55
PENGELOLAAN SUMBER ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

 · Web viewUsaha-usaha tersebut di atas terutama diarahkan kepada peningkatan pendapatan petani dan nelayan miskin di daerah-daerah kritis melalui perbaikan dan peningkatan produktivitas

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

PENGELOLAAN SUMBER ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

B A B II

PE1NGELOLAAN SUMBER ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

A. PENDAHULUAN

Pelaksanaan pembangunan yang hakekatnya berarti mengolah dan memanfaatkan sumber alam dan lingkungan hidup, juga mencakup kegiatan-kegiatan yang dimaksudkan untuk mencegah kemerosotan mutu lingkungan hidup dan kelestarian sumber alam Dimasa-masa lampau masalah kerusakan sumber alam dan kemerosotan lingkung-an hidup telah terjadi dan bahaya kerusakan dan kemerosotan ling-kungan hidup itu dimasa mendatang akan tetap ada. Dalam rangka inilah maka dalam Repelita III juga dipersiapkan program-program di bidang pengelolaan sumber alam dan lingkungan hidup.

Pengelolaan sumber alam dan lingkungan hidup bertujuan men-jaga produktivitas sumber alam tanah, hutan, air dan lautan dan sebanyak mungkin mencegah kemerosotan lingkungan hidup. Sesuai dengan tujuan yang harus dicapai maka usaha-usaha dalam bidang ini meliputi pengawetan tanah dan sumber air dalam areal produksi pertanian, reklamasi tanah kritis, pencegahan perusakan pesisir dan pencegahan perusakan hutan. Agar dapat berhasil dalam mencapai tujuannya usaha-usaha tersebut perlu ditingkatkan dan dikembang-kan melalui pola pembangunan masyarakat yang menyeluruh, yang antara lain berarti bahwa, di samping memperhitungkan masalah-masalah phisik teknis dan ekonomi, dalam melaksanakan usaha-usaha tersebut perlu pula memperhitungkan masalah-masalah sosial budaya yang ada dan yang mungkin timbal.

Usaha-usaha tersebut di atas terutama diarahkan kepada pening-katan pendapatan petani dan nelayan miskin di daerah-daerah kritis melalui perbaikan dan peningkatan produktivitas tanah garapan dan perairan yang menjadi sumber mata pencaharian mereka. Di samping itu usaha-usaha pengelolaan sumber alam dan lingkungan hidup

97

tersebut di atas juga bertujuan mengamankan dan melindungi tempat-tempat pemukiman dan hasil-hasil pembangunan terhadap bencana banjir, kekeringan dan pelumpuran, serta untuk meningkatkan daya dukung lingkungan perairan agar semakin mampu mendukung usaha-usaha pembangunan selanjutnya.

Dalam rangka Pengelolaan Sumber Alam dan Lingkungan Hidup dalam Repelita III diberikan prioritas utama pada tiga program, yaitu : (1) Program Penyelamatan Hutan, Tanah dan Air; (2) Pro-gram Pembinaan Sumber Alam dan Lingkungan Hidup; dan (3) Pro-gram Pengembangan Meteorologi dan Geofisika.

Pengelolaan sumber alam dan lingkungan hidup perlu ditunjang dengan perangkat hukum yang memadai serta aparatur pengelola -an sumber alam dan lingkungan hidup yang mantap, agar kegiat -an-kegiatannya mempunyai landasan hukum yang mantap dan efektif. Dalam hubungan ini, maka dewasa ini sedang diper -siapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang akan mengatur ketentuan-ketentuan pokok tentang masalah lingkungan hidup yang bersifat menyeluruh. Di bidang perlindungan dan pelestarian sumber daya alam dewasa ini juga sedang dipersiapkan RUU yang akan mengatur perlindungan dan pelestarian sumberdaya alam hayati. RUU yang terakhir ini merupakan pembaharuan terhadap perundang-undangan di bidang perlindungan alam yang ada yang sungguh-sungguh sudah sangat ketinggalan. Selanjutnya dewasa ini sedang dipersiapkan pula Rancangan Peraturan Pemerintah tentang perlindungan hutan yang akan merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-undang No. 5 Tahun 1967 tentang ketentuan-ketentuan pokok kehutanan dan peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah perikanan. Di bidang pengairan telah dipersiapkan Rancangan Peraturan Peme-rintah tentang Pengendalian Pencemaran Air, Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Tata Air dan Rancangan Tata Pengaturan Sungai yang semuanya merupakan peraturan pelaksanaan dari pada Undang-undang No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan. Di bidang perindustrian sedang dipersiapkan peraturan-peraturan perundang-undangan tentang ketentuan-ketentuan pokok perindustrian dan pencegahan serta pe-nanggulangan pencemaran lingkungan oleh industri dan kawasan

98

industri. Sedangkan di bidang kesehatan sedang dipersiapkan peraturan perundang-undangan tentang hygiene dan sanitasi. Selain itu dewasa ini sedang dipersiapkan pula peraturan perundang-undangan tentang tataguna tanah, tataguna ruang dan tata ruang kota.

B. KEBIJAKSANAAN DAN LANGKAH-LANGKAH

1. Penyelamatan Hutan, Tanah dan AirProgram Penyelamatan Hutan, Tanah dan Air meliputi kelompok

kegiatan yang terutama bertujuan secara langsung mengamankan daerah produksi pertanian, daerah pemukiman yang padat dan jalur-jalur pengangkutan terhadap gangguan bencana banjir, serta peng-amanan sungai yang menjadi sumber air untuk irigasi. Kelompok kegiatan utama dalam program tersebut ialah penghijauan dan reboi-sasi serta pengaturan dan pengamanan sungai.

Penghijauan merupakan kegiatan penanaman tanaman tahunan, pembuatan teras, Bendung penangkal erosi dan sebagainya di areal yang bukan kawasan hutan negara yang bertujuan untuk mencegah kemerosotan tanah dan air. Sedangkan reboisasi adalah kegiatan yang sama dan bertujuan sama pula dengan penghijauan tetapi kegiatan utamanya adalah penanaman tanaman tahunan yang dilaksanakan di kawasan hutan.

Sejak akhir Repelita II kegiatan penghijauan dan reboisasi semakin meningkat. Meningkatnya kedua kegiatan tersebut antara lain merupakan hasil dari semakin ditingkatkannya pengadaan tenaga teknis dan kegiatan-kegiatan latihan untuk menambah ketrampilan mereka.

