62
Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penuaan adalah sesuatu yang pasti terjadi pada manusia. Bertambahnya usia dan menjadi tua adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari. Pada umumnya manusia menganggap bahwa keluhan-keluhan yang berhubungan dengan proses penuaan adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari, dan merupakan proses alamiah yang sewajarnya muncul pada usia tua, sehingga bila timbul keluhan mereka tidak cepat-cepat berusaha untuk mencari pengobatan. Bila keluhan semakin berat barulah mencari pertolongan dokter. Mereka belum menyadari bahwa sebenarnya manusia dapat hidup dengan umur lebih panjang dengan kualitas hidup yang tetap baik. Dengan berkembangnya Ilmu Kedokteran Anti Penuaan (KAP) atau Anti-Aging Medicine (AAM) tercipta suatu konsep baru dalam dunia kedokteran. AAM adalah bagian ilmu kedokteran yang didasarkan pada penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran terkini untuk melakukan deteksi dini, pencegahan, pengobatan, dan perbaikan ke keadaan semula berbagai disfungsi, kelainan, dan penyakit yang berkaitan dengan penuaan, yang bertujuan untuk memperpanjang hidup dalam keadaan sehat. Dengan demikian, penuaan bukan lagi merupakan 1

Word Proposal

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pemberian ekstrak teh hijau menurunkan malondialdehide pada tikus yang di beri minyak jelantah

Citation preview

Page 1: Word Proposal

Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penuaan adalah sesuatu yang pasti terjadi pada manusia. Bertambahnya usia dan

menjadi tua adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari. Pada umumnya manusia menganggap

bahwa keluhan-keluhan yang berhubungan dengan proses penuaan adalah sesuatu yang tidak

dapat dihindari, dan merupakan proses alamiah yang sewajarnya muncul pada usia tua,

sehingga bila timbul keluhan mereka tidak cepat-cepat berusaha untuk mencari pengobatan.

Bila keluhan semakin berat barulah mencari pertolongan dokter. Mereka belum menyadari

bahwa sebenarnya manusia dapat hidup dengan umur lebih panjang dengan kualitas hidup

yang tetap baik.

Dengan berkembangnya Ilmu Kedokteran Anti Penuaan (KAP) atau Anti-Aging

Medicine (AAM) tercipta suatu konsep baru dalam dunia kedokteran. AAM adalah bagian

ilmu kedokteran yang didasarkan pada penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi

kedokteran terkini untuk melakukan deteksi dini, pencegahan, pengobatan, dan perbaikan ke

keadaan semula berbagai disfungsi, kelainan, dan penyakit yang berkaitan dengan penuaan,

yang bertujuan untuk memperpanjang hidup dalam keadaan sehat. Dengan demikian,

penuaan bukan lagi merupakan suatu keadaan normal yang memang harus terjadi, namun

dianggap sama sebagai suatu penyakit, yang dapat dan harus dicegah atau diobati bahkan

dikembalikan ke keadaan semula, sehingga berakibat usia harapan hidup manusia dapat

menjadi lebih panjang dengan kualitas hidup yang baik (Pangkahila, 2007).

Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan orang menjadi tua melalui proses

penuaan, yang kemudian menyebabkan sakit dan berakhir dengan kematian. Di antaranya

dapat disebabkan faktor dari luar, misalnya makanan yang tidak sehat, kebiasaan yang tidak

sehat, polusi lingkungan, stres dan faktor kemiskinan, dan dapat disebabkan faktor dari

dalam, salah satunya adalah radikal bebas. Jika faktor-faktor ini dibiarkan saja tanpa ada

usaha untuk mencegah atau menanggulanginya, maka proses penuaan akan terjadi lebih

cepat, bahkan angka morbiditas dan mortalitas akan ikut meningkat pula (Pangkahila, 2007).

1

Page 2: Word Proposal

Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah

Ada banyak teori tentang penuaan, di antaranya adalah teori radikal bebas yang

dikemukakan oleh Gerschman pada tahun 1954 dan kemudian dikembangkan oleh Denham

Harman pada tahun 1982. Teori ini menjelaskan bahwa radikal bebas dapat merusak sel-sel

dalam tubuh manusia. Penimbunan radikal bebas akan menyebabkan stres oksidatif yang

pada akhirnya dapat menimbulkan kerusakan, bahkan kematian sel dalam tubuh

(Goldmandan Klantz, 2003).

Stres oksidatif adalah suatu keadaan dimana produksi radikal bebas melebihi produksi

antioksidan. Kerusakan oksidatif terjadi sebagai akibat dari rendahnya antioksidan dalam

tubuh sehingga tidak dapat mengimbangi reaktivitas senyawa oksidan. Kerusakan oksidatif

yang berulang dan dalam waktu lama akan menyebabkan sel atau jaringan akan kehilangan

fungsinya dan rusak (Suryohusodo, 2000; Singh, 2006).

Radikal bebas dapat berasal dari dalam dan dari luar tubuh. Yang berasal dari dalam

tubuh, misalnya akibat proses respirasi sel, proses metabolisme, proses inflamasi, sedangkan

yang berasal dari luar tubuh dapat disebabkan oleh karena polutan, seperti asap rokok, asap

kendaraan bermotor, radiasi sinar matahari, makanan berlemak, kopi, alkohol, obat, minyak

goreng jelantah, bahan racun pestisida, dan masih banyak lagi yang lainnya. Juga dapat

dipicu oleh stres atau olahraga yang berlebihan (Pham-Huy et al., 2008).

Pada penggunaaan minyak goreng jelantah, khususnya yang digunakan dengan cara

deep frying dapat terbentuk radikal bebas. Yang dimaksud dengan minyak jelantah adalah

minyak limbah yang bisa berasal dari berbagai jenis minyak goreng. Minyak jelantah ini

merupakan minyak bekas yang sudah dipakai untuk menggoreng berbagai jenis makanan dan

sudah mengalami perubahan pada komposisi kimianya (Rukmini, 2007; Lestari, 2010).

Sedangkan deep frying adalah cara menggoreng yang menggunakan minyak goreng

dalam jumlah banyak, dengan pemanasan berulang dan pada suhu yang tinggi (Sartika,

2009). Pemanasan yang lama atau berulang-ulang akan mempercepat terjadinya destruksi

minyak akibat meningkatnya kadar peroksida. Hal tersebut terjadi karena pada saat

pemanasan akan terjadi proses destruksi berupa degradasi, oksidasi dan dehidrasi dari minyak

goreng. Proses ini dapat meningkatkan kadar peroksida dan pembentukan radikal bebas yang

bersifat toksik, sehingga membahayakan bagi tubuh (Mulyati dan Meilina, 2007; Oktaviani,

2009).

2

Page 3: Word Proposal

Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah

Radikal bebas dapat merusak makromolekul seperti protein, asam nukleat dan lipid.

Radikal bebas menimbulkan reaksi rantai, misalnya peroksidasi lipid yang berdampak

merusak komponen membran sel yang mengandung asam lemak tidak jenuh ganda menjadi

senyawa toksis terhadap sel seperti malondialdehid, 9-hidroksinoneal, F2-isoprostan, etana

dan pentana (Murray et al., 2000). Malondialdehid (MDA) merupakan salah satu petanda

terjadinya kerusakan oksidatif oleh radikal bebas pada membran sel (Suryohudoyo, 2000).

Antioksidan berperan penting dalam konsep Ilmu KAP dalam meredam efek buruk

dari radikal bebas, salah satu penyebab proses penuaan (Pangkahila, 2007). Penggunaan

antioksidan mulai marak akhir-akhir ini seiring dengan semakin meningkatnya pemahaman

pada masyarakat tentang peranan antioksidan dalam menghambat penyakit-penyakit

degeneratif seperti penyakit jantung, arteriosklerosis, penyakit kanker dan gejala penuaan

(Goldman dan Klantz, 2003; Kuncahyo dan Sunardi, 2007).

Antioksidan merupakan suatu senyawa yang dapat menghambat atau mencegah

terjadinya oksidasi.

Cara kerja senyawa antioksidan adalah (Utami et al.,2009):

1. Bereaksi dengan radikal bebas reaktif membentuk radikal bebas tidak reaktif yang

relatif stabil.

2. Antioksidan menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron

yang dimiliki radikal bebas.

3. Menghambat terjadinya reaksi rantai dari pembentukan radikal bebas.

Bukti-bukti menunjukkan India dan Cina adalah negara-negara pertama yang

menanam teh. Teh yang diseduh dari daun tanaman Camellia sinensis yang dikeringkan,

adalah salah satu minuman yang paling banyak dikonsumsi di seluruh dunia (UMMC, 2010).

Teh secara tradisional digunakan sebagai pengobatan berdasarkan pengalaman dimana

aktivitas fisiologis dari komponen-komponen di dalam teh telah digambarkan pada negara-

negara Asia terutama Jepang dan Cina (Nagao et al., 2007). Ratusan juta orang di dunia

meminum teh, dan terdapat penelitian yang melaporkan bahwa teh hijau (Camellia sinensis)

banyak memiliki kegunaan di bidang kesehatan (UMMC, 2010).

Banyak penelitian terhadap hewan dan manusia secara signifikan menunjukkan

manfaat polifenol teh hijau antara lain sebagai antioksidan, anti inflamasi, anti karsinogenik,

terapi penurun berat badan, efek perlindungan terhadap jantung, saraf dan hati (Kidd, 2009).

3

Page 4: Word Proposal

Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah

Polifenol adalah bahan kimia yang bersumber dari tumbuhan dengan banyak manfaat bagi

kesehatan. Salah satu sumber polifenol yang potensial adalah teh hijau. Teh hijau dibuat

dengan cara menginaktifkan enzim polyphenol oxidase sehingga kandungan polifenol dalam

teh hijau paling tinggi dibandingkan dengan jenis teh yang lain (Zaveri, 2005).

Epigallocatechin-3-gallate (EGCG) adalah komponen polifenol utama yang ditemukan pada

teh hijau. Beberapa komponen polifenol yang dikenal dengan nama catechin juga ditemukan

pada teh hijau, yakni epicatechin-3-gallate (ECG), epigallocatechin (EGC), epicatechin (EC)

dan catechin (Nagle et al., 2006).

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan, penggunaan minyak goreng jelantah yang

banyak terjadi di masyarakat dapat menyebabkan pembentukan radikal bebas, sehingga dapat

menyebabkan terjadinya stress oksidatif yang berakibat terjadinya kerusakan, bahkan

kematian sel. Hal ini diharapkan dapat ditanggulangi dengan pemakaian teh hijau yang

mengandung polifenol sebagai antioksidan.

Berdasarkan pengamatan penulis, belum ada penelitian ilmiah yang dilakukan untuk

membuktikan manfaat dari teh hijau dalam menurunkan malondialdehid yang diakibatkan

oleh pemakaian minyak goreng jelantah. Oleh karena itu penulis melakukan penelitian untuk

mengetahui apakah pemberian ekstrak teh hijau dapat menurunkan malondialdehid (MDA)

pada tikus jantan (Rattus norvegicus L.) galur Wistar sehat yang diberi/diinduksi minyak

goreng jelantah.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, maka dapat

dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Apakah pemberian ekstrak teh hijau dapat

menurunkan malondialdehid (MDA) pada tikus jantan (Rattus novergicus L.) galur Wistar

yang diberi minyak goreng jelantah?

