Upload
bobyyuda
View
215
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
referensi
Citation preview
♦Pembangkit listrik tenaga panas bumiPembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi adalah pembangkit listrik yang
menggunakan panas bumi sebagai sumber energinya. Listrik dari tenaga panas bumi saat ini digunakan di 24 negara[1], sementara pemanasan memanfaatkan panas bumi digunakan di 70 negara.[2] Perkiraan potensi listrik yang bisa dihasilkan oleh tenaga panas bumi berkisar antara 35 s.d. 2.000 GW.[2] Kapasitas di seluruh dunia saat ini adalah 10.715 megawatt (MW), dengan kapasitas terbesar di Amerika Serikat sebesar 3.086 MW,[3]diikuti oleh Filipina dan Indonesia. India sudah mengumumkan rencana untuk mengembangkan pembangkit listrik tenaga panas bumi pertamanya di Chhattisgarh.[4]
Tenaga panas bumi dianggap sebagai sumber energi terbarukan karena ekstraksi panasnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan muatan panas bumi. Emisi karbondioksida pembangkit listrik tenaga panas bumi saat ini kurang lebih 122 kg CO2 per megawatt-jam (MW·h) listrik, kira-kira seper delapan dari emisi pembangkit listrik tenaga batubara.[5]
Indonesia dikaruniai sumber panas Bumi yang berlimpah karena banyaknya gunung berapi di Indonesia. Dari pulau-pulau besar yang ada, hanya pulau Kalimantan saja yang tidak mempunyai potensi panas Bumi.
Untuk membangkitkan listrik dengan panas Bumi dilakukan dengan mengebor tanah di daerah yang memiliki potensi panas Bumi untuk membuat lubang gas panas yang akan dimanfaatkan untuk memanaskan ketel uap (boiler) sehingga uapnya bisa menggerakkan turbin uap yang tersambung ke generator. Untuk panas bumi yang mempunyai tekanan tinggi, dapat langsung memutar turbin generator, setelah uap yang keluar dibersihkan terlebih dahulu.
Eksplorasi dan eksploitasi panas bumi untuk pembangkit energi listrik tergolong minim. Untuk menghasilkan energi listrik, pembangkit listrik tenaga panas bumi hanya membutuhkan area seluas antara 0,4 - 3 hektare. Sedangkan pembangkit listrik tenaga uap lainnya membutuhkan area sekitar 7,7 hektare.[6] Hal ini menjawab kecemasan masyarakat mengenai dampak lingkungan eksploitasi panas bumi, terutama isu penebangan hutan di daerah yang memiliki potensi panas bumi.
Sumber daya
System panas bumi yang ditingkatkan
1:Waduk
2:Rumah pompa
3:Penukar panas
4:Ruangan turbin
5:Sumur produksi
6:Sumur injeksi
7:Air panas menuju sistem pemanasan distrik
8:Sedimen berpori
9:Sumur pengamatan
10:Batuan dasar kristal
Muatan panas bumi adalah sekitar 1031 Joule.[2] Panas ini secara alami akan mengalir ke
permukaan lewat konduksi dengan laju 44.2 terawatt (TW)[18] dan diisi kembali oleh peluruhan
radioaktif dengan laju 30 TW.[19] Laju tenaga ini lebih dari dua kali konsumsi energi manusia saat ini
yang berasal dari sumber utama, tapi sebagian besarnya terlalu tersebar (perkiraan rata-rata 0.1
W/m2) untuk dapat dipulihkan. Kerak bumi secara efektif bertindak sebagai selimut isolasi tebal yang
harus ditembus dengan saluran fluida (mis. magma, air atau lainnya) untuk melepaskan panas di
bawahnya.
