BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 6
ANALISIS ATAS KONDISI KEUANGAN PEMERINTAH
BERDASARKAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT
Tahun Anggaran 2010
I. PENDAHULUAN
Berdasarkan Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang (UU) Nomor
17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan UU Nomor 47 Tahun 2009 tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2010, sebagaimana telah
diubah dengan UU Nomor 2 Tahun 2010, Pemerintah menyusun laporan
pertanggungjawaban atas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) Tahun Anggaran (TA) 2010 dalam bentuk laporan keuangan. Laporan keuangan
tersebut terdiri dari Laporan Realisasi APBN, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas
Laporan Keuangan serta dilampiri Ikhtisar Laporan Keuangan Perusahaan Negara,
Ikhtisar Laporan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU) dan Badan Lainnya.
Laporan Realisasi APBN menggambarkan perbandingan antara APBN TA 2010
dengan realisasinya, yang mencakup unsur-unsur pendapatan, belanja, dan pembiayaan
selama periode 1 Januari 2010 - 31 Desember 2010.
Neraca adalah laporan yang menggambarkan posisi keuangan Pemerintah Pusat
mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal 31 Desember 2010.
Laporan Arus Kas adalah laporan yang menyajikan informasi mengenai sumber,
penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama TA 2010 serta saldo kas dan setara
kas pada tanggal 31 Desember 2010.
Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) menguraikan kebijakan makro, kebijakan
fiskal, metodologi penyusunan LKPP, dan kebijakan akuntansi yang diterapkan. Selain itu,
dalam CaLK dikemukakan penjelasan pos-pos laporan keuangan dalam rangka
pengungkapan yang memadai. Dalam CaLK ini diungkapkan pula kejadian penting
setelah tanggal pelaporan keuangan serta beberapa informasi tambahan yang
diperlukan.
Sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), dalam penyajian Laporan
Realisasi APBN, pendapatan, belanja, dan pembiayaan diakui berdasarkan basis kas,
yaitu pada saat kas diterima atau dikeluarkan oleh dan dari Kas Umum Negara (KUN).
Dalam penyajian Neraca, aset, kewajiban, dan ekuitas dana diakui berdasarkan basis
akrual, yaitu pada saat diperolehnya hak atas aset dan timbulnya kewajiban tanpa
memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dikeluarkan oleh dan dari KUN.
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 7
II. ANALISIS
2.1. Gambaran Umum LKPP 2010
2.1.1 Laporan Realisasi Anggaran
Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah pada TA 2010 adalah sebesar Rp995,27
triliun atau 100,29 persen dari APBN-P. Sementara itu realisasi Belanja Negara
pada TA 2010 adalah sebesar Rp1.042,12 triliun atau 92,54 persen dari APBN-P.
Jumlah realisasi Belanja Negara tersebut terdiri dari realisasi Belanja Pemerintah
Pusat sebesar Rp697,41 triliun atau 89,24 persen dari APBN-P, dan realisasi
Transfer ke Daerah sebesar Rp344,73 triliun atau 100,03 persen dari APBN-P.
Selain itu, pada TA 2010 terdapat Suspen Belanja sebesar minus Rp17,41 miliar.
Realisasi Defisit Anggaran TA 2010 adalah sebesar Rp46,85 triliun atau 35,03
persen dari APBN-P. Realisasi
Pembiayaan Neto TA 2010 adalah sebesar Rp91,55 triliun atau 68,45 persen dari
APBN-P, sehingga terjadi Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) sebesar Rp44,71
triliun.
Ringkasan Laporan Realisasi APBN TA 2010 dan 2009 dapat disajikan sebagai
berikut (Rp triliun):
2.1.2. Neraca
Jumlah Aset per 31 Desember 2010 adalah sebesar Rp2.423,69 triliun yang terdiri
dari Aset Lancar sebesar Rp254,78 triliun; Investasi Jangka Panjang sebesar
Rp706,41 triliun; Aset Tetap sebesar Rp1.184,30 triliun; dan Aset Lainnya sebesar
Rp278,20 triliun.
