20
Warta Plasma Nutfah Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 1 Nomor 20 Tahun 2008 ISSN 1410-2021 Plasma Nutfah Indonesia Warta Plasma Nutfah Indonesia merupakan media komunikasi dan pemasyarakatan plasma nutfah, terbit secara berkala dua kali setahun. Redaksi menerima sumbangan naskah berupa artikel maupun berita (news) tentang keplasmanutfahan. Isi warta Plasma Nutfah Indonesia dapat dikutip tanpa izin Redaksi maupun penulis tetapi perlu menyebut sumbernya. Isi Nomor Ini Berita Utama “Dian Arum” Varietas Baru Sedap Malam Balithi 1 Artikel Varietas Baru Ikan Budi Daya Air Tawar: Ikan Nila Best (Bogor Enhanced Strain Tilapia) 3 Berbagai Jenis Cempedak Lokal Kalimantan Tengah 6 Komak: Sumber Protein Nabati untuk Daerah Kering 8 Berita Lokakarya Kajian Koleksi Sumber Daya Genetik Kelapa Sawit di Indonesia 10 Aktivitas Komnas Kongres Kedua Komda Plasma Nutfah 13 Apresiasi Pengelolaan Sumber Daya Genetik untuk Ketahanan Pangan 14 Diskusi Panel tentang Pengelolaan Sumber Daya Genetik 15 Rapat Pleno Komisi Nasional Sumber Daya Genetik Tahun 2008 16 Lokakarya Penyusunan National Report on Plant Genetic Resources 17 Publikasi Baru 20 “Dian Arum” Varietas Baru Sedap Malam Balithi Dian Arum merupakan salah satu varietas baru sedap malam yang dihasilkan Balithi dan telah dilepas sebagai varietas unggul nasional yang berasal dari hasil seleksi individu terhadap rumpun tanaman induk tunggal varietas lokal Cianjur edap malam (Polianthes tuberosa) merupakan salah satu tanaman hias yang telah lama diusahakan oleh petani terutama di Pulau Jawa dan Sumatera Utara. Meningkatnya perekonomian masyara- kat, menyebabkan kebutuhan akan bunga potong juga semakin me- ningkat. Hal ini memicu petani untuk menghasilkan bunga potong yang setiap saat berganti corak untuk memenuhi selera konsumen. Dengan demikian, varietas baru harus selalu diciptakan untuk mengimbangi pola perubahan selera konsumen. Program pemuliaan untuk menciptakan varietas baru pada tanaman sedap malam sampai saat ini masih langka. Selain mencakup persilangan, kegiatan pemuliaan juga dapat dila- kukan melalui seleksi terhadap kultivar lokal atau varietas introduksi yang telah lama beradaptasi di suatu lingkungan tertentu dan atau telah dianggap sebagai varietas lokal dan seleksi terhadap koleksi plasma nutfah yang dimiliki. Pada sedap malam seleksi individu (klonal) dapat dilakukan terhadap tanaman induk tunggal (rumpun). Polianthes tuberosa, Sedap Malam Dian Arum S Warta Media Komunikasi Komisi Nasional Sumber Daya Genetik

Warta Nomor 20 Tahun 2008 ISSN 1410-2021 Plasma Nutfah ... · Permukaan daun : Rata, berlilin dan berbintik merah pada pangkal daun Warna daun bagian atas : Hijau (Green group 143

Embed Size (px)

Citation preview

Warta Plasma Nutfah Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 1

s Nomor 20 Tahun 2008 ISSN 1410-2021

Plasma Nutfah Indonesia

Warta Plasma Nutfah Indonesia merupakan media komunikasi dan

pemasyarakatan plasma nutfah, terbit secara berkala dua kali setahun. Redaksi menerima

sumbangan naskah berupa artikel maupun berita (news) tentang keplasmanutfahan. Isi warta

Plasma Nutfah Indonesia dapat dikutip tanpa izin Redaksi maupun

penulis tetapi perlu menyebut sumbernya.

Isi Nomor Ini Berita Utama “Dian Arum” Varietas Baru Sedap Malam Balithi

1 Artikel Varietas Baru Ikan Budi Daya Air Tawar: Ikan Nila Best (Bogor Enhanced Strain Tilapia)

3 Berbagai Jenis Cempedak Lokal Kalimantan Tengah

6

Komak: Sumber Protein Nabati untuk Daerah Kering

8

Berita Lokakarya Kajian Koleksi Sumber Daya Genetik Kelapa Sawit di Indonesia

10 Aktivitas Komnas Kongres Kedua Komda Plasma Nutfah

13 Apresiasi Pengelolaan Sumber Daya Genetik untuk Ketahanan Pangan

14 Diskusi Panel tentang Pengelolaan Sumber Daya Genetik

15 Rapat Pleno Komisi Nasional Sumber Daya Genetik Tahun 2008

16 Lokakarya Penyusunan National Report on Plant Genetic Resources

17 Publikasi Baru 20

“Dian Arum” Varietas Baru Sedap Malam

Balithi Dian Arum merupakan salah satu varietas baru sedap malam yang

dihasilkan Balithi dan telah dilepas sebagai varietas unggul nasional yang berasal dari hasil seleksi individu terhadap

rumpun tanaman induk tunggal varietas lokal Cianjur

edap malam (Polianthes tuberosa) merupakan salah satu tanaman hias yang telah lama diusahakan oleh petani terutama di Pulau Jawa dan Sumatera Utara. Meningkatnya perekonomian masyara-

kat, menyebabkan kebutuhan akan bunga potong juga semakin me-ningkat. Hal ini memicu petani untuk menghasilkan bunga potong yang setiap saat berganti corak untuk memenuhi selera konsumen. Dengan demikian, varietas baru harus selalu diciptakan untuk mengimbangi pola perubahan selera konsumen. Program pemuliaan untuk menciptakan varietas baru pada tanaman sedap malam sampai saat ini masih langka.

Selain mencakup persilangan, kegiatan pemuliaan juga dapat dila-kukan melalui seleksi terhadap kultivar lokal atau varietas introduksi yang telah lama beradaptasi di suatu lingkungan tertentu dan atau telah dianggap sebagai varietas lokal dan seleksi terhadap koleksi plasma nutfah yang dimiliki. Pada sedap malam seleksi individu (klonal) dapat dilakukan terhadap tanaman induk tunggal (rumpun).

Polianthes tuberosa, Sedap Malam Dian Arum

S

Warta

Media Komunikasi Komisi Nasional Sumber Daya Genetik

Warta Plasma Nutfah Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 2

Hasil seleksi rumpun induk tunggal terhadap kultivar lokal Cianjur, diperoleh satu klon terpi-lih yang dianggap mewakili popu-lasi sedap malam berbunga ganda di daerah Cianjur. Klon tersebut telah dilepas sebagai varietas baru oleh Balai Penelitian Tanaman Hias dengan nama Dian Arum.

Keragaan Varietas

Secara umum varietas Dian Arum memiliki bentuk tanaman yang cukup tinggi, sehingga mampu mendukung pertumbuhan tanaman untuk menghasilkan bu-nga yang berkualitas baik. Varie-

tas ini memiliki jumlah anakan yang cukup banyak, sehingga akan menghasilkan jumlah bunga per rumpun yang juga makin ba-nyak.

Salah satu kriteria yang mempengaruhi preferensi konsu-men dan harga jual bunga sedap malam adalah panjang tangkai bu-nga. Panjang tangkai bunga varie-tas Dian Arum lebih dari 75 cm dan telah memenuhi kriteria yang dinginkan oleh pasar bunga sedap malam. Demikian juga diameter tangkai bunga tidak begitu besar tetapi kekar, sehingga sangat cocok digunakan dalam rangkaian

Warta Plasma Nutfah Indonesia

Penanggung Jawab Ketua Komisi Nasional Sumber

Daya Genetik

Sutrisno

Redaksi Sugiono Moeljopawiro

Husni Kasim Hermanto

Ida N. Orbani Agus Nurhadi

Alamat Redaksi Sekretariat Komisi Nasional

Sumber Daya Genetik Jl. Tentara Pelajar 3A, Bogor

Tel./Faks. (0251) 8327031 E-mail: [email protected]

Deskripsi tanaman sedap malam varietas “Dian Arum”.

Karakter Uraian

Asal : Mayak-Cianjur/Balai Penelitian Tanaman Hias Silsilah : Seleksi rumpun induk tunggal kultivar Cianjur Tinggi tanaman : 44,5-55,2 cm Lebar tajuk : 69,5-75,2 cm Bentuk daun : Panjang pipih dan terdapat lekukan pada urat daun di bagian tengah Ukuran daun : Panjang: 48,2-75,2 cm; lebar: 1,4-2,0 cm Bentuk ujung daun : Lancip Permukaan daun : Rata, berlilin dan berbintik merah pada pangkal daun Warna daun bagian atas : Hijau (Green group 143 C) Warna daun bagian bawah : Hijau (Green group 139 C) Susunan daun : Berselang-seling Umur berbunga : 18-25 minggu setelah tanam Umur mulai panen : 22-30 minggu setelah tanam Bentuk bunga : Seperti terompet Warna kelopak bunga : Hijau kekuningan (Yellow green 149 D) Warna mahkota bunga : Putih (White 155 C) Jumlah lapis mahkota bunga : 3-5 lapis Jumlah helaian mahkota bunga : 18-25 Ukuran mahkota bunga : Panjang: 2,5-3,6 cm; lebar: 1,1-1,6 cm Ketebalan mahkota bunga : 1,0-1,2 mm Diameter bunga kuncup : 1,0-1,2 cm Diameter bunga mekar : 2,5-5,4 cm Ukuran tangkai bunga : Panjang 107,2-132,5 cm, diameter 1,2-1,4 cm Warna tangkai bunga : Hijau (Green 141 C) Ukuran malai bunga : Panjang 45,5-56,3 cm, diameter 2,6-3,9 cm Jumlah bunga per tangkai : 54-67 kuntum Aroma bunga : Harum Lama kesegaran bunga : 4-6 hari setelah potong Susunan kuntum bunga : Berselang-seling pada tangkai bunga Jumlah bunga per ruas : 2 kuntum Jumlah ruas bunga : 22-34 Jumlah anakan per rumpun : 12,3-16,4 anakan Warna ujung umbi : Putih (White 155A) Warna pangkal umbi : Coklat (Brown 200 A) Ukuran umbi : Panjang 1,4-4,5 cm; diameter 0,5-5,1 cm Hasil umbi : 19,5-22,7 umbi/rumpun/tahun Hasil bunga : 1-3 tangkai/rumpun/tahun Ketahanan terhadap penyakit bercak daun Xanthomonas sp.

:

Agak tahan

Sifat-sifat khusus : Aroma bunga harum, tangkai bunga panjang, lurus dan kekar, agak tahan penyakit bercak daun

Warta Plasma Nutfah Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 3

bunga dalam vas besar maupun kecil.

Diameter bunga kuncup ti-dak begitu besar, namun setelah mekar diameternya lebih besar di atas 5 cm. Di samping itu, Dian Arum memiliki bunga berwarna kehijauan dan bagian ujung kun-tum bunga yang masih mengun-cup sedikit kemerahan. Aroma bunganya juga cukup harum, se-hingga sangat disukai oleh panelis pada saat uji preferensi.

