5/26/2018 Agama Katolik
1/26
1
Bagian I
Hakikat, Panggilan dan Martabat
A. Hakikat Hidup Manusia
1. Manusia Dicipta Sebagai Citra Allah
Saat sang bayi dilahirkan, saat itulah kepadanya disampaikan panggilan agung,yakni panggilan untuk menjadi manusia. Sejak bayi, seseorang sudah dipanggil,
diundang, dan diajak untuk memenuhi seruan menjadi manusia seutuhnya seturut
martabat asali sebagai citra Allah.
Dapat diibaratkan bagai seorang pelukis yang siap menggoreskan pena di atas
kanvas putih dalam waktu-waktu kehidupannya. Anugerah panggilan itu bukan
berarti pasif, artinya manusia hanya penikmat saja tanpa melakukan apa-apa.Manusia dengan kebebasannya tetap harus aktif untuk memanfaatkan dan
menumbuhkembangkan anugerah itu sebaik mungkin. Jadi anugerah itu bagi manusia
membawa konsekuensi suatu tugas dan tanggungjawab atas hidup.
Dalam Kitab Suci, tidak hanya dikatakan bahwa manusia diciptakan sebagai
citra Allah, tetapi juga ditegaskan mengenai panggilannyasebagai citra Allah. Setelahselesai mencipta manusia, Allah memberkati manusia dan memanggilnya untuk
beranakcucu dan bertambah banyak; memenuhi bumi dan menaklukkannya,
menguasai ciptaan Allah lainnya (lih. Kej 1: 26-30. 2: 15-16).
Siapa yang menumpahkan darah manusia , darahnya akan tertumpah oleh manusia,
sebab Allah membuat manusia itu menurut gambar-Nya sendiri (lih. Kej. 9:6).Manusia itu sangat berbeda dengan ciptaan lainnya (batu, tumbuhan dan
binatang).
Manusia bukan hanya puncak karya keselamatan Allah dan diciptakanmenurut gambar dan rupa Allah, tetapi manusia itu dijunjung lebih tinggi
dengan inkarnasidan penebusanKristus.
Manusia bukan hanya puncak karya keselamatan Allah dan diciptakan
menurut gambar dan rupa Allah, tetapi manusia itu dijunjung lebih tinggi
dengan inkarnasidan penebusanKristus.
Manusia diciptakan sebagai citra Allah, manusia memiliki martabat sebagai
pribadi: ia bukan hanya sesuatu, melainkan seseorang.
Manusia mengenal dirinya sendiri, menjadi tuan atas dirinya sendiri,
mengabdikan diri dalam kebebasan, dan hidup dalam kebersamaan dengan
orang lain, dan dipanggil membangun relasi dengan Allah, Pencipta-Nya.
Dalam dunia modern sekarang ini, manusia menghadapi ancaman-ancamanberat yang tak terbilang jumlahnya.
Manusia merasa terlindas oleh perasaan tak berdaya. Mereka merasa seolah-olah kebaikan tak pernah dapat memadai kekuatannya untuk mengalahkan
kejahatan.
Dalam perjalanan perwujudan sebagai citra Allah, manusia kerap dihadapkan
dengan berbagai macam pertanyaan ada pertanyaan bersifat dangkal,
namun ada pula yang sungguh mendalam.Apa pertanyaan yang bersifat dangkal? Apa pertanyaan yang bersifat
mendalam?
5/26/2018 Agama Katolik
2/26
2
2. Manusia Dipanggil & Diutus Allah
Ada berbagai macam tantangan, rintangan, dan pertanyaan-pertanyaan hidup
yang ada.Apa tantangan, rintangan dan pertanyaan hidupmu?
3. Martabat Hidup Manusia
Manusia dari mulai keberadaannya di dunia terus dipanggil untuk semakin
menuju kepada martabat sebagai citra Allah.
Martabat inilah yang sering disebut sebagai kesempurnaan. Kesempurnaanmanusia sebagai citra Allah disadari dan dipahami bukan dalam arti
manusia harus sama dengan Allah; melainkan justru dalam membuka diri dan
menyambut panggilan dunia, terutama sesamanya manusia. Dalam
keterbukaan terhadap dunia, terutama sesamanya, manusia semakin
mewujudnyatakan panggilannya sebagai citra Allah.
Martabat Manusia menurut Ajaran GerejaGaudium et Spes artikel 12, 15, 16, 17, 24 Sebagai citra-Nya, manusia sangat
dikasihi Allah (G.S Art. 12). Manusia "yang di dunia merupakan makhluk yang
dikehendaki Allah demi diri-Nya sendiri" (G.S Art. 24). Ia dipanggil untuk mengambil
bagian dalam kehidupan Allah sendiri. Karena semua manusia adalah citra Allah,
berasal dari Allah yang sama, dan sama-sama dikasihi Allah, maka semua manusia
mempunyai ikatan kesatuan. Mereka harus saling mengasihi, menghormati, tidaksaling menghina dan merendahkan, serta hidup sebagai saudara satu terhadap yang
lain.
Evangelium Vitae (Injil Kehidupanatau dalambahasa Inggris disebut "The Gospel of
Life" adalah judul dari ensiklik yang ditulis oleh Paus Yohannes Paulus II yangmerupakan sikap Gereja Katolik terhadap nilai-nilai kehidupan manusia yang tidak
dapat diganggu gugat. Ensiklik tersebut disebar luaskan pada tanggal25 Maret1995).
Artikel 1: Injil tentang hidup menjadi inti ajaran Yesus.
Artikel 2: manusia diberi martabat yang sangat berdasarkan ikatan mesra dengan
Sang Pencipta; dalam diri manusia terpancarlah gambar Allah sendiri.asal usul dan
tujuan hidup, yakni persatuan dengan Allah dalam pengetahuan dan kasih dengan-
Nya (art. 38)
Dalam keadaan apapun, hidup manusia tetap bernilai. Keadaan jasmani dan rohanibukan ukuran bernilai tidaknya hidup manusia. Kerusakan jasmani seseorang
bukanlah dasar bagi seseorang untuk menilai bahwa hidupnya tak bermakna.
Demikian juga kecantikan dan ketampanan fisik seseorang bukan dasar untuk menilai
bahwa hidupnya bermakna. Demikian pula suka duka hidup bukan ukuran dasar dari
makna hidup manusia. Nilai tinggi hidup manusia terletak pertama-tama pada
relasinya dengan Allah sendiri; Citra Allah, Anugerah Allah, Milik Allah, Kudus sepertiAllah. Selain itu, hidup fana manusia juga memiliki nilai yang tinggi karena hidup fana
http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Inggrishttp://id.wikipedia.org/wiki/Ensiklikhttp://id.wikipedia.org/wiki/Paus_Yohannes_Paulus_IIhttp://id.wikipedia.org/wiki/Gereja_Katolikhttp://id.wikipedia.org/wiki/25_Marethttp://id.wikipedia.org/wiki/1995http://id.wikipedia.org/wiki/1995http://id.wikipedia.org/wiki/25_Marethttp://id.wikipedia.org/wiki/25_Marethttp://id.wikipedia.org/wiki/Gereja_Katolikhttp://id.wikipedia.org/wiki/Gereja_Katolikhttp://id.wikipedia.org/wiki/Gereja_Katolikhttp://id.wikipedia.org/wiki/Paus_Yohannes_Paulus_IIhttp://id.wikipedia.org/wiki/Paus_Yohannes_Paulus_IIhttp://id.wikipedia.org/wiki/Paus_Yohannes_Paulus_IIhttp://id.wikipedia.org/wiki/Paus_Yohannes_Paulus_IIhttp://id.wikipedia.org/wiki/Paus_Yohannes_Paulus_IIhttp://id.wikipedia.org/wiki/Paus_Yohannes_Paulus_IIhttp://id.wikipedia.org/wiki/Ensiklikhttp://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Inggrishttp://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Inggrishttp://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Inggris5/26/2018 Agama Katolik
3/26
3
manusia mengandung benih keseluruhan dan kepenuhan yang akan terpenuhi dalam
hidup ilahi abadi (EV 31).
Manusia memiliki kemampuan spiritual yang khas kemampuan untuk memilih yangbaik dan yang jahat dan kehendak bebas. (Art 34)
Hidup manusia itu selalu sesuatu yang baik! Mengapa? Karena hidup ituberbeda jauh dengan hidup makhluk hidup lainnya, kendati ia dibentuk dari
debu tanah. (Kej. 1: 26-27)
Hidup manusia menampilkan Allah di dunia, menandakan kehadiran-Nya dan
mencerminkan kemuliaan-Nya. Manusia dikaruniai martabat yang amat luhur(EV 34).
Dignitatis Humanae (Keluhuran Hidup Manusia, Paus Yohanes Paulus II)
Artikel 2: Martabat sebagai seorang pribadi yakni diberi akal budi dan kehendak
bebas dan oleh karena itu mendapatkan priveligi untuk tanggung jawab pribadi.
Bagaimana dengan penderitaan?
Penderitaan kerapkali dinilai sebagai bencana atau bahkan mungkin buah daridosa. Sehingga penderitaan itu sama sekali tak bermakna.
Penderitaan hanya mensengsarakan manusia dan membuat manusia putus asa.
Apakah benar demikian?
Menurut ajaran kristiani, penderitaan secara khusus pada waktu menjelang
kematian, memiliki tempat yang khusus dalam rencana keselamatan Allah.
Penderitaan itu adalah tanda seseorang ikut ambil bagian dalam sengsaraKristus dan bersatu dengan kurban penebusan Kristus yang mempersembahkan
ketaatannya pada kehendak Bapa.
Beberapa pertanyaan seputar keluhuran martabat manusia
Apa akar martabat manusia?
Martabat pribadi manusia berakar pada penciptaannya menurut gambar dan rupa
Allah. Dilengkapi dengan jiwa yang spiritual dan tak dapat mati, intelek kebahagiaan
kekal dalam jiwa dan badannya.
Dalam arti apa kita mengerti bahwa manusia, laki-laki dan perempuan,
diciptakan menurut gambaran Allah?
Pribadi manusia diciptakan menurut gambar Allah dalam arti bahwa dia mampumengenal dan mencintai Penciptanya secara bebas. Manusia adalah satu-satunya
makhluk di dunia yang dikehendaki Allah demi mereka sendiri, dan dipanggil untukmengambil bagian dalam kehidupan ilahi-Nya melalui pengenalan dan cinta kasih.