Jumlah Kewajiban per 31 Desember 2010 adalah sebesar Rp1.796,08 triliun yang
terdiri dari Kewajiban Jangka Pendek sebesar Rp201,34 triliun dan Kewajiban Jangka
Panjang sebesar Rp1.594,74 triliun.
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 8
Sementara itu, jumlah Ekuitas Dana Neto per 31 Desember 2010 adalah sebesar
Rp627,61 triliun yang terdiri dari Ekuitas Dana Lancar sebesar Rp83,46 triliun dan
Ekuitas Dana Investasi sebesar Rp544,15 triliun.
Ringkasan Neraca per 31 Desember 2010 dan 31 Desember 2009 dapat disajikan
sebagai berikut (Rp triliun):
2.1.3. Laporan Arus Kas
Selama TA 2010 terjadi kenaikan kas dari aktivitas operasi sebesar Rp33,20 triliun,
penurunan kas dari aktivitas investasi aset non keuangan sebesar Rp80,04 triliun,
kenaikan kas dari aktivitas pembiayaan sebesar Rp91,55 triliun, kenaikan kas dari
aktivitas non anggaran sebesar Rp2,93 triliun, dan penyesuaian pembukuan sebesar
minus Rp1,18 triliun. Dengan demikian, saldo Kas BUN & KPPN, dan Kas BLU per 31
Desember 2010 adalah Rp96,16 triliun.
Selain kas di atas, terdapat Kas di Rekening Khusus sebesar Rp2,82 triliun, Rekening
Pemerintah Lainnya sebesar Rp8,54 triliun, Kas di Bendahara Pengeluaran sebesar
Rp0,52 triliun, Kas di Bendahara Penerimaan sebesar Rp0,63 triliun, Kas Lainnya dan
Setara Kas sebesar Rp8,60 triliun, dan Kas pada BLU yang Belum Disahkan sebesar
Rp0,053 triliun, sehingga saldo akhir Kas dan Bank Pemerintah Pusat sebesar
Rp117,31 triliun.
Ringkasan Laporan Arus Kas TA 2010 dan TA 2009 dapat disajikan sebagai berikut
(Rp triliun):
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 9
2.2. Analisis LKPP 2010
Analisis laporan keuangan suatu entitas diperlukan untuk mengetahui
kekuatan dan kelemahan yang terkandung dalam laporan keuangan . Dengan
melakukan analisis diharapkan dapat diketahuai kontribsui serta komposisi masing-
masing account terhadap kualitas laporan keuangan. Adapun teknik yang sering
digunakan yaitu : (1) Comparative Financial Statement Analysis (2) Common Size
Financial Statement Analysis (3)Ratios Analysis (4) Cash Flow Analysis 1.
2.2.1. Comparative Financial Statement Analysis
Teknik analisis ini dilakukan dengan cara mereview neraca, laporan realisasi
anggaran dan laporan arus kas dari periode satu ke periode berikutnya. Dengan
membandingkan antar periode akan diketahui pe-rubahan pada setiap rekening dan
akan diketahui trend/kecendrungan yang terjadi apakah terjadi kecendrungan
menurun atau meningkat. Untuk analisis perbandingan, LKPP tahun 2010 akan
dibandingkan dengan LKPP tahun 2009. Analisis perbandingan secara umum dapat
dijelaskan sbb :
Laporan Realisasi Anggaran :
Pendapatan negara dan hibah tahun 2010 adalah sebesar Rp995,27 triliun
mengalami peningkatan sebesar 147 triliun dari tahun 2009 yang sebesar Rp848,76
Triliun. Peningkatan terbesar disumbangkan dari penerimaan pajak khususnya
pajak dalam negeri yaitu sebesar 93,14 Triliun, pajak perdagangan internasional naik
10,3 Triliun. Penerimaan negara bukan pajak naik sebesar 41,77 triliun dari
Rp227.17 triliun pada tahun 2009 menjadi Rp268,94 triliun pada tahun 2010.
