TTCK ACARA 4

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Laporan praktikum Teknik Tata Cara Kerja Acara 4

Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNIK TATA CARA KERJA

ACARA IVPERANCANGAN PERALATAN KERJA MENGGUNAKAN DATA ANTHROPOMETRI

Disusun Oleh :

Kelompok A-5:

Annisa Nurul Ghifari (09949)Pradipta Aji (09960)

Pipit Dwi Puspitasari(09979)Diany Pradnya paramita(10001)Co. Asisten:

Ahmad Sukron

LABORATORIUM SISTEM PRODUKSI

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA2013BAB I

PENDAHULUANA. LATAR BELAKANG

Dalam suatu industri, perancangan peralatan kerja sangat mempengaruhi kinerja produktivitas. Suatu industri memfokuskan perhatiannya pada analisis perancangan kerja dalam proses penyederhanaan dan pembagian kerja yang mengarah pada spesialisasi kerja. Namun setiap rancangan kerja yang dibuat perlu memperhatikan ukuran dan bentuk dari tubuh pekerja (anthropometri) agar perancangan sistem kerja yang dibuat memenuhi standar ergonomi yang baik.

Rancangan yang mempunyai kompatibilitas tingg i dengan manusia yang memakainya sangat penting untuk mengurangi timbulnya bahaya akibat terjadinya kesalahan pembuatan meja belajar dan akibat adanya kesalahan disain ( designinduced error). Data athropometri akan menunjang di dalam proses perancangan sistem kerja dan perancangan produk dengan tujuan untuk mencari keserasian hubungan peralatan kerja dan pekerja. Perancangan sistem kerja haruslah memperhatikan prosedur-prosedur agar gerakan kerja sehingga dapat mengurangi kelelahan kerja. Sehingga menjadikan tenaga kerja dapat bekerja secara nyaman, baik dan efisien. Tenaga kerja akan bekerja secara terus menerus pada setiap hari kerja di tempat kerja tersebut. Karena itu perancangan tempat kerja dan peralatan pendukungnya menjadi penting agar sisi buruk yang ada pada setiap produk perlatan kerja tidak muncul.Dalam perancangan sistem kerja, aspek awal yang harus diperhatikan adalah hal yang menyangkut perbaikan-perbaikan metode atau cara kerja dengan menekankan pada prinsip-prinsip ekonomi gerakan dengan tujuan utamanya adalah meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu praktikum yang digunakan untuk memperbaiki dan merancang peralatan kerja dari industri. Tujuan yang hendak dicapai adalah untuk mencapai standar ergonomi yang baik dalam sistem kerja.

B. TUJUAN PRAKTIKUM

Praktikan dapat melakukan perancangan peralatan kerja (meja, rak, dan alat bantu kerja) yang ergonomis dengan menggunakan data anthropometri.BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Ergonomi dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi engineering, manajemen dan disain/perancangan. Didalam Ergonomi dibutuhkan studi tentang sistem dimana manusia, fasilitas kerja dan lingkungannya saling berinteraksi dengan tujuan utama yaitu menyesuaikan suasana kerja dengan manusianya. Ergonomi disebut juga sebagai Human Factors. Penerapan ergonomi pada umumnya merupakan aktivitas rancang bangun (desain ataupun rancang ulang (re-desain) (Granjean,1992).

Perancangan tata letak tempat kerja mempunyai tujuan untuk menciptakan tata letak tempat kerja yang ergonomis, sehingga performansi pekerja dapat ditingkatkan mendekati batas maksimalnya. Dalam perancangan tata letak tempat kerja yang baik mempunyai kriteria yaitu tata letak tempat kerja yang memungkinkan bagi operator atau pekerja melihat dan meraih dengan mudah dan cepat seluruh panel kendali untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan baik dengan postur kerja yang alamiah yaitu tidak menimbulkan terjadinya tekanan atau tegangan yang berarti pada bagian tertentu tubuh dari operator atau pekerja (Wignjosoebroto,1992).

Kelalaian dalam melakukan suatu pekerjaan dapat mengakibatkan kecelakaan. Kelalaian tersebut dapat disebabkan oleh kelelahan kerja yang dapat menyebabkan kecelakaan atau sakit akibat kerja. Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan berhubung dengan hubungan kerja pada perusahaan. Hubungan kerja disini dapat berarti, bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan (Granjean,1992).

Kecelakaan yang terjadi di luar tubuh pekerja disebut kecelakaan eksternal, begitu pula sebaliknya bila terjadi dalam tubuh pekerja disebut kecelakaan internal. Menurut Barnes (1980) permasalahan yang sering timbul perencanaan sistem kerja dalam suatu industri adalah :1. Bangunan tidak sesuai dengan yang dibutuhkan.