Pembangkit listrik tenaga panas bumi membutuhkan sumber panas bersuhu tinggi yang
hanya dapat berasal dari jauh di bawah tanah. Panas tersebut harus dibawa ke permukaan lewat
sirkulasi fluida, baik melalui saluran magma, mata air panas, sirkulasi hidrotermal,sumur minyak,
sumur bor, atau gabungan dari contoh-contoh tersebut. Sirkulasi ini terkadang muncul secara alami
pada tempat dimana kerak bumi tipis. Saluran magma membawa panas dekat ke permukaan, dan
mata air panas membawanya ke permukaan. Jika tidak tersedia mata air panas maka sumur harus
dibor untuk menjadi akuifer air panas. Jika jauh dari batas lempeng tektonik, gradien panas bumi di
sebagian besar tempat adalah 25-30°C per kilometer kedalaman, sehingga membuat sumur
menjadi harus beberapa kilometer dalamnya untuk dapat membangkitkan listrik.[2] Jumlah dan mutu
sumber daya panas yang dapat dipulihkan meningkat sebanding dengan kedalaman pengeboran
dan kedekatan dengan batas lempeng tektonik.
Pada tanah yang panas dan kering, atau dimana tekanan air tidak memadai, fluida dapat
disuntikkan untuk merangsang produksi. Pengembang akan menggali dua lubang di calon lokasi,
dan memecah batu di antara keduanya dengan bahan peledak atau air bertekanan tinggi. Kemudian
memompakan air atau karbon dioksida cair ke salah satu lubang galian, sehingga keluar di lubang
galian lainnya dalam bentuk gas.[13] Pendekatan ini disebut hot dry rock geothermal energy di Eropa
atau enhanced geothermal systems di Amerika Utara. Pendekatan ini dapat menghasilkan potensi
yang jauh lebih besar dibandingkan dengan jika dihubungkan secara konvensional ke akuifer alami.[13]
Perkiraan potensi pembangkit listrik dari tenaga panas bumi bervariasi dari 35-2000 GW
tergantung pada skala penanaman modal.[2] Ini tidak termasuk panas non-listrik yang dipulihkan oleh
pembangkit co-generation, pompa kalor panas bumi atau penggunaan langsung lainnya. Sebuah
laporan tahun 2006 oleh Institut Teknologi Massachusetts (MIT), yang mengikutsertakan potensi
dari sistem panas bumi yang ditingkatkan (enhanced geothermal systems), memperkirakan bahwa
investasi sebesar 1 miliar dolar AS untuk penelitian dan pengembangan selama 15 tahun lebih akan
memungkinkan tercapainya kapasitas pembangkitan listrik sebesar 100 GW pada tahun 2050 di
Amerika Serikat saja.[13] Laporan MIT memperkirakan bahwa lebih dari 200zettajoule (ZJ) akan
dapat dihasilkan, dengan potensi untuk ditingkatkan hingga lebih dari 2.000 ZJ dengan perbaikan
teknologi - cukup untuk memenuhi kebutuhan energi seluruh dunia saat ini selama
beberapa milenium.[13]
Saat ini sumur panas bumi jarang lebih dari 3 km dalamnya.[2] Taksiran tertinggi atas potensi
sumber daya panas bumi memperkirakan kedalaman sumur 10 km. Penggalian hingga mendekati
kedalaman ini sekarang sudah dapat dilakukan dalam industri perminyakan, walaupun biayanya
sangat mahal. Sumur penelitian terdalam di dunia, Kola superdeep borehole, dalamnya 12,3 km.[20] Rekor tersebut baru-baru ini sudah dapat ditiru oleh sumur minyak komersial seperti sumur Z-12
milik Exxon di ladang Chayvo,Sakhalin.[21] Sumur dengan kedalaman lebih dari 4 km umumnya
menanggung biaya pengeboran hingga puluhan juta dolar.[22] Tantangan teknologinya adalah untuk
menggali lubang yang lebar dengan biaya rendah dan untuk memecahkan volume batu yang lebih
banyak.