Varietas Dian Arum memi-liki jumlah petal cukup banyak dan cukup tebal. Jumlah petal yang demikian akan membuat pe-nampilan bunga menjadi lebih kompak. Petal yang lebih tebal biasanya akan memiliki periode kesegaran bunga yang lebih lama. Jumlah petal tersebut merupakan salah satu karakter utama yang membedakan varietas Dian Arum dengan varietas Roro Anteng asal Pasuruan Jawa Timur.

Jumlah kuntum bunga cukup tinggi, sehingga tangkai malai bu-

nga tertutup dengan rapat. De-ngan panjang malai yang lebih pendek dan jumlah kuntum yang lebih banyak, maka posisi antar kuntum akan makin rapat. Hal ter-sebut lebih mempercantik penam-pilan bunga secara keseluruhan.

Produksi bunga sedap malam varietas Dian Arum cukup tinggi mencapai 3 tangkai per rumpun per tahun. Dengan potensi pro-duksi bunga seperti itu, varietas ini memiliki harapan yang cerah untuk dikembangkan lebih lanjut oleh petani sedap malam.

Salah satu karakter yang menjadi perhatian adalah masalah periode kesegaran bunga dalam vas, umumnya konsumen meng-inginkan periode kesegaran yang lama. Varietas Dian Arum memi-liki periode kesegaran vas yang cukup lama, yakni lebih dari 5 hari.

Varietas Dian Arum memi-liki sifat agak tahan terhadap pe-nyakit bercak daun yang disebab-kan oleh Xanthomonas sebagai

salah satu penyakit penting pada tanaman sedap malam. Hal terse-but merupakan salah satu keung-gulan varietas Dian Arum diban-dingkan dengan varietas lainnya terutama dibandingkan dengan se-dap malam berbunga semi ganda. Penggunaan kultivar yang agak tahan dan dibarengi dengan kultur teknik yang baik, maka serangan hama maupun penyakit dapat di-tekan dan biaya produksi akan menjadi lebih rendah.

Secara keseluruhan penam-pilan bunga varietas Dian Arum cukup baik dengan susunan kun-tum yang teratur dan kompak, se-hingga bagian tangkai malai bu-nga tertutupi. Demikian juga tangkai bunga yang lurus dan ke-kar (agak kaku), sehingga mudah ditancapkan saat merangkai bu-nga dalam vas besar maupun ke-cil. Hal ini juga akan mempercan-tik penampilan bunga secara ke-seluruhan.

Donald Sihombing Balithi, Segunung-Cipanas

ARTIKEL

Varietas Baru Ikan Budi Daya Air Tawar: Ikan Nila Best (Bogor Enhanced Strain Tilapia)

ila dikenal sebagai ikan ekonomis penting di dunia karena cara budi daya yang mudah, rasa yang digemari, harga relatif terjangkau

dan memiliki toleransi yang luas terhadap lingkung-an (Wardoyo 2005). Sejak Nila diintroduksi ke Indo-nesia pada tahun 1969, perkembangan budidayanya di masyarakat cukup pesat. Produksi Nila pada tahun 2004 tercatat sebesar 97.116 ton, meningkat sebesar 237% dalam kurun waktu 4 tahun (DGA 2005). Ter-lebih lagi dengan adanya kasus KHV (koi herpes vi-rus) pada ikan Mas, Nila menjadi alternatif ikan air

tawar yang dibudidayakan masyarakat dan menjadi salah satu andalan dalam program revitalisasi per-ikanan.

Di pasar internasional Amerika Utara (Amerika Serikat dan Canada) dan Eropa, Nila dari tahun ke tahun konsumsinya semakin meningkat (Fish Farming Intl. 2005, 2006). Amerika Utara mengim-por 112.945 ton pada tahun 2004, meningkat 25% dari tahun 2003 atau 68% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2002. Di mana nilai impornya juga

N

Warta Plasma Nutfah Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 4

meningkat sampai $297 juta tahun 2004, 23% lebih tinggi dari tahun 2003 dan 71% dari tahun 2002 (Fish Farming Intl. 2005). Setengah dari impor Amerika Utara dipasok oleh Cina, sedangkan sisanya oleh Taiwan, Thailand, dan Indonesia. USDA (US Department of Agriculture) memberikan dukungan agar ketiga negara pengimpor utama dapat meng-ambil alih porsi impor yang dikuasai oleh Cina. Hal ini merupakan peluang yang harus disikapi secara positif. Patut diperhitungkan bahwa budi daya ikan Nila telah mulai menarik perhatian negara-negara Amerika Selatan yang dapat menjadi pesaing handal karena transportasi yang lebih murah. Oleh karena itu, penting sekali diupayakan budi daya yang efisien.

Dalam periode waktu yang cukup lama, kon-sentrasi perikanan nasional adalah pada optimalisasi teknik dan sistem budi daya serta penyediaan benih bagi budi daya untuk meningkatkan produksi. Se-dangkan pengembangan mutu genetik komoditas di-rasakan masih tertinggal. Sejak Nila diintroduksi dari Taiwan 1969, upaya perbaikan mutu genetik dilaku-kan dengan cara mendatangkan strain unggul dari luar. Khusus Nila berwarna hitam, jenis-jenis dari luar negeri didatangkan dari Thailand tahun 1989 (Chitralada), Filipina tahun 1994 dan 1997 (GIFT). Sedangkan jenis warna merah didatangkan dari Thailand tahun 1989 (NIFI). Namun beberapa tahun terakhir terjadi kecenderungan penurunan kualitas genetik karena kurang tepatnya pengelolaan yang

berpengaruh terhadap laju pertumbuhan (Gustiano et al. 2007). Hasil akhir dari penurunan pertumbuhan tersebut akan menyebabkan penurunan produksi dan produktivitas, serta pendapatan pembudidaya ikan.

Di Indonesia, penelitian dasar terhadap perbaik-kan mutu genetik Nila telah dilakukan oleh banyak peneliti terdahulu (Brzesky dan Doyle 1988, Matricia et al. 1989, Jangkaru et al. 1992, Widiyati et al. 1996, 2006, Widiyati 2003, Ariyanto dan Imron 2002, Nugroho et al. 2002, Wakhid dan Suwarsito 2003). Meskipun demikian penelitian-penelitian ter-sebut belum dalam konteks breeding program yang besar, berjalan sendiri-sendiri dan terputus.

Berdasarkan ilustrasi di atas dapat dikemukakan arti penting Nila bagi budi daya air tawar dan perlu-nya riset perbaikan mutu genetik Nila untuk mening-katkan produksi dan produktivitas di masa menda-tang. Berkaitan dengan masalah yang ada, upaya pe-muliaan untuk menghasilkan jenis Nila unggul menggunakan pendekatan secara menyeluruh dilaku-kan di Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar (BRPBAT) melalui program seleksi. Riset diawali dengan karakterisasi jenis populasi (Nugroho et al. 2002, Widiyati 2003, Arifin et al. 2007), evaluasi po-pulasi (Gustiano et al. 2005), dilanjutkan dengan se-leksi (Gustiano 2007, Gustiano dan Arifin 2008), ser-ta pengujian keragaan dan multilokasi (Widiyati et al. 2006, Kusdiati et al. 2007, Winarlin dan Gustiano 2007).

Tabel 1. Deskripsi keunggulan ikan Nila BEST.

No. Parameter Hasil pengujian Keterangan

1. Ketahanan terhadap hama dan penyakit

Tahan 140% lebih baik dari ikan Nila masyarakat (Taufik et al. 2008)

2. Daya tahan terhadap perubahan lingkungan

Tahan ● Danau Lido >9,5% dari ikan Nila masyarakat (Winarlin dan Gustiano 2008)

● Waduk Cirata >0,9% (Kusdiarti at al. 2008) ● Kolam Cianjur >9,5% (Winarlin dan Gustiano 2008)

● Salinitas Kurang tahan (Listyowati dan Ariyanto 2007) ● Suhu Tahan 21-27oC

3. Produksi benih ● Sintasan 85% Di petani ● Derajat penetasan 90% Hatchery ● Fekunditas (butir/pemijahan) 3-5 kali > dari ikan masyarakat (Widyastuti et al. 2008) ● Daya tahan Baik ● Respon terhadap rangsangan Baik ● Kemudahan mendapatkan induk Mudah

4. Pembesaran ● Rasio konversi pakan 1,1 ● Kemudahan mendapatkan pakan Mudah ● Sintasan 84,4-93,3% (>8% dari ikan Nila

masyarakat) (Winarlin dan Gustiano 2008)

● Pertumbuhan Lebih baik dari varietas ikan Nila yang ada di masyarakat (Red NIFI, Nirwana, Gesit)

Ukuran sebelum matang gonad (Listyowati dan Ariyanto 2007, Gustiano et al. 2008)

Pertumbuhan 2 kali > dari ikan Nila masyarakat

Ukuran tanam 40 g, pemeliharaan di kolam selama 4 bulan (Winarlin dan Gustiano 2008)

Warta Plasma Nutfah Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 5

Setelah 4 tahun (2004-2008) penelitian pemulia-an ikan Nila dilakukan di Instalasi Penelitian Plasma Nutfah Cijeruk (Gambar 1) telah diperoleh keturunan F3. Berdasarkan keunggulan yang ada (Tabel 1), ikan hasil seleksi (Gambar 2) dinyatakan lulus oleh Tim Penilaian dan Pengujian Release Ikan Nila sebagai varietas baru yang diberi nama Nila BEST (Bogor Enhanced Strain Tilapia) yang ditetapkan pada tanggal 2 Desember 2008 (Gambar 3).

Daftar Pustaka

Arifin, O.Z., E. Nugroho, dan R. Gustiano. 2007. Keragaman genetik populasi ikan nila (Oreochromis niloticus) dalam program seleksi berdasarkan RAPD. Berita Biologi 8:465-471.

Ariyanto, D. dan Imron. 2002. Keragaan TRUSS morphometri ikan nila (Oreochromis niloticus) strain 69; GIFT G-3, dan GIFT G-6. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 8:11-18.

Brzesky, V.J. and R.W. Doyle. 1988. A morphometric criterion for sex discrimination in tilapia. In Pullin, R.S.V., T. Bukaswan, K. Tonguthai, and J.L. Maclan (Eds.). The Second ISTA, Bangkok, Thailand. ICLARM Conf. Proc. 15:439-444.

Directorate General of Aquaculture. 2005. The Indonesian Aquaculture Statistics 2004. Jakarta. 131 p.

Fish Farming International. 2005. Tilapia set to be ‘next big thing’. June 2005. p. 32-33.

Fish Farming International. 2006. Belgium to grow Tilapia. January 2006. 6 p.

Gustiano, R., A. Widiyati, dan Y. Suryanti. 2005. Evaluasi pertumbuhan populasi nila (Oreochromis niloticus) di dua lokasi penelitian berbeda. Aquaculture Indonesiana 6:79-84.