Secara umum pengaturan dan pengamanan sungai mencakup kegiatan pengaturan, perbaikan dan pengamanan sungai untuk me-mungkinkan terlaksananya pengendalian banjir, pengembangan wilayah dan pengamanan terhadap bencana alam serta penanggulangannya. Pengaturan sungai terutama meliputi penggalian untuk meniadakan hambatan yang terdapat di sungai, pelurusan aliran, sudetan, perlin-dungan dan perkuatan tebing, pembuatan bendungan sungai, pembuat-an tanggul, pembuatan saluran banjir dan pembuatan pintu-pintu banjir.

99

Dalam Repelita III Program Penyelamatan Hutan, Tanah dan Air diperkirakan akan mencapai sasaran seluas ± 770.000 Ha.

2. Pembinaan Sumber Alam dan Lingkungan HidupProgram ini terdiri dari kelompok kegiatan-kegiatan pemetaan

dasar, inventarisasi dan evaluasi sumber alam, pelestarian alam dan lingkungan hidup, pengembangan sumberdaya dan penanggulangan pencemaran air serta pengkajian dan penanganan masalah lingkungan hidup.

Peta dasar adalah sarana kerja utama dalam pemanfaatan sumber alam. Sarana tersebut merupakan kerangka referensi bagi penyusunan atlas sumber daya nasional yang berperan sebagai gambaran kekayaan alam nasional.

Agar bangsa kita dapat memanfaatkan sumber alam yang ada sesuai dengan asas kelestarian maka bangsa kita perlu memiliki penge-tahuan yang memadai tentang potensi sumber alam tersebut. Di sam-ping itu bangsa kita juga perlu dapat mengembangkan pola peman-faatan, yang kecuali dapat memberikan hasil yang optimal, juga sesuai dengan kemampuan pemulihan sumber alam yang bersangkutan. Dalam rangka memperoleh pengetahuan yang memadai dan dapat mengem-bangkan pola pemanfaatan tersebut maka telah dilaksanakan inventari-sasi dan evaluasi sumber-sumber alam yang ada. Selanjutnya telah dilakukan pula pembuatan sarana kerja pengelolaan dan pemanfaatan sumber alam, pengembangan areal-areal untuk perlindungan ling-kungan dan pelestarian sumberdaya serta pengkajian cara dan pola perlakuan pengelolaan dan pemanfaatan sumber slam yang sesuai dengan asas kelestarian.

Agar usaha inventarisasi dan evaluasi sumber alam dapat dilak-sanakan dengan lancar, cepat dan berhasil guna maka dilaksanakan juga kegiatan-kegiatan penunjang yang antara lain meliputi :a. penyelenggaraan sistem informasi topografi,b. penunjangan terhadap studi masalah gempa,c. penyelenggaraan sistem informasi dan dokumentasi potret dan

peta,d. penyediaan sarana penginderaan jauh, termasuk potret udara,

100

e. penunjangan terhadap usaha monitoring perkembangan tataguna tanah, hama, identifikasi dan inventarisasi vegetasi dan lain-lain,

f. penyelenggaraan sistem informasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup.Selain untuk kepentingan produksi dan perlindungan hidroorologis

areal-areal tertentu juga ditetapkan sebagai kawasan perlindungan dan pelestarian alam untuk kepentingan pelestarian sumberdaya genetis flora dan fauna, ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Sejak Repelita II penunjukan sesuatu wilayah sebagai kawasan perlindungan dan peles-tarian alam dilakukan terutama dengan pendekatan ekosistem. Pen-dekatan ini dilaksanakan dalam bentuk pengembangan sistem taman nasional. Dengan pengembangan sistem taman nasional tersebut wilayah-wilayah yang bersangkutan dapat pula dikembangkan sebagai wilayah wisata alam.

Dalam rangka pengelolaan sumber alam hutan, pengukuhan hutan oleh instansi yang berwenang sangat penting artinya. Dengan adanya pengukuhan itu maka secara resmi status areal yang bersangkutan memperoleh kepastian hukum. Setelah ada pengukuhan serupa itu maka kegiatan penataan batas dapat dilaksanakan.

Air permukaan merupakan sumber air yang terbesar bagi ke-hidupan manusia. Demikian lah maka penanganan masalah air per-mukaan mendapat prioritas utama. Pengelolaan air permukaan di-laksanakan dalam satuan daerah aliran sungai atau DAS. Suatu daerah aliran sungai merupakan, satuan fisik paling tepat untuk pe-rencanaan pengembangan sumber daya air.

Dalam penggunaan air permukaan dari sungai-sungai terdapat tiga masalah yaitu debit, kualita, dan maksud penggunaan. Pena-nganan debit dan kualita secara menyeluruh dilaksanakan dalam bentuk kegiatan-kegiatan pengelolaan dan pengembangan daerah aliran sungai.

Sebagai akibat adanya kegiatan-kegiatan dan hal-hal lain dalam suatu daerah aliran sungai timbullah, sehubungan dengan masalah kualita, masalah pencemaran. Pemakai air di bagian hilir daerah aliran sungai merupakan bagian masyarakat terbanyak dalam daerah ter-sebut, sehingga masalah pencemaran air, terutama di bagian hilir

101

DAS, sangat dirasakan pengaruhnya oleh sebagian besar masyarakat. Air minum masyarakat di banyak kota berasal dari air sungai se-hingga pencemarannya mempunyai pengaruh yang luas.

Sehubungan dengan timbulnya masalah pencemaran tersebut maka telah dilaksanakan berbagai studi tentang berbagai kasus pencemaran air sungai, misalnya di Kali Garang, Semarang, Kali Surabaya, Kali Madiun dan anak-anak sungainya, Sungai Kapuas, sungai-sungai di Jakarta dan Denpasar; studi tentang cara dan pola penanggulangan buangan industri di perairan sungai; studi tentang pengaruh peng-gunaan pestisida dalam pertanian terhadap kualita air sungai; dan studi tentang pengaruh pencemaran air terhadap kehidupan biota air. Dalam rangka pengkajian dan penanganan masalah yang ber-talian dengan usaha untuk meningkatkan kemampuan pengendalian dan pengelolaan sumber alam dan lingkungan hidup telah dibangun Pusat Studi Lingkungan di daerah-daerah.

