9
Prosiding Seminar Nasional XI “Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi 2016 Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta 8 Zona Perlindungan Petir Pada Gedung E Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta Pasca Pembangunan Struktur Menara LIFT-FRAME Budi Utama Tenaga edukativ pada jurusan teknik elektro STTNAS Yogyakarta Tlp. Kantor : 0274 485390 Tlp. Rumah : 0274 886783 HP : 08 1313 9999 53 Email : [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi perlindungan petir yang ditimbulkan oleh terminasi udara (lightning rod) pada Gedung E STTNAS Yogyakarta pascapembangunan struktur menara lift frame. Atap gedung terbuat dari genting beton dengan versi semi-Joglo (tradisional Jawa). Peluang sambaran petir ke struktur menara lift-frame diteliti pada desain terminasi udara yang sebelumnya telah terpasang. Metoda penelitian dalam menginvestigasi peluang sambaran petir ke Gedung E diteliti secara seksama, dan metoda bola gelinding (Rolling Sphere Method) digunakan dan diterapkan ulang terhadap struktur gedung-E dan struktur menara lift-frame. Disajikan juga kondisi zona dan perisai perlndungan untuk amplitudo petir : 10 kA, 15 kA, 20 kA, 25 kA, 30 kA, dan 50 kA. Hasil penelitian dan investigasi menunjukan bahwa struktur gedung E dan struktur menara lift frame me- ngalami tingkat kegagalan desain perlindung sebesar 0.833 untuk besar amplitudo petir 10 kA, 15 kA, 20 kA, 25 kA, 30 kA. Kegagalan desain perlindungan sambaran petir ini dikarenakan tidak ada sistem proteksi petir tambahan pada korpus-miring pada atap Joglonya dan pada puncak menara lift- framenya. Kata Kunci : Perlindungan Petir, Struktur, Menara, Lift-Frame. 1. Pendahuluhan Menurut suatu analisis dari catatan meteorologi oleh Brookes yang dikutip oleh Schonland (1964) mengatakan bahwa dalam satu tahun bumi mengalami 16 000 000 di terpa petir, dengan nilai rata rata 44 000 sambaran da lam satu harinya, ini berarti setiap jamnya ada 1 800 sambar an yang sedang berlangsung di bagian bumi yang ber beda. Semua sambaran itu sekitar kira kira 100 denyaran (flash) petir terjadi disetiap detik. Daerah/kawasan yang banyak kepadatan petirnya adalah pulau Jawa (Schon land, 1964). Pemunculan “alur pita ke bawah(down ward streamer) dari sebuah petir selalu mencari “alur pita ke atas” yang dimunculkan oleh benda benda atau struk tur struktur yang berada dipermukaan tanah / bumi. Suatu bangunan akan mengalami perubahan struktur atap jika pada bentangan atap disisipkan sebuah struktur baru. Sistem proteksi petir (SPP), dalam hal ini terminasi udara atau lightning rod yang telah terpasang pada struktur atap akan mengakumulatifkan semua kemungkinan sambaran petir (yang bersesuaian dengan amplitudo arus petirnya), ketika terjadi kondisi udara yang tidak stabil dan kondisi semacam ini ditimbulkan oleh sebuah badai petir (thun derstorm) yang ditandai dengan kehadiran sebuah gugus an awan yang dikenal dengan nama awan cumolonimbus. Gedung-E Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakar ta merupakan sebuah gedung yang mengalami perubahan struktur partial pada bagian atap sisi utaranya. Perubahan ini merupakan bentuk infill yang ujung bagian atasnya menjorok ke atas dan bahkan menembus struktur atap yang sudah dibangun sebelumnya. Sementara itu, ke em pat terminasi udara (lightning rod) yang telah terpasang di atas korpus genteng mempunyai zona perlindungan un tuk gedung E terhadap beberapa kemungkinan sambaran petir. Zona perlindungan yang tercipta ini adalah zona perlindungan ketika gedung-E belum terisi oleh sebuah struktur menara lift frame pada sisi utaranya. Jadi dapat dikatakan bahwa untuk merubah bentuk kontur struktur atap perlu diketahui bentangan dari zona perlindungan yang tercipta oleh terminasi udara yang diinstalasikan di atas korpus genteng. Terminasi udara yang dipasangkan di gedung-E merupakan proteksi petir konvensional. Isti- lah konvensional disini mengandung arti bahwa sistem proteksi petir yang standard adalah bahwa yang sesuai de ngan standard teknis atau ketentuan ketentuan yang prak tis (Hartono, dan Robiah, 2004). Sistem proteksi petir (SPP) eksternal dibagi ke dalam dua jenis : Sistem Protek si petir standard atau konvensional, dan istem proteksi petir (SPP) yang tak-standard atau tak-konvensional. 1.1 Standardisasi Proteksi Petir Sebagaimana banyak produk listrik di pasar, sebuah sis tem proteksi petir wajib mematuhi standard teknis yang telah ditetapkan oleh