Tenaga panas bumi dianggap sebagai sumber energi terbarukan karena ekstraksi panasnya
jauh lebih kecil dibandingkan dengan muatan panas bumi. Namun pemanfaatannya harus tetap
diawasi untuk menghindari kekosongan lokal.[19] Meski situs panas bumi mampu menyediakan
panas selama puluhan tahun, tiap-tiap sumur dapat mendingin atau kehabisan air. Ketiga situs
tertua yakni Larderello, Wairakei, dan The Geysers, semuanya sudah mengalami penurunan
produksi. Tidak jelas apakah pembangkit-pembangkit ini memakai tenaga panas bumi lebih cepat
daripada diisi kembali dari kedalaman yang lebih jauh, atau apakah akuifer yang menyediakannya
mulai kehabisan. Jika produksi dikurangi dan air disuntikkan kembali, sumur-sumur ini secara teori
dapat kembali memenuhi potensinya. Strategi penanganan yang demikian sudah diterapkan pada
beberapa situs. Keberlanjutan jangka panjang energi panas bumi telah dibuktikan di ladang
Lardarello di Italia sejak 1913, di ladang Wairakei di Selandia Baru sejak 1958,[23] dan di ladang The
Geysers di Kalifornia sejak 1960.[24]
Sejarah dan pengembangan
Kapasitas listrik panas bumi global. Garis merah atas adalah kapasitas terpasang;[7] garis hijau bawah
adalah produksi terwujudkan.[2]
Pada abad ke-20, permintaan akan listrik membuat tenaga panas bumi dipertimbangkan
sebagai sumber penghasil listrik. Pangeran Piero Ginori Conti menguji coba pembangkit listrik
tenaga panas bumi yang pertama pada tanggal 4 Juli 1904 di Larderello, Italia. Pembangkit tersebut
berhasil menyalakan empat buah bola lampu.[8] Kemudian pada tahun 1911 pembangkit listrik
tenaga panas bumi komersial pertama dibangun pula di situ. Pembangkit-pembangkit uji coba
dibangun di Beppu, Jepang dan di Kalifornia, Amerika Serikat pada tahun 1920, namun hingga
tahun 1958 hanya Italia satu-satunya pemilik industri pembangkit listrik tenaga panas bumi.
Pada tahun 1958, Selandia Baru menjadi penghasil listrik tenaga panas bumi terbesar kedua
setelah Pembangkit Wairakei dioperasikan. Wairakei merupakan pembangkit pertama yang
menggunakan teknologi flash steam.[9]
Pada tahun 1960, Pacific Gas and Electric mulai mengoperasikan pembangkit listrik tenaga
panas bumi pertama di Amerika Serikat diThe Geysers, Kalifornia.[10] Turbin aslinya bertahan hingga
30 tahun dan menghasilkan daya bersih 11 megawatt.[11]
Pembangkit listrik tenaga panas bumi dengan sistem siklus biner pertama kali diuji coba di
Rusia dan kemudian diperkenalkan ke Amerika Serikat pada tahun 1981,[10] akibat krisis energi
tahun 1970-an dan perubahan-perubahan penting dalam kebijakan regulasi. Teknologi ini
memungkinkan penggunaan sumber panas yang bersuhu lebih rendah dari sebelumnya. Pada
tahun 2006, sebuah pembangkit dengan sistem siklus biner di mata air panas Chena, Alaska,
Amerika Serikat mulai beroperasi, menghasilkan listrik dari sumber dengan rekor suhu terendah
57°C.[12]
Pembangkit listrik tenaga panas bumi sampai dengan baru-baru ini hanya dapat dibangun
pada sumber panas bumi dengan suhu yang tinggi dan berada dekat dengan permukaan tanah.
Pengembangan pembangkit dengan sistem siklus biner dan peningkatan dalam teknologi
pengeboran dan penggalian memungkinkan dibuatnya Sistem Panas Bumi yang
Ditingkatkan (Enhanced Geothermal Systems) dalam rentang geografis yang lebih besar.[13] Proyek
demostrasi sudah beroperasi di Landau-Pfalz, Jerman, and Soultz-sous-Forêts, Perancis,
sementara percobaan awal di Basel, Swiss dibatalkan setelah mengakibatkan gempa bumi. Proyek-
proyek demonstrasi lainnya sedang dibangun di Australia, Inggris, dan Amerika Serikat.[14] Efisiensi
termal pembangkit listrik tenaga panas bumi pada umumnya rendah, berkisar 10-23%,[15] karena
fluida panas bumi bersuhu lebih rendah dibandingkan dengan uap dari ketel uap.
