Upload
lamminh
View
228
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
WALIKOTA PEKALONGANPROVINSI JAWA TENGAH
PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGANNOMOR 4 TAHUN 2017
TENTANG
PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA PEKALONGAN,
Menimbang: a. bahwa perumahan dan permukiman yang sehat danberkualitas merupakan kebutuhan dasar bagi setiaporang agar dapat hidup bahagia dan sejahtera;
b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 98 ayat(3) UndangUndang Nomor 1 Tahun 2011 tentangPerumahan dan Kawasan Permukiman;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimanadimaksud pada huruf a dan huruf b perlu menetapkanPeraturan Daerah tentang Pencegahan danPeningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuhdan Permukiman Kumuh;
Mengingat: 1. Pasal 18 ayat (6) UndangUndang Dasar NegaraRepublik Indonesia Tahun 1945;
2. UndangUndang Nomor 16 Tahun 1950 tentangPembentukan Daerah–daerah Kota Besar dalamLingkungan Propinsi Djawa Timur, Djawa Tengah,Djawa Barat dan Daerah Istimewa Jogjakarta,sebagaimana telah diubah dengan UndangUndangNomor 13 Tahun 1954 tentang Perubahan UndangUndang Nomor 16 dan 17 Tahun 1950 tentangPembentukan Kotakota Besar dan Kotakota Ketjil diDjawa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun1954 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 551);
3. UndangUndang Nomor 1 Tahun 2011 tentangPerumahan dan Kawasan Permukiman (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7,Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 5188);
4. UndangUndang Nomor 23 Tahun 2014 tentangPemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587),sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhirdengan UndangUndang Nomor 9 Tahun 2015 tentangPerubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58,Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 5679);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1988 tentangPerubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah TingkatII Pekalongan, Kabupaten Daerah Tingkat IIPekalongan dan Kabupaten Daerah Tingkat II Batang(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 3381);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 88 Tahun 2014 tentangPembinaan Penyelenggaraan Perumahan dan KawasanPermukiman (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2014 Nomor 320, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 5615);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentangPenyelenggaraan Perumahan dan KawasanPermukiman (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2016 Nomor 101, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 5883);
8. Peraturan Daerah Kota Pekalongan Nomor 4 Tahun2015 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di KotaPekalongan (Lembaran Daerah Kota Pekalongan Tahun2015 Nomor 4):
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA PEKALONGAN
dan
WALIKOTA PEKALONGAN
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENCEGAHAN DANPENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHANKUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH.
BAB IKETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kota Pekalongan.
2. Pemerintah Daerah adalah Walikota sebagai unsur penyelenggaraPemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusanpemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
3. Walikota adalah Walikota Pekalongan.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRDadalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukansebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
5. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yangmemegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesiayang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimanadimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945.
6. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Walikota dan DPRDdalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadikewenangan daerah.
7. Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempattinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminanharkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya.
8. Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian daripermukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapidengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upayapemenuhan rumah yang layak huni.
9. Perumahan formal adalah kumpulan rumah yang dilengkapi dengansarana prasarana dan utilitas umum yang dibangun oleh badanusaha yang bergerak di bidang perumahan.
10. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiriatas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana,sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsilain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan.
11. Lingkungan hunian adalah bagian dari kawasan permukiman yangterdiri atas lebih dari satu satuan permukiman.
12. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luarkawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupunperdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal ataulingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
13. Perumahan kumuh adalah perumahan yang mengalami penurunankualitas fungsi sebagai tempat hunian.
14. Permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak hunikarena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunanyang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasaranayang tidak memenuhi syarat.
15. Pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuhdan permukiman kumuh adalah upaya sistematis dan terpadu yangdilakukan untuk mencegah tumbuh dan berkembangnyaperumahan kumuh dan permukiman kumuh baru sertameningkatkan kualitas bangunan rumah, prasarana, sarana, dan
utilitas umum permukiman, yang meliputi pengawasan danpengendalian, pemberdayaan, penetapan lokasi, perencanaanpenanganan, dan penanganan perumahan dan permukiman kumuhyang telah ada.
16. Masyarakat Berpenghasilan Rendah yang selanjutnya disingkatMBR adalah masyarakat yang mempunyai keterbatasan daya belisehingga perlu mendapat dukungan pemerintah untuk memperolehrumah.
17. Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian yangmemenuhi standar tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggalyang layak, sehat, aman, dan nyaman.
18. Sarana adalah fasilitas dalam lingkungan hunian yang berfungsiuntuk mendukung penyelenggaraan dan pengembangan kehidupansosial, budaya, dan ekonomi.
19. Utilitas umum adalah kelengkapan penunjang untuk pelayananlingkungan hunian.
20. Air Minum adalah air minum Rumah Tangga yang melalui prosespengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syaratkesehatan dan dapat langsung diminum.
21. Penetapan Lokasi Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuhadalah penetapan atas lokasi perumahan kumuh dan permukimankumuh yang ditetapkan oleh Walikota, yang dipergunakan sebagaidasar dalam peningkatan kualitas perumahan kumuh danpermukiman kumuh.
22. Izin Mendirikan Bangunan Gedung yang selanjutnya disingkat IMBadalah perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kepadapemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah,memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedungsesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknisyang berlaku.
23. Pelaku pembangunan adalah setiap orang dan/atau pemerintahyang melakukan pembangunan perumahan dan permukiman.
24. Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
25. Badan hukum adalah badan hukum yang didirikan oleh warganegara Indonesia yang kegiatannya di bidang penyelenggaraanperumahan dan kawasan permukiman.
26. Kelompok swadaya masyarakat adalah kumpulan orang yangmenyatukan diri secara sukarela dalam kelompok dikarenakanadanya ikatan pemersatu, yaitu adanya visi, kepentingan, dankebutuhan yang sama, sehingga kelompok tersebut memilikikesamaan tujuan yang ingin dicapai bersama.
27. Rencana Tata Ruang Wilayah adalah dokumen rencana ruang yangmengatur peruntukan fungsi pada seluruh wilayah Kota. Dokumenini berlaku dan menjadi acuan dalam penyusunan rencana tataruang pada level kota.
28. Rencana Detil Ruang dalam bentuk Rencana Detil Tata Ruang(RDTR) adalah dokumen rencana tata ruang yang mengaturperuntukan fungsi pada seluruh wilayah perkotaan dan
administrasi kecamatan dalam wilayah Kota. Dokumen ini berlakudan menjadi acuan dalam penyusunan rencana tata ruang padaperkotaan dan kecamatan.
29. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan yang selanjutnyadisingkat RTBL adalah merupakan penjabaran detil dari dokumenRTRWK dan berfungsi sebagai acuan bagi pemerintahkabupaten/kota dalam menerbitkan IMB.
30. Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disingkat RTH adalah areamemanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannyalebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuhsecara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
31. Surat Keterangan Rencana Kota yang selanjutnya disingkat SKRKadalah kesesuaian dengan rencana tata ruang, merupakankesesuaian peruntukan lahan dengan rencana tata ruang.
BAB IIASAS, MAKSUD, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP
Bagian KesatuAsas
Pasal 2
Pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh danpermukiman kumuh berasaskan:
a. manfaat;
b. keselamatan;
c. keseimbangan;
d. kelestarian dan keberlanjutan ekologi;
e. keterpaduan;
f. keadilan;
g. keterbukaan dan peran serta; dan
h. akuntabilitas.
Bagian KeduaMaksud
Pasal 3
Peraturan Daerah ini dimaksudkan sebagai landasan dan pedomanbagi upaya pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahankumuh dan permukiman kumuh.
Bagian KetigaTujuan
Pasal 4
Peraturan Daerah ini bertujuan untuk:
a. mencegah tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh danpermukiman kumuh; dan
b. meningkatkan kualitas perumahan dan permukiman sehinggaterwujud perumahan dan kawasan permukiman yang layak hunidalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur.
Bagian KeempatRuang Lingkup
Pasal 5
Ruang lingkup Peraturan Daerah ini meliputi:
a. kriteria dan tipologi perumahan kumuh dan permukiman kumuh;
b. pencegahan terhadap tumbuh dan berkembangnya perumahankumuh dan permukiman kumuh baru;
c. peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukimankumuh;
d. penyediaan tanah;
e. pendanaan dan sistem pembiayaan;
f. tugas dan kewajiban Pemerintah Daerah; dan
g. peran serta masyarakat.
BAB IIIKRITERIA DAN TIPOLOGI
PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH
Bagian KesatuKriteria Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Pasal 6
(1) Kondisi kumuh pada suatu perumahan dan permukimanditetapkan berdasarkan kriteria kekumuhan.
(2) Kriteria kekumuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapatditinjau dari:
a. bangunan gedung;
b. jalan lingkungan;
c. penyediaan air minum;
d. drainase lingkungan;
e. pengelolaan air limbah;
f. pengelolaan persampahan; dan
g. proteksi kebakaran.
Pasal 7
(1) Kriteria kekumuhan ditinjau dari bangunan gedung sebagaimanadimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a terdiri atas:
a. ketidakteraturan bangunan;
b. tingkat kepadatan bangunan yang tinggi yang tidak sesuai denganketentuan rencana tata ruang; dan/atau
c. kualitas bangunan yang tidak memenuhi syarat;
(2) Ketidakteraturan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf a merupakan kondisi bangunan gedung pada perumahandan permukiman yang:
a. tidak memenuhi ketentuan tata bangunan dalam RencanaDetail Tata Ruang (RDTR), paling sedikit terkait dengan bentuk,besaran, perletakan, dan tampilan bangunan pada suatu zona;dan/atau
b. tidak memenuhi ketentuan tata bangunan dan tata kualitaslingkungan dalam RTBL, sekurangkurangnya terkait denganblok lingkungan, kapling, bangunan, ketinggian dan elevasilantai, konsep identitas lingkungan, konsep orientasi lingkungan,dan wajah jalan.
(3) Tingkat kepadatan bangunan yang tinggi yang tidak sesuai denganketentuan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf b merupakan kondisi bangunan gedung pada perumahan danpermukiman dengan:
a. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) yang melebihi ketentuanRDTR, dan/atau RTBL;dan/atau
b. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) yang melebihi ketentuandalam RDTR, dan/atau RTBL.
(4) Kualitas bangunan yang tidak memenuhi syarat sebagaimanadimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan kondisi bangunangedung pada perumahan dan permukiman yang tidak sesuai denganpersyaratan teknis, paling sedikit terkait dengan:
a. pengendalian dampak lingkungan;
b. pembangunan bangunan gedung di atas dan/atau di bawah tanah,air dan/atau prasarana/sarana umum;
c. keselamatan bangunan gedung;
d. kesehatan bangunan gedung;
e. kenyamanan bangunan gedung; dan
f. kemudahan bangunan gedung.
