27
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada (VKH) adalah gangguan yang bersifat multisistemik. Penyakit ini ditandai oleh adanya panuveitis granulomatosa dengan ablasio retina eksudatif disertai dengan manifestasi kelainan neurologi dan kelainan pada kulit. Beberapa Human Leukocyte Antigen (HLA) dihubungkan dengan penyakit ini, yang mana juga ditemukan pada pasien VKH, yaitu HLA-DR4, HA-DR53, dan HLA- DQ4. (1) Nama Vogt, Koyanagi, Harada sendiri berasal dari nama pasien yang menderita suatu sindrom dengan bilateral uveitis, ablasio retina eksudatif, kelainan neurologi (tinitus, gangguan pendengaran), dan juga kelainan pada kulit (alopecia, vitiligo). Sehingga beberapa ahli memeberi nama sindrom tersebut dengan Vogt-Koyanagi-Harada. (1,2) Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada merupakan penyakit yang jarang, namun merupakan salah satu dari bentuk uveitis yang paling sering diderita pada ras-ras berkulit gelap, seperti Asia, Hindia Asia, Spanyol, Amerika asli, dan Timur Tengah. Di Jepang sindrom Vogt- Koyanagi-Harada mengenai sekitar 7-8% dari seluruh pasien uveitis, sedangkan kurang lebih 4% dari uveitis di Amerika Serikat. B. Batasan Masalah

Vogt Koyanagi Harada Syndrome

Embed Size (px)

DESCRIPTION

VOKH

Citation preview

Page 1: Vogt Koyanagi Harada Syndrome

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada (VKH) adalah gangguan yang bersifat multisistemik.

Penyakit ini ditandai oleh adanya panuveitis granulomatosa dengan ablasio retina eksudatif

disertai dengan manifestasi kelainan neurologi dan kelainan pada kulit. Beberapa Human

Leukocyte Antigen (HLA) dihubungkan dengan penyakit ini, yang mana juga ditemukan pada

pasien VKH, yaitu HLA-DR4, HA-DR53, dan HLA-DQ4.(1)

Nama Vogt, Koyanagi, Harada sendiri berasal dari nama pasien yang menderita suatu

sindrom dengan bilateral uveitis, ablasio retina eksudatif, kelainan neurologi (tinitus, gangguan

pendengaran), dan juga kelainan pada kulit (alopecia, vitiligo). Sehingga beberapa ahli memeberi

nama sindrom tersebut dengan Vogt-Koyanagi-Harada.(1,2)

Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada merupakan penyakit yang jarang, namun merupakan

salah satu dari bentuk uveitis yang paling sering diderita pada ras-ras berkulit gelap, seperti Asia,

Hindia Asia, Spanyol, Amerika asli, dan Timur Tengah. Di Jepang sindrom Vogt-Koyanagi-

Harada mengenai sekitar 7-8% dari seluruh pasien uveitis, sedangkan kurang lebih 4% dari

uveitis di Amerika Serikat.

B. Batasan Masalah

Dalam referat ini akan dibahas tentang definisi, etiologi dan fisiologi anatomi,

patofisiologi, manifestasi klinis, penegakan diagnosis, penatalaksanaan serta prognosis Vogt-

Koyanagi-Harada Syndrome.

Page 2: Vogt Koyanagi Harada Syndrome

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penulisan referat ini adalah untuk menambah pemahaman klinis mengenai

Vogt-Koyanagi-Harada Syndrome terutama bagi dokter umum baik dari segi definisi, etiologi,

diagnosis, manifestasi klinis, pemeriksaan, patofisiologi, dan penatalaksanaan, serta prognosis.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penulisan referat ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata di RSUD Kota Semarang.

Page 3: Vogt Koyanagi Harada Syndrome

BAB II

TNJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Traktus Uvealis

Traktus uvealis merupakan lapisan vaskular di dalam bola mata yang terdiri dari iris,

corpus siliar, dan koroid.(3)

1. Iris

Iris adalah perpanjangan corpus siliaris ke anterior. Iris berupa permukaan pipih dengan

apertura bulat yang terletak di tengah, pupil. Iris terletak bersambungan dengan permukaan

anterior lensa, memisahkan bilik mata depan dengan bili mata belakang, yang masing-masing

berisi aquos humor. Di dalam stroma iris terdapat sfingter dan otot-otot dilator. Kedua lapisan

berpigmen pekat pada permukaan posterior iris merupakan perluasan neuroretina dan lapisan

epitel pigmen retina ke anterior.