4

Page 5: Word Proposal

Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian antioksidan dalam

menurunkan terjadinya kerusakan oksidatif.

1.3.2. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui pemberian ekstrak teh hijau dapat menurunkan MDA pada tikus

jantan galur Wistar yang diberi/diinduksi minyak goreng jelantah.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Ilmiah

Memberikan informasi ilmiah mengenai peranan pemberian ekstrak teh hijau dalam

menurunkan malondialdehid pada tikus jantan galur Wistar yang diberi minyak goreng

jelantah.

1.4.2. Manfaat Praktis

Memberikan informasi bahwa pemberian ekstrak teh hijau menurunkan

malondialdehid yang merupakan salah satu hasil dari terjadinya kerusakan oksidatif, salah

satu penyebab penting terjadinya proses penuaan. Selain itu, hasil dari penelitian ini

diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi penelitian selanjutnya.

5

Page 6: Word Proposal

Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Proses Penuaan

Proses penuaan didefinisikan sebagai penurunan progresif kemampuan tubuh untuk

mempertahankan, melindungi dan memperbaiki diri agar dapat tetap bekerja secara efisien.

Setiap manusia di dunia ini akan mengalami proses penuaan, sehingga fungsi tubuh perlahan-

lahan menurun. Penurunan fungsi ini akan menyebabkan menurunnya kualitas hidup (Arora,

2008).

Penuaan dapat digambarkan sebagai proses penurunan fungsi fisiologis tubuh secara

bertahap yang mengakibatkan hilangnya kemampuan tumbuh dan kembang serta

meningkatnya kelemahan (Bludau,2010).

Ada banyak faktor yang menyebabkan orang menjadi tua melalui proses penuaan,

yang kemudian menyebabkan sakit dan akhirnya membawa kepada kematian. Pada dasarnya

berbagai faktor itu dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor

internal ialah radikal bebas, hormon yang berkurang, proses glikosilasi, metilasi, apoptosis,

sistem kekebalan yang menurun, dan gen. Faktor eksternal yang utama ialah gaya hidup tidak

sehat, diet tidak sehat, kebiasaan salah, polusi lingkungan, stres dan kemiskinan. Kesemua

faktor tersebut dapat dicegah, diperlambat bahkan dihambat sehingga usia harapan hidup

dapat lebih panjang dengan kualitas hidup yang baik (Pangkahila, 2007).

Dengan mencegah proses penuaan, maka fungsi berbagai organ tubuh dapat

dipertahankan agar tetap optimal. Hasilnya, berbagai organ tubuh dapat berfungsi seperti

pada usia yang lebih muda, padahal usia sebenarnya telah bertambah. Karena itu, kemudian

dikenal dua macam usia, yaitu usia kronologis dan usia fisiologis. Usia kronologis adalah

usia sebenarnya sesuai dengan tahun kelahiran, sedangkan usia fisiologis ialah usia sesuai

dengan fungsi organ tubuh. Usia kronologis ternyata tidak terlalu sama dengan usia fisiologis

(Pangkahila, 2007).

6

Page 7: Word Proposal

Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah

Bermodalkan kesadaran tentang pentingnya menjaga kesehatan dan menghindari

berbagai faktor penyebab proses penuaan dilengkapi dengan pengobatan, masyarakat

memiliki kesempatan untuk hidup lebih sehat dan berusia lebih panjang dengan kualitas

hidup yang baik (Pangkahila, 2007).

Program-program yang mendasari anti-aging medicine adalah pola makan (diet),

olahraga, konsumsi antioksidan secukupnya, dan terapi hormonal (Arora, 2008). Maka

beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menghambat proses penuaan antara lain adalah

menjaga kesehatan tubuh dan jiwa dengan pola hidup sehat meliputi berolahraga teratur,

makanan sehat dan cukup, atasi stress, melakukan pemeriksaan kesehatan berkala yang

diperlukan dan disesuaikan dengan kondisi, menggunakan obat dan suplemen yang

diperlukan sesuai petunjuk ahli untuk mengembalikan fungsi berbagai organ tubuh yang

menurun. Namun, terdapat pula hambatan atau kesulitan melakukan upaya menghambat

proses penuaan, antara lain karena lingkungan tidak sehat, pengetahuan rendah dan kebiasaan

yang tidak sehat (Pangkahila, 2007).

Konsep dan definisi ilmu AAM pada awalnya diperkenalkan oleh A4M (American

Academy of Anti-Aging Medicine) pada tahun 1993, Anti Aging Medicine adalah bagian ilmu

kedokteran yang didasarkan pada penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran

terkini untuk melakukan deteksi dini, pencegahan, pengobatan, dan perbaikan ke keadaan

semula dan berbagai disfungsi, kelainan, dan penyakit yang berkaitan dengan penuaan, yang

bertujuan untuk memperpanjang hidup dalam keadaan sehat (Pangkahila, 2007).

Ada tiga pokok penting dalam perubahan paradigma yang memberi harapan baru bagi

umat manusia. Pertama, penuaan dapat dianggap dan diperlakukan seperti suatu penyakit

yang dapat dicegah, diobati, dan bahkan dikembalikan ke keadaan semula. Kedua, manusia

bukanlah semacam orang hukuman yang terperangkap dalam takdir genetiknya. Ketiga,

manusia mengalami keluhan atau gejala penuaan karena level hormonnya menurun, bukan

level hormon menurun karena manusia menjadi tua (Pangkahila, 2007).

Pada akhirnya, usia harapan hidup menjadi lebih panjang dan dalam keadaan sehat

dengan kualitas hidup yang baik. Ini berarti tetap dapat berkarya dengan baik pada usia

lanjut. Pada dasarnya inilah tujuan akhir AAM. Tidak ada manusia di muka bumi yang ingin

berusia lebih panjang, tetapi tidak mampu berbuat apa-apa, apalagi penuh penderitaan dan

membebani orang lain. AAM secara progresif berupaya mengatasi proses penuaan agar

7

Page 8: Word Proposal

Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah

keluhan, disfungsi, atau penyakit tidak muncul, sedangkan kedokteran konvensional

mengatasi keluhan, disfungsi, atau penyakit yang muncul karena proses penuaan (Pangkahila,

2007).

2.2. Radikal Bebas

2.2.1. Definisi Radikal Bebas

Radikal bebas yang juga dikenal sebagai reactive oxygen species (ROS) didefinisikan

sebagai suatu molekul, atom, atau beberapa grup atom yang mempunyai satu atau lebih

elektron tidak berpasangan pada orbital terluarnya. Molekul atau atom tersebut sangat labil

dan mudah membentuk senyawa baru.Terdapat berbagai macam radikal bebas sebagai

turunan dari karbon (C) dan nitrogen (N), akan tetapi yang paling banyak dipelajari adalah

radikal oksigen. Satu oksigen berpasangan dengan elektron berarti stabil; sedangkan, oksigen

dengan elektron tidak berpasangan adalah bersifat reaktif karena akan mencari dan

membangkitkan elektron dari komponen vital dan meninggalkan kerusakan (Muchtadi, 2013;

Baumann dan Saghari, 2009).

2.2.2. Sumber Radikal Bebas

Pembentukan radikal bebas dapat berasal dari dalam tubuh dan luar tubuh. Adapun

sumber radikal bebas antara lain (Pham-Huy et al., 2008):

1. Radikal bebas yang berasal dari dalam tubuh, yang timbul sebagai akibat dari

berbagai proses enzimatik di dalam tubuh, berupa hasil sampingan dari proses

oksidasi atau pembakaran sel yang berlangsung pada proses respirasi sel, pada

proses pencernaan dan pada proses metabolisme. Diproduksi oleh mitokondria,

membran plasma, lisosom, retikulum endoplasma, dan inti sel.

2. Radikal bebas yang berasal dari dalam tubuh, yang timbul sebagai akibat dari

bermacam-macam proses non-enzimatik di dalam tubuh, merupakan reaksi oksigen

dengan senyawa organik dengan cara ionisasi dan radiasi. Contohnya adalah proses

inflamasi dan iskemia.

8

Page 9: Word Proposal

Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah

3. Radikal bebas yang berasal dari luar tubuh, yang didapat dari polutan, seperti asap

rokok, asap kendaraan bermotor, radiasi sinar matahari, makanan berlemak, kopi,

alkohol, obat, bahan racun, pestisida, minyak goreng jelantah (deep frying) dan

masih banyak lagi yang lainnya. Peningkatan radikal bebas pun dapat dipicu oleh

stres atau olah raga yang berlebihan.

2.3. Antioksidan

2.3.1. Definisi Antioksidan

Radikal bebas dan reaksi oksidasi dapat dihambat oleh suatu zat yang disebut

antioksidan. Antioksidan adalah zat yang dapat menunda, memperlambat dan secara alamiah

menjadi molekul- molekul yang mampu menetralkan efek oksidasi yang merusak dalam

tubuh. Antioksidan terdiri dari macam- macam senyawa termasuk nutrisi (vitamin dan

mineral) dan enzim serta asam amino yang diyakini berperan penting dalam mencegah

perkembangan beberapa penyakit (Pangkahila, 2007).

Manfaat antioksidan dalam dunia kesehatan adalah untuk mencegah penyakit kanker,

aterosklerosis, penuaan dini dan penyakit- penyakit lain yang disebabkan oleh radikal bebas

(Baillie et al., 2009; Bjelakovic et al., 2007; Benzie, 2003). Antioksidan menetralisir radikal

bebas yang merusak dengan mengurangi molekul yang reaktif dan dengan demikian

melindungi sel- sel dari pemicu- pemicu stres endogen dan eksogen (Bosset, 2003).

Secara alami tubuh kita memiliki antioksidan endogen yang dihasilkan sendiri oleh

tubuh. Kapasitas antioksidan yang dimiliki oleh setiap individu berbeda-beda, tergantung

pola hidup yang dijalani masing-masing individu, serta faktor usia. Sistem pertahanan tubuh

yang utama dilakukan oleh antioksidan endogen, selebihnya dilakukan oleh antioksidan

eksogen. Antioksidan endogen merupakan antioksidan alami yang dihasilkan tubuh atau

disebut pula sebagai antioksidan primer, sedangkan antioksidan eksogen terdiri atas

antioksidan sekunder, tersier, pengikat oksigen (oxygen scavenger), dan pengikat logam

(chelator atau sequestrans) (Lingga, 2012).

9

Page 10: Word Proposal

Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah

2.3.2. Jenis Antioksidan

Macam- macam antioksidan adalah sebagai berikut:

1. Antioksidan primer

Antioksidan primer berbentuk enzim sehingga disebut juga sebagai

antioksidan enzimatis. Disebut primer karena bekerja secara cepat memberikan atom

hidrogen kepada senyawa radikal, sehingga berubah menjadi stabil (Suwardi, 2011;

Lingga, 2012), merupakan antioksidan enzimatik utama yang terlibat langsung

menetralkan ROS (Huy et al., 2008). Antioksidan enzimatis diantaranya adalah

superoxide dismutase (SOD), catalase, glutathion peroksidase (GPx).