Pasal 8
(1) Dalam hal RDTR dan/atau RTBL belum ditetapkan, penilaianketidakteraturan dan kepadatan bangunan dilakukan denganmerujuk pada IMB.
(2) Dalam hal bangunan gedung tidak memiliki IMB, penilaianketidakteraturan dan kepadatan bangunan dilakukan oleh
Pemerintah Daerah setelah mendapatkan pertimbangan dariPerangkat Daerah yang membidangi bangunan gedung.
Pasal 9
(1) Kriteria kekumuhan ditinjau dari jalan lingkungan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf b terdiri atas:
a. jaringan jalan lingkungan tidak melayani seluruh lingkunganperumahan atau permukiman; dan/atau
b. kualitas permukaan jalan lingkungan buruk.
(2) Jaringan jalan lingkungan yang tidak melayani seluruh lingkunganperumahan atau permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf a merupakan kondisi dimana sebagian lingkungan perumahanatau permukiman tidak terlayani oleh jalan lingkungan.
(3) Kualitas permukaan jalan lingkungan buruk sebagaimana dimaksudpada ayat (1) huruf b merupakan kondisi dimana sebagian atauseluruh jalan lingkungan mengalami kerusakan permukaan jalan.
Pasal 10
(1) Kriteria kekumuhan ditinjau dari penyediaan air minumsebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf c terdiri atas:
a. ketidaktersediaan akses air minum secara aman; dan/atau
b. tidak terpenuhinya kebutuhan air minum setiap individu sesuaistandar yang berlaku.
(2) Ketidaktersediaan akses air minum secara aman sebagaimanadimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan kondisi dimanamasyarakat tidak dapat mengakses air minum yang bersih dan sehatsesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam peraturanperundangundangan.
(3) Tidak terpenuhinya kebutuhan air minum setiap individusebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan kondisidimana kebutuhan air minum masyarakat dalam lingkunganperumahan atau permukiman tidak mencapai paling sedikit 60(enam puluh) liter/orang/hari.
Pasal 11
(1) Kriteria kekumuhan ditinjau dari drainase lingkungan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf d terdiri atas:
a. ketidaktersediaan drainase lingkungan;
b. drainase lingkungan tidak terhubung dengan sistemdrainase perkotaan;
c. kualitas konstruksi drainase lingkungan buruk;
d. drainase lingkungan tidak mampu mengalirkan limpasan airhujan sehingga menimbulkan genangan; dan/atau
e. drainase lingkungan tidak dipelihara sehingga terjadiakumulasi limbah padat dan cair di dalamnya.
(2) Ketidaktersediaan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf a merupakan kondisi dimana saluran tersier dan/atau saluranlokal tidak tersedia.
(3) Tidak terhubungnya drainase lingkungan dengan sistem drainaseperkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakankondisi dimana saluran lokal tidak terhubung dengan saluran padahierarki diatasnya sehingga menyebabkan air tidak dapat mengalirdan menimbulkan genangan.
(4) Kualitas konstruksi drainase lingkungan buruk sebagaimanadimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan kondisi dimana kualitaskonstruksi drainase buruk, karena berupa galian tanah tanpamaterial pelapis atau penutup atau telah terjadi kerusakan.
(5) Drainase lingkungan tidak mampu mengalirkan limpasan air hujansehingga menimbulkan genangan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) huruf d merupakan kondisi dimana jaringan drainase lingkungantidak mampu mengalirkan limpasan air sehingga menimbulkangenangan dengan tinggi lebih dari 30 cm selama lebih dari 2 jam danterjadi lebih dari 2 kali setahun.
(6) Tidak dipeliharanya drainase lingkungan sehingga terjadi akumulasilimbah padat dan cair di dalamnya sebagaimana dimaksud pada ayat(1) huruf e merupakankondisi dimana pemeliharaan salurandrainase tidak dilaksanakan baik berupa:
a. pemeliharaan rutin; dan/atau
b. pemeliharaan berkala.
Pasal 12
(1) Kriteria kekumuhan ditinjau dari pengelolaan air limbahsebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf e terdiri atas:
a. prasarana dan sarana pengelolaan air limbah tidak memenuhipersyaratan teknis; dan/atau
b. sistem pengelolaan air limbah tidak sesuai dengan standarteknis yang berlaku.
(2) Prasarana dan sarana pengelolaan air limbah tidak memenuhipersyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf amerupakan kondisi dimana:
a. kloset leher angsa tidak terhubung dengan tangki septik; atau
b. tidak tersedianya sistem pengolahan limbah setempat atauterpusat.
(3) Sistem pengelolaan air limbah tidak sesuai dengan standar teknisyang berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf bmerupakan kondisi dimana pengelolaan air limbah pada lingkunganperumahan atau permukiman tidak memiliki sistem yang memadai,
yaitu terdiri dari kakus/kloset yang terhubung dengan tangki septikbaik secara individual/domestik, komunal maupun terpusat.
Pasal 13
(1) Kriteria kekumuhan ditinjau dari pengelolaan persampahansebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf f terdiri atas:
a. prasarana dan sarana persampahan tidak sesuai denganpersyaratan teknis;
b. sistem pengelolaan persampahan tidak memenuhipersyaratan teknis; dan/atau
c. tidak terpeliharanya prasarana dan sarana pengelolaanpersampahan sehingga terjadi pencemaran lingkungan sekitaroleh sampah, baik sumber air bersih, tanah maupun jaringandrainase.
(2) Prasarana dan sarana persampahan tidak sesuai dengan persyaratanteknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakankondisi dimana:
a. pada skala domestik atau rumah tangga, tempat sampahdengan pemilahan sampah tidak memadai; dan
b. pada skala lingkungan, tempat pengumpulan sampah (TPS)atau TPS 3R (reduce, reuse, recycle), gerobak sampah dan/atautruk sampah, tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) tidakmemadai.
(3) Sistem pengelolaan persampahan tidak memenuhi persyaratanteknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakankondisi dimana pengelolaan persampahan pada lingkunganperumahan atau permukiman tidak memenuhi persyaratan sebagaiberikut:
a. pewadahan dan pemilahan domestik;
b. pengumpulan lingkungan;
c. pengangkutan lingkungan;
d. pengolahan lingkungan.
(4) Tidak terpeliharanya prasarana dan sarana pengelolaanpersampahan sehingga terjadi pencemaran lingkungan sekitar olehsampah, baik sumber air bersih, tanah maupun jaringan drainasesebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan kondisidimana pemeliharaan sarana dan prasarana pengelolaanpersampahan tidak dilaksanakan baik berupa:
a. pemeliharaan rutin; dan/atau
b. pemeliharaan berkala.
Pasal 14
(1) Kriteria kekumuhan ditinjau dari proteksi kebakaran sebagaimanadimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf g terdiri atas:
a. ketidaktersediaan prasarana proteksi kebakaran; dan/atau
b. ketidaktersediaan sarana proteksi kebakaran.
(2) Ketidaktersediaan prasarana proteksi kebakaran sebagaimanadimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi tidak tersedianya:
a. pasokan air dari sumber alam maupun buatan;
b. jalan lingkungan yang memudahkan masuk keluarnya kendaraanpemadam kebakaran;
c. sarana komunikasi untuk pemberitahuan terjadinya kebakarankepada Instansi pemadam kebakaran;dan
d. data tentang sistem proteksi kebakaran lingkungan.
(3) Ketidaktersediaan sarana proteksi kebakaran sebagaimana dimaksudpada ayat (1) huruf b meliputi tidak tersedianya:
a. alat pemadam api ringan (APAR);
b. mobil pompa;
c. mobil tangga sesuai kebutuhan; dan
d. peralatan pendukung lainnya
Bagian KeduaTipologi Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Pasal 15
(1) Tipologi perumahan kumuh dan permukiman kumuh merupakanpengelompokan perumahan kumuh dan permukiman kumuhberdasarkan letak lokasi secara geografis.
(2) Letak lokasi secara geografis sebagaimana dimaksud pada ayat (1),meliputi:
a. di atas air;
b. di tepi air;
c. di dataran rendah;
d. di daerah rawan bencana.
(3) Tipologi perumahan kumuh dan permukiman kumuh di atas airsebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, merupakanperumahan kumuh dan permukiman kumuh yang berada di atasair, baik daerah pasang surut, rawa, sungai ataupun laut.
(4) Tipologi perumahan kumuh dan permukiman kumuh di tepi airsebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, merupakanperumahan kumuh dan permukiman kumuh yang berada tepibadan air (sungai, pantai, danau, waduk dan sebagainya), namunberada di luar Garis Sempadan Badan Air.
(5) Tipologi perumahan kumuh dan permukiman kumuh di dataranrendah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, merupakan
perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang berada di daerahdataran rendah dengan kemiringan lereng < 10% (kurang darisepuluh persen).
(6) Tipologi perumahan kumuh dan permukiman kumuh di daerahrawan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d,merupakan perumahan kumuh dan permukiman kumuh yangterletak di daerah rawan bencana alam, khususnya bencana alamtanah longsor, gempa bumi dan banjir.
BAB IVPENCEGAHAN TERHADAP TUMBUH DAN BERKEMBANGNYA
PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH BARU
Bagian KesatuUmum
Pasal 16
Pencegahan terhadap tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuhdan permukiman kumuh baru dilaksanakan melalui:
a. pengawasan dan pengendalian; dan
b. pemberdayaan masyarakat.
Bagian KeduaPengawasan dan Pengendalian
Paragraf 1Bentuk Pengawasan dan Pengendalian
Pasal 17
Pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16huruf a dilakukan untuk menjamin kesesuaian perumahan dankawasan permukiman dengan:
a. perizinan;
b. standar teknis; dan
c. kelaikan fungsi.
Pasal 18
(1) Pengawasan dan pengendalian untuk menjamin kesesuaianperumahan dan permukiman dengan perizinan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 17 huruf a dilakukan pada tahapperencanaan perumahan dan permukiman.
(2) Perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. izin prinsip;
b. izin lokasi;
c. izin penggunaan pemanfaatan tanah;
d. izin mendirikan bangunan; dan
e. izin lain berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan.
(3) Pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dimaksudkan agar:
a. lokasi perumahan dan permukiman yang direncanakan sesuaidengan rencana tata ruang; dan
b. rencana pengembangan prasarana, sarana, dan utilitas umumsesuai dengan ketentuan dan standar teknis yang berlaku.