Zona Perlindungan Petir Pada Gedung E Sekolah Tinggi

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Zona Perlindungan Petir Pada Gedung E Sekolah Tinggi

Prosiding Seminar Nasional XI “Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi 2016Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta

8

Zona Perlindungan Petir Pada Gedung – E Sekolah TinggiTeknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta PascaPembangunan Struktur Menara LIFT-FRAME

Budi UtamaTenaga edukativ pada jurusan teknik elektro STTNAS Yogyakarta

Tlp. Kantor : 0274 485390 Tlp. Rumah : 0274 886783 HP : 08 1313 9999 53Email : [email protected]

AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi perlindungan petir yang ditimbulkan oleh terminasiudara (lightning rod) pada Gedung – E STTNAS Yogyakarta pascapembangunan struktur menara liftframe. Atap gedung terbuat dari genting beton dengan versi semi-Joglo (tradisional Jawa). Peluangsambaran petir ke struktur menara lift-frame diteliti pada desain terminasi udara yang sebelumnyatelah terpasang.Metoda penelitian dalam menginvestigasi peluang sambaran petir ke Gedung – E diteliti secaraseksama, dan metoda bola gelinding (Rolling Sphere Method) digunakan dan diterapkan ulangterhadap struktur gedung-E dan struktur menara lift-frame. Disajikan juga kondisi zona dan perisaiperlndungan untuk amplitudo petir : 10 kA, 15 kA, 20 kA, 25 kA, 30 kA, dan 50 kA.Hasil penelitian dan investigasi menunjukan bahwa struktur gedung – E dan struktur menara lift frameme- ngalami tingkat kegagalan desain perlindung sebesar 0.833 untuk besar amplitudo petir 10 kA, 15kA, 20 kA, 25 kA, 30 kA. Kegagalan desain perlindungan sambaran petir ini dikarenakan tidak adasistem proteksi petir tambahan pada korpus-miring pada atap Joglonya dan pada puncak menara lift-framenya.

Kata Kunci : Perlindungan Petir, Struktur, Menara, Lift-Frame.

1. PendahuluhanMenurut suatu analisis dari catatan meteorologioleh Brookes yang dikutip oleh Schonland (1964)mengatakan bahwa dalam satu tahun bumimengalami 16 000 000 di terpa petir, dengan nilairata rata 44 000 sambaran da lam satu harinya, iniberarti setiap jamnya ada 1 800 sambar an yangsedang berlangsung di bagian bumi yang ber beda.Semua sambaran itu sekitar kira kira 100 denyaran(flash) petir terjadi disetiap detik. Daerah/kawasanyang banyak kepadatan petirnya adalah pulauJawa (Schon land, 1964). Pemunculan “alur pitake bawah” (down ward streamer) dari sebuah petirselalu mencari “alur pita ke atas” yangdimunculkan oleh benda benda atau struk turstruktur yang berada dipermukaan tanah / bumi.Suatubangunan akan mengalami perubahan struktur atapjika pada bentangan atap disisipkan sebuahstruktur baru.Sistem proteksi petir (SPP), dalam hal initerminasi udara atau lightning rod yang telahterpasang pada struktur atap akanmengakumulatifkan semua kemungkinansambaran petir (yang bersesuaian denganamplitudo arus petirnya), ketika terjadi kondisiudara yang tidak stabil dan kondisi semacam iniditimbulkan oleh sebuah badai petir (thunderstorm) yang ditandai dengan kehadiran sebuahgugus an awan yang dikenal dengan nama awancumolonimbus. Gedung-E Sekolah TinggiTeknologi Nasional Yogyakar ta merupakansebuah gedung yang mengalami perubahan