Radikal bebas oksigen atau superoksid dinetralkan oleh SOD menjadi H2O2.

Enzim catalase menetralkan H2O2 dengan menguraikannya menjadi air dan oksigen.

Sedangkan glutathion peroksidase berfungsi seperti katalase menguraikan H2O2

menjadi air dan oksigen (Huy et al., 2008).

2. Antioksidan sekunder

Disebut juga antioksidan non-enzimatis, berfungsi menangkap radikal bebas

serta mencegah terjadinya reaksi berantai sehingga menghindari kerusakan sel yang

lebih parah (Lingga, 2012). Antioksidan ini dibagi menjadi antioksidan metabolik dan

antioksidan nutrient.

Antioksidan metabolik yang termasuk antioksidan endogen diproduksi oleh

metabolisme tubuh, seperti asam lipoid, glutation, L-arginin, coenzim Q10,

melatonin, uric acid, bilirubin, metal-chelating protein, transferrin (Huy et al., 2008).

Sedangkan antioksidan nutrient yang termasuk antioksidan eksogen adalah

komponen yang tidak dapat diproduksi tubuh dan hanya didapat dari makanan atau

suplemen, misalnya vitamin A, C, dan E, serta beberapa macam zat nirgizi antara lain

karotenoid, flavonoid, tanin dan sejumlah fitokimia lainnya (Lingga, 2012), trace

metals (selenium, manganese, zinc), omega-3, dan omega-6 (Huy et al, 2008).

Vitamin E. Merupakan vitamin yang larut dalam lemak dan mempunyai potensi

antioksidan yang tinggi. Karena larut dalam lemak, vitamin E dalam bentuk α-

10

Page 11: Word Proposal

Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah

tocopherol melindungi membran sel dari kerusakan akibat radikal bebas (Huy et al.,

2008).

Vitamin C. Merupakan vitamin yang larut dalam air. Sangat penting untuk biosintesa

kolagen, karnitin, dan neurotransmiter. Vitamin C bekerja sinergis dengan vitamin E

untuk menghilangkan radikal bebas dan juga memperbaharui bentuk vitamin E (Huy

et al., 2008).

Beta karoten. Sifat larut dalam lemak, termasuk karotenoid yang berbentuk

provitamin, karena dapat diubah menjadi vitamin A aktif. Merupakan antioksidan

kuat dan terbaik menghilangkan singlet oksigen (Huy et al., 2008).

Selenium (Se). Merupakan trace mineral ditemukan dalam tanah, air, sayur-sayuran

(bawang putih, bawang merah, kaacang-kacangan), sea food, daging, hati. Untuk

mengaktifkan glutathion peroksidase (Huy et al., 2008).

Zinc (Zn). Merupakan ko-faktor berbagai sistem enzim termasuk zinc-dependent

matrix metalloproteinase (Thakur et al., 2011).

Flavonoids. Merupakan komponen polyphenolic yang terdapat pada banyak tanaman.

Berdasarkan struktur kimia, diketahui terdapat lebih 4000 flavonoid, yang efeknya

menguntungkan bagi kesehatan tubuh, utamanya sebagai antioksidan yang kuat dan

kemampuan mengikat zat tertentu yang berbahaya bagi tubuh (chelat). Efek

perlindungan dari flavonoid dalam sistem biologikal adalah kapasitasnya untuk

mentransfer elektron kepada radikal bebas, mengikat katalis logam, mengaktifkan

antioksidan enzimatik, mengurangi radikal α-tocopherol, dan menghambat oksidase

(Heim et al., 2002). Kemampuan untuk membasmi radikal bebas utamanya

disebabkan karena reaktifitas yang tinggi dari gugus hydroxyl flavonoid dengan reaksi

sebagai berikut ;

F- OH + R F- O + RH

Efek chelating dari flavonoid dengan menetralkan ion besi dari kelebihan besi dalam

sel hepar, sehingga menghambat kerusakan oksidatif. Reaksi dari besi fero dengan

hidrogen peroksida menghasilkan radikal hidroksil yang kemudian mengoksidasi

biomolekul di sekitarnya. Dikenal sebagai reaksi Fenton, yang berhubungan dengan

11

Page 12: Word Proposal

Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah

konsentrasi tembaga atau besi. Reaksi Fenton ini dihambat dengan kuat oleh flavonoid

(Heim et al., 2002).

Tannins. Berfungsi sebagai antioksidan untuk mencegah kerusakan oksidatif DNA

dengan dua cara, yaitu mengikat logam terutama besi dan secara langsung membasmi

radikal bebas (Lodovici et al., 2001).

3. Antioksidan tersier

Antioksidan kelompok ini adalah enzim DNA-repair. Enzim ini memperbaiki

biomolekuler yang rusak akibat reaktivitas radikal bebas (Suwardi, 2011).

Antioksidan tersier berupa enzim metionin sulfoksida (Lingga, 2012). Cara kerjanya

memperbaiki kerusakan DNA melalui proses metilasi, yakni terbentuknya

sadenosylmetionin (SAMe) dari asam amino metionin yang bereaksi dengan ATP.

Kekurangan metilasi ini salah satunya dapat menimbulkan penuaan dini (Suwardi,

2011).

Berdasarkan dua mekanisme pencegahan dampak negatif oksidan, maka antioksidan dapat

dibagi menjadi dua golongan (Murray et al., 2000), yaitu:

1. Antioksidan pencegah (preventive antioxidants)

Pada dasarnya tujuan antioksidan ini mencegah terjadinya radikal hidroksil, yaitu

radikal yang paling berbahaya. Diperlukan tiga komponen untuk terbentuknya

radikal hidroksil, yaitu logam transisi Fe atau Cu, H2O2 dan ion superoksid.

Agar reaksi Fenton tidak terjadi, maka harus dicegah keberadaan ion Fe2+ atau

Cu2+ bebas. Untuk itu berperan beberapa protein penting, yaitu transferin atau

feritin (untuk Fe) dan seruloplasmin atau albumin (untuk Cu).

Penimbunan ion superoksid (O2-) dapat dicegah oleh enzim SOD (superoksid

dismutase) dengan mengkatalisis reaksi dismutase ion superoksid:

2O2- + 2H H2O2 + O2

Penimbunan H2O2 dapat dicegah melalui aktivitas dua enzim, yaitu katalase

(mengkatalisis reaksi dismutase H2O2) dan peroksidase.

2. Antioksidan pemutus rantai (chain-breaking antioxidants)

Dalam kelompok ini terdapat vitamin E (tokoferol), vitamin C (asam askorbat),

beta karoten, glutation dan sistein. Vitamin E dan beta karoten bersifat lipofilik,

12

Page 13: Word Proposal

Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah

sehingga dapat berperan pada membran sel untuk mencegah peroksidasi lipid.

Sedangkan vitamin C, glutation dan sistein bersifat hidrofilik dan berperan dalam

sitosol.

2.4. Stres Oksidasi

Suatu keadaan dimana terjadi ketidakseimbangan antara prooksidan dan antioksidan

akan menimbulkan suatu keadaan yang disebut dengan stres oksidatif. Ketika jumlah

antioksidan yang diperlukan oleh tubuh saat mengalami stres oksidatif tidak mencukupi,

maka dapat merusak membran sel, protein, dan DNA. Dengan demikian penumpukan hasil

kerusakan oksidatif yang berulang dan dalam waktu yang lama akan menyebabkan sel atau

jaringan akan kehilangan fungsinya dan rusak/ mati (Sen and Packer, 2000).

Stres oksidatif yang meningkat dapat memicu timbulnya berbagai penyakit dan

mempercepat terjadinya proses penuaan (Sen and Packer, 2000; Atalay and Laaksonen,

2002). Hal ini disebabkan oleh kadar antioksidan yang rendah atau adanya inhibisi terhadap

ensim antioksidan yang menyebabkan kerusakan sel. Berbagai antioksidan endogenus dan

eksogenus berperan penting dalam melindungi jaringan dari kerusakan oksidatif dan berbagai

penyakit kronis (Sen et al, 2010).

Stres oksidasi menyebabkan kerusakan oksidatif terhadap lemak, protein, dan DNA.

Prooksidan dapat memicu proses peroksidasi terhadap lipid. Peroksida lipid tidak saja

bertanggung jawab atas perusakan makanan, tetapi yang lebih penting adalah perusakan

jaringan tubuh in vivo, sehingga dapat menimbulkan berbagai macam penyakit, seperti

penyakit kanker, inflamasi, aterosklerosis, dan proses penuaan. Peroksidasi terhadap lipid

dalam membran sel akan sangat mengganggu fungsi membran, menimbulkan kerusakan yang

ireversibel terhadap fluiditas dan elastisitas membran, yang dapat menyebabkan ruptur

membran sel (Szocs, 2004). Untuk mengetahui terjadinya peroksida lipid salah satunya

adalah dengan mengukur kadar MDA (Suryohudoyo, 2000).

Saat ini banyak beredar di pasaran berbagai produk antioksidan, vitamin, mineral, dan

obat-obat herbal yang belum terbukti secara ilmiah. Pemberian hormon dan antioksidan saat

ini banyak dilakukan untuk menghambat terjadinya proses penuaan. Masyarakat diharapkan

lebih teliti dalam hal ini (Pangkahila, 2007).

13

Page 14: Word Proposal

Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah

2.5. Malondialdehid (MDA)

MDA merupakan produk akhir dari peroksidasi lipid, dan biasanya digunakan sebagai

biomarker biologis untuk menilai stres oksidatif (Suryohudoyo, 2000). Pada proses

peroksidasi lipid, selain MDA terbentuk juga radikal bebas yang lain, tetapi radikal bebas

tersebut mempunyai waktu paruh yang pendek sehingga sulit diperiksa dalam laboratorium

(Cherubini et al., 2005).

Senyawa ini memiliki tiga rantai karbon, dengan rumus molekul C3H4O2. MDA dapat

bereaksi dengan komponen nukleofilik atau elektrofilik. Aktivitas non-spesifiknya, MDA

dapat berikatan dengan berbagai molekul biologis seperti protein, asam nukleat dan

aminofosfolipid secara kovalen (Winarsi, 2007). MDA merupakan produk oksidasi asam

lemak tidak jenuh oleh radikal bebas. MDA juga merupakan metabolit komponen sel yang

dihasilkan oleh radikal bebas, sehingga konsentrasi MDA yang tinggi menunjukkan adanya

proses oksidasi dalam membran sel. Status antioksidan yang tinggi biasanya diikuti oleh

penurunan kadar MDA (Winarsi, 2007)

Pengukuran kadar MDA serum dapat dilakukan dengan Test Thiobarbituric Acid

Reactive Subtance (TBARS) yang berdasar pemeriksaan reaksi spektrofotometrik (Konig dan

Berg, 2002).

2.6. Teh Hijau (Camelia sinensis)

Dalam istilah kekerabatan dunia tumbuh-tumbuhan, teh digolongkan ke dalam:

Kingdom: Plantae

Divisio: Spermatophyta

Sub Divisio: Angiospermae

Class: Dicotiledoneae

Ordo: Guttiferales

Famili: Tehaceae

Genus: Camelia

Spesies: Camelia sinensis (Setyaamidjaja, 2000).