Peningkatan PNBP tersebut sebagian besar berasal dari penerimaan SDA migas.
Sementara itu penerimaan hibah naik 1,356 Triliun.
1 Wild Subramanyan dan Halsey (2003)
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 10
Catatan :
- Secara total, penerimaan perpajakan masih dibawah target yang ditetapkan
dalam APBNP nya, hanya 97,3% sedangkan Penerimaan Negara Bukan Pajak
melampaui target yang ditetapkan yaitu sebesar 108%.
- Meskipun secara nominal realisasi pajak dalam negeri TA 2010 mengalami
peningkatan dibandingkan tahun 2009, namun pajak dalam negeri pada 2010
tersebut tidak mencapai target yang ditetapkan dalam APBN P nya, hanya
96,34%.
- Masih terdapat temuan BPK terkait dengan pendapatan negara dan hibah baik
temuan dalam kelemahan atas sistem pengendalian intern (4 temuan)
maupun temuan atas ketidakpatuhan terhadap peraturan perundangan (3
temuan) .
Pemerintah mengklaim bahwa realisasi perpajakan yang selama ini masih sebagai
kontributor utama pendapatan negara dan hibah tercapai melalui berbagai
kebijakan atau reformasi di bidang perpajakan yang pada tahun 2010 mencakup
program ekstensifikasi perpajakan, program intensifikasi perpajakan, dan program
kegiatan pasca sunset policy. Program ekstensifikasi perpajakan meliputi dua
kegiatan utama yaitu pengenaan pajak atas surplus Bank Indonesia dan
penambahan subyek pajak orang pribadi. Program intensifikasi perpajakan
dilaksanakan melalui kegiatan mapping dan benchmarking, pemantapan profil
seluruh wajib pajak Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya, KPP Large Tax Office (LTO)
dan pemantapan 500 wajib pajak KPP Pratama, pembuatan profil high rise building,
pengawasan intensif dari PPh pasal 25 retailer, dan pengawasan intensif wajib pajak
orang pribadi potensial. Sedangkan kegiatan pasca sunset policy difokuskan pada
dua kegiatan utama yaitu law enforcement dan pembinaan kepada wajib pajak.
Yang menjadi pertanyaan adalah : berapa peningkatan jumlah wajib pajak orang
pribadi pada tahun 2010? Sejauhmana kontribusi peningkatan jumlah wajib pajak
tersebut terhadap peningkatan penerimaan perpajakan? Selain itu, sejauh mana
upaya law enforcement terhadap para wajib pajak yang tidak melakukan
kewajiban membayar pajak? Serta bagaimana proses penagihan piutang pajak ?
Dalam neraca per 31 Desember 2010 diketahui bahwa piutang pajak adalah sbesar
Rp 70,9 Triliun.
Belanja negara TA 2010 mengalami peningkatan sebesar Rp104.74 triliun yaitu dari
Rp 937.38 Triliun pada tahun 2009 menjadi Rp 1042.12 pada tahun 2010.
Peningkatan belanja negara tersebut sebagian besar atau Rp 68,59 Trilun berasal
dari peningkatan belanja pemerintah pusat sedangkan sisanya peningkatan dari
transfer ke daerah. Untuk belanja pemerintah pusat , jenis belanja yang mengalami
peningkatan realisasi pada tahun 2010 adalah belanja pegawai, belanja barang,
belanja modal, dan belanja subsidi serta belanja hibah. Sedangkan belanja
pembayaran bunga utang, belanja bantuan sosial dan belanja lain-lain mengalami
penurunan realisasi dibandingkan tahun 2009. Pada tahun 2010, semua komponen
dalam transfer ke daerah mengalami peningkatan, kecuali Dana Alokasi Khusus dan
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 11
Dana Otonomi Khusus yang masing-masing mengalami penurunan sebesar Rp 3,751
Triliun dan 0,42 Triliun.
