35
Yesus Membungkam Diri: Kajian Kristologi Penderitaan terhadap figur Yesus dalam Novel Silence karya Shusaku Endo Oleh: Thelma Gracelin Katy Riupassa 712014039 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas Teologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Sains Teologi (S. Si. Teol) Program Studi Teologi Fakultas Teologi UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2020

Yesus Membungkam Diri: Kajian Kristologi Penderitaan

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Yesus Membungkam Diri: Kajian Kristologi Penderitaan

Yesus Membungkam Diri:

Kajian Kristologi Penderitaan terhadap figur Yesus dalam Novel Silence

karya Shusaku Endo

Oleh:

Thelma Gracelin Katy Riupassa

712014039

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas Teologi

Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar

Sarjana Sains Teologi

(S. Si. Teol)

Program Studi Teologi

Fakultas Teologi

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2020

Page 2: Yesus Membungkam Diri: Kajian Kristologi Penderitaan
Page 3: Yesus Membungkam Diri: Kajian Kristologi Penderitaan
Page 4: Yesus Membungkam Diri: Kajian Kristologi Penderitaan
Page 5: Yesus Membungkam Diri: Kajian Kristologi Penderitaan
Page 6: Yesus Membungkam Diri: Kajian Kristologi Penderitaan

1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Dalam kekristenan, narasi-narasi tentang Yesus merupakan hal yang terus

dipergumulkan dan diceritakan dengan berbagai macam perspektif. Hal ini dapat

ditemukan dalam Alkitab. Narasi-narasi tentang Yesus dalam setiap teks Perjanjian

Baru menekankan segi-segi tertentu, katakan saja bahwa gambaran tentang Yesus

dalam Matius berbeda dengan gambaran tentangNya dalam Injil Yohanes. Demikian

juga gambaran tentangNya dalam tulisan-tulisan Paulus berbeda dengan apa yang

bisa ditemukan dalam surat-surat yang tidak ditulis oleh Paulus.1 Ini menegaskan

bahwa narasi-narasi tentang Yesus itu pada dasarnya saling melengkapi satu sama

lain.

Citra Yesus menjadi sangat beragam dalam teologi-teologi yang

dikembangkan hingga kini. Citra Yesus dari teologi liberal adalah bahwa Yesus

merupakan nabi-guru heroik, pembela orang-orang miskin yang tertindas,

terpinggirkan dan teraniaya. Teologi-teologi Roma Katolik menekankan Dia sebagai

yang tersalib dan menderita.2 Para pengikut Yesus mula-mula mengakui Yesus

sebagai “Kristus, putera Allah yang hidup” (Mat 6:16). Mereka mengikuti Yesus

bukan hanya sebagai guru atau rabbi, tetapi sebagai Kristus, putera Allah yang hidup.

Bagi mereka Yesus lebih dari seorang nabi. Yesus adalah pewahyuan keselamatan

Allah sendiri.3 Dalam Injil Markus, Kristus adalah Penebus yang menderita, wafat

dan bangkit. Yesus juga adalah Anak Manusia. Artinya: Dia yang datang pada akhir

zaman sebagai hakim.4 Nico Syukur Dister mencoba menggambarkan Yesus dengan

menggunakan metode pendekatan, salah satunya dengan mendekati Yesus sebagai

yang sungguh-sungguh manusia; yaitu kristologi dari bawah, persis seperti yang

dilakukan oleh para Rasul mula-mula. Pada awalnya, mereka menjumpai Yesus

sebagai seorang manusia biasa, sama seperti mereka sendiri, baru lambat laun

melalui tindakan-tindakan serta cara hidup-Nya mereka menyadari bahwa Yesus

1 Yusak B. Setyawan, Kristologi – Perkenalan, Pendalaman, dan Pergumulan (Salatiga: Fakultas Teologi,

UKSW, 2015), 11. 2 Setyawan, Kristologi, 12.

3 Tom Jacobs, Siapa Yesus Kristus Menurut Perjanjian Baru, (Yogyakarta: Kanisius, 1982), 12.

4 Jacobs, Siapa Yesus Kristus, 93.

Page 7: Yesus Membungkam Diri: Kajian Kristologi Penderitaan

bukanlah manusia biasa, hingga mereka sampai pada satu titik dimana mereka mulai

bertanya: Orang apakah Dia ini?5

Usaha-usaha yang dilakukan untuk menafsirkan dan memahami Yesus

dipahami sebagai kristologi. mereka yang telah terlebih dahulu menjadi pengikut

Yesus mulai memikirkan, mengkonseptualkan dan membahasakan perjumpaan

tersebut sesuai dengan pengalaman mereka bersama dengan Yesus. Lama kelamaan

mereka semakin mampu memahami dan menangkap apa yang menjadi titik

keterhubungan Yesus dan manusia, karya Yesus bagi manusia, dan bagaimana

peranan-Nya dalam konteks karya penyelamatan Allah.6

Pada masa kini, kristologi kemudian tidak melulu dibicarakan hanya dalam

lingkup teologi. seiring dengan perkembangan yang telah diusahakan dan

disampaikan dengan cara-cara yang kreatif dalam dunia akademik, maka kristologi

pun juga demikian. Tidak saja para teolog dan pemikir-pemikir Kristen, penulis-

penulis dalam bidang sastra pun turut serta menarasikan Yesus. Narasi tentang Yesus

ini kemudian dituliskan secara gamblang sekaligus tersirat melalui berbagai macam

karya sastra, seperti cerita-cerita pendek, sajak, puisi, dan terkait judul tugas akhir

dan yang akan dibahas lebih lanjut, yaitu; novel.

Ditinjau dari sudut pandang asal kata, novel berasal dari bahasa Latin novella

yang berarti sebuah karangan prosa panjang yang mengandung rangkaian cerita

kehidupan dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap

pelaku.7 Bagaimanapun, novel adalah satu dari sekian banyak karya sastra yang

paling diminati oleh para penikmat karya sastra. Maksud yang ingin disampaikan

oleh penulis kemudian bisa ditangkap oleh para pembaca dengan lebih mudah,

karena di dalamnya terdapat unsur penokohan dan alur cerita yang disampaikan

dengan tidak menggunakan struktur kalimat yang sulit dipahami dan dalam tulisan

tersebut pembaca pun dapat menangkap apa yang menjadi pergumulan dan

perenungan si penulis terkait dengan sekelumit hal yang tidak bisa dikatakan

sederhana. 8

5 Nico Syukur Dister, Kristologi – sebuah seketsa (Yogyakarta; Kanisius, 1987), 29.

6 C. Groenen, Sejarah Dogma Kristologi: Perkembangan tentang Yesus Kristus Pada Umat Kristen,

(Yogyakarta, Kanisius 1988), 29. 7 KBBI, “Novel”, KBBI Online, https://kbbi.web.id/novel, (diakses pada 4 Desember 2017).

8 Seperti novel karangan Paulo Coelho, Brida, yang menceritakan perjalanan seorang gadis berusia 20 tahun

dalam perncarian makna hidup dengan mengambil resiko gagal, kecewa dan dan kehilangan arah terlebih dahulu

sebelum ia benar-benar menemukan apa yang benar-benar dapat mengisi jiwanya.

Page 8: Yesus Membungkam Diri: Kajian Kristologi Penderitaan

Shusaku Endo merupakan penulis sastra Kristen yang seringkali menggunakan

retorika untuk mengindikasikan hubungan yang dekat antara tokoh dan Tuhan.9

Beberapa karya Endo yang pernah diterbitkan antara lain: The White Man,10

A Life

Of Jesus, Deep River, The Sea and Poison, The Girl I Left Behind, Wonderful Fool,

Scandal.11

Pada tahun 1969, Endo menuangkan gagasan dan perenungannya secara

tidak langsung mengenai sebuah penggambaran tentang Yesus dalam sebuah novel

berjudul Silence.

Novel ini memiliki judul asli Chinmoku, pertama kali diterbitkan di Tokyo

oleh Monumenta Nipponica. Pada tahun 1980 diterbitkan dan diterjemahkan dalam

bahasa Inggris, hingga akhirnya diterjemahkan dan diterbitkan dalam bahasa

Indonesia di Jakarta oleh Gramedia Pustaka Utama pada tahun 2008 dengan judul

Hening. Novel ini kemudian menjadi karya Endo yang paling terkenal dan dianggap

sebagai adikaryanya. Pada tahun 2016, Silence diangkat ke layar lebar perfilman

untuk ketiga kalinya dengan judul yang sama.

Novel ini pada dasarnya mengisahkan perjalanan nasib Sebastian Rodrigues,

seorang Yesuit Portugis yang dikirim ke Jepang untuk mencari mantan gurunya yang

dikabarkan telah murtad karena tidak tahan menanggung siksaan. Dalam alur cerita

yang penuh dengan pergolakan batin dan pergolakan iman, Rodrigues, tokoh penting

dalam novel ini, sampai pada satu pertanyaan yang mengguncang kehidupannya

“apakah memang Tuhan hanya diam berpangku tangan dan tidak melakukan apa-

apa ketika melihat penderitaan?”

Saat ini memang sudah ada beberapa jurnal maupun artikel ilmiah yang

meneliti tentang novel ini12

, tetapi penulis akan secara khusus mengkaji tulisan ini

dalam kajian Kristologi Penderitaan. Oleh sebab itu tugas akhir ini ditulis dengan

maksud untuk memahami bagaimana Shusaku Endo menggambarkan Yesus dalam

novel Silence, yang coba penulis uraikan dalam judul:

“Yesus Membungkam Diri: Kajian Kristologi Penderitaan terhadap Figur

Yesus dalam Novel Silence karya Shusaku Endo”

9 Tulisan-tulisan Endo juga banyak mencerminkan pengalaman masa kanak-kanaknya, pengalaman sebagai

seorang asing, kehidupan sebagai seorang pasien rumah sakit, dan pergumulannya dengan tuberkolosis yang

dialaminya. 10

The White Man, diterbitkan pada tahun 1955, mendapat penghargaan bergengsi Akutagawa Prize. 11

A Life of Jesus, diterbitkan oleh Paulist Press, Amerika Serikat, 1973. Deep River, 1993. The Sea and Poison,

1958. The Girl I Left Behind, 1963. Wonderful Fool, 1959. Scandal, 1986. 12

Contohnya dalam lingkup ilmu Misiologi.

