mi'raj menjadi "puncak" perjalanan seorang hamba menuju kesempurnaan ruhani. Dikutip dari laman NU, Senin (26/5).Hikmah Isra Mi’raj Nabi SAWJudul : Kisah & Hikmah Mikraj RasulullahPenulis : Imam al-QusyairiPenerjemah : Dr. Abad Badruzaman, LcPenerbit : Serambi, JakartaCetakan : Pertama 2007Tebal : 187 halamanPeresensi : Lukman Santoso Az*Momentum Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad Saw dari Masjidil Haram di Mekah ke Masjidil Aqsa di Palestina kemudian naik ke Sidratul Muntaha adalah peristiwa yang sangat fenomenal dalam sejarah umat Islam. Mengapa demikian? Karena dari peristiwa inilah Nabi Muhammad SAW memperoleh perintah ibadah wajib, yakni sholat lima waktu yang langsung dari Allah SWT.Perintah sholat ini kemudian menjadi ibadah wajib bagi setiap umat Islam dan memiliki keistimewaan tersendiri dibandingkan ibadah-ibadah wajib lainnya. Sehingga, dalam konteks spiritual-imaniah maupun perspektif rasional-ilmiah, Isra’ Mi’raj merupakan kajian yang tak kunjung kering inspirasi dan hikmahnya bagi kehidupan umat beragama (Islam).Bersandar pada alasan inilah, Imam Al-Qusyairi yang lahir pada 376 Hijriyah, melalui buku yang berjudul asli ‘ Kitab al-Mikraj’ ini, berupaya memberikan peta yang cukup komprehensif seputar kisah dan hikmah dari perjalanan agung Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW, beserta telaahnya. Dengan menggunakan sumber primer, berupa ayat-ayat Al-Quran dan hadist-hadits shahih, Imam al-Qusyairi dengan cukup gamblang menuturkan peristiwa fenomenal yang dialami Nabi itu dengan runtut.Selain itu, buku ini juga mencoba mengajak pembaca untuk menyimak dengan begitu detail dan mendalam kisah sakral Rasulullah SAW, serta rahasia di balik peristiwa luar biasa ini, termasuk mengenai mengapa mikraj di malam hari? Mengapa harus menembus langit? Apakah Allah berada di atas? Mukjizatkah mikraj itu hingga tak bisa dialami orang lain? Ataukah ia semacam wisata ruhani Rasulullah yang patut kita teladani? Bagaimana dengan mikraj para Nabi yang lain dan para wali? Bagaimana dengan mikraj kita sebagai muslim? Serta apa hikmahnya bagi kehidupan kita? Semua dibahas secara gamblang dalam buku ini.Dalam pengertiannya, Isra’ Mi'raj merupakan perjalanan suci, dan bukan sekadar perjalanan "wisata" biasa bagi Rasul. Sehingga peristiwa ini menjadi perjalanan bersejarah yang akan menjadi titik balik dari kebangkitan dakwah Rasulullah SAW. John Renerd dalam buku ”In the Footsteps of Muhammad: Understanding the Islamic Experience,” seperti pernah dikutip Azyumardi Azra, mengatakan bahwa Isra Mi'raj adalah satu dari tiga perjalanan terpenting dalam sejarah hidup Rasulullah SAW, selain perjalanan hijrah dan Haji Wada. Isra Mi'raj, menurutnya, benar-benar merupakan perjalanan heroik dalam menempuh kesempurnaan dunia spiritual.Jika perjalanan hijrah dari Mekah ke Madinah pada 662 M menjadi permulaan dari sejarah kaum Muslimin, atau perjalanan Haji Wada yang menandai penguasaan kaum Muslimin atas kota suci Mekah, maka Isra Mi'raj menjadi puncak perjalanan seorang hamba (al-abd) menuju sang pencipta (al-Khalik). Isra Mi'raj adalah perjalanan menuju kesempurnaan ruhani (insan kamil). Sehingga, perjalanan ini menurut para sufi, adalah perjalanan meninggalkan bumi yang rendah menuju langit yang tinggi.

Inilah perjalanan yang amat didambakan setiap pengamal tasawuf. Sedangkan menurut Dr Jalaluddin Rakhmat, salah satu momen penting dari peristiwa Isra Mi'raj yakni ketika Rasulullah SAW "berjumpa" dengan Allah SWT. Ketika itu, dengan penuh hormat Rasul berkata, "Attahiyatul mubaarakaatush shalawatuth thayyibatulillah"; "Segala penghormatan, kemuliaan, dan keagungan hanyalah milik Allah saja". Allah SWT pun berfirman, "Assalamu'alaika ayyuhan nabiyu warahmatullahi wabarakaatuh".Mendengar percakapan ini, para malaikat serentak mengumandangkan dua kalimah syahadat. Maka, dari ungkapan bersejarah inilah kemudian bacaan ini diabadikan sebagai bagian dari bacaan shalat.Selain itu, Seyyed Hossein Nasr dalam buku ‘Muhammad Kekasih Allah’ (1993) mengungkapkan bahwa pengalaman ruhani yang dialami Rasulullah SAW saat Mi'raj mencerminkan hakikat spiritual dari shalat yang di jalankan umat islam sehari-hari. Dalam artian bahwa shalat adalah mi'raj-nya orang-orang beriman. Sehingga jika kita tarik benang merahnya, ada beberapa urutan dalam perjalanan Rasulullah SAW ini. Pertama, adanya penderitaan dalam perjuangan yang disikapi dengan kesabaran yang dalam. Kedua, kesabaran yang berbuah balasan dari Allah berupa perjalanan Isra Mi'raj dan perintah shalat. Dan ketiga, shalat menjadi senjata bagi Rasulullah SAW dan kaum Muslimin untuk bangkit dan merebut kemenangan. Ketiga hal diatas telah terangkum dengan sangat indah dalam salah satu ayat Al-Quran, yang berbunyi "Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk. (Yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya."Mengacu pada berbagai aspek diatas, buku setebal 178 halaman ini setidaknya sangat menarik, karena selain memberikan bingkai yang cukup lengkap tentang peristiwa Isra’ mikraj Nabi saw, tetapi juga memuat mi’rajnya beberapa Nabi yang lain serta beberapa wali. Kemudian kelebihan lain dalam buku ini adalah dipaparkan juga mengenai kisah Mikrajnya Abu Yazid al-Bisthami. Mikraj bagi ulama kenamaan ini merupakan rujukan bagi kondisi, kedudukan, dan perjalanan ruhaninya menuju Allah.Ia menggambarkan rambu-rambu jalan menuju Allah, kejujuran dan ketulusan niat menempuh perjalanan spiritual, serta keharusan melepaskan diri dari segala sesuatu selain Allah. Maka, sampai pada satu kesimpulan, bahwa jika perjalanan hijrah menjadi permulaan dari sejarah kaum Muslimin, atau perjalanan Haji Wada yang menandai penguasaan kaum Muslimin atas kota suci Mekah, maka Isra Mi'raj menjadi "puncak" perjalanan seorang hamba menuju kesempurnaan ruhani.*Lukman santoso Az, Penikmat Buku dan peneliti Pada Centre for Studies of Religion and State (CSRS) Yogyakarta .Hikmah Dibalik Peristiwa Isra Mi’rajSebelum mengetahui bagaimana perjalanan Isra Mi’raj, sebaiknya kita mengetahui dulu pengertian dari Isra Mi’raj. Isra’ secara bahasa berasal dari kata ‘saro’ bermakna perjalanan di malam hari. Adapun secara istilah, Isra’ adalah perjalanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama Jibril dari Mekkah ke masjidil Aqsha. Mi’raj secara bahasa adalah suatu alat yang dipakai untuk naik. Adapun secara istilah, Mi’raj bermakna tangga khusus yang digunakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk naik dari bumi menuju ke atas langit.Perjalanan Isra dimulai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan menunggang Buraq. Tidak berapa lama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menunggang Buraq, sampailah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan Jibril di suatu tempat yang banyak pohon kurmanya. Jibril menyuruh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam turun untuk melaksanakan sholat 2 rakaat dan berdoa kepada Allah di tempat ini. Ternayata, tempat pertama tersebut adalah Madinah. Malaikat Jibril menjelaskan, “Tahukah engkau bahwa engkau shalat di Thaibah (Madinah) dan disitulah engkau kelak berhijrah”.Kemudian perjalanan dilanjutkan. Di suatu tempat Jibril menyuruh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam turun untuk shalat sunnah 2 rakaat. “Inilah Thuur Sina, tempat Musa bercakap-cakap langsung dengan Tuhannya” kata Jibril. Perjalanan dilanjutkan kembali dan untuk ketiga kalinya Jibril memerintahkan untuk berhenti disuatu tempat dan menyuruh melakukan shalat sunnah 2 rakaat lagi. Setelah selesai sholat berkatalah Jibril kepada Nabi saw., “Tahukah engkau dimana engkau sholat kali ini?” Engkau sholat di Baitul Lahm, tempat Isa a.s. dilahirkan”.Kemudian melihat Ifrit dari bangsa Jin yang mengejar beliau dengan semburan api, namun Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun dapat melaluinya. Perjalanan dilanjutkan kembali, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dikejutkan dengan bau wangi yang semerbak, itulah semerbak wangi yang terpancar dari kuburan Masyithah yang teguh mempertahankan aqidahnya melawan raja fir’aun. Ketika beliau melanjutkan perjalanan, tiba-tiba seseorang memanggil beliau dari arah kanan: “Wahai Muhammad, aku meminta kepadamu agar kamu melihat aku”, tapi Rasulullah tidak memperdulikannya.Kemudian Jibril menjelaskan bahwa itu adalah panggilan Yahudi, seandainya beliau menjawab panggilan itu maka umat beliau akan menjadi Yahudi. Begitu pula beliau mendapat seruan serupa dari sebelah kirinya, yang tidak lain adalah panggilan Nashrani, namun Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menjawabnya. Selanjutnya, muncul di hadapan beliau seorang wanita dengan segala perhiasan di tangannya dan seluruh tubuhnya, dia berkata: “Wahai Muhammad lihatlah kepadaku”, tapi Rasûlullâh tidak menoleh kepadanya, Jibril berkata: “Wahai Nabi itu adalah dunia, seandainya anda menjawab panggilannya maka umatmu akan lebih memilih dunia daripada akhirat”. Demikianlah perjalanan ditempuh oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam , begitu banyak keajaiban dan hikmah yang beliau temui dalam perjalanan itu sampai akhirnya beliau berhenti di Baitul Maqdis (Masjid al-Aqsha).Lalu, perjalanan Mi’raj Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dilanjutkan ke Sidratul Muntaha. Disana, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diperintahkan untuk melaksanakan sholat fardhu sebanyak 5 kali sehari. Hal ini sebagai media komunikasi Rasul dan pengikutnya untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena, dengan menjalankan sholat pada kapan pun juga kita dapat mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan terhindar dari perbuatan keji dan mungkar. Disinilah puncak dari seluruh perjalanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.Hikmah apa yang dapat kita ambil dari peristiwa Isra Mi'raj?Jadi, riwayat mengatakan bahwa satu tahun sebelum isra Mi’raj terjadi merupakan tahun kesedihan yang dialami Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena pada tahun tersebut, beliau banyak kehilangan orang-orang yang dicintainya. Dimulai dari wafatnya paman beliau, Abi Thalib bin Muthalib, kemudian disusul istri tercinta, Siti

Khadijah, ditambah lagi perlakuan penolakan dakwah Nabi dengan dilempari dengan batu dan cemooh sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merasa tertekan dan sedih. Bisa dibilang bahwa tahun tersebut menjadi titik terendah dalam kehidupan beliau.Ada hal yang harus selalu kita ingat di dalam kehidupan kita bahwa titik terendah merupakan titik awal untuk menuju pada titik naik pada kehidupan kita. Hal ini terbukti dengan peristiwa Isra Mi’raj yang terjadi pada Rasulullah. Allah menghibur hati Rasulullah dengan memerintahkan beliau untuk menjalankan sholat 5 rakaat. Allah Subhanahu wa Ta’ala menunjukkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta umatnya bahwa untuk naik ke satu titik dalam kehidupan kita, kita harus mengalami ujian terlebih dahulu. Ketika melalui ujian itu lah kita harusnya senantiasa beriman dan bertaqwa di jalan-Nya. Karena hanya Allah lah yang menjadi tempat menyembah, meminta dan menyandarkan segala sesuatunya. Ayo kita buka lagi al-Qur'an beserta terjemahannya dan baca surat Al-Isra dan An-Najm agar biasa tahu lebih jelasnya lagi peristiwa Isra Mi'raj tersebut.

Catatan Sufistik tentang Isra’ Mi’raj

“Ketika berbicara tentang Isra’ Mi’raj, biasanya kita menyebut beberapa topik penting. Pertama, masalah shalat. Karena, menurut salah satu riwayat, shalat lima waktu ditetapkan pada waktu Rasulullah Saw Mi’raj. Kedua, Isra’ Mi’raj juga dihubungkan dengan suasana tantangan yang dihadapi Nabi Saw pada saat itu. Allah ingin memperkuat batin dan memperkokoh keimanan Nabi Saw dalam menghadapi berbagai tantangan. Ketiga, Isra’ Mi’raj juga dikaitkan dengan ukuran keimanan seseorang. Peristiwa Isra’ Mi’raj adalah peristiwa ketika iman kita diuji. Apakah keimanan kita tunduk pada akal, atau akal kita yang sepenuhnya tunduk pada wahyu.Untuk menjelaskan hal ketiga ini, beberapa orang bercerita tentang adanya 3 kelompok yang berbeda berkenaan dengan sikap mereka ketika menerima berita tentang Isra’ Mi’raj. Ketika dikabarkan bahwa Rasulullah melakukan Isra’ dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa, lalu Mi’raj sampai ke langit yang lebih tinggi kemudian kembali ke bumi dalam satu malam, kelompok pertama berkata,”Sami’na wa atha’na, Kami mendengar dan kami taat.” Kelompok ini menerima berita itu semata karena Rasulullah Saw yang mengabarkannya. Tokoh seperti itu adalah Abu Bakar Al-Shiddiq r.a. Karena itulah, ia disebut al-shiddiq, orang yang membenarkan. Kelompok kedua, begitu mendengar cerita Nabi Saw tentang Isra’ Mi’raj, langsung mendustakannya. Tokohnya adalah Abu Jahal. Adapun kelompok yang ketiga, begitu mendengar kabar ini, mereka ragu-ragu. Tokohnya adalah Abu Thalib.Ada orang yang beranggapan bahwa peristiwa Isra’ Mi’raj itu tidak boleh diterima oleh akal. Peristiwa itu ialah sesuatu yang harus diterima oleh iman, termasuk ke dalam masalah akidah. Saya ingin mempertanyakan, betulkah peristiwa Isra’ Mi’raj itu tidak masuk akal? Saya berpendapat, agama itu harus diuji oleh akal; bahkan agama itu hanya khusus untuk orang-orang yang berakal. Banyak sekali ayat-ayat Al-Qur’an yang menyebutkan hal itu. Jadi, alangkah mengherankan kalau kemudian agama tidak boleh diterima oleh akal.Berdasarkan satu hadis, saya sangat percaya bahwa agama Islam itu sangat mudah diterima oleh akal. Walaupun banyak orang yang mengatakan hadis ini dha’if, tetapi hadis ini memiliki matan yang benar. Hadis ini berbunyi : “Addinu huwal ‘aqlu la dinu liman la aqlalah; Agama itu akal, tidak beragama buat orang yang tidak menggunakan akalnya.” Jadi, dalam peristiwa Isra’ Mi’raj, kita tidak udah ragu menggunakan akal kita.Akan tetapi, akal saja tidak cukup. Kita percaya bahwa di dalam agama Islam, akal bukanlah satu-satunya cara untuk mengetahui sesuatu; paling tidak ada 3 cara. Cara yang pertama ialah dengan penginderaan, melihat sendiri. Al-Qur’an mencontohkan hal ini dengan melukiskan kaum Nabi Musa a.s yang baru percaya kalau Allah itu ada jika mereka melihat Allah secara jahratan, kasat mata. Cara yang kedua, kita bisa mengetahui adanya sesuatu lewat akal pikiran kita, walaupun indera kita tidak melihatnya. Cara yang ketiga, sebagian orang menyebutnya “mengetahui dengan rasa”. Tetapi, perasaan itu, menurut saya, sangat rendah. Jadi, sebut saja itu “mengetahui dengan kalbu”.Imam Al-Ghazali pernah bercerita,”Saya menemukan indera saya sering menipu saya. Tapi, karena saya mempunyai akal, saya yakin tidak mungkin air membengkokkan batang kayu itu. Boleh jadi suatu saat, akal saya itu salah. mesti ada satu cara lain untuk membetulkan apa yang salah menurut akal ini.”Imam Al-Ghazali mencoba mencari cara yang ketiga ini sampai beliau jatuh sakit, malah hampir-hampir gila. Tapi kemudian dia sembuh dan menemukan cara yang lain, yang disebut kalbu, melalui riyadhah dan latihan-latihan ruhaniah.Peristiwa Isra’ Mi’raj bisa kita terima dengan akal. Tetapi, tentu saja menerima dengan akal saja tidak cukup. Untuk sampai bisa menghayati betul-betul peristiwa Isra’ Mi’raj, kita harus menggunakan riyadhah.Peristiwa Isra’ Mi’raj adalah peristiwa penting dalam sejarah hidup Nabi Saw yang paling banyak dibicarakan oleh para ahli riyadhah. Menjadi pembicaraan yang panjang di kalangan ahli tasawuf, karena Mi’raj mencerminkan perjalanan seorang Sufi.Seseorang yang sedang berusaha mendekati Allah Swt, sedang merintis jalan untuk mendekati Allah Swt, disebut murid. Dalam pandangan orang Sufi yang menjadi murid, perjalanan itu adalah perjalanan meninggalkan bumi yang rendah menuju langit yang tinggi. Itulah yang disebut Mi’raj. Jadi, Mi’raj adalah perjalanan Nabi Saw meninggalkan bumi yang rendah menuju langit yang tinggi sampai pada satu tempat yang namanya Sidratul Muntaha. Dalam bahasa Arab, al-muntaha berarti tujuan akhir; maksudnya Allah Swt. Sedangkan sidrah, dalam kitab tafsir, disebut sebagai pohon*Perjalanan Rasulullah yang berangkat dari bumi yang rendah menuju Al-Muntaha adalah cerminan perjalanan hidup kita sebenarnya. Kita meninggalkan bumi yang rendah menuju tempat yang tinggi untuk menghadap Allah Swt. Untuk menggambarkan dahsyatnya perjalanan ini, orang-orang Sufi bercerita : “Ketika Rasulullah sampai di satu tempat, malaikat Jibril berkata,”Saya tidak mau ikut lagi. Kalau saya ikut, sayap saya akan terbakar. Berangkatlah engkau sendirian.”** Lalu Rasulullah Saw berangkat ke satu tempat. Di situ malaikat pun tidak ada; hanya ada Rasulullah Saw dan Allah Swt. Sebetulnya agak sulit melukiskannya itu, karena seakan-akan Allah berada di tempat itu. Kalau saya menunjukkan tempat, itu menunjuk hanya kepada Rasulullah Saw, karena Allah Swt tidak tunduk kepada ruang dan waktu. Tidak relevan menisbahkan ruang dan waktu pada Allah Swt.

Rasulullah Saw sampai pada suatu kedudukan yang malaikat muqarrabin pun tidak mencapai tempat itu. Menurut orang-orang Sufi, itulah puncak perjalanan seorang murid ketika mendekati Allah Swt. Para Sufi mengatakan, bila mereka bisa seperti Rasulullah Saw naik ke langit menuju Sidratul Muntaha, mereka tidak akan turun lagi ke bumi. Tetapi Rasulullah Saw, setelah mencapai maqam yang sangat tinggi, malah turun lagi ke bumi dan membawa satu amanah yang disampaikan kepada umatnya.Masih menurut para Sufi, sebelum sampai ke tempat itu, Rasulullah Saw menyaksikan kebesaran Allah Swt yang meliputi langit dan bumi. Dalam keadaan bergetar, Rasulullah Saw hanya sanggup mengucapkan penghormatan kepada Allah Swt dengan berkata,”Attahiyyatul mubarakatush shalawatuth thayyibatu lillah; Segala penghormatan, kemuliaan, dan keagungan kepunyaan Allah saja.” Allah Swt menjawab dengan mengatakan,”Assalamu ‘alaika ayyuhan nabiyy warahmatullahi wabarakatuh.” Bisa anda bayangkan, betapa bahagianya Rasulullah Saw mendapat salam dari Allah Swt. Tetapi karena Rasulullah Saw bukan sekadar seorang Sufi, yang sesudah Mi’raj tidak ingin kembali lagi ke bumi, ia kemudian memohonkan salam itu bukan hanya untuk dirinya. Beliau ingin menyebarkan kesejahteraan itu kepada semua hamba-hamba Allah yang shalih. Ketika menyaksikan dialog yang mengagungkan antara seorang hamba dengan Tuhannya itu, para malaikat pemikul ‘Arasy serentak mengucapkan bacaan : “Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan saya bersaksi bahwa Muhammad itu utusan Allah.”Kita pun bisa Mi’raj seperti Rasulullah Saw. Mi’raj kita adalah shalat. Rasulullah Saw bersabda,”Shalatlah kamu seperti kamu mau meninggalkan dunia ini.”–[ Dari Abu Ayub Al Anshari radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: “Seorang laki-laki menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata: “Ya Rasulullah. Berilah aku nasehat yang ringkas.” Maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:“Kalau Engkau mengerjakan shalat, maka shalatlah seperti shalatnya orang yang hendak meninggalkan (dunia). Jangan berbicara dengan satu kalimat yang esok hari kamu akan meminta udzur karena ucapan itu. Dan perbanyaklah rasa putus asa terhadap apa yang ditangan orang lain.” (Hasan; Dikeluarkan oleh Ahmad (5/412), Ibnu Majah(4171), Abu Nu’aim dalam Al Hilyah(1/462) Al Mizzi (19/347) dan Lihat Ash Shahihah (401)) ]Kalau seseorang shalatnya sudah merasa seperti itu, dia telah melakukan Mi’raj. Seperti kata orang Sufi, “Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat Allah, melihat seluruh kebesaran-Nya dengan seluruh mata batinmu.”Itulah Mi’raj seorang mukmin. Seperti halnya Rasulullah Saw yang telah turun ke bumi lalu mendatangkan keselamatan dan rahmat kepada seluruh hamba-hamba Allah yang shalih, seorang mukmin, begitu selesai shalat, akan menjadi orang yang menyebarkan rahmatnya. Dia tidak akan tinggal di tempat Mi’rajnya; dia akan kembali ke bumi dan membentuk bumi dengan amanah yang dibawanya ketika Mi’raj, yaitu membawa keselamatan bagi seluruh alam.”–(Jalaluddin Rakhmat, dalam “Meraih Cinta Ilahi, Pencerahan Sufistik”, 2005)* Dalam kisah yang populer di kalangan Sufi, Sidrathul Muntaha digambarkan sebagai Pohon Bidara atau pohon kehidupan yang tumbuh dari langit keenam hingga ketujuh, persisi di bawah ‘Arsy-Nya.–(Candra Malik, dalam “Makrifat Cinta”, 2013)** “Rumi dalam Mastnawi-nya , menggunakan Jibril sebagai lambang akal, yang bisa membawa orang ke pintu Sang Kekasih, tetapi tidak diizinkan untuk mengalami kemanunggalan cinta : akal harus berhenti di ambang cinta, karena, seperti kata Jibril, ia harus takut jangan sampai cahaya Ilahi yang terang benderang itu membakar sayap-sayapnya.–(Annemarie Schimmel, dalam “Dan Muhammad adalah Utusan Allah, Cahaya Purnama Kekasih Tuhan”, 2012)“Bagi para pecinta, bahkan Jibril sekalipun adalah hijab.”-Yunus Emre (Divan, h.303, no. CLIX);“Tentang bagaimana menziarahi Isra Mi’raj, terlebih lagi tentang bagaimana menapak tilasi jejak perjalanan Isra’ dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa, dan Mi’raj dari titik sujud di muka bumi ke Sidratul Muntaha, dan terutama tentang bagaimana Muhammad Saw mengalami Makrifatullah, 2 petuah agung ini dapat diibaratkan sebagai pintu dan kuncinya : pintunya adalah “awwalu ‘d-ddin ma’rifatullah : awalnya beragama adalah mengenal Allah,” dan kuncinya adalah “man arafa nafsahu faqad arafa Rabbahu : siapa mengenal dirinya sendiri, ia mengenal Tuhannya.” Pintu dan kuncinya adalah satu kesatuan utuh. Tanpa kunci, pintu tak terjaga. Tanpa pintu, kunci tak berguna.Sesungguhnya, perjalanan terjauh adalah menuju ke dalam diri sendiri. Ujung dari perjalanan ke dalam diri sendiri, yang berhilir pada mawas diri dan berhulu pada kenal diri, adalah samudra makrifatullah berupa pengalaman syahadat.”–(Candra Malik, dalam ” Makrifat Cinta”, 2013)[]· APAKAH KITA BISA ISRA DAN MI’RAJ?Malam ini, Salik dan Matin kembali duduk-duduk di bawah Pohon Trembesi Sor Baujan. Mereka sedang mengenang peristiwa Isra Mi’raj yang pernah dilakukan Rasulullah SAW 14 abad yang silam. Salik (S): Apa hikmah isra mi’raj bagi umat Islam?Matin (M): Salah satunya menjalankan shalat lima waktu.S: Ah, itu jawaban standard. Sudah biasa saya dengar. Saya mau jawaban lebih dari itu!M: Maksudmu? Mau dengar cerita tentang peristiwanya?S: Bukan. Karena, ustaz-ustaz di kampung pun sudah biasa cerita macam itu.M: Lalu, hikmah seperti apa?S: Begini, Mas Bro. Allah memerintahkan shalat, maka Nabi pun menjalankannya. Allah memerintahkan puasa, maka Nabi pun mengamalkannya. Allah memerintahkan zakat, maka Nabi pun melaksanakan dan mencontohkannya. Allah memerintahkan kita berhaji, maka Nabi pun menunaikannya. Berarti semua perintah, pengamalan, contoh dan teladan yang pernah dijalankan Rasulullah bisa kita tiru. Kita sebagai umat Muhammad pasti bisa mengecap beberapa pengalaman yang pernah dirasakan Nabi.M: Betul. Lalu, apa masalahmu?S: Bukankah berarti, ketika Allah mem-perjalankan Nabi (isra) dan mengangkat Nabi (mi’raj) hingga ke Sidratul Muntaha, maka sebenarnya setiap hamba pun bisa mendapatkan kesempatan seperti itu?M: TEPAT!!!! Kamu tambah cerdas sekarang!S: Lalu, bagaimana caranya?M: Shalat!S: Shalat yang bagaimana?

M: Shalat wajib atau shalat sunah.S: Bagaimana caranya?M: Shalat khusyuk, baik ketika sedang melaksanakan shalat ataupun di luar shalat. Shalat kita harus mampu mencegah dari perbuatan keji dan munkar. S: Bagaimana shalat khusyuk?M: Shalat seperti mi’raj Rasulullah ke Sidratul-Muntaha. Rasulullah bisa Isra dan Mi’raj, menembus ke langit tujuh, ke Sidratul Muntaha, tapi beliau tetap harus turun lagi, mengamalkan, mengajarkan, mencontohkan, mengabdi, menjadi manusia biasa.. S: Ya, bagaimana caranya?M: Shalat itu adalah media untuk mi’raj bagi Kaum Mukmin. Jadi, minimal setiap shalat kita bisa mi’raj. Sebelum mi’raj, kita harus melakukan pembersihan jiwa. Kita harus “isra” dulu, dengan cara membersihkan diri lahir batin. Secara batin, kalbu kita harus bersih dari iri, dengki, dendam, riya, sombong, rakus dan tamak. Bersihkan kalbu kita dari penyakit, racun dan virus semacam ini. Ini persis seperti saat Malaikat Jibril membersihkan tubuh Rasulullah dengan air zam-zam. Penyimbolan ini ada pada konsep wudhu yang kita jalankan sebelum shalat. Ketika berwudhu, sebenarnya kita diajak untuk melakukan pembersihan batin dan lahir sekaligus.S: OHHHH. Terus bagaimana?M: Shalat dimulai dengan kesiapan kesucian jiwa dan raga. Setelah itu, kita niat shalat dan memfokuskan diri kepada Dzat Yang Mahabesar dengan takbiraul ihram. “Allahu Akbar!” Maknanya, segala sesuatu selain Allah adalah kecil, tak penting, hina, ciptaan, dan hal baru. Kita harus fokus padakeagungan-Nya. S: Lalu, mi’rajnya kapan? Mengapa harus shalat berulang-ulang setiap hari?M: Ya harus berulang-ulang untuk Mi’raj. Nabi juga berulang-ulang shalat. Apalagi kemampuan kita tidak seperti Nabi. Dalam shalat ini kita tak ubahnya seperti mi’raj. Pahami bacaan Al-Fatihah secara baik. Hayati maknanya. Rasakan getar jiwamu sedang menghadap Allah saat shalat. Fokus, terarah, gunakan cipta rasamu sebagai seorang hamba yang sedang menghadap Sang Mahaagung, Raja Segala raja, Allah yang Maha Pencipta. Engkau sedang menyembah Allah, seolah-olah melihat-Nya. Jika engkau tak mampu melihat-Nya, maka yakinlah bahwa Allah pasti melihatmu. Allah pasti mendengar setiap detak suara batinmu selirih apa pun.S: HmmmmM: Rasakan getarannya. Jadikan bacaan shalatmu sebagai arah untuk menuntun batinmu menuju Allah. Semua gerakan shalat akan memudahkanmu menuju ke sana. Hayati setiap hembusan nafasmu. Tubuhmu mungkin masih menyentuh tanah, tapi bisa jadi ruhmu telah menembus dimensi berbeda. Rasakan terus dengan penghayatan. Tumakninah sebenarnya cara yang memudahkanmu untuk khusyuk...Hayati kehadiran Allah dalam jiwamu. S: HmmmmM: Bila masih kurang lagi setelah shalat, tambah dengan dzikir. Tembus alam-alam ruhani dengan memperbanyak dzikir. Lakukan secara rutin dan istiqamah. Lalu, ingat shalatmu harus berpengaruh pada kehidupanmu di luar shalat. Sebab, khusyuk dan tidak khusyukmu juga tergantung pada saat dirimu di luar shalat. Bukankah ini seperti mi’raj yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah?!S: Rasanya bagaimana?M: Masing-masing, orang yang pernah merasakan shalat khusyuk atau melakukan dzikir-dzikir tertentu pasti akan memiliki pengalaman-pengalaman ruhani yang berbeda-beda. Untungnya, Allah menurunkan Nabi sehingga kita punya garis panduan. Peristiwa isra mi’raj sebenarnya merupakan contoh dan bentuk perjalanan ruhani yang sedang diperlihatkan Allah kepada umat Muhammad. Saya yakin, perintah shalat adalah buah dari isra dan mi’raj Rasulullah, yang merupakan simbol, teladan, dan tata cara bagaimana menghadap Allah.M: Bagaimana?M: Hello?M: Kemana? Koq kabur?M: Wah sudah mi’raj nih? Tadi ada disini, koq nggak ada suara, nggak ada rupa?M: Salik, kemana lo?MEMANDANG ISRA' MI'RAJ (ANTARA AKAL DAN IMAN) SEBUAH seminar untuk memperingati Isra' Mi'raj, diadakan di pesantren desa saya dengan mengetengahkan tema "Sufisme Sebagai Pengendali Moral". Tema ini ditinjau dari beberapa sisi di antaranya tinjaun filsafat. Menarik sekali, karena antara sufisme dan filsafat sama-sama diperdebatkan segi rasionalitasnya. Kalau filsafat saja, tentu sudah jelas ia mutlak berangkat dan akal/rasio manusia untuk mencari pembenaran sesuatu. Metode itu lalu dikenal dengan pemikiran filsafati, yaitu pemikiran menyeluruh, mendasar dan selalu mencoba menelaah hal-hal baru untak kemudian dikembangkan secara lebih luas lagi. Sedangkan sufisme, dalam seminar itu diperdebatkan antara rasionalitas dan irrasionalitasnya. Ada beberapa 'seminaris' yang menganggap sufisme sama sekali irrasional. Pendapat ini dikuatkan dengan kajian referensial terhadap sebuah pendapat ilmuwan terkemuka negeri ini. Ada lagi yang lebih unik, sufisme dinilai irrasional tetapi tetap tidak meninggalkan unsur penalaran. Dari pendapat ini kemudian dipertanyakan tentang eksistensi dua hal yang saling berlawanan dalam satu permasalahan. Artinya, ijtima' al-atsaroini (berkumpulnya dua hal yang saling berlawanan) ini jelas sangat rnustahil. Seperti diam dan bergerak. Adalah mustahil, ada satu benda yang dapat melakukan diam dan bergerak dalam masa yang bersaman. Agaknya ada lagi pendapat yang berkesan kompromistis. Bahwa dalam tahapan proses, sufisme bisa jadi rnelalui jalan rasional. Narnun ketika sufisme telah mencapai titik puncak musyahadah (melihat dzat) Allah, tahap ini tidak lagi rasional. Ini mirip dengan agama sebagai wahyun ilahiyyun (kewenangan Tuhan) yang absolut dan irrasional. Namun pada tahap pemahamannya, agama tetap rasional. Bahkan dikatakan, al-Din huwa al-'aql 1a dina liman la 'aqla lahu (Agama adalah akal, tidak bisa beragama bagi orang yang tidak berakal). Penjabaran ini sepertinya berangkat dari sebuah kitab kuno sufisme (bukan kitab sufisme kuno). Di sana disebutkan, jalan untuk mencapai kebahagiaan akhirat adalah terpenuhinya tiga dimensi syari'at, thariqat dan haqiqat. Sementara posisi sufisme sebagai reaksi perasaan yang tinggi, agung dan murni terhadap pelaksanaan ketiga dimensi

tersebut, tentunya tidak mungkin terlepas dari apa saja yang berkaitan dengan ketiga hal itu. Dan salah satu komponennya -seperti syari'at- suatu saat, prosesnya bisa dan boleh menggunakan jasa akal. Meskipun jelas, tidak seluruh syari'at berangkat dari penalaran dan memang eksistensinya sama sekali tidak rasional. *** MUNCUL satu masalah lagi dalam seminar itu, berkisar antara keberadaan ilmu, filsafat dan sufisme atau lebih tepatnya agama. Sebagaimana telah maklum, ilmu menggunakan jasa rasio, begitu juga filsafat. Akan tetapi ilmu tidak akan mencapai hakikat filsafat. Dan puncak filsafat juga tidak akan menerobos hakikat sufisme secara esensial mau pun eksistensial, pijakan keberadaan masing-masing berbeda. Dari mata rantai ini, pembahasan seminar itu terasa bertele-tele, mengingat belum terselesaikannya satu masalah, sudah muncul lagi permasalahan baru. Maklumlah saya, karena keseluruhan 'seminaris' adalah siswa Aliyah dan Tsanavviyah yang tentu saja masih terbatas kemampuan analogi dan sekaligus pemahamannya terhadap tiga masalah itu. Kemudian salah seorang peserta mencoba bermain analogi (tamsil atau qiyas). Digambarkan, ilmu, filsafat dan sufisme melangkah dengan jumlah yang sama. Bila ilmu mencapai hitungan kelima misalnya, maka filsafat dan sufisme juga dalarn hitungan yang sama pula. Akan tetapi ketika ilmu mencapai hitungan kedelapan, rnaka ia -menurut kaca mata agama- tidak mampu meneruskan langkah selanjutnya. Sementara filsafat bisa mencapai hitungan kesernbilan saja dan sufisme dapat dengan bebas (boleh dan memang harus) meraih puncak hitungan ke sepuluh. Alhasil, para seminaris menerima analogi itu. Terlepas dari benar tidaknya kesimpulan mereka, kiranya dapat diambil beberapa hal sebagai pijakan untak rnemandang fenomena Isra' Mi'raj ditinjau dari akal dan keimanan. Hal ini agaknya sering aktual, karena kecenderungan umat awam (terhadap masalah keagamaan) yang berdisiplin ilmu tertentu, lebih suka mendalami agama melalui kajian penalaran yang disejajarkan dengan ilmu yang mereka miliki. Berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, orang akhirnya hanya akan mudah rnenerima segala hal termasuk agama, sejauh hal itu masuk akal dan rasional. Sebetulnya gejala ini dalam batas-batas tertentu bisa dimengerti dan dimaklumi. Kecendemugan pola hidup praktis dan pragmatis dari modernitas yang ada mengajarkan manusia untuk senantiasa hanya menerima hal yang praktis pula. Soal akhirnya begitu susah dan enggan mereka diajak berbicara masalah di luar skenario akal manusia, apalagi yang bersifat mistis dan metafisis, itu soal lain. Bahkan lebih jauh dari itu, sejak zaman Nabi peristiwa seagung Isra' Mi'raj pun menjadi ajang perselisihan yang menyebabkan kuffar (orang-orang kafir) Mekkah semakin menertawakan dan rnenganggap Nabi berbohong secara berlebihan. Akal mereka sama sekali tidak bisa menerirna kabar perjalanan Nabi ke luar angkasa dengan rentang masa yang kurang dari semalam, tanpa mempergunakan perantara transportasi apapun. Di kalangan sahabat Nabi pun terjadi beberapa perselisihan. Satu pihak menganggap Isra' Mi'raj hanyalah terjadi dengan rohaniah Nabi. Artinya jasad Nabi masih berada di Mekkah, sementara rohnya melakukan perjalanan Isra' Mi'raj. Pendapat ini dikuatkan oleh Siti 'Aisyah yang melihat jasad Nabi di dekatnya, selama peristiwa itu berlangsung. Demikian juga sahabat Nabi yang lain seperti Mu'awiyah ibn Abu Sufyan. Berangkat dari pendapat ini, tentu saja pandangan rasio manusia akan dapat memaklumi hal tersebut, tanpa justifikasi ilmiah yang lebih terinci lagi. Akan tetapi di lain pihak, suatu pendapat yang akhirnya mujma' 'alaih (disepakati para ulama) menegaskan, perjalanan Isra' Mi'raj Nabi adalah ruhan wa jasadan (dengan roh dan jasad fisiknya). Pendapat ini memahami dari teks firrnan Allah dalam surat al-Isra' ayat pertama yang menyebutkan, kalimat Subhana al-ladzi asro bi 'abdihi (Maha Suci Allah yang telah rneng-Isra'-kan hambanya). Dari kalimat "subhana" para rnufassinn sepakat menafsirkan peristiwa Isra' Mi'raj sebagai peristiwa besar dan agung. Sangat mustahil kiranya, Allah rnenyantumkan kalimat "subhana'' tanpa sebuah rnaksud tertentu. Sementara kalimat "bi 'abdihi" sendiri jelas merupakan statemen yang menerangkan eksistensi Nabi secara ruhan wa jasadan. Jika dernikian persoalannya, maka tentu saja rasio akan serta-merta menggugatnya sebagai hal yang sama sekali tidak ilmiah dan irrasional. Melihat hal ini, kita akan ingat Isra' Mi'raj sebagai sebuah informasi wahyu yang harus diimani oleh setiap mukmin, ternyata memang berlawanan dengan akal manusia. Bahwa antara wahyu dan akal sudah sejak lama bermusuhan sehingga mengakibatkan banyak korban jatuh, itu fakta sejarah. Kita tidak akan lupa pada peristiwa kaum Mu'tazilah mengenai "halaqah" Hasan al-Basri di Basra, se bagai akibat dari dipertahankannya akal/rasio oleh Mu'tazilah di dalarn rnemahami setiap masalah agama. ***MASALAHNYA adalah, apakah Isra' Mi'raj diterima sebagai sebuah kebenaran sehingga sebagai komponen keagamaan, ia akan dengan mudah didistribusikan serta dikonsumsi oleh segenap umat dari berbagai kalangan. Menurut akal manusia Isra' Mi'raj memang tidak akan menjelma menjadi hal yang rasional. Meskipun Isra' Mi'raj boleh dijadikan ilham terhadap diciptakannya teknolgi luar angkasa, akan tetapi bagaimanapun juga manusia tidak akan dapat menemukan hakikat kebenaran Isra' Mi'raj secara rasional. Bahwa kemudian dalam kerangka filsafat, ditemukan pendekatan peristiwa agung itu, pada intinya ia memang bukanlah perkara manusia sehingga mampu dijangkau akal. Kita dapat mengungkapkan paham idealisme dalam fase filosofi yang berpendapat, untuk memperoleh gambaran yang benar dan tepat sesuai dengan pengetahuan adalah mustahil. Artinya, melalui pendekatan ini boleh jadi Isra' Mi'raj masuk akal dan rasional. Akan tetapi akhirnya paham realisme dalam fase yang sama justru tetap menekankan kebenaran pengetahuan lewat pembuktian dari apa yang didapat lewat alam nyata (empiris). Artinya dalam batas-batas di atas, Isra' Mi'raj memang masih rancu untuk dipahami umat akan kebenaran dan pembenarannya secara akal. Agaknya kita lupa akan satu hal. Kebenaran Isra' Mi'raj itu sendiri adalah perkara Allah yang tentu saja bagiNya, sama sekali tidak ada hal yang tidak mungkin terjadi. Allah adalah Maha Kuasa dan Maha Luas sehingga kekuasaannya melampaui segala batas ruang dan waktu. Apa yang tidak terbatas, tentu saja tidak akan dapat dibatasi oleh sesuatu yang terbatas. FAKTA-FAKTA ILMIAH KEBENERAN PERISTIWA ISRA’ MI’RAJPeristiwa isra’ mi’raj merupakan peristiwa yang sangat menakjubkan dan menggemparkan dunia waktu itu. Karena pada waktu itu belum terdapat peralatan-peralatan teknologi canggih dan modern, sehingga belum bisa dibuktikan

dengan fakta dan kebenaran ilmiah. Peristiwa tersebut dianggap tidak ilmiah dan tidak logis atau tidak masuk akal. Selain itu juga karena pemikiran manusia biasa waktu itu belum sampai menyentuh hal yang sejauh itu dan Rasulullah SAW juga dianggap bermimpi saja. Namun seiring dengan berkembangnya zaman dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, semua anggapan-anggapan yang tidak mempercayai adanya peristiwa tersebut sudah bisa ditepis dan dibantahkan.Isra’ mi’raj merupakan perjalanan yang sangat luar biasa dan dahsyat. Isra’ yang artinya perjalanan Rasulullah SAW dari Masjidil Haram di Mekkah menuju ke Masjidil Aqso di Yerussalem yang masih berada dalam satu dimensi dengan menggunakan kecepatan cahaya yang kecepatannya sekitar kurang lebih 300.000 km/s. Sedangkan mi’raj artinya perjalanan Rasulullah SAW dari Masjidil Aqso menuju ke Sidratul Muntaha dengan menaiki sebuah kendaraan yang bernama “Bouraq” dan dengan pengawalan dari Malaikat Jibril dan beberapa Malaikat lainnya juga, tapi Malaikat-Malaikat itu hanya bisa mengawal dan mengantarkan Rasulullah SAW sampai langit ke-7 saja karena Malaikat-Malaikat itu sudah tidak kuat lagi untuk menempuh perjalanan menuju ke Sidratul Muntaha untuk bertemu dengan Allah SWT. Hal itu juga dikarenakan Malaikat adalah makhluk dimensi 9 yang hanya bisa hidup maksimal di alam yang berdimensi 9 (langit ke-7), sedangkan Rasulullah melakukan perjalanan atas kehendak Allah SWT sehingga mampu untuk bisa sampai Sidratul Muntaha.Malaikat dan Jin bisa berpindah tempat dengan sangat cepat hanya dalam waktu sekejap saja, bahkan tempat yang sangat jauh sekalipun yang jika ditempuh dengan pesawat yang kecepatannya tercepat di jagat raya akan memakan waktu yang sangat lama. Tetapi Malaikat dan Jin hanya bisa menempuh dalam waktu sekejap dan kedipan mata. Hal tersebut dikarenakan Malaikat dan Jin adalah bukan makhluk dimensi 3 yang mempunyai kecepatan diatas kecepatan cahaya yang merupakan kecepatan tercepat di alam semesta ini. Hal seperti itu juga terjadi pada diri Rasulullah SAW saat melakukan perjalanan isra’ mi’raj.Sebelum melakan perjalanan isra’ mi’raj, hati Rasulullah SAW dibelah dan diopearasi dengan sinar laser super maha canggih dan disucikan dengan air zam-zam oleh Malaikat Jibril dan diletakkan di penampan yang terbuat dari emas yang datang dari surga. Hati Rasulullah diletakkan di penampan yang terbaut dari emas, karena emas merupakan logam mulia dan superkonduktor yang memiliki hambatan sangat sedikit sekali. Disucikan dengan air zam-zam karena kualitas air ini sangat bagus dan sangat mulia serta berisikan energi-energi doa dan dzikir para Nabi dan Rasul terdahulu.Pada saat melakukan perjalanan tersebut, badan Rasulullah SAW diubah menjadi badan cahaya yang bisa berjalan sangat cepat dengan kecepatan cahaya 300.000 km/s. Apabila badan Rasulullah SAW tidak diubah dengan badan cahaya dan menempuh perjalanan tersebut yang sangat cepat, maka badan Rasulullah akan runtuh dan hancur tercerai berai karena ikatan antar atom dan molekul akan terlepas. Perjalanan tersebut juga dilakukan pada malam hari, karena jika dilakukan pada siang hari pasti juga akan membahayakan badan dan keselamatan Rasulullah SAW. Badan Rasulullah telah diubah menjadi badan cahaya dan jika perjalanannya siang, maka akan terjadi interferensi gelombang dari cahaya sinar matahari dan bisa merusak badan cahaya Rasulullah SAW.Perjalanan isra’ mi’raj juga merupakan perjalanan yang sangat dahsyat dan ajaib, dikarenakan atas kehendak Allah dan Rasulullah SAW hanya diperjalankan saja, bukan melakukan perjalanan sendiri. Firman Allah dalam surat Al-Israa’ ayat 1 telah menyatakan hal tersebut:

:ArtinyaMaha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.Dari semua peristiwa isra’ mi’raj tersebut, pada zaman sekarang bahwa penemuan-penemuan, penelitian-penelitian, fakta-fakta imiah, dan ilmu pengetahuan serta teknologi modern sudah bisa membuktikan dan menemukan kebenaran peristiwa isra’ mi’raj tersebut, antara lain:

1. Allah Maha Berkehandak, sehingga mampu menghendaki siapaun saja yang dikehendakinya. Seperti peristiwa isra’ mi’raj ini yang merupakan kehendak dari Allah SWT, Rasulullah hanya diperjalankan saja melainkan tidak malakukan perjalanan sendiri.

2. Perjalanan tersebut menggunakan kecepatan cahaya yang kecepatannya sekitar 300.000 km/s. Bukan perjalanan biasa. Isra’ jika dilakukan dengan perjalanan biasa maka akan menempuh waktu yang sangat lama, karena jarak antara kedua kota Mekkah da Yerussalem sangat jauh. Sedangkan mi’raj adalah bukan perjalanan luar angkasa melainkan perjalanan menembus batas dimensi, jika dilakukan dengan perjalanan luar angkasa maka akan menempuh waktu yang sangat lama pula. Bahwa untuk menempuh bintang terdekat dari bumi saja dan bahkan menggunakan pesawat ulang-alik yang merupakan pesawat tercepat di dunia, maka akan menempuh waktu kurang lebih 428 tahun. Waktu itu tidak cukup bagi umur kehidupan kita yang hanya berkisar kurang lebih maksimal 100 tahun saja.

3. Sebelum berangkat untuk diperjalankan dari peristiwa isra’ mi’raj, hati Rasulullah dibeah dan dioperasi dengan sinar laser oleh Malaikat Jibril. Setelah itu diletakkan di penampan emas dan disucikan dengan air zam-zam.

4. Diletakkan di penampan emas karena emas merupakan logam mulia dan superkonduktor yang memiliki hambatan sangat rendah sekali.

5. Disucikan dengan air zam-zam karena air ini sangat mulia dan sangat bagus kualitasnya. Kandungan molekul-molekulnya sangat bagus karena berisikan energi doa dan dzikir para Nabi dan Rasul. Penelitian ilmiah di Jepang saat ini membuktikan bahwa air yang dikasih ucapan kata-kata positif dan bagus, maka molekul-molekul air tersebut akan berubah menjadi sangat bagus dan sebaliknya.

6. Badan Rasulullah diubah menjadi badan cahaya karena akan menempuh perjalanan yang sangat cepat. Jika tidak diubah menjadi badan cahaya, maka badan Rasulullah akan hancur tercerai berai karena ikatan atom dan molekul akan lepas.

7. Perjalanan isra’ mi’raj ini dilakukan pada malam hari, karena jika dilakukan pada siang hari akan sangat membahayakan badan cahaya dan keselamatan Rasulullah SAW. Badan cahaya Rasulullah akan mengalami

interferensi cahaya sinar matahari. Hal ini karena salah satu dari sifat gelombang adalah dapat diinterferensikan.

8. Teori yang memungkinkan pada peristiwa isra’ mi’raj tersebut adalah teori Annihilasi. Teori ini mengatakan bahwa setiap materi (zat) memiliki anti materinya. Dan jika materi direaksikan dengan anti materinya, maka kedua partikel tersebut bisa lenyap berubah menjadi seberkas cahaya atau sinar gamma.

9. Hal ini telah dibuktikan di laboratorium nuklir bahwa jika partikel proton direaksikan dengan antiproton, atau elektron dengan positron (anti elektron), maka kedua pasangan tersebut akan lenyap dan memunculkan dua buah sinar gamma, dengan energi masing-masing 0,511 MeV (Mega Electron Volt) untuk pasangan partikel elektron, dan 938 MeV untuk pasangan partikel proton.

10. Sebaliknya apabila ada dua buah berkas sinar gamma dengan energi sebesar tersebut di atas dilewatkan melalui medan inti atom, maka tiba-tiba sinar tersebut lenyap berubah menjadi 2 buah pasangan partikel tersebut di atas. Hal ini menunjukkan bahwa materi bisa dirubah menjadi cahaya dengan cara tertentu yang disebut annihilasi dan sebaliknya.

11. Alam semesta ini diciptakan berpasang-pasangan. secara umum alam terbentuk atas materi dan energi. bisa dikatakan materi adalah bentuk energi yang termampatkan. sebagaimana konsep kesetaraan massa dan energi yang dirumuskan oleh Einstein, bahwa materi dalam kondisi tertentu dapat berubah menjadi energi, dan sebaliknya energi dapat berubah menjadi materi. setiap objek berwujud yang ada dalam alam semesta ini, pada dasarnya tersusun atas materi2 submikroskopik yang kita kenal dengan istilah atom, proton dan neutron serta dikelilingi elektron.

12. Pasangan materi adalah anti materi. materi adalah objek bermassa positif sedangkan antimateri atau antipartikel aldalah objek bermassa negatif. materi dan energi bukan berpasangan, walaupun keduanya bisa saling menjelma. materi jika bertemu dengan antimateri dalam kondisi tertentu akan menjelma menjadi foton (annihilasi). foton tidak memiliki massa namun memiliki energi dan momentum.

13. Annihilasi atau proses pemusnahan terjadi ketika massa antimateri menghapus massa materi, sehingga keduanya lenyap dan menjelma menjadi 2 foton gamma dengan massa yang bernilai nol. sebaliknya, proses penciptaan (creation), jika foton berada pada medan tertentu, maka foton akan berproses menjadi materi. proses ini bisa berlangsung berulang-ulang seperti siklus.

Dari semua fakta-fakta ilmiah diatas, masihkah kita ragu dengan kebenaran peristiwa isra’ mi’raj tersebut? Jika kita masih ragu, maka selayaknya kita manusia yang hidup di zaman dahulu yang belum menyentuh ilmua pengetahuan dan teknologi modern.Mengungkap Isra' Mi'raj Lewat Sains Ilmiah Modern Hari ini 27 Rajab 1234 H, umat muslim memperingati peristiwa luar biasa yang dialami oleh Rasulullah Muhammad SAW pada masa kenabiannya, yaitu Isra’ Mi’raj. Dalam peristiwa ini, diceritakan bahwa Rasulullah melakukan perjalanan yang sangat jauh, yaitu dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa, kemudian diteruskan ke Sidratul Muntaha. Telah dijelaskan di dalam Alquran bahwa peristiwa ini merupakan tanda kebesaran dan kekuasaan Allah untuk menguji keimanan umatnya. Lalu, apakah peristiwa Isra’ Mi’raj ini dapat dijelaskan secara ilmiah? Meskipun sulit, tetapi ternyata dapat dipahami dengan penalaran yang tentunya juga sangat luar biasa. Simak baik-baik, ya...

Kecepatan cahaya adalah kecepatan tercepat yang diyakini bisa dicapai oleh sebuah benda di alam semesta ini, Kecepatan cahaya dalam sebuah vakum adalah 299.792.458 meter per detik (m/s) atau 1.079.252.848,8 kilometer per jam (km/h) atau 186.282.4 mil per detik (mil/s) atau 670.616.629,38 mil per jam (mil/h). Kecepatan cahaya ditandai dengan huruf c, yang berasal dari bahasa Latin celeritas yang berarti “kecepatan”, dan juga dikenal sebagai konstanta Einstein. Kecepatan cahaya sampai saat ini masih diakui sebagi kecepatan yang paling tercepat dari kemampuan bergerak suatu benda apapun.

Lalu pertanyaannya adalah apakah ada kemungkinan manusia mampu bergerak setara dengan kecepatan cahaya?

Ketika seorang pilot pesawat tempur menambah percepatan pesawat secara tiba-tiba dengan kecepatan yang tinggi maka mendadak pilot akan kehilangan kesadaran (black out). Penjelasannya biasanya dikarenakan dalam keadaan tersebut jantung pilot tidak cukup kuat untuk memompa darah ke kepala. Jika percepatan semakin dinaikkan secara tiba-tiba, maka akan terasa tekanan yang hebat di dada. Seakan sang pilot terpaku kuat-kuat di kursinya. Tekanan itu juga akan berakibat tangan susah di gerakan, mulut menganga lebar, mata melotot, seolah mau meloncat keluar dari kelopak dan darah mengalir dalam tubuh menolak naik ke otak.

Perlahan kesadaran habis dan mungkin dalam tempo beberapa menit sang pilot akan mengalami kematian. Keadaan ini terjadi jika dilakukan penambahan percepatan pesawat dengan kecepatan yang sangat tinggi dan dalam waktu singkat atau tanpa dilakukan secara bertahap. Karena secara realitas itulah yang akan manusia alami jika mengalami percepatan untuk mencapai kecepatan yang mendekati kecepatan cahaya. Apalagi jika dilakukan tanpa adanya tahapan. Karena pada dasarnya keberadaan fisik kita ini, terletak pada medan gravitasi bumi dengan nilai tertentu. Objek padat(manusia) akan mengalami pertambahan berat jika menjelajah semakin cepat.

Sampai saat ini dipercaya bahwa objek bermassa yang dapat bergerak setara dengan kecepatan cahaya. Lalu adakah manusia yang pernah merasakan gerakan dalam kecepatan cahaya?

Allah Swt berfirman di dalam Alquran Surah Al-Israa’ ayat 1: “Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda–tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”

Allah SWT memberikan keistimewaan pada Nabi Muhammad s.a.w. dalam perjalanan Isra’ Mi’raj berupa perjalanan yang sangat jauh tapi dapat ditempuh dengan waktu yang relatif pendek. Dicapai dengan kecepatan yang sangat cepat, bahkan bisa jadi lebih cepat berlipat-lipat dari kecepatan cahaya.

Dari ayat tersebut tampak jelas bahwa perjalanan luar biasa itu bukan kehendak dari Rasulullah Saw sendiri, tapi merupakan kehendak Allah Swt. Untuk keperluan itu Allah mengutus malaikat Jibril as (makhluk di langit 9) beserta malaikat lainnya sebagai pemandu perjalanan suci tersebut. Dipilihnya malaikat sebagai pengiring perjalanan Rasulullah Saw dimaksudkan untuk mempermudah perjalanan melintasi ruang waktu.

Selain Jibril as dan kawan-kawan, dihadirkan juga kendaraan khusus bernama Buraq, makhluk berbadan cahaya dari alam malakut. Nama Buraq berasal dari kata barqun yang berarti kilat. Perjalanan dari kota Makkah ke Palestina berkendaraan Buraq tersebut ditempuh dengan kecepatan cahaya, sekitar 300.000 kilometer per detik.

Nabi Muhammad SAW adalah manusia pilihan Allah SWT yang telah diperlihatkan keadaan surga dan neraka pada peristiwa itu. Jika Nabi SAW mengalami peristiwa luar biasa itu,

Apakah kita manusia biasa memungkinkan untuk itu? Seandainya badan bermateri padat seperti tubuh kita dipaksakan bergerak dengan kecepatan cahaya, bisa diduga apa yang akan terjadi. Badan kita mungkin akan tercerai berai karena ikatan antar molekul dan atom bisa terlepas.

Jawaban yang paling mungkin untuk pertanyaan itu adalah tubuh kita diubah susunan materinya menjadi cahaya. Bagaimanakah hal itu mungkin terjadi ? Teori yang memungkinkan adalah teori Annihilasi. Teori ini mengatakan bahwa setiap materi (zat) memiliki anti materinya. Dan jika materi direaksikan dengan anti materinya, maka kedua partikel tersebut bisa lenyap berubah menjadi seberkas cahaya atau sinar gamma.

Hal ini telah dibuktikan di laboratorium nuklir bahwa jika partikel proton direaksikan dengan antiproton, atau elektron dengan positron (anti elektron), maka kedua pasangan tersebut akan lenyap dan memunculkan dua buah sinar gamma, dengan energi masing-masing 0,511 MeV (Mega Electron Volt) untuk pasangan partikel elektron, dan 938 MeV untuk pasangan partikel proton.

Sebaliknya apabila ada dua buah berkas sinar gamma dengan energi sebesar tersebut di atas dilewatkan melalui medan inti atom, maka tiba-tiba sinar tersebut lenyap berubah menjadi 2 buah pasangan partikel tersebut di atas. Hal ini menunjukkan bahwa materi bisa dirubah menjadi cahaya dengan cara tertentu yang disebut annihilasi dan sebaliknya.

Alam semesta ini diciptakan berpasang-pasangan. Secara umum alam terbentuk atas materi dan energi. Bisa dikatakan materi adalah bentuk energi yang termampatkan. Sebagaimana konsep kesetaraan massa dan energi yang dirumuskan oleh Einstein, bahwa materi dalam kondisi tertentu dapat berubah menjadi energi, dan sebaliknya energi dapat berubah menjadi materi. Setiap objek berwujud yang ada dalam alam semesta ini, pada dasarnya tersusun atas materi2 submikroskopik yang kita kenal dengan istilah atom, proton dan neutron serta dikelilingi elektron.

Pasangan materi adalah anti materi. Materi adalah objek bermassa positif sedangkan antimateri atau antipartikel aldalah objek bermassa negatif. Materi dan energi bukan berpasangan, walaupun keduanya bisa saling menjelma. Materi jika bertemu dengan antimateri dalam kondisi tertentu akan menjelma menjadi foton (annihilasi). Foton tidak memiliki massa namun memiliki energi dan momentum.

Annihilasi atau proses pemusnahan terjadi ketika massa antimateri menghapus massa materi, sehingga keduanya lenyap dan menjelma menjadi 2 foton gamma dengan massa yang bernilai nol. sebaliknya, proses penciptaan (creation), jika foton berada pada medan tertentu, maka foton akan berproses menjadi materi. proses ini bisa berlangsung berulang-ulang seperti siklus

Jika dihitung jarak Bumi dan Bulan sekitar 450.000 km ditempuh dengan kecepatan cahaya, maka hanya dibutuhkan waktu sekitar 1,5 detik dalam ukuran waktu kita di bumi. Sesampainya di Bulan tubuh kita kembali menjadi materi. Peristiwa ini mungkin lebih dikenal seperti teleportasi dalam teori fisika kwantum atau ilmu pindah sekejap dalam supranatural.

Yang perlu dipahami adalah perjalanan antar dimensi bukanlah perjalanan berjarak jauh atau pengembaraan angkasa luar, melainkan perjalanan menembus batas dimensi.

Wallahu a’lamFakta Fakta Ilmiah Tentang Kebenaran Peristiwa Isra MirajPeristiwa isra’ mi’raj merupakan peristiwa yang sangat menakjubkan dan menggemparkan dunia waktu itu. Karena pada waktu itu belum terdapat peralatan-peralatan teknologi canggih dan modern, sehingga belum bisa dibuktikan dengan fakta dan kebenaran ilmiah. Peristiwa tersebut dianggap tidak ilmiah dan tidak logis atau tidak masuk akal. Selain itu juga karena pemikiran manusia biasa waktu itu belum sampai menyentuh hal yang sejauh itu dan Rasulullah

SAW juga dianggap bermimpi saja. Namun seiring dengan berkembangnya zaman dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, semua anggapan-anggapan yang tidak mempercayai adanya peristiwa tersebut sudah bisa ditepis dan dibantahkan.

Perjalanan isra’ mi’raj juga merupakan perjalanan yang sangat dahsyat dan ajaib, dikarenakan atas kehendak Allah dan Rasulullah SAW hanya diperjalankan saja, bukan melakukan perjalanan sendiri. Firman Allah dalam surat Al-Israa’ ayat 1 telah menyatakan hal tersebut:Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.Dari semua peristiwa isra’ mi’raj tersebut, pada zaman sekarang bahwa penemuan-penemuan, penelitian-penelitian, fakta-fakta imiah, dan ilmu pengetahuan serta teknologi modern sudah bisa membuktikan dan menemukan kebenaran peristiwa isra’ mi’raj tersebut, antara lain:Dari semua fakta-fakta ilmiah diatas, masihkah kita ragu dengan kebenaran peristiwa isra’ mi’raj tersebut? Jika kita masih ragu, maka selayaknya kita manusia yang hidup di zaman dahulu yang belum menyentuh ilmua pengetahuan dan teknologi modern.

6 Fakta Menarik Tentang Isra Miraj

1. Perjalanan Rasulullah SAW

Isra Mi'raj adalah perjalanan Rasulullah saw yang sangat penting bagi umat Islam. Di dalam perjalanan yang terjadi pada tahun ke-10 setelah kenabian Muhammad saw, Allah SWT menyampaikan perintah salat untuk umat manusia. Keajaiban-keajaiban yang terjadi di dalamnya dijelaskan dalam Surat Al-Isra.

Berikut adalah fakta-fakta yang terjadi dalam peristiwa itu, seperti yang dikutip dalam buku "Jejak Nabi Muhammad dan Para Sahabat"2. Jibril datang membangunkan tidur Rasulullah sawPada suatu malam, Rasulullah saw sedang berada di rumah sepupunya, Hindun Ummu Hani, putri Abu Thalib. Di rumah ini, sering diadakan salat berjamaah keluarga Hasyim. Setelah selesai salat berjamaah, Nabi saw ditawari oleh Ummu Hani untuk menginap.

Rasulullah saw sempat tertidur sebentar hingga akhirnya beliau terbangun dan pergi ke Kabah. Sesampainya di Kabah, Rasulullah saw kembali merasa mengantuk dan tertidur di Hijr. Saat itulah Rasulullah saw dibangunkan oleh Jibril dan dituntunnya keluar Masjidil Haram.3. Isra' dari Kabah, Rasulullah saw dan Jibril ke Baitul Maqdis, Yerusalem

Saat Rasulullah saw sampai di Baitul Maqdis, beliau bertemu dengan para nabi terdahulu. Di sana, Rasulullah menjadi imam salat berjamaah dengan nabi-nabi.

Abu Hurairah menuturkan bahwa Rasulullah saw bercerita di hadapan sahabatnya, "Pada malam Isra', aku diperlihatkan dengan jamaah para nabi. Aku melihat Musa yang sedang berdiri mengerjakan salat. Tubuhnya tinggi kekar seakan-akan dia termasuk suku Sanu'ah. Aku juga melihat Isa bin Maryam sedang berdiri mengerjakan salat. Orang yang paling mirip dengannya adalah Urwah bin Mas'ud Ats-Tsaqafi. Aku juga melihat Ibrahim sedang berdiri mengerjakan salat. Orang yang paling mirip dengannya adalah sahabat kalian ini, yakni beliau sendiri. Allah kemudian menyerukan salat, dan aku diperintahkan untuk mengimami mereka." (HR Muslim)

4. Kaum Quraisy Menertawakan Kisah Isra'

5. Perjalanan Mi'raj, Jibril membelah badan Rasulullah sawAnas bin Malik menuturkan bahwa Nabi saw bercerita, "Ketika aku ke Baitullah atau Kabah antara tidur dan terjaga, tiba-tiba ada lelaki di antara dua lelaki. Kemudian, mereka membawakan bejana dari emas yang dipenuhi dengan kebijaksanaan dan keimanan kepadaku. Selanjutnya, aku dibedah dari tenggorokan hingga perut bagian bawah. Setelah itu, perutku dibasuh dengan air zamzam, kemudian diisi dengan kebijakanaan (hikmah) dan keimanan. Berikutnya mereka membawakanku binatang berwarna putih yang lebih kecil dari kuda dan lebih besar dari baghal (peranakan kuda dan keledai), yaitu Buraq." (HR Al Bukhari)

Pada kesempatan lain, Abu Dzar Al-Ghifari menceritakan kepada Anas bin Malik bahwa Rasulullah saw bersabda, "Atap rumahku di Mekah dibuka. Jibril kemudian turun dan mengoperasi dadaku, lalu mencucinya dengan air

zamzam. Selanjutnya dia membawakan mangkuk besar terbuat dari emas, penuh dengan hikmah (kebijaksanaan) dan keimanan, lalu ditumpahkan ke dalam dadaku, lantas dikatupkannya.

Ia memegang tanganku dan membawaku ke langit dunia. Ketika aku tiba di langit dunia, Jibril meminta penjaga langit untuk membuka pintu langit. Penjaga langit itu bertanya, "Siapakah ini?"

Jibril menjawab, "Ini Jibril". Sang penjaga bertanya lagi, "Apakah Anda bersama seseorang?"

"Ya, aku bersama Muhammad," ujar Jibril. Penjaga kembali bertanya, "Apakah dia diutus?"

"Ya," jawab Jibril. Akhirnya sang penjaga membuka pintu langit.Click to expand...6. Naik ke Langit, Rasulullah bertemu Adam, Idris, Musa, Isa, dan Ibrahim

Ketika penjaga-penjaga langit membuka pintunya, kami menaiki langit dunia. Tiba-tiba ada seorang lelaki duduk, di sebelah kanannya terdapat hitam-hitam (banyak orang), di sebelah kirinya juga ada hitam-hitam (banyak orang). Apabila memandang ke kanan, orang itu tertawa, namun apabila berpaling ke kiri, dia menangis. Orang itu berkata, "Selamat datang Nabi yang saleh."

Aku bertanya kepada Jibril mengenai orang itu, lalu ia menjawab " Ini adalah Adam dan hitam-hitam yang di kanan dan kirinya adalah jiwa anak cucunya. Yang di sebelah kanan adalah penghuni surga dan hitam-hitam di sebelah kiri adalah penghuni neraka."

Apabila ia berpaling ke sebalah kanan, ia tertawa dan apabila ia berpaling ke kiri, ia menangis. Sampai Jibril menaikkan aku ke langit yang kedua, lalu meminta penjaga untuk membuka pintunya. Penjaga itu mengajukan pertanyaan yang sama, kemudian membuka pintu.

Anas bin Malik, seperti yang ia dengan dari Nabi mengatakan bahwa di beberapa langit itu, Nabi bertemu dengan Adam, Idris, Musa, Isa, dan Ibrahim. Namun beliau tidak menetapkan bagaimana kedudukan (posisi) mereka. Hanya saja, beliau tidak menyebutkan bahwa beliau bertemu dengan Adam di langit dunia dan Ibrahim di langit keenam.

Ketika Jibril bersama Nabi melewati Idris, Idris berkata, "Selamat datang Nabi yang saleh dan saudara laki-laki yang saleh." Nabi kemudian bertanya, "Siapakah ini?"

Jibril menjawab, "Ini adalah Idris." Beliau kemudian melewati Musa, lalu ia pun mengatakan, "Selamat datang, saudara yang saleh dan Nabi yang saleh." Rasulullah saw bertanya, "Siapakah ini?" Jibril menjawab, "Ini adalah Ibrahim." (HR Bukhari)

Dalam perjalanan ini, Rasulullah saw menerima perintah Allah SWT untuk menunaikan salat lima waktu. Segera setelah kembali ke Mekkah pada pagi hari, Rasulullah menyampaikan perintah Allah tersebut kepada para sahabatnya. Sejak itu, perintah salat lima waktu berlaku.

Perjalanan Isra' Mi'raj Nabi Muhammad Dikaji dari Sudut Pandang IlmiahBismillahir-Rahmaanir-Rahim. Ilmuwan terkemuka Sinka mengatakan: siapa pun yang melayangkan pendangannya ke arah langit pasti akan memejamkan kedua matanya dengan penuh kekaguman dan ketakjuban.

Sebab ia melihat jutaan bintang yang bersinar terang, mengamati pergerakannya di garis orbitnya, dan beralih memandangi rasi-rasinya. Masing-masing bintang, planet, nebul, dan satelit adalah dunia yang berdiri sendiri, dan jauh lebih besar daripada bumi beserta segala yang ada diantaranya dan yang melingkupinya (Ahmad, 2006:42).