struktur partial pada bagian atap sisi utaranya.Perubahan ini merupakan bentuk infill yang ujungbagian atasnya menjorok ke atas dan bahkanmenembus struktur atap yang sudah dibangunsebelumnya. Sementara itu, ke em pat terminasiudara (lightning rod) yang telah terpasang di ataskorpus genteng mempunyai zona perlindungan untuk gedung E terhadap beberapa kemungkinansambaran petir. Zona perlindungan yang terciptaini adalah zona perlindungan ketika gedung-Ebelum terisi oleh sebuah struktur menara lift framepada sisi utaranya. Jadi dapat dikatakan bahwauntuk merubah bentuk kontur struktur atap perludiketahui bentangan dari zona perlindungan yangtercipta oleh terminasi udara yang diinstalasikan diatas korpus genteng. Terminasi udara yangdipasangkan di gedung-E merupakan proteksi petirkonvensional. Isti-lah konvensional disini mengandung arti bahwasistem proteksi petir yang standard adalah bahwayang sesuai dengan standard teknis atau ketentuan ketentuanyang praktis (Hartono, dan Robiah, 2004). Sistem proteksipetir (SPP) eksternal dibagi ke dalam dua jenis :Sistem Protek si petir standard atau konvensional,dan istem proteksi petir (SPP) yang tak-standardatau tak-konvensional.

1.1 Standardisasi Proteksi PetirSebagaimana banyak produk listrik di pasar,sebuah sis tem proteksi petir wajib mematuhistandard teknis yang telah ditetapkan oleh

Page 2: Zona Perlindungan Petir Pada Gedung E Sekolah Tinggi

Prosiding Seminar Nasional XI “Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi 2016Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta

9

International Electrotechnical Com mission (IEC)ketika sistem tersebut telah memenuhi rekomendasi yang telah ditetapkan di dalam standard,dan ini dikenal sebagai sebuah sistem proteksipetir standard. Standar proteksi petir biasanyadikembangkan oleh sebu ah komite teknis yangterdiri dari kalangan akademisi, pakar dan praktisiindustri yang memiliki pengetahuan di lapangandan bertanggung jawab untuk memastikan bah wasistem proteksi petir secara ilmiah telah divalidasidan terbukti. Oleh karena itu dengan memenuhistandar, kon sumen (misalnya, pemilik properti)akan meyakinkan bahwa sistem proteksi petir akan memberikanperlindungan yang bermakna dan efektif terhadapbahaya petir. Beberapa standar proteksi petir yang ada pada beberapanegaradapat dikenali sebagai : (a). InternationalElectrotechni cal Commission (IEC) 61024(International) ; (b). British-Standard (BS) 6651(untuk Inggris Raya) ; (c). National FireProtection Association (NFPA) 780 (untukAmerika Serikat) ; (d). AS/NZL 1768 (untukAustralia dan New Zealand) ; (e). CP33 (untukSingapura) ; (f). MS-IEC 61024 (untuk Malaysia); dan (g). Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-7015-2004 (untuk Indonesia).

1.2 Standardisasi Sistem Proteksi PetirKomponen utama dari standard Sistem ProteksiPetir (SP P) adalah terminasi udara konvensional(Franklin rod) yang diciptakan oleh BenjaminFranklin sekitar tahun 1750. Setelah lebih dari 250tahun batang Franklin masih digunakan di seluruhdunia dan baru-baru ini telah secara ilmiahdivalidasi dalam dua studi besar yang dilakukanoleh American Geophysical Union, AGU, sebuahorgani sasi ilmiah bereputasi internasional, danantar kelompok pengguna proteksi petir yangmerupakan badan teknis yg mewakili pemerintahAmerika Serikat (Filpu Group, 20 01). Komponenlain dari Sistem Proteksi Petir adalah kon duktorturun (down conductor) dan terminal bumi. Fungsidari konduktor turun adalah untuk menyalurkansurja arus petir dari batang Franklin ke terminalbumi. Fungsi dari terminal bumi adalah untukmenghilangkan surja arus petir ke dalam tanahsecara efektif.

1.3 Sistem Proteksi Petir Non-StandardPada tahun 1970-an, dua jenis terminasi udaranon-kon vensional telah diciptakan kembali secarakomersial dan diperkenalkan di pasar dunia(Hartono, dan Robiah, 2004 ). Hanya satuterminasi udara non-konvensional biasanya dipasangkan secara terpusat di atap sebuahbangunan seperti bungalow atau blok apartemenbertingkat tinggi. Namun, untuk bangunan denganluas atap yang lebih besar, dua atau lebih terminasi

udara non-konvensional dapat diinstalasikan danbiasanya berjarak pada jarak ter tentu terpisah darisatu sama lain. Terminasi udara non-konvensionalini diklaim mampu mencegah petir dariketerjadiannya oleh karena itu terminasi udarajenis ini da pat melindungi bangunan yangdiproteksinya. Disisi lain, terminasi udara yangmenarik petir mampu menarik petir ke arahnyaagar supaya melindungi bangunan dimana terminasi udaranya telah terpasang. Padakenyataannya, penemu terminasi udara non-konvensional ini tidak per nah mampu untukmemberikan dasar ilmiah terhadap pe nemuanmereka. Tak satu pun dari "karya ilmiah" mere kadapat menjelaskan bahwa terminasi udara jenisnon-konvensional, selama 30 tahun terakhir initelah diverifi kasi atau terverifikasi secaraindependen oleh komuni tas ilmiah (Hartono, danRobiah, 2004). Pada awalnya, sistem “penarik”petir telah hadir dalam bentuk terminasi udarajenis/tipe radio aktif pada kisaran tahun 1970-an,dan kemudian sistem terminasi udara jenis inikembali hadir dalam bentuk Early Streamer Emmission (ESE) di akhir dekade tahun 1980-an.

