Upload
sergius-stanley
View
2.006
Download
14
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Pengantar VeR pada Korban Hidup
Citation preview
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di dalam melakukan tugas dan profesinya, seorang dokter mempunyai tugas
utama adalah menegakkan diagnosis medis bagi penderita untuk kemudian
memberikan terapi yang tepat dan rasional dengan tujuan mengembalikan kondisi
tubuh penderita tersebut sefisiologis mungkin. Terdapat pula tugas lain yang patut
diperhatikan oleh setiap dokter dalam kaitan dengan pengabdian kepada masyarakat,
yaitu membantu proses penegakan hukum dengan melakukan pemeriksaan dan
perawatan korban sebagai akibat suatu tindak pidana, baik korban hidup maupun
korban mati, juga pemeriksaan terhadap barang bukti lain yang diduga berasal dari
tubuh manusia. Untuk melaksanakan tugas tersebut maka pihak yang berwenang
(penyidik) akan menyertainya dengan surat permintaan visum et repertum (SPVR),
dengan demikian maka dokter akan melaporkan hasil pemeriksaannya secara tertulis
kepada pihak peminta visum et repertum tersebut. Hasil dari pemeriksaan secara
tertulis tersebut dituangkan dalam bentuk surat keterangan ahli yang lazim disebut
visum et repertum.
Pembuatan visum et repertum dimaksudkan sebagai ganti barang bukti,
dimana barang bukti yang diperiksa tersebut tidak mungkin dihadapkan di sidang
pengadilan dalam keadaan sebagaimana adanya. Hal ini dimungkinkan karena barang
bukti tersebut yang ada hubungannya dengan tubuh manusia (misalnya: luka, mayat,
atau bagian tubuh lainnya) segera akan berubah menjadi sembuh atau membusuk.
Pembuktian merupakan tahap paling menentukan dalam proses persidangan
pidana mengingat pada tahap pembuktian tersebut akan ditentukan terbukti tidaknya
seorang terdakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan
penuntut umum, oleh karena pembuktian merupakan bagian dari proses peradilan
1
pidana, maka tata cara pembuktian tersebut terikat pada Hukum Acara Pidana yang
berlaku yaitu Undang-Undang nomor 8 tahun 1981.
Dalam pasal 183 Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 dinyatakan: “Hakim
tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-
kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak
pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang melakukannya”.
Dari bunyi pasal 183 Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 kiranya dapat
dipahami bahwa pemidanaan baru boleh dijatuhkan oleh hakim apabila:
1. Terdapat sedikitnya dua alat bukti yang sah
2. Dua alat bukti tersebut menimbulkan keyakinan hakim tentang telah terjadinya
perbuatan pidana
3. Dan perbuatan pidana tersebut dilakukan oleh terdakwa
Alat bukti yang sah menurut pasal 184 ayat 1, Undang-Undang nomor 8 tahun
1981 adalah:
1. Keterangan saksi
2. Keterangan ahli
3. Surat
4. Keterangan terdakwa
5. Petunjuk
Menurut pendapat dr. Tjan Han Tjong visum et repertum merupakan suatu hal
yang penting dalam pembuktian karena menggantikan sepenuhnya corpus delicti
(tanda bukti). Seperti diketahui dalam suatu perkara pidana yang menyangkut
perusakan tubuh dan kesehatan serta membinasakan nyawa manusia, maka tubuh si
korban merupakan corpus delicti. Dalam perkara pidana yang lain dimana tanda
buktinya (corpus delicti) merupakan suatu benda (tidak bernyawa) misalnya senjata
tajam/api yang dipakai untuk melakukan suatu tindak pidana, barang hasil
curian/penggelapan, mata uang yang dipalsukan dan lain-lain pada umumnya selalu
dapat diajukan di muka sidang pengadilan sebagai barang/tanda bukti. Akan tetapi
tidak demikian halnya dengan corpus delicti yang berupa tubuh manusia, oleh karena
2
misalnya luka-luka pada tubuh seseorang akan selalu berubah-ubah yaitu mungkin
akan sembuh, membusuk atau akhirnya menimbulkan kematian dan mayatnya akan
menjadi busuk dan dikubur, jadi kesimpulannya keadaan itu tidak pernah tetap seperti
pada waktu pemeriksaan dilakukan, maka oleh karenanya corpus delicti yang
demikian itu tidak mungkin disediakan/diajukan pada sidang pengadilan dan secara
mutlak harus diganti oleh visum et repertum.
Inti dari suatu visum et repertum pada dasarnya terletak pada bagian
kesimpulan karena di dalamnya terdapat jenis luka, kekerasan luka, dan kualifikasi
luka. Dalam proses peradilan, jenis luka dan kekerasan luka membuktikan adanya
"peristiwa hukum", sedangkan kualifikasi luka mampu menggambarkan "akibat
hukum" suatu kecederaan. Kualifikasi luka dapat membantu penegak hukum untuk
menjatuhkan keputusan hukum, kualifikasi luka ini dapat berdasarkan:
1. KUHP pasal 352 yaitu penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau
halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian (sebagai
penganiayaan ringan).
2. KUHP pasal 351 ayat 1 yaitu penganiayaan yang menimbulkan penyakit atau
halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian.
3. KUHP pasal 351 ayat 2 yaitu penganiayaan yang menimbulkan luka berat.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari refrat ini adalah mengetahui tentang visum et repertum
pada korban hidup sekaligus tentang kualifikasi luka.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui tentang visum et repertum
2. Mengetahui tentang visum et repertum pada korban hidup
3. Mengetahui tentang kualifikasi luka
4. Mengetahui dasar-dasar hukum atau undang-undang yang bersangkutan dengan
visum et repertum
3
1.3 Permasalahan
1. Pengertian visum et repertum
2. Landasan hukum visum et repertum
3. Bentuk dan susunan visum et repertum
4. Macam-macam visum et repertum korban hidup
5. Landasan hukum kualifikasi luka
6. Pembagian kualifikasi luka
4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Visum et Repertum
2.1.1 Definisi Visum Et Repertum
Keterangan ahli merupakan keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran
forensik atau dokter bukan ahli kedokteran forensik. Keterangan ini dibuat dalam
bentuk tulisan yang dahulu dikenal sebagai Visum et Repertum yang berisi tentang
seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang
merupakan tindak pidana.
Menurut dr. Abdul Mun’im Idries, Sp.F, pengertian Visum et Repertum (VR)
secara hukum adalah (Idries, 1997):
1. “Laporan dari ahli untuk pengadilan, khususnya dari pemeriksaan oleh
dokter, dan di dalam perkara pidana”
2. Surat keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter atas sumpah/janji
(jabatan/khusus), tentang apa yang dilihat pada benda yang diperiksanya
3. Suatu laporan tertulis dari dokter yang telah disumpah tentang apa yang
dilihat dan ditemukan pada barang bukti yang diperiksanya serta memuat pula
kesimpulan dari pemeriksaan tersebut guna kepentingan peradilan.
Dalam kamus hukum tahun 1972 (oleh Prof. Subekti, SH dan Tjirosudibio), V.e.R
adalah suatu surat keterangan seorang dokter yang memuat kesimpulan suatu
pemeriksaan yang telah dilakukannya, misalnya atas mayat seseorang untuk
menentukan sebab kematian dan lain sebagainya, keterangan mana diperlukan
oleh hakim dalam suatu perkara.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat didefinisikan visum et
repertum sebagai laporan tertulis untuk yustisi yang dibuat oleh dokter atas sumpah
tentang segala sesuatu yang diamati (terutama yang dilihat dan ditemukan) pada
benda yang diperiksa. (Visum=dilihat, Repertum=ditemukan). Istilah Visum et
Repertum ini dapat ditemukan dalam lembaran Negara tahun 1937 Nomor : 350 Pasal
I yang terjemahannya :
5
“Visa et Reperta pada dokter yang dibuat baik atas sumpah dokter yang
diucapkan pada waktu menyelesaikan pelajarannya di Negeri Belanda atau
Indonesia, maupun atas sumpah khusus seperti tercantum dalam pasal 2,
mempunyai daya bukti yang sah dalam perkara pidana selama Visa et Reperta
tersebut berisi keterangan mengenai hal-hal yang diamati oleh dokter itu pada
benda-benda yang diperiksa”. (Anonim, 2006)
Dengan berlakunya KUHAP maka Lembaran Negara tahun 1937 Nomor 350 ini
seharusnya dicabut. Namun karena isi Lembaran Negara tersebut tidak bertentangan
dengan KUHAP sedang istilah Visum et Repertum tidak ditemukan dalam KUHAP,
maka Menteri Kehakiman dalam peraturan Nomor: M.04.UM.01.06 tahun 1983 pasal
10 menyatakan bahwa hasil pemeriksaan Ilmu Kedokteran Forensik disebut Visum et
Repertum. Oleh karena itu keterangan ahli/keterangan hasil pemeriksaan Ilmu
Kedokteran Forensik seperti dimaksud KUHAP tidak lain adalah Visum et Repertum.
2.1.2 Dasar Hukum Dari Visum Et Repertum
Visum et Repertum merupakan pengganti sepenuhnya barang bukti yang
diperiksa, maka oleh karenanya pula Visum et Repertum pada hakekatnya adalah
menjadi alat bukti yang sah. Baik di dalam kitab hukum acara pidana yang lama,
yaitu RIB maupun kitab hukum acara pidana (KUHAP) tidak ada satu pasalpun yang
memuat perkataan Visum et Repetum. Hanya di dalam lembaran negara tahun 1973
no 350 pasal 1 dan pasal 2 yang menyatakan bahwa visum et repertum adalah suatu
keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter atas sumpah atau janji tentang apa yang
dilihat pada benda yang diperiksanya yang mempunyai daya bukti dalam perkara-
perkara pidana.
