Upload
gesha-putri
View
18
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
pemberian ekstrak teh hijau menurunkan malondialdehide pada tikus yang di beri minyak jelantah
Citation preview
Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penuaan adalah sesuatu yang pasti terjadi pada manusia. Bertambahnya usia dan
menjadi tua adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari. Pada umumnya manusia menganggap
bahwa keluhan-keluhan yang berhubungan dengan proses penuaan adalah sesuatu yang tidak
dapat dihindari, dan merupakan proses alamiah yang sewajarnya muncul pada usia tua,
sehingga bila timbul keluhan mereka tidak cepat-cepat berusaha untuk mencari pengobatan.
Bila keluhan semakin berat barulah mencari pertolongan dokter. Mereka belum menyadari
bahwa sebenarnya manusia dapat hidup dengan umur lebih panjang dengan kualitas hidup
yang tetap baik.
Dengan berkembangnya Ilmu Kedokteran Anti Penuaan (KAP) atau Anti-Aging
Medicine (AAM) tercipta suatu konsep baru dalam dunia kedokteran. AAM adalah bagian
ilmu kedokteran yang didasarkan pada penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran terkini untuk melakukan deteksi dini, pencegahan, pengobatan, dan perbaikan ke
keadaan semula berbagai disfungsi, kelainan, dan penyakit yang berkaitan dengan penuaan,
yang bertujuan untuk memperpanjang hidup dalam keadaan sehat. Dengan demikian,
penuaan bukan lagi merupakan suatu keadaan normal yang memang harus terjadi, namun
dianggap sama sebagai suatu penyakit, yang dapat dan harus dicegah atau diobati bahkan
dikembalikan ke keadaan semula, sehingga berakibat usia harapan hidup manusia dapat
menjadi lebih panjang dengan kualitas hidup yang baik (Pangkahila, 2007).
Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan orang menjadi tua melalui proses
penuaan, yang kemudian menyebabkan sakit dan berakhir dengan kematian. Di antaranya
dapat disebabkan faktor dari luar, misalnya makanan yang tidak sehat, kebiasaan yang tidak
sehat, polusi lingkungan, stres dan faktor kemiskinan, dan dapat disebabkan faktor dari
dalam, salah satunya adalah radikal bebas. Jika faktor-faktor ini dibiarkan saja tanpa ada
usaha untuk mencegah atau menanggulanginya, maka proses penuaan akan terjadi lebih
cepat, bahkan angka morbiditas dan mortalitas akan ikut meningkat pula (Pangkahila, 2007).
1
Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah
Ada banyak teori tentang penuaan, di antaranya adalah teori radikal bebas yang
dikemukakan oleh Gerschman pada tahun 1954 dan kemudian dikembangkan oleh Denham
Harman pada tahun 1982. Teori ini menjelaskan bahwa radikal bebas dapat merusak sel-sel
dalam tubuh manusia. Penimbunan radikal bebas akan menyebabkan stres oksidatif yang
pada akhirnya dapat menimbulkan kerusakan, bahkan kematian sel dalam tubuh
(Goldmandan Klantz, 2003).
Stres oksidatif adalah suatu keadaan dimana produksi radikal bebas melebihi produksi
antioksidan. Kerusakan oksidatif terjadi sebagai akibat dari rendahnya antioksidan dalam
tubuh sehingga tidak dapat mengimbangi reaktivitas senyawa oksidan. Kerusakan oksidatif
yang berulang dan dalam waktu lama akan menyebabkan sel atau jaringan akan kehilangan
fungsinya dan rusak (Suryohusodo, 2000; Singh, 2006).
Radikal bebas dapat berasal dari dalam dan dari luar tubuh. Yang berasal dari dalam
tubuh, misalnya akibat proses respirasi sel, proses metabolisme, proses inflamasi, sedangkan
yang berasal dari luar tubuh dapat disebabkan oleh karena polutan, seperti asap rokok, asap
kendaraan bermotor, radiasi sinar matahari, makanan berlemak, kopi, alkohol, obat, minyak
goreng jelantah, bahan racun pestisida, dan masih banyak lagi yang lainnya. Juga dapat
dipicu oleh stres atau olahraga yang berlebihan (Pham-Huy et al., 2008).
Pada penggunaaan minyak goreng jelantah, khususnya yang digunakan dengan cara
deep frying dapat terbentuk radikal bebas. Yang dimaksud dengan minyak jelantah adalah
minyak limbah yang bisa berasal dari berbagai jenis minyak goreng. Minyak jelantah ini
merupakan minyak bekas yang sudah dipakai untuk menggoreng berbagai jenis makanan dan
sudah mengalami perubahan pada komposisi kimianya (Rukmini, 2007; Lestari, 2010).
Sedangkan deep frying adalah cara menggoreng yang menggunakan minyak goreng
dalam jumlah banyak, dengan pemanasan berulang dan pada suhu yang tinggi (Sartika,
2009). Pemanasan yang lama atau berulang-ulang akan mempercepat terjadinya destruksi
minyak akibat meningkatnya kadar peroksida. Hal tersebut terjadi karena pada saat
pemanasan akan terjadi proses destruksi berupa degradasi, oksidasi dan dehidrasi dari minyak
goreng. Proses ini dapat meningkatkan kadar peroksida dan pembentukan radikal bebas yang
bersifat toksik, sehingga membahayakan bagi tubuh (Mulyati dan Meilina, 2007; Oktaviani,
2009).
2
Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah
Radikal bebas dapat merusak makromolekul seperti protein, asam nukleat dan lipid.
Radikal bebas menimbulkan reaksi rantai, misalnya peroksidasi lipid yang berdampak
merusak komponen membran sel yang mengandung asam lemak tidak jenuh ganda menjadi
senyawa toksis terhadap sel seperti malondialdehid, 9-hidroksinoneal, F2-isoprostan, etana
dan pentana (Murray et al., 2000). Malondialdehid (MDA) merupakan salah satu petanda
terjadinya kerusakan oksidatif oleh radikal bebas pada membran sel (Suryohudoyo, 2000).
Antioksidan berperan penting dalam konsep Ilmu KAP dalam meredam efek buruk
dari radikal bebas, salah satu penyebab proses penuaan (Pangkahila, 2007). Penggunaan
antioksidan mulai marak akhir-akhir ini seiring dengan semakin meningkatnya pemahaman
pada masyarakat tentang peranan antioksidan dalam menghambat penyakit-penyakit
degeneratif seperti penyakit jantung, arteriosklerosis, penyakit kanker dan gejala penuaan
(Goldman dan Klantz, 2003; Kuncahyo dan Sunardi, 2007).
Antioksidan merupakan suatu senyawa yang dapat menghambat atau mencegah
terjadinya oksidasi.
Cara kerja senyawa antioksidan adalah (Utami et al.,2009):
1. Bereaksi dengan radikal bebas reaktif membentuk radikal bebas tidak reaktif yang
relatif stabil.
2. Antioksidan menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron
yang dimiliki radikal bebas.
3. Menghambat terjadinya reaksi rantai dari pembentukan radikal bebas.
Bukti-bukti menunjukkan India dan Cina adalah negara-negara pertama yang
menanam teh. Teh yang diseduh dari daun tanaman Camellia sinensis yang dikeringkan,
adalah salah satu minuman yang paling banyak dikonsumsi di seluruh dunia (UMMC, 2010).
Teh secara tradisional digunakan sebagai pengobatan berdasarkan pengalaman dimana
aktivitas fisiologis dari komponen-komponen di dalam teh telah digambarkan pada negara-
negara Asia terutama Jepang dan Cina (Nagao et al., 2007). Ratusan juta orang di dunia
meminum teh, dan terdapat penelitian yang melaporkan bahwa teh hijau (Camellia sinensis)
banyak memiliki kegunaan di bidang kesehatan (UMMC, 2010).
Banyak penelitian terhadap hewan dan manusia secara signifikan menunjukkan
manfaat polifenol teh hijau antara lain sebagai antioksidan, anti inflamasi, anti karsinogenik,
terapi penurun berat badan, efek perlindungan terhadap jantung, saraf dan hati (Kidd, 2009).
3
Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah
Polifenol adalah bahan kimia yang bersumber dari tumbuhan dengan banyak manfaat bagi
kesehatan. Salah satu sumber polifenol yang potensial adalah teh hijau. Teh hijau dibuat
dengan cara menginaktifkan enzim polyphenol oxidase sehingga kandungan polifenol dalam
teh hijau paling tinggi dibandingkan dengan jenis teh yang lain (Zaveri, 2005).
Epigallocatechin-3-gallate (EGCG) adalah komponen polifenol utama yang ditemukan pada
teh hijau. Beberapa komponen polifenol yang dikenal dengan nama catechin juga ditemukan
pada teh hijau, yakni epicatechin-3-gallate (ECG), epigallocatechin (EGC), epicatechin (EC)
dan catechin (Nagle et al., 2006).
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan, penggunaan minyak goreng jelantah yang
banyak terjadi di masyarakat dapat menyebabkan pembentukan radikal bebas, sehingga dapat
menyebabkan terjadinya stress oksidatif yang berakibat terjadinya kerusakan, bahkan
kematian sel. Hal ini diharapkan dapat ditanggulangi dengan pemakaian teh hijau yang
mengandung polifenol sebagai antioksidan.
Berdasarkan pengamatan penulis, belum ada penelitian ilmiah yang dilakukan untuk
membuktikan manfaat dari teh hijau dalam menurunkan malondialdehid yang diakibatkan
oleh pemakaian minyak goreng jelantah. Oleh karena itu penulis melakukan penelitian untuk
mengetahui apakah pemberian ekstrak teh hijau dapat menurunkan malondialdehid (MDA)
pada tikus jantan (Rattus norvegicus L.) galur Wistar sehat yang diberi/diinduksi minyak
goreng jelantah.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, maka dapat
dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Apakah pemberian ekstrak teh hijau dapat
menurunkan malondialdehid (MDA) pada tikus jantan (Rattus novergicus L.) galur Wistar
yang diberi minyak goreng jelantah?
4
Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian antioksidan dalam
menurunkan terjadinya kerusakan oksidatif.
1.3.2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui pemberian ekstrak teh hijau dapat menurunkan MDA pada tikus
jantan galur Wistar yang diberi/diinduksi minyak goreng jelantah.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Ilmiah
Memberikan informasi ilmiah mengenai peranan pemberian ekstrak teh hijau dalam
menurunkan malondialdehid pada tikus jantan galur Wistar yang diberi minyak goreng
jelantah.
1.4.2. Manfaat Praktis
Memberikan informasi bahwa pemberian ekstrak teh hijau menurunkan
malondialdehid yang merupakan salah satu hasil dari terjadinya kerusakan oksidatif, salah
satu penyebab penting terjadinya proses penuaan. Selain itu, hasil dari penelitian ini
diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi penelitian selanjutnya.