1.4 Sistem Penarik PetirUntuk terminasi udara sistem penarik petir,penemuya mengklaim bahwa terminasi udara jenisini dapat mengha silkan beberapa “alur pita keatas” (upward streamers) le bih awal daripadaobjek objek alam lainnya yang ada di permukaanbumi (maka istilah “early streamer” dikenal kandiawal awal tahun 1990-an). Untuk menghasilkana lur pita ke atas (upward stremer) ini, parapenemunya menggunakan bahan radioaktif tapi inidigantikan dengan metode lain ketika penggunaanbahan radioaktif dilarang oleh pemerintah diseluruh dunia. Secara artifisial termi nasi udarajenis ini diklaim mampu membuat hubungan(contact) dengan lidah alur ke bawah (downwardleader) sebelum alur-pita (streamer) yang lainnyaterjadi secara a lami mampu melakukannya. Jadidengan mekanisme pe narikan (attracting)denyaran petir (lightning flash) ke (menuju)terminasi udara, sehingga petir tidak/bukan menuju kearah struktur gedung yang diproteksi.

1.4.1 Terminasi Udara RadioaktivBeberapa jenis terminasi udara radioaktivdikonstruksi se perti terminasi udara Franklinterkecuali untuk terminasi yang memiliki isotopradioaktiv yang ditambahkan pada terminasiudaranya. Isotop radioaktif diklaim mampumengionisasi terminasi udara yang dapatmembantu da lam peluncuran beberapa alur pita(streamer). Dalam me tode ini, para penemumengklaim bahwa terminasi udara radioaktif dapatmenarik petir hingga 100 m, sehingga memberikancakupan perlindungan pada jarak radial yangsama. Oleh karena itu, hanya diperlukan satu

Page 3: Zona Perlindungan Petir Pada Gedung E Sekolah Tinggi

Prosiding Seminar Nasional XI “Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi 2016Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta

10

terminasi udara jenis radioaktif yang dilokasikansecara terpusat (ditengah tengah) untukmelindungi struktur bangunan besar dibandingkandengan puluhan batang Franklin pd sistemproteksi petir (SPP) standard. Namun demikian,pernyataan tersebut dibantah pada tahun 1985ketika beberapa akademisi dari Australia danSingapura melaku kan penelitian terhadapbangunan yang telah diinstal de ngan proteksi petirradioaktif (Darveniza dkk., 1987). Da lam suatustudi yang telah dikerjakan oleh Darveniza (1987)di Singapura terungkap bahwa beberapa bangunanyang ditemukan telah disambar (bahkan rusak)oleh petir dalam zona radius perlindungan yangdiciptakan oleh ter minasi udara jenis radioaktiv.Pada saat yang sama, terminasi udara radioaktifjuga dite mukan menjadi berbahaya karena bahanradioaktif dapat hancur dalam cuaca dan dapatmasuk ke tubuh manusia melalui rantai makananatau melalui penghirup an debu radioaktif diudara. Akibatnya, penggunaan terminal udararadioaktif dilarang di seluruh dunia pada tahun1987. Namun demikian, jenis radioaktiv ini segeradigan tikan oleh sebuah terminasi udara generasipenarik petir yang baru, apa yang dikenal dengannama terminasi udara tipe Early StreamerEmission (ESE).