Bayangkan, jika kita sedang menengadah ke langit di malam hari, kita melihat sinar bulan yang begitu indah. Nah, sinar bulan yang kita lihat itu membutuhkan waktu untuk menempuh jarak dari bulan ke bumi sekira 350.000 kilometer. Karena kecepatan cahaya sekitar 300.000 meter per detik, maka cahaya bulan itu membutuhkan waktu lebih dari satu detik untuk sampai ke bumi.

Artinya, ketika kita melihat bulan, sebenarnya bulan yang kita lihat itu bukanlah bulan pada saat yang sama. Sebab, bulan membutuhkan waktu selama satu detik untuk mencapai bumi. Paling tidak, bulan yang kita lihat saat ini adalah bulan satu detik yang lalu.

Hal itu juga terjadi ketika kita melihat matahari. Karena jarak Matahari – Bumi yang demikian jauhnya sekitar 150 juta kilometer, maka kecepatan cahaya membutuhkan waktu 8 menit untuk sampai ke bumi. Artinya, jika waktu itu kita melihat matahari, maka matahari yang kita lihat itu sebenarnya bukalah matahari pada saat itu, melainkan matahari 8 menit yang lalu (Mustofa, 2006:71).

Keanehan dan keterkaguman kita akan semakin bertambah, manakala kita menyaksikan benda-benda langit yang lain, bintang umpamanya. Malah ada bintang yang berjarak sangat jauh dari bumi hingga memakan waktu 8 tahun cahaya dari bumi. Maka jika kita melihat bintang itu, sebenarnya kita sedang menyaksikan bintang yang usianya 8 tahun lalu. Mengagumkan.

Bahkan, dalam abad kekinian, sering juga kita dengar istilah satelit atau sputnik, yaitu kendaraan ruang angkasa yang

diluncurkan menuju bulan dan planetnya di dalam kelompok matahari.

Persitiwa satelit atau sputnik itu merupakan hasil kecerdasan otak manusia sekaligus merupakan alat terpenting dalam mencapai kemajuan lahir ke arah pengetahuan dan teknologi.

Lalu, pada abad ke-7 atau sekitar 1400 tahun silam, kita juga mendengar suatu peristiwa maha hebat dari tanah Arab. Persitiwa itu jauh lebih mengagumkan dari satelit ataupun sputik dan benda-benda langit lainnya.Peristiwa itu dinamakan Isra Mi’raj Nabi Muhammad saw.

Nabi Muhammad saw tidak saja menembus ruang angkasa di sekitar bulan, bahkan sudah meluncur ke ufuk yang tertinggi, melalui sistem planet, menerobos ruang langit yang luas, berlanjut terus ke gugusan Bintang Bima Sakti, meningkat kemudian mengarungi Semesta Alam hingga sampai di ruang yang dibatasi oleh ruang yang tak terbatas.

Kemudian sampailah Rasulullah Muhammad saw pada Ruang yang Mutlak yang dinamakan “Maha Ruang”. Inilah yang disebut “Dan dia Muhammad di ufuk yang tertinggi” (Mudhary, 1996:21).

Peristiwa luar biasa ini kontan membuat kontroversi di masyarakat. Ada masyarakat yang mencemooh; kebanyakan dari mereka orang kafir. Mereka menggemboskan isu bahwa Muhammad telah gila. Kelompok kedua adalah mereka yang ragu-ragu.

Mereka terbawa oleh suasana kontradiksi, mau percaya kok rasanya berita itu tidak masuk akal. Tapi ngga percaya, kan Muhammad tidak pernah berbohong.

Kelompok ketiga adalah mereka yang begitu yakin akan ke-Rasulan Muhammad. Perjalanan yang kontroversial ini pun bagi mereka justru meningkatkan kayakinannya bahwa beliau benar-benar utusan Allah.

Lantas bagaimana dengan kita? Termasuk golongan yang mana: tidak yakin, ragu-ragu, atau yakin? Alternatif dari jawaban itu adalah bahwa kita harus yakin dengan di-Isra-kan dan di-Mi’raj-kannya Muhammad, sekaligus meyakinkan kaum peragu bahwa peristiwa ini pun masuk akal, logis, dan rasional. Sebab, bisa dibuktikan secara empiris dalam ilmu pengetahuan modern

Bukankah manusia adalah salah satu magnum opus-nya Tuhan dengan keistimewaan akalnya. Bukankah telah disinyalir Tuhan bahwa manusia memiliki kemampuan untuk menjelajah seantero jagat raya dengan kekuasannya (QS.Ar Rahman:33).

Bahkan, Al Khazin, Al Baidlawi, dan An Nasai (Mudhary, 1996:21), memberi tafsiran bahwa arah kata sulthan atau kekuasannya ialah ilmu pengetahuan yang dihasilkan oleh kecerdasan otak lahir dan ilmu pengetahuan yang dihasilkan otak batin. Otak lahir disebut juga indera badani atau jasmani, sedangkan otak batin disebut indra rohani. Keduanya dikenal dengan sensus interior dan eksterior.

Hubungan antara tanda-tanda kebenaran di dalam al Quran dan alam raya dipadukan melalui mukjizat Al Quran dengan mukjizat alam raya yang menggambarkan kekuasaan Tuhan.

Masing-masing mengakui dan membenarkan keduanya menjadi pelajaran bagi setiap orang yang mau mendengar. Bahkan Abbas Mahmud Aqqad (dikutip Pasya, 2004:24), memberi penjelasan makna mukjizat ilmiah dalam al Quran dan Hadits secara lebih mendalam yakni terdapat dua macam mukjizat yang harus dibedakan: mukjizat yang harus dicari, dan mukjizat yang memang tidak perlu dicarai.

Sayangnya pembedaan antara kedua macam mukjizat tersebut hampir tidak kita temukan pada mereka yang pemikirannya hanya berhenti pada batas penafsiran ilmiah terhadap fenomena alam.

Tidak adanya pembedaan tersebut kadang menyebabkan pencampuradukkan anatra mukjizat ilmiah (yang berarti bahwa Al Quran dan Hadits telah terlebih dahulu memberitahukan kita tentang fakta atau fenomena alam sebelum ditemukan oleh ilmu empiris) dan penafsiran Al Quran secara ilmiah (yang berarti mengungkap makna-makan baru ayat Quran atau Hadits sesuai kebenaran teori sains).

Dengan kata lain, sains menjadi perangkat untuk menafsirkan Al Quran dan Hadits, seperti halnya ilmu bahasa dan asal usul fikih yang juga menjadi perangkat untuk menafsirkan ayat-ayat Al Quran di bidang ilmu keagamaan.

Nah. Dengan demikian, perjalanan Isra Mi’raj yang menjadi fenomena mukjizat Allah tersebut mampu dikaji secara ilmiah.

Pembuktian-pembuktian sains modern telah menampakan sebuah paradigma bahwa perjalanan Muhammad menjumpai Tuhannya dengan menembus batas-batas langit adalah benar. Sebab, perjalanan itu bisa ditafsir ulang dengan sains kekinian, dan dibuktikan secara ilmiah.

Skenario Isra Mi’raj dan Tafsir Fisik ...

“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah diberkahi sekelilingnya oleh Allah agar Kami perhatikan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kekuasaan)

Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (QS Al Isra:1).

Dalam ayat in, Allah sudah menjelaskan skenario perjalanan Isra Mi’raj Nabi Muhammad. Sehingga dengan berpatokan pada ayat ini, kita bisa memperoleh pemahaman yang sangat memadai tentang mukjizat Isra dan Mi’raj tersebut.

Dalam tinjauan Agus Mustofa (2006:11), setidak-tidaknya ada delapan kata kunci yang menjadi catatan penting dan menuntut pemahaman kita menembus batas-batas langit untuk menafsir perjalanan kontroversial ini. Baiklah, jika kita mencoba untuk menguraikan makna kata-kata tersebut, maka akan menjadi seperti ini:

Catatan pertama, terdapat pada akata Subhanallah, Maha Suci Allah. Hal ini mengisyaratkan bahwa persitiwa ini sangat luar biasa. Saking spesialnya kejadian ini, Allah sendiri memuji diri-Nya dengan ucapan Subhanallah. Barangkali inilah salah satu bukti bahwa Allah adalah Maha dari segala Maha. Maha tanpa batasan ruang, waktu, bahkan massa.

Sehingga lanjut Quraish Shihab (1992:338), peristiwa ini membuktikan bahwa ‘ilm dan qudrat Tuhan meliputi dan menjangkau, bahkan mengatasi segala yang finite (terbatas) dan infinite (tak terbatas) tanpa terbatas ruang dan waktu.

Catatan kedua, adalah dalam kata asraa, yang telah memperjalankan. Ini berarti bahwa perjalanan Isra Mi’raj bukan atas kehendak Rasulullah, melainkan kehendak Allah.

Dengan kata lain, kita juga memperoleh ‘bocoran’ bahwa Rasul tidak akan sanggup melakukan perjalanan itu atas kehendaknya sendiri. Saking dahsyatnya perjalanan ini, jangankan manusia biasa, Rasul sekali pun tidak akan bisa tanpa diperjalankan oleh Allah.

Oleh karena itu lanjut Agus (2006:15), Allah lantas mengutus malaikat Jibril untuk membawa Nabi melanglang ‘ruang’ dan ‘waktu’ didalam alam semesta ciptaan Allah. Mengapa Jibril? Sebab Jibril merupakan makhluk dari langit ke tujuh yang berbadan cahaya. Dengan badan cahayanya itu, Jibril bisa membawa Rasulullah melintasi dimensi-dimensi yang tak kasat mata.

Pembuktian menurut ilmu Fisika lanjut Mudhary (1996;28), bahwa eter menjadi zat pembawa sekaligus pelantara daya elektromagnetik. Eter adalah udara yang ringan sekali, lebih ringan dari udara yang dihirup oleh manusia: O2. Dalam bahasa Arab disebut dengan “Itsir”. Jika eter bergetar, niscaya membutuhkan pula zat pembawa yang lebih halus lagi dari eter itu sendiri, agar getaran eter itu bisa tersebar ke mana-mana.

Sedangkan menurut Ilmu Metafisika, Rasul naik ke ruang angkasa melakukan perjalanan Mi’rajnya tentu membutuhkan zat pembawa yang lebih halus dari jiwa atau rohaninya. Oleh karena itu, makhluk hidup yang memiliki dua jasad: jasmani dan rohani, maka diperlukan zat pembawa yang lebih halus dari rohani itu sendiri dan mampu mengangkat jasmani Rasul sekaligus. Dan ternyata makhluk yang sangat halus itu bernama Jibril.

Selain Jibril, perjalanan super istimewa itu disertai juga oleh kendaraan spesial yang didesain Allah dengan sangat spesial bernama Buraq. Ia adalah makhluk berbadan cahaya yang berasal dari alam malakut yang dijadikan tunggangan selama perjalanan tersebut.

Buraq berasal dari kata Barqum yang berarti kilat. Maka, ketika menunggang Buraq itu mereka bertiga melesat dengan melebihi kecepatan cahaya sekitar 300.000 kilometer per detik (Mustofa, 2006:15).

Jika seandainya kecepatan Buraq diambil serendah-rendahnya setara dengan perbandingan kecepatan elektris saja: 300.000 kilometer per detik, maka jarak anatara Masjidil Haram di Mekkah dengan Masjidil Aqsha di Palestina yang berjarak 1.500 kilometer, paling tidak memakan waktu 1/200 detik. Padahal, Buraq adalah makhluk hidup yang kecepatannya pun bisa melebihi kecepatan elektris tadi.

Pertanyaannya kemudian, bukankah kecepatan cahaya adalah kecepatan paling tinggi yang telah dihasilkan Fisika Modern?

Bukankah kecepatan cahaya telah mendapat legalitas berdasarkan keputusan kongres Internasional tentang Standar Ukuran yang digelar di Paris tahun 1983: bahwa kecepatan cahaya berada dalam vakum sebesar 299.792.458 meter per detik dibulatkan sekira 300.000 kilometer per detik. Dan tentu saja, kecepatan cahaya berlaku sama bagi seluruh gelombang spektrum dan mempersentasikan batas kecepatan dalam alam fisika (Ahmad, 2006:168).

Tentu saja kecepatan setinggi itu tidak bisa dilakukan oleh sembarang benda. Hanya sesuatu yang sangat ringan saja yang bisa memiliki kecepatan yang bisa melebihi kecepatan cahaya.

Bahkan, saking ringannya, maka sesuatu itu harus tidak memiliki massa sama sekali. Yang bisa melakukan kecepatan itu hanya photon saja, yaitu kuantum-kuantum penyusun cahaya. Bahkan, electron sekali pun yang bobotnya hampir nol sekalipun tidak bisa memiliki kecepatan setinggi itu.

Sedangkan manusia sendiri terkonstruksi dari satuan-satuan utama yang sangat kecil dinamakan sel. Jumlahnya sekitar 390 milyar. Sel tubuh ini tidak sama, baik bentuk, besar, maupun fungsinya. Sel-sel ini tidak terpisah satu sama lain, tetapi hidup dalam organisasi yang harmonis (Pasya, 2004:250).

Jika dilihat dari penyusunnya, maka berbagai macam sel itu tersusun dari molekul-molekul. Baik yang sederhana maupun molekul yang kompleks. Mulai dari H2O, sampai pada molekul asam amino atau proteir kompleks lainnya. Dan jika dicermati, maka molekul itu juga tersusun dari bagian-bagian yang lebih kecil disebut atom. Dan atom ini pun tersusun dari partikel-partikel sub atomik seperti: proton, neutron, elektron, dan sebagainya.

Karena manusia memiliki bobot, jangankan untuk dipercepat dengan kecepatan setingkat kecepatan cahaya. Dengan percepatan beberapa kali gravitasi bumi (G) saja, sudah akan mengalami kendala serius, bahkan bisa meninggal dunia.

Dalam ilustrasinya, Agus Mustofa (2006:17) memberi gambaran tentang seorang pilot yang melakukan manuver di angkasa. Ketika ia melakukan gerakan vertikal naik ke langit atau manuver ‘jatuh’ ke bumi misalnya, saat itu badannya akan mengalami tekanan alias beban yang sangat berat bergantung pada besarnya percepatan yang ia lakukan.

Jika pilot bermanuver ke langit dengan percepatan dua kali gravitasi bumi (2G), maka badannya akan mengalami tekanan dua kali lipat dari biasanya. Jika bobot pilot dalam kondisi normal 80 kg misalnya, maka pada saat melakukan manuver bobotnya akan menjadi 160 kg.

Bahkan jika percepatannya lebih tinggi lagi, rasa ‘nyuut’ di otak akan semakin besar. Seperti orang yang jatuh bebas ke dalam sebuah sumur yang dalam. Bisa-bisa seseorang akan mengalami ‘hilang kesadaran’. Apalagi manuver pilot dengan kecepatan 5G, pilot yang tidak terlatih bisa-bisa mengalami black out alias semaput atau pingsan di angkasa.

Jika demikian, bukankah Muhammad juga seorang manusia biasa yang memiliki struktur sama dengan pilot dalam ilustrasi tadi ketika ia melakukan perjalanan Isra Mi’raj tersebut? Lalu bagaimana jasmani Muhammad mampu menembus lapisan langit dengan bantuan kecepatan cahaya ? Apakah Muhammad di-Isra-kan dan di-Mi’raj-kan dengan jasmani dan rohaninya sekaligus? Nah.

Salah satu ‘skenario rekonstruksi’ untuk mengatasi problem ini adalah teori Annihilasi. Teori ini mengatakan bahwa setiap materi (zat) memiliki anti materi. Dan jika materi dipertemukan atau direaksikan dengan anti materinya, maka kedua partikel tersebut bakal lenyap berubah menjadi seberkas cahaya atau sinar gama (Mustofa, 2006:20).

Hal ini telah dibuktikan di laboratorium nuklir masih dalam buku yang sama (2006:20), bahwa jika ada partikel proton dipertemukan dengan antiproton, atau elektron dengan positron sebagai antielektronnya, maka kedua pasangan partikel tersebut akan lenyap dan memunculkan dua buah sinar gama, dengan energi masing-masing 0,11 MeV untuk pasangan elektron dan 938 MeVuntuk pasangan partikel proton.

Sebaliknya, jika ada seberkas sinar Gama yang memiliki energi sebesar itu dilewatkan medan inti atom, maka tiba-tiba sinar tersebut lenyap berubah menjadi dua buah pasangan partikel seperti di atas. Hal ini menunjukan bahwa materi memang bisa berubah menjadi cahaya dengan cara tertentu, yang disebut sebagai reaksi Annihilasi.

Nah, proses pengubahan materi menjadi cahaya terjadi sesaat sebelum perjalanan Isra Mi’raj dimulai. Kejadian ini ketika Rasul disucikan oleh Jibril di dekat sumur zam-zam. Bisa dikatakan jika proses ini adalah proses operasi hati Muhammad dengan air zam-zam.

Kenapa operasi hati? Bukan otak atau jantung misalnya? Ya, sebab hati adalah pangkal dari seluruh aktifitas badani. Bahkan Rasul mengatakan bahwa hati adalah pangkal dari segala aktifitas badani. Jika baik hatinya, maka baik pula seluruh aktifitas badannya. Begitu juga sebaliknya jika buruk hatinya, maka buruk juga segala aktifitas badaniahnya.

Bahkan, resonansi dari hati yang baik itulah kelembutan akan muncul. Bagaikan buluh perindu yang akan menghasilkan suara merdu ketika ditiup. Kenapa? Karena hati yang lembut bagaikan sebuah tabung resonansi yang bagus.

Getarannya menghasilkan frekuensi yang semakin lama semakin tinggi. Semakin lembut hati seseorang, semakin tinggi frekuensinya. Pada frekuensi 10 pangkat 8, maka akan menghasilkan gelombang radio. Dan jika frekuensinya lebih tinggi misal 10 pangkat 14, maka akan menghasilkan gelombang cahaya (Mustofa, 2008:153).

Itulah agaknya yang terjadi pada diri Rasulullah saat ‘dioperasi’ oleh malaikat Jibril di dekat sumur zam-zam. Jibril melakukan manipulasi terhadap sistem energi menjadi badan cahaya. Dengan kesiapan ini, Muhammad siap untuk dibawa melalui kawalan Jibril dengan mengendarai Buraq menembus batas langit hingga akhirnya berjumpa dengan Sang Pemilik Cahaya Abadi.

Catatan ketiga, terdapat dalam kata ‘abdihi, Hamba-Nya. Hal ini berarti bahwa tidak semua orang secara sembarangan mampu melakukan perjalanan Isra Mi’raj. Perjalanan fantastis yang hanya bisa dilakukan oleh manusia yang sudah mencapai tingkatan ‘abdihi, hamba-Nya. Atau dalam istilah Quraish Shihab sebagai insan kamil.

Catatan keempat, dalam kata laila, malam hari. Perjalanan spesial ini dilakukan pada malam hari dan bukan siang hari. Kenapa? Inilah dia bukti kebesaran Tuhan Sang Maha Gagah itu. Ia mengendalikan perjalanana Isra Mi’raj dengan apik dan sangat canggih.

Apalagi alasan logis mengenai hal itu, bahwa pada siang hari radiasi sinar matahari demikian kuatnya, sehingga bisa

membahayakan badan Nabi Muhammad yang sebenarnya memang bukan badan cahaya. Badan nabi yang sesungguhnya tentu saja adalah materi. Perubahan menjadi badan cahaya itu bersifat sementara saja, sesuai kebutuhan untuk melakukan perjalanan bersama Jibril.

Dengan melakukannya pada malam hari, maka Allah telah menghindarkan Nabi dari interferensi gelombang yang bakal membahayakan badannya. Suasana malam memberikan kondisi yang baik buat perjalanan itu (Mustofa, 2006:25).

Sebagai gambaran sederhana, ketika di malam hari kita menyalakan radio, maka gelombang yang kita tangkap akan jernih dan lebih mudah dari siang hari.

Sebab gelombang radio tersebut tidak mengalami gangguan terlalu besar yang saling bersinggungan dengan gelombang lainnya. Begitulah gambaran sederhananya, sebab waktu malam hari adalah waktu yang paling kondusif untuk perjalanan super spesial demi kelancaran perjalanan ini.

Catatan kelima, terdapat dalam kata minal Masjidil haram ilal masjidil Aqsha, dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha. Perjalanan ini dimulai dari mesjid ke mesjid, sebab mesjid adalah bangunan yang memiliki energi positif. Disanalah orang-orang berusaha untuk menyucikan diri, mendekat, bahkan merapat kepada Tuhannya. Masing-masing mesjid tersebut ibarat tabung energi positif bagi perjalanan Nabi.

Masjidil Haram dan Masjidil Aqsha dijadikan sebagai terminal pemberangkatan dan kedatangan. Hal ini mirip dengan tabung transmitter dan recieveri, yang dipergunakan dalam proses perubahan badan Nabi Muhammad dari materi menjadi cahaya jauh lebih mudah.

Apalagi proses itu melalui ‘operasi’ lewat pelantara Jibril yang memang makhluk cahaya. Maka semuanya berjalan dengan lancar sesuai kehendak Allah. Dia-lah yang berkehendak, sedang Jibril yang melaksanakannya (Mustofa, 2006:28).

Catatan keenam, yakni dalam kata baaraknaa haulahu, Kami berkahi sekelilingnya. Perjalanan ini adalah perjalanan yang tak lazim. Oleh karena itu Allah mempersiapkan semua fasilitas dengan keberkahan untuk menjaga kelancaran perjalanan sekali dalam sepanjang sejarah manusia.

Nah, disinilah pentingnya Allah menjaga lingkungan sekitar perjalanan Isra Mi’raj agar tidak terjadi hal-hal yang merusak.

Sebab, jika badan Rasul tiba-tiba berubah menjadi ‘badan materi’ lagi saat melakukan perjalanan berkecepatan tinggi itu, maka badannya bisa terurai menjadi partikel-partikel kecil sub atomik, tidak beraturan lagi. Untuk itulah, keberkahan itu selalu ada; di setiap tempat di setiap keadaan, bahkan tak mengenal tempat, waktu, dan keadaan sekalipun.

Catatan ketujuh, terdapat dalam kata linuriyahu min ayaayaatina, tanda-tanda kebesaran Allah. Ya, tepat sekali Isra Mi’raj adalah salah satu tanda kebesaran Allah yang Maha Hebat.

Dalam perjalanan itu Rasul menyaksikan pemandangan yang tidak pernah beliau saksikan sebelumnya. Terutama ketika melintasi dimensi-dimensi langit yang lebih tinggi pada saat Mi’raj ke langit ke tujuh.

Tanda kebesaran dan keagungan Allah ini terhampar di jagat raya. Dan dengan tanda-tanda itu, seseorang mukmin bisa melakukan ‘dzikir sekaligus pikir’ sehingga menghasilkan kedekatan diri kepada Allah Azza wa Jalla.

Dan kata kunci yang terakhir adalah innahu huwas samii’ul bashir, sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat. Ini adalah proses penegasan informasi kalimat sebelumnya. Dengan adanya kalimat ini, seakan-akan Alalh ingin memberikan jaminan kepada kita bahwa apa yang telah Dia ceritakan dalam ayat ini adalah benar adanya.

Kenapa? Karena berita ini datang dari Allah, Tuhan yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Maka tak perlu ada keraguan tentang kisah fenomenal ini (Mustofa, 2006:41).

EpilogBegitu dahsyat peristiwa Isra Mi’raj hingga meninggalkan kesan mendalam untuk seluruh umat manusia hingga kini. Namun, dari tafsiran yang telah dipaparkan di atas, sekira dengan obat sebagai penawar penyakit, begitu pun hikmah perjalanan ini sebagai ikhtiar pembangun jiwa-jiwa yang sedang kebingungan, atau malah ‘mati’ dalam kebingungan.

Siapa pun ia jika mengira akal adalah Tuhan yang patut disembah, sains adalah Maha Guru tertinggi yang patut dipuji, maka ia bagai berada dalam dimensi yang terus memenjaranya untuk tidak menemukan kebenaran hakiki.

Sebab, Kant pernah berkata (dalam avant propos Capra, 2000:xxii), bahwa ia secara meyakinkan dan sudah membuktikan jika nalar teoritis sama sekali tak mampu menangkap kebenaran metafisika. Dengan kata lain, sains tak bisa membuktikan Tuhan ada, juga tidak bisa membuktikan Tuhan tidak ada. Dengan ini, Kant sebenarnya hendak membatasi ekspansi sains, menyisakan ruang bagi iman.

Banyak tafsiran yang diutarakan para ulama terkait berita kontroversial ini. Namun, perlu menjadi catatan bahwa

terlepas dari semua tafsiran: aqidah, sains, bahkan tasawuf sekalipun, ia ‘menggenjot’ penyemangat jiwa. Sebab Nabi Muhammad saw mampu ‘berlari’ menjadi hamba yang Insan Kamil untuk melesat menuju Tuhannya. Ia membuka diri untuk disesuaikan dan direkonstruksi demi menyempurnakan panggilan spesial Tuhannya.

Bukan saja Muhammad yang bisa ‘berlari menuju Tuhannya. Anda, saudara, dan kita semua bisa ‘berlari’ mengejar hakikat kecintaan kepada Tuhan. Hidup terlalu singkat untuk diisi dengan pergi menuju tuhan dengan cara berjalan lanjut Kang Jalal (2008:69).

Kita harus ‘berlari’ sebelum waktu kita di dunia habis dan berakhir. ‘Berlari’ dari segala yang menarik perhatian kita, menuju kepada yang satu, Allah.

Sebab, “Barangsiapa yang mendekati Allah sesiku, Dia akan mendekatinya sehasta. Barangsiapa mendekati Allah sambil berjalan, Dia akan menyambutnya sambil berlari” (HR. Ahmad dan Thabrani). Jika begitu, bagaimana jika kita menuju-Nya dengan ‘berlari’, seberapa dekatkah Ia kepada hamba-Nya.

Kenyataan ini menuntun kita pada adanya evolusi dari hal yang sifatnya material menuju hal yang immaterial. Membimbing kita untuk Mi’raj atau pendakian menuju tahap demi tahap hingga sampai ke hakikat kecintaan kepada-Nya.

Keberadaan hierarki dan proses pendakiannya yang merupakan ajaran tarekat yang dicontohkan Plotinus sebagai tokoh madzhab neoplatonisme (Purwanto, 2008:383). Menurutnya semua berasal dari Yang Satu atau to Hen dan semuanya berhasrat untuk kembali kepada Yang Satu.

Manusia dapat melaksanakan pengembalian kepada Yang Satu dengan upaya menempuh tahap demi tahap, hingga akhirnya mampu ‘berlari’ menembus penyatuan dengan Yang Satu, atau dalam istilah Plotinus disebut ekstasis.

Overall, maka bersegeralah ‘berlari’ untuk Mi’raj menuju Tuhan. Sebab Ia telah berfirman: “Oleh karena itu, bersegeralah berlari kembali menuju Allah” (QS.Al dzariyat:50).

Mi’raj untuk menembus batas-batas kekotoran sifat manusia, menjemput Cahaya Ke-Tuhanan yang hanya diberikan bagi mereka yang spesial. Mereka yang berhasil menjadi pengikut Muhammad yang tidah hanya mengagumi dalam decak kagum tanpa penghayatan, tetapi penghayatan dalam pengamalan yang ikhlas.

Perjalanan yang ditempuh dari pecinta menuju yang dicintainya, hingga keadaan ini berada dalam vakum penyatuan.

Cerminan penyatuan itu tertuang dalam sebuah hadits qudsi: ..

“Tidak henti-hentinya hamba-hamba-Ku mendekatkan diri kepada–Ku dengan melakukan ibadah-ibadah nawafil, hingga Aku mencintainya.

Kalau Aku telah mencintainya, Aku akan menjadi telinganya yang dengannya ia mendengar; Aku akan menjadi matanya yang dengannya ia melihat; Aku akan menjadi tangannya yang dengannya ia memegang; Aku akan menjadi kakinya yang dengannya ia berjalan.

Jika ia bermohon kepada-Ku, Aku akan mengabulkan permohonannya. Jika ia berlindung kepada-Ku, Aku akan melindungi dirinya” (HR. Bukhari).

Daftar Pustaka ...

#Al Quran dan terjemahnya.# Agus Mustofa, 2006, Terpesona di Sidratul Muntaha, Surabaya, Padma., 2008, Pusaran Energi Kabah, Surabaya, Padma.#Agus Purwanto, 2008, Ayat-ayat Semesta, Bandung, Mizan Media Utama.#Ahmad Fuad Pasya, 2004, Dimensi Sains Al Quran, Solo, Tiga Serangkai.#Bahaudin Mudhary, 1996, Setetes Rahasia Alam Tuhan, Surabaya, Pustaka Metafisika.#Fritjrof Capra, 2000, The Tao of Physics, Yogyakarta, Jalasutra.#Jalaluddin Rakhmat, 2008, The Road to Allah, Bandung, Mizan Media Utama.#M. Quraish Shihab, 1993, Membumikan Al Quran, Bandung, Mizan.# Syekh Yusuf al-Hajj Ahmad, 2006, Al Quran Kitab Sains dan Media, Jakarta, Grafindo.

Wallahu’ a'lam bishshawab. Semoga tulisan ini dapat membuka pintu hati kita yang telah lama terkunci.Teori Isra Miraj berkunjung ke Bintang Sirius ?Seorang ulama mesir, Muhammad Al Banna menyatakan bahwa lokasi Sidratul Muntaha, yang dikunjungi Rasulullah saat melakukan Perjalanan Isra Miraj berada di Bintang Syi’ra.

ه�ۥ �� ن ن�� ى رب هو ن ن� ع ش� ٱل“Dan bahwasanya Dialah RABB (yang memiliki) bintang Syi’ra”(QS. An Najm (53) ayat 49 )Sumber : IsnetDi kalangan pakar astronomi, bintang Syi’ra dikenal sebagai Sirius. Sirius (α CMa / α Canis Majoris / Alpha Canis Majoris) adalah bintang paling terang di langit malam, dengan magnitudo tampak −1.47.

Bintang ini terletak di rasi Canis Major, yang memiliki jarak dengan bumi sejauh 8,6 tahun cahaya.Sumber : wikipedia

Proses Perjalanan Isra MirajDalam ilmu astronomi 1 tahun cahaya memiliki jarak 9.460.800.000.000 Km, atau dibulatkan menjadi 10^13 Km.Dengan demikian jarak Sirius dengan Bumi adalah sekitar 8,6 x 10^13 Km.Berdasarkan beberapa riwayat, ketika Rasulullah melakukan perjalanan Isra Miraj, beliau ditemani Malaikat Jibril dengan mengendarai Buraq.Istilah buraq mungkin berasal dari istilah barqu yang berarti kilat, perubahan istilah barqu menjadi buraq, bisa dimaknai bahwa kendaraan ini memiliki kecepatan di atas sinar (cahaya).Kecepatan Cahaya sendiri adalah sebesar 300.000 km/detik atau 3 x 10^5 km/detik. Dengan kecepatan ini, Buraq akan sampai ke Sirius memakan waktu 2,86 x 10^8 detik atau sekitar 3.310 hari kemudian.

Di dalam Al Qur’an, kita mengenal istilah Ma’aarij, yakni tempat-tempat naik para malaikat (sumber : Ma’aarij). Sebagaimana Firman ALLAH :Dari Allah yang mempunyai tempat-tempat naik. Naik malaikat dan ruh kepada Nya di dalam satu hari adalah ukurannya lima puluh ribu tahun (QS. Al Ma’aarij (70) ayat 3-4).Berdasarkan ayat di atas, di dapat persamaan :1 hari maarij = 50.000 tahun bumi86400 detik maarij = 50.000 x 365 x 86400 detik bumi1 detik maarij = 18,25 10^6 detik bumiDengan demikian, saat cahaya (Buraq) ketika masuk di ruang Maarij, Kecepatan Buraq akan menjadi 5,475 x 10^12 km/ detik. Dengan kecepatan ini, Buraq akan sampai di Sirius hanya sekitar 15,7 detik.

Beberapa kelemahan teori ini :1. Perjalanan Isra Miraj diperkirakan memakan waktu sekitar 8 jam. Dengan demikian kunjungan ke Sirius, dengan hanya memakan waktu sekitar 15,7 detik terasa terlalu dekat.Demikian juga lokasi Sirius yang sekitar 8,6 tahun cahaya dari bumi, sangat jauh dibandingkan luasan alam semesta yang berdiameter 14.5 milyar tahun cahaya.2. Di sepanjang perjalanan, Rasulullah diperlihatkan pemandangan-pemandangan gaib, sebagaimana terdapat di dalam Hadis At-Tabrani dan Al-Bazar.Pemandangan gaib itu, seperti beliau melihat ada seorang lelaki yang menghimpun seberkas kayu dan dia tak terdaya memikulnya, tapi ditambah lagi kayu yang lain.Menurut Jibril pemandangan gaib ini adalah gambaran orang tak dapat menunaikan amanah tetapi masih menerima amanah yang lain.Dengan adanya pemandangan gaib ini, ada yang menduga Rasulullah bukanlah menuju bintang tertentu di alam semesta, melainkan menuju portal-portal gaib, yang menjadi pintu-pintu langit.Pendapat ini sejalan dengan pendapat Muhammad Rasyid Ridha, yang berpendapat bahwa tujuh langit dalam kisah isra’ mi’raj adalah langit ghaib.Misteri Batu Terbang, Batu Isra' Mi'raj Nabi MuhammadBukti Kepalsuan Batu Terbang dalam VideoAda yang menyebutnya sebagai batu terbang atau batu gantung. Ada yang menyebutkan sebagai batu pijakan Nabi Muhammad saat akan mi'raj ke langit. Sang batu ingin ikut terbang ke langit, tetapi dilarang oleh nabi, sehingga berhenti dalam posisi melayang hingga sekarang.

Banyak yang percaya begitu saja gambar dan cerita tersebut. Tetapi tak sedikit juga yang bertanya-tanya. Apakah batu tersebut benar-benar ada? Benarkah itu foto asli?Setelah beberapa lama mencari-cari kebenaran cerita dan foto tersebut, akhirnya ada kejelasan yang diperoleh dari forum diskusi berbahasa arab. Ternyata foto batu ini sudah tersebar jauh dan juga menimbulkan 'kehebohan' di antara mereka. Jika dalam versi indonesia, embel-embel ceritanya

adalah tentang kisah isra' mi'raj di atas, maka dalam forum berbahasa arab itu cerita pengiringnya berbeda. Tidak mengenai isra mi'raj. Di situ diceritakan bahwa batu ini berasal dari wilayah Al Hasa atau Al Ahsa (bukan Al Aqsa), di bagian timur Arab Saudi, di sebuah desa bernama Al Tuwaitsir (Lihat foto-foto wilayah ini di Panoramio). Sang batu, konon ceritanya, tiba-tiba melayang setinggi sekitar 10 cm di suatu hari di bulan April, tanpa sebab yang jelas.Seorang anggota forum tersebut menanggapi dengan menyatakan bahwa ia hidup di wilayah tersebut dan tidak pernah melihat ada batu yang terbang melayang (lihat juga komentar dari orang-orang yang tinggal di wilyah ini dari artikel berbahasa inggris: the mistery of floating rock di sini). Ia pun kemudian memberikan foto-foto batu yang dimaksud. Dan ternyata, memang batu tersebut ada, namun mempunyai penyangga di bawahnya. Foto asli batu tersebut menunjukkan bahwa memang batu tersebut cukup unik. Dan dengan mengambil sudut pemotretan yang tepat, dilanjutkan dengan manipulasi hasil pemotretan dengan photoshop atau program pengolah gambar lainnya, orang dengan mudah menghilangkan penyangga tersebut untuk memberi kesan sebagai batu yang melayang di udara.Berikut adalah foto-foto batu asli dari berbagai sudut pengambilan gambar:

Ada juga referensi mengenai batu terbang iniBeberapa keraguan lain mengenai cerita batu terbang

1. Gambar batu terbang tersebut 'too good to be true', terlalu aneh untuk dipercaya. Ia melayang, ia terletak di tempat terbuka, dan dekat perumahan (lihat foto mobil, rumah, kabel listrik). Artinya, banyak orang akan menyaksikannya jika itu benar. Berita dari mulut ke mulut akan mengundang banyak orang, kru televisi, koran, dan radio tentu akan meliput dan menerbitkan gambar dan cerita batu terbang tersebut. Namun kenyataannya? Hanya ada satu jenis foto dengan keterangan samar tentang apa dan di mana batu tersebut.

2. Cerita tentang batu yang ingin terbang mengikuti nabi Muhammad juga kurang jelas asal-usul dan sandaran haditsnya. Adakah hadits shahih atau sumber terpercaya lainnya tentang peristiwa ini? Jika ada yang tahu, mohon saya diberitahu melalui formulir komentar di bawah.

3. Sebagian orang menunjuk kepada bagian bawah dari gambar batu melayang, di bawah batu, di dalam bayangan. Mereka melihat dalam gambar yang lebih besar, berresolusi lebih tinggi, adanya tanda-tanda manipulasi. Ada yang dihapus pada bagian tersebut.

Bagaimana dengan batu yang merupakan pijakan Nabi saat ber-isra'mi'raj?Di samping ini adalah gambar batu tersebut, tampak atas. Batu ini sama sekali berbeda dengan gambar batu di atas! Batu yang ini asli.

Ia berada di Yerusalem, Palestina di wilayah Haram al Quds al Sharif. Batu inilah yang dilindungi dengan bangunan yang kita kenal sebagai simbol Palestina, yaitu Masjid berkubah Emas, Dome of the Rock,

atau Qubah al Shakhra atau masjid Kubah Batu. Apakah batu ini melayang? Wallahua'lam. (Lihat juga Gambar adanya gua di bawah batu ini.) Jadi, semoga kita tidak terburu-buru percaya dengan cerita-cerita heboh, ajaib, yang diembel-embeli dengan kisah-kisah islami atau dihubungkan dengan kekuasaan Allah.Jangankan cuma batu sebesar itu, Allah pun berkuasa untuk mengangkat bukit Thursina ketika mengambil sumpah kepada kaum Yahudi. Tetapi, kalau memang batu tersebut tidak melayang, tidak terbang, dan ternyata merupakan hasil manipulasi foto belaka, apakah kita akan tetap menyebarkan foto-foto tersebut? Apalagi kisah sang batu yang ingin ikut Nabi ke langit tersebut juga tidak jelas sumbernya.Semoga halaman ini bermanfaat untuk kebenaran.Pembahasan Lengkap Isra' Mi'raj Nabi Muhammad s.a.w Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW – Seringkali di kalangan masyarakat kita, dalam mendefinisikan isra dan mi’raj, mereka menggabungkan Isra Mi’raj menjadi satu peristiwa yang sama. Padahal sebenarnya Isra dan Mi’raj merupakan dua peristiwa yang berbeda. Dan untuk meluruskan hal tersebut, pada kesempatan ini saya bermaksud mengupas tuntas pengertian isra dan mi’raj, sejarah isra mi’raj nabi muhammad SAW serta hikmah dari perjalanan isra’ mi’raj Nabi Besar Muhammad SAW.

Pengertian / Definisi Isra dan Mi’rajIsra Mi’raj adalah dua bagian dari perjalanan yang dilakukan oleh Muhammad dalam waktu satu malam saja. Kejadian ini merupakan salah satu peristiwa penting bagi umat Islam, karena pada peristiwa ini Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam mendapat perintah untuk menunaikan shalat lima waktu sehari semalam.

Isra’ dan Mi’raj merupakan dua cerita perjalanan yang berbeda. Isra’ merupakan kisah perjalanan Nabi Muhammad dari Masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil Aqsa di Yerussalem. Sedangkan Mi’raj merupakan kisah perjalanan Nabi dari bumi naik ke langit ketujuh dan dilanjutkan ke Sidratul Muntaha (akhir penggapaian) untuk menerimah perintah di hadirat Allah SWT.

Namun karena dua peristiwa ini terjadi pada waktu yang bersamaan maka disebutlah peristiwa Isra’ Mi’raj. Selama perjalanan Nabi ditemani Malaikat Jibril dengan menunggangi Buraq. Peristiwa Isra’ Mi’raj terjadi dalam waktu singkat, yaitu hanya dalam satu malam.

Isra Mi’raj terjadi pada periode akhir kenabian di Makkah sebelum Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam hijrah ke Madinah. Menurut al-Maududi dan mayoritas ulama, Isra Mi’raj terjadi pada tahun pertama sebelum hijrah, yaitu antara tahun 620-621 M. Menurut al-Allamah al-Manshurfuri, Isra Mi’raj terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke-10 kenabian, dan inilah yang populer.

Namun demikian, Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri menolak pendapat tersebut dengan alasan karena Khadijah radhiyallahu anha meninggal pada bulan Ramadan tahun ke-10 kenabian, yaitu 2 bulan setelah bulan Rajab. Dan saat itu belum ada kewajiban salat lima waktu. Al-Mubarakfuri menyebutkan 6 pendapat tentang waktu kejadian Isra Mi’raj. Tetapi tidak ada satupun yang pasti. Dengan demikian, tidak diketahui secara persis kapan tanggal terjadinya Isra Mi’raj.

Peristiwa Isra Mi’raj terbagi dalam 2 peristiwa yang berbeda. Dalam Isra, Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam “diberangkatkan” oleh Allah SWT dari Masjidil Haram hingga Masjidil Aqsa. Lalu dalam Mi’raj Nabi Muhammad SAW dinaikkan ke langit sampai ke Sidratul Muntaha yang merupakan tempat tertinggi. Di sini Beliau mendapat perintah langsung dari Allah SWT untuk menunaikan salat lima waktu.

Bagi umat Islam, peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang berharga, karena ketika inilah salat lima waktu diwajibkan, dan tidak ada Nabi lain yang mendapat perjalanan sampai ke Sidratul Muntaha seperti ini. Walaupun begitu, peristiwa ini juga dikatakan memuat berbagai macam hal yang membuat Rasullullah SAW sedih.

Sejarah / Kisah Perjalanan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAWPerjalanan dimulai Rasulullah mengendarai buraq bersama Jibril. Jibril berkata, “turunlah dan kerjakan shalat”.

Rasulullahpun turun. Jibril berkata, “dimanakah engkau sekarang ?”

“tidak tahu”, kata Rasululullah.

“Engkau berada di Madinah, disanalah engkau akan berhijrah “, kata Jibril.

Perjalanan dilanjutkan ke Syajar Musa (Masyan) tempat penghentian Nabi Musa ketika lari dari Mesir, kemudian kembali ke Tunisia tempat Nabi Musa menerima wahyu, lalu ke Baitullahmi (Betlehem) tempat kelahiran Nabi Isa AS. Kemudian terjadilah peristiwa pembelahan dada Nabi Muhammad untuk disucikan dengan air Zamzam oleh Malaikat Jibril di samping Ka’bah sebelum berangkat ke Masjidil Aqsha di Yerussalem sebagai kiblat nabi-nabi terdahulu.

Sesampainya di Yerussalem, Jibril menurunkan Rasulullah dan menambatkan kendaraannya. Setelah Rasululullah memasuki masjid ternyata telah menunggu Para nabi dan rasul. Rasulululah bertanya : “Siapakah mereka ?”

“Saudaramu para Nabi dan Rasul”.

Nabi Muhammad kemudian menjadi imam bagi nabi-nabi terdahulu ketika melaksanakan salat sunnah dua rakaat di Masjidl Aqsa. Jibril membawa dua gelas minumam berisi susu dan arak, Nabi memilih susu sebagai isyarat bahwa umat Islam tidak akan tersesat.

Kemudian Jibril membimbing Rasul kesebuah batu besar, tiba-tiba Rasululullah melihat tangga yang sangat indah, pangkalnya di Maqdis dan ujungnya menyentuh langit. Kemudian Rasulullah bersama Jibril naik tangga itu menuju kelangit tujuh dan ke Sidratul Muntaha.

“Dan sesungguhnya nabi Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, yaitu di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratull Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dariyang dilihatnya itu dan tidakpula melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar .” (QS. An-Najm : 13 – 18).

Di langit pertama Muhammad bertemu dengan Nabi Adam A.S, di langit kedua bertemu dengan Nabi Isa dan Yahya A.S, di langit ketiga bertemu dengan Nabi Yusuf A.S, di langit keempat bertemu dengan Nabi Idris A.S, di langit keenam bertemu dengan Nabi Musa A.S dan di langit ketujuh bertemu dengan Nabi Ibrahim A.S.

Dari Sa’id bin Al Musayyib, dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الم عليه – موسى لقيت بى أسرى حين» بى فنعته – «. الس مضطرب – قال حسبته – رجل فإذا- » وسلم عليه الله صلى -النأس رجل ه الر بى فنعته «. عيسى ولقيت – قال – شنوءة رجال من كأن ما أحمر ربعة فإذا- » وسلم عليه الله صلى -الن خرج كأن «.ديماس من

ه صلوات – إبراهيم ورأيت » قال – حماما يعنى- وفى لبن أحدهما فى بإناءين فأتيت – قال – به ولده أشبه وأنا – عليه اللهما خذ لى فقيل خمر اآلخر بن فأخذت. شئت أي ك أما الفطرة أصبت أو الفطرة هديت فقال . فشربته الل الخمر أخذت لو إن «.أمتك غوت

“Ketika aku diisra’kan (diperjalankan), aku bertemu Musa ‘alaihis salam.” Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mensifatinya dengan mengatakan bahwa ia adalah pria yang tidak gemuk yang berambut antara lurus dan keriting serta terlihat begitu gagah.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku pun bertemu ‘Isa.” Lalu beliau mensifati ‘Isa bahwa ia adalah pria yang tidak terlalu tinggi, tidak terlalu pendek dan kulitnya kemerahan seakan baru keluar dari kamar mandi.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku pun bertemu Ibrahim -shalawatullah ‘alaih- dan aku adalah keturunan Ibrahim yang paling mirip dengannya. Aku pun datang dengan membawa dua wadah. Salah satunya berisi susu dan yang lainnya khomr (arak). Lantas ada yang mengatakan padaku, “Ambillah mana yang engkau suka.” Aku pun memilih susu, lalu aku meminumnya.” Ia pun berkata, “Engkau benar-benar berada dalam fithrah. Seandainya yang kau ambil adalah khomr, tentu umatmu pun akan ikut sesat.” (HR. Muslim no. 168).

"Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (Q.S Al Isra (17):1)

Selanjutnya Rasulullah melanjutkan perjalanan menghadap Allah tanpa ditemani Jibril. Rasulullah membaca yang artinya : “Segala penghormatan adalah milik Allah, segala Rahmat dan kebaikan“.

Allah berfirman yang artinya: “Keselamatan bagimu wahai seorang nabi, Rahmat dan berkahnya“.

Rasul membaca lagi yang artinya: “Keselamatan semoga bagi kami dan hamba-hamba Allah yang sholeh.”

Berfirman Allah SWT : “Hai Muhammad Aku mengambilmu sebagai kekasih sebagaimana Aku telah mengambil Ibrahim sebagai kesayanagan dan Akupun memberi firman kepadamu seperti firman kepada Musa Akupun menjadikan umatmu sebagai umat yang terbaik yang pernah dikeluarkan pada manusia, dan Akupun menjadikan mereka sebagai umat wasath (adil dan pilihan), Maka ambillah apa yang aku berikan kepadamu dan jadilah engkau termasuk orang-orang yang bersyukur“.

“Kembalilah kepada umatmu dan sampaikanlah kepada mereka dari Ku”. Nabi kemudian menerima perintah untuk membawa amanah Allah berupa salat 50 waktu dalam sehari semalam untuk Nabi Muhammad dan umatnya.

Kemudian Rasulullah turun ke Sidratul Muntaha. Dalam perjalanan pulang di langit keenam, beliau bertemu Musa A.S. Terjadilah percakapan di antara keduanya, Musa menanyakan apa yang dibawa Muhammad setelah menghadap Allah. Muhammad kemudian menjelaskan mengenai perintah untuk melakukan salat 50 waktu dalam sehari semalam. Musa lantas menyuruh Muhammad untuk kembali menghadap Allah dan meminta keringanan.

Muhammad lantas kembali kehadirat Allah untuk meminta keringanan. Permintaan tersebut dikabulkan, perintah salat diturunkan menjadi 45 kali. Setelah itu Muhammad kembali dan bertemu lagi dengan Musa. Dikisahkan Nabi Muhammad SAW sempat beberapa kali pulang pergi untuk meminta keringanan salat, hingga akhirnya turun menjadi lima kali dalam waktu sehari semalam.

Setelah perintah salat diturunkan menjadi lima waktu dalam sehari semalam, dikisahkan bahwa Nabi Musa masih menyuruh Muhammad untuk meminta keringanan. Tapi Nabi Muhammad tidak berani lagi melakukannya karena malu pada Allah, ia pun rela dan ikhlas dengan ketentuan tersebut. Nabi akhirnya kembali dengan membawa perintah salat selama lima waktu yang kita kenal sebagai salat Subuh, Zuhur, Asar, Magrib dan Isya.

Kemudian Jibril berkata : “Allah telah memberikan kehormatan kepadamu dengan penghormatan yang tidak pernah diberikan kepada seorangpun dari makhluk Nya baik malaikat yang terdekat maupun nabi yang diutus. Dan Dia telah membuatmu sampai suatu kedudukan yang tak seorangpun dari penghuni langit maupun penghuni bumi dapat mencapainya. Berbahagialah engkau dengan penghormatan yang diberikan Allah kepadamu berupa kedudukan tinggi dan kemuliaan yang tiada bandingnya. Ambillah kedudukan tersebut dengan bersyukur kepadanya karena Allah Tuhan pemberi nikmat yang menyukai orang-orang yang bersyukur”.

Lalu Rasulullah memuji Allah atas semua itu.

Kemudian Jibril berkata : “Berangkatlah ke surga agar aku perlihatkan kepadamu apa yang menjadi milikmu disana sehingga engkau lebih zuhud disamping zuhudmu yang telah ada, dan sampai lah disurga dengan izin Allah SWT. Tidak ada sebuah tempat pun aku biarkan terlewatkan”. Rasul melihat gedung-gedung dari intan mutiara dan sejenisnya, Rasul juga melihat pohon-pohon dari emas. Rasul melihat disurga apa yang belum pernah dilihat mata, belum pernah didengar telinga dan tidak terlintas dihati manusia. Semua itu membuat Rasul kagum dan untuk mengejar surgalah mestinya manusia beramal. Kemudian Rasululullah diperlihatkan neraka sehingga rasul dapat melihat belenggu-belenggu dan rantai-rantainya selanjutnya Rasulullah turun ke bumi dan kembali ke masjidil haram menjelang subuh.

Mendapat Mandat Shalat 5 waktuAgaknya yang lebih wajar untuk dipertanyakan, bukannya bagaimana Isra’ Mi’raj, tetapi mengapa Isra’ Mi’raj terjadi? Jawaban pertanyaan ini sebagaimana kita lihat pada ayat 78 surat al-lsra’, Mi’raj itu untuk menerima mandat melaksanakan shalat Lima waktu. Jadi, shalat inilah yang menjadi inti peristiwa Isra’Mi’raj tersebut.

Shalat merupakan media untuk mencapai kesalehan antara seorang hamba dengan Allah. Shalat juga menjadi sarana untuk menjadi keseimbangan tatanan masyarakat yang egaliter, beradab, dan penuh kedamaian. Makanya tidak berlebihan apabila Alexis Carrel menyatakan : “Apabila pengabdian, sholat dan do’a yang tulus kepada Sang Maha pencipta disingkirkan dari tengah kehidupan bermasyarakat, hal itu berarti kita telah menandatangani kontrak bagi kehancuran masyarakat tersebut“. Perlu diketahui bahwa A. Carrel bukanlah orang yang memiliki latar belakang pendidikan agama, tetapi dia adalah seorang dokter dan pakar Humaniora yang telah dua kali menerima nobel atas hasil penelitiannya terhadap jantung burung gereja dan pencangkokannya. Tanpa pendapat Carrel pun, Al–Qur’an 15 abad yang lalu telah menyatakan bahwa shalat yang dilakukan dengan khusu’ akan bisa mencegah perbuatan keji dan mungkar, sehingga tercipta tatanan masyarakat yang harmonis, egaliter, dan beretika.

Hikmah Isra Mi’raj Nabi Besar Muhammad SAWPerintah sholat dalam perjalanan isra dan mi’raj Nabi Muhammad SAW, kemudian menjadi ibadah wajib bagi setiap umat Islam dan memiliki keistimewaan tersendiri dibandingkan ibadah-ibadah wajib lainnya. Sehingga, dalam konteks spiritual-imaniah maupun perspektif rasional-ilmiah, Isra’ Mi’raj merupakan kajian yang tak kunjung kering inspirasi dan hikmahnya bagi kehidupan umat beragama (Islam).

Bersandar pada alasan inilah, Imam Al-Qusyairi yang lahir pada 376 Hijriyah, melalui buku yang berjudul asli ‘Kitab al-Mikraj’, berupaya memberikan peta yang cukup komprehensif seputar kisah dan hikmah dari perjalanan agung Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW, beserta telaahnya. Dengan menggunakan sumber primer, berupa ayat-ayat Al-Quran

dan hadist-hadits shahih, Imam al-Qusyairi dengan cukup gamblang menuturkan peristiwa fenomenal yang dialami Nabi itu dengan runtut.

Selain itu, buku ini juga mencoba mengajak pembaca untuk menyimak dengan begitu detail dan mendalam kisah sakral Rasulullah SAW, serta rahasia di balik peristiwa luar biasa ini, termasuk mengenai mengapa mikraj di malam hari? Mengapa harus menembus langit? Apakah Allah berada di atas? Mukjizatkah mikraj itu hingga tak bisa dialami orang lain? Ataukah ia semacam wisata ruhani Rasulullah yang patut kita teladani?

Bagaimana dengan mikraj para Nabi yang lain dan para wali? Bagaimana dengan mikraj kita sebagai muslim? Serta apa hikmahnya bagi kehidupan kita? Semua dibahas secara gamblang dalam buku ini.

Dalam pengertiannya, Isra’ Mi’raj merupakan perjalanan suci, dan bukan sekadar perjalanan “wisata” biasa bagi Rasul. Sehingga peristiwa ini menjadi perjalanan bersejarah yang akan menjadi titik balik dari kebangkitan dakwah Rasulullah SAW. John Renerd dalam buku ”In the Footsteps of Muhammad: Understanding the Islamic Experience,” seperti pernah dikutip Azyumardi Azra, mengatakan bahwa Isra Mi’raj adalah satu dari tiga perjalanan terpenting dalam sejarah hidup Rasulullah SAW, selain perjalanan hijrah dan Haji Wada. Isra Mi’raj, menurutnya, benar-benar merupakan perjalanan heroik dalam menempuh kesempurnaan dunia spiritual.

Jika perjalanan hijrah dari Mekah ke Madinah pada 662 M menjadi permulaan dari sejarah kaum Muslimin, atau perjalanan Haji Wada yang menandai penguasaan kaum Muslimin atas kota suci Mekkah, maka Isra Mi’raj menjadi puncak perjalanan seorang hamba (al-abd) menuju sang pencipta (al-Khalik). Isra Mi’raj adalah perjalanan menuju kesempurnaan ruhani (insan kamil). Sehingga, perjalanan ini menurut para sufi, adalah perjalanan meninggalkan bumi yang rendah menuju langit yang tinggi.

Inilah perjalanan yang amat didambakan setiap pengamal tasawuf. Sedangkan menurut Dr Jalaluddin Rakhmat, salah satu momen penting dari peristiwa Isra Mi’raj yakni ketika Rasulullah SAW “berjumpa” dengan Allah SWT. Ketika itu, dengan penuh hormat Rasulullah berkata, “Attahiyatul mubaarakaatush shalawatuth thayyibatulillah”; “Segala penghormatan, kemuliaan, dan keagungan hanyalah milik Allah saja”. Allah SWT pun berfirman, “Assalamu’alaika ayyuhan nabiyu warahmatullahi wabarakaatuh”.

Mendengar percakapan ini, para malaikat serentak mengumandangkan dua kalimah syahadat. Maka, dari ungkapan bersejarah inilah kemudian bacaan ini diabadikan sebagai bagian dari bacaan shalat.

Selain itu, Seyyed Hossein Nasr dalam buku ‘Muhammad Kekasih Allah’ (1993) mengungkapkan bahwa pengalaman ruhani yang dialami Rasulullah SAW saat Mi’raj mencerminkan hakikat spiritual dari shalat yang di jalankan umat Islam sehari-hari. Dalam artian bahwa shalat adalah mi’raj-nya orang-orang beriman. Sehingga jika kita tarik benang merahnya, ada beberapa urutan dalam perjalanan Rasulullah SAW ini.

Pertama, adanya penderitaan dalam perjuangan yang disikapi dengan kesabaran yang dalam. Kedua, kesabaran yang berbuah balasan dari Allah berupa perjalanan Isra Mi’raj dan perintah shalat. Dan ketiga, shalat menjadi senjata bagi Rasulullah SAW dan kaum Muslimin untuk bangkit dan merebut kemenangan. Ketiga hal diatas telah terangkum dengan sangat indah dalam salah satu ayat Al-Quran, yang berbunyi “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk. (Yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.”

Mengacu pada berbagai aspek diatas, buku setebal 178 halaman ini setidaknya sangat menarik, karena selain memberikan bingkai yang cukup lengkap tentang peristiwa Isra’ mikraj Nabi saw, tetapi juga memuat mi’rajnya beberapa Nabi yang lain serta beberapa wali. Kemudian kelebihan lain dalam buku ini adalah dipaparkan juga mengenai kisah Mi’rajnya Abu Yazid al-Bisthami. Mi’raj bagi ulama kenamaan ini merupakan rujukan bagi kondisi, kedudukan, dan perjalanan ruhaninya menuju Allah.

Ia menggambarkan rambu-rambu jalan menuju Allah, kejujuran dan ketulusan niat menempuh perjalanan spiritual, serta keharusan melepaskan diri dari segala sesuatu selain Allah. Maka, sampai pada satu kesimpulan, bahwa jika perjalanan hijrah menjadi permulaan dari sejarah kaum Muslimin, atau perjalanan Haji Wada yang menandai penguasaan kaum Muslimin atas kota suci Mekah, maka Isra Mi’raj menjadi “puncak” perjalanan seorang hamba menuju kesempurnaan ruhani.

Isra’ Mi’raj juga merupakan suatu peristiwa besar yang sekarang oleh sains dan teknologi diakui, karena ternyata memang demikianlah yang bisa terjadi bahwa Rasulullah benar-benar bergerak dari Mekkah ke Palestina, dan kemudian diteruskan ke Sidratil Muntaha hanya dalam waktu tidak sampai satu malam. Sudut pandang ilmiahnya bahwa ini adalah peristiwa fenomenal dan kontroversial. Fenomena sejarah bahwa peristiwa ini belum pernah terjadi dan diyakini takkan pernah terjadi lagi.

Peristiwa Isra’ Mi’raj sangat fenomenal dari segi sejarah, karena sebelumnya tak pernah terjadi pada manusia. Sebelum Nabi Muhammad memang pernah terjadi pada benda. Benda tersebut bisa berpindah tempat dari satu tempat ke tempat yang jauh dalam orde sepersekian detik saja. Itulah peristiwa berpindahnya singgasana Ratu Balqis dari Kerajaan Saba ke Kerajaan Nabi Sulaiman. Waktu itu Nabi Sulaiman bertanya kepada para stafnya yang ketika itu memang sengaja dikumpulkan olehnya. Nabi Sulaiman mengatakan kepada para stafnya untuk melakukan suatu kejutan terhadap Ratu Balqis yang ketika itu sedang menuju ke kerajaan Nabi Sulaiman. Ternyata Nabi Sulaiman ingin

memindahkan singgasana Ratu Balqis ke kerajaannya. Nabi Sulaiman bertanya kepada para stafnya siapa yang bisa melakukan hal tersebut.

Yang mengajukan diri pertama kali adalah Jin Ifrit. Ditanya oleh Nabi Sulaiman berapa lama ia bisa memindahkannya. Dijawab oleh Jin Ifrit bahwa ia bisa melakukannya sebelum Nabi Sulaiman berdiri dari tempat duduknya dijamin singgasana itu sudah sampai di hadapannya. Tentunya hal ini sangat cepat, tapi ternyata Nabi Sulaiman belum puas akan hal tersebut.

Kemudian Nabi Sulaiman bertanya lagi kepada para stafnya siapa yang bisa lebih cepat melakukan hal tersebut. Yang mengajukan diri kemudian ternyata adalah seorang manusia, yaitu manusia yang menguasai ilmu dari al-Kitab. Orang itu kemudian ditanya oleh Nabi Sulaiman berapa lama ia bisa melakukannya. Dijawab oleh orang itu bahwa ia bisa melakukannya sebelum Nabi Sulaiman berkedip lagi. Ternyata memang benar adanya, sebelum Nabi Sulaiman berkedip, singgasana Ratu Balqis sudah berada di hadapannya. Satu kedipan mata berarti waktunya kurang dari satu detik. Berkaitan dengan Isra’ Mi’raj, ternyata perjalanan Nabi Muhammad tersebut terjadi dalam waktu tidak sampai satu kedipan mata pun.

Dan Isra’ Mi’raj juga fenomenal dari segi sains. (lebih lengkapnya, bisa dibaca disini: Perjalanan Isra' Mi'raj Nabi Muhammad Dikaji dari Sudut Pandang Ilmiah). Untuk menjelaskan Isra’ Mi’raj, ternyata kita harus menggali ilmu-ilmu mutakhir. Kalau ilmu-ilmu lama mungkin tak cukup untuk menjelaskan peristiwa Isra’ Mi’raj. Sehingga di zaman itu orang memersepsikan bahwa Nabi Muhammad melakukan perjalanan Isra’ Mi’raj dengan mengendarai Buraq. Buraq itu kemudian ada yang menggambarkan bentuknya seperti kuda yang bersayap, ada juga yang menggambarkan bahwa kepala buraq itu menyerupai manusia, bahkan ada juga yang menggambarkan kepala buraq itu berupa wanita cantik. Pemikiran seperti ini tentunya khas abad pertengahan, karena perjalanan tercepat ketika itu adalah dengan mengendarai kuda. Tapi kuda pun tak bisa secepat itu. Karena itu digambarkanlah kuda itu bersayap.

Dengan pendekatan secara saintifik dapatlah dijelaskan bahwa sebenarnya perpindahan Rasulullah dari satu tempat ke tempat lain pada peristiwa Isra’ Mi’raj itu terjadi secara cahaya. Peristiwa Isra’ Mi’raj ini tentunya kontroversial hampir 1500 tahun di kalangan agamawan maupun para saintis karena memang sulit menjelaskannya. Selalu ada yang tidak percaya, ragu-ragu, dan ada juga yang meyakininya sejak masa hidupnya Rasulullah hingga kini. Yang ragu-ragu sampai sekarang tentunya masih ada, bahkan di kalangan umat Islam sendiri. Ketika ditanya apakah perjalanan Nabi Muhammad dari Mekkah ke Palestina itu dengan badannya atau bukan. Ada yang mengatakan bahwa itu hanya penglihatan saja. Ada juga yang mengatakan bahwa itu hanya ruh saja. Ada yang mengatakan itu hanya mimpi. Dan ada yang mengatakan bahwa peristiwa itu memang dialami Nabi Muhammad dengan badannya.

Yang meyakini bahwa peristiwa Isra’ Mi’raj itu dialami Nabi Muhammad dengan badannya adalah mengacu kepada Abu Bakar Shiddiq. Ketika itu Abu Bakar ditanya apakah dia meyakini peristiwa tersebut. Lalu ditanyakan oleh Abu Bakar kepada yang bertanya itu siapa yang menceritakan hal tersebut. Dijawab oleh yang bertanya kepada Abu Bakar itu bahwa yang menceritakan hal tersebut adalah Nabi Muhammad. Dikatakan oleh Abu Bakar, bahwa kalau Nabi Muhammad yang menceritakannya, maka ia meyakininya, karena Nabi Muhammad tak pernah berbohong.

Cara Abu Bakar memersepsi mengenai Isra’ Mi’raj ini oleh sebagian kalangan dinyatakan bahwa beragama itu tak perlu berpikir. Padahal jika dicermati bahwa sebenarnya ketika itu Abu Bakar berpikir dahulu, karena ia menanyakan bahwa siapakah yang menceritakan hal tersebut. Kalau memang Nabi Muhammad yang menceritakannya, maka ia meyakini kebenaran yang diceritakan oleh Nabi Muhammad itu. Tapi kalau yang menceritakannya bukan Nabi Muhammad tentunya Abu Bakar takkan langsung meyakini kebenaran cerita tersebut. Jadi dalam beragama memang kita harus berpikir, janganlah ikut-ikutan saja. Perintahnya sangat jelas di dalam al-Quran: Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (Q.S. al-Isrâ’ [17]: 36)

Logika Keputusasaan tentang Isra' mi'rajSelama ini dalam menceritakan Isra’ Mi’raj kalau kita sudah buntu, maka kita katakanlah bahwa kalau Allah menghendaki, maka semuanya bisa saja terjadi. Kita takkan mendapatkan pelajaran apa-apa dengan cara berpikir seperti ini. Padahal peristiwa apapun yang diturunkan oleh Allah, maka di dalamnya selalu ada pelajaran untuk kita. Allah berfirman:Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (Q.S. Ali ’Imrân [3]: 190)

Kita diperintahkan untuk menjadi ulil albab, yaitu orang yang menggunakan akalnya memahami segala peristiwa, sehingga ada pelajaran dari setiap peristiwa tersebut.

Skenario Isra Mi’raj dan Tafsir FisikPerjalanan Isra’ Mi’raj itu terdiri dari dua etape: satu etape mendatar (horizontal), sedangkan satunya lagi adalah etape vertikal ke langit ketujuh. Etape mendatarnya diceritakan di dalam surah al-Isrâ’ ayat pertama:

Maha Suci Allah, yang telah memerjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Q.S. al-Isrâ’ [17]: 1)

Dalam tinjauan Agus Mustofa (2006:11), setidak-tidaknya ada delapan kata kunci yang menjadi catatan penting dan menuntut pemahaman kita menembus batas-batas langit untuk menafsir perjalanan kontroversial ini. Baiklah, jika kita mencoba untuk menguraikan makna kata-kata tersebut, maka akan menjadi seperti ini:Pertama, ayat ini dimulai dengan kata “subhânalladzî”. Kata “subhânallâh” diajarkan kepada kita untuk diucapkan pada saat kita menemui peristiwa yang menakjubkan, yang memesona, yang hebat, yang luar biasa. Artinya, dengan memulai cerita itu menggunakan kata “subhânalladzî” sebenarnya Allah menginformasikan bahwa cerita yang akan diceritakan tersebut bukanlah cerita yang biasa, melainkan cerita tersebut adalah cerita yang luar biasa dan menakjubkan.

Kedua, yaitu kata “asrâ”. Penggunaan kata “asrâ” memiliki beberapa makna. Yang pertama bahwa itu adalah perjalanan berpindah tempat. Jadi penggunaan kata ini mengcounter pemahaman ataupun kesimpulan yang menyatakan bahwa pada perjalanan tersebut Rasulullah tidak berpindah tempat. Yang kedua maknanya bahwa pada perjalanan itu Rasulullah diperjalankan, bukanlah berjalan sendiri, dan bukan juga atas kehendak sendiri, karena peristiwa ini terlalu dahsyat untuk bisa dilakukan sendiri oleh Rasulullah.

Ketiga, yaitu kata “’abdihi” yang artinya adalah hamba Allah. Hamba terhadap majikan adalah seorang yang tak berani membantah, taat, seluruh hidupnya diabdikan untuk majikannya, untuk Tuhannya. Yang bisa mengalami perjalanan hebat ini bukanlah manusia yang kualitasnya sembarangan, melainkan manusia yang kualitasnya sudah mencapai tingkatan hamba Allah, yaitu manusia seperti Nabi Muhammad. Karena itulah, kita mungkin tidak bisa menerima ketika Nabi Muhammad digambarkan mendapat perintah salat 50 waktu, kemudian beliau menawar perintah tersebut kepada Allah. Anjuran tawar-menawar itu datangnya dari Nabi Musa. Digambarkan bahwa tawar-menawar itu terjadi hingga sembilan kali Nabi Muhammad bolak-balik menemui Allah, yang akhirnya perintah salat fardu yang diterima Nabi Muhammad menjadi lima waktu saja sehari semalam.Kita mungkin tak sampai hati membayangkan Nabi Muhammad yang begitu taat kepada Allah yang tak pernah membantah kalau mendapat wahyu dan perintah dari Allah yang dalam cerita versi ini digambarkan sampai sembilan kali tawar-menawar dengan Allah untuk mengurangi jumlah salat fardu yang diperintah-Nya. Digambarkan pada cerita versi ini bahwa Nabi Musa lebih superior dibandingkan Nabi Muhammad, sehingga Nabi Muhammad dipingpong oleh Nabi Musa bolak-balik menemui Allah memohon agar jumlah salat fardu yang diperintahkan Allah itu dikurangi. Tentunya patut pula kita ingat bahwa Nabi Musa adalah nabinya bani Israil (sebetulnya juga nabinya umat Islam/umat Nabi Muhammad), tetapi orang-orang bani Israil tidak mau menerima Nabi Muhammad. Bagi bani Israil, Nabi Musa lebih hebat dibandingkan Nabi Muhammad, sehingga dalam cerita versi ini Nabi Muhammad dipingpong saja. Jadi ini indikasinya adalah hadis Israiliyat.