Page 9: Yesus Membungkam Diri: Kajian Kristologi Penderitaan

1.2.Batasan, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian

Berdasarkan judul dan latar belakang yang telah disebutkan pada bagian

sebelumnya, maka penelitian akan dibatasi pada figur Yesus dalam novel Silence yang

akan dikaji menggunakan kajian kristologis khususnya Kristologi Penderitaan. Fokus

permasalahan yang penulis rumuskan adalah sebagai berikut; pertama, Bagaimana figur

Yesus yang tergambar dalam novel Silence karangan Shusaku Endo? Kedua, apa tinjauan

kritis dari sisi Kristologi Penderitaan terhadap pandangan tersebut?

Dengan pembatasan dan rumusan masalah yang telah dikemukakan tersebut, maka

yang menjadi tujuan penelitian adalah; pertama, melakukan deskripsi analitis terhadap

figur Yesus dalam dalam novel Silence karangan Shusaku Endo. Kedua, melakukan kajian

Kristologi Penderitaan terhadap hasil analisa tersebut.

1.3. Metode Penelitian

Untuk mencapai metode penelitian yang telah dipaparkan pada bagian

sebelumnya, maka metode penelitian yang akan digunakan adalah metode penelitian

kepustakaan, dimana penelitian kepustakaan ini memanfaatkan literatur-literatur seperti

dokumen, jurnal-jurnal dan juga buku yang terkait dengan penelitian, yang bertujuan

untuk membantu memperoleh, menganalisis serta mengolah informasi dan

menyelesaikan rumusan masalah yang diteliti. Penelitian kepustakaan atau studi pustaka

merupakan sebuah kegiatan pembelajaran yang berkenaan dengan metode pengumpulan

data pustaka, membaca, mencatat serta mengolah bahan penelitian tanpa memerlukan

riset lapangan.13

1.4.Signifikansi Penulisan

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan „angin segar‟ berupa kontribusi

kepada pengembangan ilmu pengetahuan serta wawasan baru terkhususnya dalam

lingkup keilmuan teologi terkait seperti apa penggambaran figur Yesus yang

direkonstruksi. Di sisi lain, penelitian ini dapat memberi pemahaman baru bahwa nilai-

nilai Kristiani dapat juga ditemukan dan disampaikan melalui cara-cara yang kreatif

seperti karya sastra, dalam hal ini adalah Novel. Namun bukan saja hanya terbatas pada

lingkup keilmuan, signifikansi dari penulisan Tugas Akhir ini diharapkan dapat menjadi

13

Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004), 5.

Page 10: Yesus Membungkam Diri: Kajian Kristologi Penderitaan

sumbangan pemikiran dan informasi kepada masyarakat mengenal figur Yesus yang

dihadirkan dalam novel Silence, karya Shusaku Endo. Untuk selanjutnya dalam

penulisan tugas ini, saya akan menggunakan kata „penulis‟ untuk menyatakan diri dan

„pengarang‟ untuk menyatakan novelis Shusaku Endo selaku penulis novel.

1.5.Sistematika Penulisan

Dalam menyelesaikan Tugas Akhir dalam suatu bentuk karya tulis, maka berikut

adalah sistematika penulisan yang digunakan sebagai pedoman dalam menyusun sebuah

karya tulis, yakni: Bagian pertama, berisi pendahuluan, batasan masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian dan sistematika

penulisan. Bagian kedua, berisi landasan teori mengenai figur Yesus dari kajian ilmu

Kristologi dengan fokus Kristologi Penderitaan. Bagian ketiga, berisi paparan analisa

penelitian mengenai figur Yesus dalam novel Silence karangan Shusaku Endo. Bagian

keempat, berisi tinjauan kritis terhadap hasil penelitian. Bagian kelima, penutup yang

berisikan kesimpulan dan saran.

2. Figur Yesus dalam Kristologi Penderitaan

2.1. Kristologi Secara Umum

Berkaitan dengan judul tulisan yang disajikan, maka penting terlebih dahulu untuk

memahami apa itu Kristologi. Sebagaimana pada umumnya, terdapat akhiran “logi”

dalam kristologi yang berarti “ilmu (pengetahuan)”. Lebih jauh lagi kristologi berasal dari

bahasa Yunani, yakni Kristos dan Logos, yang berarti ilmu pengetahuan tentang Kristus.

Kristologi sebagai ilmu tidak pernah berdiri sendiri. Kristologi merupakan bagian dari

sebuah ilmu pengetahuan yang lebih luas, yakni teologi. Kristologi hadir karena adanya

hasrat dan juga pergumulan untuk terus mengenal dan memahami siapa Yesus Kristus.

Gutherie berpendapat, kristologi adalah penelitian tentang siapa Yesus Kristus yang

dilakukan dengan cara mendalami akan ajaran-ajaran Yesus yang telah tercatat dalam

Perjanjian Baru dengan tersistematis. Sementara Hunter berpendapat bahwa kristologi

memanglah sebuah penelitian tentang Yesus Kristus dalam Perjanjian Baru, tetapi

berbeda titik tumpu penekanannya. Bagi Hunter, ide pokok ketika berbicara tentang

Yesus Kristus terletak pada konsep utama Perjanjian Baru, yaitu Kerajaan Allah.14

Ini

berarti bahwa kristologi selalu berkenaan dengan kehidupan Yesus serta seluruh ajaran-

14

Yusak B. Setyawan, Kristologi – Perkenalan, Pendalaman, dan Pergumulan (Salatiga: Fakultas Teologi,

UKSW, 2015), 5.

Page 11: Yesus Membungkam Diri: Kajian Kristologi Penderitaan

Nya. Kita bisa melihat bahwa ada pembahasan mengenai Yesus dalam hubungan dengan

siapakah Ia dan peran yang Ia jalankan dalam rencana Allah.15

Sementara Eckardt

berpendapat bahwa kristologi harus kembali dan didasarkan pada Yesus sejarah. Tentu

saja Yesus sejarah yang dimaksudkan oleh Eckardt ini adalah bukan Yesus yang ditulis

oleh para penulis Injil, tetapi lebih kepada tafsiran-tafsiran yang berkembang setelah itu.16

Dari definisi-definisi yang telah dipaparkan, maka disimpulkan bahwa kristologi

merupakan sebuah proses untuk meneliti, menafsirkan, menyelidiki dan membangun

perenungan yang mendekati kehidupan Yesus sesuai dengan pengalaman indrawi, iman

serta akal budi yang dilakukan oleh para penafsir untuk memperoleh gambaran tentang

Yesus yang kurang lebih bersifat utuh.

Dengan pemahaman seperti ini, maka muncullah beberapa pandangan dan

penggambaran terhadap Yesus menurut beberapa ahli yang akan dipaparkan dalam bagian

selanjutnya.

2.1.1. Pandangan tentang Yesus menurut beberapa Ahli

Yesus acapkali dikonsepkan sebagai “Tuhan dan manusia dalam dua pribadi yang

berbeda dan satu.”17

Artinya, di samping sisi keilahian Yesus, sisi kemanusiaan Yesus

tidak bisa dikesampingkan begitu saja. Kehadiran Yesus sebagai entitas di dunia ini

mempunyai pengaruh dan arti yang cukup penting dalam pergumulan teologi Kristen.

Oleh sebab itu beberapa ahli mencoba untuk memahami Yesus baik berdasarkan

pengalaman umat pada waktu lampau maupun berdasarkan penelitian yang dilakukan

mereka terhadap literatur-literur yang mencatat sejarah kehidupan Yesus.

Marcus J. Borg melihat Yesus sebagai entitas roh, dimana Ia sebagai manusia

memiliki kesadaran yang penuh terhadap realitas Allah; Ia adalah seorang yang

menggunakan pengajaran klasik seperti perumpamaan dan aforisme18

sebagai bentuk

pengajaran yang Ia lakukan; Ia juga merupakan seorang rasul yang dengan lantang

berani mengkritik para elit sosial pada jaman-Nya, bahkan bukan saja para elit sosial

15

Raymond E. Brown, An Introduction to New Testament Christology, (Philadhelphia: Westminister, 1998), 3. 16

A. Roy Eckardt, Menggali Ulang Yesus Sejarah Kristologi Masa Kini, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996),

240. 17

J. Gresham Machen, Christianity and Liberalism (Michigan: W.M.B Eerdmans Publishing Company, 2001)

115. 18

KBBI, “Aforisme”; pernyataan padat dan ringkas tentang sikap hidup atau kebenaran umum (seperti

peribahasa: alah bisa karena biasa), https://kbbi.web.id/aforism (diakses pada 31 Oktober 2018).

Page 12: Yesus Membungkam Diri: Kajian Kristologi Penderitaan

tetapi juga para imam; Ia dipandang sebagai perintis gerakan pembaharuan yang

mendobrak batasan-batasan sosial yang ada pada saat itu.19

Anthon Wessels mencoba melihat Yesus dengan berbagai macam penggambaran:

Yesus sebagai orang Yahudi, Yesus sebagai Isa Al- Masîh, dan Yesus sebagai Yin dan

Yang. Pertama, Yesus sebagai orang Yahudi. Dalam bukunya, Wessels mencatat bahwa

Yesus adalah seorang Yahudi sejati, sebab Yesus mengajarkan dan menanamkan ide

tentang kedatangan Mesias dalam benak bangsa Israel sehingga itu memberi harapan

bagi kaum yang terpinggirkan pada saat itu, yaitu cita-cita berakhirnya dunia lama dan

tibanya hari Mesias. Bagi kaum Yahudi, Yesus juga adalah seorang guru moral

terkemuka yang mengajarkan tentang kode etik.20

Kedua, Yesus sebagai Isa Al- Masîh.

Dalam Qur‟an Yesus disebut sebagai Mesias dan Ia disebut sebagai yang “terkemuka di

dunia dan akhirat dan salah seorang di antara orang-orang yang didekatkan kepada

Allah”21

gelar Mesias dalam Qur‟an ini nampaknya tidak sama maknanya dengan gelar

yang dimaksudkan dalam konteks alkitabiah. Gelar Mesias dalam Qur‟an sejajar dengan

gelar yang diberikan kepada Nuh, Abraham juga Musa.22

Dilihat lebih lanjut, gambaran

tentang Yesus dalam Qur‟an dititikberatkan pada kemampuan-Nya untuk melakukan

mujizat. Namun tidak saja sebatas mujizat, lebih jauh dikatakan Yesus sendiri adalah

suatu mujizat, suatu tanda (aya) dari Allah.23

Ketiga, Yesus sebagai Yin dan Yang.