2. Waktu terbuang dan menganggur yang tidak terduga.

3. Kesulitan dalam pengendalian persediaan.

4. Menurunnya produksi satu tempat kerja.

5. Ruang-ruang kerja penuh sesak.

6. Terlalu banyak pekerja memindahkan barang.

7. terjadinya bottle neck dalam produksi.

8. Terjadinya hambatan dalam aliran bahan.

9. Pemborosan luasan lantai.

10. Menganggurnya orang dan peralatan.

11. Pemborosan waktu yang berlebihan.

Wignjosoebroto (1995) berpendapat bahwa suatu sistem kerja akan memiliki kaitan erat dengan proses manufacturing yang harus berlangsung untuk merealisir sistem kerja tersebut, sehingga cukup beralasan pada saat merancang suatu sistem kerja harus pula memikirkan sistem yang paling mudah dan murah (the most economical way) di dalam proses manufacturingnya. Perbaikan sistem kerja dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut :

a. Mengurangi jumlah komponen/bagian yang tidak signifikan dan tidak mempengaruhi fungsi produk secara keseluruhan (simplifying the design).

b. Mengurangi jumlah operasi kerja terutama yang berkaitan dengan proses pemindahan bahan.

c. Menggunakan komponen-komponen produk yang standard dengan toleransi dan spesifikasi teknis yang dipilih secara tetap.

d. Desain harus dipikirkan tidak saja dari aspek estetika akan tetapi yang lebih penting adalah kemudahan-kemudahan untuk pembuatannya baik untuk proses permesinan ataupun perakitan.

e. Mengurangi waktu menganggur pekerja

Untuk mendapatkan kondisi kerja yang baik yaitu yang memungkinkannya dilakukan gerakan yang ekonomis maka perlu diperhatikan faktor yang mempengaruhi, yaitu (Barnes, 1980) :

1. Penggunaan badan/anggota tubuh manusia serta gerakan-gerakannya.

2. Pengaturan letak area kerja.

3. Perancangan alat-alat dan perlengkapan kerja.

Dengan memperhatikan hal tersebut maka diharapkan akan diperoleh prinsip-prinsip perencanaan dan penetapan kondisi kerja yang sebaik-baiknya. Secara umum di dalam usaha mengembangkan metode kerja dan gerakan kerja ekonomis maka beberapa hal tersebut ini bisa dilaksanakan antara lain sebagai berikut (Wignjosoebroto,1992):

a. Hilangkan gerakan-gerakan kerja yang tidak perlu yang justru memboroskan tenaga.

b. Kombinasikan beberapa aktivitas menjadi aktivitas yang memungkinkan dilaksanakan secara bersamaan.

c. Kurangi faktor kelelahan dengan memberi waktu istirahat dan waktu longgar lainnya yang cukup.

d. Perbaiki pengaturan tempat kerja dan disain dari fasilitas / peralatan kerja yang sudah ada.

Menurut Wignjoesoebroto (1995), penyederhanaan kerja pada hakekatnya bertujuan untuk mencari cara kerja yang lebih mudah, lebih cepat, lebih efisien, dan menghindari pemborosan material, waktu, tenaga, dan lain-lain. Pelaksanaan penyederhanaan kerja dapat dinyatakan dalam lima langkah berikut:

1. Pemilihan kegiatan kerja yang diperbaiki

Langkah ini merupakan langkah awal yang harus dilaksanakan, kegiatan yang dianggap tidak efisien atau penyelesaiannya lambat merupakan pertimbangan pokok dalam pemilihan objek studi.

2. Pengumpulan dan pencatatan data atau fakta

Langkah kedua adalah mengumpulkan dan mencatat semua data atau fakta yang berkaitan dengan metode kerja yang selama ini dilaksanakan.

3. Analisa terhadap langkah-langkah kerja

Metode kerja yang dilaksanakan kemudian dianalisa, langkah yang tidak efisien dicari sebabnya dan dicari alternatif jalan keluar yang lebih baik.

4. Usulan dan tes alternatif metode kerja yang lebih baik

Langkah dan metode kerja yang dianggap lebih baik diusulkan dan diuji cobakan.

