90
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia, pengadaan barang dan jasa harus melalui proses lelang yang memakan waktu lebih dari 90 hari atau sekitar tiga bulan. Mulai dari pengumuman lelang di media massa, pendaftaran calon penawar, pemilihan pemenang tender, sampai banding jika ada peserta tender yang tidak terima. Proses yang berbelit dalam tender itu berpotensi menimbulkan beragam penyelewengan. “Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada awal 2007, sekitar 75% kasus korupsi berasal dari proses pengadaan barang dan jasa (procurement). Kemudian diteruskan lagi oleh Juru Bicara KPK “Johan Budi SP” menyatakan hampir 80% kasus yang ditangani adalah korupsi dari pengadaan barang dan jasa” (Jakarta, Rabu 18 April 2012) 1 . 1 Juru Bicara KPK “Johan Budi SP” dalam Jumpa Pers. Jakarta, Rabu 18 April 2012. 1

thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t33627.docx · Web viewMelalui e-procurement, tindakan korupsi dan kebocoran untuk pengadaan barang dan jasa dapat dicegah. Metode ini

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di Indonesia, pengadaan barang dan jasa harus melalui proses lelang

yang memakan waktu lebih dari 90 hari atau sekitar tiga bulan. Mulai dari

pengumuman lelang di media massa, pendaftaran calon penawar, pemilihan

pemenang tender, sampai banding jika ada peserta tender yang tidak terima.

Proses yang berbelit dalam tender itu berpotensi menimbulkan beragam

penyelewengan. “Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada awal

2007, sekitar 75% kasus korupsi berasal dari proses pengadaan barang dan

jasa (procurement). Kemudian diteruskan lagi oleh Juru Bicara KPK “Johan

Budi SP” menyatakan hampir 80% kasus yang ditangani adalah korupsi dari

pengadaan barang dan jasa” (Jakarta, Rabu 18 April 2012)1.

Sementara itu, “menurut studi Bank Dunia tentang Country

Procurement Assessment Report (CPAR) 2001 disebutkan belanja negara di

Indonesia bocor sampai 10% - 50%. Lemahnya kapabilitas pengelola barang

dan jasa pemerintah menjadi penyebab kebocoran itu”2. Pemerintah tidak

semata-mata menjalankan tugas-tugas negara namun pemerintah juga

bertanggungjawab untuk memberantas KKN. Komisi Pemberantasan Korupsi

mengalami pekerjaan berat dan kewalahan dalam memberantas praktek KKN

yang sering terjadi di Indonesia.

1 Juru Bicara KPK “Johan Budi SP” dalam Jumpa Pers. Jakarta, Rabu 18 April 2012.2 Country Procurement Assessment Report (CPAR) 2001.

1

Melalui e-procurement, tindakan korupsi dan kebocoran untuk

pengadaan barang dan jasa dapat dicegah. Metode ini terbukti berhasil

diterapkan di beberapa negara maju maupun negara berkembang.

Pengembangan e-procurement di Indonesia dimulai tahun 2003 dengan

terbitnya Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman

Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Dalam Keppres ini,

pengadaan mulai dimungkinkan diproses dengan memanfaatkan sarana

elektronik. Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) dikembangkan oleh

Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa-Bappenas pada

tahun 2006 sesuai Inpres No.5 Tahun 2004 tentang Percepatan

Pemberantasan Korupsi. E-procurement menjadi salah satu dari tujuh

flagship Dewan Teknologi Informasi Nasional (Detiknas) dan di bawah

koordinasi Bappenas. Pada tahun 2007 telah dilakukan pelelangan secara

elektronik melalui LPSE oleh Bappenas dan Departemen Pendidikan

Nasional. Pada waktu itu baru terdapat satu server LPSE yang berada di

Jakarta dengan alamat www.pengadaannasional-bappenas.go.id yang

dikelola oleh Bappenas3.

Adanya Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2007, Lembaga

Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa pemerintah (LKPP) pada 7 Desember

2007 dibentuk4. Tugas pengembangan e-procurement dilanjutkan oleh LKPP

mulai pertengahan 2008. Diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun

2010 membuat kebijakan e-procurement memasuki tahap yang lebih “solid”.

3 Detiknas.com4 http://pengadaan.org

2

Dalam Perpres ini e-procurement ditempatkan dalam satu bab pengaturan

tersendiri dengan arah kebijakan yang jelas.

Mulai tahun 2012 semua instansi wajib menerapkan e-procurement5,

dan mulai 2011 seluruh pengumuman lelang dilakukan secara elektronik

melalui website portal pengadaan nasional menggantikan pengumuman di

surat kabar nasional dan surat kabar provinsi. E-procurement merupakan

usaha pengadaan barang secara business-to-business (B2B) atau government-

to-businnes (G2B) dari pemasok melalui internet. Melalui internet, sistem

pengadaan barang ini dapat dilakukan secara otomatis6. E-procurement ini

diharapkan menjamin proses pengadaan barang dan jasa pemerintah berjalan

lebih cepat dan akurat, serta persamaan kesempatan, akses dan hak yang sama

bagi para pihak pelaku pengadaan barang dan jasa.

Sistem Pengadaan Barang dan Jasa yang saat ini berlaku di Indonesia

masih memiliki kelemahan dan belum secara efektif mampu mencegah

terjadinya tindak pidana korupsi. Pelaksanaan Pengadaan Barang atau Jasa

Pemerintah sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun

2010, masih memungkinkan bagi Panitia Pengadaan dan Penyedia Barang

atau Jasa untuk melakukan tindak pidana korupsi di setiap tahapannya.

Berkaitan dengan banyaknya peluang penyimpangan dalam pelaksanaan

pengadaan barang dan jasa pemerintah, maka solusi terbaik untuk pemecahan

masalah tersebut adalah dengan mempergunakan sistem e-procurement.

E-procurement adalah sistem pengadaan barang atau jasa dengan

5 www.kompasiana.com6 http://novaontheblog.blogspot.com

3

menggunakan media elektronik seperti internet atau jaringan komputer. E-

procurement diterapkan dalam proses pembelian dan penjualan secara online

supaya lebih efisien dan efektif, mengurangi proses-proses yang tidak

diperlukan dalam sebuah proses bisnis. Pada prakteknya e-procurement juga

mampu mengurangi penggunaan kertas, menghemat waktu dan mengurangi

penggunaan tenaga kerja dalam prosesnya.

E-Procurement merupakan salah satu pendekatan terbaik dalam

mencegah terjadinya koruspsi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.

Adanya e-procurement peluang untuk kontak langsung antara penyedia

barang/jasa dengan panitia pengadaan menjadi semakin kecil, lebih

transparan, lebih hemat waktu dan biaya serta dalam pelaksanaannya mudah

untuk melakukan pertanggung jawaban keuangan. Hal tersebut dikarenakan

sistem elektronik tersebut mendapatkan sertifikasi secara internasional7.

Sistem e-procurement merupakan sebagai wujud Good Governance.

Saat ini e-procurement merupakan salah satu pendekatan terbaik

dalam mencegah terjadinya KKN dalam pengadaanbarang dan jasa

pemerintah. Dengan e-procurement peluang untuk kontak langsung antara

penyedia barang atau jasa dengan panitia pengadaan menjadi semakin kecil,

lebih transparan, lebih hemat waktu dan biaya serta dalam pelaksanaannya

mudah untuk dilakukan pertanggungjawaban. Namun dalam pelaksanaannya,

oleh karena proses e- procurement ini baru diterapkan, tentunya banyak

kendala-kendala yang dihadapi. Salah satu daerah yang telah menerapkan e-

procurement yaitu Kota Yogyakarta.7 http://www.media-indonesia.com

4

Proses pengadaan secara manual berimplikasi pada sulitnya informasi

harga satuan khusus, juga perbedaan perlakuan kepada calon penyedia barang

dan jasa. Juga lemahnya pertanggung jawaban terhadap proses pengadaan.

Tidak adanya informasi stok barang digudang menyebabkan sulitnya

mencapai sasaran stok optimal. Aplikasi E-Proc mampu membawa manfaat

bagi perusahaan yakni adanya standarisasi proses pengadaan berbasis IT.

Manfaat yang diperoleh e-procurement meliputi menghemat uang, waktu, dan

beban kerja tambahan yang normalnya berhubungan dengan pekerjaan tulis-

menulis. Proses pengadaan konvensional biasanya melibatkan banyak

pemrosesan kertas-kertas, yang mana menghabiskan sejumlah besar waktu

dan uang. Banyak perusahaan telah menerapkan e-procurement dengan

sukses, dan memperoleh.

Namun dibalik manfaatnya, produk ini tetap menyimpan hambatan

yang dihadapi dalam proses realisasinya, salah satunya penyedia barang atau

jasa (vendor) banyak yang belum memahami aplikasi e-procurement, tingkat

kelalaian yang sangat tinggi. Range jadwal state lelang masih belum

sepenuhnya dapat diikuti oleh panitia pengadaan tepat sesuai yang telah

ditetapkan, ketersediaan fasilitas koneksi internet dan fasilitas pendukung

lainnya masih sangat terbatas, serta terbatasnya bandwith. Penerapan e-

procurement dapat di analisis tingkat keberhasilan dan kelemahannya

sehingga implementasi sistem e-procurement dapat dikategorikan efektif dan

efisien dalam proses pengadaan barang dan jasa di Indonesia.

Pemerintah kota Yogyakarta saat ini telah menerapkan e-procurement.

