ANALISIS PERTUMBUHAN BAKTERI SECARA IN VITRO
A.R. PRATIWI HASANUDDIN
H41111902
LABORATORIUM MIKROBIOLOGI JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Bakteri merupakan organisme renik (mikroorganisme), yang dapat
ditemukan hampir disemua tempat. Keberadaannya dapat ditemukan pada tempat
tertentu seperti makanan yang rusak, pada berbagai bagian tubuh makhluk hidup
seperti hewan dan tumbuhan ataupun pada luka yang infeksi. Keberadaan bakteri
tersebut sering terabaikan karena ukurannya yang sangat kecil berupa organisme
uniseluler yang dapat bersifat autotrof atau heterotrof. Berdasarkan struktur
selnya, bakteri termasuk organisme prokariotik karena bahan herediternya tersebar
dalam sitoplasma sel oleh ketiadaan membran inti (nukleoid) (Husain, 2005).
Bakteri banyak menyebabkan penyakit meskipun banyak juga diantaranya
yang bermanfaat dalam industri, seperti obat-obatan dan makanan, serta hal-hal
lain yang menguntungkan manusia. Pencegahan dan pengobatan berbagai
penyakit umumnya didasarkan dari hasil usaha para bakteriolog yang dapat
berprofesi sebagai peneliti, kesehatan ataupun industri. Bakteri sangat bermanfaat
untuk produksi anti biotika dan enzim yang memiliki kapasitas biodegradasi
ataukah bersifat insektisida, dan peranannya dalam industri pertanian. Oleh karena
hal tersebut, maka kita sangat dianjurkan mempelajari ilmu mengenai bakteri
yaitu bakteriologi (Husain, 2005).
Biasanya pertumbuhan suatu sel mengakibatkan atau berlanjut pada
pembelahan sel menjadi dua sel yang serupa atau identik. Akibatnya pada bakteri
pertumbuhan dan reproduksi sangat berkaitan erat. Istilah pertumbuhan umumnya
digunakan untuk menggambarkan kedua proses yaitu pertumbuhan dan reproduksi
(Husain, 2005). Berdasarkan teori tersebut, maka dilakukanlah percobaan
mengenai bakteriologi.
I.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui teknik isolasi bakteri.
2. Untuk mengetahui model pertumbuhan bakteri pada beberapa media.
3. Untuk mempelajari kurva pertumbuhan bakteri.
I.3 Waktu dan Tempat Percobaan
Percobaan Analisis Pertumbuhan Bakteri secara In Vitro dilaksanakan
pada tanggal 17 Oktober – 2 November 2013 bertempat di Laboratorium
Mikrobiologi, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Hasanuddin, Makassar dan pengambilan sampel dilakukan di saluran
pembuangan limbah rumah tangga BTN. Ranggong Permai, Blok D7/1.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Bakteri Enterobakter
Salah satu kelompok bakteri yang banyak menyebabkan penyakit adalah
kelompok bakteri Enterobacteriaceae yang dapat hidup bersimbiosis pada hewan
mamalia sebagai flora normal tubuh, yang lainnya hidup sebagai parasit pada
tanaman dan berperan dalam dekomposisi bahan organik.
Enterobakter/Eterobacteriaceae adalah jenis bakteri yang berbentuk basil , dapat
bergerak (motil) dengan flagel yang peritrik atau tidak bergerak (nonmotil).
Berdasarkan struktur dinding selnya tergolong ke dalam gram negative dan
mampu untuk menguraikan gluikosa dengan menghasilkan gas. Dalam jumlah
tertentu keberadaan bakteri golongan ini dapat menyebabkan penyakit pada
saluran pencernaan ( Smith-Keary, 1998 ; Jawetz et al., 995).
II.2 Bakteri Eschericia coli
II.2.1 Karakterisasi Morfologi
Bakteri E. coli merupakan spesies dengan habitat alami dalam saluran
pencernaan manusia maupun hewan. E. coli pertama kali diisolasi oleh Theodor
Escherich dari tinja seorang anak kecil pada tahun 1885. Bakteri ini berbentuk
batang, berukuran 0,4-0,7 x 1,0-3,0 µm, termasuk gram negatif, dapat hidup
soliter maupun berkelompok, umumnya motil, tidak membentuk spora, serta
fakultatif anaerob (Anonim, 2012).