Semua manusia, karena diciptakan menurut gambaran Allah, mempunyai martabat
sebagai seorang pribadi. Seorang pribadi bukanlah sesuatu barang, tetapi seseorang
yang mampu mengenal dirinya sendiri dan memberikan dirinya dengan bebas dan
masuk ke dalam persatuan dengan Allah dan pribadi-pribadi lainnya.
5/26/2018 Agama Katolik
4/26
4
Apa tujuan Allah menciptakan laki-laki dan perempuan?
Allah menciptakan segala sesuatu bagi mereka, tetapi Dia menciptakan mereka untukmengenal, melayani, dan mencintai Allah, untuk mempersembahkan untuk
mengangkatnya ke dalam hidup bersama Dia di surga. Hanya dalam misteri kodratciptaan itu merupakan prinsip kebijaksanaan dan dasar moralitas. Penjelmaan Sang
Sabda, misteri pribadi manusia dapat dimengerti secara baru. Semua ciptaan di duniaini sebagai rasa syukur dan terima kasih kepada-Nya dan Laki-laki dan perempuan
ditakdirkan untuk menghasilkan kembali gambar Putra Allah yang menjadi manusia ,
Allah yang tidak kelihatan (Kol 1:15).
Hubungan apa yang ditetapkan Allah antara laki-laki dan perempuan?
Laki-laki dan perempuan diciptakan Allah dalam martabat yang setara karena mereka
adalah pribadi-pribadi manusia. Sekaligus mereka diciptakan untuk saling
melengkapi karena mereka laki-laki dan perempuan. Allah menghendaki agar mereka
juga dipanggil untuk meneruskan kehidupan manusia dengan menjadi satudagingdalam perkawinan (Kej 2:24). Mereka juga dipanggil untuk menaklukkan dunia
sebagai pelayan Allah.
Apa peranan martabat manusia berhadapan dengan suara hati?
Martabat pribadi manusia menuntut suara hati moral ini lurus dan benar (yang
berarti sesuai dengan apa yang adil dan baik menurut hukum Allah). Karena
menyangkut martabat manusia, tak seorang pun dapat dipaksa untuk melakukan
tindakan yang berlawanan dengan suara hatinya, atau dihalangi untuk bertindaksesuai dengan suara hatinya, khususnya dalam hal-hal religius dan dalam batas-batas
kebaikan umum.
Sebagai makhluk bermartabat, manusia mengembangkan diri dan menghayati
hidupnya berdasarkan pada beberapa unsur yang ada dalam dirinya. Denganberpedoman pada ajaran St. Paulus (1Tes 5:23), ada 3 unsur konstitutif: 1) tubuh, 2)
jiwa, dan 3) roh.
- Tubuh. Tubuh menunjuk pada seluruh bidang kehidupan manusia yang fisik-
material, yang berkaitan dengan jasmani atau badan. Segala sesuatu yang
menyangkut tubuh adalah makan dan minum, kesehatan dan kenyamanan.
Tetapi pemenuhan bagi tubuh manusia belum dapat membuat hidup manusia
menjadi sungguh manusiawi. Menurut St. Paulus, tubuh manusia mengarah
pada percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir,perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri,
percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora (bdk. Galatia5:19-21). Manusia tidak hanya mempunyai tubuh. Manusia juga punya jiwa.
- Jiwa. Jiwa menyentuh sisi hati dan akal budi manusia. Melalui hati dan akal
budi itu, manusia mengusahakan kebebasan, pendidikan, kehidupan bersama,
kebudayaan, norma-norma hukum, pengetahuan dan teknologi. Usaha
manusia untuk masuk pada berbagai bidang tersebut tidak tanpa masalah. Ada
tuntutan dan tantangan yang ada dalam suara hati manusia. Dengankemampuan suara hati, baik untuk mencermati peristiwa yang dialami,
memilih atau menolak untuk mensikapi, dan menentukan sikapnya, manusia
5/26/2018 Agama Katolik
5/26
5
menyadari bahwa seluruh hidupnya melampaui seluruh ketegangan yang
dihadapi. Manusia menyadari ada dimensi kehidupan yang lebih unggul atautransenden.
- Roh. Roh mencakup iman dan kepercayaan. Dengan beriman dan percaya,manusia membuka dirinya pada kuasa Allah yang hadir dan ada dalam dirinya.
Roh yang ada dalam diri manusia memampukan pula untuk mengatasikesengsaraan, kesedihan, dan keterbatasan dirinya. Dalam Galatia (Gal. 5: 22-
23), St. Paulus menegaskan bahwa buah roh ialah: kasih, sukacita, damai
sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan,
penguasaan diri.
Hidup manusia meliputi tubuh, jiwa dan roh. Ketiganya membentuk hidup
manusia secara menyeluruh. Dengan demikian, secara singkat dapat pula
disebutkan bahwa tubuh menghubungkan manusia dengan dunia, melalui indera
manusia, kita dapat merasakan panas, dingin, dan sebagainya. Jiwa adalah organ
yang menghubungkan dan memberi kita kesadaran akan diri sendiri. Roh adalah
sesuatu yang membuat manusia sadar akan Allah dan yang menghubungkan kitadengan Allah.
5/26/2018 Agama Katolik
6/26
6
BAGIAN 2
WAHYU DAN IMAN DALAM TRADISI KATOLIK
I. WahyuA. Wahyu sebagai komunikasi Interpesonal Allah-Manusia
Bicara mengenai wahyu dan iman dalam tradisi Katolik, maka kata kunci utamayang digunakan adalah komunikasi. Dengan istilah ini, hendak ditunjukkan adanya
relasi dan tindakan saling menyapa antara minimal dua pihak. Ada yang berinisiatif
dan ada yang menanggapi. Komunikasi ini menjadi berjalan apabila ada pemahaman
akan maksud dan isi yang disampaikan. Inilah syarat utama munculnya relasitersebut, bukan pertama-tama masalah bahasa: karena bahasa itu sendiri sangat
terbatas pada ruang dan waktu tertentu; melainkan pada relasi antara dua pihak yang
saling memahami tentang hal yang dikomunikasikan.
Dalam konteks wahyu-iman, terlihat sejumlah unsur dari komunikasi tersebut,
yaitu adanya dua pihak yang saling berelasi, Allah dengan manusia. Pihak yang
mengambil inisiatif adalah Allah dan pihak yang menanggapi adalah manusia. Inisiatif
komunikasi Allah tersebut diwujudkan dalam perlbagai rupa dan melalui pelbagaicara hingga akhirnya Ia mengutus sendiri Yesus Kristus, PuteraNya. Berbeda dengan
komunikasi antara dua orang manusia pada umumnya, komunikasi antara Allah-
manusia itu berada dalam tataran yang berbeda: Allah dalam realitas ilahi yang tak
kasat mata, sedangkan manusia berada dalam tataran duniawi yang indrawi . Maka
untuk dapat mengenal apa yang dikomunikasikan, manusia menggunakan
kemampuan-kemampuan rohaninyasehingga dapat mengenal Allah.Melihat relasi antara Allah dengan manusia, kita dapat mengatakan bahwa
Allah-lah yang menjadi subyek wahyu.Ada gerakan dari pihak Allah: dari keadaannyayang tidak terdeteksi oleh manusia, kini Allah keluar menyatakan diri dan
kehendakNya menyelamatkan manusia. Allah yang semula diamkini berbicarapada
manusia. Mengapa Allah berbuat demikian? Mengapa Allah kini menyatakan dirinyapada manusia? Apa tujuan tindakanNya tersebut? Konstitusi Dogmatis Dei Verbumart
2 mengungkapkan motivasi Allah untuk berkomunikasi dengan manusia adalah
karena kebaikan dan kebijaksanaanNya. Maka motivasi tersebut digerakkan olehkebebasan dan cinta Allah bagi manusia, bukan karena hal lain. Allah tidak
memberikan diriNya karena digerakkan oleh manusia yang berdosa, melainkan
karena kehendak Allah untuk bersekutu dengan manusia dan menyapa mereka
sebagai sahabatNya (Dei Verbum art.2). Dalam hal inilah menjadi jelas bahwa
pewahyuan berhubungan erat dengan keselamatan yang direncanakan Allahbagimanusia.
B. Obyek dan Cara Penyampaian WahyuB.1 Dalam Perjanjian Lama:
Setelah menganalogikan wahyu sebagai komunikasi di antara dua pihak, kemudian
kita perlu bertanya: apa yang dikomunikasikan?Apa yang menjadi obyek atau isi
komunikasi dari Allahpada manusia. Kitab Suci Perjanjian Lama (KSPL) mengungkap
sejumlah segi mengenai obyek wahyu, yaitu apa yang disampaikan dari diri Allahi:
5/26/2018 Agama Katolik
7/26
7
1.KehendakNya:
Hal ini diwujudkan dalam hukum taurat, di dalamnya termuat anekaketentuan dan ketetapan dari Allah bagi umat Israel yang menuntun mereka
untuk mendapat keselamatan, Ia memberitakan firman-Nya kepada Yakub,ketetapan-ketetapan-Nya dan hukum-hukum-Nya kepada Israel.(Mzm 147:19).
2.Kemahakuasaan dan kemuliaanNya:
Hal ini diwujudkan dalam penciptaan alam semesta, yang menggambarkan
akan Allah yang hidup dan terlibat sejak awal mula dunia ada, Langit
menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya.(Mzm 19:2).
3.Pribadi Allah yang adil dan berbelas kasih
Ini ditunjukkan dalam karya keterlibatannya bagi umat Israel, dalam memilih,
membimbing, dan melindungi umat-Nya serta dalam pemerintahanNya di dunia.
Kamu sendiri telah melihat apa yang Kulakukan kepada orang Mesir, dan
bagaimana Aku telah mendukung kamu di atas sayap rajawali dan membawakamu kepada-Ku. (Kel 19:4).
Hal-hal inilah yang kurang lebih disampaikan Allah bagi umat-Nya dan berkaitan
erat dengan kehendak-Nya untuk menyelamatkan umat manusia. Maka pewahyuan
tidak dapat dilepaskan dari rangkaian tindakan Allah: untuk menyapa manusia,
menerima mereka sebagai umat kesayanganNya, dan akhirnya membawa merekadalam keselamatan.