Didalam KUHAP terdapat pasal-pasal yang berkaitan dengan kewajiban
dokter untuk membantu peradilan, yaitu dalam bentuk keterangan ahli, pendapat
orang ahli, ahli kedokteran kehakiman, dokter, dan surat keterangan dari seorang ahli
yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau suatu
keadaan yang diminta secara resmi dari padanya (KUHAP: pasal 187 butir c).
6
Bila kita lihat perihal apa yang dimaksudkan dengan alat bukti yang sah menurut
KUHAP pasal 184 ayat 1 yaitu:
1. Keterangan saksi
2. Keterangan Ahli
3. Surat
4. Petunjuk
5. Keterangan Terdakwa
Maka visum et repertum dapat dikatakan sebagai keterangan ahli maupun sebagai
surat. Hal ini tercantum dalam
Pasal 186
“Keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli katakan di sidang pengadilan”.
Keterangan ahli dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik
atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan
mengingat sumpah diwaktu ia menerima jabatan atau pekerjaan. (Idries, 1997).
Di dalam penjelasan pasal 186 diterangkan bahwa keterangan ahli ini dapat
juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum
yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah di
waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan. Jika hal itu tidak diberikan pada waktu
pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum, maka pada pemeriksaan di sidang,
diminta untuk memberikan keterangan dan dicatat dalam berita acara pemeriksaan.
Keterangan tersebut diberikan setelah setelah ia mengucapkan sumpah atau janji di
hadapan hakim.
Pasal 187
Visum et Repertum dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah,
adalah:
a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum
yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan
tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau dialaminya sendiri,
disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangan itu
7
b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau
surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tatalaksana
yang menjadi tanggungjawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian
sesuatu hal atau sesuatu keadaan.
c. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan
keahliannya mengenai sesuatu hal sesuatu keadaan yang diminta secara resmi
padanya.
d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat
pembuktian lain.
2.1.3 Tujuan Visum Et Repertum
Tugas seorang dokter dalam bidang Ilmu Kedoteran Forensik adalah
membantu para petugas kepolisian, kejaksaan dan kehakiman dalam mengungkap
suatu perkara pidana yang behubungan dengan pengrusakan tubuh, kesehatan dan
nyawa manusia, sehingga bekerjanya harus obyektif dengan mengumpulkan
kenyataan-kenyataan dan menghubungkannya satu sama lain secara logis untuk
kemudian mengambil kesimpulan, maka oleh karenanya pada waktu memberi laporan
dalam pemberitaan dari Visum et Repertum itu harus sesungguh-sungguhnya dan
seobyektif-obyektifnya tentang apa yang dilihat dan diketemukan pada waktu
pemeriksaan, dan demikian Visum et Repertum merupakan kesaksian tertulis.
Visum et Repertum merupakan rencana (verslag) yang diberikan oleh seorang
dokter mengenai apa yang dilihat dan diketemukan pada waktu dilakukan
pemeriksaan secara obyektif, sebagai pengganti peristiwa yang terjadi dan harus
mengganti sepenuhnya barang bukti yang telah diperiksa dengan memuat semua
kenyataan sehingga daripadanya dapat ditarik suatu kesimpulan yang tepat.
Visum et Repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana yang
tertulis dalam pasal 184 KUHAP. Visum et repertum turut berperan dalam proses
pembuktian suatu proses perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia. Visum
et repertum menguraikan segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medik yang
8
tertuang dalam bagian pemberitaan sehingga dapat dianggap sebagai pengganti benda
bukti.
Visum et repertum juga memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai
hasil pemeriksan medik tersebut yang tertuang dalam bagian kesimpulan.
Dengan demikian visum et repertum secara utuh telah menjembatani ilmu
kedokteran dengan ilmu hukum, sehingga dapat diketahui dengan jelas apa yang
terjadi pada seseorang dan para praktisi hukum dapat menerapkan norma-norma
hukum pada perkara pidana yang menyangkut tubuh atau jiwa manusia. (Bagian
Kedokteran Forensik FKUI, 1997)
2.1.4 Macam-macam Visum et Repertum
1. Visum et repertum korban hidup
a. Visum et Repertum
Diberikan bila korban setelah diperiksa atau diobati, tidak terhalang
menjalankn jabatan/ mata pencaharian.
b. Visum et Repertum sementara
Diberikan apabila setelah diperiksa, ternyata:
- Korban perlu dirawat/ diobservasi
- Korban terhalang menjalankan pekerjaan jabatan/mata
pencaharian
Visum et repertum sementara ini dipergunakan sebagai bukti untuk
menahan terdakwa. Dan karena belum sembuh, maka visum et
repertumnya tidak memuat kualifikasi luka.
c. Visum et Repertum lanjutan
Diberikan apabila setelah dirawat/ diobservasi, ternyata:
- Korban sembuh
- Korban belum sembuh, pindah rumah sakit atau dokter lain
- Korban belum sembuh, kemudian pulang paksa atau
melarikan diri
- Korban meninggal dunia
9
Kualifikasi luka dalam visum et repertum lanjutan dibuat setelah korban
selesai dirawat.
2. Visum et repertum mayat
3. Visum et repertum pemeriksaan TKP
4. Visum et repertum penggalian mayat
5. Visum et repertum mengenai umur
6. Visum et repertum psikiatrik
7. Visum et repertum mengenai bukti lain
(Hoediyanto, 2007; Mabes Polri, 1985)
2.1.5 Yang Berhak Meminta Visum et Repertum adalah:
1. Penyidik
Landasan hukum:
Pasal 6 KUHAP
(1) Penyidik adalah:
a. pejabat polisi negara Republik Indonesia;
b. pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh
undang-undang.
Pasal 7 KUHAP
(1) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a karena
kewajibannya mempunyai wewenang :
g. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi;
h. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara;
Pasal 120 KUHAP
(1) Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli
atau orang yang memiliki keahlian khusus.
10
Pasal 133 KUHAP
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang
korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa
yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan
keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau
ahli lainnya.
Penyidik adalah polri dengan pangkat serendah-rendahnya AIPDA (ajudan
inspektur dua), namun di daerah terpencil mungkin saja seorang polisi
berpangkat BRIPDA dapat diberi wewenang sebagai penyidik,oleh karena di
daerah tersebut tidak ada yang pangkatnya lebih tinggi.
2. Penyidik pembantu
Landasan hukum:
Pasal 1 KUHAP
(3) Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia
yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan
yang diatur dalam undang-undang ini.
Pasal 10 KUHAP
(1) Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia
yang diangkat oleh Kepala kepolisian negara Republik Indonesia berdasarkan
syarat kepangkatan dalam ayat (2) pasal ini.
Pasal 11 KUHAP
Penyidik pembantu mempunyai wewenang seperti tersebut dalam Pasal 7 ayat
(1), kecuali mengenai penahanan yang wajib diberikan dengan pelimpahan
wewenang dari penyidik.
Pangkat terendah untuk penyidik pembantu adalah BRIPDA (Brigadir Dua).
11
3. HakimPidana
Landasan hukum:
Pasal 180
(1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang
timbul di sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli
dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
Hakim pidana biasanya tidak langsung meminta visum et repertum pada
dokter, akan tetapi hakim dapat memerintahkan kepada jaksa untuk
melengkapi berita acara pemeriksaan (BAP) dengan vsum et repertum,
kemudian jaksa melipahkan pemberitaan hakim kepada penyidik.
4. Hakim Perdata
Hakim perdata berwenang meminta visum et repertum. Hal ini diatur dalam
HIR (Herziene Inlands Reglement). Hal ini dikarenakan disidang pengadilan
perdata tidak ada jaksa, maka hakim perdata dapat langsung meminta visum et
repertum kepada dokter.
5. Hakim Agama
Bahwa hakim agama boleh meminta visum et repertum telah diatur dalam
undang-undang nomor 14 tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok
kekuasaan kehakiman Pasal 10. Hakim agama hanya mengadili perkara yang
menyangkut agama Islam.
(Hoediyanto, 2007; http://asiatour.com/lawarchives/indonesia/kuhap; Mabes
Polri, 1985)
2.1.6 Yang Berhak Menbuat Visum et Repertum adalah:
Pasal 120 KUHAP
(1)Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau
orang yang memiliki keahlian khusus.
12
Pasal 133 KUHAP
(1)Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik
luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak
pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
Pasal 1 KUHAP
(28)Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki
keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara
pidana guna kepentingan pemeriksaan.
Seperti yang tercantum dalam pasal-pasal di atas, telah ditentukan bahwa yang
berhak membuat visum et repertum adalah:
1. Ahli kedokteran kehakiman
2. Dokter atau ahli lainnya
(Hoediyanto, 2007)
2.1.7 Tata Cara Permintaan Visum Et Repertum
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada waktu mengajukan permintaan visum et
repertum untuk korban hidup adalah:
1. Permintaan harus diajukan secara tertulis (KUHAP Pasal 133(3)). Tidak
dibenarkan meminta secara lisan, melalui telepon atau melalui pos.
a. Di sudut kiri atas dicantumkan alamat pemohon visum et repertum.
b. Di sudut kanan atas dijelaskan kepada siapa permintaan visum et repertum
tersebut ditujukan. Surat permintaan visum et repertum tersebut dapat
dialamatkan kepada pimpinan Rumah Sakit atau dokter yang dikehendaki
pemohon.
c. Keterangan tentang identitas korban dengan menyebutkan nama, jenis
kelamin, umur, kebangsaan, agama, alamat, dan pekerjaan.
d. Keterangan tentang peristiwa yang dialami korban seperti kejahatan
kesusilaan, kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, dan sebagainya.