Gambaran Yesus sebagai Yin dan Yang dicetuskan oleh teolog Korea yakni Lee Jung

Young. Ia menggambarkan Yesus sebagai Yin (gelap) dan Yang (terang), Lee

merancang bentuk kristologi seperti ini karena ia ingin menghubungkan Yesus dengan

alam pikiran dan hidup yang merupakan ciri khas dunia Cina. Yesus adalah Yang

(terang) masuk ke dalam Yin (gelap) untuk menunjukkan apa yang dimaksudkan dengan

terang itu. Yesus sebagai Yang tidak dapat memisahkan diri dari Yin, sebab tanpa

kegelapan terang tidak ada, sebaliknya tanpa terang tidak ada kegelapan. Ini

menggambarkan suatu proses pembebasan atau perkembangan kesadaran akan Yesus

dalam diri manusia yang terwujud dalam karya penyelamatan Kristus.24

Sementara Robert R. Boehlke mencoba melihat Yesus dalam dua kualitas.

Pertama, Yesus sebagai manusia. Sebutan manusia merujuk pada sisi kemanusiaan

19

Markus J. Borg, Kali Pertama Jumpa Yesus Kembali: Yesus sejarah dan hakikat iman Kristen masa kini,

(Jakarta: BPK Gunung Mulia: 2003), 21-37. 20

Anton Wessels, Memandang Yesus, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), 24-25. 21

Al-Qur‟an dalam Surah Ali „Imran 3:45; 4:157, 171, 172. 22

Wessels, Memandang Yesus, 38. 23

Wessels, Memandang Yesus, 37. 24

Wessels, Memandang Yesus, 143.

Page 13: Yesus Membungkam Diri: Kajian Kristologi Penderitaan

Yesus. Misalnya, Yesus bertumbuh dan berkembang sama seperti manusia lainnya; Ia

mengalami pertumbuhan fisik, pertumbuhan intelektual, maupun spiritual. Yesus juga

mengalami keletihan-keletihan fisik dan Ia pun memiliki sifat-sifat manusiawi; Yesus

merasakan lapar, haus, marah, duka atau kesedihan, bahkan Ia mengalami penderitaan

hingga kematian. Kedua, Yesus sebagai Tuhan. Yesus memiliki sifat-sifat keilahian,

seperti; Ia bersifat kekal, maha kuasa, maha hadir. Yesus memiliki kuasa untuk

mengampuni dosa, membangkitkan orang mati, Ia sendiri dapat bangkit dari kematian,

bahkan dapat hadir kembali untuk menyatakan diri pada kepada mereka yang masih

hidup.25

2.2. Yesus yang Menderita dalam pandangan beberapa Teolog

Dalam bagian ini penulis memaparkan bagaimana Yesus dan Penderitaan dipahami

dalam pandangan beberapa teolog.

2.2.1. Kazoh Kitamori: Allah yang dapat Menderita

Kazoh Kitamori lahir pada tahun 1916 dalam keluarga yang bukan-Kristen,

pada saat berusia remaja, Kitamori baru menjadi seorang Kristen yang dibaptis di

gereja Lutheran.26

Setelah menempuh pendidikan Ia kemudian mengajar di Tokyo

Union Theological Seminary.27

Gagasan utama Kitamori bahwa penderitaan adalah hakikat Allah.28

Menurutnya penderitaan merupakan hakikat Allah seperti yang diuraikan dalam kitab

Yeremia dan kitab Yesaya.29

Pemahaman ini bertolak belakang dengan pandangan

tradisional yang memahami bahwa Allah tidak dapat menderita. Kitamori

membalikkan pemikiran bahwa Allah ikut menderita sebagaimana manusia.

Penekanan Kitamori, penderitaan Allah dalam keberadaannya sebagai manusia yang

membentuk karakter ilahi Allah.30

Hakikat yang dimaksudkan adalah sesuatu yang harus dipahami dengan nyata.

Jelas bahwa Allah itu kasih, wujud dari kasih Allah ini terpusat dalam cara yang

25

Robert. R Boehlke, Siapakah Yesus Sebenarnya, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), 81-99. 26

J. Gordon Melton, Encyclopedia of Protestanism, (New York, 2005), 326. 27

Anne Ruck, Sejarah Gereja Asia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997), 303. 28

Kazoh Kitamori, Theology of the pain of God, (Richmond, VA: John Knox Press, 1965), 44-49. 29

Lht. Yer 31:20, Yes 63:15. 30

Andreas A. Yewangoe, Theologia Crucis di Asia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), 209.

Page 14: Yesus Membungkam Diri: Kajian Kristologi Penderitaan

khusus, unik dan eksklusif yakni salib Kristus. Pada salib inilah kasih Allah terungkap

dengan makna terdalam. Penderitaan salib berarti juga penderitaan Allah.31

Lebih lanjut Kitamori menjabarkan penderitaan Allah terungkap dalam empat

unsur pokok, yakni; penderitaan karena kasih-Nya dan pengampunan kepada orang

yang berdosa, penderitaan Yesus di kayu salib, penderitaan Bapa yang membiarkan

anakNya menderita, serta imanensi Allah dalam penderitaan yang dialami oleh

manusia.32

Pemahaman ini menghasilkan kesinambungan pada konsep tsurasa atau

pengorbanan diri, dimana penderitaan menjadi lambing persatuan dengan Tuhan dan

pelayanan bagi dunia.33

Penderitaan Allah berbeda dengan konsep doa yang umum di gereja, yang

mana diekankan bahwa manusia telah menyebabkan Allah menderita bagi dosa-dosa

mereka, padahal penderitaan yang dimaksud tidak hanya sebatas jawaban atas doa

tesebut, menurut Kitamori, Allah yang murka terhadap dosa manusia, tidak merasa

terluka. Allah hanya merasakan kepedihan bila Ia mencoba mengasihi objek murka-

Nya.34

Dengan demikian, murka dan kasih Allah adalah premis yang menjadi dasar

kepedihan-Nya. Sampai pada titik ini, Kitamori menegaskan bahwa sesungguhnya

Allah menyerahkan diriNya pada rasa sakit yang sebenarnya.35

2.2.2. Kosuke Koyama: Yesus tanpa Gagang Salib

Kosuke Koyama merupakan seorang misionaris terkemuka yang menjadi

perwakilan dari United Church of Christ ke luar negeri. Ia mengajar teologi di

Seminaris Teologis Thailand di Chiang Mai dari tahun 1968-1974. Setelah tinggal dan

bekerja di New Zealand selama beberapa waktu, ia mulai mengajar di Union

Theological Seminary sebagai professor di bidang Oikumenika dan Kekristenan.36

Berangkat dari keseriusannya dalam usaha untuk menemukan signifikansi

Yesus dalam pengalaman-pengalaman konkrit manusia, Ia menemukan Yesus di

pinggiran kehidupan. “Yesus berambut pirang” yang diciptakan oleh teologi Barat

yang bertahun-tahun lamanya menempati posisi penting di panggung teologi, telah

memberikan penderitaan bagi orang Asia karena ketidakcocokan-Nya.

31

Yewangoe, Theologia Crucis di Asia, 210. 32

Anne, Sejarah Gereja Asia, 304. 33

Yewangoe, Theologia Crucis di Asia, 208. 34

Kitamori, Theology of Pain, 115. 35

Yewangoe, Theologia Crucis di Asia, 212. 36

Yewangoe, Theologia Crucis di Asia, 230.

Page 15: Yesus Membungkam Diri: Kajian Kristologi Penderitaan

Koyama berpendirian bahwa Yesus adalah pusatnya, senantiasa bergerak

menuju pinggiran; dengan itu Ia menyingkapkan pikiran Allah, dimana Allah pun

turut menderita bersama-sama dengan rakyat di pinggiran. Yesus telah mendatangi

kawasan paling pinggir tentu memiliki kekuasaan untuk berbicara kepada mereka

yang menderita.

Ia ada dalam semua situasi konkrit kehidupan manusia. Di dalam Yesus,

tergenapi semua rencana Allah. Koyama menyebut ini dengan jalan salib yang tidak

memiliki gagang. Ketiadaan gagang adalah lambang yang menunjukkan kesungguhan

Yesus untuk menanggung semua beban dunia, tanpa terkecuali.37

2.2.3. Choan-Seng Song: Mesias yang Menderita

Choan-Seng Song merupakan seorang teolog Asia yang berteologi dengan

tidak mengacu pada teologi barat. Song berpendapat bahwa teologi Kristen harus bisa

dimengerti oleh orang-orang Asia sesuai dengan konteks Asia.38

Song melihat bahwa Kristus yang disalibkan dan bangkit menjadi tema utama

dari konsep penderitaan.39

Kita bisa mendapatkan teologi paling ringkas dari jabatan

Mesias yang menderita, yakni penderitaan tersebut berarti Allah tersedia bagi umat

manusia dan juga memampukan mereka untuk menjadi bagian dari misteri

keselamatan Ilahi. Kedalaman penderitaan Allah harus menjadi tempat dimana semua

orang dapat saling mengakui yang lain sebagai sesama peziarah yang membutuhkan

keselamatan Allah.40

Bagi Song, salib merupakan simbol tertinggi dari penderitaan

yang dialami oleh Yesus. Salib berarti lemah, salib juga berarti tubuh yang hancur dan

terkoyak-koyak. Dalam salib inilah terkandung nilai-nilai praktik penderitaan hidup

Yesus baik sebagai Allah sepenuhnya maupun sebagai manusia sepenuhnya.41

Menurut Song, Yesus adalah jawaban dari krisis di dunia yang melanda segala

aspek kehidupan. Kehidupan di dunia penuh dengan berbagai macam penderitaan,

tetapi Yesus membuat keberadaan manusia menjadi hidup. Maksudnya ialah

kehidupan sebagai eksistensi fisik (bios) dan kehidupan sebagai spiritual (zoe) adalah

37

Kosuke Koyama, “Kristus Yang Disalibkan Menentang Kekuasaan Manusia”, dalam buku Wajah Yesus di

Asia, ed. R.S. Sugirtharajah (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 236-250. 38

Choan-Seng Song, The Compassionate God, (New York: Orbis Books, 1982), 12. 39

Joachim Jeremias, New Testament Theology I: Proclamation of Jesus (London: SCM Press, 1971) 276. 40

Choan-Seng Song, Allah yang Turut Menderita, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993) 164. 41

Choan-Seng Song, Jesus in the power of the Spirit, (Minneapolis: Fortress Press, 1994) 70-71.

Page 16: Yesus Membungkam Diri: Kajian Kristologi Penderitaan

sebuah kesatuan hidup (nephes).42

Sampai di sini, Song menegaskan bahwa

penderitaan yang dialami oleh manusia menyentuh hati Allah, sehingga untuk

mengatasi penderitaan itu Allah menawarkan Yesus menderita agar Ia bisa masuk

dalam eksistensi manusia untuk melepaskan dunia dari krisis.