Adanya pembangunan di berbagai-bagai daerah yang pesat perlu pula disertai langkah-langkah yang cermat untuk menjaga dan mem-pertahankan mutu lingkungan hidup di daerah-daerah, sehingga dengan demikian kesehatan masyarakat, kelestarian kehidupan dan kelangsung-an pembangunan di masa depan tetap dapat terjamin. Oleh karena itu untuk mempersiapkan diri terhadap hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian hari, maka telah dilakukan kegiatan penilaian terhadap mutu lingkungan hidup di wilayah-wilayah, baik wilayah perkotaan, wilayah pedesaan, wilayah pedalaman maupun wilayah pantai. Di samping itu telah dilakukan pula usaha pencegahan pencemaran industri dalam industri tekstil, industri minyak dan gas, industri semen, industri pertambangan dan lain-lain. Tam-bahan pula pengendalian penggunaan pestisida juga ditingkatkan. Selanjutnya analisa dampak lingkungan, atau ANDAL, yaitu studi yang bertujuan untuk memahami dampak dari suatu kegiatan pembangunan terhadap lingkungannya, baik dalam arti fisik, kimiawi, biologis, maupun sosial budaya telah mulai dipersiapkan dan dicobakan terhadap beberapa kegiatan pembangunan. Dengan penerapan ANDAL diharapkan pencemaran lingkungan oleh sesuatu kegiatan pembangunan dalam suatu sektor akan dapat diatasi sedini mungkin.

102

Berbagai-bagai usaha meningkatkan kesadaran masyarakat dalam hal penanggulangan pencemaran lingkungan telah dilaksanakan, antara lain dengan ceramah, percontohan dan pendidikan, yang antara lain diselenggarakan melalui organisasi pramuka, organisasi pemuda pencinta clam, pemuda mesjid, pesantren, organisasi wanita, dan organisasi para pengusaha.

3. Meteorologi dan GeofisikaPembangunan meteorologi dan geofisika bertujuan meningkatkan

mutu jasa dan mengembangkan macam jasa yang dapat memenuhi kebutuhan sektor-sektor lain sebagai pemakai jasa. Akhir-akhir ini pelayanan jasa meteorologi dan geofisika yang menunjang sektor di luar sektor Perhubungan dan Pariwisata semakin dikembangkan. Guna meningkatkan daya hasil pelayanan itu telah diadakan kerja-sama dengan instansi-instansi lain, misalnya dengan PLN dalam pembangunan PLTU Surabaya, dengan PN Tambang Timah Bangka/ Beliton dalam kegiatan penambangan timah lepas pantai, dan dengan Pemerintah DKI Jakarta dalam menghadapi pencemaran udara, dan lain sebagainya.

C. HASIL-HASIL KEBIJAKSANAAN YANG TELAH DICAPAI

1. Penyelamatan Hutan, Tanah dan AirUsaha penyelamatan hutan, tanah dan air melalui kegiatan peng-

hijauan dan reboisasi tiap tahun meningkat. Meskipun demikian rea-lisasi baik penghijauan maupun reboisasi belum menunjukkan adanya perkembangan yang mantap.

1.1. Penghijauan.Penghijauan dalam tahun 1978/79 dilaksanakan di 19 propinsi

yang meliputi 143 kabupaten, 1.001 kecamatan dan 33 daerah aliran sungai (DAS). Realisasinya di setiap propinsi rata-rata mencapai 87% dari rencana; hampir di semua propinsi mencapai lebih dari 60%: Hanya propinsi Jambi yang mencapai jauh di bawah rata-rata.

Kegiatan penghijauan dalam tahun 1978/79 ditambah dengan satu jenis kegiatan baru, yaitu pembuatan "check dam", yang diperlu-kan dalam rangka usaha pengawetan tanah, penampungan lumpur

103

dan penampungan air pada musim hujan. Di camping itu, dalam rangka usaha menanggulangi bahaya kebakaran yang sering timbul dan merusakkan hasil penghijauan dan reboisasi maka telah dilak-sanakan juga kegiatan pembuatan tanaman dengan sistem jalur pe-nyekat di areal alang-alang. Sistem ini juga diterapkan dalam reboi-sasi di Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat.

Kegiatan penghijauan dalam tahun 1979/80 dilaksanakan di 20 propinsi dan meliputi 145 kabupaten, 1.099 kecamatan dan 34 DAS. Realisasinya di setiap propinsi rata-rata mencapai 82%, dari rencana. Umumnya mencapai lebih dari 50%. Tetapi di 5 propinsi, terdiri atas 2 propinsi di Sumatera, 2 propinsi di Kalimantan dan 1 propinsi di Sulawesi, realisasinya kurang dari 50%. Pada tahun itu pembuatan check dam ditingkatkan menjadi 37 buah.

Realisasi penghijauan yang dicapai dalam tahun 1979/80 menun-jukkan penurunan sedikit. Penurunan tingkat realisasi yang dicapai antara lain disebabkan belum sempurnanya sistem pengelolaan proyek, kurangnya partisipasi rakyat, kegagalan dalam pengadaan bibit dan gangguan iklim.

Kegiatan penghijauan dalam tahun 1980/81 dilaksanakan di 21 propinsi dan meliputi 158 kabupaten, 1.178 kecamatan dan 35 DAS. Realisasi penghijauan dalam tahun 1980/81 sampai dengan 31 Maret 1981 baru mencapai 67%. Kegiatan dalam tahun ini lebih dititik-beratkan kepada pembuatan check dam, petak percontohan (demplot), hutan rakyat dan pembuatan saluran pembuangan air (SPA) yang manfaatnya semuanya diharapkan dapat dirasakan lebih cepat.

Secara keseluruhan penghijauan yang telah direalisasikan selama tahun-tahun 1978/79 — 1980/81, sebagai tampak dalam Tabel II - 1, meliputi areal seluas 599,14 ribu ha; 480,92 ribu ha dan 426,94 ribu ha.

Mengingat hasil-hasil yang dapat dicapai dari kegiatan penghijau-an sejak tahun-tahun 1978/79 -1979/80, yang rata-rata sekitar 44,5%, maka dalam kegiatan penghijauan tahun 1980/81 telah diambil lang-kah-langkah baru yang hasilnya diharapkan dapat dinikmati masyara-kat secara lebih cepat, sedangkan pengawasannyapun mudah. Langkah baru itu antara lain terdiri atas pembuatan petak percontohan pertani-an terpadu dan pencegahan erosi serta pembuatan hutan rakyat. Mulai

104

tahun 1980/81 jails bibit tanaman yang lebih disukai masyarakat dan sesuai dengan keadaan ekologis ditambah jumlahnya. Selanjutnya pem-buatan pesemaian untuk tahun tanam berikutnya juga diperbaiki. Di samping itu pembuatan check dam juga sangat ditingkatkan. Sebagai tampak dari Tabel I1-2, pembuatan check dam dalam tahun 1978/79 dan 1979/80 ;masing-masing hanya meliputi 10 dan 37 buah. Dalam tahun 1980/81 check dam yang dibangun berjumlah 238 buah, lebih dari 6 kali jumlah tahun 1979/80.