Pasal 19
(1) Pengawasan dan pengendalian untuk menjamin kesesuaianperumahan dan permukiman dengan standar teknis sebagaimanadimaksud dalam Pasal 17 huruf b dilakukan pada tahappembangunan.
(2) Standar teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkaitandengan:
a. bangunan gedung;
b. jalan lingkungan;
c. penyediaan air minum;
d. drainase lingkungan;
e. pengelolaan air limbah;
f. pengelolaan persampahan; dan
g. proteksi kebakaran.
(3) Pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)dimaksudkan agar:
a. sistem pelayanan yang dibangun sesuai ketentuan standar teknisyang berlaku;
b. kuantitas kapasitas dan dimensiyang dibangun sesuai ketentuanstandar teknis yang berlaku; dan
c. kualitas bahan atau material yang digunakan serta kualitaspelayanan yang diberikan sesuai ketentuan standar teknis yangberlaku.
Pasal 20
(1) Pengawasan dan pengendalian untuk menjamin kesesuaianperumahan dan permukiman dengan kelaikan fungsi sebagaimanadimaksud dalam Pasal 17 huruf c dilakukan pada tahappemanfaatan perumahan dan permukiman.
(2) Kelaikan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkaitandengan:
a. bangunan gedung;
b. jalan lingkungan;
c. penyediaan air minum;
d. drainase lingkungan;
e. pengelolaan air limbah;
f. pengelolaan persampahan; dan
g. proteksi kebakaran.
(3) Pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dimaksudkan agar:
a. kondisi sistem pelayanan, kuantitas kapasitas dan dimensi sertakualitas bahan atau material yang digunakan masih sesuaidengan kebutuhan fungsionalnya masingmasing;
b. kondisi keberfungsian bangunan gedung beserta prasarana,sarana dan utilitas umum dalam perumahan dan permukiman;dan
c. kondisi kerusakan bangunan gedung beserta prasarana, saranadan utilitas umum tidak mengurangi keberfungsiannya masingmasing.
Pasal 21
Pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17,Pasal 18, Pasal 19, dan Pasal 20 dilakukan sesuai dengan ketentuanperaturan perundangundangan.
Paragraf 2Tata Cara Pengawasan dan Pengendalian
Pasal 22
Pengawasan dan pengendalian terhadap tumbuh dan berkembangnyaperumahan kumuh dan permukiman kumuh baru sebagaimanadimaksud dalam Pasal 17, dilakukan melalui:
a. pemantauan;
b. evaluasi; dan
c. pelaporan.
Pasal 23
(1) Pemantauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf amerupakan kegiatan pengamatan terhadap perumahan danpermukiman yang dilakukan pada tahap perencanaan,pembangunan, dan pemanfaatan perumahan dan permukiman.
(2) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukansecara:
a. langsung; dan/atau
b. tidak langsung.
(3) Pemantauan terhadap tumbuh dan berkembangnya perumahankumuh dan permukiman kumuh baru sebagaimana dimaksud padaayat (1) dilakukan secara berkala dan insidental.
(4) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakanoleh perangkat daerah yang bertanggung jawab dalam urusanperumahan dan permukiman serta berkoordinasi dengan pihakterkait dan melibatkan peran masyarakat.
Pasal 24
(1) Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam 22 huruf b merupakankegiatan penilaian hasil pemantauan sebagaimana dimaksud dalamPasal 23 ayat (1).
(2) Penilaian terhadap hasil pemantauan perumahan kumuh danpermukiman kumuh dilakukan secara terukur dan obyektif untukmenilai kesesuaian perumahan dan permukiman dengan:
a. perizinan pada tahap perencanaan;
b. standar teknis pada tahap pembangunan; dan/atau
c. kelayakan fungsi pada tahap pemanfaatan.
(3) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan olehperangkat daerah yang bertanggung jawab dalam urusanperumahan dan permukiman serta berkoordinasi dengan pihakterkait dan melibatkan peran masyarakat.
(4) Pelaksanaan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapatmelibatkan ahli yang memiliki pengalaman dan pengetahuanmemadai dalam hal pencegahan dan peningkatan kualitas terhadapperumahan kumuh dan permukiman kumuh.
(5) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai denganrekomendasi pencegahan tumbuh dan berkembangnya perumahankumuh dan permukiman kumuh baru.
Pasal 25
(1) Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf cmerupakan kegiatan penyampaian hasil pemantauan dan evaluasi.
(2) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan olehperangkat daerah yang bertanggung jawab dalam urusanperumahan dan permukiman kepada Walikota.
(3) Pelaporan hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksudpada ayat (1) dijadikan dasar bagi Pemerintah Daerah untukmelaksanakan upaya pencegahan dan/atau peningkatan kualitasterhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh sesuaikebutuhan.
(4) Laporan hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksudpada ayat (1) dapat dipublikasikan kepada masyarakat.
Bagian KetigaPemberdayaan Masyarakat
Paragraf 1Umum
Pasal 26
Pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16huruf b dilakukan melalui:
a. pendampingan; dan
b. pelayanan informasi.
Paragraf 2Pendampingan
Pasal 27
(1) Pendampingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf amerupakan kegiatan pelayanan yang dimaksudkan untukmeningkatkan kapasitas dan keberdayaan masyarakat.
(2) Kegiatan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapatberupa:
a. penyuluhan;
b. pembimbingan; dan
c. bantuan teknis.
(3) Bantuan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dapatberupa:
a. fisik; dan
b. nonfisik.
(4) Bantuan teknis dalam bentuk fisik sebagaimana dimaksud padaayat (3) huruf a meliputi fasilitasi pemeliharaan, dan/atauperbaikan:
a. bangunan gedung;
b. jalan lingkungan;
c. drainase lingkungan;
d. sarana dan prasarana air minum;
e. sarana dan prasarana air limbah;
f. sarana dan prasarana persampahan; dan
g. proteksi kebakaran.
(5) Bantuan teknis dalam bentuk nonfisik sebagaimana dimaksudpada ayat (3) huruf b meliputi:
a. fasilitasi pembentukan dan peningkatan kapasitas kelembagaankelompok swadaya masyarakat; dan/atau
b. fasilitasi pengembangan alternatif pembiayaan;
Pasal 28
(1) Pendampingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27dilaksanakan secara berkala dan berkelanjutan di lokasiperumahan dan permukiman yang membutuhkan.
(2) Lokasi pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)ditetapkan oleh Walikota berdasarkan hasil pemantauan danevaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dan Pasal 24.
(3) Pendampingan dilaksanakan oleh perangkat daerah yangbertanggung jawab dalam urusan perumahan dan permukimanserta berkoordinasi dengan pihak terkait dan melibatkan peranmasyarakat.
(4) Pelaksanaan pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)dapat melibatkan ahli, akademisi dan/atau tokoh masyarakat yangmemiliki pengetahuan dan pengalaman memadai dalam halpencegahan dan peningkatan kualitas terhadap terhadapperumahan kumuh dan permukiman kumuh.
Paragraf 3Pelayanan Informasi
Pasal 29
(1) Pemerintah Daerah memberikan pelayanan informasi sebagaimanadimaksud dalam Pasal 26 huruf b melalui media elektronik, cetak,dan/atau secara langsung kepada masyarakat.
(2) Pelayanan informasi dilaksanakan oleh perangkat daerah yangbertanggung jawab dalam urusan informasi dan komunikasi sertawajib berkoordinasi dengan perangkat daerah terkait.
(3) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi pemberitaanhalhal terkait upaya pencegahan perumahan kumuh danpermukiman kumuh.
(4) Pemberian informasi dilakukan dengan menggunakan bahasa yangmudah dipahami.
BAB VPENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN
PERMUKIMAN KUMUH
Bagian KesatuUmum
Pasal 30
(1) Peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukimankumuh dilakukan untuk meningkatkan kualitas bangunan rumah,prasarana, sarana, dan utilitas umum permukiman.
(2) Peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukimankumuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui:
a. penetapan lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh;
b. perencanaan penanganan perumahan kumuh dan permukimankumuh; dan
c. penanganan perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
Bagian KeduaPenetapan Lokasi Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Pasal 31
(1) Lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang akanditingkatkan kualitas bangunan rumah, prasarana, sarana, danutilitas umum permukimannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal30 ayat (2) huruf a ditetapkan dengan Keputusan Walikota.
(2) Lokasi yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)merupakan hasil pendataan lokasi perumahan kumuh danpermukiman kumuh.
(3) Pendataan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mendasarkanpada hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.
(4) Pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui:
a. identifikasi lokasi; dan
b. penilaian lokasi.
Paragraf 1Identifikasi Lokasi
Pasal 32
Identifikasi lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (4) hurufa, meliputi:
a. identifikasi satuan perumahan dan permukiman;
b. identifikasi kondisi kekumuhan;
c. identifikasi legalitas lahan; dan
d. identifikasi pertimbangan lain.
Pasal 33
(1) Identifikasi satuan perumahan dan permukiman sebagaimanadimaksud dalam Pasal 32 huruf a dilakukan untuk menentukan
batasan atau lingkup entitas perumahan dan permukiman formalatau swadaya dari setiap lokasi.
(2) Penentuan batasan atau lingkup entitas perumahan danpermukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakanpendekatan:
a. fungsional melalui identifikasi deliniasi untuk satuanperumahan dan permukiman formal;
b. administratif pada tingkat rukun warga untuk satuanperumahan swadaya; dan
c. administratif pada tingkat Kelurahan untuk satuan permukimanswadaya.
Pasal 34
(1) Identifikasi kondisi kekumuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal32 huruf b dilakukan untuk menentukan tingkat kekumuhan padasuatu perumahan dan permukiman.
(2) Penentuan tingkat kekumuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dilakukan berdasarkan kriteria perumahan kumuh dan permukimankumuh sebagaimana diatur dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 14.
Pasal 35
(1) Identifikasi legalitas lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32huruf c dilakukan untuk menentukan status legalitas lahan padasetiap lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
(2) Penentuan status legalitas lahan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) meliputi aspek:
a. kejelasan status penguasaan lahan; dan
b. kesesuaian dengan rencana tata ruang.
(3) Kejelasan status penguasaan lahan sebagaimana dimaksud padaayat (2) huruf a ditunjukkan dari:
a. bukti dokumen sertifikat hak atas tanah atau bentuk dokumenketerangan status tanah lainnya yang sah, untuk tanahkepemilikan sendiri maupun hak waris;
b. bukti izin pemanfaatan tanah dari pemegang hak atas tanahatau pemilik tanah dalam bentuk perjanjian tertulis antarapemegang hak atas tanah atau pemilik tanah dengan penggunatanah, untuk tanah kepemilikan pihak lain.