Pendarahan iris didapat dari sirkulus mayor iris. Kapiler-kapiler iris mempunyai lapisan

endotel yang tidak berlubang (nonfenestrated) sehingga normalnya tidak membocorkan fluresens

yang disuntikkan secara intravena. Persarafan sensoris iris melalui serabut-serabut nervi ciliares.

Iris mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata. Ukuran pupil pada

prinsipnya ditentukan oleh keseimbangan antara konstriksi akibat aktivitas parasimpatis yang

dihantarkan melalui nervus kranialis III dan dilatasi yang ditimbulkan oleh aktivitas simpatis.

2. Corpus siliaris

Corpus siliaris membentang ke depan dari ujung anterior koroid ke pangkal iris (sekitar 6

mm). corpus siliaris terdiri atas zona posterior yang datar, yang berombak-ombak, pars plicata (2

mm), dan zona posterior yang datar, pars plana (4 mm). Prosesus ciliaris berasal dari pars plicata,

yang terutama terbentuk dari kapiler dan vena yang bermuara ke vena-vena vorticosa. Kapiler-

kapilernya besar dan berlubang-lubang sehingga membocorkan fluoresens yang disuntikkan

secara intravena. Ada dua lapisan epitel siliaris, yaitu satu lapisan tanpa pigmen di sebelah dalam

yang merupakan perluasan neuroretina ke anterior, dan satu lapisan berpigmen di sebelah luar,

yang merupakan perluasan lapisan epitel pigmen retina. Prosesus siliaris dan epitel siliaris

pembungkusnya berfungsi sebagai pembentuk aquos humor.

Page 4: Vogt Koyanagi Harada Syndrome

Gambar 1. Tampilan posterior corpus siliaris, zonula, lensa, dan ora serata

Musculus siliaris, tersusun dari gabungan serat-serat longitudinal, sirkular, dan radial.

Fungsi serat-serat sirkular adalah untuk mengerutkan dan relaksasi Zonula Zinni, yang berorigo

di lembah-lembah diantara prosesus siliaris. Otot ini mengubah tegangan pada kapsul lensa

sehingga lensa dapat mempunyai berbagai focus baik untuk objek berjarak dekat maupun yang

berjarak jauh dalam lapang pandang. Serat-serat longitudinal musculus siliaris menyisip ke

dalam anyaman trabekula untuk mempengaruhi besar pori-porinya. Pembuluh-pembuluh darah

yang memperdarahi corpus siliaris berasal dari circulus arteriosus major iris.

Gambar 2. Sudut bilik mata depan dan struktur disekitarnya

Page 5: Vogt Koyanagi Harada Syndrome

3. Koroid

Koroid adalah segmen posterior uvea, di antara retina dan sklera. Koroid tersusun atas

tiga lapis pembuluh darah koroid; besar, sedang, dan kecil. Semakin dalam pembuluh terletak di

dalam koroid, semakin lebar lumennya. Bagian dalam pembuluh koroid dikenal sebagai

koriokapilaris. Darah dari pembuluh koroid dialirkan melalui empat vena vorticosa, satu di tiap

kuadran posterior. Koroid disebelah dalam dibatasi oleh membran Bruch dan disebelah luar oleh

sklera. Koroid melekat erat ke posterior pada tepi-tepi nervus opticus. Di sebelah anterior, koroid

bergabung dengan corpus siliaris.

Gambar 3. Potongan melintang koroid

Page 6: Vogt Koyanagi Harada Syndrome

B. Anatomi Retina

Retina atau selaput jala, merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang

menerima rangsangan cahaya.(3)

Retina membentang ke anterior hampir sejauh corpus siliaris dan berakhir pada ora

serata. Pada orang dewasa, ora serata berada sekitar 6,5 mm di belakang garis Swhalbe pada sisi

temporal dan 5,7 mm pada sisi nasal. Lapisan luar retina sensoris bertumpuk dengan lapisan

epitel berpigmen retina sehingga juga berhubungan dengan membran Bruch, koroid, dan sklera.