Dengan diambilnya langkah-langkah barn tersebut, ditambah lagi dengan langkah-langkah perbaikan yang lain, seperti peningkatan ke-sungguhan para pimpinan pelaksana proyek dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan penghijauan dan reboisasi me-lalui penyuluhan yang terus menerus, diharapkan manfaat kegiatan-kegiatan penghijauan sungguh-sungguh akan dapat dinikmati masyara-kat secara lebih cepat.

Dalam rangka penghijauan adanya petugas-petugas yang memadai, baik dalam jumlah maupun ketrampilan serta jiwa pengabdiannya, merupakan kebutuhan yang terpenuhi atau tidaknya akan sangat me-nentukan berhasil atau tidaknya usaha ini. Demikian lah maka sejak tahun pertama kegiatan penghijauan telah dilaksanakan usaha-usaha untuk memenuhi kebutuhan tersebut dengan jalan menyelenggarakan latihan-latihan baik 1di bidang penanaman maupun di bidang pembibit-an. Sampai dengan tahun 1980/81 jumlah petugas lapangan mencapai 4.458 orang, yang terdiri dari Petugas Lapangan Penghijauan (PLP) 3.865 orang, Petugas Lapangan Pengadaan Bibit Penghijauan (PLPBP) 438 orang dan Petugas Khusus Penghijauan (PKP) sebanyak 155 orang.

Perincian hasil-hasil kegiatan yang telah diuraikan di atas per pro-pinsi dapat dilihat pada Tabel II — 1 dan Grafik II — 1, Tabel II — 2, Tabel II — 3 dan Tabe1 II — 4.

1.2. ReboisasiSampai tahun ini kegiatan rehabilitasi dan reboisasi di areal peng-

usahaan hutan belum mencapai laju perkembangan yang seimbang dengan laju penurunan sumberdaya hutan akibat eksploitasi. Rehabili-tasi areal bekas tebangan dan reboisasi areal tidak produktip di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan mengalami kelambatan karena adanya kesulitan dalam penyediaan benih dan bibit, penguasaan tehnik Reboi-

105

TABEL I I - 1

HASIL PELAKSANAAN PENGHIJAUAN MENURUT DAERAH TINGKAT I,

1978/79 - 1980/81(luas areal dalam ha)

No. Daerah Tingkat I/ 1978/791) 1979/801) 1980/812)Propinsi

1. Daerah Istimewa Aceh - - 400 3)2. Sumatera Utara 24.615 44.250 19.1903. Sumatera Barat 20.000 23.500 17.7254. R i a u - 480 250 3)5. J a m b i 600 4.400 250 3)6. Sumatera Selatan 31.945 15.695 600 3)7. Bengkulu 1.980 1.280 150 3)8. Lampung 5.010 3.200 5.2259. Jawa Barat 118.800 65.620 70.335

10. Jawa Tengah 93.280 93.840 87.36511. Daerah Istimewa Yogyakarta 24.300 10.820 11.85512. Jawa Timur 98.730 84.180 75.74513. Kalimantan Barat 13.700 8.500 27514. Kalimantan Selatan 5.400 2.990 2.09015. Sulawesi Utara 15.270 19.650 12.77516. Sulawesi Tengah 10.470 11.700 2.23517. Sulawesi Selatan 73.860 35.320 59.36018. Sulawesi Tenggara 11.815 18.015 4.50519. B a l i 25.410 13.120 11.22020. Nusa Tenggara Barat 10.050 10.975 29.49521. Nusa Tenggara Timur 13.900 13.400 15.900

J u m l a h : 599.135 480.935 426.945

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara3) Dalam tahap persiapan106

GRAFIK II - 1HASIL PELAKSANAAN PENGHIJAUAN,

1978/79 - 1980/81

107

TABEL II — 2PEMBUATAN CHECK DAM*) MENURUT DAERAH

TINGKAT I,1978/79 — 1980/81

(buah)

No. Daerah Tingkat I/ 1978/79 1979/80 1980/81Propinsi

1. Daerah Istimewa Aceh — — 1

2. Sumatera Utara — — 10

3. Sumatera Barat — — 3

4. Sumatera Selatan — — 1

5. Bengkulu — — 1

6. Lampung — — 2

7. Jawa Barat 2 10 47

8. Jawa Tengah 2 9 42

9. Daerah Istimewa Yogyakarta — 2 10

10. Jawa Timur 2 11 53

11. Sulawesi Utara — — 4

12. Sulawesi Tengah — — 2

13. Sulawesi Selatan 1 2 25

14. Sulawesi Tenggara — — 2

15. B a l i — 1 5

16. Nusa Tenggara Barat 2 — 20

17. Nusa Tenggara Timur 1 2 10

J u m l a h : 10 37 238

*) Sebuah check dam rata-rata

108

setara dengan 250 ha (catchments area)

TABEL II — 3

PEMBUATAN PETAK PERCONTOHAN/DEMPLOT *) PENGAWETANTANAH DAN USAHA PERTANIAN MENETAP MENURUT

DAERAH TINGKAT I,1980/81 (Unit)

No. Daerah Tingkat I/PropinsiJumlahDemplot

1. Sumatera Utara 52. R i a u 43. Sumatera Barat 44. J a m b i 35. Sumatera Selatan 226. B e n g k u l u 37. L a m p u n g 38. Jawa Barat 249. Jawa Tengah 42

10. Daerah Istimewa Yogyakarta 411. Jawa Timur 2612. Kalimantan Barat 813. Kalimantan Selatan 414. Sulawesi Utara 115. Sulawesi Tengah 216. Sulawesi Selatan 1317. Sulawesi Tenggara 318. B a l i 5

19. Nusa Tenggara Barat 1020. Nusa Tenggara Timur 12

J u m l a h : 198

*) Luas 1 Unit demplot pengawetan tanah = 10 haLuas 1 Unit demplot usaha pertanian menetap = 20 ha