5. Aplikasi dan evaluasi metode kerja baru

Data antropometri untuk berbagai ukuran anggota tubuh baik yang diukur dalam posisi tetap (structural body dimension) ataupun posisi bergerak dinamis sesuai dengan fungsi yang bisa dikerjakan oleh anggota tubuh tersebut (functional body dimension) --- dan dikelompokan berdasarkan nilai persentil dari populasi tertentu akan sangat bermanfaat untuk menentukan ukuran-ukuran yang harus diakomodasikan pada saat perancangan sebuah produk, fasilitas kerja maupun stasiun kerja. Persoalan yang paling mendasar dalam mengaplikasikan data antropometri dalam proses perancangan adalah bagaimana bisa menemukan dimensi ukuran yang paling tepat untuk rancangan yang ingin dibuat agar bisa mengakomodasikan mayoritas dan potensial populasi yang akan menggunakan/mengoperasikan hasil rancangan tersebut. Dalam hal ini ada dua dimensi rancangan yang akan dijadikan dasar menentukan minimum dan/atau maksimum ukuran yang umum ingin ditetapkan, yaitu (Anonim, 2012):

a. Dimensi jarak ruangan (clearance dimensions), yaitu dimensi yang diperlukan untuk menentukan minimum ruang (space) yang diperlukan orang untuk dengan leluasa melaksanakan aktivitas dalam sebuah stasiun kerja baik pada saat mengoperasikan maupun harus melakukan perawatan dari fasilitas kerja (mesin dan peralatan) yang ada. Jarak ruangan (clearance) dalam hal ini dirancang dengan menetapkan dimensi ukuran tubuh yang terbesar (upper percentile) dari populasi pemakai yang diharapkan. Sebagai contoh pada saat kita merancang ukuran lebar jalan keluar-masuk (personal aisle) ke sebuah areal kerja, maka disini dimensi ukuran lebar jalan akan ditentukan berdasarkan data antropometri (lebar badan) dengan persentil terbesar (95th atau 97.5th percentile) dari populasi.

b. Dimensi jarak jangkauan (reach dimension), yaitu dimensi yang diperlukan untuk menentukan maksimum ukuran yang harus ditetapkan agar mayoritas populasi akan mampu menjangkau dan mengoperasikan peralatan kerja (tombol kendali, keyboard, dan sebagainya) secara mudah dan tidak memerlukan usaha (effort) yang terlalu memaksa. Disini jarak jangkauan akan ditetapkan berdasarkan ukuran tubuh terkecil (lower percentile) dari populasi pemakai yang diharapkan dan biasanya memakai ukuran 2.5th atau 5th percentile.

Berdasarkan dua dimensi rancangan tersebut diatas dan untuk mengaplikasikan data antropometri agar bisa menghasilkan rancangan produk, fasilitas maupun stasiun kerja yang sesuai dengan ukuran tubuh dari populasi pemakai terbesarnya (fitting the task to the man); maka ada tiga filosofi dasar perancangan yang bisa dipilih sesuai dengan tuntutan kebutuhannya, yaitu (Tayyari dan Smith, 1997) :

(a) Rancangan untuk ukuran rata-rata (design for average), yang banyak dijumpai dalam perancangan produk/fasilitas yang dipakai untuk umum (public facilities) seperti kursi kereta api, bus dan fasilitas umum lainnya yang akan dipakai oleh orang banyak (masalah utama jarang sekali dijumpai orang yang memiliki dimensi ukuran rata-rata, sehingga rancangan yang dibuat tidak akan bisa sesuai dengan ukuran mayoritas populasi yang ada);

(b) Rancangan untuk ukuran ekstrim (design for extreem), yang ditujukan untuk mengakomodasikan mereka yang memiliki ukuran yang terkecil atau yang terbesar (dipilih salah satu) dengan oritentasi mayoritas populasi akan bisa terakomodasi oleh rancangan yang dibuat; dan

(c) Rancangan untuk ukuran yang bergerak dari satu ekstrim ke ekstrim ukuran yang lain (design for range), yang diaplikasikan untuk memberikan fleksibilitas ukuran (karena ukuran mampu diubah-ubah) sehingga mampu digunakan oleh mereka yang memiliki ukuran tubuh terkecil maupun yang terbesar (biasanya akan memakai ukuran dari range percentile 5th dan 95th ).

Agar dapat menghasilkan rancangan stasiun kerja yang mampu memberikan kondisi kerja yang efektif, efisien, nyaman dan aman, maka dalam hal ini Tayyari dan Smith (1997) merekomendasikan 6 (enam) prinsip umum untuk diikuti, yaitu sebagai berikut :

1 . Prinsip tentang apa-apa yang harus bisa dilihat dan diidentifikasikan dengan jelas oleh seorang pekerja pada posisi dimana seharusnya dia berada. Untuk memenuhi prinsip ini, maka mekanisme display maupun kendali (kontrol) baik ditinjau dari segi jumlah maupun jenis/tipikalnya haruslah dirancang serta ditempatkan (layout) pada posisi dan jarak yang mudah untuk dilihat, dimonitor serta dioperasikan.