1.4.2 Terminasi Udara Early Streamer Emission(ESE)

Ketika terminasi udara radioaktif dilarangdiseluruh du nia produsen secara cepatmemperkenalkan terminasi uda ra baru yangmenggunakan cara-cara non-radioaktif un tukmeluncurkan alur pita (streamer). (Singkatanpopuler ESE hanya diperkenalkan beberapa tahunkemudian di awal tahun 1990-an). Terminal udaraESE memanfaat kan selungkup logam yangdirancang di sekitar proteksi petir biasa untukmenciptakan ionisasi yang dapat meng hasilkanalur pita buatan lebih awal dari yang alami. alurpita (stremer) memiliki panjang antara 50 sampai100 meter (yaitu 10 kali lebih panjang). Beberapastudi ilmiah independen telah menunjukkan bahwaterminasi udara ESE gagal menangkap petir dilaboratorium. Terminasi u dara ini juga gagaluntuk menangkap petir alami saat di u dilaboratorium penelitian dipuncak gunung di NewMexico, Amerika Serikat. Di Malaysia, studifotographi kami menunjukan bahawa terminasiudara ESE gagal un tuk memproteksi beberapabangunan dari sambaran oleh petir (Moore dkk.,2000).1.4.3 Sistem Eliminasi Petir

Ada dua jenis sistem eliminasi petir yaitupertama untuk dapat menghilangkan sambaranpetir sementara dan yang kedua mampu untuksecara drastis mengurangi besarnya arus petir.Berikut di bawah ini jenis/tipe dari beberapaeliminasi petir,

a. Dissipative Array System (DAS)Dissipative Array System merupakan salah

satu dari be berapa sistem proteksi petir danmampu untuk menghin dari sambaran petir kestruktur bangunan. DAS ini juga dikenal dengannama “charge transfer systems” (CTS) da lambeberapa tahun terakhir ini. Karena publikasiyang buruk pada terminologi DAS makapenemunya telah me ngenalkan konsep baru untukmenggambarakan penemu annya pada thn. 1999-an dan menamakannya sbg sistem transfer muatan(charge transfer system, CTS). Namun demikian,Pada tahun 2001, penemu telah diterapkan un tukstandar yang diusulkan untuk CTS dari IEEE,sebuah organisasi internasional yang dikenaldengan standard teknisnya dalam teknologi listrikdan elektronik. Namun demikian, karena tidakadanya teori ilmiah untuk pene muan, standaryang diusulkan telah terhenti namun ven dormasih terus menjual sistem di seluruh duniadengan klaim bahwa standar IEEE sedangdikembangkan (Harto no, dan Robiah, 2004).

b. Eliminator Petir SemikonduktorEliminator petir semikonduktor atau

Semiconductor Light ning Eliminator (SLE)ditemukan di Cina dan diklaim o leh penemunyauntuk dapat mengurangi arus petir sebesar 99%,sehingga membuatnya aman untuk instalasi padabangunan yang didalamnya terdapat sistem pirantielektronik yang sensitif. Di Malaysia, terminasiudara Semiconductor Lightning Eliminator, SLE,yang pertama dipa sang pada tahun 2001 disebuah pabrik petrokimia di pan tai timur. Padamusim panas Zhang dan Liu (2004) telahmelakukan percobaan (experiments) sambaranpetir yang dipicu (triggered) yang bertujuan untukmenguji dan membandingkan fungsi proteksipetir terminasi udara dari jenis konvensional danSemiconductor Lightning Eli minator (SLE) diGuangzhou, Cina Selatan, dan hasil per cobaan inimenunjukan bahwa telah terjadi keterikatan antaraterminasi udara dan “lidah alur ke bawah” (downward leader) dan ketika SLE tersambar petir,lewat de nyar (flashover) terjadi dengan segeradan arus peluahan nya (ke bumi) terukur sebesarlebih dari 6 kilo-Amper.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasizona perlin dungan yang terbentuk dari hasilperformans/kinerja ter minasi udara (lightningrod) dalam rangka memberikan perlindunganterhadap sambaran petir langsung, apakah zonaperlindungannya masih mencakup strukturbagunan yang telah ditambah dengan strukturmenara lift frame di sisi utara atap gedungnya, danapakah terminasi udara ma sih mampumemberikan locus busur perisai perlin dunganyang terpenuhi serta apakah masih mencakupruang per lindungan untuk struktur menara liftframe-nya, atau be lum mencakup sama sekali.

Page 4: Zona Perlindungan Petir Pada Gedung E Sekolah Tinggi

Prosiding Seminar Nasional XI “Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi 2016Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta

11

Sedangkan model yang di gunakan dalammengevaluasi ini yaitu dengan penerapan modelelektrogeometris melalui applikasi metoda bola gelinding (rolling sphare method).

2. MetodePenentuan zona dan busur perlindungan yangdimuncul kan oleh terminasi udara merupakanpemetaan ruang volu me dan luas permukaantanah yang terlndungi. Metoda yang digunakanuntuk memvisualisasikan bentuk ruang (space)dan kontur permukaan tanah ini adalah metodabola gelinding (Rolling Sphere Method). Metodaini meli batkan model elektrogeometris .