Di sebagian besar tempat, retina dan epitel pigmen retina mudah terpisah sehingga dapat

terbentuk tuang subretina, seperti yang terjadi pada ablasio retina. Namun pada disku optikus dan

ora serata, epitel pigmen retina saling melekat kuat sehingga perluasan cairan subretina dapat

dibatasi. Hal ini berlawanan dengan ruang subkoroid yang dapat terbentuk antara koroid, dan

sklera, yang meluas ke taji sklera. Dengan demikian, ablasi koroid dapat meluas melampaui ora

serata, dibawah pars plana dan pars plicata. Lapisan-lapisan epitel pada permukaan corpus

siliaris dan permukaan posterior iris merupakan perluasan retina dan pitel pigmen retina ke

anterior.

Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi luarnya, terdiri atas:

1. Lapis fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina yang terdiri atas sel batang yang

mempunyai bentuk ramping dan sel kerucut.

2. Membran limitan eksterna yang merupakan membrane ilusi.

3. Lapis nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan batang. Ketiga lapis

diatas avaskular dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid.

4. Lapis plexiform luar, merupakan lapis aseluler dan merupakan tempat sinapsis sel

fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.

5. Lapis nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller. Lapis

ini mendapat metabolisme dari arteri retina setralis.

6. Lapis plexiform dalam, merupakan lapis aseluler tempat sinaps sel bipolar, sel amakrin

dengan sel ganglion.

7. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis akson sel ganglion menuju kearah nervus

optikus. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina

8. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan humor vitreus .

Page 7: Vogt Koyanagi Harada Syndrome

Gambar 4. Potongan melintang lapisan retina

Retina mempunyai ketebalan 0,1 mm pada ora serata dan 0,56 mm pada kutub posterior.

Di tengah-tengah retina posterior terdapat macula berdiameter 5,5-6 mm, yang secara klinis

dinyatakan sebagai daerah yang dibatasi oleh cabang-cabang pembuluh darah retina temporal.

Daerah ini ditetapkan oleh ahli anatomi sebagai area centralis, yang secara histologis merupakan

bagian retina yang ketebalan lapisan sel ganglionnya lebih dari satu lapis. Macula lutea secara

anatomis didefinisikan sebagai daerah berdiameter 3 mm yang mengandung pigmen luteal

kuning (xantofil). Fovea yang berdiameter 1,5 mm ini merupakan zona avaskular retina pada

angiografi fluoresens. Secara histologis, fovea ditandai sebagai daerah yang mengalami

penipisan lapisan inti luar tanpa diserai lapisan parenkim lain. Hal ini terjadi karena akson-akson

Page 8: Vogt Koyanagi Harada Syndrome

sel fotoreseptor berjalan miring (lapisan serabut Henle) dan lapisan-lapisan retina yang lebih

dekat dengan permukaan dalam retina lepas secara sentrifugal. Di tengah macula, 4 mm lateral

dari diskus optikus, terdapat foveola yang berdiameter 0,25 mm, yang secara klinis tampak jelas

dengan oftalmoskop sebagai cekungan yang menimbulkan pantulan khusus. Foveola merupakan

bagian retina yang paling tipis (0,25 mm) dan hanya mengandung fotoreseptor kerucut.

Gambaran histologis fovea dan foveola ini memungkinkan diskriminasi visual yang optimal.

Ruang ekstraseluler retina yang normalnya kosong cenderung paling besar di macula. Penyakit

yang menyebabkan tumpukan bahan ekstrasel secara khusus dapat mengakibatkan penebalan

daerah ini (edema macula).