5

Bentuk kelambagaan LPSE adalah Sekretariat di Sub Bagian Pengendalian

Administrasi pada Bagian Pengendalian Pembangunan Setda Kota

Yogyakarta. Jumlah personil LPSE 15 orang, 5 orang diantaranya

outshorching. Paket Pekerjaan wajib e-procurement yang ada di pemerintah

Yogyakarta pada tahun 2008 adalah 11 paket pekerjaan (sesuai dengan MoU

Bappenas), tahun 2009 sejumlah paket pekerjaan di atas 500 juta (sesuai

dengan Perwal No. 18 Tahun 2009), dan di tahun 2010 berupa paket

pekerjaan di atas 100 juta melalui ULP (sesuai dengan Perwal ULP)8.

Penelitian yang berkaitan dengan penerapan layanan pengadaan

barang dan jasa secara elektronik di Kota Yogyakarta penting untuk

dilakukan mengingak kota Yogyakarta telah menerapkan e-procurement

sementara belum ada penelitian yang mengkaji efektivitas dari penerapannya.

Penerapan e-procurement secara efektif akan mewujudkan manfaat dari e-

procurement secara maksima9l.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah: “Bagaimana penerapan layanan pengadaan barang dan

jasa secara elektronik di Kota Yogyakarta Tahun 2012 ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan memberi gambaran

8 Data Administratif Unit Layanan Pengadaan Kota Yogyakarta.9 Ibid

6

objektif mengenai peran dan fungsi Unit Layanan Pengadaan (ULP),

Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah (LKPP) dan

Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) terhadap aistem e-

procurement di Indonesia dalam menyelenggarakan, menerapkan,

melaksanakan dan menjalankan proses pengadaan barang atau jasa.

2. Manfaat penelitian

Manfaat yang akan di capai dalam penulisan skripsi ini adalah hasil

penelitian ini dapat disumbangkan untuk pengembangan ilmu

pengetahuan, khususnya di bidang Ilmu Pemerintahan khususnya yang

berkaitan dengan sistem yang efektif dalam mewujudkan good

governance.

D. Kerangka Teori

Untuk menjelaskan permasalahan yang ada, maka penulis akan

menggunakan konsep E-Government, serta E-Procurement.

1. E-Government

a. E-Government dalam Governance

Istilah “Governance” menunjukkan suatu proses di mana

rakyat dapat mengatur ekonominya, institusi dan sumber-sumber

sosial dan politiknya tidak hanya dipergunakan untuk pembangunan,

tetapi juga untuk menciptakan kohesi, integrasi, dan untuk

kesejahteraan rakyat. Dengan demikian, bahwa kemampuan suatu

negara mencapai tujuan negara sangat tergantung pada kualitas tata

7

kepemerintahan di mana pemerintah melakukan interaksi dengan

sektor swasta dan masyarakat10.

Secara teoretis, terdapat tiga komponen penting yang terkait

satu sama lain dalam good governance. Pertama adalah institusi

negara (state). Komponen pertama ini memiliki peran penting,

khususnya dalam meletakkan landasan bagi keberadaan pemerataan,

keadilan, dan kedamaian serta membangun lingkungan politik dan

hukum yang kondusif bagi pembangunan11.

Komponen kedua adalah masyarakat madani (civil society).

Komponen yang kedua ini memiliki peran penting dalam membangun

landasan bagi adanya kebebasan dan persamaan, termasuk kebebasan

mengekspresikan diri yang dapat dipertanggungjawabkan. Ketiga

adalah sektor swasta (privat sector). Keberadaan komponen ketiga ini

penting untuk meletakkan landasan bagi pertumbuhan ekonomi dan

pembangunan. Sektor swasta dapat berperan dalam menciptakan

lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan, meningkatkan volume

produksi dan perdagangan, membangun SDM, dan langkah-langkah

penting lainnya.

Good governance tidak hanya penting bagi eksistensi negara

bangsa yang berkeadilan dan berkemakmuran, namun juga penting

juga diterapkan di daerah, termasuk unit-unit politik yang lebih bawah

lagi. Lebih-lebih ketika otoritas dan kekuasaan negara banyak

10 Thoha; 2000, 12.11 Santosa, Pandji. Administrasi Publik Teori dan Aplikasi Good Governance. Bandung: Refika Aditama. 2008.

8

didesentralisasikan ke daerah. Konsep desentralisasi sebenarnya tidak

hanya berkaitan dengan pendelegasian masalah-masalah teknis

administratif, tetapi juga masalah-masalah kekuasaan. Melalui good

governance, di daerah akan ditemukan sebuah entitas atau kehidupan

politik yang berkarakteristik seperti adanya partisipasi, memiliki visi

yang strategis, rule of  law, transparansi, responsif,

pertanggungjawaban dan efektivitas serta efisien. Karakteristik

demikian sangat diperlukan guna mencapai tujuan desentralisasi itu,

yakni adanya pengelolaan daerah yang sesuai dengan konteks

kedaerahan12.

Teori governance dengan salah satu pendekatannya yang

disebut socio cybernatics approach (Rhodes, 1996). Inti dari

pendekatan ini adalah bahwa sejalan dengan pesatnya perkembangan

masyarakat dan kian kompleknya isyu yang harus segera diputuskan,

beragamnya institusi pemerintah serta kekuatan masyarakat madani

(civil society) yang berpartisipasi dalam proses pembuatan kebijakan

(policy making), maka hasil akhir (outcome) yang memuaskan dari

kebijakan publik tidak mungkin dicapai jika hanya mengandalkan

sektor pemerintah saja. Berkaitan dengan hal tersebut Wahab (1999:

5) menyatakan bahwa “Kebijakan publik yang efektif dari sudut teori

governance adalah produk sinergi interaksional dari beragam aktor

atau institusi”13.

12 Ibid.

13 Ibid.

9

Pendekatan governance mementingkan pada tindakan bersama

(collective action), keinginan pemerintah untuk memonopoli proses

kebijakan dan memaksakan berlakunya kebijakan tersebut akan

ditinggalkan dan diarahkan ke arah proses  kebijakan yang lebih

inklusif, demokratis dan partisipatif. Setiap aktor akan berinteraksi

dan saling memberi pengaruh (mutually inclusive) demi tercapainya

kepentingan bersama.

World Bank memberikan definisi istilah governance sebagai

cara kekuasaan negara digunakan untuk mengatur sumber daya

ekonomi dan sosial dalam pembangunan masyarakat (the way state

power is used in managing economic and social resources for

development of society). Sementara UNDP dalam LAN dan BPKP

(2000: 5) mendefinisikan sebagai berikut “the exercise of political,

economic, and administrative authority to manage a nation’s  affair at

all levels”. Menurut definisi terakhir ini, governance mempunyai tiga

kaki (three legs), yaitu economic, political, dan administrative. 

Economic governance meliputi proses-proses pembuatan keputusan

(decision-making processes) yang memfasilitasi aktivitas ekonomi di

dalam negeri dan interaksi diantara penyelenggara ekonomi.

Economic governance mempunyai implikasi terhadap keadilan,

kesejahteraan, dan kualitas hidup (equity, poverty and quality of

live)14. 

14 Curtin University of Technology. “Multilateral Development Bank International Survey of E-Procurement Systems. E-GP Research Report 2007

10

Political governance adalah proses-proses pembuatan

keputusan untuk formulasi atau penyusunan kebijakan. Administrasi

governance adalah sistem implementasi proses kebijakan. Oleh karena

itu institusi dari governance meliputi tiga domain, yaitu state (negara

atau pemerintahan), privat sector (sektor swasta atau dunia usaha),

dan society (masyarakat), yang saling berinteraksi dan menjalankan

fungsinya masing-masing. Institusi pemerintahan berfungsi

menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif, sektor

swasta menciptakan pekerjaan dan pendapatan, sedangkan society

berperan aktif dalam interaksi sosial, ekonomi, dan politik, termasuk

mengajak kelompok-kelompok dalam masyarakat untuk berpartisipasi

dalam aktivitas ekonomi, sosial, dan politik.

Pada hakekatnya konsep governance menggambarkan adanya

perubahan makna pemerintahan yang merujuk kepada: a) suatu proses

baru dalam memerintah (a new process of governing); b) perubahan

kondisi dalam tata aturan (a changed condition of ordered rule); dan

c) metode baru tentang peran serta masyarakat dalam pemerintahan

(the new methode by which society is governed) (Rhodes, 1996: 652-

653).

Pada sektor publik, negara dan sistem pemerintahan menjadi

tumpunan pelayanan, maka warga negara yang harus memperoleh

jaminan atas hak-haknya. Dengan demikian, penataan manajemen

kelembagaan pelayanan bukanlah suatu persoalan sederhana. Sistem

11

politik, berbagai organisasi regulasi yang menjadi bagian sistem

birokrasi suatu negara, budaya organisasi birokrasi yang

menempatkan kewenangan berlebih (over authority) kepada sektor

pemerintahan terhadap swasta atau negara terhadap rakyatnya, dapat

menjadi penghambat terciptanya pelayanan prima dalam sektor

publik.

Revitalisasi birokrasi melalui penataan kembali sistem

manajemen publik dalam mengantisipasi tuntutan sektor swasta dan

masyarakat pada umumnya menjadi sangat penting. Good governance

mengarahkan kepada upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan

proses manajemen pemerintahan sehingga kinerjanya menjadi lebih

baik. Pola dan gaya pemerintahan harus segera dibenahi dan

dikembangkan dengan menggunakan konsep good governance. Untuk

mewujudkan good governance, maka dapat didukung dengan

diterapkannya e-government.

b. E-Government dalam Birokrasi

Revolusi teknologi komunikasi dan teknologi informasi telah

melahirkan high-tech komunikasi dan informasi atau dikenal dengan

singkatan ICT. Keuntungan yang ditawarkan ICT sudah banyak

dipraktekkan dalam administrasi pembangunan dan pelayanan

pemerintahan. Salah satu cara yang ditempuh dalam aplikasi ICT

12

dalam mekanisme birokrasi pemerintahan adalah melalui penerapan

electronic Government (e-government)15. Di Indonesia telah

diterbitkan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan

dan Strategi Nasional Pengembangan e-government. Dengan

diberlakukannya Inpres tersebut maka semakin banyak daerah yang

mempunyai kekuatan dan payung hukum untuk berkiprah dalam

menerapkan e-government16.