14

Page 15: Word Proposal

Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah

Setelah air, teh adalah minuman yang paling banyak dikonsumsi di seluruh dunia

dengan konsumsi per kapita 120 ml/hari. Dari 76-78% teh yang dihasilkan dan dikonsumsi di

seluruh dunia adalah teh hitam 20%, teh hijau 22%, dan sisanya 2% adalah teh oolong

(Lipton Institute of Tea). Teh telah lama dikenal sebagai minuman yang bercita rasa khas dan

berkhasiat bagi kesehatan. Budaya minum teh telah dimulai sejak tahun 2737 SM di Cina

(Syah, 2006). Sedangkan di Indonesia, teh dikenal sejak tahun 1686 ketika seorang Belanda

yang bernama Dr. Andreas Cleyer membawanya ke Indonesia (Syah, 2006).

Bukti-bukti menunjukkan India dan Cina adalah negara-negara pertama yang

menanam teh. Teh yang diseduh dari daun tanaman Camellia sinensis yang dikeringkan,

adalah salah satu minuman yang paling banyak dikonsumsi di seluruh dunia (UMMC, 2010).

Teh secara tradisional digunakan sebagai pengobatan berdasarkan pengalaman dimana

aktivitas fisiologis dari komponen-komponen di dalam teh telah digambarkan pada negara-

negara Asia terutama Jepang dan Cina (Nagao et al., 2007). Ratusan juta orang di dunia

meminum teh, dan terdapat penelitian yang melaporkan bahwa teh hijau banyak memiliki

kegunaan di bidang kesehatan (UMMC, 2010).

Beberapa studi menyebutkan manfaat dan keuntungan dari teh hijau pada manusia

antara lain sebagai antioksidan yang sangat baik untuk mengurangi tubuh kita dari kerusakan

oksidatif. Asupan antioksidan sekunder dari bahan pangan sangat diperlukan. Makin tinggi

asupan antioksidan eksogenus, makin tinggi pula status antioksidan endogenus. Jadi

diperlukan konsumsi bahan makanan yang kaya akan komponen antioksidan dalam jumlah

memadai, agar mampu menginduksi kerja ensim antioksidan dalam tubuh sehingga mampu

menekan kerusakan sel yang berlebihan dan mempertahankan status antioksidan seluler

(Harborne and William, 2001; Buhler and Miranda, 2000).

Tahapan pengolahan teh hijau terdiri dari pelayuan, penggulungan, pengeringan,

sortasi kering, serta pengemasan.

a. Pelayuan

Pelayuan bertujuan untuk menginaktifkan enzim polifenol oksidase dan menurunkan

kandungan air dalam pucuk, agar menjadi lentur dan mudah digulung. Pelayuan

dilaksanakan dengan cara mengalirkan sejumlah pucuk secara berkesinambungan kedalam

alat pelayuan Rotary Panner dalam keadaan panas dengan suhu pelayuan 80-1000C.

Selama proses pelayuan berlangsung dalam rotary panner, terjadi proses penguapan air

15

Page 16: Word Proposal

Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah

baik yang terdapat di permukaan maupun yang terdapat di dalam daun. Uap air yang

terjadi harus secepatnya dikeluarkan dari ruang roll rotary panner, untuk mencegah

terjadinya hidrolisa klorofil oleh uap asam-asam organik.

b. Penggulungan

Penggulungan bertujuan membentuk mutu secara fisik, karena selama penggulungan,

pucuk teh akan dibentuk menjadi gulungan-gulungan kecil dan terjadi pemotongan. Proses

ini harus segera dilakukan setelah pucuk layu kelua rmesin rotary panner. Penggulungan

dilakukan satu kali agar tidak terjadi penghancuran daun teh terlalu banyak, yang dapat

meningkatkan jumlah bubuk dengan mutu yang kurang menguntungkan. Lama

penggulungan sebaiknya tidak lebih dari 30 menit dihitung sejak pucuk layu masuk mesin

penggulung.

c. Pengeringan

Pengeringan pada teh hijau bertujuan menurunkan kadar air dari pucuk yang digulung

hingga 3-4%, memekatkan cairan sel yang menempel di permukaan daun sampai

berbentuk seperti perekat, dan memperbaiki bentuk gulungan teh jadi. Untuk mencapai

tujuan tersebut, dilaksanakan dua tahap pengeringan, masing-masing menggunakan mesin

yang berbeda. Mesin pengering pertama disebut Endless Chain Pressure (ECP) Dryer.

Pada mesin pengering ini, suhu diatur supaya suhu masuk 130-1350C dan suhu keluar 50-

550C dengan lama pengeringan 25 menit. Pada pengeringan pertama ini, jumlah air yang

diuapkan mencapai 50% dari bobot pucuk, sehingga hasilnya baru setengah kering dengan

tingkat kekeringan 30-35%. Pada pengeringan tahap kedua digunakan mesin pengering

Rotary Dryer tipe Repeat Rool. Maksud pengeringan kedua adalah untuk menurunkan

kadar air sampai 3-4% serta memperbaiki bentuk gulung teh kering. Pengeringan dalam

rotary dryer menggunakan suhu tidak lebih dari 700C dengan lama pengeringan 80-90

menit, dan putaran rotary dryer 17-19 rpm. Untuk memperoleh hasil pengeringan yang

baik selain ditentukan oleh suhu dan putaran mesin juga ditentukan oleh kapasitas mesin

pengering. Kapasitas per batch mesin pengering ditentukan oleh diameter mesin itu.

Rotary dryer yang rollnya berdiameter 70 cm, mempunyai kapasitas pengeringan 40-50 kg

teh kering, dan untuk roll yang berdiameter 100 cm kapasitasnya 60-70 kg teh kering.

16

Page 17: Word Proposal

Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah

d. Sortasi Kering

Sortasi kering bertujuan memisahkan, memurnikan dan membentuk atau mengelompokkan

jenis mutu teh hijau dengan bentuk ukuran yang spesifik sesuai dengan standar teh hijau.

Hal ini terjadi oleh karena teh yang berasal dari pengeringan masih bercampur, baik

bentuk maupun ukuran.

Pada prinsipnya, sortasi kering teh hijau adalah :

1. memisahkan keringan teh hijau yang banyak mengandung jenis mutu ekspor

2. memisahkan partikel-partikel yang mempunyai bentuk dan ukuran yang relatif sama ke

dalam beberapa kelompok, kemudian memisahkannya dari tulang-tulang daunnya

3. melakukan pemotongan dengan tea cutter bagian-bagian teh yang ukurannya masih

lebih besar dari jenis mutu yang dikehendaki

4. setelah hasil sortasi teh hijau terkumpul menjadi beberapa jenis dilakukan polishing

dengan menggunakan mesin polisher

5. hasil sortasi ini dikelompokkan kedalam jenis-jenis mutu teh hijau sesuai dengan mutu

yang ada.

e. Penyimpanan dan Pengemasan

Pengemasan teh hijau dilakukan dengan bahan pembungkus kantong kertas yang di

dalamnya dilapisi aluminium foil. Untuk memasarkannya teh hijau biasa dikemas dalam

kantong kertas atau kantong plastik dengan ukuran kemasan bervariasi (Setyamidjaja,

2000).

Terdapat tiga variasi utama dari teh, yakni teh hijau, teh hitam dan teh oolong, dimana

semua ini didapatkan dari daun-daun tanaman Camellia sinensis tergantung pada derajat

oksidasinya. Perbedaan dari variasi teh tersebut adalah pada pemrosesannya. Proses

pembuatan teh diatur untuk mencegah atau membiarkan polifenol yang terdapat dalam teh

untuk teroksidasi secara alami oleh polyphenol oxidase yang terdapat pada daun teh. Teh

hijau diproses dengan cara menginaktivasi polyphenol oxidase pada daun yang masih segar

dengan cara dipanaskan atau diuapkan, yang akan mencegah oksidasi catechin, yakni

komponen flavonoid terbanyak pada ekstrak teh hijau. Teh oolong dioksidasi parsial atau

sebagian sementara teh hitam sepenuhnya dioksidasi (Velayutham et al., 2008). Semakin

besar tingkat fermentasi daun-daun teh, maka kandungan polifenol-nya akan semakin sedikit

dan kadar kafeinnya akan semakin banyak (UMMC, 2010). Sebagai hasil, teh hijau yang

17

Page 18: Word Proposal

Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah

diproses untuk mencegah fermentasi dan oksidasi, mengandung kadar yang lebih tinggi akan

polifenol yang merupakan antioksidan jika dibandingkan dengan teh hitam (Shrubsole, 2009),

sementara itu teh hitam memiliki kadar kafein 2-3 kali lebih banyak daripada teh hijau

(UMMC, 2010).

Daun teh yang baru dipetik mengandung air 75 % dari berat daun dan sisanya berupa

padatan dan terdiri dari bahan-bahan organik dan anorganik. Bahan organik yang penting

dalam pengolahan antara lain polifenol, karbohidrat dan turunannya, ikatan nitrogen, pigmen,

enzim dan vitamin.

Bahan-bahan kimia dalam daun teh dikelompokkan menjadi 4 kelompok besar, yaitu:

a. Substansi fenol: tanin/ katekin, flavanol (querecetin, kaemferol dan myricetin)

b. Substansi bukan fenol: karbohidrat (sukrosa, glukosa, fruktosa), substansi pectin (pektin

dan asam pektat), alkaloid (kafein, teobromin, teofilin), protein, substansi resin, vitamin

(vitamin C, K, A, B1, B2, asam nikotinat dan asam pantotenat), serta substansi mineral

c. Substansi aromatis: fraksi karboksilat, fenolat, karbonil, netral bebas karbonil (sebagian

besar terdiri atas alkohol).

d. Enzim: invertase, amilase, glukosidase, oximetilase, protease, dan peroksidase.

Keempat kelompok tersebut bersama-sama mendukung terjadinya sifat-sifat yang baik pada

teh (Setyamidjaja, 2000).

Fungsi kesehatan dari teh hijau dihubungkan dengan kandungan polifenol-nya, suatu

kimia dengan fungsi antioksidan. Teh hijau mengandung catechin, sebagai zat aktifnya, yang

merupakan polifenol dengan berat molekul rendah yang terdiri dari monomer flavan-3-ol;

catechin terutama terdiri dari EGCG, EGC, ECG, EC. Daun teh hijau mengandung polifenol

sampai dengan 30% berat kering, dimana catechin dari teh hijau merupakan 80-90%

flavonoid total, dan EGCG adalah catechin yang terbanyak (48-55%), diikuti EGC (9-12%),

ECG (9-12%), dan EC (5-7%) (Velayutham et al., 2008).

Kandungan catechin dari ekstrak teh hijau dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam

metode persiapan ekstrak seperti kondisi pengeringan dan derajat fermentasi dari daun teh.

Kadar catechin juga bervariasi pada daun teh itu sendiri yang diakibatkan perbedaan-

perbedaan seperti perbedaan varietas, asal dan kondisi tumbuhnya tanaman (Velayutham et

al., 2008; Chacko et al., 2010).