Berdasarkan hukum termodinamika suhu yang rendah ini membatasi efisiensi mesin kalor dalam
memanfaatkan energi saat menghasilkan listrik. Panas sisa menjadi terbuang, kecuali jika dapat
dipergunakan langsung secara lokal, misalnya untuk rumah kaca, kilang gergaji, atau sistem
pemanasan distrik. Efisiensi sistem tidak memengaruhi biaya operasional sebagaimana pada
pembangkit batubara atau pembangkit bahan bakar fosil lainnya, namun tetap berpengaruh
terhadap kelangsungan hidup pembangkit. Untuk dapat menghasilkan energi lebih dari yang dipakai
oleh pompa pembangkit, dibutuhkan ladang panas bumi bersuhu tinggi dan siklus termodinakmika
khusus. Karena pembangkit listrik tenaga panas bumi tidak bergantung pada sumber energi yang
berubah-ubah, seperti misalnya tenaga angin atau surya, faktor kapasitasnya (capacity factor) bisa
cukup besar, pernah ditunjukkan dapat mencapai hingga 96%.[16] Namun, rata-rata global faktor
kapasitas pembangkit listrik tenaga panas bumi adalah 74,5% pada tahun 2008 menurut IPCC.[17]
Jenis pembangkit
Pembangkit uap kering.
Pembangkit flash steam.
Pembangkit siklus biner.
Keterangan: 1 Permukaan sumur 2 Permukaan tanah 3 Generator 4 Turbin 5Kondensor 6 Penukar
panas 7 Pompa
Air panas
Air dingin
Uap isobutana
Cairan isobutana
Pembangkit listrik tenaga panas bumi sama prinsipnya dengan pembangkit listrik termal berturbin
uap lainnya - panas dari bahan bakar (dalam hal ini adalah inti bumi) digunakan untuk memanaskan
air atau fluida lainnya yang sesuai. Fluida yang sudah berjalan lalu digunakan untuk memutar turbin
generator sehingga menghasilkan listrik. Fluida tersebut lalu didinginkan dan dikembalikan ke
sumber panas.
Pembangkit uap kering
Pembangkit dengan sistem uap kering merupakan rancangan paling tua dan sederhana. Dalam
sistem ini uap panas bumi bersuhu 150°C atau lebih langsung digunakan untuk memutar turbin.[2]
Pembangkit flash steam
Pembangkit dengan sistem flash steam mengambil air panas bertekanan tinggi dari kedalaman
bumi masuk ke tangki bertekanan rendah lalu menggunakan uap yang dihasilkan untuk memutar
turbin. Sistem ini membutuhkan fluida bersuhu sekurang-kurangnya 180°C;biasanya lebih. Ini
adalah jenis yang paling umum dioperasikan saat ini.[25]
Pembangkit siklus biner
Pembangkit dengan sistem siklus biner adalah pengembangan terbaru dan memungkinkan suhu
terendah fluida hingga 57°C.[12] Air panas bumi yang tidak terlalu panas tersebut dialirkan melewati
fluida sekunder yang memiliki titik didih jauh di bawah titik didih air. Hal ini menyebabkan fluida
sekunder menguap yang lalu digunakan untuk memutar turbin. Ini adalah jenis yang paling umum
dibangun saat ini.[26] Siklus Rankine Organik maupun siklus Kalina keduanya digunakan. Efisiensi
termal pembangkit jenis ini biasanya sekitar 10-13%.