2.1 Modelling Bola gelindingModel bola gelinding (rolling sphere modelling)dibuat dengan menggunakan persamaan(Anderson, 1987 dan IEEE, 1993) melalui variabelds jarak sambaran dalam satuan meter dan Ipamplitudo sambaran petir dengan satuan kilo-Amper,

Sebagai jari jari bolanya. Jari jari bola inidisesuaikan de ngan amplitudo arus petir.Amplitudo arus petir yang dipi lih adalah 10 kA,15 kA, 20 kA, 25 kA, 30 kA dan 50 kA, masingmasing dgn tingkat keterjadiannya : 15 %, 15%,15.5 %, 15.5 %, 17.5 %, dan 16.5 %.

2.2 Modelling ElektrogeometrisModel ini memahami bahwa pengaruh

tarikan (attractive ) dari perangkan perlindunganmerupakan fungsi dari amplitudo arus sambaranpetir. Perlindungan dgn. jarak sejauh R meter dariujung lidah lompat (stepped leader) petir dapatmenarik alur petir dan kemudian dilewatkan ke tanah melalui konduktor turun (down conductor)dari sis tem proteksi petir (SPP) yang terpasang dibagian atap (atas) struktur bangunan. Modelelektrogeometris ini me ngasumsikan bahwaperangkat perlindungan dapat mence gat(intercept) semua sambaran petir yang tiba di atasa rea struktur yg dilindungi apabila perangkatperlindung an ini mampu menjaga hubungangeometris tertentu. Mo del ini digunakan untukmelengkapi dalam mengapplika sikan metoda bolagelinding.

2.3 Modelling Struktur Gedung-EModel struktur gedung-E dan struktur menara lift-frame tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya.Model ini dapat di gambarkan berikut,

2.4 Zona dan Perisai PerlindunganZona perlindungan yang tercipta oleh sebuahterminasi udara atau sebuah lightning roddibentuk oleh penggelindingan atau putaransebuah bola pada terminasi udara sebagaiporosnya dengan jari jai bola sebesar jaraksambaran petirnya.

Page 5: Zona Perlindungan Petir Pada Gedung E Sekolah Tinggi

Prosiding Seminar Nasional XI “Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi 2016Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta

12

2.5 Analisis Data2.5.1 Luasan Kolektif EqivalenGedung-ELuasan kolektif ekivalen sebuah bangunan gedungadalah area permukaan tanah yang dianggapsebagai bangunan gedung yang mempunyaifrequensi sambaran petir lang sung setiaptahuunnya. Data struktur Gedung-E dapat dilihatdan diperoleh dari gbr.1, dengan demikian luasankoleksi eqivalen (Ac) dapat dihitung,

2.5.2 Kerapatan Sambaran petir pada Gedung– EKerapatan sambaran petir suatu kawasanbergantung de ngan angka isokraunic level (IKL)dimana bangunan terse but berada. Untuk kotaYogyakarta diambil dalam kisaran angka IKL dari30 sampai dengan 40. Hubungan antara angka IKLdan kerapatan sambaran petir ke tanah untuk kotaYogyakarrta diberikan dalam gbr. 5.

2.5.3 Jarak sambaran dan Arus PetirSetiap sambaran petir membawa nilai amplitudoarus petir dan tingkat frequensi keterjadiaannya,sebagaimana ditun jukan tabel : 2 dan gbr. 6a dangbr. 6b di bawah,

Page 6: Zona Perlindungan Petir Pada Gedung E Sekolah Tinggi

Prosiding Seminar Nasional XI “Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi 2016Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta

13

2.5.4 Evaluasi Terminasi Udara pada Gedung-ESebagian pelaksanaan evaluasi terminasi udaradikerjakan dengan mengikuti Standard NasionalIndonesia, SNI-03-7015-2004, dan pada akhirnyamenampilkan visualisasi zona perlindungan petirdan busur/perisai perlindungan petir terhadapgedung E STTNAS Yogyakarta. Secarakeseluruhan dapat dilihat pada diagram alirberikut.

3. Hasil dan PembahasanHasil dari evaluasi terdiri dari hasil perhitungansambaran petir ke gedung-E STTNAS Yogyakartaterhadap prediksi untuk angka IKL 30 sampaidengan 40. Juga disajikan visualisasi zona danbusur atau perisai perlindungan yang dimunculkanoleh ke empat terminasi udara (berbentuk batangvertikal, konvensional) untuk nilai amplitudo yangbervariasi dari 10 kA, 15 kA, 20 kA, 25 kA, 30kA dan 50 kA. Masing masing mempunyai nilaifrequensi keterja diannya di bumi sebesar 15 %untuk 10 kA dan 15 kA, sedangkan untuk 20 kAsebesar 15.5 %, sama dengan amplitudo arus petir

untuk 25 kA. Untuk amplitudo petir 30 kA sampaidengan 50 kA dapat dilihat pada tabel : 2 di atas.