Keempat , yaitu kata “laylan” yang artinya adalah perjalanan malam di waktu malam. Hal ini menunjukkan sebagai penegasan bahwa perjalanan malam itu tidak sepanjang malam, melainkan cuma sebagian kecil dari malam. Sehingga diriwayatkan di beberapa hadis, bahwa ketika Rasulullah berangkat dari rumah meninggalkan pembaringan, kemudian menuju ke Masjidil Haram, dan kemudian terjadi peristiwa Isra’ Mi’raj tersebut. Ketika Rasulullah kembali lagi ke rumahnya, ternyata pembaringannya masih hangat. Hal ini menunjukkan bahwa ketika itu beliau tidak lama meninggalkan rumahnya. Di hadis yang lain juga diceritakan, bahwa ketika Rasulullah meninggalkan rumahnya, beliau menyenggol tempat minumnya kemudian tumpah, dan ternyata ketika Rasulullah kembali lagi ke rumahnya, air dari tempat minum yang disenggolnya itu masih menetes. Hal ini menunjukkan bahwa sebetulnya Isra’ Mi’raj yang dialami Rasulullah itu berlangsung dalam waktu yang sebentar dan cepat.

Bayangkanlah, perjalanan semalam saja masih sulit diterima, apalagi perjalanan yang hanya sekejap yang itu mungkin hanya beberapa menit, atau mungkin hanya beberapa detik.

Kelima, minal masjidil harâmi ilal masjidil aqsha (dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa). Mengapa perjalanan Rasulullah ini dari masjid ke masjid? Mengapa pula tidak dari rumahnya atau dari Gua Hira ke tujuan lain yang bukan masjid (dari tempat yang bukan masjid ke tempat lain yang bukan masjid juga)?

Patut diketahui, bahwa masjid adalah tempat yang menyimpan energi positif sangat besar. Dengan kamera aura yang bisa memfoto dan memvideokan sesuatu, jika ada orang yang sedang berzikir ataupun membaca al-Quran, ternyata orang tersebut memancarkan cahaya yang terang benderang. Berbeda halnya dengan orang yang sedang marah, depresi, ataupun stress, maka orang tersebut akan memancarkan cahaya berwarna merah. Warna aura ini bertingkat, yaitu dari merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, ungu, sampai warna putih. Setiap kita memancarkan energi. Akan terpancar energi dari setiap aktivitas yang kita lakukan, dan energi itu menancap di tempat kita berada ketika itu. Energi itu membekas, sehingga seluruh aktifitas kita akan terekam. Allah berfirman:Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. (Q.S. Qâf: 18)

Raqib dan Atid kemudian dijadikan sebagai nama malaikat yang mencatat amal kebaikan dan keburukan. Rekaman tersebut di ruang tiga dimensi, dan suatu ketika akan diputar lagi. Allah berfirman:

Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam. (Q.S. Qâf: 22)

Di pengadilan akhirat itu, manusia akan bisa melihat seluruh perbuatan yang dilakukannya di dunia.

Masjid mengandung energi positif sangat besar, terutama masjid yang sering digunakan sebagai tempat beribadah. Semakin sering, semakin banyak, dan semakin khusyuk, maka energinya akan semakin besar. Rasulullah berangkat dari masjid menuju ke masjid. Terminal keberangkatannya di masjid.

Keenam, bâraknâ hawlahu (yang telah Kami berkahi sekelilingnya). Allah memberkati sepanjang perjalanan itu, hal ini karena perjalanan itu memang membahayakan. Dengan keberkahan Allah kondisi Nabi tetap membaik.

Ketujuh, linuriyahû min âyâtinâ (agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami). Dalam perjalanan isra’ mi’raj ketika itu Rasulullah ditunjukkan berbagai peristiwa. Mengapakah bisa seperti itu, sedangkan itu adalah waktu yang sangat singkat. Itulah yang disebut sebagai relativitas waktu, yaitu ada perbedaan waktu antara orang yang berkecepatan tinggi dengan orang yang berkecepatan rendah. Kita mengetahui, bahwa antara orang yang tidur dengan orang yang sadar (terjaga) itu waktunya berbeda. Misalnya, ada yang tiba-tiba terlelap tidur yang itu hanya sebentar (mungkin hanya beberapa detik), lalu yang tertidur itu dibangunkan. Yang tertidur itu pun terbangun, lalu ia bercerita baru saja ia bermimpi. Ceritanya itu begitu panjang, seakan-akan mimpinya itu sangat lama, padahal ia hanya tertidur beberapa detik saja. Begitupun dengan Rasulullah, meskipun perjalanan yang dialaminya itu hanya berlangsung sepersekian detik, tetapi beliau ditampakkan berbagai macam peristiwa oleh Allah. Hal ini karena yang memberjalankan Rasulullah adalah Allah yang tak lain adalah zat Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Kemahamendengaran dan kemahamelihatan Allah itu ditularkan kepada Nabi Muhammad, sehingga kemampuan Rasulullah untuk melihat dan mendengar menjadi lebih baik dari sebelumnya.Dan kata kunci yang terakhir ( kedelapan ) adalah innahu huwas samii’ul bashir, sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat. Ini adalah proses penegasan informasi kalimat sebelumnya. Dengan adanya kalimat ini, seakan-akan Alalh ingin memberikan jaminan kepada kita bahwa apa yang telah Dia ceritakan dalam ayat ini adalah benar adanya. Kenapa? Karena berita ini datang dari Allah, Tuhan yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Maka tak perlu ada keraguan tentang kisah fenomenal ini (Mustofa, 2006:41).Selanjutnya mengenai Mi’raj diceritakan pada surah an-Najm 14-18:(14) (yaitu) di Sidratil Muntaha. (15) Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (16) (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. (17) Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. (18) Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar. (Q.S. an-Najm: 14-18)

Di dekat Sidratil Muntaha, Rasulullah menyaksikan surga. Tentunya tidak sembarangan orang yang bisa menyaksikan surga, karena sudut padangnya harus tertinggi di alam semesta ini. Dari dunia tidak kelihatan, kalaupun kelihatan hanya sebagian. Jadi, kalau kita merasakan kebahagiaan, maka hal itu mungkin kita telah mendapatkan kebahagiaan surga, namun hanya sedikit sekali perbandingannya, mungkin bagaikan setetes air dibandingkan dengan samudera, itu pun setetes airnya dibagi lagi tak berhingga. Sebaliknya kalau kita menderita, maka itu adalah penderitaan neraka, namun skalanya tak berhingga.Lantas ke manakah Rasulullah melanglang buana? Menyeberangi langit ataukah beliau langsung masuk ke Sidratil Muntaha yang kita tidak tahu di mana letaknya.Betapa besarnya langit angkasa semesta. Apakah langit? Langit adalah seluruh ruangan alam semesta ini. Matahari dikelilingi oleh planet-planet, bumi tempat kita tinggal adalah termasuk salah satu planet yang mengitari matahari. Matahari yang tadinya kelihatan besar, semakin jauh kita lihat maka semakin kecil. Ketika matahari yang kita terlihat itu semakin kecil, maka biasanya kita tidak lagi menyebutnya matahari, melainkan kita menyebutnya bintang.

Matahari itu ternyata demikian banyaknya, seluruh bintang-bintang itu sebenarnya adalah matahari. Diperkirakan jumlahnya trilyunan. Matahari-matahari (bintang-bintang) itu bergerombol membentuk galaksi. Galaksi adalah gerombolan matahari (bintang), di tengahnya ada matahari yang lebih besar, dan di sekitarnya ada sekitar 100 milyar matahari (bintang).

Bintang-bintang itu bergerombol mengitari pusatnya membentuk suatu galaksi. Galaksi tempat bumi dan matahari kita berada adalah galaksi Bimasakti. Di sebelah galaksi Bimasakti ada galaksi Andromeda yang isinya diperkirakan juga 100 milyar matahari. Galaksi-galaksi itu diperkirakan trilyunan jumlahnya. Para ahli astronomi bahkan sampai kehabisan nama untuk menyebut galaksi karena saking banyaknya.

Galaksi-galaksi itu ternyata bergerombol-gerombol lagi membentuk gerombolan yang lebih besar yang dinamakan sebagai supercluster. Isinya diperkirakan 100 milyar galaksi. Apakah supercluster adalah benda terbesar dan terjauh di alam semesta, hingga kini belum ada yang mengetahuinya.

Jarak bumi ke matahari adalah 150 juta kilometer. Kalau dilewati cahaya maka dibutuhkan waktu 8 menit. Jadi, kalau kita melihat matahari terbit yang sinarnya sampai ke mata kita, maka cahaya yang sampai ke mata kita itu sebetulnya bukanlah matahari sekarang, melainkan matahari 8 menit yang lalu. Cahaya matahari itu berjalan selama 8 menit barulah sampai ke mata kita. Sementara bintang kembar (Alpha Century) jaraknya dari bumi adalah 4 tahun perjalanan cahaya. Kalau kita melihat bintang kembar pada malam hari, maka sebetulnya itu bukanlah cahaya bintang kembar saat itu, melainkan bintang 4 tahun yang lalu. Di belakangnya lagi ada bintang yang berjarak 10 tahun perjalanan cahaya. Bayangkanlah kalau kita mau menuju bintang berjarak 10 tahun cahaya menggunakan pesawat tercepat yang dimiliki manusia, misalnya menggunakan pesawat ulang alik yang kecepatannya 20 ribu kilometer per jam. Apakah yang kemudian terjadi? Ternyata dibutuhkan waktu 500 tahun untuk sampai ke bintang tersebut.

Ternyata bumi kita ini bukanlah benda besar di alam semesta, melainkan benda yang sangat kecil. Di belakang bintang berjarak 10 tahun cahaya ada bintang berjarak 100 tahun cahaya, di belakangnya lagi ada yang berjarak 1000 tahun cahaya, yang berjarak 1 juta tahun cahaya, dan juga yang berjarak 1 milyar tahun cahaya. Yang terjauh

diketahui oleh ilmuwan Jepang yaitu yang berjarak 10 milyar tahun cahaya. Jadi, bumi kita ini hanyalah sebutir debu di padang pasir alam semesta raya.

Jadi, manusia adalah debunya bumi, bumi debunya tata surya, tata surya debunya galaksi Bimasakti, galaksi Bimasakti debunya supercluster, supercluster debunya langit pertama, karena langit itu ada tujuh (sab’a samawâti). Ilmu astronomi hanya mengetahui langit itu satu, tapi al-Quran mengatakan langit itu ada tujuh, karena menurut al-Quran bahwa langit yang kita kenal itu yang banyak bintang-bintangnya barulah langit dunia (langit pertama). Allah berfirman: Sesungguhnya Kami telah menghias langit yang terdekat dengan hiasan, yaitu bintang-bintang, (Q.S. ash-Shâffât: 6)

Sudah sedemikian besarnya langit pertama, ternyata langit pertama adalah debunya langit kedua, karena langit kedua itu besarnya tak berhingga kali dibandingkan langit pertama. Langit ketiga besarnya tak berhingga kali dibandingkan langit kedua. Begitu seterusnya setiap naik ke langit selanjutnya selalu tak berhingga kali besarnya dibandingkan langit sebelumnya, hingga langit ketujuh tak berhingga kali dibandingkan langit keenam, serta tak berhingga pangkat tujuh dibandingkan langit pertama.

Jadi, langit pertama adalah debunya langit kedua, langit kedua debunya langit ketiga, seterusnya hingga langit ketujuh, dan seluruh langit yang tujuh beserta seluruh isinya hanyalah debu atau lebih kecil lagi di dalam kebesaran Allah. Beginilah cara al-Quran menggiring pemahaman kita tentang makna Allahu Akbar. Semestinya menurut al-Quran, bahwa belajar mengenal Allah itu adalah dari seluruh ciptaan-Nya. Dengan begitu kita akan mengetahui betapa Maha Besarnya Dia, betapa Maha Menyayangi, Maha Teliti, Maha Berkuasa, Maha Berkehendak, tak cukup hanya dari lafaznya, karena kita takkan mendapatkan rasa yang sesungguhnya.

Bayangkanlah betapa Rasulullah melakukan perjalanan menuju langit ketujuh. Sebetulnya Rasulullah berjalan ke langit ketujuh itu apakah melintasi ruang angkasa atau tidak?Kalaupun badan Rasulullah diubah menjadi cahaya, maka dari bumi menuju bintang Alpha Century yang berjarak 4 tahun cahaya, maka Rasulullah membutuhkan waktu 4 tahun untuk sampai ke bintang Alpha Century, untuk menempuh yang berjarak 10 tahun cahaya dibutuhkan waktu 10 tahun, untuk menempuh yang berjarak 10 milyar tahun cahaya dibutuhkan 10 milyar tahun. Sepertinya Rasulullah tidak melewati ruang angkasa, melainkan ada ruangan langsung yang tidak ke sana (tidak ke ruang angkasa) tetapi memahami semua itu. Di manakah itu?Ternyata langit kedua terhadap langit pertama tidak bertumpuk seperti kue lapis (dalam konteks Mi’rajnya Rasulullah). Sering kita berpendapat dari cerita-cerita klasik bahwa Nabi Muhammad dan malaikat Jibril menuju ke langit ketujuh dengan cara naik menggunakan tangga, kemudian bertemu langit yang digambarkan seperti langit-langit, kemudian di situ ada pintunya dan ada penjaganya. Lalu Malaikat Jibril dan Nabi Muhammad ditanya mau ke mana oleh si penjaga langit. Dijawab oleh Malaikat Jibril dan Nabi Muhammad bahwa akan bertemu dengan Allah. Kalau begitu, berarti Allah itu jauh sekali. Padahal di dalam al-Quran digambarkan bahwa Allah itu dekat, dan Nabi Muhammad mengetahui itu. Allah berfirman: Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya, (Q.S. Qâf: 16)

Bahkan dinyatakan juga di dalam al-Quran: Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke manapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui. (Q.S. al-Baqarah [2]: 115)

Timur dan Barat milik Allah. Ke manapun kita menghadap, maka kita berhadapan dengan Allah, karena Allah sedang meliputi kita. Dan Rasulullah tahu persis akan hal itu. Jadi untuk bertemu Allah tak perlu ke Sidratil Muntaha. Dan memang Rasulullah ke Sidratil Muntaha bukanlah untuk menemui Allah, karena Allah sudah meliputi Rasulullah, juga meliputi kita semua di manapun kita berada.

Tujuan isra’ mi’rajIsra’ Mi’raj itu sebetulnya bertujuan membawa Rasulullah ke satu posisi yang paling tinggi untuk memahami betapa dahsyatnya ciptaan Allah. Untuk apakah semuanya itu? Yaitu untuk memotivasi Rasulullah. Mengapakah demikian? Karena sebelum Isra’ Mi’raj, Rasulullah sedang berada pada titik terendah perjuangannya yang paling sulit, yaitu ketika dijepit oleh orang kafir dan diembargo secara ekonomi. Di saat-saat itu justru Allah mewafatkan paman Rasulullah (Abi Thalib) dan mewafatkan istri Rasulullah (Khadijah). Hal ini bukannya tidak sengaja, melainkan disengaja oleh Allah, karena memang tak ada yang kebetulan di dalam kehidupan ini.

Semuanya itu justru terjadi pada saat Rasulullah berada pada titik nadir perjuangannya. Beliau berharap memindahkan front syi’arnya ke luar kota (yaitu ke Tha’if). Beliau berharap disambut baik oleh penduduk Tha’if, tapi malah yang terjadi beliau dilempari batu sampai berdarah-darah. Maka kemudian Allah memompa kembali semangat beliau, yaitu dengan cara Isra’ Mi’raj. “Muhammad, engkau adalah utusan Allah,” mungkin seperti itulah yang ingin disampaikan oleh Allah melalui peristiwa Isra’ Mi’raj tersebut.

Ketika Rasulullah kembali dari Isra’ Mi’raj, maka setahun kemudian terjadilah titik balik perjuangannya, yaitu beliau bersama pengikutnya hijrah ke Madinah, kemudian dari Madinah bisa menaklukkan kota Mekkah.

Peringatan : Kisah Isra' dan Mi'raj Nabi adalah benar karena yang memberitakannya adalah Al-Quran kitab suci kita. Kisah Mi'raj Nabi adalah benar walau tidak kasat oleh logika kita sebab dalam agama kebenaran yang dipakai

adalah kebenaran wahyu bukan akal yang dieksprimen dulu, wahyu lebih tinggi dari logika.

Kebenaran isra' dan mi'raj nabi wajib di yakini dan adapun caranya Nabi muhammad dan bagaimana atau kaifiyyat Nabi keatas langit ke 7 sampai Sidratul Muntaha tidak menjadi kewajiban mengetahuinya, yang penting percaya dan yakin didalam hati adapun cara yang ril dan sebenarnya wallahua'lam sebab banyak pendapat dalam hal ini.

Logikanya Isra' itu benar dan logis. Jika Nabi Muhammad adalah milik Allah dan langit serta alam ini milik Allah dan dalam kondisi ini Allah yang menghendaki, apa susahnya? Sederhananya seperti ini. Jika anda punya HP lalu anda taruh di lantai dan mau anda pindahkan ke saku, ke lemari, ke atas rak buku, tidak susah bukan? Karena HP itu adalah milik anda. Coba kalau teman anda yang punya? Tidak bisa anda taruh sesuka hati anda.

Perayaan Isra’ Mi’raj, Siapa Bilang Tidak Boleh?Seorang mukmin, saat menemukan kebenaran yang sebelumnya belum pernah ia ketahui, seperti seorang yang menemukan sebuah barang berharga yang hilang, yang ia cari sepanjang siang dan malam. Bagaimana gerangan perasaannya, manakala berhasil menemukan barang tersebut? Tentu senang dan bahagia. Demikian perumpamaan seorang mukmin, manakala ia menemukan kebenaran, yang sebelumnya belum ia ketahui. Sebelumnya ia tidak sadar kalau ternyata selama ini berada pada jalan yang keliru. Lalu ia menemukan kebenaran yang menyadarkannya dari kekeliruan tersebut. Tentu ia akan merasa bahagia dan berlapang dada untuk menerima kebenaran tersebut.Sebagai seorang mukmin yang telah berikrar bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘ alaihi wasallam adalah utusan Allah, tentu ia akan lebih selektif dalam dalam hal amalan ibadah. Bila ada tuntunannya dari Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, maka akan lakukan sebagai bentuk ittiba‘ (mengikuti sunah) kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, bila tidak maka ia akan tinggalkan karena Allah. Karena diantara konsekuensi dari syahadat Muhammadur Rasulullah, adalah ittaba’, atau mencontoh beliau dalam beribadah kepada Allah. Allah ta’ala berfirman,

ون كنتم إن قل ه تحب بعوني الل ه يحببكم فات ه ذنوبكم لكم ويغفر الل رحيم غفور والل“Katakanlah wahai Muhammad: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Ali Imron : 37).Imam Syafi’i mengatakan,

ة له استبان من أن على المسلمون أجمع الله رسول عن سن e أحد لقول يدعها أن له يحل لم“Kaum muslimin sepakat bahwa siapa saja yang telah jelas baginya sebuah sunnah (ajaran) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tak halal baginya untuk meninggalkan sunnah itu karena mengikuti pendapat siapa pun.” (I’laamul Muwaqqi’iin, 2: 282).Pembaca yang dirahmati Allah, terkait perayaan Isra Mi’raj, ada nasehat indah dari salah seorang ulama di kota Madinah An-Nabawiyyah; Syaikh Sulaiman ar Ruhaili hafizhahullah. Dimana dalam salah satu majelis di masjid Nabawi beliau ditanya terkait masalah ini. Mari simak pemaparan beliau berikut.Pertanyaan:Apakah benar peristiwa Isra dan Mi’raj itu terjadi bulan rajab? Lalu bolehkah kita merayakan peristiwa tersebut? Dan menjadikan hari terjadinya sebagai ‘id (perayaan yang dirayakan secara periodik) setiap tahunnya? Dimana pada hari perayaan tersebut, kita saling memberi ucapan selamat dan saling bertukar hadiah?Jawab:Tidak ada riwayat yang menerangkan bahwa peristiwa Isra dan Mi’raj terjadi di bulan Rojab. Benar kita tidak meragukan, bahwa peristiwa Isra dan Mi’raj benar-benar terjadi. Bahkan ini bagian dari perkara agama yang qot’i, tidak boleh seorang muslim meragukannya. Namun kapan peristiwa ini terjadi? Bulan apakah?Para ulama telah menjelaskan, bahwa tidak ada keterangan riwayat yang menerangkan bulan terjadinya peristiwa Isra Mi’raj. Tidak pula zamannya. Yakni tidak diketahui peristiwa tersebut terjadi pada bulan apa. Tidak pula di sepulah hari dari suatu pulan apapun. Oleh karenanya, para ulama berselisih pendapat dalam masalah penentuan bulan terjadinya Isra dan Mi’raj. Karena disebabkan tidak adanya riwayat shahih yang bisa dijadikan pegangan dalam hal ini.Maka berangkat dari alasan di atas, tidak boleh kita menjadikan hari ke 27 dari bulan Rojab, sebagai hari Isra dan mi’raj. Dan menetapkan bahwa pada hari itulah terjadi peristiwa Isra Mi’raj. Hari dimana saling memberi ucapan selamat, demi memeriahkan perayaan tersebut. Terkadang pula saling bertukar hadiah.Pertama, karena memang tidak ada riwayat yang menerangkan bahwa 27 Rojab adalah hari Isra dan Mi’raj.Kedua, karena Nabi shallallahu’alaihi wasallam; dimana beliaulah yang diberi Allah nikmat untuk mengalami peristiwa agung ini, dan beliau adalah hambaNya yang paling banyak bersyukur, yang mendirikan shalat sampai pecah-pecahlah telapak kaki beliau; semoga shalawat serta salam senantiasa tercurahkan untuk beliau, beliau bersabda:

شكورا عبدا أكون أفال“Tidakkah aku menginginkan untuk menjadi hambaNya yang bersyukur?!”Semoga shalawat dan salam tercurahkan untuk beliau, namun beliau tidak pernah merayakan malam Isra dan mi’raj tersebut. Beliau juga tidak mengkhususkan malam tersebut dengan shalat tertentu atau mengkhususkan siangnya dengan puasa tertentu. Sementara dalam perkara ini (juga seluruh seluk beluk kehidupan) umat ini dituntut untuk meneladani Nabi shallallahu’alaihi wasallam.Demikian pula tidak ada keterangan dari para sahabat -semoga Allah meridhoi mereka-, bahwa mereka merayakan peristiwa Isra dan mi’raj. Tidak pula dari generasi tabi’in, tidak pula dari Imam mazhab yang empat; yang dijadikan rujukan -semoga Allah meridhoi para ulama pendahulu kita, seluruhnya-. Tidak ada keterangan dari mereka semua, bahwa mereka merayakan peristiwa ini. Bahkan meski satu patah katapun tentang perayaan ini.Selanjutnya, wahai hamba Allah, saat Anda mengetahui, bahwa ternyata tidak ada riwayat tentang hari terjadinya peristiwa ini, tidak pula berkaitan dengan perayaannya pada malam maupun siang harinya, ini menunjukkan bahwa para salafus shalih tidak terlalu perhatian dengan waktu terjadinya peristiwa ini. Ini juga menjadi bukti, bahwa mereka tidak pernah merayakan peristiwa Isra dan Mi’raj (yang diklaim terjadi) pada 27 Rojab ini. Karena andai mereka merayakannya, tentu akan ada riwayat yang menjelaskan mengenai waktu kejadian Isra mi’raj. Dan tentu akan ada penjelasan dari mereka perihal perayaan ini.

Kemudian, sesungguhnya kaidah syariat yang kita sepakati bersama, bahwa agama ini dibangun di atas ittiba‘ (mencontoh Nabi shallallahu’alaihi wasallam). Dan bahwa ibadah itu dibangun di atas dalil (tawqif). Oleh karenanya, tidak selayaknya bagi seorang muslim, untuk melakukan suatu ibadah, kecuali bila ia memiliki cahaya petunjuk dan bimbingan dari Nabi shallallahu’alaihi wasallam, yang menerangkan kepada mereka tata cara ibadahnya.Haknya Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wasallam atas kita, adalah kita tidak menyembah Allah kecuali dengan petunjuk yang datang dari beliau shallallahu’alaihi wasallam. Dan setiap amalan ibadah yang dikerjakan, yang tidak ada perintahnya dari Nabi yang mulia ini shallallahu alaihi wa sallam, maka ibadah tersebut tidak diterima di sisi Allâh. Nabi shallallahu’alaihi wasallam telah mengajarkan kepada kita dan membimbing kita melalui sabdanya

رد فهو منه ليس ما هذا أمرنا فى أحدث من“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini (urusan agama) yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.”Dan beliau senantiasa mengulang-ulang nasehatnya dalam setiap khutbah beliau;

ه كتاب الحديث أصدق إن ه صلى محمد هدي الهدي وأحسن ، الل م عليه الل ، بدعة محدثة وكل ، محدثاتها األمور وشر ، وسل ار في ضاللة وكل ، ضاللة بدعة وكل الن

“Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan dan setiap kesesatan tempatnya di neraka.”Maka alangkah indahnya bila umat ini menyibukkan diri dengan ibadah-ibadah yang ada tuntutannya. Karena sungguh andai mereka menyibukkan hari-hari mereka dengan ibadah yang ada sunahnya dari Nabi shallallahu’alaihiwasallam, maka sungguh dalam hal tersebut ada pengaruh yang besar di hati kaum mukminin; dalam hal kasih sayang diantara mereka, saling mencintai, persatuan, kemuliaan mereka, pertolongan untuk mereka atas musuh-musuh mereka, dan akan tampaklah wibawa umat di hadapan musuh-musuh mereka.Namun amat disayangkan, banyak dari hamba-hamba Allah, lebih condong kepada amalan-amalan ibadah yang baru, lalu meninggalkan banyak dari amalan yang ada tuntunannya. Dan kekurangan ini kembali pada kekurangan ulama, dan penuntut ilmu, di negeri-negeri mereka, dalam menjelaskan sunah kepada masyarakat, mengajarkan kebaikan kepada mereka, dan mengajak mereka untuk komitmen terhadap sunnah Nabi shallallahu’alaihi wasallam.Wasiatku untuk seluruh kaum muslimin, untuk bersama bertakwa kepada Allah ‘azza wa jalla, mengikuti tuntunan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam, melakukan amalan ibadah yang disyariatkan oleh Allah ta’ala, dan kita mendekatkan kepada Allah ‘azza wa jalla dengan ibadah-ibadah yang dituntukan tersebut.”Demikian yang beliau sampaikan. Rekaman dari tausiyah beliau, bisa anda simak di sini, di menit ke 06.30 sampai selesai.Semoga Allah senantiasa membimbing kita untuk istiqomah di atas sunah NabiNya.***Direkam dan diterjemahkan oleh Ahmad Anshori (yang senantiasa butuh akan taufik dan ampunan Nya)Madinah, 21 Rojab 1436 / 9 Mei 2015Isra and Mi'rajIsra and Mi’raj marks the Prophet Muhammad’s journey from Mecca to Jerusalem and ascent into heaven, sometime around the year 621, according to Islamic belief.The details come from the Quaran and other teachings from the Prophet Muhammad.The Night Journey starts with the appearance of the angel Gabriel who takes Muhammad to Jerusalem on a winged horse.In Jerusalem, Muhammad met and prayed with many prophets including Moses, Abraham and Jesus. This part of the journey is known as 'Isra'.The Prophet Muhammad was then carried by Gabriel to heaven, ascending through the seven heavenly realms until he reached paradise where he spoke to god.God told Muhammad about the importance of prayers. On the return journey to Mecca, Moses asked Muhammad how many prayers God had commanded to be said daily. Muhammad said fifty. Moses said this was a very high obligation and told him to go back and ask for the number to be reduced. Initially this was reduced to forty. Muhammad went back to God several times, with the number of daily prayers eventually settling at five, which remains the duty of a Muslim today.This second part of the journey is know as the Mi'raj, which means ladder in arabic.Celebration of Isra and Mi'raj include prayers during the night and many Muslim cities will keep their lights on all night.

Pertemuan Para Nabi dalam Peristiwa Isra’ Mi’rajJun 06, 2013Muhammad Abduh Tuasikal, MSc Jalan Kebenaran 11 Komentar

Saat ini, kaum muslimin memperingati peristiwa Isra’ Mi’raj, 27 Rajab. Isra’ adalah diperjalankannya Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam di malam hari. Mi’raj adalah diangkatnya beliau ke langit. Salah satu hadits yang membicarakan Isra’ Mi’raj adalah hadits berikut ini.Dari Sa’id bin Al Musayyib, dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

– – « - مضطرب» – – «. - قال حسبته رجل فإذا وسلم عليه الله صلى بى الن فنعته الم الس عليه موسى لقيت بى أسرى حين « - خرج – – «. - ما كأن أحمر ربعة فإذا وسلم عليه الله صلى بى الن فنعته عيسى ولقيت قال شنوءة رجال من ه كأن أس الر رجل

ديماس «. منوفى – » – – – – – لبن أحدهما فى بإناءين فأتيت قال به ولده أشبه وأنا عليه ه الل صلوات إبراهيم ورأيت قال حماما يعنى

. . الخمر أخذت لو ك إن أما الفطرة أصبت أو الفطرة هديت فقال فشربته بن الل فأخذت شئت هما أي خذ لى فقيل خمر اآلخرأمتك «. غوت

“Ketika aku diisra’kan (diperjalankan), aku bertemu Musa ‘alaihis salam.” Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mensifatinya dengan mengatakan bahwa ia adalah pria yang tidak gemuk yang berambut antara lurus dan keriting serta terlihat begitu gagah.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku pun bertemu ‘Isa.” Lalu beliau mensifati ‘Isa bahwa ia adalah pria yang tidak terlalu tinggi, tidak terlalu pendek dan kulitnya kemerahan seakan baru keluar dari kamar mandi.Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku pun bertemu Ibrahim –shalawatullah ‘alaih– dan aku adalah keturunan Ibrahim yang paling mirip dengannya. Aku pun datang dengan membawa dua wadah. Salah satunya berisi susu dan yang lainnya khomr (arak). Lantas ada yang mengatakan padaku, “Ambillah mana yang engkau suka.” Aku pun memilih susu, lalu aku meminumnya.” Ia pun berkata, “Engkau benar-benar berada dalam fithrah. Seandainya yang kau ambil adalah khomr, tentu umatmu pun akan ikut sesat.” (HR. Muslim no. 168).Hadits-hadits yang membicarakan peristiwa Isra’ Mi’raj sudah dikumpulkan dalam satu buku dengan judul Al Isra’ wal Mi’raj oleh Syaikh Al Albani rahimahullah, terbitan Al Maktabah Al Islamiyah, cetakan kelima, tahun 1421 H.Beberapa faedah dari hadits di atas:1- Hadits di atas menjelaskan pertemuan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Musa’, ‘Isa dan Ibrahim ketika peristiwa Isra’.2- Ciri-ciri ketiga Nabi tersebut telah dijelaskan dalam hadits di atas. Dan menentukan ciri-ciri seperti ini mesti dengan dalil karena kita tidaklah melihat mereka secara langsung sehingga membuktikannya harus dengan berita dari Allah dan Rasul-Nya, yaitu dilihat dari dalil Al Qur’an dan As Sunnah.3- Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam paling mirip dengan Nabi Ibrahim dibanding keturunan beliau lainnya.4- Susu lebih nikmat dari khomr (arak).5- Bahayanya meminum khomr, yaitu bisa membuat sesat.6- Peristiwa Isra’ Mi’raj adalah peristiwa besar di mana ketika itu Rasul kita –shallallahu ‘alaihi wa sallam– bertemu para nabi lainnya. Namun tidak ada bukti yang menunjukkan peristiwa besar ini dirayakan oleh beliau sendiri dan para sahabatnya. Sehingga bagi yang merayakannya, silakan datangkan bukti. Karena agama bukan dengan logika atau seenaknya mengikuti hawa nafsu semata, tetapi dibangun di atas dalil. Tidak pula agama ini dibangun atas perasaan dengan mengatakan bahwa niatan kita baik.Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah mengatakan, ”Telah diriwayatkan bahwa di bulan Rajab ada kejadian-kejadian yang luar biasa. Namun sebenarnya riwayat tentang hal tersebut tidak ada satu pun yang shahih. Ada riwayat yang menyebutkan bahwa beliau dilahirkan pada awal malam bulan tersebut. Ada pula yang menyatakan bahwa beliau diutus pada 27 Rajab. Ada pula yang mengatakan bahwa itu terjadi pada 25 Rajab. Namun itu semua tidaklah shahih.”Abu Syamah rahimahullah menyebutkan, ”Sebagian orang menceritakan bahwa Isra’ Mi’raj terjadi di bulan Rajab. Namun para pakar Jarh wa Ta’dil (pengkritik perawi hadits) menyatakan bahwa klaim tersebut adalah suatu kedustaan.” (Al Bida’ Al Hawliyah, hal. 274).Abul ‘Abbas Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaksan, “Adapun melaksanakan perayaan tertentu selain dari hari raya yang disyari’atkan (yaitu idul fithri dan idul adha, pen) seperti perayaan pada sebagian malam dari bulan Rabi’ul Awwal (yang disebut dengan malam Maulid Nabi), perayaan pada sebagian malam Rajab (perayaan Isra’ Mi’raj), hari ke-8 Dzulhijjah, awal Jum’at dari bulan Rajab atau perayaan hari ke-8 Syawal -yang dinamakan orang yang sok pintar (alias bodoh) dengan Idul Abror (ketupat lebaran)-; ini semua adalah bid’ah yang tidak dianjurkan oleh para salaf (sahabat yang merupakan generasi terbaik umat ini) dan mereka juga tidak pernah melaksanakannya.” ( Majmu’ Fatawa, 25: 298).

صادقين كنتم إن برهانكم هاتوا قل“Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar” (QS. Al Baqarah: 111).Ketika menjelaskan tafsir surat Al Ahqof ayat 11, Ibnu Katsir menyebutkan,

السنة أهل : وأما ألنهم إليه، لسبقونا خيرا كان لو ألنه بدعة؛ هو الصحابة عن يثبت لم وقول فعل كل في فيقولون والجماعةإليها بادروا وقد إال الخير خصال من خصلة يتركوا لم

“Adapun Ahlus Sunnah wal Jama’ah, mereka mengatakan bahwa setiap amalan atau perbuatan yang tidak dilakukan oleh para sahabat, maka itu adalah bid’ah. Karena “law kaana khoiron lasabaquna ilaih”, yaitu seandainya amalan tersebut baik, maka tentu para sahabat sudah lebih dahulu melakukannya. Karena mereka -para sahabat- tidaklah meninggalkan suatu kebaikan pun kecuali mereka lebih terdepan melakukannya.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, karya Ibnu Katsir, terbitan Ibnul Jauzi 6: 622).Semoga semakin mencerahkan kita akan amalan yang sesuai tuntunan ataukah tidak. Hanya Allah yang memberi taufik.Bantahan Isra Mi`raj Secara Ilmiah - Sampai Ketawa dan Perut Mules Bantahan Atas Kajian Isra Mi`raj Secara Ilmiah - Catatan penting sebelum membahas Isra Mi`raj sesuai teori ilmiah adalah Al'Qur'an untuk ilmiah bukan ilmiah untuk Al-Qur'an. Dalam Al-Qur'an, menjelaskan segala bentuk rumus kajian ilmiah. Dan bila kajian ilmiah untuk pemahaman tafsir Al-Qur'an, harus melihat berbagai sisi untuk kecocokan agar menghasilkan kebenaran. Di sini timbul saling berhubungan, melengkapi.

Nah, bila masalah Isro Mi'roj - sesuatu yang sebagai mukjizat - sumbernya dari Qur'an, jangan menyamakan dengan kajian ilmiah. Justru, seharusnya, kejadian Isro Mi'roj sebagai inspirasi timbulnya ilmu seperti teori cahaya dan sebagainya. Walau mungkin yang menemukan teori cahaya dan lainnya adalah orang yang tidak paham Al-Qur'an (orang non Muslim)

Sebagai contoh, dalam bahasa Al-Qur'an, tidak menjelaskan secara pasti bahwa bumi itu bulat. Lebih kepada datar bumi. Kenapa? Karena kondisi pengetahuan manusia saat turun Al-Qur'an masih menganggap bahwa bumi itu datar. Ketika menjelaskan bulatan bumi, manusia akan menjadi bingung. Sehingga kalimat tafsir si penafsir kala itu pun mengikuti apa yang dijelaskan Al-Qur'an dan dikaitkan dengan kadar empiris si penafsir. Ketika kajian ilmiah berkembang, menemukan fakta baru bahwa bumi itu bulat, maka mengalami penafsiran baru dalam Al-Qur'an untuk menyesuaikan, saling melengkapi. Ini baru kerjasama yang bagus.

Namun, kajian ilmiah tidak ada kaitannya dengan Mukjizat, termasuk Mukjizat Isro Mi'roj. Ini catatan penting yang harus diyakini. Mukjizat mutlak melawan arus alam sehingga tema kajian ilmiah tidak masuk di sini. Bila mukjizat

disesuaikan dengan kajian ilmiah, bagaimapun tidak akan sesuai. Ketika bulan terlihat begitu bulat dalam satu bulatan, namun ketika mukjizat Nabi SAW datang dengan pembelahan bulan, maka bulan tidak bulat lagi. Ini artinya, fakta ilmiah biarlah menjadi fakta ilmiah, sebuah kejadian sesuai hukum alam. Mukjizat biarlah menjadi mukjizat, sebuah kejadian luar biasa yang melawan hukum alam.

Lalu bagaimana bila ada teori yang lebih - sepertinya - mendukung Mukjizat? Seperti "Teori Cahaya" dan juga teori "Lubang Cacing" yang diklaim untuk menguak keajaiban Isro Mi'roj. Maka hal ini pun tidak dijadikan "Penyamaan" antara kajian ilmiah dengan Mukjizat. Karena sangat jelas, kajian ilmiah punya tempatnya sendiri dan mukjizat punya tempatnya sendiri. Jadi, tidak bisa disamakan.

Adapun logika kita atas kajian ilmiah lebih mendukung untuk bisa menjelaskan keajaiban Isro Mi'roj, tentu ini hanya sebagai "perbandingan". Artinya perbandingan adalah, bila melihat fakta ilmiah saja begitu menakjubkan, misal benda-benda kasar ternyata terbuat dari energi Quanta, apalagi mukjizat Isro Mi'roj? Perbandingannya untuk menguatkan akidah, bahwa hal-hal yang menakjubkan memang bisa masuk akal walau bukan tataran ilmiah seperti Isro Mi’roj.

Namun kajian Isra Mi'raj di luar sana, malah seperti menyamakan kajian ilmiah dengan peristiwa Isra Mi'raj. Hasilnya, Mukjizat yang dirasa luar biasa, melawan hukum alam, maka seperti bukan Mukjizat. Padahal, dengan rumus perbandingan, kajian ilmiah saja bisa menakjubkan (sesuai proses alam) sampai tidak masuk akal, apalagi Mukjizat yang merupakan keajaiban yang luar biasa karena kehendak Tuhan (baca: tanpa proses alam). Tentu penyamanan Isra Mi'raj dengan kajian ilmiah perlu kita bantah. Dan saya akan memberikan bantahan-bantahannya dibawah ini. Sumber: lampuislam.blogspot[dot]com (atas kutipan dari buku “Terpesona di Sidratul Muntaha”)"Bukankah Muhammad juga seorang manusia biasa yang memiliki struktur sama dengan pilot (manusia, red) dalam ilustrasi tadi ketika ia melakukan perjalanan Isra Mi’raj tersebut? Lalu bagaimana jasmani Muhammad mampu menembus lapisan langit dengan bantuan kecepatan cahaya? Apakah Muhammad di-Isra-kan dan di-Mi’raj-kan dengan jasmani dan rohaninya sekaligus? Nah."

Kanjeng Nabi Muhammad SAW memang manusia biasa yang memiliki jasad selayaknya manusia. Namun jangan bertanya, "Lalu bagaimana jasmani Muhammad mampu menembus lapisan langit dengan bantuan kecepatan cahaya?" dengan maksud tidak percaya mukjizat. Karena kalau bicara Mukjizat, apapun bisa terjadi termasuk menembus langit bahkan menembus lintas alam (alam malakut) dengan jasad dan rohnya tanpa apapun. Masalahnya, percaya tidak dengan mukjizat? Bila percaya, paham tidak makna mukjizat? Jangan menyamakan makna mukjizat dari omongan "Artis" dengan omongan "Ulama".

Secara fakta, Sayyidina Muhammad pernah membelah bulan menjad dua bagian, menurut riwayat. Apakah ketika membelah mengalami proses alam? Kenapa tidak bertanya saja, "Lalu bagaimana jasmani Muhammad mampu membelah bulan?" Kenapa tidak bertanya seperti ini? Seolah mukjizat Sayyidina Muhammad hanya di Isro Mi'roj. Apakah tidak tahu (entah riwayat benar atau tidak), bahwa Nabi Muhammad ketika mau buang air kecil, bumi membelah membangun liang agar menutupi jasad Nabi SAW? Dan masih banyak mukjizat Nabi SAW selain Isro Mi'roj. Kenapa tidak ditanya semua seperti bertanya tentang Isro Mi'roj?

Seharusnya memang jangan banyak bertanya kalau masalah mukjizat, cukup meyakini, bahwa mukjizat peristiwa luarbiasa yang melawan hukum alam yang diberikan Tuhan untuk manusia pilihan.Nah, proses pengubahan materi menjadi cahaya terjadi sesaat sebelum perjalanan Isra Mi’raj dimulai. Kejadian ini ketika Rasul disucikan oleh Jibril di dekat sumur zam-zam. Bisa dikatakan jika proses ini adalah proses operasi hati Muhammad dengan air zam-zam.

Apakah tidak tahu, makna membersihkan dengan air? Ketika baju kotor, kita basuh dengan air untuk membersihkan atau lebih bersih lagi. Lalu apa maksud operasi pembersihan hati yang dilakukan malaikat? Nah, bisa tertebak. Bila hati bersih bahkan sangat bersih, maka seolah memancarkan cahaya. Orang yang baik hatinya, adalah orang yang memancarkan cahaya. Artinya, orang baik memberikan kebaikan kepada orang lain agar orang lain menjadi baik.

Namun sebelum kisah pembersihan hati ketika sebelum Isro Mi'roj, perlu diketahui bahwa Nabi Muhammad ketika umur 5 tahun pernah dibelah dadanya untuk dibersihkan hatinya dengan air zam-zam. Kenapa kok tidak berubah menjadi cahaya?

Tulisan di atas merekayasa bahwa pembersihan hati ketika sebelum Isro Mi'roj adalah sebuah upaya perubahan dari materi ke cahaya. Lah, teori darimana? Riwayat darimana? Bukankah makna membersihkan hati adalah agar hati itu bercahaya (tidak gelap), atau menjadi sangat bercahaya? Nah, peristiwa pembelahan dada ketika Isro Mi'roj adalah upaya untuk memberikan cahaya-cahaya kebijaksanaan, pengetahuan dan penguatan keimanan. Maksud cahaya bukan diartikan makna fisik tetapi makna batin. Tidak ada penjelasan bahwa itu proses perubahan materi Nabi SAW menjadi cahaya, kecuali itu khalayan tingkat tinggi :-)"Dengan melakukannya pada malam hari, maka Allah telah menghindarkan Nabi dari interferensi gelombang yang bakal membahayakan badannya. Suasana malam memberikan kondisi yang baik buat perjalanan itu."

Ini pembahasan yang lucu, benar-benar lucu. Karena kalau dikaji secara ilmiah pun, siang dan malam adalah relatif bila sudah masuk ruang angkasa, bahkan tidak ada istilah siang-malam. Adanya siang atau malam adalah ketika kita berada di bumi, atau planet lain yang terkena sinar matahari. Padahal pembahasan ini bisa dicek dengan satelit, bagaimana bentuk matahari ketika malam atau siang. Bukankah tetap bulat dan sama pengaruhnya bila di dekat matahari? Kenapa tidak membahas, "Jibril melakukan banting stir agar terhindar dari matahari atau berjalan ke

samping matahari"? Kok membahas malam dan siang hubungannya dengan "interferensi gelombang yang bakal membahayakan"?

Apa maksud interferensi gelombang yang bakal membahayakan? Bukankah tulisan di atas mengatakan bahwa Nabi SAW sudah berubah menjadi badan cahaya? Kok malah terkena interferensi gelombang yang bakal membahayakan? Kan tidak nyambung dengan pernyataan di atas.

Ia pun berkata, "Ketika di malam hari kita menyalakan radio, maka gelombang yang kita tangkap akan jernih dan lebih mudah dari siang hari."

"Sebab gelombang radio tersebut tidak mengalami gangguan terlalu besar yang saling bersinggungan dengan gelombang lainnya. Begitulah gambaran sederhananya, sebab waktu malam hari adalah waktu yang paling kondusif untuk perjalanan super spesial demi kelancaran perjalanan ini," katanya...

Jadi itu maksud interferensi gelombang yang bakal membahayakan? Haduh, bikin muyes peyut, pengen ketawa. Tinggal kasih helm cahaya anti raadiasi seperti pesawat canggih yang memiliki alat anti petir,haha...Sebab, jika badan Rasul tiba-tiba berubah menjadi ‘badan materi’ lagi saat melakukan perjalanan berkecepatan tinggi itu, maka badannya bisa terurai menjadi partikel-partikel kecil sub atomik, tidak beraturan lagi. Untuk itulah, keberkahan itu selalu ada; di setiap tempat di setiap keadaan, bahkan tak mengenal tempat, waktu, dan keadaan sekalipun.

Lah, seperti Nabi SAW dan Jilbril tidak punya Tuhan. Padahal, tinggal berdoa, "Ya Allah, tetap jadikan badan Nabi Muhammad badan cahaya sampai ke langit". Padahal ini peristiwa yang sungguh luarbiasa, eh sempat-sempat berkata, "Sebab, jika badan Rasul tiba-tiba berubah menjadi ‘badan materi’ lagi saat melakukan perjalanan berkecepatan tinggi itu, maka badannya bisa terurai menjadi partikel-partikel kecil sub atomik"

Ini yang menulis itu, anak SMP atau anak SMA sih? Kok pembahasan Isro Mi'roj seperti orang yang sedang membuat komik doraeman? Semua penuh hayalan sesuai kehendak si penghayal.

Inilah kalau teori ilmiah digunakan untuk "Penyamaan" bukan "Perbandingan" atas peristiwa mukjizat, salah satunya mukjizat Isro-Mi'roj. Kalau menyama-nyamakan Isro Mi'roj dengan kajian ilmiah, malah akan seperti pembahasan lamunan di atas. Hasilnya cocok untuk dibuat kartun.

Penjelasan di atas, benar-benar lebih ke mencirikan orang yang tidak percaya mukjizat karena lebih ke perendahan Nabi SAW dan Mukjizat Tuhan. Aneh!

Silahkan koreksi ucapan saya, barangkali penjelasan Isro Mi'roj dari saya juga bisa bikin ngakak dan perut mules :-) =================================================Isra Mikraj (bahasa Arab: والمعراج اإلسراء , al-’Isrā’ wal-Mi‘rāj) adalah bagian kedua dari perjalanan yang dilakukan

oleh Nabi Muhammad dalam waktu satu malam saja. Kejadian ini merupakan salah satu peristiwa penting bagi umat Islam, karena pada peristiwa inilah dia mendapat perintah untuk menunaikan salat lima waktu sehari semalam.[1] Beberapa penggambaran tentang kejadian ini dapat dilihat di surah ke-17 di Al-Quran, yaitu Surah Al-Isra.[2]

Menurut tradisi, perjalanan ini dikaitkan dengan Lailat al Mi'raj, sebagai salah satu tanggal paling penting dalam kalender Islam.[3]

Kejadian Isra MikrajIsra Mikraj terjadi pada periode akhir kenabian di Makkah sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah. Menurut al-Maududi[4] dan mayoritas ulama,[5] Isra Mi'raj terjadi pada tahun pertama sebelum hijrah, yaitu antara tahun 620-621 M. Menurut al-Allamah al-Manshurfuri, Isra Mi'raj terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke-10 kenabian, dan inilah yang populer. Namun, Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri[6] menolak pendapat tersebut dengan alasan karena Khadijah radhiyallahu anha meninggal pada bulan Ramadan tahun ke-10 kenabian, yaitu 2 bulan setelah bulan Rajab, dan saat itu belum ada kewajiban salat lima waktu. Al-Mubarakfuri menyebutkan 6 pendapat tentang waktu kejadian Isra Mikraj. Tetapi tidak ada satupun yang pasti. Dengan demikian, tidak diketahui secara persis kapan tanggal terjadinya Isra Mi'raj.Hadits tentang Isra' Mi'raj nabiRiwayat tentang perjalanan malam nabi dan diangkatnya dia ke langit untuk bertemu langsung dengan Allah dan menerima perintah kewajiban shalat di lima waktu terdapat dalam Kitab Hadits Shahih milik Imam Muslim:[7]

"...dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Aku telah didatangi Buraq. Yaitu seekor binatang yang berwarna putih, lebih besar dari keledai tetapi lebih kecil dari bighal. Ia merendahkan tubuhnya sehingga perut buraq tersebut mencapai ujungnya." Dia bersabda lagi: "Maka aku segera menungganginya sehingga sampai ke Baitul Maqdis." Dia bersabda lagi: "Kemudian aku mengikatnya pada tiang masjid sebagaimana yang biasa dilakukan oleh para nabi. Sejurus kemudian aku masuk ke dalam masjid dan mendirikan shalat sebanyak dua rakaat. Setelah selesai aku terus keluar, tiba-tiba aku didatangi oleh Jibril dengan membawa semangkuk arak dan semangkuk susu, dan aku pun memilih susu. Lalu Jibril berkata, 'Kamu telah memilih fitrah'. Lalu Jibril membawaku naik ke langit. Ketika Jibril meminta agar dibukakan pintu, maka ditanyakan, 'Siapakah kamu? ' Jibril menjawab, 'Jibril'. Ditanyakan lagi, 'Siapa yang bersamamu?' Jibril menjawab, 'Muhammad.' Jibril ditanya lagi, 'Apakah dia telah diutus? ' Jibril menjawab, 'Ya, dia telah diutus.' Maka dibukalah pintu untuk kami. Tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Adam, dia menyambutku serta mendoakanku dengan kebaikan. Lalu aku dibawa naik ke langit kedua. Jibril lalu minta supaya dibukakan pintu. Lalu ditanyakan lagi, 'Siapakah kamu? ' Jibril menjawab, 'Jibril'. Jibril ditanya lagi, 'Siapa yang bersamamu? ' Jibril menjawab, 'Muhammad.' Jibril ditanya lagi, 'Apakah dia telah diutuskan? ' Jibril menjawab, 'Ya, dia telah diutuskan'. Pintu pun dibukakan kepada kami. Tiba-tiba aku bertemu dengan Isa bin Maryam dan Yahya

bin Zakaria, mereka berdua menyambutku dan mendoakan aku dengan kebaikan. Aku dibawa lagi naik langit ketiga. Jibril pun meminta supaya dibukakan pintu. Lalu ditanyakan, 'Siapakah kamu? ' Jibril menjawab, 'Jibril'. Jibril ditanya lagi, 'Siapakah bersamamu? ' Jibril menjawab, 'Muhammad'. Jibril ditanya lagi, 'Apakah dia telah diutuskan? ' Jibril menjawab, 'Ya, dia telah diutuskan'. Pintu pun dibukakan kepada kami. Tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Yusuf Alaihis Salam, ternyata dia telah dikaruniakan dengan kedudukan yang sangat tinggi. Dia terus menyambut aku dan mendoakan aku dengan kebaikan. Aku dibawa lagi naik ke langit keempat. Jibril pun meminta supaya dibukakan pintu. Kedengaran suara bertanya lagi, 'Siapakah kamu? ' Jibril menjawab, 'Jibril'. Jibril ditanya lagi, 'Siapakah bersamamu? ' Jibril menjawab, 'Muhammad'. Jibril ditanya lagi, 'Apakah dia telah diutuskan? ' Jibril menjawab, 'Ya, dia telah diutuskan'. Pintu pun dibukakan kepada kami. Tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Idris Alaihis Salam, dia terus menyambutku dan mendoakan aku dengan kebaikan. Allah berfirman: '(...dan kami telah mengangkat ke tempat yang tinggi darjatnya) '. Aku dibawa lagi naik ke langit kelima. Jibril lalu meminta supaya dibukakan pintu. Kedengaran suara bertanya lagi, 'Siapakah kamu? ' Jibril menjawab, 'Jibril'. Jibril ditanya lagi, 'Siapakah bersamamu? ' Jibril menjawab, 'Muhammad'. Jibril ditanya lagi, 'Apakah dia telah diutuskan? ' Jibril menjawab, 'Ya, dia telah diutuskan'. Pintu pun dibukakan kepada kami. Tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Harun Alaihissalam, dia terus menyambutku dan mendoakan aku dengan kebaikan. Aku dibawa lagi naik ke langit keenam. Jibril lalu meminta supaya dibukakan pintu. Kedengaran suara bertanya lagi, 'Siapakah kamu? ' Jibril menjawab, 'Jibril'. Jibril ditanya lagi, 'Siapakah bersamamu? ' Jibril menjawab, 'Muhammad'. Jibril ditanya lagi, 'Apakah dia telah diutuskan? ' Jibril menjawab, 'Ya, dia telah diutuskan'. Pintu pun dibukakan kepada kami. Tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Musa, dia terus menyambutku dan mendoakan aku dengan kebaikan. Aku dibawa lagi naik ke langit ketujuh. Jibril meminta supaya dibukakan. Kedengaran suara bertanya lagi, 'Siapakah kamu? ' Jibril menjawabnya, 'Jibril'. Jibril ditanya lagi, 'Siapakah bersamamu? ' Jibril menjawab, 'Muhammad'. Jibril ditanya lagi, 'Apakah dia telah diutuskan? ' Jibril menjawab, 'Ya, dia telah diutuskan'. Pintu pun dibukakan kepada kami. Tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Ibrahim Alaihissalam, dia sedang berada dalam keadaan menyandar di Baitul Makmur. Keluasannya setiap hari bisa memasukkan tujuh puluh ribu malaikat. Setelah keluar, mereka tidak kembali lagi kepadanya (Baitul Makmur). Kemudian aku dibawa ke Sidratul Muntaha. Daun-daunnya besar seperti telinga gajah dan ternyata buahnya sebesar tempayan." Dia bersabda: "Ketika dia menaikinya dengan perintah Allah, maka sidrah muntaha berubah. Tidak seorang pun dari makhluk Allah yang mampu menggambarkan keindahannya karena indahnya. Lalu Allah memberikan wahyu kepada dia dengan mewajibkan shalat lima puluh waktu sehari semalam. Lalu aku turun dan bertemu Nabi Musa Alaihissalam, dia bertanya, 'Apakah yang telah difardukan oleh Tuhanmu kepada umatmu? ' Dia bersabda: "Shalat lima puluh waktu'. Nabi Musa berkata, 'Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan karena umatmu tidak akan mampu melaksanakannya. Aku pernah mencoba Bani Israel dan menguji mereka'. Dia bersabda: "Aku kembali kepada Tuhan seraya berkata, 'Wahai Tuhanku, berilah keringanan kepada umatku'. Lalu Allah subhanahu wata'ala. mengurangkan lima waktu shalat dari dia'. Lalu aku kembali kepada Nabi Musa dan berkata, 'Allah telah mengurangkan lima waktu shalat dariku'. Nabi Musa berkata, 'Umatmu tidak akan mampu melaksanakannya. Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan lagi'. Dia bersabda: "Aku masih saja bolak-balik antara Tuhanku dan Nabi Musa, sehingga Allah berfirman: 'Wahai Muhammad! Sesungguhnya aku fardukan lima waktu sehari semalam. Setiap shalat fardu dilipatgandakan dengan sepuluh kali lipat. Maka itulah lima puluh shalat fardu. Begitu juga barangsiapa yang berniat, untuk melakukan kebaikan tetapi tidak melakukanya, niscaya akan dicatat baginya satu kebaikan. Jika dia melaksanakannya, maka dicatat sepuluh kebaikan baginya. Sebaliknya barangsiapa yang berniat ingin melakukan kejahatan, tetapi tidak melakukannya, niscaya tidak dicatat baginya sesuatu pun. Lalu jika dia mengerjakannya, maka dicatat sebagai satu kejahatan baginya'. Aku turun hingga sampai kepada Nabi Musa, lalu aku memberitahu kepadanya. Dia masih saja berkata, 'Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan'. Aku menjawab, 'Aku terlalu banyak berulang-ulang kembali kepada Tuhanku, sehingga menyebabkanku malu kepada-Nya'."— Shahih Muslim, Kitab Iman, Bab Isra' Rasulullah ke langit, hadits nomor 234.Perbedaan Isra dan MikrajSeringkali masyarakat menggabungkan Isra Mikraj menjadi satu peristiwa yang sama. Padahal sebenarnya Isra dan

Mikraj merupakan dua peristiwa yang berbeda. Dalam Isra, Nabi Muhammad "diberangkatkan" oleh Allah SWT

dari Masjidil Haram hingga Masjidil Aqsa. Lalu dalam Mi'raj Nabi Muhammad dinaikkan ke langit sampai ke Sidratul Muntaha yang merupakan tempat tertinggi. Di sini Dia mendapat perintah langsung dari Allah SWT untuk menunaikan salat lima waktu.PengaruhBagi umat Islam, peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang berharga, karena ketika inilah salat lima waktu diwajibkan, dan tidak ada nabi lain yang mendapat perjalanan sampai ke Sidratul Muntaha seperti ini. Walaupun

begitu, peristiwa ini juga dikatakan memuat berbagai macam hal yang membuat Rasullullah sedZaman modernLailat al Mi'raj (bahasa Arab: المعراج لیلة , Lailätu 'l-Mi‘rāğ), juga dikenal sebagai Shab-e-Mi'raj (bahasa Persia: شب ,معراج Šab-e Mi'râj) di Iran, Pakistan, India dan Bangladesh, dan Miraç Kandili dalam bahasa Turki, adalah sebuah perayaan yang dilangsungkan saat Isra dan Mikraj. Beberapa Muslim merayakannya dengan melakukan salat tahajud di malam hari, dan di beberapa negara mayoritas Muslim, dengan menghias kota dengan lampu dan lilin. Umat Islam berkumpul di masjid dan salat berjamaah serta mendengarkan khutbah mengenai Isra dan Mikraj. [8][9]

Masjid Al-Aqsa dipercaya sebagai tempat dimana Nabi Muhammad naik ke surga. Tanggal pasti mengenai kejadian ini tidak jelas, tetapi tetap dirayakan karena terjadi sebelum hijrah dan setelah kunjungan nabi ke Taif. Beberapa orang menganggapnya telah terjadi hanya setahun sebelum hijrah, pada 27 Rajab; tetapi tanggal ini tidak selalu diterima. Tanggal ini akan sama dengan 26 Februari 621 di kalender Julian dan 8 Maret 620 jika terjadi setahun sebelumnya. Dalam tradisi Syi'ah di Iran, 27 Rajab merupakan hari pemanggilan pertama Nabi Muhammad, disebut Mab'as. Masjid Al-Aqsa dan sekitarnya dianggap sebagai tempat tersuci ketiga di dunia bagi para Muslim. [10][11]

KISAH PERJALANAN ISRA MI'RAJ NABI MUHAMMAD SAW5 Juni 2013 pukul 16:04

Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW – Seringkali di kalangan masyarakat kita, dalam mendefinisikan isra dan mi’raj, mereka menggabungkan Isra Mi’raj menjadi satu peristiwa yang sama. Padahal sebenarnya Isra dan Mi’raj merupakan dua peristiwa yang berbeda. Dan untuk meluruskan hal tersebut, pada kesempatan ini saya bermaksud mengupas tuntas pengertian isra dan mi’raj, sejarah isra mi’raj nabi muhammad SAW serta hikmah dari perjalanan isra’ mi’raj Nabi Besar Muhammad SAW. Pengertian / Definisi Isra dan Mi’raj Isra Mi’raj adalah dua bagian dari perjalanan yang dilakukan oleh Muhammad dalam waktu satu malam saja. Kejadian ini merupakan salah satu peristiwa penting bagi umat Islam, karena pada peristiwa ini Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam mendapat perintah untuk menunaikan salat lima waktu sehari semalam. Isra Mi’raj terjadi pada periode akhir kenabian di Makkah sebelum Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam hijrah ke Madinah. Menurut al-Maududi dan mayoritas ulama, Isra Mi’raj terjadi pada tahun pertama sebelum hijrah, yaitu antara tahun 620-621 M. Menurut al-Allamah al-Manshurfuri, Isra Mi’raj terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke-10 kenabian, dan inilah yang populer. Namun demikian, Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri menolak pendapat tersebut dengan alasan karena Khadijah radhiyallahu anha meninggal pada bulan Ramadan tahun ke-10 kenabian, yaitu 2 bulan setelah bulan Rajab. Dan saat itu belum ada kewajiban salat lima waktu. Al-Mubarakfuri menyebutkan 6 pendapat tentang waktu kejadian Isra Mi’raj. Tetapi tidak ada satupun yang pasti. Dengan demikian, tidak diketahui secara persis kapan tanggal terjadinya Isra Mi’raj. Peristiwa Isra Mi’raj terbagi dalam 2 peristiwa yang berbeda. Dalam Isra, Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam “diberangkatkan” oleh Allah SWT dari Masjidil Haram hingga Masjidil Aqsa. Lalu dalam Mi’raj Nabi Muhammad SAW dinaikkan ke langit sampai ke Sidratul Muntaha yang merupakan tempat tertinggi. Di sini Beliau mendapat perintah langsung dari Allah SWT untuk menunaikan salat lima waktu. Bagi umat Islam, peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang berharga, karena ketika inilah salat lima waktu diwajibkan, dan tidak ada Nabi lain yang mendapat perjalanan sampai ke Sidratul Muntaha seperti ini. Walaupun begitu, peristiwa ini juga dikatakan memuat berbagai macam hal yang membuat Rasullullah SAW sedih.

Sejarah / Kisah Perjalanan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW Perjalanan dimulai Rasulullah mengendarai buraq bersama Jibril. Jibril berkata, “turunlah dan kerjakan shalat”.Rasulullahpun turun. Jibril berkata, “dimanakah engkau sekarang ?”“tidak tahu”, kata Rasul.“Engkau berada di Madinah, disanalah engkau akan berhijrah “, kata Jibril.Perjalanan dilanjutkan ke Syajar Musa (Masyan) tempat penghentian Nabi Musa ketika lari dari Mesir, kemudian kembali ke Tunisia tempat Nabi Musa menerima wahyu, lalu ke Baitullhmi (Betlehem) tempat kelahiran Nabi Isa AS, dan diteruskan ke Masjidil Aqsha di Yerussalem sebagai kiblat nabi-nabi terdahulu. Jibril menurunkan Rasulullah dan menambatkan kendaraannya. Setelah rasul memasuki masjid ternyata telah menunggu Para nabi dan rasul. Rasul bertanya : “Siapakah mereka ?”“Saudaramu para Nabi dan Rasul”.Kemudian Jibril membimbing Rasul kesebuah batu besar, tiba-tiba Rasul melihat tangga yang sangat indah, pangkalnya di Maqdis dan ujungnya menyentuh langit. Kemudian Rasulullah bersama Jibril naik tangga itu menuju kelangit tujuh dan ke Sidratul Muntaha. “Dan sesungguhnya nabi Muhammad telah melihatJibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, yaitu di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratull Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dariyang dilihatnya itu dan tidakpula melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.” (QS. An-Najm : 13 – 18). Selanjutnya Rasulullah melanjutkan perjalanan menghadap Allah tanpa ditemani Jibril Rasulullah membaca yang artinya : “Segala penghormatan adalah milikAllah, segala Rahmat dan kebaikan“.Allah berfirman yang artinya: “Keselamatan bagimu wahai seorang nabi, Rahmat dan berkahnya“.Rasul membaca lagi yang artinya: “Keselamatan semoga bagi kami dan hamba-hamba Allah yang sholeh. Rasulullah dan ummatnya menerima perintah ibadah shalat“.Berfirman Allah SWT : “Hai Muhammad Aku mengambilmu sebagai kekasih sebagaimana Aku telah mengambil Ibrahim sebagai kesayanagan dan Akupun memberi firman kepadamu seperti firman kepada Musa Akupun menjadikan ummatmu sebagai umat yang terbaik yang pernah dikeluarkan pada manusia, dan Akupun menjadikan mereka sebagai umat wasath (adil dan pilihan), Maka ambillah apa yang aku berikan kepadamu dan jadilah engkau termasuk orang-orang yang bersyukur“.

“Kembalilah kepada umatmu dan sampaikanlah kepada mereka dari Ku”.Kemudian Rasul turun ke Sidratul Muntaha.Jibril berkata : “Allah telah memberikan kehormatan kepadamu dengan penghormatan yang tidak pernah diberikan kepada seorangpun dari makhluk Nya baik malaikat yang terdekat maupun nabi yang diutus. Dan Dia telah membuatmu sampai suatu kedudukan yang tak seorangpun dari penghuni langit maupun penghuni bumi dapat mencapainya. Berbahagialah engkau dengan penghormatan yang diberikan Allah kepadamu berupa kedudukan tinggi dan kemuliaan yang tiada bandingnya. Ambillah kedudukan tersebut dengan bersyukur kepadanya karena Allah Tuhan pemberi nikmat yang menyukai orang-orang yang bersyukur”.Lalu Rasul memuji Allah atas semua itu. Kemudian Jibril berkata : “Berangkatlah ke surga agar aku perlihatkan kepadamu apa yang menjadi milikmu disana sehingga engkau lebih zuhud disamping zuhudmu yang telah ada, dan sampai lah disurga dengan Allah SWT. Tidak ada sebuah tempat pun aku biarkan terlewatkan”. Rasul melihat gedung-gedung dari intan mutiara dan sejenisnya, Rasul juga melihat pohon-pohon dari emas. Rasul melihat disurga apa yang mata belum pernah melihat, telingan belum pernah mendengar dan tidak terlintas dihati manusia semuanya masih kosong dan disediakan hanya pemiliknya dari kekasih Allah ini yang dapat melihatnya. Semua itu membuat Rasul kagum untuk seperti inilah mestinya manusia beramal. Kemudian Rasul diperlihatkan neraka sehingga rasul dapat melihat belenggu-belenggu dan rantai-rantainya selanjutnya Rasulullah turun ke bumi dan kembali ke masjidil haram menjelang subuh.