Struktur sel E. coli dikelilingi oleh membran sel, terdiri dari sitoplasma
yang mengandung nukleoprotein. Membran sel E. coli ditutupi oleh dinding sel
berlapis kapsul. Flagela dan pili E. coli menjulur dari permukaan sel. Tiga struktur
antigen utama permukaan yang digunakan untuk membedakan serotipe golongan
E. coli adalah dinding sel, kapsul dan flagela. Dinding sel E. coli berupa
lipopolisakarida yang bersifat pirogen dan menghasilkan endotoksin serta
diklasifikasikan sebagai antigen O. Kapsul E. coli berupa polisakarida yang dapat
melindungi membran luar dari fagositik dan sistem komplemen, diklasifikasikan
sebagai antigen K. Flagela E. coli terdiri dari protein yang bersifat antigenik dan
dikenal sebagai antigen H. Faktor virulensi E. coli juga disebabkan oleh
enterotoksin, hemolisin, kolisin, siderophor, dan molekul pengikat besi
(aerobaktin dan entrobaktin) (Anonim, 2012).
Bakteri E. coli dapat membentuk koloni pada saluran pencernaan manusia
maupun hewan dalam beberapa jam setelah kelahiran. Faktor predisposisi
pembentukan koloni ini adalah mikroflora dalam tubuh masih sedikit, rendahnya
kekebalan tubuh, faktor stres, pakan, dan infeksi agen patogen lain. Kebanyakan
E. coli memiliki virulensi yang rendah dan bersifat oportunis. E. coli keluar dari
tubuh bersama tinja dalam jumlah besar serta mampu bertahan sampai beberapa
minggu (Anonim, 2012).
Kelangsungan hidup dan replikasi E. coli di lingkungan membentuk
koliform. E. coli tidak tahan terhadap keadaan kering atau desinfektan biasa.
Bakteri ini akan mati pada suhu 600C selama 30 menit (Anonim, 2012).
II.2.2 Penyakit yang Diakibatkan Eschericia coli
E. coli tergolong proteobakteri kemoheterotrofik dan tinggal dalam saluran
usus hewan. E. coli umumnya tidak berbahaya, namun pada beberapa kasus diare
pada para pelancong diakibatkan oleh toksin yang dihasilkan oleh strain E. coli
yang didapat dari orang lain melalui makanan atau air yang terkontaminasi
(Campbell, 2003).
II.3 Uji Karakterisasi
II.3.1 Pengecatan Gram
Salah satu alat yang paling ampuh dalam taksonomi mikroba adalah
pewarnaan Gram (Gram stain), yang dapat digunakan untuk memisahkan
anggota-anggota domain Bakteria ke dalam dua kelompok berdasarkan perbedaan
dinding selnya. Bakteri gram-positif memilikidinding sel yang lebih sederhana,
dengan jumlah peptidoglikan yang relatif banyak. Dinding sel bakteri gram-
negatif memiliki peptidoglikan yang lebih sedikit dan secara struktural lebih
kompleks. Membran bagian luar pada dinding sel gram-negatif mengandung
lipopolisakarida, yaitu karbohidrat yang terikat dengan lipid (Campbell, 2003).
II.3.2 Uji Sulfid Indol Motility (SIM)
Sekitar separuh dari seluruh prokariota mampu melakukan pergerakan
yang terarah. Banyak prokariota yang motil dapat bergerak sekitar 50 μm/detik,
atau sekitar 100 kali panjang tubuhnya perdetik. Kerja flagella adalah mekanisme
yang paling umum dalam pergerakan prokariota. Flagella dapat tersebar di seluruh
permukaan sel atau terpusatkan pada salah satu atau kedua ujung sel itu. Flagela
pada prokariota dan eukariota berbeda dalam hal struktur dan fungsi. Flagela
prokariota memiliki lebar sepersepuluh lebar flagela eukariota dan tidak
terbungkus oleh suatu perluasan membran plasma (Campbell, 2013).
Beberapa protein kaya akan asam amino yang mengandung gugus sulfur
seperti sistein. Jika protein ini dihidrolisis oleh bakteri, asam amino akan
dilepaskan. Sistein dengan adanya sistein desulfurase, akan melepaskan atom
sulfur yang dengan adanya hydrogen dari air akan membentuk gas hydrogen
sulfide. gas ini juga dapat diproduksi dengan reduksi senyawa anorganik yang
mengandung sulfur seperti tiosulfat, sulfat atau sulfit (Dwijoeseputro, 1990).