Isi pewahyuan ini kemudian berkaitan erat dengan tindakan proses bagaimanaWahyu itu sampai dari Allah pada manusia. Ada pengantara yang menyampaikan niat
dan kehendak Allah bagi hidup manusia. Mengapa perlu ada perantara? Mengapa
Allah tidak langsung menjumpai manusia dan menyampaikan isi kehendakNya buatmereka? Rupanya yang mendasari perlunya terdapat pemisahan antara Allah dan
manusia adalah bahwa Allah itu kudus, sedangkan manusia tidak. Dua hal ini tidak
dapat bertemu dalam tataran yang sama dan siapa pun yang berhadapan dengan
Allah akan mati (Hak 13:22).
Dalam sejarah umat Israel, terungkap sejumlah pihak yang memperantarai
relasi antara Allah dengan manusia, misalnya para imam yang dalam tindakan
kultisnya menghubungkan tataran ilahi dengan manusiawi. Merekalah yang
menyampaikan ucapan syukur manusia pada Allah dan menjaga batas antara Allahyang kudus dan manusia. Namun dalam dunia Perjanjian Lama, pihak perantara
wahyu Allah terutama dihadirkan dalam diri para nabi. Merekalah yangmenyampaikan sejumlah sabda Tuhan bagi manusia, memberikan teguranbagi umat
bila mereka dalam keadaan berdosa dan memberikan pengharapan dalam keadaan
tertindas.
B.2 Dalam Perjanjian Baru: Yesus Kristus Puncak Wahyu
Sementara itu, obyek wahyu dalam Kitab Suci Perjanjian Baru adalah sangatkhas, yaitu bahwa isi komunikasi Allah itu hadir dalam pribadi Yesus Kristus, sang
Anak Allah. Dialah yang menjadi puncak dari seluruh sejarah pewahyuan, dari mulai
5/26/2018 Agama Katolik
8/26
8
kisah janji pada Abraham, dari Musa ke jaman para nabi, sesudah pembuangan,
melalui sejarah umat Israel sampai pada jaman kehadiran Yesus di dunia. Dei Verbumart 4 mengungkapkan bahwa dalam diri Kristuslah komunikasi Allah kepada manusia
menjadi nyata sepenuhnya.Teks kunci dalam Kitab Suci untuk melihat keistimewaan Yesus sebagai
kepenuhan Wahyu adalah Ibr 1:1-12 yang berbunyi:Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dalam pelbagai cara
berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi-nabi, maka pada
zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya
(Ibr 1:1-2)
Teks ini mengungkap dengan sangat jelas bagaimana ada aspek kontinuitas
(keberlanjutan) dari peristiwa Yesus Kristus dengan sejarah pewahyuan yang
sebelumnya. Namun pewahyuan itu menjadi definitif, penuh, lengkap, tak
ditambahkan lagi; dalam diri Yesus Kristus. Istilah puncak hendak menyatakanbahwa Yesuslah pewahyuan definitif dari diri Allah , karena barangsiapa telah
melihat Yesus, telah melihat Bapa (Yoh 14:9). Ciri lain yang hendak ditampilkanadalah bahwa kehadiran Yesus punya arti yang mendasar untuk menentukan
hubungan manusia dengan Allah. Sebelum peristiwa Yesus Kristus, perjanjian Allah-
manusia kerap kali gagal langgeng karena ketidaksetiaan pihak manusia yang tidak
taat pada Allah. Dan kini Yesus hadir dari Allah menjadi manusia, dan dengan
demikian berada di pihak manusia. Maka dari itu, perjanjian tidak dapat dibatalkan
lagi karena Yesus menjadi penjamin relasi perjanjian Allah-manusia. Darikeistimewaan Yesus Kristus ini hendak diungkapkan bahwa Ia adalah pembawa
sekaligus isiwahyu tersebut.Dari uraian di atas hendak diungkapkan hakekat wahyu yaitu Allah yang
berkomunikasi dengan manusia. Ia keluar dari keadaannya yang tersembunyi dan
kemudian menyatakan diriNya kepada manusia. Pernyataan diri Allah itu secarasempurna hadir dalam pribadi Yesus Kristus, Anak Allah.
C. Sarana Penerusan WahyuKontinuitas wahyu bagi umat dari jaman ke jaman hingga ke diri kita, hanya
dimungkinkan dengan kehadiran Yesus Kristus dalam Roh Kudus. Dasar penerusan
Wahyu adalah kehendak Allah sendiri untuk menyelamatkan semua orang (1 Tim
2:4). Dalam tradisi Katolik, kisah penyataan dan komunikasi diri Allah bagi manusia
terus menerus hadir sepanjang sejarah melalui Tradisi dan Kitab Suci. Pembentukanwahyu itu sendiri mulai baku dan definitif pada masa selesainya jaman para rasul,
sehingga para penerus atau pun umat masing-masing jemaat yang dibangun di atasrasul tertentu, kini hanya sekedar menyampaikan dan meneruskan apa yang sudah
mereka terima dari diri para rasul. Dalam hal inilah kita bicara mengenai sarana
penerusan wahyu
Dei Verbum art 8 menuliskan: Maka para Rasul, seraya meneruskan apa yang
telah mereka terima sendiri, mengingatkan kaum beriman, supaya mereka berpegang
teguh pada ajaran-ajaran warisan, yang telah mereka terima entah secara lisan entahsecara tertulis (lih. 2Tes 2:15), dan supaya mereka berjuang untuk membela iman yang
sekali untuk selamanya diteruskan kepada mereka
5/26/2018 Agama Katolik
9/26
9
Kutipan di atas hendak mengungkapkan adanya 2 cara dalam penerusanWahyu(lihat juga Dei Verbum art 7), yaitu Kesaksian Lisan dan Kesaksian Tertulis:
C.1 Kesaksian Lisan (Tradisi)
Adalah bentuk pewartaan dan penerusan Wahyu yang tidak tertulis, yaitudalam tradisi para rasul. Tampak dalam pewartaan lisan, teladan hidup,
dan penetapan-penetapan tertentu dari para rasul. Seluruh kesaksian ini,
baik yang mereka terima dari hidup Yesus Kristus sendiri maupun yang
mereka terima atas dorongan Roh Kudus, diteruskan secara turuntemurun dalam jemaat dari jaman ke jaman.
Tradisidibedakan dalam dua jenis, yaitu
1)Tradisi Apostolik (Para Rasul): sungguh berasal dari para rasul yang
menyangkut tema iman akan Yesus Kristus. Sifatnya tetap dan tak
berubah. Contohnya adalah iman akan Yesus Kristus Putera Allah adalah
bentuk kesaksian rasuli yang tidak berubah.
2)Tradisi Gerejani: berasal dari perkembangan Gereja dari jaman kejaman yang ditampilkan dalam refleksi hidup dan aneka praktek hidup.
Sifatnya bisa berubah dan mencerminkan perkembangan terus menerus
dalam Gereja. Contohnya: tampil dalam tata tertib ibadatdan pandangan-
pandangan moral
Penerusan Wahyu secara lisan ini merupakan pewartaan iman yang hadirsecara manusiawi dalam hidup para rasul dan jemaat perdana. Dalam
perkembangan waktu, sesuai dengan perkembangan jaman, dayapenerangan Roh Kudus senantiasa membimbing Gereja untuk
mengartikulasikan iman dalam konteksnya masing-masing, sehingga
tradisi ini (yaitu tradisi gerejani) senantiasa berubah untuk menjawabpelbagai kegelisahan dan tantangan yang berbeda dari setiap jaman.
C.2 Kesaksian Tertulis (Kitab Suci)
Adalah bentuk penerusan wahyu dalam bentuk yang tertulis, yaitu Kitab
Suci. Bentuk kesaksian ini dihadirkan dalam proses, yaitu ketika para rasul
dan tokoh-tokoh rasuli (murid para rasul) mendapat inspirasi Roh Kudus
untuk membukukan amanat keselamatan tentang hal-hal yang pokok bagi
pengembangan iman jemaat. Mereka menjadi pengarang dalam arti luas,yaitu ketika memberikan pengajaran pada jemaat, untuk kemudian
sejumlah murid, dalam tuntunan Roh Kudus, mengabadikannya dalambentuk tulisan.
Walaupun ditulis dengan inspirasi dari Roh Kudus, tidak dapat
dikesampingkan unsur manusiawi si pengarang, meliputi konteks jaman,
kemampuan berbahasa, masalah yang dihadapi dalam jemaatnya, dsb;
sehingga mempengaruhi formula dan pilihan kata-kata yang
digunakan dalam membahasakan pokok yang sama: imankeselamatan akan Yesus Kristus.
5/26/2018 Agama Katolik
10/26
10
Maka Kitab Suci Perjanjian Baru merupakan refleksi iman jemaat tentang
karya penyelamatan Allah yang tampil dalan hidup dan karya YesusKristus. Wahyu Allah yang ilahi dihadirkan dalam tulisan dan bahasa khas
manusia, yang dengan sendirinya amat terbatas.Amanat keselamatan (Wahyu Allah) itu dibukukan dan mendapat bentuk
tertulis yaitu dalam KSPB (Kitab Suci Perjanjian Baru). Di sinilah perbendaharaanrohani iman akan Yesus Kristus dapat tetap lestari serta menjadi dasar dan tiang iman
bagi kehidupan jemaat selanjutnya. Dua faktor manusiawi yang mendasari
kebutuhan penulisan risalah iman ini adalah:
Kematian para rasuldan murid-murid pertamanya, sehingga tidak ada lagisaksi hiduptentang peristiwa Yesus Kristus
Perbedaan jarak geografis dalam penyebaran kekristenan, sehingga alat
komunikasi yang paling dimungkinkan adalah dalam bentuk surat atau
tulisan.