2 . Prinsip tentang apa-apa yang harus mampu didengar secara jelas oleh seorang pekerja pada posisi dimana seharusnya dia berada. Apa yang harus bisa didengar secara jelas tersebut meliputi kebutuhan untuk bisa berkomunikasi lisan dengan pekerja lain (berada di stasiun kerja yang berbeda), kebutuhan untuk mampu mendengarkan signal suara yang berasal dari mesin ataupun fasilitas kerja yang dioperasikan dan menjadi tanggung-jawab dalam hal pengawasannya, dan sebagainya.

3 . Prinsip tentang ruang lingkup tugas (aktivitas) yang harus dikerjakan oleh seorang pekerja dalam batas-batas area kerja yang menjadi tanggung-jawabnya. Dalam hal ini harus bisa dianalisa dan diidentifikasikan gerakan-gerakan kerja yang harus dilakukan oleh pekerja, terutama pada saat yang bersangkutan harus berinteraksi dengan fasilitas kerja yang dioperasikannya. Gerakan-gerakan kerja tersebut bisa berupa kegiatan untuk mengangkat (lifting), membawa (transporting atau material handling), atau mengatur letak (positioning atau loading-unloading) material, dan sebagainya. Agar gerakan kerja tersebut bisa dilakukan secara leluasa, maka diperlukan akses ruang yang cukup untuk dilalui oleh pergerakan operator maupun peralatan material handling.

4 . Prinsip tentang urutan kerja yang harus dilalui untuk penyelesaian sebuah kegiatan. Disini harus dipahami benar kondisi alami dan urutan pekerjaan yang harus diselesaikan oleh seorang pekerja.

5 . Prinsip tentang perlunya ada ruang dan jarak (clearance) untuk memberikan keleluasaan pada pekerja agar bisa bekerja dengan efektif, efisien, nyaman dan aman. Analisa tekno-ekonomi dalam penetapan clearance yang harus diberikan akan menentukan kelancaran aktivitas yang harus dilakukan, dan disisi lain costs (untuk tambahan space) harus dijaga dalam batas-batas yang seminimal mungkin.

6 . Prinsip tentang perlu tidaknya area khusus untuk menempatkan material (storage) dalam sebuah stasiun kerja. Perancang harus mengalokasikan ruang yang cukup untuk menempatkan bahan baku (raw material), produk setengah jadi (in-process work-pieces) dan produk jadi (finished goods). Demikian juga perlu diberikan ruang yang cukup untuk penempatan perkakas kerja ataupun alat bantu lainnya yang akan digunakan dan harus disimpan dalam stasiun kerja.

Berdasarkan ke-enam prinsip tersebut diatas, maka dapat disimpulkan kalau perancangan stasiun kerja yang diharapkan memenuhi persyaratan ergonomis untuk menentukan dimensi ukuran akan didasarkan pada 3 (tiga) faktor, yaitu (Tayyari dan Smith, 1997):

(a) data antropometri yang dipakai,

(b) kondisi alami (nature) dari pekerjaan yang harus diselesaikan, dan

(c) pola perilaku pekerja.

Perancangan stasiun kerja yang dilakukan secara benar akan mampu memberikan hasil kerja yang lebih ekonomis, meningkatkan efektivitas dan efisiensi

Perbaikan metode kerja merupakan pendekatan sistematis untuk mendapatkan cara yang lebih mudah dan baik dalam melakukan suatu pekerjaan. Tujuan dasar dari perbaikan metode kerja ini adalah unuk menghindari berbagai jenis pemborosan (waktu, usaha manusia, bahan baku, modal, dan lain-lain). Perbaikan kemampuan kerja akan mempengaruhi produktivitas perusahaan secara umum. Upaya perbaikan kerja meliputi perbaikan gerakan kerja yang dilakukan dan pengaturan peralatan penunjang kerja yang tepat (Davis, 1979).

Perbaikan metode kerja diarahkan supaya menyeimbangkan distribusi beban kerja tersebut dan mewujudkan waktu kerja yang lebih optimal. Kondisi

keseimbangan beban kerja juga dapat diamati dari efisiensi gerakan tangan kiri dan tangan kanan (Davis, 1979).

