Upload
others
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
A. Macam-macam Observasi
Sebagai metode ilmiah, observasi biasa diartikan sebagai pengamatan dan
pencatatan dengan sistematis atas fenomena-feomena yang diteliti. Dalam arti luas
observasi sebenarnya tidak hanya terbatas kepada pengamatan yang dilakukan, baik
secara langsung maupun tidak langsung seperti questionnaire dan test. Sehubungan
dengan hal ini, pengamatan dapat diklasifikasikan atas pengamatan melalui cara
berperanserta dan yang tidak berperanserta. Marshall (1995) menyatakan bahwa,
“through observation, the researcher learn about behavior and the meaning
attached to those behavior”. Pernyataan tersebut mengandung arti bahwa melalui
observasi, peneliti belajar tentang perilaku dan makna dari perilaku tersebut.
Sutrisno Hadi (1986) juga mengemukakan bahwa observasi merupakan suatu
proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan
psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan
ingatan.
Saat peneliti kualitatif mendapatkan data dengan cara mengamati peserta,
tekanan dalam pengamatan tersebut adalah memahami lingkungan alam seperti
yang dijalani oleh peserta, tanpa mengubah atau memanipulasinya. Untuk
pertanyaan penelitian tertentu, observasi adalah pendekatan pengumpulan data
yang paling tepat dan efektif. Misalnya, jika Anda bertanya kepada guru bagaimana
mereka menangani disiplin di kelas mereka, Anda berisiko mengumpulkan
informasi yang biasa-mereka mungkin tidak mengingat semuanya, atau mereka
mungkin hanya memberi tahu Anda tentang strategi mereka yang paling sukses.
Namun lain halnya dengan mengamati kelas, Anda akan mendapatkan informasi
yang jauh lebih obyektif yang dapat dibandingkan dengan laporan sendiri dari
peserta penelitian. (Gay, Mills, & Airasian, 2012: 381-382).
Observasi atau pengamatan dalam penelitian kualitatif sangatlah berperan besar.
Hal tersebut dikarenakan pengamatan dapat mengoptimalkan kemampuan peneliti
dari segi motif, kepercayaan, perhatian, perilaku tak sadar, kebiasaan, dan
sebagainya; memungkinkan pengamat untuk melihat dunia sebagaimana dilihat
oleh subjek penelitian, hidup pada saat itu, menangkap arti fenomena dan
kehidupan budaya dari segi pandangan dan anutan para subjek pada keadaan waktu
itu; memungkinkan peneliti merasakan apa yang dirasakan dan dihayati oleh subjek
sehingga memungkinkan peneliti menjadi sumber data; serta pengamatan
1
memungkinkan membentuk pengetahuan yang diketahui bersama, baik dari
pihaknya maupun dari pihak subjek (Moleong, 2007: 175) .
Dari segi proses pelaksanaan pengumpulan data, observasi dapat dibedakan
menjadi participant observation dan non participant observation. Selanjutnya dari
segi instrumentasi yang digunakan, maka observasi dapat dibedakan menjadi
observasi terstruktur dan tidak terstruktur (Sugiyono, 2017: 204).
Dilihat dari segi pelaksanaan pengumpulan data, Sugiyono (2017: 204)
membedakan observasi menjadi:
1. Observasi Berperanserta (Participant observation)
Fraenkel, Wallen, & Hyun (2012: 446) mengungkapkan bahwa dalam
observasi partisipan, peneliti benar-benar berpartisipasi dalam situasi atau
pengaturan yang mereka amati. Di sisi lain, ketika seorang peneliti mengambil
peran sebagai peserta yang lengkap dalam sebuah kelompok, identitasnya tidak
diketahui oleh individu mana pun yang diamati. Peneliti berinteraksi dengan
anggota kelompok sealami mungkin dan trmasuk untuk semua maksud dan
tujuan (sejauh yang menyangkut mereka). Dengan demikian, seorang peneliti
mungkin mengatur untuk melayani selama setahun misalnya sebagai guru aktual
di kelas dalam kota dan melaksanakan semua tugas dan tanggung jawab yang
merupakan bagian dari peran itu, namun tidak mengungkapkan bahwa dia juga
seorang peneliti.
Sutrisno Hadi (2004) juga menjelaskan bahwa jenis observasi partisipan
umumnya digunakan orang untuk riset yang bersifat eksploratif. Untuk meneliti
satuan-satuan sosial yang besar seperti masyarakat suku bangsa kerap kali
diperlukan observasi partisipan. Suatu observasi dikatakan observasi partisipan
jika orang yang mengadakan observasi (observer) turut ambil bagian dalam peri
kehidupan orang atau orang-orang yang diobservasi (observees). Kata partisipan
mempunyai arti yang penuh jika observer betul-betul turut berpartisipasi, bukan
hanya pura-pura. Observasi dengan partisipasi pura-pura disebut quasi
participant observation. Observasi partisipan mula-mula dan terutama digunakan
dalam penelitian-penelitian anthropologi sosial. Teknik ini kemudian meluas
dan digunakan dalam penelitian-penelitian pada situasi-situasi sosial lainnya.
Situasi tersebut seperti cara hidup dan hubungan sosial dalam pabrik,
perusahaan, asrama, penjara, organisasi, dan lain sebagainya.
2
Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang
sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Sambil
melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh
sumber data, dan ikut merasakan suka dukanya. Dengan observasi partisipan ini,
maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui
pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak.
Dalam suatu perusahaan atau organisasi pemerintah misalnya, peneliti dapat
berperan sebagai karyawan, ia dapat mengamati bagaimana perilaku karyawan
dalam bekerja, bagaimana semangat kerjanya, bagaimana hubungan satu
karyawan dengan karyawan lain, hubungan karyawan dengan supervisor dan
pimpinan, keluhan dalam melaksanakan pekerjaan dan lain-lain.