Di hampir semua negara maju di Amerika dan Eropa,

pelayanan publik telah mengandalkan teknologi komunikasi dan

informasi. Artinya, semua proses layanan publik dapat diakses oleh

seluruh warga negara secara terintegrasi dengan cepat. Sistem layanan

tersebut dikenal dengan sebutan e-government system. Tujuan besar

penerapan e-government system adalah untuk menciptakan tata kelola

pemerintahan yang baik, dimana layanan pemerintahan bersifat

transparan, akuntabel, dan bebas korupsi. E-government system pada

hakikatnya merupakan proses pemanfaatan teknologi komunikasi dan

informasi sebagai alat untuk membantu jalannya sistem pemerintahan

dan pelayanan publik yang lebih efektif dan efisien (Sosiawan, 2008).

E-government system dalam penyelenggaraannya mengacu pada dua

hal, yaitu penggunaan teknologi informasi yang memanfaatkan

jaringan internet dan terbangunnya sebuah sistem baru dalam tata

kelola pemerintahan. Namun sayangnya, selama ini penafsiran

15 Ibid.16 wikipedia.org

13

penggunaan teknologi elektronik hanya sebatas alat manual dengan

komputer sebagai sarana pelayanan di lembaga penyedia layanan

publik.

Penyelenggaraan pemerintahan,memerlukan suatu sistem

komunikasi agar terjalin komunikasi efektif dan memiliki makna yang

mampu mengarahkan pencapaian tujuan pembangunan. Hal itu perlu

sekali dilakukan karena proses pembangunan melibatkan berbagai

elemen masyarakat. Buruknya citra pelayanan publik di Indonesia

perlu berkaca pada populernya e-government system di Negara Barat.

Maka tahun 2002, e-government system mulai diadopsi di Indonesia

sebagai sebuah inovasi baru dalam bidang kepemerintahan. E-

government system merupakan sebuah difusi teknologi, yang secara

teoritis berarti proses tersebarnya suatu inovasi ke dalam sistem sosial

melalui saluran komunikasi selama periode waktu tertentu (Rogers

dan Shoemaker, 1987). Dalam kaitannya dengan sistem sosial, difusi

juga merupakan suatu jenis perubahan sosial, yaitu proses terjadinya

perubahan struktur dan fungsi dalam suatu sistem sosial. Ketika

inovasi baru diciptakan, disebarkan, dan diadopsi atau ditolak

masyarakat, maka konsekuensinya yang utama adalah terjadinya

perubahan sosial.

Implementasi e-government system yang mendominasi di

seluruh dunia saat ini berupa integrasi data kependudukan secara

nasional dan pelayanan pendaftaran warga negara antara lain

14

pendaftaran kelahiran, pernikahan, kematian, penggantian alamat, dan

perpajakan. Disinilah peran pemerintah sebagai koordinator utama

untuk menciptakan lingkungan penyelenggaraan pemerintahan. Agar

pelayanan publik berjalan lebih efektif, perlu ada dorongan pada

pemerintah agar menyegerakan penerapan e-government system

(Shalahuddin dan Rusli, 2005).

Pemerintah dapat memanfaatkan peluang dari teknologi yang

digunakan dalam e-government system yaitu teknologi informasi dan

komunikasi, mengingat kelak masyarakat memiliki alternatif dalam

mengakses pelayanan publik secara tradisional maupun modern

(Indrajit, 2002). Namun demikian, ada dua hal yang harus

diperhatikan oleh pemerintah saat menerapkan e-government system,

yaitu:

a. Kebutuhan masyarakat menjadi prioritas utama dalam

pelayanan pemerintah. Pemerintah seyogyanya tidak lagi

memposisikan sebagai pihak yang dominan, tetapi

mempertimbangkan posisinya sebagai penyedia layanan bagi

masyarakat.

b. Ketersediaan sumber daya, baik dari sisi warga negara maupun

pihak pemerintah. Sumber daya dimaknai sebagai sumber daya

manusia yang terampil dan ketersediaan sumberdaya teknologi

yang merata.

Sudah saatnya pelayanan publik berorientasi pada pemenuhan

15

kebutuhan masyarakat dan terintegrasinya data kependudukan untuk

mempermudah pengurusan dokumen dan layanan publik lainnya.

Apabila pelayanan yang dilakukan menggunakan perspektif

masyarakat sebagai pelanggan, maka keikutsertaan masyarakat

sebagai pihak pengontrol tata kelola pemerintahan merupakan

legitmasi dari masyarakat.Pelayanan yang berkualitas tidak hanya

untuk lembaga penyelenggara jasa komersial (swasta), tetapi sudah

harus merembes ke lembaga-lembaga pemerintahan yang selama ini

resisten terhadap tuntutan akan kualitas pelayanan publik (Trilestari,

2004).

Tujuan besar dari penerapan e-government system adalah

untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik. E-government system

dapat mendorong terwujudnya tata kelola pemerintahan yang

transaparan, akuntabel, bebas korupsi, ramping birokrasi, dan 

meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan. Pelayanan

publik yang baik, efektif, dan efisien, dapat menjadi tolok ukur

keberhasilan pembangunan di suatu negara. Pemerintah di Indonesia

perlu menyediakan secara proporsional tenaga ahli di bidang teknologi

informasi dan komunikasi dalam tubuh lembaga pemerintahan dan

penyedia layanan publik, serta menjembatani kesenjangan

aksesibilitas teknologi di seluruh wilayah Indonesia.

Lingkup pengembangan e-government system mencakup skala

nasional. Maka diperlukan kerangka komunikasi antar sistem e-

16

government di daerah untuk saling berhubungan dan saling

bekerjasama. Dalam implementasinya, perlu ada mekanisme

komunikasi baku antar sistem, sehingga masing-masing sistem

aplikasi dapat saling bersinergi untuk membentuk e-government

services yang lebih besar dan kompleks.

Semenjak 2004, pemerintah melalui Departemen Komunikasi

dan Informatika telah membuat blue-print untuk pengembangan

aplikasi sistem e-government. Dalam lembar cetak biru tersebut telah

dijelaskan bagaimana penggunaan dan pengkoneksian jaringan di

tingkat daerah maupun pusat. Hal-hal yang sudah tertuang dalam blue

print itu seyogyanya dapat dimanfaatkan oleh instansi pemerintah

untuk menjawab tantangan pelayanan publik yang lebih modern dan

efektif17.

Implementasi e-government system di Indonesia masih separuh

jalan dan masih jauh di bawah standar yang ideal dan yang diinginkan.

Agar mencapai kondisi yang ideal, harus dilakukan penyempurnaan

konsep dan strategi pelaksanaan e-government system dari berbagai

sisi. Berkaca dari Kabupaten Sragen yang sudah menerapkan e-

government system dalam penyelenggaraan pemerintahan dari tingkat

Kabupaten hingga Desa, menjadi bukti jika teknologi informasi dan

komunikasi dapat diterapkan di Indonesia dan menjadi sarana

terpenting dalam perbaikan tata kelola pemerintahan.

17 http://www.republika.co.id

17

Dalam upaya mengembangkan pemerintahan yang berbasis e-

government, komputer serta sarana pendukung lainnya seperti alat

pengolah data elektronik merupakan faktor penting. Kebijakan

penerapan e-government merupakan mekanisme interaksi baru

(modern) antara pemerintah Kota Yogyakarta dengan masyarakat dan

kalangan lain yang berkepentingan. Kebijakan penerapan

e-government sangat tepat dengan kemajuan teknologi yang semakin

mutakhir sekarang ini. Dalam hal ini, penerapan e-government

diartikan sebagai sebuah hal, cara dan hasil kerja atau wujud dari e-

government dan sesuai dengan kemajuan teknologi sekarang ini di

Kota Yogyakarta. Bank Dunia mengemukan, e-government dijadikan

acuan yang digunakan dalam sistem informasi pemerintahan (seperti

dalam wide area networks, internet, dan komunikasi berjalan) yang

memiliki kemampuan untuk menjembatani hubungan dengan warga

negara lainya, para pebisnis dan berbagai elemen pemerintahan

lainnya (Indrajit dkk, 2002: 3)18.

Pemerintah tidak dapat lepas dari kegiatan pengadaan barang.

Proses pengadaan barang dan jasa di pemerintahan saat ini memasuki

sebuah babak baru, yaitu dengan mulai diterapkannya pengadaan

barang/jasa berbasis elektronik atau e-procurement. E-Procurement

atau lelang secara elektronik adalah proses pengadan barang/jasa

dalam lingkup pemerintah yang menggunakan perangkat teknologi

informasi dan komunikasi dalam setiap proses dan langkahnya.18 Ibid.

18

2. Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ)

Kegiatan untuk memperoleh barang dan jasa oleh lembaga,

perangkat daerah atau institusi lainnya yang prosesnya dimulai dari

perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan

memperoleh barang atau jasa. Proses e-procurement ini akan menjadi

transparan dan dapat mudah diawasi oleh masyarakat sehingga proses

pengadaan barang dan jasa pemerintah akan adil (fair). Pemilihan

penyedia barang dan jasa dengan menggunakan sistem e-procurement

diaplikasikan untuk mewujudkan tujuan pelaksanaan barang dan jasa

pemerintah yang efektif, efisien, transparan, adil atau tidak diskriminatif

dan akuntabel. E-procurement atau lelang secara elektronik adalah proses

pengadaan barang atau jasa dalam lingkup pemerintah yang menggunakan

perangkat teknologi dan komunikasi dalam setiap proses dan langkahnya.

