BAB I
PENDAHULUAN
A. Judul
Chemical Oxygen Demand (COD)
B. Tujuan
1. Mahasiswa dapat menjelaskan definisi dan aplikasi nilai COD
2. Mahasiswa dapat menentukan nilai COD sampelnya
C. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
a. Mahasiswa mengatahui cara menentukan nilai COD pada limbah
pembuatan tahu
2. Bagi Industri
a. Dapat memberikan saran terhadap hasil yang diperoleh dari percobaan
berdasarkan nilai COD yang didapat.
BAB II
DASAR TEORI
Bahan organik yang terdapat pada air permukaan, berasal dari sumber-
sumber alamai, yaitu padatan organik yang telah membusuk, limbah buangan
industry, dan berasal dari kegiatan domestic. Terdapat 2 macam bahan organic
secara umum yaitu bahan organic biodegradable dan non biodegradable.
Pengukuran bahan organic dapat dilakukan dengan beberapa uji, satu diantaranya
adalah COD (Wagiman, 2014).
Untuk mengetahui jumlah bahan organic didalam air dapat dilakukan
suatu uji yang lebih cepat dari pada BOD yaitu berdasarkan reaksi kimia dari
suatu bahan oksidan. Uji tersebut disebut uji COD (chemical ocxigen demand),
yaitu suatu uji yang menentukan jumlah oksigen yang dibutuhkan ileh bahan
oksidan, misalnya kalium dikhromat, untuk mengoksidasi bahan-bahan organic
yang terdapat di dalam air (Fradiaz, 2011).
COD adalah jumlah kebutuhan oksigen dalam proses oksidasi secara
kimia. Nilai COD akan selalu lebih besar daripada BOD karena kebanyakan
senyawa lebih besar daripada BOD karena kebanyakan senyawa lebih mudah
teroksidasi secara kimia daripada secara biologi (Siregar,2005) .
COD adalah singkatan dari Chemical Oxygen Demand. Satuan yg
digunakan adalah mg/L atau ppm (parts per million) yg digunakan untuk
menunjukkan massa oksigen yg dikonsumsi per liter larutan. COD test biasanya
digunakan (secara tidak langsung) untuk mengukur jumlah senyawa organik
didalam air (Anonim, 2014).
COD pada limbah yang lebih tinggi dari BOD karena senyawa kimia yang
teroksidasi lebih banyak dalam interval waktu yang singkat. Pengukuran COD ini
memiliki keuntungan untuk mendapatkan selesai pada 3 jam dibandingkan dengan
5 hari untuk uji BOD. Hal ini mungkin untuk menghubungkan BOD dan COD.
Rasio BOD / COD disebut index biodegradable biologis dan bervariasi dari 0,4
sampai 0,8 dari air limbah domestik (Sirivinas, 2009).
Efisiensi penurunan COD dengan menggunakan karbon aktif akan
meningkat seiring dengan menurunnya pH. Hal ini disebabkan karena pada pH
rendah,jumlah ion H+ lebih besar; dimana ion H
+ tersebut akan menetralisasi
permukaan karbon aktif yang bermuat an negatif, sehingga dapat mengurangi
halangan untuk terjadinya difusi organik pada pH yang lebih tinggi. Sebaliknya,
pada pH tinggi, jumlah ion OH-berlimpah, sehingga menyebabkan proses difusi
bahan-bahan organic menjadi terhalang (Kasam, dkk, 2005).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
A. Alat
1. Erlenmeyer 250 ml 4buah
2. Gelas ukur 25 ml 2 buah
3. Gelas ukur 10 ml 1 buah
4. Gelas ukur 200 ml 1 buah
5. Pipet ukur 1 ml 2 buah
6. Glasfrin 4 buah
7. Buret 50 ml 2 buah
8. Pipet tetes
9. Beker glass 250 ml 1 buah
B. Bahan
1. Larutan K2Cr2O7
2. Larutan NaS2O3
3. Larutan KI
4. Indikator pati 1 %
C. Prosedur Praktikum
Cara kerja Hasil
Limbah sebanyak 1ml diencerkan
dengan 49 ml aquades
Hasil pengenceral 1ml ditambahkan
20 ml K2Cr2O7
Larutan dipanaskan hingga muncul
gelembung, Setelah susuh turun,
ditambahkan 10 ml KI
Larutan dititrasi dengan NaS2O3
hingga berwarna coklat kekuningan
Larutan ditambah dengan 2 ml
indikator kanji
Larutan dititrasi kembali hingga
Larutan hasil pengenceran sebanyak
50 ml berwa
Larutan berwarna kuning emas
seperti warna kuning
Larutan berubah warna menjadi
merah kecoklatan
Larutan hasil titrasi berwarna coklat
kekuningan seperti warna minyak
goreng.