Gustiano, R. 2007. Perbaikan mutu genetik ikan nila. Kumpulan Makalah Bidang Riset Perikanan Budidaya, Simposium Kelautan dan Perikanan. Jakarta. 6 hlm.

Gustiano, R., O.Z. Arifin, A. Widiyati, dan L. Winarlin. 2007. Pertumbuhan jantan dan betina 24 famili ikan nila (Oreochromis niloticus) pada umur 6 bulan. Dalam Prosiding Lokakarya nasional Pengelolaan dan per-lindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia. Jakarta. hlm. 287-291.

Gustiano, R. dan O.Z. Arifin. 2008. Respon dan heretabilitas pada seleksi famili ikan nila (Oreochromis niloticus) generasi ketiga (G3). Prosiding Nasional Seminar V Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan 2008. Yogyakarta. BP 14:1-9.

Jangkaru, Z., M. Sulhi, dan S. Asih. 1992. Uji banding per-tumbuhan ikan nila merah jantan dan hitam jantan di-pelihara dalam kolam secara intensif. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Perikanan Air Tawar 1991/1992, Balitkanwar, Sukamandi. hlm. 68-72.

Kusdiarti, Ani Widiyati, Winarlin, dan Rudhy Gustiano. 2008. Uji banding pertumbuhan biomas ikan nila

Gambar 1. Fasilitas penelitian yang digunakan.

Gambar 2. Ikan Nila BEST.

Gambar 3. Penilaian dan pengujian varietas ikan Nila BEST.

Warta Plasma Nutfah Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 6

(Oreochromis niloticus) seleksi dan nonseleksi di Waduk dan danau. 7 hlm. (proses publikasi Jurnal Ichthyology).

Matricia, T., A.J. Talbot, and R.W. Doyle. 1989. Instantaneous growth rate of tilapia genotypes in undisturbed aquaculture systems. I. “Red” and “Grey” morphs in Indonesia. Aquaculture 77:295-302.

Nugroho, E., A. Widiyati, dan T. Kadarini. 2002. Keragaan genetik ikan nila GIFT berdasarkan polimorfisme mitokondria DNA d-loop. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 8:1-6.

Wakhid, A. dan Suwarsito. 2003. Uji kekebalan ikan nila strain GIFT dan Chitralada. Sains Akuatik 6:96-100.

Wardoyo, S.E. 2005. Pengembangan budidaya ikan nila (Oreochromis niloticus) di Indonesia. Orasi Pengukuhan Ahli Peneliti Utama Bidang Budidaya Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. 49 hlm.

Widiyati, A., Sudarto, L. Emmawati, dan T. Kadarini. 1996. Evaluasi pertumbuhan beberapa strain ikan nila (Oreochromis niloticus). Prosiding Hasil Penelitian

Perikanan Air Tawar 1994/1995, Balitkanwar, Sukamandi. hlm. 44-49.

Widiyati, A. 2003. Keragaan fenotipa dan genotipa ikan nila (Oreochromis niloticus) dari Danau Tempe dan beber-apa sentra produksi di Jawa Barat. Tesis Magister Sains, IPB. 41 hlm.

Widiyati, A., O.Z. Arifin, E. Setiadi, Winarlin, dan R. Gustiano. 2005. Implementasi hasil litbang pada dem-plot ikan nila (Orechromis niloticus) melalui budidaya monosex pada lingkungan yang optimal. Kementrian Riset dan Teknologi. 39 hlm.

Widiyati, A., R. Gustiano, dan O.Z. Arifin. 2006. Uji per-tumbuhan 24 famili generasi pertama ikan nila di karamba jarring apung. Sainteks 13:210-216.

Winarlin dan R. Gustiano. 2007. Pertumbuhan nila (Oreochromis niloticus) jantan di lingkungan danau dan kolam. Sainteks 14:210-214.

Rudhy Gustiano BRPBAT Bogor

Berbagai Jenis Cempedak Lokal Kalimantan Tengah

alimantan Tengah memiliki potensi buah-buahan unggul lokal, antara lain buah cem-pedak yang tumbuh dan tersebar di bebe-

rapa kabupaten dengan tingkat produksi yang cukup tinggi serta potensi pasar yang menguntungkan ka-rena memiliki nilai jual yang cukup tinggi dan di-gemari oleh masyarakat luas.

Penyebaran komoditas cempedak di Kabupaten Barito Selatan sebagian besar berada di Kecamatan Dusun Tengah dan daerah-daerah di sekitarnya yang merupakan komoditas spesifik lokalita. Pembedaan nama untuk masing-masing varietas lokal oleh pen-duduk setempat hanya berdasarkan penampilan vi-sual saja, walaupun dari segi penampilan buah, ben-tuk buah, warna daging buah, tebal daging buah, dan ciri-ciri lainnya dapat dispesifikasikan menjadi bebe-rapa varietas lokal yang di antaranya terdapat cem-pedak-cempedak lokal yang berkualitas dan memiliki keunggulan yang apabila dikelola dengan baik dapat dijadikan komoditas unggulan daerah dibidang horti-kultura.

Survei eksplorasi pohon induk buah-buahan unggul lokal yang dikhususkan pada cempedak lo-kal di Kabupaten Barito Selatan merupakan langkah awal untuk mengetahui potensi dan karakteristik dari berbagai cempedak spesifik lokalita dalam rangka

penelusuran terhadap varietas lokal yang memiliki keunggulan-keunggulan tertentu sebagai dasar dilak-sanakan pemutihan untuk ditetapkan sebagai varietas unggul nasional.

Kerabat nangka menjadi perhatian dunia sejalan dengan khasiatnya sebagai pengganti karbohidrat pa-da sukun, kadar alkohol pada cempedak, antikanker pada nangka dan kadar ginseng pada kluwih. Jenis cempedak yang banyak terdapat di Kalimantan Tengah adalah cempedak nangka.

Setiap 100 g buah matang cempedak mengan-dung 116 kal, 3 g protein, 0,4 g lemak, 28,6 g karbo-hidrat, 1,5 g besi 31 RE vitamin A, dan 15 g vitamin C. Buah nangka mengandung alkohol tinggi dan jika bereaksi dengan asam lambung akan menimbulkan gas dalam pencernaan. Untuk 100 g nangka terdapat 106 kal, 2 g protein, 0,2 g lemak, 1,0 g karbohidrat, 20 mg kalsium, 19 mg fosfor, 0,9 g besi, 0,9 g serat, 96 RE vitamin A, dan 7 mg vitamin C. Buah nangka berkhasiat antikanker, mencegah sembelit, dan anti-oksidan.

Dari produksi buah per tahun, diketahui bahwa belum diberikan perlakuan agronomi untuk mening-katkan produksi, jadi pada saat musim berbuah pe-milik hanya berharap dari kemampuan pohon meng-

K

Warta Plasma Nutfah Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 7

hasilkan buah. Walaupun demikian, setiap pohon su-

hasilkan buah. Walaupun demikian, setiap pohon su-dah dapat menghasilkan sekitar 200-400 buah.

Dari hasil penilaian terhadap mutu buah, dapat direkomendasikan bahwa cempedak lokal Kaliman-tan Tengah yang layak untuk diputihkan sebagai varietas unggul nasional terpilih sebanyak 3 (tiga) varietas, yaitu Cempedak Anipe, Cempedak Nangka, dan Cempedak Kapas (Gambar 1).

Deskripsi Cempedak Anipe, Cempedak Nangka, dan Cempedak Kapas sebagai berikut:

1. Cempedak Anipe Karakter pohon ● Tinggi pohon : >20 M ● Lingkar batang pada ketinggian 1 m : 1,28 M ● Bentuk tajuk : Memayung ● Keadaan tajuk : Sedang ● Bentuk batang : Bulat ● Percabangan : Mendatar ● Letak cabang terendah : 2-5 M (+25,00 M) ● Tekstur kulit batang : Sedang ● Warna kulit batang : Kecoklatan Karakter daun ● Warna daun bagian atas : Hijau tua ● Warna daun bagian bawah : Hijau ● Perabaan daun bagian atas : Halus ● Perabaan daun bagian bawah : Kasar ● Permukaan daun : Mengkilap ● Belahan daun : Simetris ● Tepi daun : Rata ● Tipe daun : Datar ● Bentuk daun : Lonjong ujung runcing ● Ujung daun : Meruncing ● Panjang daun : Besar, >50 mm (+20,00 cm) ● Lebar daun : Besar, >50 mm (+8,00 cm) ● Tangkai daun : Sedang, 2-4 cm (+2,50 cm) ● Jarak antar daun : <5 cm (+1,50 cm) ● Kedudukan daun : Condong ke atas Karakter buah ● Tipe buah : Tidak beraturan ● Bentuk buah : Bulat panjang ● Tekstur kulit buah : Sedang ● Panjang buah : 35,00 cm ● Lebar buah : 11,00 cm ● Berat buah : 2,30 kg ● Warna kulit buah : Hijau kekuningan ● Duri buah : Berduri kecil rapat ● Tebal kulit buah : Sedang, 1,50 cm ● Tebal daging buah : Sedang, 0,30 cm ● Warna daging buah : Kuning ● Rasa daging buah : Manis legit ● Kandungan air : Agak basah ● Aroma : Lembut ● Panjang tangkai buah : Panjang, 7,50 cm ● Ketahanan buah dalam pengangkutan : Tahan Produksi ● Jadwal berbuah : Konsisten ● Panen musiman : Pertengahan musim ● Produksi per tahun/musim : Banyak, 200-300 buah

Gambar 1. Berbagai jenis cempedak lokal Kalimantan

Tengah.

Cempedak Anipe

Cempedak Nangka

Cempedak Kapas

Warta Plasma Nutfah Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 8

Amik Krismawati BPTP Jawa Timur

Komak: Sumber Protein Nabati untuk Daerah Kering

erkurangnya lahan subur untuk pertanian ka-rena beralih fungsi menjadi kawasan peru-mahan atau industri memaksa kita yang ber-

gerak dibidang pertanian untuk menggunakan lahan-lahan yang mempunyai kesuburan rendah. Namun demikian, tidak banyak jenis tanaman yang dapat di-tanam di lahan dengan kondisi kesuburan rendah dan

curah hujan rendah. Salah satu tanaman yang mem-punyai toleransi tinggi pada kondisi ini adalah kacang komak.