Dalam Kitab Suci Perjanjian Baru, tersimpanlah dengan setia apa yang
disampaikan para rasul dalam pewartaan mereka yang tidak tertulis, yaitu dalam
iman mereka sendiri dan dalam cara hidup jemaat yang mereka dirikan.Dari dua cara penerusan Wahyu ini, terdapat relasi yang sangat erat. Perbedaan
keduanya hanya pada cara pengungkapan, antara lisan dengan tulisan. Namun ada
banyak unsur yang sama. Dei Verbum art 9 menyebutkan bahwa unsur kesamaan
antara Kitab Suci dan Tradisi terletak pada:1)berasal darisumberyang sama, yaitu pemberian Allah sendiri
2)memiliki maksudyang sama, yaitu meneruskan Wahyu
3)memiliki muatanyang sama, yaitu Sabda Allah yang dijamin keutuhannyadalam Roh Kudus
Antara Kitab Suci dan Tradisi terdapat kesesuaian isi, karena Kitab Suci
menghadirkan pengungkapan-pengungkapannya daam tradisi, sedangkan tradisi
pada gilirannya selalu memberi kesaksian yang tak tergantikan mengenai Injiltertulisii.
Proses penafsiran Kitab Suci pertama-tama dipercayakan pada tradisi jemaat,
dengan prinsip pemersatu adalah Roh Kudus. Dalam perkembangan waktu, ada
instrumen (alat) yang menjaga kesatuan jemaat dalam hal menafsirkan kitab suci.Instrumen tersebut adalah magisterium, yang penyelenggaraannya diberikan pada
hirarki Gereja, dengan Paus sebagai pemimpin tertinggi. Sebagai umat Allah yang
percaya akan penyelamatan dalam diri Yesus Kristus, kaum beriman kristiani
dipersatukan oleh Tuhan sendiri. Dan karya penyatuan itu terwujud dalam
perkumpulan orang beriman di sekitar para rasul dan para pengganti mereka. Inilah
cikal bakal landasan teologis yang melahirkan hirarki.
D. Wahyu dalam Konteks Masa Kini EmmanuelMencermati gagasan tentang wahyu yang berkembang dalam sejarah dan
refleksi iman, kini kita patut bertanya: apa makna dan relevansi wahyu bagi hidup
kita saat ini? Dalam keadaan konkret kita masing-masing, dalam situasi dan kondisi
tertentu yang kita hidupi sekarang, apa makna pewahyuan buat kita?
5/26/2018 Agama Katolik
11/26
11
Pemberian diri Allah dan pemakluman kehendakNya mencapai kepenuhan
dalam diri Yesus Kristus, Anak Allah yang menjadi manusia. Ia berada di pihakmanusia dan terlibat dalam perjuangan hidup sebagai manusia pada jamanNya. Maka
dalam konteks terkini, makna pewahyuan dapat diuraikan dengan sebuah gagasanEmmanuel, yang artinya Allah beserta kita. Ia tidak lagi hanya memandang anak-anak
manusia dari surga sana sambil mencatat kebaikan dan keburukan manusia. Ia tidaklagi pasif menunggu manusia bertobat dan mengarahkan diri padaNya. Namun Tuhan
kini hadir di tengah manusia, menyapa manusia, dan menjanjikan penyertaanNya bagi
hidup kita selalu: Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada
akhir zaman."(Mat 28: 20).
II. ImanA. Iman Sebagai Tanggapan dan Pilihan
Sebagai pihak yang disapa oleh Allah, maka manusia adalah pihak yang
menjawab sapaan dari Allah. Jawaban dan tanggapan manusia akan penyataan diri
Allah, itulah yang disebut iman. Maka iman perlu pertama-tama dilihat sebagai
sebuah tindakan manusia untuk menyerahkan diri pada Allah yang telah memberikandiriNya untuk manusia. Iman menjadi tindakan peng-Iya-an terhadap Allah dan
rencanaNya. Iman menjadi sebuah tindakan responsif untuk menjalin relasi dengan
DiriNya. Ketika Allah berbicara, berkomunikasi, manusia mendengarkan dan memilih
untuk menjawab sapaan Allah tersebut.
Iman juga merupakan pilihan bebas manusia untuk menanggapi Allah dan
menjalin relasi denganNya. Dengan melihat iman sebagai tanggapan, makapengandaiannya adalah ada pewahyuan yang mendahului iman. Sedangkan iman
sebagai sebuah pilihan, maka mengandaikan ada kebebasan manusiawi terhadappersetujuan tersebut (karena manusia juga dapat menolak untuk beriman). Dengan
demikian, beriman tidak dapat dipaksakan. Beriman jauh lebih besar dan bermakna
ketimbang beragama. Orang bisa saja mengaku beragama, tapi justru tidak berimanatau tidak menampakkan iman yang utuh dan seimbang.
Selain menekankan unsur kebebasan manusia, ada tiga ciri untuk melihat iman
sebagai sebuah pilihan:
1. Mutlak: artinya melibatkan keseluruhan diri manusia: akal budi, kehendak,
hati, tindakan. Dalam hal inilah, iman merupakan suatu penyerahan diri
manusia.
2. Menyelamatkan: artinya dengan beriman, orang menjalin relasi dengan
Allah yang bertujuan untuk menyelamatkan manusia.
3. Kristiani: artinya, merupakan perwujudan dari sikap mengikuti Kristus.
Dengan beriman, ia siap meneladan dan menjadi murid-murid Kristus,memanggul salib, menyangkal diri dan mengikuti Dia (Luk 9:23)
Dalam kajian iman, perlu dibedakan antara fides qua (tindakan percaya) dan
fides quae (isi iman). Unsur utama dari Iman adalah tindakan percaya dan
menyerahkan diri dari pihak manusia kepada Allah yang mewahyukan diri . Sedangkan
tentang hal-hal apa saja yang dihayati, dihayati, dan diterima kebenarannyamenunjuk pada isi iman. Ini meliputi kepercayaan akan Allah yang mahaesa, akan
kehadiran Yesus Kristus ke dunia, dsb.
5/26/2018 Agama Katolik
12/26
12
B. Bagaimana manusia bisa beriman: Berkat Roh KudusMeskipun iman merupakan tindakan dan pilihan manusia, n namun itu semua
juga diperoleh berkat karya Roh Kudus. Maka beriman juga merupakan suatu rahmat,
sebagaimana juga ditekankan dalam Dei Verbum art 5, Supaya orang dapat berimanseperti itu, diperlukan rahmat Allah yang mendahului serta menolong, pun juga
bantuan batin Roh Kudus. Maka ada daya roh kudus yang berkarya dalam dirimanusia sehingga ia dapat beriman. Pokok yang mau ditekankan adalah bahwa iman
diperoleh bukan semata-mata karena tindakan dan usaha manusia saja, melainkan
juga karena karya Allah dalam Roh Kudus. Dalam Kitab Suci, kita mengenal sejumlah
karya Roh Kudus sebagai berikutiii:
Jaminan untuk memperoleh keselamatan (Ef 1:14)
Menjadikan manusia sebagai anak-anak Allah (Rom 8:15)
Menyempurnakan iman manusia melalui kurnia-kurniaNya (1Kor 12:1-11,
Rom 12:6-8)
Inilah peran Roh Kudus supaya manusia dapat beriman menurut Dei Verbum art 5:
1.Menggerakkan hati manusia dan membalikkannya pada Allah, sehingga
membuat manusia selalu terbuka terhadap segala bentuk pewahyuan dariAllah
2.Membuka mata budi manusia bahwa dalam tanda-tanda nyata yang
dilihatnya, Allah hadir dan berbicara dengan manusia, sehingga manusis
dapat sungguh mengenal Allah.3.Menimbulkan pada diri semua orang rasa manis dalam menyetujui dan
mempercayai kebenaran pewahyuan Allah.Bagaimana dengan orang yang memilih untuk tidak beriman? Memilih untuk
tidak menanggapi pewahyuan Tuhan? Atau tidak mempunyai pengalaman iman?
Bahkan menolak mempercayai adanya Allah (menjadi atheis)? Terhadap ini semua,
Gereja menyatakan bahwa secara asali manusia memiliki keterarahan batin pada
Yang Ilahi (Tuhan) dan martabat manusia terletak pada panggilannya untuk
memasuki persekutuan dengan Allah, sehingga atheisme itu, dipandang secara
keseluruhan, bukanlah sesuatu yang asli, melainkan lebih tepat dikatakan timbul
karena pelbagai sebab, antara lain juga karena reaksi kritis terhadap agama-agama,
itu pun di berbagai daerah terhadap agama kristiani(Lumen Gentium art.19).
Maka, secara dasariah, Roh Kudus tetap bekerja dalam diri mereka hanya saja
mereka tidak dapat merasakannya sebagai sebuah pengalaman iman atau batiniahkarena sejumlah sebab, terutama dari pengaruh modernitas. Salah satu sebab
utamanya adalah pengagungan akan kebebasan manusia yang radikal bahwa manusia
menjadi tujuan bagi dirinya sendiri, adalah satu-satunya perancang dan pelaksana
bagi riwayatnya sendiri. Dan hal itu, menurut mereka tidak dapat diselaraskan
dengan pengakuan Tuhan sebagai pencipta dan tujuan segala sesuatu (Lumen
Gentium art.20).
Walaupun mengecam atheisme, Gereja tetap mengundang mereka untuk
mempertimbangkan Injil dan ajaran iman dengan hati terbuka sambil senantiasamenggandeng mereka untuk bekerjasama membangun dunia ini dengan baik, karena
dunia ini adalah rumah bersama untuk seluruh manusia.
5/26/2018 Agama Katolik
13/26
13
Adanya fakta orang tidak beriman atau tidak percaya pada Allah rupanya juga
menjadi sebuah kesempatan bagi kita sebagai orang beriman untuk memberikesaksian tentang Rahmat Allah yang bekerja dalam diri manusia dan menggerakkan
mereka untuk mewujudkannya dalam perjuangan kehidupan di dunia. Adanya Allahtidak membuat manusia menjadi tidak bebas, tetapi justru menjadi landasan ilahi
dalam aktualisasi penggunaan kebebasannya. Dalam inilah, kebebasan manusia selalumengarah pada nilai-nilai universal.