18

Page 19: Word Proposal

Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah

Daun teh hijau mengandung 10-20% catechin, terutama EGCG (Nagao et al., 2007).

EGCG adalah komponen polifenol pada teh hijau yang paling banyak dipelajari dan

merupakan zat yang paling aktif. Polifenol lainnya pada teh hjau termasuk flavanol dan

glikosida serta depsides seperti chlorogenic acid, quinic acid, karotenoid, trigalloyglucose,

lignin, protein, klorofil, mineral (aluminium atau mangan tergantung kandungan mineral

dalam tanah) (Velayutham et al., 2008).

Teh hijau juga mengandung alkaloid termasuk kafein, teobromin dan teofilin.

Alkaloid ini memberikan efek stimulan dari teh hijau. L-theanine, sebuah asam amino yang

ditemukan pada teh hijau, telah dilaporkan memberikan efek relaksasi pada sistem saraf

(UMMC, 2010).

Gambar 2.1. Struktur kimia dari tulang punggung catechin

Sumber : Velayutham et al., 2008

Seperti terlihat pada gambar 2.1, catechin merupakan komponen polifenolik dengan

kerangka diphenyl propane. Struktur kimianya terdiri dari cincin polifenolik (A) yang

terkondensasi dengan six-membered oxygen yang mengandung cincin heterosiklik (C) yang

membawa cincin polifenolik lainnya (B) pada posisi 2. Catechin dicirikan dengan banyak

kelompok hidroksil pada cincin A dan B. EC adalah sebuah epimer yang mengandung dua

kelompok hidroksil pada posisi 3’ dan 4’ dari cincin B dan sebuah kelompok hidroksil pada

posisi 3 dari cincin C (Gambar 2). Satu-satunya perbedaan struktural antara EGC dan EC

adalah EGC memiliki tambahan kelompok hidroksil pada posisi 5‘ dari cincin B. ECG dan

EGCG adalah derivat ester dari EC dan EGC secara respektif, melalui esterifikasi pada posisi

3 hidroksil dari cincin C dengan gallate moeity (Velayutham et al., 2008).

Berbagai penelitian mengenai fungsi antioksidan,antikarsinogenik, antihiperkolesterol

dan anti kanker serta pengaruh pencegahan terhadap penyakit jantung iskemik dari catechin

telah menarik perhatian yang besar akan ekstrak teh hijau (Klaus et al., 2005; Nagao et al.,

19

Page 20: Word Proposal

Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah

2007). Konsumsi teh hijau dapat bermanfaat bagi kesehatan karena di antaranya telah

ditunjukkan berkurangnya insidens kanker pada berbagai model penelitian (Kao et al., 2000).

Gambar 2.2. Struktur kimia dari catechin

Sumber : Velayutham et al., 2008

Catechin juga dilaporkan dapat memperbaiki lipid darah, kolesterol serum,

merelaksasi otot polos vaskular, meningkatkan pengeluaran energi dan oksidasi lemak,

meningkatkan beta oksidasi lemak di hati, mengurangi lemak tubuh dan mengurangi tekanan

darah sistolik. Sehingga diduga catechin dapat bermanfaat sebagai pengobatan untuk

gangguan kesehatan yang disebabkan pola hidup yang sedentari (Kao et al., 2000; Klaus et

al., 2005; Nagao et al., 2009).

Walaupun teh hijau memiliki beberapa pengaruh yang baik bagi kesehatan, efek teh

hijau dan konstituennya bermanfaat sampai pada dosis tertentu, dimana dosis yang lebih

besar dapat menyebabkan efek samping yang buruk. Lebih jauh lagi, efek catechin dari teh

hijau mungkin bervariasi pada tiap individu. Terdapat penelitian yang menyebutkan ekstrak

EGCG dari teh hijau bersifat sitotoksik, dan bahwa konsumsi teh hijau yang berlebihan dapat

menyebabkan sitotiksisitas akut pada sel hepar. Sebuah penelitian lain menyebutkan

20

Page 21: Word Proposal

Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah

konsumsi teh hijau yang berlebihan dapat mengakibatkan kerusakan asam deoksiribonukleat

(DNA) oksidatif pada pankreas dan hati dari hamster. Yun et al menyebutkan bahwa EGCG

justru bersifat sebagai pro-oksidan dan bukan sebagai antioksidan pada sel beta pankreas in

vivo. Mengingat hal tersebut konsumsi teh hijau secara berlebihan dapat berbahaya bagi

kesehatan (Chako et al., 2010).

Mereka yang mengkonsumsi kafein dalam jumlah tinggi, termasuk kafein dalam teh

hijau untuk periode waktu yang lama dapat mengalami iritabilitas, insomnia, palpitasi

jantung, pusing. Kelebihan dosis dari kafein dapat menyebabkan nausea, muntah, diare,sakit

kepala dan hilangnya nafsu makan. Juga penting dilakukan pengaturan konsumsi teh hijau

bersamaan dengan obat-obatan karena efek diuretik dari kafein (Chako et al., 2010).

Beberapa penelitian menunjukkan kemampuan tanaman teh untuk mengakumulasi

kadar aluminium yang tinggi. Aspek ini penting bagi pasien dengan gagal ginjal karena

aluminium dapat diakumulasi dalam tubuh menyebabkan penyakit nefrologis. Sama halnya

catechin teh hijau memiliki afinitas untuk besi, dan infusi teh hijau dapat menurunkan

bioavailibitas zat besi dari diet (Chako et al., 2010).

Minuman teh yang umum, yang disiapkan dari 1 gram daun-daun teh yang diseduh

dengan 100 mL air mendidih selama 3 menit mengandung 250-350 mg berat kering yang

terdiri dari 30-42% catechin dan 3-6% kafein (Velayutham et al., 2008). Secangkir teh hijau

mengandung 80-106 mg polifenol. Konsumsi 1-3 cangkir teh per hari adalah takaran yang

umum di Amerika Serikat, namun di Jepang, konsumsi sebanyak 9 cangkir teh termasuk

wajar, hal ini menurut penelitian epidemiologis (Sarma et al., 2008).

Ekstrak teh hijau distandardisasi untuk mencapai kadar polifenol yang bervariasi dari

25%-97%. Sebagai contoh, sebuah ekstrak yang distandardisasi menjadi 25% catechin

(Exolise®, satu kapsul tiga kali sehari) menyediakan 375 mg catechin per hari, dimana

270mg-nya adalah EGCG. Ini secara kasar sebanding dengan tiga cangkir teh. Produk lain

(Tegreen 97®) distandardisasi mengandung 97% polifenol. Dosis yang disarankan

mengandung hampir 600 mg polifenol per hari (Sarma et al., 2008). Pendapat lain

mengatakan dosis ekstrak teh hijau yang disarankan untuk dikonsumsi per harinya adalah

100-800 mg atau sebanding dengan 2-3 gelas teh hijau per harinya (Kluwer, 2009; UMCC,

2010).

21

Page 22: Word Proposal

Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah

Beberapa studi klinis menyediakan informasi mengenai farmakokinetik dari

konstituen teh hijau. Sebuah uji klinis selama 8 minggu pada 49 pasien kanker menunjukkan

bahwa dosis maksimal yang dapat ditoleransi (maximum tolerated dose) dari ekstrak teh hijau

adalah 4,2 g/m² satu kali sehari atau 1,0 g/m² tiga kali sehari. Toksisitas yang dapat diamati

bervariasi dari ringan sampai berat, tergantung dari dosis, dan termasuk di antaranya keluhan

gastrointestinal (perut kembung, flatulen dan nausea), neurologis (insomnia, sakit kepala,

nyeri, perestesi, tremor) dan kardiovaskular (palpitasi). Waktu untuk mencapai konsentrasi

maksimal (tmax) untuk EGCG adalah 1-3 jam dan konsentrasi plasma maksimum dari EGCG

adalah 100-225 ng/ml setelah pemberian 4,2 g/m² satu kali sehari (Sarma et al., 2008).

Studi klinis lain dengan lima subjek per kelompok menunjukkan bahwa EGCG dan

Polyphenon® E (ekstrak teh hijau decaffeinated yang mengandung 60% EGCG)

menghasilkan konsentrasi plasma yang serupa pada kadar dosis yang diperiksa (200-800 mg

EGCG). Pada penelitian dosis tunggal ini dilaporkan bahwa availibilitas sistemik dari EGCG

meningkat dengan meningkatnya dosis, hal ini dimungkinkan terjadi oleh karena elimiasi

presistemik saturabel (saturable presystemic elimination). Efek samping yang dapat diamati

oleh para peneliti hanyalah sakit kepala ringan dan rasa lelah (Sarma et al., 2008).

Sebuah penelitian dengan kontrol plasebo yang diacak (randomized, placebo

controlled study) pada sukarelawan sehat (delapan subjek pada tiap kelompok) menunjukkan

bahwa ekstrak teh hijau yang diberikan dengan dosis 800 mg per hari selama 4 minggu aman

dan dapat ditoleransi dengan baik (Sarma et al., 2008).

Penelitian pada sukarelawan sehat (sepuluh subjek pada tiap kelompok) juga

menunjukkan bahwa ekstrak teh hijau yang diberikan dalam dosis 800 mg sebagai dosis

tunggal dapat ditoleransi dengan baik jika dikonsumsi dengan makanan. Konsentrasi plasma

maksimum dari EGCG bebas dalam kondisi puasa lebih besar 5 kali dibandingkan dosis yang

sama yang dikonsumsi bersamaan dengan makanan (Sarma et al., 2008).

Sebuah penelitian randomized, double-blind, placebocontrolled memeriksa keamanan

dan tolerabilitas dari dosis tunggal ekstrak teh hijau dosis 50 mg, 100 mg, 200 mg, 400 mg,

800 mg dan 1600 mg pada 60 subjek sehat. Hasilnya menunjukkan bahwa dosis tinggi dari

ekstrak teh hijau ini dapat ditoleransi dengan baik. Dosis tunggal ekstrak teh hijau sampai

dengan 1600 mg ditoleransi dengan baik dan tidak terdapat efek samping (Ullmann et all,

2003).

22

Page 23: Word Proposal

Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah

Terdapat jurnal lain yang juga menyatakan dosis ekstrak teh hijau sampai dengan

1600 mg itu secara umum dapat ditoleransi dengan baik, dimana hanya menimbulkan efek

samping gastrointestinal ringan saja, sehingga disarankan untu mengkonsumsi ekstrak teh

hijau bersamaan dengan makanan atau setelah makan (Nagle et al., 2006).

2.7. Minyak Goreng Jelantah

Berdasarkan ada atau tidak ikatan ganda dalam struktur molekulnya, minyak goreng

terbagi menjadi (Ketaren, 2005):

a. Minyak dengan asam lemak jenuh (saturated fatty acids)

Merupakan asam lemak yang mengandung ikatan tunggal pada rantai

hidrokarbonnya. Bersifat stabil dan tidak mudah bereaksi atau berubah menjadi

asam lemak jenis lain. Asam lemak jenuh yang terkandung dalam minyak goreng

pada umumnya terdiri dari asam miristat, asam palmitat, asam laurat dan asam

kaprat.

b. Minyak dengan asam lemak tak jenuh tunggal (mono-unsaturated fatty

acids/MUFA) maupun majemuk (poly-unsaturated fatty acids/PUFA)

Merupakan asam lemak yang memiliki ikatan atom karbon rangkap pada rantai

hidrokarbonnya. Semakin banyak jumlah ikatan rangkap itu (poly-unsaturated),

semakin mudah bereaksi atau berubah menjadi asam lemak jenuh. Asam lemak

tidak jenuh yang terkandung dalam minyak goreng adalah asam oleat dan asam

linoleat dan asam linolenat.