Sedangkan Spradley dalam Sugiyono (2017: 312) membagi observasi
partisipatif menjadi empat seperti dibawah ini.
a. Partisipasi pasif (passive participation): means the research is present at
the scene of action but does not interact or participate. Jadi dalam haI ini
peneliti datang di tempat kegiatan orang yang diamati, tetapi tidak ikut
terlibat dalam kegiatan tersebut.
b. Partisipasi moderat (moderate participation): means that the researcher
maintains a balance between being insider and being outsider. Dalam
observasi ini terdapat keseimbangan antara peneliti manjadi orang dalam
dengan orang luar. Peneliti dalam mengumpulkan data ikut observasi
partisipatif dalam beberapa kegiatan, tetapi tidak semuanya.
c. Partisipasi aktif (active partisipation): means that the researcher
generally does what others in the setting do. Dalam observasi ini peneliti
ikut melakukan apa yang dilakukan oleh nara sumber, tetapi belum
sepenuhnya lengkap.
d. Partisipasi lengkap (complete participation): means the researcher is a
natural participant. This is the highest level of involvement. Dalam
melakukan pengumpulan data, peneliti sudah terlibat sepenuhnya
terhadap apa yang dilakukan sumber data. Jadi suasananya sudah
natural, peneliti tidak terlihat melakukan penelitian. Hal ini merupakan
3
keterlibatan peneliti yang tertinggi terhadap aktivitas kehidupan yang
diteliti.
2. Observasi Nonpartisipan
Kalau dalam observasi partisipan peneliti terlibat langsung dengan aktivitas
orang-orang yang sedang diamati, maka dalam observasi nonpartisipan peneliti
tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat independen. Misalnya dalam suatu
Tempat Pemungutan Suara (TPS), peneliti dapat mengamati bagaimana perilaku
masyarakat dalam hal mengunakan hak pilihnya, dalam interaksi dengan panitia
dan pemilih yang lain. Peneliti mencatat, menganalisis dan selanjutnya dapat
membuat kesimpulan tentang perilaku masyarakat dalam pemilihan umum.
Pengumpulan data dengan observasi nonpartisipan ini tidak akan mendapatkan
data yang mendalam, dan tidak sampai pada tingkat makna. Makna adalah nilai-
nilai di balik perilaku yang tampak, yang terucapkan dan yang tertulis.
Sedangkan jika dilihat dari segi instrumentasi yang digunakan,
Sugiyono (2017: 205) membedakan observasi menjadi:
1. Observasi Terstruktur
Observasi terstruktur adalah observasi yang telah dirancang secara
sistematis, tentang apa yang akan diamati, kapan dan di mana tempatnya. Jadi
observasi terstruktur dilakukan apabila peneliti telah tahu dengan pasti tentang
variabel apa yang akan diamati. Dalam melakukan pengamatan peneliti
menggunakan instrumen penelitian yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya.
Pedoman wawancara terstruktur, atau angket tertutup dapat juga digunakan
sebagai pedoman untuk melakukan observasi. Misalnya peneliti akan
rnelakukan pengukuran terhadap kinerja pegawai yang bertugas dalam
pelayanan IMB (Izin Mendirikan Bangunan), maka peneliti dapat menilai setiap
perilaku dan ucapan dengan menggunakan instrumen yang digunakan untuk
mengukur kinerja karyawan tersebut.
2. Observasi Tidak Terstruktur
Observasi tidak terstruktur adalah observasi yang tidak dipersiapkan secara
sistematis tentang apa yang akan diobservasi. Hal ini dilakukan karena peneliti
tidak tahu secara pasti tentang apa yang akan diamati. Dalam melakukan
pengamatan peneliti tidak menggunakan instrumen yang telah baku, tetapi
4
hanya berupa rambu- rambu pengamatan. Dalam suatu pameran produk industri
dari berbagai negara, peneliti belum tahu pasti apa yang akan diamati. Oleh
karena itu peneliti dapat melakukan pengamatan bebas, mencatat apa yang
tertarik, melakukan analisis dan kemudian dibuat kesimpulan
B. Tahap-tahap Observasi
Menurut Spradley (1980) dalam Sugiyono (2012: 69) tahapan observasi ada
tiga yaitu: 1) observasi deskriptif, 2) observasi terfokus, dan 3) observasi terseleksi.
Tahapan tersebut ditunjukkan seperti gambar 1.1 berikut ini :
Gambar 1.1 Tahap-tahap observasi
1. Observasi Deskriptif
Observasi deskriptif dilakukan peneliti pada saat memasuki situasi sosial
tertentu sebagai obyek penelitian. Pada tahap ini peneliti belum membawa
masalah yang akan diteliti, maka peneliti melakukan penjelajahan umum,
dan menyeluruh, melakukan deskripsi terhadap semua yang dilihat,
didengar, dan dirasakan. Semua data direkam, oleh karena itu, hasil dari
observasi ini disimpulkan dalam keadaan yang belum tertata. Observasi
tahap ini sering disebut grand tour observation, dan peneliti menghasilkan
kesimpulan pertama. Bila dilihat dari segi analisis maka peneliti melakukan
analisis domain, sehingga mampu mendeskripsikan terhadap semua yang
ditemui. (Sugiyono, 2012: 69-70)
5
Menurut Rosady Ruslan (2008: 38), observasi deskriptif adalah
berkaitan erat dengan pertanyaan-pertanyaan deskriptif, untuk mengarahkan
pada pada pengamatan di lapangan, sebagai contoh pertanyaan secara
deskriptif adalah sebagai berikut.
a. Apa yang peneliti kerjakan ketika berada di ruangan sidang pengadilan?
b. Bagaimana bentuk dan ukuran ruang pengadilan tersebut?
c. Apa yang dilakukan oleh pihak hakim, jaksa, pembela/dan tertuduh pada
hari sidang pertama di pengadilan pidana tersebut?
d. Apa saja yang dikatakan oleh pengunjung yang hadir dalam sidang
tersebut?
Artinya, peneliti tidak selalu mencatat peristiwa atau informasi secara
rinci dan cukup garis besarnya sesuai dengan tema pembahasan dari
observasi deskriptif yang dilakukan tersebut. Penelitian melalui observasi
deskriptif itu merupakan respon dari pertanyaan-pertanyaan deskriptif yang
diajukan, meliputi informasi tertentu, tindakan apa, dan apa yang dipikirkan
atau bagaimana yang dirasakan oleh peneliti.
TAHAP
DESKRIPSI
Memasuki situasi
sosial: ada tempat,
aktor, aktivitas.