E-procurement dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu e-tendering dan e-

purchasing. Instrumen ini memanfaatkan fasilitas teknologi komunikasi

dan informasi meliputi pelelangan umum secara elektronik yang

diselenggarkan oleh Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).

Barang menurut Yamit (2001: 16) merupakan benda yang dapat

digunakan untuk keperluan tertentu, sedangkan jasa adalah pelayanan yang

diberikan individu atau organisasi kepada konsumen. Pengertian service

(pelayanan) menurut Pendit dan Sudarta (2004: 33) adalah suatu perbuatan

yang dilakukan oleh seorang penyedia jasa untuk seseorang sebagai

penerima pelayanan agar menikmati suatu manfaat atau merasa puas dan

19

senang.

Pengadaan barang atau jasa pemerintah secara elektronik dapat

dilakukan dengan e-Tendering dan e-Purchasing19:

a. E-Tendering

1) Ruang lingkup e-Tendering meliputi proses pengumuman

pengadaan barang/jasa sampai dengan pengumuman

pemenang.

2) Para pihak yang terlibat dalam e-Tendering adalah Pejabat

Pembuat Komitmen (PPK)/Unit Layanan Pengadaan

(ULP)/Pejabat Pengadaan dan Penyedia barang/jasa.

3) Aplikasi e-Tendering wajib memenuhi unsur perlindungan hak

atas kekayaan intelektual dan kerahasian dalam pertukaran

dokumen serta tersedianya sistem keamanan dan penyimpanan

dokumen elektronik yang menjamin dokumen elektronik

tersebut hanya dapat dibaca pada waktu yang telah ditentukan.

4) E-tendering dilaksanakan dengan menggunakan Sistem

Pengadaan Secara Elektronik yang diselenggarakan oleh

Layanan Pengadaan Secara Elektronik.

5) ULP/Pejabat Pengadaan dapat menggunakan Sistem

Pengadaan Secara Elektronik yang diselenggarakan oleh

Layanan Pengadaan Secara Elektronik terdekat.

19 Perka LKPP, LKPP.go.id

20

Sistem Pengadaan Secara Elektronik yang diselenggarakan

oleh Layanan Pengadaan Secara Elektronik wajiib memenuhi

persyaratan sebagai berikut:

1) Mengacu pada standar yang telah ditetapkan LKPP berkaitan

dengan interoperabilitas dan intergerasi dengan Sistem

Pengadaan Secara Elektronik yang dikembangkan oleh LKPP;

2) Mengacu pada standar proses pengadaan secara elektronik

yang ditetapkan oleh LKPP;

3) Bebas lisensi (free lisence).

Oleh karena demikian, e-tendering merupakan tata cara

pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan secara terbuka dan

dapat diikuti oleh semua penyedia barang/jasa yang terdaftar pada

sistem pengadaan elektronik dengan cara menyampaikan satu kali

penawaran dalam waktu yang telah ditentukan.

b. E-Purchasing

1. E-Purchasing diselenggarakan dengan tujuan:

a) Terciptanya proses pemilihan barang/jasa secara langsung

melalui sistem katalog elektronik sehingga memungkinkan

semua ULP/Pejabat Pengadaan dapat memilih barang/jasa

pada pilihan terbaik.

b) Efisiensi biaya dan waktu proses pemilihan barang/jasa

dari sisi penyedia barang/jasa dan pengguna.

21

2. Sistem katalog elektronik diselenggarakan oleh LKPP dan

sekurang-kurangnya memuat informasi spesifikasi dan harga

barang/jasa.

3. Pemuatan informasi dalam sistem katalog elektronik oleh

LKPP di lakukan dengan membuat frame work contact dengan

penyedia barang/jasa.

4. Barang/jasa yang di informasikan pada sistem katalog

elektronik di tentukan oleh LKPP.

Disimpulkan bahwa e-purchasing sebagai tata cara pembelian

barang/jasa melalui sistem katalog elektronik. Untuk mengatur

pelaksanaan pengadaan barang dan jasa di lingkungan BI, BHMN,

BUMN atau BUMD yang sebagian atau seluruhnya dibiayai dari

APBN, APBD, pinjaman atau hibah. Tujuannya ialah agar

pelaksanaan pengadaan barang atau jasa dilakukan secara efisien,

efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil atau tidak diskriminatif, dan

akuntabel. Ini sesuai dengan Peraturan Presiden No.54 Tahun 201020.

Selain itu, dalam pasal 107 Perpres No. 54 Tahun 2010

diketahui bahwa tujuan pengadaan barang dan jasa secara elekronik

meliputi:

a. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas.

b. Meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha yang sehat.

c. Memperbaiki tingkat efisiensi proses pengadaan.

d. Mendukung proses monitoring dan audit.20 Data Base LKPP.go.id

22

e. Memenuhi kebutuhan akses informasi yang real time.

Ruang lingkup berlakunya PERPRES No.54 Tahun 2010

untuk mengatur:

a. Pengadaan barang atau jasa yang pembiayaannya sebagian

atau seluruhnya dibebankan pada APBN atauAPBD.

b. Pengadaan barang atau jasa yang sebagian atau seluruhnya

dibiayai dari pinjaman atau hibah Dalam Negeri dan Luar

Negeri (PHLN) harus mengikuti Perpres. Apabila ada

perbedaan, pihak-pihak dapat menyepakati tata cara

pengadaan yang akan dipergunakan.

Prinsip-prinsip dasar Pengadaan Barang dan Jasa ialah Efisien,

Efektif, Transparan, Terbuka, Bersaing, Adil atau Tidak Diskriminatif

dan Akuntabel.

3. Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE)

a. Pengertian LPSE

LPSE adalah unit kerja atau pelaksana yang menfasilitasi

Panitia Pengadaan atau Unit Layanan Pengadaan pada proses

pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik.Layanan

Pengadaan Secara Elektronik yang selanjutnya disebut LPSE ini ialah

unit kerja yang berada di lingkungan Kementerian/Lembaga/Satuan

Kerja Perangkat Daerah/Institusi (K/L/D/I) yang dibentuk untuk

menyelenggarakan sistem pelayanan Pengadaan Barang/Jasa secara

elektronik21.21 Ibid.

23

Sistem Pengadaan Secara Elektronik atau disingkat SPSE

adalah aplikasi e-procurement yang dikembangkan oleh LKPP untuk

digunakan oleh LPSE di instansi pemerintah seluruh Indonesia.

Fungsi LPSE22 ialah Menyelenggarakan Proses Lelang yang dimulai

dari Informasi-infromasi terkait lelang. Seperti, Informasi Pendaftaran

sampai kepada informasi Pengumuman. Sistem pengadaan secara

elektronik inilah yang mengatur semua bentuk proyek atau tender

dengan sistem e-procurement. Artinya bahwa Sistem e-procurement

merupakan proses pengadaan barang/jasa pemrintah yang

pelaksanaannya dilakukan secara elektronik dan berbasis web atau

internet dengan memanfaatkan fasilitas teknologi komunikasi dan

informasi dalam proses pengadaan barang atau jasa secara elektronik

yang diselenggarakan oleh layanan pengadaan secara elektronik

(LPSE).

Latar belakang e-procurement ialah sebagai salah satu tuntutan

masyarakat dalam memperoleh informasi seluas-luasnya menganai

pengadaan barang atau jasa pemerintah serta sebagai upaya untuk

penyelenggaraan pemerintah yang baik dan bebas dari Korupsi,

Kolusi dan Nepotisme (KKN). Tujuan e-procurement itu sendiri

adalah untuk menciptakan transparansi, efisiensi dan efektivitas serta

akuntabilitas dalam pengadaan barang atau jasa melalui media

elektronik antara penitia dan penyedia barang atau jasa. Adapun

manfaat e-procurement ialah:22 Ibid.

24

a. Mengurangi kontak fisik yang dapat menimbulkan risiko KKN

baik antar penyedia, maupun antar penyedia dan panitia.

b. Membuat proses interaksi antara pengguna sistem dan

penyedia barang atau jasa, serta masyarakat menjadi lebih

mudah dan cepat.

c. Menghemat biaya operasional pengadaan baik dari sisi panitia

maupun penyedia.

d. Meningkatkan kontrol terhadap berbagai penyimpangan.

e. Mempermudah pelaksanaan audit proses pengadaan barang

atau jasa.

Kemudian fungsi LPSE ialah:

a. Mengelola sistem e-procurement.

b. Menyediakan pelatihan kepada PPK atau Panitia dan Penyedia

barang atau jasa.

c. Menyediakan sarna akses internet bagi PPK/Panitia dan

Penyedia barang atau jasa.

d. Melakukan pendaftaran dan verifikasi terhadap PPK atau

Panitia dan Penyedia barang atau jasa.

Pengadaan secara elektronik atau e-procurement tersebut

diperlukan agar pengadaan barang atau jasa yang diselenggarakan

pemerintah dapat terlaksana dengan baik, sehingga dapat

meningkatkan dan menjamin terjadinya efisiensi, efektifitas,

transparansi dan akuntabilitas dalam pembelanjaan uang negara.

25

Artinya ketersediaan barang atau jasa dapat diperoleh dengan harga

dan kualitas terbaik, proses administrasi yang lebih mudah dan cepat,

serta dengan biaya yang lebih rendah, sehingga akan berdampak pada

peningkatan pelayanan publik.

b. Unsur-Unsur LPSE

1) Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

(LKPP).