Gambar 5. Retina

Retina menerima darah dari dua sumber, yaitu koriokapilaris yang berada tepat di luar

membrane Bruch, yang memperdarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiform luar dan

lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lpisan epitel pigmen retina; serta cabang-cabang dari arteri

centralis retinae, yang memperdarahi dua pertiga dalam retina. Fovea seluruhnya diperdarahi

oleh koriokapilaris dan rentan terhadap kerusakan yang tak dapat diperbaiki bila retina

mengalami ablasi. Pembuluh darah mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang, yang

membentuk sawar darah-retina. Lapisan endotel pembuluh koroid berlubang-lubang. Sawar

darah-retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina.

Page 9: Vogt Koyanagi Harada Syndrome

C. Sindrom Vogt Koyanagi Harada

A. Definisi

Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada (VKH) merupakan kelainan sistemik yang tidak lumrah.

Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada (VKH) adalah kumpulan gejala yang diduga disebabkan reaksi

autoimun yang ditandai dengan adanya panuveitis granulomatosa yang difus, kronis, dan

bilateral, yang disertai kelainan pada kulit, neurologi, dan pendengaran.(3,5)

B. Epidemiologi

Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada lebih sering mengenai orang berkulit gelap (Asia,

Hindia Asia, Spanyol, Amerika asli, dan Timur Tengah) dan jarang pada orang kulit putih.

Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada juga jarang pada orang-orang Afrika Sahara, hal ini

menunjukkan bahwa faktor pigmentasi kulit mungkin berperan pada patogenesis sindrom VKH

ini. Insidensi sindrom VKH bervariasi secara geografis, kurang lebih 4% dari uveitis di Amerika

Serikat dan 7-8% di Jepang. Di Brazil dan Arab Saudi, sindrom VKH merupakan penyebab

utama uveitis non infeksi.(3,5)

Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada lebih sering terjadi pada perempuan dibanding laki-laki

dengan perbandingan 2:1, kecuali pada populasi Jepang. Umur onset terjadinya sindrom Vogt-

Koyanagi-Harada ini berkisar 3-39 tahun, dengan paling banyak terjadi pada umur 20-30 tahun.

C. Etiopatogenesis

Etiologi dan patogenesis pasti dari sindrom VKH belum diketahui, namun penelitian

klinis dan eksperimental menunjukkan bahwa proses cell-mediated autoimun yang di perantarai

sel limfosit T secara langsung menyerang melanosit dari semua sistem organ pada individu yang

rentan secara genetik. Sel T helper1 dan peningkatan regulasi interleukin-2, interleukin-6 dan

interferon gamma memegang peranan penting dalam patogenesis sindrom VKH. Sindrom VKH

juga berhubungan dengan kelainan autoimun lain, seperti autoimmune poliglandular syndrome

type 1, hypothyroidism, ulcerative colitis and diabetes mellitus.(3,5)

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa interleukin-23 memegang peran dalam

mengembangkan dan mempertahankan proses autoimun dengan menginduksi diferensiasi

Page 10: Vogt Koyanagi Harada Syndrome

interleukin-17 yang memproduksi limfosit T helper CD+4. Sensitisasi peptida antigen

melanositik oleh kerusakan cutaneus atau infeksi viral diduga sebagai kemungkinan pencetus

dari proses autoimun tersebut. Tyrosinase atau protein terkait tyrosinase, sebuah protein 75-kDa

yang tidak teridentifikasi, dan protein S-100 merupakan antigen target pada melanosit.

Predisposisi genetik untuk perkembangan penyakit dan patogenesis disregulasi imun

selanjutnya didukung oleh asosiasi yang kuat dengan HLA-DR4 pada pasien-pasien Jepang

dengan sindrom VKH; risiko terkait hubungan dengan HLA-DRBI *0405 dan HLA-DRBI

*0410 haploid. Diantara pasien-pasien sindrom VKH di Spanyol dan California Selatan, 84%

ditemukan mempunyai haploid HLA-DRI atau HLA-DR4, dengan risiko relatif lebih tinggi

untuk menderita sindrom VKH.

D. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis sindrom VKH bervariasi tergantung dari stadium sindrom VKH. Ada

empat stadium pada sindrom VKH, yaitu stadium prodormal, uveitis akut, pemulihan, dan

rekuren kronis.(3)

Pada stadium prodormal terdapat gejala-gejala seperti flu atau infeksi virus. Pasien

mengeluh sakit kepala, mual, meningismus, disakusia, tinnitus, demam, nyeri orbita, fotofobia,

dan hipersensitivitas pada kulit dan rambut beberapa hari sebelum timbul onset gejala-gejala

ocular. Adanya tanda neurologi fokal, meliputi neuropati cranial, hemiparese, afasia, myelitis

transversal, dan ganglionitis. Analisis cairan cerebrospinal menunjukkan pleositosis limfositik

dengan kadar glukosa yang normal pada lebih dari 80% pasien, hal ini mungkin bertahan hingga

8 minggu. Masalah pendengaran didapatkan pada 75% pasien, biasanya timbul bersamaan

dengan onset gejala-gejala ocular. Disakusia meliputi tinnitus frekuensi tinggi yang terjadi pada

sekitar 30% pasien di awal perjalanan penyakit, biasanya sembuh dalam 2-3 bulan, walaupun

demikian defisit persisten mungkin dapat terjadi.

Stadium uveitis akut ditandai dengan penurunan tajam penglihatan yang perlahan pada

kedua mata, 1-2 hari setelah onset kelainan system saraf pusat, dan ditandai dengan adanya

uveitis anterior granulomatosa bilateral, berbagai derajat vitritis, penebalan koroid posterior

dengan peningkatan lapisan koroid retina peripapiler, hiperemia dan edema nervus optikus, serta

ablasio retina serosa multipel. Fokal ablasio retina serosa sering dangkal, dengan pola cloverleaf

Page 11: Vogt Koyanagi Harada Syndrome

(daun semanggi) disekitar kutub posterior, dan mungkin menyatu dan menjadi ablasio eksudatif

bulosa yang besar. Kehilangan penglihatan profunda mungkin terjadi pada fase ini. Walaupun

jarang terjadi, pada fase uveitis akut bisa terdapat mutton fat keratic precipitate (KP) dan nodul

iris di pinggir pupil. Bilik mata depan dangkal dan tekanan intraokuler meningkat karena

penekanan kedepan iris dan lensa oleh edema corpus siliaris atau ablasi koroid anularis, atau

malah tekanan intraokuler dapat menurun akibat sekunder dari kerusakan corpus siliaris.

Gambar 6. Hiperemia diskus dan ablasio retina serosa multiple pada kutub posterior mata kiri

dari pasien pada stadium uveitis akut sindrom Vogt-Koyanagi-Harada

Gambar 7. Ablasio retina eksudatif bulosa pada stadium uveitis akut sindrom Vogt-Koyanagi-

Harada

Stadium pemulihan terjadi beberapa minggu kemudian dan ditandai dengan

penyembuhan ablasio retina eksudatif dan depigmentasi koroid yang bertahap, sehingga pada

fundus dapat terlihat diskolorasi klasik merah-oranye, atau sunset glow fundus. Dapat juga

ditemukan lesi depigmentasi diskret, bulat, kecil di inferior fundus perifer dan depigmentasi

juxtapapiler. Vitiligo perilimbus (tanda Sugiura) ditemukan pada 85% pasien Jepang namun

jarang pada pasien kulit putih. Perubahan pada kulit, termasuk vitiligo, alopesia, dan poliosis,

Page 12: Vogt Koyanagi Harada Syndrome

biasanya muncul selama stadium pemulihan pada sekitar 30% pasien dan berhubungan dengan

perkembangan depigmentasi fundus. Secara umum, perubahan pada kulit dan rambut terjadi

dalam beberapa minggu atau bulan setelah onset inflamasi ocular, tetapi pada beberapa kasus

dapat muncul secara bersamaan. Antara 10-63% pasien mengalami vitiligo, tergantung pada latar

belakang etnis, dengan insiden manifestasi kulit dan ekstraokuler lainya rendah diantara pasien-

pasien Spanyol.(3)