C. Iman yang utuh : tindakan melengkapi ungkapanSetelah kita menyadari iman sebagai sebuah tanggapan dan pilihan, kini
kesadaran itu juga harus diwujudkan dalam tindakan nyata. Dalam hal inilah kita
memiliki iman yang utuh, yaitu ketika pengungkapan iman (lewat kata-kata)
dibuktikan dengan praksis hidup (lewat tindakan) yang sesuai dengan norma-norma
moral. Dengan kata lain hendak diungkapkan bahwa perjumpaan Allah-manusia, yaitu
dalam peristiwa beriman ditampakkan paling nyata dalam keterlibatan aktif manusia
(dalam tindakannya). Ini sesuai dengan apa yang ditulis oleh Yakobus:
Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalahmati. Tetapi mungkin ada orang berkata: "Padamu ada iman dan padaku ada
perbuatan", aku akan menjawab dia: "Tunjukkanlah kepadaku imanmu itu tanpa
perbuatan, dan aku akan menunjukkan kepadamu imanku dari perbuatan-
perbuatanku."(Yak 2:17-18)
Maka dalam kajian tentang iman yang utuh, pertama-tama perlu dibedakanantara ungkapan iman dan perwujudan iman. Keduanya berbeda tetapi saling
melengkapi.1. Ungkapan iman, tampil secara eksplisit dalam rumusan kalimat pengakuan
akan Allah yang senantiasa kita ucapkan dalam doa-doa dan liturgi. Salah satu
pokok ungkapan iman kita adalah Syahadat para rasul (doa Aku Percaya)2. Perwujudan Iman, tampil dalam tindakan moral konkret keseharian yang
menampakkan dengan lebih nyata adanya relasi antara Allah dengan
manusia. Maka iman juga melibatkan praksis hidup moral.
Dalam perwujudan iman, tindakan moral manusia haruslah bersifat sadar dan
digerakkan oleh suara hati yang berakar pada hati nurani. Dalam hati nurani inilah,
manusia menemukan keterarahan pada Tuhan, yang telah meletakkan hukum moral
dalam hati manusia. Tuntutan untuk bertindak sesuai hati nurani ini bersifat mutlak
dan menggugah hati manusia secara terus menerus. Maka ada unsur personal(pribadi) yang kita hadapi dalam suara hati. Orang yang mengabaikan suara hatinya
akan diguncang oleh rasa bersalah. Orang bisa saja keliru dalam bertindak, sehinggadalam prakteknya akal budi manusia pun turut bekerja dalam menimbang-nimbang
apa yang harus dilakukannya dalam keadaan konkret tertentu. Namun dalam
kemutlakan tuntutan suara hati yang juga personal inilah, orang akhirnya bisa
menemukan pengalaman batin akan hadirnya Tuhan yang senantiasa hadir dalam
hati manusia, menuntunnya untuk melakukan yang benariv.
Memang tindakan moral tidak mengandaikan iman, karena orang yang tidakberiman pun dapat berbuat baik dan hidup menurut norma-norma moral yang ada.
Namun bagi orang Kristen, tindakan moral menjadi perwujudan iman. Dasarnya
5/26/2018 Agama Katolik
14/26
14
adalah Cinta Allah yang telah lebih dahulu mengasihi manusia tanpa syarat. Karena
Allah lebih dahulu telah mencintai kita, maka kita pun dapat mencintai sesama kita.Inilah yang dimaksud dengan prinsip moral Indikatif-Imperatif: Allah telah mencintai
kita terlebih dahulu sehingga kita dapat mencintai dan mengasihi sesama. Dasarbiblisnya ditemukan dalam Injil Yohanes 13:34, Aku memberikan perintah baru
kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihikamu demikian pula kamu harus saling mengasihi.
D. Iman: Sebuah Proses Berkelanjutan.Iman bukanlah proses sekali jadi. Ketika orang mengiyakan Allah dan menanggapipemberian diri Allah itu dengan percaya padaNya dan bertindak menurut
perintahNya, bukan berarti semua selesai. Selalu senatiasa ada pergulatan jatuh
bangun dalam merefleksikan bahwa Allah berkarya, menyapa, dan merencanakan
karya keselamatan buat manusia. Proses pun berkaitan dengan perkembangan
pemahaman akan apa yang disebut dengan iman.Dalam Perjanjian Lama, bangsa Israel memahami iman dalam tingkatan
berikutv: Iman pertama-tama merupakan sikap mendengarkan sabda Allah (bdk 1Sam 3:10). Setelah mendengarkan, firman tersebut diresapkan dalam hati serta taat
dan patuhpada apa yang diperintahkan Tuhan. Hal ini nampak terutama dari kisah
panggilan Abraham yang memberikan kepatuhan budi dan penyerahan diri pada
Allah (Kej 12:1.4a). Selanjutnya iman juga dimaknai sebagai kesetiaan dalam
melaksanakan kehendak Allah, yaitu hidup menurut perjanjian yang telah mereka
tetapkan. Dalam hal inilah, para nabi israel senantiasa mengingatkan umat agar setiapada Allah Yahwe (hos 6:6, Yer 5:1-9, Mik 6:8). Akhirnya iman juga merupakan
tindakan percaya pada janji Allah, bahwa Allah akan menggenapi apa yang telahdijanjikanNya buat umat manusia (Kej 15:6).
Dalam Perjanjian Baru, paham iman tersebar dalam aneka tulisan yang kurang
lebih menyatakan iman sebagai: mendengar dan memahami sabda Allah (Mrk 4:9,Mat 13:19), bertobat sebagai wujud kepercayaan akan sabda Allah (Mat 1:15), sikap
batin dalam ketaatan dan persekutuan yang total dan mutlak dengan Yesus Kristus
(Kis 3:16), dan mengenal serta percaya akan misteri Allah dalam Yesus Kristus (1 Kor
1:17-24). Intinya adalah pengiyaan terhadap apa yang diwartakan Yesus dan yang
dihadirkan Yesus Kristus, yaitu sabda dan karya keselamatan Allah dalam diriNya.
Paham iman terus bergulir dan berkembang sejalan dengan perkembangan waktu
dan tantangan-tantangan jaman yang dihadapi. Tantangan jaman yang dialami oleh
para Bapa Gereja (abad 3-4) berbeda dengan tantangan yang dihadapi pada abadmodern di eropa (abad 17-18), juga berbeda dengan tantangan yang kita hadapi
sekarang. Tantangan itu mempengaruhi formula-formula tentang apa itu iman. Adasaatnya, iman diterima sebagai pengenalan akan Allah, yang didahului oleh proses
percaya dan mencinta pada Allah. Demikianlah salah satu proses pergulatan pada
jaman Bapa-bapa Gereja. Namun iman juga kemudian dipahami sebagai percaya
bahwa apa yang diberikan Allah itu adalah benar dan selaras dengan akal budi
manusia. Hal ini dirumuskan terutama ketika Gereja berhadapan dengan aliran
rasionalisme (yang menyatakan bahwa tak sesuatu pun dapat dianggap benar, kalautidak sesuai dengan akal budi) dan aliran fideisme (menyingkirkan peran akal budi
karena tak berguna bagi iman dan hanya mengandalkan iman buta semata-mata)vi.
5/26/2018 Agama Katolik
15/26
15
Maka adalah sebuah tantangan buat kita untuk memformulasikan apa itu iman dan
bagaimana mewujudkannya di tengah konteks terkini bangsa indonesia:keberanekaan agama dan budaya, kemiskinan struktural, ketidakadilan sosial, dst.
E. Iman dalam Konteks Masa KiniKetika iman dimaknai sebagai sebuah proses, maka iman itu juga harus dihayatisesuai dengan konteks pergulatan masing-masing orang dalam situasi dan kondisi
yang berbeda-beda. Walaupun senantiasa berkembang dan mengalami pasang surut,
iman juga mengandung unsur yang senantiasa melekat di dalamnya. Teolog JL CH
Abineno meringkaskan unsur-unsur inheren iman sebagai sebuah tindakan percaya,adalah sebagai berikutvii:
1. Mengatakan Ya kepada Allah dan tidak kepada ilah yang lain
Tentang ilah yang lain ini, harus dipahami dalam perbedaan konteks jaman dan
tantangannya. Pada jaman bangsa Israel, ilah ini berwujud pada penyembahan
berhala dan dewa-dewi kesuburan bangsa Kanaan. Pada masa kini, juga sering
muncul pengakuan akan kuasa gaib yang membuat manusia menggantungkan
diri padanya dan tidak percaya pada Allah. Aneka kuasa gaib itu bisa berupajimat, mantra, dan ragam guna-guna.
Pada masa ini, juga banyak hal dapat digolongkan sebagai ilah modern, yang
membuat manusia mengorientasikan hidupnya pada ilah-ilah ini bahkan
membuat manusia melupakan Allah. Ilah-ilah modern ini tampak pada uang,
jabatan, seks, gengsi, ideologi, dst. Pada dirinya sendiri, hal-hal tersebut tersebut
bersifat netral, namun kalau manusia sampai mengikatkan dirinya secaramutlak pada hal tersebut bahkan mengurbankan banyak hal demi
mendapatkannya, hal-hal duniawi tersebut menjelma menjadi ilah-ilah modern.
2. Membuktikan ketaatan dan kesetiaan kepada Allah dengan dan dalam
perbuatan nyata.Didasarkan oleh kepercayaan, maka harus ada bukti otentik untuk menyatakan
kepercayaan tersebut, yaitu dengan tindakan konkret. Iman bukan sesuatu yang
abstrak, namun tampil dalam realitas. Dalam kitab suci, tampil sejumlah figur
yang melakukan aksi nyata setelah menyatakan kepercayaanya pada Tuhan:
Abraham yang meninggalkan negerinya untuk berangkat ke tempat yang telah
dijanjikan (Kej 12:1-4) Petrus dan Andreas yang meninggalkan pekerjaan
mereka sebagai nelayan untuk mengikuti Yesus (Mat 4:18-20).