2.2.4. Eka Darmaputera: Yesus Menerjunkan Diri ke Dasar Penderitaan

Eka Darmaputera adalah seorang pendeta dari Gereja Kristen Indonesia Jawa

Barat, dan mempunyai latar belakang Calvinis. Ia memperoleh gelar doktor pada

tahun 1982 di Boston College and Andover Newton Theological School (AS) dengan

menulis disertasi, Pancasila and the Search for Identity and Modernity in Indonesian

Society.43

Eka memiliki pandangan bahwa sebenarnya manusia memiliki kemampuan

untuk menyadari bahwa bukan saja penderitaan dilihat sebagai bagian integral dari

keberadaan dirinya tetapi juga mereka mampu untuk tidak pernah menganggap

penderitaan sebagai suatu pengalaman yang asing dari kehidupan. Ada usaha-usaha

untuk melawan penderitaan, tetapi untuk melakukan itu terlebih dahulu manusia harus

memiliki penerimaan. Eka menggunakan pemahaman Jawa, yakni narimo (nrima),

sabar, dan ikhlas (rila). Ketiga sikap suku Jawa ini tidak boleh dipandang fatalistis,

karena bagi suku Jawa kehidupan sama sekali tidak statis, kehidupan bergerak, dan

dalam setiap gerakannya, keselarasannya ditantang dan diganggu. Ketidakselarasan

inilah yang menyebabkan timbulnya penderitaan.44

Oleh sebab itu, tugas manusia

adalah memulihkan keselarasan. Itu berarti manusia harus siap menerima konfrontasi

langsung dengan penderitaan. Bila keselarasan ini telah dipulihkan akan muncul lagi

ketidakselarasan yang baru. Jadi, usaha mengatasi penderitaan berarti memulihkan

status manusia sebagai manusia yang selaras.45

Eka melihat wujud manusia yang sempurna selaras dalam Yesus Kristus.

Dialah yang sulung dari manusia yang menyeluruh dan sejati. Jadi, ketika Yesus,

manusia yang selaras, berjuang melawan penderitaan, Ia melakukannya dengan

42

Choan-Seng Song, “The Life of the World - an Asian meditation”, (East Asia Journal of Theology.Vol 1. No

1,1983) 117. 43

A.A Yewangoe, Theologia Crucis di Asia, 295. 44

A.A Yewangoe, Theologia Crucis di Asia, 295. 45

A.A Yewangoe, Theologia Crucis di Asia, 296.

Page 17: Yesus Membungkam Diri: Kajian Kristologi Penderitaan

menunjukkan keseluruhan diri-Nya ke dasar penderitaan itu sendiri. Ia membuktikan

apa arti solidaritas total dengan orang-orang yang menderita dan Ia berhasil

mengatasinya. Ia tidak berakhir menjadi korban, Eka menyebut hal ini sebagai

pengharapan sebenarnya yang diberikan kepada manusia.46

2.3. Kesimpulan

Kristologi merupakan sebuah proses pemikiran, pergumulan, penelitian, bahkan

perenungan akan siapa Yesus Kristus sesuai dengan pengalaman indrawi, iman serta

akal budi yang dilakukan oleh para penafsir untuk memperoleh gambaran tentang

Yesus yang kurang lebih bersifat utuh. Melalui kristologi penggambaran-

penggambaran akan Yesus mulai muncul, seperti entitas Roh, Isa Al-Masih, Yin dan

Yang, Orang Yahudi, dan lain sebagainya. Kemudian muncul Kristologi Penderitaan

yang merupakan sebuah pemikiran dan tafsiran mengenai Yesus yang turut menderita

dan mengambil bagian dalam sejarah manusia. Kehadiran Yesus dalam sejarah

manusia melalui peristiwa salib membuktikan cinta yang paling dalam dari Allah

kepada manusia.

3. Figur Yesus dalam Novel Silence

3.1. Tentang Pengarang

Shusaku Endo dilahirkan pada tahun 1923. Ketika Endo berumur tiga tahun,

keluarganya pindah ke Manchuria. Sewaktu masih duduk di sekolah dasar, Endo

menerbitkan surat kabar bersama beberapa temannya. Ketika kedua orang tua Endo

bercerai, dia lalu kembali ke Jepang mengikuti ibunya, pada tahun 1934 Endo

kemudian dibaptis menjadi Katolik. Setelah lulus dari fakultas sastra Prancis di

Universitas Keio, dia kemudian mendapat beasiswa lagi. Pengalaman ini kemudian ia

tuangkan ke dalam beberapa novelnya. Salah satunya, Shiroi Hito, mendapat

penghargaan bergengsi Akutagawa Prize, penghargaan pertama Endo dalam bidang

sastra, penghargaan yang kemudian membawa Ia menerima penghargaan-

penghargaan lainnya.47

Endo meninggal pada usia 73 tahun di Rumah Sakit

46

Eka Darmaputera, “An Indonesian Comment”, Asian Theological Reflections on Suffering and Hope, ed. Yap

Kim Hao (Singapore, 1977), 65-67. 47

Shusaku Endo, Silence (Edisi terjemahan, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2017), introduction.

Page 18: Yesus Membungkam Diri: Kajian Kristologi Penderitaan

Universitas Keio, karena menderita penyakit hepatitis.48

Karya-karya Endo telah

banyak diterjemahkan di seluruh dunia.

Endo dijuluki Graham Greene-nya Jepang, dalam konteks novelis Katolik, hal

ini berarti buku-buku Endo bersifat problematik dan juga kontroversial.49

Ia telah

maju ke barisan paling depan sastra Jepang untuk menulis tentang berbagai masalah

yang dulu terasa begitu jauh dari Jepang: perihal Tuhan dan Keimanan. Masalah

utama yang menarik perhatian Endo adalah konflik antar kawasan-kawasan tertentu

di Jepang apalagi keterkaitannya dengan kristianitas. Shusaku Endo merupakan

penganut Katolik pertama yang mengemukakan hal ini dengan begitu gamblang

menarik kesimpulan bahwa kekristenan harus bisa beradaptasi secara radikal kalau

ingin menumbuhkan Iman akan Yesus terhadap orang-orang di Jepang.50

3.2. Sekilas Realitas Jepang

Dilihat secara ekonomis, Jepang tergolong apa yang disebut dengan negara

„dunia pertama‟, negara dengan penghasilan per kapita yang tinggi. Dilihat dari sudut

pandang historis pun jelas Jepang menunujukkan betapa berambisinya mereka untuk

menguasai Asia. Pada tahun 1905, setelah mengalahkan Rusia yang merupakan salah

satu kekuatan dunia, Jepang semakin mantap untuk menjadi “Pemimpin Asia,

Pelindung Asia, Cahaya Asia” (Gerakan Tiga A).51

Dalam situasi ketika ketika Jepang secara ekonomi bertumbuh semakin kuat,

Jepang justru dianggap sebagai penyebab banyak penderitaan di Asia. Misalnya

ketika masih banyak orang Kristen di Asia menderita kelaparan, ikan-ikan yang

bermutu baik semua dikapalkan ke Jepang.52

Hal ini tidak dimaksudkan untuk

mengatakan bahwa Jepang tidak lagi ada dalam penderitaan, namun masih ada orang-

orang yang menderita karena diskriminasi yang disebabkan oleh kebijakan-kebijakan

yang menelantarkan mereka. Lebih jauh, dari realitas-realitas yang ada ini, ada suatu

48

“Shusaku Endo is dead at 73; Japanese Catholic Novelist”, New York Times,

https://www.nytimes.com/shusaku-endo-is-dead-at-73-japanese-catholic-novelists.html diakses pada 17 Juni

2019. 49 Shusaku Endo, Silence (Edisi terjemahan, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2017), 7. 50

Shusaku Endo, Silence (Edisi terjemahan, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2017), 8. 51

Asal mula gerakanoini terletak pada pemahaman Shinto kuno, Shinkoku (Jepang sebagai negeri Ilahi) dan

Hakko ichise (delapan sudut penjuru dunia yang dipersatukan dibawah atap Jepang). 52

Shoji Tsutomu, “Sin and Suffering: Japan and the Peoples of Asia”, The Japan Christian Quarterly, 47

(Winter, 1981), 13.

Page 19: Yesus Membungkam Diri: Kajian Kristologi Penderitaan

realitas tersembunyi, ada suatu bentuk penderitaan yang berakar dalam tiap hati

orang Jepang. Jauh di dalam lubuk hati mereka, mereka masih mampu merasakan apa

arti dari penderitaan itu sebenarnya.53

Sejarahnya dapat ditelusuri kembali pada periode Tokugawa (1600-1868).

Pada periode dimana pemerintahan diktator Shogunat memperkuat kendali politik-

militernya terjadi model pemerintahan yang kaku terhadap kehidupan rakyat, banyak

karya sastra yang muncul untuk mengungkapkan situasi yang dialami oleh rakyat,

salah satunya adalah “Tragedi Terakoya”, dalam tulisan ini dengan jelas pikiran

Jepang tersiratkan.54

Penderitaaan yang dirasakan oleh Jepang ini kemudian berlanjut saat Jepang

ditimpa bencana. Pada sekitar tahun 1930 Jepang mengalami krisis ekonomi yang

mengakibatkan banyak orang hidup dalam keadaan miskin dan pengangguran di

perkotaan. Hal ini membawa mereka semakin sadar akan makna penderitaan. Situasi

yang sama terjadi saat Perang Dunia, Kitamori mencirikan zaman ini sebagai “masa

kematian dan kepedihan”.55

Pada saat itu tentu dunia tahu bahwa Jepang dalam cara

yang teramat kongkret mengalami penderitaan mereka.

3.2.1. Pengaruh Agama Terhadap Penderitaan di Jepang

Ketika Jepang sedang bergelut dengan penderitaan mereka, pengaruh agama

tentu tidak terelakkan dan untuk hal ini. Buddhisme memerankan peranan yang

cukup penting dalam kehidupan Jepang pada saat itu. Selain pengaruh Buddhis,

Jepang juga memiliki konsep unik tersendiri tentang penderitaan yakni tsurasa.

Kazoh Kitamori menyebutkan bahwa tsurasa merupakan prinsip dasar dan ikut

membentuk sifat dasariah tragedi Jepang.56

Tsurasa dapat terwujud saat seseorang

menderita dan meninggal, atau karena kasihnya, membuat orang yang dikasihinya

atau anaknya menderita dan mati agar yang lainnya boleh hidup. Lebih lanjut,

Kitamori mengatakan bahwa seorang dapat dikatakan bangsa Jepang sejati ketika dia

menguasai tsurasa, sebab orang yang tidak memahami konsep ini dianggap sebagai

seseorang yang tidak bijak. 57

53

A.A. Yewangoe, Theologia Crucis di Asia, 172. 54

A.A. Yewangoe, Theologia Crucis di Asia, 173. 55

Kitamori, Theology of Pain, 137. 56

Kitamori, Theology of Pain, 136. 57

Kitamori, Theology of Pain, 135.