Minyak yang baik adalah minyak dengan kandungan asam lemak tak jenuh yang lebih

banyak dibandingkan dengan kandungan asam lemak jenuhnya, salah satunya adalah minyak

nabati. Minyak goreng jenis ini mengandung sekitar 80% asam lemak tak jenuh, kecuali

minyak goreng kelapa sawit (Sartika, 2009).

Minyak goreng kelapa sawit dibuat melalui dua fase yang berbeda, yaitu fase padat

disebut stearin dengan asam lemaknya stearat dan fase cair disebut olein dengan asam

lemaknya oleat. Dengan penyaringan (pemisahan fase padat dari fase cair) sebanyak 2 kali,

kandungan asam lemak tak jenuh dalam minyak kelapa sawit menjadi lebih tinggi sehingga

minyak menjadi lebih mudah rusak oleh proses penggorengan deep frying (Sartika, 2009;

Lestari, 2010).

23

Page 24: Word Proposal

Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah

Yang dimaksud dengan minyak goreng jelantah adalah minyak limbah yang bisa

berasal dari berbagai jenis minyak goreng, minyak jelantah ini merupakan minyak bekas

yang sudah dipakai untuk menggoreng berbagai jenis makanan dan sudah mengalami

perubahan pada komposisi kimianya (Rukmini, 2007; Lestari, 2010).

Sedangkan deep frying adalah cara menggoreng yang menggunakan minyak goreng

dalam jumlah banyak, dengan pemanasan berulang dan pada suhu yang tinggi (Sartika,

2009). Pemanasan yang lama atau berulang-ulang akan mempercepat terjadinya destruksi

minyak akibat meningkatnya kadar peroksida. Hal tersebut terjadi karena pada saat

pemanasan akan terjadi proses destruksi berupa degradasi, oksidasi dan dehidrasi dari minyak

goreng. Proses ini dapat meningkatkan kadar peroksida dan pembentukan radikal bebas yang

bersifat toksik, sehingga membahayakan tubuh (Mulyati dan Meilina, 2007; Oktaviani,

2009).

Temperatur pada proses penggorengan adalah sekitar 1500 – 2000C. Pada temperatur

tersebut, setiap bahan pangan rata-rata memerlukan waktu 8 menit untuk matang. Minyak

goreng akan diganti atau ditambahkan dengan minyak baru bila sudah digunakan untuk

menggoreng tiga kali atau lebih. Proses penggorengan di atas dapat menyebabkan minyak

goreng kelapa sawit menjadi rusak karena proses oksidasi (Andik, 2001). Selama proses

penggorengan, minyak mengalami reaksi degradasi yang disebabkan oleh panas, udara, dan

air, sehingga mengakibatkan terjadinya oksidasi, hidrolisis, dan polimerisasi. Reaksi oksidasi

juga dapat terjadi selama masa penyimpanan (Lee et al., 2002). Reaksi oksidasi terjadi akibat

serangan oksigen terhadap asam lemak tak jenuh yang terkandung dalam minyak kelapa

sawit. Reaksi antara oksigen dengan lemak akan membentuk senyawa peroksida yang

selanjutnya akan membentuk asam lemak bebas, aldehida dan keton yang menimbulkan bau

yang tidak enak pada minyak (ketengikan) (Herawati dan Akhlus, 2006).

Oksidasi dapat terjadi melalui dua jenis mekanisme, yaitu auto-oksidasi dan

fotooksidasi. Reaksi auto-oksidasi melibatkan pembentukan radikal bebas yang sangat tidak

stabil, yang merupakan inisiator terjadinya reaksi rantai. Pada reaksi fotooksidasi, terjadi

interaksi antara ikatan rangkap minyak dan radikal oksigen bebas yang sangat reaktif. Kedua

jenis reaksi oksidasi ini menghasilkan produk reaksi primer, yaitu hidroperoksida, yang

sangat tidak stabil. Senyawa ini bukan penyebab terjadinya perubahan rasa dan bau yang

berkaitan dengan oxidative rancidity. Namun karena sifatnya yang tidak stabil,

hidroperoksida akan segera terdekomposisi dan menghasilkan produk reaksi sekunder,

24

Page 25: Word Proposal

Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah

misalnya senyawa aldehid, yang merupakan penyebab adanya oxidative rancidity (Azeredo et

al., 2004).

Oksidasi juga dapat menyebabkan warna minyak menjadi gelap, tetapi mekanisme

terjadinya komponen yang menyebabkan warna gelap ini masih belum sepenuhnya diketahui.

Diperkirakan bahwa senyawa berwarna pada bahan yang digoreng terlarut dalam minyak dan

menyebabkan terbentuknya warna gelap (Yustinah, 2009).

Pemberian minyak jelantah pada tikus menyebabkan kenaikan kadar MDA, dimana

kadar MDA dapat mencapai konsentrasi 0,285 mg/ml. Sedangkan pada keadaan normal

konsentrasi MDA tikus adalah 0,1 mg/ml. Ini menunjukkan bahwa antioksidan yang ada di

dalam hewan coba tidak mencukupi untuk menangkal radikal bebas yang disebabkan

pemberian minyak jelantah (Ulilalbab, 2010).

2.8. Dampak Minyak Jelantah terhadap Kesehatan

Ketika lemak masuk ke dalam makanan dapat terjadi modifikasi terhadap komposisi

makanan. Perubahan yang dihasilkan bergantung pada beragam faktor, seperti komposisi

lemak yang digoreng dan yang dikandung dalam makanan tersebut, tekstur, ukuran, bentuk

makanan dan kondisi penggorengan seperti lama durasi dan temperatur. Faktor-faktor terkait

mempengaruhi perubahan yang terjadi pada nilai nutrisi makanan. Perubahan ini dapat

meliputi hilangnya nutrisi terutama vitamin dan mineral (Ghidurus et al.,2010).

Pada umumnya makanan hasil penggorengan mengandung 4% - 14% lemak dari total

beratnya. Kualitas minyak goreng yang digunakan juga mempengaruhi penyerapan minyak

ke dalam makanan. Penggunaan minyak jelantah akan meningkat polaritas minyak dan

menurunkan tegangan permukaannya antara bahan pangan dan minyak sehingga penyerapan

lemak akan semakin meningkat (Ghidurus et al.,2010).

Selain menyerap minyak, makanan yang digoreng menggunakan minyak jelantah juga

menyerap produk degradasi seperti radikal bebas, keton, aldehid, polimer yang menyebabkan

perubahan pada organ misalnya bertambahnya berat organ ginjal dan hati serta timbulnya

berbagai penyakit seperti kanker, disfungsi endotelial, hipertensi dan obesitas (Rukmini,

2007; Castillo’n et al.,2011).

25

Page 26: Word Proposal

Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah

Sebuah penelitian tentang pengaruh suhu dan lama proses deep frying terhadap

pembentukan asam lemak trans menunjukkan bahwa setelah proses deep frying yang ke-2

akan terbentuk asam lemak trans baru terbentuk dan kadarnya akan semakin meningkat

sejalan dengan penggunaan minyak. Akibat dari kenaikan asam lemak trans adalah

peningkatan kadar low density lipoprotein (LDL), trigliserol dan lipoprotein, penurunan high

density lipoprotein (HDL), dan mempengaruhi metabolisme asam lemak bebas yang akan

menyebabkan dislipidemia dan arterosklerosis (Sartika,2009).

Beberapa studi pada tikus menunjukkan bahwa pemberian diet tinggi lemak trans

menyebabkan terjadinya resistensi insulin, peningkatan berat badan, akumulasi massa lemak

terutama trigliserida pada organ hati karena terjadi penurunan oksidasi lipid dan peningkatan

sintesis asam lemak. Hal ini dapat memicu terjadinya obesitas, sindrom metabolik dan

hepatik steatosis dan lipotoksisitas (Dorfman et al.,2009).

Lipotoksisitas adalah toksisitas sel akibat akumulasi abnormal lemak. Asam lemak

bebas bersifat hidrofobik sehingga dapat menembus membran sel atau melalui transporter

yaitu fatty acid transport protein (FATP) atau fatty acid transporter CD36. Asam lemak

tersaturasi dapat menginduksi apoptosis (programmed cell death) (Malhi, 2008).

Salah satu dampak berbahaya dari penggunaan minyak jelantah adalah meningkatnya

radikal bebas, substansi yang mempunyai satu atau lebih elektron tidak berpasangan. Radikal

bebas yang berlebihan akan menimbulkan stress oksidasi yang memicu proses peroksidasi

terhadap lipid, sehingga dapat menimbulkan penyakit kanker, inflamasi, aterosklerosis, dan

mempercepat terjadinya proses penuaan (Koch et al., 2007; Jusup dan Raharjo, 2010)

2.9. Hewan Coba Tikus (Rattus novergicus L.)

2.9.1. Penggunaan Tikus

Penggunaan hewan coba tikus galur Wistar dikarenakan tikus telah diketahui sifat-

sifatnya dengan baik, mudah dipelihara, merupakan hewan yang relatif sehat dan cocok untuk

berbagai macam penelitian. Terdapat beberapa galur tikus antara lain galur Sprague-dawley

yang berwarna albino berkepala kecil dengan ekor lebih panjang daripada badannya dan galur

Wistar yang ditandai dengan kepala yang besar dan dengan ekor yang lebih pendek. Tikus

26

Page 27: Word Proposal

Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah

galur Wistar lebih besar daripada famili tikus umumnya, dimana tikus galur Wistar ini dapat

mencapai ukuran 40 cm, yang diukur dari hidung sampai ujung ekor dan berat berkisar antara

140-500 gram. Tikus betina biasanya memiliki ukuran lebih kecil dari tikus jantan dan

memiliki kematangan seksual pada umur 4 bulan dan tikus ini dapat hidup selama 4 tahun

(Kusumawati, 2004).

Adapun data biologis tikus dapat dilihat dari tabel 2.1. di bawah ini (Kusumawati, 2004):

Tabel 2.1. Data Biologis Tikus

2.9.2. Pemberian Makanan Dan Minuman

Bahan dasar makanan tikus dapat bervariasi, misalnya protein 20-25%, lemak 5%,

karbohidrat 45-50%, serat kasar 5%, abu 4-5%, vitamin A 4000 IU/kg, vitamin D 1000

IU/kg, alfa tokoferol 30 mg/kg, asam linoleat 3 g/kg, tiamin 4 mg/kg, riboflavin 3 mg/kg,

pantotenat 8 mg/kg, vitamin B12 50 μg/kg, biotin 10 μg/kg, piridoksin 40μg/kg dan kolin

1000 mg/kg. Untuk memenuhi kebutuhan makanan tikus, di Indonesia digunakan makanan

ayam petelur dengan kandungan protein 17%, yang mudah didapatkan di toko makanan ayam

dan pemberian minum tikus ad libitum (Ngatidjan, 2006).