Mandapat Mandat Shalat 5 waktu Agaknya yang lebih wajar untuk dipertanyakan, bukannya bagaimana Isra’ Mi’raj, tetapi mengapa Isra’ Mi’raj terjadi ? Jawaban pertanyaan ini sebagaimana kita lihat pada ayat 78 surat al-lsra’, Mi’raj itu untuk menerima mandat melaksanakan shalat Lima waktu. Jadi, shalat inilah yang menjadi inti peristiwa Isra’Mi’raj tersebut. Shalat merupakan media untuk mencapai kesalehan spiritual individual hubungannya dengan Allah. Shalat juga menjadi sarana untuk menjadi keseimbangan tatanan masyarakat yang egaliter, beradab, dan penuh kedamaian. Makanya tidak berlebihan apabila Alexis Carrel menyatakan : “Apabila pengabdian, sholat dan do’a yang tulus kepada Sang Maha pencipta disingkirkan dari tengah kehidupan bermasyarakat, hal itu berarti kita telah menandatangani kontrak bagi kehancuran masyarakat tersebut“. Perlu diketahui bahwa A. Carrel bukanlah orang yang memiliki latar belakang pendidikan agama, tetapi dia adalah seorang dokter dan pakar Humaniora yang telah dua kali menerima nobel atas hasil penelitiannya terhadap jantung burung gereja dan pencangkokannya. Tanpa pendapat Carrel pun, Al – Qur’an 15 abad yang lalu telah menyatakan bahwa shalat yang dilakukan dengan khusu’ akan bisa mencegah perbuatan keji dan mungkar, sehingga tercipta tatanan masyarakat yang harmonis, egaliter, dan beretika. Hikmah Isra Mi’raj Nabi Besar Muhammad SAW Perintah sholat dalam perjalanan isra dan mi’raj Nabi Muhammad SAW, kemudian menjadi ibadah wajib bagi setiap umat Islam dan memiliki keistimewaan tersendiri dibandingkan ibadah-ibadah wajib lainnya. Sehingga, dalam konteks spiritual-imaniah maupun perspektif rasional-ilmiah, Isra’ Mi’raj merupakan kajian yang tak kunjung kering inspirasi dan hikmahnya bagi kehidupan umat beragama (Islam). Bersandar pada alasan inilah, Imam Al-Qusyairi yang lahir pada 376 Hijriyah, melalui buku yang berjudul asli ‘Kitab al-Mikraj’ ini, berupaya memberikan peta yang cukup komprehensif seputar kisah dan hikmah dari perjalanan agung Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW, beserta telaahnya. Dengan menggunakan sumber primer, berupa ayat-ayat Al-Quran dan hadist-hadits shahih, Imam al-Qusyairi dengan cukup gamblang menuturkan peristiwa fenomenal yang dialami Nabi itu dengan runtut. Selain itu, buku ini juga mencoba mengajak pembaca untuk menyimak dengan begitu detail dan mendalam kisah sakral Rasulullah SAW, serta rahasia di balik peristiwa luar biasa ini, termasuk mengenai mengapa mikraj di malam hari? Mengapa harus menembus langit? Apakah Allah berada di atas? Mukjizatkah mikraj itu hingga tak bisa dialami orang lain? Ataukah ia semacam wisata ruhani Rasulullah yang patut kita teladani? Bagaimana dengan mikraj para Nabi yang lain dan para wali? Bagaimana dengan mikraj kita sebagai muslim? Serta apa hikmahnya bagi kehidupan kita? Semua dibahas secara gamblang dalam buku ini. Dalam pengertiannya, Isra’ Mi’raj merupakan perjalanan suci, dan bukan sekadar perjalanan “wisata” biasa bagi Rasul. Sehingga peristiwa ini menjadi perjalanan bersejarah yang akan menjadi titik balik dari kebangkitan dakwah Rasulullah SAW. John Renerd dalam buku ”In the Footsteps of Muhammad: Understanding the Islamic Experience,” seperti pernah dikutip Azyumardi Azra, mengatakan bahwa Isra Mi’raj adalah satu dari tiga perjalanan terpenting dalam sejarah hidup Rasulullah SAW, selain perjalanan hijrah dan Haji Wada. Isra Mi’raj, menurutnya, benar-benar merupakan perjalanan heroik dalam menempuh kesempurnaan dunia spiritual. Jika perjalanan hijrah dari Mekah ke Madinah pada 662 M menjadi permulaan dari sejarah kaum Muslimin, atau perjalanan Haji Wada yang menandai penguasaan kaum Muslimin atas kota suci Mekah, maka Isra Mi’raj menjadi

puncak perjalanan seorang hamba (al-abd) menuju sang pencipta (al-Khalik). Isra Mi’raj adalah perjalanan menuju kesempurnaan ruhani (insan kamil). Sehingga, perjalanan ini menurut para sufi, adalah perjalanan meninggalkan bumi yang rendah menuju langit yang tinggi. Inilah perjalanan yang amat didambakan setiap pengamal tasawuf. Sedangkan menurut Dr Jalaluddin Rakhmat, salah satu momen penting dari peristiwa Isra Mi’raj yakni ketika Rasulullah SAW “berjumpa” dengan Allah SWT. Ketika itu, dengan penuh hormat Rasul berkata, “Attahiyatul mubaarakaatush shalawatuth thayyibatulillah”; “Segala penghormatan, kemuliaan, dan keagungan hanyalah milik Allah saja”. Allah SWT pun berfirman, “Assalamu’alaika ayyuhan nabiyu warahmatullahi wabarakaatuh”. Mendengar percakapan ini, para malaikat serentak mengumandangkan dua kalimah syahadat. Maka, dari ungkapan bersejarah inilah kemudian bacaan ini diabadikan sebagai bagian dari bacaan shalat. Selain itu, Seyyed Hossein Nasr dalam buku ‘Muhammad Kekasih Allah’ (1993) mengungkapkan bahwa pengalaman ruhani yang dialami Rasulullah SAW saat Mi’raj mencerminkan hakikat spiritual dari shalat yang di jalankan umat islam sehari-hari. Dalam artian bahwa shalat adalah mi’raj-nya orang-orang beriman. Sehingga jika kita tarik benang merahnya, ada beberapa urutan dalam perjalanan Rasulullah SAW ini. Pertama, adanya penderitaan dalam perjuangan yang disikapi dengan kesabaran yang dalam. Kedua, kesabaran yang berbuah balasan dari Allah berupa perjalanan Isra Mi’raj dan perintah shalat. Dan ketiga, shalat menjadi senjata bagi Rasulullah SAW dan kaum Muslimin untuk bangkit dan merebut kemenangan. Ketiga hal diatas telah terangkum dengan sangat indah dalam salah satu ayat Al-Quran, yang berbunyi “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk. (Yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.” Mengacu pada berbagai aspek diatas, buku setebal 178 halaman ini setidaknya sangat menarik, karena selain memberikan bingkai yang cukup lengkap tentang peristiwa Isra’ mikraj Nabi saw, tetapi juga memuat mi’rajnya beberapa Nabi yang lain serta beberapa wali. Kemudian kelebihan lain dalam buku ini adalah dipaparkan juga mengenai kisah Mikrajnya Abu Yazid al-Bisthami. Mikraj bagi ulama kenamaan ini merupakan rujukan bagi kondisi, kedudukan, dan perjalanan ruhaninya menuju Allah. Ia menggambarkan rambu-rambu jalan menuju Allah, kejujuran dan ketulusan niat menempuh perjalanan spiritual, serta keharusan melepaskan diri dari segala sesuatu selain Allah. Maka, sampai pada satu kesimpulan, bahwa jika perjalanan hijrah menjadi permulaan dari sejarah kaum Muslimin, atau perjalanan Haji Wada yang menandai penguasaan kaum Muslimin atas kota suci Mekah, maka Isra Mi’raj menjadi “puncak” perjalanan seorang hamba menuju kesempurnaan ruhani. Melihat foto di atas, mungkin banyak dari kita akan segera memilih foto sebelah kanan sebagai Masjid Al-Aqsa. Namun percayalah, foto sebelah kiri yang berupa masjid dengan kubah yang berwarna hijau itulah Masjid Al-Aqsa yang sebenarnya. Dewasa ini, telah terjadi banyak kesalahpahaman diantara umat muslim tentang masjid Al-Aqsa yang sebenarnya. Banyak umat muslim maupun non-muslim yang mempublikasikan foto Masjid Al-Aqsa yang salah, tapi yang mengkuatirkan saat ini, kebanyakan umat muslim memajang foto Qubbatus Shakrah (Kubah Batu/ Dome of The Rock) dirumah maupun dikantor mereka dengan sebutan Masjid Al-Aqsa. Ini telah menjadi kesalahan umum di dunia muslim. Namun tragedi sesungguhnya adalah bahwa kebanyakan generasi muda/ anak-anak muslim (sebagaimana juga muslim dewasa) diseluruh dunia, tidak dapat membedakan antara Masjid Al Aqsa dengan Qubbatus Shakrah (Kubah Batu). Mengenal Kompleks Masjid Al-Aqsa Al-Masjid El-Aqsa merupakan nama arab yang berarti Masjid terjauh. 10 tahun setelah Nabi Muhammad SAW menerima wahyu pertama, beliau melakukan perjalanan malam dari Mekkah ke Baitul Maqdis (Jerusalem) dan kemudian menuju langit ketujuh untuk menerima perintah sholat 5 waktu dari Allah, peristiwa ini disebut Isra’ Miraj. Sebelum turun perintah menjadikan Mekkah sebagai kiblat sholat umat muslim, selama 16 setengah bulan setelah Isra Miraj, Jerusalem dijadikan arah kiblat. Ketika masih hidup, Nabi Muhammad SAW memerintahkan umat muslim untuk tak hanya mengunjungi Mekkah tapi juga Masjid Al-Aqsa yang berjarak sekitar 2000 kilometer sebelah utara Mekkah. Masjid Al-Aqsa merupakan bangunan tertua kedua setelah Ka’bah di Mekkah, dan tempat suci dan tempat terpenting ketiga setelah Mekkah dan Madinah. Luas kompleks Masjid Al-Aqsa sekitar 144.000 meter persegi, atau 1/6 dari seluruh area yang dikelilingi tembok kota tua Jerusalem yang berdiri saat ini. Dikenal juga sebagai Al Haram El Sharif atau oleh yahudi disebut Kuil Sulaiman. Kompleks Masjid Al-Aqsa dapat menampung sekitar 400.000 jemaah (Masjid Al-Aqsa menampung sekitar 5.000 jamaah, selebihnya sholat di kompleks yang ber-area terbuka).

Pembangunan kembali kompleks Masjid Al-Aqsa dimulai 6 tahun setelah Nabi wafat oleh Umar Bin Khattab. Beliau menginginkan untuk dibangun sebuah masjid di selatan Foundation Stone (membelakangi Foundation Stone, menghadap selatan/Mekkah). Pembangunan tersebut dilakukan oleh Khalifah Ummayah Abd Al Malik Ibn Marwan dan diselesaikan oleh anaknya Al Walid 68 tahun setelah Nabi wafat dengan diberi nama Masjid Al Aqsha. Di pusat kompleks Kuil Sulaiman, terdapat Foundation Stone yaitu batu landasan yang dipercaya umat Yahudi sebagai tempat Yahweh menciptakan alam semesta dan tempat Abraham mengorbankan Isaac. Bagi umat Islam batu ini adalah tempat Nabi Muhammad menjejakkan kakinya untuk Mi’raj. Untuk melindungi batu ini, Khalifah Abd Al Malik Ibn Marwan membangun kubah dan masjid polygon, yang kemudian terkenal dengan nama Dome of The Rock (Kubah batu). Kekeliruan antara Masjid Al-Aqsa dengan Dome of The Rock dan Agenda Israel menghapuskan Masjidil Aqsa Masjidil Aqsa merupakan kiblat pertama bagi Umat Islam sebelum dipindahkan ke Ka’bah dengan perintah Allah SWT. Kini berada di dalam kawasan jajahan Yahudi. Dalam keadaan yang demikian, disinyalir pihak Yahudi telah mengambil kesempatan untuk mengelirukan pengetahuan Umat Islam dengan mengedarkan gambar Dome of The Rock sebagai Masjidil Aqsa.Tujuan mereka hanyalah satu: untuk meruntuhkan Masjidil Aqsa yang sebenarnya dan mendirikan kembali haikal Sulaiman. Saat ini, hanya “Tembok sebelah Barat” yang tersisa dari bangunan kuil atau istana Sulaiman yang masih berdiri, dan pada saat yang bersamaan tempat ini dinamakan “Tembok Ratapan/Wailing Wall” oleh orang Yahudi. Apabila Umat Islam sendiri sudah keliru dan sulit untuk membedakan Masjidil Aqsa yang sebenarnya, maka semakin mudahlah tugas mereka untuk melaksanakan rencana tersebut, karena bila Masjid Al-Aqsa diruntuhkan, kebanyakan umat tidak akan menyadarinya. Berikut disertakan terjemahan surat yang ditulis dan dikirimkan oleh Dr. Marwan kepada ketua pengarang harian “Al-Dastour” tentang kekeliruan umat dan hubungannya dengan rencana zionis. Terdapat beberapa kekeliruan antara Masjidil Aqsa dan The Dome of The Rock. Apabila disebut tentang Masjidil Aqsa di dalam media lokal maupun internasional, foto The Dome of The Rock-lah yang ditampilkan. Alasannya adalah untuk mengalihkan masyarakat umum yang merupakan siasat Israel. Tinjauan ini diperoleh saat saya tinggal di USA, dimana saya telah mengetahui bahwa Zionis di Amerika telah mencetak dan mengedarkan foto tersebut dan menjualnya kepada orang arab dan Muslim. Kadangkala dijual dengan harga yang murah bahkan kadang diberikan secara gratis agar Muslim dapat mengedarkannya dimana saja. Baik dirumah maupun kantor. Hal ini meyakinkan saya bahwa Israel ingin menghapuskan gambaran Masjid Al-Aqsa dari ingatan umat Islam supaya mereka dapat memusnahkannya dan membangun kuil mereka tanpa ada publikasi. Bila ada yang membangkang atau memprotes, maka Israel akan menunjukkan foto The Dome of The Rock yang masih utuh berdiri, dan menyatakan bahwa mereka tidak berbuat apa-apa. Siasat yang sungguh pintar! Saya juga merasa amat terperanjat ketika bertanya kepada beberapa rakyat arab, Muslim, bahkan rakyat Palestina karena mendapati mereka sendiri tidak dapat membedakan antara kedua bangunan tersebut. Ini benar-benar membuatkan saya merasa kesal dan sedih karena hingga kini Israel telah berhasil dalam siasat mereka. Dr. Marwan Saeed Saleh Abu Al-Rub Associate Professor,Mathematics Zayed University Dubai Demikianlah, dengan kondisi yang mengkuatirkan ini, kita sebagai muslim hendaklah turut membantu menyebarkan informasi yang benar kepada saudara kita dan dunia. Hal ini penting dilakukan untuk menghindari distorsi informasi lebih jauh yang akhirnya akan merugikan umat bila tidak disikapi dengan baik. Wallahua’lam.Isra Miraj dan teori relativitas

Sejarah Islam mencatat peristiwa unik dan sulit dicerna akal, Isra dan Miraj. Secara istilah, Isra berjalan di waktu malam hari, sedangkan Miraj adalah alat (tangga) untuk naik. Isra mempunyai pengertian perjalanan Nabi Muhammad saw pada waktu malam hari dari Malsjid Al Haram Mekkah ke Masjid Al Aqsha Palestina. Miraj adalah kelanjutan perjalanan Nabi Muhammad saw dari Masjid Al Aqsha ke langit sampai di Sidratul Muntaha dan langit tertinggi tenpat Nabi Muhammad saw bertemu dengan Allah swt. Isra’ Miraj adalah kisah perjalanan Nabi Muhammad ke langit ke tujuh dalam waktu semalam. Prosesi sejarah perjalanan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad termaktub dalam QS. 17.Al-Isra’ :1 yang berbunyi“Maha suci Allah yang menjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Majidil Aqsha yang Kami berkahi sekelilingnya agar Kami memperlihatkan kepadanya sebahagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. (QS. 17.Al-Isra’ :1)Dan tentang mi’raj Allah menjelaskan dalam QS. An-Najm:13-18:“Dan sesungguhnya dia (Nabi Muhammad SAW) telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, di Sidratul Muntaha. Di dekat (Sidratul Muntaha) ada syurga tempat tinggal. (Dia melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh suatu selubung. Penglihatannya tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.” (QS. An-Najm:13-18)Rasulullah SAW melihat secara langsung.

Allah ingin memperlihatkan sebagian tanda-tanda kebesaran-Nya kepada Rasulullah SAW. Pada Al Qur’an surat An Najm ayat 13 diatas, terdapat kata “Yaro” dalam bahasa Arab yang artinya “menyaksikan langsung”. Berbeda dengan kata “Syahida”, yang berarti menyaksikan tapi tidak musti secara langsung. Allah memperlihatkan sebagian tanda-tanda kebesaran-Nya itu secara langsung.Mengenai pemahaman tentang Isra’ Mi’raj banyak kaum muslim yang masih memiliki perbedaan pandangan secara mendasar, yang terbagi dalam:

Pemahaman dgn beranggapan peristiwa isra’ Mi’raj hanyalah sekedar perjalanan ruh, spiritual atau metaphor journey Nabi Muhammad SAW tidak dengan jasad fisik. Pemahaman ini berpegang kepada surah Al Quran :

QS. 17 Al-Isra’ : 60 “…Tidak lain mimpi yang Kami perlihatkan kepadamu adalah sebagai ujian bagi manusia…” Sebaliknya ada yang berpendapat, bahwa isra’ dari Mekah ke Bait’l-Maqdis itu dengan jasad atau physical

journey. Sedang mi’raj ke langit adalah dengan ruh atau metaphor journey. Pemahaman lain menyatakan bahwa Isra’ Mi’raj adalah perjalanan dengan jasad (fisik) dan dapat dijelaskan

dalam ilmu yang dipahami manusia karena merupakan peristiwa nyata.Pemahaman secara fisik (physical journey).ISRA`MI`RAJ, sebagai sebuah peristiwa metafisika (gaib), barangkali bukan sesuatu yang istimewa. Kebenarannya bukanlah sesuatu yang luarbiasa. Kebenaran metafisika adalah kebenaran naqliyah (: dogmatis) yang tidak harus dibuktikan secara akal, namun lebih bersifat imani. Valid tidaknya kebenaran peristiwa metafisika—secara akal, bukanlah soal selagi ia diimani.Didalam pemahan secara fisika banyak orang mempertanyakan ke-shahih-an Isra` Mi`raj; “ apakah mungkin manusia melakukan perjalanan sejauh itu hanya dalam waktu kurang dari semalam?” . Kaum kafirpun telah menantang Rasulullah seperti diberitakan dalam Al Quran dalam surat Al-Israa: 93.“Atau kamu mempunyai sebuah rumah dari emas, atau kamu naik ke langit. Dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kenaikanmu itu hingga kamu turunkan atas kami sebuah kitab yang kami baca”. Katakanlah: “Maha Suci Tuhanku, bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi rasul?”Dan didalam Hadith“Ketika orang-orang Quraisy tak mempercayai saya (kata Nabi SAW), saya berdiri di Hijr (menjawab berbagai pertanyaan mereka). Lalu Allah menampakkan kepada saya Baitul Maqdis, saya dapatkan apa yang saya inginkan dan saya jelaskan kepada mereka tanda-tandanya, saya memperhatikannya….” (HR. Bukhari, Muslim, dan lainnya).dan banyak Hadith hadith lainnya.Peristiwa perjalanan Isra’ Mi’raj dan teori relativitas.Diantara keduanya terdapat faktor persamaan dan perbedaan didalam proses kejadian,persamaan kedua kisah antara lain:• Keduanya membahas perihal perjalanan atau journey dari Bumi ke luar angkasa lalu kembali ke Bumi.• Keduanya membahas penggunaan faktor “Speed” atau “kecepatan” tinggi didalam pemberitaannya• Konsep mengenai perpisahan antara dua manusia (atau lebih) digunakan sebagai bahan pokok atau object pembahasan didalam kedua cerita.Dalam Isra Miraj, Rasulullah meninggalkan kaumnya di bumi untuk bepergian ke ke Majidil Aqsha lalu ke Langit ketujuh, dalam kasus teori relativitas menceritakan tentang dua saudara kembar A dan B, dimana saudara kembar B bepergian keluar angkasa.Sampai disini dari hal hal tersebut diatas, kita sudah dapat mengambil kesimpulan secara gamblang, bahwa peristiwa Isra Miraj adalah benar. Bagaimana mungkin seorang manusia yang ummi 14 Abad yang silam dapat membuat sebuah cerita atau teori yang dapat dibuktikan didalam abad ke 20 dengan sedemikian detailnya. Dengan kata lain tidak mungkin Rasulullah SAW mencontoh teori Albert Einstein yang lahir sesudahnya (?).Teori Relativitas.Theori Relativitas membahas mengenai Struktur Ruang dan Waktu serta mengenai hal hal yang berhubungan dengan Gravitasi. Theori relativtas terdiri dari dua teori fisika, relativitas umum dan relativitas khusus. Theori relativitas khusus menggambarkan perilaku ruang dan waktu dari perspektif pengamat yang bergerak relatif terhadap satu sama lain, dan fenomena terkait. Artikel ini hanya dibahas theori relativitas khusus dan Efek yg disebut dilatasi waktu (dari bahasa Latin: dilatare “tersebar”, “delay”).Einstein merumuskan teorinya dalam sebuah persamaan mathematik:

t’ = waktu benda yang bergerakt = waktu benda yang diamv = kecepatan bendac = kecepatan cahayaDiterangkan bahwa perbandingan nilai kecepatan suatu benda dengan kecepatan cahaya, akan berpengaruh pada keadaan benda tersebut. Semakin dekat nilai kecepatan suatu benda (v) dengan kecepatan cahaya (c), semakin besar pula efek yang dialaminya (t`): perlambatan waktu. Hingga ketika kecepatan benda menyamai kecepatan cahaya (v=c), benda itu pun sampai pada satu keadaan nol. Demikian, namun jika kecepatan benda dapat melampaui kecepatan cahaya (v>c), keadaan pun berubah. Efek yang dialami bukan lagi perlambatan waktu, namun sebaliknya waktu menjadi mundur (-t’).Kisah perjalanan Si Kembar atau dilatasi waktu.Twin Paradox adalah suatu theori hasil pemikiran (Gedankenexperiment atau thought experiment) oleh Albert Einstein berbasis theori relativitas khusus yang sampai saat ini masih menjadi perdebatan para pakar fisika. Theori tersebut secara keseluruhan menggambarkan kisah perjalanan dua saudara kembar yang berpisah. Salah seorang dari saudara kembar (A) tersebut tinggal di Bumi dan saudara kembar lainnya (si traveler(B)) terbang keluar angkasa kesebuah planet di tata surya yang jauh dengan kecepatan cahaya dan kembali kebumi dengan kecepatan yang sama. Setelah mereka bertemu kembali dibumi mereka menemukan fakta bahwa umur si kembar yang mengadakan perjalanan (si traveler) lebih muda daripada umur saudaranya (A) yang tetap tinggal dibumi, disebabkan si traveler

mengalami phenomenon time dilation atau fenomena dilatasi waktu dalam perjalanannya.Time dilation (dilatasi waktu) adalah fenomena, dimana seorang Observer disatu titik melihat, bahwa jam dari orang yang bergerak dengan cepat menjadi lebih lambat (atau cepat), sebenarnya hal tersebut tergantung dari frame of reference dimana dia berada. Time dilation dapat di ketahui hanya apabila kecepatan mengarah kepada kecepatan cahaya dan sudah dibuktin secara akurat dengan unstable subatomic particle dan precise timing of atomic clocks.Pembuktian teori relativitas.Studi tentang sinar kosmis merupakan satu pembuktian teori ini. Didapati bahwa di antara partikel-partikel yang dihasilkan dari persingungan partikel-partikel sinar kosmis yang utama dengan inti-inti atom Nitrogen dan Oksigen di lapisan Atmosfer atas, jauh ribuan meter di atas permukaan bumi, yaitu partikel Mu Meson (Muon), itu dapat mencapai permukaan bumi. Padahal partikel Muon ini mempunyai paruh waktu (half-life) sebesar dua mikro detik yang artinya dalam dua perjuta detik, setengah dari massa Muon tersebut akan meleleh menjadi elektron. Dan dalam jangka waktu dua perjuta detik, satu partikel yang bergerak dengan kecepatan cahaya (± 300.000 km/dt) sekalipun paling-paling hanya dapat mencapai jarak 600 m. padahal jarak ketinggian Atmosfer di mana Muon terbentuk, dari permukaan bumi, adalah 20.000 m yang mana dengan kecepatan cahaya hanya dapat dicapai dalam jangka minimal 66 mikro-detik. Lalu, bagaimana Muon dapat melewati kemustahilan itu? Ternyata, selama bergerak dengan kecepatannya yang tinggi—mendekati kecepatan cahaya, partikel Muon mengalami efek sebagaimana diterangkan teori Relativitas, yaitu perlambatan waktu.Pembuktian selanjutnya terjadi pada tahun 1971, perbedaan waktu (time dilation) di twin paradox theori tersebut telah dibuktikan melalui “Hafele-Keating-Experiment” dengan menggunakan 2 buah jam yang berketepatan tinggi (High precision Cesium Atom clocks) yang di set awal pada waktu yang sama.Experiment tersebut menghasilkan perbedaan waktu pada kedua jam tersebut, antara jam yang diletakkan di pesawat Intercontinental yang bergerak terbang kearah timur / barat dengan jam referensi yang diletakkan di U.S. Naval Observatory di Washington, waktu jam di pesawat berkurang/bertambah tergantung dari arah penerbangan.

Relativ terhadap jam di Naval Observatory, jam dipesawat berkurang waktu 59+/-10 nanoseconds dalam penerbangan ketimur, dan mengalami pertambahan waktu 273+/-7 nanosecond pada penerbangan ke barat. Hasil empiris tersebut membuktikan theori twin paradox dalam tingkatan jam macroskopik.Dengan adanya pembuktian pembukatian tersebut, berarti Albert Einstein dengan teori relativitasnya secara langsung atau tidak langsung telah membuktikan bahwa kisah Al Quran tentang kisah “perjalanan Rasulullah SAW kelangit ketujuh dan kembali dalam satu malam” adalah benar. Terutama dalam segi dimensi WAKTU, dalam perhitungannya memungkinkan.Pertanyaan selanjutnya bagaimana dengan Nabi Isa AS, ummat Islam mempercayai bahwa Nabi Isa, yang diakui sebagai Yesus oleh penganut Kristen, memang tidak dibunuh oleh orang-orang yang mengejarnya ketika itu. Bahkan beliau belum wafat. Nabi Isa akan kembali diakhir jaman, Apakah Nabi Isa juga mengalami perjalanan dan dilatasi waktu serupa? Wallahu ‘alam bish shawwab.

Applikasi Teori Relativitas.Salah satu aplikasi teori tersebut adalah alat GPS – Global Postioning System di Handphone anda merupakan applikasi hasil dari theory relativitas umum dan relativitas khusus. Dalam hal ini jam satellite di orbit di bandingkan dengan jam di darat sebagai faktor koreksi pengiriman signal.Akhirul kalam, saya menganggap bahwa pengetahuan akan adanya dilatasi waktu antar galaksi adalah suatu fenomena menarik bagi kaum muslimin. Fenomena inipun banyak terjadi pada peristiwa sehari-hari dan bahkan dipelajari oleh ilmuwan barat untuk mempelajari peristiwa di alam raya. Dan mestinya bukanlah sesuatu yang dilarang atau berlebihan untuk lebih memahami fenomena di alam. Untuk selanjutnya yang kita tunggu adalah adanya kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan untuk dapat mengungkapkan desain dari black hole dan wormhole yang gabungan keduanya mirip bentuk teratai (Sidrah atau Sidratul, dan bentuk otak pada tubuh manusia. Sehingga semua ini mudah-mudahan dapat meningkatkan ketakwaan kita dihadapan sang Pencipta.Pustaka:

Ilmuwan muslim dan teori relativitas . https://bambies.wordpress.com/2012/03/15/1485/ A New Astronomical Quranic Method for The Determination of The Greatest Speed C ). Die Spezielle Relativitätstheorie . SAKSI SAKSI peristiwa Isro dan Mi’roj

.Nabi SAW berkata, “Sesungguhnya aku telah melewati rombongan Bani Fulan (yakni salah satu kafilah dagang mereka) di Rauha’, mereka sedang mencari salah satu untanya yang hilang, dan aku menunjukkan dimana untanya tersesat. Aku juga sempat minum segelas air (air yang diperuntukkan bagi para musyafir) pada kendaraan mereka, dan menyisakannya. Silahkan kalian bertanya kepada mereka tentang hal ini jika mereka telah kembali!!” Mendengar penjelasan itu, salah seorang dari mereka berkomentar, “Sungguh ini suatu bukti (bahwa NabiSAW benar dengan cerita dan pengalaman beliau)!!”

Mereka berkata lagi, “Ceritakanlah rombongan unta kami lainnya yang akan kembali??”Nabi SAW bersabda, “Aku melewati mereka di Tan’im.”Tan’im adalah daerah perbatasan ‘tanah haram’ tetapi sudah termasuk ‘tanah halal’, jauhnya tidak sampai sepuluh kilometer dari Makkah. Mereka berkata, “Berapa jumlahnya, apa saja muatannya, keadaannya bagaimana, siapa saja dan kapan akan tiba di sini?”, dan Nabi SAW dengan lancar menceritakannya,“Rombongan dagang itu adalah begini dan begini, di dalamnya ada si Fulan dan si Fulan, yang paling depan adalah seekor unta berwarna abu-abu. Dan mereka akan tiba di sini pada saat matahari terbit

besok pagi!!”Ternyata rombongan kafilah itu telah mengirimkan utusan tentang kedatangan mereka, dan dia hadir juga saat itu. Spontan ia berkomentar, “Ini juga suatu tanda bukti!!” Keesokan harinya ketika matahari terbit, mereka menjumpai rombongan kafilah dagang itu datang dengan ciri-ciri yang tepat seperti digambarkan Rasulullah SAW.Namun, karena Allah memang belum menghendaki mereka untuk memperoleh hidayah keislaman, mereka hanya berkata, “Sungguh ini adalah suatu sihir yang yata!!”Sumber : Shahihul Bukhary, 2/684: Shahih Muslim, 1/96; sirah An-nabawiah, Ibnu Hisyam, Zadul Ma’ad; Sejarah Hidup Muhammad oleh Muhammad Husain Haekal , Blog Percik Kisah Nabi

Isra Miraj, perjalanan semalam Nabi Muhammad SAW tembus 7 langitseluruh Muslim merayakan Isra Miraj. Umat Islam mengenal Isra Miraj merupakan perjalanan semalam Nabi Muhammad SAW mendapat perintah dari Allah SWT untuk menjalankan salat lima waktu dalam sehari semalam.

Sebenarnya Isra dan Miraj merupakan dua peristiwa berbeda. Namun karena dua peristiwa ini terjadi pada waktu yang bersamaan maka disebutlah Isra Miraj.

Isra merupakan kisah perjalanan Nabi Muhammad dari Masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil Aqsha di Yerussalem. Sedangkan Miraj merupakan kisah perjalanan Nabi dari bumi naik ke langit ketujuh dan dilanjutkan ke Sidratul Muntaha (akhir penggapaian) untuk menerima perintah Allah SWT menjalankan salat lima waktu dalam sehari semalam.

Dalam beberapa hadits yang di riwayatkan Imam Bukhari dan Muslim, suatu hari, ketika Nabi Muhammad SAW bersama sahabat tengah menunaikan salat di Masjid di Madinah, turunlah QS. Al-Baqarah ayat 144 yang memerintahkan Umat Islam agar memalingkan wajah (berkiblat) ke Masjid Al-Haram.

"Sungguh kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjid Al-Haram dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjid Al-Haram itu adalah benar dari tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan."

Kendati demikian, dengan adanya perubahan kiblat ini, Islam tidak lantas 'meminggirkan' kedudukan Masjdi Al-Aqsha. Al-Quran telah menempatkan Masjid Al-Aqsha dalam kemuliaan. Terlebih saat peristiwa Isra Miraj Nabi Muhammad SAW.

"Maha suci Allah, yang telah memberi jalan hambanya pada suatu malam dari Masjid Al-Haram ke Masjid Al-Aqsha yang telah kami berkahi sekelilingnya agar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya dia adalah maha mendengar lagi maha melihat." (QS. Al-Isra: 1)

ISRA' MI'RAJ: Mu'jizat, Salah Tafsir, dan Makna PentingnyaT. Djamaluddin

(Staf Peneliti Bidang Matahari dan Lingkungan Antariksa, LAPAN, Bandung)Dalam memperingati isra' dan mi'raj sering kita diajak oleh pembicara pengajian akbar melanglang buana sampai ke langit, dan kadang-kadang dibumbui dengan analisis yang nampaknya berdasar sains. Bagi saya, aspek astronomis sama sekali tidak ada dalam kajian isra' mi'raj. Tulisan ini saya maksudkan untuk mendudukkan masalah isra' mi'raj sebagai mana adanya yang diceritakan di dalam Al-Qur'an dan hadits-hadits sahih. Untuk itu pula akan saya ulas kesalahpahaman yang sering terjadi dalam mengaitkan isra' mi'raj dengan kajian astronomi. Makna penting isra' mi'raj yang mestinya kita tekankan.

Kisah dalam Al-Qur'an dan HaditsDi dalam QS. Al-Isra':1 Allah menjelaskan tentang isra':"Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad SAW) pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." Dan tentang mi'raj Allah menjelaskan dalam QS. An-Najm:13-18:"Dan sesungguhnya dia (Nabi Muhammad SAW) telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, di Sidratul Muntaha. Di dekat (Sidratul Muntaha) ada syurga tempat tinggal. (Dia melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh suatu selubung. Penglihatannya tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar." Sidratul muntaha secara harfiah berarti 'tumbuhan sidrah yang tak terlampaui', suatu perlambang batas yang tak seorang manusia atau makhluk lainnya bisa mengetahui lebih jauh lagi. Hanya Allah yang tahu hal-hal yang lebih jauh dari batas itu. Sedikit sekali penjelasan dalam Al-Qur'an dan hadits yang menerangkan apa, di mana, dan bagaimana sidratul muntaha itu. Kejadian-kejadian sekitar isra' dan mi'raj dijelaskan di dalam hadits- hadits nabi. Dari hadits-hadits yang sahih, didapati rangkaian kisah-kisah berikut. Suatu hari malaikat Jibril datang dan membawa Nabi, lalu dibedahnya dada Nabi dan dibersihkannya hatinya, diisinya dengan iman dan hikmah. Kemudian didatangkan buraq, 'binatang' berwarna putih yang langkahnya sejauh pandangan mata. Dengan buraq itu Nabi melakukan isra' dari Masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil Aqsha (Baitul Maqdis) di Palestina. Nabi SAW salat dua rakaat di Baitul Maqdis, lalu dibawakan oleh Jibril segelas khamr (minuman keras) dan segelas susu; Nabi SAW memilih susu. Kata malaikat Jibril, "Engkau dalam kesucian, sekiranya kau pilih khamr, sesatlah ummat engkau."

Dengan buraq pula Nabi SAW melanjutkan perjalanan memasuki langit dunia. Di sana dijumpainya Nabi Adam yang dikanannya berjejer para ruh ahli surga dan di kirinya para ruh ahli neraka. Perjalanan diteruskan ke langit ke dua sampai ke tujuh. Di langit ke dua dijumpainya Nabi Isa dan Nabi Yahya. Di langit ke tiga ada Nabi Yusuf. Nabi Idris dijumpai di langit ke empat. Lalu Nabi SAW bertemu dengan Nabi Harun di langit ke lima, Nabi Musa di langit ke enam, dan Nabi Ibrahim di langit ke tujuh. Di langit ke tujuh dilihatnya baitul Ma'mur, tempat 70.000 malaikat salat tiap harinya, setiap malaikat hanya sekali memasukinya dan tak akan pernah masuk lagi. Perjalanan dilanjutkan ke Sidratul Muntaha. Dari Sidratul Muntaha didengarnya kalam-kalam ('pena'). Dari sidratul muntaha dilihatnya pula empat sungai, dua sungai non-fisik (bathin) di surga, dua sungai fisik (dhahir) di dunia: sungai Efrat dan sungai Nil. Lalu Jibril membawa tiga gelas berisi khamr, susu, dan madu, dipilihnya susu. Jibril pun berkomentar, "Itulah (perlambang) fitrah (kesucian) engkau dan ummat engkau." Jibril mengajak Nabi melihat surga yang indah. Inilah yang dijelaskan pula dalam Al-Qur'an surat An-Najm. Di Sidratul Muntaha itu pula Nabi melihat wujud Jibril yang sebenarnya. Puncak dari perjalanan itu adalah diterimanya perintah salat wajib. Mulanya diwajibkan salat lima puluh kali sehari-semalam. Atas saran Nabi Musa, Nabi SAW meminta keringanan dan diberinya pengurangan sepuluh- sepuluh setiap meminta. Akhirnya diwajibkan lima kali sehari semalam. Nabi enggan meminta keringanan lagi, "Saya telah meminta keringan kepada Tuhanku, kini saya rela dan menyerah." Maka Allah berfirman, "Itulah fardlu-Ku dan Aku telah meringankannya atas hamba-Ku." Urutan kejadian sejak melihat Baitul Ma'mur sampai menerima perintah salat tidak sama dalam beberapa hadits, mungkin menunjukkan kejadian- kajadian itu serempak dialami Nabi. Dalam kisah itu, hal yang fisik (dzhahir) dan non-fisik (bathin) bersatu dan perlambang pun terdapat di dalamnya. Nabi SAW yang pergi dengan badan fisik hingga bisa salat di Masjidil Aqsha dan memilih susu yang ditawarkan Jibril, tetapi mengalami hal-hal non-fisik, seperti pertemuan dengan ruh para Nabi yang telah wafat jauh sebelum kelahiran Nabi SAW dan pergi sampai ke surga. Juga ditunjukkan dua sungai non-fisik di surga dan dua sungai fisik di dunia. Dijelaskannya makna perlambang pemilihan susu oleh Nabi Muhammad SAW, dan menolak khamr atau madu. Ini benar-benar ujian keimanan, bagi orang mu'min semua kejadian itu benar diyakini terjadinya. Allah Maha Kuasa atas segalanya. "Dan (ingatlah), ketika Kami wahyukan kepadamu: "Sesungguhnya (ilmu) Tuhanmu meliputi segala manusia". Dan Kami tidak menjadikan pemandangan yang telah Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia...." (QS. 17:60). "Ketika orang-orang Quraisy tak mempercayai saya (kata Nabi SAW), saya berdiri di Hijr (menjawab berbagai pertanyaan mereka). Lalu Allah menampakkan kepada saya Baitul Maqdis, saya dapatkan apa yang saya inginkan dan saya jelaskan kepada mereka tanda-tandanya, saya memperhatikannya...." (HR. Bukhari, Muslim, dan lainnya).

Hakikat Tujuh LangitPeristiwa isra' mi'raj yang menyebut-nyebut tujuh langit mau tak mau mengusik keingintahuan kita akan hakikat langit, khususnya berkaitan dengan tujuh langit yang juga sering disebut-sebut dalam Al-Qur'an. Bila kita dengar kata langit, yang terbayang adalah kubah biru yang melingkupi bumi kita. Benarkah yang dimaksud langit itu lapisan biru di atas sana dan berlapis-lapis sebanyak tujuh lapisan? Warna biru hanyalah semu, yang dihasilkan dari hamburan cahaya biru dari matahari oleh partikel-partikel atmosfer. Langit (samaa' atau samawat) berarti segala yang ada di atas kita, yang berarti pula angkasa luar, yang berisi galaksi, bintang, planet, batuan, debu dan gas yang bertebaran. Dan lapisan-lapisan yang melukiskan tempat kedudukan benda-benda langit sama sekali tidak ada. Bilangan 'tujuh' sendiri dalam beberapa hal di Al-Qur'an tidak selalu menyatakan hitungan eksak dalam sistem desimal. Di dalam Al-Qur'an ungkapan 'tujuh' atau 'tujuh puluh' sering mengacu pada jumlah yang tak terhitung. Misalnya, di dalam Q.S. Al-Baqarah:261 Allah menjanjikan:"Siapa yang menafkahkan hartanya di jalan Allah ibarat menanam sebiji benih yang menumbuhkan TUJUH tangkai yang masing-masingnya berbuah seratus butir. Allah MELIPATGANDAKAN pahala orang-orang yang dikehendakinya...." Juga di dalam Q.S. Luqman:27:"Jika seandainya semua pohon di bumi dijadikan sebagai pena dan lautan menjadi tintanya dan ditambahkan TUJUH lautan lagi, maka tak akan habis Kalimat Allah...." Jadi 'tujuh langit' lebih mengena bila difahamkan sebagai tatanan benda-benda langit yang tak terhitung banyaknya, bukan sebagai lapisan-lapisan langit. Lalu, apa hakikatnya langit dunia, langit ke dua, langit ke tiga, ... sampai langit ke tujuh dalam kisah isra' mi'raj? Mungkin ada orang mengada-ada penafsiran, mengaitkan dengan astronomi. Para penafsir dulu ada yang berpendapat bulan di langit pertama, matahari di langit ke empat, dan planet-planet lain di lapisan lainnya. Kini ada sembilan planet yang sudah diketahui, lebih dari tujuh. Tetapi, mungkin masih ada orang yang ingin mereka-reka. Kebetulan, dari jumlah planet yang sampai saat ini kita ketahui, dua planet dekat matahari (Merkurius dan Venus), tujuh lainnya --termasuk bumi-- mengorbit jauh dari matahari. Nah, orang mungkin akan berfikir langit dunia itulah orbit bumi, langit ke dua orbit Mars, ke tiga orbit Jupiter, ke empat orbit Saturnus, ke lima Uranus, ke enam Neptunus, dan ke tujuh Pluto. Kok, klop ya. Kalau begitu, Masjidil Aqsha yang berarti masjid terjauh dalam QS. 17:1, ada di planet Pluto. Dan Sidratul Muntaha adalah planet ke sepuluh yang tak mungkin terlampaui. Jadilah, isra' mi'raj dibayangkan seperti kisah Science Fiction, perjalanan antar planet dalam satu malam. Na'udzu billah mindzalik. Saya berpendapat, pengertian langit dalam kisah isra' mi'raj bukanlah pengertian langit secara fisik. Karena, fenomena yang diceritakan Nabi pun bukan fenomena fisik, seperti perjumpaan dengan ruh para Nabi. Langit dan Sidratul Muntaha dalam kisah isra' mi'raj adalah alam ghaib yang tak bisa kita ketahui hakikatnya dengan keterbatasan ilmu manusia. Hanya Rasulullah SAW yang berkesempatan mengetahuinya. Isra' mi'raj adalah mu'jizat yang hanya diberikan Allah kepada Nabi Muhammad SAW.

Makna pentingnya Bagaimanapun ilmu manusia tak mungkin bisa menjabarkan hakikat perjalanan isra' mi'raj. Allah hanya memberikan ilmu kepada manusia sedikit sekali (QS. Al-Isra: 85). Hanya dengan iman kita mempercayai bahwa isra' mi'raj benar-benar terjadi dan dilakukan oleh Rasulullah SAW. Rupanya, begitulah rencana Allah menguji keimanan hamba-hamba-Nya (QS. Al-Isra:60) dan menyampaikan perintah salat wajib secara langsung kepada Rasulullah SAW. Makna penting isra' mi'raj bagi ummat Islam ada pada keistimewaan penyampaian perintah salat wajib lima waktu. Ini menunjukkan kekhususan salat sebagai ibadah utama dalam Islam. Salat mesti dilakukan oleh setiap Muslim, baik dia kaya maupun miskin, dia sehat maupun sakit. Ini berbeda dari ibadah zakat yang hanya dilakukan oleh orang-orang yang mampu secara ekonomi, atau puasa bagi yang kuat fisiknya, atau haji bagi yang sehat badannya dan mampu keuangannya. Salat lima kali sehari semalam yang didistribusikan di sela-sela kesibukan aktivitas kehidupan, mestinya mampu membersihkan diri dan jiwa setiap Muslim. Allah mengingatkan:"Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Qur'an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Ankabut:45)Perjalanan Nabi Allah ke SorgaKetika saya masih duduk di bangku Sekolah Dasar, walaupun saya bukan Muslim, tetapi sebagai siswa saya wajib mengikuti kegiatan sekolah, termasuk merayakan Isra Miraj.Kami senang merayakan perayaan tersebut. Semua siswa menggunakan baju Muslim, dan biasanya perayaan diakhiri dengan makan bersama. Sebagai anak-anak jelas kami tidak terlalu memahami makna dari yang kami rayakan. Kami hanya menikmatinya sebatas pemikiran anak-anak. Itulah keluguan anak-anak.Tidak menutup kemungkinan, orang Muslim yang berusia dewasa pun mempunyai pemahaman yang sama tentang Isra Miraj. Mereka hanya tahu bahwa Isra Miraj adalah “perjalanan” nabi Islam ke sorga.Perlunya Saksi MataSaksi mata sangat dibutuhkan untuk membenarkan sebuah perkara. Di pengadilan misalnya, kesaksian yang didukung saksi mata, akan lebih diterima Hakim dibanding kesaksian tanpa saksi mata. Bahkan seseorang yang dianggap benar, tapi tidak dapat mengajukan saksi mata, di pengadilan dapat menjadi pihak yang kalah.Mungkin saudara bertanya, “Apa hubungan saksi mata dengan Isra Mi’raj Nabi Muhammad? Ijinkanlah kami menjelaskannya. Pertama, marilah kita sekilas berpikir tentang makna hari raya yang akan kami bahas.Pengertian Isra Mi ’rajMenurut kepercayaan umat Muslim, ada dua peristiwa penting yang dialami Muhammad dalam satu malam. Peristiwa pertama disebut “Isra”. Yaitu “diberangkatkannya” Muhammad oleh Allahnya dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa di Yerusalem. Para Muslim percaya di tempat ini Muhammad bertemu nabi-nabi sebelumnya, termasuk Isa Al-Masih. Dan Muhammad pun membimbing mereka dan menjadi imam utama dalam sholat.Peristiwa kedua disebut “Mi'raj”. Yaitu “diangkatnya” Muhammad sampai ke langit sidratul Muntaha yang merupakan tempat tertinggi. Kendaraan yang ditumpanginya disebut hewan buraq. Pun orang Islam percaya, di sinilah Muhammad mendapat perintah dari Allah untuk menunaikan sholat lima waktu. Sebuah sumber berkata, sebelumnya Allah dan Muhammad saling tawar menawar, hingga akhirnya disepakati sholat dilakukan lima kali sehari.Akhirnya kedua peristiwa ini, dikenal dengan nama “Isra Mi'raj Nabi Muhammad”“Perjalanan ” Isra Mi'raj Tidak Ada Saksi MataIsra Mi'raj merupakan peristiwa penting bagi kenabian Muhammad. Tetapi tidak semua orang Muslim di Indonesia merayakannya. Beberapa teman Muslim yang sering mengemail kami berkata, mereka tidak merayakan Isra Mi'raj.Memang mereka tidak memberi alasan yang jelas, mengapa tidak merayakan Isra Mi'raj. Kami hanya berpikir, mungkinkah mereka tidak percaya peristiwa tersebut sepenuhnya, karena tidak ada saksi mata ketika Muhammad melakukan perjalanannya? Menurut kami, wajar saja bila umat non-Muslim tidak dapat mempercayai peristiwa Isra Mi'raj. Sebab tidak ada seorang pun saksi mata ketika Muhammad melakukan “perjalanan” tersebut.Kenaikan Isa Al-Masih ke SorgaBukan bermaksud untuk membandingkan. Namun bila kita melihat bagaimana perjalanan Muhammad dan Isa Al-Masih ke sorga, khususnya dalam hal saksi mata, perjalanan Isa Al-Masih lebih dapat diterima.Alasannya: Pertama, ketika Dia naik ke sorga, dilakukan pada siang hari, bukan tengah malam. Kedua, banyak saksi mata yang menyaksikan peristiwa tersebut. Dan ketiga serta yang paling penting: Peristiwa itu adalah benar-benar nyata, bukan sebuah mimpi atau ilusi, sebagaimana yang tertulis dalam kitab suci. “Dan ketika Ia [Isa Al-Masih] sedang memberkati mereka, Ia berpisah dari mereka dan terangkat ke sorga ” (Injil, Rasul Lukas 24:51).Yang melihat Yesus terangkat naik ke sorga saat itu, bukan hanya murid-murid pertama-Nya. Tetapi juga disaksikan oleh orang-orang Yahudi yang telah menjadi pengikut-Nya kala itu.Mulia Atau Termulia?Bila kita melihat pada Al-Quran, terdapat cukup banyak gelar yang ditujukan bagi Isa Al-Masih yang tidak dimiliki nabi lain. Seperti: Isa disebut suci (Qs 19:19). Isa disebut Kalimat Allah termulia di dunia dan di akhirat (Qs 3:45). Isa saat ini ada di sorga (Qs 43:61).Bagaimana dengan Muhammad? Memang umat Muslim mengenal dia sebagai orang yang dimuliakan Allah. Tetapi bukan yang termulia. Dan lagi, tidak satu pun gelar yang diberikan bagi Isa, terdapat pada diri Muhammad.Dari uraian di atas, maka perlu untuk kita berpikir, siapakah di antara kedua tokoh tersebut yang layak diteladani. Apakah yang mulia atau yang termulia?Dia yang Termulia, Memberimu Jaminan KeselamatanMelalui kitab suci Injil, Isa Al-Masih memperkenalkan diri-Nya, “ Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku ” (Injil, Rasul Besar Yohanes 14:6).

Isa Al-Masih satu-satunya Pribadi yang dapat memberi setiap orang jaminan keselamatan. Melalui Dia, setiap orang dapat menemukan jalan dan kebenaran hidup bersama dengan Allah. Dia yang berasal dari sorga, telah terangkat kembali ke sorga. Tempat dari mana Dia berasal!Beberapa Pertanyaan Untuk Komentar:Staff IDI mengharapkan komentar dari para pembaca. Kami minta agar komentar hanya menanggapi pertanyaan-pertanyaan berikut:1. Manakah yang layak dipercaya, peristiwa yang tidak ada saksi mata, atau peristiwa yang disaksikan oleh banyak orang?2. Bila saudara ingin menuju satu tempat yang belum pernah saudara kunjungi, siapakah yang akan saudara ikuti. Orang yang berasal dari tempat tersebut, atau orang yang tidak tahu sama sekali?3. Al-Quran menyebut Isa Al-Masih satu-satunya yang suci (Qs 19:19). Isa Kalimat Allah termulia di dunia dan di akhirat (Qs 3:45). Isa saat ini ada di sorga (Qs 43:61). Menurut saudara, mengapa Al-Quran memberi gelar tersebut kepada Isa Al-Masih, dan bukan kepada Muhammad?

Mengenal Baitul Makmur: Ka’bah Penduduk Langit

Lafadz Baitul Makmur disebutkan dalam surat At-Thur.

قف المرفوع والبحر المسجور. والبيت المعمور والس

“dan demi Baitul Ma’mur , dan atap yang ditinggikan (langit), dan laut yang di dalam tanahnya ada api,” (QS. At-Thur: 4-6)

Beberapa pendapat mengenai baitul makmur

Ada beberapa pendapat mengenai tafsir Baitul makmur. Fakhruddin Ar-Razi rahimahullah berkata,

وجوه ففيه المعمور البيت : وأما

لكثرة : بالعمارة ووصفه العرش عند العليا السماء في بيت هو األولالمالئكة من به . الطائفينالعاكفين : به الطائفين بالحاج معمور وهو الحرام الله بيت هو . الثاني

بالبيوت : يقسم كأنه الجنس لتعريف فيه الالم المعمور البيت الثالثالمشهورة والعمائر ، ” المعمورة

Adapun Baitul Makmur, maka ada beberapa pendapat:

1. Rumah di langit yang tertinggi di dekat ‘Arsy, disifati dengan “makmur” karena banyaknya yang melakukan tawaf dari golongan malaikat

2. Baitullah Al-Haram (Ka’bah) yang di penuhi oleh jemaah haji yang thawaf dan i’tikaf

3. Baitul Makmur dengan menggunakan “Lam ta’rif Al-Jinsi”. Seakan-akan Allah bersumpah dengan rumah-rumah (misalnya ka’bah) yang diramaikan/dimakmurkan dan bangunan-bangunan yang terkenal.1

Baitul makmur adalah “Ka’bah” penduduk langit

Baitul makmur adalah kabah penduduk langit sebagaimana kabah di bumi sebagai pusat ibadah. Ibnu Katsir rahimahullah berkata,

حديث في قال وسلم عليه الله صلى الله رسول أن الصحيحين في ثبت , « : المعمور البيت إلى بي رفع ثم السابعة السماء إلى مجاوزته بعد اإلسراء » يعني عليهم ما آخر إليه يعودون ال ألفا سبعون يوم كل يدخله هو وإذا

, البيت ذاك كذلك بكعبتهم األرض أهل يطوف كما به ويطوفون فيه يتعبدون , عليه الخليل إبراهيم وجد ولهذا السابعة السماء أهل كعبة هو المعمور

, األرضية الكعبة باني ألنه المعمور البيت إلى ظهره مسندا والسالم ,الصالة“terdapat dalam Shahihain bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa saalm bersabda ketika peristiwa Isra’ pada saat melewati langit ke tujuh, ‘kemudian aku diangkat menuju baitul makmur, padanya masuk (datang) setiap hari 70.000 malaikat yang tidak akan kembali lagi’. Yaitu mereja beribadah dan berthawaf sebagaimana penduduk bumi thawaf di ka’bah mereka. Demikian juga baitul makmur ia adalah ka’bah

penduduk langit ketujuh. Oleh karena itu, didapati Nabi Ibrahim Al-Khalil alihisshalatu wassalam menyandarkan badannya pada baitul makmur karena ia telah membangun ka’bah di bumi”2

Ibnu Jarir At-Thabari rahimahullah berkata,

, : يوم كل فيه يصلي المالئكة تعمره العرش حذاء بيت هو عباس ابن عن . وغير ومجاهد عكرمة قال وكذا إليه يعودون ال ثم المالئكة من ألفا سبعون

السلف من واحد“Dari Ibnu Abbas: ia adalah rumah yang disekitar ‘Arsy yang dimakmurkan oleh para malaikat. 70.000 malaikat shalat di situ setiap hari kemudian mereka tidak akan kembali. Demikian juga pendapat Ikrimah, Mujahid dan banyak para salaf.”3

Posisnya sejajar di atas ka’bah di bumi

Al-Baghawi rahimahullah berkata,

حذاء “ ” السماء في بيت وهو واألهل، الغاشية بكثرة ، المعمور والبيتالكعبة بحيال العرش

“Baitul Makmur: banyaknya yang memenuhi dan penduduknya, yaitu rumah di langit sekitar ‘Arsy dan sejajar dengan Ka’bah bumi.”4

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utasimin rahimahullah berkata,

“ : بحيال الحديث في جاء كما وهو السابعة، السماء في المعمور البيتعلى” والله بغريب، ليس وهذا فوقها؟ أنه معناه هل الكعبة وحيال الكعبة : أهل من الكعبة تعمر كما أنه بمعنى بإزائها، المعنى أو قدير، شيء كل

السماء أهل من المعمور البيت يعمر األرض“Baitul Makmur terletak pada langit ketujuh. Sebagaimana pada hadits ‘sejajar dengan ka’bah’ maknanya “di atasnya”. Ini bukanlah hal yang aneh. Allah atas segala seseuatu Maha Menguasai. Atau maknanya ‘berlawanan arah’ sebagaimana penduduk bumi memakmurkan ka’bah maka penduduk langit juga memakmurkan baitul makmur.”5

 Penyusun: dr. Raehanul Bahraen

Apa itu Baitul Makmur?Baitul Makmur

Apa itu baitul makmur? Saya sering mendengarnya, mohon dijelaskan? Bolehkah kita menamai masjid dg Baitul Makmur

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Nama Baitul Makmur disebutkan oleh Allah dalam al-Quran, tepatnya di surat at-Thur,

المسجور . والبحر المرفوع قف والس المعمور والبيت

“Demi Baitul Ma’mur. Demi atap yang ditinggikan (langit). Demi laut yang di dalam tanahnya ada api,” (QS. at-Thur: 4 – 6)

Baitul Makmur adalah bangunan yang sangat mulia, berada di langit ketujuh. Di sanalah para Malaikat beribadah, sebagaimana manusia beribadah di sekitar Ka’bah.

Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjalani peristiwa Isra Mi’raj, sesampainya di langit ketujuh, beliau melihat Baitul Makmur.

Ketika mengisahkan peristiwa Isra Mi’raj, beliau mengatakan,

المعمور البيت لي فرفع ونبى، ابن من بك مرحبا فقال عليه مت فسل ، إبراهيم على فأتيت ابعة الس ماء الس فأتيناآخر : إليه يعودوا لم خرجوا إذا ، ملك ألف سبعون يوم كل فيه يصلي ، المعمور البيت هذا فقال ، جبريل فسألت

عليهم ما

Kami mendatangi langit ketujuh. Lalu aku mendatangi Nabi Ibrahim, aku memberi salam kepadanya dan belia menyambut, “Selamat datang putraku, sang Nabi.” Lalu aku melihat Baitul Makmur. Akupun bertanya kepada Jibril.

“Ini adalah Baitul Makmur, setiap hari, tempat ini dikunjungi 70.000 Malaikat untuk melakukan shalat di sana. Setelah mereka kaluar, mereka tidak akan kembali lagi ke tempat ini.” (HR. Bukhari 3207 & Muslim 162).

Karena itulah, Allah jadikan tempat ini sebagai sumpah-Nya, sebagaimana disebutkan pada ayat di atas, “Demi Baitul Makmur.” Dan seperti yang kita tahu, makhluk yang Allah jadikan sebagai sumpah adalah makhluk yang mulia, yang menunjukkan keagungan Sang Penciptanya.

Baitul Makmur, Ka’bahnya Penghuni Langit

Al-Hafidz Ibnu Katsir ketika menjelaskan tafsir ayat di atas, beliau mengatakan,

البيت إلى ظهره مسندا ، السالم عليه الخليل إبراهيم وجد ولهذا ؛ السابعة السماء أهل كعبة هو البيت ذاكالعمل جنس من والجزاء ، األرضية الكعبة باني ألنه ؛ المعمور

Baitul makmur itu adalah ka’bah bagi penghuni langit ketujuh. Untuk itu, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Nabi Ibrahim ‘alahis salam menyandarkan punggungnya di Baitul Makmur. Karena beliau yang membangun Ka’bah di bumi, dan balasan sejenis dengan amal. (Tafsir Ibnu Katsir, 7/428)

Baitul Makmur Sejajar Ka’bah

At-Thabari meriwayatkan bahwa ada seseorang yang bertanya kepada Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu tentang Baitul Makmur.

Jawaban Ali Radhiyallahu ‘anhu,

وال ملك، ألف سبعون يوم كل يدخله األرض، في هذا كحرمة السماء في هذا حرمة البيت، بحيال السماء في بيتإليه يعودون

Itu adalah bangunan di langit, sejajar dengan Ka’bah. Kemuliaan bangunan ini di langit sebagaimana kemuliaan Ka’bah di bumi. Setiap hari dimasuki oleh 70.000 malaikat, dan mereka tidak kembali lagi. (Tafsir at-Thabari 22/455 dan dishahihkan al-Albani).

At-Thabari juga menyebutkan riwayat yang mursal dari Qatadah (ulama tabi’in), beliau mengatakan,

: : ورسوله الله قالوا المعمور؟ البيت ما تدرون هل ألصحابه يوما قال وسلم عليه الله صلى النبي أن لنا؛ ذكر : عليها لخر خر لو الكعبة، تحته السماء، في مسجد فإنه قال أعلم،

Sampai kepada kami informasi bahwa satu hari, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda di hadapan para sahabatnya, “Tahukah kalian, apa itu Baitul Makmur?” jawab beliau, “Allah dan Rasul-Nya yang paling tahu.”

Lalu beliau menjelaskan, “Baitul Makmur adalah bangunan masjid di langit, tepat di bawahnya adalah Ka’bah. Andai masjid ini jatuh, dia akan jatuh di atas Ka’bah.” (Tafsir at-Thabari 22/456. Riwayat ini juga dikutip Ibnu Katsir dalam Tafsirnya, 7/429).

Dalam Silsilah as-Shahihah dinyatakan,

(( طرقها (( بمجموع ثابتة الكعبة حيال الزيادة هذه أن القول وجملة

Kesimpulan keterangan bahwa tambahan riwayat ‘sejajar dengan Ka’bah’ statusnya shahih, dengan gabungan semua jalur periwayatannya. (as-Silsilah as-Shahihah, 1/476).

Tidak Boleh Menamai Masjid dengan Baitul Makmur

Kesimpulan ini disampaikan dalam Fatwa Islam,

أن يجوز ال كما ، منشأة أو محل أو بيت أي به يسمى أن يجوز فال ، والمنزلة المثابة بهذه البيت هذا كان وإذا ، االمتهان من ذلك في لما ؛ المعظمة األسماء من ذلك بغير أو الحرام بالبيت أو بالكعبة األشياء هذه تسمى

المشابهة وانتفاء

Mengingat bangunan ini memiliki kedudukan yang sangat mulia seperti yang disebutkan, maka kalimat ini tidak boleh digunakan untuk menamakan satu rumah, atau tempat, atau bangunan apapun. Sebagaimana kita tidak boleh memberi nama tempat di sekitar kita dengan nama Ka’bah atau Baitul Haram, atau nama-nama lainnya yang diagungkan. Karena termasuk bentuk pennghinaan dan agar tidak dianggap menyerupakan. (Fatawa al-Islam, no. 120126)

Makkah Sekitar Maqam & Zamzam

Oleh: Hasan Husen Assagaf

Masa Malaikah

Ka’bah merupakan tempat termulia dan pusat ibadah bagi umat manusia. Entah pada saat zaman jahiliyah sebelum datang Islam atau setelah datangnya Islam Ka’bah adalah Baitullah Al-Haram, rumah suci bagi mereka. Sepanjang sejarah Islam, Ka’bah terpelihara kesuciaan dan kehormataannya dan tetap menjadi pusat perhatian para khadim atau pengurusnya.

Ka’bah dalam bahasa Arab artinya kubus atau segi empat diambil dari kata ka’aba atau muka’ab. Banyak riwayat atau sirah yang mengungkapkan tentang hal ini,  seperti yang diriwatkan Al-Azraqi dari Abu Nujaih atau Ikrimah dan Mujahid semua mereka berpendapat bahwa dinamakan Ka’bah karena bentuknya segi empat seperti kubus. Walaupun yang sebenarnya ia bukan bangunan empat persegi yang memiliki panjang dan lebar yang sama. Antara Rukun Yamani dan Hajar Aswad panjangnya 11,52 meter, dari Hajar Aswad ke Rukun Iraqi 12,84 meter, dari Rukun Iraqi ke Rukun Syami atau sisi Hijir Ismail 11,28 meter, dan dari Rukun Syami ke Rukun Yamani 13,16 meter.

Ka’bah adalah baitullah al-haram atau rumah suci yang letaknya di poros atau di tengah masjid. Tepatnya, Ka’bah berada di pusat masjidil Haram. Allah berfirman dalam Al-Qur’an dalam surat al-Ma’idah:97

قياما الله للناس البيتالكعبة جعل الحرام

”Allah telah mejadikan Ka’bah rumah suci itu sebagai pusat (peribadahan) manusia”

Ka’bah adalah rumah ibadah pertama bagi manusia yang dibangun di muka bumi, hal ini ditegaskan dalam Surat Al-Imron ayat 96:

إن أول بيت وضع للناس للذي ة ببك مباركا وهدى للعالمين

” Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.”

Ayat ini diterangkan oleh para ulama sebagai bantahan Allah kepada ahli kitab yang mengatakan bahwa awal mula rumah ibadah yang diciptakan Allah adalah Baitul Maqdis di palestina. Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dari Abi Dzar, Rasulullah saw menyatakan bahwa perbedaan waktu antara dibangunnya Baitullah di Mekah dengan Baitul Maqdis di Yerusalem adalah empat puluh tahun. Jelasnya, bahwa baitullah di Makkah sudah lebih dulu dibangun 40 tahun sebelum Baitul Maqdis.

Ayat di atas juga menjadi hujjah atau alasan bagi para ulama yang berpendapat bahwa pertama makhluk yang mendirikan Ka’bah adalah para malaikat, bukan manusia. Buktinya, ayat di atas mengunggunakan kalimat ” Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia”. Kata kata ”untuk (tempat ibadah) manusia” kita perlu garisbawahi, ini artinya Ka’bah sudah ada sebelum manusia diciptakan Allah atau sebelum Adam as, datok manusia, diciptakan-Nya, Ka’bah telah dibangun Allah untuk tempat ibadah manusia. Berarti sangat jelas bahwa yang membangun Ka’bah pertama kali bukanlah manusia, melainkan para malaikat atas perintah Allah. Di lain tempat atau di surat al-Baqarah:127, Allah Swt. berfirman:

القواعد من البيت وإسماعيل ربنا تقبل منآ إنك أنت ميع الس يرفع العليم وإذ إبراهيم

 ”Dan ingatlah ketika Nabi Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail seraya berdo’a : Ya Tuhan kami terimalah daripada kami amalan kami, sesungguhnya Engkaulah yang Maha

Mendengar lagi Maha Mengetahui”

Dari ayat di atas, sepintas lalu kita memahami bahwa nabi Ibrahim as adalah orang yang pertama membangun Ka’bah di permukaan bumi ini. Padahal kalau kita teliti, sebelum Nabi Ibrahim menginjakkan kakinya ke tanah Makkah, Ka’bah sudah ada dan sudah dibangun oleh malaikat. Hal itu bisa dipahami dari kata “Dan ingatlah ketika Nabi Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail”. Yang dimaksud meninggikan berarti meninggikan bangunan yang sudah ada bukan membangun. Jadi jelas bahwa generasi pertama yang membagun Ka’bah adalah para Malaikat, sebelum Nabi Adam diciptakan tentu atas perintah Allah.

Al-kisah, langit dan bumi bergemuruh karena terjadi desas desus bahwa Allah berkehendak menciptakan makhlukNya yang bernama Adam as, kakek moyang manusia yang akan menjadi khalifah di muka bumi. Ketika para malaikat mengetahui bahwa Allah akan menciptakan Adam, manusia pertama yang diciptakan dari tanah dengan tangan Nya, dan diberikan kepadanya segala macam kesempurnaan dari mulai ruh, jasad, darah, daging, syahwat, kekuatan, dihiasi dengan akal, dan diberikan kepadanya ilmu yang tidak diberikan kepada para malaikat “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama nama seluruhnya”, para malaikat pun heran dengan kehendak Allah. Mereka tidak iri atau hasut, akan tetapi ingin mengetahui apa hikmahnya Allah ingin menciptakan manusia yang akan merusak dan menumpahkan darah di muka bumi? Mereka bertanya kepada Allah “Mengapa Engkau hendak menjadikan di muka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau”. Allah pun langsung berseru: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang kamu tidak ketahui” – al-Baqarah: 30 ( Lihat Shafwah At-Tafasir oleh Muhammad Ali As-Shabuni)

Karena takut akan murka Allah Swt., para malaikat tidak bertanya lagi siapa yang layak dijadikan khalifah di bumi, manusia atau malaikat, maka para malaikat segera mohon ampun kepada Allah. Karena Arsy Allah cukup besar, maka dengan seizin-Nya Dia membangun Baitul Makmur di bawah Arsy untuk tempat para malaikat memohon ampun dan mengerjakan tawaf setiap hari. Di sana para malaikat mengerjakan tawaf silih berganti siang dan malam. Baitul Ma’mur tidak pernah kosong dikunjungi oleh para Malaikat sehingga tidak kurang dari 7000 malaikat yang mengelilingi Baitul Makmur setiap harinya, bahkan menurut riwayat ada di antara malaikat yang hanya dapat thawaf sekali saja, dan tidak dapat lagi mengelilingi tawafnya karena sesaknya Baitul Makmur yang dibangun oleh Allah dari Zabarjad yaitu batu permata seperti zamrut dan yang bertahtakan Yakut berwarna merah itu (lihat kitab Akhbar Makkah oleh Al-Azraqi).

Kemudian Allah segera memerintahkan para malaikat untuk membangun Ka’bah di bumi yang persis bentuknya seperti Baitul Makmur di bawah Arsy, besar dan ukurannya sama, posisinya berada tepat sejajar dengan Baitul Makmur yang berada di ‘Arsy. Bahkan, Imam Al-Azraqi meriwatkan bahwa  jika Baitul Makmur yang berada di Arsy (tempat para malaikat berthawah) runtuh maka akan jatuh tepat ke Baitullah yang berada di Mekah. Atau dalam arti kasarnya andaikata dijatuhkan sebuah batu dari Baitul Makmur ke bawah maka akan sampai batu itu tapat ke tengah-tengah Ka’bah. Subahnallah.

Diriwayatkan:"Allah pertama kali menciptakan mutiara. Kemudian Allah memandang dengan penuh kagum, mutiara itu lantas hancur. Mutiara bergoncang karena takut kepada Allah sampai ia menjadi air. Kemudian Allah memandang dengan pandangan Rahmat, lalu membekukan sebagian mutiara yang jadi air tadi. Dari sana Allah menciptakan Arsy, Arsy pun terguncang, maka Allah menuliskan lafadz di Arsy:"Laa ilaha illallahu Muhammadur Rasulullah. (Tiada Tuhan kecuali Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah".Arsy langsung diam. Lantas Allah membiarkan sebagian yang masih berbentuk air sampai kelak hari kiamat. Demikianlah maksud firman Allah SWT:"Dari Arsy-Nya (singgasana) yang berada diatas air,,, (QS.11 Hud:7)".Air tersebut saling bertepuk dan berombak bisa menimbulkan asap yang membumbung saling tindih 1 sama lain. Air pun berbuih-buih, dan dari buih itu Allah menciptakan beberapa jenis dan batu yang berlipat-lipat, sebagaimana Allah SWT mengabarkan dalam firman-Nya:"Kemudian Dia menghendaki adanya langit, sementara langit berubah asap,,, (QS.41 Sufhilat/As Sajadah:11)".

Seorang Hukama berkata:"Sesungguhnya Allah menciptakan langit dari asap, bukan dari uap. Sebab asap adalah zat yang saling berhubungan erat dan tetap menyatu sampai batas akhir. Dan uap adalah jenis yang saling menjauh dan melepaskan diri".Semua ini karena sempurnanya ilmu Allah dan Bijaksana-Nya mengatur.Lalu Allah memandang ke air dengan pandangan Rahmat, air itu pun membeku sebagaimana yang diterangkan hadits.

Faedah:Diantara langit dunia dan bumi terdapat beberapa langit dan langit, dimana 1 sama lain berjarak perjalanan selama 500 tahun. Demikian juga jarak tebal setiap langit. Ada yang mengatakan:"Langit warnanya lebih putih daripada susu, warnanya nampak biru dari pantulan gunung Qoof. Nama langit dunia ialah Roqi'ah. Langit kedua terdiri dari besi yang bersinar cemerlang, namanya Faidun atau Ma'un. Langit ketiga terdiri dari tembaga yang disebut malakut atau Hariyun. Langit keempat terdiri dari perak putih yang pantulan sinarnya hampir-hampir menembus pandangan mata, namanya Zahiroh. Langit kelima terdiri dari emas merah, dinamakan Muzayanah atau Musaharoh. Langit keenam terbuat dari mutiara yang cemerlang, namanya Kholishah. Dan langit ketujuh inilah yang ada "Baitul Makmur". Punya 4 tiang; dari Yaqut merah Zabarjad, perak putih dan satunya terbuat dari emas merah".

Ada riwayat mengatakan:"Bahwa Baitul Makmur terdiri dari batu Akik, tiap harinya ada 70 malaikat masuk dan tidak kembali sampai hari kiamat".Menurut pendapat yang Mu'tamad:"Sesungguhnya bumi lebih utama daripada langit, sebab para Nabi diciptakan disana dan kembali kesana pula. Karena alasan itu sehingga bumi yang paling mulia ialah yang teratas, juga disanalah para orang bisa mengambil manfaat".