Page 20: Yesus Membungkam Diri: Kajian Kristologi Penderitaan

Sementara kekristenan sendiri bisa dikatakan mendapatkan tempat yang tidak

sebaik Buddhisme. Masalah yang dihadapi agama Kristen saat itu adalah bagaimana

mengaitkan iman Kristen dengan budaya Jepang, dimana dalam kebudayaan itu

masih didominasi oleh etika tradisional yang bersumber pada ajaran Kong Hu Cu

dan Sintoisme.58

Posisi Kristen berada pada posisi minoritas, ditinjau dari sudut

sejarah jelas bahwa Kekristenan sulit diterima oleh bangsa Jepang sebagai milik

mereka. Kalaupun ada simpati yang diberikan oleh para penguasa Jepang, itu tidak

terlepas dari unsur politik dan ekonomi.

Situasi semacam ini membawa orang Kristen di Jepang dalam posisi sulit,

namun kendati ada dalam posisi seperti ini Kekristenan tetap dianggap sebagai unsur

penting dalam memberikan sumbangan besar bagi kemajuan sosial dan

perkembangan kerohanian bangsa. Setidaknya hal ini diakui oleh mantan Perdana

Menteri Nobosuke Kishi.59

3.3. Kilas Kisah Silence

Silence bermula saat Kristianitas menjadi hal yang begitu ditentang dengan

keras di Jepang. Ketika ngera-negara Eropa sedang gencar-gencarnya melakukan

penyebaran agama Kristen ke negara-negara lain termasuk Jepang. Diawali dengan

laporan bahwa salah satu pastor kenamaan asal Portugis, Bapa Ferrreira menjadi

murtad karena siksaan bertubi-tubi yang dialaminya selama di Jepang. Karena tidak

kuat dengan penyiksaan tersebut, sang pastor akhirnya memilih murtad dan melepas

kekristenannya.60

Mengetahui hal tersebut, tentu saja gereja Roma sulit percaya

apalagi menerima bahwa Ferreira, lelaki yang mereka panggil Bapa, seseorang yang

dikenal sangat memegang teguh apa yang menjadi keyakinannya, bisa dipaksa untuk

meninggalkan hal tersebut.

Sebastian Rodrigues, salah satu murid Ferreira bersama kedua temannya

Fransisco Garrpe dan Juan de Santa Marta kemudian merasa terpanggil untuk

meneruskan usaha para missionaris sebelum mereka untuk menyebarkan agama

Kristen, sekaligus penasaran dan ingin membuktikan tentang kabar yang telah

58

A.A. Yewangoe, Theologia Crucis di Asia, 198. 59

A.A Yewangoe, Theologia Crucis di Asia, 199. 60

Berdasarkan prolog di awal cerita, “…Sejak tahun 1587, Hideyoshi, penguasa wali, telah mengubah

kebijaksanaan pendahulunya, dan telah memulai penganiayaan mengerikan terhadap orang-orang Kristen…” 26.

Page 21: Yesus Membungkam Diri: Kajian Kristologi Penderitaan

mereka terima tentang guru mereka tersebut.61

Rodrigues dan teman-temannya pun

memutuskan untuk ke Macao, yang merupakan daerah basis perdagangan Cina dan

Jepang dengan menumpang kapal Portugis. Sebelumnya, mereka sudah dilarang oleh

seorang pastor yang bernama Valignano untuk berlayar ke Jepang mengingat situasi

sedang tidak aman.62

Akhirnya mereka tetap juga diizinkan, namun Valignano tetap

memperingatkan ketiga pastor itu agar berhati-hati pada Inoue, orang yang paling

menentang ajaran kekristenan di Jepang pada saat itu. di Macao, Rodrigues dan

teman-temannya bertemu secara tidak sengaja dengan orang Jepang yang terkatung-

katung dan tidak bisa pulang ke Jepang; Kichijiro. Karena akses ke Jepang sulit

untuk dimasuki oleh orang asing, maka mereka melihat kesempatan dengan

menggunakan Kichijiro sebagai tameng agar mereka bisa masuk ke Jepang.

Singkat cerita, Kichijiro kemudian membawa Rodrigues dan teman-temannya

ke daerah yang disebut dengan Tomogi. 63

orang-orang di Tomogi sudah 6 tahun

lamanya tidak memiliki pastor juga bruder. Tidak saja di Tomogi, tetapi juga di

daerah-daerah yang lain. Di sini, Rodrigues kemudian melihat sendiri dan juga

merasakan bagaimana penderitaan yang dialami oleh segelintir orang-orang Kristen

yang ada di Jepang. Kabar tentang kedatangan para pastor sampai juga ke telinga

pemerintah Jepang waktu itu. Mereka pun disiksa agar mereka mau menyangkali

keyakinan mereka. Namun di saat-saat seperti itu mereka masih berusaha melindungi

sang pastor.64

Hingga akhirnya Sang Pastor, Rodrigues ditantang juga untuk

menyangkal imannya, ia disiksa secara halus terlebih dahulu dengan diintimidasi.

Menghadapi situasi seperti ini, posisinya sebagai seorang pastor

dipertanyakan, apakah ia tega melihat umatnya terus-terusan disiksa karena hanya

keegoisannya tidak mau menyangkal imannya. Taruhannya, jika Rodrigues mau

menyangkal imannya kepada Yesus, maka pemerintah Jepang berjanji takkan ada

lagi penyiksaan terhadap orang-orang Kristen di Jepang.65

Rodrigues, dalam

perjalanan mencari Ferreira diperhadapkan pada keadaan dan pemikiran yang

61

“… mereka juga tidak percaya Ferreira telah meninggalkan Tuhan...., Rodrigues dan rekan-rekannya sangat

ingin berangkat ke Jepang untung mengetahui secara langsung nasib Ferreira.” 34. 62

Bdk dialog Juan de Santa Marta, “Tapi, dengan bantuan Tuhan, misi rahasia kami masih punya kemungkinan

untuk berhasil.” … “Di negeri miskin-papa itu mereka bagaikan kawanan domba tanpa penggembala” 39. 63

Daerah yang sebagian besar penduduknya beragama Kristen. Mereka sangat senang ketika mendapati ada

beberapa orang pastor yang mengunjungi tempat mereka. 60. 64

Bdk dialog para penduduk terhadap para pastor, “Bapa, larilah! Cepat, cepatlah pergi!” … “Para pengawal

mendatangi desa”, 86. 65

Cara mereka disiksa bermacam-macam; diikat di tepi lautan sampai mati, diikat terbalik dalam sebuah lubang

penyiksaan dengan diikat terbalik dan kepala mereka digantung sampai mati, kecuali jika mereka menyangkal

iman.

Page 22: Yesus Membungkam Diri: Kajian Kristologi Penderitaan

dilematis karena melihat betapa banyaknya korban yang semakin terus mencoba

unuk menyebarkan benih-benih kekristenan di Jepang. Situasi dilematis itu sampai

pada puncaknya ketika Tuhan yang Rodrigues yakini selama ini diam saja dan tidak

berbuat apa-apa untuk menyelamatkan umat-Nya dari kesengsaraan yang ada.

Keadaan berubah semakin rumit ketika Rodrigues kemudian akhirnya

dipertemukan dengan Ferreira. Dengan jelas Ferreira menentang dan kemudian

menganggap para Yesuit seperti dirinya terlampau egois dan hanya memikirkan

kepentingan dan kehormatan mereka sendiri. Ketika penduduk setempat berani

disiksa dan bahkan berani mati karena keyakinan yang para pastor ini sebarkan,

tetapi sang pastor justru sembunyi di balik ketakutannya sendiri. Ferreira, yang

kemudian memutuskan untuk murtad, satu-satunya alasan yang ia pegang agar

penduduk Jepang dapat terbebas dari siksaan tersebut, tidak ada pilihan lain selain

mengkhianati keyakinan sendiri demi kepentingan banyak orang. Bagi Ferreira,

setidaknya ia bukan seseorang yang pengecut dalam menghadapi tekanan. Disinilah

Shusaku Endo kemudian menarasikan kejadian demi kejadian ini dengan

menyiratkan bahwa Tuhan yang sejauh dapat ditangkap pembaca adalah Tuhan yang

tenang dan diam saja dalam melihat penderitaan demi penderitaan terjadi tanpa

sedikitpun melakukan sesuatu.

3.4. Yesus dalam Novel Silence

Untuk melihat citra Yesus dalam novel ini, maka penulis akan mencoba

menarasikannya melalui alur pergumulan tiga tokoh dalam novel ini yakni;

Rodrigues, Ferreira, dan Kichijiro. Tiga tokoh kunci ini dengan pergumulan mereka

masing-masing dengan jelas akan memperlihatkan bagaimana figur Yesus dalam

Silence.

3.4.1. Pergumulan Rodrigues: Yesus Membungkam Diri

Penggambaran akan Yesus dalam novel ini pertama-tama ditemui

dalam surat pertama yang ditulis oleh Rodrigues ketika ia dan teman-

temannya baru saja tiba di Macao, pada malam hari ketika mereka akan

beristirahat. Muncul di benaknya satu pertanyaan “Seperti apakah wajah

Page 23: Yesus Membungkam Diri: Kajian Kristologi Penderitaan

Kristus?”.66

Dalam perenungannya akan sosok Kristus, Rodrigues masih

percaya bahwa ketika Tuhan membawanya sampai ke Macao ada maksud

tertentu yang telah Tuhan siapkan. Walau belum sepenuhnya dipahami oleh

Rodrigues, keyakinan Rodrigues bahwa Tuhan merancangkan sesuatu yang

baik dalam diam-Nya berlaku bagi dirinya juga bagi rekannya yang belum

dapat mengambil bagian dalam misi Jepang.67

Pergumulan Rodrigues dimulai pada saat para pejabat menggeledah

desa Tomogi dan mulai menawan orang-orang Kristen pada saat itu.

Perasaan Rodrigues mulai berkecamuk, seolah-olah doa-doa yang ia

panjatkan bersama dengan seluruh penduduk desa tidak didengar Tuhan,

namun justru penganiyaan demi penganiyaan mulai mereka rasakan.

Rodrigues belum menyerah, ia masih memiliki keyakinan bahwa

kebungkaman Tuhan tentu ada maksud baik di dalamnya. Meskipun di

tengah-tengah keyakinan juga muncul pertanyaan dalam benaknya

“Mengapa Tuhan menimpakan siksaan dan penganiayaan ini kepada petani-

petani miskin itu?”68

Namun demikian, menjadi masalah bagi Rodrigues

bukan kepada apa dan siapa yang menerima penderitaan ini, namun

kebungkaman-Nya yang membuat perjalanannya ini semakin menyesakkan.