Gambar 8. Sunset glow fundus appearance dengan ablasi juxtapapiler pada stadium pemulihan

sindrom VKH

Gambar 9. Lesi chorioretina punch-out inferior perifer multiple menunjukkan nodul Dalen-Fuchs

yang telah sembuh pada stadium kronis sindrom VKH

Gambar 10. Vitiligo perilimbus pada tanda Sugiura

Page 13: Vogt Koyanagi Harada Syndrome

Stadium rekuren kronis ditandai dengan uveitis anterior granulomatosa yang berulang,

KP, sinekia posterior, nodul iris, depigmentasi iris, dan atrofi stroma. Kelainan segmen posterior

yang berulang (vitritis, papilitis, koroiditis multifocal, dan ablasio retina eksudatif) dapat terjadi

namun jarang pada stadium ini. Kelainan segmen anterior yang berulang dapat terjadi bersamaan

dengan inflamasi koroid subklinis. Katarak subkapsular posterior, glaukoma, dan fibrosis

subretina dapat terjadi pada stadium ini.(3)

Gambar 11. Vitiligo pada palpebra superior dan poliosis pada stadium rekuren kronis sindrom

VKH

Gambar 12. Lesi kulit pada sindrom VKH

E. Klasifikasi

Berdasarkan manifestasi klinis, menurut American Uveitis Society (1978), sindrom Vogt-

Koyanagi-Harada dibagi menjadi complete VKH syndrome, incomplete VKH syndrome, probable

VKH syndrome.(3)

Complete VKH Syndrome

I. Tidak ada riwayat trauma penetrasi okuler atau pembedahan

II. Tidak ada manifestasi klinis atau laboratorium adanya penyakit okuler atau sistemik lain

Page 14: Vogt Koyanagi Harada Syndrome

III. Penyakit meliputi okuler bilateral

Serta terdapat A atau B dibawah ini:

A. Manifestasi awal

1. Koroiditis difusa, dengan manifestasi:

a. adanya fokal area yang berisi cairan subretina

b. ablasi subretina serosa bulosa

2. Manifestasi fundus equivocal:

a. Angiografi fluoresens menunjukkan fokal area perfusi koroid terlambat, kebocoran

pinpoint multipel, area hiperfluorosens placoid yang besar, genangan cairan subretina,

and pewarnaan nervus optikus.

b. Ultrasonografi menunjukkan penebalan koroid yang difus tanpa adanya skleritis

posterior

B. Manifestasi lanjut

1. Riwayat sama seperti IIIA, dan terdapat 2 dan 3 dibawah ini, atau tanda-tanda multipel

dari 3

2. Depigmentasi ocular

a. Sunset glow fundus appearance , atau

b. Tanda Sugiura

3. Tanda okuler lain

a. Scar depigmentasi korioretinal nummular, atau

b. Epitel pigmen retina clumping dan/atau migrasi, atau

c. Uveitis anterior kronis atau berulang

Page 15: Vogt Koyanagi Harada Syndrome

IV. Manifestasi neurologi/auditori (bisa saja sudah sembuh saat pemeriksaan dilakukan)

A. Meningismus

B. Tinnitus

C. Pleositosis cairan cerebrospinal

V. Manifestasi Kulit (Tidak mendahului penyakit system saraf pusat atau penyakit okuler)

A. Alopecia

B. Poliosis

C. Vitiligo

Incomplete VKH syndrome

Kriteria I sampai III dan IV atau V di atas

Probable VKH syndrome

Kriteria I sampai III diatas harus ada

Isolated ocular disease

F. Diagnosis

Secara klinis diagnosis sindrom VH dapat ditegakkan dengan adanya tanda ablasio retina

eksudatif selama fase akut dan sunset glow fundus appearance selama fase kronik, yang

merupakan gambaran yang spesifik untuk sindrom VKH. Pada pasien yang tidak menunjukkan

adanya perubahan ekstraokuler, angiografi fluoresens, angiografi ICG, OCT (Optical Coherence

Tomography), pungsi lumbal, dan ultrasonografi dapat menjadi pemeriksaan penunjang yang

bermanfaat. Selama stadium uveitis akut, angiografi fluoresens menunjukkan multipel pungta

hiperfluorosens di epitel pigmen retina pada stadium awal diikuti dengan genangan zat pewarna

di ruang subretina pada area ablasi neurosensori. Sebagian besar pasien menunjukkan kebocoran

diskus, namun jarang terjadi kebocoran pada pembuluh darah retina. Pada stadium pemulihan

