34
REFERAT TONSILITIS DISUSUN OLEH : HILYATUS SHALIHAT, S.KED 1102010125 PEMBIMBING : dr. Moh. Andi F, Sp.THT-KL dr. Tri Damijatno, Sp. THT-KL dr. Rakhmat Haryanto, M.Kes, Sp. THT-KL Page 1 of 34

Word Tonsilitis Fix

Embed Size (px)

DESCRIPTION

TONSILITIS

Citation preview

REFERAT

TONSILITIS

DISUSUN OLEH :HILYATUS SHALIHAT, S.KED

1102010125

PEMBIMBING :dr. Moh. Andi F, Sp.THT-KL

dr. Tri Damijatno, Sp. THT-KL dr. Rakhmat Haryanto, M.Kes, Sp. THT-KL

KEPANITERAAN ILMU THT RS TK II MOH RIDWAN MEURAKSA JAKARTA

Page 1 of 26

1. ANATOMI

Tonsil adalah : massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus di dalamnya. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil faringeal ( adenoid), tonsil palatina, dan tonsil lingual dimana ketiganya akan membentuk lingkaran yang disebut cincin “waldeyer”.

Gambar. Cincin Waldeyer

Tonsila Faringeal (adenoid)

Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau kantong diantaranya.

Page 2 of 26

Lobus ini tersusun mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal sebagai bursa faringeus.

Adenoid terletak pada nasofaring yaitu pada dinding atas nasofaring bagian belakang. Jaringan adenoid di nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius Pada masa pubertas adenoid ini akan menghilang atau mengecil sehingga jarang sekali dijumpai pada orang dewasa. Ukuran adenoid bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan mengalami regresi.

Apabila adenoid membesar maka akan tampak sebagai sebuah massa yang terdiri dari 4-5 lipatan longitudinal anteroposterior serta mengisi sebagian besar atas nasofaring. Berlainan dengan tonsil, adenoid mengandung sedikit sekali kripta dan letak kripta tersebut dangkal. Tidak ada jaringan khusus yang memisahkan adenoid ini dengan m. konstriktor superior sehingga pada waktu adenoidektomi sukar mengangkat jaringan ini secara keseluruhan. Adenoid mendapat darah dari cabang-cabang faringeal A. Karotis interna dan sebagian kecil dari cabang-cabang palatina A. Maksilaris. Darah vena dialirkan sepanjang pleksus faringeus ke dalam V. Jugularis interna. Sedangkan persarafan sensoris melelui N. Nasofaringeal yaitu cabang dari saraf otak ke IX dan juga melalui N. Vagus.

Tonsila Lingualis

Merupakan kumpulan jaringan limfoid yang tidak berkapsul dan terdapat pada basis lidah diantara kedua tonsil palatina dan meluas ke arah anteroposterior dari papilla sirkumvalata ke epiglottis. Jaringan limfoid ini menyebar ke arah lateral dan ukurannya mengecil. Dipisahkan dari otot-otot lidah oleh suatu lapisan jaringan fibrosa. Jumlahnya bervariasi, antara 30-100 buah. Pada permukaannya terdapat kripta yang dangkal dengan jumlah yang sedikit. Sel-sel limfoid ini sering mengalami degenerasi disertai deskuamasi sel-sel epitel dan bakteri, yang akhirnya membentuk detritus.

Tonsila lingualis mendapat perdarahan dari A. Lingualis yang merupakan cabang dari A. Karotis eksterna. Darah vena dialirkan sepanjang V. Lingualis ke V. Jugularis interna. Aliran limfe menuju ke kelenjar servikalis profunda. Persarafannya melalui cabang lingual N. IX.

Tonsila Palatina

Tonsil terletak di bagian samping belakang orofaring, dalam fossa tonsilaris, berbentuk oval dengan ukuran dewasa panjang 20-25 mm, lebar 15-20 mm, tebal 15 mm, dan berat sekitar 1,5 gram. Berat tonsil pada laki-laki berkurang dengan bertambahnya umur, sedangkan pada wanita berat bertambah pada masa pubertas dan kemudian menyusut kembali.

Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar

Page 3 of 26

posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm. Permukaan tonsil merupakan permukaan bebas dan mempunyai lekukan yang merupakan muara dari kripta tonsil. Jumlah kripta tonsil berkisar antara 20-30 buah, berbentuk celah kecil yang dilapisi oleh epitel berlapis gepeng. Beberapa kripta ada yang berjalan kearah dalam substansia tonsil dan berakhir dibawah permukaan kapsul.. Kripta dengan ukuran terbesar terletak pada pole atas tonsil dan disebut kripta superior, normalnya mengandung sel-sel epitel, limfosit, bakteri, dan sisa makanan. Kripta superior sering menjadi tempat pertumbuhan kuman karena kelembaban dan suhunya sesuai untuk pertumbuhan kuman, juga karena tersedianya substansi makanan di daerah tersebut. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar

Tonsil terletak di lateral orofaring. Dibatasi oleh: Lateral : M. konstriktor faring superior Anterior : M. palatoglosus Posterior : M. palatofaringeus Superior : Palatum mole Inferior : Tonsil lingual

Secara mikroskopik tonsil terdiri atas 3 komponen yaitu jaringan ikat, folikel germinativum (merupakan sel limfoid) dan jaringan interfolikel (terdiri dari jaringan limfoid).5

Fossa tonsilaris di bagian depan dibatasi oleh pilar anterior (arkus plalatina anterior), sedangkan di bagian belakang dibatasi oleh pilar posterior (arkus palatina posterior), yang kemudian bersatu di pole atas dan selanjutnya bersama-sama dengan m. Palatina membentuk palatum molle. Bagian atas fossa tonsilaris kosong dinamakan fossa supratonsiler yang merupakan jaringan ikat longgar.

Permukaan lateral tonsil ditutupi oleh kapsula fibrosa yang kuat dan berhubungan dengan fascia faringobasilaris yang melapisi M. konstriktor faringeus. Kapsul tonsil tersebut masuk ke dalam jaringan tonsil, membentuk septa yang mengandung pembuluh darah dan saraf tonsil.

Kutub bawah tonsil melekat pada lipatan mukosa yang disebut plika triangularis, dimana pada bagian bawahnya terdapat folikel yang kadang-kadang membesar. Plika ini penting karena sikatrik yang terbantuk setelah proses tonsilektomi dapat menarik folikel tersebut ke dalam fossa tonsilaris, sehingga dapat dikelirukan sebagai sisa tonsil.

Pole atas tonsil terletak pada cekungan yang berbentuk bulan sabit, disebut sebagai plika semilunaris. Pada plika ini terdapat massa kecil lunak, letaknya dekat dengan ruang supratonsil dan disebut glandula salivaris mukosa dari Weber, yang penting peranannya dalam pembentukan abses peritonsil. Pada saat tonsilektomi, jaringan areolar yang lunak antara tonsil dengan fosa tonsilaris mudah dipisahkan.

Di sekitar tonsil terdapat 3 ruang potensial yang secara klinik sering menjadi tempat penyebaran infeksi dari tonsil. Ketiga ruang potensial tersebut adalah :

Page 4 of 26

1. Ruang peritonsil (ruang supratonsil)Berbentuk hampir segitiga dengan batas-batas :

- Anterior : m. palatoglosus

- Lateral & posterior : m. palatofaringeus

- Dasar segitiga : pole atas tonsil

Dalam ruang ini terdapat kelenjar salivarius Weber, yang bila terinfeksi dapat menyebar ke ruang peritonsil, menjadi abses peritonsil.

2. Ruang retromolarTerdapat tepat di belakang gigi molar 3, berbentuk oval, merupakan sudut yang dibentuk oleh ramus dan korpus mandibula. Di sebelah medial terdapat m. Buccinator, sementara pada bagian postero-medialnya terdapat m. Pterygoideus internus dan bagian atas terdapat fasikulus longus M. temporalis. Bila terjadi abses hebat pada daerah ini akan menimbulkan gejala utama trismus disertai sakit yang amat sangat, sehingga sulit dibedakan dengan abses peritonsil.

3. Ruang parafaring (ruang faringomaksila ; ruang pterygomandibula)Merupakan ruang yang lebih besar dan luas serta banyak terdapat pembuluh darah besar, sehingga bila terjadi abses, berbahaya sekali. Adapun batas-batas ruang ini adalah

- Superior : Basis kranii dekat foramen jugulare

- Inferior : Os hyoid

- Medial : M. Konstriktor faringeus superior

- Lateral : Ramus ascendens mandibula, tempat m. Pterygoideus interna dan bagian posterior kelenjar parotis

- Posterior : Otot-otot prevertebra

Ruang parafaring ini terbagi 2 (tidak sama besar) oleh prosesus styloideus dan otot-otot yang melekat pada prosesus styloideus tersebut :

- Ruang pre-styloid, lebih besar, abses dapat timbul oleh karena : radng tonsil, mastoiditis, parotitis, karies gigi atau tindakan operatif.

- Ruang post-styloid, lebih kecil, di dalamnya terdapat : A. karotis interna, V. Jugularis, N. Vagus dan saraf-saraf simpatis.

Ruang parafaring ini hanya dibatasi oleh fascia yang tipis dengan ruang retro faring.