Pergumulan Rodrigues semakin berat tatkala ia harus melihat dan

menyaksikan sendiri eksekusi mati dari seorang Kristen yang dipenggal

kepalanya ketika mereka semua sedang ditahan. Setelah semuanya itu, tidak

ada kejadian lain yang menyusul, tidak ada perubahan apapun yang terjadi di

luar sana. Seseorang baru saja mati, hidup terus berlanjut dan terus berputar

seperti biasa.

Rodrigues marah atas situasi yang diperhadapkan padanya. Setelah

satu persatu orang Kristen mati demi mempertahankan iman mereka, Tuhan

masih tidak beranjak dari keheningan-Nya. Ini kemudian membuat

66 “… Tentang hal ini, Alkitab hanya bungkam seribu bahasa. Kalian tahu betul orang-orang Kristen yang mula-

mula itu membayangkan Kristus sebagai gembala. Mengenakan jubah pendek, tunik sederhana; satu tangan

memegang kaki seekor domba, dan tangan satunya memegang tongkat gembala … tetapi mala mini bagiku

wajah Kristus adalah wajah yang tesimpan di Borgo San Sepulchro, satu kaki Kristus bertumpu di atas makam,

dan tangan kanannya menggenggam salib…” Silence, 52. 67 “… Akhirnya keberangkatan kami tinggal lima hari lagi. Kami hanya disibukkan dengan persiapan spiritual.

Dan aku sama sekali tidak ingin menulis tentang Santa Marta. Rupanya Tuhan tidak mengizinkan rekan kami

yang malang itu dipulihkan kesehatannya. Tapi keputusan Tuhan selalu yang terbaik. Tak diragukan lagi, Tuhan

diam-diam sedang mempersiapkan misi yang suatu hari nanti akan menjadi miliknya… “ Silence, 52. 68 Silence, 100.

Page 24: Yesus Membungkam Diri: Kajian Kristologi Penderitaan

Rodrigues sempat memandang Yesus sebagai sosok kejam yang

melimpahkan semua peristiwa menyakitkan ini pada manusia lalu dengan

sengaja memalingkan wajah-Nya seolah-olah tidak bertanggungjawab atas

kejadian yang Ia sendiri ijinkan untuk terjadi. Dalam situasi yang

membingungkan ini, Rodrigues sekali lagi memohon pertolongan, walaupun

jauh dalam nuraninya, ia berat untuk memanjatkan permohonan yang ia rasa

tidak lebih dari sebuah hujatan.69

Dalam kegamangan Rodrigues dalam

situasi seperti ini, ia memanggil Tuhan dengan menyebut Kyrie Eleison!70

Istilah ini digunakan ketika seseorang memohon belas kasihan Tuhan. Istilah

ini juga muncul dalam Perjanjian Baru ketika dua orang buta dalam Injil

Matius memohon pengasihan Tuhan71

, seruan perempuan Kanaan untuk

menyembuhkan anak perempuannya yang kerasukan setan72

, dan seruan

Bartimeus untuk memohon kesembuhan.73

Ini berarti dengan sisa-sisa

kekuatan yang ia miliki, Rodrigues meminta pengasihan Tuhan agar tidak

menelantarkannya dengan cara-Nya yang tidak dipahami Rodrigues.

Belum berhenti sampai disitu, Endo kembali membawa pembacanya

pada malam dimana Rodrigues membuka diri untuk mempertanyakan dan

membayangkan bagaimana perasaan Yesus ketika Ia bergumul di taman

Getsemani.74

Rodrigues membayangkan apakah ketika Yesus bergumul, Ia

pun merasakan kebungkaman Tuhan? Apakah Dia pun bisa merasakan

ketakutan-Nya hingga membuat fisiknya gemetar?75

Seolah tidak sanggup

menenangkan suara-suara yang ada dalam kepalanya pada malam itu dan di

satu sisi ia menyadari bahwa kebungkaman Tuhan masih terus berlangsung,

perkataan Yesus di kayu salib tiba-tiba masuk dalam kesadarannya. “Eloi,

Eloi, lama sabachtani!”76

, Rodrigues berpikir bahwa pada saat itu Yesus

sendiripun merasakan ketakutan atas kebungkaman Tuhan, namun

69

“Tuhan, jangan menelantarkan aku lagi! Jangan menelantarkan aku dengan cara yang misterius ini. Layakkah

ini disebut doa? saat aku berbicara kepadaMu seperti aku hanya menghujat” Silence, 194. 70

Tuhan, Kasihani aku! 71

Lht. Matius 20:30. 72 Lht. Matius 15:22. 73 Lht. Markus 10:47. 74 Lht. Markus 14:32-42. 75 “.. Apakah Dia juga gemetar oleh rasa takut? pikiran itu muncul begitu saja di dalam dadanya.” Silence, 219. 76

“Allahku, Allahku, Mengapa Engkau meninggalkan aku?”

Page 25: Yesus Membungkam Diri: Kajian Kristologi Penderitaan

Rodrigues menyadari bahwa ungkapan itu lebih bermakna sebagai sebuah

doa.77

Selanjutnya, Endo membawa pembaca ke detik-detik dimana saat

Rodrigues akan melakukan tindakan yang paling menyakitkan baginya.

Dimulai dengan narasi bagaimana sang pastor yang memiliki kebiasaan

membayangkan wajah Yesus saat ia sedang sendirian, kemudian kebiasaan itu

terulang ketika ia ditangkap, Rodrigues kembali membayangkan wajah Yesus.

Namun kali ini yang muncul dengan jelas dalam benaknya bukan Yesus yang

penuh dengan kuasa tetapi wajah yang penuh dengan tatapan kesedihan.

Wajah itu mengisyaratkan bahwa Ia selalu ada di dekat sang pastor dan ikut

menderita bersamaa-sama dengannya.78

Pada klimaks pergumulannya, Rodrigues diperhadapkan dengan

pilihan menginjak fumie79

dan membebaskan lima orang Kristen dari lubang

penyiksaan atau tidak menginjak dan membiarkan mereka mati dengan

perlahan. Sampai pada akhirnya ia mengambil keputusan untuk menginjak

walau sungguh perih baginya, pada saat itulah Tuhan berbicara kepadanya.

Dalam bagian ini, kebungkaman Yesus pecah tepat ketika Rodrigues berusaha

melepaskan pandangannya terhadap figur Yesus yang penuh kuasa dan

menyadari bahwa Yesus turut menderita bersamanya.80

Penulis melihat pada

bagian ini konsep Endo akan kebungkaman Tuhan semakin jelas, yakni

manusia hanyaa bisa mendengar Yesus ketika manusia bisa menyingkirkan

prasangka dan ekspektasi tentang bagaimana Ia harus terdengar dan apa yang

harus Ia katakan kepada kita. Ia sudah selalu ikut menderita bersama-sama

dengan manusia, salib adalah buktinya. Dia mengambil alih salib yang

seharusnya menjadi tanggungan manusia, namun karena Dia tahu segala

kelemahan manusia dan Ia tidak tinggal diam. Belas kasihan atas kelemahan

manusia itu ditegaskan Endo ketika suara-Nya diperdengarkan pada Rodrigues

77

Silence, 220. 78

“..Kemudian wajah itu seperti berbicara kepadanya… saat kau menderita, aku ikut menderita bersamamu.

Aku akan selalu dekat denganmu, sampai pada akhirnya” Silence, 254. 79 Merupakan gambar Yesus yang oleh para petinggi keagamaan pada masa pemerintahan Shogun Tokugawa di

Jepang, diharuskan untuk diinjak oleh orang-orang yang dicurigai sebagai orang Kristen, sebagai bukti bahwa

mereka bukanlah anggota dari agama yang dianggap terlarang pada waktu itu. 80

Douglass Hall, “Rethinking Christ: Theoloigical Reflections on Shusaku Endo‟s Silence”, Interpretation a

Journal of Bible and Theology (1979): 266, diakses November 6, 2019, BookSC.

Page 26: Yesus Membungkam Diri: Kajian Kristologi Penderitaan

“Injaklah! Injak! Aku lahir ke dunia memang untuk diinjak-injak manusia.

Untuk menanggung penderitaan manusialah aku memanggul salib-Ku”81

3.4.2. Kebungkaman Yesus dalam Pergumulan Ferreira

Ferreira merupakan sang tokoh yang menjadi alasan utama Rodrigues

untuk pergi ke Jepang. Mereka memutuskan mencari tahu kebenaran kabar

akan guru mereka yang mengingkari kepercayaannya pada Yesus. Kabar itu

benar, Ferreira merupakan misionaris pertama yang akhirnya mengingkari

imannya.82

Ketika pada akhirnya Rodrigues dipertemukan dengan Ferreira,

ia melihat Ferreira telah sepenuhnya menjadi orang yang tidak lagi ia kenali,

Ferreira berpenampilan bak orang Jepang yang tinggal di kuil. Sedikitpun

tidak ada rasa benci di hati Rodrigues saat bertemu Ferreira, melainkan rasa

iba yang memenuhi hatinya. Ferreira menangkap arti dari pandangan

Rodrigues dan mengatakan bahwa ia jauh lebih mengenal Jepang dengan

baik dibanding Rodrigues, sehingga tidak seharusnya Rodrigues menatapnya

dengan pandangan seperti itu.83

Setelah Rodrigues bertemu Ferreira dan mendengar semua

penjelasannya, Rodrigues menjadi bimbang. Setelah mendengar semuanya,

ada pemakluman yang ingin sekali ia akui, namun dikalahkan oleh egonya

yang masih ingin untuk tetap menghidupkan agama Kristen di Jepang.

Namun Rodrigues juga membayangkan bahwa di satu sisi Ferreira telah

lebih dulu melewati penderitaan dan kesendirannya ketika menghadapi

siksaan pemerintah Jepang.84

Sisi lain Ferreira dimunculkan oleh Endo ketika ia diijinkan untuk

menemani Rodrigues ketika menghadapi pergumulan untuk menyangkal

imannya demi menyelamatkan nyawa orang lain. Kata Ferreira kepada

Rodrigues “Tetapi aku juga sama seperti kau, aku juga merasakan apa yang

kau rasakan selama ini. Tapi apakah tindakanmu itu bisa dianggap tindakan

81 Silence, 269. 82

“Pukulan hebat itu pun terjadilah. Ferreira, memberi tanda menyerah setelah enam jam mengalami penyiksaan

dalam lubang” Silence, 15. 83

Bdk dialog Ferreira dengan Rodrigues “Selama dua puluh tahun aku bekerja keras di negeri ini. Aku

mengenalnya jauh lebih baik daripada kau” Silence, 233. 84

“Kesepian itu jauh lebih dingin, jauh lebih mengerikan daripada yang telah dialami sang pastor dalam

penjarannya.” Silence, 242.