Melalui Ibnu Abbas RA:"Langit yang paling utama paling dekat dengan Arsy Tuhan Yang Maha Pengasih, disana ada Kursi-Nya, dan hanya 7 yang selalu berputar. Ke-7 bintang ada dilangit tersebut; untuk hari sabtu ada bintang Zuhal dilangit 7, untuk hari kamis ada bintang musytari di langit keenam, bintang Mirrih ada di langit kelima untuk hari selasa, untuk hari ahad ada bintang matahari di langit keempat, untuk hari Jum'at ada bintang Zuhra dilangit ketiga, untuk hari Rabu ada bintang Athorid di langit kedua, dan terakhir hari Senin ada bintang rembulan pada langit pertama".

Dan faedah yang tersembunyi ialah keajaiban Tuhan Maha Pencipta yang Menciptakan langit ketujuh dari asap dimana setiap langit berbeda dengan langit lainnya. Juga Allah menurunkan hujan dari langit, menumbuhkan tanaman yang berbeda-beda dengan warna dan rasa yang berbeda pula, sebagaimana firman-Nya:"Dan Kami melebihkan sebagian tumbuh-tumbuhan terhadap sebagian lainnya mengenai rasanya. (QS.Ar Ra'd:4)".Dan Allah menciptakan anak cucu Adam juga berbeda-beda; ada yang berkulit putih, hitam, bergembira, sedih, mukmin, kafir, pandai, dan bodoh. Dan asal mereka satu yaitu Adam AS.

Maha Suci Tuhan Yang Menguatkan segala sesuatu ciptaan-Nya.

Rahasia Baitul Ma'mur dan Sidratul Muntaha

BAITUL MA’MUR DAN SIDRATUL MUNTAHA

ذي أسرى بعبده ليال من المسجد الحرام إلى المسجد األقصى سبحان الميع البصير{ ]اإلسراء/ ه هو الس ذي باركنا حوله لنريه من آياتنا إن [1ال

Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya  ([1]  ) agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda

(kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Berbagi renungan agar sama-sama merasakan kebesaran dan kehadiran Allah dalam setiap kita menyebut Asma-Asma-Nya.

Dalam peristiwa Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad saw seperti dalam QS.  Al-Isra’: 1  Allah bermaksud hendak memperlihatkan kepada beliau saw tentang sebagian dari kebesaran dan kekuasaan Allah swt.

Benar!. Ketika Nabi saw sampai dilangit ke 7, disana beliau menyaksikan dua hal luar biasa yang belum pernah beliau lihat / bayangkan sebelumnya, yakni “BAITUL MA’MUR dan SIDRATUL MUNTAHA”.

BAITUL MA’MUR.

Baitul Makmur disebut  dalam QS. At-Thur: 6-7.

قف المرفوع والبحر المسجور . والبيت المعمور والس“dan demi Baitul Ma’mur , dan atap yang ditinggikan (langit), dan laut yang di dalam tanahnya ada api,”

Apa itu Baitul Ma’mur ?

Arti secara bahasa Baitul Ma’mur adalah “Rumah Allah yang di makmurkan”.  Baitul makmur adalah bangunan yang menjadi Kiblat bagi para Malaikat di  langit sebagaimana Ka’bah di Masjidil Haram (Mekah) dan Baitul Maqdis di Masjidil Aqsha (Palestina).

Letak Baitul Ma’mur.

Baitul Ma’mur berada di langit ke 7 di sekitar ‘Arasy, ada juga yang mengatakan di bawah ‘Arasy. Letaknya searah dengan Ka’bah di Masjidil Haram, sehingga jika seandainya Ba’tul Ma’mur jatuh ke bumi maka ia akan menjatuhi Ka’bah.

Di riwayatkan dari rasulullah saw, beliau bersabda kepada para sahabat:

هل تدرون ما البيت المعمور؟ " قالوا : الله ورسوله أعلم. قال صلى الله عليه وسلم: " فإنه مسجد في السماء بحيال الكعبة لو خر لخر عليها , يصلى فيه كل

يوم سبعون ألف ملك، إذا خرجوا منه لم يعودوا آخر ما عليهم ".“Tahukah kalian. Apa itu Baitul Ma’mur?”. Jawab sahabat: “Allah dan rasul-Nya yang lebih mengetahui”. Beliau bersabda: “Ialah masjid di langit searah dengan Ka’bah, seandainya (Baitul Ma’mur) itu jatuh maka ia akan jatuh diatasnya (Ka’bah). Setiap harinya ada 70.000 Malaikat shalat didalamnya dan ketika mereka keluar, mereka tidak kembali lagi untuk selamanya”.

Dalam salah satu hadisnya, beliau bersabda:

" البيت المعمور منا مكة "“Baitul Ma’mur adalah sebagaimana Ka’bah bagi kami”

Dalam hadis lain disebutkan dalam shaihain, beliau bersabda:

وإذا هو يدخله كل يوم سبعون ألفا ال ,ثم رفع بي إلى البيت المعمور يعني يتعبدون فيه ويطوفون به كما يطوف «يعودون إليه آخر ما عليهم

كذلك ذاك البيت المعمور هو كعبة أهل السماء ,أهل األرض بكعبتهم مسندا ظهره ولهذا وجد إبراهيم الخليل عليه الصالة والسالم ,السابعة

,ألنه باني الكعبة األرضية ,المعمور إلى البيت“Kemudian aku diangkat menuju baitul makmur, padanya masuk (datang) setiap hari 70.000 malaikat yang tidak akan kembali lagi’. Yaitu mereja beribadah dan berthawaf sebagaimana penduduk bumi thawaf di ka’bah mereka . Demikian juga baitul makmur ia adalah ka’bah penduduk langit ketujuh. Oleh karena itu, didapati Nabi Ibrahim Al-Khalil alihisshalatu wassalam menyandarkan badannya pada baitul makmur karena ia telah membangun ka’bah di bumi”.

Dari mana datang dan perginya Para Malaikat yang keluar masuk Baitul ma’mur itu?

Di langit ke 4 Allah menciptakan sebuah sungai yang dinamai “Sungai hayawan”.  Dalam setiap harinya bertepatan terbitnya matahari Malaikat Jibril menyelam ke dalam sungai tersebut lalu keluar lagi.   Kemudian Jibril mengkibas-kibaskan tubuhnya yang basah itu dan jatuhlah 70.000 tetes air dari tubuhnya. Kemudian dari setiap satu tetesnya (70.000 tetes)  Allah jadikan Malaikat, lalu mereka disuruh masuk ke Baitul Ma’mur dan shalat, lalu mereka di perintah untuk keluar dan tidak akan masuk lagi. Setelah keluar, mereka diperintah pleh Allah agar berdiri di suatu tempat di langit sambil bertasbih sampai datangnya Kiamat.

Seperti disebutkan dalam hadis marfu’ dari Az-Zuhri, dari Sa’id bin Musayyab, dari Abi Hurairah, ia berkata:

م ه عليه وسل بي صلى الل ماء: قال الن ماء ال��دنيا ، وفي الس�� البيت المعمور في الس��ابعة نهر يقال له : الحيوان ، الم الر فينغمس انغماسة )يدخل فيه( جبريل عليه الس��

��ف بعون أل ��ه س�� ت عن مس ، فإذا خرج انتفض انتفاضة ، خر كل يوم طلعت فيه الش��أتوا البيت ��ؤمرون أن ي ��ا ، ثم ي ��ل قط��رة ملك ه ع��ز وج��ل من ك قط��رة ، يخل��ق اللى عليهم أح��دهم ، ��ول ��دا ، ي ��ه أب ون فيه ، فيفعلون ، ثم ال يع��ودون إلي المعمور فيصل

ه ع��ز وج��ل في��ه إلى أن تق��وم حون الل ب ماء موقف��ا يس�� ويؤمر أن يقف بهم من الساعة .  "الس

Nabi saw bersabda:

“Baitul Ma’mur adanya di langit dunia. Di langit keempat terdapat sungai, disebutnya “sungai hayawan”.  Setiap hari ketika matahari terbit Malaikat Jibril menyelam ke dalamnya. Ketika keluar ia mengkibas-kibaskan tubuhnya dan dan jatuh 70.000 tetes air. Dan dari tiap-tiap tetesan itu Allah jadikan malaikat dan perintahkan untuk memasuki baitul Ma’mur dan mengerjakan shalat didalamnya, lalu mereka keluar dan tidak akan kembali lagi untuk selamanya.  Salah satu dari mereka menjadi pemimpinnya, dan ia (pimpinannya) diperintah oleh Allah agar untuk memimpin mereka berdiam disuatu tempat di langit sambil bertasbih kepada Allah sampai datangnya kiamat”. 

Pendapat lain menyebutkan bahwa Sungai tersebut berada di sorga. 

:Dalam HR. Abu Syaikh dari Abi Sa’id, Nabi saw bersabda:

فينتفض؛ فيخ��رج دخلة من الس��الم عليه جبريل يدخله ما لنه��را الجنة في إن.ملكا منه تقطر قطرة كل من الله خلق إال

 “ Sesungguhnya di sorga ada sungai, Jibril tidak akan masuk kedalamnya (menyelam) sekali saja lalu keluar lantas mengkibas-kibaskan (tubuhnya), melainkan Allah jadikan dari setiap tetes air yang menetes menjadi seorang Malaikat”.

Keterangan tentang Malaikat diatas sesuai dengan  HR. Thabrani dari Jabir bin Abdillah ra:

قدم موضع السبع السموات في وسلم: ما عليه الله صلى الله رسول قال قالوا القيامة يوم كان فإذا,ساجد ملك أو قائم ملك وفيه إال كف وال شبر وال

شيئا(. بك نشرك لم أنا إال عبادتك حق عبدناك ما جميعا: سبحانك

Nabi saw bersabda:

“Tiada tempat seukuran telapak kaki, tiada juga sejengkal dan setelapak tanganpun di tujuh langit melainkan disitu ada Malaikat yang berdiri atau sujud.  Ketika datang hari Kiamat kelak mereka semuanya berkata: “Maha Suci Engkau, Kami tidak menyembah-Mu dengan sebenar-benarnya, melainkan kami tidak pernah menyekutukan-Mu dengan sesuatu apapun”.

Subhaanallooh

SIDRATUL MUNTAHA

( عند سدرة المنتهى)13( ولقد رآه نزلة أخرى)12أفتمارونه على ما يرى)ة المأوى)14 درة ما يغشى)15(عندها جن (ما زاغ البصر وما16(إذ يغشى الس

(17طغى{)

12. Apakah kaum (musyrik Mekah) hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya?  13. Sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain,14. (yaitu) di Sidratil

Muntaha([2]). 15. Di dekatnya ada syurga tempat tinggal, 16. (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. 17. Penglihatannya (muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan

tidak (pula) melampauinya  ( [3] ).

Apa itu Sidratul Muntaha ?

Bersumber dari beberapa sumber disebutkan tentang Sidratul Muntaha:

1. Sidratul Muntaha adalah nama sebuah pohon yang sangat besar dan indah berada di langit ketujuh.  Tak seorangpun dapat melukiskan keindahan pohon Sidratul Muntaha.

            Nabi saw bersabda:

"فما من أحد يستطيع أن ينعتها من حسنها"

“Maka tidak ada seorangpun mampu melukiskan keindahannya”.

             Dari Abu Dzar ra, rasulullah bersabda:

ى انتهى بي إلى سدرة المنتهى، وغشيها ألوان ال أدري ما هي حت“…hingga saya berhenti di sidratil muntaha, dan pohon ini diliputi warna, yang saya tidak tahu apa itu.”

2. Akar nya menancap di langit keenam dan pohonnya menjulang tinggi hingga kelangit ketujuh.

3. Daunnya seperti telinga gajah dan tiap-tiap daun dijaga pleh Malaikat.

Nabi saw bersabda:

رأيت السدرة يغشاها فراش من ذهب ورأيت على كل ورقة ملكا قائما يسبح اللهتعالى

“Aku melihat pohon Sidratul Muntaha diliputi kasur dari emas, dan aku melihat tiap-tiap daunnya ada Malaikat yang berdiri dan bertasbih kepada Allah swt”.

4. Buahnya bulat seperti kendi yang sangat besar.

             Dari Anas ra, Nabi saw bersabda:

ه آذان الفيول ه قالل هجر وورقها كأن ورفعت لي سدرة المنتهى، فإذا نبقها كأن“Diperlihatkan kepadaku Shidratul-Muntaha di langit ke tujuh. Buahnya seperti kendi daerah Hajar, dan daunnya seperti telinga gajah.” (HR. Bukhari)    

5. Sidratul Muntaha diliputi oleh Nur dari Allah.

             Dalam satu riwayat disebutkan bahwa:

غشيها نور من الله ما يستطيع أحد أن ينظر إليها“Sidratul Muntaha itu diliputi oleh cahaya dari Allah sehingga tiada seorangpun dapat melihatnya”.

6. Pohon Sidratul Muntaha sangat besar, jika penunggang kuda hendak melintasi bayang-bayangnya, maka ia membutuhkan waktu 100 tahun baru bisa sampai ke ujung.

            Dari Asma binti Abu Bakr ra, ia  mendengar rasulullah menjelaskan tentang Sidratul Muntaha:

ها مائة راكب، فيها اكب في ظل الفنن منها مائة سنة، أو يستظل بظل يسير الر.فراش الذهب كأن ثمرها القالل

Orang yang naik kuda baru bisa melintasi bayang-bayangnya selama seratus tahun atau seratus penunggang kuda, bisa dinaungi bayang-bayangnya, di sana ada laron dari emas, buahnya seperti kendi besar. (HR. Turmudzi, menurutnya hadis ni hasan shahih).

7. Dari akarnya mengeluarkan 4 sungai, dua sungai berada di sorga dan dua lagi berada didunia.

             Dari Anas ra, Nabi saw bersabda:

في أصلها أربعة أنهار نهران باطنان، ونهران ظاهران، فسألت جبريل، فقال: أمايل والفرات ة، وأما الظاهران: الن الباطنان: ففي الجن

Dari akarnya keluar dua sungai luar dan dua sungai dalam. Kemudian aku bertanya, “Wahai Jibril, apakah keduanya ini?” Dia menjawab, “Adapun dua yang dalam itu ada di surga sedangkan dua yang di luar itu adalah Nil dan Furat (Eufrat). (HR. Bukhari)

       Keterangan singkat: Sungai Nil adalah sungai terpanjang di dunia , panjangnya mencapai 6400 kilometer. Lebar rata-rata 2.8 km. Dalamnya antara 8-11 meter. Sungai Nil bersumber dari mata air di dataran tinggi di Afrika Timur mengalir dan bermuara ke Laut Tengah. Ada empat negara yang dilewati sungai Nil yaitu Uganda, Sudan, Ethiopia dan Mesir. Setiap tahun sungai Nil selalu banjir dan luapan banjir itu menggenangi daerah di kiri kanan sungai, sehingga menjadi lembah yang subur selebar antara 15 sampai 50 kilometer.

Sungai Furat, terletak di negeri Iraq. Sungai ini menjadi salah satu tanda datangnya kiamat, seperti tersebut dalam hadis:

'' Hari Kiamat tak akan terjadi sebelum Sungai Eufrat mengering dan mendedahkan 'Gunung Emas' yang mendorong manusia berperang. 99 dari 100 orang akan tewas (dalam pertempuran), dan setiap dari mereka berkata, 'Mungkin aku satu-satunya yang akan tetap hidup'.'' (HR Bukhari).

 Dalam riwayat lain, Rasulullah bersabda:

'' Sudah dekat suatu masa di mana sungai furat akan surut airnya lalu nampak perbendaharaan daripada emas, maka barang siapa yang hadir di situ janganlah ia mengambil sesuatu pun daripada harta itu.'' (HR Bukhari Muslim) .

8. Setelah Nabi saw sampai dikawasan Sidratul Muntaha, lalu beliau melewati 70.000 hijab (dinding pembatas). Kemudian Nabi saw meneruskan perjalanan sendirian sampai di suatu tempat yang sangat dekat dengan Allah. Dan disanalah beliau menerima wahyu berupa perintah shalat lima waktu.  SUBHAANALLOOH.

           Seperti dalam satu riwayat disebutkan:

فمضى النبي صلى الله عليه وسلم وحده حتى تجاوز سبعين ألف حجاب ، وبين كل حجاب وحجاب مسيرة خمسمائة سنة ، فوقف البراق

وذهب به إلى قرب العرش ومنها ترقى. فظهر له رفرف,عن المسيرحتى وصل إلى منزلة قاب قوسين أو أدنى ،

“Maka Nabi saw meneruskan perjalanan sendirian hingga menembus 70.000 hijab. Jarak antara satu hijab dengan hijab berikutnya perjalanan 500 tahun. Maka buraq berhenti tidak ikuti perjalanan beliau lagi. Maka nampaklah Rafraf oleh beliau, lalu beliau menuju suatu tempat dekat ‘Arasy.  Disanalah beliau sampai di suatu tempat “Qooba qousaini au adnaa” (dekat (sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi)”.   

Allah berfirman:

) فأوحى إلى عبده ما أوحى  (9)  فكان قاب قوسين أو أدنى  (8)  ثم دنا فتدلى10)

8. Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi. 9. maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi). 10. Lalu dia menyampaikan kepada hambaNya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan  ( [4] ).

Inilah sedikit pengetahuan saya tentang Rahasia “BAITUL MA’MUR & SIDRATUL MUNTAHA”, semoga bermanfaat untuk kita semua, aamiin.

[1] Maksudnya: Al Masjidil Aqsha dan daerah-daerah sekitarnya dapat berkat dari Allah dengan diturunkan nabi-nabi di negeri itu dan kesuburan tanahnya.

[2] Sidratul Muntaha adalah tempat yang paling tinggi, di atas langit ke-7, yang telah dikunjungi Nabi ketika Mi'raj.

[3] QS. An-Najm: 12 – 18

[4] An-Najm:8-10

Misteri Kendaraan BuraqKalau dilihat dalam kamus bahasa, maka kita akan menemukan istilah “buraq” yang diartikan sebagai “Binatang kendaraan Nabi Muhammad Saw”, dia berbentuk kuda bersayap kiri kanan. Dalam pemakaian umum “buraq” itu berarti burung cendrawasih yang oleh kamus diartikan dengan burung dari sorga (bird of paradise). Sebenarnya “buraq” itu adalah istilah yang dipakai dalam AlQur’an dengan arti “kilat” termuat pada ayat 2/19, 2/20 dan 13/2 dengan istilah aslinya “Barqu”.

Para sarjana telah melakukan penyelidikan dan berkesimpulan bahwa kilat atau sinar bergerak sejauh 186.000 mil atau 300 Kilometer perdetik. Dengan penyelidikan yang memakai sistem paralax, diketahui pula jarak matahari dari bumi sekitar 93.000.000 mil dan dilintasi oleh sinar dalam waktu 8 menit.

Jarak sedemikian besar disebut 1 AU atau satu Astronomical Unit, dipakai sebagai ukuran terkecil dalam menentukan jarak antar benda angkasa. Dan kita sudah membahas bahwa Muntaha itu letaknya diluar sistem galaksi bimasakti kita, dimana jarak dari satu galaksi menuju kegalaksi lainnya saja sekitar 170.000 tahun cahaya. Sedangkan Muntaha itu sendiri merupakan bumi atau planet yang berada dalam galaksi terjauh dari semua galaksi yang ada diruang angkasa.

Amatlah janggal jika kita mengatakan bahwa buraq tersebut dipahami sebagai binatang atau kuda bersayap yang dapat terbang keangkasa bebas. Orang tentu dapat mengetahui bahwa sayap hanya dapat berfungsi dalam lingkungan atmosfir planet dimana udara ditunda kebelakang untuk gerak maju kemuka atau ditekan kebawah untuk melambung keatas.

Udara begitu hanya berada dalam troposfir yang tingginya 6 hingga 16 Km dari permukaan bumi, padahal buraq itu harus menempuh perjalanan menembusi luar angkasa yang hampa udara dimana sayap tak berguna malah menjadi beban. Dengan kecepatan kilat maka binatang kendaraan itu, begitu juga Nabi yang menaiki, akan terbakar dalam daerah atmosfir bumi, sebaliknya ketiadaan udara untuk bernafas dalam menempuh jarak yang sangat jauh sementara itu harus mengelakkan diri dari meteorities yang berlayangan diangkasa bebas.

Semua itu membuktikan bahwa Nabi Muhammad Saw bukanlah melakukan perjalanan mi’rajnya dengan menggunakan binatang ataupun hewan bersayap sebagaimana yang diyakini oleh orang selama ini.

Penggantian istilah dari Barqu yang berarti kilat menjadi buraq jelas mengandung pengertian yang berbeda, dimana jika Barqu itu adalah kilat, maka buraq saya asumsikan sebagai sesuatu kendaraan yang mempunyai sifat dan kecepatannya diatas kilat atau sesuatu yang kecepatannya melebihi gerakan sinar.

Menurut akal pikiran kita sehari-hari yang tetap tinggal dibumi, jarak yang demikian jauhnya tidak mungkin dapat dicapai hanya dalam beberapa saat saja.

Untuk menerobos garis tengah jagat raya saja memerlukan waktu 10 milyard tahun cahaya melalui galaksi-galaksi yang oleh Garnow disebut sebagai fosil-fosil jagad raya dan selanjutnya menuju alam yang sulit digambarkan jauhnya oleh akal pikiran dan panca indera manusia dengan segala macam peralatannya, karena belum atau bahkan tidak diketahui oleh para Astronomi, galaksi yang lebih jauh dari 20 bilyun tahun cahaya.

Dengan kata lain mereka para Astronom tidak dapat melihat apa yang ada dibalik galaksi sejauh itu karena keadaannya benar-benar gelap mutlak.

Untuk mencapai jarak yang demikian jauhnya tentu diperlukan penambahan kecepatan yang berlipat kali kecepatan cahaya. Sayangnya kecepatan cahaya merupakan kecepatan yang tertinggi yang diketahui oleh manusia sampai hari ini atau bisa jadi karena parameter kecepatan cahaya belum terjangkau oleh manusia.

Dalam AlQur’an kita jumpai betapa hitungan waktu yang diperlukan oleh para malaikat dan ruh-ruh orang yang meninggal kembali kepada Tuhan: Naik malaikat-malaikat dan ruh-ruh kepadaNya dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun. (QS. 70:4)

Ukuran waktu dalam ayat diatas ada para ahli yang menyebut bahwa angka 50 ribu tahun itu menunjukkan betapa lamanya waktu yang diperlukan penerbangan malaikat dan Ar-Ruh untuk sampai kepada Tuhan.

Namun bagaimanapun juga ayat itu menunjukkan adanya perbedaan waktu yang cukup besar antara waktu kita yang tetap dibumi dengan waktu malaikat yang bergerak cepat sesuai dengan pendapat para ahli fisika yang menyebutkan “Time for a person on earth and time for a person in hight speed rocket are not the same”, waktu bagi seseorang yang berada dibumi berbeda dengan waktu bagi orang yang ada dalam pesawat yang berkecepatan tinggi.

Perbedaan waktu yang disebut dalam ayat diatas dinyatakan dengan angka satu hari malaikat berbanding 50.000 tahun waktu bumi, perbedaan ini tidak ubahnya dengan perbedaan waktu bumi dan waktu elektron,

dimana satu detik bumi sama dengan 1.000 juta tahun elektron atau 1 tahun Bima Sakti = 225 juta tahun waktu sistem solar.

Jadi bila malaikat berangkat jam 18:00 dan kembali pada jam 06.00 pagi waktu malaikat, maka menurut perhitungan waktu dibumi sehari malaikat = 50.000 tahun waktu bumi. Dan untuk jarak radius alam semesta hingga sampai ke Muntaha dan melewati angkasa raya yang disebut sebagai ‘Arsy Ilahi, 10 Milyard tahun cahaya diperlukan waktu kurang lebih 548 tahun waktu malaikat.

Namun malaikat Jibril kenyataannya dalam peristiwa Mi’raj Nabi Muhammad Saw itu hanya menghabiskan waktu 1/2 hari waktu bumi /maksimum 12 Jam/ atau = 1/100.000 tahun Jibril.

Kejadian ini nampaknya begitu aneh dan bahkan tidak mungkin menurut pengetahuan peradaban manusia saat ini, tetapi para ilmuwan mempunyai pandangan lain, suatu contoh apa yang dikemukakan oleh Garnow dalam bukunya Physies Foundations and Frontier antara lain disebutkan bahwa jika pesawat ruang angkasa dapat terbang dengan kecepatan tetap /cahaya/ menuju kepusat sistem galaksi Bima Sakti, ia akan kembali setelah menghabiskan waktu 40.000 tahun menurut kalender bumi.

Tetapi menurut sipengendara pesawat /pilot/ penerbangan itu hanya menghabiskan waktu 30 tahun saja. Perbedaan tampak begitu besar lebih dari 1.000 kalinya.

Contoh lain yang cukup populer, yaitu paradoks anak kembar, ialah seorang pilot kapal ruang angkasa yang mempunyai saudara kembar dibumi, dia berangkat umpamanya pada usia 0 tahun menuju sebuah bintang yang jaraknya dari bumi sejauh 25 tahun cahaya.

Setelah 50 tahun kemudian sipilot tadi kembali kebumi ternyata bahwa saudaranya yang tetap dibumi berusia 49 tahun lebih tua, sedangkan sipilot baru berusia 1 tahun saja. Atau penerbangan yang seharusnya menurut ukuran bumi selama 50 tahun cahaya pulang pergi dirasakan oleh pilot hanya dalam waktu selama 1 tahun saja.

Dari contoh-contoh diatas menunjukkan bahwa jarak atau waktu menjadi semakin mengkerut atau menyusut bila dilalui oleh kecepatan tinggi diatas yang menyamai kecepatan cahaya.

Kembali pada peristiwa Mi’raj Rasulullah bahwa jarak yang ditempuh oleh Malaikat Jibril bersama Nabi Muhammad dengan Buraq menurut ukuran dibumi sejauh radius jagad raya ditambah jarak Sidratul Muntaha pulang pergi ditempuh dalam waktu maksimal 1/2 hari waktu bumi (semalam) atau 1/100.000 waktu Jibril atau sama dengan 10-5 tahun cahaya, yaitu kira-kira sama dengan 9,46 X 10 -23 cm/detik dirasakan oleh Jibril bersama Nabi Muhammad (bandingkan dengan radius sebuah elektron dengan 3 X 19-11 cm) atau kira-kira lebih pendek dari panjang gelombang sinar gamma.

Nah, Barkah yang disebut dalam Qur’an yang melingkupi diri Nabi Muhammad Saw adalah berupa penjagaan total yang melindungi beliau dari berbagai bahaya yang dapat timbul baik selama perjalanan dari bumi atau juga selama dalam perjalanan diruang angkasa, termasuk pencukupan udara bagi pernafasan Rasulullah Saw selama itu dan lain sebagainya.

Jadi, sekarang kita bisa mendeskripsikan tentang kendaraan bernama Buraq ini sedemikian rupa, apakah dia berupa sebuah pesawat ruang angkasa yang memiliki kecepatan diatas kecepatan sinar dan kecepatan UFO ? Ataukah dia berupa kekuatan yang diberikan Allah kepada diri Rasulullah Saw sehingga Rasul dapat terbang diruang angkasa dengan selamat dan sejahtera, bebas melayang seperti seorang Superman?

Sebagai suatu wahana yang sanggup membungkus dan melindungi jasad Rasulullah sedemikian rupa sehingga sanggup melawan/mengatasi hukum alam dalam hal perjalanan dimensi. Sekaligus didalamnya tersedia cukup udara untuk pernafasan Nabi Muhammad Saw dan penuh dengan monitor-monitor yang memungkinkan Nabi untuk melihat keluar ataupun juga monitor-monitor yang bersifat “Futuristik” , yaitu monitor yang memberikan gambaran kepada Rasulullah mengenai keadaan umatnya sepeninggal beliau nantinya.

Bukankah ada banyak juga hadist shahih yang mengatakan bahwa selama perjalanan menuju ke Muntaha itu Nabi Muhammad Saw telah diperlihatkan pemandangan- pemandangan yang luar biasa? Apakah aneh bagi Anda jika Nabi Muhammad Saw telah diperlihatkan oleh Allah (melalui monitor-monitor futuristik tersebut) terhadap apa-apa yang akan terjadi dikemudian hari? Apakah Anda akan mengingkari bahwa jauh setelah sepeninggal Rasul ada banyak sekali manusia-manusia yang mampu meramalkan ataupun melihat masa depan seseorang ?

Dalam dunia komputer kita mengenal virtual reality (VR) yaitu penampakan alam nyata ke dalam dimensi multimedia digital yang sangat interaktif sehingga bagaikan keadaan sesungguhnya. Apakah tidak mungkin Rasulullah telah merasakan fasilitas VR dari Allah Swt untuk mempresentasikan kepada kekasihNya itu surga dan neraka yang dijanjikanNya?

Anda pasti pernah mendengar sebutan “Paranormal” bukan? Jika anda mempercayai semua itu, maka apalah susahnya bagi anda untuk mempercayai bahwa hal itupun terjadi pada diri Rasulullah Saw, hanya saja bedanya bahwa semua itu merupakan gambaran asli dari Allah Swt yang sudah pasti kebenarannya tanpa bercampur dengan hal-hal yang batil.

Hal ini juga bisa kita buktikan dengan banyaknya ramalan-ramalan Nabi terhadap keadaan umat Islam setelah beliau tiada dan menjadi kenyataan tanpa sedikitpun meleset? Darimana Rasulullah dapat melakukannya jika tidak diperlihatkan oleh Allah sebelumnya ?

Allah memberikan kebijaksanaan kepada siapa yang dikehendaki- Nya. Dan barangsiapa yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang banyak. Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal.(QS. 2:269)

Hikmah dalam ayat 2:269 dan ayat-ayat lainnya, saya artikan sebagai kebijaksanaan yang diberikan oleh Allah kepada hamba-hambaNya, kebijaksanaan ini berarti sangat luas, baik dalam bidang ilmu pengetahuan dunia atau akhirat, sebagai perwujudan dari Rahman dan RahimNya.

Didalam Hadist disebutkan bahwa Nabi Muhammad Saw berangkat ke Muntaha dengan ditemani oleh malaikat Jibril yang didalam AlQur’an surah 53:6 dikatakan memiliki akal yang cerdas. Dan dalam perjalanan itu Nabi diberikan kendaraan bernama Buraq yang kecepatannya melebihi kecepatan sinar.

Selanjutnya selama perjalanan Nabi banyak bertanya kepada malaikat Jibril tentang apa-apa yang diperlihatkan oleh Allah kepadanya, ini menunjukkan bahwa Nabi dan Jibril berada dalam jarak yang berdekatan. Tidak mungkinkah Jibril ini yang mengemudikan Buraq untuk menuju ke Muntaha? Dalam kata lain, Jibril sebagai pilot dan Muhammad sebagai penumpang?

Bukankah Muhammad sendiri baru pertama kali itu mengadakan perjalanan ruang angkasa, sementara Jibril telah ratusan atau bahkan jutaan kali melakukannya didalam mengemban wahyu yang diamanatkan oleh Allah?

Jika dikatakan Nabi sebagai pilot, dari mana Nabi mengetahui arah tujuannya berikut tata cara pengemudian Buraq ini, apalagi ditambah dengan banyaknya visi-visi alias Virtual Reality yang diberikan oleh Allah kepada beliau selama perjalanan dan mengharuskannya mengajukan beragam pertanyaan kepada Jibril?

Namun jika kita kembalikan pada pendapat saya semula bahwa Jibril dalam hal ini berlaku sebagai pilot dan Nabi sebagai penumpang, maka semua pertanyaan dan keraguan yang timbul akan hilang.

Dalam hal ini Jibril adalah pilot terbang berpengalaman, ia juga sangat cerdas, sementara atas diri Nabi sendiri sudah diberikan oleh Allah Barqah disekeliling beliau, sehingga setiap perubahan yang terjadi dalam perjalanan, seperti goyangnya pesawat, tekanan gravitasi yang hilang, udara dan lain sebagainya tidak akan berpengaruh apa-apa pada diri Nabi yang mulia ini.

Dan keadaan yang tanpa pengaruh apa-apa itu memungkinkan bagi Nabi untuk mengadakan pertanyaan-pertanya an atas visi-visi yang dilihatnya itu sekaligus dapat melihatnya secara jelas/Virtual Reality .

Kembali pada Jibril yang senantiasa meminta izin didalam memasuki setiap lapisan langit kepada malaikat penjaga, itu dikarenakan bahwa mereka tidak mengenali Jibril yang berada didalam Buraq itu, sehingga begitu Jibril menjawab, mereka baru bisa mengenali suaranya dan melakukan pendeteksian secara visi keadaan dalam Buraq sehingga nyatalah bahwa yang datang itu benar-benar Jibril.

Didalam Hadist juga disebutkan bahwa malaikat penjaga langit itu juga menanyakan tentang identitas sosok manusia yang dibawa oleh malaikat Jibril, yang tidak lain dari Rasulullah Muhammad Saw. Dan dijelaskan oleh Jibril bahwa Rasulullah Saw diutus oleh Allah dan telah pula diperintahkan untuk naik ke Muntaha. (Hadist mengenai ini diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim dan dinyatakan oleh jumhur ulama dari ahlussunnah sebagai Hadist yang shahih).

Hal ini memang berkesan lucu bagi sebagian orang, apalagi mengingat bahwa Nabi adalah manusia yang paling mulia yang mendapatkan kedudukan terhormat yang bisa dibuktikan dengan bersandingnya nama Allah dan nama beliau dalam dua buah khalimah syahadat yang tidak boleh dicampuri, ditambah atau dikurangi dengan berbagai nama lain karena tiada hak bagi makhluk lainnya mencampuri masalah ini.

Namun justru disinilah letak kebesaran Tuhan. Semuanya sengaja dipertunjukkan secara ilmiah kepada Nabi agar beliau dapat membuktikan sendiri betapa ketatnya penjagaan langit itu sebenarnya.

Seperti yang sudah dibahas di halaman artikel “Kajian Israk Miqraj” bahwa Muntaha itu terletak digalaksi terjauh, dimana Adam dulunya diciptakan dan ditempatkan pertama kali bersama Hawa.

Tetapi sejak Adam bersama istrinya dan juga Jin serta Iblis diusir oleh Allah dari sana, maka penjagaan terhadap tempat tersebut diperketat sedemikian rupanya, sehingga tidak memungkinkan siapapun juga kecuali para malaikat untuk dapat memasukinya, seperti yang termuat dalam ayat ke-8,9 dan 10 dari surah 72:

“…Dan sesungguhnya kami dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu.” (QS. 72:9) ”…kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api.” (QS. 72:8) ”…Tetapi sekarang barang siapa yang mencoba mendengarkan tentu akan menjumpai panah api yang mengintai.” (QS. 72:9)

Dalam hal ini bisa diasumsikan bahwa yang disebut dengan lapisan langit pada Muntaha itu adalah berupa planet-planet yang terdekat dengan “bumi-muntaha” , hal ini saya hubungkan dengan pernyataan Qur’an pada surah 72:9 bahwa Jin atau Iblis itu dapat menduduki beberapa tempat.

Mampu menduduki tempat disana artinya mampu berdiam ditempat tersebut, dan karena tempat itu ganda (beberapa tempat), maka jelas tempat itu bukan Muntaha itu sendiri, namun tempat yang terdekat dari Muntaha.

Sesuai dengan kajian saya sebelumnya, bahwa Muntaha itu berupa bumi yang disekitarnya juga terdapat planet-planet, maka planet-planet itulah tempat atau posisi para syaithan itu berdiam dahulunya untuk mencuri dengar berita-berita langit.

Muntaha sendiri berarti “Dihentikan” atau bisa juga kita tafsirkan sebagai tempat terakhir dari semua urusan berlabuh. Tempat yang menjadi perbatasan segala pencapaian kepada Tuhan.

Buraq Di Malam Israa’ Mi’raj – Makhluk Gaib Apakah Itu?

Tak dapat dihindari bahwa ulama Muslim pun akan mempertanyakan apa itu Buraq? Apakah benar mahkluk tersebut eksis sebagai ciptaan Allah? Sirat Ibn Ishaq mencatat bahwa binatang ini telah ditunggangi oleh pelbagai nabi sebelum Muhammad. Lalu sejak kapan binatang tersebut telah diciptakan Allah dan, ditampilkan untuk ditunggangi oleh nabi-nabi manakah? Dan dapat dikonfirmasi dalam Kitabullah manakah? Bukankah binatang ajaib itu hanya muncul didongengkan (awas, bukan diwahyukan!) satu kali itulah diabad ke-7 bagi Muhammad?

Dipetik sebagian dari blackfiles.mywapblog.com/buroq.xhtml

Kalau dilihat dalam kamus bahasa, maka kita akan menemukan istilah “buraq” yang diartikan “Binatang kendaraan Nabi Muhammad Saw”, dia berbentuk kuda bersayap kiri kanan. Dalam pemakaian umum “buraq” itu berarti burung cendrawasih yang oleh kamus diartikan burung dari sorga (bird of paradise).

Sebenarnya “buraq” itu adalah istilah yang dipakai dalam AlQur’an dengan arti “kilat” termuat pada ayat 2/19, 2/20 dan 13/2 dengan istilah aslinya “Barqu”. Para sarjana telah melakukan penyelidikan dan berkesimpulan bahwa kilat atau sinar bergerak sejauh 186.000 mil atau 300 Kilometer perdetik. Dengan penyelidikan yang memakai sistem paralax, diketahui pula jarak matahari dari bumi sekitar 93.000.000 mil dan dilintasi oleh sinar dalam waktu 8 menit.

Jarak sedemikian besar disebut 1 AU atau satu Astronomical Unit, dipakai sebagai ukuran terkecil dalam menentukan jarak antar benda angkasa. Dan kita sudah membahas bahwa Muntaha itu letaknya diluar sistem galaksi bimasakti kita, dimana jarak dari satu galaksi menuju ke galaksi lainnya saja sekitar 170.000 tahun cahaya. Sedangkan Muntaha itu sendiri merupakan bumi atau planet yang berada dalam galaksi terjauh dari semua galaksi yang ada di ruang angkasa.

Amatlah janggal jika kita mengatakan bahwa buraq tersebut dipahami sebagai binatang atau kuda bersayap yang dapat terbang ke angkasa bebas. Orang tentu dapat mengetahui bahwa sayap hanya dapat berfungsi dalam lingkungan atmosfir planet dimana udara ditunda ke belakang untuk gerak maju kemuka atau ditekan kebawah untuk melambung keatas.

Udara begitu hanya berada dalam troposfir yang tingginya 6 hingga 16 Km dari permukaan bumi, padahal buraq itu harus menempuh perjalanan menembusi luar angkasa yang hampa udara dimana sayap tak berguna malah menjadi beban. Dengan kecepatan kilat maka binatang kendaraan itu, begitu juga Nabi yang menaiki, akan terbakar dalam daerah atmosfir bumi, sebaliknya ketiadaan udara untuk bernafas dalam menempuh jarak yang sangat jauh sementara itu harus mengelakkan diri dari meteorities yang berlayangan di angkasa bebas.

Semua itu membuktikan bahwa Nabi Muhammad Saw bukanlah melakukan perjalanan MI’RAJ-Nya dengan menggunakan binatang ataupun hewan bersayap sebagaimana yang diyakini oleh orang selama ini…

Menurut akal pikiran kita sehari-hari yang tetap tinggal di bumi, jarak yang demikian jauhnya tidak mungkin dapat dicapai hanya dalam beberapa saat saja. Untuk menerobos garis tengah jagat raya saja memerlukan

waktu 10 milyar tahun cahaya melalui galaksi-galaksi yang oleh Garnow disebut sebagai fosil-fosil jagad raya dan selanjutnya menuju alam yang sulit digambarkan jauhnya oleh akal pikiran dan panca indera manusia dengan segala macam peralatannya, karena belum atau bahkan tidak diketahui oleh para Astronomi, galaksi yang lebih jauh dari 20 bilyun tahun cahaya. …

Dalam AlQur’an kita jumpai betapa hitungan waktu yang diperlukan oleh para malaikat dan ruh-ruh orang yang meninggal kembali kepada Tuhan:Naik malaikat-malaikat dan ruh-ruh kepadaNya dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun. Ukuran waktu dalam ayat diatas, ada para ahli yang menyebut bahwa angka 50 ribu tahun itu menunjukkan betapa lamanya waktu yang diperlukan penerbangan malaikat dan Ar-Ruh untuk sampai kepada Tuhan….

Kembali pada peristiwa Mi’raj Rasulullah bahwa jarak yang ditempuh oleh Malaikat Jibril bersama Nabi Muhammad dengan Buraq menurut ukuran di bumi sejauh radius jagad raya ditambah jarak Sidratul Muntaha pulang pergi ditempuh dalam waktu maksimal 1/2 hari waktu bumi (semalam) atau 1/100.000 waktu Jibril atau sama dengan 10-5 tahun cahaya, yaitu kira-kira sama dengan 9,46 X 10 -23 cm/detik dirasakan oleh Jibril bersama Nabi Muhammad (bandingkan dengan radius sebuah elektron dengan 3 X 19-11 cm) atau kira-kira lebih pendek dari panjang gelombang sinar gamma.

Nah, Barkah yang disebut dalam Qur’an yang melingkupi diri Nabi Muhammad Saw adalah berupa penjagaan total yang melindungi beliau dari berbagai bahaya yang dapat timbul baik selama perjalanan dari bumi atau juga selama dalam perjalanan di ruang angkasa, termasuk pencukupan udara bagi pernafasan Rasulullah Saw selama itu dan lain sebagainya. Jadi, sekarang kita bisa mendeskripsikan tentang kendaraan bernama Buraq ini sedemikian rupa, apakah dia berupa sebuah pesawat ruang angkasa yang memiliki kecepatan diatas kecepatan sinar dan kecepatan UFO?

Ataukah dia berupa kekuatan yang diberikan Allah kepada diri Rasulullah Saw sehingga Rasul dapat terbang di ruang angkasa dengan selamat dan sejahtera, bebas melayang seperti seorang Superman?

KOMENTAR KRITIS:

Nah, itulah para pakar Islam yang berkutat diseputar misteri tak terpahami dari peristiwa Mikraj. Karena tak terpahami lalu dianggap oleh umat Islam dengan gampang menempatkannya sebagai mukjizat terbesar dari Nabinya. Namun segera tampak bahwa ada banyak isu teologis dan science yang bisa melecehkan otoritas Islam dan  “kebenaran Quran” yang dianggap mutlak tanpa salah.

Pertama, bilamana itu “mukjizat dahsyat” kebanggaan Islam, mengapa tidak ada ayat dan nama Mi’raj yang dimunculkan di dalam wahyu Allah sendiri (Quran)? Sementara peristiwa dan istilah Israa’ yang kalah penting itu justru ada diabadikan di Quran Sura 17?

Seperti diulaskan diatas, tak terhindarkan bahwa ulama Muslim pun akan mempertanyakan apa itu Buraq? Apakah benar mahkluk tersebut eksis sebagai ciptaan Allah? Sirat Ibn Ishaq mencatat bahwa binatang ini telah ditunggangi oleh pelbagai nabi sebelum Muhammad. Lalu sejak kapan binatang tersebut telah diciptakan Allah dan, ditampilkan untuk ditunggangi oleh nabi-nabi manakah? Dan dapat dikonfirmasi dalam Kitabullah manakah? Bukankah binatang ajaib itu hanya muncul didongengkan (awas, bukan diwahyukan!) satu kali itulah di abad ke-7 bagi Muhammad? Dimana Muhammad menambahi lagi bumbu-bumbu dongengnya dengan melibatkan malaikat Jibril yang memuja diri Nabi, yaitu sambil mengusap bulu leher Buraq tersebut ia menegor Buraq yang agak ragu-ragu itu:”Apakah engkau tidak malu dengan perlakuanmu ini, O Buraq? Demi Allah tidak ada yang lebih terhormat dihadapan Allah selain Muhammad yang telah menunggangimu”.

Ya, apakah mungkin binatang tersebut eksis, bisa hidup sekaligus di dunia dan di surga? Spesies Buraq itu apakah termasuk burung atau kuda terbang atau bagaimana?  Muhammad tidak terkesima dengan keajaiban Buraq. Ia tidak berkomunikasi dengan binatang-ajaib yang berjasa besar itu. Lihat apa yang dikatakannya,

“Al-buraq, seekor binatang putih, lebih kecil dari bagal dan lebih besar dari keledai dibawa kepadaku dan aku bersama Jibril”. (HS.Bukhari, Book #54, Hadith #429)

“Maka seekor binatang putih, lebih kecil dari bagal dan lebih besar dari keledai  dibawa kepada saya (mengenai ini Al-Jarud bertanya, “Apakah itu buraq, wahai Abu Hamza?” Dan saya (Anas) mengiakannya. Nabi berkata, “Langkah dari binatang ini begitu jauhnya sehingga setiap tapaknya mencapai titik sejauh mata binatang itu memandang. Saya dibawa diatasnya, dan Jibril bersama saya hingga kami mencapai tingkat langit terdekat”. (HS.Bukhari, Book #58, Hadith #227).

“Diriwayatkan atas otoritas Anas bin Malik bahwa Rasul Allah berkata: Saya diangkat al-buraq binatang putih dan panjang, lebih besar dari keledai tapi lebih kecil dari kuda, yang dapat menempatkan tapak tumitnya menurut pelbagai jarak yang berbeda. Saya naik keatasnya dan sampai kepada BaitNya (Baitul Maqdis di Jerusalem)”. (HS.Muslim,  Book #001, Hadith #309)

Semua dongengnya tanpa saksi dan bukti, yang melebihi cerita fiktif 1001 malam, namun tetap harus dipercayai sebagai mukjizat otentik dan terbesar dari Allah Ta’ala. Kami ada berbincang-bincang dengan teman Muslim yang ngotot menerima kisah ini sebagai “nikmat Allah” yang khusus menghadirkan Buraq bagi Muhammad demi untuk menerima message Allah yang terpenting bagi peribadatan Muslim. Yaitu hukum wajib menegakkan sholat 5-waktu setiap hari selama hidup…

Teman Muslim ini memang mengakui sulitnya kisah ini dipercayai, namun tetap mendalilkan bahwa bilamana kisah Mi’raj dan Buraq itu ditolak, maka shalat Islam harus kembali kepada aturan Quran zaman sebelumnya di Mekah, tanpa ditetapkan shalat 5-waktu seperti yang diatur-atur pada Hadist…

AWAS: Quran mengklaim sebagai Kitab yang jelas (5:15), mudah dimengerti (44;58, 54:22, 32; 54:40), diterangkan secara terperinci (6:114), buku yang tak ada keraguan padanya (2:1). Dan peristiwa mikraj ini telah dianggap sebagai mukjizat terbesar dari Muhammad. Lalu kenapa Mikraj, Buraq, dan keharusan shalat 5-waktu itu tersembunyi dari Quran yang utuh-sempurna (khususnya untuk hukum peribadatan)? Sehingga malah membatalkan seluruh klaim dirinya karena samasekali tidak rinci, tidak jelas, tidak dimengerti akal dan penuh dengan keraguan?  Faktanya Quran samasekali tidak berurusan dengan Mik’raj dan Buraq dan 5 shalat, melainkan hanya memerintahkan shalat pagi, petang/tengah dan malam (lihat QS. 24:58; 11.114; 20.130; 2:238), yang kini menjadi ajang pencocok-cocokkan dan plintiran kata-kata dari para ulama agar hukum Quran jangan tampak berselisih dengan aturan Hadist!?

Disinilah Muslim kembali terjebak dalam otoritas hukum Islam yang tidak terselesaikan: lebih mengikuti aturan Hadist ataukah otoritas perintah Quran?

Apakah Hanya Nabi Yang Memakai Buraq?

Hari ini tanggal 6 Juni bertepatan dengan 27 Ra’jab dimana seluruh ummat Islam memperangati sebuah peristiwa luar biasa yang dilakukan nabi yaitu Isra dan Mikraj nabi, perjalanan secara horizontal dari Mesjidil Haram ke Mesjidil Aqsa dan perjalanan secara vertikal dari Mesjidil Aqsa di Palestina menuju Sidratul Muntaha. Peristiwa ini diperingati setiap tahun dan para penceramah yang mengisi acara Israk Mikraj menceritakan kembali peristiwa yang sudah berlalu 14 abad yang lalu secara berulang-ulang dan terkadang membuat kita menjadi bosan.

Saya tidak mengajak kita semua untuk membaca kembali peristiwa tersebut termasuk sebab-sebab kenapa Nabi diperjalankan oleh Allah SWT. Menarik untuk direnungi adalah perjalanan Nabi dari Mesjidil Haram di Mekkah ke Mesjidil Aqsa ke palestina berjarak 1500 km dan dari Mesjidil Aqsa ke Sidratul Muntaha yang mustahil di capai dengan kenderaan biasa dengan semalam.

Nabi bisa menempuh perjalanan dalam waktu singkat karena Beliau menggunakan kenderaan yang luar biasa yang disebut dengan al-Buraq. Kunci dari peristiwa Isra Mikraj bukan pada jarak yang ditempuh tapi kenderaan yang digunakan Nabi. Kalau memakai rumus fisika maka peristiwa Isra Mikraj dapat dirumuskan sebagai berikut :

S = V x t

S = Jarak, V = kecepatan dan t = waktu

S atau jarak yang ditempuh dalam peristiwa Nabi mencapai sidratul muntaha adalah tak terhingga, tak terukur jauhnya maka untuk bisa mencapai S yang tak terhingga tersebut dengan menggunakan rumus fisika harus salah satu variable tak terhingga, waktu )t( yang tak terhingga atau v )kecepatan( yang tak terhingga.

Banyak orang menguraikan bahwa Nabi mengunakan kenderaan Buraq dengan kecepatan cahaya 300.000 km perdetik dengan demikian jarak dari Mekkah dan Palestina 1500 km bisa ditempuh dalam waktu hanya 0,005 detik. Tapi kalau menggunakan kecepatan cahaya, apakah mampu Nabi mencapai Sidratul Muntaha dalam waktu satu malam? Mengunjungi surga dan neraka, berjumpa dengan arwah para Nabi, menerima perintah shalat, ini mustahil di lakukan kalau Nabi menggunakan kecepatan cahaya.  Kalau yang dimaksud langit adalah apa yang kita lihat di atas sana, mencapai bintang terdekat saja jika menggunakan kecepatan cahaya membutuhkan waktu 4,2 tahun konon lagi mencapai jarak yang tak terhingga. Artinya jika kita meyakini kecepatan Buraq adalah sama dengan kecepatan cahaya maka Nabi tidak akan mungkin bisa mencapai sidratul muntaha hanya dalam waktu satu malam.

Dalam peristiwa Isra Mikraj, Nabi menggunakan kenderaan yang mempunyai kecepatan tak terhingga sehingga untuk menempuh jarak yang tak terhingga bisa di tempuh dalam waktu seper sekian detik saja.

Apakah Hanya Nabi Memakai Buraq?

Untuk bisa bermikraj kehadirat Allah SWT Nabi menggunakan kenderaan khusus dari Allah SWT yang kecepatannya tak terhingga sehingga Beliau bisa mencapai kehadirat Allah hanya dalam seper sekian detik, dalam waku sekejab mata. Peristiwa ini sebagai sejarah awal perkebangan Islam karena setelah peristiwa ini maka Shalat menjadi ibadah wajib bagi seluruh kaum muslim.

Kalau kita tajam menganalisa peristiwa Isra Mikraj ini akan kita temukan pesan-pesan istimewa diberikan Nabi kepada seluruh ummat Beliau, bahwa untuk bisa mencapai kehadirat Allah SWT harus menggunakan rumus yang sama agar hasilnya sama. Kalau Nabi Muhammad SAW mencapai Sidratul Muntaha, berdialog dengan Allah SWT menggunaka Buraq apakah ummatnya tidak? Sebelum anda melanjutkan membaca tulisan ini silahkan di baca tulisan yang membahas pertanyaan-pertanyaan tentang penting atau tidaknya ummat memakai Buraq dan jawabannya bisa di baca di tulisan Apakah Menuju Kehadirat Allah Harus Memakai Buraq?

BURAQ(CIRI-CIRI YANG DICERITAKAN) - DAN KISAH LANGIT DAN BUMI

Adapun terjadinya peristiwa Israk dan Mikraj adalah kerana bumi merasa bangga dengan langit. Berkata dia kepada langit, "Hai langit, aku lebih baik dari kamu kerana Allah telah menghiaskan aku dengan berbagai-bagai negara, beberapa laut, sungai-sungai, tanam-tanaman, beberapa gunung dan lain-lain."

Berkata langit, "Hai bumi, aku juga lebih elok dari kamu kerana matahari, bulan, bintang-bintang, beberapa falah, buruj, Arasy, Kursi dan syurga ada padaku."

Berkata bumi, "Hai langit, ditempatku ada rumah yang dikunjungi dan untuk bertawaf para nabi, para utusan dan arwah para wali dan solihin (orang-orang yang baik)."

Bumi berkata lagi, "Hai langit, sesungguhnya pemimpin para nabi dan utusan bahkan sebagai penutup para nabi dan kekasih Allah seru sekalian alam, seutama-utamanya segala yang wujud serta kepadanya penghormatan yang paling sempurna itu tinggal di tempatku. Dan dia menjalankan syari'atnya juga di tempatku."

Langit tidak dapat berkata apa-apa apabila bumi berkata demikian. Langit mendiamkan diri dan dia mengadap Allah dengan berkata, "Ya Allah, Engkau telah mengabulkan permintaan orang yang tertimpa bahaya apabila mereka berdoa kepada Engkau. Aku tidak dapat menjawab soalan bumi, oleh itu aku minta kepadaMu Ya Allah supaya Muhammad Engkau dinaikkan kepadaku (langit) sehingga aku menjadi mulia dengan kebagusannya dan berbangga."

Lalu Allah mengabulkan permintaan langit, kemudian Allah memberi wahyu kepada Jibrail a.s pada malam tanggal 27 Rejab, "Janganlah engkau (Jibrail) bertasbih pada malam ini dan engkau Izrail jangan engkau mencabut nyawa pada malam ini."

Jibrail a.s bertanya, " Ya Allah, apakah kiamat telah sampai?"

Allah berfirman, maksudnya, "Tidak, wahai Jibrail. Tetapi pergilah engkau ke syurga dan ambillah buraq dan terus pergi kepada Muhammad dengan buraq itu."

Buraq adalah seekor binatang yang rupanya seperti kuda. Saiznya kecil sedikit daripada kuda tapi lebih besar dari keldai. Lariannya sepantas kilat. Selangkah lompatannya, sejauh mata memandang jaraknya. Buraq akan memanjangkan kaki belakangnya ketika ia mendaki manakala akan memanjangkan kaki depannya pula apabila ia menurun. Menggerak-gerakkan telinga dan kakinya adalah tabiat semulajadi buraq. Di samping rupanya yang cantik, terdapat sayap pada kedua-dua pehanya. Sayap ini adalah untuk membantu kecepatan lompatannya.

Kemudian Jibrail a.s pun pergi dan dia melihat 40,000 buraq sedang bersenang-lenang di taman syurga dan diwajah masing-masing terdapat nama Muhammad S.A.W. Di antara 40,000 buraq itu, Jibrail a.s terpandang pada seekor buraq yang berwarna putih sedang menangis bercucuran air matanya. Jibrail a.s lalu menghampirinya lalu bertanya, "Mengapa engkau menangis, ya buraq?"

Berkata buraq, "Ya Jibrail, sesungguhnya aku telah mendengar nama Muhammad S.A.W sejak 40 tahun, maka pemilik nama itu telah tertanam dalam hatiku dan sesudah itu aku menjadi rindu kepadanya dan aku tidak mahu makan dan minum lagi. Aku laksana dibakar oleh api kerinduan."

Berkata Jibrail a.s, "Aku akan menyampaikan engkau kepada orang yang engkau rindukan itu."

Kemudian Jibrail a.s memakaikan pelana dan kekang kepada buraq itu dan membawanya kepada Nabi Muhammad S.A.W.

Ketika sampai di bumi, buraq yang dibawa oleh Jibrail a.s itu menendang-nendangkan kakinya. Ia seolah-olah enggan ditunggangi. Melihat demikian, malaikat Jibrail a.s memegangnya dan berkata, "Wahai buraq! tidak malukah engkau? Demi Allah, orang yang akan menunggangi engkau adalah orang yang paling mulia di sisi Allah ". Mendengar perkataan Jibrail a.s itu maka bercucuranlah peluhnya. Ia kelihatan malu-malu dan tidak lagi resah. Nabi S.A.W pun naik ke tempat yang tersedia di atas badan buraq, sebagaimana dilakukan oleh nabi-nabi sebelum baginda nabi S.A.W.

Setelah siap segalanya, terbanglah buraq membawa nabi Muhammad S.A.W memulakan Israk. Dalam

perjalanan itu, Jibrail a.s mendampingi nabi S.A.W di sebelah kanan baginda S.A.W manakala Israfil di sebelah kiri.

INFO TAMBAHAN - 27/07/2011 9:39AM

MISTERI KENDARAAN BURAQKalau dilihat dalam kamus bahasa, maka kita akan menemukan istilah "buraq" yang diartikan sebagai "Binatang kendaraan Nabi Muhammad Saw", dia berbentuk kuda bersayap kiri kanan. Dalam pemakaian umum "buraq" itu berarti burung cendrawasih yang oleh kamus diartikan dengan burung dari sorga (bird of paradise). Sebenarnya "buraq" itu adalah istilah yang dipakai dalam AlQur'an dengan arti "kilat" termuat pada ayat 2/19, 2/20 dan 13/2 dengan istilah aslinya "Barqu".

Para sarjana telah melakukan penyelidikan dan berkesimpulan bahwa kilat atau sinar bergerak sejauh 186.000 mil atau 300 Kilometer perdetik. Dengan penyelidikan yang memakai sistem paralax, diketahui pula jarak matahari dari bumi sekitar 93.000.000 mil dan dilintasi oleh sinar dalam waktu 8 menit.

Jarak sedemikian besar disebut 1 AU atau satu Astronomical Unit, dipakai sebagai ukuran terkecil dalam menentukan jarak antar benda angkasa. Dan kita sudah membahas bahwa Muntaha itu letaknya diluar sistem galaksi bimasakti kita, dimana jarak dari satu galaksi menuju kegalaksi lainnya saja sekitar 170.000 tahun cahaya. Sedangkan Muntaha itu sendiri merupakan bumi atau planet yang berada dalam galaksi terjauh dari semua galaksi yang ada diruang angkasa.

Amatlah janggal jika kita mengatakan bahwa buraq tersebut dipahami sebagai binatang atau kuda bersayap yang dapat terbang keangkasa bebas. Orang tentu dapat mengetahui bahwa sayap hanya dapat berfungsi dalam lingkungan atmosfir planet dimana udara ditunda kebelakang untuk gerak maju kemuka atau ditekan kebawah untuk melambung keatas.

Udara begitu hanya berada dalam troposfir yang tingginya 6 hingga 16 Km dari permukaan bumi, padahal buraq itu harus menempuh perjalanan menembusi luar angkasa yang hampa udara dimana sayap tak berguna malah menjadi beban. Dengan kecepatan kilat maka binatang kendaraan itu, begitu juga Nabi yang menaiki, akan terbakar dalam daerah atmosfir bumi, sebaliknya ketiadaan udara untuk bernafas dalam menempuh jarak yang sangat jauh sementara itu harus mengelakkan diri dari meteorities yang berlayangan diangkasa bebas.

Semua itu membuktikan bahwa Nabi Muhammad Saw bukanlah melakukan perjalanan mi'rajnya dengan menggunakan binatang ataupun hewan bersayap sebagaimana yang diyakini oleh orang selama ini.

Penggantian istilah dari Barqu yang berarti kilat menjadi buraq jelas mengandung pengertian yang berbeda, dimana jika Barqu itu adalah kilat, maka buraq saya asumsikan sebagai sesuatu kendaraan yang mempunyai sifat dan kecepatannya diatas kilat atau sesuatu yang kecepatannya melebihi gerakan sinar.

Menurut akal pikiran kita sehari-hari yang tetap tinggal dibumi, jarak yang demikian jauhnya tidak mungkin dapat dicapai hanya dalam beberapa saat saja. Untuk menerobos garis tengah jagat raya saja memerlukan waktu 10 milyard tahun cahaya melalui galaksi-galaksi yang oleh Garnow disebut sebagai fosil-fosil jagad raya dan selanjutnya menuju alam yang sulit digambarkan jauhnya oleh akal pikiran dan panca indera manusia dengan segala macam peralatannya, karena belum atau bahkan tidak diketahui oleh para Astronomi, galaksi yang lebih jauh dari 20 bilyun tahun cahaya. Dengan kata lain mereka para Astronom tidak dapat melihat apa yang ada dibalik galaksi sejauh itu karena keadaannya benar-benar gelap mutlak.

Untuk mencapai jarak yang demikian jauhnya tentu diperlukan penambahan kecepatan yang berlipat kali kecepatan cahaya. Sayangnya kecepatan cahaya merupakan kecepatan yang tertinggi yang diketahui oleh manusia sampai hari ini atau bisa jadi karena parameter kecepatan cahaya belum terjangkau oleh manusia.

Dalam AlQur'an kita jumpai betapa hitungan waktu yang diperlukan oleh para malaikat dan ruh-ruh orang yang meninggal kembali kepada Tuhan: Naik malaikat-malaikat dan ruh-ruh kepadaNya dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun. (QS. 70:4)

Ukuran waktu dalam ayat diatas ada para ahli yang menyebut bahwa angka 50 ribu tahun itu menunjukkan betapa lamanya waktu yang diperlukan penerbangan malaikat dan Ar-Ruh untuk sampai kepada Tuhan.

Namun bagaimanapun juga ayat itu menunjukkan adanya perbedaan waktu yang cukup besar antara waktu kita yang tetap dibumi dengan waktu malaikat yang bergerak cepat sesuai dengan pendapat para ahli fisika yang menyebutkan "Time for a person on earth and time for a person in hight speed rocket are not the same", waktu bagi seseorang yang berada dibumi berbeda dengan waktu bagi orang yang ada dalam pesawat yang berkecepatan tinggi.

Perbedaan waktu yang disebut dalam ayat diatas dinyatakan dengan angka satu hari malaikat berbanding 50.000 tahun waktu bumi, perbedaan ini tidak ubahnya dengan perbedaan waktu bumi dan waktu elektron, dimana satu detik bumi sama dengan 1.000 juta tahun elektron atau 1 tahun Bima Sakti = 225 juta tahun waktu sistem solar.

Jadi bila malaikat berangkat jam 18:00 dan kembali pada jam 06.00 pagi waktu malaikat, maka menurut perhitungan waktu dibumi sehari malaikat = 50.000 tahun waktu bumi. Dan untuk jarak radius alam semesta hingga sampai ke Muntaha dan melewati angkasa raya yang disebut sebagai 'Arsy Ilahi, 10 Milyard tahun cahaya diperlukan waktu kurang lebih 548 tahun waktu malaikat.Namun malaikat Jibril kenyataannya dalam peristiwa Mi'raj Nabi Muhammad Saw itu hanya menghabiskan waktu 1/2 hari waktu bumi /maksimum 12 Jam/ atau = 1/100.000 tahun Jibril.psx_dream8727-07-2011, 09:17 AMsambung la lagi cerita dia TT..tak jemu kalau baca banyak kali punnyatenauh27-07-2011, 09:21 AMsambung la lagi cerita dia TT..tak jemu kalau baca banyak kali pun

ORANG YANG SUKA MEMBACA DITUNTUT OLEH AGAMA...SEPERTI YANG DICERITAKAN DALAM SURAH IQRA..

jap tengah edit ler ni...

SAMBUNGAN INFO TAMBAHAN

Kejadian ini nampaknya begitu aneh dan bahkan tidak mungkin menurut pengetahuan peradaban manusia saat ini, tetapi para ilmuwan mempunyai pandangan lain, suatu contoh apa yang dikemukakan oleh Garnow dalam bukunya Physies Foundations and Frontier antara lain disebutkan bahwa jika pesawat ruang angkasa dapat terbang dengan kecepatan tetap /cahaya/ menuju kepusat sistem galaksi Bima Sakti, ia akan kembali setelah menghabiskan waktu 40.000 tahun menurut kalender bumi. Tetapi menurut sipengendara pesawat /pilot/ penerbangan itu hanya menghabiskan waktu 30 tahun saja. Perbedaan tampak begitu besar lebih dari 1.000 kalinya.

Contoh lain yang cukup populer, yaitu paradoks anak kembar, ialah seorang pilot kapal ruang angkasa yang mempunyai saudara kembar dibumi, dia berangkat umpamanya pada usia 0 tahun menuju sebuah bintang yang jaraknya dari bumi sejauh 25 tahun cahaya. Setelah 50 tahun kemudian sipilot tadi kembali kebumi ternyata bahwa saudaranya yang tetap dibumi berusia 49 tahun lebih tua, sedangkan sipilot baru berusia 1 tahun saja. Atau penerbangan yang seharusnya menurut ukuran bumi selama 50 tahun cahaya pulang pergi dirasakan oleh pilot hanya dalam waktu selama 1 tahun saja.

Dari contoh-contoh diatas menunjukkan bahwa jarak atau waktu menjadi semakin mengkerut atau menyusut bila dilalui oleh kecepatan tinggi diatas yang menyamai kecepatan cahaya.

Kembali pada peristiwa Mi'raj Rasulullah bahwa jarak yang ditempuh oleh Malaikat Jibril bersama Nabi Muhammad dengan Buraq menurut ukuran dibumi sejauh radius jagad raya ditambah jarak Sidratul Muntaha pulang pergi ditempuh dalam waktu maksimal 1/2 hari waktu bumi (semalam) atau 1/100.000 waktu Jibril atau sama dengan 10-5 tahun cahaya, yaitu kira-kira sama dengan 9,46 X 10 -23 cm/detik dirasakan oleh Jibril bersama Nabi Muhammad (bandingkan dengan radius sebuah elektron dengan 3 X 19-11 cm) atau kira-kira lebih pendek dari panjang gelombang sinar gamma.

Nah, Barkah yang disebut dalam Qur'an yang melingkupi diri Nabi Muhammad Saw adalah berupa penjagaan total yang melindungi beliau dari berbagai bahaya yang dapat timbul baik selama perjalanan dari bumi atau juga selama dalam perjalanan diruang angkasa, termasuk pencukupan udara bagi pernafasan Rasulullah Saw selama itu dan lain sebagainya.

Jadi, sekarang kita bisa mendeskripsikan tentang kendaraan bernama Buraq ini sedemikian rupa, apakah dia berupa sebuah pesawat ruang angkasa yang memiliki kecepatan diatas kecepatan sinar dan kecepatan UFO ? Ataukah dia berupa kekuatan yang diberikan Allah kepada diri Rasulullah Saw sehingga Rasul dapat terbang diruang angkasa dengan selamat dan sejahtera, bebas melayang seperti seorang Superman?

Sebagai suatu wahana yang sanggup membungkus dan melindungi jasad Rasulullah sedemikian rupa sehingga sanggup melawan/mengatasi hukum alam dalam hal perjalanan dimensi. Sekaligus didalamnya tersedia cukup udara untuk pernafasan Nabi Muhammad Saw dan penuh dengan monitor-monitor yang memungkinkan Nabi untuk melihat keluar ataupun juga monitor-monitor yang bersifat "Futuristik" , yaitu monitor yang memberikan gambaran kepada Rasulullah mengenai keadaan umatnya sepeninggal beliau nantinya.

Bukankah ada banyak juga hadist shahih yang mengatakan bahwa selama perjalanan menuju ke Muntaha itu Nabi Muhammad Saw telah diperlihatkan pemandangan- pemandangan yang luar biasa? Apakah aneh bagi Anda jika Nabi Muhammad Saw telah diperlihatkan oleh Allah (melalui monitor-monitor futuristik tersebut) terhadap apa-apa yang akan terjadi dikemudian hari? Apakah Anda akan mengingkari bahwa jauh setelah sepeninggal Rasul ada banyak sekali manusia-manusia yang mampu meramalkan ataupun melihat masa depan seseorang ?

Dalam dunia komputer kita mengenal virtual reality (VR) yaitu penampakan alam nyata ke dalam dimensi multimedia digital yang sangat interaktif sehingga bagaikan keadaan sesungguhnya. Apakah tidak mungkin Rasulullah telah merasakan fasilitas VR dari Allah Swt untuk mempresentasikan kepada kekasihNya itu surga dan neraka yang dijanjikanNya?

Anda pasti pernah mendengar sebutan "Paranormal" bukan? Jika anda mempercayai semua itu, maka apalah susahnya bagi anda untuk mempercayai bahwa hal itupun terjadi pada diri Rasulullah Saw, hanya saja bedanya bahwa semua itu merupakan gambaran asli dari Allah Swt yang sudah pasti kebenarannya tanpa bercampur dengan hal-hal yang batil. Hal ini juga bisa kita buktikan dengan banyaknya ramalan-ramalan Nabi terhadap keadaan umat Islam setelah beliau tiada dan menjadi kenyataan tanpa sedikitpun meleset? Darimana Rasulullah dapat melakukannya jika tidak diperlihatkan oleh Allah sebelumnya ?

Allah memberikan kebijaksanaan kepada siapa yang dikehendaki- Nya. Dan barangsiapa yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang banyak. Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal.(QS. 2:269)

Hikmah dalam ayat 2:269 dan ayat-ayat lainnya, saya artikan sebagai kebijaksanaan yang diberikan oleh Allah kepada hamba-hambaNya, kebijaksanaan ini berarti sangat luas, baik dalam bidang ilmu pengetahuan dunia atau akhirat, sebagai perwujudan dari Rahman dan RahimNya.