Dalam melakukan evaluasi dan mendesain layout baru maka terlebih dahulu diadakan brainstorming di mana menjadi dasar dalam mendesain layout kerja baru yang diharapkan dapat mengatasi seluruh permasalahan yang dihadapi dan dapat menyusun aliran kerja yang efektif dan efisien. Brainstorming adalah cara untuk memacu pemikiran kreatif guna mengumpulkan ide-ide dari suatu kelompok dalam waktu yang relatif singkat (Soekarto, 1990).

Teknik brainstorming adalah teknik untuk menghasilkan gagasan yang mencoba mengatasi segala hambatan dan kritik. Kegiatan ini mendorong munculnya banyak gagasan, termasuk gagasan yang nyleneh, liar, dan berani dengan harapan bahwa gagasan tersebut dapat menghasilkan gagasan yang kreatif. Brainstorming sering digunakan dalam diskusi kelompok untuk memecahkan masalah bersama. Brainstorming juga dapat digunakan secara individual (Anonim, 2012).

Salah satu cara untuk mendapatkan ide-ide dari sekelompok orang dalam waktu singkat adalah melalui metode brainstorming. Brainstorming mempunyai 4 tahap pokok, yaitu (Soekarto, 1990) :

1. Menjelaskan persoalan

Pemimpin pertemuan menjelaskan persoalan yang dihadapi dan menerangkan kepada peserta bagaimana berpartisipasi dalam sumbang saran tersebut.

2. Merumuskan kembali persoalan dengan lebih jelas

Berarti membuka jalan keluar atau memberi jawaban yang dapat diterima tanpa adanya sumbang saran seterusnya.

3. Mengembangkan salah satu atau beberapa penjelasan tersebut

Merupakan bagian pokok dari pertemuan, dimana diciptakan suasana yang bebas untuk memaparkan idenya sebanyak mungkin. Ide tersebut ditampung dan ditulis sehingga bisa dibaca oleh semua peserta. Apabila pengeluaran ide mulai mengering, pemimpin dapat menghentikan pertemuan dan minta waktu beberapa menit untuk diam guna memungkinkan perkembangan ide seterusnya. Setelah ide terkumpul lagi dan dituliskan semua, pemimpin dapat berpindah ke acara lain dalam agenda.

4. Mengevaluasi ide yang dihasilkan

Ide-ide yang dihasilkan harus dievaluasi dan beberapa ide yang berguna dipilih dan dimanfaatkan. Teknik brainstorming dipopulerkan oleh Alex F. Osborn dalam bukunya Applied Imagination. Istilah brainstorming mungkin istilah yang paling sering digunakan, tetapi juga merupakan teknik yang paling tidak banyak dipahami. Orang menggunakan istilah brainstroming untuk mengacu pada proses untuk menghasilkan ide-ide baru atau proses untuk memecahkan masalah (Anonim, 2012).Keunggulan teknik brainstorming meliputi (Mizuno, 1994):1. Menciptakan kesempatan seluas-luasnya bagi ide-ide kreatif.

2. Memfasilitasi lingkungan dimana para individu tidak merasa terancam.

3. Dapat membuka jalan baru untuk memecahkan masalah-masalah lama.

Kelemahan-kelemahan teknik ini antara lain (Mizuno, 1994) :

1. Ada kemungkinan sulit untuk menujukan masalah.

2. Keengganan partisipan takut akan celaan atau komentar negatif.

3. Kecaman selama sesi berlangsung.

4. Penghindaran masalah memerlukan judgement nilai.

5. Kesulitan dalam memilih macam masalah.

BAB IIIMETODE PRAKTIKUM

Pelaksanaan Praktikum :

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

B. PEMBAHASAN

Pada acara praktikum acara 4 yang berjudul Perancangan Peralatan Kerja Menggunakan Data Anthropometri ini bertujuan agar praktikan dapat melakukan perancangan peralatan kerja (meja, rak dan alat bantu kerja) yang ergonomis dengan menggunakan data anthropometri. Sebelum menentukan perancangan alat untuk perbaikan kerja pada operator, terlebih dahulu dilakukan brainstorming kelompok. Brainstorming adalah diskusi kelompok yang dilakukan dengan mengumpulkan gagasan atau ide-ide yang diusulkan oleh masing-masing anggota tanpa terkecuali guna memperoleh keputusan mufakat untuk memecahkan permasalahan tertentu. Brainstorming dilakukan untuk membahas kelebihan dan kekurangan sistem serta mencari solusi perancangan sistem kerja dengan data antropometri pada operator stasiun kerja penggorengan di Industri Kerupuk Subur.