Ruang retrofaring

Batas-batasnya adalah sebagai berikut :- Anterior : fascia m. Konstriktor superior

Page 5 of 26

- Posterior : fascia prevertebralis- Superior : basis cranii- Inferior : mediastinum setinggi bifurkasio trakea- Lateral : parafaringeal space

Derajat Pembesaran Tonsil

T0 : Post tonsilektomi

T1 : Tonsil berada dalam fossa tonsil

T2 : Tonsil sudah melewati fossa tonsil tapi masih berada diantara garis

khayal yang terbentuk antara fossa tonsil dan uvula ( Paramedian line )

T3 : Tonsil sudah melewati Paramedian line dan menyentuh uvula

T4    :     Sudah melewati garis median

Peredaran Darah Tonsil

Tonsil mendapatkan peredaran darah dari arteri tonsilaris yang merupakan cabang dari arteri maksilaris eksterna dan arteri palatina asenden. Arteri tonsilaris berjalan ke atas pada bagian luar m. konstriktor faringeus superior. Arteri palatina asenden masuk tonsil melewati pinggir atas atas m. konstriktor faringeus. Tonsil juga mendapatkan peredaran darah dari arteri lingualis dorsalis dan arteri palatina desenden.

Persarafan Tonsil

Page 6 of 26

Persarafan tonsil berasal dari saraf trigeminus dan saraf glossopharingeus. Nervus trigeminus mempersarafi bagian atas tonsil melalui cabangnya yang melewati ganglion sphenopaltina yaitu n. palatina. Bagian bawah tonsil dipersarafi n. glossopharingeus.

Page 7 of 26

2. FISIOLOGI

Fungsi jaringan limfoid faring adalah memproduksi sel-sel limfosit tetapi peranannya

sendiri dalam mekanisme pertahanan tubuh masih diragukan. Penelitian menunjukkan bahwa

tonsil memegang peranan penting dalam fase-fase permulaan kehidupan terhadap infeksi

mukosa nasofaring dari udara pernafasan sebelum masuk ke dalam saluran nafas bagian

bawah.

Pada tonsil terdapat sistem imun kompleks yang terdiri atas sel M (sel membran),

makrofag, sel dendrit, dan APCs yang berperan dalam transportasi antigen ke sel limfosit

sehingga terjadi sintesis imunoglobin spesifik. Juga terdapat sel limfosit B, limfosit T, sel

plasma dan sel pembawa IgG. Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel

limfosit, 0,1-0,2% dari keseluruhan limfosit tubuh pada orang dewasa. Proporsi limfosit B

dan T pada tonsil adalah 50%:50%, sedangkan di darah 55-75%:15-30%.

Tonsil merupakan organ limfotik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan

proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu 1)

menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif; 2) sebagai organ utama produksi

antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik.

Hasil penelitian mengenai kadar antibodi pada tonsil menunjukkan bahwa perenkim

tonsil mempunyai kemampuan untuk memproduksi antibodi. Penelitian terakhir menyatakan

bahwa tonsil memegang peranan dalam memproduksi Ig-A, yang menyebabkan jaringan

lokal resisten terhadap organisme patogen.

Sewaktu baru lahir tonsil secara histologis tidak mempunyai centrum germinativum,

biasanya ukurannya kecil. Setelah antibodi dari ibu habis, barulah mulai terjadi pembesaran

tonsil dan adenoid, yamg pada permulaan kehidupan masa kanak-kanak dianggap normal dan

dipakai sebagai indeks aktifitas sistem imun. Aktivitas imunologi terbesar tonsil ditemukan

pada usia 3 – 10 tahun. Pada waktu pubertas atau sebelum masa pubertas, terjadi kemunduran

fungsi tonsil yang disertai proses involusi.

Kuman-kuman patogen yang terdapat dalam flora normal tonsil dan faring tidak

menimbulkan peradangan, karena pada daerah ini terdapat mekanisme pertahanan dan

hubungan timbal balik antara berbagai jenis kuman.

Page 8 of 26

Terdapat 2 bentuk mekanisme pertahanan tubuh, yaitu :

1. Mekanisme pertahanan non spesifik

Berupa kemampuan sel limfoid untuk menghancurkan mikroorganisme. Pada

beberapa tempat lapisan mukosa tonsil sangat tipis sehingga menjadi tempat yang lemah

terhadap masuknya kuman ke dalam jaringan tonsil. Dengan masuknya kuman ke dalam

lapisan mukosa, maka kuman ini akan ditangkap oleh sel fagosit, dalam hal ini adalah elemen

tonsil. Selanjutnya sel fagosit akan membunuh kuman dengan proses oksidasi dan digesti.

2. Mekanisme pertahanan spesifik

Merupakan mekanisme pertahanan yang penting dalam mekanisme pertahanan tubuh

terhadap udaran pernafasan sebelum masuk ke dalam saluran nafas bawah. Tonsil dapat

memproduksi IgA yang akan menyebabkan resistensi jaringan lokal terhadap organisme

patogen. Disamping itu, tonsil dan adenoid juga dapat menghasilkan IgE yang berfungsi

untuk mengikat sel basofil dan sel mastosit, dimana sel-sel tersebut mengandung granula

yang berisi mediator vasoaktif, yaitu histamin. Sel basofil yang terutama adalah sel basofil

dalam sirkulasi (sel basofil mononuklear) dan sel basofil dalam jaringan (sel mastosit).