109

TABEL II — 4

JUMLAH PETUGAS LAPANGAN PENGHIJAUAN (PLP) DAN PETUGASLAPANGAN REBO1SASI (PLR) *) MENURUT DAERAH TINGKAT I,

1978/79 — 1980/81

(orang)

1978/79 1979/80 1980/81No. Daerah Tingkat I/Propinsi PLP PLR PLP PLR PLP PLR

1. Daerah Istimewa Aceh — 6 — 10 24 122. Sumatera Utara 116 17 222 22 322 353. R i a u — 2 4 3 16 44. Sumatera Barat 70 2 114 4 150 85. J a m b i 15 2 31 3 59 46. Sumatera Selatan 82 10 100 10 149 277. Bengkulu 10 1 22 1 48 28. L a m p u n g 30 2 46 4 53 189. Jawa Barat 552 30 512 44 608 62

10. Jawa Tengah 519 — 596 — 630 —11. Daerah, Istimewa Yogya-

Karta 104 2 102 2 116 312. Jawa Timur 460 — 544 — 587 —13. Kalimantan Barat 26 1 60 9 92 2014. Kalimantan Selatan 12 2 12 6 44 1315. Sulawesi Utara 58 10 100 11 156 2316. Sulawesi Tengah 46 3 52 3 79 2417. Sulawesi Selatan 342 10 510 43 598 7718. Sulawesi Tenggara 44 13 74 13 133 1619. B a l i 129 3 112 3 117 320. Nusa Tenggara Barat 59 4 111 5 182 1621. Nusa Tenggara Timur 54 3 83 6 138 10

J u m l a h : 2.728 123 3.407 202 4.303 377

*) Hanya terdiri dari petugas lapangan pengadaan bibit reboisasi

110

sasi yang rendah dan kesukaran dalam pengadaan tenaga terampil di kalangan pemegang Hak Pengusahaan Hutan.

Usaha-usaha untuk menangani masalah yang disebutkan di atas ini dilaksanakan dalam kerangka usaha penanganan masalah HPH secara menyeluruh. Di samping itu adanya masalah tersebut telah men-dorong dikeluarkannya Keputusan Presiden No. 35 Tahun 1980 tentang dana jaminan reboisasi dan permudaan hutan areal Hak Pengusahaan Hutan.

Perincian mengenai realisasi reboisasi menurut propinsi dapat diikuti dari Tabel II — 6. Kegiatan reboisasi dalam tahun 1979/80 dilaksanakan di 19 propinsi. Realisasinya di setiap propinsi rata-rata mencapai 86% dari rencana dan umumnya mencapai di atas 60%. Hanya di 2 propinsi di Sumatera yang mencapai kurang dari 30%.

Dalam tahun 1980/81 reboisasi dilaksanakan di 19 propinsi juga. Realisasinya rata-rata mencapai 81% dari rencana dan umumnya mencapai lebih dari 50%. Tetapi di 6 propinsi yaitu 4 propinsi di Sumatera dan 2 propinsi di Kalimantan realisasinya kurang dari 50%. Sebagai keseluruhan realisasi reboisasi selama tahun-tahun 1978/79 — 1980/81 secara berturut-turut mencapai 213,47 ribu ha, 177,45 ribu ha dan 122,70 ribu ha.

1.3. Pengaturan dan Pengamanan SungaiSebagai hasil dari beberapa jenis kegiatan

pengaturan dan pengamanan sungai luas daerah yang dapat 1diamankan terhadap bahaya banjir bertambah dengan 65,66 ribu ha dalam tahun 1978/79, 85,08 ribu ha dalam tahun 1979/80 dan dalam tahun 1980/81 dapat diharapkan akan bertambah dengan areal seluas sekitar 65,00 ribu ha.

Perincian Was areal reboisasi serta perincian luas wilayah yang dicakup oleh hasil-hasil usaha pengaturan dan pengamanan sungai dalam tahun-tahun tersebut dapat dilihat pada Tabel II — 6, Grafik

II — 3, Tabel II — 8 dan Tabel II — 9.Sebagai hasil kegiatan-kegiatan penghijauan dan

reboisasi tersebut di atas, maka penghijauan dan reboisasi sejak Repelita I sampai tahun 1980 berkembang seperti yang digambarkan pada Tabel II — 5, Grafik II — 2 dan Tabel II — 7 dan Grafik II — 4. Perlu dicatat bahwa apa yang disajikan oleh kedua tabel tersebut hanya mencakup hasil-

111

TABEL II - 5PERKEMBANGAN KEADAAN HASIL PENGHIJAUAN,

1978/79 dan 1979/80 *)(ha)

No. Daerah Tingkat I/ 1978/79 1979/80Propinsi

1. Daerah Istimewa Aceh 22 222. Sumatera Utara 51.752 93.8633. Sumatera Barat 15.697 23.0984. R i a u — 4805. J a m b i 910 4.0306. Sumatera Selatan 27.530 43.1417. Bengkulu 3.815 5.0458. Lampung 20.750 23.3009. Jawa Barat 276.908 304.343

10. Jawa Tengah 278.890 335.52211. Daerah Istimewa Yogyakarta 59.341 63.45612. Jawa Timur 208.913 257.92913. Kalimantan Barat 9.178 20.05414. Kalimantan Selatan 563 3.84715. Sulawesi Utara 27.370 38.22216. Sulawesi Tengah 7.821 13.65117. Sulawesi Selatan 94.366 106.33318. Sulawesi Tenggara 9.583 24.07819. B a l I 27.247 30.80320. Nusa Tenggara Barat 11.595 15.24821. Nusa Tenggara Timur 22.894 29.408

J u m l a h : 1.155.145

1.435.873

*) Angka-angka kumulatif sejak tahun 1969/70 sampai dengan akhir tahun fiskal yang bersangkutan

112

GRAFIK II – 2PERKEMBANGAN KEADAAN HASIL PENGHIJAUAN,

1978/79 – 1979/80 x)

113

TABEL II – 6

HASIL PELAKSANAAN USAHA REBOISASI MENURUTDAERAH TINGKAT I,

1978/79 - 1980/81

(luas areal dalam ha)

No. Daerah Tingkat I/Propinsi

1978/79 1) 1979801) 1980(812

)

1. Daerah Istimewa Aceh 252 1.066 325 3)

2. Sumatera Utara 24.138 16.930 13.1373. Sumatera Barat 2.900 2.500 2.5704. R i a u 647 650 5005. J a m b i 2.000 380 —6. Sumatera Selatan 30.030 31.500 5.000 3)7. Bengkulu — 480 200