TAHAP
REDUKSI
Menentukan Fokus:
memilih di antara yang
telah dideskripsikan
TAHAP
SELEKSI
Mengurai fokus:
menjadi komponen
yang lebih rinci.
2. Observasi Terfokus
Pada tahap ini peneliti sudah melakukan mini tour observation, yaitu
suatu observasi yang telah dipersempit untuk difokuskan pada aspek
tertentu. Observasi ini juga dinamakan observasi terfokus karena pada tahap
ini peneliti melakukan analisis taksonomi sehingga dapat menemukan fokus.
Pada gambar 1.1 ditunjukkan bahwa peneliti dapat memfokuskan pada
domain “huruf besar”, “huruf kecil”, dan “angka”, namun masih belum
terstruktur. Bila dilihat dari analisis data, maka pada tahap ini peneliti telah
melakukan analisis taksonomi, yang selanjutnya menghasilkan kesimpulan
2. (Sugiyono, 2015)
6
1 2 3
Apabila peneliti telah menemukan fokus tentang penelitiannya, maka
observasi terfokus tersebut berdasarkan atas pertanyaan-pertanyaan
struktural yang memiliki hubungan semantik dengan domain tertentu,
conthnya sebagai berikut. (Rosady Ruslan, 2008: 39)
Domain Pertanyaan Struktural
a. Tahapan-tahapan
penelitian
Apa saja tahapan dalam penelitian?
b. Macam-macam saksi Siapa saja macam-macam saksi dalam
sidang?
c. Alasan ganti pekerjaan Apa yang menjadi alasan ganti
pekerjaan?
d. Cara berkomunikasi
efektif
Bagaimana cara berkomunikasi yang
efektif?
3. Observasi Terseleksi
Pada tahap observasi ini, peneliti telah menguraikan fokus yang
ditemukan sehingga datanya lebih rinci. Dengan melakukan analisis
kompensial terhadap fokus, maka pada tahap ini peneliti telah menentukan
karakteristik, kontras-kontras/perbedaaan dan kesamaan antar kategori, serta
menemukan antara satu kategri dengan kategori lain. Pada tahap ini
diharapkan peneliti telah dapat menemukan pemahaman yang mendalam
atau hipotesis. Menurut Spradley, observasi terseleksi ini masih dinamakan
mini tour observation.
Sedangkan menurut Haris Herdiansyah (2015: 150) ada langkah-lagkah
yang harus dilakukan ketika melakukan observasi. Setiap langkah tersebut
memiliki persiapan-persiapan yang harus dipenuhi dan saling terkait antara
satu langkah dengan langkah yang lainnya. Langkah-langkah tersebut adalah
sebagai berikut.
1. Memilih lokasi observasi yang tepat, yang memugkinkan peneliti dapat
memahami central phenomena dengan optimal, dan dapat memperoleh data
dengan jelas ketika melakukan observasi pada lokasi tersebut. Dalam
memilih lokasi observasi ini, jika diperlukan hal teknis maupun proses
perizinan tertentu dalam penggunaan tempat yang akan dilakukan untuk
7
observasi, sebaiknya diselesaikan terlebih dahulu pada awal sebelum
observasi dilakukan.
2. Lakukan observasi sederhana sebelumnya dengan melakukan observasi
kancah. Peneliti masuk ke lokasi penelitian di mana observasi akan
dilakukan. Lakukan perkenalan, membina rapport dengan orang-orang yang
ada di lokasi tersebut, dan gali data umum sebanyak mungkin tanpa
menimbulkan kecurigaan dengan orang-orang yang ada di sekitar lokasi.
3. Tentukan siapa subjek yang akan diobservasi, kapan observasi akan
dilakukan, dan berapa lama observasi akan dilakukan. Setelah rapport terbina
dengan baik terhadap orang-orang yang beradapada lingkungan tersebut,
peneliti pada tahapini sudah dapat menentukan atau memilih subjek yang
akan diobservasi serta kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi selama
observasi berlangsung.
4. Menentukan peran observer dalam observasi yang akan dilakukan. Setelah
tahap ketiga selesai dilakukan, maka peneliti sudah dapat memprediksi
kemungkinan-kemungkinan, kelebihan dan kekurangan dari observasi yang
akan dilakukan. Hal tersebut dapat dijadikan landasan dalam mnentukan
peran observer dalam observasi yang akan dilakukan.
5. Lakukan observasi berkali-kali untuk mengetahui secara lebih komprehensif
perilaku dan lokasi yang diobservasi. Hampir bisa dipastikan, tidak ada
observasi yang cukup hanya dilakukan satu kali. Perlu pengulangan observasi
agar memperoleh validitas dan reliabilitas hasil observasi yang didapat.
6. Buatlah fieldnotes dari setiap perilaku yang diobservasi, kemudian lakukan
analisis untuk mencari keterkaitan antara perilaku satu dengan perilaku
lainnya. Pembuatan fieldnotes dilakukan setiap kali melakukan observasi.
Dari beberapa fieldnotes yang dihasilkan, akan dapat ditarik benang merah
yang dapat menggambarkan keterkaitan antara perilaku satu dengan perilaku
lainnya.
7. Berikan peta gambaran apa saja yang diobservasi, kemudian lakukan
penggabungan antara perilaku, lingkungan, dan informasi lainnya agar dapat
diperoleh gambaran secara lebih komprehensif terhadap elemen-elemen
observasi.
8. Lakukan pencatatan descriptive fieldnotes dan reflective fieldnotes.
8
9. Dalam peran observer nonpartisipan, lakukan perkenalan dengan subjek yang
akan diobservasi tetapi peneliti jangan terlihat aktif dan interaktif agar
kehadirannya tidak terlalu menjadi sesuatu yang dipresepsi oleh subjek yang
sedang melakukan sesuatu.
10. Setelah melakukan observasi, jangan pergi begitu saja meninggalkan lokasi
observasi. Secara etika, boleh jadi kita sudah banyak dibantu oleh orang
yang ada di sekitar lokasi penelitian. Selayaknya, izin untuk pamit dan
mengucapkan terima kasih kepada orang-orang yang telah membantu proses
observasi yang kita lakukan.