Didalam Hadist disebutkan bahwa Nabi Muhammad Saw berangkat ke Muntaha dengan ditemani oleh malaikat Jibril yang didalam AlQur'an surah 53:6 dikatakan memiliki akal yang cerdas. Dan dalam perjalanan itu Nabi diberikan kendaraan bernama Buraq yang kecepatannya melebihi kecepatan sinar. Selanjutnya selama perjalanan Nabi banyak bertanya kepada malaikat Jibril tentang apa-apa yang diperlihatkan oleh Allah kepadanya, ini menunjukkan bahwa Nabi dan Jibril berada dalam jarak yang berdekatan. Tidak mungkinkah Jibril ini yang mengemudikan Buraq untuk menuju ke Muntaha? Dalam kata lain, Jibril sebagai pilot dan Muhammad sebagai penumpang?

Bukankah Muhammad sendiri baru pertama kali itu mengadakan perjalanan ruang angkasa, sementara Jibril telah ratusan atau bahkan jutaan kali melakukannya didalam mengemban wahyu yang diamanatkan oleh Allah? Jika dikatakan Nabi sebagai pilot, dari mana Nabi mengetahui arah tujuannya berikut tata cara pengemudian Buraq ini, apalagi ditambah dengan banyaknya visi-visi alias Virtual Reality yang diberikan oleh Allah kepada beliau selama perjalanan dan mengharuskannya mengajukan beragam pertanyaan kepada Jibril? Namun jika kita kembalikan pada pendapat saya semula bahwa Jibril dalam hal ini berlaku sebagai pilot dan Nabi sebagai penumpang, maka semua pertanyaan dan keraguan yang timbul akan hilang.

Dalam hal ini Jibril adalah pilot terbang berpengalaman, ia juga sangat cerdas, sementara atas diri Nabi sendiri sudah diberikan oleh Allah Barqah disekeliling beliau, sehingga setiap perubahan yang terjadi dalam perjalanan, seperti goyangnya pesawat, tekanan gravitasi yang hilang, udara dan lain sebagainya tidak akan berpengaruh apa-apa pada diri Nabi yang mulia ini. Dan keadaan yang tanpa pengaruh apa-apa itu memungkinkan bagi Nabi untuk mengadakan pertanyaan-pertanya an atas visi-visi yang dilihatnya itu sekaligus dapat melihatnya secara jelas/Virtual Reality .

Kembali pada Jibril yang senantiasa meminta izin didalam memasuki setiap lapisan langit kepada malaikat penjaga, itu dikarenakan bahwa mereka tidak mengenali Jibril yang berada didalam Buraq itu, sehingga begitu Jibril menjawab, mereka baru bisa mengenali suaranya dan melakukan pendeteksian secara visi keadaan dalam Buraq sehingga nyatalah bahwa yang datang itu benar-benar Jibril.

Didalam Hadist juga disebutkan bahwa malaikat penjaga langit itu juga menanyakan tentang identitas sosok manusia yang dibawa oleh malaikat Jibril, yang tidak lain dari Rasulullah Muhammad Saw. Dan dijelaskan oleh Jibril bahwa Rasulullah Saw diutus oleh Allah dan telah pula diperintahkan untuk naik ke Muntaha. (Hadist mengenai ini diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim dan dinyatakan oleh jumhur ulama dari ahlussunnah sebagai Hadist yang shahih).

Hal ini memang berkesan lucu bagi sebagian orang, apalagi mengingat bahwa Nabi adalah manusia yang paling mulia yang mendapatkan kedudukan terhormat yang bisa dibuktikan dengan bersandingnya nama Allah dan nama beliau dalam dua buah khalimah syahadat yang tidak boleh dicampuri, ditambah atau dikurangi dengan berbagai nama lain karena tiada hak bagi makhluk lainnya mencampuri masalah ini. Namun justru disinilah letak kebesaran Tuhan. Semuanya sengaja dipertunjukkan secara ilmiah kepada Nabi

agar beliau dapat membuktikan sendiri betapa ketatnya penjagaan langit itu sebenarnya.

Seperti yang sudah dibahas di halaman artikel "Kajian Israk Miqraj" bahwa Muntaha itu terletak digalaksi terjauh, dimana Adam dulunya diciptakan dan ditempatkan pertama kali bersama Hawa. Tetapi sejak Adam bersama istrinya dan juga Jin serta Iblis diusir oleh Allah dari sana, maka penjagaan terhadap tempat tersebut diperketat sedemikian rupanya, sehingga tidak memungkinkan siapapun juga kecuali para malaikat untuk dapat memasukinya, seperti yang termuat dalam ayat ke-8,9 dan 10 dari surah 72: "...Dan sesungguhnya kami dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu." (QS. 72:9) "...kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api." (QS. 72:8) "...Tetapi sekarang barang siapa yang mencoba mendengarkan tentu akan menjumpai panah api yang mengintai." (QS. 72:9)miskhi27-07-2011, 09:30 AMtt nak avatar tue, ade pic besar x..nk wat wallpaper:Dadvanzato27-07-2011, 09:31 AMORANG YANG SUKA MEMBACA DITUNTUT OLEH AGAMA...SEPERTI YANG DICERITAKAN DALAM SURAH IQRA..

jap tengah edit ler ni...

Kalau bole takyah ler masukkan gambar Buraq tuh... Tak terjangkau fikiran kita untuk berimaginasi tentang rahsia Allah di syurga nih....

Karang ada pulak yg terbayang2 ngan imej syurga nih.....Duffayoi1427-07-2011, 09:32 AMmohon TT utk remove attach pic tu...takut nnti ada yg tersalah anggap atau sebagainyamint27-07-2011, 09:38 AMbest citer..tambah la lg tt..nyatenauh27-07-2011, 09:46 AMmohon TT utk remove attach pic tu...takut nnti ada yg tersalah anggap atau sebagainya

DA REMOVE...TQ KERANA CADANGAN DAN NASIHAT YANG BERGUNA

:)cgrock:)cgrock:)cgrock

SAMBUNGAN DARI TAMBAHAN INFO

Dalam hal ini bisa diasumsikan bahwa yang disebut dengan lapisan langit pada Muntaha itu adalah berupa planet-planet yang terdekat dengan "bumi-muntaha" , hal ini saya hubungkan dengan pernyataan Qur'an pada surah 72:9 bahwa Jin atau Iblis itu dapat menduduki beberapa tempat. Mampu menduduki tempat disana artinya mampu berdiam ditempat tersebut, dan karena tempat itu ganda (beberapa tempat), maka jelas tempat itu bukan Muntaha itu sendiri, namun tempat yang terdekat dari Muntaha.

Sesuai dengan kajian saya sebelumnya, bahwa Muntaha itu berupa bumi yang disekitarnya juga terdapat planet-planet, maka planet-planet itulah tempat atau posisi para syaithan itu berdiam dahulunya untuk mencuri dengar berita-berita langit.

Muntaha sendiri berarti "Dihentikan" atau bisa juga kita tafsirkan sebagai tempat terakhir dari semua urusan berlabuh. Tempat yang menjadi perbatasan segala pencapaian kepada Tuhan.

Sidrah berarti "Teratai" yaitu bunga yang berdaun lebar, hidup dipermukaan air kolam atau telaga. Uratnya panjang mencapai tanah dasar air tersebut. Bilamana pasang naik, teratai akan ikut naik, dan bila pasang surut diapun akan turun, sementara uratnya tetap terhujam pada tanah dasar tempatnya bertumbuh.

Teratai yang berdaun lebar menyerupai keadaan planet yang memiliki permukaan luas, sungguh harmonis untuk tempat kehidupan makhluk hidup. Teratai berurat panjang mencapai tanah dasar dimana dia tumbuh tidak mungkin bergerak jauh, menyerupai keadaan planet yang selalu berhubungan dengan matahari darimana dia tidak mungkin bergerak jauh dalam orbit zigzagnya dari garis ekliptik. Dan air dimana teratai berada menyerupai angkasa luas dimana semua planet yang ada mengorbit mengelilingi matahari.

Turun naik teratai dipermukaan air berarti orbit planet mengelilingi matahari berbentuk oval, bujur telur, dimana ada titik Perihelion yaitu titik terdekat pada matahari yang dikitarinya, begitupula ada titik Aphelion,

titik terjauh dari matahari. Sewaktu planet berada di Aphelionnya dia bergerak lambat. Keadaan gerak demikian membantu kestabilan orbit setiap planet yang mulanya hanya didasarkan atas kegiatan magnet yang dimilikinya saja.

Allah sendiri tidak berposisi di Muntaha, meskipun Muntaha itu merupakan planet terjauh dan terpinggir dalam bentangan alam semesta sekaligus sebagai dimensi tertinggi, dimana mayoritas malaikat berada disana sembari memuji dan bertasbih kepada Allah, ia hanyalah sebagai suatu tempat ciptaan Allah yang pada hari kiamat kelak akan dileburkan pula dan semua isinya, termasuk para malaikat itu akan mati kecuali siapa yang dikehendakiNya saja (QS. 27:87), hanya Allah sajalah satu-satunya dimensi Tertinggi yang kekal dan abadi (QS. 2:255).Buraq(ciri-ciri yang diceritakan) - kisah berkaitan /Hadis mengenainya (Update)page.3

BURAQ)CIRI-CIRI YANG DICERITAKAN( - DAN KISAH LANGIT DAN BUMIAdapun terjadinya peristiwa Israk dan Mikraj adalah kerana bumi merasa bangga dengan langit. Berkata dia kepada langit, "Hai langit, aku lebih baik dari kamu kerana Allah telah menghiaskan aku dengan berbagai-bagai negara, beberapa laut, sungai-sungai, tanam-tanaman, beberapa gunung dan lain-lain."

Berkata langit, "Hai bumi, aku juga lebih elok dari kamu kerana matahari, bulan, bintang-bintang, beberapa falah, buruj, Arasy, Kursi dan syurga ada padaku."

Berkata bumi, "Hai langit, ditempatku ada rumah yang dikunjungi dan untuk bertawaf para nabi, para utusan dan arwah para wali dan solihin (orang-orang yang baik)."

Bumi berkata lagi, "Hai langit, sesungguhnya pemimpin para nabi dan utusan bahkan sebagai penutup para nabi dan kekasih Allah seru sekalian alam, seutama-utamanya segala yang wujud serta kepadanya penghormatan yang paling sempurna itu tinggal di tempatku. Dan dia menjalankan syari'atnya juga di tempatku."

Langit tidak dapat berkata apa-apa apabila bumi berkata demikian. Langit mendiamkan diri dan dia mengadap Allah dengan berkata, "Ya Allah, Engkau telah mengabulkan permintaan orang yang tertimpa bahaya apabila mereka berdoa kepada Engkau. Aku tidak dapat menjawab soalan bumi, oleh itu aku minta kepadaMu Ya Allah supaya Muhammad Engkau dinaikkan kepadaku (langit) sehingga aku menjadi mulia dengan kebagusannya dan berbangga."

Lalu Allah mengabulkan permintaan langit, kemudian Allah memberi wahyu kepada Jibrail a.s pada malam tanggal 27 Rejab, "Janganlah engkau (Jibrail) bertasbih pada malam ini dan engkau Izrail jangan engkau mencabut nyawa pada malam ini."

Jibrail a.s bertanya, " Ya Allah, apakah kiamat telah sampai?"

Allah berfirman, maksudnya, "Tidak, wahai Jibrail. Tetapi pergilah engkau ke syurga dan ambillah buraq dan terus pergi kepada Muhammad dengan buraq itu."

Buraq adalah seekor binatang yang rupanya seperti kuda. Saiznya kecil sedikit daripada kuda tapi lebih besar dari keldai. Lariannya sepantas kilat. Selangkah lompatannya, sejauh mata memandang jaraknya. Buraq akan memanjangkan kaki belakangnya ketika ia mendaki manakala akan memanjangkan kaki depannya pula apabila ia menurun. Menggerak-gerakkan telinga dan kakinya adalah tabiat semulajadi buraq. Di samping rupanya yang cantik, terdapat sayap pada kedua-dua pehanya. Sayap ini adalah untuk membantu kecepatan lompatannya.

Kemudian Jibrail a.s pun pergi dan dia melihat 40,000 buraq sedang bersenang-lenang di taman syurga dan diwajah masing-masing terdapat nama Muhammad S.A.W. Di antara 40,000 buraq itu, Jibrail a.s terpandang pada seekor buraq yang berwarna putih sedang menangis bercucuran air matanya. Jibrail a.s lalu menghampirinya lalu bertanya, "Mengapa engkau menangis, ya buraq?"

Berkata buraq, "Ya Jibrail, sesungguhnya aku telah mendengar nama Muhammad S.A.W sejak 40 tahun, maka pemilik nama itu telah tertanam dalam hatiku dan sesudah itu aku menjadi rindu kepadanya dan aku tidak mahu makan dan minum lagi. Aku laksana dibakar oleh api kerinduan."

Berkata Jibrail a.s, "Aku akan menyampaikan engkau kepada orang yang engkau rindukan itu."

Kemudian Jibrail a.s memakaikan pelana dan kekang kepada buraq itu dan membawanya kepada Nabi Muhammad S.A.W.

Ketika sampai di bumi, buraq yang dibawa oleh Jibrail a.s itu menendang-nendangkan kakinya. Ia seolah-olah enggan ditunggangi. Melihat demikian, malaikat Jibrail a.s memegangnya dan berkata, "Wahai buraq! tidak malukah engkau? Demi Allah, orang yang akan menunggangi engkau adalah orang yang paling mulia

di sisi Allah ". Mendengar perkataan Jibrail a.s itu maka bercucuranlah peluhnya. Ia kelihatan malu-malu dan tidak lagi resah. Nabi S.A.W pun naik ke tempat yang tersedia di atas badan buraq, sebagaimana dilakukan oleh nabi-nabi sebelum baginda nabi S.A.W.

Setelah siap segalanya, terbanglah buraq membawa nabi Muhammad S.A.W memulakan Israk. Dalam perjalanan itu, Jibrail a.s mendampingi nabi S.A.W di sebelah kanan baginda S.A.W manakala Israfil di sebelah kiri.

INFO TAMBAHAN - 27/07/2011 9:39AM

MISTERI KENDARAAN BURAQKalau dilihat dalam kamus bahasa, maka kita akan menemukan istilah "buraq" yang diartikan sebagai "Binatang kendaraan Nabi Muhammad Saw", dia berbentuk kuda bersayap kiri kanan. Dalam pemakaian umum "buraq" itu berarti burung cendrawasih yang oleh kamus diartikan dengan burung dari sorga (bird of paradise). Sebenarnya "buraq" itu adalah istilah yang dipakai dalam AlQur'an dengan arti "kilat" termuat pada ayat 2/19, 2/20 dan 13/2 dengan istilah aslinya "Barqu".

Para sarjana telah melakukan penyelidikan dan berkesimpulan bahwa kilat atau sinar bergerak sejauh 186.000 mil atau 300 Kilometer perdetik. Dengan penyelidikan yang memakai sistem paralax, diketahui pula jarak matahari dari bumi sekitar 93.000.000 mil dan dilintasi oleh sinar dalam waktu 8 menit.

Jarak sedemikian besar disebut 1 AU atau satu Astronomical Unit, dipakai sebagai ukuran terkecil dalam menentukan jarak antar benda angkasa. Dan kita sudah membahas bahwa Muntaha itu letaknya diluar sistem galaksi bimasakti kita, dimana jarak dari satu galaksi menuju kegalaksi lainnya saja sekitar 170.000 tahun cahaya. Sedangkan Muntaha itu sendiri merupakan bumi atau planet yang berada dalam galaksi terjauh dari semua galaksi yang ada diruang angkasa.

Amatlah janggal jika kita mengatakan bahwa buraq tersebut dipahami sebagai binatang atau kuda bersayap yang dapat terbang keangkasa bebas. Orang tentu dapat mengetahui bahwa sayap hanya dapat berfungsi dalam lingkungan atmosfir planet dimana udara ditunda kebelakang untuk gerak maju kemuka atau ditekan kebawah untuk melambung keatas.

Udara begitu hanya berada dalam troposfir yang tingginya 6 hingga 16 Km dari permukaan bumi, padahal buraq itu harus menempuh perjalanan menembusi luar angkasa yang hampa udara dimana sayap tak berguna malah menjadi beban. Dengan kecepatan kilat maka binatang kendaraan itu, begitu juga Nabi yang menaiki, akan terbakar dalam daerah atmosfir bumi, sebaliknya ketiadaan udara untuk bernafas dalam menempuh jarak yang sangat jauh sementara itu harus mengelakkan diri dari meteorities yang berlayangan diangkasa bebas.

Semua itu membuktikan bahwa Nabi Muhammad Saw bukanlah melakukan perjalanan mi'rajnya dengan menggunakan binatang ataupun hewan bersayap sebagaimana yang diyakini oleh orang selama ini.

Penggantian istilah dari Barqu yang berarti kilat menjadi buraq jelas mengandung pengertian yang berbeda, dimana jika Barqu itu adalah kilat, maka buraq saya asumsikan sebagai sesuatu kendaraan yang mempunyai sifat dan kecepatannya diatas kilat atau sesuatu yang kecepatannya melebihi gerakan sinar.

Menurut akal pikiran kita sehari-hari yang tetap tinggal dibumi, jarak yang demikian jauhnya tidak mungkin dapat dicapai hanya dalam beberapa saat saja. Untuk menerobos garis tengah jagat raya saja memerlukan waktu 10 milyard tahun cahaya melalui galaksi-galaksi yang oleh Garnow disebut sebagai fosil-fosil jagad raya dan selanjutnya menuju alam yang sulit digambarkan jauhnya oleh akal pikiran dan panca indera manusia dengan segala macam peralatannya, karena belum atau bahkan tidak diketahui oleh para Astronomi, galaksi yang lebih jauh dari 20 bilyun tahun cahaya. Dengan kata lain mereka para Astronom tidak dapat melihat apa yang ada dibalik galaksi sejauh itu karena keadaannya benar-benar gelap mutlak.

Untuk mencapai jarak yang demikian jauhnya tentu diperlukan penambahan kecepatan yang berlipat kali kecepatan cahaya. Sayangnya kecepatan cahaya merupakan kecepatan yang tertinggi yang diketahui oleh manusia sampai hari ini atau bisa jadi karena parameter kecepatan cahaya belum terjangkau oleh manusia.

Dalam AlQur'an kita jumpai betapa hitungan waktu yang diperlukan oleh para malaikat dan ruh-ruh orang yang meninggal kembali kepada Tuhan: Naik malaikat-malaikat dan ruh-ruh kepadaNya dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun. (QS. 70:4)

Ukuran waktu dalam ayat diatas ada para ahli yang menyebut bahwa angka 50 ribu tahun itu menunjukkan betapa lamanya waktu yang diperlukan penerbangan malaikat dan Ar-Ruh untuk sampai kepada Tuhan.

Namun bagaimanapun juga ayat itu menunjukkan adanya perbedaan waktu yang cukup besar antara waktu kita yang tetap dibumi dengan waktu malaikat yang bergerak cepat sesuai dengan pendapat para ahli fisika yang menyebutkan "Time for a person on earth and time for a person in hight speed rocket are not the same", waktu bagi seseorang yang berada dibumi berbeda dengan waktu bagi orang yang ada dalam pesawat yang berkecepatan tinggi.

Perbedaan waktu yang disebut dalam ayat diatas dinyatakan dengan angka satu hari malaikat berbanding 50.000 tahun waktu bumi, perbedaan ini tidak ubahnya dengan perbedaan waktu bumi dan waktu elektron, dimana satu detik bumi sama dengan 1.000 juta tahun elektron atau 1 tahun Bima Sakti = 225 juta tahun waktu sistem solar.

Jadi bila malaikat berangkat jam 18:00 dan kembali pada jam 06.00 pagi waktu malaikat, maka menurut perhitungan waktu dibumi sehari malaikat = 50.000 tahun waktu bumi. Dan untuk jarak radius alam semesta hingga sampai ke Muntaha dan melewati angkasa raya yang disebut sebagai 'Arsy Ilahi, 10 Milyard tahun cahaya diperlukan waktu kurang lebih 548 tahun waktu malaikat.Namun malaikat Jibril kenyataannya dalam peristiwa Mi'raj Nabi Muhammad Saw itu hanya menghabiskan waktu 1/2 hari waktu bumi /maksimum 12 Jam/ atau = 1/100.000 tahun Jibril.

Last edited by nyatenauh; 27-07-2011 at 01:42 PM.. Reason: tambahan info berkenaan kisah buraq II

ISRA' MI'RAJ DALAM PANDANGAN SYARIAT

BAB X

KEJANGGALAN PERISTIWA ISRA' TERKAIT TAFSIR YANG TELAH BEREDAR

 

 

   Dalam bab-bab sebelumnya telah dikupas tentang beberapa hal terkait peristiwa ISRA’ MI'RAJ. Menurut keyakinan dari hampir sebagian umat islam bahwa peristiwa isra’ mi’raj ini adalah peristiwa penting bagi umat islam, karena dalam peristiwa ini Nabi Muhammad dan umatnya menerima perintah sholat 5 Waktu.

Akan tetapi berdasarkan beberapa riwayat hadist (baca juga : Larangan menuliskan Hadist) yang dipadukan dengan ayat Al Qur’an malah banyak ditemukan kejanggalan-kejanggalan. (baca Juga : Sejarah Sholat)

   Hal ini terjadi dikarenakan kurang tepatnya tafsir yang beredar dimasyarakat luas.  Peristiwa Isra’ dan mi’raj tidak bisa hanya di maknai begitu saja secara artian ayat, karena akan banyak menimbulkan persepsi yang jauh dari maksud ayat tersebut sendiri.

   Untuk memaknai ayat Al Quran khususnya ayat-ayat terkait peristiwa Isra’ dan Mi’raj haruslah dimaknai secara esensi (hakikat) yang terkandung didalamnya, sehingga otentifikasi dari ayat tersebut tetap akan terjaga, Karena itulah ayat Tuhan bisa dibuktikan secara akal dan ilmu.

“ Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu  sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat merobah robah kalimat-kalimat-Nya dan Dia lah yang Maha Mendenyar lagi Maha Mengetahui ”. (QS Al-An’am 6:115)

Sesungguhnya  Kami-lah yang  menurunkan  Al  Qur’an,  dan sesungguhnya Kami benar-benar  memeliharanya. (QS Al-Hijr 15:9)

“...Dan merupakan peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal.” (QS. Shaad 38:43)

 

A. ISRA’ Dalam Al Qur'an

“ Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya[847] agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS Al Israa 17:1)

[847]. Maksudnya: Al Masjidil Aqsha dan daerah-daerah sekitarnya dapat berkat dari Allah dengan diturunkan nabi-nabi di negeri itu dan kesuburan tanahnya. Baca Juga (SEJARAH SHOLAT)

 

B. ISRA' Dalam Riwayat Hadist

     Nabi Muhammad merasa bahagia pada waktu itu karena beliau dapat mengendarai buraq. Jibril memegang tali kekang sementara Mikail memegang pelana. Israfil memegang kain pelana. Buraq bergerak di angkasa dalam sekejap mata.

     Tidak berapa lama Nabi menunggang Buraq, sampailah beliau dan Jibril ke suatu tempat yang banyak pohon kurmanya. Jibril berkata, “ Ya Muhammad, turun dan berdoalah kepada Allah di tempat ini. Nabi disuruh oleh Jibril agar melaksanakan shalat sunnah 2 rakaat. Kepada Nabi, Malaikat Jibril menjelaskan, “Tahukah engkau bahwa engkau shalat di Thaibah (Madinah) dan disitulah engkau kelak berhijrah”.

     Kemudian perjalanan dilanjutkan. Di suatu tempat Jibril menyuruh Nabi SAW turun untuk shalat sunnah 2 rakaat. “Inilah Thuur Sina, tempat Musa bercakap-cakap langsung dengan Tuhannya” kata Jibril.

     Perjalanan dilanjutkan kembali dan untuk ketiga kalinya Jibril memerintahkan untuk berhenti disuatu tempat dan menyuruh melakukan shalat sunnah 2 rakaat lagi. Setelah selesai sholat berkatalah Jibril kepada Nabi saw., “Tahukah engkau dimana engkau sholat kali ini?” Engkau sholat di Baitul Lahm, tempat Isa a.s. dilahirkan”.

     Perjalanan diteruskan lagi. Dalam perjalanan ke Baitul Maqdis, Nabi diperlihatkan dengan berbagai pemandangan simbolik. Setiap kali melihatnya, Jibril menerangkan hakikat sebenarnya peristiwa tersebut.

     Tiba-tiba Nabi Muhammad saw. melihat Jin Ifrit yang membuntuti beliau dengan membawa obor. Setiap kali beliau menoleh untuk melihatnya menyebabkan mata Rasulullah sentiasa berpaling ke arahnya. Kemudian malaikat Jibril berkata, “Adakah engkau mau aku ajarkan kalimat untuk menghalau Ifrit itu?” Nabi saw. bersabda, “Baik!”.Lalu malaikat Jibril berkata, “Ucapkan: Aku berlindung dengan wajah Allah Yang Maha Mulia dan dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna yang tidak ada orang yang baik dan tidak pula orang yang durhaka dapat melampauinya, dari kejahatan apa saja yang turun dari langit dan dari kejahatan apa saja yang naik ke langit; dari kejahatan apa saja yang masuk ke dalam bumi dan dari kejahatan apa saja yang keluar dari bumi; dari fitnah-fitnah di waktu malam hari dan di waktu siang hari; dari bencana-bencana dari malam hari dan siang hari, kecuali bencana yang datang dengan kebaikan, wahai Dzat Yang Maha Penyayang!

Setelah Nabi Muhammad saw. membaca doa tersebut, maka jin Ifrit yang membuntuti beliau jatuh tersungkur dan obornya padam.

     Kemudian Nabi melihat kaum yang menanam tanaman pada suatu hari dan pada hari itu pula tanaman tersebut dapat dipanen. Dan setiap kali dipanen, buahnya kembali lagi seperti semua. Setelah ditanyakan kepada malaikat Jibril beliau mendapat jawaban bahwa apa yang beliau lihat itu adalah gambaran dari orang-orang yang berjuang untuk membela agama Allah. Amal baik mereka dilipatkan gandakan sampai 700 kali.

     Nabi Muhammad saw. mencium bau harum. Setelah ditanyakan kepada malaikat Jibril tentang bau apakah yang tercium oleh Nabi Muhammad saw. tersebut; beliau mendapat jawaban bahwa bau tersebut adalah bau dari Masyithah beserta suami dan kedua anaknya yang dibunuh oleh raja Fir’aun dari Mesir yang mengaku sebagai Tuhan, karena mempertahankan imannya dan mengingkari ketuhanan Fir’aun.

     Nabi Muhammad saw. melihat kaum yang membentur-benturkan kepala mereka pada batu sehingga kepala mereka itu pecah. Dan setiap kali kepala mereka pecah, maka pulih kembali, lalu mereka benturkan kembali. Pekerjaan tersebut mereka lakukan terus-menerus tanpa berhenti. Nabi Muhammad saw. mendapat jawaban dari malaikat Jibril atas pertanyaan beliau, bahwa perbuatan tersebut adalah gambaran dari siksaan yang akan diberikan di hari kiamat kepada orang-orang yang malas melakukan shalat wajib dan sering mengakhirkan dari waktunya.

     Nabi Muhammad saw. melihat kaum yang pergi berombongan seperti kawanan unta dan kambing yang pergi ke tempat penggembalaan dalam keadaan telanjang. Hanya kemaluan dan dubur mereka saja yang tertutup dengan secarik kain. Mereka makan kayu berduri yang sangat busuk baunya (kayu dlari’), buah zaqqum (buah tetumbuhan yang sangat pahit) dan bara serta batu-batu dari neraka Jahannam. Malaikat Jibril menerangkan bahwa kaum tersebut adalah gambaran dari ummat Nabi Muhammad saw. yang tidak mau membayar zakat, baik zakat wajib maupun zakat sunnat. Allah swt. sama sekali tidak menganiaya mereka; tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.

     Nabi Muhammad saw. melihat kaum yang menghadapi dua potong daging. Yang sepotong daging yang telah masak dalam sebuah kendil, sedang yang sepotong lagi daging mentah yang busuk. Kaum tersebut melahap daging mentah yang busuk serta meninggalkan daging yang telah masak. Kaum tersebut adalah gambaran dari ummat Nabi yang telah mempunyai isteri yang halal dan baik, tetapi mereka mendatangi

pelacur dan tidur bersama pelacur sampai pagi; dan gambaran dari para wanita yang telah mempunyai suami yang halal dan baik, tetapi mereka mendatangi laki-laki hidung belang dan tidur bersamanya sampai pagi.

      Nabi Muhammad saw. melihat kayu yang melintang di tengah jalan, sehingga tidak ada pakaian atau lainnya yang melewatinya, kecuali kayu tersebut menyobekkannya. Keadaan tersebut adalah sebagai gambaran dari ummat Nabi Muhammad saw. yang suka duduk-duduk di jalanan sehingga mengganggu kelancaran lalu lintas.

      Setelah menjawab pertanyaan Nabi Muhammad saw. malaikat Jibril membaca ayat Al Qur’an yang tersebut dalam surat Al A’raf ayat 86 yang antara lain berbunyi sebagai berikut: Dan janganlah kamu duduk di tiap-tiap jalan dengan menakut-nakuti dan menghalang-halangi orang yang beriman dari jalan Allah ….

      Nabi Muhammad saw. melihat orang laki-laki yang berenang di sungai darah dengan menelan batu. Ini adalah gambaran dari orang yang memakan riba.

      Nabi Muhammad saw. melihat orang laki-laki yang mengumpulkan kayu bakar. Laki-laki tersebut tidak kuat membawanya; akan tetapi jumlah kayu bakar tersebut tidak dikurangi, melainkan ditambahi. Ini adalah gambaran dari ummat Nabi Muhammad saw. yang memangku tugas atau jabatan rangkap. Dia tidak mampu menunaikan amanat-amanat dari tugas-tugas dan jabatan-jabatan tersebut, akan tetapi masih mau menerima tugas dan jabatan lainnya.

       Nabi Muhammad saw. melihat kaum yang mengguntingi lidah dan bibir mereka dengan gunting besi. Setiap kali lidah dan bibir mereka digunting, maka lidah dan bibir tersebut kembali seperti sedia kala. Mereka melakukan hal tersebut terus menerus tanpa berhenti. Ini adalah ibarat dari tukang-tukang khutbah yang menimbulkan fitnah, yaitu tukang-tukang khutbah dari ummat Nabi Muhammad saw. yang meng-khutbahkan apa yang mereka sendiri tidak melakukannya.

      Nabi Muhammad saw. melihat kaum yang mempunyai kuku-kuku dari logam. Mereka mencakari muka dan dada mereka dengan kuku tersebut. Ini adalah ibarat orang-orang yang senang menggunjing orang lain dan melecehkan kehormatan orang lain.

      Nabi Muhammad saw. melihat sapi jantan yang besar keluar dari lubang yang kecil. Sapi tersebut ingin masuk kembali ke dalam lubang tempat ia keluar, akan tetapi tidak dapat. Ini adalah ibarat dari orang yang mengucapkan omongan yang besar, kemudian dia menyesalinya, tetapi tidak dapat menarik kembali omongan tersebut.

      Nabi Muhammad saw. mendengar panggilan dari arah kanan: “Wahai Muhammad, pandanglah aku; aku akan meminta kepadamu !”. Nabi Muhammad saw. tidak menjawab, kemudian malaikat Jibril menerangkan kepada Nabi Muhammad saw.: “Panggilan tadi adalah panggilan dari orang-orang Yahudi. Jika engkau memenuhi panggilan tersebut, niscaya banyaklah di kalangan umat engkau yang menjadi Yahudi.

       Nabi Muhammad saw. mendengar panggilan dari arah kiri: “Wahai Muhammad, pandanglah aku; aku akan meminta kepadamu !”. Nabi Muhammad saw. tidak menjawab, kemudian malaikat Jibril berkata kepada beliau: “Panggilan tadi adalah panggilan dari orang-orang Nasrani dan jika engkau menjawab seruan itu tadi, wahai Muhammad, niscaya banyaklah di kalangan umat engkau yang menjadi Nasrani.”

      Nabi Muhammad saw. melihat wanita yang terbuka kedua lengan bawahnya dan memakai segala macam perhiasan. Wanita tersebut berkata: “Wahai Muhammad, pandanglah aku; aku akan meminta kepadamu !”. Nabi Muhammad saw. tidak menolehnya. Setelah Nabi Muhammad saw. bertanya kepada malaikat Jibril tentang siapakah wanita tersebut, maka malaikat Jibril menjawab: “Itulah dunia!; jika engkau memenuhi panggilannya, niscaya ummat engkau lebih mementingkan dunia dari pada akhirat.

      Nabi Muhammad saw. bertemu dengan seorang tua yang mengajak beliau untuk menyimpang dari jalan yang akan dilaluinya sambil berkata: “Kemari Muhammad !”. Malaikat Jibril berkata: “Terus lurus Muhammad !”. Nabi Muhammad saw. bersabda kepada Jibril: “Siapakah dia ?”. Jibril menjawab: “Dia adalah Iblis, musuh Allah, yang menginginkan agar engkau cenderung kepadanya!”.

     Nabi Muhammad saw. bertemu dengan seorang wanita tua di pinggir jalan memanggil Nabi saw.: “Wahai Muhammad, pandanglah aku; aku akan meminta kepadamu !!”. Malaikat Jibril berkata bahwa wanita tua itu adalah gambaran dari umur dunia yang tidak lagi tersisa kecuali seperti sisa umur dari wanita tua tersebut.

     Selepas menyaksikan berbagai pemandangan simbolik itu, akhirnya sampailah mereka di Baitul Maqdis. Kemudian Nabi mengikatkan buraq itu sebagaimana yang biasa dilakukan oleh para Nabi, tiba-tiba Baginda Rasulullah SAW didatangi seorang pemuda yang sangat gagah, tampan berwibawa dan bercahaya dengan berpakaian yang sangat indah serta bau harum semerbak keluar dari dirinya. Dan secara langsung pemuda tersebut mencium antara kedua mata Baginda Rasulullah SAW lalu menghilang. Baginda Rasulullah SAW bertanya:

"Wahai Jibril, siapakah pemuda tersebut?"

Malaikat Jibril As menjawab:"Sesungguhnya pemuda tersebut adalah perumpamaan kesucian, keindahan dan keharuman agama Islam yang engkau bawa. Bergembiralah wahai kekasih Allah SWT. Sesungguhnya banyak dari umat manusia yang akan condong dan masuk Islam dikarenakan kesucian, kemurnian dan keindahan agama yang engkau bawa dan mereka akan masuk surga dalam keadaan selamat".

      Nabi Muhammad kemudian memasuki puing-puing kuil Sulaiman. Di sana telah menanti satu jemaah. Beliau menemukan kuil itu penuh dengan malaikat yang menantikannya. Lalu juga dilihatnya arwah para Nabi sejak nabi Adam as. sampai dengan nabi Isa as.

     Nabi Muhammad bertanya kepada Jibril siapa mereka. Jibril menjawab, “Mereka adalah saudaramu diantara para nabi dan malaikat ini adalah para pemimpin seluruh malaikat di surga.”

      Jibril kemudian berkata, “Ya, Muhammad, orang paling mulia dalam pandangan Allah, memimpin sholat.” Oleh Jibril Nabi Muhammad dikedepankan untuk menjadi Imam untuk shalat berjamaah. Nabi kemudian menjadi imam sholat berjamaah sebanyak dua rakaat. Seluruh nabi dan malaikat mengikutinya.

     Setelah selesai sholat bersama para Nabi, Beliau keluar dari Masjidil Aqsha, kemudian Nabi s.a.w. berkata kepada Jibril: Wahai Jibril aku merasa haus. Kemudian beliau didatangi dengan semangkuk arak dan semangkuk susu oleh Jibril a.s. Nabi Muhammad memilih susu.

Lalu Jibril a.s berkata: “Engkau telah memilih fitrah.” “Benar, engkau telah memilih air susu adalah lambang kesucian dan seandainya engkau mengambil minuman keras niscaya akan tersesatlah engkau dan umat engkau.”Kemudian Baginda Nabi SAW meminum susu tersebut sampai habis kecuali hanya sedikit yang tersisa, dan menaruhnya kembali di tempatnya lalu menghilang.

Malaikat Jibril As berkata:"Wahai kekasih Allah, seandainya engkau meminum susu tersebut hingga habis tak tersisa, niscaya tidak ada satupun umat pengikutmu yang akan masuk neraka". (walaupun mereka tidak akan selama-lamanya di neraka, sebagaimana sabda Baginda Rasulullah SAW, yang artinya: "Sesungguhnya tidak akan kekal di neraka seseorang yang di hatinya ada iman walau sekecil debu".

Dengan belas kasih sayangnya kepada umatnya, seketika Baginda Rasulullah SAW bersabda:"Kembalikanlah susu itu kepadaku dan aku akan meminumnya hingga tuntas habis tak tersisa".

Malaikat Jibril As berkata:"Tidak mungkin akan kembalikan wahai kekasih Allah, ia telah menghilang, sesungguhnya hal itu adalah ketentuan dari Allah SWT dari zaman azali yang tidak bisa dirubah lagi".

C.  Kejanggalan penafsiran peristiwa ISRA'

    Ayat dan beberapa riwayat tersebut diatas menggambarkan proses isra' yang dilakukan nabi Muhammad. Akan tetapi apabila kita jeli (menggunakan Ilmu dan Akal) akan tampak beberapa kejanggalan, dikarenakan salah dalam menafsirkan riwayat ataupun ayat tersebut diatas. Kejanggalan tersebut antara lain :

1.  Pengambilan nama (proper name) dari satu ayat al-quran kemudian dijadikan penamaan suatu tempat atau bangunan serta kata-kata lainnya dengan tanpa pertimbangan akan menjadikan batas-batas informasi yang dibawa al-quran menjadi lemah dan menimbulkan penafsiran yang lemah pula. Hal ini ditunjukan pada beberapa fakta dibawah ini :

a.         Singgahnya Muhammad ke Masjid Al Aqsa. Menurut sejarah peristiwa Muhammad naik kelangit 7 kemudian ke Sidratul Muntaha ini terjadi di sekitar tahun 621 M.

Namun sejarah mencatat bahwa pada tahun tersebut tidak ada satu bangunan pun yang berdiri dibekas Kuil Sulaiman (Salomo), karena bangsa Romawi telah menghancurkan dan membumi ratakan seluruh bangunan dikomples kuil ini pada tahun 70 M.

Diatas bekas kuil ini kemudian di bangun Kuil Yupiter oleh bangsa Romawi. Kemudian kerajaan Byzantium menghancurkan Kuil Yupiter, dan setelah penaklukan Byzantium oleh tentara islam maka Khalifah Umar memutuskan untuk membangun Al Aqsa di Yerusalem dengan tujuan untuk membangkitkan keTauhidan yang diajarkan Ibrahim AS dan Muhammad SAW.

Pembangunan dilakukan dari tahun 691 M – 715 M yaitu selesai di masa Khalifah Walid, sedangkan batu tempat Nabi melakukan Mi’raj dan tempat umar berdoa di atasnya diabadikan sebagai Masjid Umar/Masjid kubah batu/Dome of The Rock yang kita kenal sekarang dengan kubah emasnya yang baru dibangun di masa pemerintahan Khalifah Marwan.

Kompleks ini kemudian disebut sebagai Haram Al Syarif (The Noble Sanctuary) yang dimuliakan oleh Umat Islam di seluruh dunia.

b.         Muhammad SAW meninggal pada 12 Rabiul awal tahun 11 Hijriah atau 8 Juni 632 Masehi, Bahkan hingga saat itu, Masjidil Aqsa belum pernah ada, Masjidil Aqsa itu mulai dibangun oleh Kalifah Umayah pada tahun 691 Masehi, dan diselesaikan oleh pembangunannya oleh Kalifah Walid pada tahun 715 Masehi. Jadi Masjidil Aqsa mulai dibangun setelah 59 th wafatnya Nabi.

Bagaimana mungkin Muhammad pada tahun 621 M mengatakan bahwa ia pergi ke Masjid Al Aqsa, padahal masjid itu baru berdiri 710 M, atau 59 tahun setelah Nabi wafat?

c.         Hal aneh lain seputar Isra Miraj, adalah tentang pembangunan Masjidil Haram dan Al Aqsa. Muhammad bercerita demikian mengenai kedua masjid tersebut; Dikisahkan oleh Abu Dhaar: Aku bertanya, “Ya Rasulullah! Masjid manakah yang dibangun pertama kali? Beliau menjawab, “Masjidil Haram” Aku bertanya, “Selanjutnya?” Beliau menjawab, “Masjidil Aqsa”. Kemudian aku bertanya, “Berapakah selisih pembangunan keduanya?” Rasulullah menjawab, “Empat puluh (tahun)”,….. (Hadis Bukhari 55:636)

Benarkah perkataan Nabi Muhammad tersebut? Menurut Islam Masjidil Haram dibangun oleh Ibrahim pada 2000 SM, sedangkan Masjidil Aqsa dibangun pada tahun 710 M dan selesainya 715 M, maka kalkulasi yang benar terdapat selisih 2710 tahun. Nabi Muhammad mengatakan 40 tahun. Apakah 40 = 2710 ?

 2.   Sarana Transportasi menggunakan "Buraq"

     Buraq (bahasa Arab: al-burāq; "cahaya atau kilat") adalah sesosok makhluk tunggangan ajaib, yang membawa Nabi Muhamad SAW dari Masjid al-Aqsa menuju Mi'raj ketika peristiwa Isra Mi'raj.

Dilihat dalam kamus bahasa, maka kita akan menemukan istilah "buraq" yang diartikan sebagai "Binatang kendaraan Nabi Muhammad Saw", dia berbentuk kuda bersayap kiri kanan.

Didalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim disebutkan,”…kemudian aku diberikan seekor binatang yang bukan begal (peranakan kuda dengan keledai) namun melebihi keledai putih.” Al Jaruud mengatakan kepadanya,”Itu adalah buraq wahai Abu Hamzah.” Anas mengatakan,”Betul. Dia (binatang) itu meletakkan langkahnya sejauh pandangan mata…”

Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan bahwa “bukan begal dan melebihi keledai putih” demikianlah disebutkan dikarenakan ia adalah binatang tunggangan atau dengan melihat lafazh “buraq”. Hikmah pensifatan itu adalah sebagai isyarat bahwa orang yang menungganginya adalah dalam keadaan nyaman bukan dalam keadaan perang atau ketakutan. Atau pula untuk menampakkan mu’jizat yang terjadi karena kecepatannya yang sangat cepat dengan menunggangi seekor binatang yang tidak pernah disifatkan dengan sifat seperti itu jika menurut keadaan normal. (Fathul Bari …

Didalam hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Hudzaifah bin al Yaman mengatakan bahwa Rasulullah saw telah diberikan seekor binatang yang punggungnya panjang dan langkahnya adalah sepanjang mata memandang.

Mereka berdua (Rasulullah saw dan Jibril as, pen) tidaklah terpisahkan diatas punggung buraq sehingga mereka meyaksikan surga dan neraka … kemudian mereka berdua kembali pulang ke tempat semula (ketika berangkat)…” (Abu Isa mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih)

Buroq memiliki kecepatan cahaya. Bagaimana kondisi raga Nabi Muhammad saat dibawa terbang dengan kecepatan cahaya?...tentunya minimal bajunya sobek semua atau terbakar karena begitu cepatya bergerak. Akan tetapi dalam lanjutan di beberapa riwayat setelah sampai di Masjidil Aqsa Nabi melaksanakan sholat lagi, sebelum terbang kelangit. Sehingga hal ini secara akal dan ilmu dari manusia merupakan sesuatu hal yang tidak mungkin.

Buroq dikatakan memiliki sayap dikiri dan kanan, Orang tentu dapat mengetahui bahwa sayap hanya dapat berfungsi dalam lingkungan atmosfir planet dimana udara ditunda kebelakang untuk gerak maju kemuka atau ditekan kebawah untuk melambung keatas.Udara begitu hanya berada dalam troposfir yang tingginya 6 hingga 16 Km dari permukaan bumi, padahal buraq itu harus menempuh perjalanan menembusi luar angkasa yang hampa udara dimana sayap tak berguna malah menjadi beban.

Padahal terkait kilat dalam beberapa ayat tidak di naas kan sebagai hewan seperti kuda

“ atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar suara) petir,sebab takut akan mati[28]. Dan Allah meliputi orang-orang yang kafir[29]. Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu”.  (Qs. Baqarah 2:19-20)

[28]. Keadaan orang-orang munafik itu, ketika mendengar ayat-ayat yang mengandung peringatan, adalah seperti orang yang ditimpa hujan lebat dan petir. Mereka menyumbat telinganya karena tidak sanggup mendengar peringatan-peringatan Al Quran itu.

 [29]. Maksudnya pengetahuan dan kekuasaan Allah meliputi orang-orang kafir.

 3.  Nabi diperintahkan Sholat Oleh Jibril

    Hampir sebagian besar umat islam meyakini bahwa saat Mi'raj ke sidratul Muntaha barulah Nabi Muhammad menerima perintah sholat, tapi berdasarkan riwayat yang ada....para nabi, malaikat dan Muhammad telah menjalankan sholat. Lebih aneh lagi dalam menjalankan sholat selama peristiwa ini Nabi selalu diperintah Oleh malaikat Jibril bukannya Allah S.W.T

  4.  Perbedaan Pisik atau Dimensi antara Nabi Muhammad dan Jibril

    Seperti di Imani bersama bahwa malaikat tercipta dari "Nur", sedangkan adam dari "unsur tanah" dan keturunannya dari "setetes air hina"....kenapa dalam riwayat diceritakan duduk berdekatan padahal mereka telah beda dimensi..?" Mereka berdua (Rasulullah saw dan Jibril as, pen) tidaklah terpisahkan diatas punggung buraq sehingga mereka meyaksikan surga dan neraka … kemudian mereka berdua kembali pulang ke tempat semula (ketika berangkat)…”

 5.  Nabi ketemu Ruh Orang Yang Telah meninggal

" (Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: "Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia)[1021], agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding(Barzakh) sampal hari mereka dibangkitkan[1022]". ( QS. Al-Mu’minuun 23:99-100).

[1021]. Maksudnya: orang-orang kafir di waktu menghadapi sakratul maut, minta supaya diperpanjang umur mereka, agar mereka dapat beriman.

[1022]. Maksudnya: mereka sekarang telah menghadapi suatu kehidupan baru, yaitu kehidupan dalam kubur, yang membatasi antara dunia dan akhirat.

 Imam Mujahid (Tabien dan anak murid Ibn Abbas r.a) dan Ibn Zaid berkata tentang ayat ini : “Barzakh adalah seperti satu tembok yang menghalang orang yang mati kembali ke dunia.”

"Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan[1313]. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda- tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir".

[1313]. Maksudnya: orang-orang yang mati itu rohnya ditahan Allah sehingga tidak dapat kembali kepada tubuhnya; dan orang-orang yang tidak mati hanya tidur saja, rohnya dilepaskan sehingga dapat kembali kepadanya lagi.

Jadi jelas bahwa roh berada di dalam genggaman Allah SWT dan Allah tidak membenarkan roh untuk kembali ke dunia.

kalau begitu ada pertanyaan lagi?....

      a. "terus siapa yang ditemui Nabi?",.." memang benar ruh para nabi atau Qorin tiap nabi?"

     b. "apakah karena nabi muhammad yang mengalami peristiwa ini..., sehingga ayat Tuhan tidak berlaku untuk nabi Muhammad (ayat terkait ruh)?".

SIDRATUL MUNTAHA DAN TEMPAT MANUSIA AGUNG

Sidrat al-Muntahā (bahasa Arab: المنتهى Sidratul Muntaha) adalah sebuah pohon bidara , سدرةyang menandai akhir dari langit/Surga ke tujuh, sebuah batas dimana makhluk tidak dapat melewatinya, menurut kepercayaan Islam. Dalam kepercayaan ajaran lain ada pula semacam kisah tentang Sidrat al-Muntahā, yang disebut sebagai "Pohon Kehidupan".

Pada tanggal 27 Rajab selama Isra Mi'raj, hanya Muhammad yang bisa memasuki Sidrat al-Muntaha dan dalam perjalanan tersebut, Muhammad ditemani oleh Malaikat Jibril, dimana Allah memberikan perintah untuk Salat 5 waktu.

Dalam Agama Baha'i Sidrat al-Muntahā biasa disebut dengan "Sadratu'l-Muntahá" adalah sebuah kiasan untuk penjelmaan Tuhan.

Hal yang perlu dicermati di balik kisah luar biasa ini adalah hanyutnya sebagian orang dalam irama kekaguman terhadap  kisah Sidratul Muntaha dan mustawa berikut dialog Rasulullah SAW dengan Allah SWT. Hingga sampailah pada titik keyakinan bahwa Rasulullah SAW berdialog dengan Allah SWT di tempat itu karena menganggap di situlah tempat Allah SWT. Dan mungkin juga terbayang sebuah suasana hening saling duduk berhadapan dan berdampingan antara Allah SWT  dengan Rasulullah SAW. Inilah kesesatan aqidah bahkan itulah kekafiran yang tersembunyi di balik sebuah keyakinan. Disinilah orang sering salah alamat, seolah telah meyakini Tuhan Allah SWT yang “laisa kamtslihi syai’un”  tidak diserupai oleh apa dan siapapun, akan tetapi telah tersesat dan tanpa terasa  menyerupakan Allah dengan makhlukNya. Meyakini Allah SWT bertempat, berhadap-hadapan dengan Rasulullah SAW adalah salah jalan dalam beriman kepada Allah SWT.

 Begitu indah dan istimewanya perjalanan Isro mi’roj, mempesonakan hati yang mencari-cari keteduhan di balik penghambaan kepada Allah SWT. Menghadirkan renungan dalam makna sambung komunikasi dengan Allah Yang Maha Agung yang terurai dalam kekhusyu’an dalam sholat lima waktu. Akan tetapi sholat yang semestinya penghambaan kepada Allah bisa berubah menjadi penyembahan kepada berhala yang di hayalkan jika ternyata seorang yang lagi Sholat  telah meyakini Tuhannya duduk dan membutuhkan tempat, buah kesalah pahaman akan Isro’ mi’rojnya Rosulullah SAW.

 Sungguh benar Rosulullah SAW telah diperjalankan oleh Allah SWT dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa lalu menembus langit ke tujuh hingga Al-Baitil Makmur, Sidratul Muntaha dan  Mustawa dengan ruh dan jasadnya. Lalu berdialog dengan Allah SWT. Itulah tempat kemuliaan  yang hanya disediakan untuk memuliakan  Rasulullah SAW saja.

 Yang perlu diyakini bahwa tempat itu bukanlah tempat Allah SWT. Sebab Allah SWT yang menciptakan tempat. Sebelum Allah SWT menciptakan tempat Allah SWT tidak butuh kepada tempat dan setelah Allah SWT menciptakan tempat Allah SWT tetap tidak butuh kepada tempat. Tidak bisa dan tidak boleh menyebut Allah SWT bertempat.

 Bagi Allah SWT sangat mudah mengajak dialog khusus dengan Rosulullah SAW dimana saja. Bisa di Indonesia, Malaysia dan Amerika atau di bukit Tursina seperti  yang pernah terjadi pada Nabi Musa A.S. Akan tetapi untuk seorang Nabi yang paling Allah SWT cintai dan muliakan, Allah SWT menginginkan dialog dengan kecintaanNya itu di tempat yang sangat istimewa yang tidak penah dijamah oleh apa dan siapapun.

 Tempat tersebut adalah tempat kemuliaan Rosulullah SAW dan bukan tempatnya Allah SWT. Maha  suci Allah SWT yang tidak diserupai oleh segala ciptaan Nya.

Pucuk Cinta Di Sidratul Muntaha

"Subhaanalladzi asraa bi’abdihi lailan minal masjidil haraami ilal masjidil aqshalladzi baarakna hawlahu linuriyahu min aayaatinaa innahu huwas-samii’ul bashiir."

"Mahasuci )Allah( yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu malam dari masjidil Haram ke masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda )kebesaran( Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.")Al-Israa’:1(

Ayat ini telah mengemas sebuah kenangan dan peristiwa terindah dalam sejarah Islam dan kenabian )nubuwwah(. Adalah sebuah perjalanan luar biasa yang telah mengantarkan sesosok nabi Muhammad saw, pengemban risalah Tuhan dan satu-satunya nabi dan rasul yang di pundaknya terpikul beban yang sangat besar mewujudkan dakwah islam sebagai agama rahmatan lil alamin, dari masjid al-Haram di kota Makkah menuju masjid al-Aqsha di Palestina, kemudian berlanjut hingga baitul ma’mur di langit ke tujuh )sidratul muntaha(.

Dikatakan "luar biasa" karena perjalanan ini tidak hanya sekedar perjalanan sebagaimana setiap orang biasa menempuhnya, namun lebih kepada perjalanan ‘ubudiyah menembus batas-batas rasionalitas nalar manusia. Ulama tersohor, Muhammad Al-Ghozali patut menamakan perjalanan ini sebagai rihlatun imaaniyah karena faktor keimanan pada Allah satu-satunya yang dapat dijadikan sebuah landasan keyakinan benarnya perjalanan ini, sehingga meluluhkan gap-gap rasionalitas. Jika saja manusia yang pintar dan cerdas dalam hal Iptek ditanya akan hal ini, tentu mereka akan tertawa sinis dan menganggap bahwa isra’ mi’raj hanya sebuah dongeng yang melegenda, karena intelektualitas yang mereka miliki hanya menyanjung rasio yang notabene lemah dan sarat keterbatasan, serta kering dari pernik-pernik nilai keimanan. Berbeda dengan mereka yang menguasai Iptek dan Imtaq, tidak hanya lihai menggunakan akal namun juga memiliki kecerdasan hati )iman(.

1.Rasulullah saw: Bintang di Langit Risalah

Isra’ mi’raj, hijrah dan piagam madinah adalah tiga hal identik yang telah mencuatkan sosok nabi Muhammad saw sebagai insan pilihan )man of the world(. Kontribusinya dalam perjuangan menegakkan dan meninggikan kalimatullah diatas segalanya telah mengubah citra manusia yang semula lebih mementingkan ego diri menjadi insan yang peduli sesama dan toleran serta respect dalam beragam perbedaan yang wajar.

Syaikh Shiddiq Bakar ‘Ithoh dalam ulasan "Najm fi Samaa’I Risaalat" )majalah Al Azhar, Kairo, Sept 2003( memandang rasulullah sebagai bintang di langit risalah. Itu adalah hakekat yang cukup jelas dan tidak perlu lagi menambahkan sederet kata-kata untuk menjelaskannya. Cukup untuk diketahui, bahwa nabi-nabi dan rasul yang turun sebelumnya, mereka sangat berhasrat untuk menjadi bagian dari umatnya )Muhammad saw(. Terbukti dari sambutan hangat berupa salam sejahtera dari para nabi pendahulunya di setiap tingkatan langit sebelum beliau mencapai sidratul muntaha nihaayatu samaa’ .

2. Tiga Fase Menuju Cahaya Allah

Rasulullah saw telah melalui tiga fase atau tabiat sebelum beliau tiba dihadapan cahaya Allah. Yang pertama, adalah tabi’atul basyar almuhaa ilaih, yaitu tabiat manusia biasa yang telah dianugerahkan wahyu kepadanya. Fase ini berlangsung ketika terjadinya isra’, rihlah suci dari Makkah menuju Baitul Maqdis, sebagaimana terkutip pada Q.S.Al-Israa’:1, yang mana kata ‘abdun pada ayat ini mengandung tafsiran : jasad dan ruh seutuhnya )manusia(.

Fase yang kedua adalah fase dimana nabi bertabiatkan malaikat, yang mana beliau senantiasa dalam hantaran Jibril Al-Amin dari awal mi’raj hingga tiba di sidratul muntaha. Disinilah berakhirnya perjalanan nabi melintasi langit dengan bertemankan malaikat penyampai wahyu itu, lalu berkisarlah sebuah dialog antara Muhammad saw dan ruuhul Amiin Jibril a.s sebaimana diriwayatkan dalam aqwaal ulama’: Muhammad bertanya:

"Wahai saudaraku wahai Jibril, apakah disini kekasih akan meninggalkan seorang yang dicintainya? Lalu Jibril menjawab: "Wahai Muhammad, seandainya engkau melanjutkannya engkau dapat menembusnya, sedangkan aku, jika aku ikut mengantarmu, niscaya aku akan terbakar". Lalu nabi meninggalkan Jibril, dan sampailah beliau pada fase tabiat yang melebihi malaikat, dimana beliau menyaksikan langsung Tuhannya tanpa hijab. "Laqad ro’aa min aayaati robbihil kubro";"Sungguh ia )Muhammad( telah menyaksikan sebagian dari tanda-tanda Tuhannya yang besar".)Q.S.An-Najm:18(

3. Isra’ Mi’raj: Pelipur Lara dalam Duka Nestapa

Isra’ Mi’raj yang terjadi di tengah masa risalah kenabian Muhammad saw adalah sebuah peristiwa mukjizati yang selain telah mengukuhkan syariat lima waktu shalat dalam sehari, serta kesaksian sang Nabi pembawa risalah terakhir akan ilustrasi surga dan neraka, ternyata telah menjadi sebuah efek pelipur lara atas kesedihan yang telah menimpa beliau. Kepergian seorang Khadijah ke haribaan Allah swt, isteri yang banyak memberikan kontribusi semangat, senyuman, kesetiaan dan kasih sayang di saat nabi menerima wahyu ilahi, diterpa berbagai cobaan, difitnah oleh kaum musyrikin, dan ditentang oleh segenap ancaman kaum kuffar ditambah dengan kepulangan sang paman tercinta, Abu Thalib, ke pangkuan Ilahi, telah menggoncang psikologis beliau ke dalam duka nestapa. Masih panjangnya jalan yang terbentang untuk beliau tapaki dengan menyandang amanah risalah dari Allah, telah menjadi pertimbangan-Nya untuk menurunkan sebuah mukjizat yang dapat mengukuhkan kembali semangat beliau yang sedikit luluh serta melupakan kepedihan yang berkepanjangan.

Isra’ mi’raj, telah menjadi sebuah pelajaran bagi Nabi bagaimana menghadapi hidup yang penuh lika-liku dan dinamis. Dalam peristiwa yang agung ini, Allah perlihatkan sebagian dari tanda-tanda keagungan-Nya. Ia pertemukan baginda nabi dengan nabi-nabi sebelumnya di setiap jeda tangga-

tangga langit. Saat beliau tiba dihadapan Rabb-nya, lalu menerima perintah shalat lima puluh waktu, Allah menganjurkannya untuk konsultasi dan konfirmasi kepada nabi sebelumnya Musa a.s akan perintah itu, hingga akhirnya shalat itu ditetapkan menjadi lima waktu saja. Dari sini kita dapat menuai sebuah hikmah, bahwa Allah tidak membedakan dan mengistimewakan antara satu nabi dengan lainnya, namun justru menciptakan iklim yang kondusif dan toleran diantara mereka. Begitu pula kita saksikan, betapa Allah tidak membebani hambanya kecuali dengan sesuatu yang sekiranya dia sanggup untuk memikulnya.

Dengan demikian, pendek kata, isra’ mi’raj yang telah mengantarkan Rasulullah saw, dari bumi Makkah hingga tiba dihadapan Tuhannya, dari kepedihan duka hingga teraih kebahagiaan tiada tara, ibarat pucuk cinta di sidratul muntaha. Wallahu A’lam bish-shawwab.

 * Penulis adalah Mahasiswa Universitas Al Azhar, Kairo.PERTANYAAN :

Salim Cah Nahdlotul Ulama Assalamu'alaikum.mau nanya nh tentang mi'rojnya rosul.apakah rosul ketika mi'roj bertemu allah di sidrotul muntaha?Seumpama ketemu berrti allah bersemayam di atas dong?syukron

JAWABAN :

>> Alif Jum'an Azend

Sidratil Muntaha dan Tempat Manusia Agung

Bulan ini adalah bulan rojab, jutaan manusia dingatkan kepada sebuah peristiwa agung yang tidak pernah terjadi pada makhluk Allah SWT dari dulu hingga nanti kecuali kepada nabi Muhammad SAW. Peristiwa luar biasa Isra-mi'raj.Ada hal yang sering dilupakan oleh kebanyakan orang tentang tempat mulya Sidratul-muntaha dan Mustawa, tempat yang Allah tidak memperkenankan siapapun menginjakkan kakinya di sana kecuali Rasulullah SAW. Bahkan Malaikat Jibril paling mulyanya malaikatpun tidak berani dan tidak bisa sampai kepada tempat tersebut.

Hal lain lagi adalah naik turunya nabi Muhamad untuk mengambil pendapat dari Nabi Musa, berikut perbincangan Rasulullah SAW dengan Allah SWT di tempat tersebut. Kejadian dahsyat dan luar biasa ini sungguh mengagumkan hati ahli iman. Ini adalah memang urusan hati dan tidak akan bisa faham kejadian ini kecuali ahli iman.

Kejadian dahsyat dan luar biasa (Isra-mi'raj) ini sungguh mengagumkan hati ahli iman. Ini adalah memang urusan hati dan tidak akan bisa faham kejadian ini kecuali ahli iman.

Hal yang perlu di cermati dibalik kisah luar biasa ini adalah hanyutya sebagian orang dalam irama kekaguman terhadap kisah sidratul-muntaha dan mustawa berikut dialog Rasulullah SAW dengan Allah SWT. Hingga sampailah pada titik keyakinan bahwa Rasulullah berdialog dengan Allah SWT di tempat itu karena menganggap disitulah tempat Allah SWT. Dan mungkin juga terbayang sebuah suasana hening saling duduk berhadapan dan berdampingan antara Allah SWT dengan Rasulullah SAW.

Inilah kesesatan aqidah bahkan itulah kekafiran yang tersembunyi dibalik sebuah keyakinan. Disinilah orang sering salah alamat, seolah telah meyakini Tuhan Allah SWT yang (laisa kamtslihi syaiun)tidak diserupai aleh apa dan siapapun, akan tetapi ternyata telah tersesat di jalan menyerupakan Allah dengan makhlukNya. Meyakini Allah SWT bertempat, berhadap-hadapan dengan Rasulullah SAW adalah salah jalan dalam beriman kepada Allah SWT.

Begitu indah dan istimewanya perjalanan Isro-mi'roj, mempesonakan hati yamg mencari-cari keteduhan dibalik penghambakan kepada Allah SWT. Menghadirkan renungan dalam makna sambung komunikasi dengan Allah Yang Maha Agung yang terurai dalam kekhusukan dalam Sholat. Shalat lima waktu.Akan tetapi Shalat yang semestinya penghambaan kepada Allah bisa berubah menjadi penyembahan kepada berhala yang di hayalkan jika ternyata seorang yang lagi Sholat telah meyakini tuhanya duduk dan membutuhkan tempat, buah kesalah pahaman akan isra mi'rojnya Rasulullah.

Shalat yang semestinya penghambaan kepada Allah bisa berubah menjadi penyembahan kepada berhala yang di hayalkan jika ternyata seorang yang lagi Sholat telah meyakini tuhanya duduk dan membutuhkan tempat, buah kesalah pahaman akan isra mi'rojnya Rasulullah.

Sungguh benar Rasulullah SAW telah diperjalankan oleh Allah SWT dari masjidil-haram ke masjidil-aqsa lalu menembus langit ketujuh hingga albaitil-makmur dan sidratul-muntaha dengan ruh dan jasadnya. Lalu berdialog dengan Allah SWT. Itulah tempat kemulyaan yang hanya disediakan untuk memulyakan Rasulullah SAW saja.

Yang perlu diyakini bahwa tempat itu bulkanlah tempat Allah SWT. Sebab Allah SWT yang menciptakan tempat. Sebelum Allah SWT menciptakan tempat Allah SWT tidak butuh kepada tempat dan setelah Allah SWT menciptakan tempat Allah SWT tetap tidak butuh kepada tempat. Tidak bisa dan tidak boleh menyebut Allah SWT bertempat.

Bagi Allah SWT sangat mudah mengajak dialog khusus dengan Rasulullah SAW dimana saja. Bisa di Indonesia, Malaysia dan Amerika atau di bukit Tursina seperti yang pernah terjadi pada nabi Musa. Akan tetapi untuk seorang Nabi yang paling Allah SWT cintai dan mulyakan, Allah SWT mengingikan dialog dengan kecintaanNya itu di tempat yang sangat istimewa yang tidak penah dijamah oleh apa dan siapapun.

Tempat tersebut adalah tempat untuk memulyakan Rasulullah SAW dan bukan tempatnya Allah SWT. Maha suci Allah SWT yang tidak diserupai oleh segala ciptaan Nya.Wallahu a'lam bishshowab.[Mutiara Hikmah Buya Yahya]

Seorang ulama Ahlussunnah wal Jama'ah, keturunan cucu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, Sayyid Muhammad bin Alwi Maliki menguraikan dalam kitabnya "Wa huwa bi al’ufuq al-a’la" yang diterjemahkan oleh Sahara , publisher dengan judul Semalam bersama Jibril ‘alaihissalam: Rekaman berbagai peristiwa besar sepanjang perjalanan akbar dari Mekkah al-Mukarramah menuju Sidrah al Muntaha pada halaman 284 dan 286 menyampaikan,

Halaman 284,

"Walaupun dalam kisah mi’raj yang didengar terdapat keterangan mengenai naik-turunnya Rasulullah, seorang muslim tidak boleh menyangka bahwa antara hamba dan Tuhannya terdapat jarak tertentu, karena hal itu termasuk perbuatan kufur. Na’udzu billah min dzalik.

Naik dan turun itu hanya dinisbahkan kepada hamba, bukan kepada Tuhan. Meskipun Nabi shallallahu alaihi wasallam pada malam Isra’ sampai pada jarak dua busur atau lebih pendek lagi dari itu, tetapi beliau tidak melewati maqam ubudiyah (kedudukan sebagai seorang hamba).

Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam dan Nabi Yunus bin Matta alaihissalam, ketika ditelan hiu dan dibawa ke samudera lepas ke dasar laut adalah sama hal ketiadaan jarak Allah ta’ala dengan ciptaan-Nya, ketiadaan arahNya, ketiadaan menempati ruang, ketidakterbatasannya dan ketidaktertangkapnya. Menurut suatu pendapat ikan hiu itu membawa Nabi Yunus alaihissalam sejauh perjalanan enam ribu tahun. Hal ini disebutkan oleh al Baghawi dan yang lainnya.

Apabila anda telah mengetahui hal itu, maka yang dimaksud bahwa Nabi Shallallahu walaihi wasallam naik dan menempuh jarak sejauh ini adalah untuk menunjukkan kedudukan beliau di hadapan penduduk langit dan beliau adalah makhluk Allah yang paling utama. Penegertian ini dikuatkan dengan dinaikkannya beliau diatas Buraq oleh Allah ta’ala dan dijadikan sebagai penghulu para Nabi dan Malaikat, walaupun Allah Mahakuasa untuk mengangkat beliau tanpa menggunakan buraq".

Halaman 286:

"Ketahuilah bahwa bolak-baliknya Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam antara Nabi Musa alaihissalam dengan Allah subhanahu wa ta’ala pada malam yang diberkahi itu tidak berarti adanya arah bagi Allah subhanahu wa ta’ala. Mahasuci Allah dari hal itu dengan sesuci-sucinya.

Ucapan Nabi Musa alaihissalam kepada beliau, “Kembalilah kepada Tuhanmu,” artinya: “kembalilah ke tempat engkau bermunajat kepada Tuhanmu. Maka kembalinya Beliau adalah dari tempat Beliau berjumpa dengan Nabi Musa alaihissalam ke tempat beliau bermunajat dan bermohon kepada Tuhannya. Tempat memohon tidak berarti bahwa yang diminta ada di tempat itu atau menempati tempat itu karena Allah Subhanahu wa ta’ala suci dari arah dan tempat. Maka kembalinya Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam kepadaNya adalah kembali Beliau meminta di tempat itu karena mulianya tempat itu dibandingkan dengan yang lain. Sebagaimana lembah Thursina adalah tempat permohonan Nabi Musa alaihissalam di bumi.Walaupun beliau pada malam ketika mi’rajkan sampai menempati suatu tempat di mana Beliau mendengar gerak qalam, tetapi Beliau shallallahu alaihi wasallam dan Nabi Yunus alaihissalam ketika ditelan oleh ikan dan dibawa keliling laut hingga samapai ke dasarnya adalah sama dalam kedekatan dengan Allah ta’ala. Kaerena Allah Azza wa Jalla suci dari arah, suci dari tempat, dan suci dari menempati ruang.Al Qurthubi di dalam kitab at-Tadzkirah, mengutip bahwa Al Qadhi Abu Bakar bin al-’Arabi al Maliki mengatakan,

‘Telah mengabarkan kepadaku banyak dari sahabat-sahabat kami dari Imam al-Haramain Abu al Ma’ali Abdul Malik bin Abdullah bin Yusuf al Juwaini bahwa ia ditanya, “Apakah Allah berada di suatu arah?” Ia menjawab, “Tidak, Dia Mahasuci dari hal itu” Ia ditanya lagi, “Apa yang ditunjukkan oelh hadits ini?” Ia menjawab, “Sesungguhnya Yunus bin Matta alaihissalam menghempaskan dirinya kedalam lautan lalu ia ditelan oleh ikan dan menjadi berada di dasar laut dalam kegelapan yang tiga. Dan ia menyeru, “Tidak ada Tuhan selain Engkau. Mahasuci Engkau, Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zhalim,” sebagaimana Allah ta’ala memberitakan tentang dia. Dan ketika Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam duduk di atas rak-rak yang hijau dan naik hingga sampai ke suatu tempat di mana Beliau dapat mendengar gerak Qalam dan bermunajat kepada Tuhannya lalu Tuhan mewahyukan apa yang Ia wahyukan kepadanya, tidaklah Beliau shallallahu alaihi wasallam lebih dekat kepada Allah dibandingkan Nabi Yunus alaihissalam yang berada dikegelapan lautan. Karena Allah Subhanahu wa ta’ala dekat dengan para hambaNya, Ia mendengar doa mereka, dan tak ada yang tersembunyi atasNya, keadaan mereka bagaimanapun mereka bertindak, tanpa ada jarak antara Dia dengan mereka. Jadi, Ia mendengar dan melihat merangkaknya semut hitam di atas batu yang hitam pada malam yang gelap di bumi yang paling rendah sebagaimana Ia mendengar dan melihat tasbih para pengemban ‘Arsy di atas langit yang tujuh. Tidak ada Tuhan selain Dia, yang mengetahui yang gaib dan yang nyata. Ia mengetahui segala sesuatu dan dapat membilang segala sesuatu".>> Aba Zerra

jadi yg harus diyakini saat sholat itu gmn??kan banyak yg bilang,klo sholat itu dialog dgn Allah,menyembah Allah,apa yg harus dibayangkan??kan kita berkeyakinan Allah ada tnapa arah dan tempat...mohon penjelasannya..biar manteb tauhidnya..