Catatan :
- Secara total, belanja pemerintah pusat masih dibawah target yang ditetapkan
dalam APBNP 2010 yaitu hanya 89,24%.
- Komponen belanja barang yang mengalami peningkatan realisasi pada tahun
2010 adalah belanja barang non operasional dan belanja perjalanan dalam
negeri. Sementara itu belanja pemeliharaan masih berkisar pada angka yang
hampir mencapai Rp 300 milyar. Hal ini perlu menjadi perhatian pemerintah
mengingat semangat yang ada sekarang ini adalah efisiensi belanja barang
guna peningkatan belanja modal yang lebih memberikan dampak langsung
pada masyarakat. Kedua item tersebut kiranya perlu dilakukan penghematan.
Selain itu, belanja pemeliharaan perlu ditingkatkan mengingat belanja
tersebut berdampak pada peningkatan nilai/kapitalisasi asset misalnya
memperpanjang masa manfaat asset.
- Komponen belanja modal yang mengalami peningkatan realisai pada tahun
2010 adalah belanja modal, peralatan dan mesin dari Rp20,1 pada tahun 2009
menjadi Rp 28,2 tahun 2010. Sedangkan belanja modal jalan, irigasi dan
jaringan justru mengalami penurunan yaitu dari Rp 37,5 Triliun pada tahun
2009 menjadi Rp 30,1 Triliun pada tahun 2010. Artinya belanja pembelian
peralatan dan mesin tidak diiringi dengan peningkatan belanja infrastruktur
jalan, irigasi dan jaringan. Perlu dikaji lebih lanjut apakah pembelian peralatan
dan mesin tersebut berkaitan dengan penyediaan infratsruktur jalan, irigasi
dan jaringan ataukah peralatan dan mesin untuk keperluan yang lain.
- Masih terdapat temuan terkait dengan belanja negara baik temuan atas
kelemahan dalam system pengendalian intern ( 5 temuan) maupun temuan
atas ketidakpatuhan terhadap peraturan perundangan (2 temuan)
Realisasi pembiayaan tahun anggaran 2010 justru mengalami penurunan
dibandingkan tahun 2009 dari Rp112.58Triliun menjadi Rp 91.55 Triliun. Sebagian
besar penurunan bersumber dari penurunan pembiayaan dalam negeri khususnya
penggunaan rekening pemerintah khususnya dari penggunaan rekening SAL.
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 12
Dengan terjadinya peningkatan pendapatan negara dan hibah yang disertai dengan
peningkatan belanja negara dan penurunan deficit menyebabkan adanya Silpa
tahun 2010 sebesar 44.71 Triliun. Silpa tahun 2009 adalah sebesar Rp 23.96 Triliun.
Sebagai catatan adanya Silpa tersebut dapat menambah Saldo Anggaran lebih (SAL).
Sebagaimana diketahui, SAL per 31 Desember 2009 yang menjadi SAL awal 2010
adalah sebesar Rp 66.5 Triliun. Realisasi penggunaan SAL 2010 adalah Rp 17, 3
Triliun. Sedangkan koreksi untuk SAL sebesar Rp 3.20. Dengan demikian SAL setelah
penyesiauan adalah sebesar Rp 52.38 Triliun. Silpa setelah penyesuaian adalah
sebesar Rp 46.5 Triliun. Dengan demikian pada akhir tahun 2010 saldo SAL adalah
sebesar Rp 98.8 Triliun.