(4) Kesesuaian dengan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud padaayat (2) huruf b merupakan kesesuaian peruntukan lahan denganrencana tata ruang, yang dibuktikan dengan SKRK.
Pasal 36
(1) Identifikasi pertimbangan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal32 huruf d dilakukan untuk menentukan skala prioritas penangananperumahan kumuh dan permukiman kumuh.
(2) Penentuan skala prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)didasarkan pada pertimbangan:
a. nilai strategis lokasi;
b. kependudukan; dan
c. kondisi prasarana dan sarana, sosial, ekonomi, serta budaya.
(3) Pertimbangan nilai strategis lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat(2) huruf a dikaitkan dengan letak lokasi perumahan ataupermukiman pada:
a. fungsi strategis kota; atau
b. bukan fungsi strategis kota.
(4) Pertimbangan kependudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)huruf b dikaitkan dengan tingkat kepadatan penduduk pada lokasiperumahan atau permukiman, yaitu:
a. rendah yaitu kepadatan penduduk di bawah 150 jiwa/ha;
b. sedang yaitu kepadatan penduduk antara 151 – 200 jiwa/ha;
c. tinggi yaitu kepadatan penduduk antara 201 – 400 jiwa/ha;atau
d. sangat padat yaitu kepadatan penduduk di atas 400 jiwa/ha;
(5) Pertimbangan kondisi prasarana dan sarana, sosial, ekonomi, sertabudaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dikaitkandengan potensi yang dimiliki lokasi perumahan atau permukiman,yaitu:
a. kondisi prasarana dan sarana yaitu kondisi prasarana dansarana yang menunjukkan penurunan fungsi dan kualitas;
b. potensi sosial yaitu tingkat partisipasi masyarakat dalammendukung pembangunan;
c. potensi ekonomi yaitu adanya kegiatan ekonomi tertentu yangbersifat strategis bagi masyarakat setempat;dan/atau
d. potensi budaya yaitu adanya kegiatan atau warisan budayatertentu yang dimiliki masyarakat setempat.
Pasal 37
Format isian dan prosedur identifikasi lokasi sebagaimana dimaksuddalam Pasal 32 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.
Paragraf 2Penilaian Lokasi
Pasal 38
(1) Penilaian lokasi sebagaimana dimaksud dalam 31 ayat (4) huruf bdilakukan untuk menilai aspek:
a. kondisi kekumuhan;
b. legalitas lahan; dan
c. pertimbangan lain.
(2) Penilaian lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukanterhadap hasil identifikasi lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal32.
(3) Penilaian lokasi pada aspek kondisi kekumuhan sebagaimanadimaksud pada ayat (1) huruf a menghasilkan klasifikasi:
a. kumuh kategori ringan;
b. kumuh kategori sedang; atau
c. kumuh kategori berat.
(4) Penilaian lokasi pada aspek legalitas lahan sebagaimana dimaksudpada ayat (1) huruf b menghasilkan klasifikasi:
a. status lahan legal; atau
b. status lahan tidak legal.
(5) Penilaian pada aspek pertimbangan lain sebagaimana dimaksudpada ayat (1) huruf c menghasilkan klasifikasi:
a. pertimbangan lain kategori rendah;
b. pertimbangan lain kategori sedang; atau
c. pertimbangan lain kategori tinggi.
(6) Formulasi penilaian lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.
Pasal 39
(1) Keputusan Walikota yang memuat penetapan lokasi sebagaimanadimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) dilengkapi dengan:
a. tabel daftar lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh;dan
b. peta sebaran perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
(2) Tabel daftar lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,berisi data:
a. nama lokasi;
b. luas perumahan kumuh dan permukiman kumuh;
c. lingkup administratif;
d. titik koordinat;
e. kondisi kekumuhan;
f. status lahan; dan
g. prioritas penanganan untuk setiap lokasi perumahan kumuh danpermukiman kumuh yang ditetapkan.
(3) Peta sebaran lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,dibuat dalam suatu wilayah kota berdasarkan tabel daftar lokasi.
(4) Format kelengkapan dokumen penetapan lokasi sebagaimanadimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan PeraturanWalikota.
Pasal 40
(1) Penetapan lokasi sebagaimana dimaksud Pasal 31 ayat (1) dapatditinjau kembali paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(2) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukansesuai dengan prosedur penetapan lokasi sebagaimana diatur dalamPasal 32 sampai dengan Pasal 39.
(3) Hasil peninjauan ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)ditetapkan dengan Keputusan Walikota.
Bagian KetigaPerencanaan Penanganan Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Pasal 41
(1) Perencanaan penanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30ayat (2) huruf b dilakukan melalui tahap:
a. persiapan;
b. survei;
c. penyusunan data dan fakta;
d. analisis;
e. penyusunan konsep penanganan; dan
f. penyusunan rencana penanganan.
(2) Rencana penanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf fberupa rencana penanganan jangka pendek, jangka menengah,dan/atau jangka panjang beserta pembiayaannya.
(3) Rencana penanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)merupakan dasar bagi penanganan perumahan kumuh danpermukiman kumuh.
(4) Rencana penanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)ditetapkan dengan Peraturan Walikota.
Bagian KeempatPenanganan Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh.
Paragraf 1Umum
Pasal 42
(1) Penanganan perumahan kumuh dan permukiman kumuhdidasarkan pada perencanaan penanganan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 41.
(2) Penanganan untuk perumahan dan permukiman swadaya dilakukanoleh Pemerintah Daerah dengan melibatkan peran masyarakat.
(3) Penanganan untuk perumahan dan permukiman formal yangprasarana, sarana, dan utilitasnya sudah diserahterimakan kepadaPemerintah Daerah dilakukan oleh Pemerintah Daerah denganmelibatkan peran masyarakat.
(4) Penanganan untuk perumahan dan permukiman formal yangprasarana, sarana, dan utilitasnya belum diserahterimakan kepadaPemerintah Daerah dilakukan oleh orang atau badan usahapengembang.
Paragraf 2Polapola Penanganan
Pasal 43
(1) Penanganan perumahan kumuh dan permukiman kumuhsebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dapat menggunakan pola:
a. pemugaran;
b. peremajaan;
c. pemukiman kembali; dan
d. pola lain yang disepakati oleh pihak terkait.
(2) Pola penanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,dilakukan dalam hal lokasi perumahan dan permukimandiklasifikasikan kumuh ringan dengan status lahan legal.
(3) Pola penanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,dilakukan dalam hal lokasi perumahan dan permukimandiklasifikasikan:
a. kumuh sedang dengan status lahan legal; atau
b. kumuh berat dengan status lahan legal.
(4) Pola penanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,dilakukan dalam hal lahan perumahan dan permukiman berstatustidak legal.
(5) Pola penanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,dilakukan dalam hal penerapan pola penanganan sebagaimanadimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, atau huruf c dipandangberpotensi atau telah menimbulkan gejolak sosial dan diputuskanberdasarkan kesepakatan antar pemangku kepentingan yang terlibat.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penanganan perumahan kumuhdan permukiman kumuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaturdengan Peraturan Walikota.
Pasal 44
(1) Penerapan pola penanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43dilakukan dengan memperhatikan karakteristik, daya dukung, dandaya tampung lingkungan hidup.
(2) Termasuk dalam karakteristik lingkungan hidup sebagaimanadimaksud pada ayat (1) adalah kearifan lokal yang mengandungnilainilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakatuntuk antara lain melindungi dan mengelola lingkungan hidupsecara lestari.
Paragraf 3Pemugaran
Pasal 45
(1) Pemugaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) huruf adilakukan untuk memperbaiki dan/atau membangun kembaliperumahan dan permukiman kumuh menjadi perumahan danpermukiman yang layak huni.
(2) Pemugaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukanterhadap bangunan rumah, prasarana, sarana, dan/atau utilitasumum.
(3) Pemugaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melaluitahap:
a. pra konstruksi;
b. konstruksi; dan
c. pasca konstruksi.
Pasal 46
(1) Tahap pra konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat(3) huruf a meliputi:
a. identifikasi permasalahan dan kajian kebutuhan pemugaran;
b. kajian pengelolaan dan pemantauan dampak lingkungan sesuaidengan peraturan perundangundangan yang berlaku;
c. sosialisasi dan rembuk warga pada masyarakat terdampak;
d. pendataan masyarakat terdampak;
e. penyusunan rencana pemugaran; dan
f. musyawarah untuk penyepakatan.
(2) Tahap konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3)huruf b meliputi:
a. proses pelaksanaan konstruksi; dan
b. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan konstruksi.
(3) Tahap pasca konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat(3) huruf c meliputi:
a. pemanfaatan; dan
b. pemeliharaan dan perbaikan.
Paragraf 4Peremajaan
Pasal 47
(1) Peremajaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) huruf bdilakukan untuk mewujudkan kondisi rumah, perumahan, danpermukiman yang lebih baik guna melindungi keselamatan dankeamanan penghuni dan masyarakat sekitar.
(2) Peremajaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melaluipembongkaran dan penataan secara menyeluruh terhadap rumah,prasarana, sarana dan/atau utilitas umum.
(3) Sebelum dilakukan tindakan peremajaan sebagaimana dimaksudpada ayat (1) terlebih dahulu harus disediakan tempat tinggalsementara bagi masyarakat terdampak.
(4) Peremajaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melaluitahap:
a. pra konstruksi;
b. konstruksi; dan
c. pasca konstruksi.
Pasal 48
(1) Tahap pra konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat(4) huruf a meliputi:
a. identifikasi permasalahan dan kajian kebutuhan peremajaan;
b. kajian pengelolaan dan pemantauan dampak lingkungan sesuaidengan peraturan perundangundangan yang berlaku;
c. sosialisasi rencana peremajaan kepada masyarakat terdampak;
d. musyawarah dengan masyarakat terdampak dan penetapanrencana peremajaan;
e. pendataan masyarakat terdampak;
f. pembangunan tempat tinggal sementara dan pemberiankompensasi kepada masyarakat terdampak; dan
g. penempatan masyarakat terdampak pada tempat tinggalsementara.
(2) Tahap konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (4)huruf b meliputi:
a. pembongkaran dan penataan secara menyeluruh terhadaprumah, prasarana, sarana, dan/atau utilitas umum; dan
b. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan konstruksi peremajaan.
(3) Tahap pasca konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat(4) huruf c meliputi:
a. penghunian kembali masyarakat terdampak pada lokasiperumahan dan permukiman hasil peremajaan; dan
b. pemeliharaan dan perbaikan rumah, prasarana, sarana,dan/atau utilitas umum.