C. Objek Observasi
Objek observasi adalah perilaku yang tampak, yang sengaja dimunculkan
(terencana) dan memiliki tujuan tertentu. (Herdiansyah, 2013: 136). Sedangkan
menurut Sugiyono (2012: 68) objek penelitian dalam penelitian kualitatif yang
diobservasi dinamakan situasi sosial, yang terdiri dari tiga komponen yaitu place
(tempat), actor (pelaku), dan activities (aktivitas).
1. Place, atau tempat di mana interaksi dalam situasi sosial sedang
berlangsung.
2. Actor, pelaku atau orang-orang yang sedang memainkan peran tertentu.
3. Activity, kegiatan yang dilakukan oleh aktor dalam situasi sosial yang
sedang berlangsung.
Tiga elemen utama tersebut dapat diperluas sehingga apa yang kita amati
adalah:
1. Space: the physical place, yaitu ruang dalam aspek fisiknya.
2. Actor: the people involve, yaitu semua orang yang terlibat dalam situasi
sosial.
3. Activity: a set of related acts people do, yaitu seperangkat kegiatan yang
dilakukan orang.
4. Object: the physical things that are present, yaitu benda-benda yang
terdapat di tempat itu.
5. Act: single actions that people do, yaitu perbuatan atau tindakan-tindakan
tertentu.
6. Event: a set of related activities that people carry out, yaitu rangkaian
aktivitas yang dikerjakan orang-orang.
7. Time: the sequencing that takes place over time, yaitu urutan kegiatan.
9
8. Goal: the things people are trying to approach, yaitu tujuan yang ingin
dicapai orang-orang.
9. Feeling: the emotion felt and expressed, yaitu emosi yang dirasakan dan
diekspresikan oleh orang-orang.
Dalam melakukan pengamatan, kita dapat menentukan pola sendiri, berdasarkan
pola di atas. Misalnya akan melakukan pengamatan terhadap situasi sosial bidang
pendidikan, maka place-nya adalah lingkungan fisik sekolah, actor-nya adalah para
guru, kepala sekolah, murid, dan orang-orang yang ada di lingkungan dengan
segala karakteristiknya, activity-nya adalah kegiatan belajar mengajar, pelaksanaan
manajemen sekolah, komunikasi sekolah dengan lingkungan dan lain-lain.
(Sugiyono, 2012: 69)
Selain itu, ada beberapa syarat perilaku yang dapat diobservasi menurut
Herdiansyah (2013: 136-138), antara lain:
a. Dapat dilihat
Umumnya perilaku yang diobservasi adalah perilaku yang dapat
dilihat dan diamati. Pengamatan dapat dilihat berdasarkan frekuensinya
(seberapa banyak/ sering perilaku tersebut muncul), berdasarkan
penyebab perilakunya, berdasarkan durasinya (seberapa lama perilaku
dilakukan).
b. Dapat didengar
Walaupun perilaku tersebut tidak dapat terlihat langsung oleh
mata, namun jika masih dapat didengar, maka dapat diobservasi. Tidak
dapat terlihat langsung oleh mata bukan berarti tidak dapat diobservasi.
Indra pendengaran dapat dijadikan sarana dalam melakukan observasi.
c. Dapat dihitung
Selain dapat dilihat dan dapat didengar, sesuatu yang dapat dihitung
juga dapat dijadikan objek observasi. Hal ini biasanya terkait dengan
kuantitas dari sebuah perilaku yang muncul di mana kuantitas akan
mempengaruhi intrepetasi dari perilaku yang diamati. Misalnya saja,
mengobservasi perilaku menguap seorang mahasiswa di kelas. Frekuensi
kemunculan perilaku menguap tersebut dijadikan dasar intrepetasi
mengapa perilaku itu muncul, faktor apa yang menyebabkan perilaku
10
tersebut muncul, dan bagaimana mencegah agar perilaku tersebut tidak
muncul atau setidaknya berkurang.
d. Dapat diukur
Perilaku yang dapat diukur juga dapat dijadikan objek observasi.
Atribut yang diukur menjadi dasar yang menentukan interpretasi dari
sesuatu yang diobservasi.
Dari keempat syarat perilaku tersebut, sebuah perilaku yang diobservasi
dapat saja meliputi keempat syaratnya, dua syarat, atau hanya satu syarat. Yang
terpenting adalah bagaimana operasionalisasi perilaku dapat disesuaikan dengan apa
yang hendak dijadikan objek untuk observasi. Perlu berhati-hati dalam menentukan
objek mana yang pantas mendapat perhatian Anda dan jumlah waktu yang akan
Anda curahkan (Yin, 2011: 148)
Sedangkan menurut Yunus, (2010: 377-381) objek kajian dalam observasi
dibedakan menjadi dua yaitu (1) manusia (human beings) dan (2) non manusia (non
human beings). Pembagian ini dikemukakan terkait dengan kemampuan komunikasi
objek dengan pengamat dan kemampuan komunikasi inilah yang menentukan tipe
observasi yang berbeda.
a. Objek kajian manusia
Manusia sebagai objek menampilkan sebagai kajian yang sangat khas,
karena manusia mempunyai indra yang berbeda dengan makhluk hidup
lainnya. Indra yang dimiliki manusia mampu memunculkan berbagai
tanggapan tertentu menenai sesuatu hal dan dapat mengakibatkan
munculnya perilaku tertentu. Hal ini akan dirasakan oleh pengamat yang
melakukan observasi mengenai manusia sebagai objek kajiannya.
b. Objek kajian bukan manusia
Objek kajian bukan manusia dapat dibedakan menjadi: (1) makhluk
hidup (binatang dan tumbuhan), (2) bukan makhluk hidup bersifat alami
(danau, sungai, tanah, lapisan geologi, formasi lapisan kerak bumi, proses
dan struktur geomorfologi, sedimentasi dan masih banyak lainnya), dan (3)
bukan makhluk hidup bersifat artifisial (kota, desa, rumah, jaringan jalan,
kompleks permukiman, pelabuhan, bandar udara, tambak, sawah dll). Objek
kajian bukan manusia ini tidak dapat diteliti dengan metode observasi
11
partisipasi baik parsial maupun total. Khusus mengenai objek kajian
binatang, suatu observasi harus benar-benar dilakukan dengan sangat cermat
agar kehadiran peneliti benar-benar tidak diketahui oleh binatang yang
bersangkutan.