Dari berbagai ide dan gagasan tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap operator memiliki beberapa kekurangan dalam melakukan operasinya. Dari brainstorming maka dapat diketahui sistem kerja yang lama memiliki beberapa kelemahan, antara lain:

1. Pekerja pada penggorengan 2 mengangkat kerupuk dalam penyaringan menggunakan 1 tangan saja, hal ini dapat menyusahkan pekerja dan dapat membuat cedera pada tangan karena kerupuk yang diangkat tidaklah sedikit

2. Wajan tempat penggorengan 2 terlalu rendah sehingga pekerja yang tinggi lelah untuk menyesuaikan dan dapat mengakibatkan punggung pegal ketika melakukan operasi penggorengan

3. Saat penirisan, adanya waktu tunggu yang tidak efektif sehingga terkadang pekerja terburu-buru memindahkan ke tempat pengemasan ketika penirisan selanjutnya, padahal kerupuk yang ditiriskan masih belum maksimal

4. Ketika pemindahan kerupuk dari penimbangan ke penggorengan, terjadinya arus balik yang maksimal dimana gang yang sempit dan dipenuhi oleh rombong kerupuk di sisi samping sehingga ketika pekerja akan memindahkan kerupuk, masih adanya kesulitan karena gang tersebut dilewati oleh pekerja lain. Pekerja yang mengangkat kerupuk daalam keranjang juga dapat menyebabkan cedera pada tulang belakang bila terlalu berat beban keranjang tersebut

Pada brainstorming yang menjelaskan tentang kelemahan-kelemahan tersebut maka memunculkan rancangan alat untuk masing-masing kelemahan yang terdapat pada stasiun kerja penggorengan. Pada kelemahan pertama, perencanaan rancangan alat berupa saringan berkatrol. Saringan berkatrol ini berfungsi untuk meringankan atau mengurangi beban saat pekerja mengangkat saringan. Untuk kelemahan kedua, perencanaan rancangan alat berupa pengontrol ketinggian meja penggorengan. Alat ini berfungsi untuk meringankan beban pekerja agar tidak terlalu membungkuk dan pemindahan kerupuk dari penggorengan 1 ke penggorengan 2 dapat dilakukan dengan mudah agar tidak banyak scrap yang terjadi. Kelemahan ketiga, yaitu dilakukan perencanaan rancangan alat berupa konveyor penirisan dan pengemasan. Alat ini berfungsi untuk meminimumkan kesalahan pada inspeksi dan tidak menyebabkan waktu tunggu saat penirisan sehingga pekerja tidak terburu-buru memindahkan kerupuk yang sudah jadi kedalam kemasan. Pada kelemahan terakhir, perencanaan rancangan alat berupa katrol pemindah. Katrol pemindah ini berfungsi untuk meminimumkan arus balik dan memudahkan pekerja tanpa harus bolak balik mengangkat keranjang berisi kerupuk ke penggorengan.

Pertimbangan-pertimbangan mengapa perlu dilakukan perancangan sistem kerja baru diantaranya karena sistem kerja yang lama membuat operator pada stasiun kerja penggorengan menjadi mudah lelah akibat cedera MSDS. Sistem kerja yang lama jika terus dipertahankan maka dikhawatirkan justru akan menurunkan produktivitas (pekerja mudah lelah).

Dari rancangan alat yang diajukan, terpilihlah alat katrol pemindah . Karena, selain harganya lebih murah dibanding dengan rancangan alat lainnya, dapat juga disesuaikan dengan keadaan industri saat ini sehingga pekerja dapat menggunakannya dengan mudah dan dapat dengan cepat beradaptasi. Kemudahan dalam penggunaan alat ini juga dapat meringankan beban pekerja pada stasiun penggorengan.

Alat katrol pemindah merupakan alat yang menggunakan katrol dimana posisinya diletakkan di atas pekerja dan memiliki presentil yang dapat disesuaikan dengan tinggi pekerja. Laju alat katrol berpindah dimulai dari penimbangan kerupuk menuju ke penggorengan. Tiang penyangga hanya terdapat di penimbangan kerupuk dan di penggorengan sehingga gang diantara stasiun tersebut mudah dilewati oleh pekerja tanpa terhalangi oleh apapun. Alat tersebut dilengkapi peer dan dihubungkan dengan keranjangnya sehingga pekerja dapat luwes menarik kebawah untuk mengambil keranjang dan memasukkan kerupuk. Disediakan tongkat pada tiang untuk menarik keranjang sehingga dapat dengan mudah diambil pekerja yang duduk ketika penimbangan kerupuk. Alat tersebut dilengkapi roda penggerak yang kinerjanya mirip dengan konveyor yang mampu memindahkan barang dari suatu tempat ke tempat lainnya yang dituju sehingga setelah kerupuk dimasukkan ke keranjang, pekerja dapat mendorong keranjang tersebut menuju ke penggorengan dari tempat semula tanpa melakukan usaha ekstra.