Terdapat bercak/kerak hitam pada
larutan.
Larutan hasil titrasi berwarna jernih,
didapatkan volume titrasi total.
berwarna jernih
Prosedur yang sama diulang untuk
larutan blanko
Blangko mendapatkan perlakuan
yang sama dan didapatkan volume
total
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Sampel Volume Titrasi Na2SO3(ml)
I II Total
Blangko 1 13,5 23,0 36,5
Sampel 1 7,5 30,0 37,5
Blangko 2 14,5 15,0 29,5
Sampel 2 9,5 34,5 44,0
Nilai COD I (mg/L) = - 1000 mg/L
Nilai COD II (mg/L) = - 14500 mg/L
B. Pembahasan
Praktikum acara 4 berjudul Chemical Oxygan Demand (COD).
Praktikum ini bertujuan agar praktikan mampu menentukan nilai COD pada
sampelnya dan mengaplikasikannya.
COD adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi zat-zat organis yang ada dalam 1 liter sampel air, dimana
pengoksidasi K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent).
COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada
dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia baik yang dapat didegradasi
secara biologis maupun yang sukar didegradasi. Bahan buangan organic
tersebut akan dioksidasi oleh kalium bichromat yang digunakan sebagai
sumber oksigen (oxidizing agent) menjadi gas CO2 dan gas H2O serta
sejumlah ion chrom.
Kehidupan mikroorganisme, seperti ikan dan hewan air lainnya, tidak
terlepas dari kandungan oksigen yang terlarut di dalam air, tidak berbeda
dengan manusia dan mahluk hidup lainnya yang ada di darat, yang juga
memerlukan oksigen dari udara agar tetap dapat bertahan. Pada umumnya air
lingkungan yang telah tercemar kandungan oksigennya sangat rendah. Hal itu
karena oksigen yang terlarut di dalam air diserap oleh mikroorganisme untuk
memecah/mendegradasi bahan buangan organik sehingga menjadi bahan
yang mudah menguap (yang ditandai dengan bau busuk). Selain dari itu,
bahan buangan organik juga dapat bereaksi dengan oksigen yang terlarut di
dalam air organik yang ada di dalam air, makin sedikit sisa kandungan
oksigen yang terlarut di dalamnya. Bahan buangan organik biasanya berasal
dari industri kertas, industri penyamakan kulit, industri pengolahan bahan
makanan, bahan buangan limbah rumah tangga, kotoran hewan dan kotoran
manusia dan lain sebagainya. Pengukuran COD pada limbah dapat
memberikan indikasi jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi zar
organic yang terdapat pada limbah. Makin besar nilai COD maka makin
banyak jumlah O2 yang akan berkurang dari lingkungan tempat limbah
tersebut dibuang yang dapat mengganggu kehidupan mikroorganisme. Oleh
karena itu, jika didapatkan nilai COD yang besar pada limbah maka limbah
tersebut harus diolah terlebih dahulu agar nilai COD berkurang dan tidak
mengganggu ekosistem. Selain itu COD merupakan salah satu parameter
indikator pencemar didalam air yang disebabkan oleh limbah organik, secara
umum konsentrasi COD yang tinggi dalam air menunjukkan adanya bahan
pencemar organik yang berbahaya. Kadar COD dalam air limbah berkurang
seiring dengan berkurangnya konsentrasi bahan organik yang terdapat dalam
air limbah. Konsentrasi bahan organik yang rendah tidak selalu dapat
direduksi dengan metoda pengolahan yang konvensional
Nilai COD yang besar mengindikasikan jumlah O2 yang banyak
dibutukan untuk mengurai limbah. Selain itu, nilai COD yang besar
menggambarkan banyaknya O2 yang hilang bagi mikroorganisme yang hidup
di lingkungan tempat limbah dibuang. Pada akhirnya banyak mikroirganisme
yang mati karena banyak O2 yang awalnya untuk metabolisme
mikroorganisme beralih menjadi pengurai limbah,
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 03
Tahun 2010 tentang Baku Mutu Limbah Bagi Kawasan Industri, nilai ambang
batas COD yang diperbolehkan adalah sebesar 100 mg/L. Sedangkan hasil
data percobaan yang dimasukkan dalam perhitungan, didapatkan nilai COD I
sebesar - 1000 mg/L dan COD II sebesar -14500 mg/L. Hasil yang didapat
melalui perhitungan menunjukkan nilai yang minus. Nilai COD yang kurang
dari 0 ini didapat karena volume hasil titrasi pada sampel lebih besar dari
blangko. Seharusnya volume titrasi pada blangko lebih besar dari sampel
karena tidak terdapat zat yang harus diuraikan dalam blangko. Volume titrasi
menunjukkan jumlah dari oksigen yang tidak digunakan untuk mengurai
oksigen. Berdasarkan teori, pada sampel menghasilkan volume titrasi yang
kecil karena oksigen yang ditambahkan melalui K2Cr2O7 telah bereaksi untuk
proses pengguraian zat organic pada sampel. Hal ini dapat terjadi karena
ketidakakuratan dalam mengukur bahan yang digunakan, telah terjadi
kontamsi selama proses ataupun alat.