Page 16: Vogt Koyanagi Harada Syndrome

dan rekuren kronis, kehilangan dan atrofi fokal epitel pigmen retinal menghasilkan defek ruang

hiperfluoresens multipel tanpa pewarnaan yang progresif.(3)

Angiografi ICG terutama untuk melihat patologi koroid, perfusi pembuluh darah koroid,

hiperfluoresen dan kebocoran pembuluh darah stroma koroid, serta hiperfluoresen diskus. USG

membantu dalam menegakkan diagnosis, terutama bila terdapat kekeruhan media refraksi.

Manifestasi meliputi penebalan koroid posterior, terutama di area peripapiler dengan perluasan

regio ekuator; ablasio retina eksudatif, kekeruhan vitreous, dan penebalan posterior sklera.

OCT berguna dalam mendiagnosis dan monitoring ablasio macular serosa dan membran

neovaskuler koroid. Kombinasi penggunaan pencitraan FAF dan SD-OCT menyediakan

penilaian epitel pigmen retina dan perubahan bagian luar retina yang noninvasif pada pasien

dengan sindrom VKH yang mungkin tidak tampak pada pemeriksaan klinis.

Pada kasus-kasus atipik, khususnya pasien yang yang menunjukkan manifestasi awal dari

penyakit dengan tanda neurologis banyak dan manifestasi okuler yang sedikit, pungsi lumbal

berguna secara diagnostik. Pada pungsi lumbal dapat terlihat pleositosis limfositik, namun

bagaimanapun, pada mayoritas kasus, riwayat dan pemeriksaan klinis yang ditunjang dengan

angiografi fluoresens dan/atau ultrasonografi cukup untuk menegakkan diagnosis.

G. Diagnosis Banding

Diagnosis banding sindrom VKH adalah sympathetic ophthalmia, AMPPE (Acute

Multifocal Placoid Pigment Epitheliopathy), sindrom efusi uvea, skleritis posterior, limfoma

intraokuler primer, infiltrasi limfoid uvea, dan sarcoidosis.(3)

Sympathetic ophthalmia dibedakan dengan sindrom VKH dengan adanya riwayat trauma

atau operasi dan tidak meliputi kelainan sistemik pada penyakit sympathetic ophthalmia. Pada

AMPPE gambaran oftalmoskopi dan angiografi fluorosens hamper sama namun inflamasi

vitreous lebih sedikit dan tidak melibatkan segmen anterior.

H. Penatalaksanaan

Stadium akut sindrom VKH berespon dengan baik terhadap terapi kortikosteroid, agen-

agen siklopegik dan midriatik yang dini dan agresif. Dosis inisial untuk oral prednisone adalah 1-

Page 17: Vogt Koyanagi Harada Syndrome

1,5 mg/kg/hari atau 200 mg metilprednisolon intravena untuk 3 hari diikuti dengan

kortikosteroid oral dosis tinggi. Pada pasien yang intoleran terhadap steroid sistemik, dapat

diberikan kortikosteroid intravitreal, misalnya implan fluosinolon asetonid intravitreal. Dosis

kortikosteroid sistemik harus diturunkan secara perlahan tergantung dari respon klinis, kira-kira

sekitar 6 bulan, hal ini untuk mencegah progresivitas penyakit menjadi stadium kronis rekuren

dan untuk meminimalisir insiden dan keparahan manifestasi ekstraokuler. Walaupun terapi awal

dengan kortikosteroid sudah adekuat, biasanya masih banyak pasien yang mengalami episode

inflamasi yang berulang sehingga para ahli memilih untuk memulai terapi imunosupresan seperti

siklosporin, azathioprine, myccophenolate mofetil, chlorambucil, siklofosfamid, dan infliximab

lebih awal. Hal ini dilakukan untuk mengontrol inflamasi dan membantu penurunan dosis

kortikosteroid lebih cepat.(3,5)