3)8. Lampung 6.600 1.204 9.5069. Jawa Barat 14.535 42.964 41.860

10. Daerah Istimewa Yogyakarta

1.100 909 1.00011. Kalimantan Barat 23.760 3.960 4.000 3)12. Kalimantan Selatan 15.200 4.464 70013. Sulawesi Utara 19.800 20.350 9.25014. Sulawesi Tengah 17.635 10.830 9.00015. Sulawesi Selatan 25.675 20.450 9.20016. Sulawesi Tenggara 15.632 9.430 3.19017. B a l i 5.000 1.446 43518. Nusa Tenggara Barat 3.230 2.780 5.70019. Nusa Tenggara Timur 5.340 5.160 7.125

J u m l a h : 213.474 177.453 122.698

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara3) Dalam tahap persiapan

114

GRAFIK II – 3HASIL PELAKSANAAN USAHA REBOISASI,

1978/79 – 1980/81

115

TABEL II - 7

PERKEMBANGAN KEADAAN HASIL REBOISASI,1978/79 dan 1979/80 *)

(ha)

No. Daerah Tingkat I/Propinsi 1978/79

1979/80

1. Daerah Istimewa Aceh 3.213 4.1402. Sumatera Utara 68.146 84.9613. Sumatera Barat 11.287 12.9774. R i a u 450 7905. J a m b i 1.414 1.4146. Sumatera Selatan 29.892 61.1347. Bengkulu 1.121 1.6038. Lampung 17.459 18.6599. Jawa Barat 127.986 161.030

10.

Jawa Tengah 47.491 47.49111

.Daerah Istimewa Yogyakarta 8.621 9.206

12.

Jawa Timur 32.915 32.91513

.Kalimantan Barat 11.416 17.006

14.

Kalimantan Selatan 4.028 8.46115

.Sulawesi Utara 21.286 34.132

16.

Sulawesi Tengah 24.816 30.48017

.Sulawesi Selatan 49.411 62.316

18.

Sulawesi Tenggara 24.950 33.82119

.B a l i 9.877 10.964

20.

Nusa Tenggara Barat 4.069 5.39221

.Nusa Tenggara Timur 10.285 12.986

J u m l a h : 510.133

651.878

*) Angka-angka kumulatif sejak tahun 1969/70sampai dengan akhir tahun fiskal

116

GRAFIK II – 4

PERKEMBANGAN KEADAAN HASIL REBOISASI,

1978/79 DAN 1979/80 x)

117

TABEL I I - 8

PERKEMBANGAN USAHA PENGENDALIAN SUNGAI,PENGEMBANGAN WILAYAH DAN PENANGGULANGAN BENCANA

ALAM MENURUT DAERAH TINGKAT I,1978/79 – 1980/81

(luas areal yang diamankan dalam ha)

No. Daerah Tingkat I/ 1978/79 1979/80 1980/8Propinsi

1. Daerah Istimewa Aceh 2.300 2.000 1.5502. Sumatera Utara 30.000 36.500 10.2003. Sumatera Barat 125 125 1.5004. R i a u — — 3005. J a m b i — 200 2.0006. Sumatera Selatan — — 2.0007. Bengkulu 650 — 5008. Lampung 2.950 2.950 6009. Kalimantan Barat — 500 1.500

10. Kalimantan Selatan — 750 1.50011. Kalimantan Timur — 1.250 90012. Daerah Khusus Ibukota

Jakarta 35 2.000 4.06013. Jawa Barat 20.400 23.500 12.90014. Jawa Tengah 5.200 8.000 11.00015. Daerah Istimewa

Yogyakarta— 360 2.200

16. Jawa Timur — 5.000 6.90017. Sulawesi Utara — — 1.50018. Sulawesi Tengah — 1.500 1.00019. Sulawesi Selatan — — 1.00020. Sulawesi Tenggara — 450 40021. B a l i — — 90022. Nusa Tenggara Barat

4.0004000 — 400

23. M a l u k u 3000 — 200

J u m l a h : 65.663 85.085 65.010118

TABEL II — 9

PERKEMBANGAN USAHA PENGENDALIAN SUNGAI,PENGEMBANGAN WILAYAH DAN PENANGGULANGAN

BENCANA ALAM MENURUT JENIS KEGIATAN,

1978/79 — 1980/81(luas areal yang diamankan dalam ha)

No. Jenis Kegiatan 1978/79

1979/80 1980/81

1. Perbaikan dan Pengamanan Sungai

27.628 34.585 34.2002. Pengaturan dan Pengamanan

Sungai23.000 29.500 9.250

5. Pengendalian Banjir 35 2.000 4.0604. Pengembangan Wilayah 15.000 19.000 13.9005. Pengamanan akibat Bencana

Alam— — 1.200

6. Penanggulangan akibat Bencana Alam

— — 1.9007. Penanggulangan akibat letusan

gunung berapi — — 500

Jumlah: 65.66 85.085 65.010

hasil penghijauan dan reboisasi yang dilakukan dengan dana APBN. Di samping itu terdapat pula kegiatan penghijauan yang dilaksanakan oleh masyarakat secara swadaya dan reboisasi oleh para pemegang HPH.

Sebagai tampak dari kedua tabel tersebut ,hasil penghijauan dan reboisasi selama Repelita I dan II dan tahun pertama Repelita III berjumlah sekitar 2.088 ribu ha. Jumlah ini terdiri atas sekitar 590 ribu ha yang merupakan hasil dari penghijauan dan reboisasi sejak tahun 1969/70 sampai dengan tahun 1975/76 dan 1.498 ribu ha merupakan hasil dari tahun 1976/77 sampai dengan tahun 1979/80.

Setelah II tahun dilakukan usaha penghijauan 119

dan reboisasi, pada akhir tahun 1979/80 sisa luas tanah kritis yang terdapat di 21 propinsi, yang meliputi 35 DAS utama masih berjumlah kira-kira 6 juta ha, di antaranya sekitar 3,4 juta ha terdapat di luar kawasan

hutan dan sisanya sekitar 2,6 juta ha, terletak di dalam kawasan hutan.