Bila ada alergen, maka alergen tersebut akan bereaksi dengan IgE sehingga permukaan

sel membrannya terangsang dan terjadilah proses degranulasi. Proses ini akan menyebabkan

keluarnya histamin sehingga timbul reaksi hipersensitivitas tipe 1, yaitu atopi, anafilaksis,

urtikaria, dan angioedema.

Dengan teknik immunoperoksida, dapat diketahui bahwa IgE dihasilkan dari plasma

sel terutama dari epitel yang menutupi permukaan tonsil, adenoid, dan kripta tonsil.

Sedangkan mekanisme kerja IgA, bukanlah menghancurkan antigen akan tetapi mencegah

substansi tersebut masuk ke dalam proses imunologi, sehingga dalam proses netralisasi dari

infeksi virus, IgA mencegah terjadinya penyakit autoimun. Oleh karena itu, IgA merupakan

barier untuk mencegah reaksi imunologi serta untuk menghambat proses bakteriolisis.

Page 9 of 26

3. TONSILITIS

1. Definisi

Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin

Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga

mulut yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil

pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring atau Gerlach’s tonsil)

(Soepardi, 2007). Sedangkan menurut Reeves (2001) tonsilitis merupakan inflamasi atau

pembengkakan akut pada tonsil atau amandel.

2. Etiologi

A. Tonsillitis bakterialis supuralis akut paling sering disebabkan oleh streptokokus beta

hemolitikus group A,Misalnya: Pneumococcus, staphylococcus, Haemalphilus influenza,

sterptoccoccus non hemoliticus atau streptoccus viridens.

B. Bakteri merupakan penyebab pada 50% kasus. Antara lain streptococcus B hemoliticus

grup A, streptococcus, Pneumoccoccus,Virus, Adenovirus, Virus influenza serta herpes.

C. Penyebabnya infeksi bakteri streptococcus atau infeksi virus. Tonsil berfungsi membantu

menyerang bakteri dan mikroorganisme lainnya sebagai tindakan pencegahan terhadap

infeksi. Tonsil bisa dikalahkan oleh bakteri maupun virus, sehingga membengkak dan

meradang, menyebabkan tonsillitis. (Adam,1999; Iskandar,1993; Firman,2006)

3. Klasifikasi

Macam-macam tonsillitis

1. Tonsillitis akut

Definisi dan Etiologi

Tonsilitis akut adalah radang akut pada tonsil akibat infeksi kuman. Tonsillitis akut

ini lebih disebabkan oleh kuman grup A Streptokokus beta hemolitikus, pneumokokus,

Streptokokus viridian dan Streptokokus piogenes. Virus terkadang juga menjadi penyebab

penyakit ini. Tonsillitis ini seringkali terjadi mendadak pada anak-anak dengan peningkatan

Page 10 of 26

suhu 1-4 derajat celcius.Tonsilitis akut paling sering terjadi pada anak-anak, terutama berusia

5 tahun dan 10 tahun. Penyebarannya melalui droplet infection, yaitu alat makan dan

makanan.

Tonsilitis akut dibagi lagi menjadi 2, yaitu :

a. Tonsilitis viral

Ini lebih menyerupai common cold yang disertai rasa nyeri tenggorok. Penyebab

paling tersering adalah virus Epstein Barr. Hemophilus influenzae merupakan

Page 11 of 26

penyebab tonsilitis akut supuratif. Jika terjadi infeksi virus coxschakie, maka

padapemeriksaan rongga mulut akan tampak luka-luka kecil pada palatum dan tonsil

yang sangat nyeri dirasakan pasien.

Terapi

Istirahat, minum cukup, analgetika dan antivirus diberikan bila gejala berat

b. Tonsilitis Bakterial

Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A stereptococcus beta hemoliticus

yang dikenal sebagai strept throat, pneumococcus, streptococcus viridian dan

streptococcus piogenes. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mulai

mati.

Patofisiologi

Penularan penyakit ini terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan

epitel, kemudian bila kuman ini terkikis maka jaringan limfoid superficial bereaksi,

terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklea.

Saat folikel mengalami peradangan, tonsil akan membengkak dan membentuk

eksudat yang akan mengalir dalam saluran (kanal) lalu keluar dan mengisi kripta yang

terlihat sebagai kotoran putih atau bercak kuning. Kotoran ini disebut detritus.

Detritus sendiri terdiri atas kumpulan leukosit polimorfonuklear, bakteri yang mati

dan epitel tonsil yang terlepas. Tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut

tonsilitis folikularis. Tonsilitis akut dengan detritus yang menyatu lalu membentuk

kanal-kanal disebut tonsilitis lakunaris.

Detritus dapat melebar dan membentuk membran semu (pseudomembran)

yang menutupi tonsil. Adanya pseudomembran ini menjadi alasan utama tonsilitis

Page 12 of 26

akut didiagnosa banding dengan angina Plaut Vincent, angina agranulositosis,

tonsilitis difteri.