Sebagai petunjuk adanya aktivitas motilitas ini dapat diamati daerah bekas
tusukan dari medium yang telah diinokulasikan oleh biakan dan diinkubasikan.
Medium ini ditambahkan senyawa anorganik yang mengandung sulfur, yaitu
natrium tiosulfat. Natrium tiosulfat ini akan bereaksi dengan ion hidrogen dari air,
dan dengan adanya enzim tiosulfat reduktase, maka akan dihasilkan ion sulfit
dan gas H2S. Gas ini akan bereaksi dengan feri ammonium sulfat yang
ditambahkan (sebagai indikator untuk H2S) ke dalam media sehingga terbentuk
FeS yang berwarna hitam. Pembentukan FeS inilah yang diamati sebagai
penunjuk adanya aktivitas motil dari bakteri uji pada tabung yang berisi medium
motility setelah diinkubasikan (Djide, 2006).
II.3.3 Uji Triple Iron Sugar (TSIA)
TSIA terutama digunakan untuk mengidentifikasikan bakteri gram-negatif,
medianya mengandung 3 macam gula yaitu glukosa, laktosa dan sukrosa.
Mengandung indikator merah fenol dan FeSO4 untuk memperlihatkan
pembentukan H2S yang ditunjukkan dengan adanya endapan berwarna hitam,
endapan hitam terbentuk akibat H2S bereaksi dengan Fe menjadi FeS yang
berwarna hitam (Lay, 1994).
Indikator yang dapat terlihat pada uji ini adalah (Djide, 2006):
a) Kuning pada butt (dasar) dan merah pada slant (permukaan miring),
menunjukkan adanya fermentasi glukosa.
b) Kuning pada butt dan slant, menunjukkan adanya fermentasi laktosa dan atau
sukrosa.
c) Pembentukan gas, yang ditandai dengan pembentukan ruang udara dibawah
medium sehingga medium terangkat ke atas.
d) Pembentukan gas (H2S), terlihat dari pembentukan warna hitam pada
medium.
e) Merah pada butt dan slant, menunjukkan tidak adanya fermentasi gula dan
pembentukan gas atau pembentukan H2S.
II.3.4 Uji Methyl Red-Voges Proskauer (MRVP)
Uji metil red digunakan untuk menentukan adanya fermentasi asam
campuran. Dimana beberapa bakteri dapat memfermentasikan glukosa dan
menghasilkan berbagai produk yang bersifat asam sehingga akan menurunkan pH
media pertumbuhannya menjadi 5,0 atau lebih rendah. Uji ini dilakukan untuk
menghasilkan asam melalu proses hidrolisis yang menghasilkan asam organik
sederhana. Pengujian dengan menggunakan metil merah, Voges-Proskeuer, Uji
Indole serta uji penggunaan sitrat sering dikenal sebagai tes IMViC (indole,
methyl red, Voges-Proskueur, dan citrate, serta “i” adalah merupakan huruf
penghubung). Tes IMViC ini digunakan untuk membedakan beberapa bakteri
golongan Enterobacteriaceae, berdasarkan kemampuannya dalam memfermentasi
glukosa dan laktosa, penguraian triptosan yang menghasilkan indole serta adanya
enzim sitrat permease yang mampu menguraikan natrium sitrat dari medium
khusus yang digunakan (Dwijoeseputro, 1990).
Penambahan indikator metil red pada akhir pengamatan dapat
menunjukkan perubahan pH menjadi asam. Metil red akan menjadi merah pada
suasana asam (pada lingkungan dengan pH 4,4) dan akan berwarna kuning pada
suasana basa (pada suasana lebih dari atau sama dengan 6,2). Uji ini berguna
dalam identifikasi kelompok bakteri yang menempati saluran pencernaan, seperti
pada golongan coliform dan enterobacteriaceae (Dwijoeseputro, 1990).
Uji Voges-Proskueur digunakan untuk mengidentifikasi mikroorganisme
yang melakukan fermentase dengan hasil akhir 2,3 butanadiol. Bila bakteri
memfermentasikan karbohidrat menjadi 2,3 butanadiol sebagai produk utama,
akan terjadi penumpukan bahan tersebut dalam media pertumbuhan. Pada uji VP
ini dilakukan penambahan 40% KOH dan 5% larutan alfa naftol pada saat
pengamatan. Hal ini dapat menentukan adanya asetoin (asetil metil karbinol),
suatu senyawa pemula dalam sintesis 2,3 butanadiol. Dengan adanya penambahan
KOH 40%, keberadaan setoin ditunjukkan dengan perubahan warna medium
menjadi merah, dan perubahan ini makin jelas dengan penambahan alfa naftol
beberapa tetes (Dwijoeseputro, 1990).