5
Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Proses Penuaan
Proses penuaan didefinisikan sebagai penurunan progresif kemampuan tubuh untuk
mempertahankan, melindungi dan memperbaiki diri agar dapat tetap bekerja secara efisien.
Setiap manusia di dunia ini akan mengalami proses penuaan, sehingga fungsi tubuh perlahan-
lahan menurun. Penurunan fungsi ini akan menyebabkan menurunnya kualitas hidup (Arora,
2008).
Penuaan dapat digambarkan sebagai proses penurunan fungsi fisiologis tubuh secara
bertahap yang mengakibatkan hilangnya kemampuan tumbuh dan kembang serta
meningkatnya kelemahan (Bludau,2010).
Ada banyak faktor yang menyebabkan orang menjadi tua melalui proses penuaan,
yang kemudian menyebabkan sakit dan akhirnya membawa kepada kematian. Pada dasarnya
berbagai faktor itu dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal ialah radikal bebas, hormon yang berkurang, proses glikosilasi, metilasi, apoptosis,
sistem kekebalan yang menurun, dan gen. Faktor eksternal yang utama ialah gaya hidup tidak
sehat, diet tidak sehat, kebiasaan salah, polusi lingkungan, stres dan kemiskinan. Kesemua
faktor tersebut dapat dicegah, diperlambat bahkan dihambat sehingga usia harapan hidup
dapat lebih panjang dengan kualitas hidup yang baik (Pangkahila, 2007).
Dengan mencegah proses penuaan, maka fungsi berbagai organ tubuh dapat
dipertahankan agar tetap optimal. Hasilnya, berbagai organ tubuh dapat berfungsi seperti
pada usia yang lebih muda, padahal usia sebenarnya telah bertambah. Karena itu, kemudian
dikenal dua macam usia, yaitu usia kronologis dan usia fisiologis. Usia kronologis adalah
usia sebenarnya sesuai dengan tahun kelahiran, sedangkan usia fisiologis ialah usia sesuai
dengan fungsi organ tubuh. Usia kronologis ternyata tidak terlalu sama dengan usia fisiologis
(Pangkahila, 2007).
6
Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah
Bermodalkan kesadaran tentang pentingnya menjaga kesehatan dan menghindari
berbagai faktor penyebab proses penuaan dilengkapi dengan pengobatan, masyarakat
memiliki kesempatan untuk hidup lebih sehat dan berusia lebih panjang dengan kualitas
hidup yang baik (Pangkahila, 2007).
Program-program yang mendasari anti-aging medicine adalah pola makan (diet),
olahraga, konsumsi antioksidan secukupnya, dan terapi hormonal (Arora, 2008). Maka
beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menghambat proses penuaan antara lain adalah
menjaga kesehatan tubuh dan jiwa dengan pola hidup sehat meliputi berolahraga teratur,
makanan sehat dan cukup, atasi stress, melakukan pemeriksaan kesehatan berkala yang
diperlukan dan disesuaikan dengan kondisi, menggunakan obat dan suplemen yang
diperlukan sesuai petunjuk ahli untuk mengembalikan fungsi berbagai organ tubuh yang
menurun. Namun, terdapat pula hambatan atau kesulitan melakukan upaya menghambat
proses penuaan, antara lain karena lingkungan tidak sehat, pengetahuan rendah dan kebiasaan
yang tidak sehat (Pangkahila, 2007).
Konsep dan definisi ilmu AAM pada awalnya diperkenalkan oleh A4M (American
Academy of Anti-Aging Medicine) pada tahun 1993, Anti Aging Medicine adalah bagian ilmu
kedokteran yang didasarkan pada penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran
terkini untuk melakukan deteksi dini, pencegahan, pengobatan, dan perbaikan ke keadaan
semula dan berbagai disfungsi, kelainan, dan penyakit yang berkaitan dengan penuaan, yang
bertujuan untuk memperpanjang hidup dalam keadaan sehat (Pangkahila, 2007).
Ada tiga pokok penting dalam perubahan paradigma yang memberi harapan baru bagi
umat manusia. Pertama, penuaan dapat dianggap dan diperlakukan seperti suatu penyakit
yang dapat dicegah, diobati, dan bahkan dikembalikan ke keadaan semula. Kedua, manusia
bukanlah semacam orang hukuman yang terperangkap dalam takdir genetiknya. Ketiga,
manusia mengalami keluhan atau gejala penuaan karena level hormonnya menurun, bukan
level hormon menurun karena manusia menjadi tua (Pangkahila, 2007).
Pada akhirnya, usia harapan hidup menjadi lebih panjang dan dalam keadaan sehat
dengan kualitas hidup yang baik. Ini berarti tetap dapat berkarya dengan baik pada usia
lanjut. Pada dasarnya inilah tujuan akhir AAM. Tidak ada manusia di muka bumi yang ingin
berusia lebih panjang, tetapi tidak mampu berbuat apa-apa, apalagi penuh penderitaan dan
membebani orang lain. AAM secara progresif berupaya mengatasi proses penuaan agar
7
Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah
keluhan, disfungsi, atau penyakit tidak muncul, sedangkan kedokteran konvensional
mengatasi keluhan, disfungsi, atau penyakit yang muncul karena proses penuaan (Pangkahila,
2007).
2.2. Radikal Bebas
2.2.1. Definisi Radikal Bebas
Radikal bebas yang juga dikenal sebagai reactive oxygen species (ROS) didefinisikan
sebagai suatu molekul, atom, atau beberapa grup atom yang mempunyai satu atau lebih
elektron tidak berpasangan pada orbital terluarnya. Molekul atau atom tersebut sangat labil
dan mudah membentuk senyawa baru.Terdapat berbagai macam radikal bebas sebagai
turunan dari karbon (C) dan nitrogen (N), akan tetapi yang paling banyak dipelajari adalah
radikal oksigen. Satu oksigen berpasangan dengan elektron berarti stabil; sedangkan, oksigen
dengan elektron tidak berpasangan adalah bersifat reaktif karena akan mencari dan
membangkitkan elektron dari komponen vital dan meninggalkan kerusakan (Muchtadi, 2013;
Baumann dan Saghari, 2009).
2.2.2. Sumber Radikal Bebas
Pembentukan radikal bebas dapat berasal dari dalam tubuh dan luar tubuh. Adapun
sumber radikal bebas antara lain (Pham-Huy et al., 2008):
1. Radikal bebas yang berasal dari dalam tubuh, yang timbul sebagai akibat dari
berbagai proses enzimatik di dalam tubuh, berupa hasil sampingan dari proses
oksidasi atau pembakaran sel yang berlangsung pada proses respirasi sel, pada
proses pencernaan dan pada proses metabolisme. Diproduksi oleh mitokondria,
membran plasma, lisosom, retikulum endoplasma, dan inti sel.
2. Radikal bebas yang berasal dari dalam tubuh, yang timbul sebagai akibat dari
bermacam-macam proses non-enzimatik di dalam tubuh, merupakan reaksi oksigen
dengan senyawa organik dengan cara ionisasi dan radiasi. Contohnya adalah proses
inflamasi dan iskemia.
8
Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah
3. Radikal bebas yang berasal dari luar tubuh, yang didapat dari polutan, seperti asap
rokok, asap kendaraan bermotor, radiasi sinar matahari, makanan berlemak, kopi,
alkohol, obat, bahan racun, pestisida, minyak goreng jelantah (deep frying) dan
masih banyak lagi yang lainnya. Peningkatan radikal bebas pun dapat dipicu oleh
stres atau olah raga yang berlebihan.
2.3. Antioksidan
2.3.1. Definisi Antioksidan
Radikal bebas dan reaksi oksidasi dapat dihambat oleh suatu zat yang disebut
antioksidan. Antioksidan adalah zat yang dapat menunda, memperlambat dan secara alamiah
menjadi molekul- molekul yang mampu menetralkan efek oksidasi yang merusak dalam
tubuh. Antioksidan terdiri dari macam- macam senyawa termasuk nutrisi (vitamin dan
mineral) dan enzim serta asam amino yang diyakini berperan penting dalam mencegah
perkembangan beberapa penyakit (Pangkahila, 2007).
Manfaat antioksidan dalam dunia kesehatan adalah untuk mencegah penyakit kanker,
aterosklerosis, penuaan dini dan penyakit- penyakit lain yang disebabkan oleh radikal bebas
(Baillie et al., 2009; Bjelakovic et al., 2007; Benzie, 2003). Antioksidan menetralisir radikal
bebas yang merusak dengan mengurangi molekul yang reaktif dan dengan demikian
melindungi sel- sel dari pemicu- pemicu stres endogen dan eksogen (Bosset, 2003).
Secara alami tubuh kita memiliki antioksidan endogen yang dihasilkan sendiri oleh
tubuh. Kapasitas antioksidan yang dimiliki oleh setiap individu berbeda-beda, tergantung
pola hidup yang dijalani masing-masing individu, serta faktor usia. Sistem pertahanan tubuh
yang utama dilakukan oleh antioksidan endogen, selebihnya dilakukan oleh antioksidan
eksogen. Antioksidan endogen merupakan antioksidan alami yang dihasilkan tubuh atau
disebut pula sebagai antioksidan primer, sedangkan antioksidan eksogen terdiri atas
antioksidan sekunder, tersier, pengikat oksigen (oxygen scavenger), dan pengikat logam
(chelator atau sequestrans) (Lingga, 2012).
9
Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah
2.3.2. Jenis Antioksidan
Macam- macam antioksidan adalah sebagai berikut:
1. Antioksidan primer
Antioksidan primer berbentuk enzim sehingga disebut juga sebagai
antioksidan enzimatis. Disebut primer karena bekerja secara cepat memberikan atom
hidrogen kepada senyawa radikal, sehingga berubah menjadi stabil (Suwardi, 2011;
Lingga, 2012), merupakan antioksidan enzimatik utama yang terlibat langsung
menetralkan ROS (Huy et al., 2008). Antioksidan enzimatis diantaranya adalah
superoxide dismutase (SOD), catalase, glutathion peroksidase (GPx).
Radikal bebas oksigen atau superoksid dinetralkan oleh SOD menjadi H2O2.
Enzim catalase menetralkan H2O2 dengan menguraikannya menjadi air dan oksigen.
Sedangkan glutathion peroksidase berfungsi seperti katalase menguraikan H2O2
menjadi air dan oksigen (Huy et al., 2008).
2. Antioksidan sekunder
Disebut juga antioksidan non-enzimatis, berfungsi menangkap radikal bebas
serta mencegah terjadinya reaksi berantai sehingga menghindari kerusakan sel yang
lebih parah (Lingga, 2012). Antioksidan ini dibagi menjadi antioksidan metabolik dan
antioksidan nutrient.
Antioksidan metabolik yang termasuk antioksidan endogen diproduksi oleh
metabolisme tubuh, seperti asam lipoid, glutation, L-arginin, coenzim Q10,
melatonin, uric acid, bilirubin, metal-chelating protein, transferrin (Huy et al., 2008).