13
e. Permintaan pengobatan dan perawatan korban.
f. Harap dilaporkan kepada pihak pemohon visum et repertum bila korban
sembuh, pindah rumah sakit lain, pulang paksa, melarikan diri atau
meninggal.
g. Kolom untuk keterangan lain.
h. Keterangan tentang identitas pemohon visum et repertum dilengkapi dengan
tanda tangan dan cap dinas di sudut kanan bawah.
i. Keterangan tentang identitas penerima visum et repertum disertai tanda
tangan, tanggal dan jam di sudut kiri bawah.
2. Korban adalah barang bukti, maka surat permintaan visum et repertum harus
diserahkan sendiri oleh polisi bersama-sama korban kepada dokter.
3. Tidak dibenarkan mengajukan surat permintaan visum et repertum tentang
peristiwa yang telah lampau mengingat rahasia kedokteran (Instruksi Kapolri
No.Inst/E/20/IX/75).
Pasal 170 KUHAP
(1) Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan
menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi
keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka.
(2) Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut.
(Hoediyanto, 2007; Atmodirono, 1980; Ranoemihardja, 1991)
2.2 Kualifikasi Luka
2.2.1 Pengertian Luka
Suatu luka dapat didefinisikan sebagai rusaknya jaringan tubuh yang
disebabkan oleh suatu trauma. Ada bermacam-macam penyebab luka, yaitu yang
disebabkan oleh tembakan, aliran listrik, persentuhan dengan benda tumpul, benda
tajam, bahan kimia, dan sebagainya.
Dalam menyelesaikan suatu perkara terutama suatu tindak pidana, tidak jarang
penyidik membutuhkan bantuan dari para ahli dalam bidang pengetahuan masing-
14
masing. Bilamana bantuan ini berhubungan dengan bidang kedokteran, maka sudah
selayaknya bahwa yang diminta bantuan adalah seorang dokter.
Salah satu peranan seorang dokter adalah ikut menegakkan dan membela
kebenaran serta keadilan yang diwujudkan dalam bentuk visum et repertum. Tidak
jarang dokter dihadapkan untuk ikut memeriksa korban yang menderita luka atas
permintaan penyidik.
2.2.2 Landasan Hukum Kualifikasi Luka
Pada kesimpulan visum et repertum untuk orang atau korban hidup, yaitu pada
visum et repertum lanjutan, harus dilengkapi dengan kualifikasi luka. Dalam proses
peradilan, jenis luka dan kekerasan luka membuktikan adanya “Peristiwa hukum”,
sedangkan kualifikasi luka mampu menggambarkan “akibat hukum sesuatu
kecederaan”. Kualifikasi luka ini akan memudahkan hakim untuk menjatuhkan
pidana. Pasal 351 :
(1) Penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun
delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan luka berat, si tersalah dihukum penjara selama-
lamanya tujuh tahun. (KUHP 90).
(3) Jika perbuatan itu menjadikan mati orangnya, dia dihukum penjara selama-
lamanya tujuh tahun (KUHP 358).
(4) Dengan penganiayaan disamakan merusak kesehatan orang dengan sengaja.
(5) Percobaan melakukan kejahatan ini tidak dapat dihukum. (KUHP 37, 53, 184 s,
353 s, 356, 487)
Pasal 352 KUHP
(1) Selain daripada apa yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan
yang tidak menjadikan sakit atau halangan untuk melakukan jabatan atau
pekerjaan sebagai penganiayaan ringan, dihukum penjara selama-lamanya tiga
bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,- hukuman ini boleh ditambah
dengan sepertiganya, bila kejahatan itu dilakukan terhadap orang yang bekerja
padanya atau yang ada dibawah perintahnya.
15
(2) Percobaan melakukan kejahatan ini tidak dapat dihukum.
Pasal 353 KUHP
(1) Penganiayaan yang dilakukan dengan direncanakan terlebih dahulu dihukum
penjara selama-lamanya empat tahun.
(2) Jika perbuatan itu menjadikan luka berat, si tersalah dihukum penjara selama-
lamanya tujuh tahun.
(3) Jika perbuatan itu menjadikan kematian orangnya ia dihukum penjara selama-
lamanya sembilan tahun.
Pasal 354 KUHP
(1) Barang siapa dengan sengaja melukai berat orang lain, dihukum karena
menganiaya berat, dengan hukuman penjara selama-lamanya delapan tahun.
(2) Jika perbuatan itu menjadikan kematian orangnya, si tersalah dihukum penjara
selama-lamanya sepuluh tahun.
Pasal 355 KUHP
(1) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan direncanakan terlebih dahulu,
dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu menyebabkan kematian orangnya, si tersalah dihukum penjara
selama-lamanya lima belas tahun.
Pasal 90 KUHP
Yang dikatakan luka berat pada tubuh yaitu : KUHP 184, 213 s, 288, 306, 333 s, 358,
360, 365, 495 s.
Dari pasal-pasal KUHP di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu
tindak pidana “penganiayaan” itu mengakibatkan :
I. “Luka” dengan derajat luka atau kualifikasi luka sebagai berikut :
1. Luka derajat pertama (Luka golongan C) ialah : “Luka yang tidak berakibat
penyakit atau halangan menjalankan jabatan atau pekerjaan” – pasal 352
KUHP (penganiayaan ringan).
16
2. Luka derajat kedua (Luka golongan B) ialah : “Luka yang berakibat penyakit
atau halangan menjalankan jabatan atau pekerjaan untuk sementara waktu” –
pasal 351 (1) KUHP (penganiayaan).
3. Luka derajat ketiga (Luka golongan A) ialah : “Luka yang menyebabkan
rintangan/halangan tetap dalam menjalankan jabatan, pekerjaan atau
pencaharian”. -- pasal 351 (2), 353 (2), 354 (1), dan pasal 90 KUHP
(penganiayaan yang mengakibatkan Luka Berat = Zwaarlichamelijk letsel).
2.2.3 Pembagian kualifikasi luka
Dalam menyelesaikan suatu perkara terutama suatu tindak pidana, tidak
jarang penyidik membutuhkan bantuan dari para ahli dalam bidang pengetahuan
masing-masing. Bilamana bantuan ini berhubungan dengan bidang kedokteran, maka
sudah selayaknya bahwa yang diminta bantuan adalah seorang dokter.
Salah satu peranan seorang dokter adalah ikut menegakkan dan membela
kebenaran serta keadilan yang diwujudkan dalam bentuk visum et repertum. Tidak
jarang dokter dihadapkan untuk ikut memeriksa korban yang menderita luka atas
permintaan penyidik.
Suatu luka dapat didefinisikan sebagai rusaknya jaringan tubuh yang
disebabkan oleh suatu trauma. Ada bermacam-macam penyebab luka, yaitu yang
disebabkan oleh tembakan, aliran listrik, persentuhan dengan benda tumpul, benda
tajam, bahan kimia, dan sebagainya.
Pada kesimpulan visum et repertum untuk orang atau korban hidup, yaitu
pada visum et repertum lanjutan, harus dilengkapi dengan kualifikasi luka. Dalam
proses peradilan, jenis luka dan kekerasan luka membuktikan adanya “Peristiwa
hukum”, sedangkan kualifikasi luka mampu menggambarkan “akibat hukum sesuatu
kecederaan”. Kualifikasi luka ini akan memudahkan hakim untuk menjatuhkan
pidana.
17
Kualifikasi luka ini dapat didasarkan pada:
1. Luka derajat pertama (luka golongan C), pada KUHP pasal 352 yaitu: “Luka yang
tidak berakibat penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau
mata pencaharian” (penganiayaan ringan).
2. Luka derajat kedua (luka golongan B), pada KUHP pasal 351 ayat 1 yaitu: “Luka
yang berakibat penyakit atau halangan untuk sementara waktu” (penganiayaan).
3. Luka derajat ketiga (luka golongan A), pada pasal 351 (2), 353 (2), 354 (1), jo
pasal 90 KUHP yaitu: “Luka yang menyebabkan rintangan/halangan menjalankan
jabatan, pekerjaan atau pencaharian” (penganiayaan yang menimbulkan luka berat
–Zwaar Lichamelijk Letsel).
Yang harus diperhatikan ialah:
a. Jenis luka apa yang terjadi
b. Jenis senjata apa yang menyebabkan terjadinya luka itu
c. Kualifikasi dari pada luka itu.
Dari pasal-pasal dalam KUHP tentang “penganiayaan” merupakan istilah
hukum yang tidak dikenal dalam istilah kedokteran. Dan karena penganiayaan
biasanya menimbulkan luka, maka dalam kesimpulan visum et repertum kata
penganiayaan diganti dengan kata “LUKA”. Di dalam KUHP tidak disebutkan
kriteria luka sedang dan ringan. Tetapi untuk luka berat menurut KUHP pasal 90,
maka “luka berat” meliputi:
1. Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama
sekali atau yang menimbulkan bahaya maut.