Allahumma sholli ‘ala sayyidina Muhammad..

Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada teladan kita, Nabi yang paling mulia, Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa salam, beserta keluarga, sahabat-sahabat dan seluruh kaum muslimin yang setia menegakkan ajaran-risalah beliau hingga akhir zaman.

Mudah-mudahan apa-apa yang telah kita pelajari dalam Sirah Nabawi ini, membuat kita semakin mencintai Rasulullah SAW dan menjadikan pribadi beliau sebagai teladan.

Alhamdulillah, kita lanjutkan sirah nabawi-nya..

Rasulullah SAW melanjutkan perjalanan menuju Sidratul Muntaha sendirian tanpa Jibril. Tibalah beliau di Sidratul Muntaha.

Apakah Sidratul Muntaha itu?

Sidratul Muntaha adalah ujungnya dari yang paling atas, pokoknya setelah itu tidak ada lagi atasnya, sudah mentok tok, end of the road, selesai semuanya. Sidratul Muntaha itu adalah akhir dari segala akhir. Namanya juga Muntaha, Muntaha itu artinya habis, terakhir.

Sidratul Muntaha, lalu arsy-nya Allah SWT.

Dan tidak pernah ada makhluq yang datang ke Sidratul Muntaha kecuali Rasulullah SAW, tidak juga Jibril, para malaikat, nabi-nabi, maupun iblis-syaithan-jin, tidak pernah.

Para sahabat bertanya, “Bagaimana Sidratul Muntaha itu ya Rasulullah?”

“Saya melihat pohon yang sangat besar,” jawab beliau.

Tentu saja beliau sudah melihat ukuran bumi dan benda-benda antariksa lainnya dalam perjalanan naik ke atas langit.

“Besar sekali pohonnya,” beliau melanjutkan, “Daunnya pun sangat lebar sekali. Kalau seandainya satu saja daun itu jatuh ke bumi, maka bumi akan gelap tertutup dengan daun itu.”

Subhanallah.. Sebesar apa daunnya ya? Luar biasa..

Ketika beliau tiba di Sidratul Muntaha, suasana gersang, namun tiba-tiba, dengan mata kepala beliau sendiri, beliau menyaksikan tiba-tiba suasana berubah menjadi hijau, indah luar biasa.

“Ya Rasulullah, seperti apa keindahan saat itu?”

Beliau hanya menjawab, “Lidahku kelu seperti digunting. Tidak ada kata-kata yang bisa menyebutkan tentang indahnya Sidratul Muntaha.”

Subhanallah.. Padahal beliau adalah yang paling pandai kalau menerangkan sesuatu.

Kalau seandainya beliau ada di sini hari ini, lalu beliau harus bicara dengan bahasa Arab menerangkan tentang Rukun Iman, maka kita akan mengerti apa yang dijelaskan oleh beliau, walaupun kita tidak bisa bahasa Arab. Karena beliau paling pandai cara menerangkan tentang makna dan makna dan makna.

Tetapi begitu ditanya, bagaimana keindahan Sidratul Muntaha? Kelu.

“Yang paling dekat ya Rasulullah, seperti apa?”

Beliau menjawab dengan perlahan, “Seperti kupu-kupu.. yang terbuat dari emas.. yang mengepakkan sayapnya dengan perlahan..” Subhanallah..

Coba kalau ada yang melihat kupu-kupu, pasti merasakan keindahannya kan?

Tidak ada ceritanya orang yang tidak suka melihat kupu-kupu, sampai saking senangnya, kalau ada kupu-kupu, dikatakan, ‘oh ada tamu agung’, bukan mengatakan, ‘waduh bencana’. Saking semuanya sepakat bahwa kupu-kupu itu indah.

Itu hanya pengibaratan saja yang bisa diucapkan dengan kata-kata, “Seperti kupu-kupu yang terbuat dari emas, yang kepakan sayapnya pelan-pelan, Ting! Ting!”

Subhanallah.. Luar biasa.. Ketika suasana berubah menjadi hijau, indah luar biasa, Rasulullah SAW tahu bahwa itu terjadi karena Allah SWT tiba.

Apakah beliau melihat Allah SWT?

Tidak.

Begitu tahu Allah SWT datang, beliau langsung sujud, di Sidratul Muntaha, tempat yang tidak pernah ada makhluq lain sujud di sana.

Sambil sujud beliau mengatakan:

“At tahiyyatush sholawatut thoyyibatu lillah”

Salam takzhimku untuk-Mu..

Salam taatku untuk-Mu..

Salam cintaku untuk-Mu..

Subhanallah..

“Hormatku, ketaatanku, cintaku, hanya untuk-Mu, Allah SWT”

Dijawab oleh Allah SWT:

“Assalamu ‘alayka ayyuhan nabiyyu wa rahmatullahi wabarakatuh”

Lalu dijawab oleh Rasulullah SAW:

“Assalamu’alaina wa ‘ala ibadillahish sholihin”

Yang hakikatnya, Rasulullah SAW hendak mengatakan,

“Ya Allah, keselamatan dari-Mu itu jangan hanya untuk aku, tapi tolong berikan juga untuk hamba-hamba Mu yang shaleh, umatku.”

Subhanallah.. betapa cintanya Rasulullah SAW kepada kita..

Beliau tidak mengabaikan kita di depan Allah..

Beliau tidak pernah melupakan kita di manapun beliau berada..

Jadi, kalimat awal dalam bacaan tahiyat saat sholat adalah percakapan dengan Allah SWT.

Kini kita tahu itu.

Selama ini, kadang kita baca tahiyat bablas saja, tanpa hadirnya hati, hanya basa-basi saja. Padahal itu hakikatnya adalah percakapan dengan Allah SWT.

Maka, cobalah untuk melakukannya dengan takzhim, khidmat, penuh kekhusyukan. Ingatlah bahwa ini adalah percakapan dengan Allah SWT, bahwa ini adalah salam keselamatan dari Allah SWT untuk kita.

Subhanallah.. ini adalah nikmat yang luar biasa.. bukan hanya ucapan an-sich tanpa makna..

Kini kita paham bahwa ketika tahiyat adalah salam taat penuh cinta kepada Allah SWT, yang dijawab-nya dengan salam-keselamatan untuk Rasulullah SAW, dan salam-keselamatan untuk kita –umat Rasulullah- dari Allah SWT.

Allahu Akbar!

Mulai sekarang, yuk khidmat khusyuk sholat kita..

Itulah adabnya, tumakninah gerakannya, ucapannya nikmat..

Setelah itu Allah SWT mengatakan, “Ya Rasulullah, Aku berikan kepadamu hadiah sebagai oleh-oleh perjalanan ini, hadiah untukmu dan untuk umatmu. Khusus Aku undang kau kemari untuk menerima hadiah ini tanpa melalui perantara Jibril, hadiah khusus untukmu dan umatmu. CintaKu untukmu dan umatmu, Aku berikan hadiah sholat.”

Subhanallah..

Berikut kutipan dari Mutiara Hikmah Buya Yahya : Sidratil Muntaha dan Tempat Manusia AgungBulan ini adalah bulan rojab, jutaan manusia dingatkan kepada sebuah peristiwa agung yang tidak pernah terjadi pada makhluk Allah SWT dari dulu hingga nanti kecuali kepada nabi Muhammad SAW. Peristiwa luar biasa Isra-mi'raj.Ada hal yang sering dilupakan oleh kebanyakan orang tentang tempat mulya Sidratul-muntaha dan Mustawa, tempat yang Allah tidak memperkenankan siapapun menginjakkan kakinya di sana kecuali Rasulullah SAW. Bahkan Malaikat Jibril paling mulyanya malaikatpun tidak berani dan tidak bisa sampai kepada tempat tersebut.Hal lain lagi adalah naik turunya nabi Muhamad untuk mengambil pendapat dari Nabi Musa, berikut perbincangan Rasulullah SAW dengan Allah SWT di tempat tersebut. Kejadian dahsyat dan luar biasa ini sungguh mengagumkan hati ahli iman. Ini adalah memang urusan hati dan tidak akan bisa faham kejadian ini kecuali ahli iman.Kejadian dahsyat dan luar biasa (Isra-mi'raj) ini sungguh mengagumkan hati ahli iman. Ini adalah memang urusan hati dan tidak akan bisa faham kejadian ini kecuali ahli iman.Hal yang perlu di cermati dibalik kisah luar biasa ini adalah hanyutya sebagian orang dalam irama kekaguman terhadap kisah sidratul-muntaha dan mustawa berikut dialog Rasulullah SAW dengan Allah SWT. Hingga sampailah pada titik keyakinan bahwa Rasulullah berdialog dengan Allah SWT di tempat itu karena menganggap disitulah tempat Allah SWT. Dan mungkin juga terbayang sebuah suasana hening saling duduk berhadapan dan berdampingan antara Allah SWT dengan Rasulullah SAW.Inilah kesesatan aqidah bahkan itulah kekafiran yang tersembunyi dibalik sebuah keyakinan. Disinilah orang sering salah alamat, seolah telah meyakini Tuhan Allah SWT yang (laisa kamtslihi syaiun)tidak diserupai aleh apa dan siapapun, akan tetapi ternyata telah tersesat di jalan menyerupakan Allah dengan makhlukNya. Meyakini Allah SWT bertempat, berhadap-hadapan dengan Rasulullah SAW adalah salah jalan dalam beriman kepada Allah SWT.Begitu indah dan istimewanya perjalanan Isro-mi'roj, mempesonakan hati yamg mencari-cari keteduhan dibalik penghambakan kepada Allah SWT. Menghadirkan renungan dalam makna sambung komunikasi dengan Allah Yang Maha Agung yang terurai dalam kekhusukan dalam Sholat. Shalat lima waktu.Akan tetapi Shalat yang semestinya penghambaan kepada Allah bisa berubah menjadi penyembahan kepada berhala yang di hayalkan jika ternyata seorang yang lagi Sholat telah meyakini tuhanya duduk dan membutuhkan tempat, buah kesalah pahaman akan isra mi'rojnya Rasulullah.Shalat yang semestinya penghambaan kepada Allah bisa berubah menjadi penyembahan kepada berhala yang di hayalkan jika ternyata seorang yang lagi Sholat telah meyakini tuhanya duduk dan membutuhkan tempat, buah kesalah pahaman akan isra mi'rojnya Rasulullah.Sungguh benar Rasulullah SAW telah diperjalankan oleh Allah SWT dari masjidil-haram ke masjidil-aqsa lalu menembus langit ketujuh hingga albaitil-makmur dan sidratul-muntaha dengan ruh dan jasadnya. Lalu berdialog dengan Allah SWT. Itulah tempat kemulyaan yang hanya disediakan untuk memulyakan Rasulullah SAW saja.Yang perlu diyakini bahwa tempat itu bulkanlah tempat Allah SWT. Sebab Allah SWT yang menciptakan tempat. Sebelum Allah SWT menciptakan tempat Allah SWT tidak butuh kepada tempat dan setelah Allah

SWT menciptakan tempat Allah SWT tetap tidak butuh kepada tempat. Tidak bisa dan tidak boleh menyebut Allah SWT bertempat.Bagi Allah SWT sangat mudah mengajak dialog khusus dengan Rasulullah SAW dimana saja. Bisa di Indonesia, Malaysia dan Amerika atau di bukit Tursina seperti yang pernah terjadi pada nabi Musa. Akan tetapi untuk seorang Nabi yang paling Allah SWT cintai dan mulyakan, Allah SWT mengingikan dialog dengan kecintaanNya itu di tempat yang sangat istimewa yang tidak penah dijamah oleh apa dan siapapun.Tempat tersebut adalah tempat untuk memulyakan Rasulullah SAW dan bukan tempatnya Allah SWT. Maha suci Allah SWT yang tidak diserupai oleh segala ciptaan Nya.

Wallahu a'lam bishshowab.Seorang ulama Ahlussunnah wal Jama'ah, keturunan cucu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, Sayyid Muhammad bin Alwi Maliki menguraikan dalam kitabnya "Wa huwa bi al’ufuq al-a’la" yang diterjemahkan oleh Sahara , publisher dengan judul Semalam bersama Jibril ‘alaihissalam: Rekaman berbagai peristiwa besar sepanjang perjalanan akbar dari Mekkah al-Mukarramah menuju Sidrah al Muntaha pada halaman 284 dan 286 menyampaikan :Halaman 284 :

"Walaupun dalam kisah mi’raj yang didengar terdapat keterangan mengenai naik-turunnya Rasulullah, seorang muslim tidak boleh menyangka bahwa antara hamba dan Tuhannya terdapat jarak tertentu, karena hal itu termasuk perbuatan kufur. Na’udzu billah min dzalik.Naik dan turun itu hanya dinisbahkan kepada hamba, bukan kepada Tuhan. Meskipun Nabi shallallahu alaihi wasallam pada malam Isra’ sampai pada jarak dua busur atau lebih pendek lagi dari itu, tetapi beliau tidak melewati maqam ubudiyah (kedudukan sebagai seorang hamba).Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam dan Nabi Yunus bin Matta alaihissalam, ketika ditelan hiu dan dibawa ke samudera lepas ke dasar laut adalah sama hal ketiadaan jarak Allah ta’ala dengan ciptaan-Nya, ketiadaan arahNya, ketiadaan menempati ruang, ketidakterbatasannya dan ketidaktertangkapnya. Menurut suatu pendapat ikan hiu itu membawa Nabi Yunus alaihissalam sejauh perjalanan enam ribu tahun. Hal ini disebutkan oleh al Baghawi dan yang lainnya.Apabila anda telah mengetahui hal itu, maka yang dimaksud bahwa Nabi Shallallahu walaihi wasallam naik dan menempuh jarak sejauh ini adalah untuk menunjukkan kedudukan beliau di hadapan penduduk langit dan beliau adalah makhluk Allah yang paling utama. Penegertian ini dikuatkan dengan dinaikkannya beliau diatas Buraq oleh Allah ta’ala dan dijadikan sebagai penghulu para Nabi dan Malaikat, walaupun Allah Mahakuasa untuk mengangkat beliau tanpa menggunakan buraq".

Halaman 286 :"Ketahuilah bahwa bolak-baliknya Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam antara Nabi Musa alaihissalam dengan Allah subhanahu wa ta’ala pada malam yang diberkahi itu tidak berarti adanya arah bagi Allah subhanahu wa ta’ala. Mahasuci Allah dari hal itu dengan sesuci-sucinya.Ucapan Nabi Musa alaihissalam kepada beliau, “Kembalilah kepada Tuhanmu,” artinya: “kembalilah ke tempat engkau bermunajat kepada Tuhanmu. Maka kembalinya Beliau adalah dari tempat Beliau berjumpa dengan Nabi Musa alaihissalam ke tempat beliau bermunajat dan bermohon kepada Tuhannya. Tempat memohon tidak berarti bahwa yang diminta ada di tempat itu atau menempati tempat itu karena Allah Subhanahu wa ta’ala suci dari arah dan tempat. Maka kembalinya Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam kepadaNya adalah kembali Beliau meminta di tempat itu karena mulianya tempat itu dibandingkan dengan yang lain. Sebagaimana lembah Thursina adalah tempat permohonan Nabi Musa alaihissalam di bumi.Walaupun beliau pada malam ketika mi’rajkan sampai menempati suatu tempat di mana Beliau mendengar gerak qalam, tetapi Beliau shallallahu alaihi wasallam dan Nabi Yunus alaihissalam ketika ditelan oleh ikan dan dibawa keliling laut hingga samapai ke dasarnya adalah sama dalam kedekatan dengan Allah ta’ala. Kaerena Allah Azza wa Jalla suci dari arah, suci dari tempat, dan suci dari menempati ruang.Al Qurthubi di dalam kitab at-Tadzkirah, mengutip bahwa Al Qadhi Abu Bakar bin al-’Arabi al Maliki mengatakan, ‘Telah mengabarkan kepadaku banyak dari sahabat-sahabat kami dari Imam al-Haramain Abu al Ma’ali Abdul Malik bin Abdullah bin Yusuf al Juwaini bahwa ia ditanya, “Apakah Allah berada di suatu arah?” Ia menjawab, “Tidak, Dia Mahasuci dari hal itu” Ia ditanya lagi, “Apa yang ditunjukkan oelh hadits ini?” Ia menjawab, “Sesungguhnya Yunus bin Matta alaihissalam menghempaskan dirinya kedalam lautan lalu ia ditelan oleh ikan dan menjadi berada di dasar laut dalam kegelapan yang tiga. Dan ia menyeru, “Tidak ada Tuhan selain Engkau. Mahasuci Engkau, Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zhalim,” sebagaimana Allah ta’ala memberitakan tentang dia. Dan ketika Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam duduk di atas rak-rak yang hijau dan naik hingga sampai ke suatu tempat di mana Beliau dapat mendengar gerak Qalam dan bermunajat kepada Tuhannya lalu Tuhan mewahyukan apa yang Ia wahyukan kepadanya, tidaklah Beliau shallallahu alaihi wasallam lebih dekat kepada Allah dibandingkan Nabi Yunus alaihissalam yang berada dikegelapan lautan. Karena Allah Subhanahu wa ta’ala dekat dengan para hambaNya, Ia mendengar doa mereka, dan tak ada yang tersembunyi atasNya, keadaan mereka bagaimanapun mereka bertindak, tanpa ada jarak antara Dia dengan mereka. Jadi, Ia mendengar dan melihat merangkaknya semut hitam di atas batu yang hitam pada malam yang gelap di bumi yang paling

rendah sebagaimana Ia mendengar dan melihat tasbih para pengemban ‘Arsy di atas langit yang tujuh. Tidak ada Tuhan selain Dia, yang mengetahui yang gaib dan yang nyata. Ia mengetahui segala sesuatu dan dapat membilang segala sesuatu".

> Aba ZerraJadi yang harus diyakini saat sholat itu gmn ?? kan banyak yg bilang, klo sholat itu dialog dgn Allah, menyembah Allah, apa yg harus dibayangkankan ? Kan kita berkeyakinan Allah ada tanpa arah dan tempat...mohon penjelasannya..biar manteb tauhidnya..> Alif Jum'an Azend Aba Zerra, Dalam penggalan riwayat sebuah hadits yang sangat masyhur disebutkan : ".......Lalu orang itu bertanya lagi : ”Lalu terangkanlah kepadaku tentang ihsan.” (Beliau) menjawab: “Hendaklah engkau beribadah kepada Alloh seolah-olah engkau melihat-Nya. Namun jika engkau tidak dapat (beribadah seolah-olah) melihat-Nya, sesungguhnya Ia melihat engkau". Dari situ bisa didapat Makna Ihsan dalam beribadah. Sebuah amal dikatakan hasan cukup jika diniati ikhlas karena Allah, adapun selebihnya adalah kesempurnaan ihsan. Kesempurnaan ihsan meliputi 2 keadaan :

1. Maqom Muraqobah yaitu senantiasa merasa diawasi dan diperhatikan oleh Allah dalam setiap aktifitasnya,

2. Maqom Musyahadah yaitu senantiasa memperhatikan sifat-sifat Allah dan mengaitkan seluruh aktifitasnya dengan sifat-sifat tersebut. Maqom ini lebih tinggi daripada maqom pertama. Jadi ihsan dalam beribadah BUKAN BERARTI DENGAN MEMBAYANGKAN Allah.

Proses Penciptaan Nabi Adam, Persenyawaan Atom dan Sinar Kosmik ?Posted on 20 November 2011 | 42 Komentar

Di dalam tubuh manusia, 86%-nya terdiri dari 4 unsur dominan, yaitu :

– Oksigen (65%)

– Karbon (18%)

– Hidrogen (10%)

– Nitrogen (3%)

(lihat : unsur-unsur kimia tubuh)

Hal ini, nampaknya bersesuaian dengan berita yang terkandung di dalam ayat-ayat Al Qur’an, sebagaimana terdapat pada 6 (ayat) berikut :

1. QS. Ar Rahman (55) ayat 14:

“Dia (Allah) menjadikan manusia dari tanah liat (shal-shal) seperti tembikar (fakhkhar = tanah yang dibakar)”.

Yang dimaksudkan dengan kata “shal-shal” di ayat ini ialah: tanah kering atau setengah kering yakni “zat pembakar” atau oksigen (O), sedangkan kata “fakhkhar“,  ialah “zat arang” atau atom karbon (C).

2. QS. Al Hijr (15) ayat 28:

“Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat; sesungguhnya Aku (Allah) hendak menciptakan seorang manusia (Adam) dari tanah liat (shal-shal) dan lumpur hitam (hamaa-in) yang berbentuk (berupa)”.

Di ayat ini kata “shal-shal” yang bermakna oksigen (O), sedangkan kata “hamaa-in” ialah “zat lemas” atau nitrogen (N).

3. QS. As Sajadah (32) ayat 7:

“Dan (Allah) membuat manusia berasal dari pada tanah (thien)”.

Yang dimaksud dengan kata “thien” (tanah) di ayat ini ialah atom hidrogen (H).

4. QS. Ash Shaffaat (37) ayat 11:

“Sesungguhnya Aku (Allah) menjadikan manusia dari tanah liat (laazib)”.

Yang dimaksud dengan kata “laazib” (tanah liat) di ayat ini merupakan hasil persenyawaan antara “zat besi” atau ferrum (Fe) dengan Yodium, Kalium, Silika, dan Mangaan.

5. QS. Ali Imran (3) ayat 59:

“… Dia (Allah) menjadikan Adam dari tanah (turab) kemudian Allah berfirman kepadanya ‘Jadilah engkau’, lalu berbentuk manusia”.

Yang dimaksud dengan kata “turab”(tanah) di ayat ini ialah “unsur-unsur zat asli yang terdapat di dalam tanah” yang dinamai “zat-zat anorganis”.

6. QS. Al Hijr (15) ayat 29:

“Maka setelah Aku (Allah) sempurnakan (bentuknya), lalu Kutiupkan ruh-Ku kepadanya (Ruh daripada-Ku)…”.

Di ayat ini, menerangkan tentang proses terakhir kejadian manusia, yaitu melalui ditiupkannya ruh. Proses yang melibatkan “campur tangan” MAHA PENCIPTA ini, menjadi pembeda antara Kaum Beriman dengan Kaum Atheis. Pihak Atheis menolak, proses munculnya kehidupan yang datangnya dari ALLAH, sementara mereka sendiri kebingungan untuk menjawab, darimana datangnya asal kehidupan itu?

Pada ke-enam ayat Alquran ini Allah telah menunjukkan tentang proses kejadiannya Nabi Adam sehingga berbentuk manusia, lalu ditiupkan ruh kepadanya sehingga manusia bernyawa (bertubuh jasmani dan rohani).

Sebagaimana disebutkan pada ayat yang ke-lima tentang kata“turab” (tanah) ialah zat-zat asli yang terdapat di dalam tanah yang dinamai zat anorganis. Zat anorganis ini baru terjadi setelah melalui proses persenyawaan atom.

Jelasnya adalah Persenyawaan antara fakhkhar (atom karbon (C) = zat arang), shal-shal (atom oksigen (O)= zat pembakar),hamaa-in (atom nitrogen (N) = zat lemas) dan thien (atom hidrogen (H) = zat air), kemudian bersenyawa dengan “laazib” yang merupakan hasil persenyawaan besi (Ferrum/Fe), Yodium, Kalium, Silika, dan Mangaan.

Dalam proses persenyawaan tersebut, lalu terbentuklah “Turab” (zat-zat anorganis) dalam QS. Ali Imran (3) ayat 59. Dan salah satu di antara zat-zat anorganis yang penting ialah “Zat Kalium/Ca” yang banyak terdapat dalam jaringan tubuh, terutama di dalam otot-otot. Zat Kalium ini dianggap terpenting karena mempunyai aktivitas dalam proses hayati, yakni dalam pembentukan badan halus.

Dengan berlangsungnya aktivitas “proteinisasi” berlanjut kepada “proses penggantian” yang disebut “substitusi”. Setelah selesai mengalami substitusi, lalu menggempurlah elektron-elektron kosmik yang mewujudkan sebab pembentukan (formasi), dinamai juga “sebab wujud”atau Causa Formatis.

Adapun sinar kosmik merupakan sinar yang mempunyai kemampuan untuk mengubah sifat-sifat zat yang berasal dari tanah. Maka dengan mudah sinar kosmik dapat mewujudkan pembentukan tubuh manusia (Adam) berupa badan kasar (jasmaniah), yang terdiri dari badan, kepala, tangan, mata, hidung telinga dan seterusnya.

WaLlahu a’lamu bishshawab

Sumber : Dialog Keagamaan (Malam Ke-6) : Antonius Widuri – Bahauddin Mudhary, Dialog Perihal Kejadian Manusia Yang Berasal Dari Tanah dan Refleksi Nuzulul Quran : Dahsyatnya Quran Tentang Penciptaan Adam

Ilmu Pengetahuan (dari buku "Setetes Rahasia Alam Tuhan) Expand Messages

Gatot

Message 1 of 5 , Oct 26, 2009

Halo semuanya,

Saya sedang membaca buku berjudul "Setetes Rahasia Alam Tuhan Melalui Peristiwa Metafisika Al-Miraj" karya KH. Bahaudin Mudhary (Surabaya:Pustaka Progresif, cet3, 2002). Penulis adalah salah seorang Kyai kontemporer kelahiran Sumenep Madura yang hidup tahun 1921 hingga 1979. Wawasannya sangat luas termasuk fasih berbahasa Arab, Belanda dan Jepang. Saya mulai enjoy dengan buku ini karena ada semacam "jembatan" yang menghubungkannya dengan ufologi walaupun untuk itu kita mesti menghubung2kannya sendiri. Buku ini memang berangkat dari peristiwa Isra Mi'raj namun dikupas secara berbeda dibanding dengan buku-buku tentang Isra Mi'raj lainnya. Saya baru sampai pertengahan buku, namun sejumlah pendangan2nya sudah mengusik saya. bahkan ada satu bab yang berjudul "Pesawat angkasa yang dibuat dari materiel dan immateriel".

Ada satu bagian yang menarik tentang ilmu pengetahuan. Berikut saya petik dari halaman 24-25:

Ilmu pengetahuan itu sendiri ada beberapa macam, misalnya:

1. Ilmu Pengetahuan Eksakta, yaitu ilmu pengetahuan yang menuju obyek-obyek yang lahir, yang berhubungan dengan benda-benda kasar serta dapat ditangkap oleh panca indera lahir seperti: astronomi, biologi, botani, zoologi, geologi, kimia, matematika dan sebagainya.

2. Ilmu Pengetahuan Abstrak, yakni ilmu pengetahuan yang mempunyai obyek-obyek yang tidak dapat ditangkap oleh panca indera lahir, seperti ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan kejiwaan, misalnya mengetahui makhluk-makhluk yang hidup dalam alam yang mempunyai 4 (empat) dimensi seperti, roh, jin, hantu dan semacamnya. untuk mempelajarinya dibutuhkan ilmu pengetahuan sebagai alat, misalnya: meta geometri, meta kimia, atau ilmu pengetahuan yang serba meta. Dengan pertolongan rohaninya, manusia dapat melihat walaupun matanya tertutup. mampu membaca buku dalam keadaan mata tertutup itu. Dalam zaman modern telah diteliti oleh sebagian sarjana Barat dan Timur yang kemudia memunculkan ilmu-ilmu yang serba gaib seperti magnetisme, hipnotisme, spiritisme, heil magnetisme, verbogen, krachten, sugesti, mediumschap, telepati, somnambulisme, dan lain sebagainya.

3. Ilmu Pengetahuan Relatif, adalah ilmu pengetahuan yang menuju obyek-obyek yang gaib mutlak, yang tidak dapat diraba dan diketahui atau dianalisis dengan panca indera lahir atau otak jasmani, seperti peristiwa surga, neraka, bidadari, malaikat dan semacamnya.

4. Ilmu Pengetahuan Absolut, adalah ilmu pengetahuan yang memiliki obyek menuju ke arah Yang Maha Mutlak, seperti: adanya Tuhan, arasy, alam, wahda-niyah dan lain-lain yang berhubungan dengan itu.

Salam,Gatot TR Nur Agustinus

Oct 26, 2009

Sepertinya... kita nggak ngutak atik ilmu pengetahuan absolut, dan mungkin juga ilmu pengetahuan relatif. Tapi, kalau di luar negeri, bicara soal ancient astronaut, maka malaikat masuk kategori makhluk ET.

Apakah ufologi masuk kategori Ilmu Pengetahuan Abstrak? Sepertinya, gambaran yang diberikan oleh KH. Bahaudin Mudhary, yang masuk kategori ini adalah hal-hal yang bersifat paranormal dan metafisika. Namun, ufologi dengan sejumlah bukti yang adam bisa juga masuk kategori Ilmu Pengetahuan Eksakta. Hanya saja, obyeknya itu sendiri tidak dapat dihadirkan dan diperiksa bersama-sama secara empiris.

Memang ada upaya untuk membuat ufologi dari pengetahuan abstrak menuju ke pengetahuan eksakta. Namun, mungkin KH. Bahaudin Mudhary melupakan ilmu pengetahuan sosial. Psikologi, misalnya, adalah ilmu pengetahuan sosial dan bukan ilmu pengetahuan eksakta. Sebelum psikologi diakui sebagai ilmu di tahun 1879 (ditandai dengan berdirinya laboratorium psikologi pertama oleh Wundt, yang mempelajari tingkah laku manusia di Leipzig, Jerman.), ilmu kejiwaan masih masuk kategori ilmu semu atau pseudoscience. Hal ini sama

yang saat ini masih dialami oleh ufologi, yaitu masih pada ranah pseudoscience.

Apakah ufologi akan menjadi ilmu pengetahuan eksakta? Ataukah justru menjadi ilmu pengetahuan sosial? Kita tunggu saja, namun untuk menjadi seperti itu, perlu ada upaya, seperti Wundt membuat laboratorium pertama yang membuat akhirnya psikologi diakui sebagai sebuah ilmu pengetahuan.

Salam,nur agustinus

From: "Gatot" <gatottrir@...>

Show message history

[email protected]

Oct 27, 2009

UFO sangat terkait dengan perkembangan ilmu pengetahuan sejalan dengan peradaban manusia dan keyakinan manusia dalam konteks agama, khususnya pengetahuan akan Tuhan dan harapan2 yang muncul terkait segala sesuatu yang berasal dari langit, seperti: ratu adil, mahdi, satria piningit dan masehi.

Momen kepastian UFO adalah ketika kita, dalam suatu masa kelak secara bersama-sama melihatnya, diliput oleh seluruh saluran TV didunia lalu menunggu momen siapa yang muncul dan berharap mereka dapat menjawab semua pertanyaan kita khususnya tentang Tuhan dan kematian.

Saat ini kita buka mata dan kuping lebar2 utk informasi tentang UFO, mengaitkannya dalam teori ilmu2 dan (akan/sudah) menyebutnya dengan UFOLOGI.

Saya sangat berharap jika momen kedatangan apapun yang berasal dari atas (langit) terjadi dalam periode kehidupan kita saat ini, karena itulah menurut saya batas yang kita cari dan jika itu terjadi maka selanjutnya kita dapat bertanya pada mahkluk cerdas yang datang, yang tahu lebih banyak pengetahuan..bagaimana bertanyanya? Bahasa inggris, indo, jawa, bahasa lisan, telepati? Berakhirlah UFOLOGI.

Saat ini, (kembali secara pengetahuan) kita kenal 3 makhluk hidup: manusia, hewan dan tumbuhan. Kita kenal karena kita lihat dengan mata yang juga radar kita yang sepertinya dominan menangkap wujud unsur2 yang memantulkan cahaya seperti carbon. Bagaimana jika ada makhluk yang hidup dari unsur yang dilalui cahaya tapi hidup dan radar kita tidak menginderanya? Dan makhluk itu ada bersama kita tinggal di bumi ini. Jika tidak terdeteksi maka masuk kategori siluman.

Peradaban kita menuju pengetahuan yang bermuara pada teknologi pikiran, ketika dibarat, orang sudah dapat menggunakan kedua tangan sama baiknya, kita masih tertawa dengan tangan kidal (jika kita hanya bisa menggunakan 1 tangan bekerja maka gaji kita hanya 1/2). Teknologi ini akan secepat komputer perkembangannya, membuat kita menjadi dewa dalam kerendahan hati (ada trainer dari negara tetangga menyarankan afirmasi: aku adalah tuhan, energi baik ada padaku, dan katanya jika kau tak yakin, bertolak belakang dengan hatimu, jangan katakan). Lalu kita bisa mengindera makhkluk bumi lainnya, tidak hanya dari pantulan kaca dan sensitifitas alfa.

Mereka akan muncul ketika kita semua siap, karena 99 persen darwin akan benar. Dan keturunan kera itu sudah akan membuat micro-chip prosessor dari protein (hei..protein adalah awal kehidupan?!?kita adalah kumpulan chip??? gen sudah dipetakan, pohon kehidupan semakin terang dan siapa yang melakukan uji lab, memutasi kromosom kita?? Yang pasti bukan DOLLY)

Kita bisa tunda atau batalkan 2012 lalu mendukung pindahnya PBB ke Yerusalem, menjadi kota semua bangsa dan kehidupan menjadi tenang. Saat ini lennon masih 52,5 persen menjadi benar. Bayangkan (imagine).....

Teruslah mencari tanda-tanda, karena pada akhirnya kita akan siap.

Happy birthday BETAUFO!

Salam,JHU

Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

From: "Nur Agustinus" <bgm@...>

Date: Tue, 27 Oct 2009 11:55:49 +0700

To: <[email protected]>

Subject: Re: [betaufo] Ilmu Pengetahuan (dari buku "Setetes Rahasia Alam Tuhan)

Sepertinya.. . kita nggak ngutak atik ilmu pengetahuan absolut, dan mungkin juga ilmu pengetahuan relatif. Tapi, kalau di luar negeri, bicara soal ancient astronaut, maka malaikat masuk kategori makhluk ET.

Apakah ufologi masuk kategori Ilmu Pengetahuan Abstrak? Sepertinya, gambaran yang diberikan oleh KH. Bahaudin Mudhary, yang masuk kategori ini adalah hal-hal yang bersifat paranormal dan metafisika. Namun, ufologi dengan sejumlah bukti yang adam bisa juga masuk kategori Ilmu Pengetahuan Eksakta. Hanya saja, obyeknya itu sendiri tidak dapat dihadirkan dan diperiksa bersama-sama secara empiris.

Memang ada upaya untuk membuat ufologi dari pengetahuan abstrak menuju ke pengetahuan eksakta. Namun, mungkin KH. Bahaudin Mudhary melupakan ilmu pengetahuan sosial. Psikologi, misalnya, adalah ilmu pengetahuan sosial dan bukan ilmu pengetahuan eksakta. Sebelum psikologi diakui sebagai ilmu di tahun 1879 (ditandai dengan berdirinya laboratorium psikologi pertama oleh Wundt, yang mempelajari tingkah laku manusia di Leipzig, Jerman.), ilmu kejiwaan masih masuk kategori ilmu semu atau pseudoscience. Hal ini sama yang saat ini masih dialami oleh ufologi, yaitu masih pada ranah pseudoscience.

Apakah ufologi akan menjadi ilmu pengetahuan eksakta? Ataukah justru menjadi ilmu pengetahuan sosial? Kita tunggu saja, namun untuk menjadi seperti itu, perlu ada upaya, seperti Wundt membuat laboratorium pertama yang membuat akhirnya psikologi diakui sebagai sebuah ilmu pengetahuan.

Salam,nur agustinus

From: "Gatot" <gatottrir@yahoo. com>

> Ilmu pengetahuan itu sendiri ada beberapa macam, misalnya:> 1. Ilmu Pengetahuan Eksakta, yaitu ilmu pengetahuan yang menuju > obyek-obyek yang lahir, yang berhubungan dengan benda-benda kasar serta > dapat ditangkap oleh panca indera lahir seperti: astronomi, biologi, > botani, zoologi, geologi, kimia, matematika dan sebagainya.>> 2. Ilmu Pengetahuan Abstrak, yakni ilmu pengetahuan yang mempunyai > obyek-obyek yang tidak dapat ditangkap oleh panca indera lahir, seperti > ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan kejiwaan, misalnya mengetahui > makhluk-makhluk yang hidup dalam alam yang mempunyai 4 (empat) dimensi > seperti, roh, jin, hantu dan semacamnya. untuk mempelajarinya dibutuhkan > ilmu pengetahuan sebagai alat, misalnya: meta geometri, meta kimia, atau > ilmu pengetahuan yang serba meta. Dengan pertolongan rohaninya, manusia > dapat melihat walaupun matanya tertutup. mampu membaca buku dalam keadaan > mata tertutup itu. Dalam zaman modern telah diteliti oleh sebagian sarjana > Barat dan Timur yang kemudia memunculkan ilmu-ilmu yang serba gaib seperti > magnetisme, hipnotisme, spiritisme, heil magnetisme, verbogen, krachten, > sugesti, mediumschap, telepati, somnambulisme, dan lain sebagainya.>> 3. Ilmu Pengetahuan Relatif, adalah ilmu pengetahuan yang menuju

> obyek-obyek yang gaib mutlak, yang tidak dapat diraba dan diketahui atau > dianalisis dengan panca indera lahir atau otak jasmani, seperti peristiwa > surga, neraka, bidadari, malaikat dan semacamnya.>> 4. Ilmu Pengetahuan Absolut, adalah ilmu pengetahuan yang memiliki obyek > menuju ke arah Yang Maha Mutlak, seperti: adanya Tuhan, arasy, alam, > wahda-niyah dan lain-lain yang berhubungan dengan itu.>> Salam,

Ass. Wr. Wb.

Alhamdulillah, dari salah seorang rekan, saya sudah mendapatkan soft copy dari buku dengan judul Dialog Ketuhanan Yesus, yang filenya saya upload di groups. Yang berminat bisa mendownloadnya.

Sementara itu, saya masih sangat berharap untuk bisa mendapatkan copy dari buku lainnya yang berkaitan dengan Metafisika. Apakah ada Bapak2 atau Ibu2 yang memilikinya atau mengetahui ada yang memilikinya, dan bersedia untuk meminjamkan atau meminjamkannya, atau membuatkan copynya ?. Seluruh biaya yang timbul dan sekedar pelepas haus akan menjadi tanggungan saya.

Atas bantuan Bapak2 & Ibu2 semuanya saya ucapkan banyak terimakasih.

Wassalam.. Defnil (42 th)

----- Pesan Asli ---- Dari: "defnil@yahoo. com" <defnil@yahoo. com> Kepada: sd-smp-it-istiqomah-balikpapan@ yahoogroups. com Terkirim: Rabu, 26 Maret, 2008 18:18:07 Topik: Re: [sd-smp-it-istiqoma h-balikpapan] KRISTEN, KATOLIK BUKAN AGAMA SAMAWI!! - buku KH. Bahauddin Mudhary

Zaman masih kuliah di Bandung dulu, saya sempat dipinjamkan teman sebuah buku yang kalau nggak salah judulnya Dialog Ketuhanan Yesus, yang berisi kumpulan dialog selama 7 malam berturut-turut antara KH Bahauddin Mudhary (asal Sumenep-Madura) dengan seorang pemeluk kristen. Sebelum berdialog, Pak Kyai meminta pemeluk kristen yang penasaran tersebut untuk membawa Injil dari berbagai bahasa. Yang sangat menarik, 98 % dari seluruh dialog selama 7 malam itu, mereka "hanya" membicarakan & membahas isi Injil. Pemeluk Kristen itu akhirnya memutuskan menjadi mualaf di malam ke tujuh.

Saat itu saya sempat memborong beberapa buah buku tersebut yang lalu saya pinjam2kan ke teman2/kenalan2. Dan sayangnya tidak ada satupun yang kembali, dan sayapun tidak ingat siapa saja yang pernah meminjam atau saya kasih pinjam.

Oleh teman yang sama (mahasiswa Astronomi ITB), saya juga dipinjamkan buku karangan KH Bahauddin Mudhary juga yang judulnya ada kata2 Metafisika. Buku ini membahas dan mengupas peristiwa Isra' Mi'raj dari sisi fisika (meta), dan juga beberapa fenomena2 gaib/aneh/tidak masuk akal lainnya, sehingga hal2 tersebut menjadi masuk akal dan terlihat seperti peristiwa biasa. Saya juga sempat beli 2x, yang kemudian juga tidak tahu rimbanya.

Untuk saya kedua buku itu sangat fenomenal. Sudah cukup lama saya mencoba mencari ke dua buku tersebut di berbagai toko buku tanpa hasil. Kalau ada Bapak2/Ibu2 yang memilikinya, atau mengetahui ada yang punya, saya sangat ingin meminjamnya untuk saya fotocopy.

MUKJIZAT NABI MUHAMMAD SAW

        Disini dikisahkan beberapa dari sekian banyak mukjizat yang diberikan oleh Allah SWT kepada Mabi muhammad saw.

Dipotongnya Rambut Nabi SAW

Ketika Nabi Muhammad saw sedang membaca Al Qur’an pada malam Senin di rumahnya, datanglah Malaikat Jibril menemuinya.

Jibril segera berbicara kepada Rasulullah saw, "Aku membawa perintah dari Tuhan Yang Mahasuci, bahwa rambut Anda harus dipotong, dan jangan khawatir."

Nabi saw berkata, "Hai Jibril, siapakah yang akan menghadapiku nanti. Dan siapa yang mencukurnya. Dari mana pakaiannya yang akan kupakai nanti."

Malaikat Jibril menyampaikan pertanyaan tersebut kepada Allah SWT. Katanya, "Ya Tuhanku, aku datang akan mengabarkan bahwa kekasihmu benar-benar telah rela atas perintah keharusan dipotong rambut. Tetapi sekarang ini, ya Tuhan, ada permohonannya, bahwa siapa yang mendapat ijin menyaksikan ketika kekasihmu dipotong. Siapa yang memotongnya, dan juga dari mana Allah akan memberi pakaiannya."

Allah berfirman kepada Jibril bahwa yang akan memotongnya adalah Jibril, yang berdiri di hadapannya adalah cahaya Sang Pencipta langit dan bumi sedangkan pakaiannya diambil dari sorga, selembar daun pohon Tuba yang berwarna hijau dengan cahayanya yang bening. Anugerah Allah kepada Nabi Muhammad saw melebihi atas semua nabi dan rasul.

Jibril segera mengambil kain dari selembar daun pohon Tuba yang suci. Yang bercahaya begitu terang bagaikan sinar sang surya. Yang akan diberikannya kepada Rasul saw sebagai penutup badannya saat bercukur. Difirmankan dari Allah SWT bahwa daun Tuba itu sebagai anugerah dari Allah atas kenabian Muhammad saw.

Setelah tiba di hadapan Rasulullah saw, beliau kembali menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang pernah diajukan sebelumnya. Malaikat Jibril pun menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Jibril mulai memotong rambut Rasulullah saw pada hari senin tanggal 19 Ramadhan di hadapan para sahabatnya. Sesuatu yang menakjubkan bahwa helaian rambut beliau tidak ada yang jatuh ke tanah.

Nabi saw pun menanyakan hal itu, "Hikmah apa yang terkandung bahwa rambutku tidak ada yang jatuh satu helai pun ke atas tanah?"

Jibril menjawab, "Demi banyaknya rambut ini, jumlah rambutmu yang berada di kepalamu aku telah menghitungnya 126.666. Sementara itu, Bidadari-bidadari turun dari sorga untuk meminta rambutmu atas perintah Yang Agung."

Allah berfirman kepada para bidadari, "Kalian seluruh Bidadari, cepatlah turun ke dunia, Nabi-Ku sedang dipotong rambut. Kalian semua masing-masing mintalah rambut satu lembar. Hormatilah olehmu rambut Rasulullah. Ikatkan dengan baik rambut itu sebagai azimat agar diampuni dosamu,"

Bidadari-bidadari itu segera turun ke bumi untuk mengambil rambut Rasulullah saw. Kemudian mereka mengikatkannya ke jari kelingking kanannya masing-masing.

Nabi Muhamad Saw Menyusuri Langit

Bersama Jibril, Rasulullah saw mikraj menemui Allah SWT melalui tangga emas yang dihiasi mutiara dan permata yang berasal dari sorga. Perjalanan akan melalui langit yang tujuh lapis. Namun pada setiap anak tangga, mereka berdua telah menjumpai pemandangan-pemandangan yang menakjubkan bagi Rasulullah saw. Pada anak tangga pertama, Rasulullah saw melihat tujuh ribu barisan malaikat yang seluruhnya mengenakan mahkota emas seraya mengucapkan: ‘Subhanallah Wabihamdihi’.

Di anak tangga yang kedua dilihatnya pula barisan malaikat bermahkotakan emas, namun ada perbedaannya dengan malaikat-malaikat tadi, yaitu di dahinya tertulis ‘Subhanallahi Wabihamdihi, Subhanallahi Malikul Quddusi’.

Selanjutnya di anak tangga yang ketiga, mereka menjumpai malaikat yang berjumlah 300.000 berpakaian penuh ragamnya dan bermahkotakan emas pula. Dari mulutnya terpancar cahaya. Nabi Muhammad saw bertanya kepada Jibril mengenai mereka.

Dijawab oleh Jibril ‘alaihissalam, "Siapa saja umatmu yang membaca seperti yang dibaca oleh para malaikat itu yang berbunyi ‘Astaghfirullaah’, apabila mereka menguap, maka begitu pula cahaya yang akan keluar dari mulutnya”.

Pada anak tangga yang keempat, dijumpai malaikat-malaikat yang begitu banyak jumlahnya, yang hanya Allah saja mengetahui berapa banyak jumlahnya. Mereka senantiasa mengucapkan ‘La Ilaha lila Huwal Mubin’. Bacaaan itu, menurut malaikat Jibril, berfaedah menjadikan orang yang membacanya diampuni dosa-dosanya.

Di anak tangga kelima, mereka melihat para malaikat yang raut wajahnya bagaikan bulan purnama. Masing masing mengucapkan ‘Asyhadu An Laa llaha lllallaah Wa Asyhadu Anna Muhammadan Rasuulullaah’. Dan juga senantiasa mengucapkan tahmid (Alhamdulillah). Di sini, Rasulullah saw juga melihat dua cahaya yang berdampingan bagaikan dian yang tak kunjung padam. Gemerlapnya begitu dahsyat.

Rasul saw pun menanyakan mengenai hal itu, "Wahai Jibril, cahaya apakah gerangan yang kulihat itu. Dua berdampingan."

Jibril a.s. menjawab, "Wahai Muhammad, itulah tempatnya nyawa. Pada bagian sebelah timur, itulah yang disebut Baitul Mukmuran, yaitu tempat bersemayamnya nyawa yang tidak digunakan di dunia, adapun nyawa yang sudah digunakan, itulah yang dinamakan Jabatul Hannanu, yaitu tempat nyawa-nyawa yang sudah digunakan di dunia Kemudian tinggal tergantung di ‘Arsy."

Dalam sekejap mata seperti juga yang terjadi pada perjalanan sebelumnya mereka berdua telah sampai di anak tangga keenam. Lalu pada yang ketujuh. Anak tangga ini berjumlah tidak kurang dari 50 buah hingga langit ketujuh.

Kini, sampailah Rasulullah saw di langit yang pertama. Setelah meminta ijin terlebih dahulu kepada malaikat penjaganya, mereka berdua masuk ke langit ini. Para malaikat menghaturkan sujud penghormatan bagi makhluk mulia, Nabi Muhammad saw. Di sini, Jibril mengajak Rasulullah saw berjalan-jalan melihat keadaan sekitar. Di tempat ini, terlihat bintang-bintang yang gemerlapan di angkasa luas. Kemudian Jibril mengumandangkan adzan untuk melaksanakan shalat. Dengan diimami oleh Rasul saw, para malaikat bermakmum shalat sunat dua rakaat. Di langit pertama ini juga dilihat bulan oleh Rasulullah saw.

Kemudian perjalanan dilanjutkan ke langit kedua. Di langit ini, para malaikat mengucapkan shalawat ketika mengetahui kedatangan makhluk utama, Nabi Muhammad saw. Di langit kedua ini juga dilaksanakan shalat sunat.

Pada lapisan langit yang ketiga, Rasul SAW menjumpai seorang lelaki yang tengah duduk di atas kursi cahaya dengan dikelilingi oleh para malaikat yang bermahkotakan emas.

Nabi SAW pun mengucapkan salam kepada lelaki itu. Namun, ia tidak langsung menjawabnya, melainkan bertanya terlebih dahulu kepada Jibril, "Siapa yang memberiku salam?"

Jibril menjawab, "Tidakkah kamu mengetahui Muhammad, orang pilihan Allah Ta’ala serta diberi keselamatan."

Orang itu adalah Nabi Adam. Beliau sangat gembira mengetahui siapa yang memberi salam tadi. Segera Rasul saw dihampiri dan diciumnya. Rasulullah SAW belum mengetahui siapa orang yang tengah dihadapinya, dan ditanyakanlah kepada Jibril.

Nabi Adam a s. itu akan menangis ketika duduk kemudian menengok ke sebelah kiri, karena menyaksikan anak cucunya yang berada di dalam neraka. Dan akan tertawa, apabila melihat ke sebelah kanan, karena dilihatnya anak cucunya berada di sorga. Di tempat ini, Rasul SAW juga melaksanakan shalat sunat bersama para malaikat dan Nabi Adam a.s.

Kini perjalanan dilanjutkan kembali menuju langit keempat. Di langit ini mereka menjumpai seekor ayam berbulu putih. Mulut, mata, dan kakinya berwarna kuning. Di lidahnya dihiasi dengan permata yang berasal dari sorga. Di matanya dihiasi intan. Potoknya berwarna emas murni.

"Ayam apa gerangan itu, wahai Jibril," tanya Nabi saw.

Jibril menjawab, "Itulah ayamnya ‘Arsy. Kalau berkokok di sepertiga terakhir malam, akan mengikuti pula ayam-ayam yang ada di bumi. Kokoknya mengatakan, Wahai segenap yang tidur, bangunlah kalian semua.

Lalu sampaikan puji-pujian kepada Allah Ta’ala, agar kamu semuanya diberi rahmat Allah Ta’ala di akhirat’."

“Adapun bunyi kokoknya di siang hari ialah, ‘Sadarlah kalian seluruhnya atas keesaan Allah Ta’ala’ Mudah-mudahan kamu semua tidak dimasukkan-Nya ke dalam neraka."

Di tempat lain, mereka menjumpai malaikat yang tengah duduk di atas kursi yang bercahaya api, dalam keadaan yang sangat marah seraya memegang sabuk yang berasal dari api neraka. Pada setiap sabuknya ada delapan puluh orang yang mendapat hukuman. Apabila sabuk itu disimpan di atas bumi, akan hancurlah bumi ini.

Nabi Muhammad saw menyampaikan salam kepada malaikat tersebut. Namun, ia tidak menanggapinya. Maka Allah Ta’ala pun mengingatkannya, "Wahai malaikat si penjaga neraka. Kenapa engkau tidak sudi menyahuti salam orang yang Kurahmati. Sesungguhnya Aku tidak menciptakan engkau bersama dengan neraka dan sorga beserta seluruh isinya, kalau bukan karena Muhammad. Maka dialah yang kuinginkan mendapat kebesaran dan kemuliaannya."

Bergetarlah malaikat penjaga neraka menerima teguran dari Allah Ta’ala tersebut. Berkata Malaikat Jibril a.s., "Wahai Malaikat, tidakkah engkau mengenal orang yang dirahmati Allah Ta’ala di dua dunia."

Malaikat Penjaga Neraka itu berkata, "Wahai Muhammad, mohon kiranya dengan sangat engkau memaafkanku. Sebab saya ditakdirkan oleh Allah Ta’ala berwajah pemarah yang kutunggu ialah umatmu yang tidak mengikuti kelakuanmu. Akan Kuambil seluruh perlakuan buruknya yang sudah dilakukannya di dunia." Kemudian Nabi saw meminta untuk dibukakanya pintu neraka.

Malaikat Penjaga Neraka itu berkata, "Wahai Muhammad, tidak akan kubiarkan pintu neraka dibuka sebelum dunia kiamat."

Namun tiba-tiba terdengar suara yang berbunyi, "Bukakanlah pintu neraka, sebab tidaklah kuciptakan dunia itu bersama isinya kalau bukan karena Muhammad."

Akhirnya pintu neraka itu pun dibukakan untuk Nabi Muhammad saw. Seandainya neraka bocor sebesar lubang jarum saja, maka akan gelaplah langit dan bumi.

Rasul saw dan Jibril a.s. masuk ke dalamnya. Pertama yang dijumpainya adalah seorang laki-laki yang tengah disiksa dengan cara direbus di dalam dulang api neraka lalu dikait dengan besi. Lidahnya terjulur hingga ke tanah. Ketika Rasul saw menanyakan kepada Jibril perihal orang itu, maka dijawabnya, "Itulah umatmu yang menganiaya sesamanya, dan ia tidak bertobat sampai meninggalnya."

Kemudian dilihat ada sebuah rumah di dalam neraka. Di dalamnya terdapat tujuh puluh orang yang tengah disiksa. Ada lagi seorang laki-laki yang tengah dirantai kakinya. Rantainya membara karena terbuat dan api neraka. Kedua matanya ditusuk dengan besi. Mulutnya dituangi dengan timah panas yang meleleh. Tulang-belulangnya terkelupas terbakar api dan seraya terpangganglah ia di atas api neraka. Nabi saw bertanya, "Siapa gerangan yang disiksa sedemikian itu?"

Jawab Jibril bahwa itu adalah umat Nabi saw yang selalu bertikai dan saling konflik di antara mereka.

Terlihat pula sekelompok orang yang tengah disiksa dengan cara kepalanya berada di bawah, wajahnya terbalik menghadap ke belakang. Mukanya diserupakan dengan wajah babi. Sementara kedua tangannya terpotong. Tiba-tiba ia terlontar ke dalam api neraka yang tengah menyala-nyala. Jelas Jibril bahwa itu adalah umat Nabi saw yang sering mangambil hak milik sesama, serta busuk hatinya terhadap sesamanya juga.

Di tempat lain, Nabi SAW menyaksikan seorang penghuni neraka yang meraung-raung yang suaranya terdengar hingga ke langit ke tujuh, la adalah orang muda yang mati tidak bertobat.

Ada juga orang yang disiksa mulutnya dikait dengan besi yang lidahnya menjulur ke tanah, la adalah orang yang durhaka kepada orang tuanya hingga matinya.

Disaksikan pula seorang wanita yang berada di tengah api neraka. Wajahnya menghadap ke belakang. Lidahnya dituangi dengan cairan timah yang yang sedang mendidih. Mulutnya ditusuk dengan besi yang membara. "Itulah umatmu yang berkunjung ke tetangganya (pergi ke luar) tanpa mengenakan kerudung (jilbab)," jelas Jibril.

Dilihatnya juga seorang wanita yang tengah berada di atas, sedangkan kemaluannya ditusuk dengan besi dan menembus hingga ke mulutnya. Sementara itu kedua tangannya memegang erat bara api. la disiksa demikian karena sering pergi ke luar rumah tanpa seizin suaminya.

Peninjauan di dalam neraka dirasa sudah cukup. Mereka berdua pun keluar. Selanjutnya didirikanlah shalat sunat bersama para malaikat.

Kini mereka pergi menuju ke langit kelima. Di langit ini mereka menjumpai seorang laki-laki berada di tempat yang terbuat dari besi bersama para malaikat yang bermahkotakan emas "Siapakah itu wahai Jibril," tanya Nabi saw.

"Itulah Nabi Isa alaihiasalam," ujar Jibril a.s.

Nabi saw pun menghampiri untuk menyalaminya. Namun, Nabi Isa belum menanggapinya, dan bertanya kepada Jibril mengenai siapa orang yang menghampirinya itu. Ketika mengetahui siapa yang tengah berada di hadapannya, Nabi Isa segera mencium Nabi Muhammad saw. Lalu mereka melaksanakan shalat sunat.

Kini, perjalanan mikraj sudah berada di langit keenam. Di sini mereka menjumpai seorang laki-laki yang duduk di atas kursi cahaya. Dikelilingi oleh para malaikat. Ia adalah Nabi Musa ‘alaihiasalaam.

Nabi Musa menanyakan orang yang ada di hadapannya tersebut "Itulah orang yang dirahmati oleh Allah Ta’ala. la hendak naik ke langit menjumpai Tuhannya," ucap Jibril.

Dihampirilah Nabi Muhammad saw oleh Nabi Musa a s. seraya berpesan bahwa apabila telah kembali dari ‘Arsy, hendaklah singgah terlebih dahulu di tempatnya. Agar diketahui mengenai apa-apa yang disaksikan dan diberikan oleh Allah Ta’ala kepada Rasul saw.

Kemudian Jibril mengumandangkan adzan tanda akan didirikannya shalat bersama Nabi Musa dan para malaikat.

Perjalanan pun dilanjutkan kembali. Menyeberangi lautan-lautan yang begitu luas dan daerah-daerah yang penuh cahaya terang benderang. Melewati pula daerah-daerah yang gelap. Tiap macamnya dipisahkan oleh jarak 500 tahun perjalanan, la melewati tabir-tabir keindahan, kesempurnaan, rahasia keagungan. Di balik itu, terdapat 70.000 kelompok malaikat yang tengah bersujud. Mereka akan sujud dan tidak meninggalkan tempat, hingga hari akhir kelak.

Nabi Muhammad saw dan Malaikat Jibril kini berada di langit ketujuh Mereka menjumpai sebuah pohon yang sangat besar. Selembar daunnya saja masih lebih lebar dari planet bumi ini. Rasul saw meminta buah pohon tersebut kepada Malaikat penjaganya, namun ia menolaknya karena takut kepada Allah yang menugaskan menjaga pohon tersebut.

Jibril menegur Malaikat penjaga itu, "Wahai Malaikat, kenapa engkau enggan memberikan buah pohon Katubi itu. Tidakkah engkau mengenal orang yang dirahmati Allah Ta’ala ini."

Jibril pun mengambil buah pohon tersebut. Ternyata, di dalam buah itu terdapat.seorang anak bidadari. Seorang wanita yang mengenakan pakaian yang beragam coraknya. Bidadari itu akan dianugerahkan juga oleh Allah Ta’ala kepada umat Nabi Muhammad saw yang mengikuti akhlak beliau.

Setelah diperintahkan oleh Rasul saw, bidadari itu pun masuk kembali ke buahnya. Setelah itu mereka berdua melanjutkan perjalanannya kembali. Di suatu tempat, dijumpai banyak malaikat yang berada di sekitar sebuah pohon.

"Pohon apakah itu, wahai Jibril," tanya Nabi saw.

"Itulah yang dinamakan pohon Sidratul Muntaha," kata Jibril.

Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada sorga tempat tinggal. (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. (Q.S. 53:13-16)

Pada daun-daunnya ditulis mengenai umur setiap yang bernyawa. Nabi saw menghampiri seorang malaikat yang menjaga pohon tersebut, dan memberinya salam. Namun malaikat tersebut tidak menyahutnya. Jibril segera menegur malaikat tersebut. Mengetahui mengenai keberadaan Nabi saw malaikat itu pun segera a menjawab salamnya.

"Wahai Malaikat, apakah engkau yang menjaga (pohon) Sidratul Muntaha?" tanya Nabi saw.

"Sayalah Malaikat Maut," ujar sang Malaikat.

"Betapa banyak orang yang meninggal dunia dalam sehari semalam. Engkaukah yang mengambil nyawa mereka seluruhnya," tanya Nabi saw.

"Wahai Muhammad, itulah sebabnya ada sebanyak 700.000 pimpinan laskar malaikat pencabut nyawa. Sedangkan tiap-tiap pimpinan itu membawahi 700.000 malaikat. Saya hanya tinggal memperhatikan dedaunan itu. Jika tulisannya tanggal, Aku perintahkan malaikat pergi menjemput nyawanya si fulan di negeri anu," kata Malaikat Maut. "Jika saya ingin melihat seluruh isi dunia, hanya bagaikan sebuah cangkir yang kulihat di hadapanku. Tidak satu pun isi dunia yang luput dari penglihatanku."

Mereka berdua menjumpai pula sekelompok malaikat. Malaikat-malaikat tersebut disapa oleh Nabi saw, namun mereka tidak menjawabnya. Kemudian Allah menegur mereka. Teguran itu menghentakkan hati para malaikat tersebut. Pintanya kepada Nabi Muhammad saw. "Mohon dengan sangat, sudikah engkau memaafkan diriku. Sebab saya sudah ditakdirkan untuk tidak berkata-kata sebelum dunia kiamat."

Ada lagi kelompok malaikat yang berjumlah tujuh ribu orang. Setelah diperhatikan oleh Nabi saw, mereka terdiri atas empat jenis wajah. Ada yang berwajah mirip kerbau, ayam, manusia, dan macan.

Malaikat berwajah mirip kerbau adalah kelompok malaikat yang bertugas untuk menyebarkan rezeki bagi setiap ternak yang dimakan dagingnya. Kelompok malaikat yang berwajah mirip manusia bertugas untuk menyebarkan rezeki bagi setiap manusia. Malaikat yang berwajah mirip ayam bertugas untuk menyebarkan rezeki bagi setiap hewan unggas. Sedangkan malaikat yang berwajah mirip macan menyebarkan rezeki bagi semua binatang buas.

Di tempat lain, Nabi saw melihat malaikat yang kepalanya berjumlah tujuh ribu. Setiap kepala memiliki tujuh ribu rupa. Setiap rupa memiliki tujuh ribu mulut Setiap mulutnya memiliki tujuh ribu lidah. Di dalam satu lidahnya memiliki tujuh ribu bahasa yang dikuasainya, seluruhnya senantiasa memuji Allah Ta’ala. Malaikat ini selalu mendoakan keselamatan bagi orang yang berangkat menunaikan shalat, orang yang tengah menuntut ilmu, dan mereka yang berpuasa di bulan Ramadhan.

Kini perjalanan sudah sampai pada tujuannya. Bumi dan langit menjadi terlihat satu, dan hampir tidak dapat dilihat. Berada di depan hadirat Allah Ta’ala. Jibril membawakan usungan dari sorga untuk membawa Nabi saw. Tidak memiliki tiang dan tidak ada gantungannya. Dindingnya terpasang sutera. Beralaskan ambal. Kemudian Rasul saw menaikinya untuk pergi ke ‘Arsy tempat bersemayamnya Allah SWT.

Beliau harus melewati delapan puluh dinding cahaya. Ada pula beraneka ragam cahaya lainnya yang dapat disaksikan. Yang membuat Rasulullah saw terkesima. Tujuan pun telah sampai. Di sini tidak ada timur dan barat; tidak diketahui pula utara dan selatan. Merendah dirilah Sang Nabi SAW di hadapan Allah SWT.

Firman Allah Ta’ala berfirman kepada Nabi Muhammad SAW, "Wahai Muhammad, Aku sudah berada di hadapanmu. Tidak ada sesuatu yang mengantarai kita. Sama halnya dekatnya padi pada batangnya”.

Rasa takut mulai menyelimuti diri Rasul SAW, karena dirinya kini telah ada di hadapan Raja Segala Raja Alam Semesta. Beliau memuji Allah, "Attaahiyaatul Mubaarakaatuh Asshalawaatu Lillaah."

Allah Ta’ala berfirman, "Assalaamu ‘Alaika Ayyuhannabiyyu Warahmatullaahi Wa Barakaatuh”.

"Wa alaa Ibaadillaahis-Shaalihiina. AsyhaduAn Laa llaaha Ilallaah," ujar Nabi saw.

"WaAsyhadu Anna Muhammadan Rasuusullaahi. Kuberikan kepadamu shalat delapan puluh waktu sehari semalam. Bersama Qul Huwallaahu Ahad, QulA’uudzu, kedua-duanya, bawakanlah kepada umatmu”.

"Kujadikan alam beserta isinya hanya karena engkau, wahai Muhammad. Banyak sekali nabi yang Kuciptakan. Engkaulah yang paling Kukasihi. Engkau pulalah pengganti-Ku. Adapun Jibril, hanya Kujadikan utusan. Sedangkan engkau, wahai Muhammad, Engkaulah yang mewujudkan kemuliaan-Ku serta Kebesaran-Ku," firman Allah Ta’ala.

Pertemuan Tuhan dengan Makhluk-Nya itu pun berakhir. Beliau keluar dari lingkungan ‘Arsy. Usungan tadi membawa kembali dengan sendirinya kehadapan Jibril.

Nabi Muhammad saw mempersiapkan kembali perjalanannya untuk pulang ke bumi.

Dalam perjalanan pulang itu, Nabi saw menjumpai sebuah kota. Beliau mencoba melihat-lihat keadaan di dalamnya. Di sana dilihat ada sebuah rumah yang dindingnya terbuat dari emas dengan berhiaskan permata yang beraneka ragam. Tiangnya terbuat dari mutiara, dan Rasul saw mencoba melihat rumah tersebut dari atasnya. Ada sebuah gelas yang unik. Gelas itu tidak ada penyangganya, sedangkan di dalamnya terdapat seorang perempuan yang cantik jelita. Badannya bercahaya lebih terang daripada sinar matahari, apalagi bulan.

Setelah dijelaskan oleh sang perempuan itu, diketahuilah bahwa ia adalah bidadari yang dipersiapkan untuk para syuhada.

Dari tempat ini, Nabi Muhammad saw beranjak ke suatu tempat yang di dalamnya terdapat sebuah rumah besar. Dindingnya terbuat dari cermin yang beralaskan batu permata merah. Dan bubungannya terbuat dari permata zamrud. Kemudian ditemuinya pula empat buah sungai. Sungai madu,sungai susu, sungai tuak, dan sungai air bening. Di pinggir-pinggir sepanjang sungai tersebut berhamburan permata. Tidak lama kemudian ada seorang malaikat yang mengambil secangkir dari setiap air sungai itu. Kemudian dibawakan ke hadapan Rasulullah saw untuk dipilih sebagai minumannya.

Rasulullah saw pun memilih secangkir susu. Lalu diminumnya hingga tersisa setengah cangkir. Kemudian didengarlah ada suara yang mengatakan, "Wahai Muhammad, seandainya engkau meminum susu itu sampai habis, maka seluruh umatmu (akan menjadi) penghuni sorga."

Segera setelah mendengar suara itu, Rasulullah saw akan meminumnya kembali. Namun kata malaikat tadi, "Wahai Muhammad, sungguh sudah tidak diridhai Allah Ta’ala."

Suara tak berwujud itu terdengar lagi, "Sekiranya tuak itu yang engkau minum, maka umatmu berada dalam genggaman setan Wahai Muhammad, sekiranya madu itu yang engkau minum lebih dulu, maka umatmu akan lebih besar perhatiannya kepada dunia daripada akhiratnya."

Dari tempat itu, mereka berdua berjalan lagi dan menjumpai lagi komplek perumahan yang sangat banyak jumlahnya. Dinding-dindingnya terbuat dari cermin Di dalam setiap rumah itu terdapat empat puluh kamar. Setiap kamarnya ada empat puluh anak bidadari yang tengah menari-nari. Menurut Jibril, itu semua diperuntukkan bagi umat Nabi Muhammad SAW yang memiliki iman yang tebal. Yang senantiasa memuliakan alim ulama. Serta berakhlak mulia terhadap sesama muslim dan manusia lain.

Selanjutnya Nabi SAW dan Jibril menyaksikan jenis tumbuh-tumbuhan yang memiliki empat puluh rupa. Setiap rupanya berbuah empat puluh butir. Setiap buahnya memiliki empat puluh rasa.

Rasul saw penasaran mencoba menanyakannya kepada Jibril, "Rumah apa namanya itu, sedemikian banyak tanamannya."

"Itulah nantinya yang bakal dijanjikan untuk menjamu mereka vang mencintai agamanya. Serta senantiasa melaksanakan shaum di bulan Ramadhan. Serta murah hatinya terhadap sesama makhluk ciptaan Allah," jawab Jibril.

"Ceritakanlah kepada kaummu, sepanjang yang engkau lihat."