Uji VP ini sebenarnya merupakan uji tidak langsung untuk mengetahui
adanya 2,3 butanadiol. Karena uji ini lebih dulu menentukan asetoin, dan seperti
yang kita ketahui bahwa asetoin adalah senyawa pemula dalam sintesis 2,3
butanadiol, sehingga dapat dipastikan bahwa dengan adanya asetoin dalam media
berarti menunjukkan adanya produk 2,3 butanadiol sebagai hasil fermentasi
(Dwijoeseputro, 1990).
II.3.5 Uji Katalase
Beberapa bakteri yang memiliki flavoprotein dapat mereduksi O2 dengan
menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2) atau superoksida (O2¯). Kedua bahan ini
merupakan bahan yang toksik dan menghancurkan kompenen sel dengan sangat
cepat. Bakteri harus dapat mempertahankan diri seperti dengan produksi O2 atau
akan terbunuh. Beberapa bakteri dapat memproduksi enzim yang dapat
mengkatalisis superoksids yaitu peroksida dismutase, dan juga katalase atau
peroksidase yang dapat mendekstruksi hidrogen peroksida (Djide, 2006).
Katalase adalah enzim yang mengkatalisasikan penguraian hydrogen
peroksida (H2O2) menjadi air dan O2. Hidrogen peroksida terbentuk sewaktu
metabolisme aerob, sehingga mikroorganisme yang tumbuh dalam lingkungan
aerob dapat menguarikan zat toksik tersebut. Uji katalase ini dilakukan untuk
mengidentifikasi kelompok bakteri bentuk kokkus, dalam membedakan
Staphylococcus dan Streptococcus. Dimana kelompok streptococcus bersifat
katalase negative dan Staphylococcus bersifat katalase positif (Djide, 2006).
Penentuan adanya katalase ini terlihat dari pembentukan gelembung udara
di sekitar koloni setelah ditambahkan larutan H2O2 3%. Reaksi kimiawi yang
dikatalisasikan oleh enzim terlihat sebagai berikut (Djide, 2006):
II.3.6 Pengaruh Suhu Terhadap Pertumbuhan
Pada umumnya, satu tipe bakteri tumbuh lebih cepat pada suatu
temperatur tertentu. Kondisi ini disebut temperatur optimal pertumbuhan.
Kecepatan pertumbuhan menurun bila temperatur menjauh dari suhu
optimumnya. Untuk semua bakteri akan ada suhu maksimal dan minimal dimana
pertumbuhannya akan berhenti (Husain, 2005).
Bakteri thermofil adalah bakteri yang suhu pertumbuhan optimalnya
berada diatas 45 ºC. Bakteri termofil ini terdapat misalnya dalam kompos, sumber
air panas, daerah hydrothermal di dasar laut misalnya spesies bakteri termotoleran
dapat survive tapi tidak benar-benar tumbuh pada suhu yang dapat mematikan
secara normal sebagian bakteri vegetatif lainnya (Husain, 2005).
Bakteri mesofil memiliki suhu pertumbuhan optimal antar 15-45 ºC,
bakteri mesofil dapat ditemukan pada berbagai habitat luas. Bakteri patogen pada
manusia dan hewan termasuk dalam kelompok ini (Husain, 2005).
Bakteri psikrofil tumbuh optimal pada atau dibawah 15 ºC. tidak tumbuh
diatas 20 ºC dan batasan paling rendah pada 0 ºC atau kurang. Bakteri psikrofil
hidup terutama bagian di daerah laut kutub. Bakteri psikotrop dapat tumbuh pada
suhu rendah 0 – 5 ºC tetapi dapat tumbuh dengan baik diatas 15 ºC dengan
batasan paling tinggi 20 ºC (Husain, 2005).
II.3.7 Pengaruh Keasaman (pH) Terhadap Pertumbuhan
pH optimal untuk pertumbuhan dari sebagian besar bakteri terletak pH 7
dan sebagian besar spesiesnya hanya dapat tumbuh pada lingkungan yang sangat
asam atau alkali. Namun demikian bakteri tertentu (inang) tidak hanya toleran tapi
lebih menyukai kondisi asam atau sangat asam disebut asidofil. Bakteri alkalofil
tumbuh secara optimal dalam lingkungan alkali pada pH di atas 8 (Husain, 2005).