2. Tidak mampu secara terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau
pekerjaan pencaharian.
3. Kehilangan salah satu panca indera.
4. Mendapat cacat berat.
5. Menderita sakit lumpuh.
6. Terganggu daya pikir selama 4 minggu lebih.
7. Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.
18
Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberikan harapan akan sembuh
sama sekali atau yang menimbulkan bahaya maut. Bahaya maut disini haruslah
ditinjau dari keadaan penderita pada waktu diperiksa untuk pertama kali, dan
keadaan setelah perawatan. Misalnya: seseorang tertusuk pisau diperutnya
sehingga ususnya keluar. Keadaan ini menimbulkan bahaya maut. Bila setelah
dirawat (operasi) kemudian sembuh, haruslah tetap dianggap luka yang
menimbulkan bahaya maut.
2. Tidak mampu secara terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau
pekerjaan pencaharian. Misalnya: seorang pianis professional mengalami luka
pada jari-jarinya, dan setelah sembuh terjadi ankilosis sendi-sendi tangan dan
jarinya, sehingga dia tidak lagi biasa memainkan piano dengan baik.
3. Kehilangan salah satu panca indera.
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa panca indera manusia terdiri dari:
penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan dan pengecap. Kehilangan salah
satu panca indera misalnya karena lukanya menyebabkan sebelah matanya buta.
Satu mata buta sudah termasuk kehilangan salah satu panca inderanya, walaupun
mata yang satunya masih dapat berfungsi dengan baik. Sebaliknya kehilangan
daun telinga tidak termasuk dalam kategori ini.
4. Cacat berat.
Misalnya: kehilangan salah satu lengan atau tungkai, wajah menjadi rusak karena
disiram air keras atau dibakar. Gigi rontok tidak termasuk dalam kategori ini.
Untuk menambah pengetahuan sejauh mana pihak Asuransi Jasa Raharja
memberi ganti rugi terhadap korban kecelakaan lalu lintas, berikut PP No.18 tahun
1965 tentang ketentuan-ketentuan pelaksanaan dalam kecelakaan lalu lintas jalan
pasal 10 ayat
Dalam hal cacat tetap yang dimaksud dalam ayat 2 huruf b pasal ini,
pembayaran dana dihitung menurut daftar dan ketentuan-ketentuan perhitungan lebih
lanjut sebagai berikut:
19
Bagian cacat Kanan Kiri
- Dua lengan atau dua kaki 100% 100%
- Satu lengan dan satu kaki 100% 100%
- Penglihatan dari kedua mata 100% 100%
- Akal budi seluruhnya dan tidak dapat sembuh yang
menyebabkan tidak dapat melakukan suatu pekerjaan100% 100%
- Lengan dari sendi bahu 70% 60%
- Lengan dari atau diatas sendi siku 65% 55%
- Tangan dari atau diatas sendi pergelangan tangan 60% 50%
- Satu kaki 50% 50%
- Penglihatan dari satu mata 30% 30%
- Ibu jari tangan 25% 20%
- Telunjuk tangan 15% 10%
- Kelingking tangan 10% 5%
- Jari tengah atau jari manis tangan 10% 5%
- Tiap-tiap jari kaki 5% 5%
5. Menderita Lumpuh.
Luka yang diderita korban, menyebabkan kelumpuhan. Misalnya: korban
menderita trauma di collumna vertebralis yang akhirnya mengalami kelumpuhan.
6. Terganggu kekuatan akal selama 4 minggu atau lebih.
Jika karena suatu trauma kepala akibat kecelakaan, seorang korban dapat
menderita amnesia atau aphasia sensorik atau motorik selama waktu 4 minggu
atau lebih. Yang menjadi persoalan jika timbulnya gangguan jiwa ini jauh setelah
peristiwa dan yang bersalah telah dijatuhi pidana. Tentunya pidana yang telah
dijatuhkan lebih ringan dari semestinya. Sekali pidana telah dijatuhkan oleh
hakim, tidak bisa diulang disidang pengadilan. Sesuai dengan Nebis in idem pasal
20
76 KUHP, tetapi dalam perkara perdata bukan merupakan halangan untuk
menuntut ganti rugi.
7. Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.
Yang dimaksud disini adalah jika oleh karena suatu ruda paksa terhadap
seorang perempuan (yang hamil), baik disengaja ataupun tidak mengakibatkan
perempuan tersebut mengalami keguguran atau matinya kendungan. Ini harus
dibedakan dengan penguguran, yang dalam KUHP pasal 346, 347 dan 348
diartikan sebagai: “sengaja menggugurkan kandungan yang dilakukan perempuan
itu sendiri atau orang lain atas permintaan perempuan itu sendiri atau orang lain
dengan atau tanpa persetujuannya”.
Dalam kualifikasi luka tersebut diatas dapat dijumpai istilah “pekerjaan
jabatan” dan “pekerjaan pencaharian”. Siapa yang mempunyai pekerjaan jabatan,
ditentukan dalam pasal 92 KUHP, antara lain semua anggota angkatan perang,
pegawai negeri. Sedangkan yang mempunyai pekerjaan pencaharian ialah karyawan
atau orang dengan profesi tertentu.
Yang harus diperhatikan pada kualifikasi luka ialah:
1. Keadaan luka pada tubuh korban, apakah:
- Luka itu sudah sembuh
- Luka itu belum sembuh, namun korban tidak perlu dirawat lebih lanjut dirumah
sakit.
- Korban perlu diobservasi dirumah sakit sebelum dapat ditemukan kualifikasi
lukanya.
2. Pekerjaan korban, apakah:
- Korban mempunyai tugas jabatan seperti pegawai negeri.
- Korban mempunyai pekerjaan pencaharian seperti karyawan.
- Korban tidak mempunyai pekerjaan seperti ibu rumah tangga.
21
2.2.3 Tujuan dan Manfaat Kualifikasi Luka
Untuk menjawab jenis tindak pidana yang terjadi, perlu dijelaskan dalam
kesimpulan VeR tentang jenis luka pada korban. Secara morfologis suatu luka dapat
memiliki karakteristik tertentu sehingga deskripsi jenis luka dapat diasosiasikan
dengan benda penyebabnya, besarnya energi pada jaringan, dan konsekuensinya pada
korban. Luka dengan jenis kekerasan mekanik, misalnya deskripsi luka lecet yang
terdiri dari luka lecet gores, luka lecet geser, atau luka lecet tekan, dengan bentuk
tertentu dapat memberi gambaran benda penyebabnya. Selain itu, arah luka lecet juga
perlu dicantumkan untuk memberi petunjuk terhadap arah kekerasan yang terjadi.
Sedangkan pada memar, warna, dan luas luka dapat memberi petunjuk mengenai
waktu dan besar kekerasan yang terjadi. Sehingga kualifikasi luka bermanfaat dalam
membantu penegak hukum untuk menjatuhkan keputusan hukum.
22
BAB 3. PEMBAHASAN
3.1 Visum et Repertum Korban Hidup
3.1.1 Bentuk dan susunan visum et repertum korban hidup
Bentuk visum et repertum yang sekarang dipakai adalah warisan para tokoh
kedokteran kehakiman FK Unair/RSU dr. Soetomo Surabaya, yaitu: Prof. H. Muller,
Prof. Mas Soetejo, dan Prof. Soetomo Tjokronegoro, ketiganya telah almarhum.
Bentuk visum et repertum yang telah diatur oleh pemerintah adalah visum et
repertum psikiatrik, yang tidak banyak berbeda dengan bentuk visum et repertum
diatas (Hoediyanto, 2005).
BAGIAN-BAGIAN VISUM ET REPERTUM
1. PRO JUSTISIA
Kata ini dicantumkan di sudut kiri atas, dan dengan demikian visum et repertum
tidak perlu bermaterai.
2. PENDAHULUAN
Bagian ini memuat antara lain:
a. Identitas pemohon visum et repertum
b. Identitas dokter yang memeriksa/membuat visum et repertum
c. Tempat dilakukannya pemeriksaan (misalnya rumah sakit X Surabaya)
d. Tanggal dan jam dilakukannya pemeriksaan
e. Identitas korban
f. Keterangan dari penyidik mengenai cara kematian, luka, dimana korban
dirawat, dan waktu korban meninggal dunia.
g. Keterangan mengenai orang yang menyerahkan atau mengantar korban pada
dokter dan waktu saat korban diterima di rumah sakit
3. PEMBERITAAN
Yang dimaksud dalam bagian ini ialah:
a. Identitas korban menurut pemeriksaan dokter, berupa umur, jenis
kelamin, tinggi dan berat badan, serta keadaan umumnya
23
b. Hasil pemeriksaan berupa kelainan yang ditemukan pada korban
c. Tindakan-tindakan atau operasi yang telah dilakukan
d. Hasil pemeriksaan tambahan atau hasil konsultasi dengan dokter lain.
Di dalam bagian ini memakai bahasa Indonesia sedemikian rupa sehingga
orang awam (bukan dokter) dapat mengerti, hanya kalau perlu disertai istilah
kedokteran/asing di belakangnya dalam kurung. Angka harus ditulis dalam huruf,
misalnya 4 cm ditulis “empat sentimeter”. Tidak dibenarkan menulis diagnosa luka,
misalnya luka bacok, luka tembak, luka harus dilukiskan dengan kata (to describe,
beschrijven).
Pemberitaan memuat hasil pemeriksaan yang objektif sesuai apa yang
diamati, terutama apa yang dilihat dan ditemukan pada korban/benda oleh dokter.