Paragraf 5Pemukiman Kembali
Pasal 49
(1) Pemukiman kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 423 ayat(1) huruf c dilakukan untuk memindahkan masyarakat yangbertempat tinggal di lokasi perumahan dan permukiman kumuh keperumahan dan permukiman yang lokasi, bangunan perumahan,prasarana, sarana, dan utilitas umum permukimannya berkualitasdan memenuhi perizinan, standar teknis, dan layak secarafungsinya.
(2) Pemukiman kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukanmelalui pembongkaran terhadap rumah, prasarana, sarana,dan/atau utilitas eksisting, pembangunan perumahan danpermukiman di lokasi yang baru, dan penempatan masyarakatterdampak pada lokasi perumahan dan permukiman baru.
(3) Sebelum dilakukan tindakan pemukiman kembali sebagaimanadimaksud pada ayat (1) terlebih dahulu harus disediakan tempattinggal sementara bagi masyarakat terdampak.
(4) Pemukiman kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukanmelalui tahap:
a. pra konstruksi;
b. konstruksi; dan
c. pasca konstruksi.
Pasal 50
(1) Tahap pra konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat(4) huruf a meliputi:
a. kajian pemanfaatan ruang dan kajian legalitas lahan;
b. identifikasi permasalahan dan kajian kebutuhan pemukimankembali;
c. kajian pengelolaan dan pemantauan dampak lingkungan sesuaidengan peraturan perundangundangan yang berlaku;
d. sosialisasi rencana pemukiman kembali kepada masyarakatterdampak;
e. musyawarah dengan masyarakat terdampak dan penetapanrencana pemukiman kembali;
f. pendataan masyarakat terdampak;
g. pembangunan tempat tinggal sementara dan pemberiankompensasi dan/atau ganti rugi kepada masyarakat terdampak;
h. penempatan masyarakat terdampak pada tempat tinggalsementara; dan
i. proses legalisasi lahan pada lokasi pemukiman baru.
(2) Tahap konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (4)huruf b meliputi:
a. pembongkaran bangunan rumah, prasarana, sarana, dan/atauutilitas umum di lokasi perumahan dan permukiman eksisting;
b. pembangunan bangunan rumah, prasarana, sarana, dan/atauutilitas umum di lokasi perumahan dan permukiman baru; dan
c. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan konstruksi pemukimankembali.
(3) Tahap pasca konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat(4) huruf c meliputi:
a. penghunian kembali masyarakat terdampak pada lokasiperumahan dan permukiman baru; dan
b. pemeliharaan dan perbaikan rumah, prasarana, sarana,dan/atau utilitas umum.
Paragraf 6Pemeliharaan dan Perbaikan
Pasal 51
(1) Pemeliharaan dan perbaikan rumah, prasarana, sarana, danutilitas umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (3)huruf b, Pasal 48 ayat (3) huruf b, dan Pasal 50 ayat (3) huruf b,bertujuan untuk mempertahankan dan menjaga kualitasperumahan dan permukiman secara berkelanjutan.
(2) Pemeliharaan rumah, prasarana, sarana, dan utilitas umumsebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui perawatandan pemeriksaan secara berkala.
(3) Perbaikan rumah, prasarana, sarana, dan utilitas umumsebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui rehabilitasiatau pemugaran.
Pasal 52
(1) Pemeliharaan dan perbaikan rumah sebagaimana dimaksud dalamPasal 51 dilakukan oleh masyarakat secara swadaya.
(2) Pemeliharaan dan perbaikan prasarana, sarana, dan utilitas umumuntuk perumahan dan permukiman menjadi tanggung jawabPemerintah Daerah dan/atau setiap orang.
(3) Pemeliharaan dan perbaikan sarana dan utilitas umum untuklingkungan hunian dan prasarana untuk kawasan permukimanmenjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah dan/atauperorangan/badan hukum pengembang perumahan danpermukiman.
Pasal 53
(1) Pemerintah Daerah dapat memfasilitasi pemeliharaan dan perbaikanrumah oleh warga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1).
(2) Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. sosialisasi norma, standar, pedoman, dan kriteria;
b. pemberian bimbingan, pelatihan/penyuluhan, supervisi, dankonsultasi;
c. pemberian kemudahan dan/atau bantuan pembiayaan;
d. koordinasi antar pemangku kepentingan secara periodik atausesuai kebutuhan;
e. pelaksanaan kajian perumahan dan permukiman; dan/atau
f. pengembangan sistem informasi dan komunikasi.
BAB VIPENYEDIAAN TANAH
Pasal 54
(1) Pemerintah Daerah dan/atau perorangan/badan hukumpengembang perumahan dan permukiman bertanggung jawab ataspenyediaan tanah dalam rangka peningkatan kualitas terhadapperumahan kumuh dan kawasan permukiman kumuh.
(2) Tanggungjawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkanagar terjamin ketersediaan tanah untuk:
a. pembangunan perumahan dan permukiman baru untukpemukiman kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49;dan/atau
b. pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum padaperumahan dan permukiman kumuh yang dipugar dan/ataudiremajakan.
(3) Tanggung jawab Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud padaayat (2) termasuk penempatannya di dalam rencana tata ruangwilayah merupakan tanggung jawab Pemerintah Daerah.
(4) Penyediaan tanah untuk peningkatan kualitas perumahan kumuhdan permukiman kumuh sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)dapat dilakukan melalui:
a. pemberian hak atas tanah terhadap tanah yang langsungdikuasai Pemerintah Daerah;
b. konsolidasi tanah oleh pemilik tanah;
c. peralihan atau pelepasan hak atas tanah oleh pemilik tanah;
d. pemanfaatan dan pemindahtanganan tanah barang milik negaraatau milik daerah sesuai dengan ketentuan peraturanperundangundangan; dan/atau
e. pendayagunaan tanah negara bekas tanah terlantar.
(5) Penyediaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakansesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
BAB VIIPENDANAAN DAN SISTEM PEMBIAYAAN
Pasal 55
(1) Pendanaan dimaksudkan untuk menjamin kemudahan pembiayaanpencegahan dan peningkatan kualitas perumahan kumuh danpermukiman kumuh.
(2) Pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakantanggung jawab Pemerintah Daerah.
(3) Pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat difasilitasioleh pemerintah pusat dan/atau pemerintah provinsi.
(4) Sumber dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari:
a. anggaran pendapatan dan belanja negara;
b. anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi;
c. anggaran pendapatan dan belanja daerah; dan/atau
d. sumber dana lain yang sesuai dengan ketentuan peraturanperundangundangan.
(5) Sistem pembiayaan yang dibutuhkan dalam rangka pencegahandan peningkatan kualitas perumahan kumuh dan permukimankumuh dirumuskan dalam rencana penanganan yang ditetapkandalam Peraturan Walikota.
BAB VIII TUGAS DAN KEWAJIBAN PEMERINTAH DAERAH
Bagian Kesatu Umum
Pasal 56
(1) Pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuhdan permukiman kumuh wajib dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
(2) Dalam melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat(1) Pemerintah Daerah melakukan koordinasi dengan PemerintahPusat dan Pemerintah Provinsi.
Bagian Kedua Tugas Pemerintah Daerah
Pasal 57
(1) Dalam melaksanakan pencegahan dan peningkatan kualitasterhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, PemerintahDaerah memiliki tugas:
a. merumuskan kebijakan dan strategi kota serta rencanapembangunan kota terkait pencegahan dan peningkatan kualitasperumahan kumuh dan permukiman kumuh;
b. melakukan survei dan pendataan skala kota mengenai lokasiperumahan kumuh dan permukiman kumuh;
c. melakukan pemberdayaan masyarakat;
d. melakukan pembangunan kawasan permukiman serta sarana danprasarana dalam upaya pencegahan dan peningkatan kualitasperumahan kumuh dan permukiman kumuh;
e. melakukan pembangunan rumah dan perumahan yang layak hunibagi masyarakat, khususnya masyarakat miskin dan masyarakatberpenghasilan rendah;
f. memberikan bantuan sosial dan pemberdayaan terhadapmasyarakat miskin dan masyarakat berpenghasilan rendah;
g. melakukan pembinaan terkait peran masyarakat dan kearifanlokal di bidang perumahan dan permukiman; serta
h. melakukan penyediaan pertanahan dalam upaya pencegahan danpeningkatan kualitas perumahan kumuh dan permukimankumuh.
(2) Pelaksanaan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukanoleh perangkat daerah sesuai kewenangannya.
(3) Pemerintah Daerah melakukan koordinasi dan sinkronisasi programantar perangkat daerah.
(4) Pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi program dilakukan oleh timkoordinasi yang dibentuk dengan Keputusan Walikota.
Bagian Ketiga Kewajiban Pemerintah Daerah
Pasal 58
(1) Kewajiban Pemerintah Daerah dalam pencegahan terhadap tumbuhdan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuhdilakukan pada tahap:
a. pengawasan dan pengendalian; dan
b. pemberdayaan masyarakat.
(2) Kewajiban Pemerintah Daerah pada tahap pengawasan danpengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :
a. melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap kesesuaianperizinan pada tahap perencanaan perumahan dan permukiman;
b. melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap kesesuaianstandar teknis pada tahap pembangunan perumahan danpermukiman; dan
c. melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap kesesuaiankelaikan fungsi pada tahap pemanfaatan perumahan danpermukiman.
(3) Kewajiban Pemerintah Daerah pada tahap pemberdayaanmasyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. memberikan pendampingan kepada masyarakat untukmeningkatkan kesadaran dan partisipasi dalam rangkapencegahan terhadap tumbuh dan berkembangnya perumahankumuh dan permukiman kumuh, melalui penyuluhan,pembimbingan dan bantuan teknis; dan
b. memberikan pelayanan informasi kepada masyarakat mengenairencana tata ruang, perizinan dan standar teknis perumahan danpermukiman serta pemberitaan halhal terkait upaya pencegahanperumahan kumuh dan permukiman kumuh.
Pasal 59
(1) Kewajiban Pemerintah Daerah dalam peningkatan kualitasterhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh dilakukanpada tahap:
a. penetapan lokasi;
b. penanganan; dan
c. pengelolaan.
(2) Kewajiban Pemerintah Daerah pada tahap penetapan lokasisebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. melakukan identifikasi lokasi perumahan kumuh dan permukimankumuh melalui survei lapangan dengan melibatkan peranmasyarakat;
b. melakukan penilaian lokasi perumahan kumuh dan permukimankumuh sesuai kriteria yang telah ditentukan;
c. melakukan penetapan lokasi perumahan kumuh dan permukimankumuh melalui Keputusan Walikota; dan
d. melakukan peninjauan ulang terhadap ketetapan lokasiperumahan kumuh dan permukiman kumuh.