Demikianlah dalam hal ini, senada dengan penjelasan yang sudah diberikan,iman menjadi nyata dalam perbuatan, karena iman tanpa perbuatan adalah mati
(Yak 2:20)
3. Teguh berpegang pada Allah di tengah segala cobaan
Tindakan percaya pada Allah yang menyelenggarakan kehidupan juga menuntut
manusia untuk teguh berpegang dan berharap padanya di tengah-tengah
pencobaan hidup yang dialaminya: dalam aneka penderitaan, kegagalan, dan
pelbagai macam pertanyaan atas hidup. Iman menjadi sangat nyata justru ketikaorang berada dalam situasi sulit sekali pun, ia tetap percaya akan Allah yang
5/26/2018 Agama Katolik
16/26
16
menggerakkannya untuk berbuat sesuatu dalam mengatasi pelbagai problem
hidup.Manusia seringkali protes kepada Allah atas setiap ketidakadilan dalam hidup,
seolah-olah Allah tidak menunjukkan drinya sebagai Yang Berbelas kasih danYang Mau Menolong manusia. Sikap protes ini cukup wajar mengingat dalam
Kitab Suci pun, kita mengenal kisah tentang Ayub yang mengalami anekapenderitaan walaupun ia tergolong sebagai orang yang saleh. Protes
menunjukkan sisi manusiawi kita ketika berhadapan dengan aneka penderitaan
dan ketidakadilan dalam hidup. Namun sikap yang tepat tidak berhenti pada
protes saja, tapi pada iman bahwa dalam keadaan itu pun Allah tidak diam.Peristiwa salib Yesus Kristus adalah bukti solidaritas Allah untuk penderitaan
manusia. Allah ikut menderita bersama manusia. Namun sebagaimana salib dan
penderitaan bukanlah akhir dari segalanya, demikian juga penderitaan yang
dialami manusia. Kematian Yesus disusul oleh kebangkitanNya dari mati,
kemenangannya atas maut dan dosa. Maka rangkaian peristiwa salib dan
akhirnya kebangkitan memberikan ruang harapan bagi manusia untuk
bertindak mengusahakan pembebasan dari penderitaan yang dialami. Manusiatidak bertindak sendirian, karena Allah pun menyertai dan ikut berjuang
bersama manusia. Ia terlibat dalam perjuangan hidup manusia mendapatkan
hasil yang lebih membahagiakan dalam hidup.
Dalam hal ini, kita harus membedakan antara cobaan dan ujiandengangodaan.
Cobaan dan ujianselalu berasal dari Allah yang diberikan untuk mematangkan
dan mendewasakan iman manusia, sebagaimana ia telah lakukan kepada umatIsrael di padang gurun (Ul 8:2). Namun dalam pergumulan ini, juga dapat hadir
godaan dari pihak iblis yang mengajak manusia untuk menjauhkan diri dariAllah. Dalam setiap peristiwa pahit yang kita hadapi, kita dapat
merefleksikannya entah sebagai ujian atau godaan, namun arah yang dituju
keduanya berbeda.
4. Awal hidup yang baru
Iman juga merupakan awal hidup yang baru dalam Kristus. Dengan penerimaan
sakramen baptis, sebagai pondasi iman, hidup manusia diperbarui dalam
Kristus sebagai yang memimpin (Gal 2:20). Daya Roh Kudus tinggal dalam diri
dan menggerakkan hati kita untuk mengarahkan hidup sepenuhnya pada Allah.
Adanya awal mengandaikan adanya akhir dari perjalanan hidup kita, yaitu
ketika Kritus hadir untuk kedua kalinya, ketika kita dapat berhadapandenganNya muka dengan muka (1Kor 13:12).
Iman sebagai awal hidup baru juga bermakna sebagai sebuah pertobatan batindan transformasi hidup manusia. Ia meninggalkan hidupnya yang lama, yang
seringkali berorientasi pada hal-hal duniawi, kini berorientasi pada Allah dan
nilai-nilai kebenaranNya. Namun selama masih hidup di dunia dan terbatas
pada kelemahannya sebagai manusia, kita sering jatuh dalam dosa dan
menjauhkan diri dari Allah. Maka dari itu, iman selalu menggerakkan diri
manusia untuk senantiasa memperbarui diri, bertobat, dan mentransformasihidupnya ke arah yang lebih baik dari hari ke hari. Ini bukanlah usaha yang
5/26/2018 Agama Katolik
17/26
17
mudah dan juga bukan rutinitas, tetapi selalu mengandalkan karya Allah dalam
hidup manusia.
5. Bersikap KritisAkhirnya, iman juga tampil dalam sikap kritis manusia terhadap aneka
pewartaan dan apa yang ia imani. Manusia perlu menggunakan akal budi dansuara hatinya untuk melihat apakah jenis pewartaan tertentu sungguh-sungguh
berasal dari Allah atau hanya proyeksi manusia dan kelompok tertentu.
Demikian pula sikap kritis kita diperlukan dalam melihat aneka bentuk
pewartaan yang menuntut seseorang untuk berbuat ini dan itu atau mendapatcelaka bila tidak melakukannya. Sebagai contohnya yaitu aneka sms berantai
ataupun pesan-pesan lain yang seolah-olah ingin mengatakan bahwa kita bisa
selamat bila melakukan perbuatan A dan meneruskan pesan ini ke sejumlah
pihak lainnya, dan akan celaka bila tidak melakukannya. Apakah ini iman kita?
Apakah demikian paham Allah yang kita punya? Apakah keselamatan manusia
ditentukan berdasarkan sms berantai dan tindakan murahan tersebut?
Bersikap kritis dan bertanya banyak hal terhadap aneka ajaran untuk kemudianmendiskusikannya dengan pihak-pihak yang dianggap punya kompetensi,
adalah tanda kedewasaan iman sehingga saya sungguh tahu apa yang saya
imani. Hal itu pulalah yang dikatakan Petrus dalam kisah kemuridannya, Kamipercaya dan tahu bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah (Yoh 6:69).
Sebaliknya, sangatlah disayangkan sikap kekurang ingin tahuan dari sejumlah
umat, yang merasa cukup saja dengan berdoa, sehingga dapat timbul bahwapada saatnya ketika iman itu mulai goyah, ia tidak lagi berjuang untuk
mempertahankannya.Akhirnya harus dikatakan bahwa dalam perjumpaan Allah-manusia, yang
diistilahkan sebagai peristiwa Wahyu dan Iman, terjadi relasi dan kerjasama dari
kedua belah pihak. Dari Allah: Ia berinisiatif untuk menyapa manusia, memberikandaya Roh KudusNya sehingga kita bisa mengenal Dia, dan hadir selalu beserta kita
dalam setiap pergulatan hidup yang kita alami. Sedangkan dari pihak kita sebagai
manusia, kita bukan tidak bekerja sama sekali bagaikan wayang di tangan para
dalang. Namun kita pun ikut berpartisipasi, yaitu: menanggapi pemberian Allah itu
dengan tindakan percaya, mewujudkannya dalam perbuatan, dan senantiasa mau
berjuang dengan penuh harapan dan keyakinan bahwa memang Allah yang kita imani
bukanlah Allah yang jauh dan tak terjangkau manusia, melainkan sungguh dekat
dengan hidup kita. Dialah Yesus Kristus, Anak Allah yang menjadi manusia.
5/26/2018 Agama Katolik
18/26
18
Bagian tiga
Menghayati Kekristenan Kita
(Katolisitas kaum muda dan tantanganzamannya)
Bagaimana perkembangan teknologi informasi dewasa ini?
Hakekat orang kristiani (Menjadi murid/pengikut Yesus Kristus, Baptis sebagaipertobatan, pembersihan dan peresmian menjadi murid Yesus Kristus.
Baptis berarti menjadi ahli waris Kerajaan Allah dan sekaligus penyaksi dan
pewarta Kerajaan Allah).
Yesus Kristus dan warta Kerajaan Allah
Siapa Yesus Kristus?
Bagaimana situasi hidup Yesus?
Apa yang diwartakan?
Paguyuban Gereja Katolik yang apostolik (Gereja adalah Umat Allah, Umat Allahmendapat rahmat keselamatan dan penerus/pembagi/pelaksana keselamatan.
Gereja Paguyuban murid-murid Yesus Kristus (Kis 2:42-47).
Gereja Katolik sebagai kelanjutan Gereja Para Rasul.
Gereja sebagai paguyuban mistik
Gereja bukanlah sekadar kelompok orang yang sudah dibaptis dan menjadi Katolik.
Namun lebih merupakan paguyuban orang-orang yang memiliki hubungan khususdengan Yesus.
Gereja sebagai Paguyuban Mistik tampak dari kedekatan antara kehidupan para rasul
dengan Yesus sendiri. Yesus melibatkan para murid-Nya mengambil bagian dan
tinggal dalam kehidupan-Nya. Ambil bagian dalam perutusan, kegembiraan dan
dalam kesengsaraan-Nya. Nilai mistik Gereja terletak pada sisi kedalaman relasi
dengan Allah. Kehadiran Gereja menjadi tanda kehadiran Allah sendiri di tengahkehidupan masyarakat.
Membangun Gereja sebagai paguyuban mistik
Membangun relasi yang lebih akrab dan mendalam dengan Allah.
Menanggapi segala perkembangan zaman dengan terang Injil dan turut menatasegala kemajuan untuk keselamatan manusia.
Menghadirkan Kristus yang membawa budaya kasih, budaya kerukunan, budaya
kesederhanaan dan budaya hidup serta mengusahakan terwujudnya kedamaian
dan keadilan serta kesejahteraan masyarakat.
Kaum muda merupakan bagian dari Gereja sebagai paguyuban mistik. Bila demikian,maka kaum muda juga mendapat undangan untuk menjadi tanda kehadiran Allah.
Pada kenyataannya, dunia zaman ini sudah ditandai pesatnya perkembangan duniadigital. Dunia ini tanpa sadar telah menjadi bagian yang tak terpisahkan lagi dari hidupkaum muda dan menyusupi segala sudut kehidupan hariannya.
5/26/2018 Agama Katolik
19/26
19
Di samping itu, zaman digital amat menggugah kebutuhan dasar manusia akan koneksi danrelasi. Sangat didengungkan kesadaran bahwa manusia tidak bisa mengurung diri menjadi
sebuah pulau yang terisolasi. Namun, seperti masih akan diuraikan di bawah nanti, relasi-relasi yang ditawarkan di sini cenderung bercorak instan, tanpa proses, dangkal dan tanpa
disertai komitmen apapun. Orang menikmati ketersambungan dengan sesamanya secaracepat dan sesaat, namun tidak melangkah lebih jauh dari sekedar mencari tanggapan atas
pernyataan atau statusnya tanpa kesungguhan. Semua ini mengisyaratkan akan suatutawaran relasi yang jauh lebih otentik, yang lebih abadi, disertai suatu komitmen yang
mengubah dan memperbaharui kehidupan, yang datang dari Allah sendiri.