Neraca
Untuk neraca, dapat dibandingkan sebagai berikut :
Jumlah aset tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar Rp 300,8 Triliun yang
terbagi sebagai berikut :
- Aset lancar meningkat Rp 23,4 Triliun
- Investasi Jangka Panjang menurun Rp 30,66 Triliun
- Aset Tetap meningkat Rp 205,3 Triliun
- Aset lainnya meningkat Rp 102,7 Triliun
Berdasarkan analisis jumlah aset, peningkatan terbesar disebabkan oleh
peningkatan jumlah aset tetap. Aset tetap terdiri dari tanah, peralatan dan mesin,
gedung dan bangunan, jalan irigasi dan jaringan, aset tetap lainnya serta konstruksi
dalam pengerjaan.
Catatan :
- untuk kategori aset lancar kas dan bank sebagian besar peningkatan berasal
dari peningkatan rekening kas BUN di BI yaitu dari 32,1 Triliun pada 2009
menjadi Rp82,4 Triliun pada 2010. Peningkatan tersebut sebagian besar
berasal dari SAL yaitu Rp 49,4 Triliun. Pada LKPP 2009 SAL sebesar Rp 5 Triliun
ditampung pada Rekening Pemerintah Lainnya. Jadi ada pengalihan SAL dari
rekening pemerintah lainnya ke rekening kas BUN di BI.
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 13
- Untuk kategori aset lancar piutang peningkatan terbesar berasal dari piutang
pajak yang meningkat Rp 7,3 Triliun ( dari 63,6 Triliun tahun 2009 menjadi Rp
70,9 Trilliun tahun 2010). Halini berarti semakin banyak Surat Ketetapan Pajak
yang tidak disetujui oleh Wajib Pajak. Sementara itu, nilai piutang bukan pajak.
Adapun perubahan nilai piutang bukan pajak adalah sebagai berikut :
Yang menajdi pertanyaan adalah apakah penurunan nilai piutang tersebut
karena pencairan penagihan ataukah karena penghapusan.
Untuk kelompok kewajiban dan ekuitas perubahannya dapat diuraikan sebagai
berikut :
Secara keseluruhan, kewajiban dan ekuitas mengalami peningkatan sebesar Rp
300,8 Triliun. Kenaikan sejumlah tersebut disebabkan oleh kenaikan utang
jangka pendek sebesar Rp 13,4 Triliun, kenaikan utang jangka panjang sebesar
Rp 100,8 Triliun, Kenaikan ekuitas dana lancar sebesar Rp40 Triliun dan
kenaikan ekuitas dana investasi sebesar Rp146,6 Triliun. 2
2.2.2. Common Size Financial Statement Analysis
Melalui analisis ini akan diketahui kontribusi setiap rekening terhadap laporan
secara menyeluruh. Seperti contohnya dalam melakukan analisis atas neraca, maka
total asset adalah 100% atau total utang dan modal adalah 100%. Selanjutnya
rekening-rekening yang satu kelompok dicari prosentase kontribusinya terhadap
total aset atau pasiva. Berdasarkan analisis tersebut akan diketa-hui rekening mana
yang memberikan kontribusi maksimum dan rekening mana yang memberikan
kontribusi minimum. Dengan komposisi seperti ini diperlukan perencanaan dan
pengendalian yang berbeda sesuai dengan kontribusinya terhadap total aset atau
pasiva.
Laporan Realisasi Anggaran :
Adapun komposisi kontribusi realisasi komponen pendapatan negara dan hibah
terhadap total pendapatan negara dan hibah tahun 2010 adalah sebagai berikut :
2 Ekuitas Dana Lancar adalah selisih antara aset lancar dan kewajiban jangka pendek. Ekuitas dana lancar antara lain sisa lebih pembiayaanv anggaran, cadangan piutang, cadangan persediaan, dan dana yang harus disediakan untuk pembayaran utang jangka pendek. Ekuitas Dana Investasi mencerminkan kekayaan pemerintah yang tertanam dalam investasi jangka panjang, aset tetap, dan aset lainnya, dikurangidengan kewajiban jangka panjang.
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 14
Dari data di atas dapat diketahui bahwa sumber utama pendapatan negara adalah
penerimaan pajak khususnya pajak dalam negeri yaitu 69,77 %. Seiring dengan
upaya intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan maka penerimaan perpajakan
setiap tahunnya diharapkan mengalami kenaikan.