Kacang komak termasuk dalam famili Leguminosae (Fabaceae), Sub Famili Papilionoidae (Faboideae), dulu kacang komak termasuk dalam

2. Cempedak Nangka 3. Cempedak Kapas Karakter pohon Karakter pohon ● Tinggi pohon : 10-20 M (+17,00 M) ● Tinggi pohon : >20 M ● Lingkar batang pada ketinggian 1 m : 1,10 M ● Lingkar batang pada ketinggian 1 m : 1,27M ● Bentuk tajuk : Memayung ● Bentuk tajuk : Memayung ● Keadaan tajuk : Rimbun ● Keadaan tajuk : Sedang ● Bentuk batang : Bulat ● Bentuk batang : Bulat ● Percabangan : Jorong ke atas ● Percabangan : Jorong ke atas ● Letak cabang terendah : 2-5 M ● Letak cabang terendah : >5 M ● Tekstur kulit batang : Sedang ● Tekstur kulit batang : Sedang ● Warna kulit batang : Kecoklatan ● Warna kulit batang : Kecoklatan Karakter daun Karakter daun ● Warna daun bagian atas : Hijau ● Warna daun bagian atas : Hijau tua ● Warna daun bagian bawah : Hijau ● Warna daun bagian bawah : Hijau agak muda ● Perabaan daun bagian atas : Halus ● Perabaan daun bagian atas : Halus ● Perabaan daun bagian bawah : Kasar ● Perabaan daun bagian bawah : Halus ● Permukaan daun : Mengkilap ● Permukaan daun : Mengkilap ● Belahan daun : Simetris ● Belahan daun : Simetris ● Tepi daun : Rata ● Tepi daun : Rata ● Tipe daun : Datar ● Tipe daun : Datar ● Bentuk daun : Lonjong ujung runcing ● Bentuk daun : Lonjong ujung runcing ● Ujung daun : Meruncing ● Ujung daun : Meruncing ● Panjang daun : Besar, >50 mm (+18,00 cm) ● Panjang daun : Besar, >50 mm (+17,00 cm) ● Lebar daun : Besar, >50 mm (+8,00 cm) ● Lebar daun : Besar, >50 mm (+5,50 cm) ● Tangkai daun : Sedang, 2-4 cm (+3,50 cm) ● Tangkai daun : Sedang, 2-4 cm (+2,00 cm) ● Jarak antar daun : <5 cm (+2 cm) ● Jarak antar daun : <5 cm (+2,40cm) ● Kedudukan daun : Condong ke bawah ● Kedudukan daun : Condong ke atas

Karakter buah Karakter Buah ● Tipe buah : Rata ● Tipe buah : Rata ● Bentuk buah : Bulat panjang ● Bentuk buah : Bulat panjang ● Tekstur kulit buah : Sedang ● Tekstur kulit buah : Sedang ● Panjang buah : 31,75 cm ● Panjang buah : 31,00 cm ● Lebar buah : 10,50 cm ● Lebar buah : 11,50 cm ● Berat buah : 2,35 kg ● Berat buah : 1,10 kg ● Warna kulit buah : Hijau kekuningan ● Warna kulit buah : Hijau kekuningan ● Duri buah : Berduri kecil rapat ● Duri buah : Berduri kecil rapat ● Tebal kulit buah : Sedang, 1,50 cm ● Tebal kulit buah : Tipis, 1,00 cm ● Tebal daging buah : Tebal, 0,50 cm ● Tebal daging buah : Tipis, 0,20 cm ● Warna daging buah : Kuning ● Warna daging buah : Putih kekuningan ● Rasa daging buah : Manis legit ● Rasa daging buah : Manis ● Kandungan air : Agak basah ● Kandungan air : Agak basah ● Aroma : Lembut ● Aroma : Merangsang ● Panjang tangkai buah : Panjang, 5,00 cm ● Panjang tangkai buah : Panjang, 7,00 cm ● Ketahanan buah dalam pengangkutan : Tahan ● Ketahanan buah dalam pengangkutan : Tahan

Produksi Produksi ● Jadwal berbuah : Konsisten ● Jadwal berbuah : Konsisten ● Panen musiman : Pertengahan musim ● Panen musiman : Pertengahan musim ● Produksi per tahun/musim : Banyak, 200-300 buah ● Produksi per tahun/musim : Banyak, 200-300 buah

B

Warta Plasma Nutfah Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 9

genus Dolichos menurut Linneaus, tapi sekarang di-tempatkan dalam genus tersendiri, genus Lablab. Kacang komak diduga berasal dari Asia, yang me-nyebar di daerah Afrika, daerah tropis dan subtropis lainnya. Tanaman ini banyak dibudidayakan di Brazil dan jazirah Arab. Di Indonesia tanaman ini sudah lama dikenal dan dibudidayakan namun tidak diketahui pasti kapan mulai dibudidayakan. Di Jawa Timur kacang komak banyak dibudidayakan di daerah Madura dan pantai utara Jawa Timur, dan daerah lain yang mempunyai curah hujan rendah dan pendek. Masyarakat menggunakan daun tanaman ini untuk hijau pakan ternak, bahkan daun muda dapat dijadikan sayur. Buah muda (polong) dapat dimanfa-atkan untuk sayur seperti kacang kapri (kacang polong). Biji kacang yang tua digunakan sebagai campuran makanan yang bersantan atau campuran nasi ketan yang dapat meningkatkan kandungan protein.

Kacang komak dapat beradaptasi baik pada daerah yang mempunyai curah hujan 600-3.000 mm/ th dan ketinggian tempat 0-2.100 m dari permukaan laut. Tanaman ini dapat tumbuh pada kisaran jenis tanah mulai dari pasir dalam sampai liat yang kuat asal drainase baik. pH tanah yang dikehendaki 4,5-7,5. Kacang ini sangat toleran terhadap kekeringan, periode kritis tanaman ini adalah pada saat perke-cambahan. Setelah tumbuh akar tanaman akan me-manfaatkan lengas tanah yang ada. Tanaman ini akan tumbuh baik bila rata-rata suhu harian antara 18-30oC. Tanaman ini toleran suhu tinggi dan dapat tumbuh pada suhu rendah sampai 3oC untuk jangka waktu yang pendek.

Kandungan Gizi

Di negara berkembang hampir 43% kebutuhan protein berasal dari tanaman. Kacang komak me-rupakan salah satu sumber protein yang cukup tinggi setelah kedelai dan kacang tanah. Kandungan protein kacang ini berkisar antara 21-29%, kandungan protein kacang komak di Jawa Timur berkisar antara 22-23%. Kandungan lemak rendah, yaitu 1%, sangat cocok untuk orang-orang yang diet terhadap makan-an dengan kandungan lemak tinggi. Biji kacang ini juga mengandung vitamin A, B, dan C yang cukup tinggi. Biji tanaman ini mengandung tannins, phytate, dan trypsin inhibitors, kandungannya sangat beragam tergantung varietasnya, namun dengan perendaman atau pemanasan akan menghilangkan aktivitas dari senyawa ini.

Budi Daya

Budi daya kacang komak sangat mudah karena mempunyai daya adaptasi yang tinggi dengan ma-sukan (input) yang rendah sampai sedang.

a. Jarak tanam

Penanaman kacang komak monokultur bisa menggunakan alur bajak dengan kebutuhan benih 90-125 kg/ha, atau intensif dengan tugal dengan jarak tanam 40 cm x 10 cm (1 biji/lubang) atau 40 cm x 20 cm (2 biji/lubang). Penanaman tumpang-sari atau tumpanggilir ditanam disela-sela tanam-an jagung sesuai dengan jarak tanam jagung. Populasi optimal 125.000 pohon/ha, dengan hasil

Gambar 1. Jenis-jenis kacang komak di Kecamatan Tongas, Probolinggo, Jawa Timur, tahun 2007 (pantai utara Jawa Timur).

Warta Plasma Nutfah Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 10

1,2 t/ha pada pertanaman monokultur dan 0,91 t/ha pada penanaman tumpangsari dengan jagung, peningkatan populasi menjadi 250.000 tanaman/ ha dapat menurunkan hasil biji komak 15%.

b. Pengendalian hama penyakit dan pemupukan

Bila dilakukan pengendalian hama penyakit dapat meningkatkan hasil sebesar 60% dan bila disertai dengan pemupukan dapat meningkat 75%. Pemu-pukan anjuran hingga takaran 45 kg urea + 90 kg TSP + 90 kg

c. Pengairan

Kacang komak mampu berproduksi hingga 0,8 t/ha hanya dengan pengairan pada saat tanam. Apabila tanaman diairi 1 kali pada saat tanam produksi mencapai 0,71 t/ha, dan akan meningkat 0,78 t/ha bila diairi 2 kali, yaitu saat tanam dan umur 1 bulan.

d. Pemangkasan

Pemangkasan pada kacang komak biasa dilakukan sebelum pembungaan yang bertujuan untuk me-rangsang pembungaan dan pertumbuhan polong.

Pascapanen

Secara umum kacang komak dapat dimanfaat-kan dalam bentuk biji muda, biji kering, kecambah biji, biji fermentasi atau ekstrak proteinnya. Sebagian besar kacang komak dipanen dalam bentuk biji yang telah masak atau tua. Untuk bahan pangan cepat hidang, kacang komak diolah menjadi kacang ko-mak rebus, kacang komak goreng atau kecambah ka-cang komak. Pengolahan menjadi kecambah sangat menguntungkan karena dapat meningkatkan kan-

dungan asam ascorbat dari tidak terdeteksi menjadi 55 mg/100 g bahan kering dan vitamin B, serta me-nurunkan atau menghilangkan senyawa antinutrisi. Pengolahan melalui fermentasi, penepungan atau ekstraksi protein juga menjadi potensi dan peluang cukup besar untuk dikembangkan. Jenis-jenis produk yang dapat dibuat dari kacang komak antara lain tempe, kecap, tahu, tepung komposit, makanan bayi, konsentrat protein, dan pakan.

Gambar 2. Kondisi tanaman saat kondisi kering.

Gambar 3. Kondisi tanaman muda.

Dwi Setyorini BPTP Jawa Timur

BERITA

Lokakarya Kajian Koleksi Sumber Daya Genetik Kelapa Sawit di Indonesia

ndonesia merupakan negara produsen minyak sawit terbe-sar kedua di dunia. Luas per-

kebunan kelapa sawit di Indonesia meningkat secara pesat pada awal 1990-an dan pada tahun 2007,

luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah mencapai 6,04 juta ha. Meskipun demikian selain melalui perluasan lahan, produksi sawit Indonesia dapat pula diting-katkan melalui intensifikasi. Pe-

luang untuk intensifikasi masih cukup besar sebagaimana terlihat pada tahun 2004, rata-rata pro-duktivitas CPO nasional adalah 3,72 t/ha/tahun sedangkan potensi genetiknya sekitar 14 t/CPO/ha/

I

Warta Plasma Nutfah Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 11

tahun (Oil World Annual 2000-2005). Rendahnya produktivitas kelapa sawit antara lain disebab-kan oleh rendahnya kualitas bahan tanaman yang digunakan serta tingkat pemeliharaan yang masih di bawah standar.

Salah satu upaya untuk me-ningkatkan produktivitas dan kua-litas minyak kelapa sawit di Indo-nesia adalah melalui perbaikan genetik bahan tanaman kelapa sa-wit dengan memanfaatkan sumber daya genetik (SDG) yang berbeda dengan material yang telah ada. Untuk itu, diperlukan ketersedia-an SDG dengan tingkat keragam-an yang tinggi sebagai sumber keragaman genetik. Tersedianya SDG yang didukung oleh sistem pengelolaan yang kuat akan me-macu percepatan perakitan tanam-an kelapa sawit unggul.