Dengan mencoba menghayati sikap-sikap beriman di tengah dunia digital ini, terbuka jugapeluang bagi orang kristiani untuk menyingkap lebih dalam lagi isi iman kepercayaannya
(fides quae), justru dalam mengamati macam-macam gejala dalam budaya digital ini.Misalnya: digitalisasi ternyata merambah ke hampir seluruh kehidupan kita; kehilangan
handphone lebih membingungkan daripada kehilangan Kitab Suci. Dari pagi sampai
malam orang tidak bisa lepas dari aneka keterlibatan gadget digital. Apakah ini semuatidak mengisyaratkan suatu kehadiran yang jauh lebih menyeluruh, yaitu kehadiran Allahdalam hidup kita? Allah adalah dasar dari segala sesuatu yang ada, Dialah Pencipta langit
dan bumi. Contoh lain: lewat internet kita mendapatkan banyak sekali informasi berupagambar dan cerita. Bahasa internet tidak sama dengan bahasa budaya cetak; bahasa internet
adalah bahasa stimulasi audio-visual. Tidakkah ini mengingatkan orang akan cara Yesusberkisah mengenai Kerajaan Allah tatkala Dia berkeliling di Palestina 2000 tahun yang
silam? Banyak hal tentang Allah dan Kerajaan-Nya hanya bisa disampaikan dalam bahasagambaran. Bila sekarang justru bahasa itulah yang lebih dipergunakan dalam komunikasi
virtual, bukankah itu membuka jalan untuk lebih bercerita mengenai cinta Allah?
Prinsip merasul dalam zaman digital tidaklah berbeda dengan prinsip kerasulan dalamzaman-zaman sebelumnya: Apa yang sudah kita alami sebagai keselamatan dan makna
sejati kehidupan, kita bagikan kepada sesama. Menemui macam-macam orang, termasukyang paling jauh dan paling berbeda, menjumpai mereka dalam lubuk dambaan mereka
yang terdalam akan kebahagiaan, akan makna kehidupan, akan pencerahan hidup, akanpersahabatan dan cinta, akan penerimaan dan pengakuan martabat, akan kekeluargaan dan
persaudaraan, dan selanjutnya. Dalam titik-titik kehidupan ini nama Yesus Penyelamatdiwartakan, dikisahkan, disharingkan, dipertemukan, dipersaksikan sebagai yang
memenuhi dambaan-dambaan tersebut. Seperti halnya ini semua telah terjadi selama ini,demikian pula halnya dengan merasul dalam zaman internet dan digital. Hanya saja, dalam
zaman digital ini dambaan-dambaan tersebut perlu dicari dan dipertemukan dalam macam-
macam cara orang terhubung satu sama lain di dunia virtual, begitu pula kesaksian akanKabar Gembira disampaikan lewat dan bahasa komunikasi digital dengan segalakarakteristik yang telah disebut di atas: langsung, bahasa gambar, demokratis, dalam
kompetisi dengan ide-ide lain dunia ini. Kalau sungguh mau memberi kesaksian KabarGembira, kejujuran dan ketulusan amat dibutuhkan, mengingat bahwa di dunia maya hal
ini mudah sekali dikompromikan.
5/26/2018 Agama Katolik
20/26
20
Sekarang ini di dunia virtual terdapat situs-situs yang mendapat kunjungan dari palingberaneka ragam orang, khususnya situs-situs jejaring sosial seperti Facebook, Twitteratau
YouTube. Lewat jejaring-jejaring ini, kaum muda Katolik dalam aneka cara yang kreatifmasuk dalam dunia pergaulan virtual dengan berbekalkan integritas kristiani dipadukan
dengan kreativitas berkomunikasi: lewat status, lewat gambar, lewat pemberitaan, lewatsharing hal-hal yang berguna, lewat blog pribadi dan lain sebagainya.
5/26/2018 Agama Katolik
21/26
21
Bagian 4
Gereja dalam Dunia Modern
A. Latar Belakang
Katolisisme Pra-Vatikan I1. Gereja pada pertengahan abad ke-20 terkepung bahaya.
2. Gereja defensif.
3. Buku-buku pengarang Katolik harus mendapatkan imprimatur (izin boleh
terbit) dan nihil obstat (pernyataan isi buku tidak berlawanan dengan ajaran
Gereja).
4. Sejumlah sarjana Katolik dibungkam dan dilarang menulis tentang topiktertentu. Ketakutan terhadap modernisme.
5. Secara Liturgi, imam hanya berdoa dengan menggunakan bahasa Latin dan
membelakangi umat.Tidak ada dialog.
B. Arus Pembaruan:- Gerakan kembali ke sumber (Kitab Suci, Bapa-Bapa Gereja, Liturgi, dan
Filsafat).
- Gereja Katolik memasuki era baru ecclesia semper reformanda > KonsiliVatikan II
1. Dari Rerum Novarum Sampai Dengan Konsili Vatikan II
a. Membangun kembali tatanan sosial
Ajaran Sosial Gereja dalam dunia modern berawal pada tahun 1891 ketika PausLeo XIII dalam ensikliknya Rerum Novarum (ensiklik sosial yang pertama
tentang kondisi para buruh, Paus Leo XIII, 15 Maret 1891). Paus Leo XIII
menyatakan 3 faktor mendasari kehidupan ekonomi, yaitu para buruh, modal
dan negara.
Prinsip-prinsip yang dikemukakan adalah petunjuk-petunjuk untuk
menciptakan masyarakat yang adil. Dokumen itu menjadi terkenal sebagai
Magna Charta untuk membangun kembali tatanan ekonomi dan sosial.
Pada tahun 1931, pada peringatan ke-40 tahun Rerum Novarum, Paus Pius XI
menulis ensiklik Quadragesimo Anno. Ditengah-tengah depresi ekonomi yang
memuncak, dalam ensiklik itu Pius XI menanggapi masalah-masalah
ketidakadilan sosial, dan mengajak untuk mengatur kembali tatanan sosialberdasarkan arah yang telah ditunjukan oleh Paus Leo XIII. Pius XI menegaskan
kembali hak dan kewajiban Gereja dalam menanggapi masalah-masalah sosial,mengecam kapitalisme dan persaingan bebas dan komunisme yang
menganjurkan pertentangan klas dan pendewaan sempit pada kepemimpinan
kaum buruh (kepemimpinan kediktatoran kelas buruh).
Paus menegaskan perlunya tanggung jawab sosial dari milik pribadi dan hak-
hak kaum buruh atas kerja, upah yang adil, serta berserikat guna melindungi
hak-hak mereka. Pius XI juga mengemukakan peranan positif pemerintah dalam
mengusahakan keadaan perekonomian yang baik bagi semua orang dalam
5/26/2018 Agama Katolik
22/26
22
masyarakat. Usaha ekonomi seharusnya berdasarkan keadilan dan cinta kasih
sebagai prinsip utama kehidupan sosial.
Tiga puluh tahun kemudian Paus Yohanes XXIII menulis 2 ensiklik untuk
menanggapi masalah-masalah pokok pada zamannya, yaitu Mater et Magistra1961) dan Pacem in Terris (1963). Paus Yohanes menyampaikan sejumlah
prinsip sebagai petunjuk bagi umat kristiani pada umumnya dan para
pengambil kebijakan, policy makers, dalam menghadapi kesenjangan di antara
bangsa-bangsa kaya dan miskin, dan ancaman terhadap perdamaian dunia.
Dalam ensiklik-ensiklik itu Paus Yohanes mengemukakan dimensi global darikeadilan sosial dan memaparkan ajaran sosial Gereja.
b. Menghadirkan Gereja yang mendunia
Paus Yohanes XXIII mengadakan Konsili Vatikan II, Oktober 1962.
Konsili ekumenis yang ke-21 inilah yang pertama kali merefleksikan Gereja yang
sungguh-sungguh mendunia. Selama 3 tahun para Kardinal dan para Uskup dariberbagai benua dan hampir semua bangsa berkumpul untuk mendiskusikan
hakikat Gereja dan perutusannya ke dunia serta di dalam dunia.
Para Bapa Konsili memberi kesaksian dari sumber langsung tentang akibat-
akibat buruk sengitnya perlombaan senjata, kerusakan lingkungan, dan
kesenjangan antara kaya dan miskin. Mereka juga menyadari bahwa Gereja
berdasarkan perutusan yang dipercayakan Kristus kepadanya memiliki
tanggung jawab yang khas untuk membentuk nilai-nilai dan lembaga-lembagadunia.
Selama Konsili Vatikan II, para Bapa Konsili mencetuskan dalam Gaudium etSpes (par. 42), bahwa perutusan khas religius Gereja memberinya tugas, terang,
dan kekuatan, yang dapat membantu pembentukan dan pemantapanmasyarakat manusia menurut hukum ilahi. Gereja dapat dan malah harus
memulai kegiatan demi semua orang.
2. Keadaan Gereja Sesudah Konsili Vatikan II
a. Iman yang mewujudkan keadilan
Sejak Konsili Vatikan II, pernyataan-pernyataan Paus Paulus VI dan Yohanes
Paulus II, Sinode Para Uskup dan konverensi-konverensi para uskup regional
maupun nasional semakin mempertajam peranan Gereja dalam tanggung jawab
terhadap dunia yang sedang berubah. Kedua Paus dan para uskup itusepenuhnya sadar bahwa mencari kehendak Allah dalam arus sejarah dunia
bukanlah tugas yang sederhana. Mereka juga menyadari bahwa Gereja tidakmempunyai pemecahan yang langsung dan secara universal sahih untuk
memecahkan masalah-masalah masyarakat yang kompleks dan semakin
mendesak.
- Populorum progressio (ensiklik mengenai kemajuan bangsa-bangsa, oleh
Paus Paulus VI, 26 Maret 1967).
5/26/2018 Agama Katolik
23/26
23
Paus Paulus VI menanggapi jeritan kemiskinan dan kelaparan dunia, dan
menunjukan dimensi struktural dari ketidakadilan. Ia menghimbau negara-
negara kaya maupun miskin agar bekerja sama dalam semangat solidaritas
untuk membangun tata keadilan dan memperbaharui tata dunia. Untuk
meneguhkan usaha ini Paus Paulus VI mendirikan Komisi Kepausan untukKeadilan dan Perdamaian.