Gambar : 8 dan gambar : 9 adalah visualisasi zonadan bu sur perlindungan untuk arus sambaran petirsebesar 10 kA dan 15 kA. Untuk amplitudo arus 10kA dan 15 kA ting kat keterjadiannya muncul dibumi masing masing sama, yaitu sebesar 15 %.Tampak pada gbr. 8 dan 9, ujung u jung atapterletak diluar zona perlindungan yang mengindikasikan struktur atap tersebut sewaktu waktudapat ter sambar oleh petir. Demikian juga yangterjadi terhadap struktur menara lift-frame setiapsaat dapat tersambar lang sung oleh petir.

Page 7: Zona Perlindungan Petir Pada Gedung E Sekolah Tinggi

Prosiding Seminar Nasional XI “Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi 2016Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta

14

Ketinggian struktur menara lift-frame me lebihiujung atap gedung–E STTNAS Yogyakarta.

20 kA = 70.09 mtr.

37.80

123

45

5.00

13.20

9.80

37.80

123

45

5.00

13.20

9.80

Gambar : 10Perisai dan zona perlindungan amplitudo petir 20 kA (15.5 %)yang ditimbulkan oleh empat terminasi udara (lightning rod)

Gambar : 10, Amplitudo petir sebesar 20 kA dapatmenim bulkan titik perlindungan yang terbuka (adacelah) pada struktur menara lift frame sehinggadititik tersebut berpo tensi untuk tersambar petirdengan amplitudo 20 kA.

37.80

123

45

5.00

13.20

9.80

37.80

123

45

5.00

13.20

9.80

Gambar : 11Perisai dan zona perlindungan amplitudo petir 25 kA (15.5 %)yang ditimbulkan oleh empat terminasi udara (lightning rod)

25 kA = 81.033 m

Pada Gambar : 11, kondisi puncak menara lift-frame masih dalam berpotensi tersambar petirdengan amplitudo petir 25 kA. Gambar : 8, 9, 10,dan gambar : 11 terlihat menara lift frame masihdalam berstatus dan berpotensi disambar petirmasing masing dengan amplitudo petir sebesar : 10kA, 15 kA, 20 kA, dan 25 kA. Sementara itu,ujung atap dan korpus genting yang berposisimiring juga mengalami kondisi yang sama yaituberpotensi untuk tersambar pe tir dgn. amplitudoyang disebutkan di atas. Untuk sambaran petir 30kA dan 50 kA ujung ujung atap dan puncakmenara lift frame menunjukan kecendrungan

semakin aman dan terlindungi oleh sambaran petiryg. lebih besar, yaitu di atas 40 kA dan seterusnya.

Pada gambar 13a, perisai atau busur perlindunganyang terbentuk adalah (ABCDEFG) untukamplitudo petir 50 kA dengan frequensiketerjadiannya 16 %, terbentang berjarak 127.154meter dari masing masing titik puncak terminasiudaranya. Setiap lidah petir yang menyentuh busurBC maka lidah petirnya akan ditangkap olehterminasi udara (lightning rod) nomor 1 (palingkanan) dan apabila lidah petirnya menyentuh garisperisai AB atau garis perisai FG maka lidahpetirnya akan diarahkan ke permukaan tanah.Kalau lidah petirnya menyentuh titih C maka lidahpetirnya akan diarahkan keterminasi No. 1 atauno. 2. Demikian juga terjadi pada busur EF danFG.

Page 8: Zona Perlindungan Petir Pada Gedung E Sekolah Tinggi

Prosiding Seminar Nasional XI “Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi 2016Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta

15

Tabel : 4Hasil Investigasi Sistem Proteksi Petir Eksternal Gedung – E STTNAS

Catatan : Luasan Kolektif eqivalen Struktur Gedung E = 6 186 m2

Bersambung ke halaman berikutnya

Karena angka isokraunick level (IKL) kotaYogyakarta dan sekitarnya diambil denganmargin/kisaran antara : 30 dan 40 (sebagaaimanaditunjukan tabel 3) maka jumlah kepadatansambaran petirnya akan berkisar mulai dari 2.8 perkm2 per tahun sampai dengan 4.024 per km2 pertahun. Untuk seluruh nilai IKL yang terpapar dikawasan Yogyakarta dan sekitarnya kemungkinanakan tersambar petir sebanyak 1 kali dalamperiode waktu 40 tahun s.d. 50 tahun.Pada tabel 4 terlihat bahwa luasan kawasanpermukaan di lindungi oleh ke empat terminasiudara dapat mencakup luasan kolektif eqivalenstruktur yang sebesar 6 186 m2 de ngan betukseperti ditunjukan dalam gbr. 14.