Sebagai hasil dari kegiatan pemanfaatan SDG kelapa sawit melalui kegiatan pemuliaan, saat ini telah tersedia 33 varietas kelapa sawit yang menjadi materi dasar pengembangan kelapa sawit Indonesia. SDG kelapa sawit tersebar di beberapa lembaga riset dan produsen benih, seperti Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), PT Socfin Indonesia, PT PP London Sumatera, PT Dami Mas Sejahtera, PT Tunggal Yunus Estate, PT Tania Selatan, dan PT Bina Sawit Makmur, serta beber-apa calon produsen benih kelapa sawit lain.

Pengelolaan SDG kelapa sa-wit yang ada di Indonesia selama ini belum dilakukan secara opti-mal. Selain karena ketiadaan lem-baga pengelola, juga karena status SDG kelapa sawit berbeda-beda di setiap institusi. Sebagai contoh, SDG kelapa sawit yang dimiliki oleh PPKS sebagian berada di kebun HGU milik PT Perkebun-an Nusantara IV dengan status

pinjam pakai, sedangkan kebun sumber daya genetik kelapa sawit lainnya berada dalam pengelolaan lembaga swasta nasional dan swasta multinasional. Kenyataan ini memberi gambaran bahwa ke-lestarian sumber daya genetik ke-lapa sawit di Indonesia sangat rentan dan tidak terjamin, padahal pengadaan SDG tersebut, yang di-laksanakan melalui cara pertukar-an dan pembelian, telah mengha-biskan biaya yang sangat besar.

Introduksi SDG kelapa sawit yang dilakukan oleh institusi swasta dari luar negeri (baik me-lalui pertukaran maupun pembeli-an) pada mulanya ditujukan untuk memperkaya keragaman SDG ke-lapa sawit nasional. Namun demi-kian, karena ketiadaan lembaga khusus yang memiliki kewenang-an untuk pengelolaan SDG kelapa sawit nasional, kendali pemerin-tah dalam pengelolaan kekayaan genetik kelapa sawit tidak efektif. Hal ini jauh berbeda dengan negara lain seperti Malaysia yang memiliki lembaga khusus untuk jejaring kerja pengelolaan plasma nutfah. Malaysia Palm Oil Board (MPOB), memiliki akses luas un-tuk melakukan evaluasi SDG ke-lapa sawit Malaysia, baik yang di-miliki oleh institusi pemerintah maupun swasta.

Sementara itu, di Indonesia pengelolaan SDG kelapa sawit bergantung pada kebijakan masing-masing perusahaan, dan tidak memungkinkan keterlibatan pihak luar dalam mengawasi ke-beradaan SDG tersebut. Dalam hal evaluasi dan pemanfaatan SDG, masing-masing perusahaan atau lembaga menggunakan stan-dar pengujian tersendiri, sehing-ga untuk mendapatkan gambaran potensi nasional dari SDG kelapa sawit sulit dilakukan.

SDG yang terdapat di Indonesia memiliki keragaman genetik yang tidak luas dan hanya berada dalam kisaran segregasi dari bahan genetik yang sempit seperti Deli Dura dan turunan Tenera/Pisifera yang berkerabat dekat. Kenyataan ini memerlukan adanya upaya untuk memperluas keragaman genetik melalui ke-giatan introduksi dan eksplorasi ke pusat-pusat keragaman genetik kelapa sawit di Afrika dan Amerika Selatan.

Atas dasar kenyataan terse-but maka dirasakan perlu untuk membangun suatu kebun koleksi SDG kelapa sawit yang dikelola oleh lembaga pengelola SDG ke-lapa sawit nasional secara inde-penden, yang mempunyai fungsi utama untuk mengamankan dan memperkaya keanekaragaman SDG kelapa sawit Indonesia da-lam mendukung industri per-benihan kelapa sawit dan industri berbasis kelapa sawit yang lestari, kompetitif, sehat, dan kuat.

Guna mewujudkan maksud tersebut di atas, maka pengelolaan SDG kelapa sawit sebaiknya di-lakukan oleh lembaga indepen-den. Untuk itu, diperlukan suatu kajian mendalam mengenai pen-tingnya pengelolaan SDG kelapa sawit di dalam satu rentang ken-dali, guna membangun persamaan persepsi, penyusunan rekomenda-si, penyiapan rancang tindak pem-bangunan suatu kebun koleksi SDG kelapa sawit, serta memba-ngun organisasi dan mekanisme kerjanya.

Salah satu kegiatan yang di-lakukan Riset Unggulan Strategi Nasional (RUSNAS) Kelapa Sa-wit adalah Kajian Koleksi Sumber Daya Genetik Kelapa Sawit di Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut, atas kerja sama De-partemen Pertanian, Kementerian

Warta Plasma Nutfah Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 12

Negara Riset dan Teknologi, dan Masyarakat Kelapa Sawit Indone-sia (MAKSI), telah dilaksanakan lokakarya Kajian Koleksi SDG Kelapa Sawit di Indonesia di Jakarta pada tanggal 9 Juli 2008. Lokakarya dihadiri oleh 91 orang peserta berasal dari Kementerian Negara Riset dan Teknologi, Departemen Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB); Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), Masyarakat Perkelapa Sawitan Indonesia (MAKSI), dan Tim Pe-neliti RUSNAS RISTEK Kelapa Sawit serta produsen dan calon produsen benih kelapa sawit. Lokakarya dibuka oleh Direktur Jenderal Perkebunan, didahului pengarahan/sambutan dari Sekre-taris Kementerian Negara Riset dan Teknologi, dan Direktur Jenderal Perkebunan.

Dalam lokakarya ini telah di-bahas empat topik hasil kajian tentang ketersediaan SDG kelapa sawit, program eksplorasi SDG kelapa sawit dan perkembangan-nya, kelembagaan pengelola SDG kelapa sawit nasional, dan keter-sediaan lahan untuk Kebun Koleksi Nasional SDG Kelapa Sawit.

Berdasarkan butir-butir po-kok dari sambutan/pengarahan, penyajian makalah dan diskusi, dapat dirumuskan beberapa hal dalam rangka pengembangan SDG kelapa sawit di Indonesia, sebagai berikut:

1. Kelapa sawit mempunyai pe-ran strategis dalam perekono-mian nasional, terutama dalam aspek penyerapan tenaga kerja, pertumbuhan PDB, pendapatan dan devisa bagi negara, stimu-lator penumbuhan pusat-pusat ekonomi baru di pedesaan, ser-ta sebagai sumber pangan dan sumber energi penting di Indonesia.

2. Walaupun kelapa sawit bukan tanaman asli Indonesia, namun sangat sesuai dikembangkan di Indonesia. Luas areal kelapa sawit di Indonesia saat ini se-kitar 6,7 juta ha dan diproyek-sikan akan meningkat secara signifikan pada tahun-tahun mendatang.

3. Indonesia membutuhkan SDG kelapa sawit yang kaya dan beragam sebagai bahan baku untuk perakitan varietas ung-gul baru yang mampu mendu-kung pertumbuhan industri ke-lapa sawit yang memiliki daya saing global.

4. SDG kelapa sawit yang ada di Indonesia belum terdokumen-tasi dengan baik dan rawan ter-hadap erosi genetik dan kepu-nahan karena:

● Tidak ada kebun koleksi SDG kelapa sawit yang ber-skala nasional yang dikelola secara khusus;

● Belum ada lembaga khusus yang mengelola;

● SDG yang tersedia terbatas pada 12 produsen benih atau calon produsen benih yang kelestariannya belum terjamin secara optimal.

5. Beberapa kemajuan yang telah dicapai dalam pengembangan SDG kelapa sawit saat ini adalah:

● Telah ada kesepahaman pa-ra pemangku kepentingan tentang perlunya penangan-an SDG kelapa sawit secara terintegrasi dan dikelola oleh Lembaga Khusus dan independen yang melayani kepentingan bersama;

● Telah terbentuk Konsor-sium Para Produsen Benih yang difasilitasi pemerintah (Ditjen Perkebunan) dan

Dewan Minyak Sawit Indo-nesia untuk melakukan eks-plorasi SDG baru ke Afrika dan Amerika Selatan;

● Telah dapat dihimpun data dan informasi ketersediaan SDG kelapa sawit di berba-gai Lembaga Riset milik pemerintah dan dunia usaha dalam negeri sebagai aset nasional;

● Telah dilakukan kegiatan eksplorasi SDG kelapa sawit tahap I dan berhasil mendapatkan 103 aksesi ba-ru dari Kamerun;

● Telah tersedia lahan seluas 1.000 ha untuk pembangun-an Kebun Koleksi Nasional SDG Kelapa Sawit di Ka-bupaten Sijunjung, Suma-tera Barat yang dialokasi-kan dan disiapkan oleh Pe-merintah Daerah (Pemda) Kabupaten Sijunjung;

● Telah dihasilkan konsep model kelembagaan Kebun Koleksi Nasional SDG Ke-lapa Sawit yang mengako-modasi kepentingan semua pihak terkait.

6. Para pemangku kepentingan sepaham untuk menindaklan-juti pengembangan SDG kela-pa sawit berskala nasional un-tuk mendukung pertumbuhan industri kelapa sawit yang mampu bersaing di tingkat global, yaitu dengan:

● Membangun kelembagaan pengelola SDG kelapa sa-wit di Indonesia yang mam-pu mengakomodasi kepen-tingan pihak-pihak terkait dengan merujuk kepada peraturan dan perundangan yang berlaku di Indonesia;

● Melakukan koleksi dan ka-rakterisasi SDG yang ada di kebun koleksi SDG produ-

Warta Plasma Nutfah Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 13

sen benih dan calon produ-sen benih dalam negeri, ser-ta melanjutkan kegiatan eksplorasi dan pertukaran SDG ke dan dengan negara-negara sebagai sumber SDG kelapa sawit di Afrika dan Amerika Latin;

● Membangun kebun koleksi nasional SDG kelapa sawit pada lahan yang telah di-sediakan oleh Pemda Kabu-paten Sijunjung;

● Melengkapi Kebun Koleksi Nasional SDG kelapa sawit dengan SDG yang dimiliki

oleh masing-masing pemi-lik SDG dalam negeri de-ngan mempertimbangkan hak dan kewajiban masing-masing, sesuai dengan per-aturan dan perundangan yang berlaku;

● Menyepakati untuk menye-rahkan sebagian dari hasil eksplorasi dan pertukaran SDG kepada pemerintah untuk ditempatkan di kebun koleksi nasional SDG kela-pa sawit dengan hak dan kewajiban yang akan diatur tersendiri sesuai dengan

peraturan dan perundangan yang berlaku;

● Untuk menjamin kelancar-an pelaksanaan kegiatan- pengembangan SDG kelapa sawit yang berkelanjutan di Indonesia, perlu didukung oleh kontribusi optimal semua pihak, terutama dari unsur birokrasi, akademisi, dan dunia usaha serta perlu didasari dengan aspek legal yang diperlukan.

Komnas SDG

AKTIVITAS KOMNAS

Kongres Kedua Komda Plasma Nutfah

ongres Komisi Daerah Plasma Nutfah (Komda PN) se-Indonesia dise-

lenggarakan setiap 2 tahun sekali. Kongres pertama diselenggarakan di Kalimantan Timur pada tahun 2006 sedangkan Kongres Kedua dilaksanakan di Pekanbaru, Riau, pada tanggal 8-10 Juni 2008. Kongres dibuka oleh Asisten III Sekretaris Daerah mewakili Gu-bernur Provinsi Riau, yang dilan-jutkan dengan sambutan Ketua Komda PN Provinsi Riau, dan Komnas SDG.