Produksi sedunia
Stasiun panas bumi Larderello, di Italia
Asosiasi Panas Bumi Internasional (IGA) melaporkan pada tahun 2010 bahwa
10.715 megawatt (MW) daya pembangkit listrik tenaga panas bumi terpasang di 24 negara dan
diharapkan dapat membangkitkan 67.246 GWh energi listrik.[1] Angka ini menunjukkan peningkatan
sebesar 20% dari tahun 2005. IGA memproyeksikan pertumbuhan hingga 18.500 MW pada tahun
2015, dikarenakan banyaknya proyek yang saat ini sedang dalam pertimbangan dan sering kali di
daerah yang sebelumnya dikira hanya dapat sedikit dieksploitasi sumber dayanya.[1]
Pada tahun 2010, Amerika Serikat memimpin produksi listrik panas bumi dunia dengan kapasitas
3.086 MW dari 77 pembangkit;[3]gugusan pembangkit listrik tenaga panas bumi terbesar di dunia
terletak di The Geysers, ladang panas bumi di Kalifornia.[27] Filipina mengikuti AS sebagai produsen
kedua tertinggi listrik tenaga panas bumi di dunia. Dengan kapasitas 1.904 MW, tenaga panas bumi
menghasilkan hingga sekitar 27% listrik yang dibangkitkan Filipina.[3]
Januari 2011: Al Gore mengatakan dalam KTT Asia Pasifik untuk Proyek Iklim bahwa Indonesia
bisa menjadi negara adidaya energi panas bumi dunia.[28]
Kanada adalah satu-satunya negara besar di Cincin Api Pasifik yang belum mengembangkan
tenaga panas bumi. Wilayah dengan potensi terbesar adalah Cordillera Kanada, yang membentang
dari British Columbia hingga ke Yukon, dengan taksiran output berkisar antara 1.550 MW hingga
5.000 MW.[29]
Pembangkit kelas utilitas
Sebuah pembangkit listrik tenaga panas bumi di Negros Oriental, Filipina.
Gugusan pembangkit listrik tenaga panas bumi terbesar di dunia terletak di The Geysers, ladang
panas bumi di Kalifornia, Amerika Serikat.[30] Pada tahun 2004, lima negara (El
Salvador, Kenya, Filipina, Islandia, dan Kosta Rika) menghasilkan lebih dari 15% listrik mereka dari
tenaga panas bumi.[2]
Listrik panas bumi dihasilkan di 24 negara, yang tercantum dalam tabel di bawah. Sepanjang tahun
2005 Amerika Serikat membuat beberapa kontrak untuk 500 MW kapasitas tambahan, sementara di
11 negara lainnya, ada beberapa pembangkit yang sedang dibangun .[13] Sistem panas bumi yang
ditingkatan dengan kedalaman beberapa kilometer sudah beroperasi di Perancis dan Jerman, dan
sedang dikembangkan atau setidaknya dievaluasi di empat negara lainnya.
Kapasitas pembangkit listrik tenaga panas bumi
NegaraKapasitas
(MW)2007[7]
Kapasitas (MW)
2010[31]
Kapasitas (MW)
2012
Persentase(%)Terhadap Produksi
Nasional
Amerika 2.687 3.086 0,30
Kapasitas pembangkit listrik tenaga panas bumi
NegaraKapasitas
(MW)2007[7]
Kapasitas (MW)
2010[31]
Kapasitas (MW)
2012
Persentase(%)Terhadap Produksi
Nasional
Serikat
Filipina 1.969,7 1.904 27,00
Indonesia 992 1.197 3,70
Meksiko 953 958 3,00
Italia 810,5 843 1,50
Selandia Baru 471,6 628 10,00
Islandia 421,2 575 30,00
Jepang 535,2 536 0,10
El Salvador 204,4 204 25,00[32][33]
Kenya 128,8 167 11,20
Kosta Rika 162,5 166 14,00
Turki 38 94 162 0,30
Nikaragua 87,4 88 10,00
Rusia 79 82
Papua Nugini 56 56
Guatemala 53 52
Portugal 23 29
Cina 27,8 24
Perancis 14,7 16
Kapasitas pembangkit listrik tenaga panas bumi
NegaraKapasitas
(MW)2007[7]
Kapasitas (MW)
2010[31]
Kapasitas (MW)
2012
Persentase(%)Terhadap Produksi
Nasional
Etiopia 7,3 7,3
Jerman 8,4 6,6
Austria 1,1 1,4
Australia 0,2 1,1
Thailand 0,3 0,3
TOTAL 9.731,9 10.709,7
Dampak terhadap lingkungan
Stasiun Panas Bumi Krafla di timur laut Islandia
Fluida yang ditarik dari dalam bumi membawa campuran beberapa gas, diantaranya karbon
dioksida (CO2), hidrogen sulfida (H2S),metana (CH4), dan amonia (NH3). Pencemar-pencemar ini jika
lepas ikut memiliki andil pada pemanasan global, hujan asam, dan bau yang tidak sedap serta
beracun. Pembangkit listrik tenaga panas bumi yang ada saat ini mengeluarkan rata-rata
40 kg CO2per megawatt-jam (MWh), hanya sebagian kecil dari emisi pembangkit berbahan bakar
fosil konvensional.[5] Pembangkit yang berada pada lokasi dengan tingkat asam tinggi dan memiliki
bahan kimia yang mudah menguap, biasanya dilengkapi dengan sistem kontrol emisi untuk
mengurangi gas buangannya. Pembangkit listrik tenaga panas bumi secara teoritis dapat
menyuntikkan kembali gas-gas ini ke dalam bumi sebagai bentuk penangkapan dan penyimpanan
karbon.