Pada bulan Desember 2007, presiden mengeluarkan

Keppres No.106 tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan

Barang/Jasa Pemerintah (LKPP)23. Lembaga ini merupakan

‘pemekaran’ Pusat Pengadaan yang sebelumnya berada di

Bappenas. Dengan adanya Keppres ini, seluruh tugas

menyangkut kebijakan pengadaan barang dan jasa pemerintah

menjadi tanggung jawab LKPP, termasuk di dalamya

pengembangan dan implementasi electronic government

procurement. Fungsi LKPP itu sendiri ialah:

a. Melakukan Pembinaan dan Pengawasan terhadap LPSE.

b. Mengelola Portal Pengadaan Nasional.

Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) adalah Lembaga

Pemerintah non Departemen (LPND) yang mempunyai tugas

pokok melaksanakan tugas pemerintah di bidang persandian

yaitu mengamankan informasi yang berkualifikasi rahasia di

sektor pemerintahan dan publik dalam rangka turut menjaga 23 Ibid.

26

keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Masalah

kriptografi sebagai salah satu teknik dalam pengamanan

informasi sudah menjadi keahlian lembaga ini. Untuk menjamin

keamanan transaksi dalam proses e-procurement, tahun 2008

LKPP bekerja sama dengan lembaga ini. Lemsaneg

mengembangkan Aplikasi Pengaman Dokumen (Apendo) yang

digunakan oleh peserta pengadaan untuk enkripsi dokumen serta

oleh panitia pengadaan untuk dekripsi dokumen.

Setelah pengembangan Apendo, Lemsaneg dan LKPP

mengembangkan Infrastruktur Kunci Publik (IKP) dan

menjadikan Lemsaneg sebagi CA (Certification Authority).

Tahun 2010 diharapkan sistem IKP ini dapat digunakan di

semua LPSE. LKPP bekerja sama dengan BPKP untuk

melengkapi sistem LPSE dengan modul e-audit pengadaan.

Modul ini memungkinkan auditor (inspektorat atau BPK) untuk

melakukan audit secara elektronik terhadap proses pengadaan.

BPKP juga akan membantu LKPP dan seluruh pengelola LPSE

untuk sosialisasi sistem e-audit ini ke Satuan Pengawas Internal

di instansi pengguna LPSE. Implementasi dan sosialisasi e-audit

pengadaan juga dilakukan dengan Badan Pemeriksa Keuangan

(BPK). Pengadaan secara online membantu organisasi-

organisasi untuk merancang rencana yang optimal untuk

memanage rantai pasokan (supply chain). Keuntungan e-

27

procurement tidak hanya meliputi penghematan uang tetapi juga

penyederhanaan keseluruhan proses. Rencana yang optimal

dapat dikomunikasikan dengan cepat kepada pemasok-pemasok,

oleh karena itu dapat mengurangi biaya dan pemborosan yang

biasanya terdapat dalam supply chain.

Sistem e-procurement membantu perusahaan

mengkonsolidasikan data tentang pengadaan bermacam-macam

barang baik secara langsung maupun tidak langsung. Data ini

memungkinkan mereka melakukan pembelian besar dan

bernegosiasi dengan para pemasok untuk diskon yang lebih

besar. Daripada sepuluh departemen independen berbeda,

misalnya, membeli suatu produk tertentu dalam jumlah kecil,

suatu sistem pengadaan yang terpusat dan terhubung dengan

baik dalam organisasi akan membantu melacak kebutuhan

secara periodik untuk produk tersebut dan pemesanan pembelian

besar dapat disusun sesuai kebutuhan.

2) Unit Layanan Pengadaan

Unit Layanan Pengadaan sebagaimana yang tercantum

dalam Perpres dimaksud, Unit Layanan Pengadaan yang

selanjutnya disebut ULP adalah unit organisasi pemerintah yang

berfungsi melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa di K/L/D/I

(Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi

lainnya) yang bersifat permanen, dapat berdiri sendiri atau

28

melekat pada unit yang sudah ada (pasal 1 angka 8).

Berdasarkan definisi tersebut dapat diketahui bahwa fungsi

utama ULP adalah pelaksanaan pengadaan, artinya unit inilah

yang melaksanakan proses pengadaan mulai dari menyusun

rencana pemilihan penyedia barang dan jasa sampai dengan

melakukan evaluasi administrasi, teknis dan harga terhadap

penawaran yang masuk. Unit ini bersifat permanen artinya

bersifat tetap bukan panitia atau unit ad-hoc24, dapat berdiri

sendiri atau melekat pada unit yang sudah ada, karena ULP

merupakan unit dari K/L/D/I.

Sebelum menguraikan lebih lanjut mengenai kedudukan

ULP dalam Struktur Organisasi Pemerintah Daerah, perlu

dicermati lebih dahulu kedudukan ULP dalam struktur

organisasi pengadaan. Pasal 7 ayat (1) menyebutkan bahwa

Organisasi Pengadaan Barang/Jasa untuk Pengadaan melalui

Penyedia Barang/Jasa terdiri atas: a) PA/KPA; b) PPK; c)

ULP/Pejabat Pengadaan; d) Panitia/Pejabat Penerima Hasil

Pekerjaan.

Berdasarkan struktur tersebut tampak bahwa ULP

diposisi dibawah PA/KPA dan PPK. Namun untuk lebih

jelasnya mari kita cermati hubungan kerja antar unit-unit

tersebut. Pasal 17 angka (2) huruf j menyebutkan bahwa salah

satu tugas pokok dan kewenangan ULP adalah memberikan 24 Ibid.

29

pertanggungjawaban atas pelaksanaan kegiatan Pengadaan

Barang/Jasa kepada PA/KPA jadi jelas bahwa ULP

bertanggungjawab kepada PA/KPA. Bagaimana hubungan kerja

antara PPK dan ULP? Pasal 12 ayat 1 menyebutkan bahwa PPK

merupakan Pejabat yang ditetapkan oleh PA/KPA untuk

melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa, jadi sama-sama

bertanggungjawab kepada PA/KPA dan sama-sama betugas

melaksanakan pengadaan. Apabila dicermati lebih lanjut pasal-

pasal yang mengatur organisasi pelaksana pengadaan

sebenarnya terdapat batasan yang jelas antara tugas PPK dan

ULP. PPK bertanggungjawab atas keseluruhan pelaksanaan

pengadaan baik secara teknis maupun substansif sampai

berakhirnya pelaksanaan pekerjaan, sementara ULP

bertanggungjawab terutama terhadap proses “pemilihan”

penyedia barang dan jasa. Tampaknya hubungan kerja PPK

dengan ULP merupakan hubungan kerja yang bersifat

komplementer dalam pelaksanaan pengadaan. Hal ini antara lain

ditunjukkan oleh pasal 11 ayat 2 huruf a yang menyebutkan

bahwa selain tugas pokok dan kewenangannya PPK dapat

menetapkan tim atau tenaga ahli pemberi penjelasan teknis

(aanwijzer) untuk membantu pelaksanaan tugas ULP.

ULP merupakan unit organisasi pemerintah yang

berfungsi melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa di K/L/D/I.

30

Menurut Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 2007 tentang

Organisasi Perangkat Daerah. Pasal 1 angka 7 dan 8 menyatakan

bahwa perangkat daerah adalah unsur pembantu kepala daerah

dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang terdiri dari

sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga

teknis daerah, kecamatan dan kelurahan. Berdasarkan uraian di

atas menjadi jelas bahwa kedudukan ULP di daerah adalah unit

pelaksana teknis yang memiliki tugas pokok melaksanakan

pengadaan barang dan jasa terutama dalam hal proses pemilihan

penyedia barang dan jasa

3) E-Procurement

Galliers (Croom and Jones, 2005: 371) menyatakan

bahwa “...dengan adanya sistem inter-organisasiona dan

perdagangan secara elektronik (e-commerce) khususya, maka

jelas bahwa pertanyaan tentang suatu kejelasan melampaui apa

yang kita miliki untuk mengetahui kejelasan mengenai isu

bisnis-TI. Secara sederhana, tidak ada kasus internal yang

bertahan lama. Saat ini, beberapa isu meliputi kejelasan dengan

mengkolaborasikan beberapa perusahaan dan strategi TI serta

perlengkapan pelanggan (baru-baru ini menandai/megutamakan

menajemen hubungan antar pelanggan). Terbukanya organisasi

terhadap e-business memiliki dampak yang signifikan terhadap

strategi suplier IT (Information Technologi) dan sistem

31

informasi (Information System) serta dampak terhadap bentuk

pemerintahan, atau perjanjian, struktur yang dipakai dalam

penyediaan barang.

Bagaimana e-procurement dapat dapat mempengaruhi

transaksi penyediaan barang, menjadi hal yang telah

didiskusikan oleh Holland dan Croom (Croom and Jones, 2005:

371), di mana keduanya mencatat bahwa literatur pustaka

mengumpamakan pengaruh tersebut sebagai dua pemikiran yang

berlawanan. Di satu sisi, pandangan mengenai sistem e-

precurement dan e-buseness akan meningkatkan kecenderungan

ke arah “arms’ lenght”, transaksi dalam bentuk pasar karena

rendahnya/minimnya hambatan untuk mauk ke dalam transaksi

yang berbentuk elektronik.

Malaone, Yates, dan Benjamin (Croom and Jones, 2005:

372) berpendapat bahwa efek dari perantara secara elektronik

(electronic brokerage) terhadap sistem seperti e-procurement

adalah mengurangi biaya pencarian. Keberadaan e-procurement

membuat yang jauh menjadi dekat, dari hubungan jual beli yang

bersifat hirarki menjadi lebih pendek. Barratt dan Roshdahl

(Croom and Jones, 2005: 372) menjelaskan bahwa mudahnya

penarikan dan transparansi merupakan keuntungan bagi para

pembeli dan kerugian bagi para penjual. E-procurement bagi

para pembeli menguntungkan karena keekonomisan dalam

32

pencarian.