Ratna, (2010: 220) mengemukakan bahwa observasi melibatkan tiga objek
sekaligus, yaitu: (1) lokasi tempat penelitian berlangsung, (2) para pelaku dengan
peran-peran tertentu, dan (3) aktivitas para pelaku yang dijadikan sebagai objek
penelitian. Suatu penelitian dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan lokasi
penelitian kemudian diikuti dengan proses, sebagai alur penelitian dengan
melibatkan para pelaku dengan berbagai tindakannya. Dengan luasnya lapangan
maka observasi harus dibatasi, sebagai fokus pengamatan, sehingga hanya
peristiwa yang diperlukanlah yang dijadikan sebagai objek.
D. Strategi Melakukan Observasi
1. Strategi yang Perlu Diperhatikan
Agar memperoleh informasi yang maksimal dalam mengimplementasikan
observasi partisipatif, seorang peneliti kadang perlu menerapkan beberapa
strategi penting, yaitu :
a. Melakukan koordinasi secara intensif agar semua tim guru-penilai bisa
mengambil data dari aspek yang berbeda dan tetap mengacu kepada fokus
penelitian.
b. Menempatkan diri sebagai orang luar berpikir netral yang belum mengetahui
banyak tentang responden, bersedia menerima informasi, dan penuh minat
terhadap sesuatu kegiatan yang berkaitan dengan responden.
c. Menempatkan diri pada tempatnya dan memilih situasi yang tepat, agar dapat
mengumpulkan data yang relevan. Pada posisi ini, peneliti dianjurkan untuk
dapat berada pada tempat tertentu dengan tugas yang berbeda-beda.
d. Para peneliti mengajukan pertanyaan sedemikian rupa, sehingga
memungkinkan responden yang diteliti menceritakan apa yang ada di pikiran
mereka.
e. Peneliti hendaknya mencatat secara lengkap semua fenomena yang substantive
dan relevan, agar dapat mengambarkan secara menyeluruh terhadap perisitiwa
yang muncul.
12
f. Memperhatikan fokus penelitian, kegiatan apa yang harus diamati apakah yang
umum atau yang khusus. Kegiatan umum yang harus di observasi berarti
segala sesuatu yang terjadi di lapangan. Sedangkan observasi kegiatan khusus,
hanya memfokuskan keadaan khusus atau pada kegiatan tertentu.
g. Menentukan kriteria yang diobservasi, dengan terlebih dahulu mendiskusikan
ukuran-ukuran apa yang digunakan dalam pengamatan. Secara cermat, ukuran-
ukuran baik, sedang, lemah, efisien, tidak efisien, dan lain ukuran yang dipakai
dalam pertimbangan observasi dibicarakan terlebih dahulu, dan kemudian
disetujui. Hal ini akan menghindarkan kesalahpahaman antara para mitra
peneliti. Kriteria observasi ini selanjutnya akan menjadi penentu apakah
pengumpulan datapenelitian mengikuti standar tersebut, atau tidak
(Wiriaatmadja, 2006: 105).
h. Membangun hubungan antara observer dengan observees.
Yang pertama yaitu dengan key person atau tokoh kunci. Tokoh
tersebut mempunyai pengaruh yang besar baik terhadap sikap maupun tingkah
laku anggota masyarakat. Dia dapat dengan mudah mempengaruhi pandangan
anggota-anggota kelompoknya. Oleh sebab itu, approach terhadap tokoh –
tokoh itu untuk mencegah timbulnya kecurigaan dalam penelitian. Yang kedua
yaitu dengan Good rapport, yaitu hubungan antarpribadi yang ditandai oleh
kerjasama, saling mempercayai, saling teggang rasa, dan saling membantu.
i. Memberikan alasan tentang kehadirannya sehingga dapat dimengerti dan
diterima oleh anggota masyarakat yang bersangkutan. Dalam hal ini baik jika
tugas menerangkan alasan kehadiran diserahkan kepada orang-orang yang
mempunyai prestise dan wewenang dalam masyarakat (Sutrisno Hadi, 2004:
162-163)
j. Dalam mengamati obyek yang kompleks, observer harus menyediakan waktu
yang cukup agar dapat diamati dari berbagai segi secara berulang-ulang.
k. Memperbanyak observer agar dapat mengamati obyeknya dari segala segi dan
mengintegrasikan hasilnya masing-masing untuk memperoleh gambaran
keseluruhan tentang obyek yang diselidiki.
l. Memperbanyak obyek yang diobservasi bilamana waktunya terbatas agar
semua segi dapat diamati.
13
m. Mengurangi penggunaan ingatan dalam pencatatan data (Hadari Nawawi,
2005: 110).
2. Berbagai Alat Pengumpulan Data
Ada beberapa alat yang bisa digunakan dalam pengumpulan teknik
observasi. Berikut alat-alat tersebut.
a. Proformas
Merupakan alat analisi data yang erat kaitannya dengan teknik obsrevasi.
Para guru-peneliti memisahkan aspek deskriptif hasil observasi dengan aspek
reflektif. Dengan cara ini, peneliti akan dapat lebih terfokus. Hal ini dapat
dilakukan dengan citra sederhana melalui penggunaan proforms atau grid,
yang di dalamnya terdiri atas tabel kegiatan dengan topik yang memisahkan
tujuan observasi objektif dengan observasi subjektif. Proforms lebih
menguntungkan dibanding dengan jurnal atau buku harian. Proforms dapat
dibuat lebih cepat, tidak memerlukan kesan pendahuluan. Selain itu,
proforms lebih mudah di-traced (telusur) kembali dengan melihat pertanyaan
penelitian yang ingin dieksplorasi informasinya atas dasar kegiatan harian
yang terjadi dalam setting penelitian.
Berikut ini contoh proformas yang bisa dilakukan.
Topik : ………….
Tanggal Pertanyaan/isu
yang diangkat
Tindakan yang
diambil
Refleksi/komentar
1/7/2006 Bagaimana
mengatasi
permasalahan
ketika guru
bercerita, siswa
juga bercakap-
cakap sendiri?
Guru banyak
menerangkan
secara teori
dengan acuan
buku pegangan.