4. KESIMPULAN
Bagian ini berupa pendapat pribadi dari dokter yang memeriksa, mengenai
hasil pemeriksaan sesuai dengan pengetahuannya yang sebaik-baiknya. Seseorang
melakukan pengmatan dengan kelima panca indera (penglihatan, pendengaran,
perasa, penciuman dan perabaan).
5. PENUTUP
Memuat kata “Demikianlah visum et repertum ini dibuat dengan mengingat
sumpah pada waktu menerima jabatan”. Diakhiri dengan tanda tangan, nama
lengkap/NIP dokter.
Yang dimaksud dengan sumpah adalah:
- Untuk dokter pemerintah: sumpah pegawai negeri
- Untuk dokter swasta: sumpah lafal dokter yang diucapkan pada waktu dilantik
jadi dokter
- Untuk ahli lain: sumpah pegawai negeri atau disumpah khusus
Di samping hal-hal tersebut di atas perlulah diketahui pula:
- Dalam pemberitaan tidak boleh ditulis apa yang diketahui dokter dari orang lain.
- Kesimpulan bersifat subjektif, dan jika dalam keraguan harus berpegang pada
asas “in dubio pro rea”.
24
- Visum et repertum dibuat sejujur-jujurnya, bila sengaja menyimpang dapat
dituntut karena memberi keterangan palsu berdasarkan pasal 242 KUHP.
(Hoediyanto, 2005)
3.1.2 Macam-macam Visum et Repertum Korban Hidup
Selama ini orang mengenal istilah visum et repertum pada bedah mayat,
padahal pasien korban perlukaan dan keracunan pun berhak mendapatkan prosedur
ini kalau memang laporan medisnya dijadikan bahan pemeriksaan secara hukum.
Yang menjadi pusat pelayanan pertama pada korban, umumnya untuk korban hidup
adalah ruang Instalasi Gawat Darurat (IRD). Dari seluruh kasus yang ditangani IRD
Rumah Sakit, sekitar 50-70% merupakan kasus perlukaan dan keracunan dan kasus –
kasus itu berupa forensik klinik. Saat datang berobat atau beberapa hari sesudah
kejadian, pasien dilengkapi dengan surat permintaan visum et repertum dari penyidik
untuk rumah sakit.
Macam-macam visum et repertum korban hidup melipiti :
1. visum et repertum luka
2. visum et repertum sementara
3. visum et repertum lanjutan
1. Visum et repertum luka
Diberikan bila korban setelah diperiksa/diobati, tidak terhalang menjalankan
pekerjaan jabatan/mata pencaharian (Apuranto, Hariadi dan Hoediyanto, 2006).
Dengan demikian dapat dikatakan visum et repertum luka diberikan bila korban tidak
memerlukan perawatan lebih lanjut (Atmodirono, Haroen dan Atmodirono, Anna
Haroen, 1980).
Dalam visum et repertum ini pada kesimpulannya digolongkan pada luka
kualifikasi C (sesuai dengan penganiayaan ringan). Tetapi dalam visum et repertum,
dokter sama sekali tidak boleh menulis kata “penganiayaan” dalam kesimpulannya,
karena istilah penganiayaan adalah istilah hukum (Atmodirono, Haroen dan
Atmodirono, Anna Haroen, 1980).
2. Visum et Repertum Sementara
25
Diberikan apabila setelah diperiksa ternyata korban perlu perawatan lebih
lanjut baik di rumah sakit ataupun di rumah, dan atau korban terhalang menjalankan
pekerjaan jabatan/mata pencaharian (Apuranto, Hariadi dan Hoediyanto, 2006). Jadi,
bila seseorang masih dipandang perlu oleh dokter untuk mendapatkan pengawasan,
maka dibuatlah visum et repertum sementara.
Visum et repertum sementara dapat digunakan sebagai bukti untuk menahan
terdakwa (Atmodirono, Haroen dan Atmodirono, Anna Haroen, 1980). Jadi dengan
menggunakan visum et repertum sementara, seseorang yang telah melakukan
penganiayaan sehingga menyebabkan luka yang membuat korban terhalang untuk
menjalankan pekerjaan atau pencaharian dapat ditahan.
Pada kesimpulan visum et repertum sementara tidak mencantumkan
kualifikasi luka, karena masih dalam pengobatan atau perawatan belum selesai
(Atmodirono, Haroen dan Atmodirono, Anna Haroen, 1980).
3. Visum et Repertum Lanjutan
Diberikan apabila setelah korban dirawat/diobservasi ternyata korban sembuh,
meninggal, pindah rumah sakit, atau pindah dokter. Dalam visum ini dimuat
kualifikasi luka setelah korban dirawat. Bila ternyata korban meninggal maka dibuat
visum et repertum jenazah.
3.1.3 Tata Cara Pembuatan Visum et Repertum Korban Hidup
Petunjuk pembuatan Visum et Repertum Korban Hidup adalah sebagai
berikut:
A. Petunjuk Umum
1. Karena untuk kepentingan penegakan hukum, maka Visum et Repertum dibuat
degan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh penegak hukum.
2. Isi harus relevan dengan maksud dan tujuan dimintakannya keterangan tersebut,
yaitu untuk membuat terang perkara pidana, dan harus mampu menjawab masalah
yang dihadapi penegak hukum dalam proses peradilan perkara pidana.
26
3. Memenuhi persyaratan formal, yaitu dibuat dengan sumpah atau janji yang
diucapkan di depan penegak hukum atau dengan mengingat sumpah atau janji
ketika menerima jabatan.
B. Petunjuk membuat diskripsi luka
Diskripsi luka harus seobjektif mungkin, meliputi :
1. Jumlah luka
2. lokasi luka, meliputi :
a. lokasi berdasarkan regio anatominya.
b. Lokasi berdasarkan garis garis koordinat atau bagian-bagian tubuh tertentu.
3. Bentuk luka, meliputi :
a. Bentuk sebelum dirapatkan
b. Bentuk setelah dirapatkan
4. Ukuran luka, meliputi :
a. Ukuran sebelum dirapatkan
b. Ukuran setelah dirapatkan
5. Sifat-sifat luka, yaitu :
a. Garis batas luka
- Bentuk (teratur atau tidak teratur)
- Tepi (rata atau tidak)
- Sudut luka (ada atau tidak, jumlahnya berapa dan bentuknya
runcing atau tidak)
b. Daerah di dalam garis batas luka, meliputi :
- Tepi luka (rata atau tidak serta terdiri dari jaringan apa saja)
- Antara kedua tebing ada jembatan jaringan atau tidak
- Dasar luka (terdiri atas jaringan apa, warnanya, perabaannya, ada apa saja
di atasnya.
c. Daerah di sekitar garis batas luka, meliputi :
- Memar (ada atau tidak)
- Tatoase (ada atau tidak)
27
- Jelaga (ada atau tidak)
- Bekuan darah (ada atau tidak)
- Lain-lain (ada atau tidak)
C. Petunjuk pembuatan kesimpulan
Kesimpulan harus memuat :
1. Jenis luka /kelainan yang ditemukan
2. Jenis benda penyebabnya
3. Bagaimana cara benda itu menimbulkan luka/kelainan
4. Apa akibatnya dan derajat lukanya.
Cara menyatakan derajat luka pada kesimpulan :
1. Luka derajat I ( luka yang tidak menimbulkan penyakit, atau halangan untuk
menjalankan pekerjaan jabatan atau pekerjaan mata pencaharian)
Contoh: Pada laki-laki yang berumur tujuh belas tahun ini didapatkan luka-luka
lecet dan memar akibat benda tumpul. Luka-luka tersebut tidak berakibat penyakit
atau halangan untuk melakukan jabatan atau pekerjaan.
2. Luka derajat II ( luka yang mengakibatkan penyakit atau halangan dalam
menjalankan jabatan atau pencaharian untuk sementara waktu)
Contoh: Pada laki-laki berumur sekitar dua puluh satu tahun ini didapatkan
adanya luka memar dan luka terbuka akibat kekerasan benda tumpul. Luka-luka
tersebut mengakibatkan penyakit atau halangan melakukan jabatan atau pekerjaan
selama dua minggu.
3. Luka derajat III (luka berat, atau yanmg mengancam jiwa)
Contoh: Pada perempuan yang berumur sekitar dua puluh lima tahun ini
didapatkan luka-luka lecet, memar serta robeknya jaringan limpa. Luka-luka
tersebut selain mendatangkan bahaya maut juga tidak dapat diharapkan akan
sembuh dengan sempurna. (Idries,2002)
28
Pokok-pokok isi kesimpulan Visum Et Repertum yang berhubungan dengan
kualifikasi luka adalah sebagai berikut:
1. Kasus tindak pidana dengan korban hidup (V et R)
Pokok-pokok isi kesimpulan Contoh bunyi kesimpulan pada VR
1. Jenis luka/kelainan yang
ditemukan
2. Bagaimana cara benda itu
menimbulkan luka / kelainan
3. Apa akibatnya atau derajat
lukanya
Telah diperiksa seorang wanita, umur 25 tahun.