Prinsipnya pengukuran COD adalah penambahan sejumlah tertentu
kalium bikromat (K2Cr2O7) sebagai oksidator pada sampel (dengan volume
diketahui) yang telah ditambahkan asam pekat dan katalis perak sulfat,
kemudian dipanaskan selama beberapa waktu. Selanjutnya, kelebihan kalium
bikromat ditera dengan cara titrasi. Dengan demikian kalium bikromat yang
terpakai untuk oksidasi bahan organik dalam sampel dapat dihitung dan nilai
COD dapat ditentukan.
Aplikasi pengukuran COD dapat berupa pengukuran limbah pada
pewarnaan kain sebelum limbah tersebut dibuang. Proses pewarnaan kain
adalah proses yang menghasilkan limbah cair yang mengandung zat pewarna
dengan kadar COD yang tinggi. Jika hal ini tidak diperhatikan dengan baik,
maka akan menimbulkan penilaian yang kurang baik dimata masyarakat.
Kandungan polutan yang tinggi ini disebabkan karena beberapa hal, antara
lain jumlah penggunaan air dalam proses, teknologi yang digunakan,serta
jenis dan sifat bahan kimia yang digunakan. Berdasarkan hasil analisa awal
diketahui bahwa limbah PT. Mertex mengandung COD mencapai 750 mg/l.
Pengolahan limbah yang dilakukan oleh PT. Mertex dilakukan dengan
mengkombinasikan pengolahan secara kimia, fisika dan biologi, yaitu dengan
koagulasi, sedimentasi, aerasi, kemudian senyawa-senyawa organik yang ada
diuraikan menjadi senyawa yang lebih sederhana dengan bantuan
mikroorganisme. Melalui peningkatan daya serap zat pewarna ke kain hingga
8%, maka berkurang pula zat pewarna yang terbuang karena tidak terserap.
Sehingga dengan menurunnya sisa-sisa zat warna yang terbuang, maka
kandungan zat pewarna dalam limbah juga akan menurun. Hal ini akan
memberikan dampak yang baik terhadap lingkungan dengan menurunnya
kandungan BOD dan COD dalam limbah.
Langkah pertama yang dilakukan pada praktikum acara 4 adalah
mempersiapkan alat yang akan digunakan. Limbah pembuatan tahu yang
digunakan sebanyak 1 ml. Sebelumnya limbah ini telah diencerkan sebanyak
50 kali dengan cara ditambahkan aquades sebanyak 49 ml. Fungsi dari
pengenceran adalah agar sampel tidak terlalu pekat sehingga konsentrasi zat
organic pada sampel berkurang. Selanjutnya hasil dari pengeceran diambil
sebanyak 1 ml menggunakan pipet ukur dan dimasukkan kedalam
Erlenmeyer. Langkah berikutnya, K2Cr2O7 (Kalium dikromat ) ditambahkan
sebanyak 20 ml kedalam Erlenmeyer lalu dikocok hingga homogen agar hasil
pengujian optimal. Fungsi dari Kalium dikromat adalah sebagai sumber
oksigen untuk mengoksidasi zat organik pada sampel. Kemudian larutan
dipanaskan di dalam lemari asam hingga muncul 3-4 gelembung. Tujuan dari
perlakuan pemanasan adalah mempercepat reaksi antara kalium dikromat dan
bahan organic sampel. Pemanasan harus dilakukan didalam lemari asam
karena uap yang dihasilkan saat reaksi dapat diserap keluar oleh blower yang
ada di lemari asam. Uap hasil pemasanan merupakan hasil reaksi dari bahan
kimia yang cukup berbahaya sehingga apabila terhirup oleh manusia kan
menimbulkan efek negatif bagi kesehatan.