Diagnosis

Penderita tonsilitis akut awalnya mengeluh rasa kering di tenggorok.

Kemudian berubah menjadi rasa nyeri di tenggorok dan rasa nyeri saat menelan.

Makin lama rasa nyeri ini semakin bertambah nyeri sehingga anak menjadi tidak mau

makan. Nyeri hebat ini dapat menyebar sebagai referred pain ke sendi-sendi dan

telinga. Nyeri pada telinga (otalgia) tersebut tersebar melalui nervus glossofaringeus

(IX).

Keluhan lainnya berupa demam yang suhunya dapat sangat tinggi sampai

menimbulkan kejang pada bayi dan anak-anak. Rasa nyeri kepala, badan lesu dan

nafsu makan berkurang sering menyertai pasien tonsilitis akut. Suara pasien terdengar

seperti orang yang mulutnya penuh terisi makanan panas. Keadaan ini disebut

plummy voice. Mulut berbau busuk (foetor ex ore) dan ludah menumpuk dalam

kavum oris akibat nyeri telan yang hebat (ptialismus).

Pemeriksaan tonsilitis akut ditemukan tonsil yang udem, hiperemis dan

terdapat detritus yang memenuhi permukaan tonsil baik berbentuk folikel, lakuna,

atau pseudomembran. Ismus fausium tampak menyempit. Palatum mole, arkus

anterior dan arkus posterior juga tampak udem dan hiperemis. Kelenjar submandibula

yang terletak di belakang angulus mandibula terlihat membesar dan ada nyeri tekan.

Komplikasi

Meskipun jarang, tonsilitis akut dapat menimbulkan komplikasi lokal yaitu

abses peritonsil, abses parafaring dan pada anak sering menimbulkan otitis media

akut. Komplikasi lain yang bersifat sistemik dapat timbul terutama oleh kuman

Streptokokus beta hemolitikus berupa sepsis dan infeksinya dapat tersebar ke organ

lain seperti bronkus (bronkitis), ginjal (nefritis akut & glomerulonefritis akut), jantung

(miokarditis & endokarditis), sendi (artritis) dan vaskuler (plebitis).

Pemeriksaan

Tes Laboratorium

Page 13 of 26

Tes laboratorium ini digunakan untuk menentukan apakah bakteri yang ada

dalam tubuh pasien merupakan bakteri grup A, karena grup ini disertai dengan demam

reumatik, glomerulnefritis.

Pemeriksaan penunjang

Kultur dan uji resistensi bila diperlukan.

Terapi

Tonsilitis akut pada dasarnya termasuk penyakit yang dapat sembuh sendiri

(self-limiting disease) terutama pada pasien dengan daya tahan tubuh yang baik.

Pasien dianjurkan istirahat dan makan makanan yang lunak. Berikan pengobatan

simtomatik berupa analgetik, antipiretik, dan obat kumur yang mengandung

desinfektan. Berikan antibiotik spektrum luas misalnya sulfonamid. Ada yang

menganjurkan pemberian antibiotik hanya pada pasien bayi dan orang tua. Pada

tonsilitis viral dapat diberikan antivirus jika gejala yang ditemukan berat.

2. Tonsilitis membranosa

a. Tonsilitis Difteri

Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak berusia kurang dari 10 tahun dan

frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun walaupun pada orang dewasa masih mungkin

menderita penyakit ini.

Etiologi

Page 14 of 26

Penyebab penyakit ini adalah Corynebacterium diphteriae yaitu suatu bakteri

gram positis pleomorfik penghuni saluran pernapasan atas yang dapat menimbulkan

abnormalitas toksik yang dapat mematikan bila terinfeksi bakteriofag.

Patofisiologi

Bakteri masuk melalui mukosa lalu melekat serta berkembang biak pada

permukaan mukosa saluran pernapasan atas dan mulai memproduksi toksin yang

merembes ke sekeliling lalu selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh melalu pembuluh

darah dan limfe. Toksin ini merupakan suatu protein yang mempunyai 2 fragmen

yaitu aminoterminal sebagai fragmen A dan fragmen B, carboxyterminal yang

disatukan melalui ikatan disulfide.

Manifestasi klinis

Penularan melalui udara, benda atau makanan uang terkontaminasi dengan

masa inkubasi 2-7 hari. Gambaran klinik dibagi dalam 3 golongan yaitu gejala umum,

gejala lokal dan gejala akibat eksotoksin.

a) Gejala umum dari penyaki ini adalah terjadi kenaikan suhu subfebril, nyeri

tenggorok, nyeri menelan, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, dan nadi

lambat.

b) Gejala local berupa nyeri tenggorok, tonsil membengkak ditutupi bercak putih

kotor makin lama makin meluas dan menyatu membentuk membran semu.