Sedangkan antioksidan nutrient yang termasuk antioksidan eksogen adalah
komponen yang tidak dapat diproduksi tubuh dan hanya didapat dari makanan atau
suplemen, misalnya vitamin A, C, dan E, serta beberapa macam zat nirgizi antara lain
karotenoid, flavonoid, tanin dan sejumlah fitokimia lainnya (Lingga, 2012), trace
metals (selenium, manganese, zinc), omega-3, dan omega-6 (Huy et al, 2008).
Vitamin E. Merupakan vitamin yang larut dalam lemak dan mempunyai potensi
antioksidan yang tinggi. Karena larut dalam lemak, vitamin E dalam bentuk α-
10
Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah
tocopherol melindungi membran sel dari kerusakan akibat radikal bebas (Huy et al.,
2008).
Vitamin C. Merupakan vitamin yang larut dalam air. Sangat penting untuk biosintesa
kolagen, karnitin, dan neurotransmiter. Vitamin C bekerja sinergis dengan vitamin E
untuk menghilangkan radikal bebas dan juga memperbaharui bentuk vitamin E (Huy
et al., 2008).
Beta karoten. Sifat larut dalam lemak, termasuk karotenoid yang berbentuk
provitamin, karena dapat diubah menjadi vitamin A aktif. Merupakan antioksidan
kuat dan terbaik menghilangkan singlet oksigen (Huy et al., 2008).
Selenium (Se). Merupakan trace mineral ditemukan dalam tanah, air, sayur-sayuran
(bawang putih, bawang merah, kaacang-kacangan), sea food, daging, hati. Untuk
mengaktifkan glutathion peroksidase (Huy et al., 2008).
Zinc (Zn). Merupakan ko-faktor berbagai sistem enzim termasuk zinc-dependent
matrix metalloproteinase (Thakur et al., 2011).
Flavonoids. Merupakan komponen polyphenolic yang terdapat pada banyak tanaman.
Berdasarkan struktur kimia, diketahui terdapat lebih 4000 flavonoid, yang efeknya
menguntungkan bagi kesehatan tubuh, utamanya sebagai antioksidan yang kuat dan
kemampuan mengikat zat tertentu yang berbahaya bagi tubuh (chelat). Efek
perlindungan dari flavonoid dalam sistem biologikal adalah kapasitasnya untuk
mentransfer elektron kepada radikal bebas, mengikat katalis logam, mengaktifkan
antioksidan enzimatik, mengurangi radikal α-tocopherol, dan menghambat oksidase
(Heim et al., 2002). Kemampuan untuk membasmi radikal bebas utamanya
disebabkan karena reaktifitas yang tinggi dari gugus hydroxyl flavonoid dengan reaksi
sebagai berikut ;
F- OH + R F- O + RH
Efek chelating dari flavonoid dengan menetralkan ion besi dari kelebihan besi dalam
sel hepar, sehingga menghambat kerusakan oksidatif. Reaksi dari besi fero dengan
hidrogen peroksida menghasilkan radikal hidroksil yang kemudian mengoksidasi
biomolekul di sekitarnya. Dikenal sebagai reaksi Fenton, yang berhubungan dengan
11
Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah
konsentrasi tembaga atau besi. Reaksi Fenton ini dihambat dengan kuat oleh flavonoid
(Heim et al., 2002).
Tannins. Berfungsi sebagai antioksidan untuk mencegah kerusakan oksidatif DNA
dengan dua cara, yaitu mengikat logam terutama besi dan secara langsung membasmi
radikal bebas (Lodovici et al., 2001).
3. Antioksidan tersier
Antioksidan kelompok ini adalah enzim DNA-repair. Enzim ini memperbaiki
biomolekuler yang rusak akibat reaktivitas radikal bebas (Suwardi, 2011).
Antioksidan tersier berupa enzim metionin sulfoksida (Lingga, 2012). Cara kerjanya
memperbaiki kerusakan DNA melalui proses metilasi, yakni terbentuknya
sadenosylmetionin (SAMe) dari asam amino metionin yang bereaksi dengan ATP.
Kekurangan metilasi ini salah satunya dapat menimbulkan penuaan dini (Suwardi,
2011).
Berdasarkan dua mekanisme pencegahan dampak negatif oksidan, maka antioksidan dapat
dibagi menjadi dua golongan (Murray et al., 2000), yaitu:
1. Antioksidan pencegah (preventive antioxidants)
Pada dasarnya tujuan antioksidan ini mencegah terjadinya radikal hidroksil, yaitu
radikal yang paling berbahaya. Diperlukan tiga komponen untuk terbentuknya
radikal hidroksil, yaitu logam transisi Fe atau Cu, H2O2 dan ion superoksid.
Agar reaksi Fenton tidak terjadi, maka harus dicegah keberadaan ion Fe2+ atau
Cu2+ bebas. Untuk itu berperan beberapa protein penting, yaitu transferin atau
feritin (untuk Fe) dan seruloplasmin atau albumin (untuk Cu).
Penimbunan ion superoksid (O2-) dapat dicegah oleh enzim SOD (superoksid
dismutase) dengan mengkatalisis reaksi dismutase ion superoksid:
2O2- + 2H H2O2 + O2
Penimbunan H2O2 dapat dicegah melalui aktivitas dua enzim, yaitu katalase
(mengkatalisis reaksi dismutase H2O2) dan peroksidase.
2. Antioksidan pemutus rantai (chain-breaking antioxidants)
Dalam kelompok ini terdapat vitamin E (tokoferol), vitamin C (asam askorbat),
beta karoten, glutation dan sistein. Vitamin E dan beta karoten bersifat lipofilik,
12
Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah
sehingga dapat berperan pada membran sel untuk mencegah peroksidasi lipid.
Sedangkan vitamin C, glutation dan sistein bersifat hidrofilik dan berperan dalam
sitosol.
2.4. Stres Oksidasi
Suatu keadaan dimana terjadi ketidakseimbangan antara prooksidan dan antioksidan
akan menimbulkan suatu keadaan yang disebut dengan stres oksidatif. Ketika jumlah
antioksidan yang diperlukan oleh tubuh saat mengalami stres oksidatif tidak mencukupi,
maka dapat merusak membran sel, protein, dan DNA. Dengan demikian penumpukan hasil
kerusakan oksidatif yang berulang dan dalam waktu yang lama akan menyebabkan sel atau
jaringan akan kehilangan fungsinya dan rusak/ mati (Sen and Packer, 2000).
Stres oksidatif yang meningkat dapat memicu timbulnya berbagai penyakit dan
mempercepat terjadinya proses penuaan (Sen and Packer, 2000; Atalay and Laaksonen,
2002). Hal ini disebabkan oleh kadar antioksidan yang rendah atau adanya inhibisi terhadap
ensim antioksidan yang menyebabkan kerusakan sel. Berbagai antioksidan endogenus dan
eksogenus berperan penting dalam melindungi jaringan dari kerusakan oksidatif dan berbagai
penyakit kronis (Sen et al, 2010).
Stres oksidasi menyebabkan kerusakan oksidatif terhadap lemak, protein, dan DNA.
Prooksidan dapat memicu proses peroksidasi terhadap lipid. Peroksida lipid tidak saja
bertanggung jawab atas perusakan makanan, tetapi yang lebih penting adalah perusakan
jaringan tubuh in vivo, sehingga dapat menimbulkan berbagai macam penyakit, seperti
penyakit kanker, inflamasi, aterosklerosis, dan proses penuaan. Peroksidasi terhadap lipid
dalam membran sel akan sangat mengganggu fungsi membran, menimbulkan kerusakan yang
ireversibel terhadap fluiditas dan elastisitas membran, yang dapat menyebabkan ruptur
membran sel (Szocs, 2004). Untuk mengetahui terjadinya peroksida lipid salah satunya
adalah dengan mengukur kadar MDA (Suryohudoyo, 2000).
Saat ini banyak beredar di pasaran berbagai produk antioksidan, vitamin, mineral, dan
obat-obat herbal yang belum terbukti secara ilmiah. Pemberian hormon dan antioksidan saat
ini banyak dilakukan untuk menghambat terjadinya proses penuaan. Masyarakat diharapkan
lebih teliti dalam hal ini (Pangkahila, 2007).
13
Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah
2.5. Malondialdehid (MDA)
MDA merupakan produk akhir dari peroksidasi lipid, dan biasanya digunakan sebagai
biomarker biologis untuk menilai stres oksidatif (Suryohudoyo, 2000). Pada proses
peroksidasi lipid, selain MDA terbentuk juga radikal bebas yang lain, tetapi radikal bebas
tersebut mempunyai waktu paruh yang pendek sehingga sulit diperiksa dalam laboratorium
(Cherubini et al., 2005).
Senyawa ini memiliki tiga rantai karbon, dengan rumus molekul C3H4O2. MDA dapat
bereaksi dengan komponen nukleofilik atau elektrofilik. Aktivitas non-spesifiknya, MDA
dapat berikatan dengan berbagai molekul biologis seperti protein, asam nukleat dan
aminofosfolipid secara kovalen (Winarsi, 2007). MDA merupakan produk oksidasi asam
lemak tidak jenuh oleh radikal bebas. MDA juga merupakan metabolit komponen sel yang
dihasilkan oleh radikal bebas, sehingga konsentrasi MDA yang tinggi menunjukkan adanya
proses oksidasi dalam membran sel. Status antioksidan yang tinggi biasanya diikuti oleh
penurunan kadar MDA (Winarsi, 2007)
Pengukuran kadar MDA serum dapat dilakukan dengan Test Thiobarbituric Acid
Reactive Subtance (TBARS) yang berdasar pemeriksaan reaksi spektrofotometrik (Konig dan
Berg, 2002).
2.6. Teh Hijau (Camelia sinensis)
Dalam istilah kekerabatan dunia tumbuh-tumbuhan, teh digolongkan ke dalam:
Kingdom: Plantae
Divisio: Spermatophyta
Sub Divisio: Angiospermae
Class: Dicotiledoneae
Ordo: Guttiferales
Famili: Tehaceae
Genus: Camelia
Spesies: Camelia sinensis (Setyaamidjaja, 2000).
14
Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah
Setelah air, teh adalah minuman yang paling banyak dikonsumsi di seluruh dunia
dengan konsumsi per kapita 120 ml/hari. Dari 76-78% teh yang dihasilkan dan dikonsumsi di
seluruh dunia adalah teh hitam 20%, teh hijau 22%, dan sisanya 2% adalah teh oolong
(Lipton Institute of Tea). Teh telah lama dikenal sebagai minuman yang bercita rasa khas dan
berkhasiat bagi kesehatan. Budaya minum teh telah dimulai sejak tahun 2737 SM di Cina
(Syah, 2006). Sedangkan di Indonesia, teh dikenal sejak tahun 1686 ketika seorang Belanda
yang bernama Dr. Andreas Cleyer membawanya ke Indonesia (Syah, 2006).