Pada Kongres Kedua Komda PN disajikan lima makalah utama, yaitu

1. Strategi Ketahanan Pangan dengan Pemberdayaan Plasma Nutfah (Kepala Badan Litbang Pertanian)

2. Strategi dan Rencana Tindak Pengelolaan Keanekaragaman Hayati (Asisten Deputi Bidang Keanekaragaman Hayati)

3. Pemanfaatan Varietas Lokal untuk Perbaikan Tanaman (Kepala Pusat Perlindungan Varietas Tanaman)

4. Sumber Daya Hayati Tumbuhan Indonesia (Kepala Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, LIPI)

5. Perkembangan Komda Plasma Nutfah dan Jejaring Kerjanya (Komnas SDG)

Setelah penyampaian maka-lah utama dan materi pendukung yang disampaikan oleh wakil dari Komda PN Provinsi Kalimantan Timur, Komda PN Provinsi Sumatera Selatan, Komda PN Provinsi Sumatera Barat, Komda PN Provinsi Jawa Timur, Komda PN Provinsi Jawa Tengah, Kom-da PN Provinsi Banten, Komda PN Kabupaten Palalawan, dan Komda PN Kabupaten Kampar. Peserta dibagi dalam lima kelom-pok sidang, yaitu (1) kelompok SDG tanaman, (2) kelompok

SDG perkebunan, (3) kelompok SDG ternak, (4) kelompok SDG ikan, dan (5) kelompok SDG hutan dan hidupan liar.

Pada hari ketiga, acara diisi dengan penanaman tanaman lang-ka dan spesifik daerah di Kebun Koleksi Balai Benih Induk-Dinas Tanaman Pangan Padang Marpo-yan. Dalam acara ini telah dita-nam secara simbolis 48 bibit ta-naman oleh wakil-wakil daerah dan Komda. Setelah penanaman pohon, kongres ditutup di Grand Ball Room Hotel Mutiara Merde-ka. Hasil rumusan Kongres Kedua Komda PN sebagai berikut:

1. Ketahanan pangan penting da-lam pemenuhan hak asasi ma-nusia, pembentukan SDM ber-kualitas, dan ketahanan eko-nomi/nasional. Untuk itu pe-merintah berkewajiban untuk menyelenggarakan pengatur-an, pembinaan pengendalian dan pengawasan, sedangkan

K

Warta Plasma Nutfah Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 14

masyarakat menyelenggarakan proses produksi dan berhak untuk memperoleh pangan.

2. Masalah utama dalam penca-paian ketahanan pangan adalah pertumbuhan permintaan pa-ngan (cukup, tepat waktu, ter-jangkau, dan beraneka ragam) jauh lebih tinggi daripada pe-nyediaan pangan. Di sisi lain, Indonesia kaya akan biodiver-sity yang berpengaruh terhadap kesuksesan pelestarian tanam-an pangan, karena itu perlu: mengembangkan sistem pro-duksi berbasis sumber daya, kelembagaan, melakukan kerja sama dan penelitian, serta me-lakukan inventarisasi, database dan konservasi.

3. Prinsip konservasi keanekara-gaman hayati mencakup tiga tingkat (ekosistem, jenis, dan genetik) dengan tiga pilar (per-lindungan, pengawasan, dan pemanfaatan secara lestari) yang diimplementasikan dalam dua program (ex situ dan in situ).

4. Pentingnya keanekaragaman hayati maka perlu disusun pro-fil keanekaragaman di masing-masing kabupaten/kota sehing-ga klaim daerah lain dapat di-hindari.

5. Salah satu strategi pemerintah untuk pelestarian SDG adalah melalui program IBSAP (me-ngembangkan konservasi ke-

ragaman hayati, membangun dan mengembangkan pranata kelembagaan dan kebijakan nasional maupun daerah serta upaya penegakan hukum, me-ningkatkan dekonsentrasi dan desentralisasi kewenangan pe-merintah dalam pengelolaan keragaman hayati.

6. Varietas lokal yang telah ada dan dibudidayakan secara tu-run menurun oleh petani, men-jadi milik masyarakat dan di-kuasai oleh negara. Pendaftar-an varietas lokal dilakukan oleh pemda kabupaten/pro-vinsi/pusat pada perlindungan varietas tanaman (PVT).

7. Potensi genetik varietas lokal: mampu mengatasi berbagai ce-kaman lingkungan, dan meme-nuhi kebutuhan masyarakat dan mendukung keragaman genetik tanaman.

8. Faktor penyebab erosi genetik meliputi pemuliaan sentralis-tik, fokus pada beberapa ko-moditi prioritas dan mengabai-kan keragaman genetik spesies non prioritas, pola konsumsi masyarakat yang seragam dan kerusakan lingkungan.

9. Komda di Indonesia telah ber-kembang dari 14 menjadi 19 pada tahun 2008, ke depan di-harapkan Komda terbentuk di setiap provinsi/kabupaten/kota. Untuk itu diharapkan Pemda dan stakeholder lainnya dapat

menginisiasi pendirian Komda bagi daerah yang belum ada, sedangkan bagi daerah yang sudah ada diharapkan Pemda mampu memfasilitasi kegiatan pelestarian plasma nuftah antara lain pendirian kebun koleksi dan kegiatan melaku-kan introduksi, eksplorasi, inventarisasi, konservasi, eva-luasi, dan pemanfaatan plasma nutfah serta membangun jeja-ring kerja antar Komda dan Komnas. Diharapkan semua stakeholder berperan aktif ter-laksananya kegiatan tersebut. Selain itu perlu mengkampa-nyekan/memperkenalkan plas-ma nuftah pada acara-acara di masing-masing daerah.

10. Disepakati penggunaan nama Komda Plasma Nuftah men-jadi Komda Sumber Daya Genetik. Lebih lanjut Kongres Nasional Komda Sumber Daya Genetik ke III akan di-laksanakan di Jawa Timur (ta-hun 2010).

11. Kegiatan seminar mengenai hasil kegiatan dan penelitian oleh Komda SDG diseleng-garakan setiap dua tahun se-kali. Masing-masing Komda diharapkan dapat mengang-garkan biaya untuk peserta dan pelaksanaan kegiatan ter-sebut.

Tim Perumus Komnas SDG

Apresiasi Pengelolaan Sumber Daya Genetik untuk Ketahanan Pangan

ersebaran sumber daya genetik terdapat di daerah-daerah, yang merupakan

kekayaan pemerintah daerah atau masyarakat daerah. Untuk itu, pengelolaan plasma nutfah pada

tingkat daerah harus diwujudkan. Implikasinya adalah perlu segera disiapkan elemen-elemen di daerah yang diperlukan dalam pengelolaan plasma nutfah, baik

perangkat keras maupun perang-kat lunak.

Dalam rangka meningkatkan pemahaman pengelolaan plasma nutfah untuk ketahanan pangan,

P

Warta Plasma Nutfah Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 15

Komnas SDG menyelenggarakan Apresiasi Pengelolaan Plasma Nutfah untuk Ketahanan Pangan di Badan Lingkungan Hidup (dahulu Bapedalda), Semarang, Jawa Tengah.

Apresiasi diselenggarakan pada tanggal 28 Juni 2008, di-hadiri oleh 70 orang peserta dari pengurus Komisi Daerah Plasma Nutfah Provinsi Jawa Tengah dan staf/pejabat Dinas/Instansi dari 35 Kabupaten atau Kota di Provinsi Jawa Tengah. Dinas atau Instansi yang hadir dalam Apresiasi ini antara lain Dinas Kehutanan, Badan Litbang Daerah, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Per-ikanan, Bappedalda, Perguruan Tinggi, BPTP, Balai Taman Nasional, BPSB, BKSDA, dan Pemerintah Daerah.

Acara dibuka oleh Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Jawa Tengah, Ir. Djoko Sutrisno. Dalam sambutannya,

Kepala BLH menyampaikan teri-ma kasih kepada Komisi Nasional Sumber Daya Genetik yang mem-berikan pencerahan tentang pe-ngelolaan SDG kepada anggota pengurus Komda dan pejabat daerah Provinsi Jawa Tengah.

Materi yang disampaikan se-lama apresiasi berlangsung, yaitu:

1. Strategi dan Kebijakan Penge-lolaan Keanekaragaman Hayati (Drs. Muslihudin, Kementerian Negara Lingkungan Hidup)

2. Sistem Pengelolaan Sumber Daya Genetik (Prof. (Riset) Dr. Subandriyo, Komnas SDG)

3. Strategi Pengelolaan Sumber Daya Genetik Ternak (Ir. Bambang Setiadi, MS, APU)

4. Strategi Pengelolaan Sumber Daya Genetik Ikan (Dr. Rudhy Gustiano, Komnas SDG)

5. Kebijakan Konservasi Sumber Daya Genetik Hutan dan Hidupan Liar dan Perkem-bangan Komda Sumber Daya Genetik dan Jejaring Kerjanya (Dr. Machmud Thohari, DEA, Komnas SDG)

6. Aplikasi Bioteknologi Dalam Pengelolaan Sumber Daya Genetik untuk Perbaikan Sifat Tanaman (Dr. M. Herman, Komnas SDG)

7. Perkembangan Pengelolaan Sumber Daya Genetik di Jawa Tengah (Prof. Ir. Bambang Sudaryanto, MS, BPTP Jawa Tengah)

Dengan diselenggarakan apresiasi ini, diharapkan peserta yang hadir dapat berperan aktif dalam pengelolaan sumber daya genetik di instansi maupun di lingkungan daerahnya.

Agus Nurhadi Komnas SDG

Diskusi Panel tentang Pengelolaan Sumber Daya Genetik

alam sistem pendidikan, upaya penyadaran ter-hadap masyarakat tentang

pentingnya suatu pengetahuan dapat dilakukan melalui kegiatan pengajaran di perguruan tinggi. Demikian pula dengan program sosialisasi tentang pentingnya SDG kepada para mahasiswa me-rupakan salah satu metode yang dapat memberikan pemahaman secara efektif terhadap makna dan pentingnya SDG. Pemahaman mengenai pentingnya keberadaan SDG dan keanekaragamannya akan membengkitkan dan men-dorong kepedulian berbagai pihak

untuk berperan serta mengelola SDG.

Berkaitan dengan hal terse-but, Komnas SDG menyeleng-garakan Diskusi Panel tentang Pe-ngelolaan Sumber Daya Genetik dengan para Widyaiswara Pusat Pemberdayaan dan Pengembang-an Pendidik dan Tenaga Kepen-didikan Pertanian (P4TK Pertani-an, VEDCA) yang dilaksanakan di Cianjur, Jawa Barat pada 8 Juli 2008. Diskusi dihadiri 63 peserta dari VEDCA yang terdiri dari akademisi Widyaiswara, para pejabat struktural dan beberapa orang mahasiswa.