Membran ini melekat erat pada dasar dan bila diangkat akan timbul pendarahan.

Jika menutupi laring akan menimbulkan serak dan stridor inspirasi, bila

menghebat akan terjadi sesak nafas. Bila infeksi tidak terbendung kelenjar limfa

leher akan membengkak menyerupai leher sapi.

c) Gejala eksotoksin akan menimbulkan kerusakan jaringan tubuh yaitu pada jantung

berupa miokarditis sampai decompensation cordis, mengenai saraf kranial

menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot-otot pernapasan dan pada ginjal

menimbulkan albuminuria.

Page 15 of 26

Diagnosis

Diagnosis tonsillitis difteri harus dibuat berdasarkan pemeriksaan klinis karena

penundaan pengobatan akan membahayakan jiwa penderita. Pemeriksaan preparat

langsung diidentifikasi secara fluorescent antibody technique yang memerlukan

seorang ahli. Diagnosis pasti dengan isolasi C, diphteriae dengan pembiakan pada

media Loffler dilanjutkan tes toksinogenesitas secara vivo dan vitro. Cara PCR

(Polymerase Chain Reaction) dapat membantu menegakkan diagnosis tapi

pemeriksaan ini mahal dan masih memerlukan penjagn lebih lanjut untuk

menggunakan secara luas.

Pemeriksaan

Tes Laboratorium

Dilakukan dengan cara preparat langsung kuman(dari permukaan bawah membrane semu). Medium transport yang dapat dipaki adalah agar Mac conkey atau Loffler.

Tes Schick (tes kerentanan terhadap diphteria).

Pengobatan

Tujuan dari pengobatan penderita diphtheria adalah menginaktivasi toksin

yang belum terikat secepatnya, mencegah dan mengusahakan agar penyulit yang

terjadi minimal, mengeliminasi C.diphteria untuk mencegah penularan serta

mengobati infeksi penyerta dan penyulit diphtheria. Secara umum dapat dilakukan

dengan cara istirahat selama kurang lebih 2 minggu serta pemberian cairan.

Secara khusus dapat dilakukakan dengan pemberian :

1. Antitoksin : serum anti diphtheria (ADS), Anti difteri serum diberikan segera

tanpa menunggu hasil kultur dengan dosis 20.000-100.000 unit tergantung dari

umur dan beratnya penyakit itu.

2. Anti microbial : untuk menghentikan produksi toksin, yaitu penisilin prokain

50.000-100.000 KI/BB/hariselama 7-10 hari, bila alergi diberikan eritromisin

40 mg/kg/hari.

Page 16 of 26

3. Kortikosteroid : diberikan kepada penderita dengan gejala obstruksi saluran

nafas bagian atas dan bila terdapat penyulit miokardiopati toksik.

Komplikasi

Laryngitis difteri, miokarditis, kelumpuhan otot palatum mole, kelumpuhan

otot mata, otot faring laring sehingga suara parau, kelumpuhan otot pernapasan, dan

albuminuria.

Pencegahan

Untuk mencegah penyakit ini dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan

pada diri anak serta memberikan penyuluhan tentang penyakit ini pada anak-anak.

Selain itu juga diberikan imunisasi yang terdiri dari imunisasi DPT dan pengobatan

carrier. Kekebalan aktif diperoleh dengan cara inapparent infection dan imunisasi

dengan toksoid diphtheria. Kekebalan pasif diperoleh secara transplasental dari ibu

yang kebal terhadap diphtheria (sampai 6 bulan) dan suntikan antitoksin (2-3

minggu).

b. Tonsilitis Septik

Penyebab streptococcus hemoliticus yang terdapat dalam susu sapi sehingga

menimbulkan epidemi. Oleh karena di Indonesia susu sapi dimasak dulu dengan cara

pasteurisasi sebelum diminum maka penyakit ini jarang ditemukan.

c. Angina Plaut Vincent (stomatitis ulsero membranosa)

Etiologi

Penyakit ini disebabkan karena kurangnya hygiene mulut, defisiensi vitamin C

serta bakteri spirochaeta atau triponema.Page 17 of 26

Manifestasi klinis

Penyakit ini biasanya ditandai dengan demam sampai 39o celcius, nuyeri

kepala, badan lemah, dan terkadang terdapat gangguan pencernaan. Rasa nyeri di

mulut, hipersalivasi, gigi, dan gusi berdarah.

Pemeriksaan

Mukosa mulut dan faring hiperemis, tampak membrane putih keabuan di

atas tonsil, uvula, dinding faring, gusi serta prosesus alveolaris, mulut berbau dan

kelenjar submanibula membesar.

Pengobatan

Memperbaiki hygiene mulut, antibiotika spectrum lebar selama 1 minggu, juga

pemberian vitamin C dan B kompleks.