Ditemukan sebuah luka oleh senjata tajam yang
dibacokkan ke kepalanya sehingga
mengakibatkan kerusakan pada otak. Sebab
kematian karena rusaknya otak tersebut
2. Cara menyatakan derajat luka pada bagian kesimpulan
a. Luka ringan
Definisi Luka Ringan Contoh cara menulis kesimpulan
Luka yang tidak menimbulkan
penyakit atau halangan dalam
menjalankan pekerjaan
jabatan atau pekerjaan
pencahariannya
1. Pada dahi orang tersebut ditemukan memar akibat
persentuhan dengan benda tumpul yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan
menjalankan pekerjaan mata pencahariannya
sebagai pegawai negeri, pegawai swasta, petani,
pedagang, dll
2. Pada orang tersebut ditemukan luka lecet di
pergelangan tangan sebelah kiri akibat
persentuhan dengan benda tumpul. Luka tersebut
tidak menimbulkan penyakit atau halangan dalam
menjalankan pekerjaan jabatannya sebagain
mahasiswa (belajar) atau ibu rumah tangga
29
b. Luka sedang
Definisi luka sedang Contoh cara menulis kesimpulan
Luka yang dapat
menimbulkan penyakit
atau halangan dalam
menjalankan pekerjaan
jabatan/pekerjaan
pencaharian untuk
sementara waktu.
(Sementara waktu harus
dinyatakan berapa
hari/berapa bulan
1. Pada orang tersebut ditemukan luka tusuk di bahu kiri
akibat persentuhan dengan benda tajam. Akibatnya
korban menderita penyakit tetanus selama satu bulan
2. Ditemukan luka robek pada pelipis sebelah kanan. Luka
tersebut diakibatkan oleh persentuhan dengan benda
tumpul. Akibatnya korban tidak dapat menjalankan
pekerjaan mata pencahariannya sebagai sopir selama
tujuh hari
3. Pada perut orang tersebut ditemukan luka iris akibat
persentuhan dengan benda tajam sehingga
menyebabkan yang bersangkutan mendapatkan
halangan menjalankan pekerjaan jabatannya sebagai
pelajar selama lima hari
4. Ditemukan luka etsa (luka bakar) akibat persentuhan
dengan zat kimia asam keras akibatnya korban tidak
dapat menjalankan pekerjaan jabatannya sebagai ibu
rumah tangga selama delapan hari
5. Pada orang tersebut ditemukan patah tulang sebelah
kanan akibat persentuhan dengan benda tumpul. Patah
tulang tersebut sekarang belum sembuh dan sudah 1,5
bulan lamanya menyebabkan korban tidak dapat
menjalankan pekarjaan mata pencahariannya sebagai
polisi. Diharapkan patah tulang tersebut akan sembuh
sempurna dalam waktu setengah bulan lagi dan selama
waktu tersebut korban juga tidak akan dapat
menjalankan pekerjaannya
30
c. Luka Berat
Definisi Luka Berat Contoh cara menulis kesimpulan
a.Penyakit atau luka
yang tak dapat
diharapkan sembuh
dengan sempurna
b. Luka yang
datang / mendatangkan
bahaya maut
c.Rintangan tetap
menjalankan pekerjaan
jabatan atau pekerjaan
mata pencaharian
d. Kehilangan salah
satu panca indra
e.Cacat besar atau
kudung
1. Pada orang tersebut ditemukan luka robek pada kornea
(selaput bening mata) kiri akibat persentuhan dengan
benda tumpul. Luka tersebut tidak dapat diharapkan
sembuh dengan sempurna (fungsinya tidak dapat pulih
kembali)
2. Pada perut sebelah kiri orang tersebut ditemukan luka
tusuk menembus limpa dan mengakibatkan perdarahan
sebanyak (500 cc) di rongga perut. Keadaan tersebut
dapat mendatangkan bahaya maut
3. Pada tangan kiri orang tersebut ditemukan luka-luka
serta remuknya tulang-tulang sehingga menyebabkan
kekakuan pada kelima jari tangannya. Akibatnya
korban mendapat rintangan tetap (selamanya) dalam
menjalankan pekerjaan mata pencahariannya sebagai
pemain biola
4. Pada orang tersebut ditemukan luka memar pada
kepalanya akibat persentuhan dengan benda tumpul
menyebabkan ia menderita gegar otak dan tidak
berfungsinya syaraf pendengaran
5. Pada orang tersebut ditemukan luka-luka pada
wajahnya serta hilangnya daun telinga sebelah kiri
karena persentuhan dengan benda tumpul. Akibatnya
yang bersangkutan menderita cacat besar
31
f. Menyebabkan
kelumpuhan
g. Mengakibatkan
gangguan daya pikir 4
minggu lamanya atau
lebih
h. Mengakibatkan
keguguran atau
matinya janin dalam
kandungan
6. Pada orang tersebut ditemukan patah tulang punggung
(vertebra) akibat persentuhan dengan benda tumpul.
Akibatnya ia mengalami kelumpuhan pada kedua
kakinya
7. Pada orang tersebut ditemukan 5 buah memar pada
kepalanya akibat persentuhan dengan benda tumpul.
Akibatnya ia mengalami gangguan daya pikir selama
38 hari
8. Pada orang tersebut ditemukan memar pada perutnya
akibat persentuhan dengan benda tumpul sehingga bayi
yang dikandungnya meninggal dunia
D. Visum et Repertum Korban Hidup dan Permasalahannya
Terkait dengan visum et repertum korban hidup, ada kalanya seorang korban
mendapat dua atau lebih visum et repertum sementara dan lanjutan. Sebagai contoh,
seseorang bernama X dianiaya oleh majikannya bernama Y. Si X yang bekerja
sebagai pembantu rumah tangga di rumah Y mengalami luka bakar akibat disetrika
oleh majikannya, dan tangan kanannya patah setelah dipukuli bertubi-tubi. Lalu si X
dibawa ke rumah sakit A, kemudian dokter membuatkan visum et repertum
sementara. Lalu ternyata keluarga X memindahkan X ke rumah sakit B di kotanya.
Dokter di rumah sakit A membuatkan visum et repertum lanjutan untuk korban X.
Kemudian dokter di rumah sakit B menerima korban X atas rujukan dari rumah sakit
A, membuat visum et repertum sementara korban X. Bila setelah dirawat di rumah
sakit B korban X sembuh dan pulang, dokter rumah sakit B membuatkan visum et
repertum lanjutan, yang dalam kesimpulannya memuat kualifikasi luka korban X.
Sementar bila ternyata setelah dirawat di rumah sakit B ternyata korban X meninggal
dunia, maka dokter membuat visum et repertum jenazah.
32
Perlu ditekankan, kapan seorang dokter berhak dan atau berkewajiban
memberikan visum et repertum korban hidup. Visum et repertum diberikan bila ada
SPVR (Surat Permintaan Visum et Repertum) dari kepolisian. Bila ada SPVR
seorang dokter berkewajiban memberikan visum et repertum sebagai bukti tertulis
untuk peradilan.
Pada beberapa kasus, mungkin suatu saat dokter menemukan kejanggalan
pada pasiennya, dan merasa curiga kalau pasiennya telah mengalami penganiayaan,
maka dokter berhak menghubungi pihak berwajib, untuk menindak lanjuti,
selanjutnya pihak berwajib akan membuatkan SPVR, sehingga dokter yang
bersangkutan dapat membuatkan visumnya.
3.1.4 Waktu penyerahan visum et repertum kepada penyidik
Memang tidak ada batasan kapan visum et Repertum harus selesai dan
diserahkan kepada penyidik. Tetapi sebaiknya secepatnya karena hal ini berkaitan
dengan penahanan seorang tersangka yang belum tentu bersalah.
Menurut pasal-pasal di KUHAP
KUHAP Oleh Lama Penahanan
Pasal 24
Pasal 25
Pasal 26
Pasal 27
Pasal 28
Penyidik
Diperpanjang oleh penuntut umum
Penuntut umum
Diperpanjang oleh ketua pengadilan negeri
Hakim Pengadilan negeri
Diperpanjang oleh ketua pengadilan agama
Hakim pengadilan tinggi
Diperpanjang oleh ketua pengadilan tinggi
Hakim Mahkamah Agung
Diperpanjang oleh ketua mahkamah agung
Max 20 hari
Max 40 hari
Max 20 hari
Max 30 hari
Max 30 hari
Max 60 hari
Max 30 hari
Max 60 hari
Max 50 hari
Max 60 hari
Jadi disarankan untuk menyerahkan visum et repertum sebaiknya kurang dari 20 hari.
33
3.2 Contoh Aplikasi Kualifikasi Luka
Untuk mendapatkan gambaran yang konkrit dalam hal luka yang disebabkan
oleh suatu tindak pidana, maka di bawah ini digambarkan berbagai kemungkinan dari
luka itu, misalnya dalam kasus sebagai berikut :
“Si A dengan sengaja menendang perut si B”
Sebagai akibat daripada tendangan si A itu maka timbul beberapa kemungkinan pada
tubuh si B yaitu :
Kemungkinan I :
Pada perut si B kulitnya bengkak, merah dan sakit, tetapi hal itu tidak menyebabkan
penyakit atau halangan menjalankan jabatan atau pekerjaan.
Bagi dokter hal itu berarti luka derajat pertama (luka ringan), dan bagi hakim
perbuatan itu merupakan “penganiayaan ringan”.
Jadi dalam Visum et Repertum harus dicantumkan :
“Luka yang tidak berakibat penyakit atau halangan menjalankan jabatan atau
pekerjaan”.
Kemungkinan II :
Perut si B luka sehingga terpaksa harus diobati dan dirawat di Rumah Sakit, misalnya
selama seminggu, dan setelah itu si B sembuh dan tidak menunjukkan akibat-akibat
lain lagi.
