Upload
ni-putu-chandra-prima
View
28
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
1. Apakah mikroba patogen tersebut merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia? Mengapa? Jelaskan secara singkat.
Belom menjadi masalah yang sangat parah. Tapi kita harus waspada terhadap botulisme bawaan makanan karena bisa terjadi kapan saja dan dimana saja *intinya gitu nanti karang sendiri aja kalimatnya ya pas presentasi ris*
2. Secara singkat, jelaskan struktur patogen, siklus hidup (life cycle), dan sertakan image dari patogen yang dimaksud (untuk mengenali morfologi patogen)
1. MORFOLOGI
Sel vegetatif C. botulinum berbentuk batang dan berukuran cukup besar untuk
ukuran bakteri. Panjangnya antara 3 μm hingga 7 – 8 μm. Lebarnya antara 0,4
μm hingga 1,2 μm.
Pada pengecatan Gram, C. botulinum yang mengandung spora bersifat Gram
positif, sedangkan C. botulinum yang tidak mengandung spora bersifat Gram
negatif. Namun, C. botulinum termasuk bakteri Gram positif.
Spora yang dihasilkan oleh sel Clostridium secara struktural sangat berbeda
dengan sel pada spesies itu sendiri, tapi yang terkenal adalah spora pada
Clostridia yang bersifat patogen. Lapisan paling luar spora disebut dengan
exosporium. Exosporium ini bervariasi antara masing – masing species,
terkenal pada species yang bersifat patogen, termasuk C. botulinum. Lapisan di
bawah exosporium disebut dengan membran spora, terdiri atas protein yang
strukturnya tidak biasa. Bagian tengah spora mengandung DNA spora,
ribosom, enzim, dan kation. Kandungan logam pada spora C. botulinum
berbeda dari kandungan metal pada Bacillus. Strain proteolitik C. Botulinum
dapat menghasilkan spora yang sangat resisten dengan pemanasan tinggi.
C. botulinum merupakan bakteri anaerob yang tidak dapat tumbuh di
lingkungan anaerob. Hasil uji pertumbuhan pada media agar aerob adalah
negatif. C. botulinum bersifat motil atau dapat bergerak dengan flagel yang
berbentuk peritirik. Motilitas C. botulinum ini umumnya sulit ditunjukkan,
terutama pada strain yang sudah cukup lama ditanam. C. botulinum
merupakan bakteri Gram positif yang memiliki kandungan peptidoglikan
antara 80 – 90% dari komponen dinding sel. C. botulinum tidak dapat
membentuk kapsula maupun plasmid. Bakteriofag pada genus Clostridium
dapat diasosiasikan dengan neurotoksisitas dari C. botulinum tipe C dan D
(Elvira, 2008).
1.1 Toksin
C. botulinum menghasilkan toksin yang disebut neurotoksin atau BoNT
(botulinum neurotoxin). Neurotoksin ini merupakan eksotoksin karena toksin
dikeluarkan oleh bakteri ke lingkungan. Toksin botulinum ini memiliki struktur
dan fungsi yang sama dengan toksin tetanus. Namun, toksin botulinum
mempengaruhi syaraf periferi karena memiliki afinitas untuk neuron pada
persimpangan otot syaraf.
Terdapat tujuh macam toksin yang berbeda – beda yang dihasilkan oleh C.
botulinum, yaitu tipe A, B, C, D, E, F, dan G. Toksin tipe A, B, dan E 9 (dan
kadang – kadang F) merupakan toksin yang menyebabkan penyakit botulisme
pada manusia. Tujuh macam toksin yang dihasilkan oleh C. botulinum ini telah
diidentifikasi dan sudah dapat disintesis sebagai polipeptida rantai tunggal
dengan bobot molekul 150.000 dalton yang kurang toksik. Setelah dipotong
dengan protease, akan terbentuk dua rantai polipeptida, yaitu rantai ringan
atau sub unit A dengan bobot molekul 50.000 dalton dan rantai berat atau sub
unit B dengan bobot molekul 100.000 dalton. Kedua rantai ini dihubungkan
oleh ikatan disulfida. Sub unit A merupakan toksin yang paling toksik yang
pernah diketahui.
Beberapa strain C. botulinum pembentuk toksin menghasilkan bakterifaga
yang dapat menginfeksi straun lain yang nontoksin dan mengubahnya menjadi
toksigenik.