Pendapat lain yang kontras dengan pandangan tersebut

berpendapat bahwa pada kenyataannya hak milik bawaan dari

sistem inter organisasi tertentu dapat mengikat para pelanggan

dan para suplier dalam suatu integrasi yang berdiri sendiri. Hal

tersebut menjadi sesuatu yang penting bagi sistem e-

procurement yang melibatkan pertukaran data kompleks.

Brosseau (Croom and Jones, 2005: 372) membahas tentang

jaringan 26 IOS (26 IOS network). Dirinya menemukan bahwa

jaringan tersebut banyak digunakan untuk mengurangi biaya dan

layanan produksi atau distribusi serta memperkuat adanya

hubungan hirarki di antara ketetapan yang ada. Biaya

infrastruktur dan transaksi yang rendah dari sistem internet-

based membuat organisasi mengeksploitasi kesempatan tersebut

untuk melakukan pertukaran informasi yang kompleks dengan

banyak partner. Terdapat nilai yang tumbuh melalui hubungan

yang dekat dan hirarkis antara partner transaksi (trading

partners) atau afiliasi. Amit dan Zott (Croom and Jones, 2005:

372) mendiskusikan pentingnya hubungan yang dekat (lock in)

antara para partner transaksi. Ini adalah kunci untuk

mendapatkan keuntungan bagi pembeli maupun penjual.

Klasifikasi bentuk struktur transaksi e-procurement

dikenalkan dalam literatur marketing industri dan pembelian.

33

Disebutkan bahwa secara khusus organisasi akan memiliki

range hubungan transaksi dengan penyedia. Sebagai contoh,

kerangka kerja (framework) “buyclass” Robinson, Faris, dan

Wind (Croom and Jones, 2005: 372) membedakan antara

hubungan yang berbasis frekuensi dan variabilitas dalam

kontrak pembelian. Pada Gambar berikut nampak ilustrasi lima

tipe pertukaran yang digunakan dala transaksi e-procurement

pemerintah:

Public Web Exchange Marketplace CompanyHub Extranet

Buyer

Buyer

Exchange Market

Venue

Supplier

Supplier

Gambar 1.1.

34

Klasifikasi Struktur Transaksi E-Procurement (Croom and Jones, 2005: 373)

35

a. Public Web

Melalui public web (Internet), para pembeli

memiliki kesempatan untuk mengidentifikasi para suplier

yang potensial melalui alat pencari (seperti Google.com,

Yahoo.com) atau alat pencari khusus transaksi (seperti

kellys.co.uk). Pencarian on-line membantu perbandingan

daftar harga, khususnya digunakan untuk pembelian

barang yang khusus. Pesanan barang dapat dilakukan

secara on-line melalui email atau cara yang lebih

tradisional seperti telepon, fak, atau email, semua hal

tersebut tergantung dari fasilitas web site bawaan yang

dimiliki suplier.

b. Exchange

Istilah exchange dalam hal ini mengacu pada

tempat melakukan transaksi, seperti situs lelang ebay

B2C e-commerce dan layanan lelang B2B yang

menyediakan Free Market and Synerdal. Situs-situs

tersebut memperbolehkan para pembeli atau penjual

menawar kontrak. Dalam kasus eBay, meliputi

penawaran terhadap produk-produk yang ditawar untuk

dijual secara pribadi sama baiknya seperti para penjual

komersial. Sementara itu, pertukaran B2B menyediakan

fasilitas pembatalan lelang. Pembatalan lelang secara on-

36

line telah berhasil mengurangi harga pembelian.

c. Marketplace

Pasar (marketplace) merupakan tempat banyak

suplier atau produk-produk (multi-supplier/multi-

products) yang sesungguhnya. Marketplace sering

ditempati dan dikelola oleh pihak ketiga yang

menyediakan akses ke para pengguna (users) melalui

Internet atau koneksi LAN.

d. Company Hub

Sering disebut sebagai solusi “buy-side”.

Company hub hampir sama dengan marketplace, karena

pembeli (lebih dari sekedar pihak ketiga) berperan

sebagai “tuan rumah” dan mengelola katalog atau daftar

multi-supplier/multi-product.

e. Extranet

Extranet merupakan pengaman yang melindungi

link internet antara pembeli dan penjual. Extranet

terutama digunakan untuk berbagi dan

mengkolaborasikan data, seperti misalnya mengirim data

tentang jadwal pengiriman dan desain produk. Pre-

internet, link EDI (Electonic Data Interchange)

memberikan suatu tipe koneksi ektranet yang

didedikasikan untuk pelanggan individual. Meskipun

37

terdapat sisa-sisa terkait dengan pengamanan transmisi

World Wide Web, extranet memberikan makna efektif

dari komunikasi di antara partner transaksi.

Penelitian yang dilakukan oleh Song dan Shin (2010: 2)

menjelaskan bahwa terdapat lima faktor yang berkaitan dengan

e-government yang ada di Korea yaitu faktor lingkungan,

kepemimpinan dan rencana institusi, visi dan tujuan, serta

prioritas dan tampilan. E-government yang terus diinovasi bukan

hanya akan mempengaruhi efisiensi dan produktivitas namun

juga transparasi dan catatan pemerintah, sehingga mampu

menfasilitasi antara pemerintah dengan masyarakat melalui

partisipasi masyarakat dalam proses kebijakan. Model evaluasi

e-procurement yang ada dalam penelitian tersebut yaitu:

38

Table 1. Framework of Analysis25

Faktor Pertanyaan Elemen yang Dianalisis

Lingkungan Dimana - Political, economic, social, technological situations

Kepemimpinan dan

kelembagaan

Siapa dan bagaimana

a. Kepemimpinan dan kesadaran sosialb. Lead/partner organizations, dan dukungan regulasic. Alokasi sumberdaya: finance, manpower, technologyd. Perceived benefits in using the system(s)e. Perceived problems in using the system(s)f. Supporting integrityg. Supporting transparencyh. Legislative support for system

Visi dan Tujuan Mengapa a. Visionb. Policy goals

Prioritization/fungsionalitas

Apa dan dimana

a. System typeb. System functionalityc. System descriptiond. System architecturee. System communication standardsf. Security technologies and document transfersg. Authenticationh. System performance, availability and reliabilityi. Interfacing with other systemsj. System capability monitoring and Auditsk. Business Issues

Kinerja Hasil

a. Overview of strategy appliedb. Specific implementation strategy subcomponentsc. Procurement outcomes achieved national

informatization indexd. UNDESA & ITU index

Diadopsi dari Hee Joon Song and Su Kyoung Shin, Historical Approach to E-Government of Korea: Lessons Learned and Challenges Ahead, www.kapa21.or.kr/data dan Curtin University of Technology.

ADP (2004: 6) menjelaskan bahwa komponen yang dapat

diterapkan dalam E-GP meliputi:

Table 1.2. Komponen E-GP ADP (2004: 6)

25 www.kapa21.or.kr/data dan Curtin University of Technology

39

Strategic Foundations ComponentsInstitutional capacity (kapasitas institusi)

1. Government leadership (kepemimpinan pemerintah)

2. Human resource management (manajemen sumber daya manusia

Governance (pemerintah)

1. Planning and management (perencanaan dan manajemen)

2. Policy (kebijakan)3. Legislation and regulation (perundang-

undangan dan peraturan)Business functionality and standards (fungsional bisnis dan patokan)

1. Infrastructure and web services (infrastruktur dan pelayanan web)

2. Standards (patokan)

Third party involvement

Private sector integration (integrasi sektor pribadi)

Application of technology (aplikasi teknologi)

Systems (sistem-sistem)

Ada beberapa studi empirik yang telah dilakukan

mengenai implementasi e-procurement di dalam sektor publik.

Manus (Croom and Jones, 2005: 372) mengidentifikasikan

adanya harapan terhadap efisiensi biaya dan proses sebagai

motivasi utama bagi implementasi sektor publik. Dirinya

mengamati bahwa terdapat perdebatan tentang beberapa prinsip

fundamental di belakang penghubung (procurement) sektor

publik, meliputi memenangkan penawaran terendah. Kedua,

studi kasus terhadap penghubung di Taiwan. Hambatan utama

implementasi e-procurement ditemukan menjadi perlawanan

budaya untuk merubah dalam penetapan proses dan praktek

penghubung.

40

Heijboer (Croom and Jones, 2005: 372) mengusulkan

kerangka kerja bagi operasionalisasi implementasi atau

pergerakan (roll-out) e-procurement. Dalam tulisannya, dirinya

mengusulkan model analitikal berdasarkan ROI dan pembayaran

kembali yang merupakan hasil dari pergerakan e-procurement

komoditi oleh komoditi. Model tersebut mengusulkan bahwa

organisasi seharusnya menentukan pergerakan e-procurement

dengan tujuan untuk “quick winner” atau “harvesting the low

hanging fruit”.

Menurut Koorn, Smith, dan Mueller (Vaidya, Sajeev dan

Callendar, 2006: 70) untuk membedakan e-procurement dengan

tiga tipe sistem e-procurement yaitu Buyer e-Procurement

System, Seller e-Procurement System, dan Online

Intermediaries. Penelitian itu fokus pada Buyer e-Procurement

System, yang memperhatikan e-procurement, yaitu Enterprise

Portal dan Enterprise Application.

Survey yang dilakukan oleh Curtin University of

Technology (2007: 8)26 bertujuan untuk memahami informasi

dalam sistem e-procurement yang dapat digunakan secara umum

di World Bank, the Asian Development Bank dan Inter

American Development. Implementasinya diterapkan di tiga

wilayah yang berbeda yaitu Amerika, Asia Pasifik dan Eropa.