(3) Kewajiban Pemerintah Daerah pada tahap penanganan sebagaimanadimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. melakukan perencanaan penanganan terhadap perumahan kumuhdan permukiman kumuh;
b. melakukan sosialisasi dan konsultasi publik hasil perencanaanpenanganan terhadap perumahan kumuh dan permukimankumuh; dan
c. melaksanakan penanganan terhadap perumahan kumuh danpermukiman kumuh melalui polapola pemugaran, peremajaan,dan/atau pemukiman kembali.
(4) Kewajiban Pemerintah Daerah pada tahap pengelolaan sebagaimanadimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. melakukan pemberdayaan kepada masyarakat untuk membangunpartisipasi dalam pengelolaan;
b. memberikan fasilitasi dalam upaya pembentukan kelompokswadaya masyarakat; dan
c. memberikan fasilitasi dan bantuan kepada masyarakat dalamupaya pemeliharaan dan perbaikan.
Bagian Keempat Pola Koordinasi
Pasal 60
(1) Pemerintah Daerah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya,melakukan koordinasi dengan Pemerintah Pusat, dan PemerintahProvinsi.
(2) Koordinasi yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah sebagaimanadimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. melakukan sinkronisasi kebijakan dan strategi Daerah dalampencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahankumuh dan permukiman kumuh dengan kebijakan dan strategiprovinsi dan nasional;
b. melakukan penyampaian hasil penetapan lokasi perumahankumuh dan permukiman kumuh kepada pemerintah provinsi danpemerintah pusat;
c. melakukan sinkronisasi rencana penanganan terhadapperumahan kumuh dan permukiman kumuh di Daerah denganrencana pembangunan provinsi dan nasional; dan
d. memberikan permohonan fasilitasi dan bantuan teknis dalambentuk pembinaan, perencanaan dan pembangunan terkaitpencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahankumuh dan permukiman kumuh.
BAB IXPERAN SERTA MASYARAKAT
Bagian KesatuUmum
Pasal 61
(1) Setiap orang berhak berperan serta dalam pencegahan danpeningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukimankumuh.
(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dilaksanakan dalam bentuk:
a. penyampaian saran, masukan, dan pendapat dalamperencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kebijakan pencegahandan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh danpermukiman kumuh; dan
b. keikutsertaan dalam pelaksanaan pencegahan dan peningkatankualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
Bagian Kedua
Peran Serta Masyarakat Dalam Pencegahan terhadap Tumbuh dan Berkembangnya
Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Pasal 62
(1) Peran serta masyarakat dalam pencegahan terhadap tumbuh danberkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuhdilakukan pada tahap:
a. pengawasan dan pengendalian; dan
b. pemberdayaan masyarakat.
(2) Peran serta masyarakat sebagaimanadimaksud pada ayat (1) huruf adilakukan dalam bentuk:
a. berpartisipasi aktif menjaga kesesuaian perizinan dari bangunan,perumahan dan permukiman pada tahap perencanaan sertaturut membantu Pemerintah Daerah dalam pengawasan danpengendalian kesesuaian perizinan dari perencanaan bangunan,perumahan dan permukiman di lingkungannya;
b. berpartisipasi aktif menjaga kesesuaian standar teknis daribangunan, perumahan dan permukiman pada tahappembangunan serta turut membantu Pemerintah Daerah dalampengawasan dan pengendalian kesesuaian standar teknis daripembangunan bangunan, perumahan dan permukiman dilingkungannya; dan
c. berpartisipasi aktif menjaga kesesuaian kelaikan fungsi daribangunan, perumahan dan permukiman pada tahappemanfaatan serta turut membantu Pemerintah Daerah dalampengawasan dan pengendalian kesesuaian kelaikan fungsi daripemanfaatan bangunan, perumahan dan permukiman dilingkungannya.
(3) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf bdilakukan dalam bentuk:
a. berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan penyuluhan,bimbingan, dan/atau bantuan teknis yang dilakukan olehpemerintah pusat, pemerintah provinsi dan/atau PemerintahDaerah untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi dalamrangka pencegahan terhadap tumbuh dan berkembangnyaperumahan kumuh dan permukiman kumuh; dan
b. memanfaatkan dan turut membantu pelayanan informasiyang diberikan oleh pemerintah pusat, pemerintah provinsidan/atau Pemerintah Daerah mengenai rencana tata ruang,
perizinan dan standar teknis perumahan dan permukiman sertainformasi terkait upaya pencegahan perumahan kumuh danpermukiman kumuh.
Bagian KetigaPeran Serta Masyarakat dalam Peningkatan kualitas terhadap
Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Pasal 63
(1) Peran serta masyarakat dalam peningkatan kualitas terhadapperumahan kumuh dan permukiman kumuh dilakukan pada tahap:
a. penetapan lokasi dan perencanaan penanganan perumahankumuh dan permukiman kumuh;
b. peningkatan kualitas terhadap terhadap perumahan kumuh danpermukiman kumuh; dan
c. pengelolaan perumahan kumuh dan permukiman kumuh
(2) Peran serta masyarakat dalam penetapan lokasi sebagaimanadimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan dalam bentuk:
a. berpartisipasi dalam proses pendataan lokasi perumahan kumuhdan permukiman kumuh, dengan mengikuti survei lapangandan/atau memberikan data dan informasi yang dibutuhkansesuai dengan ketentuan yang berlaku; dan
b. berpartisipasi dalam memberikan pendapat terhadap hasilpenetapan lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuhdengan dasar pertimbangan berupa dokumen atau data daninformasi terkait yang telah diberikan saat proses pendataan.
(3) Peran serta masyarakat dalam perencanaan sebagaimana dimaksudpada ayat (1) huruf a, dilakukan dalam bentuk:
a. berpartisipasi aktif dalam pembahasan yang dilaksanakan padatahapan perencanaan penanganan perumahan kumuh danpermukiman kumuh yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah;
b. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada instansi yangberwenang dalam penyusunan rencana penanganan perumahankumuh dan permukiman kumuh;
c. memberikan komitmen dalam mendukung pelaksanaan rencanapenanganan perumahan kumuh dan permukiman kumuh padalokasi terkait sesuai dengan kewenangannya; dan/atau
d. menyampaikan pendapat dan pertimbangan terhadap hasilpenetapan rencana penanganan perumahan kumuh danpermukiman kumuh dengan dasar pertimbangan yang kuatberupa dokumen atau data dan informasi terkait yang telahdiajukan dalam proses penyusunan rencana.
Pasal 64
(1) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat(1) huruf b, dapat dilakukan dalam proses:
a. pemugaran atau peremajaan; dan
b. pemukiman kembali.
(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf adan huruf b dilakukan dalam bentuk:
a. berpartisipasi aktif dalam sosialisasi dan rembug warga padamasyarakat yang terdampak;
b. berpartisipasi aktif dalam musyawarah dan diskusi penyepakatanrencana pemugaran dan peremajaan;
c. berpartisipasi dalam pelaksanaan pemugaran dan peremajaan,baik berupa dana, tenaga maupun material;
d. membantu Pemerintah Daerah dalam upaya penyediaan lahanyang berkaitan dengan proses pemugaran dan peremajaanterhadap rumah, prasarana, sarana, dan/atau utilitas umum;
e. membantu menjaga ketertiban dalam pelaksanaan pemugaran danperemajaan;
f. mencegah perbuatan yang dapat menghambat atau menghalangiproses pelaksanaan pemugaran dan peremajaan; dan/atau
g. melaporkan perbuatan sebagaimana dimaksud pada huruf f,kepada Walikota melalui Perangkat Daerah yang membidangi agarproses pemugaran dan peremajaan dapat berjalan lancar.
Pasal 65
Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1)huruf c, dilakukan dalam bentuk:
a. berpartisipasi aktif pada berbagai program Pemerintah Daerah dalampemeliharaan dan perbaikan di setiap lokasi perumahan kumuh danpermukiman kumuh yang telah tertangani;
b. berpartisipasi aktif secara swadaya dan/atau dalam kelompokswadaya masyarakat pada upaya pemeliharaan dan perbaikan baikberupa dana, tenaga maupun material;
c. menjaga ketertiban dalam pemeliharaan dan perbaikan rumah sertaprasarana,sarana, dan utilitas umum di perumahan danpermukiman;
d. mencegah perbuatan yang dapat menghambat atau menghalangiproses pelaksanaan pemeliharaan dan perbaikan; dan/atau
e. melaporkan perbuatan sebagaimana dimaksud pada huruf d, kepadaWalikota melalui Perangkat Daerah yang membidangi agar prosespemeliharaan dan perbaikan dapat berjalan lancar.
Pasal 66
Ketentuan lebih lanjut tentang bentuk dan tata cara peran sertamasyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 sampai denganPasal 65 diatur dengan Peraturan Walikota.
BAB XLARANGAN
Pasal 67
(1) Setiap orang dilarang membangun perumahan dan/ataupermukiman di luar kawasan yang khusus diperuntukkan bagiperumahan dan permukiman.
(2) Setiap orang dilarang memberikan keterangan yang tidak benardalam proses pendataan, pemantauan, evaluasi, pengendalian danpengawasan.
BAB XISANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 68
Setiap orang dan badan usaha pengembang perumahan yang melanggarketentuan perizinan, standar teknis, dan kelaikan fungsi sebagaimanadiatur dalam Pasal 18 ayat (2), Pasal 19 ayat (2) dan Pasal 20 ayat (2)dikenai sanksi administratif sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Pasal 69
(1) Orang atau badan usaha pengembang perumahan dan permukimanyang tidak melakukan pemeliharaan dan perbaikan sarana danutilitas umum untuk lingkungan hunian dan prasarana untukkawasan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat(3) dikenai sanksi berupa teguran tertulis.
(2) Dalam hal teguran tertulis kepada Badan Usaha pengembangsebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diindahkan dalam waktusebagaimana telah ditetapkan, maka dikenakan sanksi berupa:
a. pembekuan izin; atau
b. pencabutan izin.
Pasal 70
(1) Orang atau badan usaha pengembang perumahan dan permukimanperumahan dan permukiman yang tidak melakukan penangananprasarana, sarana dan utilitasnya sebagaimana dimaksud dalamPasal 42 ayat (4) dikenai sanksi berupa teguran tertulis.