Guru perlu
mengurangi aspek
teori, dengan
memperbanyak
contoh yang
berasal dari sekitar
siswa.
Bagaimana guru
mengajukan
Guru
mengajukan
Guru kurang
member
14
pertanyaan yang
memotivasi
siswa untuk
menjawab?
pertanyaan
tertentu kepada
siswa. Siswa
melihat ke
seluruh siswa;
siswa yang siap
diberi
pertanyaan.
kesempatan kepada
siswa untuk
menjawab
pertanyaan. Siswa
yang tidak siap
diberi pertanyaan,
akibatnya siswa
tidak bisa
menjawab dengan
baik.
b. Data Foto
Gambar foto dalam penelitian tindakan kelas dapat digunakan untuk
menangkap aspek situasi visual kelas. Foto mampu membawa gambaran
secara nyata dalam dua dimensi. Bila film yang digunakan telah
menggunakan film berwarna, foto bisa membawa situasi subjek dengan
warna yang sesuai keadaanya. Foto juga dapat diperbesar atau diperkecil
sesuai dengan kebutuhan. Di samping itu, karena objek atau subjek yang
diperlukan dipaparkan dalam kertas, maka foto mudah disimpan, digunakan
dalam proses belajar-mengajar, maupun sebagai materi dokumentasi
penelitian. Kelemahan foto, peneliti tidak bisa mengambil gambar secara
berlanjut. Sebaiknya, para guru-peneliti perlu merencanakan, guna memilih
penggalan peristiwa penting dan relevan dalam mendukung data yang diteliti.
Beberapa aspek penting yang dapat diambil dari penggunaan foto dalam
setting kelas, antara lain:
1) Situasi ketika para siswa baru mengerjakan pekerjaan atau tugas di kelas.
2) Situasi ketika guru tidak secara langsung berhadap dengan para siswa.
3) Skema kerja ruang kelas.
4) Bentuk organisasi sosial dalam kelas, termasuk di dalamnya ketika siswa
bekerja secara individual, dan dalam kelompok kecil bertatap muka
dengan guru.
15
5) Posisi guru ketika berdiskusi dengan siswa, termasuk apakah mereka
duduk dalam level yang sama, guru duduk dalam kursi, atau tempat yang
lebih tinggi dari siswa.
Cara lain untuk memperoleh informasi yang komprehensif dengan foto,
para guru-peneliti perlu mengambil peristiwa sebanyak-banyaknya.
c. Audio dan Video Recorder
Audio dan Video Recorder (AVR) merupakan alat pendukung
pengumpulan data menggunakan teknik observasi. Berkat kemajuan
teknologi informasi, alat yang semula terpisah antara audio dan video
recording, sekarang dapat menjadi satu alat yang langsung digunakan dalam
audio-video recording. Alat ini dapat menangkap interaksi tindakan dan
ucapan yang muncul di tempat penelitian, sehingga kelemahan dalam
pengambilan gambar foto dapat diatasi.
Bila digunakan di kelas, alat pencatat data ini merupakan sumber
informasi yang berharga dalam bentuk dokumentasi perilaku interaksi secara
berkelanjutan. Dengan AVR ini juga dapat diputar ulang, sehingga peristiwa
yang semula tidak jelas dalam proses belajar mengajar bisa diulang kembali,
sehingga menjadi lebih jelas. Alat audio dan video recording ini dapat
digunakan untuk merekam semua proses belajar-mengajar maupun sebagian.
Dengan kemampuan diputar kembali dan dikurangi kecepatannya, maka
komponen kegiatan dapat dilihat kembali secara perlahan-lahan. Sehingga
elemen-elemen gerakan dapat diamati dengan teliti. Dari pengamatan
tersebut, para guru-peneliti perlu membuat transkip kegiatan yang dapat
digunakan sebagai materi utama laporan penelitian. Yang perlu diperhatikan
ketika menggunakan alat pengumpul data ini, karena mereka termasuk alat
observasi maka penggunaannya perlu dilakukan secara professional, agar
tidak merusak setting kelas yang alami (Sukaridi, 2013: 117-120).
E. Pedoman Pengamatan
Dasar yang menjadi acuan dalam membuat pedoman observasi adalah tujuan
penelitian. Tujuan penelitian menjadi tujuan akhir dari penelitian yang dilakukan
dan observasi merupakan tools dalam mendapatkan data untuk mencapai tujuan
tersebut. Segala perilaku yang diobservasi tujuannya adalah untuk mendukung
16
tercapainya tujuan penelitian sehingga apa yang diobservasi pun mengacu kepada
tujuan penelitian.(Herdiansyah, 2015: 155)
Setelah tujuan penelitian dirumuskan, berikutnya adalah melihat pertanyaan
penelitian. Observasi harus mengacu kepada pertanyaan penilitian. Panduan
(guideline) observasi yang merupakan turunan dari pertanyaan penelitian yang
lebih bersifat mikro dan spesifik hanya pada aspek atau dimensi teoretis yang dapat
diobservasi saja. Pada mana observasi dibuat berdasarkan dimensi teoretis dari
central phenomenon. Mungkin semua dimensi teoretis dari variabel dapat diungkap
melalui wawancara, tetapi tidak semua dimensi dapat diungkap melalui observasi.
Hanya dimensi teoretis yang berbentuk perilaku konkret yang dapat dilihat,
didengar, dihitung, dan diukur saja yang dapat diobservasi. Menurut Herdiansyah
(2015) menyebutkan beberapa alur dalam merumuskan pedoman observasi sebagai
berikut.