Dari segi belanja negara total belanja negara mencapai Rp 1.042,12 Trilun. Jumlah
tersebut digunakan untuk belanja pemerintah pusat sebesar Rp 697,40 Triliun atau
66,9 % dan transfer ke daerah sebesar Rp 344,27 Trilun atau 33,0 % serta terdapat
suspen belanja negara senilai – Rp16 Miliar.
Adapun komposisi realisasi belanja pemerintah pusat menurut jenis belanaj pada
tahun 2010 adalah sebagai berikut :
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar anggaran belanja
pemerintah pusat digunkan untuk belanja subsidi.
Berdasarkan fungsinya, realisasi belanja pemerintah pusat tercantum dalam tabel
berikut :
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 15
Catatan :
Berdasarkan fungsinya, sebagian besar anggaran belanja pemeritah pusat
digunakan untuk fungsi pelayanan umum atau 45,25%. Fungsi pelayanan umum
tersebut antara lain meliputi penelitian dasar dan pengembangan Iptek , litbang
pelayanan umum dan pelayanan umum lainnya. Hal ini sangat disayangkan
mengingat fungsi pelayanan umum tersebut tidak berdampak langsung pada
kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu perlu ada peningkatan alokasi dan
realisasi dari fungsi-fungsi belanja pemerintah pusat lainnya.
Neraca :
Sebagian besar asset pemerintah pusat per 31 Desember adalah asset tetap.
Komposisi Aset 2010
11%
29%
49%
11%
aset lancar investasi jangka panjang
aset tetap aset lainnya
Catatan :
49% asset pemerintah merupakan asset tetap, namun berdasarkan temuan BPK
atas SPI diketahui bahwa Aset Tetap yang Dilaporkan dalam LKPP Tahun 2010
Belum Seluruhnya Dilakukan Inventarisasi dan Penilaian (IP), Masih Berbeda
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 16
dengan Laporan Hasil IP, dan Belum Didukung dengan Pencatatan Pengguna
Barang yang Memadai.
2.2.3. Ratios Analysis
Analisis rasio merupakan teknik dan cara yang paling populer dan paling banyak
digunakan dalam melakukan analisis atas laporan keuangan. Analisis rasio ini lebih
banyak mengungkapan hasil berupa matematika, sedangkan interpretasinya lebih
kompleks dan mempunyai banyak makna. Agar lebih bermakna maka rasio-rasio
tersebut harus mengacu kepada pentingnya hubungan secara ekonomi.
Dalam analisis rasio atas LKPP tidak menggunakan seluruh rasio, karena rasio-rasio
yang dikemukakan sebelumnya lebih tepat jika digunakan untuk sektor swasta yang
berorientasi laba. Tidak digunakannya beberapa rasio untuk pemerintah, karena
sifatnya yang melayani publik dan tidak berorientasi laba. Adapun rasio-rasio yang
akan digunakan adalah current ratio dan total debt to equity.
Ket 2009 2010
Current Ratio 123 % 126 %
Total Debt to Equity ratio 381% 286%
Sumber : Neraca LKPP 2010, diolah
Berdasarkan tabel tersebut besarnya current ratio Pemerintah tahun 2010 sebesar
126% artinya setiap Rp 1 utang lancar pemerintah ditanggung oleh Rp1,26 aktiva
lancar pemerintah, rasio ini mengalami peningkatan 3% dibandingkan tahun 2009.
Peningkatan current rasio tersebut disebabkan peningkatan pada komponen kas
dan bank serta investasi jangka pendek BLU.