Page 27: Yesus Membungkam Diri: Kajian Kristologi Penderitaan

kasih? Andai Kristus ada di sini, Kristus tanpa ragu akan menyangkal

imannya bagi mereka”85

Penulis melihat bahwa Ferreira sesungguhnya telah jauh lebih dulu

mengalami hal yang memedihkan sama seperti yang dialami Rodrigues. Ia

juga merasakan bahwa Tuhan tetap bungkam ketika ia berhadapan dengan

pergumulannya. Bagi Ferreira, Jepang merupakan rawa-rawa yang tak

berdasar, tunas muda yang ditanam tidak akan menghasilkan apa-apa selain

hanya akan layu dan mati. Kristianitas di Jepang bisa diibaratkan sebagai

tunas muda itu.86

Sampai detik ini, bahkan setelah Ferreira menyangkal

imannya Tuhan tetap bungkam dan seperti tidak melakukan sesuatu baginya

juga bagi orang-orang Kristen yang telah mati demi mempertahankan

imannya.

3.4.3. Pergumulan Kichijiro: Yesus Tidak Peduli

Kichijiro; tokoh yang dimunculkan Endo sebagai seseorang yang

sangat licik juga pengecut. Kichijiro hadir seperti anomali di tengah-tengah

anggapan para misionaris bahwa Jepang adalah negeri yang orang-orangnya

sama sekali tidak takut mati.87

Sejak awal Rodrigues bertemu dengan

Kichijiro, Rodrigues menyadari bahwa memang Tuhan sengaja

mempertemukan ia dengan pengecut lemah seperti Kichijiro.88

Kichijiro digambarkan sebagai seorang pengecut karena sepanjang

cerita dalam novel ini entah berapa kali ia telah menyangkal Yesus karena

takut akan bayangan penyiksaan. Namun berapa kali pun Kichijiro

menyangkal Yesus, ia tetap kembali memohon pengampunan kepada

Rodrigues. Sampai ketika ia kembali untuk kesekian kalinya kepada

Rodrigues untuk meminta pengampunan, ia berteriak dengan keras ke arah

Rodrigues “Saya berhak memohon pengampunan! Bapa pikir saya

menginjak gambar itu dengan rela? Kaki saya pedih waktu menginjak-

85

Silence, 266-267. 86

Silence, 241. 87

Silence, 49. 88

Bdk monolog “aku telah memercayakan masa depanku pada orang seperti Kichijiro, mau tak mau aku jadi

tertawa..” Silence, 50.

Page 28: Yesus Membungkam Diri: Kajian Kristologi Penderitaan

injaknya. Tuhan ingin saya berlaku seperti orang yang tegar, padahal Dia

menciptakan saya sebagai orang lemah. Bukankah itu tidak masuk akal?”89

Kichijiro tahu bahwa dirinya lemah dan juga menyadari bahwa ia juga

seorang pengecut, ada perasaan bersalah yang muncul setiap kali ia

menyangkal imannya dan pergi entah kemana meninggalkan Rodrigues.

Setiap kali ia ingin mengambil tindakan keberanian untuk melawan

penguasa dan menolak untuk menginjak fumie, ia tidak sanggup untuk

melawan ketakutannya sendiri. “Bapa ampuni saya! Saya bukan orang kuat

seperti Mokichi dan Ichizo”90

Demikian Kichijiro menyebut kedua nama

temannya yang telah mati disiksa karena mempertahankan imannya.

Rodrigues lalu menyadari tidak semua orang diciptakan sebagai orang yang

kuat dan kalau saja bukan karena kesadaran dan harga dirinya sebagai

seorang pastor, barangkali ia juga akan melakukan hal yang sama seperti

yang Kichijiro lakukan.91

Penulis melihat ada kekecewaan Kichijiro terhadap dirinya sendiri

ketika ia membandingkan dirinya dengan orang Kristen lainnya yang lebih

berani untuk mengambil resiko sekalipun itu kematian. Terdapat perasaan

seolah Tuhan tidak peduli kepada manusia lemah seperti dirinya yang rentan

terhadap rasa takut saat membayangkan siksaan yang akan ia terima jika

mengakui dirinya orang Kristen. Di sini, Endo memperlihatkan bentuk

kebungkaman Tuhan yang lain, yang membiarkan Kichijiro disiksa perasaan

bersalahnya. Padahal, kalau saja Kichijiro bisa meminta, ia tidak ingin

dilahirkan dan menjalani hidup sebagai seseorang dengan mental pengecut.

Kichijiro terlihat seperti gambaran kemanusiaan, dengan segala

kelemahannya, tetapi Tuhan tidak berdiam diri. Buktinya berapa kalipun ia

datang meminta pengampunan, pengampunan itu selalu diberikan kepada

Kichijiro.

3.5. Kesimpulan

Novel Silence menggambarkan bagaimana figur Yesus yang bungkam dalam

melihat penderitaan manusia, khususnya penderitaan yang dialami oleh orang-orang

89 Silence, 185. 90

Silence, 134. 91

Silence, 133-134.

Page 29: Yesus Membungkam Diri: Kajian Kristologi Penderitaan

Kristen di Jepang karena berusaha mempertahankan iman mereka. Melalui

pergumulan yang dialami oleh ketiga tokoh utama yakni Rodrigues, Ferreira, dan

Kichijiro, Endo menampilkan kebungkaman Yesus yang tidak berarti Ia berdiam diri.

Namun dalam kebungkaman-Nya, Ia telah dan selalu ikut menderita bersama-sama

dengan mereka. Figur Yesus yang ditampilkan bukan sebagai Allah yang penuh

kuasa sehingga dengan kekuasaan-Nya dapat membuat penderitaan sirna seketika,

namun Ia ditampilkan melalui sisi kemanusiaan-Nya yang turut merasakan dan

menanggung penderitaan yang mereka alami.

4. Tinjauan Kristologi Penderitaan terhadap Figur Yesus dalam Silence

Setelah mendeskripsikan bagamana figur Yesus dalam novel Silence pada bagian tiga,

maka pada bagian empat penulis akan melakukan tinjauan kristologi terhadap figur

tersebut. Tinjauan ini dimaksudkan untuk mempertemukan figur Yesus dalam Kristologi

Penderitaan dan figur Yesus dalam novel Silence.

4.1. Kristologi Umum dan Kristologi Penderitaan

Kristologi merupakan ilmu pengetahuan tentang Kristus. Kristologi hadir

karena adanya pergumulan untuk terus mengenal dan memahami siapa Yesus

Kristus. Oleh sebab itu, Kristologi bisa dilihat sebagai sebuah proses untuk meneliti,

menafsirkan, menyelidiki dan membangun perenungan yang mendekati kehidupan

Yesus sesuai dengan pengalaman indrawi, iman serta akal budi yang dilakukan oleh

para penafsir untuk memperoleh gambaran tentang Yesus yang kurang lebih bersifat

utuh. Sementara, Kristologi Penderitaan merupakan proses menikirkan, memahami,

dan menafsirkan Allah dalam Yesus Kristus dari pengalaman salib Yesus dan

penderitaan yang dirasakan oleh manusia. Dari pengertian tersebut lahirlah

pemahaman dari kacamata penderitaan mengenai figur Yesus.

Kazoh Kitamori menyatakan pada salib kasih Allah terungkap dengan makna

penderitaan salib juga merupakan penderitaan Allah. Hal ini berarti Allah turut

merasakan penderitaan manusia sehingga Ia menyerahkan diri-Nya pada rasa sakit

yang harus Ia tanggung melalui salib. Eka Darmaputera menyatakan ketika Yesus

berjuang melawan penderitaan, Ia menerjukan dirinya ke dasar penderitaan itu

sendiri dalam peristiwa salib. Ini dikarenakan wujud manusia yang selaras ada dalam

Yesus Kristus. Koyama melihat Yesus sebagai figur yang mendatangi kawasan

pinggiran dan memiliki akses langsung degan mereka yang menderita. Koyama

Page 30: Yesus Membungkam Diri: Kajian Kristologi Penderitaan

menyebutnya sebagai jalan salib yang tidak memiliki gagang. Ketiadaan gagang

melambangkan kesungguhan Yesus untuk menanggung semua penderitaan dunia.

4.2. Kajian Kristologi Penderitaan: Yesus dalam Novel Silence Karya Shusaku

Endo

4.2.1. Yesus Turut Merasakan Penderitaan Rodrigues

Pergumulan demi pergumulan yang diperhadapkan pada Rodrigues

membuat ia berulangkali mempertanyakan mengapa penderitaan ini harus

dirasakan oleh orang-orang yang menaruh harapnya pada Yesus. Sementara

satu persatu orang Kristen dibunuh di depan matanya sendiri, Tuhan tetap

diam dan tidak melakukan apapun. Sampai pada puncak pergumulannya,

saat Rodrigues akan menginjak fumie, saat itu juga suara Yesus barulah bisa

ia dengarkan.

Allah yang turut menderita bersama manusia dikatakan Kitamori

sebagai hakikat-Nya. Dalam konsepnya, Kitamori menegaskan bahwa Allah

turut menderita sebab kasih-Nya yang besar kepada manusia yang berdosa.92

Dengan demikian ketika Rodrigues masuk dalam pergumulannya, Yesus

juga turut merasakan penderitaan yang dialami oleh Rodrigues dan tidak

hanya sebatas muncul di puncak pergumulan Rodrigues. Hanya saja

ekspektasinya terhadap wujud kehadiran Yesus justru membuat Rodrigues

tidak dapat merasakan kehadiran Yesus dalam masa-masa beratnya. Ketika

Rodrigues telah melewati situasi sulit itu, Rodrigues bisa mengasihi Tuhan-

nya dengan cara yang berbeda. Ia menyadari bahwa Tuhan tidak bungkam,

namun andai pun Yesus memang bungkam selama ini, kehidupan Rodrigues

selama itu sudah cukup berbicara tentang Yesus.93

4.2.2. Yesus Memahami Keputusan Ferreira

Ferreira, tokoh misionaris pertama yang akhirnya harus menyerah pada

pemerintah Jepang dan memilih untuk menyangkal Yesus demi

menyelamatkan nyawa orang lain. Di sisi lain Ferreira juga menyadari

bahwa memang tidak bisa ia memaksakan keyakinannya akan Yesus kepada

92

Kitamori, Theology of Pain, 115. 93

Silence, 295.