(2) Dalam hal teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)tidak diindahkan dalam waktu sebagaimana telah ditetapkan, makakepada pelanggar dikenakan sanksi berupa:
a. pembekuan izin; atau
b. pencabutan izin.
Pasal 71
(1) Orang atau badan usaha pengembang perumahan dan permukimanyang melakukan penanganan perumahan kumuh dan permukimankumuh tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalamPasal 43 dan/atau melanggar ketentuan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 43 sampai dengan Pasal 50, dikenai sanksi berupateguran tertulis.
(2) Dalam hal teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)tidak diindahkan dalam waktu sebagaimana telah ditetapkan, makadilakukan penghentian sementara atau penutupan kegiatan.
Pasal 72
(1) Orang atau badan usaha pengembang perumahan dan permukimanyang tidak menyediakan tempat tinggal sementara sebagaimanadiatur dalam Pasal 47 ayat (3) dan Pasal 49 ayat (3) dikenai sanksiberupa teguran tertulis.
(2) Dalam hal teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)tidak diindahkan dalam waktu sebagaimana telah ditetapkan,Pemerintah Daerah menyediakan tempat tinggal sementara atasbeban biaya badan usaha pengembang perumahan dan permukiman.
Pasal 73
(1) Orang atau badan usaha pengembang perumahan dan permukimanyang tidak menempatkan kembali masyarakat terkena dampak padaperumahan dan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal48 ayat 3 huruf a dan Pasal 50 ayat (3) huruf a, dikenai sanksiberupa teguran tertulis.
(2) Dalam hal teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)tidak diindahkan dalam waktu sebagaimana telah ditetapkan, makadilakukan penghentian sementara atau penutupan kegiatan.
Pasal 74
(1) Pemberian sanksi sebagaimana dimaksud Pasal 69 ayat (1), Pasal 70ayat (1), Pasal 71 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 72 ayat (1) dan ayat (2)dan Pasal 73 ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan oleh perangkatdaerah yang membidangi perumahan rakyat dan kawasanpermukiman.
(2) Pemberian sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (2)dan Pasal 70 ayat (2), dilaksanakan oleh perangkat daerah yang
membidangi perizinan setelah ada rekomendasi dari perangkatdaerah teknis.
(3) Selain sanksi administratif sebagaimana pada ayat (1) dan ayat (2),Satuan Polisi Pamong Praja berwenang melakukan tindakanpenertiban non yustisial terhadap bangunan kumuh berupapembongkaran dan/atau menutup sebagian atau seluruh bangunanyang ditelantarkan oleh pemiliknya dengan diketahui Ketua RT/RWdan Lurah setempat.
Pasal 75
Ketentuan lebih lanjut tentang penerapan sanksi administratifsebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 sampai Pasal 74 diatur denganPeraturan Walikota.
BAB XIIKETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 76
(1) Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah diberiwewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikantindak pidana terkait dengan pencegahan dan peningkatan kualitasterhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuhsesuai denganPeraturan Perundangundangan yang berlaku.
(2) Wewenang Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud padaayat (1) adalah:
a. menerima laporan pengaduan dari seseorang tentang adanyatindak pidana;
b. melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian danmelakukan pemeriksaan;
c. menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tandapengenal diri tersangka;
d. melakukan penyitaan benda dan atau surat;
e. mengambil sidik jari dan memotret tersangka;
f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangkaatau saksi;
g. mendatangkan orang ahli dalam hubungannya denganpemeriksaan perkara;
h. mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjukdari Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia bahwa tidakcukup bukti atau peristiwa tersebut merupakan tindak pidana danselanjutnya melalui Penyidik memberitahukan hak tersebutkepada Penuntut Umum, tersangka atau keluarganya; dan
i. melakukan tindakan lain menurut hukum yang dapatdipertanggungjawabkan.
(3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)berkoordinasi dengan Penyidik Pejabat Kepolisian Negara Republik
Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UndangUndang Hukum Acara Pidana.
(4) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasilpenyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik PejabatKepolisian Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yangdiatur dalam UndangUndang Hukum Acara Pidana.
BAB XIIIKETENTUAN PIDANA
Pasal 77
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan dalam Pasal 67 ayat (1) danayat (2) diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam)bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluhjuta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalahpelanggaran.
Pasal 78
Setiap orang dan badan usaha pengembang perumahan danpermukiman yang melanggar ketentuan perizinan, standar teknis, dankelaikan fungsi sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (2), Pasal 19ayat (2) dan Pasal 20 ayat (2) dipidana dengan pidana sesuai denganperaturan perundangundangan yang berlaku.
BAB XIVKETENTUAN PERALIHAN
Pasal 79
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku:
a. izin dan/atau dokumen yang terkait dengan pencegahan danpeningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukimankumuh yang telah ditetapkan, dinyatakan tetap berlaku sepanjangmasih sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini.
b. izin dan/atau dokumen yang terkait dengan pencegahan danpeningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukimankumuh yang telah ditetapkan yang tidak sesuai dengan PeraturanDaerah ini, wajib disesuaikan dengan ketentuan Peraturan Daerah iniselambatlambatnya 1 (satu) tahun.
Pasal 80
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, semua peraturanpelaksanaan di Daerah yang berisi ketentuan terkait dengan pencegahandan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukimankumuh yang telah ada, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangandengan atau belum diganti berdasarkan Peraturan Daerah ini.
BAB XVKETENTUAN PENUTUP
Pasal 81
Peraturan Walikota sebagai pelaksanaan dari Peraturan Daerah iniditetapkan paling lama 1 (satu) tahun setelah Peraturan Daerah inidiundangkan.
Pasal 82
Peraturan daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundanganPeraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran DaerahKota Pekalongan.
Ditetapkan di Pekalongan pada tanggal 8 Mei 2017
WALIKOTA PEKALONGAN,
Ttd
ACHMAD ALF ARSLAN DJUNAID
Diundangkan di Pekalonganpada tanggal 8 Mei 2017
SEKRETARIS DAERAH,
SRI RUMININGSIH
NOREG PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN, PROVINSIJAWA TENGAH: ( 4 /2017)
LEMBARAN DAERAH KOTA PEKALONGAN TAHUN 2017 NOMOR 4
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGANNOMOR 4 TAHUN 2017
TENTANGPENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS
TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH
I. UMUM
Sebagai bagian dari perwujudan hak setiap orang untuk dapat
hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana ditegaskan dalam
Pasal 28 H ayat (1) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015
2019 (RPJMN 20152019) sebagaimana tertuang dalam Peraturan
Presiden Nomor 2 Tahun 2015, menggariskan bahwa Pemerintah dan
Pemerintah Daerah berkewajiban mewujudkan pemenuhan kebutuhan
hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung
menuju Kota Tanpa Kumuh pada tahun 2019.
Kawasan permukiman kumuh yang terdapat di Kota Pekalongan
berupa kawasan kumuh bertipologi permukiman kumuh pesisir,
permukiman kumuh pinggir kota, permukiman kumuh pusat kota,
permukiman padat bangunan, permukiman baru, permukiman
genangan banjir, permukiman dekat sungai, permukiman bantaran
sungai, permukiman dekat pertanian dan permukiman pesisir.
Dalam rangka mewujudkan hak warga Kota Pekalongan dan
mendukung program Pemerintah sebagaimana disebutkan di atas, maka
diperlukan upaya untuk mencegah dan meningkatkan kualitas terhadap
perumahan kumuh dan permukiman kumuh di daerah.
Pasal 98 UndangUndang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman, pada intinya mengatur bahwa
untuk kepastian hukum dalam pelaksanaan penanganan perumahan
kumuh dan permukiman kumuh di daerah perlu disusun Peraturan
Daerah.
Peraturan Daerah tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas
terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh mengatur dua
hal pokok yang penting, yaitu upayaupaya yang perlu dilakukan dalam
rangka pencegahan tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh
dan permukiman kumuh baru dan upayaupaya yang perlu dilakukan
dalam rangka peningkatan kualitas bangunan, prasarana, dan sarana
perumahan dan permukiman kumuh yang telah ada agar memenuhi
persyaratanpersyaratan sesuai dengan peraturan perundangundangan
yang berlaku.
Selain itu, agar upaya pencegahan dan peningkatan kualitas
terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh mendapatkan
dukungan dari masyarakat, maka Peraturan Daerah ini mengatur
mengenai peran serta masyarakat dalam bentuk penyampaian saran,
masukan, dan pendapat, maupun keikutsertaan dalam pelaksanaan
pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan
permukiman kumuh.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1Cukup jelas.
Pasal 2Huruf a
Yang dimaksud dengan asas manfaat adalah bahwapencegahan dan penanggulangan perumahan danpermukiman kumuh harus memberikan manfaat kepadasetiap individu untuk dapat merasakan kemudahanterselenggaranya berbagai aktivitas yang dilakukannya, danmerasakan dampak perumahan dan permukiman bagipembentukan watak, perwujudan produktivitas, dan jatidirinya.
Huruf bYang dimaksud dengan asas keselamatan adalah bahwapencegahan dan penanggulangan perumahan kumuh danpermukiman kumuh harus dilakukan agar terpenuhi berbagaistandar, seperti legalitas perizinan, standar teknis, dankelaikan fungsi, untuk menjamin keselamatan masyarakatdan lingkungan di sekitarnya, baik secara fisik maupunsecara sosial dan budaya.
Huruf cYang dimaksud dengan asas keseimbangan adalah bahwapencegahan dan penanggulangan perumahan kumuh danpermukiman kumuh haruslah dilakukan dalamkeseimbangan antara hak dan kewajiban, baik dari sisinegara, orang yang mengembangkan atau bertanggungjawabdalam pengelolaan perumahan dan permukiman, maupunmasyarakat yang berada di lingkungan perumahan danpermukiman.
Huruf dYang dimaksud dengan asas kelestarian dan keberlanjutanekologi adalah bahwa pencegahan dan penanggulanganperumahan kumuh dan permukiman kumuh di dalamnyamenyangkut upaya menjaga kesehatan lingkungan dengancara menciptakan tempat tinggal yang nyaman dan aman.
Huruf eYang dimaksud dengan asas keterpaduan adalah bahwapencegahan dan penanggulangan perumahan kumuh danpermukiman kumuh dilaksanakan dalam langkah terpaduuntuk menyatukan berbagai sector urusan pemerintahandalam satu kesamaan persepsi. Agar tujuan muliameningkatkan derajat kesehatan masyarakat didukung olehsemua pihak yang berkepentingan.