Total utang terhadap total ekuitas pemerintah pada tahun 2010 menunjukkan hasil
286% artinya setiap Rp1 ekuitas dana pemerintah menanggung utang sebesar
Rp286. Terjadi penurunan dibandingkan dengan kondisi tahun 2009. Halini
disebabkan peningkatan ekuitas dana lancar & ekuitas dana invesatsi lebih besar
dibandingkan dengan peningkatan utang pemerintah yaitu 42,2% untuk kenaikan
ekuitas dana lancar & ekuitas dana invesatsi dan 6,9% untuk kenaikan utang
pemerintah.
2.2.4. Cash Flow Analysis
Analisis aliran kas terutama digunakan untuk menilai sumber dan penggunaan dana
yang terjadi pada institusi selama periode tertentu. Analisis aliran kas memberikan
suatu pandangan tentang bagaimana institusi memperoleh pendanaannya dan cara
menggunakannya dalam bentuk sumber daya. Dengan analisis aliran kas dapat
diketahui seberapa besar sumber kas yang berasal dari kegiatan operasi, seberapa
besar yang berasal dari kegiatan investasi dan kegiatan pendanaan.
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 17
Adapun kondisi arus kas pemerintah pada tahun 2010 adalah sebagai berikut :
- Arus kas bersih dari aktivitas operasional menujukkan nilai yg positif artinya
lebih banyak penerimaan pemerintah (yang bersumber dari pajak dan PNBP)
dibandingkan dengan belanja pemerintah ). Dibandingkan tahun 2009, arus kas
bersih yang masuk meningkat sebesar Rp131,6 Triliun .
- Arus kas bersih dari aktivitas investasi aset non keuangan menunjukkan nilai
yang negatif , dimana penerimaan pemerintah yang bersumber dari penjualan
aset lebih kecil dibandingkan dengan belanja aset tetap. Pada tahun 2010
nilainya sebesar – Rp80 Triliun sedangkan pada tahun 2009 sebesar Rp75 Triliun.
- Arus kas bersih dari aktivitas pembiayaan menunjukkan nilai yang positif,
dimana penerimaan pembiayaan lebih besar dari pengeluaran pembiayaan.
Arus kas bersih aktivitas pembiayaan pada tahun 2010 adalah sebesar Rp 91,5
Triliun sedangkan pada tahun 2009 sebesar Rp112,5 Triliun. Hal ini disebabkan
persentase penurunan pembiayaan pada tahun 2010 lebih besar dibandingkan
dengan pengeluaran pembiayaan 2010. Dengan Arus Kas Masuk Bersih dari
Aktivitas Pembiayaan sebesar Rp91.552.011.400.614 dan defisit anggaran
sebesar Rp46.845.708.353.473, terdapat Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran
(SiLPA) TA 2010 sebesar Rp44.706.303.047.141.
- Arus kas bersih dari aktivitas non anggaran menunjukkan nilai yang positif yaitu
sebesar Rp2,9 Triliun , sedangkan pada tahun 2009 sebesar –Rp2,8 Triliun.
Box
Reward and Punishment atas Pelaksanaan APBN
TA 2010
Kebijakan pemberian reward dan pengenaan punishment atas pelaksanaan APBN TA 2010
merupakan kesepakatan Pemerintah dengan DPR dituangkan dalam Pasal 16A UU Nomor 2
Tahun 2010 tentang APBN Perubahan TA 2010 dan Pasal 20 UU Nomor 10 Tahun 2010 tentang
APBN TA 2011. Pemberian punishment kepada K/L merupakan sinyal dari Pemerintah atas
kinerja K/L yang tidak dapat menggunakan anggaran belanja yang telah ditetapkan dengan
baik. Tahun Anggaran 2011 merupakan tahun pertama penerapan reward and punishment
untuk seluruh anggaran belanja, sehingga hal ini merupakan hal baru bagi K/L serta lebih
bersifat pembelajaran.