Dalam Diskusi Panel ini, di-sampaikan lima materi dengan pembicara dari Komnas SDG, yaitu:

1. Pengelolaan Agrobiodiversity: Strategi Menuju Ketahanan Pangan yang Berkelanjutan (Ir. Bambang Setiadi, MS, APU)

2. Strategi Pengelolaan Sumber Daya Genetik Ikan (Dr. Rudhy Gustiano)

3. Kupercayakan Padamu Keber-lanjutan Sumber Daya Genetik Ternak (Ir. Bambang Setiadi, MS, APU)

D

Warta Plasma Nutfah Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 16

4. Aplikasi Bioteknologi dalam Pengelolaan Sumber Daya Genetik (Dr. M. Herman)

5. Kebijakan Konservasi Sumber Daya Genetik Hutan dan Hidupan Liar dan Pengelolaan Sumber Daya Genetik untuk Ketahanan Pangan (Dr. Machmud Thohari)

Dalam sambutan pembukaan Diskusi Panel, Ir. H. Pamudji, MM yang menjabat sebagai Kepala Bidang Program menyam-paikan terima kasih kepada Komnas SDG yang bersedia me-nyelenggarakan acara Diskusi Panel bagi akademisi VEDCA, khususnya para Widyaiswara. Beliau juga menghimbau agar secara berkala dapat dilakukan acara seperti ini, mengingat bah-

wa secara reguler VEDCA mem-berikan pelatihan kepada sekitar 90 orang guru sekolah kejuruan pertanian selama 18 hari (setiap angkatan), sedangkan di Indone-

sia ada 600 sekolah kejuruan per-tanian yang perlu diberikan pela-tihan.

Agus Nurhadi Komnas SDG

Rapat Pleno Komisi Nasional Sumber Daya Genetik Tahun 2008

ada hari Jumat, 31 Oktober 2008, Komisi Nasional Sumber Daya Genetik

(Komnas SDG) telah menyeleng-garakan rapat pleno pertama ta-hun 2008 di Jakarta, yang dihadiri oleh Pengarah dan Pelaksana Harian Komnas SDG.

Pada rapat pleno tersebut, Ketua Pelaksana Harian Komnas menyampaikan capaian Komnas SDG dari tahun 1976 sampai dengan 2008. Ketua Pelaksana Harian menceriterakan sejarah mulai terbentuknya Komnas ta-hun 1976, pergantian kepengurus-an, dan perubahan nama Komnas dari awal sampai tahun 2006 menjadi Komisi Nasional Sumber Daya Genetik dengan Surat

Keputusan Menteri Pertanian No. 734/Kpts/OT.140/12/2006. Ketua Pelaksana Harian juga menyam-paikan berbagai kegiatan yang te-lah dilaksanakan dan alokasi dana Komnas dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2008 serta rencana kegiatan tahun 2009.

Dalam pertemuan tersebut, Kepala Badan Litbang Pertanian, Dr. S. Gatot Irianto sebagai Ketua Pengarah Komnas SDG, me-nyampaikan perlunya dibentuk Pokja yang melakukan inventa-risasi kebun koleksi yang ada di berbagai daerah dan mengefisien-sikan pengelolaan SDG tanaman di kebun koleksi milik berbagai instansi seluruh Indonesia. Penge-lolaan diharapkan memanfaatkan

SDG dan SDM serta anggaran yang sudah dialokasikan di masing-masing instansi. Untuk itu, Ketua Pengarah menunjuk Ketua Pelaksana Harian Komnas SDG sebagai Ketua Pokja dengan anggota: Direktur Perbenihan Tanaman Pangan, Direktur Per-benihan Hortikultura, Direktur Perbenihan Perkebunan, Direktur Perbibitan Ditjen Peternakan, Kepala Pusat PVT, Kapuslit Biologi-LIPI, Asisten Deputi Keanekaragaman Hayati-KLH, Wakil dari Pusat Riset Perikanan Budidaya Air Tawar-DKP, Kapuslitbang Hutan dan Konser-vasi Alam, dan Direktur PHKA-Ditjen PHKA-DEPHUT.

Agus Nurhadi Komnas SDG

Gambar 1. Diskusi Panel tentang Pengelolaan Sumber Daya Genetik.

P

Warta Plasma Nutfah Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 17

Lokakarya Penyusunan National Report on Plant Genetic Resources

alam rangka penyusunan National Report on Plant Genetic Resources for

Food and Agriculture, pada hari Kamis, 20 November 2008, Komnas SDG yang didukung oleh Badan Penelitian dan Pengem-bangan Pertanian menyelenggara-kan Lokakarya Penyusunan National Report on Plant Genetic Resources. Lokakarya dihadiri oleh para pemangku kepentingan dari berbagai lembaga yang ber-kaitan dengan pengelolaan SDG Tanaman, antara lain dari Kemen-terian Negara Lingkungan Hidup, Departemen Kehutanan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Departemen Pertanian, Perguruan Tinggi, SEAMEO BIOTROP, dan Komda SDG (Jawa Timur dan Kalimantan Timur).

Plasma nutfah atau SDG ta-naman adalah materi genetik dari tanaman yang mempunyai nilai nyata atau potensial. SDG tanam-an merupakan kekayaan negara yang tidak ternilai harganya, ke-beradaannya tersebar di berbagai tempat, dan merupakan bahan da-sar yang penting untuk dimanfaat-kan dalam kegiatan pemuliaan un-tuk memperoleh varietas tanaman unggul baru. Sesuai dengan ke-sepakatan internasional dalam mengakses International Treaty on Plant Genetic Resources for Food and Agriculture (ITPGRFA) dalam Undang-Undang RI No. 4 Tahun 2006 tentang Sumber Daya Genetik Tanaman untuk Pangan dan Pertanian (SDGTPP), Indonesia berkewajiban ikut serta menyusun the State of the Worlds on Plant Genetic Resources for Food and Agriculture (SOW) di mana

National Report on Plant Genetic Resources for Food and Agricul-ture sebagai materi dan bagian dari SOW.

Para Pembicara undangan dalam lokakarya tersebut adalah:

1. Asisten Deputi Konservasi Ke-anekaragaman Hayati-Kemen-terian Negara Lingkungan Hi-dup: ”Status Keanekaragaman Sumber Daya Genetik Tanam-an di Indonesia”.

2. Direktur Konservasi Keaneka-ragaman Hayati-Direktorat Jenderal PHKA-Departemen Kehutanan: ”Status Pengelola-an in situ Sumber Daya Ge-netik Tanaman Hutan”.

3. Direktur Eksekutif Lembaga Riset Perkebunan Indonesia-Badan Litbang Pertanian: ”Status Pengelolaan ex situ Sumber Daya Genetik Tanam-an Perkebunan di Indonesia”.

4. Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanam-an-Badan Penelitian dan Pe-ngembangan Hutan: ”Status Pemanfaatan Sumber Daya Genetik Tanaman Hutan”.

5. Dr. Sugiono Moeljopawiro-Komnas SDG: ”Status Prog-ram Nasional, Pelatihan dan Legislasi mengenai Sumber Daya Genetik Tanaman”.

6. Kepala Bidang Kerja Sama-Badan Penelitian dan Pengem-bangan Pertanian: ”Status Ker-ja Sama Regional dan Interna-sional mengenai Sumber Daya Genetik Tanaman”.

7. Direktur Eksekutif Yayasan Keanekaragaman Hayati (KEHATI): ”Akses terhadap Sumber Daya Genetik Tanam-an dan Pembagian Keuntungan dari Hasil Pemanfaatannya dan Hak-hak Petani”.

D

Gambar 1. Lokakarya Penyusunan National Report on Plant Genetic Resources.

Warta Plasma Nutfah Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 18

Hasil rumusan Lokakarya sebagai berikut:

1. Meskipun RUU Pengelolaan SDG belum ditindaklanjuti un-tuk diundangkan, banyak ke-giatan yang telah dilakukan dalam rangka pelestarian dan pemanfaatan SDG Tanaman. Kegiatan yang terkait dengan keanekaragaman hayati telah diperoleh beberapa hasil antara lain: telah disusun database taman keanekaragaman hayati (spesies endemik/lokal Jawa Tengah); telah dibuat disain taman keanekaragaman hayati; terbangunnya jejaring kerja antara Pemda, masyarakat aka-demisi untuk mendukung upa-ya pembangunan dan pengem-bangan taman keanekaragaman hayati; dan telah dibangun suatu taman keanekaragaman hayati, dengan menanam dan memelihara jenis tumbuhan yang sesuai dengan kondisi lingkungan (spesies endemik Jawa Tengah).

2. Pengelolaan ex situ SDG ta-naman perkebunan di Indone-sia dilakukan pada tujuh jenis tanaman, yaitu kelapa sawit, karet, tebu, kopi, kakao, teh, dan kina. Dalam pengelolaan SDG tanaman perkebunan di-jumpai berbagai kendala.

a. Kelapa sawit. SDG kelapa sawit yang dimiliki Indone-sia saat ini tersebar di ber-bagai gene pool di beberapa lembaga riset dan produsen benih, seperti Pusat Peneli-tian Kelapa Sawit (PPKS), PT Socfin Indonesia, PT PP London Sumatra, PT Dami Mas Sejahtera, dan PT Asian Agri. Kendala dalam pengelolaan SDG kelapa sawit adalah keberadaan koleksi SDG di areal HGU PTPN IV menyebabkan

80% SDG yang dimiliki PPKS menjadi rawan ter-hadap erosi genetik; tidak adanya lembaga khusus yang memiliki kewenangan untuk pengelolaan SDG ke-lapa sawit nasional, sehing-ga kebijakan masing-ma-sing perusahaan dalam pe-lestarian SDG tidak me-mungkinkan keterlibatan pihak luar dalam meng-awasi keberadaan SDG ter-sebut, maka perlu dibentuk Pusat Pengelolaan SDG Kelapa Sawit (P3NKS) di bawah koordinasi Badan Litbang Pertanian.

b. Karet. Indonesia menerima SDG tanaman karet dari International Rubber Re-search and Development Board (IRRDB) 1981 seba-nyak 7.290 genotipe secara bertahap dari tahun 1984-1988; material IRRDB ter-sebut dikoleksi di Kebun Percobaan Balit Sungei Putih bersama 73 klon material asal Wickham. Sebagian besar SDG tanam-an karet IRRDB 1981 me-nunjukkan potensi hasil la-teks yang rendah; beberapa genotipe memiliki pertum-buhan yang sangat jagur dan dapat menghasilkan volume kayu bebas cabang antara 1-2,5 m3/pk; SDG material IRRDB terpilih di-manfaatkan dalam program pemuliaaan untuk mengha-silkan klon unggul pengha-sil lateks-kayu, dan dari ta-hun 1977-2001 menghasil-kan 30.000 persilangan.

c. Tebu. Meskipun pengelola-an tebu sudah dilakukan de-ngan baik misalnya koleksi dan pelestarian (secara in vitro dan dalam bentuk DNA genom), tetapi ada

beberapa kendala yang di-hadapi seperti: dana yang kurang memadai dan tidak berkesinambungan; banyak-nya eksploitasi kawasan hu-tan untuk pertambangan, in-dustri, jalan, dan penebang-an kayu akhir-akhir ini se-makin mengancam terjadi-nya erosi genetik di habitat asli yang mempersempit gene resources tebu di Indonesia; dan kurangnya SDM yang handal serta ter-batasnya fasilitas laborato-rium yang terkait dengan pengelolaan SDG.