Selain gas-gas terlarut, air panas dari sumber panas bumi mungkin juga mengandung sejumlah
kecil bahan kimia beracun, sepertimerkuri, arsenik, boron, antimon, dan garam-garam kimia.[34] Bahan-bahan kimia ini keluar dari larutan saat air mendingin dan dapat menyebabkan kerusakan
lingkungan jika dilepaskan. Praktek modern menyuntikkan kembali fluida panas bumi ke dalam bumi
untuk merangsang produksi, memiliki manfaat sampingan mengurangi bahaya lingkungan ini.
Pembangunan pembangkit dapat juga merusak stabilitas tanah. Tanah amblas pernah terjadi
di ladang Wairakei di Selandia Baru.[35] Sistem panas bumi yang ditingkatkan juga dapat
memicu gempa akibat rekah hidrolik. Proyek di Basel, Swiss dihentikan karena lebih dari 10.000
gempa berkekuatan hingga 3,4 Skala Richter terjadi selama 6 hari pertama penyuntikan air.[36] Bahaya pengeboran panas bumi yang dapat mengakibatkan pengangkatan tektonik pernah
dialami di Staufen im Breisgau, Jerman.
Pembangkit listrik tenaga panas bumi membutuhkan luas lahan dan jumlah air tawar minimal.
Pembangkit ini hanya memerlukan lahan seluas 404 meter persegi per GWh dibandingkan dengan
3.632 dan 1.335 meter persegi untuk fasilitas batubara dan ladang angin.[35] Pembangkit ini juga
hanya menggunakan 20 liter air tawar per MWh dibandingkan dengan lebih dari 1000 liter per MWh
untuk pembangkit listrik tenaga nuklir, batubara, atau minyak.[35]
Ekonomi
Pembangkit listrik tenaga panas bumi tidak memerlukan bahan bakar, karena itu tidak terpengaruh
gejolak harga bahan bakar. Namun biaya modal cenderung tinggi. Pengeboran menyumbang lebih
dari setengah biaya keseluruhan, dan eksplorasi terhadap sumber panas bumi yang dalam akan
menambah risiko yang cukup besar. Sepasang sumur pembangkit biasa di Nevada yang dapat
mebangkitkan 4.5 MW listrik memerlukan biaya sekitar 10 juta dolar untuk pengeboran, dengan
tingkat kegagalan 20%.[22]Secara keseluruhan, biaya pembangunan pembangkit listrik tenaga panas
bumi dan pengeboran sumur berkisar antara 2-5 juta euro per MW kapasitas, sedangkan biaya
energi rata-rata-nya berkisar antara 0,04-0,10 euro per kWh.[7] Sistem panas bumi yang ditingkatkan
cenderung berada di sisi tertinggi dari kisaran tersebut, dengan biaya modal di atas 4 juta dolar
per MW dan biaya energi rata-rata diatas 0,054 dolar per kWh pada tahun 2007.[37]
Listrik panas bumi sangat skalabel: pembangkit kecil dapat menyediakan listrik untuk sebuah
pedesaan, meski dapat membutuhkan modal tinggi.[38]
Chevron Corporation merupakan swasta penghasil listrik panas bumi terbesar di dunia.[39] Ladang
panas bumi yang paling berkembang adalah The Geyser di California. Pada tahun 2008 ladang ini
menampung 15 unit pembangkit, yang semuanya dimiliki oleh Calpine, dengan kapasitas total
725 MW.[30]