2. FISIOLOGI
C. botulinum termasuk bakteri yang bersifat mesophilic dengan suhu optimum
untuk tumbuh yaitu 370 C untuk strain jenis A dan B serta 300 C untuk strain
jenis E. Suhu terendah dari strain jenis A dan B adalah 12,50 C namun pernah
juga dilaporkan bahwa kuman dapat tumbuh pada suhu 100 C. Disisi lain spora
jenis E dikatakan mampu tumbuh dan menghasilkan toksin pada suhu 3,30 C,
sementara jenis F dilaporkan tumbuh dan menghasilkan toksin pada suhu 40 C .
Secara umum strain jenis E dan B bersifat non-proteolitik serta strain F suhu
minimum untuk tumbuhnya lebih kurang 100 C lebih rendah daripada strain A
dan B. Sedangkan suhu maksimum untuk tumbuhnya yaitu : jenis A dan B pada
suhu 500 C. Strain jenis E memiliki suhu maksimum 5 derajat lebih rendah dari
strain A dan B dengan suhu optimumnya yaitu 300 C (Suardana, 2001; Cliver,
1990 ; Jay, 1978).
Produksi toksin dari C. botulinum tergantung dari kemampuan sel untuk
tumbuh di dalam makanan dan menjadi autolisis disana (Suardana, 2001;
Frazier dan Westhoff, 1988). Lebih lanjut produksi toksin dipengaruhi oleh
komposisi dari makanan atau medium terutama glukosa atau maltosa yang
diketahui sangat potensial terhadap produksi toksin, kelembaban, pH,
potensial redok, kadar garam, temperatur dan waktu penyimpanan.
Berdasarkan atas pH, dilaporkan bahwa C. botulinum tidak mampu tumbuh
pada pH di bawah 4,5. Lebih jauh dilaporkan bahwa organisme akan tumbuh
dengan baik dan menghasilkan toksin pada pH 5,5-8,0 (Suardana, 2001; Jay,
1978). Sedangkan Frazier dan Westhoff (1988) menyatakan bahwa nilai pH
minimal untuk pertumbuhan sel vegetatif adalah 4,87 sedangkan untuk
petumbuhan spora 5,01 di dalam cairan kaldu.
Nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan bersifat komplek, diperlukan asam
amino, vitamin B dan mineral. C. botulinum jenis A dan B memerlukan kadar
air 0,94 dan jenis E pada 0,97 Dilaporkan bahwa kadar garam 10% atau 50%
sukrosa akan menghambat pertumbuhan jenis A dan B. Tar dalam Jay (1978)
menyatakan bahwa pada konsentrasi 25-500 ppm dapat menghambat jenis A
lebih dari sebulan pada suhu optimum dengan pH 5,9-7,6. Di dalam penelitian
pembentukan toksin jenis E dan pertumbuhan sel didalam kalkun yang
diinkubasikan pada suhu 300 C, Midura et al., dalam Jay (1978) menemukan
bahwa spora jenis E akan memperbanyak diri dan menghasikan toksin dalam
waktu 24 jam. Penampakan toksin bertepatan dengan pertumbuhan sel
selama 2 minggu setelah toksin berada di luar sel hidup. Penemuan ini
mengungkapkan bahwa kemungkinan ditemukannya toksin jenis E di dalam
makanan tanpa ditemukannya sel jenis E.
Makanan yang mengandung toksin umumnya tanpa jenis organisme yang lain,
hal ini disebabkan oleh perlakuan panas dan pengepakan vakum. Dilihat dari
kehadiran ragi, kuman dilaporkan dapat tumbuh dan menghasilkan toksin
pada pH rendah 4,0. Ragi dianggap menghasilkan faktor pertumbuhan yang
diperlukan oleh Clostridia untuk tumbuh pada pH rendah, sementara bakteri
asam laktat diasumsikan sebagai alat pertumbuhan dengan terjadinya
penurunan potensial redok. Sejumlah strain C. perfringens menghasilkan
penghambat yang efektif terhadap 11 strain tipe A, 7 B proteolitik, dan 1 non
proteolitik, pada 5 strain E dan 7 strain F. Kautter et al., dalam Jay (1978)
menemukan bahwa strain jenis E dihambat oleh organisme non toksik lainnya
yang mempunyai ciri morfologi dan uji biokimia yang sama dengan tipe E.
Organisme yang menunjukkan efek penghambatan ini menghasilkan substansi
seperti bakteriocin yang dikenal dengan nama bioticin. Laporan menunjukkan
bahwa adanya kaitan antara C. botulinum tipe F dalam sampel lumpur selama
periode waktu tertentu dengan kehadiran dari Bacillus licheniformis, dan
kahadiran bakteri ini dianggap sebagai pembawa faktor penghambat untuk
pertumbuhan strain jenis F (Suardana, 2001).