d. Kopi dan kakao. Beberapa kendala yang dihadapi da-lam pengelolaan adalah gangguan serangan hama penyakit dan cekaman ke-keringan.

e. Teh. Pengelolaan yang di-lakukan antara lain dengan membuat dukumen data-base klon teh di Indonesia dan melakukan diskripsi 50 klon setiap tahun, sampai sekarang sudah 200 des-kripsi klon diselesaikan; materi seleksi pohon induk; ada 25 calon klon diman-faatkan untuk uji multiloka-si. Kendala yang dihadapi dalam pengelolaan tanaman teh antara lain: jumlah ta-naman setiap aksesi tidak sama, letak koleksi tersebar antar blok; tidak ada dana khusus untuk pemeliharaan; dan terancam erosi genetik karena program replanting.

f. Kina. Pengelolaan SDG ki-na telah dilakukan beberapa kegiatan antara lain: inven-tarisasi, koleksi dengan re-juvinasi, pembuatan bibit stek sambung, dan pena-naman kembali, serta peme-liharaan TBM (tanaman

Warta Plasma Nutfah Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 19

belum menghasilkan) untuk membangun tanaman ko-leksi baru; kebun koleksi di KP Gambung dibangun un-tuk menyelamatkan sumber genetik dan klon-klon ung-gul kina; KP Gambung me-miliki aksesi 473 klon (klon kina ledger 470 nomor dan kina succi 3 nomor); Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung bekerja sama de-ngan Balai Penelitian Bio-teknologi Perkebunan, Bo-gor mengembangkan teknik kultur jaringan dan micro-grafting yang memanfaat-kan eksplan klon-klon ung-gul dalam koleksi, untuk mempercepat penyediaan bibit kina dalam jumlah ba-nyak. Ada berbagai kendala dihadapi dalam pengelolaan kina antara lain: pengem-bangan usaha kina terus berkurang, sehingga kebun yang ada kurang terpeliha-ra dan tidak ada program replanting yang lumintu; kondisi tanaman kina ko-leksi KP Gambung rusak berat, minim pemeliharaan, dan banyak tanaman mati; kebun koleksi yang rusak telah menyebabkan hilang-nya aksesi sebanyak 220 klon sehingga pengelolaan SDG diprioritaskan kepada rehabilitasi untuk menyela-matkan aksesi dengan membuat bibit klon-klon dalam koleksi untuk dita-nam kembali; dan klon-klon kina unggul hasil pemuliaan belum dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas kebun.

3. Pengelolaan SDG tanaman hu-tan (SDGTH) dilakukan de-ngan berbagai kegiatan:

Pelestarian In situ: di 395 unit (22 juta ha) kawasan pelestari-an daratan, 100-300 ha peles-tarian SDG di areal HPH/ IUPHHK; pelestarian Ex situ: di 17 kebun raya dan arbore-tum di beberapa areal lembaga penelitian, universitas, BUMN/ BUMS kehutanan dengan 2 (dua) tujuan (praktek pelestari-an dan pemuliaan pohon); pe-netapan prioritas spesies yang dilestarikan (dihimpun dari berbagai instansi); dan reboisa-si dan Hutan Rakyat 5 juta Ha (GERHAN 2003-2009), pem-bangunan hutan tanaman (HTI dan HTR) 9 juta Ha (s/d 2014). Penetapan prioritas spesies SDHTH yang perlu dilestari-kan merupakan prioritas prog-ram; pengelolaan SDGTH per-lu didukung oleh multi-stakeholders dan peran serta masyarakat merupakan kunci keberhasilan program; dalam program pengelolaan SDGTH, fasilitasi pemerintah dibutuh-kan dalam penetapan pedo-man, bantuan teknik, dan sti-mulansi untuk mendorong pe-ran serta masyarakat; pengelo-laan SDGTH pada tingkat desa merupakan alternatif bentuk peran serta masyarakat dalam program tersebut; kebijakan ke depan SDGTH di Indonesia akan diarahkan pada kawasan hutan dan areal lahan yang ter-degradasi, dan pelestarian hu-tan alam yang tersisa. Peneliti-an dan pengembangan serta pertukaran informasi dibutuh-kan dalam domestikasi spesies, pemuliaan pohon dan pelesta-rian genetik; perlu penelitian tentang pengelolaan lingkung-an hutan tanaman khususnya tipe monokultur untuk penge-lolaan SDGTH secara berke-lanjutan. Kendala dalam pe-ngelolaan SDGTH antara lain: belum lengkapnya pengaturan

spesifik mengenai pengelolaan SDGTH; terbatasnya dana, fa-silitas, kualifikasi sumber daya manusia; kesadaran pentingnya pengelolaan SDGTH masih relatif rendah; dan mobilisasi alternatif pendanaan perlu kompetisi dengan program lain.

Dalam kaitannya dengan program nasional, pelatihan dan legislasi mengenai SDG tanaman, Indonesia telah mempunyai suatu lembaga yang terkait dengan pengelolaan SDG, yaitu Komisi Plasma Nutfah Nasional yang di-bentuk pada tahun 1976 dengan SK Menteri Pertanian No. 738/ Kpts/OP/11/1976. Komisi terse-but mengalami tiga kali perubah-an nama, yang akhirnya pada ta-hun 2006, dirubah menjadi Ko-misi Nasional Sumber Daya Ge-netik dengan Keputusan Menteri Pertanian No. 734/Kpts/OT.140/ 12/2006. Komnas SDG ikut ber-kiprah dalam penyusunan legisla-si mengenai SDG misalnya pe-nyusunan Undang-Undang (UU No. 29 tahun 2000 tentang PVT dan UU No. 4 tahun 2006 tentang aksesi PGRFA atau SDGTPP), Rancangan UU Pengelolaan SDG, PP No. 21 tahun 2005 tentang Keamanan Hayati, dan berbagai peraturan perundangan seperti Permentan No. 67 tahun 2006 ten-tang Pelestarian dan Pemanfatan SDG Tanaman. Selain itu Kom-nas SDG juga melakukan berba-gai kegiatan lain seperti penyadar-an publik (sosialisasi, apreasiasi, dan pelatihan), penyebaran infor-masi (publikasi dan web), dan mendorong pembentukan jejaring kerja (pembentukan Komda), ser-ta pengkajian dan pemberian re-komendasi pemasukan dan penge-luaran SDG tanaman.

Komnas SDG

Warta Plasma Nutfah Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 20

PUBLIKASI BARU

Buletin Plasma Nutfah Volume 14 Nomor 1 Tahun 2008

elah terakreditasi di P2MBI, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Buletin Plasma Nut-fah yang diterbitkan oleh Komisi Nasional

Sumber Daya Genetik, Badan Litbang Pertanian, merupakan barometer kinerja penelitian plasma nut-fah di Indonesia. Hingga akhir 2008, buletin ini telah memasuki tahun ke-14.

Pada nomor ini Buletin Plasma Nutfah terbit dengan tujuh artikel. Ika Roostika dan kawan-kawan dari BB-Biogen mengungkapkan hasil penelitian kriopreservasi Purwoceng, yang termasuk tanaman langka, de-ngan teknik enkapsulasi-vitrifi-kasi. Meski tingkat keberhasil-annya rendah, teknik ini masih dapat dikembangkan dengan memodifikasi perlakuan.

Sumarno dan Zuraida, masing-masing dari Puslitbang-tan dan BB-Biogen membahas berbagai aspek dalam pengelo-laan plasma nutfah secara ter-integrasi melalui pemuliaan ta-naman. Fungsi pengelolaan plasma nutfah, menurut mereka, antara lain adalah melestarikan sumber daya genetik guna mengantisipasi perubahan ras patogen dan biotipe baru se-rangga hama yang bersifat dina-mis dan cekaman abiotik seperti kekeringan dan keracunan hara.

Sri Wahyuni dan kawan-kawan dari Balittro mengung-kapkan hasil penelitian tentang keragaman produksi plasma nutfah pala di KP Cicurug. Hingga saat ini di KP Cicurug terdapat 372 pohon pala dari 33 tipe berdasarkan daerah asal koleksi. Dari semua koleksi hanya 37 nomor yang berproduksi secara kontinu dan tujuh di antaranya mampu memberi hasil secara kumulatif di atas 4.000 butir per pohon.

Untuk mengatasi erosi gen plasma nutfah kerabat mangga, Amik Krismawati dari BPTP Jawa Timur melakukan penelitian di Kalimantan Tengah. Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa karater buah antarspesies kerabat mangga sangat bervariasi. Hal ini penting artinya untuk digunakan sebagai bahan pemuliaan tanaman mangga.

Sudjijo dari Balitbu, Solok, Sumatera Barat, te-lah mengkarakterisasi beberapa aksesi pepaya intro-duksi. Dari kegiatan ini diketahui aksesi SR-03 me-

miliki ukuran buah yang ideal, rasa manis, kenyal, berproduksi sepanjang tahun, bobot buah 840 g, dan daging buah berwar-na jingga dengan ketebalasn le-bih dari 25 mm.

Karakteristik dan produk-tivitas ayam kedu hitam telah diteliti oleh Acmhad Gozali Nataamijaya dari BBP2TP. Ayam lokal ini berasal dari Desa Kedu, Temanggung, Jawa Tengah. Dari penelitian ini di-ketahui ayam kedu hitam memi-liki penampilan yang khas, pete-lur yang cukup produktif, dan dapat digunakan sebagai sumber daya genetik dalam pembentuk-an ayam petelur komersial.

Penelitian Siti Chotiah dari BB Veteriner bertujuan untuk mengetahui seroepidemologi in-feksi Bordetella bronchiseptica sebagai perangkat deteksi anti-

bodi pada babi. Hasil penelitian menunjukkan infeksi B. bronchiseptica telah tersebar di empat peternakan babi di dua kabupaten di Jawa Tengah dengan se-ropositif tertinggi (77,8%) pada kelompok babi ber-umur di atas 5 bulan.

Hermanto

T

Buletin Plasma Nutfah Volume 14 Nomor 1 Tahun 2008

● Karakterisasi dan Seleksi 139 Galur Kentang

● Peranan dan Dominasi Varietas Unggul Baru dalam Peningkatan Produksi Padi di Jawa Barat

● Ragam Karakter Morfologi Kulit Biji Beberapa Genotipe Plasma Nutfah Kedelai

● Analisis Stabilitas Hasil Ubi 27 Genotipe Bengkuang (Pachyrhizus erosus L. Urban) di Jatinangor Jawa Barat Berdasarkan Model AMMI

● Hasil Persilangan dan Pertumbuhan Beberapa Genotipe Salak

● Ekologi Pohon Kluwak/Pakem (Pangium edule Reinw.) di Taman Nasional Meru Betiri, Jawa Timur

● Perilaku Burung Beo Alor di Penangkaran Oilsonbai, Nusa Tenggara Timur