Bukti-bukti menunjukkan India dan Cina adalah negara-negara pertama yang
menanam teh. Teh yang diseduh dari daun tanaman Camellia sinensis yang dikeringkan,
adalah salah satu minuman yang paling banyak dikonsumsi di seluruh dunia (UMMC, 2010).
Teh secara tradisional digunakan sebagai pengobatan berdasarkan pengalaman dimana
aktivitas fisiologis dari komponen-komponen di dalam teh telah digambarkan pada negara-
negara Asia terutama Jepang dan Cina (Nagao et al., 2007). Ratusan juta orang di dunia
meminum teh, dan terdapat penelitian yang melaporkan bahwa teh hijau banyak memiliki
kegunaan di bidang kesehatan (UMMC, 2010).
Beberapa studi menyebutkan manfaat dan keuntungan dari teh hijau pada manusia
antara lain sebagai antioksidan yang sangat baik untuk mengurangi tubuh kita dari kerusakan
oksidatif. Asupan antioksidan sekunder dari bahan pangan sangat diperlukan. Makin tinggi
asupan antioksidan eksogenus, makin tinggi pula status antioksidan endogenus. Jadi
diperlukan konsumsi bahan makanan yang kaya akan komponen antioksidan dalam jumlah
memadai, agar mampu menginduksi kerja ensim antioksidan dalam tubuh sehingga mampu
menekan kerusakan sel yang berlebihan dan mempertahankan status antioksidan seluler
(Harborne and William, 2001; Buhler and Miranda, 2000).
Tahapan pengolahan teh hijau terdiri dari pelayuan, penggulungan, pengeringan,
sortasi kering, serta pengemasan.
a. Pelayuan
Pelayuan bertujuan untuk menginaktifkan enzim polifenol oksidase dan menurunkan
kandungan air dalam pucuk, agar menjadi lentur dan mudah digulung. Pelayuan
dilaksanakan dengan cara mengalirkan sejumlah pucuk secara berkesinambungan kedalam
alat pelayuan Rotary Panner dalam keadaan panas dengan suhu pelayuan 80-1000C.
Selama proses pelayuan berlangsung dalam rotary panner, terjadi proses penguapan air
15
Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah
baik yang terdapat di permukaan maupun yang terdapat di dalam daun. Uap air yang
terjadi harus secepatnya dikeluarkan dari ruang roll rotary panner, untuk mencegah
terjadinya hidrolisa klorofil oleh uap asam-asam organik.
b. Penggulungan
Penggulungan bertujuan membentuk mutu secara fisik, karena selama penggulungan,
pucuk teh akan dibentuk menjadi gulungan-gulungan kecil dan terjadi pemotongan. Proses
ini harus segera dilakukan setelah pucuk layu kelua rmesin rotary panner. Penggulungan
dilakukan satu kali agar tidak terjadi penghancuran daun teh terlalu banyak, yang dapat
meningkatkan jumlah bubuk dengan mutu yang kurang menguntungkan. Lama
penggulungan sebaiknya tidak lebih dari 30 menit dihitung sejak pucuk layu masuk mesin
penggulung.
c. Pengeringan
Pengeringan pada teh hijau bertujuan menurunkan kadar air dari pucuk yang digulung
hingga 3-4%, memekatkan cairan sel yang menempel di permukaan daun sampai
berbentuk seperti perekat, dan memperbaiki bentuk gulungan teh jadi. Untuk mencapai
tujuan tersebut, dilaksanakan dua tahap pengeringan, masing-masing menggunakan mesin
yang berbeda. Mesin pengering pertama disebut Endless Chain Pressure (ECP) Dryer.
Pada mesin pengering ini, suhu diatur supaya suhu masuk 130-1350C dan suhu keluar 50-
550C dengan lama pengeringan 25 menit. Pada pengeringan pertama ini, jumlah air yang
diuapkan mencapai 50% dari bobot pucuk, sehingga hasilnya baru setengah kering dengan
tingkat kekeringan 30-35%. Pada pengeringan tahap kedua digunakan mesin pengering
Rotary Dryer tipe Repeat Rool. Maksud pengeringan kedua adalah untuk menurunkan
kadar air sampai 3-4% serta memperbaiki bentuk gulung teh kering. Pengeringan dalam
rotary dryer menggunakan suhu tidak lebih dari 700C dengan lama pengeringan 80-90
menit, dan putaran rotary dryer 17-19 rpm. Untuk memperoleh hasil pengeringan yang
baik selain ditentukan oleh suhu dan putaran mesin juga ditentukan oleh kapasitas mesin
pengering. Kapasitas per batch mesin pengering ditentukan oleh diameter mesin itu.
Rotary dryer yang rollnya berdiameter 70 cm, mempunyai kapasitas pengeringan 40-50 kg
teh kering, dan untuk roll yang berdiameter 100 cm kapasitasnya 60-70 kg teh kering.
16
Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah
d. Sortasi Kering
Sortasi kering bertujuan memisahkan, memurnikan dan membentuk atau mengelompokkan
jenis mutu teh hijau dengan bentuk ukuran yang spesifik sesuai dengan standar teh hijau.
Hal ini terjadi oleh karena teh yang berasal dari pengeringan masih bercampur, baik
bentuk maupun ukuran.
Pada prinsipnya, sortasi kering teh hijau adalah :
1. memisahkan keringan teh hijau yang banyak mengandung jenis mutu ekspor
2. memisahkan partikel-partikel yang mempunyai bentuk dan ukuran yang relatif sama ke
dalam beberapa kelompok, kemudian memisahkannya dari tulang-tulang daunnya
3. melakukan pemotongan dengan tea cutter bagian-bagian teh yang ukurannya masih
lebih besar dari jenis mutu yang dikehendaki
4. setelah hasil sortasi teh hijau terkumpul menjadi beberapa jenis dilakukan polishing
dengan menggunakan mesin polisher
5. hasil sortasi ini dikelompokkan kedalam jenis-jenis mutu teh hijau sesuai dengan mutu
yang ada.
e. Penyimpanan dan Pengemasan
Pengemasan teh hijau dilakukan dengan bahan pembungkus kantong kertas yang di
dalamnya dilapisi aluminium foil. Untuk memasarkannya teh hijau biasa dikemas dalam
kantong kertas atau kantong plastik dengan ukuran kemasan bervariasi (Setyamidjaja,
2000).
Terdapat tiga variasi utama dari teh, yakni teh hijau, teh hitam dan teh oolong, dimana
semua ini didapatkan dari daun-daun tanaman Camellia sinensis tergantung pada derajat
oksidasinya. Perbedaan dari variasi teh tersebut adalah pada pemrosesannya. Proses
pembuatan teh diatur untuk mencegah atau membiarkan polifenol yang terdapat dalam teh
untuk teroksidasi secara alami oleh polyphenol oxidase yang terdapat pada daun teh. Teh
hijau diproses dengan cara menginaktivasi polyphenol oxidase pada daun yang masih segar
dengan cara dipanaskan atau diuapkan, yang akan mencegah oksidasi catechin, yakni
komponen flavonoid terbanyak pada ekstrak teh hijau. Teh oolong dioksidasi parsial atau
sebagian sementara teh hitam sepenuhnya dioksidasi (Velayutham et al., 2008). Semakin
besar tingkat fermentasi daun-daun teh, maka kandungan polifenol-nya akan semakin sedikit
dan kadar kafeinnya akan semakin banyak (UMMC, 2010). Sebagai hasil, teh hijau yang
17
Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah
diproses untuk mencegah fermentasi dan oksidasi, mengandung kadar yang lebih tinggi akan
polifenol yang merupakan antioksidan jika dibandingkan dengan teh hitam (Shrubsole, 2009),
sementara itu teh hitam memiliki kadar kafein 2-3 kali lebih banyak daripada teh hijau
(UMMC, 2010).
Daun teh yang baru dipetik mengandung air 75 % dari berat daun dan sisanya berupa
padatan dan terdiri dari bahan-bahan organik dan anorganik. Bahan organik yang penting
dalam pengolahan antara lain polifenol, karbohidrat dan turunannya, ikatan nitrogen, pigmen,
enzim dan vitamin.
Bahan-bahan kimia dalam daun teh dikelompokkan menjadi 4 kelompok besar, yaitu:
a. Substansi fenol: tanin/ katekin, flavanol (querecetin, kaemferol dan myricetin)
b. Substansi bukan fenol: karbohidrat (sukrosa, glukosa, fruktosa), substansi pectin (pektin
dan asam pektat), alkaloid (kafein, teobromin, teofilin), protein, substansi resin, vitamin
(vitamin C, K, A, B1, B2, asam nikotinat dan asam pantotenat), serta substansi mineral
c. Substansi aromatis: fraksi karboksilat, fenolat, karbonil, netral bebas karbonil (sebagian
besar terdiri atas alkohol).
d. Enzim: invertase, amilase, glukosidase, oximetilase, protease, dan peroksidase.
Keempat kelompok tersebut bersama-sama mendukung terjadinya sifat-sifat yang baik pada
teh (Setyamidjaja, 2000).
Fungsi kesehatan dari teh hijau dihubungkan dengan kandungan polifenol-nya, suatu
kimia dengan fungsi antioksidan. Teh hijau mengandung catechin, sebagai zat aktifnya, yang
merupakan polifenol dengan berat molekul rendah yang terdiri dari monomer flavan-3-ol;
catechin terutama terdiri dari EGCG, EGC, ECG, EC. Daun teh hijau mengandung polifenol
sampai dengan 30% berat kering, dimana catechin dari teh hijau merupakan 80-90%
flavonoid total, dan EGCG adalah catechin yang terbanyak (48-55%), diikuti EGC (9-12%),
ECG (9-12%), dan EC (5-7%) (Velayutham et al., 2008).
Kandungan catechin dari ekstrak teh hijau dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam
metode persiapan ekstrak seperti kondisi pengeringan dan derajat fermentasi dari daun teh.
Kadar catechin juga bervariasi pada daun teh itu sendiri yang diakibatkan perbedaan-
perbedaan seperti perbedaan varietas, asal dan kondisi tumbuhnya tanaman (Velayutham et
al., 2008; Chacko et al., 2010).
18
Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah
Daun teh hijau mengandung 10-20% catechin, terutama EGCG (Nagao et al., 2007).
EGCG adalah komponen polifenol pada teh hijau yang paling banyak dipelajari dan
merupakan zat yang paling aktif. Polifenol lainnya pada teh hjau termasuk flavanol dan
glikosida serta depsides seperti chlorogenic acid, quinic acid, karotenoid, trigalloyglucose,
lignin, protein, klorofil, mineral (aluminium atau mangan tergantung kandungan mineral
dalam tanah) (Velayutham et al., 2008).