3. Tonsilitis kronik

Terdapat dua gambaran yang termasuk dalam kategori tonsilitis kronis, yaitu :

Tonsilitis kronis hipertrofikans

Page 18 of 26

Tonsilitis kronis atrofikans

Etiologi

Bakteri penyebab tonsillitis kronis sama halnya dengan tonsillitis akut , namun

terkadang bakteri berubah menjadi bakteri golongan Gram negatif.

Faktor prediposisi

Rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higine mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat.

Patofisiologi

Karena proses rang berulang maka epitel mukosa dan jarinagn limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti dengan jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripti melebar. Secara klinik kripti ini tampak diisi oleh detritus.proses ini meluas sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan disekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfa submandibula.

Manisfetasi klinis

Page 19 of 26

Adanya keluhan pasien di tenggorokan seperti ada penghalang atau mengganjal, tenggorokan terasa kering, pernapasan berbau. Saat pemeriksaan ditemukan tonsil membesar dengan permukaan tidak rata, kriptus membesar dan terisi oleh detritus.

Komplikasi

Radang kronis tonsil dapat menimbulkan komplikasi kedaerah sekitarnya berupa rhinitis kronis, sinusitis atau otitis media secara perkontinuitatum. Komplikasi lebih jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul endokarditis, arthritis, miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitus, dermatitis, pruritus, urtikaria, dan furunkulosis.

Pemeriksaan

Faktor penunjang

Kultur dan uji resistensi kuman dari sedian apus tonsil.

Terapi

Terapi mulut (terapi lokal) ditujukan kepada hygiene mulut dengan berkumur atau obat isap. Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa tidak berhasil.

4. Komplikasi Tonsilitis

Komplikasi tonsillitis akut dan kronik menurut Mansjoer, A (1999), yaitu:

a. Abses pertosil

Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole, abses ini terjadi

beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya disebabkan oleh streptococcus group A.

b. Otitis media akut

Infeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius (eustachi) dan dapat

mengakibatkan otitis media yang dapat mengakibatkan otitis media yang dapat mengarah

pada rupture spontan gendang telinga.

c. Mastoiditis akut

Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebar infeksi ke dalam sel-sel mastoid.

d. Laringitis

e. Sinusitis

f. Rhinitis

Page 20 of 26

5. Tonsilektomi

Definisi

Tonsilektomi adalah tindakan mengangkat tonsil palatina seutuhnya bersama jaringan

patologis lainnya, sehingga fossa tonsilaris bersih tanpa meninggalkan trauma yang berarti

pada jaringan sekitarnya seperti uvula dan pilar.

Gambar. Klasifikasi ukuran tonsil

Indikasi Tonsilektomi

A. Indikasi absolut:

1. Timbulnya kor pulmonale karena obstruksi jalan nafas yang kronis

2. Hipertrofi tonsil atau adenoid dengan sindroma apneu waktu tidur

3. Hipertofi berlebihan yang menyebabkan disfagia dengan penurunan berat badan

penyerta

4. Biopsi eksisi yang dicurigai keganasan (limfoma)

5. Abses perotinsiler yang berulang atau abses yang meluas pada ruang jaringan

sekitarnya

6. Tonsilitis kronis walaupun tanpa eksaserbasi akut tapi merupakan fokal infeksi

7. Karier difteri

8. Tonsilitis yang menyebabkan kejang demam.

Page 21 of 26

Gambar. Obstruktif Tonsillar Hiperplasia

B. Indikasi relatif:

1. Serangan tonsilitis akut berulang (yang terjadi walau telah diberi penatalaksanaan

medis yang adekuat).

2. Tonsilitis yang berhubungan dengan biakan streptokokus yang menetap dan patogenik

(karier).

3. Hiperplasia tonsil dengan obstruksi fungsional.

4. Hiperplasia dan obstruksi yang menetap enam bulan setelah infeksi mononukleosis.

5. Riwayat demam rematik dengan kerusakan jantung yang berhubungan dengan

tonsilitis rekurens kronis dan pengendalian antibiotika yang buruk.

6. Radang tonsil kronis menetap yang tidak memberikan respon terhadap

penatalaksanaan medis.

7. Hipertrofi tonsil dan adenoid yang berhubungan dengan abnormalitas orofasial dan

gigi geligi yang menyempitkan jalan nafas bagian atas.

8. Tonsilitis berulang atau kronis yang berhubungan dengan adenopati servikal persisten.

Kontraindikasi

A. Kontraindikasi absolut:

a. Penyakit darah: leukemia, anemia aplastik, hemofilia dan purpura

b. Penyakit sistemik yang tidak terkontrol: diabetes melitus, penyakit jantung dan

sebagainya.