- Octogesima Adveniens yang ditulis Paus Paulus VI tahun 1971 untuk
merayakan 80 tahun dokumen Rerum Novarum mengetengahkan bahwa
kesulitan menciptakan tatanan baru melekat dalam proses pembangunan
tatanan itu sendiri, sekaligus Paulus VI menegaskan peranan jemaat-jemaatkristiani dalam mengemban tanggung jawab baru ini.
Terserahlah kepada jemaat-jemaat Kristiani untuk menganalisis secaraobjektif situasi yang khas dalam negaranya sendiri, menyinarinya dengan
terang kata-kata Injil yang tak pernah berubah dan menyusun prinsip-prinsip
untuk refleksi, norma-norma pertimbangan serta pegangan bertindak dari
ajaran sosial Gereja (par. 4)
Paus Paulus VI menegaskan bahwa Allah memanggil setiap orang dan jemaat
kristiani untuk menjadi pendengar dan pelaksana sabda-Nya. Proses itu
mencakup 3 tahap yang terpisah:
Tahap 1: evaluasi dan analisis situasi yang mereka hadapi saat ini;
Tahap 2: doa, penegasan dan refleksi, membawa Injil dan ajaran Gereja untuk
menyoroti situasi-situasi khusus;Tahap 3: tindakan pastoral konkret yang melawan ketidakadilan dan kerja
untuk mengubah dan membangun tata masyarakat baru. Dengan demikianberjuang untuk mewujudkan kerajaan Allah menjadi kenyataan.
b. Perubahan sikap
Konsili Vatikan II menjadi permulaan periode baru dalam kehidupan Gereja.
Satu segi fundamental dari periode yang baru ini adalah perubahan sikap
Gereja terhadap dunia. Philip Land, SJ menyebut 4 ciri:
- Mengecam sikap apatis di bidang politik.
Bagaimana mungkin Gereja dapat tetap tenang dan pasif melihat kekejian
akibat Perang Dunia II? Para Bapa Konsili Vatikan II menyadari bahwa
Gereja mempunyai tanggung jawab baik terhadap sejarah dunia sekular
maupun terhadap sejarah religius.- Melibatkan diri dalam kegiatan memanusiawikan kehidupan.
Tanggung jawab Gereja terhadap dunia, yaitu dunia yang diciptakan Allahdan di mana Yesus pernah hidup. Tambahan pula seperti ditegaskan oleh
para Bapa Konsili dan dalam ensiklik Paus Yohanes Paulus II, Laborem
Exercens, 1981, masyarakat ikut serta merealisasikan bahwa manusia
dapat dengan benar berpandangan bahwa dengan kerja dia
memperkembangkan karya Allah dan memberi sumbangan bagi
terwujudnya rencana penyelamatan Allah dalam sejarah.- Melibatkan diri dalam mengusahakan keadilan dunia.
5/26/2018 Agama Katolik
24/26
24
Dalam Iustitia in Mundo (Keadilan dalam Dunia, sinode 6 November 1971)
para Uskup mendesak agar keadilan diusahakan di berbagai lapisan
masyarakat, terutama diantara bangsa-bangsa kaya dan kuat, serta
bangsa-bangsa yang miskin dan lemah.
- Memilih memihak kaum miskinGereja memahami bahwa Kristus menyamakan diri-Nya dengan kaum
miskin. Dalam membaca tanda-tanda zaman, orang-orang kristianimelihat wajah Allah terutama dalam wajah-wajah mereka yang menderita
dan sengsara. Akibatnya kesetiaan kepada Kristus menuntut identifikasi
dan memihak kaum miskin. Keyakinan ini menjadi prioritas bagi Gerejadalam refleksi teologis dan karya pastoralnya.
C. Dasar-dasar Keprihatinan Gereja
a. Rerum Novarum tentang pelbagai perubahan revolusioner yang tidak hanya
melanda kehidupan politik, tetapi juga melanda praktek ekonomi.
b. Quadragessimo Anno tentang Gereja yang tidak hanya bertugas untukmembimbing manusia hanya ke arah kebahagiaan yang bersifat fana dan
sementara, tetapi juga ke arah kebahagiaan yang abadi . (QA 41).
c. Paus Yohanes XXIII melalui Ensikliknya Mater et Magistra menegaskan
bahwa hukum cinta merupakan dasar kompetensi Gereja dalam urusan
permasalahan sosial yang sedang dihadapi oleh umat manusia. Menurutnya,
cinta kasih merupakan ikhtisar seluruh Ajaran Sosial dan segenap kegiatan
sosial Gereja yang prihatin atas permasalahan kehidupan manusia sehari-hari.
Erat terkait dengan dasar keprihatinan Gereja adalah:
a. Prinsip SolidaritasPrinsip solidaritas sebagai keterlibatan demi kesejahteraan bersama adalah
pesan pokok ensiklik Sollicitudo Ret Socialis. Dalam ensiklik ini solidaritas
dirumuskan sebagai tekad untuk tetap dan kontinu berkarya demi
kesejahteraan bersama, yaitu kesejahteraan bagi semua dan setiap orang karena
kita bertanggung jawab atas semuanya. Disini terkandung makna saling
ketergantungan dalam kehidupan dunia modern ini, dalam arti sebagai suatu
sistem yang ditandai dengan pelbagai hubungan yang diterima sebagai suatu
kategori moral yang mengandung unsur unsur ekonomi kultur politis dan
religius . Manakala saling ketergantungan ini dipandang sebagai suatu sikapmoral dan sosial itulah solidaritas. (SRS 38).
b. Prinsip Subsidiaritas
Prinsip subsidiaritas menjelaskan bahwa apa saja yang dapat dilaksanakan oleh
orang perorangan atas prakarsa dan tenaga sendiri sekali-sekali tak boleh
dirampas dari padanya lalu diserahkan kepada masyarakat. Tidaklah adil jika
sesuatu yang dapat dikerjakan serta diusahakan oleh kelompok yang lebih kecil
dan bawahan itu dirampas oleh kelompok yang lebih besar dan lebih tinggiposisinya. Hal ini akan mendatangkan ketidakadilan dan merupakan sumber
5/26/2018 Agama Katolik
25/26
25
kekacauan sosial. Menurut maknanya setiap usaha masyarakat itu bersifat
subsidier artinya usaha anggota masyarakat itu harus senantiasa ditolong dan
bukan dimusnahkan atau dirampas. Atas dasar itu otoritas publik haruslah
menyerahkan pelaksanaan urusan urusan yang terlampau banyak menyita
perhatiannya kepada aparat bawahan. Dengan demikian negara akan dapatlebih leluasa untuk menjalankan tugas-tugasnya yang hanya boleh dilakukannya
secara khusus (QA 79-80 MM 54).
3. Prinsip Keterlibatan Sosial Gerejaa. Setiap pribadi manusia itu adalah dasar, sebab, dan tujuan yang terutama dari
segala lembaga sosial (MM 219). Dari prinsip yang mendasar ini, yangmempermaklumkan dan mempertahankan martabat pribadi manusia ini,
Keterlibatan Sosial Gereja dikembangkan sedemikian rupa dalam rangka
mengatur hubungan yang saling menguntungkan (mutual relationship) di
antara manusia.
b. Dalam ensiklikMater et Magistra (MM), Paus Yohanes XXIII secara eksplisit
menyebut cinta kasih sebagai motivasi Keterlibatan Sosial Gereja (MM 6).
Pernyataan ini dikuatkan oleh Konsili Vatikan II. Melalui konstitusi pastoral
Gaudium et Spes, Konsili melihat kaum beriman maupun kaum tak beriman
hampir sependapat bahwa segala sesuatu di dunia ini harus diarahkan
kepada manusia sebagai pusat dan puncaknya (GS 12).
E. Kesejahteraan bersama (Bonum Commune)Dalam Mater et Magistra, kesejahteraan bersama adalah seluruh persyaratan
yang diperlukan oleh kehidupan sosial yang memungkinkan manusia untukmenyempurnakan dirinya secara sepenuhnya dan seutuhnya. Kesejahteraan
bersama ini harus sepenuhnya disadari makna dan eksistensinya serta
ditanggapi secara positif oleh setiap otoritas publik (MM 66).
Aspek esensi kesejahteraan bersama itu karakteristik etnik yang membedakan
antara bangsa yang satu dengan bangsa yang lain. Akan tetapi aspek ini
bukanlah segalanya. Hal ini mengingat bahwa kesejahteraan bersama itu erat
sekali hubungannya dengan kodrat manusia, yang tidak lain adalah pribadi
manusia. Kesejahteraan bersama baru akan tereksa dengan sepenuhnya jika
dengan memperhitungkan pribadi manusia ini sebagai hakikatnya yang esensialdan sebagai tujuan relaisasinya (PT 55).
F. Panggilan sebagai Umat Kristiani
1. Tugas Umat Kristiani
Paus Yohanes XXIII menekankan bahwa orang Katolik hendaknya merasa wajib
untuk menyempurnakan lembaga-lembaga duniawi serta lingkungan mereka
masing-masing. Mereka harus berusaha sekuat tenaga untuk mencegah jangan
sampai lembaga-lembaga itu memperkosa martabat kemanusiaan. Merekamendorong segala hal yang mengantar manusia kepada ketulusan dan
5/26/2018 Agama Katolik
26/26
26
keutamaan dan menyingkirkan rintangan yang menghalangi tercapainya tujuan
itu (MM 179, PT 146-147). Paus juga menunjukkan penghargaan dan
dukungannya atas karya umat Katolik di pelbagai negeri (MM 182-183). Hal ini
sekaligus menjadi bukti vitalitas Gereja dalam reksa kemajuan dan peradaban
(MM 184).
2. Keterlibatan Sosial Gereja
Paus Yohanes XXIII menekankan bahwa Keterlibatan Sosial Gereja itu
merupakan dimensi integral pemahaman Kristiani tentang kehidupan ( MM
222). Tidak ada pendidikan Kristiani yang dapat dipandang lengkap selamabelum meliputi segala kewajiban. Pendidikan harus bertujuan untuk menanam
dan memupuk kesadaran umat akan tugas mereka menjalankan kegiatanmereka di bidang ekonomi dan sosial secara Kristiani (MM 228). Para uskup
bahkan menyatakan bahwa Keterlibatan Sosial Katolik yang tidak lain adalah
prinsip-prinsip dasar Injil yang diterapkan secara konkrit merupakan sumber
utama bagi pendidikan tentang keadilan (IM 56).