Langkah berikutnya, setelah pemanasan selesai larutan didinginkan
dengan cara diusapkan dengan lap basah. Setelah suhu larutan sudah turun,
erlemeyer dicelupkan pada sebuah mangkuk yang berisi air. Kemudian
aquades ditambahkan sebanyak 150 ml kedalam Erlenmeyer yang dilanjutkan
dengan KI sebanyak 10 ml. KI berfungsi untuk mengoksidasi larutan.
Kemudian larutan harus segera di titrasi menggunakan NaS2O3 0,025 N.
Titrasi dihentikan ketika warna larutan berubah menjadi coklat kekuningan.
Setelah warna larutan berubah sesuai dengan ketentukan, larutan ditambahkan
kanji dengan konsentrasi 1%. Larutan kanji dengan konsentrasi 1% dibuat
dengan cara pengenceran 1 gram kanji dengan 100 ml aquades hinggalarytan
homogeny. Fungsi penambahan larutan kanji 1% adalaham membentuk I2
kompleks kanji yang mengikat iodium. Langkah terakhir yang dilakukan
adalah larutan tersebut dititrasi menggunakan NaS2O3 0,025 N hingga warna
larutan berubah menjadi bening dan volume titran yang digunakan juga
dicatat seperti titrasi sebelumnya. Langkah kerja yang dilakukan pada sampel
diulang pada blangko. Berbeda dengan larutan sampel sebanyak 1 ml yang
merupakan hasil pengenceran sebanyak 5 kali, larutan blanko hanya terdiri
dari aquaset saja sebanyak 1 ml. Setelah didapatkan volume titrasi total dapat
dilakukan perhitungan nilai COD dengan rumus berikut:
(
)
( )
Dimana B adalah volume total blangko, C adalah volume total sampel, N
adalah normalitas Tio Sulfat (0,025), B adalah volume tio sulfat untuk
blanko, C adalah volume tio sulfat untk sampel, dan P adalah pengenceran.
Reaksi kimia yang terjadi selama proses berlangsung yaitu sebagai
berikut.
(CHON) + K2Cr2O7 + H+ CO2 + H2O + Cr
3+ + bahan organik
K2Cr2O7 + NaS2O3+ H+ Cr
3+ + K+ + Na
2+ + SO4
2- + H2O
Berdasarkan teori, proses tirtrasi pada blangko menghasilkan volume
titrasi yang lebih banyak dari pada sampel. Hal ini dikarenakan K2Cr2O7 yang
ditambahkan ke sampel terpakai untuk menguraikan zat organic terdapat
didalamnya sehingga volume titrasi yang bertujuan untuk menanggkap
jumlah iodium yang terlepas lebih sedikit dari blangko. Sedangkan pada
blangko tidak terdapat zat organic sehingga volume titrasi yang dibutuhkan
lebih banyak karena K2Cr2O7 yang ditambahkan tidak menguraikan apapun
dan titran yang berupa Natrium tiosulfat dapat mengangkap seluruh iodium
yang terlepas.
Limbah industri tahu dapat menimbulkan pencemaran yang cukup berat
karena mengandung polutan organik yang cukup tinggi. Dari beberapa hasil
penelitian konsentrasi COD limbah tahu antara 7000 – 10000 ppm serta
mempunyai keasaman yang rendah yakni pH 4 – 5. Sedangkan BPPT
melaporkan, bahwa air buangan industri tahu COD sebesar 6520 mg/L.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menganggulangi limbah
industri prmbuatan tahu adalah dengan penerapan teknologi biofilter, Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), teknologi biofilter aerob–
anaerob dibuat untuk mempertinggi komponen lokal sesuai dengan potensi
dan kebutuhan masyarakat akan teknologi pengolahan limbah yang praktis,
mudah dioperasikan dan harganya terjangkau khususnya bagi kelas menengah
ke bawah. Biofilter berupa filter dari media bahan PVC berbentuk sarang
tawon sebagai tempat pembiakan mikroorganisme senyawa polutan yang ada
di dalam air limbah tahu. Biofilter merupakan suatu reaktor biologis film-
tetap (fixed-film) menggunakan packing berupa kerikil, plastik atau bahan
padat lainnya dimana limbah cair dilewatkan melintasinya secara kontinu.