Teh hijau juga mengandung alkaloid termasuk kafein, teobromin dan teofilin.
Alkaloid ini memberikan efek stimulan dari teh hijau. L-theanine, sebuah asam amino yang
ditemukan pada teh hijau, telah dilaporkan memberikan efek relaksasi pada sistem saraf
(UMMC, 2010).
Gambar 2.1. Struktur kimia dari tulang punggung catechin
Sumber : Velayutham et al., 2008
Seperti terlihat pada gambar 2.1, catechin merupakan komponen polifenolik dengan
kerangka diphenyl propane. Struktur kimianya terdiri dari cincin polifenolik (A) yang
terkondensasi dengan six-membered oxygen yang mengandung cincin heterosiklik (C) yang
membawa cincin polifenolik lainnya (B) pada posisi 2. Catechin dicirikan dengan banyak
kelompok hidroksil pada cincin A dan B. EC adalah sebuah epimer yang mengandung dua
kelompok hidroksil pada posisi 3’ dan 4’ dari cincin B dan sebuah kelompok hidroksil pada
posisi 3 dari cincin C (Gambar 2). Satu-satunya perbedaan struktural antara EGC dan EC
adalah EGC memiliki tambahan kelompok hidroksil pada posisi 5‘ dari cincin B. ECG dan
EGCG adalah derivat ester dari EC dan EGC secara respektif, melalui esterifikasi pada posisi
3 hidroksil dari cincin C dengan gallate moeity (Velayutham et al., 2008).
Berbagai penelitian mengenai fungsi antioksidan,antikarsinogenik, antihiperkolesterol
dan anti kanker serta pengaruh pencegahan terhadap penyakit jantung iskemik dari catechin
telah menarik perhatian yang besar akan ekstrak teh hijau (Klaus et al., 2005; Nagao et al.,
19
Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah
2007). Konsumsi teh hijau dapat bermanfaat bagi kesehatan karena di antaranya telah
ditunjukkan berkurangnya insidens kanker pada berbagai model penelitian (Kao et al., 2000).
Gambar 2.2. Struktur kimia dari catechin
Sumber : Velayutham et al., 2008
Catechin juga dilaporkan dapat memperbaiki lipid darah, kolesterol serum,
merelaksasi otot polos vaskular, meningkatkan pengeluaran energi dan oksidasi lemak,
meningkatkan beta oksidasi lemak di hati, mengurangi lemak tubuh dan mengurangi tekanan
darah sistolik. Sehingga diduga catechin dapat bermanfaat sebagai pengobatan untuk
gangguan kesehatan yang disebabkan pola hidup yang sedentari (Kao et al., 2000; Klaus et
al., 2005; Nagao et al., 2009).
Walaupun teh hijau memiliki beberapa pengaruh yang baik bagi kesehatan, efek teh
hijau dan konstituennya bermanfaat sampai pada dosis tertentu, dimana dosis yang lebih
besar dapat menyebabkan efek samping yang buruk. Lebih jauh lagi, efek catechin dari teh
hijau mungkin bervariasi pada tiap individu. Terdapat penelitian yang menyebutkan ekstrak
EGCG dari teh hijau bersifat sitotoksik, dan bahwa konsumsi teh hijau yang berlebihan dapat
menyebabkan sitotiksisitas akut pada sel hepar. Sebuah penelitian lain menyebutkan
20
Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah
konsumsi teh hijau yang berlebihan dapat mengakibatkan kerusakan asam deoksiribonukleat
(DNA) oksidatif pada pankreas dan hati dari hamster. Yun et al menyebutkan bahwa EGCG
justru bersifat sebagai pro-oksidan dan bukan sebagai antioksidan pada sel beta pankreas in
vivo. Mengingat hal tersebut konsumsi teh hijau secara berlebihan dapat berbahaya bagi
kesehatan (Chako et al., 2010).
Mereka yang mengkonsumsi kafein dalam jumlah tinggi, termasuk kafein dalam teh
hijau untuk periode waktu yang lama dapat mengalami iritabilitas, insomnia, palpitasi
jantung, pusing. Kelebihan dosis dari kafein dapat menyebabkan nausea, muntah, diare,sakit
kepala dan hilangnya nafsu makan. Juga penting dilakukan pengaturan konsumsi teh hijau
bersamaan dengan obat-obatan karena efek diuretik dari kafein (Chako et al., 2010).
Beberapa penelitian menunjukkan kemampuan tanaman teh untuk mengakumulasi
kadar aluminium yang tinggi. Aspek ini penting bagi pasien dengan gagal ginjal karena
aluminium dapat diakumulasi dalam tubuh menyebabkan penyakit nefrologis. Sama halnya
catechin teh hijau memiliki afinitas untuk besi, dan infusi teh hijau dapat menurunkan
bioavailibitas zat besi dari diet (Chako et al., 2010).
Minuman teh yang umum, yang disiapkan dari 1 gram daun-daun teh yang diseduh
dengan 100 mL air mendidih selama 3 menit mengandung 250-350 mg berat kering yang
terdiri dari 30-42% catechin dan 3-6% kafein (Velayutham et al., 2008). Secangkir teh hijau
mengandung 80-106 mg polifenol. Konsumsi 1-3 cangkir teh per hari adalah takaran yang
umum di Amerika Serikat, namun di Jepang, konsumsi sebanyak 9 cangkir teh termasuk
wajar, hal ini menurut penelitian epidemiologis (Sarma et al., 2008).
Ekstrak teh hijau distandardisasi untuk mencapai kadar polifenol yang bervariasi dari
25%-97%. Sebagai contoh, sebuah ekstrak yang distandardisasi menjadi 25% catechin
(Exolise®, satu kapsul tiga kali sehari) menyediakan 375 mg catechin per hari, dimana
270mg-nya adalah EGCG. Ini secara kasar sebanding dengan tiga cangkir teh. Produk lain
(Tegreen 97®) distandardisasi mengandung 97% polifenol. Dosis yang disarankan
mengandung hampir 600 mg polifenol per hari (Sarma et al., 2008). Pendapat lain
mengatakan dosis ekstrak teh hijau yang disarankan untuk dikonsumsi per harinya adalah
100-800 mg atau sebanding dengan 2-3 gelas teh hijau per harinya (Kluwer, 2009; UMCC,
2010).
21
Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah
Beberapa studi klinis menyediakan informasi mengenai farmakokinetik dari
konstituen teh hijau. Sebuah uji klinis selama 8 minggu pada 49 pasien kanker menunjukkan
bahwa dosis maksimal yang dapat ditoleransi (maximum tolerated dose) dari ekstrak teh hijau
adalah 4,2 g/m² satu kali sehari atau 1,0 g/m² tiga kali sehari. Toksisitas yang dapat diamati
bervariasi dari ringan sampai berat, tergantung dari dosis, dan termasuk di antaranya keluhan
gastrointestinal (perut kembung, flatulen dan nausea), neurologis (insomnia, sakit kepala,
nyeri, perestesi, tremor) dan kardiovaskular (palpitasi). Waktu untuk mencapai konsentrasi
maksimal (tmax) untuk EGCG adalah 1-3 jam dan konsentrasi plasma maksimum dari EGCG
adalah 100-225 ng/ml setelah pemberian 4,2 g/m² satu kali sehari (Sarma et al., 2008).
Studi klinis lain dengan lima subjek per kelompok menunjukkan bahwa EGCG dan
Polyphenon® E (ekstrak teh hijau decaffeinated yang mengandung 60% EGCG)
menghasilkan konsentrasi plasma yang serupa pada kadar dosis yang diperiksa (200-800 mg
EGCG). Pada penelitian dosis tunggal ini dilaporkan bahwa availibilitas sistemik dari EGCG
meningkat dengan meningkatnya dosis, hal ini dimungkinkan terjadi oleh karena elimiasi
presistemik saturabel (saturable presystemic elimination). Efek samping yang dapat diamati
oleh para peneliti hanyalah sakit kepala ringan dan rasa lelah (Sarma et al., 2008).
Sebuah penelitian dengan kontrol plasebo yang diacak (randomized, placebo
controlled study) pada sukarelawan sehat (delapan subjek pada tiap kelompok) menunjukkan
bahwa ekstrak teh hijau yang diberikan dengan dosis 800 mg per hari selama 4 minggu aman
dan dapat ditoleransi dengan baik (Sarma et al., 2008).
Penelitian pada sukarelawan sehat (sepuluh subjek pada tiap kelompok) juga
menunjukkan bahwa ekstrak teh hijau yang diberikan dalam dosis 800 mg sebagai dosis
tunggal dapat ditoleransi dengan baik jika dikonsumsi dengan makanan. Konsentrasi plasma
maksimum dari EGCG bebas dalam kondisi puasa lebih besar 5 kali dibandingkan dosis yang
sama yang dikonsumsi bersamaan dengan makanan (Sarma et al., 2008).
Sebuah penelitian randomized, double-blind, placebocontrolled memeriksa keamanan
dan tolerabilitas dari dosis tunggal ekstrak teh hijau dosis 50 mg, 100 mg, 200 mg, 400 mg,
800 mg dan 1600 mg pada 60 subjek sehat. Hasilnya menunjukkan bahwa dosis tinggi dari
ekstrak teh hijau ini dapat ditoleransi dengan baik. Dosis tunggal ekstrak teh hijau sampai
dengan 1600 mg ditoleransi dengan baik dan tidak terdapat efek samping (Ullmann et all,
2003).
22
Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah
Terdapat jurnal lain yang juga menyatakan dosis ekstrak teh hijau sampai dengan
1600 mg itu secara umum dapat ditoleransi dengan baik, dimana hanya menimbulkan efek
samping gastrointestinal ringan saja, sehingga disarankan untu mengkonsumsi ekstrak teh
hijau bersamaan dengan makanan atau setelah makan (Nagle et al., 2006).
2.7. Minyak Goreng Jelantah
Berdasarkan ada atau tidak ikatan ganda dalam struktur molekulnya, minyak goreng
terbagi menjadi (Ketaren, 2005):
a. Minyak dengan asam lemak jenuh (saturated fatty acids)
Merupakan asam lemak yang mengandung ikatan tunggal pada rantai
hidrokarbonnya. Bersifat stabil dan tidak mudah bereaksi atau berubah menjadi
asam lemak jenis lain. Asam lemak jenuh yang terkandung dalam minyak goreng
pada umumnya terdiri dari asam miristat, asam palmitat, asam laurat dan asam
kaprat.
b. Minyak dengan asam lemak tak jenuh tunggal (mono-unsaturated fatty
acids/MUFA) maupun majemuk (poly-unsaturated fatty acids/PUFA)
Merupakan asam lemak yang memiliki ikatan atom karbon rangkap pada rantai
hidrokarbonnya. Semakin banyak jumlah ikatan rangkap itu (poly-unsaturated),
semakin mudah bereaksi atau berubah menjadi asam lemak jenuh. Asam lemak
tidak jenuh yang terkandung dalam minyak goreng adalah asam oleat dan asam
linoleat dan asam linolenat.