3. TAKSONOMI
Klasifikasi Clostridium botulinum
adalah :
Kingdom : Bacteria
Divisi : Firmicutes
Kelas : Clostridia
Ordo : Clostridiales
Famili : Clostridiaceae
Genus : Clostridium
Species : Clostridium botulinum
Life cycle bakteri pada umumnya jangan lupa dipelajari ya ris
3. Jelaskan patologi singkat dan gejala penyakit yang disebabkan oleh patogen tersebut
Patologi Botulisme
Botulisme merupakan penyakit paralisis gawat yang disebabkan oleh racun yang
menyerang saraf. Ada tiga tipe umum dari botulisme yaitu Foodborne
botulism(bawaan makanan), wound botulism (bawaan luka) dan infant botulism
(botulisme pada bayi).
Gejala foodborne:
Gangguan visual
Kesulitan untuk berbicara
Konstipasi
Mual
Muntah
Paralisis otot
Semakin sulitnya bernapas
Gejala wound botulisme hampir mirip tapi tidak ada yang berhubungan
dengan pencernaan (konstipasi dll)
Gejala infant botulism konstipasi, lethargy, berkurangnya nafsu makan dan
sulitnya mengontrol gerakan kepala.
Ada 6 jenis toksin yang dihasilkan clostridium botulinum ini yaitu:
▫ Jenis A à bersifat lebih toksin daripada jenis B
▫ Jenis B à sering dijumpai di tanah
▫ Jenis C à penyebab penyakit pada unggas, sapi dan hewan lain
▫ Jenis D à berkaitan dengan keracunan makanan pada sapi
▫ Jenis E à bersifat toksik pada manusia, ditemukan pada ikan
▫ Jenis G à tidak mengakibatkan botulisme pada manusia
4. Jelaskan bagaimana patogen tersebut tersebar di lingkungan dan tertular ke manusia
5. Bagaimana kondisi lingkungan (suhu, kelembaban, cahaya, nutrisi, dll) yang mendukung kehidupan patogen
Penyebaran bakteri C. botulinum melalui spora yang dihasilkan oleh bakteri
tersebut. Spora C. botulinum dapat ditemukan di saluran pencernaan manusia,
ikan, burung, dan hewan ternak. Selain itu, spora C. botulinum juga dapat
ditemukan di tanah, pupuk organik, limbah, dan hasil panen. Spora tersebut
dapat berakhir di usus hewan yang memakan hewan atau tumbuhan yang
terkontaminasi spora tersebut kemudian memasuki rantai makanan manusia.
Jika spora memasuki lingkungan yang anaerob, misalnya pada kaleng
makanan, spora – spora tersebut akan tumbuh menjadi bakteri yang dapat
menghasilkan neurotoksin. Pada makanan yang tertutup dan pH nya rendah
(lebih dari 4,6) merupakan tempat pertumbuhan bakteri C. botulinum yang
kemudian dapat memproduksi racun. Faktor lain yang mendukung tumbuhnya
spora menjadi sel vegetatif adalah kadar garam yang di bawah 7%, kandungan
gula di bawah 50%, temperatur 4oC – 49oC (suhu kamar), kadar kelembapan
tinggi, serta sedikitnya kompetensi dengan bakteri flora (Elvira, 2008).
6. Bagaimana cara pencegahan penularan patogen tersebut
Bakteri Clostridium botulinum yang merupakan penyebab botulisme mempunyai ciri tidak tahan terhadap suhu panas walaupun sporanya dapat bertahan dalam beberapa jam pada suhu 100o celcius dan kira-kira dapat bertahan sampai 10 menit dalam suhu 120o celcius. Sehingga, cara efektif untuk membunuh racun botulinum pada makanan adalah dengan memanaskannya pada suhu 80o celcius selama 30 menit atau 100o celcius selama 10 menit.
Sementara itu, racun botulinum dapat bertahan stabil pada pH 3,5 sampai 6,5 dan akan inaktif pada pH di luar itu. Sehingga, disarankan untuk mengurangi natrium nitrit yang berfungsi sebagai pembentuk flavor dan warna, serta antimikroba, karena dikhawatirkan membentuk senyawa nitrosiamin yang bersifat asam kuat.
7. Bagaimana cara identifikasi patogen pada sampel asal manusia dan lingkungan
Ciri fisik yang dapat diamati pada manusia yang terkena racun botulinum yaitu, muntah, mengalami konstipasi, mulut kering dan kehausan, susah menelan dan berbicara, susah bernafas (dalam kondisi lebih parah). Sementara pada makanan yang tercemar, akan timbul baud dan rasa yang abnormal.