Bagi dokter hal itu berarti luka derajat kedua (luka sedang), dan dicantumkan dalam
visum et repertum : “Luka yang berakibat penyakit atau halangan menjalankan
jabatan atau pekerjaan untuk sementara waktu/seminggu”.
Kemungkinan III :
Tendangan si A mengakibatkan limpa si B robek, sehingga menimbulkan perdarahan
dalam rongga perut dan jika tidak segera ditolong dengan jalan operasi, maka tentu
mengakibatkan maut.
34
Si B dapat ditolong dengan cepat dan tepat yaitu dioperasi dan setelah
dirawat/diopname di Rumah Sakit selama kurang lebih sebulan, maka kesimpulan
dalam Visum Et Repertum ialah : “Luka yang dapat mendatangkan bahaya maut”.
(Luka derajat ketiga).
Misalkan si B itu adalah wanita yang sedang hamil dan tendangan si A tersebut
menyebabkan keguguran dalam kandungannya atau kematian janin dalam rahimnya,
maka kesimpulan dalam Visum Et Repertum ialah: “Luka yang menyebabkan
keguguran kandungan atau kematian janin dalam rahimnya”.
Kemungkinan IV :
Karena tendangan itu si B limpanya robek dan menimbulkan pendarahan dalam
rongga perutnya serta tidak tertolong lagi dan meninggal dunia.
Dengan demikian berubahlah sifat pemeriksaannya, yaitu harus dilakukan
pemeriksaan bedah mayat, untuk menentukan hubungan sebab akibat (causal
verband) apakah benar sebab kematian si B itu karena limpanya koyak yang
diakibatkan oleh tendangan/ kekerasan sehingga menimbulkan pendarahan dalam
perutnya dan meninggal dunia.
Pemeriksaan bedah mayat dilakukan oleh dokter atas permintaan tertulis dari
penyidik. Meliputi pemeriksaan mayat di bagian luar dan pemeriksaan dalam yaitu
membuka dan memeriksa ketiga rongga besar daripada tubuh yakni rongga dada,
rongga perut dan rongga tengkorak.
Dalam ilmu kedokteran kehakiman ada suatu hukum yaitu : “Untuk menentukan
sebab mati seseorang harus dilakukan periksa bedah mayat”. Jadi tanpa periksa bedah
mayat tidak mungkin ditentukan sebab mati seseorang.
Hal ini sesuai dengan Instruksi Kapolri No. Pol. INS/E/20/IX/75 tanggal 19
September 1975 yang menyatakan bahwa : “dengan Visum Et Repertum atas mayat,
berarti mayat harus dibedah. Sama sekali tidak dibenarkan mengajukan permintaan
Visum Et Repertum atas mayat berdasarkan pemeriksaan luar saja”.
Kemudian perlu dikemukakan lagi di sini bahwa barang siapa dengan sengaja
menghalang-halangi, merintangi atau menggagalkan pemeriksaan mayat untuk
35
pengadilan, dihukum penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda setinggi-
tingginya Rp. 4.500,- .
3.3 Contoh Aplikasi Pembuatan Visum et Repertum Korban Hidup
INSTALASI KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGALRUMAH SAKIT Dr. SOETOMO SURABAYA
----------------------------------------------------------------------------------------
VISUM ET REPERTUMSEMENTARA
No : KF 04.392PRO JUSTISIABerhubung dengan surat saudara ---------------------------------------------------------------Nama : Sugeng Mujiat, Pangkat : AIPTU, NRP : 50031122, Alamat : Jl. Raden Saleh No 2 Surabaya, Jabatan : a.n. kepala Kepolisian Resort Kota surabaya Utara, No Polisi : VER/031/V/2004/RESTA UTARA, tertanggal : 24 Mei 2004----------------Yang kami terima tanggal 24 Mei 2004 pukul : 20.10 WIB, maka saya dr. Gunawan, sebagai dokter pemerintah pada instalasi Ilmu Kedokteran Forensik Dan Medikolegal RSU Dr. Soetomo Surabaya, telah memeriksa seorang penderita, pada tanggal 24 Mei 2004 pukul 20.30 WIB di Instalasi Kedokteran Forensik Rumah Sakit Dr. SOETOMO yang menurut surat saudara tersebut di atas :----------------------------------Nama : Joko Susanto Alamat: Karang MenjanganJenis Kelamin : Laki-laki I/5 SurabayaUmur : 32 tahun Dengan Kejadian : KLL
HASIL PEMERIKSAAN Anggota gerak atas : ditemukan memar berjumlah satu buah, lokasi di sisi luar
lengan atas kiri, sepuluh sentimeter dari pelipatan siku. Bentuk teratur, ukuran tiga kali empat sentimeter. Di sekitar memar tidak ditemukan kelainan.Ditemukan luka berjumlah satu buah, lokasi di sisi luar lengan bawah kiri, dua sentimeter dari pergelangan tangan bentuk tidak teratur, ukuran dua puluh kali delapan sentimeter, garis batas luka tidak teratur di beberapa tempat masih terlihat adanya kulit ari, permukaannya ditutupi oleh serum yang telah mengering.
Anggota gerak bawah : ditemukan luka terbuka, berjumlah satu buah, lokasi di sisi depan tungkai bawah kiri, bentuknya berupa robekan, simetris, ukuran panjang tiga sentimeter, lebar setengah sentimeter, dalam nol koma enam sentimeter. Kedua sudut tumpul, di sekitar luka terlihat memar.
36
Ditemukan pembengkakan disertai warna merah kebiruan di daerah sisi depan dan sisi dalam tungkai bawah kanan.
Pemeriksaan tambahan :Foto rontgen dari tungkai bawah kanan menunjukkan adanya patah tulang kering setinggi sepertiga atas dari tungkai bawah.
KESIMPULANDidapatkan luka memar pada lengan kiri atas, luka lecet pada lengan kiri bawah, luka robek pada tungkai kiri bawah, patah tulang tertutup pada tulang kering kanan setinggi sepertiga atas dari tungkai bawah.Kerusakan tersebut diatas disebabkan oleh persentuhan dengan benda tumpul.Untuk keperluan pengobatannya, penderita tersebut dirawat di Poliklinik / Masuk Rumah Sakit Dr. SOETOMO pada tanggal 24 Mei 2004 dengan daftar nomor 1000285.Visum Et Repertum Lanjutan mengenai kerusakan tersebut diatas, hanya dapat dibuat oleh dokter yang merawat penderita segera setelah perawatannya selesai.
Demikian Visum Et Repertum Sementara ini dibuat atas Sumpah Dokter pada saat memangku jabatan saya. Surabaya, 24 Mei 2004
Dr. Gunawan
RUMAH SAKIT Dr. SOETOMO
37
KOTA SURABAYA-------------------------------------------------------------------------------------------------------
VISUM ET REPERTUM LANJUTAN(penderita sembuh)
Pro JUSTISIASaya yang bertanda tangan dibawah ini, Dokter Didik Subekti sebagai Dokter pemerintah pada Rumah Sakit Dr. Soetomo, sejak tanggal 24 Mei 2004 telah merawat seorang penderita, yang menurut surat dari : Sugeng Mujiat tertanggal 24 Mei 2004 nomor VER/031/V/2004/RESTA UTARANama : Joko Susanto Alamat: Karang Menjangan Jenis Kelamin : Laki-laki I/5 SurabayaUmur : 32 tahun Pekerjaan : Karyawan BankDan pada tanggal 14 Juni 2004 penderita tersebut diatas telah dikeluarkan dari perawatan di Rumah Sakit Dr. Soetomo. Adapun VISUM ET REPERTUM SEMENTARA penderita tersebut, telah dibuat oleh Dokter Gunawan pada tanggal 24 Mei 2004 nomor 04.392.
HASIL PEMERIKSAAN :Anggota gerak atas :
Sudah tidak ditemukan warna merah kebiruan pada sisi luar lengan atas kiri. Sudah tidak ditemukan bentukan luka yang tidak teratur, yang bergaris batas
tidak teratur dengan kulit ari di beberapa tempat pada sisi luar lengan bawah kiri.
Anggota gerak bawah : Ditemukan benjolan memanjang satu buah pada sisi depan tungkai bawah kiri,
simetris, permukaan halus, panjang tiga sentimeter, lebar dua milimeter, disekelilingnya terlihat lubang-lubang bekas jahitan yang teratur. Sudah tidak didapatkan benang jahitan.
Ditemukan benjolan memanjang satu buah pada sisi dalam tungkai bawah kanan, simetris, permukaan halus, panjang tujuh sentimeter, lebar dua milimeter, disekelilingnya terlihat lubang-lubang bekas jahitan yang teratur. Sudah tidak didapatkan benang jahitan.
KESIMPULAN : Ditemukan jaringan parut dari bekas luka robek yang telah dilakukan
penjahitan pada sisi luar tungkai bawah kiri. Ditemukan jaringan parut dari bekas luka iris tejahit pada operasi pemasangan
plat pada tulang kering yang patah pada sisi dalam tungkai bawah kanan.Setelah penderita dirawat selama tiga minggu (telah dilakukan penjahitan luka robek, perawatan luka lecet, dan operasi pemasangan plat pada tulang kering kanan yang patah) penderita dinyatakan sembuh.
38
Kualifikasi luka termasuk sedang yang berarti mengakibatkan halangan dalam menjalankan pekerjaan atau pencaharian untuk waktu tidak selamanya. Besar harapan ia akan sembuh jika sekiranya tidak ada hal yang menambah penyakit (komplikasi).