Persentil adalah suatu nilai yang menunjukkan persentase tertentu dari orang yang memiliki ukuran pada atau dibawah nilai tersebut. Sebagai contoh, persentil 95 yang menunjukkan bahwa 95% populasi akan berada pada atau dibawah ukuran tersebut, sedangkan persentil 5 akan menunjukkan bahwa 5% populasi akan berada pada atau dibawah ukuran itu. Dalam antropometri, angka persentil 95 akan menggambarkan ukuran manusia yang terbesar sedangkan persentil 5 sebaliknya akan menunjukkan ukuran terkecil. Penerapan persentil 95 biasanya digunakan untuk pengukuran dalam pembuatan pintu (pada bagian tinggi pintu) hal itu diharapkan agar 95% populasi dapat melewati pintu tersebut sedangkan biasanya persentil 5 digunakan untuk perancangan suatu alat kontrol terhadap operator dan diharapkan hanya 5% atau 10% populasi yang berukuran minimum yang tidak dapat menggunakan.Dalam perancangan alat ini, data persentil yang digunakan yaitu data persentil 95 tinggi tubuh posisi berdiri tegak dan data persentil 5 tinggi pegangan tangan (grip) pada posisi tangan vertikal ke atas dan duduk. Sedangkan untuk populasi yang digunakan yaitu laki-laki yang memiliki tinggi sekitar 170 176 cm karena tinggi rata-rata pekerja di pabrik subur yang menangani penggorengan memiliki rata-rata tinggi tersebut dan banyak populasi yang digunakan untuk menghitung data persentil sebanyak 11 orang. Data persentil 95 untuk tinggi tubuh posisi berdiri tegak di hitung karena untuk menentukan posisi alat yang akan dipasang sebab alat yang dirancang ini merupakan alat pemindah bahan yang letaknya akan dipasang di atas tiang-tiang langit pabrik. Sehingga dengan menggunakan data persentil 95 tinggi tubuh posisi berdiri tegak agar alat yang dipasang di atas, sebanyak 95% populasi dari pekerja bagian penggorengan tidak akan mengenai alat tersebut atau pekerja dapat melewati alat ini meski saat alat ini sedang bergerak berpindah dan pekerja juga sedang melakukan aktivitas. Besarnya nilai persentil 95 untuk tubuh posisi berdiri tegak dari populasi sebesar 174,150 cm maka alat akan dirancang ketinggianya dari dasar bagian alat sampai ke tanah sebesar 174,150 cm. dengan ketinggian tersebut maka diharapkan hanya 5% dari populasi pekerja saat berjalan (berdiri) yang akan mengenai alat ini. Sedangkan untuk data persenti 5 tinggi pegangan tangan (grip) pada posisi tangan vertikal ke atas dan duduk digunakan untuk merancang tinggi alat tongkat kayu yang berfungsi untuk menarik beban berisi kerupuk yang dipindahkan dari stasiun penimbangan kerupuk ke stasiun kerja penggorengan maupun sebaliknya karena dalam kegiatan menimbang pekerja melakukannya dalam posisi duduk maka alat yang dirancang disesuaikan dengan posisi pekerja yang sedang duduk. Dan kenapa memilih data tinggi pegangan tangan (grip) pada posisi tangan vertikal ke atas dan duduk karena saat pekerja akan menarik beban dengan tongkat kayu tentu tangan pekerja bagian kanan (kiri) akan meraih beban menggunakan tongkat kayu dengan mengarahkan tangannya ke posisi vertikal ke atas sehingga dalam hal ini panjang tongkat kayu akan ditambah dengan jangkauan tangan pekerja saat posisi vertikal ke atas. Oleh karena itu dalam perancangan tinggi alat tongkat kayu digunakan data tersebut dan data yang digunakan yaitu persentil 5 karena diharapkan hanya 5% populasi yang tidak mampu meraih beban untuk ditarik dengan menggunakan tongkat kayu. Nilai persentil 5 tinggi pegangan tangan (grip) pada posisi tangan vertikal ke atas dan duduk sebesar 110,185 cm. Dari nilai tersebut maka dapat ditentukan selisih dari tinggi alat yang dipasang(174,150 cm) dengan tinggi pekerja saat posisi tangan vertikal ke atas dalam keadaan duduk (110,185 cm). Maka diperoleh selisih nilai sebesar 63,965 64 cm. Selisih nilai tersebut digunakan sebagai nilai tinggi dari alat tongkat kayu yang akan dibuat. Kelebihan perancangan alat sesuai brainstorming yang dilakukan antara lain fleksibel karena dalam melakukan pemindahan pekerja tidak perlu ikut berpindah dengan membawa beban melainkan hanya menarik tali pada alat rancangan tersebut, selain itu juga nyaman karena pekerja tidak perlu mengeluarkan tenaga lebih serta operasi penggunaannya mudah, efisien waktu karena dapat memindahkan bahan dalam jumlah yang banyak dalam sekali perpindahan sehingga banyak waktu yang dihemat dan efektif untuk produksi banyak Karen aalat yang dirancang sesuai dengan jumlah produktivitas yang tinggi. Dari segi operator, akan mengurangi adanya kelelahan yang dialami karena disebabkan oleh beban pengangkatan kerupuk yang telah ditimbang menuju ke stasiun penggorengan sehingga diharapkan produktivitas jauh lebih meningkat. Meskipun perancangan sistem kerja yang baru telah dilakukan akan tetapi perlu dilakukan evaluasi lagi atas alat yang baru ini karena dikhawatirkan masih terdapat kelemahan dalam perancangan alat ini, misalnya resiko kerusakan alat yang sewaktu-waktu bias terjadi jika tidak dilakukan perawatan yang rutin, butuh waktu pembelajaran atau adaptasi terhadap pekerja agar dapat mengoperasikannya, butuhnya atap langit yang kuat karena jika tidak atau struktur bangunannya tidak kuat dan tidak sesuai dikhawatirkan alat akan terjatuh sewaktu-waktu dan hal tersebut akan menyebabkan kerugian yang sangat besar.BAB VKESIMPULAN