Page 31: Yesus Membungkam Diri: Kajian Kristologi Penderitaan

orang-orang Jepang yang juga telah memiliki kepercayaannya sendiri.

Dengan pertimbangan-pertimbangan itulah, Ferreira akhirnya melepas

keyakinannya dan melanjutkan kehidupannya di Jepang. Tidak terlalu

banyak pergumulan Ferreira yang ditampilkan Endo dalam Silence, tetapi

sudah cukup terwakilkan dengan pergumulan Rodrigues.

Pada bagian dua, Eka Darmaputera melihat bahwa manusia memiliki

kemampuan untuk menyadari penderitaan bukan sebuah pengalaman asing

dari kehidupan. Tentu ada usaha untuk melawan pennderitaan tersebut,

namun terlebih dahulu manusia perlu belajar menerima.94

Kemampuan yang

sama terdapat juga pada Yesus sebagai wujud manusia sempurna. Ketika

Yesus berjuang melawan penderitaan, ia tidak saja sebatas menerima

penderitaan itu namun juga membuktikan jikalau Ia bersolidaritas penuh

dengan mereka yang menderita dan hal itu bisa dilihat melalui peristiwa

salib.

Penulis menarik konklusi jika Yesus datang dalam wujud manusia

sempurna, maka bukan hal yang aneh ketika Yesus bisa memahami

penderitaan yang dialami Ferreira dan juga memahami keputusannya untuk

mengingkari imannya akan Yesus. Sebab bukan atas keinginannya sendiri,

tetapi karena tuntutan keadaan. Ferreira sendiri meyakini bahwa Yesus

mampu memahami keputusannya itu saat ia mengatakan “Andai Kristus ada

di sini, Kristus tanpa ragu akan menyangkal keyakinanNya bagi mereka”95

4.2.3. Yesus Memaklumi Kichijiro

Kichijiro yang malang, penakut, dan pengecut. Ia selalu lari ketika

berhadapan dengan bayangan ketakutannya sendiri jika ketahuan kalau ia

adalah seorang Kristen. Kichijiro yang lemah, yang selalu menangisi dirinya

sendiri karena terlahir sebagai seseorang yang tidak diciptakan sekuat

pengikut-pengikut Kristus yang lain. Kichijiro yang menyedihkan,

berulangkali melakukan pengkhianatan, namun berulangkali pula mendapat

pengampunan. Bukankah Kichijiro gambaran sempurna atas kerapuhan dan

kelemahan manusia?

94

Yewangoe, Theologia Crucis di Asia, 296. 95 Silence, 267.

Page 32: Yesus Membungkam Diri: Kajian Kristologi Penderitaan

Kosuke Koyama melihat Yesus sebagai figur yang mendatangi orang-

orang pinggiran dan memiliki akses untuk terhubung langsung dengan

mereka yang lemah dan menderita. Koyama menyebutnya sebagai jalan

salib yang tidak memiliki gagang. Salib merupakan simbol yang tidak

nyaman untuk dibawa, apalagi jika salib itu tidak memiliki gagang.

Ketiadaan gagang pada salib menjadi simbol kesungguhan Yesus untuk

menanggung penderitaan bagi orang-orang lemah juga sebagai makna

keselamatan, pengampunan serta rekonsiliasi.96

Yesus bisa memaklumi Kichijiro karena Ia mengenal Kichijiro dan

mengetahui persis letak kelemahan Kichijiro. Kelemahan Kichijiro membuat

ia menderita karena penderitaan itu tak terelakkan. Sesuai refleks naluriah,

manusia selalu menghindari penderitaan.97

Kichijiro memiliki refleks

naluriah yang seperti itu. Pemakluman yang dimaksud penulis kepada sikap

Yesus kepada Kichijiro adalah: Yesus memahami Kichijiro sangat rapuh,

seberapa seringpun Kichijiro meninggalkan Yesus, namun saat ia datang

kembali pengampunan itu tetap ada. Persis seperti yang telah dilakukan

Rodrigues atas Kichijiro. Pemakluman tentu saja tidak bersifat

menyingkirkan tetapi merangkul yang terbuang.

4.3. Kesimpulan

Figur Yesus yang bungkam dalam novel Silence karya Shusaku Endo dengan

jelas digambarkan melalui pergumulan yang dialami oleh Rodrigues, Ferreira, dan

Kichijiro. Masing-masing menghadapi konteks masalah yang berbeda-beda tetapi

semua merasakan satu hal yang sama, yakni kebungkaman Tuhan. Kebungkaman ini

bukanlah suatu bentuk ketidakpedulian Allah akan penderitaan manusia, namun

justru sebagai bentuk cinta yang paling dalam sehingga Ia mau menanggung

penderitaan itu lewat karya penyaliban. Sejak Yesus memutuskan untuk datang

dalam wujud manusia, sejak itu pula Dia diidentikkan dengan kesunyian. Kelahiran-

Nya luput dari hingar bingar, Ia tidak lahir dalam perhatian publik. Dimulai dengan

keheningan inilah terdapat bukti akan inisiatif dan kasih Yesus untuk turut menderita

bersama-sama dengan manusia.

96

David Thang Moe, “The Crucified Mind: Kosuke Koyama‟s Misiology of „Theology of the Cross‟”,

Exchange Journal, Vol. 46 (Januari, 2017): 26. 97

Philip Yancey, The Question That Never Goes Away, (Brentwood: Creative Trust Literary, 2013), 80.

Page 33: Yesus Membungkam Diri: Kajian Kristologi Penderitaan

5. Kesimpulan dan Saran

5.1. Kesimpulan

Setelah seluruh pembahasan selesai maka penulis sampai pada kesimpulan

yakni berdasarkan novel Silence karya Shusaku Endo, figur Yesus yang bungkam

terlihat melalui pergumulan Rodrigues, Ferreira, dan Kichijiro, Dia tidak bungkam

apalagi berdiam diri melihat penderitaan yang terjadi di Jepang. Dia merupakan

Allah yang adil, yang tetap memberikan manusia kehendak bebas untuk memilih dan

memutuskan jalan mana yang akan diambil. Namun dalam pergumulan manusia

ketika harus memutuskan antara mana sesuatu yang benar atau salah, Ia tidak

meninggalkan. Yang membuat mereka merasa Yesus bungkam adalah pikiran

mereka sendiri tentang bagaimana seharusnya Yesus merespon pergumulan mereka.

Melalui kebungkaman Tuhan dalam novel Silence, penulis memahami bahwa

Allah memasuki sejarah manusia sebagai salah satu tokoh pemeran dengan tidak

datang dengan segala kemahakuasaannya, tetapi Ia datang dengan cara yang paling

bersahabat sekaligus rentan. Dia menjangkau orang-orang yang menderita dengan

belas kasihan serta pengampunan. Poin ini seharusnya menjadi kekuatan tersendiri

bagi orang-orang Kristen, sebab Yesus Kristus tidak hadir sebagai pribadi yang jauh

dan tidak tersentuh oleh apa yang kita alami di bumi namun ketika setiap orang

mengalami penderitaannya, mereka tidak mengalaminya seorang diri, sebab dalam

keheningan-Nya Allah bersama-sama turut menderita. Dia terlampau memahami dan

memaklumi kerapuhan manusia.

5.2. Saran

Gereja dan orang Kristen lebih lagi meneladan Yesus dalam hal menanggapi

mereka yang menderita, dipinggirkan dan ditelantarkan dalam kehidupan sosial.

Gereja sebagai lembaga dan perpanjangan tangan Allah ditutut untuk tidak berdiam

diri. Sebagaimana Yesus tidak berdiam diri ketika melihat penderitaan, gereja pun

perlu untuk melakukan tugas ini, agar kaum yang terpinggirkan, diasingkan juga

terbuang tidak perlu menyiksa diri dengan bertanya dimanakah Allah ketika

penderitaan terjadi. Mereka telah menemukan jawabannya, melalui orang-orang yang

mewujudkan misi Allah.

Page 34: Yesus Membungkam Diri: Kajian Kristologi Penderitaan

DAFTAR PUSTAKA

Boehlke, Robert R. Siapakah Yesus Sebenarnya. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2000.

Borg, Markus J. Kali Pertama Jumpa Yesus Kembali. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2003.

Brown, Raymond. An Introduction to New Testament Christology. Philadhelphia:

Westminister. 1998.

Coelho, Paulo. Brida. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2013.

Darmaputera, Eka. "An Indonesian Comment" . Asian Theological Reflections on Suffering

and Hope. 1977.

Dister, Nico S. Kristologi - sebuah sketsa. Yogyakarta: Kanisius. 1987.

Eckardt, Roy. Menggali Ulang Yesus Sejarah - Kristologi Masa Kini. Jakarta: BPK Gunung

Mulia. 1996.

Endo, Shusaku. Silence. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2017.

Groenen, C. Sejarah Dogma Kristologi. Yogyakarta: Kanisius. 1988.

Hall, Douglass. Rethinking Christ: Theological Reflections on Shusaku Endo's Silence.

Journal of Bible and Theology. 1979.

Jacobs, Tom. Siapa Yesus Kristus Menurut Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisius. 1982.

Jeremias, Joachim. New Testament Theology I. London: SCM Press. 1971.

Kitamori, Kazoh. Theology of the pain of God. Richmond, VA: John Knox Press. 1965.

Machen, J. Gresham. Christianity and Liberalism. Michigan: W.M.B Eerdmans Publishing

Company. 2001.

Melton, J. Gordon. Encyclopedia of Protestanism. New York: Facts On File. 2005.

Moe, David Thang. The Crucified Mind: Kosuke Koyama's Misiology of Theology of the

Cross. Exchange Journal. 2017.

Ruck, Anne. Sejarah Gereja Asia. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1997.

Page 35: Yesus Membungkam Diri: Kajian Kristologi Penderitaan

Setyawan, Yusak B. Kristologi - Perkenalan, Pendalaman dan Pergumulan. Salatiga:

Fakultas Teologi, UKSW. 2015

Song, Choan-Seng. The Compassionate God. New York: Orbis Books. 1982.

_______. The life of the World. East Asia Journal of Theology. 1983.

_______. Allah yang Turut Menderita. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1993.

Sugirtharajah, R.S. Wajah Yesus di Asia. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2011.

Tsutomu, Shoji. Sin and Suffering: Japan and the people of Asia. The Japan Christian

Quarterly. 1981.

Wessels, Anton. Memandang Yesus. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2010.

Yancey, Philip. The Question That Never Goes Away. Brentwood: Creative Trust Literary

Group. 2013.

Yewangoe, Andreas. Theologia Crucis di Asia. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2014.

Zed, Mestika. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2004.

Lainnya:

Alkitab.

Al-Qur‟An.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (versi daring).