2. Pembinaan Sumber Alam dan Lingkungan Hidup 2.1. Pelestarian Alam dan Lingkungan HidupKawasan perlindungan dan pelestarian slam

terdiri dari suaka marga satwa, cagar alam, taman buru dan taman wisata. Areal perlindungan dan pelestarian ditentukan atas dasar urgensi kebutuhan dengan penilaian yang didasari oleh pertimbangan-pertimbangan ekologi, ekonomi, sosial dan kebudayaan. Jadi atas dasar pertimbangan-pertimbangan itulah pemerintah menetapkan sesuatu wilayah hutan untuk dijadikan kawasan perlindungan dan pelestarian alam (Kawasan PPA).

Dalam Repelita II, atas dasar konsepsi ekosistem dan perlindungan biosfir, beberapa areal perlindungan alam dikembangkan menjadi taman nasional. Dalam masa itu telah diadakan studi persiapan untuk pembentukan 12 taman nasional, yang antara lain meliputi Gunung Leuser di propinsi Aceh, Ujung Kulon, Cibodas dan Pangandaran ketiganya di Jawa Barat, Baluran di Jawa Timur, Kutai di Kalimantan Timur dan Pulau Komodo di Nusa Tenggara Timur. Atas dasar hasil studi tersebut pada tahun 1980/81 telah dikukuhkan lima buah taman nasional, yaitu Gunung Leuser, Ujung Kulon, Cibodas, Baluran dan Pulau Komodo, yang masing-masing meliputi areal seluas 800,49 ribu ha, 78,62 ribu ha, 15,22 ribu ha, 25,00 ribu ha dan 75,00 ribu ha.

Pada akhir Repelita II jumlah kawasan yang sudah ditunjuk sebagai areal perlindungan dan pelestarian alam seluruhnya mencapai 239 unit dan

120

luasnya 6.847.981 ha. Pada awal tahun ketiga Repelita I I I yang telah ditunjuk sebagai areal perlindungan dan pelestarian alam sudah meningkat menjadi sebanyak 262 unit dan meliputi areal yang luasnya 10.204.425 ha. Dengan perkataan lain luas areal yang telah ditunjuk sebagai kawasan PPA selama dua tahun Repelita III ini telah meningkat dengan 49,0%.

Perkembangan kawasan perlindungan dan pelestarian alam tahun 1978/79 sampai dengan 1980/81 dapat dilihat pada Tabel II — 10.

TABEL II — 10PERKEMBANGAN KEADAAN KAWASAN PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN ALAM (PPA) 1)

1978/79 — 1980/811978/79 1979/80

No. Jenis KawasanUnit Luas (ha) Unit Luas (ha)

UnitUnit Luas (ha)

1. Cagar Alam 157 162 157

2. Suaka Margasatwa 45 53 51 5.182.214,6 ²)

3. Taman Buru 9 327.470,7 10 12 374.670,7

4. Taman Wisata 28 32 37 134.621,8

5. Taman Nasional 5 994.320,0

Jumlah: 239

6.847.981,0

257

7.913.362,610204.425,0

262 10.204.425,0

1) Keadaan pada akhir tahun fiskal2) Sebagian diubah/digabungkan statusnya menjadi Taman Nasional dan/atau Taman

Wisata

121

GRAFIK II – 5

PERKEMBANGAN KEADAAN KAWASANPERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN ALAM ( PPA ),

1978/79 – 1980/81

122

2.2. Inventarisasi dan Evaluasi Sumber AlamDalam rangka pelaksanaan inventarisasi dan

evaluasi sumber alam dan lingkungan hidup, maka telah dilaksanakan inventarisasi hutan. Inventarisasi yang diselenggarakan meliputi kuantita dan kualita tegakkan hutan. Inventarisasi hutan tersebut dilaksanakan dengan berbagai survai, baik survai udara ataupun survai darat. Untuk meningkatkan efisiensi inventarisasi diterapkan pula penafsiran potret udara. Sampai dengan tahun kedua Repelita III telah di survai areal seluas 82,91 juta ha dalam tingkat prelimener dan dari areal itu yang sudah di survai secara lebih teliti dengan survai udara luasnya 45,57 juta ha.

Sumber alam hutan kita yang merupakan sumber alam yang dapat pulih, luasnya mencapai kurang lebih 1.228,4 ribu km2 atau 64% dari luas seluruh daratan Indonesia. Pada tahun kedua Repelita III dari hutan tersebut yang telah ditentukan peruntukannya mencapai 89,078 juta ha; terbagi atas 59,2 juta ha sebagai hutan produksi, 2,89 juta ha hutan lindung/produksi 16,73 juta ha hutan lindung dan selebihnya untuk tujuan perlindungan dan pelestarian alam.

Pengusahaan sebagian sumber hutan produksi diterapkan kepada perusahaan-perusahaan yang memperoleh Hak Pengusahaan Hutan (HPH). Pada tahun pertama Repelita III jumlah pemegang HPH telah mencapai 382 dan luas areal hutan yang pengelolaannya dikuasakan kepada mereka berjumlah 35,887 juta ha.

Pelaksanaan penataan batas kawasan hutan di luar HPH dan kawasan Perum Perhutani, yang seluruhnya direncanakan akan meliputi 22.494 km, sampai dengan tahun kedua Repelita III telah men-

123

capai 16.500 km. Dengan usaha-usaha yang telah dilaksanakan dalam rangka kegiatan ini, misalnya peningkatan keahlian dan keterampilan tenaga, diharapkan pelaksanaannya di tahun-tahun yang akan datang akan dapat lebih cepat.

2.3. Pemetaan Dasar

Pada tahun kedua Repelita III dalam rangka pemetaan dasar telah dilaksanakan survai geodesi untuk wilayah Kalimantan, Sula-

wesi, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, melengkapi pekerjaan terdahulu di wilayah lainnya. Untuk itu perlu dilakukan pembuatan peta topografi dengan skala 1 : 50.000; 1 : 60.000 dan 1 : 100.000.

Sampai dengan tahun 1980/81 telah diselesaikan peta topografi dengan skala 1 : 50.000 untuk wilayah-wilayah Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Lampung, Sumatera Selatan dan Aceh. Selanjutnya telah diselesaikan pula potret udara dengan skala 1 : 100.000 untuk wilayah-wilayah Sumatera, Irian Jaya dan Maluku, dan potret udara dengan skala 1 : 50.000 untuk wilayah-wilayah Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan. Perkembangan pelaksanaan kegiatan pemetaan dasar untuk sumber daya daratan dapat dilihat dalam tabel II — 11.