Demikian Visum Et Repertum Lanjutan ini dibuat atas Sumpah Dokter pada saat memangku jabatan saya.
Surabaya, 14 Juni 2004
Dr. Didik Subekti
RUMAH SAKIT Dr. SOETOMOKOTA SURABAYA
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
39
VISUM ET REPERTUM LANJUTAN(penderita meninggal)
Pro JUSTISIASaya yang bertanda tangan dibawah ini, Dokter Didik Subekti sebagai Dokter pemerintah pada Rumah Sakit Dr. Soetomo, sejak tanggal 24 Mei 2004 telah merawat seorang penderita, yang menurut surat dari : Sugeng Mujiat tertanggal 24 Mei 2004 nomor VER/031/V/2004/RESTA UTARANama : Joko Susanto Alamat: Karang Menjangan Jenis Kelamin : Laki-laki I/5 SurabayaUmur : 32 tahun Pekerjaan : Karyawan BankDan pada tanggal 14 Juni 2004 penderita tersebut diatas telah dikeluarkan dari perawatan di Rumah Sakit Dr. Soetomo. Adapun VISUM ET REPERTUM SEMENTARA penderita tersebut, telah dibuat oleh Dokter Gunawan pada tanggal 24 Mei 2004 nomor 04.392.
HASIL PEMERIKSAAN :-------------------------------------------------------------------------------------------------------
KESIMPULAN :Korban mengalami luka memar pada lengan kiri atas dan luka lecet pada lengan kiri bawah yang telah dilakukan rawat luka, juga luka robek pada tungkai kiri bawah yang telah dilakukan penjahitan, juga patah tulang tertutup pada tulang kering kanan setinggi sepertiga atas dari tungkai bawah yang telah dilakukan operasi pemasangan plat.Kerusakan tersebut diatas disebabkan oleh persentuhan dengan benda tumpul. Setelah penderita dirawat selama sepuluh hari, penderita meninggal dunia.Untuk mengetahui sebab kematian penderita, perlu dilakukan otopsi, untuk hal tersebut penyidik dapat mengajukan SPVR jenazah.
Demikian Visum Et Repertum Lanjutan ini dibuat atas Sumpah Dokter pada saat memangku jabatan saya. Surabaya, 14 Juni 2004
Dr. Didik Subekti
RUMAH SAKIT Dr. SOETOMOKOTA SURABAYA
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
40
VISUM ET REPERTUM LANJUTAN(penderita pulang paksa/melarikan diri)
Pro JUSTISIASaya yang bertanda tangan dibawah ini, Dokter Didik Subekti sebagai Dokter pemerintah pada Rumah Sakit Dr. Soetomo, sejak tanggal 24 Mei 2004 telah merawat seorang penderita, yang menurut surat dari : Sugeng Mujiat tertanggal 24 Mei 2004 nomor VER/031/V/2004/RESTA UTARANama : Joko Susanto Alamat: Karang Menjangan Jenis Kelamin : Laki-laki I/5 SurabayaUmur : 32 tahun Pekerjaan : Karyawan BankDan pada tanggal 14 Juni 2004 penderita tersebut diatas telah dikeluarkan dari perawatan di Rumah Sakit Dr. Soetomo. Adapun VISUM ET REPERTUM SEMENTARA penderita tersebut, telah dibuat oleh Dokter Gunawan pada tanggal 24 Mei 2004 nomor 04.392.
HASIL PEMERIKSAAN :-------------------------------------------------------------------------------------------------------
KESIMPULAN :Korban mengalami luka memar pada lengan kiri atas dan luka lecet pada lengan kiri bawah yang telah dilakukan rawat luka, juga luka robek pada tungkai kiri bawah yang telah dilakukan penjahitan, juga patah tulang tertutup pada tulang kering kanan setinggi sepertiga atas dari tungkai bawah yang telah dilakukan operasi pemasangan plat.Kerusakan tersebut diatas disebabkan oleh persentuhan dengan benda tumpul.Setelah penderita dirawat selama delapan hari, penderita melarikan diri/pulang paksa. Penderita dinyatakan belum sembuh.Kualifikasi luka belum dapat ditentukan.
Demikian Visum Et Repertum Lanjutan ini dibuat atas Sumpah Dokter pada saat memangku jabatan saya.
Surabaya, 14 Juni 2004
Dr. Didik Subekti
RUMAH SAKIT Dr. SOETOMOKOTA SURABAYA
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
41
VISUM ET REPERTUM LANJUTAN
Pro JUSTISIASaya yang bertanda tangan dibawah ini, Dokter Didik Subekti sebagai Dokter pemerintah pada Rumah Sakit Dr. Soetomo, sejak tanggal 24 Mei 2004 telah merawat seorang penderita, yang menurut surat dari : Sugeng Mujiat tertanggal 24 Mei 2004 nomor VER/031/V/2004/RESTA UTARANama : Joko Susanto Alamat: Karang Menjangan Jenis Kelamin : Laki-laki I/5 SurabayaUmur : 32 tahun Pekerjaan : Karyawan BankDan pada tanggal 14 Juni 2004 penderita tersebut diatas telah dikeluarkan dari perawatan di Rumah Sakit Dr. Soetomo. Adapun VISUM ET REPERTUM SEMENTARA penderita tersebut, telah dibuat oleh Dokter Gunawan pada tanggal 24 Mei 2004 nomor 04.392.
HASIL PEMERIKSAAN :-------------------------------------------------------------------------------------------------------
KESIMPULAN :Korban mengalami luka memar pada lengan kiri atas dan luka lecet pada lengan kiri bawah yang telah dilakukan rawat luka, juga luka robek pada tungkai kiri bawah yang telah dilakukan penjahitan, juga patah tulang tertutup pada tulang kering kanan setinggi sepertiga atas dari tungkai bawah yang telah dilakukan operasi pemasangan plat.Kerusakan tersebut diatas disebabkan oleh persentuhan dengan benda tumpul.Setelah penderita dirawat selama delapan hari, penderita dipindah ke rumah sakit yang lain.Penderita dinyatakan belum sembuh.Kualifikasi luka belum dapat ditentukan (selanjutnya penyidik menghubungi dokter/ RS yang merawat korban selanjutnya).
Demikian Visum Et Repertum Lanjutan ini dibuat atas Sumpah Dokter pada saat memangku jabatan saya. Surabaya, 14 Juni 2004
Dr. Didik Subekti
BAB 4. KESIMPULAN
42
1. Visum et repertum adalah laporan tertulis untuk justisi yang dibuat oleh dokter
atas sumpah tentang segala sesuatu yang diamati (terutama yang dilihat dan
ditemukan).
2. Dasar hukum visum et repertum:
a. KUHP pasal 186 bahwa keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli katakan
di sidang pengadilan.
b. KUHP pasal 187 butir c bahwa surat keterangan dari seorang ahli yang
memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal sesuatu
keadaan yang dimnta secara resmi.
c. KUHP pasal 184 ayat 1 yaitu:
- keterangan saksi
- keterangan ahli
- surat
- petunjuk
- keterangan terdakwa
3. Macam-macam visum et repertum
a. visum et repertum korban hidup
b. visum et repertum mayat
c. visum et repertum pemerisaan TKP
d. visum et repertum penggalian jenazah
e. visum et repertum mengenai umur
f. visum et repertum psikiatrik
g. visum et repertum mengenai bukti lain
4. Macam-macam visum et repertum korban hidup
a. Visum et repertum
Diberikan bila korban setelah diperiksa atau diobati, tidak terhalang jabatan/
mata pencaharian.
b. Visum et repertum sementara
Diberikan apabila setelah diperiksa, ternyata:
43
- korban perlu dirawat/ diobservasi
- korban terhalang menjalankan pekerjaan jabatan/ mata pencaharian.
c. Visum et repertum lanjutan
Diberikan apabila setelah dirawat/ diobservasi ternyata:
- korban sembuh
- korban belum sembuh, pindah rumah sakit atau dokter lain
- korban belum sembuh, kemudian pulang paksa atau melarikan diri
- korban meninggal dunia
5. Kualifikasi luka dan dasar hukumnya :
a. Luka yang tidak mengakibatkan penyakit atau halangan untuk menjalankan
pekerjaan jabatan atau mata pencaharian (pasal 352 KUHAP)
b. Luka yang menyebabkan penyakit atau halangan menjalankan jabatan atau
pekerjaan pencaharian untuk tidak terus menerus atau tidak selamanya (pasal
351 KUHAP)
c. Luka berat (pasal 90 KUHP)
Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh
sama sekali atau yang menimbulkan bahaya maut
Tidak mampu secara terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau
pekerjaan pencaharian
Kehilangan salah satu panca indra
Mendapat cacat berat
Menderita sakit lumpuh
Terganggu daya pikir selama 4 minggu lebih
Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan
DAFTAR PUSTAKA
44
Atmodirono, Haroen. 1980. Visum et Repertum dan Pelaksanaannya. Surabaya: Airlangga University Press.
Hoediyanto, dr. Sp. F (K). 2007. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Surabaya: Bagian IKF dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Unair.
Idries A.M. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa Aksara.
Ranoemihardja, R.Atang, S.H. 1991. Ilmu Kedokteran Kehakiman (Forensic Science). Bandung: Penerbit Tarsito.
Sugandhi, R. SH. 1980. KUHP dan Penjelasannya. Surabaya: Usaha Nasional.
1984. Kumpulan Makalah Ilmu Kedokteran Forensik. Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia.
http://asiatour.com/lawarchives/indonesia/kuhap
45