I. Prognosis

Prognosis visual pada pasien yang diterapi secara adekuat dengan kortikosteroid dan

imunosupresan adalah hingga 70% pasien mencapai tajam penglihatan setidaknya 20/40.(3)

J. Komplikasi

Komplikasi sindrom VKH meliputi kehilangan penglihatan, katarak (pada 50% pasien),

glaucoma (pada 33% pasien), fibrosis subretina. Komplikasi ini lebih besar kemungkinannya

untuk terjadi seiring dengan lamanya durasi penyakit, seringnya kekambuhan, dan usia saat onset

penyakit.(3,5)

Page 18: Vogt Koyanagi Harada Syndrome

BAB III

KESIMPULAN

Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada (VKH) adalah kumpulan gejala yang diduga disebabkan

reaksi autoimun yang ditandai dengan adanya panuveitis granulomatosa yang difus, kronis, dan

bilateral, yang disertai kelainan pada kulit, neurologi, dan pendengaran.

Sindrom VKH disebabkan karena adanya reaksi cell-mediated autoimun yang

diperantarai oleh sel limfosit T pada seseorang yang rentan secara genetik. Sel limfosit ini

menyerang melanosit pada semua organ. Sensitisasi peptida antigen melanositik oleh kerusakan

cutaneus atau infeksi viral diduga sebagai kemungkinan pencetus dari proses autoimun tersebut.

Adanya hubungan sindrom VKH ini dengan melanosit, sehingga sindrom VKH lebih sering

mengenai orang-orang berkulit gelap daripada orang kulit putih.

Ada empat stadium pada perjalanan sindrom VKH, yaitu stadium prodormal (seperti

gejala infeksi virus), uveitis akut (uveitis bilateral difusa dengan papilitis dan ablasio retina

eksudativa), pemulihan (depigmentasi jaringan), dan rekuren kronis (uveitis rekuren dan

komplikasi okuler). Berdasarkan manifestasi klinisnya, sindrom VKH juga dibagi menjadi

complete VKH syndrome, incomplete VKH syndrome,dan probable VKH syndrome.

Secara klinis diagnosis sindrom VKH dapat ditegakkan dengan adanya tanda ablasio

retina eksudatif selama fase akut dan sunset glow fundus appearance selama fase kronik, yang

merupakan gambaran yang spesifik untuk sindrom VKH. Angiografi fluoresens, angiografi ICG,

OCT, pencitraan FAF, pungsi lumbal, dan ultrasonografi dapat menjadi pemeriksaan penunjang

yang bermanfaat untuk membantu menegakkan diagnosis.

Stadium akut sindrom VKH berespon dengan baik terhadap terapi kortikosteroid, agen-

agen siklopegik dan midriatik yang dini dan agresif. Dosis kortikosteroid sistemik harus

diturunkan secara perlahan tergantung dari respon klinis, kira-kira sekitar 6 bulan, untuk

menurunkan risiko progresivitas penyakit menjadi kronis. Terapi imunosupresan dianjurkan

untuk diberikan lebih awal. Hal ini dilakukan untuk mengontrol inflamasi dan membantu

Page 19: Vogt Koyanagi Harada Syndrome

penurunan dosis kortikosteroid lebih cepat. Hingga 70% pasien mencapai tajam penglihatan

setidaknya 20/40 dengan penatalaksanaan yang adekuat.

Page 20: Vogt Koyanagi Harada Syndrome

DAFTAR PUSTAKA

1. Walton C. Vogt-Koyanagi-Harada Disease. Available at:

http://reference.medscape.com/article/1229432-overview Accessed on November 15th 2013.

2. Health Central. Vogt-Koyanagi-Harada Syndrome. Available at:

http://www.healthcentral.com/encyclopedia/408/367.html Accessed on November 15th 2013.

3. Rahmi E. Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada. Available at:

http://www.scribd.com/doc/122282687/referat-Sindrom-Vogt-Koyanagi-Harada Accessed on

November 15th 2013.

4. Eva, PR, Whitcher JP. Vaughan & Asbury’s Oftalmologi Umum edisi 17. Jakarta: EGC;

2010.

5. Ilyas, S. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.