Negara-negara tersebut menggunakan perjanjian dalam 26 Ibid.

41

menerapkan e-government procurement. Survey ini dapat

mengetahui fungsi dari nilai informasi, infrastruktur dan

implementasi dari sistem e-procurement serta mempelajari

kunci kesuksesan ketiga negara tersebut dalam membangun

sistem.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa prinsip koordinasi

yang dilakukan oleh Bang Dunia untuk setiap negara. Prinsip

koordinasi ditunjukkan dengan identifikasi dan distribusi

responden mengenai negaranya. Responden dibedakan menjadi

lima kelompok: 1) panitia manajemen government procurement

yang bertanggung jawab terhadap manajemen, operasional dan

penerapan government procurement; 2) bisnis dan staf teknis

dari organisasi yang membangun, memodifikasi serta merawat

system; 3) agen-agen sentral yang menjadi kunci di sektor

publik yang merupakan stakeholder dalam system; 4) Suppliers;

5) buyer27.

Tabel 1.3.

Hasil Survey (Curtin University of Technology, 2007: 92-93)

27 Ibid.

42

Komponen Responden1 2 3 4 5

1 Survey Respondent Profile X X X X XPART A

Functionality2 System Type X X X X X3 System Functionality X X X X X

Business and Governance Issues4 Benefits in using the system(s) X X X X X5 Problems in using the system(s) X X X X X6 Supporting integrity X X X X X7 Supporting transparency X X X X X8 Legislative support for system X X X X X

PART BTechnical dan Business Issues

9 System description X X10 System architecture X X11 System communication standards X X12 Security technologies and

document transfersX

13 Authentication X X14 System performance, availability

and reliabilityX X

15 Interfacing with other systems X X16 System capability monitoring and

AuditsX X

17 Business Issues X XCost Estimates

18 System cost parameters X X19 System development costs X X20 Implementation costs X X21 Annual ongoing operational costs X X

Implementation Strategy22 Overview of strategy applied X X23 Specific implementation strategy

subcomponentsX X

24 Procurement outcomes X X25 Success factors and lessons

learnedX X

Popularitas internet secara signifikan telah

43

mempengaruhi intensitas organisasi untuk menggunakan

teknologi sistem inter-organisasional yang baru (IOS/Inter-

Organizational System), seperti e-Procurement. Sedangkan para

peneliti dari disiplin ilmu/bidang Sistem Informasi

(IS/Information System) dan manajemen telah mempelajari hal-

hal terkait implementasi IOS tradisional di sektor privat dari

berbagai perspektif, terdapat beberapa studi implementasi dalam

Internet atau Web-based IOS khususnya dalam e-Procurement

di sektor publik. Lagipula, sementara itu terdapat beberapa studi

akademik yang dibawa/dituntun ke dalam nilai dari B2B e-

Procurement, proses penghubung e-Commerce, klasifikasi

struktur transaksi e-Procurement dan dampak e-Procurement

terhadap hubungan antara pembeli-penjual (Carr & Smeltzer,

2002), terdapat studi-studi empirik yang relatif detail dalam

implementasi e-Procurement (Croom dan Jones, 2005: 369).

Pembangunan dalam implementasi IOS tradisional,

penelitian tentang e-Procurement telah meliputi berbagai macam

pengukuran dan konstrak untuk memahami dan memprediksi

keberhasilan implementasi. Studi A CGEC (Vaidya et all, 2006:

74) menyatakan bahwa bagian yang signifikan yang mengawali

suatu dalil pada akhirnya seringkali tidak tersampaikan karena

adanya masalah yang berhubungan dengan teknologi, proses

bisnis, dan/atau isu individu/organisasional. Sesuai dengan hal

44

tersebut, Local Authority Strategy untuk laporan e-Procurement

telah mengidentifikasi tiga area, di mana strategi implementasi

e-Procurement seharusnya difokuskan untuk menjamin bahwa

praktek, proses, dan sistem yang dikehendaki dikembangkan dan

dijalankan dalam suatu tindakan yang konsisten melewati sektor

publik. Tiga area tersebut adalah organisasi dan manajemen,

praktek dan proses, serta sistem dan teknologi. Ketiganya

disebut sebagai perspektif implementasi (implementation

perspective) dan merupakan tujuan dalam penelitian ini. Tiap

perspektif tersebut merupakan aspek yang penting dalam proses

implementasi e-Procurement. Seluruh model konseptual dalam

penelitian ini disajikan dalam gambar di bawah ini, di mana

menekankan pada pengaruh antara tiga perspektif dan keinginan

untuk melayani sebagai dasar bagi perkembangan suatu ilmu

tentang dampak CFSs di dalam perspektif implementasi dan

keberhasilan permulaan e-procurement.

45

CFSs Implementation Perspectives Impact

CFS1 Organization & Management e- Procurement

CFS2 Practise & Processes implementation

....... System & Technology success

CFSs

Sumber: Vaidya et all (2006: 75)

Gambar 1.2.

Kerangka Kerja Konseptual

Publik merupakan fungsi penting pemerintah. Publik

harus dapat memuaskan demi kebaikan pekerjaan, sistem, dan

pelayanan. Lagi pula, di sektor publik harus mampu menjangkau

prinsip dasar sebagai kepemerintahan yang baik, yaitu:

transparansi, pertanggungjawaban, dan integritas. Prinsip pokok

kepemerintahan lainnya adalah mencapai nilai uang (DOF,

2001). Tetapi Publik telah dilupakan di area pendidikan

akademik dan penelitian, meskipun kesatuan pemerintahan, ahli

ilmi tata negara, dan ahli profesional sektor publik telah

menyepakati suatu kesepakatan besar untuk memperhatikan

perbaikan dan pembentukan kembali penghubung

(procurement).

Kebijaksanaan yang konvensional menyarankan supaya

46

pemerintahan membedakan dirinya dengan penghubung privat.

Di sektor publik merupakan permasalahan yang besar dan

kompleks, terhitung antara 20% dan 30% dari GDP (Gross

Domestic Product) dan secara tradisional berusaha untuk

menjangkau kenyataan yang objektif di lingkup sosial dan

politik. Pemerintah memberikan pelayanan yang baik dan

memelihara layanan yang penuh pertanggungjawaban serta

transparansi, menggunakan sistem kontrak yang kompleks yang

didesain untuk melindungi minat publik. Sementara itu,

penghubung di sektor privat dilakukan di bawah sponsor/wali

tiap-tiap individu dengan ketetapan pengawasan dan

kepemerintahan, kemudian penghubung di sektor publik harus

beroperasi di dalam range regulasi dan pengawasan yang

ditetapkan untuk menyelesaikan hal yang diinginkan sosial, baik

dari segi ekonomi, keuangan dan kelengkapan audit publik. Isu

tentang permintaan untuk melakukan penawaran atau

mengajukan proposal terhadap produk atau pelayanan yang khas

untuk masing-masing kontrak acara dan skala ekonomi dari

pemerintah yang resmi merupakan hal yang sulit dicapai.

Terdapat pula tawar-menawar dan keuntungan biaya dari

kekhasan pemerintah terhadap publik yang menghasilkan biaya

transaksi yang tinggi.

Perbedaan yang utama adalah hubungan antara pembeli

47

dan suplier pada tiap-tiap kesatuan. Di sektor publik, pembeli

berusaha untuk memasukkan beberapa penjual yang

memungkinkan untuk masuk ke dalam garis/batas kompetisi dan

memaksimalkan keuntungan akan nilai uang. Sedangkan di

sektor privat, pembeli boleh menggunakan sedikit suplier

berdasarkan hubungan yang penuh kepercayaan untuk

meminimalkan resiko dalam operasi. Pemerintah juga

diwajibkan untuk membuka informasi tentang pembelian dan

kontrak kepada publik. Hal tersebut meliputi detail tentang

hasil/keputusan kontrak pemerintah. Sementara itu, pengawasan

dan pembuatan undang-undang pemerintah telah ditetapkan

untuk membatasi diskriminasi dalam pemerintah.

E. Definisi Konsepsional

Definisi Konsepsional yaitu salah satu unsur penelitian yang penting

dan merupakan definisi yang dipakai oleh peneliti untuk menggambarkan

secara abstrak suatu fenomena sosial atau fenomena alami. Definisi

konsepsional ini dimaksudkan sebagai gambaran yang lebih jelas untuk

menghindari kesalahpahaman terhadap pengertian tentang istilah yang ada

dalam pokok permasalahan. Adapun pengertian definisi konsepsional dalam

pembahasan ini adalah sebagai berikut:

1. Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE)

48

Implementasi LPSE adalah penerapan unit kerja atau

pelaksana yang menfasilitasi Panitia Pengadaan atau Unit Layanan

Pengadaan pada proses pengadaan barang/jasa pemerintah secara

elektronik. LPSE ini ialah unit kerja yang berada di lingkungan

Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi

(K/L/D/I) yang dibentuk untuk menyelenggarakan sistem pelayanan

Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik.

2. Unit Layanan Pengadaan (ULP)

Implementasi ULP adalah sistem dan unit organisasi

pemerintah yang berfungsi melaksanakan pengadaan barang/jasa,

artinya unit inilah yang melaksanakan proses pengadaan mulai dari

menyusun rencana pemilihan penyedia barang dan jasa sampai dengan

melakukan evaluasi administrasi, teknis dan harga terhadap

penawaran yang masuk.