Adanya bahan isian padat menyebabkan mikroorganisme yang terlibat
tumbuh dan melekat atau membentuk lapisan tipis (biofilm) pada permukaan
media tersebut. Biofilter berupa filter dari medium padat tersebut diharapkan
dapat melakukan proses pengolahan atau penyisihan bahan organik terlarut
dan tersuspensi dalam limbah cair.Filtrasi merupakan proses pemisahan
padatan–material tersuspensi yang ada di dalam air dengan melewatkannya
melalui media berpori Adanya bahan organik dan aktivitas biologis
menyebabkan terjadinya perubahan sifat pelekatan material tersuspensi
terhadap media filter.
Aplikasi teknologi biofilter aerob yang telah dilakukan khususnya
dalam pengolahan limbah cair antara lain : limbah cair industri karet remah
limbah cair pabrik kelapa sawit; limbah cair domestik ; limbah cair rumah
makan , dengan sistem biofilter lapisan multi media yaitu dengan menyusun
beberapa lapis media padat yang berbeda.
Factor yang menghalangi tes COD :
1. Banyak material organic dioksidasi oleh dikromat tapi tidak secara
biokimia oksidasi .
2. Sejumlah substan anorganik seperti sulfide, sulfite, thio sulfat, nitrit,
ferrous iron dioksidasi dikromat menghasilkan COD anorganik yang
menyesatkan ketika kandungan organic limbah cair diukur.
3. Clorida dengan analisa COD dan efeknya harus diminimasi untuk hasil
yang konsisten.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Chemical Oxygen Demand (COD) adalah jumlah oksigen (mg O2) yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi zat organik yang ada dalam 1 liter air.
Pengukuran COD dapat diaplikasikan pada pengukuran limbah pada
pewarnaan kain sebelum limbah tersebut dibuang. Berdasarkan hasil
analisa awal diketahui bahwa limbah PT. Mertex mengandung COD
mencapai 750 mg/l.
2. Hasil COD yang didapat pada pembuatan tahu berdasarkan praktikum
yang telah dilakukan adalah -10000 mg/L. Nilai ini menunjukan hasil
yang kurang dari karena terjadi kesalahan dalam praktikum. Pada
dasarnya, hasil pengamatan menyatakan COD pada limbah pembuatan
tahu yang digunakan untuk precobaan berada diatas ambang batas.
B. Saran
1. Kran pada buret diperbaiki.
2. Alat dilengkapi, kompor bisa ditambah.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2014. Apa Itu TDS, BOD dan COD. Diakses pada http://www.hara-
international.com/p/faq.html tanggal 20 April 2014 pukul 19.00 WIB.
Fardiaz, Srikandi. 2011. Polusi Udara &Air. Yogyakarta: Kanisius
Kasam,dkk. 2005. Penurunan COD (Chemical Oxygen Demand) dalam Limbah
Cair Laboratorium Menggunakan Filter Karbon Aktif Arang Tempurung
Kelapa. Yogyakarta. Dalam Jurnal Logika Vol.2 No. 2.
Siregar, Sakti A. 2005. Instalansi Pengolahan Air Limbah. Yogyakarta: Kanisius
Sirivinas. 2009. Environmental Biotechnology. Silvester. USA
Wagima. 2014. Modul Praktikum Pengendalian Limbah Industri. Yogyakarta:
UGM.
Perhitungan
COD (mg/L) = ( )
Dimana N = normalitas tiosulfat
B = ml tio untuk blangko
C = ml tio untuk sampel
P = pengenceran
COD I = ( )
COD II = ( )
Gambar
Gambar Keterangan
Sampel ditambah dengan Kalium
dikromat.
Larutan setelah diencerkan dengan
150 ml
Larutan setelah ditambahkan KI
Larutan hasil titrasi dengan Natrium
tiosulfat.
Larutan setelah ditambahkan Kanji
1%