"Niscaya tidak akan percaya orang-orang Arab itu," ujar Rasul saw.

Menyahutlah Jibril, "Walaupun orang-orang Arab tidak akan mempercayaimu, dan biarkanlah pula kaum Nasrani itu mendustakanmu.”

Akhirnya mereka berdua turun ke langit berikutnya. Di tengah perjalanan, mereka bertemu kembali dengan Nabi Musa a.s Beliau bertanya, "Apa saja yang diberikan Tuhan kepadamu”.

Nabi saw menjawab “Shalat delapan puluh kali sehari semalam, bersama Quran sebanyak tiga puluh Juz dan (termasuk) Al Fatihah."

"Hai Muhammad, umatmu tidak akan mampu menunaikan shalat delapan puluh kali sehari semalam," sahut Nabi Musa as.. "Mintalah yang ringan dalam shalat."

Mendengar saran dari Nabi Musa itu, Rasul saw menyetujuinya dan kembali lagi ke hadirat Allah untuk mengajukan permohonan keringanan, Allah SWT berkenan untuk mengurangi jumlah rakaat shalat menjadi lima puluh rakaat.

Dalam perjalanan turun kembali, mereka berdua bertemu lagi dengan Nabi Musa a.s., dan ia menanyakan mengenai hasilnya. Setelah diberitahu, Nabi Musa as. menyarankan lagi kepada Rasul saw, agar diberi keringan lagi, karena umatnya masih akan tetap belum sanggup. Rasul saw lagi-lagi menerima usulan tersebut. Dan naiklah kembali ke ‘Arsy.

Di ‘Arsy, Allah SWT kembali menerima tuntutan keringanan jumlah rakaat shalat yang diajukan oleh Nabi saw. Saat itu rakaat shalat menjadi 45 rakaat. Namun ada tambahan perintah, yaitu puasa di bulan Ramadhan, puasa sunat enam hari di bulan Syawal, dan beribadah haji.

Setelah itu, Rasul saw kembali turun hendak meneruskan perjalanannya ke bumi. Namun, ketika berjumpa dengan Nabi Musa a.s., dan mengetahui jumlah rakaat yang telah diterima oleh Rasulullah saw, beliau menyarankan lagi agar minta keringanan kembali. Akan tetapi Nabi saw merasa malu untuk kembali meminta keringanan.

Kemudian terdengar suara, "Wahai hamba-Ku, sudah layaklah ditunaikan oleh umatmu shalat lima waktu dalam sehari semalam."

Dalam perjalanan pulang, mereka bertemu lagi dengan Nabi Adam a.s. dan Nabi Isa a.s. Para Nabi itu meminta kepada Nabi Muhammad saw agar menceritakan apa-apa yang telah dialaminya itu.

Sebuah Kisah di Balik Isra’ Mi’raj Nabi SAW Kisah percakapan, atau lebih tepat dikatakan perdebatan antara mahluk Allah yang bernama bumi dan langit juga menjadi salah satu sebab Allah memperjalankan dan mengundang Nabi SAW untuk menembus langit demi langit untuk langsung menghadap kepada-Nya. Percakapan yang sifatnya membanggakan diri ini mungkin mirip dengan kebanggaan Iblis ketika ia menolak perintah Allah untuk sujud kepada Nabi Adam AS, “Saya lebih baik daripada dia…dst…!!”

Perbedaan mendasarnya, kalau Iblis membanggakan dzat dan amal kebaikan dirinya yang dengan itu ia menolak perintah Allah untuk bersujud kepada Nabi Adam, sebagai bentuk penghormatan, bukan peribadatan. Sedangkan kebanggaan langit dan bumi, sebagai bentuk syukur atas karunia dan kelimpahan yang diberikan Allah kepadanya. Karena itulah iblis menuai laknat dan kutukan Allah hingga hari kiamat tiba akibat kebanggaannya yang berlebihan, sementara Allah justru menambah karunianya kepada langit, yang kalah dalam perdebatannya dengan bumi.

Semua itu berawal ketika bumi membanggakan dirinya kepada langit, “Aku lebih baik daripada dirimu, karena Allah menghiasi aku dengan berbagai negeri, lautan, sungai-sungai, pohon-pohon, gunung-gunung dan lain-lainnya.”

Langit berkata kepada bumi, “Justru aku yang lebih baik dari dirimu, Allah telah menghiasi diriku dengan matahari, bintang-bintang, bulan, cakrawala, planet-planet dan lain sebagainya.”

Bumi berkata lagi, “Padaku terdapat rumah (Baitullah, Ka’bah) yang selalu dikunjungi oleh para Nabi, para Rasul, para wali dan orang-orang mukmin secara umum, dan mereka selalu berthawaf kepadanya!!”

Langit tidak mau kalah, ia berkata, “Padaku ada Baitul Ma’mur, di mana para malaikat selalu berthawaf kepadanya. Padaku juga terdapat surga, yang merupakan tempat ruh para Nabi, ruh para Rasul, ruh para wali dan semua ruh orang-orang yang saleh!!”

Bumi berkata lagi, “Sesungguhnya pimpinan para rasul dan penutup para nabi, Kekasih Allah, Tuhan semesta alam, seorang rasul yang paling mulia dari segala yang ada, Muhammad SAW, yang semoga salam dan penghormatan selalu terlimpah kepadanya, ia tinggal dan menetap pada diriku, dan ia menjalankan syariatnya di atas punggungku!!”

Mendengar perkataan bumi yang membanggakan akan keberadaan Nabi SAW pada dirinya, langit tidak bisa memberikan argumentasi tandingan yang sepadan. Ia tahu bahwa Nabi SAW adalah mahluk termulia dan yang paling dicintai oleh Allah, dan faktanya tidak pernah sekalipun Nabi SAW menjejakkan kaki pada dirinya, apalagi membuat aktivitas-aktivitas yang membekas dan memberi kesan tersendiri pada beliau. Langit hanya terdiam, merasa kalah dan terpojok dengan dibandingkan posisi bumi.

Tetapi kemudian langit menghadapkan diri kepada Allah dan berdoa, “Ya Allah, Engkau selalu mengabulkan segala permintaan hamba-hamba-Mu yang dalam keadaan terdesak atau terjepit. Ya Allah, saat ini aku adalah hamba-Mu yang dalam keadaan terdesak dan tidak dapat memberikan jawaban yang sepadan kepada bumi!!”

Allah memperkenankan doa langit tersebut. Saat itu adalah tanggal duapuluh tujuh Rajab, Allah berfirman, “Wahai Jibril, hentikan dahulu tasbihmu pada malam ini!! Wahai Izrail, pada malam ini janganlah engkau mencabut ruh terlebih dahulu!!”

Jibril berkata, “Ya Allah, Apakah kiamat telah tiba masanya!!”

Memang, Jibril dan malaikat-malaikat lainnya tidak akan pernah berhenti melantunkan Tasbih kepada Allah, apapun keadaannya, kecuali jika hari kiamat telah tiba. Allah berfirman lagi, “Tidak, wahai Jibril, tetapi pergilah engkau ke surga, bawalah salah satu buraq di sana dan bawalah Muhammad datang menghadap-Ku malam ini!!”

Jibril segera memenuhi perintah Allah, ia datang ke surga dan dan melihat empatpuluh ribu Buraq sedang merumput di padang rumput surga, pada kening-kening buraq itu tertulis nama Muhammad SAW. Tampak satu buraq menunduk dan air matanya terus mengalir, tidak merumput seperti yang lainnya. Jibril menghampirinya dan berkata, “Apa yang terjadi dengan dirimu, wahai buraq!!”

Buraq itu berkata, “Wahai Jibril, sejak empatpuluh tahun yang lalu aku mendengar nama Muhammad SAW, dan hatiku terbakar rindu untuk bisa bertemu dengannya. Kerinduan itu begitu meliputiku sehingga aku tidak bisa lagi makan dan minum, kecuali aku telah bertemu dengan beliau!!”

Jibril tersenyum dan berkata, “Aku akan menyampaikan dirimu kepada orang yang selama ini kamu rindukan. Malam ini juga engkau akan bertemu dengan Muhammad SAW!!”

Kemudian Jibril memasang pelana dan tali pengikat dari sutera surga pada buraq itu dan membawanya turun ke bumi. Setelah selesainya peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi SAW, langit bisa memberikan argumentasi kepada bumi dan ia merasa kedudukannya cukup sejajar dengan bumi.

Diposkan oleh Ibnu Ghufron di 18.01 3 komentar:

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Bagikan ke Pinterest

Tanggapan atas Isra’ Mi’raj Nabi SAW Perjalanan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW bukanlah perjalanan biasa, dan bukan pula sebuah perjalanan

luar biasa dalam jangkauan pemikiran manusia, tetapi lebih dari semua itu adalah sebuah perjalanan mu’jizat. Artinya, setinggi apapun nantinya ilmu pengetahuan itu akan mencapai posisinya, sebanyak apapun nantinya rahasia alam semesta itu terungkap oleh manusia, mereka tidak akan pernah bisa “menapak-tilasi” perjalanan yang telah dialami oleh Nabi SAW dalam peristiwa Isra’ Mi’raj itu secara persis sama. Hal ini telah diindikasikan dengan awalan kata ‘Subkhaana’ (Maha Suci Allah) pada QS Al Isra ayat 1, yang menjelaskan tentang perjalanan Isra Nabi SAW.

Jarak antara Makkah di mana Baitul Haram berada dan Baitul Maqdis di Palestina, termasuk wilayah Syam, adalah sekitar 3.000 kilometer. Kafilah dagang kaum Quraisy biasanya memerlukan waktu sebulan untuk berangkatnya, dan sebulan pula ketika kembali. Hal itu disadari benar oleh Nabi SAW, beliau pernah menjalaninya bersama paman beliau Abu Thalib ketika berusia 12 tahun, atau ketika menjalankan perdagangan Khadijah saat berusia 25 tahun. Karena itu beliau sempat termenung diliputi kesedihan pada pagi harinya, orang-orang Quraisy sudah pasti tidak akan mempercayai cerita beliau ini. Tetapi perasaan seperti itu hanya hanya muncul sekejab saja, segera saja beliau tampak tenang dan mantap hatinya ketika teringat akan apa yang beliau alami semalam, di mana Allah telah menunjukkan secara langung tanda-tanda kekuasaan-Nya.

Saat itulah Abu Jahal datang dan berkata sinis, “Wahai Muhammad, apakah ada yang ingin engkau katakan, sehingga aku bisa memperoleh faedah darinya??”

Bagaimanapun juga Nabi SAW tidak akan mengatakan sesuatu kecuali kebenaran. Sebesar dan seberat apapun cacian, halangan dan siksaan yang akan beliau hadapi setelah Isra’ Mi’raj ini, kecil dan ringan saja bagi beliau. Terlepas dari fakta bahwa selama ini Abu Thalib dan Khadijah menjadi pembela yang kokoh, tetapi sebenarnya beliau menyandarkan diri hanya kepada Allah. Dengan berbagai macam ‘Tanda-tanda Kebesaran Allah’ yang ditunjukkan kepada beliau (linuriyahuu min aayaatinaa), kepasrahan dan tawakal beliau kepada Allah makin mengerucut saja. Tidak ada lagi ketakutan dan kekhawatiran ketika hanya Allah yang menjadi sandaran.

Mendengar pertanyaan menghina itu, dengan tenangnya Nabi SAW menjawab, “Benar, tadi malam aku telah diisra’kan (diperjalankan)!!”

“Ke mana?” Tanya Abu Jahal.

Nabi SAW berkata, “Ke Baitul Maqdis!!”

“Baitul Maqdis di Palestina??” Kata Abu Jahal tidak percaya, “Lalu pagi-pagi begini kamu telah berada di antara kami disini??”

“Benar!!” Kata Nabi SAW.

Tampak mata Abu Jahal berbinar gembira, seolah-olah ia telah memperoleh ‘kartu truft’ untuk bisa menghancurkan dan menghentikan dakwah Nabi SAW, dengan hal yang sangat tidak masuk akal itu. Ia berkata, “Apakah kamu mau menceritakan kepada kaummu yang lainnya, apa yang baru saja engkau ceritakan kepadaku??”

Beliau bersabda, “Baiklah!!”

Abu Jahal berteriak keras, “Wahai Bani Ka’ab bin Luay, kemarilah kamu semua!!”

Mereka segera datang dan berkumpul di sekitar Nabi SAW, kemudian Abu Jahal berkata, “Ceritakanlah kepada kaummu apa yang baru saja engkau katakan kepadaku!!”

Nabi SAW berkata, “Tadi malam aku telah diisra’kan (diperjalankan)!!”

Mereka bertanya, “Ke mana?”

Nabi SAW berkata, “Ke Baitul Maqdis!!”

“Baitul Maqdis di Palestina??” Kata mereka tidak percaya, “Lalu pagi-pagi begini kamu telah berada di antara kami disini??”

“Benar!!” Kata Nabi SAW.

Mereka saling berpandangan, tampak sekali mata mereka berbicara kalau Nabi SAW mungkin telah ‘tidak waras’. Tetapi ketika mereka memandang kembali kepada Nabi SAW yang tampak begitu tenang, dan sama sekali tidak tampak tanda-tanda kedustaan seperti biasanya, akal mereka jadi terguncang. Pada dasarnya mereka sangat mengenal Nabi SAW sebagai orang yang sangat benar dan terpercaya sejak masa kecilnya. Tidak pernah sekalipun mereka menentang dan mendustakan beliau sebelum beliau mendakwahkan Islam. Tetapi menghadapi kontradiksi logika ini, yakni ketidak-mungkinan menempuh Makkah-Palestina pulang pergi dalam semalam, dan Nabi SAW yang tidak pernah dan tidak mungkin berdusta sejak masih kecilnya, justru mereka yang menjadi terbengong. Ada sebagian dari mereka yang telah memeluk Islam menjadi murtad kembali. Sementara kebanyakan kaum kafir makin jauh tenggelam dalam pengingkaran kepada Nabi SAW, dan tampak sangat mencemoohkan beliau.

Kalau saja yang dihadapi Nabi SAW saat menceritakan pengalaman Isra’ Mi’raj adalah ilmuwan-ilmuwan sekarang yang telah mendalami ilmu-ilmu astronomi, antariksa, astrofisika, kimia, metafisika dan lain sebagainya. Atau juga ilmuwan-ilmuwan NASA yang telah ‘berpengalaman’ membuat perjalanan jauh dalam sekejab, bahkan mencapai bulan dan mars, tentulah keadaannya tidak akan seheboh kaum kafir Quraisy saat itu. Dengan membuat kendaraan dengan kecepatan seper-seratus persen (1/10.000) saja dari kecepatan cahaya, maka Makkah-Palestina hanya ditempuh dalam seratus detik, atau kurang dari dua menit saja. Kecepatan cahaya adalah 300.000 km/detik, seper-seratus persennya berarti 30 km/detik. Apalagi dengan kemampuan menghasilkan energi dari zat radioaktif seperti yang ditemukan Einstein. Dengan hanya satu gram uranium saja, mungkin telah cukup menggerakkan kendaraan tersebut untuk menempuh Makkah-Palestina puluhan atau ratusan kali pulang pergi.

Belum lagi kalau Nabi SAW menceritakan kisah Isra’ Mi’raj beliau kepada para Futurolog Scientist yang punya imaginasi tinggi, sehingga bisa memperkirakan terjadi Star Wars (Perang Bintang), atau sekedar membuat film-film imaginasi antariksa semacam Star Trek dan lain-lainnya. Ditambah lagi dengan adanya fenomena UFO (Unidentification Flying Obyek/Piring Terbang) yang memiliki kecepatan sangat super, yang saat ini belum bisa dijelaskan oleh ilmuwan paling brilliant sekalipun di bumi ini. Bisa jadi mereka ini, dan juga para ilmuwan tersebut - terlepas karena hidayah Allah - akan segera memeluk Islam dengan keimanan yang sangat mendalam. Hal ini disebabkan apa yang dialami Nabi SAW bisa jadi sangat masuk akal dan sangat ilmiah dalam pemikiran, penelitian dan pengamatan mereka. Bahkan sangat mungkin bisa membawa mereka pada tingkat pengetahuan yang lebih tinggi lagi.

Dalam keadaan yang membingungkan tersebut, kaum kafir itu mendatangi Abu Bakar, sahabat terbaik Nabi SAW. Mereka berharap, setelah mendengar cerita beliau tentang Isra’ Mi’raj itu Abu Bakar akan ingkar, dan hal itu akan melemahkan dakwah beliau. Setelah bertemu Abu Bakar, mereka menceritakan pengalaman Nabi SAW pada malam itu, Abu Bakar berkata, "Kalian berdusta!!"

"Sungguh," kata mereka. "Dia di mesjid sedang bicara dengan orang banyak."

Abu Bakar berkata, "Dan kalaupun itu yang dikatakannya, tentu beliau bicara yang sebenarnya. Dia mengatakan kepadaku, bahwa ada berita dari Tuhan, dari langit ke bumi, pada waktu malam atau siang, aku percaya!!”

Kemudian Abu Bakar bangkit mengikuti mereka datang ke Masjidil Haram, saat itu Nabi SAW tengah melukiskan keadaan Masjidil Aqsha dengan mendetail. Memang, ketika mereka mendatangi Abu Bakar, ada salah seorang kafir yang sangat mengenal seluk beluk Masjidil Aqsha meminta beliau menyebutkan ciri-cirinya, sebagai bukti bahwa beliau memang singgah di sana. Sebenarnya suatu permintaan yang sangat tidak masuk akal, namanya singgah tentulah Nabi SAW tidak secara mendetail memperhatikannya karena hanya sekedar shalat dua rakaat di sana. Tetapi tentunya mudah saja bagi Allah, tinggal memerintahkan Jibril untuk menunjukkan kepada beliau. Kalau sekarang ini, layaknya seperti sedang menonton video rekaman tentang Masjidil Aqsha, Nabi SAW dengan lancar menceritakan ciri-cirinya, warnanya, jumlah pintu dan jendelanya, dan tanda-tanda lainnya. Lagi-lagi orang kafir itu hanya terbengong, tidak percaya dan tidak masuk akal (dalam kemampuan logika dan pengetahuan mereka saat itu), tetapi nyata dan semua jawaban beliau itu benar.

Setelah Nabi SAW selesai melukiskan keadaan masjidnya, Abu Bakar yang juga cukup mengenal keadaan Masjidil Aqsha berkata, “Engkau benar, ya Rasulullah, dan saya percaya dengan semua yang engkau alami (yakni Isra’ Mi’raj beliau itu) tadi malam. Bahkan apabila engkau menceritakan pengalaman engkau yang lebih jauh (atau lebih hebat) daripada itu, saya mempercayainya!!”

Rasulullah SAW berkata kepada Abu Bakar, “Sungguh, engkau ini adalah ash Shiddiq!!”

Ash Shiddiq artinya adalah yang selalu membenarkan. Sejak itulah Nabi SAW menggelari Abu Bakar dengan ‘Ash Shiddiq’ dan beliau lebih sering memanggilnya dengan nama gelarannya tersebut. Ketegasan Abu Bakar dalam

membenarkan Nabi SAW ‘tanpa reserve’ itu ikut berperan besar dalam memantapkan kaum muslimin yang dalam kebimbangan. Mungkin memang ada beberapa orang yang menjadi murtad, tetapi sebagian besar tetap bertahan dalam keislaman berkat ketegasan Abu Bakar dalam membenarkan Nabi SAW apapun dan bagaimanapun yang belum sampaikan dan ceritakan.

Orang-orang kafir Quraisy menjadi tidak puas karena ‘prediksinya’ tentang sikap Abu Bakar meleset. Mereka berfikir cepat, dan salah seorang dari mereka berkata, “Ceritakanlah tentang rombongan kafilah dagang kami yang berangkat ke Syam!!”

Nabi SAW berkata, “Sesungguhnya aku telah melewati rombongan Bani Fulan (yakni salah satu kafilah dagang mereka) di Rauha’, mereka sedang mencari salah satu untanya yang hilang, dan aku menunjukkan dimana untanya tersesat. Aku juga sempat minum segelas air pada kendaraan mereka, dan menyisakannya. Silahkan kalian bertanya kepada mereka tentang hal ini jika mereka telah kembali!!”

Mendengar penjelasan itu, salah seorang dari mereka berkomentar, “Sungguh ini suatu bukti (bahwa Nabi SAW benar dengan cerita dan pengalaman beliau)!!”

Mereka berkata lagi, “Ceritakanlah rombongan unta kami lainnya yang akan kembali??”

Nabi SAW bersabda, “Aku melewati mereka di Tan’im.”

Tan’im adalah daerah perbatasan ‘tanah haram’ tetapi sudah termasuk ‘tanah halal’, jauhnya tidak sampai sepuluh kilometer dari Makkah. Mereka berkata, “Berapa jumlahnya, apa saja muatannya, keadaannya bagaimana, siapa saja dan kapan akan tiba di sini?”

Lagi-lagi suatu permintaan yang tidak masuk akal. Tetapi segera saja Jibril ‘menyetel video clip’ perjalanan rombongan dagang itu untuk beliau, dan Nabi SAW dengan lancar menceritakannya, “Rombongan dagang itu adalah begini dan begini, di dalamnya ada si Fulan dan si Fulan, yang paling depan adalah seekor unta berwarna abu-abu. Dan mereka akan tiba di sini pada saat matahari terbit besok pagi!!”

Ternyata rombongan kafilah itu telah mengirimkan utusan tentang kedatangan mereka, dan dia hadir juga saat itu. Spontan ia berkomentar, “Ini juga suatu tanda bukti!!”

Keesokan harinya ketika matahari terbit, mereka menjumpai rombongan kafilah dagang itu datang dengan ciri-ciri yang tepat seperti digambarkan Rasulullah SAW. Namun, karena Allah memang belum menghendaki mereka untuk memperoleh hidayah keislaman, mereka hanya berkata, “Sungguh ini adalah suatu sihir yang nyata!!”

Diposkan oleh Ibnu Ghufron di 17.56 Tidak ada komentar:

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Bagikan ke Pinterest

Jumat, 15 Juni 2012

Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW Peristiwa Isra’ Mi’raj terjadi ketika Nabi SAW dan kaum muslimin lainnya dalam tekanan dan siksaan yang

terkira dari kaum kafir Quraisy, karena telah meninggalnya dua orang yang selama ini menjadi pilar dan pembela beliau. Pertama adalah paman beliau, Abu Thalib, yang selalu berdiri tegak membela Nabi SAW dari kaum kafir Quraisy, layaknya sebuah benteng yang susah ditembus. Sayangnya, Abu Thalib meninggal dalam kemusyrikannya pada bulan Rajab tahun sepuluh dari kenabian. Dua atau tiga bulan berikutnya, yakni pada Ramadhan tahun yang sama, istri beliau Khadijah RA wafat. Istri tersayang beliau ini, adalah pendukung dan pelindung beliau, baik secara materi dengan merelakan semua harta kekayaannya untuk menjalankan dakwah Islamiyah. Atau secara mental, menjadi penyejuk dan penguat hati Nabi SAW ketika menghadapi berbagai macam halangan dan tantangan dalam mengemban risalah kenabian.

‘Undangan’ Allah kepada Nabi SAW menjalani Isra’ Mi’raj ini seolah-olah menjadi ‘hiburan’ tersendiri sekaligus motivasi bagi beliau, ketika beliau begitu sedih dan berduka karena kehilangan dua orang yang sangat beliau sayangi. Apalagi hal itu (meninggalnya dua orang tersebut) juga berdampak pada meningkatnya penyiksaan kaum Quraisy kepada orang-orang muslim. Begitu dalamnya kesedihan Nabi SAW itu sehingga dalam tarikh Islam disebut sebagai ‘Amul Huzni’, Tahun Duka Cita. Allah ingin menunjukkan kepada Nabi SAW sebagian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya (linuriyahuu min aayaatinaa) dalam perjalanan Isra’ Mi’raj itu, untuk lebih memantapkan hati Nabi SAW dalam mengemban dakwah Islamiyah.

Dalam peristiwa Isra’ Mi’raj ini, Allah menetapkan kewajiban shalat lima waktu bagi Umat Islam. Sebelumnya kewajiban shalat bagi kaum muslimin hanyalah shalat malam, sebagaimana disitir dalam QS Al-Muzammil ayat 20. Walau sifatnya sebagai suatu kewajiban, tetapi shalat lima waktu itu lebih merupakan pemuliaan dan pengutamaan bagi beliau dan umat beliau. Shalat juga merupakan sarana komunikasi dengan Allah untuk meminta pertolongan,

sebagaimana disitir dalam QS Al-Baqarah ayat 45, “Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk!!”

Juga disitir dalam QS Al-Baqarah 153, “Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar!!”

Nabi SAW juga membuka peluang bagi umat islam untuk bisa “merasakan” pengalaman Mi’raj yang beliau jalani itu, walau tentunya tidak mungkin persis sama, dengan jalan shalat pula. Tentunya hal ini bagi kaum muslimin yang telah mencapai tingkat/derajad keimanan tertentu. Nabi SAW pernah bersabda, “Ash shalaatu mi’rajul mu’miniin.” Maksudnya adalah : Shalat itu adalah Mi’raj-nya orang-orang mukmin.

Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang peristiwa Isra Mi’raj yang dialami Rasulullah SAW, apakah beliau mengalaminya dengan jasad kasar (tubuh fisik) atau hanya sekedar dengan ruh beliau saja, yakni semacam perjalanan mimpi saja? Tentu bukan di sini tempatnya untuk membahas perbedaan pendapat tersebut, hanya saja logika paling sederhana, jika saat menceritakan kepada kaum kafir Quraisy, beliau mengatakan telah bermimpi atau mengalami perjalanan rohani (secara ruh) ke Baitul Makdis kemudian ke langit ke tujuh dalam semalam itu, tentu tidak akan terjadi ‘kehebohan’ pada mereka. Karena itu mayoritas ulama berpendapat bahwa beliau menjalani peristiwa Isra’ Mi’raj ini dengan tubuh fisik beliau.

Malam itu Nabi SAW sedang berada di Baitullah, bersandar pada dinding Ka’bah atau pada dinding Hijr Ismail, dan sebagian riwayat menyebutkan berada di rumah Ummu Hani binti Abu Thalib, saudara sepupu beliau. Tiba-tiba datanglah Malaikat Jibril dan Malaikat Mikail sambil membawa tunggangan berwarna putih bersayap yang disebut Buraq, lebih tinggi daripada himar (keledai) tetapi lebih rendah daripada baghal. Jibril berkata kepada Mikail, “Bawalah seember air zam-zam, aku akan membersihkan hati Muhammad dan melapangkan dadanya!!”

Mikail datang dengan seember air zam-zam dan ia pulang baik hingga tiga kali, sementara Jibril mengoperasi (membelah) perut beliau dan membersihkan kemudian melapangkan dada beliau. Dibuanglah sifat dengki dan segala (bibit-bibit) sifat keburukan yang umumnya ada pada manusia, kemudian dipenuhi (digantikan) dengan hikmah, ilmu dan keimanan. Akhirnya Jibril memerintahkan beliau untuk berwudhu, dan menaiki Buraq sambil berkata, “Berangkatlah wahai Muhammad!!”

Nabi SAW berkata, “Kemana?”

Jibril menjawab, “Menghadap kepada Tuhanmu dan Tuhan segala sesuatu!!”

Dengan diiringi Jibril, Buraq dengan Nabi SAW di atasnya bergerak begitu cepatnya, jangkauan kaki depannya adalah sejauh pandangan matanya, yang mencapai batas cakrawala. Sesaat sebelum berangkat, beliau mendengar seruan dari arah kanan, “Wahai Muhammad, pelan-pelan, tunggulah!!”

Beliau mengabaikan seruan itu. Begitu juga ketika terdengar seruan yang sama dari arah kiri, beliau tidak memperdulikannya. Ada seorang wanita yang memakai segala macam perhiasan yang dimilikinya, mengulurkan tangan kepada beliau dan berkata, “pelan-pelan, tunggulah aku!!”

Sekali lagi beliau tidak memperdulikan dan segera berangkat. Pada suatu tempat Buraq berhenti dan Jibril berkata, “Turunlah dan lakukan shalat!!”

Nabi SAW turun dan melakukan shalat sesuai perintah Jibril. Setelah itu Jibril berkata, “Tahukah kamu dimana kamu shalat!!”

Beliau berkata, “Tidak!!”

Jibril berkata, “Kamu telah shalat di tanah Thaibah (yakni, Madinah), kesanalah kamu akan berhijrah, insyaallah!!”

Mereka melanjutkan perjalanan, di suatu tempat mereka berhenti dan Jibril berkata, “Turunlah dan lakukan shalat!!”

Nabi SAW turun dan melakukan shalat sesuai perintah Jibril. Setelah itu Jibril berkata, “Tahukah kamu dimana kamu shalat!!”

Beliau berkata, “Tidak!!”

Jibril berkata, “Kamu telah shalat di bukit Thursina, di sanalah Allah berfirman secara langsung kepada Nabi Musa!!”

Mereka melanjutkan perjalanan, di suatu tempat mereka berhenti dan Jibril berkata, “Turunlah dan lakukan shalat!!”

Nabi SAW turun dan melakukan shalat sesuai perintah Jibril. Setelah itu Jibril berkata, “Tahukah kamu dimana kamu shalat!!”

Beliau berkata, “Tidak!!”

Jibril berkata, “Kamu telah shalat di Baitul Lahm (Betlehem), di sanalah Nabi Isa dilahirkan!!”

Mereka melanjutkan perjalanan dan tiba di Baitul Makdis. Ternyata para penghuni langit, yakni para malaikat telah berkumpul di sana dan menyambut kedatangan Nabi SAW dengan penuh penghormatan dan keramahan. Mereka berkata, “Salam untukmu wahai Nabi yang awal dan akhir, dan Nabi yang mengumpulkan!!”

Setelah menjawab salam mereka, Nabi SAW berkata kepada Jibril, “Apa maksud salam penghormatan mereka itu?”

Jibril berkata, “Sesungguhnya engkau adalah orang pertama yang bangkit dari bumi (pada hari kiamat nanti), begitu juga dengan umatmu (adalah umat yang pertama dibangkitkan). Engkau adalah orang yang pertama kali memberi syafaat dan diterima syafaatnya. Dan engkau memang Nabi yang terakhir di antara nabi-nabi dan rasul-rasul. Sedangkan penghimpunan, karena semua mahluk akan terlaksana dihimpun (di padang Makhsyar) kelak adalah berkat kamu dan umatmu!!”

Nabi SAW bersama Jibril berjalan menuju Masjidil Aqsha dan Buraq ditambatkan pada lingkaran di depan Masjid dengan tali sutera dari surga. Begitu memasuki pintunya, beliau melihat di dalam masjid telah penuh orang, dan mereka mengucapkan salam dan penghormatan seperti yang dilakukan para malaikat sebelumnya. Setelah menjawab salam mereka, Nabi SAW berkata, “Wahai Jibril, siapakah mereka ini?”

Jibril berkata, “Mereka adalah saudara-saudaramu, yaitu para nabi dan rasul terdahulu!!”

Nabi SAW shalat sunnah dua rakaat dan mereka semua bermakmum kepada beliau. Usai shalat, Nabi SAW berkata, “Wahai Jibril, pada waktu akan berangkat tadi, aku mendengar panggilan dari arah kananku!!”

Jibril berkata, “Itu adalah panggilan Yahudi, jika engkau berhenti pada panggilan itu, maka akan banyak umatmu yang menjadi pengikut Yahudi!!”

Beliau berkata lagi, “Saya juga mendengar seruan yang sama dari arah kiri dan seorang wanita yang memakai semua perhiasannya!!”

Jibril berkata, “Itu adalah panggilan Nashrani, jika engkau berhenti pada panggilan itu, maka akan banyak umatmu yang menjadi pengikut Nashrani. Sedangkan wanita itu adalah dunia yang menghiasi dirinya untukmu. Jika engkau berhenti pada panggilannya, akan sangat banyak umatmu yang memilih dunia daripada akhirat!!”

Kemudian Jibril menyodorkan dua gelas minuman, satu gelas berisi susu dan satunya lagi berisi khamr, dan berkata kepada beliau, “Minumlah mana yang engkau suka!!”

Nabi SAW memilih gelas berisi susu dan meminumnya hingga habis, gelas berisi khamr dibiarkan begitu saja. Jibril berkata, “Kamu telah memilih yang benar, yaitu fitrah. Yakni, engkau telah memberikan Islam kepada umatmu, sehingga mereka akan kembali kepada fitrah. Jika engkau memilih meminum khamr, tentulah umatmu akan tersesat!!”

Kemudian Jibril memegang tangan Nabi SAW keluar dari Masjid menuju suatu batu yang terletak tidak terlalu jauh dari sisi masjid. Tampak di sana sebuah ‘tangga’ menuju langit yang begitu indah dan cemerlangnya. Jibril membawa Nabi SAW naik melewati tangga itu dengan cepat hingga sampai di pintu langit pertama (langit dunia). Ketika Jibril minta dibukakan pintu, Malaikat penjaga bertanya, “Siapakah engkau?”

Jibril berkata, “Saya Jibril.”

Ia bertanya lagi, “Siapa yang bersamamu?”

Jibril menjawab, “Muhammad!!”

Ia bertanya lagi, “Apakah ia telah diutus?”

Jawab Jibril, “Ya, ia telah diutus!!”

Lalu pintu dibukakan bagi mereka. Pada langit pertama itu Nabi SAW melihat seorang laki-laki sedang duduk, di sebelah kanannya ada hitam-hitam (yakni siluet dari banyak orang) dan di sebelah kirinya juga ada hitam-hitam (siluet dari banyak orang). Apabila ia memandang ke kanan, ia tertawa dan apabila ia berpaling ke kiri, ia menangis. Ketika melihat kedatangan Nabi SAW, lelaki itu berkata, “Selamat datang Nabi yang saleh dan anak laki-laki yang saleh.”

Beliau bertanya kepada Jibril, “Siapakah orang ini?”

Jibril menjawab, “Dia adalah Nabi Adam, yang hitam-hitam di kanan dan kirinya itu adalah jiwa anak cucunya. Yang di sebelah kanan itu adalah penghuni surga dan yang di sebelah kirinya adalah penghuni neraka. Karena itulah jika melihat ke sebelah kanannya, ia tertawa, dan apabila ia melihat ke sebelah kirinya, ia menangis!!”

Kemudian Nabi SAW dibawa naik ke langit ke dua. Jibril minta dibukakan pintu dan malaikat penjaga bertanya, “Siapakah engkau?”

Jawab Jibril, “Jibril.”

Ia bertanya lagi, “Siapakah yang bersamamu?”

Jawab Jibril lagi, “Muhammad!!”

Ia bertanya lagi, “Apakah ia telah diutus?”

Jawab Jibril, “Dia telah diutus.”

Pintu dibukakan untuk mereka. Pada langit ke dua ini Nabi SAW bertemu dengan Nabi Isa bin Maryam dan Nabi Yahya bin Zakaria. Mereka berdua menyambut dan mendoakan beliau dengan kebaikan.

Kemudian Nabi SAW dibawa naik ke langit ke tiga. Jibril minta dibukakan pintu dan malaikat penjaga bertanya, “Siapa engkau?”

Jawab Jibril, “Jibril.”

Ia bertanya lagi, “Siapakah yang bersamamu?”

Jawab Jibril lagi, “Muhammad!!”

Ia bertanya lagi, “Apakah ia telah diutus?”

Jawab Jibril, “Dia telah diutus.”

Pintu dibukakan untuk mereka. Pada langit ke tiga ini Nabi SAW bertemu dengan Nabi Yusuf, yang dikarunia Allah sebagian dari keindahan pada wajahnya. Dia menyambut dan mendoakan beliau dengan kebaikan.

Kemudian Nabi SAW dibawa naik ke langit ke empat. Jibril minta dibukakan pintu dan malaikat penjaga bertanya, “Siapa engkau?”

Jawab Jibril, “Jibril.”

Ia bertanya lagi, “Siapakah yang bersamamu?”

Jawab Jibril lagi, “Muhammad!!”

Ia bertanya lagi, “Apakah ia telah diutus?”

Jawab Jibril, “Dia telah diutus.”

Pintu dibukakan untuk mereka. Pada langit ke empat ini Nabi SAW bertemu dengan Nabi Idris. Allah telah berfirman tentang Nabi Idris, “Kami mengangkatnya pada tempat (martabat) yang tinggi!!” Dia menyambut dan mendoakan beliau dengan kebaikan.

Kemudian Nabi SAW dibawa naik ke langit ke lima. Jibril minta dibukakan pintu dan malaikat penjaga bertanya, “Siapa engkau?”

Jawab Jibril, “Jibril.”

Ia bertanya lagi, “Siapakah yang bersamamu?”

Jawab Jibril lagi, “Muhammad!!”

Ia bertanya lagi, “Apakah ia telah diutus?”

Jawab Jibril, “Dia telah diutus.”

Pintu dibukakan untuk mereka. Pada langit ke lima ini Nabi SAW bertemu dengan Nabi Harun. Dia menyambut dan mendoakan beliau dengan kebaikan.

Kemudian Nabi SAW dibawa naik ke langit ke enam. Jibril minta dibukakan pintu dan malaikat penjaga bertanya, “Siapa engkau?”

Jawab Jibril, “Jibril.”

Ia bertanya lagi, “Siapakah yang bersamamu?”

Jawab Jibril lagi, “Muhammad!!”

Ia bertanya lagi, “Apakah ia telah diutus?”

Jawab Jibril, “Dia telah diutus.”

Pintu dibukakan untuk mereka. Pada langit ke enam ini Nabi SAW bertemu dengan Nabi Musa. Dia menyambut dan mendoakan beliau dengan kebaikan. Ketika Nabi SAW dan Jibril meninggalkannya, Nabi Musa menangis. Terdengar Allah berfirman, “Wahai Musa, mengapa engkau menangis??”

Nabi Musa berkata, “Ya Tuhanku, orang muda ini (yakni Nabi SAW) Engkau utus (sebagai Nabi dan Rasul) setelah aku, tetapi umatnya yang masuk surga lebih banyak daripada umatku!!”

Kemudian Nabi SAW dibawa naik ke langit ke tujuh. Jibril minta dibukakan pintu dan malaikat penjaga bertanya, “Siapa engkau?”

Jawab Jibril, “Jibril.”

Ia bertanya lagi, “Siapakah yang bersamamu?”

Jawab Jibril lagi, “Muhammad!!”

Ia bertanya lagi, “Apakah ia telah diutus?”

Jawab Jibril, “Dia telah diutus.”

Pintu dibukakan untuk mereka. Pada langit ke tujuh ini Nabi SAW bertemu dengan Nabi Ibrahim, yang tampak menyandarkan tubuhnya pada dinding Baitul Makmur. Dia menyambut dan mendoakan beliau dengan kebaikan.

Baitul Makmur adalah ‘kiblat’ bagi seluruh malaikat, layaknya Ka’bah menjadi kiblat bagi seluruh umat Islam. Setiap hari ada tujuhpuluh ribu malaikat yang masuk ke dalam Baitul Makmur untuk beribadah di dalamnya, dan mereka tidak pernah keluar lagi dari sana.

Dalam perjalanan melalui langit demi langit itu, Nabi SAW juga menyaksikan para malaikat yang beribadah, yakni shalat, dengan cara yang berbeda-beda pada setiap lapisan langit. Hal itu membuat beliau terkagum-kagum dan sangat menginginkan umatnya bisa beribadah seperti itu. Kisah lengkapnya bisa dilihat pada Buku/Laman ini juga dengan judul “Nabi SAW dan Umatnya Dimuliakan dengan Shalat.”

Kemudian Jibril membawa Nabi SAW pergi ke Sidratul Muntaha yang dedaunannya seperti kuping-kuping gajah dan buahnya sebesar tempayan. Ketika atas perintah Allah, Sidratul Muntaha diselubungi berbagai macam keindahan, maka suasana menjadi berubah, sehingga tak seorang pun di antara makhluk Allah mampu melukiskan keindahannya. Di sana terdapat malaikat yang tidak ada yang mengetahui jumlahnya kecuali Allah saja, dan Jibril berada di tengah-tengahnya. Jibril berkata, “Majulah ke depan!!”

Nabi SAW menjawab, “Wahai Jibril, kamu sajalah, silahkan maju!!”

Jibril berkata lagi, “Tidak, wahai Muhammad, silahkan kamu yang maju ke depan, karena dalam pandangan Allah, kamu lebih mulia daripada aku!!”

Nabi SAW berjalan di depan dan Jibril mengikuti di belakang. Ketika tiba pada suatu dinding hijab (pembatas) dari cahaya, terdengar pertanyaan dari malaikat penjaga, “Siapa ini?”

Jibril berkata, “Aku Jibril, datang bersama Muhammad!!”

Malaikat penjaga hijab itu mengulurkan tangannya dan membawa Nabi SAW memasuki (menembus) hijab cahaya tersebut, sementara Malaikat Jibril tetap tinggal di Sidratul Muntaha. Nabi SAW berkata, “Aku mau dibawa kemana??”

Malaikat itu berkata, “Wahai Muhammad, tiadalah dari kami (para malaikat) kecuali mempunyai tempat tertentu. Ini adalah batas terakhir dari semua mahluk, dan kami diijinkan menempati hijab ini karena kehormatan dan kemuliaanmu!!”

Mereka bergerak sangat cepat, dan tiba di dinding hijab berikutnya. Terdengar sebuah seruan, “Siapakah ini?”

Malaikat itu menjawab, “Aku penjaga hamparan hijab emas, dan bersamaku adalah Muhammad!!”

Malaikat yang bertanya itu mengucap takbir, kemudian mengulurkan tangannya dan membawa Nabi SAW menembus hijab yang dijaganya. Begitulah, Nabi SAW diantar setiap malaikat penjaga menembus hijab demi hijab yang dijaganya hingga tiba pada suatu hamparan hijau, dengan cahaya yang berkilauan cemerlang di sekelilingnya. Tiba-tiba Nabi SAW terbawa mendekat pada Arsy sendirian saja. Beliau duduk bersandar kepada Arsy tersebut ‘berhadapan’ dengan Allah. Kemudian Allah berfirman kepada Nabi SAW, menceritakan keadaan orang-orang yang terdahulu dan terkemudian. Beliau hanya duduk diam dengan lidah kelu karena diliputi dengan Keagungan dan Kewibawaan Allah.

Para ulama berbeda pendapat ketika Nabi SAW berhadapan dengan Allah tersebut, apakah beliau bisa melihat Allah dengan mata kepalanya secara langsung? Atau beliau melihat Allah hanya dengan mata hati (fuad) saja? Atau bahkan hanya melihat-Nya (merasakan-Nya) di dalam hati (qolbu) saja? Bukan di sini tempatnya untuk membahas perbedaan pendapat tersebut, yang jelas bahwa kemuliaan dan penghormatan yang diperoleh Nabi SAW dalam peristiwa Mi’raj ini tidak pernah dialami oleh Nabi-nabi dan rasul-rasul sebelumnya, bahkan tidak juga oleh para malaikat, termasuk Malaikat Jibril sebagai penghulunya para malaikat. Jauh lebih mulia dan agung daripada ‘percakapan’ Nabi Musa dengan Allah ketika tajalli di Bukit Thursina.

Kemudian Nabi SAW mengucap pujian kepada Allah, “Attahiyyaatu lillaahi wash sholawaatu wath thoyyibaatu…!!” Maksudnya adalah : Segala kehormatan hanyalah milik Allah, demikian pula dengan segala rahmat dan kebaikan.

Mendengar pujian Nabi SAW itu, Allah berfirman, “Assalaamu ‘alaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatullaahi wa barakaatuh…!!” Maksudnya adalah : Kesejahteraan bagi kamu wahai Nabi, demikian juga dengan rahmat dan barakah Allah (akan selalu terlimpah kepadamu).

Nabi SAW amat gembira dengan firman Allah tersebut, tetapi kemudian beliau teringat akan umat beliau, karena itu beliau berkata, “Assalamu ‘alainaa wa ‘alaa ‘ibaadillaahish shoolihiin…!!” Maksudnya adalah : Semoga kesejahtreraan dilimpahkan kepada kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang saleh. Beliau tidak ingin sendirian dalam memperoleh kesejahteraan itu, tetapi ingin mengikut-sertakan umat beliau yang saleh juga.

Malaikat Jibril, walaupun berada ‘jauh di bawah’ Arsy, tetapi ia bisa mendengar percakapan antara Allah dan Nabi SAW itu, dan ia ikut kagum dan berkata, “Asyhadu allaa ilaaha illallaah wa asyhadu anna muhammadan abduhuu wa rasuuluh!!”

Bacaan-bacaan tersebut ‘diabadikan’ sebagai bagian dari shalat yang menjadi kewajiban kaum muslimin, yakni bacaan saat tasyahud, baik waktu tasyahud akhir yang sifatrnya wajib (bagian dari rukunnya shalat), atau tasyahud awal yang bersifat sunnah. Beberapa riwayat lain mempunyai redaksi (susunan kalimat) yang agak berbeda, walau intinya sama.

Kemudian Allah memfirmankan beberapa perkara, yang tidak semuanya diijinkan untuk disampaikan kepada umat beliau, tetapi semua itu makin memperkuat semangat beliau untuk mendakwahkan Risalah Islamiah, walau tidak ada lagi Khadijah dan Abu Thalib. Penentangan dan siksaan dari berbagai pihak mungkin makin kuat menghalangi, tetapi tidak ada lagi kegentaran beliau menghadapinya, karena sandaran beliau kini makin kuat dan tampak sangat nyata, yakni Allah SWT. Allah juga men-syariatkan pelaksanaan shalat 50 waktu bagi beliau dan seluruh umat beliau. Dan Allah berfirman, “Kembalilah kepada umatmu, dan sampaikanlah kepada mereka apa yang kamu peroleh dari-Ku (yakni, apa-apa yang diijinkan-Nya untuk disampaikan, khususnya kewajiban shalat tersebut)!!”

Nabi SAW mundur dan turun dari Arsy, dalam sekejab saja telah tiba kembali di Sidratul Muntaha. Jibril menyambut beliau dan memberikan ucapan selamat atas penghormatan yang diberikan Allah kepada beliau. Suatu kedudukan terpuji (maqaman mahmudah) yang tidak pernah dicapai oleh nabi dan rasul manapun, bahkan oleh para malaikat muqarrabin, termasuk Jibril sendiri. Ia memerintahkan beliau untuk bersyukur, dan Nabi SAW segera mengucapkan puji syukur kepada Allah atas anugerah yang beliau terima itu.

Kemudian Jibril berkata, “Wahai Muhammad, pergilah engkau ke surga, akan aku perlihatkan apa yang dipersiapkan untukmu di sana, sehingga engkau akan makin zuhud terhadap dunia dan semakin cinta kepada akhirat!!”

Jibril mendampingi Nabi SAW menuju surga dan menjelajah semua tempat di dalamnya atas ijin Allah, tidak ada satu sudutpun yang terlewat, walau memang masih kosong tanpa penghuni. Beberapa peristiwa juga ditampakkan kepada Nabi SAW berkaitan dengan surga ini, seperti bau harum yang begitu menyengat, yang ternyata adalah dari Masyitoh, tukang sisir Fir’aun yang dihukum mati karena mempertahankan akidah tauhidnya. Begitu juga

dengan suara terompah (sandal atau sepatu) sahabat Bilal yang terdengar di surga. Juga seorang wanita (bidadari) yang sangat jelita, yang ternyata adalah milik Sahabat Zaid bin Haritsah, padahal Zaid adalah seorang yang berkulit hitam dan bekas budak. Nabi SAW berkomentar, “Untuk (kenikmatan) yang semacam inilah hendaknya (sepantasnya) beramal orang-orang yang ingin beramal!!”

Kemudian Jibril membawa Nabi SAW mengunjungi neraka. Diperlihatkan kepada beliau beberapa siksaan yang dialami oleh penghuni neraka, seperti orang yang memakan (mengambil) harta anak yatim secara tidak sah, orang-orang yang memakan (menjalankan) riba, dan orang-orang yang suka berzina. Beliau juga sempat mendengar suara yang sangat keras dan bergemuruh dari sebuah benda jatuh, ketika beliau bertanya kepada Jibril, ia berkata, “Itu adalah batu yang dilemparkan ke neraka Sa’ir sejak tujuhpuluh tahun yang lalu, dan sekarang ini baru sampai ke dasarnya!!”

Sempat diperlihatkan pula kepada Nabi SAW para penghuni neraka itu, dan kebanyakan atau lebih banyak kaum wanitanya daripada kaum lelakinya. Nabi SAW selalu menangis jika teringat dengan pemandangan ini, karena sangat sedih dengan nasib yang menimpa kaum wanita dari umat beliau itu. (Lebih lengkapnya tentang apa yang dilihat Nabi SAW ini, baca kembali kisah pada Buku/Laman ini dengan judul “Nabi SAW Menangisi Kaum Wanita di Neraka”)

Setelah mengalami ‘perjalanan’ menyenangkan dan menyedihkan itu, Jibril membawa Nabi SAW turun ke lapisan langit di bawahnya untuk kembali ke bumi. Tetapi ketika tiba di langit ke enam, Nabi Musa menyapa beliau, “Wahai Muhammad, apa yang difardhukan Allah kepadamu dan kepada umatmu?”

Nabi SAW berkata, “Shalat limapuluh kali dalam sehari!!”

Nabi Musa berkata, “Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan, karena umatmu tidak akan kuat melaksanakannya. Sungguh aku pernah mencobanya pada Bani Israil (yang lebih ringan dari ini) dan mereka tidak mampu!!”

Nasehat yang sangat masuk akal, dengan limapuluh waktu shalat berarti kewajiban shalat (kalau dirata-rata) dikerjakan setiap 28 menit, sungguh sangat memberatkan. Nabi SAW menyadari itu dan beliau segera kembali menghadap ke hadirat Allah di Arsy, sementara Jibril menunggu di Sidratul Muntaha seperti sebelumnya. Beliau berkata, “Ya Rabbi, berilah keringanan kepada umatku!!”

Allah memenuhi permintaan beliau, dan mengurangi sepuluh waktu menjadi empatpuluh waktu shalat sehari semalamnya. Ketika turun bersama Jibril dan sampai di langit ke enam, Nabi Musa bertanya seperti sebelumnya. Nabi SAW menjelaskan kalau telah dikurangi sepuluh, ia berkata lagi, “Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan, karena umatmu tidak akan kuat melaksanakannya!!”

Nabi SAW memenuhi saran tersebut, dan beliau kembali menghadap Allah beberapa kali lagi karena Nabi Musa selalu menyarankan untuk meminta keringanan. Ketika telah tinggal sepuluh waktupun Nabi Musa masih meminta beliau untuk kembali kepada Allah. Tetapi ketika telah tinggal lima waktu shalat dan Nabi Musa masih juga menyarankan meminta keringanan, Nabi SAW berkata, “Aku malu untuk kembali lagi meminta keringanan kepada Allah, aku ridha dan tunduk dengan apa yang difardhukan Allah kepadaku dan kepada umatku!!”

Dalam riwayat lainnya disebutkan, setiap kali menghadap Allah dikurangkan lima-lima sehingga tinggal lima waktu shalat. Riwayat lain lagi, dikurangkan separuh-separuh hingga tinggal lima waktu shalat.

Nabi SAW bersama Jibril meneruskan perjalanan ke bumi, dan ketika telah melewati Nabi Musa, terdengar Allah berfirman, “Engkau telah berlalu dengan membawa kefardhuan dari-Ku dan Aku telah memberikan keringanan kepada hamba-hamba-Ku. Dan Aku membalas setiap kebaikan dengan sepuluh kali lipatnya!!”

Nabi SAW makin gembira dengan adanya ‘pemberitahuan’ Allah tersebut. Jibril dan Nabi SAW turun di Baitul Makdis, di tempat seperti ketika mulai naik ke langit, dan pulang kembali ke Makkah dengan Buraq. Dalam perjalanan pulang itu beliau sempat bertemu dengan rombongan Bani Fulan yang sedang berhenti di Rauha’, mereka kehilangan seekor untanya dan mencari-carinya, Nabi SAW menunjukkan tempat untanya yang tengah tersesat itu. Beliau juga sempat minum air dari sebuah gelas mereka, tetapi beliau tidak menghabiskannya.

Beliau juga melewati kafilah dagang kaum Quraisy yang baru kembali dari Syam, mereka berada di Tan’im, salah satu daerah di luar batas tanah Haram.

Diposkan oleh Ibnu Ghufron di 18.08 Tidak ada komentar:

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Bagikan ke Pinterest

Sabtu, 09 Juni 2012

Berkah Istiqomah Membaca Shalawat Nabi SAW Dalam menjalankan ibadah haji, Nabi SAW telah mengajarkan banyak sekali doa-doa yang dibaca pada saat

dan tempat tertentu. Ketika melihat Ka’bah, memakai pakaian Ihram, Thawaf, Sa’i, atau ketika berada di tempat-tempat tertentu seperti Multazam, di padang Arafah, di Mina dan berbagai tempat dan aktivitas lainnya ketika berhaji, Nabi SAW telah mengajarkan doa khusus walau sifatnya hanyalah sunnah.

Di suatu musim haji, ada seorang lelaki yang hanya mengucapkan shalawat kepada Nabi SAW dalam berbagai kesempatan, termasuk ketika berada di tempat-tempat mustajabah. Hal itu sempat menimbulkan berbagai dugaan dan tanda tanya pada orang-orang di sekitarnya, padahal tampaknya ia bukan orang yang awam dalam hal ilmu agama. Akhirnya ada seseorang yang memberanikan diri bertanya, “Mengapa engkau tidak membaca doa-doa ma’tsur yang diajarkan Nabi SAW pada tempat-tempat tertentu?”

Lelaki itu minta maaf kalau aktivitasnya membaca shalawat itu mengganggu mereka, kemudian ia menceritakan pengalamannya beberapa tahun yang lalu. Saat itu ia berangkat haji bersama ayahnya, tetapi ketika sampai di Bashrah di suatu malam, ayahnya itu meninggal dunia. Ia sangat sedih karenanya, tetapi yang lebih menyedihkan lagi, wajah ayahnya itu ternyata berubah seperti wajah himar (keledai).

Dengan kesedihan yang begitu mendalam sehingga mempengaruhi keadaan jiwanya, ia jatuh tertidur. Dalam tidurnya itu ia bermimpi melihat kehadiran Nabi SAW, ia segera memegang tangan beliau dan menceritakan ayahnya yang meninggal dalam keadaan begitu memprihatinkan. Padahal mereka dalam niat dan perjalanan kepada kebaikan, yakni beribadah haji. Nabi SAW bersabda, “Ayahmu itu makan riba, sedang pemakan riba keadaannya memang seperti itu ketika meninggal. Namun demikian ayahmu mempunyai amalan istiqomah membaca shalawat kepadaku seratus kali setiap malamnya. Karena itu, ketika malaikat memberitahukan keadaan ayahmu kepadaku, aku meminta ijin kepada Allah untuk memberikan syafaat kepada ayahmu dan Allah mengijinkannya…!!”

Setelah itu ia terbangun dari mimpinya, dan ia melihat wajah ayahnya kembali seperti semula, bahkan kali ini tampak sangat cemerlang seperti bulan purnama. Keesokan harinya ia memakamkan jenazah ayahnya, dan terdengar hathif (suara tanpa wujud), “Keselamatan ayahmu karena ia suka dan sering membacakan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW!!”

Lelaki itu menutup ceritanya dengan berkata kepada jamaah haji yang mengitarinya, “Sejak saat itulah aku bersumpah kepada diriku sendiri, tidak akan meninggalkan shalawat kepada Nabi SAW, dalam keadaan bagaimanapun dan dimanapun aku berada!!”

Idealnya, jika kita mempunyai suatu dosa atau kesalahan, hendaknya kita bertaubat sebelum kematian menjemput kita. Hanya saja memang Allah mempunyai ‘wewenang’ untuk mengampuni suatu dosa walau ia belum bertaubat sampai ia meninggal, asal bukan dosa menyekutukan Allah (dosa syirik) atau menjadi murtad/musyrik. Amalan-amalan tertentu yang dilakukan secara ikhlas, walau terkadang tampak remeh dan tidak berarti, bisa jadi ‘memancing’ kasih sayang Allah untuk mengampuni dosa-dosanya, termasuk shalawat Nabi SAW.

Rasulullah SAW pernah bersabda, “Perbanyaklah membaca shalawat kepadaku, karena shalawatmu kepadaku itu (bisa) menyebabkan pengampunan dosa-dosamu. Dan bermohonlah kepada Allah derajad washilah untukku, karena sesungguhnya derajad washilahku di sisi Tuhan akan menjadi syafaat untukmu!!”

Diposkan oleh Ibnu Ghufron di 09.11 Tidak ada komentar:

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Bagikan ke Pinterest

Kecintaan Sahabat Rabiah kepada Nabi SAW Para sahabat sangat mencintai Nabi SAW, yang pada dasarnya adalah juga ekspresi kecintaan kepada Allah

SWT. Hanya saja setiap dari mereka berbeda dalam tingkat kecintaan kepada beliau, begitu juga berbeda cara dalam mengekspresikan kecintaannya, tetapi sebagian besar ‘tidak pernah terekam’ dalam catatan sejarah. Yang jelas mereka selalu berusaha mengikuti (ittiba’, meneladani) perilaku dan perbuatan Nabi SAW dalam batas kemampuan masing-masing.

Tidak mungkin para sahabat itu, termasuk umat beliau, ada yang bisa 100 persen seperti Nabi SAW dalam akhlak dan ibadah, karena ‘mengikuti’ memang berbeda dengan ‘menyamai’. Dan perintah Allah dalam Al Qur’an memang hanya ittiba’, seperti disitir dalam QS Ali Imran ayat 31 : Katakanlah (wahai Muhammad), "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Rabiah bin Ka'b al Aslamy adalah salah seorang sahabat yang berasal dari Kabilah Bani Aslam, salah satu dari dua kabilah yang di masa jahiliah paling ditakuti para kafilah dagang karena sering melakukan perampokan di padang pasir pada malam hari. Kabilah lainnya adalah Bani Ghifar, yang kemudian dua kabilah itu menjadi pemeluk Islam

yang kokoh atas dakwah yang dilakukan oleh Abu Dzar al Ghifari. Ketika dua kabilah ini berhijrah ke Madinah dengan pimpinan Abu Dzar, Nabi SAW memandang mereka dengan mata berkaca-kaca penuh haru, kemudian bersabda, "Ghifaarun ghafarallahu laha, Wa Aslamu Saalamahallahu.” (Bani Ghifar telah diampuni oleh Allah, Bani Aslam telah diterima dengan selamat (damai) oleh Allah).

Rabiah al Aslamy adalah salah seorang Ahlu Shuffah dan ia membaktikan dirinya sebagai salah satu pelayan Rasulullah SAW. Ia bertugas untuk mengurus keperluan Nabi SAW pada waktu malam, termasuk ketika beliau akan shalat tahajud, ia yang menyiapkan air untuk wudhu atau mandi beliau. Ia dengan tekun dan sabar menjalankan tugasnya itu selama bertahun-tahun tanpa meminta imbalan, baik berupa doa, apalagi sekedar harta duniawiah.

Suatu ketika di malam hari, setelah selesai shalat tahajud, Nabi SAW memandang Rabiah dengan penuh kasih, kemudian berkata kepadanya, "Mintalah kamu kepadaku!"

Pada dasarnya Rabiah melaksanakan tugas itu dengan senang hati, didorong rasa cinta kepada Nabi SAW sehingga tidak mengharapkan balasan apapun juga. Diijinkan untuk melayani Nabi SAW sudah merupakan berkah tersendiri dan ia tidak memerlukan yang lainnya lagi. Ia berkata, "Saya sudah cukup puas dengan bisa melayani keperluan engkau, ya Rasulullah!"

Nabi SAW tetap menyuruhnya untuk meminta, tetapi Rabiah memberikan jawaban yang sama. Ketika untuk ketiga kalinya beliau memerintahkan, ia berfikir sejenak, kemudian berkata, "Ya Rasulullah, aku hanya ingin bersama (menjadi teman) engkau di surga!"

Mungkin yang dimaksudkan Nabi SAW adalah permintaan yang sifatnya dapat dinikmati di dunia ini walau bukan duniawiah, tetapi hal itu tidak dimintanya. Justru karena itu kekaguman beliau kepada Rabiah makin bertambah, yang usianya relatif masih muda. Nabi SAW bersabda lagi, "Apakah engkau tidak memiliki permintaan yang lain lagi?"

"Tidak ada, ya Rasulullah, hanya itu yang menjadi idam-idaman saya selama ini!" Jawab Rabiah menegaskan.

Nabi SAW bersabda, "Baiklah kalau begitu, engkau harus menolong aku (mewujudkan keinginanmu itu) dengan memperbanyak sujud kepada Allah."

Setelah itu Nabi SAW berdoa kepada Allah seperti yang diminta oleh Rabiah tersebut.

Maksud ‘memperbanyak sujud’ adalah agar Rabiah memperbanyak mengerjakan shalat-shalat sunnah, selain shalat fardhu yang menjadi kewajibannya. Dan setelah itu Rabiah al Aslamy makin meningkatkan kuantitas dan kualitas shalat sunnah yang dikerjakannya.

Kisah lebih lengkap tentang sahabat Rabiah bin Ka’b al Aslamy ini bisa dilihat pada Laman facebook, “Percik Kisah Sahabat Nabi Muhammad SAW.”

Diposkan oleh Ibnu Ghufron di 09.09 Tidak ada komentar:

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Bagikan ke Pinterest

Selasa, 05 Juni 2012

Nabi SAW dan Wanita yang Berdosa Besar Suatu ketika seorang wanita datang menghadap Nabi SAW, setelah mengucap salam ia berkata, “Wahai

Rasulullah, sesungguhnya saya telah berdosa besar!!”

Maksud kedatangan wanita itu menghadap Nabi SAW adalah untuk mencari jalan kaffarat (tebusan dosa), kalau perlu dilakukan qishas (hukuman), agar ia tidak mendapat siksa pada hari akhirat kelak. Tetapi tanpa bertanya dan meminta penjelasan apa dosa yang dilakukannya, Nabi SAW berkata pendek, “Bertaubatlah engkau kepada Allah!!”

Wanita itu berkata, “Apakah cukup seperti itu, sedangkan bumi telah mengetahui bahwa saya berbuat dosa, dan ia akan menjadi saksi pada hari kiamat nanti!!”

Nabi SAW bersabda, “Ia tidak akan bisa menjadi saksi bagi dosamu. Sesungguhnya Allah telah berfirman : Pada hari itu bumi akan diganti dengan bumi yang lain!! (QS Ibrahim 48)”

Wanita itu berkata, “Tetapi langit yang di atas saya juga tahu, dan akan menjadi saksi pada hari kiamat nanti!!”

Nabi SAW bersabda lagi, “Langit tidak akan bisa menjadi saksi karena ia akan terlipat. Sesungguhnya Allah telah berfirman : Hari itu Kami akan menggulung (melipat) langit seperti melipat lembaran-lembaran kitab!! (QS Al-Anbiya 104)”

Wanita itu berkata, “Tetapi malaikat pencatat amal telah menulis dosaku dalam kitab mereka!!”

Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya kebaikan itu akan menyingkirkan (menghapus catatan amal) kejelekan!! (QS Hud 114) Bukankah orang yang bertaubat itu seperti orang yang tidak punya dosa!!”

Tampaknya wanita itu masih juga dihantui oleh ketakutan atas dosa-dosanya, yang menurut keyakinannya tidak bisa dihapus hanya dengan sekedar bertaubat. Ia berkata lagi, “Wahai Rasulullah, bukankah malaikat itu berhenti (mencatat kebaikanku) ketika ia melihat amal-amal burukku!!”

Memang, Nabi SAW pernah menyampaikan bahwa jika beberapa jenis dosa dilakukan, amal-amal kebaikan seseorang, termasuk shalat tidak akan diterima selama 40 hari. Tetapi Nabi SAW bersabda menenangkan dirinya, “Sesungguhnya pada hari kiamat Allah akan menjadikan para malaikat pencatat amal lupa (atas apa yang pernah dicatatnya)!!”

Dalam suatu kesempatan, Nabi SAW memang pernah bersabda, “Jika seorang hamba bertaubat kepada Allah, dan Allah menerima taubatnya, maka Allah akan menjadikan para malaikat pencatat amal itu lupa dengan apa yang telah dikerjakan (oleh hamba itu)!!”

Wanita itu masih berkata lagi, “Wahai Rasulullah, bukanlah Allah berfirman : pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan!! (QS An Nur 24)!!”

Tetapi Nabi SAW bersabda, “Allah akan berfirman kepada bumi dan seluruh anggota tubuhnya : Sembunyikanlah, dan janganlah engkau mengungkapkan kejelekannya selamanya!!”

Akhirnya wanita itu berkata, “Benar, ya Rasulullah, semua itu menjadi hak bagi orang yang bertaubat. Hanya saja saya merasa gentar pada hari kiamat nanti, dan merasa malu kepada Allah. Bagaimana saya akan bisa mengatasinya (menghadapinya) nanti?? Bukankah engkau telah bersabda : Pada hari kiamat, orang-orang yang berdosa akan mengakui dosa-dosanya, kemudian mereka akan merasa malu kepada Allah, sehingga keringat mereka menetes hingga selutut, sebagian dari mereka hingga sampai ke pusar, dan sebagian lagi sampai ke lehernya!!”

Nabi SAW bersabda, “Benar, karena itu, wahai orang-orang yang beriman, ingatlah hari tersebut dan jangan sampai engkau melupakannya. Bertaubatlah kepada Allah dan selalulah engkau mendekat (taqarrub) kepada-Nya, sesungguhnya Allah Maha Menerima Taubat dan Maha Penyayang!!”

Diposkan oleh Ibnu Ghufron di 17.57 Tidak ada komentar:

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Bagikan ke Pinterest

”Tidak Ada Pahala Baginya!!” Nabi SAW sedang duduk berkumpul dengan beberapa sahabat lainnya. Tiba-tiba datang seorang lelaki

menghadap beliau, setelah mengucap salam dan meminta ijin untuk bicara serta diijinkan, ia berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana bila seseorang berjihad fi sabilillah, tetapi ia juga mengharapkan suatu tujuan/kepentingan dunia (dalam perjuangannya itu) ??”

Nabi SAW berkata tegas, “Tidak ada pahala baginya!!”

Para sahabat yang mendengar jawaban pendek dan tegas beliau itu merasa gentar hatinya, yakni antara takut dan khawatir. Salah seorang sahabat berkata pelan kepada lelaki itu, “Ulangilah pertanyaanmu kepada Nabi SAW, mungkin beliau belum jelas benar dengan maksud pertanyaanmu!!”

Lelaki penanya itu menuruti permintaan sang sahabat tetapi ia tidak mengubah redaksi (susunan kalimat) pertanyannya. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana bila seseorang berjihad fi sabilillah, tetapi ia juga mengharapkan suatu tujuan/kepentingan dunia (dalam perjuangannya itu) ??”

Sekali lagi Nabi SAW berkata pendek dan tegas, “Tidak ada pahala baginya!!”

Seorang sahabat lainnya berkata pelan kepada lelaki penanya itu, “Ulangilah pertanyaanmu kepada Nabi SAW, mungkin engkau yang belum jelas dengan maksud pertanyaanmu itu!!”

Mungkin sahabat tersebut 'menangkap' isyarat, bahwa yang dimaksudkannya adalah seseorang yang berjihad “Lillaahi Ta'ala”, hanya saja terselip sedikit harapan, siapa tahu akan memperoleh ghanimah (rampasan perang) dalam peperangan tersebut, seperti umumnya orang kebanyakan. Karena itu ia menyarankan mengulang pertanyaannya. Lelaki itu menuruti permintaan sahabat tersebut, tetapi ia tidak mengubah redaksi pertanyaannya. Ia mengulang pertanyaannya kepada Nabi SAW seperti semula, dan beliau tetap menjawab, “Tidak ada pahala baginya!!”

Memang, amalan yang dikerjakan tidak ikhlas karena Allah akan tertolak. Bahkan yang pertama-tama menjadi umpan api neraka pada hari kiamat nanti bukanlah orang-orang kafir, tetapi justru orang-orang yang saat di dunia

dikenal sebagai orang-orang yang saleh yang senang membaca Al Qur’an, para dermawan dan mujahid yang syahid di medan jihad. Mereka mengerjakan amal-amal kebaikannya itu tidak semata-mata karena Allah, tetapi ‘ditunggangi’ dengan keinginan dan ambisi pribadi yang bersifat duniawiah. (Lihat kisah lengkapnya pada Laman “Percik Kisah Hikmah Pemupuk Iman” dengan judul “Yang Pertama Dibakar Api Neraka” atau kunjungi blog-nya di www.percikkisahhikmah.blogspot.com dengan judul yang sama).

Nabi SAW pernah bersabda, “Sesungguhnya yang sangat aku khawatirkan (akan terjadi) kepada umatku adalah syirik kepada Allah. Ingatlah (perhatikanlah), sesungguhnya aku tidak berkata bahwa kalian akan menyembah matahari, bulan atau berhala. Tetapi kalian akan beramal (kebaikan) untuk selain Allah, dan karena terdorong oleh syahwat (keinginan) yang samar!!”

Amal kebaikan yang disinyalir Rasulullah SAW akan terjadi pada umat beliau itu (khususnya di akhir zaman) disebut sebagai riya. Dan Al Qur’an ‘menempelkan’ sifat riya ini pada shalat yang dilakukan oleh orang-orang munafik, sebagaimana disitir pada QS An-Nisa ayat 142 : Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk salat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan salat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.