Sebagai pelaksanaan dari kebijakan tersebut, Pemerintah melalui Menteri Keuangan
menerbitkan Peraturan Nomor 38/PMK.02/2011 yang mengatur tentang Tata Cara
Penggunaan Hasil Optimalisasi Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga Tahun
Anggaran 2010 Pada Tahun Anggaran 2011 Dan Pemotongan Pagu Belanja Kementerian
Negara/Lembaga Pada Tahun Anggaran 2011 Yang Tidak Sepenuhnya Melaksanakan Anggaran
Belanja Tahun Anggaran 2010. Dalam PMK tersebut secara teknis diatur dasar dan kriteria
penilaian serta mekanisme perhitungan reward dan punishment sebagai berikut:
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 18
a. Dokumen yang digunakan sebagai dasar penilaian meliputi:
1. Laporan Realisasi Pelaksanaan Anggaran TA 2010.
2. Pernyataan Hasil Optimalisasi yang dihasilkan pada tahun 2010 dan belum digunakan.
3. Alasan/penjelasan atas sisa anggaran belanja TA 2010 yang tidak terserap.
b. Kriteria Penilaian Pengenaan Punishment.
1. Terdapat sisa anggaran yang tidak disertai dengan alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan;
2. Hasil perhitungan dari sisa anggaran yang tidak disertai dengan alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan (SAYTD) setelah dikurangi Hasil Optimalisasi (HO) yang belum
digunakan pada TA 2010, menghasilkan nilai positif. (P =SAYTD - HO > 0 )
3. Sanksi tidak diberikan apabila target kinerja KlL telah tercapai seluruhnya.
4. Sanksi kepada K1L dibebankan kepada satuan kerja yang menyebabkan pengurangan
pagu K1L yang bersangkutan.
5. Pembebanan sanksi kepada Satker tidak boleh menghambat pencapaian
6. Target pembangunan nasional dan menurunkan pelayanan kepada publik
c. Sisa anggaran yang tidak terserap dan menjadi faktor pengurang (punishment) :
1. Pelaksanaan paket kegiatan yang tidak sesuai dengan kriteria yang dapat didanai dari
anggaran belanja tahun 2010;
2. Proses pengadaan dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan pengadaan barang/jasa
pemerintah;
3 Keterlambatan penunjukan kepala satuan kerja dan/atau pelaksana kegiatan;
4. Alokasi anggaran yang diblokir oleh Direktorat Jenderal Anggaran sebagai akibat tidak
dipenuhinya dokumen TOR/RAB dan dokumen pendukung terkait.
5. Kelalaian Kuasa pengguna Anggaran/Pelaksana Kegiatan dalam pelaksanaan anggaran
belanja Tahun Anggaran 2010.
d. Sisa anggaran yang tidak terserap dan bukan merupakan faktor pengurang :
1. Pelaksanaan Kegiatan Operasional yaitu eks Kegiatan 0001 dan Kegiatan 0002;
2. Pelaksanaan paket-paket kegiatan yang dananya bersumber dari Pinjaman/Hibah Luar
Negeri (PHLN), Pinjaman/Hibah Dalam Negeri (PHDN), Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP) dan Rupiah MurnivPendamping (RMP);
3. Pelaksanaan kegiatan secara swakelola;
4. Alokasi anggaran yang penggunaannya harus mendapat persetujuan DPR RI dan/atau
diblokir oleh DPR RI;
5. Alokasi anggaran yang diblokir oleh Oirektorat Jenderal Anggaran selain karena alasan
tidak dipenuhinya dokumen TORIRAB dan dokumen pendukung terkait;
6. Keadaan kahar (force majeure) antara lain bencana alam, terjadi konflik berpotensi
terjadi konflik sosial, dan cuaca.
Penetapan hasil penilaian atas laporan realisasi anggaran Tahun Anggaran 2010 yang
disampaikan oleh masing-masing K/L dimaksud dituangkan dalam Keputusan Menteri
Keuangan (KMK) Nomor 106/KMK.02/2011 tanggal 31 Maret 2011 tentang Penetapan K/L
Yang Dapat Menggunakan Hasil Optimalisasi.
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 19