Setelah dilakukan brainstorming maka didapatkan kesimpulan bahwa untuk mempermudah pekerja dalam melakukan pekerjaannya, khususnya pada stasiun kerja yang kami amati yaitu stasiun penggorengan, maka dibuat sebuah alat yang dapat mempermudah pekerjaan tersebut, yaitu alat katrol pemindah yang merupakan alat yang menggunakan katrol dimana posisinya diletakkan di atas pekerja dan memiliki presentil yang dapat disesuaikan dengan tinggi pekerja.DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Brainstorming. Dalam http://isroi.wordpress.com/2008/04/12/brainstorming/. Diakses pada tanggal 23 April 2013 pukul 23.25 WIB.Barnes, Ralph M. 1980. Motion and Time Study Design Measurement of Work. John wiley and sons. Singapore.

Davis, Louis E. And James C.Taylor.1979. Design of Job. Goodyear Publishing Co. Inc. California.

California.Granjean, Etienne. 1992. Fitting The Task to The Man : an Ergonomic Approach. Taylor and Francis. London.

Mizuno, Shigeru. 1994. Pengendalian Mutu Perusahaan Secara Menyeluruh. Jakarta : PT. Pustaka Binaman Pressindo. Soekarto,T Soewarno. 1990. Dasar-dasar Pengawasan dan Standarisasi Mutu Pangan. Bogor : PAU Pangan dan Gizi IPB.

Tayyari, Fariborz and Smith, James L.1997. Occupational Ergonomics : Principles and Applications. Chapman & Hall. London.

Wignjosoebroto, S. 1992. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu. Jakarta : Penerbit Guna Widya

Wignjosoebroto, Sritomo. 1995. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu. Jakarta : Guna Widya.

Digambarkan sistem kerja yang akan diperbaiki / dirancang (yang digunakan di acara 2).

Digunakan skala sesuai kebutuhan.

Sistem kerja tersebut dievaluasi, kemudian ditunjukkan kelemahan / kekurangan rancangan yang ada sehingga perlu ada perbaikan.

Dirancang perbaikan sistem kerja menggunakan data anthopometri dengan mempertimbangkan faktor ergonomi sehigga akan mengurangi faktor delay, ketdakseimbangan kerja, kelelahan, MSDs. Digambarkan dengan prinsip gambar teknik.

Jika perlu ada alat bantu, dibuat gambar alat bantu yang dirancang menggunakan skala tertentu.

Dibuat gambar peta kerja yang sesuai untuk sistem kerja baru

Dievaluasi keuntungan dan kerugian dari rancangan baru yang dibuat