27

Karakteristik UkuranBerat badanJantan : 300-400 gramBetina : 250-300 gramBerat lahir : 5-6 gramLama hidup : 2,5-3 tahunTemperatur tubuh : 35,9-37,5°CKebutuhan air : 8-11 ml/100 g BBKebutuhan makanan : 5 g/kg BBFrekuensi denyut jantung : 330-480/ menitFrekuensi respirasi : 66-114/ menitTidal volume : 0,6-1,25 mlPubertas : 50-60 hariSaat dikawinkanJantan : 65-110 hariBetina : 65-110 hariLama siklus birahi : 4-5 hariLama kebuntingan : 21-23 hariJumlah anak perkelahiran : 6-12Umur sapih : 21 hari

Page 28: Word Proposal

Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah

2.9.3. Pemantauan Keselamatan Tikus

Diperlukan pemantauan keselamatan tikus di laboratorium antara lain (Ngatidjan,

2006):

1. Kandang tikus harus cukup kuat, tidak mudah rusak, mudah dibersihkan (satu kali

seminggu), mudah dipasang lagi, hewan tidak mudah lepas, harus tahan terhadap

gigitan tikus dan hewan tampak jelas dari luar. Alas kandang harus mudah

menyerap air, pada umumnya yang dipakai serbuk gergaji atau sekam padi.

2. Untuk tikus dengan berat badan 200-300 gram, luas alas kandang tiap ekor tikus

adalah 600 cm2 dan tinggi 20 cm.

3. Menciptakan suasana lingkungan yang stabil dan sesuai dengan keperluan

fisiologis tikus. Diatur suhu, kelembaban dan kecepatan pertukaran udara yang

ekstrim harus dihindari.

4. Tikus harus diperlakukan dengan kasih sayang.

28

Page 29: Word Proposal

Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1. Kerangka Berpikir

Proses penuaan dapat disebabkan oleh beberapa faktor, baik faktor eksternal,

misalnya polusi, stres, makanan yang tidak sehat, maupun bisa disebabkan faktor internal, di

antaranya radikal bebas, hormon yang berkurang, genetik dan lainnya.

Kerangka berpikir penelitian ini didasarkan pada teori bahwa proses penuaan dapat

terjadi salah satunya oleh karena radikal bebas. Peran radikal bebas pada proses penuaan

sangat penting, karena radikal bebas akan menyebabkan stres oksidatif yang pada akhirnya

dapat menimbulkan kerusakan, bahkan kematian sel dalam tubuh.

Salah satu penyebab timbulnya radikal bebas yang berasal dari luar tubuh adalah

penggunaan minyak goreng jelantah, khususnya yang digunakan dengan cara deep frying.

Penggunaan minyak goreng yang berulang-ulang, dipanaskan dengan suhu tinggi (deep

frying) menyebabkan oksidasi asam lemak tidak jenuh dalam minyak goreng tersebut.

Minyak goreng yang dipanaskan berulang-ulang (deep frying) mengandung radikal bebas

yang dapat menyebabkan kerusakan sel.

Meningkatnya kadar radikal bebas dapat diketahui dengan mengukur kadar

malondialdehid (MDA). MDA merupakan petanda terjadinya kerusakan oksidatif oleh

radikal bebas pada membran sel yang sering digunakan.

Untuk mencegah terjadinya efek buruk dari radikal bebas diperlukan antioksidan.

Antioksidan merupakan suatu senyawa yang dapat menghambat atau mencegah terjadinya

oksidasi. Cara kerja senyawa antioksidan adalah bereaksi dengan radikal bebas reaktif

membentuk radikal bebas tidak reaktif yang relatif stabil. Antioksidan menstabilkan radikal

bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas, dan menghambat

terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas, dan dengan demikian melindungi

sel- sel dari pemicu- pemicu stres endogen dan eksogen.

29

Page 30: Word Proposal

Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah

Teh adalah salah satu minuman yang paling banyak dikonsumsi di seluruh dunia dan

dikenal sebagai minuman bercita rasa khas serta berkhasiat bagi kesehatan. Karena proses

pembuatannya, maka teh hijau mempunyai kadar polifenol yang lebih tinggi jika

dibandingkan dengan dengan teh lainnya. Kadar polifenol yang tinggi dihubungkan dengan

pengaruh baik bagi kesehatan karena polifenol merupakan suatu kimia dengan fungsi

antioksidan.

Pemberian ekstrak teh hijau yang mengandung antioksidan dapat menurunkan

pembentukan radikal bebas yang disebabkan penggunaan minyak goreng jelantah, yang

ditandai dengan menurunnya kadar MDA.

3.2. Konsep

Berdasarkan uraian di atas, dapat disusun kerangka konsep seperti gambar 3.1. Stres

oksidatif yang dapat diketahui dengan mengukur kadar MDA yang meningkat, dipengaruhi

oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi genetik, hormonal dan sistem

kekebalan. Faktor eksternal meliputi polusi, stres, nutrisi dan minyak goreng jelantah.

Gambar 3.1. Bagan Kerangka Konsep

30

Faktor Internal

Genetik

Hormonal

Sistem kekebalan

Faktor Eksternal

Polusi

Stres

Nutrisi

Minyak Jelantah

Ekstrak Teh Hijau

Tikus

Stres oksidatif

Kadar MDA meningkat

Page 31: Word Proposal

Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah

3.3. Hipotesis

Pemberian ekstrak teh hijau menurunkan malondialdehid pada tikus yang diberi

minyak jelantah.

31

Page 32: Word Proposal

Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan rancangan

penelitian pre test and post test control group design (Pocock, 2008).

Rancangan penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:

P0

O1 O2

P1

P S R O3 O4

P2

O5 O6

Gambar 4.1. Rancangan Penelitian

Keterangan:

P : Populasi tikus jantan sehat, berumur 2-3 bulan, berat badan 180-200 gram

S : Sampel tikus dengan kadar MDA meningkat di atas 2,05mmol/l

R : Randomisasi

O1 : Observasi pre test kelompok kontrol (MDA)

O3 : Observasi pre test kelompok P1 (MDA)

O5 : Observasi pre test kelompok P2 (MDA)

P0 : Perlakuan dengan pemberian minyak jelantah dan aquades

P1 : Perlakuan dengan pemberian minyak jelantah dan pemberian ekstrak teh hijau

dengan dosis 14,4 mg

32

Page 33: Word Proposal

Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah

P2 : Perlakuan dengan pemberian minyak jelantah dan pemberian ekstrak teh hijau

dengan dosis 28,8 mg

O2 : Observasi post test kelompok kontrol (MDA)

O4 : Observasi post test kelompok P1 (MDA)

O6 : Observasi post test kelompok P2 (MDA)

Dosis ekstrak teh hijau yang diberikan disesuaikan dengan dosis yang dikonsumsi

oleh manusia. Sediaan yang digunakan adalah ekstrak teh hijau yang dibuat di Pusat

Penelitian Teh dan Kina ,Gambung-Bandung Selatan, Jawa Barat, merupakan unit kerja yang

berada di bawah Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian, Kementrian Pertanian Indonesia. Penetapan dosis didapatkan dari hasil konversi

dosis satu hari pemberian terhadap manusia dengan menggunakan tabel konversi Laurence

dan Bacharach dikalikan faktor konversi manusia ke tikus yaitu 0,018. Berdasarkan pada

penelitian sebelumnya dosis EGCG yang digunakan adalah 800 mg (dosis yang disarankan

untuk dikonsumsi per hari-nya) dan 1600 mg (dosis sebagai dosis tunggal per hari yang

dinyatakan aman untuk dikonsumsi dan dapat ditoleransi dengan baik). Maka dosis yang

digunakan untuk tikus adalah sebagai berikut:

0,018 x 800 mg = 14,4 mg

0,018 x 1600 mg = 28,8 mg

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

a. Lokasi penelitian : Penelitian dilaksanakan di Laboratorium “X”

b. Waktu penelitian : Penelitian membutuhkan waktu selama 47 hari, dengan perincian:

1. Tujuh hari untuk adaptasi subjek penelitian

2. Empat belas hari untuk pemberian minyak jelantah pada semua kelompok untuk

mendapatkan data pre test

3. Empat belas hari untuk pemberian minyak jelantah ditambah aquades pada

kelompok kontrol (P0), dan pemberian minyak jelantah ditambah pemberian

ekstrak teh hijau pada kelompok perlakuan (P1 dan P2) untuk mendapatkan data

post test

4. Dua belas hari untuk analisis data dan penyusunan laporan.

33

Page 34: Word Proposal

Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah

4.3. Subjek Penelitian

4.3.1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah tikus putih galur Wistar dengan jenis kelamin jantan,

berumur antara 2-3 bulan, dengan berat badan 180-200 gram dan dengan kadar MDA yang

meningkat di atas rata-rata dibandingkan dengan kadar MDA tikus sebelum diinduksi dengan

minyak jelantah, tikus dalam keadaan sehat dan aktif. Didapatkan data awal kadar MDA rata-

rata dari tikus sebelum diberi minyak jelantah adalah 2,05mmol/l.

4.3.2. Kriteria Subjek

1. Kriteria Inklusi

a. Tikus jantan galur Wistar sehat

b. Umur 2-3 bulan

c. Berat badan 180-200 gram

d. Kadar MDA meningkat di atas 2,05 mmol/l

2. Kriteria Drop Out

Tikus mati saat penelitian

4.3.3. Besar Sampel

Besarnya sampel ditentukan berdasarkan rumus Pocock (Pocock, 2008):

2 σ2

n = ------------ x ƒ(α, β)

(μ2-μ1)2

Keterangan:

n = Jumlah sampel

σ = Simpang baku

μ2 = Rerata hasil pada kelompok perlakuan

μ1 = Rerata hasil pada kelompok kontrol

ƒ(α, β) = Sesuai dengan tabel Pocock

Pada penelitian yang sudah dilakukan oleh Oyejide (2005) tentang efek antioksidan ekstrak

Camellia sinensis terhadap level MDA, didapatkan data sebagai berikut:

σ = 2,065

34

Page 35: Word Proposal

Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah

μ2 = 31,422

μ1 = 27,528

ƒ(α, β) = 10,5.

Maka :

2 x 2,0652

n= ------------------ X 10,5

(31,422-27,528)2

n= 5,9 dibulatkan menjadi 6 ekor

Jadi jumlah sampel perkelompok adalah 6 ekor, untuk mengantisipasi drop out (tikusnya

mati), maka dalam penelitian ini jumlah tikus ditambah 20% menjadi 8 ekor perkelompok,

sehingga seluruhnya berjumlah 24 ekor tikus.

4.3.4. Teknik Penentuan Sampel

Teknik pengambian sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai

berikut:

1. Dilakukan pemilihan sampel dari populasi tikus berdasarkan kriteria inklusi, yaitu

tikus jantan sehat, berumur 2-3 bulan, berat badan tikus antara 180-200 gram dan

dengan kadar malondialdehid yang meningkat di atas rata-rata kadar MDA tikus

sebelum diinduksi dengan minyak jelantah, yaitu yang meningkat di atas 2,05

mmol/l.