Huruf fYang dimaksud dengan asas keadilan adalah bahwapencegahan dan penanggulangan perumahan kumuh danpermukiman kumuh menempatkan manusia sebagai pihakyang layak menerima hak atas tempat tinggal dan lingkunganyang baik dan sehat, di mana hak tersebut harus dihormatidan dijunjung tinggi oleh setiap orang dan juga negara,sehingga derajat kesejahteraan warga Negara dapat dicapai.
Huruf gYang dimaksud dengan asas keterbukaan dan peran sertaadalah bahwa Pemerintah Daerah wajib secara aktifmemberikan informasi kepada masyarakat tentang rencana,keputusan atau tindakan pemerintahan yang akan diambildalam rangka pencegahan dan peningkatan kualitas terhadapperumahan kumuh dan permukiman kumuh, dengan maksudagar warga masyarakat dapat menyampaikan pendapatnyadalam pengambilan keputusan terkait dengan pencegahandan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh danpermukiman kumuh.
Huruf hYang dimaksud dengan asas akuntabilitas adalah bahwakeseluruhan aktivitas penyelenggaraan perumahan danpermukiman haruslah dapat dipertanggungjawabkan kepadamasyarakat, baik dalam prosesnya maupun dalam hasilakhirnya.
Pasal 3Cukup jelas.
Pasal 4Cukup jelas.
Pasal 5Cukup jelas.
Pasal 6Cukup jelas.
Pasal 7Cukup jelas
Pasal 8Cukup jelas.
Pasal 9Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12Cukup jelas.
Pasal 13Cukup jelas.
Pasal 14Cukup jelas.
Pasal 15Cukup jelas.
Pasal 16Cukup jelas.
Pasal 17Cukup jelas.
Pasal 18Cukup jelas.
Pasal 19Cukup jelas.
Pasal 20Cukup jelas.
Pasal 21Cukup jelas.
Pasal 22Cukup jelas.
Pasal 23Ayat (1)
Cukup jelas.Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan pemantauan secara langsungadalah pemantauan yang dilakukan melalui pengamatanlapangan pada lokasi yang diindikasi berpotensi menjadikumuh.
Huruf b
Yang dimaksud dengan pemantauan secara tidaklangsung adalah pemantauan yang dilakukanberdasarkan data dan informasi mengenai lokasi kumuhyang ditangani, dan pengaduan masyarakat maupunmedia massa.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 24Cukup jelas.
Pasal 25 Cukup jelas.
Pasal 26Cukup jelas.
Pasal 27Ayat (1)
Yang dimaksud dengan masyarakat adalah pemangkukepentingan yang terkait dengan perumahan dan kawasanpermukiman.
Ayat (2)Huruf a
Penyuluhan merupakan kegiatan untuk memberikaninformasi dalam meningkatkan pengetahuan dankesadaran masyarakat terkait pencegahan terhadaptumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh danpermukiman kumuh, yang dapat berupa kegiatansosialiasi dan/atau diseminasi.
Huruf bPembimbingan merupakan kegiatan yang dilakukanuntuk memberikan penjelasan dan petunjuk mengenaibagaimana aktivitas masyarakat diarahan dalam kerangkapencegahan terhadap tumbuh dan berkembangnyaperumahan kumuh dan permukiman kumuh. Sasaranpembimbingan dapat berupa orang perseorangan,kelompok masyarakat, maupun dunia usaha.
Huruf cCukup jelas.
Ayat (3)Cukup jelas.
Ayat (4)Cukup jelas.
Ayat (5)Cukup jelas.
Pasal 28Cukup jelas.
Pasal 29Ayat (1)
Cukup jelas.Ayat (2)
Cukup jelas.Ayat (3)
Yang dimaksud dengan berisi pemberitaan halhal terkaitupaya pencegahan perumahan kumuh dan permukimankumuh, misalnya informasi tersebut menyajikan mengenairencana tata ruang, penataan bangunan dan lingkungan,perizinan, standar perumahan dan permukiman, daninformasiinformasi lain yang diperlukan dalam rangkapencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahankumuh dan permukiman kumuh.
Ayat (4)Bahasa yang mudah dipahami oleh penerima informasiditentukan oleh beberapa faktor:a. bahasa yang digunakan sebagai bahasa pergaulan
masyarakat seharihari;b. struktur dan isi kalimat yang tertuang dalam informasi,
baku dan lugas;c. kata, istilah, dan/atau frasa yang digunakan disesuaikan
dengan masyarakat penerima informasi.
Pasal 30Cukup jelas.
Pasal 31Cukup jelas.
Pasal 32Cukup jelas.
Pasal 33Cukup jelas.
Pasal 34Cukup jelas.
Pasal 35Cukup jelas.
Pasal 36Cukup jelas.
Pasal 37Cukup jelas.
Pasal 38Cukup jelas.
Pasal 39Cukup jelas.
Pasal 40Cukup jelas.
Pasal 41Cukup jelas.
Pasal 42Ayat (1)
Cukup jelas.Ayat (2)
Cukup jelas.Ayat (3)
Yang dimaksud dengan perumahan dan permukiman formaladalah perumahan dan permukiman yang dibangun dandikembangkan oleh badan usaha pengembang baikperseorangan maupun badan hukum.
Ayat (4)Cukup jelas.
Pasal 43Ayat (1)
Cukup jelas.Ayat (2)
Cukup jelas.Ayat (3)
Cukup jelas.Ayat (4)
Cukup jelas.Ayat (5)
Yang dimaksud dengan gejolak sosial dalam ayat ini adalahpenolakan dan/atau perlawanan dari warga masyarakatperumahan kumuh dan permukiman kumuh yang akanterkena tindakan penanganan, baik secara potensial maupunaktual.
Yang dimaksud dengan pemangku kepentingan yang terlibatadalah pihakpihak yang terlibat dalam penangananperumahan kumuh dan permukiman kumuh, meliputi: a. warga masyarakat yang akan terkena penanganan; b. Pemerintah Daerah; danc. perorangan/badan usaha pengembang perumahan dan
permukiman; dan/ataud. lembaga swadaya masyarakat yang memiliki kepedulian di
bidang perumahan dan permukiman kumuh.Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan untuk memberikanjalan keluar bagi terselesaikannya penanganan perumahankumuh dan permukiman kumuh secara berdaya guna danberhasil guna, tanpa melanggar peraturan perundangundangan yang berlaku.
Pasal 44Ayat (1)
Yang dimaksud dengan memperhatikan karakteristik, dayadukung, dan daya tampung lingkungan hidup, misalnya:1. apabila lokasi perumahan dan permukiman termasuk
dalam tipologi perumahan kumuh dan permukiman kumuhdi atas air, maka penanganan yang dilakukan harusmemperhatikan karakteristik dayaguna, daya dukung,daya rusak air serta kelestarian air.
2. apabila lokasi perumahan dan permukiman lokasitermasuk dalam tipologi perumahan kumuh danpermukiman kumuh di tepi air, maka penanganan yangdilakukan harus memperhatikan karakteristik dayadukung tanah tepi air, pasang surut air serta kelestarianair dan tanah.
3. apabila lokasi perumahan dan permukiman lokasitermasuk dalam tipologi perumahan kumuh danpermukiman kumuh di dataran, maka penanganan yangdilakukan harus memperhatikan karakteristik dayadukung tanah, jenis tanah serta kelestarian tanah.
4. apabila lokasi perumahan dan permukiman lokasitermasuk dalam tipologi perumahan kumuh danpermukiman kumuh di kawasan rawan bencana, makapenanganan yang dilakukan harus memperhatikankarakteristik kebencanaan, daya dukung tanah, jenistanah serta kelestarian tanah.
Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 45Cukup jelas.
Pasal 46Ayat (1)
Huruf aCukup jelas.
Huruf bYang dimaksud dengan kajian pengelolaan danpemantauan dampak lingkungan adalah kajian danpenyusunan dokumen Analisis Mengenai DampakLingkungan Hidup (AMDAL) atau Upaya PengelolaanLingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKLUPL)
berdasarkan peraturan perundangundangan di bidang izinlingkungan.
Huruf cCukup jelas.
Huruf dCukup jelas.
Huruf eCukup jelas.
Huruf fCukup jelas.
Ayat (2)Cukup jelas.
Ayat (3)Cukup jelas.
Pasal 47Cukup jelas.
Pasal 48Ayat (1)
Huruf aCukup jelas.
Huruf bYang dimaksud dengan kajian pengelolaan danpemantauan dampak lingkungan adalah kajian danpenyusunan dokumen Analisis Mengenai DampakLingkungan Hidup (AMDAL) atau Upaya PengelolaanLingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKLUPL)berdasarkan peraturan perundangundangan di bidang izinlingkungan.
Huruf cCukup jelas.
Huruf dCukup jelas.
Huruf eCukup jelas.
Huruf fCukup jelas.
Huruf gCukup jelas.
Ayat (2)Cukup jelas.
Ayat (3)Cukup jelas.
Pasal 49Cukup jelas.
Pasal 50Ayat (1)
Huruf aCukup jelas.
Huruf bCukup jelas.
Huruf cYang dimaksud dengan kajian pengelolaan danpemantauan dampak lingkungan adalah kajian danpenyusunan dokumen Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup (AMDAL) atau Upaya PengelolaanLingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKLUPL) berdasarkan peraturan perundangundangan dibidang izin lingkungan.
Huruf dCukup jelas.
Huruf eCukup jelas.
Huruf fCukup jelas.
Huruf gCukup jelas.
Huruf hCukup jelas.
Huruf iCukup jelas.
Ayat (2)Cukup jelas.
Ayat (3)Cukup jelas.
Pasal 51Cukup jelas.
Pasal 52Cukup jelas.
Pasal 53Cukup jelas.
Pasal 54Cukup jelas.
Pasal 55Cukup jelas.
Pasal 56Cukup jelas.
Pasal 57Cukup jelas.
Pasal 58Cukup jelas.
Pasal 59Cukup jelas.
Pasal 60Cukup jelas.
Pasal 61Cukup jelas.
Pasal 62Cukup jelas.
Pasal 63Cukup jelas.
Pasal 64Cukup jelas.
Pasal 65Cukup jelas.
Pasal 66Cukup jelas.
Pasal 67
Cukup jelas.Pasal 68
Cukup jelas.Pasal 69
Cukup jelas.Pasal 70
Cukup jelas.Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72Cukup jelas.
Pasal 73Cukup jelas.
Pasal 74Cukup jelas.
Pasal 75Cukup jelas.
Pasal 76Cukup jelas.
Pasal 77Cukup jelas.
Pasal 78Cukup jelas.
Pasal 79Cukup jelas.
Pasal 80Cukup jelas.
Pasal 81Cukup jelas.
Pasal 82Cukup jelas.