Lima item (nomor 1 sd 5) dari enam item (nomor6) pada tabel 4 mengalami kegagalan perlindungandengan reko mendasi pada kolom keterangannya,dan hanya pada item nomor 6 terminasi udaraberhasil sukses melindungi struk tur bangunangedung E dan struktur menara lift-frame-nya.Artinya sistem proteksi yang telah terpasang (dgn4 terminasi udara) mempunyai kegagalan sebesar ;(1 (1/6)) = 0.833 (83.3 %) untuk amplitudo petir10 kA, 15 kA, 20 kA, 25 kA, dan 30 kA. Aspekdesainer hanya berhasil pada tingkat probabilitassebesar 0.1667 17 %.

4. Kesimpulan dan Saran4.1 KesimpulanSetelah menganalisis setiap sambaran petir melaluimeto da bola gelinding (rolling sphere method)terhadap ge dung “E” - STTNAS Yogyakartadapat disimpulkan be berapa hal berikut,

Page 9: Zona Perlindungan Petir Pada Gedung E Sekolah Tinggi

Prosiding Seminar Nasional XI “Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi 2016Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta

16

1. Bagian atap pada kontur ‘korpus-miring’ danbagian ujung atap terkena sambaran petirlangsung sedangkan korpus datarnya (lokasikeempat terminasi udara) tidak terkena sambaranpetir (lightning stroke).2. Amplitudo petir yang memukul struktur padanomor 1 di atas berturut turut adalah : 10 kA (15%), 15 kA (15 %), 20 kA (20 %), dan amplitudo25 kA (15.5 %).3. Sedangkan amplitudo petir : 10 kA, 15 kA, 20kA, 25 kA, dan 30 kA dapat menyambar langsungke struktur menara lift-frame.

4.2 Saran1. Perlu menambahkan proteksi petir berupakawat tembaga disepanjang ‘korpus-miring’ darikontur atap & terminasi udara tambahan masingmasing di keempat ujung ujung atap bagunangedung E.2. Paling tidak pada puncak struktur menara

lift-frame ditambahkan satu terminasi udara yangdiikuti konduktor turun (down-conductor) menujuterminal grounding.

Ucapan Terima KasihUcapan terima kasih ditujukan kepada :

1. Bapak Ketua Sekolah Tinggi TeknologiNasional Yogyakarta.

2. Kepala P3M Sekolah Tinggi TeknologiNasional Yogyakarta, dan

3. Semua pihak yang telah membantuproyek penelitian ini yang tidak dapatdisebutkan satu persatu, tampa bantuanpihak pihak tersebut di atas hasilpenelitian ini tidak akan terwujud samasekali.

Daftar PustakaAnderson, JG., 1987, “Chapter 1 of Transmission

Line Reference Boo 345 kV and above”,2nd Ed. Rev. Palo Alto, California : ElectricPower Research Institute, 1987.

Darveniza, M., Mackerras, D., & Liew, AC., 1987,“Standard and Non-standard LightningProtection Methods”, Journal of Electricaland Electronics Engineering, Australia,1987. Filpu Group,. 2001., “The Basis ofConventional Lightning ProtectionTechnology”, A review of the scientificdevelopment of conventional lightningprotecti on technologies and standards.,Report of the Federal Interagency LightningProtection User Group June 2001.

Hartono, ZA., Robiah, I., 2004., “Conventional andUnconventional Lightning Air Terminals” :An Overview, Forum on LightningProtection, Januari 2004. IEEE WorkingGroup, 1993., “Estimating Lightningperformance of Transmission Line II(Update to analytic Models)”, IEEE

Transactions on Power Delivery, vol. 8, No.3, pp. 154 – 1267, July, 1993.

Moore, G.D. Aulich, and Rison, 2000.Measurements of Lightning Rod Responsesto Nearby Strikes”, Geophysical ResearchLetters, Vol. 27, No. 10, pp.1487- 1490 May15, 2000 Schonland, SB., 1964, “The Flightof Thunderbolts”, 2nd. Edn., 1964, halaman: 65 – 66, Clarendon Press., Oxford.

Zhang, Y., and Liu, X., 2003. , “Experiment ofartificially triggered lightning to lightning rodand semiconductor lightning eliminator”,International Conference on AtmosphericElectricit (ICAE) France, Juni 2003.