Minyak yang baik adalah minyak dengan kandungan asam lemak tak jenuh yang lebih
banyak dibandingkan dengan kandungan asam lemak jenuhnya, salah satunya adalah minyak
nabati. Minyak goreng jenis ini mengandung sekitar 80% asam lemak tak jenuh, kecuali
minyak goreng kelapa sawit (Sartika, 2009).
Minyak goreng kelapa sawit dibuat melalui dua fase yang berbeda, yaitu fase padat
disebut stearin dengan asam lemaknya stearat dan fase cair disebut olein dengan asam
lemaknya oleat. Dengan penyaringan (pemisahan fase padat dari fase cair) sebanyak 2 kali,
kandungan asam lemak tak jenuh dalam minyak kelapa sawit menjadi lebih tinggi sehingga
minyak menjadi lebih mudah rusak oleh proses penggorengan deep frying (Sartika, 2009;
Lestari, 2010).
23
Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah
Yang dimaksud dengan minyak goreng jelantah adalah minyak limbah yang bisa
berasal dari berbagai jenis minyak goreng, minyak jelantah ini merupakan minyak bekas
yang sudah dipakai untuk menggoreng berbagai jenis makanan dan sudah mengalami
perubahan pada komposisi kimianya (Rukmini, 2007; Lestari, 2010).
Sedangkan deep frying adalah cara menggoreng yang menggunakan minyak goreng
dalam jumlah banyak, dengan pemanasan berulang dan pada suhu yang tinggi (Sartika,
2009). Pemanasan yang lama atau berulang-ulang akan mempercepat terjadinya destruksi
minyak akibat meningkatnya kadar peroksida. Hal tersebut terjadi karena pada saat
pemanasan akan terjadi proses destruksi berupa degradasi, oksidasi dan dehidrasi dari minyak
goreng. Proses ini dapat meningkatkan kadar peroksida dan pembentukan radikal bebas yang
bersifat toksik, sehingga membahayakan tubuh (Mulyati dan Meilina, 2007; Oktaviani,
2009).
Temperatur pada proses penggorengan adalah sekitar 1500 – 2000C. Pada temperatur
tersebut, setiap bahan pangan rata-rata memerlukan waktu 8 menit untuk matang. Minyak
goreng akan diganti atau ditambahkan dengan minyak baru bila sudah digunakan untuk
menggoreng tiga kali atau lebih. Proses penggorengan di atas dapat menyebabkan minyak
goreng kelapa sawit menjadi rusak karena proses oksidasi (Andik, 2001). Selama proses
penggorengan, minyak mengalami reaksi degradasi yang disebabkan oleh panas, udara, dan
air, sehingga mengakibatkan terjadinya oksidasi, hidrolisis, dan polimerisasi. Reaksi oksidasi
juga dapat terjadi selama masa penyimpanan (Lee et al., 2002). Reaksi oksidasi terjadi akibat
serangan oksigen terhadap asam lemak tak jenuh yang terkandung dalam minyak kelapa
sawit. Reaksi antara oksigen dengan lemak akan membentuk senyawa peroksida yang
selanjutnya akan membentuk asam lemak bebas, aldehida dan keton yang menimbulkan bau
yang tidak enak pada minyak (ketengikan) (Herawati dan Akhlus, 2006).
Oksidasi dapat terjadi melalui dua jenis mekanisme, yaitu auto-oksidasi dan
fotooksidasi. Reaksi auto-oksidasi melibatkan pembentukan radikal bebas yang sangat tidak
stabil, yang merupakan inisiator terjadinya reaksi rantai. Pada reaksi fotooksidasi, terjadi
interaksi antara ikatan rangkap minyak dan radikal oksigen bebas yang sangat reaktif. Kedua
jenis reaksi oksidasi ini menghasilkan produk reaksi primer, yaitu hidroperoksida, yang
sangat tidak stabil. Senyawa ini bukan penyebab terjadinya perubahan rasa dan bau yang
berkaitan dengan oxidative rancidity. Namun karena sifatnya yang tidak stabil,
hidroperoksida akan segera terdekomposisi dan menghasilkan produk reaksi sekunder,
24
Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah
misalnya senyawa aldehid, yang merupakan penyebab adanya oxidative rancidity (Azeredo et
al., 2004).
Oksidasi juga dapat menyebabkan warna minyak menjadi gelap, tetapi mekanisme
terjadinya komponen yang menyebabkan warna gelap ini masih belum sepenuhnya diketahui.
Diperkirakan bahwa senyawa berwarna pada bahan yang digoreng terlarut dalam minyak dan
menyebabkan terbentuknya warna gelap (Yustinah, 2009).
Pemberian minyak jelantah pada tikus menyebabkan kenaikan kadar MDA, dimana
kadar MDA dapat mencapai konsentrasi 0,285 mg/ml. Sedangkan pada keadaan normal
konsentrasi MDA tikus adalah 0,1 mg/ml. Ini menunjukkan bahwa antioksidan yang ada di
dalam hewan coba tidak mencukupi untuk menangkal radikal bebas yang disebabkan
pemberian minyak jelantah (Ulilalbab, 2010).
2.8. Dampak Minyak Jelantah terhadap Kesehatan
Ketika lemak masuk ke dalam makanan dapat terjadi modifikasi terhadap komposisi
makanan. Perubahan yang dihasilkan bergantung pada beragam faktor, seperti komposisi
lemak yang digoreng dan yang dikandung dalam makanan tersebut, tekstur, ukuran, bentuk
makanan dan kondisi penggorengan seperti lama durasi dan temperatur. Faktor-faktor terkait
mempengaruhi perubahan yang terjadi pada nilai nutrisi makanan. Perubahan ini dapat
meliputi hilangnya nutrisi terutama vitamin dan mineral (Ghidurus et al.,2010).
Pada umumnya makanan hasil penggorengan mengandung 4% - 14% lemak dari total
beratnya. Kualitas minyak goreng yang digunakan juga mempengaruhi penyerapan minyak
ke dalam makanan. Penggunaan minyak jelantah akan meningkat polaritas minyak dan
menurunkan tegangan permukaannya antara bahan pangan dan minyak sehingga penyerapan
lemak akan semakin meningkat (Ghidurus et al.,2010).
Selain menyerap minyak, makanan yang digoreng menggunakan minyak jelantah juga
menyerap produk degradasi seperti radikal bebas, keton, aldehid, polimer yang menyebabkan
perubahan pada organ misalnya bertambahnya berat organ ginjal dan hati serta timbulnya
berbagai penyakit seperti kanker, disfungsi endotelial, hipertensi dan obesitas (Rukmini,
2007; Castillo’n et al.,2011).
25
Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah
Sebuah penelitian tentang pengaruh suhu dan lama proses deep frying terhadap
pembentukan asam lemak trans menunjukkan bahwa setelah proses deep frying yang ke-2
akan terbentuk asam lemak trans baru terbentuk dan kadarnya akan semakin meningkat
sejalan dengan penggunaan minyak. Akibat dari kenaikan asam lemak trans adalah
peningkatan kadar low density lipoprotein (LDL), trigliserol dan lipoprotein, penurunan high
density lipoprotein (HDL), dan mempengaruhi metabolisme asam lemak bebas yang akan
menyebabkan dislipidemia dan arterosklerosis (Sartika,2009).
Beberapa studi pada tikus menunjukkan bahwa pemberian diet tinggi lemak trans
menyebabkan terjadinya resistensi insulin, peningkatan berat badan, akumulasi massa lemak
terutama trigliserida pada organ hati karena terjadi penurunan oksidasi lipid dan peningkatan
sintesis asam lemak. Hal ini dapat memicu terjadinya obesitas, sindrom metabolik dan
hepatik steatosis dan lipotoksisitas (Dorfman et al.,2009).
Lipotoksisitas adalah toksisitas sel akibat akumulasi abnormal lemak. Asam lemak
bebas bersifat hidrofobik sehingga dapat menembus membran sel atau melalui transporter
yaitu fatty acid transport protein (FATP) atau fatty acid transporter CD36. Asam lemak
tersaturasi dapat menginduksi apoptosis (programmed cell death) (Malhi, 2008).
Salah satu dampak berbahaya dari penggunaan minyak jelantah adalah meningkatnya
radikal bebas, substansi yang mempunyai satu atau lebih elektron tidak berpasangan. Radikal
bebas yang berlebihan akan menimbulkan stress oksidasi yang memicu proses peroksidasi
terhadap lipid, sehingga dapat menimbulkan penyakit kanker, inflamasi, aterosklerosis, dan
mempercepat terjadinya proses penuaan (Koch et al., 2007; Jusup dan Raharjo, 2010)
2.9. Hewan Coba Tikus (Rattus novergicus L.)
2.9.1. Penggunaan Tikus
Penggunaan hewan coba tikus galur Wistar dikarenakan tikus telah diketahui sifat-
sifatnya dengan baik, mudah dipelihara, merupakan hewan yang relatif sehat dan cocok untuk
berbagai macam penelitian. Terdapat beberapa galur tikus antara lain galur Sprague-dawley
yang berwarna albino berkepala kecil dengan ekor lebih panjang daripada badannya dan galur
Wistar yang ditandai dengan kepala yang besar dan dengan ekor yang lebih pendek. Tikus
26
Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah
galur Wistar lebih besar daripada famili tikus umumnya, dimana tikus galur Wistar ini dapat
mencapai ukuran 40 cm, yang diukur dari hidung sampai ujung ekor dan berat berkisar antara
140-500 gram. Tikus betina biasanya memiliki ukuran lebih kecil dari tikus jantan dan
memiliki kematangan seksual pada umur 4 bulan dan tikus ini dapat hidup selama 4 tahun
(Kusumawati, 2004).
Adapun data biologis tikus dapat dilihat dari tabel 2.1. di bawah ini (Kusumawati, 2004):
Tabel 2.1. Data Biologis Tikus
2.9.2. Pemberian Makanan Dan Minuman
Bahan dasar makanan tikus dapat bervariasi, misalnya protein 20-25%, lemak 5%,
karbohidrat 45-50%, serat kasar 5%, abu 4-5%, vitamin A 4000 IU/kg, vitamin D 1000
IU/kg, alfa tokoferol 30 mg/kg, asam linoleat 3 g/kg, tiamin 4 mg/kg, riboflavin 3 mg/kg,
pantotenat 8 mg/kg, vitamin B12 50 μg/kg, biotin 10 μg/kg, piridoksin 40μg/kg dan kolin
1000 mg/kg. Untuk memenuhi kebutuhan makanan tikus, di Indonesia digunakan makanan
ayam petelur dengan kandungan protein 17%, yang mudah didapatkan di toko makanan ayam
dan pemberian minum tikus ad libitum (Ngatidjan, 2006).