1. Tujuan penelitian
Merupakan tujuan akhir dari penelitian yang dilakukan
2. Pertanyaan penelitian
Merupakan turunan dari tujuaan penelitian yang sudah bersifat operasional
3. Dimensi teoretis
Berisi dimensi-dimensi dari variabel yang diteliti yang akan dipilah dalam
membuat pdoman observasi berdasarkan syarat perilaku observasi
4. Pedoman observasi
Berasal dari dimensi-dimensi yang telah dipilih berdasarkan dimensi teoretis
variabel yang diteliti
Untuk lebih lanjut memberikan gambaran mengenai pedoman observasi,
Herdiansyah (2015) memberikan contoh dimensi teoretis dari sebuah variabel
psikologis yaitu Psychological well-being. Psychological well-being mengacu pada
teori Psychological well-being yang dikemukakan Carol Ryff, seorang pakar
psikologi yang melahirkan teori Psychological well-being. Dalam teorinya tersebut
(dalam Synder & Lopez, 2002) mengemukakan enam dimensi dari Psychological
well-being, yaitu:
1. Penerimaan diri
Dimensi ini menekankan pada kemampuan individu dalam menerima diri apa
adanya terhadap kelebihan dan kekurangan yang dimiliki. Dengan kemampuan
17
tersebut memungkingkan seorang individu untuk bersikap positif terhadap diri
sendiri dan kehidupan yang dijalani.
2. Hubungan positif dengan orang lain
Dimensi ini menekankan mengenai kemampuan individu dalam memiliki
hubungan yang hangat, kemampuan membina hubungan baik yang dilandasi
rasa saling percay dan juga mampu mencintai orang lain dalam suatu hubungan.
3. Otonomi
Dimensi ini menekankan pada kemandiriaan individu, kemampuan untuk
menjadi dan menentukan diri sendiri serta kemampuan untuk mengatur tingkah
laku atsa kontrol dirinya.
4. Tujuan hidup
Dimensi ini menekankan pada kemampuan individu untuk memiliki dan
mencapai tujuan, maksud, dan arah dalam kehidupaan.
5. Pertumbuhaan pribadi
Dimensi ini menekankan pada kemampan individu untuk mengembangkan
potensi dalam diri dan berkembang sebagai seorang manusia.
6. Penguasaan lingkungan
Dimensi ini menekankan pada kemampuan individu untuk mengatur dan
memilih lingkungan yang sesuai untuk mencapai tujuan hidupnya.
Berdasarkan kemampuan dimensi Psychological well-being di atas, dapat kita
temukan dimensi mana saja yang dapat dilakukan observasi yang dilihat dari
definisi masing-masing dimensi tersebut. Yang dijadikan patokan dalam memilih
dimensi adalah syarat perilaku yang dapat diobservasi yaitu dimensi yang dapat
dilihat dalam bentuk perilaku/ dapat didengar/ dapat dihitung/ dapat diukur.
Dari keenam dimensi tersebut, maka yang dapat diobservasi adalah; hubungan
positif dengan orang lain(dilihat dari bagaimana seorang melakukan komunikasi
yang positif, memiliki banyak teman baik, mudah berinteraksi dengan orang lain,
dan lain sebagainya), otonomi (dilihat dari bagaimana seorang melakukan segala
hal secara mandiri dan tidak dibantu oleh orang lain), dan penguasaan lingkungan
(dilihat dari bagaimana seorang memilih lingkungan pergaulan yang sesuai dengan
18
dirinya). Ketiga dimensi lainnya tidak dapat diobservasi karena bersifat covert atau
tidak dapat dilihat melalui perilaku konkret. (Herdiansyah, 2015: 158)
Dari ketiga dimensi yang dapat diobservasi menurut Herdiansyah tersebut,
kemudian dilakukan analisis dan seintesis terhadap definisi dari tiap-tiap dimensi
yang selanjutnya diturunkan menjadi bentuk perilaku-perilaku yang dimuculkan
oleh subjek penelitian. Pencatatan dari perilaku yang muncul, disesuaikan dengan
model observasi yang digunakan. Berdasarkan dimensi-dimensi Psychological
well-being yang telah dipilah untuk observasi, berikut ini diberikan contoh dari
panduan observasi.
19
.
20
Panduan Observasi
Observer : Alfikalia
Subjek observasi : SNT
Lokasi observasi :
1. Rumah subjek di Jalan Merdeka
Selatan, Surabaya
2. Sekolah subjek di Jalan
Perjuangan, Surabaya
3. Panti sosial tempat subjek
beraktivitas, di Jalan Bunga,
Surabaya
Waktu observasi : Januari- Maret 2012, dengan waktu
observasi tiga kali dalam satu minggu
Model observasi : Behavorial checklist
Variabel observasi : Psychological well-being
Dimensi observasi :
1. Hubungan positif dengan orang
lain
Dilihat dari bagaimana seorang
melakukan komunikasi yang
positif, memiliki banyak teman
baik, mudah berinteraksi dan lain
sebagainya.
2. Otonomi
Dilihat dari bagaimana seorang
melakukan segala hal secara
mandiri dan tidak dibantu oleh
orang lain.
3. Penguasaan lingkungan
Dilihat dari bagaimana seorang
memilih lingkungan pergaulan
yang sesuai dengan dirinya
Usman & Akbar (2006: 55) memberikan petunjuk-petunjuk untuk mengadakan
observasi. Beberapa petunjuk untuk mengadakan observasi adalah: (1) pelajari dulu
apa observasi itu, (2) pelajari tujuan penelitian, (3) buat cara mencatat yang
sistematis, (4) batasi tingkat kategori yang dipakai, (5) lakukan observasi secara
cermat dan kritis, (6) catat masing-masing gejala secara terpisah menurut
kategorinya, (7) periksa alat bantuannya, (8) waktu yang tersedia, (9) hubungan
dengan pihak yang diobservasi (observee), dan (10) intensitas dan ektensi
partisipasi.
Sukandarrumidi (2004: 71) juga memberikan petunjuk untuk mengadakan
observasi, yaitu:
1. Kuasai pengetahuan apa yang akan diobservasi
2. Selidiki tujuan umum dan tujuan khusus untuk menentukan apa yang harus
diobservasi
3. Buat suatu cara untuk mencatat hasil observasi (dalam bentuk check list, daftar
ataupun bentuk yang lain)
4. Adakan dan batasi dengan tegas, macam tingkat kategori yang akan digunakan
(misalnya dengan skor)
5. Lakukan observasi secermatnya dan bersifat kritis
6. Lakukan pencatatan setiap gejala secara terpisah
7. Apabila mempergunakan alat pencatat atau perekam yang lain periksa, cermati
dan kuasai bagaimana pengoperasiannya sebelum melakukan observasi
Petunjuk yang disebutkan Sukandarrumidi diatas juga dijelaskan oleh Hadi
(1990) seperti berikut:
1. Peroleh dahulu pengetahuan apa yang akan diobservasi. Penyelidik akan dapat
mengobservasi dan mengingat-ingat lebih banyak sifat-sifat khusus dari sesuatu
jika dia telah mempunyai pengetahuan lebih dahulu tentang apa yang akan
diobservasi dan jenis fenomen-fenomen apa yang perlu diobservasi.