F. Definisi Operasional

Yang dimaksud dengan definisi operasional adalah unsur penelitian

yang memberitahu bagaimana cara mengukur variable. Dengan kata lain

definisi operasional adalah petunjuk dan pelaksana untuk mengukur suatu

variable.28

Adapun definisi operasional dalam penyusunan skripsi yang mengenai

Penerapan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Studi Kasus; 28 Sofyan Effendi dan Masri Singarimbun, Metode Penelitian Survey, LP3ES, Jakarta, 1986

49

Impelementasi Sistem E-Procurement di Kota Yogyakarta adalah

1. Penerapan LPSE

a. Penerapan dalam mengelola sistem e-procurement.

b. Penerapan dalam menyediakan pelatihan kepada PPK atau

Panitia dan Penyedia barang atau jasa.

c. Penerapan dalam menyediakan sarna akses internet bagi

PPK/Panitia dan Penyedia barang atau jasa.

d. Penerapan dalam melakukan pendaftaran dan verifikasi

terhadap PPK atau Panitia dan Penyedia barang atau jasa.

2. Penerapan ULP

a. Penerapan dalam melaksanakan proses pengadaan mulai dari

menyusun rencana pemilihan penyedia barang dan jasa sampai

dengan melakukan evaluasi administrasi, teknis dan harga

terhadap penawaran yang masuk.

b. Penerapan dalam memberikan pertanggungjawaban atas

pelaksanaan kegiatan pengadaan barang/jasa kepada PA/KPA.

G. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan uraian yang ada di kerangka teori, maka kerangka

50

pemikiran dalam penelitian ini sebagai berikut:

Input Proses Output Outcome

- Regulasi - Kontrak - Transparasi

Pekerjaan yang ditender - ULP - Pelaksanaan kontrak - Efisiensi

- Kelembagaan - Evaluasi kontrak - Efektivitas

e-government yang baik

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa input yang ada

merupakan pekerjaan yang ditender sedangkan prosesnya meliputi regulasi,

ULP serta kelembagaan. Output dari kegiatan yaitu kontrak, pelaksanaan

kontrak dan evaluasi. Outcome kegiatan yaitu transparasi, efisiensi maupun

efektivitas.

H. Metode Penelitian

a. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian

empiris. Penelitian empiris yaitu metode penyusunan yang

mendeskripsikan fakta-fakta yang digali dari objek penelitian apakah

sesuai atau tidak pelaksanaannya dengan peraturan perundang-undangan.

b. Sumber Data

Mengenai sumber data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini

51

yaitu dengan menggunakan:

1. Data Primer

Data yang diperoleh dari wawancara mendalam (in-depth interview)

dengan pihak-pihak yang terkait yaitu LPSE dan ULP dengan obyek

yang diteliti serta memberikan pertanyaan lisan kepada yang terkait

seperti Unit Layanan Pengadaan.

2. Data Sekunder

Pemakaian data sekunder dalam penelitian merupakan keperluan utama,

karena penelitian ini berkaitan dengan data sekunder yang digunakan

diantaranya peraturan perundang-undangan, literatur-literatur,

dokumen-dokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah dan lain-lain

yang berkaitan dengan masalah yang diteliti yaitu penerapan layanan

pengadaan secara elektronik dalam studi kasus implementasi sistem e-

procurement di Kota Yogyakarta.

c. TeknikPengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam mencari

informasi yang dibutuhkan adalah:

1. Wawancara

Bungin (2008: 108) menjelaskan bahwa wawancara mendalam

(in-depth interview) secara umum adalah proses memperoleh

keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil

bertatap muka antara pewawancara dengan informan untuk

mendapatkan data secara detail. Teknik ini dipergunakan untuk

52

mendapatkan informasi secara lisan dari pada informan yang telah

ditentukan.

Pada penelitian ini sudah dilakukan wawancara awal dengan

anggota ULP dan LPSE Kota Yogyakarta yang bernama Bapak

“Sulistio Handoko”, Bagian Administrasi System. Berdasarkan dari

wawancara tersebut dijadikan landasan untuk memahami tentang

implementasi pengadaan barang/jasa di Kota Yogyakarta. Kemudian

melakukan secara luas dan mendalam mengenai segala sesuatu

informasi dengan mengajukan tanya jawab atau percakapan secara

langsung berdasarkan daftar pertanyaan sebagai panduan kepada

informan.

2. Observasi

Teknik observasi ini dipergunakan untuk memperoleh gambaran

tempat penelitian, sejarahnya, keadaan penduduk dan pendapatnya

tentang pelaksanaan kebijakan. Pelaksanaan teknik ini adalah dengan

cara penelitian turun langsung ke dalam lingkungan subyek untuk

membuat catatan lapangan yang dikumpulkan secara sistematis.

3. Dokumentasi

Melalui teknik ini mempelajari berbagai sumber data melalui

laporan hasil penelitian, catatan, buku, agenda, surat kabar dan majalah.

Tujuannya adalah untuk mencari kebenaran ilmiah secara umum

sebagai landasan berpijak dalam menganalisa data dan menjawab

permasalahan yang diajukan.

53

4. Quesioner

Quesioner digunakan untuk mengetahui pendapat tentang

implementasi pengadaan barang/jasa di Kota Yogyakarta. Quesioner

disajikan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan kepada

subjek penelitian.

d. Validitas Data

Untuk mengukur derajat kepercayaan (kredibilitas) menggunakan

teknik pemeriksaan keabsahan data. Teknik pemeriksaan keabsahan data

yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan teknik triangulasi data.

Triangulasi data adalah teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan

sesuatu yang lain diluar data tersebut untuk keperluan pengecekan atau

pembanding terhadap data tersebut. Teknik triangulasi yang paling banyak

digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber lainnya (Moleong, 2002:

178). Triangulasi data dapat dicapai dengan jalan (Moleong, 2002: 178):

1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil

wawancara.

2. Membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan

apa yang dikatakannya secara pribadi.

3. Membandingkan keadaan dengan perspektif seseorang dengan

berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang

yang berpendidikan menengah atau tinggi dan orang pemerintah.

4. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang

berkaitan.

54

Teknik triangulasi data yang digunakan penulis yaitu

membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang

berkaitan.

5. Teknik Analisis Data

Teknik yang dipakai adalah mengembangkan suatu kerangka kerja

deskriptif untuk mengorganisasikan studi kasus atau deskriptif kasus.

Penganalisaan data hasil penelitian memakai metode analisa deskriptif

kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan suatu prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa bentuk kata-kata tertulis, lisan dari

orang-orang atau perilaku yang diamati, yang menunjukkan berbagai fakta

yang ada dan dilihat selama penelitian berlangsung. Prosedur analisa

datanya adalah sebagai berikut:

a. Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengumpulan dokumen-

dokumen yang berkaitan dengan penelitian.

b. Reduksi data

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan dan penyederhanaan

data-data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis. Reduksi

data dilakukan dengan cara membuat ringkasan dan mengkode data

yang diperoleh dari pengumpulan dokumen-dokumen yang berkaitan

dengan penelitian.

55

c. Penyajian data

Penyajian data dilakukan dengan menggambarkan keadaan sesuai

dengan data yang sudah direduksi dan disajikan dalam laporan yang

sistematis dan mudah dipahami.

d. Menarik kesimpulan

Pada tahap ini peneliti menarik kesimpulan terhadap data yang sudah

direduksi dalam laporan dengan cara membandingkan,

menghubungkan, dan memilih data yang mengarah pada pemecahan

masalah, dan mampu menjawab permasalahan serta tujuan yang

ingin dicapai.

I. Jangkauan Penelitian

Jangkauan dalam penelitian ini, penulis akan membagi batasan-batasan

yang akan menyulitkan untuk melakukan penelitian dan pengumpulan data.

Sehingga penulis membatasi cakupan itu. Penelitian ini akan merucut kepada

pemerintah Kota Yogyakarta. Kemudian Penelitian ini akan memetakan

beberapa hal yang terkait dengan penelitian seperti Unit Layanan Pengadaan

(ULP) yang sebagai pihak pengelola Layanan Pengadaan Secara Elektronik

(LPSE) Kota Yogyakarta, kemudian LPSE itu sendiri, baik LPSE Pusat yang

sebagai sample. Seperti di lingkungan Kementerian dan LPSE Daerah. Dan

terakhir Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Sebagai

Pusat pengendalian keseluruhan LPSE di Indonesia.

56

J. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan penelitian ini menjadi sebuah karya tulis, penulis

membagi dalam beberapa bab dimana diantara bab-bab tersebut saling

berkaitan sehingga menjadi satu kesatuan utuh :

1. Bab I

Pendahuluan yang terdiri dari;

a. latar belakang masalah;

b. rumusan masalah;

c. tujuan dan manfaat penelitian;

d. kerangka dasar teori;

e. definisi konsepsional;

f. definisi operasional;

g. kerangkan pemikiran;

h. metodologi penelitian;

i. jangkauan penelitian;

j. sistematika penulisan;

2. Bab II

Menjelaskan tentang deskripsi objek penelitian, yaitu profil Unit

Layanan Pengadaan Pemerintah Kota Yogyakarta. Kemudian profil

Layanan Pengadaan Secara Electronik (LPSE) Kota Yogyakarta.

Dengan tujuan untuk memudahkan dalam penelitian.

3. Bab III

Menjelaskan tentang implementasi dan upaya yang telah dilakukan oleh

57

Unit Layanan Pengadaan dan Layanan Pengadaan Secara Elektronik

(LPSE) di lingkungan Kota Yogyakarta terhadap proses Pengadaan

Barang/Jasa. Sehingga penelitian ini akan mengetahui tingkat

keberhasilan dari Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) itu

sendiri melalui Pemetaan Sistem E-Procurement. Sehingga akan dilihat

efektivitas dan efisiesi dari penerapan masing-masing sistem.

4. Bab IV

Penutup, berisi penyimpulan dan kata penutup yang dapat ditarik dari

pembahasan-pembahasan dari bab sebelumnya.

58