27
Karakteristik UkuranBerat badanJantan : 300-400 gramBetina : 250-300 gramBerat lahir : 5-6 gramLama hidup : 2,5-3 tahunTemperatur tubuh : 35,9-37,5°CKebutuhan air : 8-11 ml/100 g BBKebutuhan makanan : 5 g/kg BBFrekuensi denyut jantung : 330-480/ menitFrekuensi respirasi : 66-114/ menitTidal volume : 0,6-1,25 mlPubertas : 50-60 hariSaat dikawinkanJantan : 65-110 hariBetina : 65-110 hariLama siklus birahi : 4-5 hariLama kebuntingan : 21-23 hariJumlah anak perkelahiran : 6-12Umur sapih : 21 hari
Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah
2.9.3. Pemantauan Keselamatan Tikus
Diperlukan pemantauan keselamatan tikus di laboratorium antara lain (Ngatidjan,
2006):
1. Kandang tikus harus cukup kuat, tidak mudah rusak, mudah dibersihkan (satu kali
seminggu), mudah dipasang lagi, hewan tidak mudah lepas, harus tahan terhadap
gigitan tikus dan hewan tampak jelas dari luar. Alas kandang harus mudah
menyerap air, pada umumnya yang dipakai serbuk gergaji atau sekam padi.
2. Untuk tikus dengan berat badan 200-300 gram, luas alas kandang tiap ekor tikus
adalah 600 cm2 dan tinggi 20 cm.
3. Menciptakan suasana lingkungan yang stabil dan sesuai dengan keperluan
fisiologis tikus. Diatur suhu, kelembaban dan kecepatan pertukaran udara yang
ekstrim harus dihindari.
4. Tikus harus diperlakukan dengan kasih sayang.
28
Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1. Kerangka Berpikir
Proses penuaan dapat disebabkan oleh beberapa faktor, baik faktor eksternal,
misalnya polusi, stres, makanan yang tidak sehat, maupun bisa disebabkan faktor internal, di
antaranya radikal bebas, hormon yang berkurang, genetik dan lainnya.
Kerangka berpikir penelitian ini didasarkan pada teori bahwa proses penuaan dapat
terjadi salah satunya oleh karena radikal bebas. Peran radikal bebas pada proses penuaan
sangat penting, karena radikal bebas akan menyebabkan stres oksidatif yang pada akhirnya
dapat menimbulkan kerusakan, bahkan kematian sel dalam tubuh.
Salah satu penyebab timbulnya radikal bebas yang berasal dari luar tubuh adalah
penggunaan minyak goreng jelantah, khususnya yang digunakan dengan cara deep frying.
Penggunaan minyak goreng yang berulang-ulang, dipanaskan dengan suhu tinggi (deep
frying) menyebabkan oksidasi asam lemak tidak jenuh dalam minyak goreng tersebut.
Minyak goreng yang dipanaskan berulang-ulang (deep frying) mengandung radikal bebas
yang dapat menyebabkan kerusakan sel.
Meningkatnya kadar radikal bebas dapat diketahui dengan mengukur kadar
malondialdehid (MDA). MDA merupakan petanda terjadinya kerusakan oksidatif oleh
radikal bebas pada membran sel yang sering digunakan.
Untuk mencegah terjadinya efek buruk dari radikal bebas diperlukan antioksidan.
Antioksidan merupakan suatu senyawa yang dapat menghambat atau mencegah terjadinya
oksidasi. Cara kerja senyawa antioksidan adalah bereaksi dengan radikal bebas reaktif
membentuk radikal bebas tidak reaktif yang relatif stabil. Antioksidan menstabilkan radikal
bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas, dan menghambat
terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas, dan dengan demikian melindungi
sel- sel dari pemicu- pemicu stres endogen dan eksogen.
29
Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah
Teh adalah salah satu minuman yang paling banyak dikonsumsi di seluruh dunia dan
dikenal sebagai minuman bercita rasa khas serta berkhasiat bagi kesehatan. Karena proses
pembuatannya, maka teh hijau mempunyai kadar polifenol yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan dengan teh lainnya. Kadar polifenol yang tinggi dihubungkan dengan
pengaruh baik bagi kesehatan karena polifenol merupakan suatu kimia dengan fungsi
antioksidan.
Pemberian ekstrak teh hijau yang mengandung antioksidan dapat menurunkan
pembentukan radikal bebas yang disebabkan penggunaan minyak goreng jelantah, yang
ditandai dengan menurunnya kadar MDA.
3.2. Konsep
Berdasarkan uraian di atas, dapat disusun kerangka konsep seperti gambar 3.1. Stres
oksidatif yang dapat diketahui dengan mengukur kadar MDA yang meningkat, dipengaruhi
oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi genetik, hormonal dan sistem
kekebalan. Faktor eksternal meliputi polusi, stres, nutrisi dan minyak goreng jelantah.
Gambar 3.1. Bagan Kerangka Konsep
30
Faktor Internal
Genetik
Hormonal
Sistem kekebalan
Faktor Eksternal
Polusi
Stres
Nutrisi
Minyak Jelantah
Ekstrak Teh Hijau
Tikus
Stres oksidatif
Kadar MDA meningkat
Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah
3.3. Hipotesis
Pemberian ekstrak teh hijau menurunkan malondialdehid pada tikus yang diberi
minyak jelantah.
31
Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan rancangan
penelitian pre test and post test control group design (Pocock, 2008).
Rancangan penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:
P0
O1 O2
P1
P S R O3 O4
P2
O5 O6
Gambar 4.1. Rancangan Penelitian
Keterangan:
P : Populasi tikus jantan sehat, berumur 2-3 bulan, berat badan 180-200 gram
S : Sampel tikus dengan kadar MDA meningkat di atas 2,05mmol/l
R : Randomisasi
O1 : Observasi pre test kelompok kontrol (MDA)
O3 : Observasi pre test kelompok P1 (MDA)
O5 : Observasi pre test kelompok P2 (MDA)
P0 : Perlakuan dengan pemberian minyak jelantah dan aquades
P1 : Perlakuan dengan pemberian minyak jelantah dan pemberian ekstrak teh hijau
dengan dosis 14,4 mg
32
Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah
P2 : Perlakuan dengan pemberian minyak jelantah dan pemberian ekstrak teh hijau
dengan dosis 28,8 mg
O2 : Observasi post test kelompok kontrol (MDA)
O4 : Observasi post test kelompok P1 (MDA)
O6 : Observasi post test kelompok P2 (MDA)
Dosis ekstrak teh hijau yang diberikan disesuaikan dengan dosis yang dikonsumsi
oleh manusia. Sediaan yang digunakan adalah ekstrak teh hijau yang dibuat di Pusat
Penelitian Teh dan Kina ,Gambung-Bandung Selatan, Jawa Barat, merupakan unit kerja yang
berada di bawah Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Kementrian Pertanian Indonesia. Penetapan dosis didapatkan dari hasil konversi
dosis satu hari pemberian terhadap manusia dengan menggunakan tabel konversi Laurence
dan Bacharach dikalikan faktor konversi manusia ke tikus yaitu 0,018. Berdasarkan pada
penelitian sebelumnya dosis EGCG yang digunakan adalah 800 mg (dosis yang disarankan
untuk dikonsumsi per hari-nya) dan 1600 mg (dosis sebagai dosis tunggal per hari yang
dinyatakan aman untuk dikonsumsi dan dapat ditoleransi dengan baik). Maka dosis yang
digunakan untuk tikus adalah sebagai berikut:
0,018 x 800 mg = 14,4 mg
0,018 x 1600 mg = 28,8 mg
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
a. Lokasi penelitian : Penelitian dilaksanakan di Laboratorium “X”
b. Waktu penelitian : Penelitian membutuhkan waktu selama 47 hari, dengan perincian:
1. Tujuh hari untuk adaptasi subjek penelitian
2. Empat belas hari untuk pemberian minyak jelantah pada semua kelompok untuk
mendapatkan data pre test
3. Empat belas hari untuk pemberian minyak jelantah ditambah aquades pada
kelompok kontrol (P0), dan pemberian minyak jelantah ditambah pemberian
ekstrak teh hijau pada kelompok perlakuan (P1 dan P2) untuk mendapatkan data
post test
4. Dua belas hari untuk analisis data dan penyusunan laporan.
33
Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah
4.3. Subjek Penelitian
4.3.1. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah tikus putih galur Wistar dengan jenis kelamin jantan,
berumur antara 2-3 bulan, dengan berat badan 180-200 gram dan dengan kadar MDA yang
meningkat di atas rata-rata dibandingkan dengan kadar MDA tikus sebelum diinduksi dengan
minyak jelantah, tikus dalam keadaan sehat dan aktif. Didapatkan data awal kadar MDA rata-
rata dari tikus sebelum diberi minyak jelantah adalah 2,05mmol/l.
4.3.2. Kriteria Subjek
1. Kriteria Inklusi
a. Tikus jantan galur Wistar sehat
b. Umur 2-3 bulan
c. Berat badan 180-200 gram
d. Kadar MDA meningkat di atas 2,05 mmol/l
2. Kriteria Drop Out
Tikus mati saat penelitian
4.3.3. Besar Sampel
Besarnya sampel ditentukan berdasarkan rumus Pocock (Pocock, 2008):
2 σ2
n = ------------ x ƒ(α, β)
(μ2-μ1)2
Keterangan:
n = Jumlah sampel
σ = Simpang baku
μ2 = Rerata hasil pada kelompok perlakuan
μ1 = Rerata hasil pada kelompok kontrol
ƒ(α, β) = Sesuai dengan tabel Pocock
Pada penelitian yang sudah dilakukan oleh Oyejide (2005) tentang efek antioksidan ekstrak
Camellia sinensis terhadap level MDA, didapatkan data sebagai berikut:
σ = 2,065
34
Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah
μ2 = 31,422
μ1 = 27,528
ƒ(α, β) = 10,5.
Maka :
2 x 2,0652
n= ------------------ X 10,5
(31,422-27,528)2
n= 5,9 dibulatkan menjadi 6 ekor
Jadi jumlah sampel perkelompok adalah 6 ekor, untuk mengantisipasi drop out (tikusnya
mati), maka dalam penelitian ini jumlah tikus ditambah 20% menjadi 8 ekor perkelompok,
sehingga seluruhnya berjumlah 24 ekor tikus.
4.3.4. Teknik Penentuan Sampel
Teknik pengambian sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
1. Dilakukan pemilihan sampel dari populasi tikus berdasarkan kriteria inklusi, yaitu
tikus jantan sehat, berumur 2-3 bulan, berat badan tikus antara 180-200 gram dan
dengan kadar malondialdehid yang meningkat di atas rata-rata kadar MDA tikus
sebelum diinduksi dengan minyak jelantah, yaitu yang meningkat di atas 2,05
mmol/l.