B. Kontraindikasi relatif:

Page 22 of 26

a. Palatoschizis

b. Anemia (Hb <10 gr% atau HCT <30%)

c. Infeksi akut saluran nafas atau tonsil (tidak termasuk abses peritonsiler)

d. Poliomielitis epidemik

e. Usia di bawah 3 tahun (sebaiknya ditunggu sampai 5 tahun)

Jenis-jenis Tonsilektomi

Jenis-jenis tonsilektomi diantaranya:

1. Tonsilektomi metode Dissection - Snare

2. Tonsilektomi metode Sluder – Ballenger

3. Tonsilektomi metode Kriogenik

4. Tonsilektomi metode elektrokoagulasi

5. Tonsilektomi menggunakan sinar laser

Gambar. Tonsilektomi

Komplikasi

1. Perdarahan

Komplikasi perdarahan dapat tejadi selama operasi belangsung atau segera setelah

penderita meninggalkan kamar operasi (24 jam pertama post operasi) bahkan meskipun

jarang pada hari ke 5 -7 pasca operasi dapat terjadi perdarahan disebabkan oleh terlepasnya

membran jaringan granulasi yang terbentuk pada permukaan luka operasi, karena infeksi di Page 23 of 26

fossa tonsilaris atau trauma makanan keras. Untuk mengatasi perdarahan, dapat dilakukan

ligasi ulang, kompresi dengan gas ke dalam fossa, kauterisasi atau penjahitan ke pilar dengan

anastesi lokal atau umum.

2. Infeksi

Luka operasi pada fossa tonsilaris merupakan port d’entre bagi mikroorganisme,

sehingga merupakan sumber infeksi dan dapat terjadi faringitis, servikal adenitis dan

trombosis vena jugularis interna, otitis media atau secara sistematik dapat terjadi

endokarditis, nefritis dan poliarthritis, bahkan pernah dilaporkan adanya komplikasi

meningitis dan abses otak serta terjadi trombosis sinus cavernosus. Komplikasi pada paru-

paru serperti pneumonia, bronkhitis dan abse paru biasanya terjadi karena aspirasi waktu

operasi. Abses parafaring dapat timbul sebagai akibat suntikan pada waktu anastesi lokal.

Pengobatan komplikasi infeksi adalah pemberian antibiotik yang sesuai dan pada abses

parafaring dilakukan insisi drainase.

3. Nyeri pasca bedah

Dapat terjadi nyeri tenggorok yang dapat menyebar ke telinga akibat iritasi ujung

saraf sensoris dan dapat pula menyebabkan spasme faring. Sementara dapat diberikan

analgetik dan selanjutnya penderita segera dibiasakan mengunyah untuk mengurangi spasme

faring.

4. Trauma jaringan sekitar tonsil

Manipulasi terlalu banyak saat operasi dapat menimbulkan kerusakan yang mengenai

pilar tonsil, palatum molle, uvula, lidah, saraf dan pembuluh darah. Udem palatum molle dan

uvula adalah komplikasi yang paling sering terjadi.

5. Perubahan suara

Otot palatofaringeus berinsersi pada dinding atas esofagus, tetapi bagian medial

serabut otot ini berhubungan dengan ujung epligotis. Kerusakan otot ini dengan sendirinya

menimbulkan gangguan fungsi laring yaitu perubahan suara yang bersifat temporer dan dapat

kembali lagi dalam tempo 3 – 4 minggu.

Page 24 of 26

6. Komplikasi lain

Biasanya sebagai akibat trauma saat operasi yaitu patah atau copotnya gigi, luka bakar di

mukosa mulut karena kateter, dan laserasi pada lidah karena mouth gag.

Pengangkatan tonsil (Tonsilektomi ) dilakukan jika:

1) Tonsilitis terjadi sebanyak 7 kali atau lebih /tahun .

2) Tonsilitis terjadi sebanyak 5 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 2 tahun.

3) Tonsilitis terjadi sebanyak 3 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 3 tahun.

4) Tonsilitis tidak memberikan respon terhadap pemberian antibiotik.

Page 25 of 26

DAFTAR PUSTAKA

1. Boies A, dkk. 1997. Buku Ajar Penyakit THT edisi 6. Jakarta. Penerbit EGC

2. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher,fakultas kedokteran

universitas indonesia edisi ke lima. Dr.H.Efiatyarsyad soepardi,SpTHT,

Prof.Dr.H.Nurbuati iskandar SpTHT.

3. www.emedicine.com tonsilitis, Prof.Dr franklin junior MD,2007 may,center unit

otorhinolaryngology head and neck surgery 15th edision.

4. www.goggle.com Tonsilektomi,Hatmansjah Bagian Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan

Tenggorokan Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura, Jayapura.

5. www.goggle.com TONSILEKTOMI Writed by: Dr. Arwansyah Wanri (2007) Edited by:

Harry Wahyudhy Utama, S.Ked Dedicated to: Dr. H. Hanafi Zainuddin, SpTHT-KL

DEPARTEMEN TELINGA, HIDUNG DAN TENGGOROK FAKULTAS

KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA PALEMBANG 2007

6. Hutabarat .B, Buku Ajar Anatomi Situs Coli – Capitis,Bagian Anatomi FK UKI, Jakarta,

1992.

Page 26 of 26