2. Dari sampel yang telah memenuhi kriteria inklusi, diambil secara random untuk

mendapatkan jumlah sampel penelitian.

3. Dari sampel yang telah dipilih kemudian dibagi menjadi 3 kelompok secara random

yaitu kelompok kontrol (P0), kelompok perlakuan I (P1) dan kelompok perlakuan

II (P2).

4.4. Variabel Penelitian

4.4.1. Klasifikasi Variabel Penelitian

Klasifikasi variabel penelitian dibedakan menjadi:

35

Page 36: Word Proposal

Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah

1. Variabel bebas : ekstrak teh hijau

2. Variabel tergantung : MDA serum

3. Variabel terkendali : a. varian tikus

b. jenis kelamin, usia, berat badan

c. kandang, nutrisi, cahaya, suhu

4.4.2. Definisi Operasional Variabel

1. Ekstrak teh hijau yang dipakai dalam penelitian ini adalah ekstrak yang terbuat dari

teh hijau yang mengandung Epigallocatechin gallate (EGCG) ~30%, dalam sediaan

serbuk yang dikemas dalam bentuk puyer. Ekstrak dibuat di Pusat Penelitian Teh dan

Kina, Gambung, Bandung Selatan dengan 2 dosis : 14,4 mg dan 28,8 mg. Ekstrak

kemudian dilarutkan dalam air dengan perbandingan 1 mg ekstrak dalam 0,25 cc air

matang. Skala pengukuran adalah rasio.

2. MDA merupakan produk akhir peroksida lipid, dan bisa digunakan sebagai petanda

(biomarker) terjadinya kenaikan radikal bebas. Diukur dari plasma darah dengan

metode TBARSC spektrometri. Satuan dalam mmol/l. Skala pengukuran adalah rasio.

3. Plasebo yang digunakan pada kelompok kontrol adalah aquadest.

4. Varian tikus dari galur Wistar yang bewarna putih berkepala besar dan ekornya lebih

pendek daripada badannya. Jenis kelamin jantan, usia 2-3 bulan dan berat badan 180-

200 gram. Kandang pemeliharaan dilengkapi dengan tempat pemberian makanan dan

minuman, dan disediakan satu kandang untuk setiap tikus. Diberi makanan

secukupnya berupa makanan tikus standar dengan kadar protein 17% dan minuman

diberikan secara tidak terbatas (ad libitum). Ruang tempat kandang dengan ventilasi

yang baik, penyinaran normal, suhu dan kelembaban udara diperhatikan.

5. Minyak jelantah adalah minyak goreng kelapa sawit yang dipanaskan berulang

sebanyak 6 kali pada suhu 1500 C diukur dengan termometer masak selama 8 menit

untuk menggoreng tahu.

4.5. Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah:

1. Ekstrak teh hijau

2. Minyak jelantah

3. Makanan tikus berupa makanan tikus standar dengan kandungan protein 17%

36

Page 37: Word Proposal

Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah

4. Larutan H3PO4

5. Larutan TBA

6. Metanol

7. Aquades

4.6. Alat Penelitian

Alat penelitian yang digunakan adalah:

1. Kandang tikus beserta kelengkapan tempat makanan dan minuman

2. Timbangan berat badan

3. Sarung tangan

4. Termometer

5. Tabung mikrohematokrit untuk mengambil sampel darah

6. Tabung ependorf

7. Timbangan analitik

8. Sonde lambung

9. Homogeneser

10. Mikro pipet dan tip

11. Water bath

12. Vortex

13. Tabung polypropylene

14. Ice bath

15. Sentrifuge

16. Cartridges C18

17. Spektrofotometer untuk pemeriksaan kadar MDA

4.7. Prosedur Penelitian

4.7.1. Pengambilan Subjek dan Jumlah Subjek Penelitian

Hewan coba pada penelitian ini diperoleh dari Laboratorium “X”. Penelitian ini

mengambil sampel tikus berumur 2-3 bulan, karena pada usia tersebut tikus sudah dewasa.

Tikus yang diambil adalah tikus jantan, karena tikus jantan lebih sedikit dipengaruhi faktor

hormonal dibandingkan dengan tikus betina.

37

Page 38: Word Proposal

Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah

Tikus berjumlah 30 ekor, diinduksi dengan minyak jelantah selama 14 hari. Tikus

yang dipilih sebagai subjek penelitian adalah tikus dengan kadar MDA meningkat di atas

2,05 mmol/l. Tikus jantan galur Wistar yang dijadikan subjek penelitian berjumlah 24 ekor.

Tikus dibagi secara random menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok kontrol, kelompok

perlakuan P1 dan kelompok perlakuan P2, masing-masing terdiri dari 8 ekor tikus tiap

kelompok.

4.7.2. Penentuan Dosis

1. Perhitungan dosis minyak jelantah

Dari penelitian yang dilakukan Hidayat (2005), dosis minyak jelantah yang dapat

menyebabkan kerusakan oksidatif sel hati pada mencit adalah 0,3 ml/100 gram BB

atau 0,06 ml/20 gram BB. Faktor konversi mencit (20 gram) ke tikus (200 gram)

adalah 7,0 (Kusumawati, 2004). Maka dosis minyak jelantah (deep frying) yang

digunakan pada penelitian ini adalah = 0,06 x 7,0 = 0,42 ml/ 200 gram BB tikus putih

setiap kali pemberian.

2. Perhitungan dosis ekstrak teh hijau

Dosis ekstrak teh hijau yang diberikan disesuaikan dengan dosis yang dikonsumsi

oleh manusia. Penetapan dosis didapatkan dari hasil konversi dosis satu hari

pemberian terhadap manusia dengan menggunakan tabel konversi Laurence dan

Bacharach dikalikan faktor konversi manusia ke tikus yaitu 0,018. Berdasarkan pada

penelitian sebelumnya dosis EGCG yang digunakan adalah 800 mg (dosis yang

disarankan untuk dikonsumsi per hari-nya) dan 1600 mg (dosis sebagai dosis tunggal

per hari yang dinyatakan aman untuk dikonsumsi dan dapat ditoleransi dengan baik).

Maka dosis yang digunakan untuk tikus adalah sebagai berikut:

0,018 x 800 mg = 14,4 mg

0,018 x 1600 mg = 28,8 mg

4.7.3. Prosedur Kerja

38

Page 39: Word Proposal

Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah

1. Tikus jantan yang berjumlah 30 ekor dengan umur 2-3 bulan ditimbang, satu ekor

tikus ditempatkan dalam satu kandang. Selama penelitian, tikus diberi makan

berupa makanan tikus standar dengan kandungan protein 17% dan pemberian

minum tikus ad libitum.

2. Setelah adaptasi selama 7 hari, setiap tikus diambil darah untuk pemeriksaan

kadar MDA dengan menggunakan mikrohematokrit melalui pleksus retroorbitalis.

3. Selama penelitian, setiap tikus ditimbang setiap minggu untuk menentukan dosis

minyak jelantah dan larutan ekstrak teh hijau yang diberikan. Masing-masing

tikus ditimbang berat badannya dan diberi minyak jelantah dengan dosis 0,42

ml/200 gram BB/hari selama 14 hari. Minyak jelantah diberikan peroral sekali

sehari menggunakan sonde lambung.

4. Pada hari ke-22 dilakukan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan kadar

MDA pada masing-masing tikus (data pre test).

5. Dari hasil pengukuran kadar malondialdehid tikus, dilakukan penentuan subjek

penelitian secara random sejumlah 24 ekor tikus dengan melihat peningkatan

kadar malondialdehid. Tikus dengan kadar malondialdehid yang meningkat di atas

2,05 mmol/l, dipilih sebagai subjek penelitian.

6. Tikus dibagi menjadi 3 kelompok secara random, yaitu kelompok kontrol,

kelompok perlakuan P1 dan kelompok perlakuan P2, masing-masing kelompok

terdiri dari 8 ekor tikus.

7. Kelompok kontrol diberi minyak jelantah dengan dosis 0,42 ml/200 gram BB/hari

dan aquades sebanyak 0,5 ml selama 14 hari. Minyak jelantah dan aquades

diberikan peroral sekali sehari menggunakan sonde lambung.

8. Kelompok P1 diberi minyak jelantah dengan dosis 0,42 ml/200 gram BB/hari dan

ekstrak teh hijau dengan dosis 14,4 mg selama 14 hari. Minyak jelantah dan

ekstrak teh hijau diberikan secara peroral masing-masing sekali sehari

menggunakan sonde lambung.

9. Kelompok P2 diberi minyak jelantah dengan dosis 0,42 ml/200 gram BB/hari dan

ekstrak teh hijau dengan dosis 28,8 mg selama 14 hari. Minyak jelantah dan

ekstrak teh hijau diberikan secara peroral masing-masing sekali sehari

menggunakan sonde lambung.

10. Pada hari ke-36 penelitian, dilakukan pengambilan darah lagi pada semua tikus

untuk pemeriksaan kadar MDA setelah perlakuan (data post test).

11. Dilakukan analisis dari data yang diperoleh.

39

Page 40: Word Proposal

Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah

4.7.4. Alur Penelitian

40

Tikus jantan 30 ekor, 2-3 bulan, BB 180-200 gram

Adaptasi 7 hari

Page 41: Word Proposal

Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah

Gambar 4.3. Skema Alur Penelitian

4.8. Analisis Data

Analisis data yang digunakan adalah :

41

Pengukuran MDA (rata-rata 2,05 mmol/l)

Minyak jelantah 0,42 ml/200 gram BB 14 hari

Pengukuran MDA (data pre test)

Tikus 24 ekor dengan kadar MDA > 2,05 mmol/l

dibagi secara random menjadi 3 kelompok @ 8

Kelompok kontrol Kelompok 1 Kelompok 2

Minyak jelantah 0,42

ml/200 gram BB +

aquades 0,5 ml selama

14 hari

Minyak jelantah 0,42

ml/200 gram BB +

ekstrak teh hijau dosis

14,4 mg selama 14

hari

Minyak jelantah 0,42

ml/200 gram BB +

ekstrak teh hijau dosis

28,8 mg selama 14

hari

Pengukuran MDA

(data post test)

Pengukuran MDA

(data post test)

Pengukuran MDA

(data post test)

Data Data Data

Analisis

Page 42: Word Proposal

Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah

1. Analisis deskriptif

Analisis deskriptif dilakukan sebagai dasar untuk statistik analitis (uji hipotesis) untuk

mengetahui karakteristik data yang dimiliki. Analisis deskriptif dilakukan dengan

program SPSS. Pemilihan penyajian data dan uji hipotesis tergantung dari normal

tidaknya distribusi data.

2. Analisis normalitas dengan Uji Shapiro-Wilk dan uji homogenitas dengan Levene’s

Test.

3. Analisis perbandingan antar 3 kelompok dilakukan dengan Uji One Way Anova jika

data normal dan homogen

4. Uji efek perlakuan dilakukan dengan Least Significance Difference (LSD) untuk

melihat lebih jelas letak perbedaan antar kelompok perlakuan.

42