2. Dari sampel yang telah memenuhi kriteria inklusi, diambil secara random untuk
mendapatkan jumlah sampel penelitian.
3. Dari sampel yang telah dipilih kemudian dibagi menjadi 3 kelompok secara random
yaitu kelompok kontrol (P0), kelompok perlakuan I (P1) dan kelompok perlakuan
II (P2).
4.4. Variabel Penelitian
4.4.1. Klasifikasi Variabel Penelitian
Klasifikasi variabel penelitian dibedakan menjadi:
35
Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah
1. Variabel bebas : ekstrak teh hijau
2. Variabel tergantung : MDA serum
3. Variabel terkendali : a. varian tikus
b. jenis kelamin, usia, berat badan
c. kandang, nutrisi, cahaya, suhu
4.4.2. Definisi Operasional Variabel
1. Ekstrak teh hijau yang dipakai dalam penelitian ini adalah ekstrak yang terbuat dari
teh hijau yang mengandung Epigallocatechin gallate (EGCG) ~30%, dalam sediaan
serbuk yang dikemas dalam bentuk puyer. Ekstrak dibuat di Pusat Penelitian Teh dan
Kina, Gambung, Bandung Selatan dengan 2 dosis : 14,4 mg dan 28,8 mg. Ekstrak
kemudian dilarutkan dalam air dengan perbandingan 1 mg ekstrak dalam 0,25 cc air
matang. Skala pengukuran adalah rasio.
2. MDA merupakan produk akhir peroksida lipid, dan bisa digunakan sebagai petanda
(biomarker) terjadinya kenaikan radikal bebas. Diukur dari plasma darah dengan
metode TBARSC spektrometri. Satuan dalam mmol/l. Skala pengukuran adalah rasio.
3. Plasebo yang digunakan pada kelompok kontrol adalah aquadest.
4. Varian tikus dari galur Wistar yang bewarna putih berkepala besar dan ekornya lebih
pendek daripada badannya. Jenis kelamin jantan, usia 2-3 bulan dan berat badan 180-
200 gram. Kandang pemeliharaan dilengkapi dengan tempat pemberian makanan dan
minuman, dan disediakan satu kandang untuk setiap tikus. Diberi makanan
secukupnya berupa makanan tikus standar dengan kadar protein 17% dan minuman
diberikan secara tidak terbatas (ad libitum). Ruang tempat kandang dengan ventilasi
yang baik, penyinaran normal, suhu dan kelembaban udara diperhatikan.
5. Minyak jelantah adalah minyak goreng kelapa sawit yang dipanaskan berulang
sebanyak 6 kali pada suhu 1500 C diukur dengan termometer masak selama 8 menit
untuk menggoreng tahu.
4.5. Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan adalah:
1. Ekstrak teh hijau
2. Minyak jelantah
3. Makanan tikus berupa makanan tikus standar dengan kandungan protein 17%
36
Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah
4. Larutan H3PO4
5. Larutan TBA
6. Metanol
7. Aquades
4.6. Alat Penelitian
Alat penelitian yang digunakan adalah:
1. Kandang tikus beserta kelengkapan tempat makanan dan minuman
2. Timbangan berat badan
3. Sarung tangan
4. Termometer
5. Tabung mikrohematokrit untuk mengambil sampel darah
6. Tabung ependorf
7. Timbangan analitik
8. Sonde lambung
9. Homogeneser
10. Mikro pipet dan tip
11. Water bath
12. Vortex
13. Tabung polypropylene
14. Ice bath
15. Sentrifuge
16. Cartridges C18
17. Spektrofotometer untuk pemeriksaan kadar MDA
4.7. Prosedur Penelitian
4.7.1. Pengambilan Subjek dan Jumlah Subjek Penelitian
Hewan coba pada penelitian ini diperoleh dari Laboratorium “X”. Penelitian ini
mengambil sampel tikus berumur 2-3 bulan, karena pada usia tersebut tikus sudah dewasa.
Tikus yang diambil adalah tikus jantan, karena tikus jantan lebih sedikit dipengaruhi faktor
hormonal dibandingkan dengan tikus betina.
37
Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah
Tikus berjumlah 30 ekor, diinduksi dengan minyak jelantah selama 14 hari. Tikus
yang dipilih sebagai subjek penelitian adalah tikus dengan kadar MDA meningkat di atas
2,05 mmol/l. Tikus jantan galur Wistar yang dijadikan subjek penelitian berjumlah 24 ekor.
Tikus dibagi secara random menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok kontrol, kelompok
perlakuan P1 dan kelompok perlakuan P2, masing-masing terdiri dari 8 ekor tikus tiap
kelompok.
4.7.2. Penentuan Dosis
1. Perhitungan dosis minyak jelantah
Dari penelitian yang dilakukan Hidayat (2005), dosis minyak jelantah yang dapat
menyebabkan kerusakan oksidatif sel hati pada mencit adalah 0,3 ml/100 gram BB
atau 0,06 ml/20 gram BB. Faktor konversi mencit (20 gram) ke tikus (200 gram)
adalah 7,0 (Kusumawati, 2004). Maka dosis minyak jelantah (deep frying) yang
digunakan pada penelitian ini adalah = 0,06 x 7,0 = 0,42 ml/ 200 gram BB tikus putih
setiap kali pemberian.
2. Perhitungan dosis ekstrak teh hijau
Dosis ekstrak teh hijau yang diberikan disesuaikan dengan dosis yang dikonsumsi
oleh manusia. Penetapan dosis didapatkan dari hasil konversi dosis satu hari
pemberian terhadap manusia dengan menggunakan tabel konversi Laurence dan
Bacharach dikalikan faktor konversi manusia ke tikus yaitu 0,018. Berdasarkan pada
penelitian sebelumnya dosis EGCG yang digunakan adalah 800 mg (dosis yang
disarankan untuk dikonsumsi per hari-nya) dan 1600 mg (dosis sebagai dosis tunggal
per hari yang dinyatakan aman untuk dikonsumsi dan dapat ditoleransi dengan baik).
Maka dosis yang digunakan untuk tikus adalah sebagai berikut:
0,018 x 800 mg = 14,4 mg
0,018 x 1600 mg = 28,8 mg
4.7.3. Prosedur Kerja
38
Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah
1. Tikus jantan yang berjumlah 30 ekor dengan umur 2-3 bulan ditimbang, satu ekor
tikus ditempatkan dalam satu kandang. Selama penelitian, tikus diberi makan
berupa makanan tikus standar dengan kandungan protein 17% dan pemberian
minum tikus ad libitum.
2. Setelah adaptasi selama 7 hari, setiap tikus diambil darah untuk pemeriksaan
kadar MDA dengan menggunakan mikrohematokrit melalui pleksus retroorbitalis.
3. Selama penelitian, setiap tikus ditimbang setiap minggu untuk menentukan dosis
minyak jelantah dan larutan ekstrak teh hijau yang diberikan. Masing-masing
tikus ditimbang berat badannya dan diberi minyak jelantah dengan dosis 0,42
ml/200 gram BB/hari selama 14 hari. Minyak jelantah diberikan peroral sekali
sehari menggunakan sonde lambung.
4. Pada hari ke-22 dilakukan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan kadar
MDA pada masing-masing tikus (data pre test).
5. Dari hasil pengukuran kadar malondialdehid tikus, dilakukan penentuan subjek
penelitian secara random sejumlah 24 ekor tikus dengan melihat peningkatan
kadar malondialdehid. Tikus dengan kadar malondialdehid yang meningkat di atas
2,05 mmol/l, dipilih sebagai subjek penelitian.
6. Tikus dibagi menjadi 3 kelompok secara random, yaitu kelompok kontrol,
kelompok perlakuan P1 dan kelompok perlakuan P2, masing-masing kelompok
terdiri dari 8 ekor tikus.
7. Kelompok kontrol diberi minyak jelantah dengan dosis 0,42 ml/200 gram BB/hari
dan aquades sebanyak 0,5 ml selama 14 hari. Minyak jelantah dan aquades
diberikan peroral sekali sehari menggunakan sonde lambung.
8. Kelompok P1 diberi minyak jelantah dengan dosis 0,42 ml/200 gram BB/hari dan
ekstrak teh hijau dengan dosis 14,4 mg selama 14 hari. Minyak jelantah dan
ekstrak teh hijau diberikan secara peroral masing-masing sekali sehari
menggunakan sonde lambung.
9. Kelompok P2 diberi minyak jelantah dengan dosis 0,42 ml/200 gram BB/hari dan
ekstrak teh hijau dengan dosis 28,8 mg selama 14 hari. Minyak jelantah dan
ekstrak teh hijau diberikan secara peroral masing-masing sekali sehari
menggunakan sonde lambung.
10. Pada hari ke-36 penelitian, dilakukan pengambilan darah lagi pada semua tikus
untuk pemeriksaan kadar MDA setelah perlakuan (data post test).
11. Dilakukan analisis dari data yang diperoleh.
39
Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah
4.7.4. Alur Penelitian
40
Tikus jantan 30 ekor, 2-3 bulan, BB 180-200 gram
Adaptasi 7 hari
Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah
Gambar 4.3. Skema Alur Penelitian
4.8. Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah :
41
Pengukuran MDA (rata-rata 2,05 mmol/l)
Minyak jelantah 0,42 ml/200 gram BB 14 hari
Pengukuran MDA (data pre test)
Tikus 24 ekor dengan kadar MDA > 2,05 mmol/l
dibagi secara random menjadi 3 kelompok @ 8
Kelompok kontrol Kelompok 1 Kelompok 2
Minyak jelantah 0,42
ml/200 gram BB +
aquades 0,5 ml selama
14 hari
Minyak jelantah 0,42
ml/200 gram BB +
ekstrak teh hijau dosis
14,4 mg selama 14
hari
Minyak jelantah 0,42
ml/200 gram BB +
ekstrak teh hijau dosis
28,8 mg selama 14
hari
Pengukuran MDA
(data post test)
Pengukuran MDA
(data post test)
Pengukuran MDA
(data post test)
Data Data Data
Analisis
Pemberian Ekstrak Teh Hijau Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah
1. Analisis deskriptif
Analisis deskriptif dilakukan sebagai dasar untuk statistik analitis (uji hipotesis) untuk
mengetahui karakteristik data yang dimiliki. Analisis deskriptif dilakukan dengan
program SPSS. Pemilihan penyajian data dan uji hipotesis tergantung dari normal
tidaknya distribusi data.
2. Analisis normalitas dengan Uji Shapiro-Wilk dan uji homogenitas dengan Levene’s
Test.
3. Analisis perbandingan antar 3 kelompok dilakukan dengan Uji One Way Anova jika
data normal dan homogen
4. Uji efek perlakuan dilakukan dengan Least Significance Difference (LSD) untuk
melihat lebih jelas letak perbedaan antar kelompok perlakuan.
42