21
2. Selidiki tujuan-tujuan umum maupun khusus dari problem-problem research
untuk menentukan apa yang harus diobservasi. Perumusan masalah dan aspek-
aspek khusus dari penyelidikan akan menentukan apa yang harus diobservasi.
Selidiki secara mendalam dan gunakan penyelidikan-penyelidikan yang
terdahulu yang mempunyai hubungan dengan problematik research yang akan
dilakukan untuk memperoleh petunjuk-petunjuk tentang apa yang harus
diobservasi dan dicatat.
3. Buatlah suatu cara untuk mencatat hasil-hasil observasi. Adalah penting sekali
untuk menetapkan lebih dahulu simbol-simbol statistik atau rumusan-rumusan
deskriptif yang akan digunakan untuk mencatat hasil-hasil observasi. Cara ini
akan menghemat waktu dan menyeragamkan tata kerja observasi yang
dilakukan terhadap banyak peristiwa. Banyak orang merasa perlu mencatat-catat
hasil observasi, tetapi tidak berhasil untuk melakukan itu karena ketiadaan cara
pencatatan yang efisien. Untuk melaksanakan itu umumnya digunakan check
lists. Check lists akan menghemat waktu pencatatan sampai minimal dan jika
dibuat secara teliti unsur-unsur khusus dari gejala yang akan diselidiki.
4. Adakan dan batasi dengan tegas macam-macam tingkat kategori yang akan
digunakan. Kecuali mencatat jumlah frekuensi dari suatu jenis tingkah laku,
kerap kali perlu sekali penyelidik mengetahui besar-kecilnya jenis tingkah laku
yang muncul. Jika dapat dibuat tabel dua jalan, penyelidik akan dapat mencatat
lebih banyak data daripada tidak. Tiap-tiap tingkatan gejala perlu dibatasi secara
terang. Ini menjadi sangat penting jika pengumpulan data harus dilakukan lebih
dari seorang.
5. Adakan observasi secermat-cermatnya dan sekritik-kritiknya. Dengan cara-cara
mencatat yang sudah disederhanakan penyelidik dapat mengkonsentrasikan
observasinya pada sifat-sifat khusus sejak permulaan. Dengan begitu ia akan
mendapatkan data yang lebih dapat dipercaya daripada jika ia mengadakan
observasi-observasi secara tidak teratur dan tergesa-gesa.
6. Catatlah tiap-tiap gejala secara terpisah. Dalam mencatat segi-segi kuantitatif
dari gejala yang diselidiki, penyelidik perlu mencatat secara terpisah gejala demi
gejala. Tidak jarang penyelidik dalam mencatat suatu gejala dipengaruhi oleh
pencatatannya pada gejala lain. Misalnya saja jika seorang observer melihat
subyek yang diselidiki berpakaian sangat rapi dan berkelakuan sangat sopan,
kerapkali dia terpengaruh oleh keadaan-keadaan itu dalam mencatat gejala lain
22
lagi, misalnya kecakapannya dalam melakukan tugas-tugas memeriksai angka-
angka. Itulah yang disebut “carry over effects” yang umum mengotori
pencatatan-pencatatan pada observasi.
7. Ketahui baik-baik alat-alat pencatatan dan tata caranya menctat sebelum
melakukan observasi. Baik alat pencatatan dibuat sendiri, apalagi yang diperoleh
ahli lain, kiranya perlu sekali orang melatih diri lebih dahulu bagaimana
menggunakan secara tangkas alat itu. Hal ini khususnya sangat penting jika
penyelidikan dijalankan bersama-sama dengan orang lain dan alat pencatatan
yang digunakan adalah sama, sedang hasil penyelidikan akan dipadukan.
Kegagalan satu dua orang pengamat saja mungkin sekali akan mengecewakan
team penyelidik, dan yang kurang bahayanya adalah penyelidikan menjadi
kurang reliabel dan otentik.
23
Daftar Pustaka
Fraenkel, J. R., Wallen, N. E., & Hyun, H. H. (2012). How to Design and Evaluate
Research in Education (Eighth Edition). New York: McGraw-Hill.
Gay, L. R., Mills, G. E., & Airasian, P. (2012). Educational Research: Competencies
for Analysis and Applications (Tenth Edition). New Jersey: Pearson Education.
Hadi, S. (1990). Metodologi Research Jilid II. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan
Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Hadi, S. (2004). Metodologi Research.Yogyakarta: ANDI
Herdiansyah, H. (2015). Wawancara, Observasi, dan Focus Groups:Sebagai Instrumen
Penggakian Data Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Marshall, Catherine, Gretchen B Rossman. (1995). Designing Qualitative Research
(Second Edition). London: Sage Publications, International Eduvational and
Professional Publisher
Moleong, Lexy. J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Nawawi, Hadari. (2005). Metode Penelitian bidang sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Ratna, Kutha Nyoman. 2010. Metodologi Penelitian: Kajian Budaya dan
Ilmu Sosial Humaniora pada Umumnya. Yogyakarta: Pustaka Belajar
Ruslan, Rosady. (2008). Metode Penelitian: Public Relations & Komunikasi. Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada.
Sugiyono. (2012). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D). Bandung: Alfabeta
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta
Sukandarrumidi. (2004). Metodologi Penelitian: Petunjuk Praktis untuk Peneliti
Pemula. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
24
Sukardi. (2013). Metode Penelitian Pendidikan Tindakan Kelas: Impelementasi dan
Pengembangannya. Jakarta : PT Bumi Aksara
Usman, H., & Akbar, P. S. (2006). Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Wiriaatmadja, Rochiati.2006. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Yin, K. Robert. 2011. Qualitative Research from Start to Finish. New York: The
Guildford Press
Yunus, Sabari Hadi. 2010. Metodologi Penelitian Wilayah Kontemporer.
Yogyakarta: Pustaka Belajar
25