TABEL II - 1 1

PELAKSANAAN KEGIATAN PEMETAAN DASAR UNTUKSUMBER DAYA DARATAN,

1978/79— 1980/81

No. Jenis Kegiatan Satuan 1978/79 1979/80 1980/81

1. Pemasangan stasiunSurvai Geodesi stasiun — — 370

2. Pemasangan titikkontrol titik 25 — —

3. Pengukuran sifatdatar teliti km — 270 90

4. Pelaksanaan Foto-grametri dankartografi km2 22.500 37.500 37.500

5. Pembuatan indukpeta topografi, skala1 : 50.000 km2 — 45.000 37.500

124

Dalam rangka pemetaan dasar dilaksanakan pula kegiatankegiatan penelitian/pengamatan pasang surut bumi. Dalam tahun 1980/81 sudah dapat diselesaikan pengamatan di tiga lokasi.

2.4. Pengembangan Sumberdaya Air dan Penanggulangan Pencemaran Air.

Penelitian keadaan dan penanggulangan pencemaran industri mencakup tiga kegiatan yaitu penyusunan buku panduan pencegahan dan penanggulangan pencemaran industri, monitoring kualitas ling- kungan pada wilayah-wilayah padat industri atau yang dicadangkan untuk lokasi industri khususnya mengenai kualita air permukaan (sungai, danau, sumur), dan penelitian pemanfaatan buangan industri terutama terhadap buangan yang mempunyai potensi sebagai bahan pencemar. Wilayah-wilayah tersebut di atas misalnya Medan, Padang, Palembang, JABOTABEK, Bandung, Semarang, Surabaya (GERBANGKERTASUSILA), Denpasar dan Ujung pandang.

Hingga kini hasil-hasil yang sudah dicapai secara kumulatif antara lain penyusunan 8 jilid buku panduan, penelitian pengaruh air buangan industri pulp dan kertas dengan proses, soda terhadap tanaman padi PB 5, penelitian buangan arsin dari pabrik Petro Kimia untuk bahan pengawet kayu jenis CCA. Pelaksanaan monitoring kualita air dilakukan terhadap kualita air sungai Musi, air buangan pabrik Petro Kimia Gresik dan Soda Waru, sungai Deli, sungai-sungai di Semarang, Kali Surabaya dan Waru, sungai Dorian di Cilacap, sungai Brantas hulu dan hilir, Kali Madiun dan anak-anak sungainya dan lain-lain.

2.5. Pengkajian dan Penanganan Masalah Lingkungan.Lingkungan pemukiman merupakan lingkungan

yang sangat peka terhadap akibat pencemaran lingkungan. Dengan demikian penanganan lingkungan pemukiman yang sehat merupakan prioritas penting,

125

antara lain melalui pembinaan dan pengembangan tata ruang yang sehat dan efisien, pencegahan pencemaran lingkungan melalui tindakan pencegahan di dalam dan di luar lingkungan pemukiman tersebut serta pengembangan upaya penanggulangan yang efisien.

Studi pengkajian dan penanganan masalah lingkungan dilaksa- nakan oleh Pusat Studi Lingkungan yang dikembangkan di Medan, Padang, Palembang, Jakarta, Bogor, Bandung, Yogyakarta, Sema- rang, Surabaya, Kupang. Samarinda, Banjar baru, Ujung pandang,

Ambon, dan Manokwari. Pengembangan tersebut dikaitkan dengan pembangunan perguruan tinggi setempat. Selain itu organisasi. perencanaan dan pengelolaan lingkungan hidup dikembangkan pula di dalam aparat Pemerintah Daerah, dalam hal ini Bappeda dan Sekre- tariat Wilayah Daerah.

Upaya pencegahan pencemaran lingkungan yang mungkin ditim- bulkan oleh kegiatan pembangunan dilaksanakan dengan melakukan penyusunan suatu analisa dampak lingkungan. Pada tahun 1980/81 telah dapat disusun pedoman/panduan bagi penyelenggaraan dan pembuatan laporan analisa dampak lingkungan bagi jenis-jenis kegiatan pembangunan yang sekarang ini sedang giat dilaksanakan. Penyusunan panduan ini terus dilaksanakan sehingga akhirnya akan mencakup sebanyak mungkin kegiatan pembangunan.

3. Meteorologi dan Geofisika

Bidang Meteorologi dan Geofisika memberikan pelayanan yang beraneka ragam yang antara lain diberikan dalam bentuk ramalan cuaca untuk penerbangan, pelayaran, pertanian, pasang surut lautan, yang semuanya sangat diperlukan baik oleh instansi-instansi pemerintah maupun oleh masyarakat. Pelayanan tersebut ada yang diberikan secara langsung dan ada yang melalui siaran TVRI dan RRI, melalui penerbitan mengenai ramalan musim, data cuaca, data gempa bumi dan lain-lainnya.

Sebagai hasil usaha rehabilitasi, peningkatan kemampuan dan pembangunan selama ini, mutu pelayanan di bidang Meteorologi dan Geofisika telah sangat meningkat. Dalam tabel-tabel berikut ter-cantum hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai 126

sampai dengan tahun 1980/81 dalam bidang Meteorologi dan Geofisika.

Di samping peningkatan-peningkatan hasil yang nampak dalam Tabel-tabel II — 12 dan II — 13, pada tahun 1980/81 juga terjadi peningkatan dalam kemampuan operasional stasiun-stasiun yang telah dibangun, sebagai hasil dari penambahan atau perlengkapan peralatan baru, yang dilaksanakan pada tahun tersebut.

TABEL II – 12PERKEMBANGAN JUMLAH STASIUN METEOROLOGI,

KLIMATOLOGIDAN GEOFISIKA YANG TELAH BERFUNGSI, 1)

1978/79 – 1980/81(Stasiun)

127

TABEL II -13PERKEMBANGAN PRODUKSI JASA STASIUN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA YANG TELAH BERFUNGSI,

1978/79 — 1980/81(dalam frekuensi x 1 unit)

U r a i a n 1978/79 1979/80 1980/81

A. Stasiun Meteorologi :

1. Penerbangan Synoptic 485.650 598.511 620.8652. Pengamatan Maritim 1.000 1.597 1.511

B. Stasiun Klimatologi :1. Pertanian 12.150 13.000 13.0002. I k l i m 39.750 41.150 42.0003. Pengamatan Hujan 128.500 140.000 150.0004. Pengamatan Penguapan 9.900 4.100 4.2005. Pengamatan Udara Atas 35.280 38.325 38.325

C. Stasiun Geofisika — — 20.440

128