II.4 Kurva Pertumbuhan
Pertumbuhan jasad hidup dapat ditinjau dari dua segi yaitu pertumbuhan
secara individu dan pertumbuhan secara berkelompok dalam suatu populasi.
Pertumbuhan individu diartikan sebagai adanya pertambahan volume serta
bagian-bagian lainnya dan diartikan pula sebagai penambahan kuantitas isi dan
kandungan di dalam selnya. Sedangkan pertumbuhan populasi merupakan bentuk
pertumbuhan yang terjadi akibat adanya pertambahan individu (Husain, 2005).
Bakteri akan mengalami pertumbuhan apabila lingkungannya memenuhi.
Apabila lingkungannya tidak optimal maka akan menyebabkan pertumbuhan
lambat atau sama sekali tidak mengalami pertumbuhan atau mati, disamping itu
dipengaruhi pula oleh jenis dan kondisinya. Kebutuhan utama untuk pertumbuhan
meliputi: penaafsiran kebutuhan nutrisi yang sesuai, sumber energi, air,
temperatur, pH dan kandungan oksigen (Husain, 2005).
Perubahan kemiringan pada kurva tersebut menunjukkan transisi dari satu
fase perkembangan ke fase lainnya. Nilai logaritmik jumlah sel biasanya lebih
sering dipetakan daripada nilai aritmatik. Logaritma dengan dasar 2 sering
digunakan, karena setiap unit pada ordinat menampilkan suatu kelipatan-dua dari
populasi. Kurva pertumbuhan bakteri dapat dipisahkan menjadi empat fase utama:
fase lag (fase lamban atau lag phase), fase pertumbuhan eksponensial (fase
pertumbuhan cepat atau log phase), fase stationer (fase statis atau stationary
phase) dan fase penurunan populasi (decline). Fase-fase tersebut mencerminkan
keadaan bakteri dalam kultur pada waktu tertentu. Di antara setiap fase terdapat
suatu periode peralihan dimana waktu dapat berlalu sebelum semua sel memasuki
fase yang baru (Husain, 2005).
BAB III
METODE PERCOBAAN
III.1 Alat
Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah tabung reaksi, cawan petri,
ose bulat, ose lurus, tabung durham, cuvet, batang pengaduk, oven, waterbath,
hotplate, corong, inkubator, shaker, vortex, spektrofotometer, otoklaf, spoit,
enkas, erlenmeyer, gelas beker, timbangan, pipet tetes dan sendok tanduk.
III.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah medium Nutrient Agar,
medium Nutrient Broth, medium Lactosa Broth, medium Eosin Methylen Blue
Agar, medium Triple Sugar Iron Agar, medium Sulfit Indol Motility, Medium
Methyl Red-Voges Preskuour, H2O2, aquadest, laktosa, brontimol blue, pepton,
glukosa, buffer fosfat, kristal violet, lugol, alkohol, safranin, alfanaftol, KOH
40%, methyl red, korek api, bunsen, tissue dan label.
III.3 Prosedur Kerja
III.3.1 Sterilisasi Alat
a. Alat Gelas
Alat gelas disterilisai dengan menggunakan otoklaf selama
b. Alat Non-Gelas
Alat non-gelas disterilisasi dengan cara dilidahapikan (ose), dipanaskan
dalam oven selama 2 jam pada suhu dan diapimembarakan (jarum)
c. Media
Media disterilisasi dengan dengan menggunakan otoklaf selama 15 menit
pada suhu 121 ºC, tekanan 2 atm.
III.3.2 Pembuatan Media
a. Media NA (Nutrient Agar)
Sebanyak 2gr media NA dilarutkan ke dalam 100mL aquadest, selanjutnya
dipanaskan hingga larut. Kemudian disterilkan.
b.Media NB (Nutrient Broth)
Sebanyak 0,8gr media NB dilarutkan ke dalam 100mL aquadest,
selanjutnya dipanaskan hingga larut. Kemudian disterilkan.
c. Media LB (Lactosa Broth)
Sebanyak 0,8gr media NB dan 0,5gr laktosa dilarutkan ke dalam 100mL
aquadest, selanjutnya dipanaskan hingga larut. Kemudian ditambahkan beberapa
tetes larutan brontimol blue hingga berubah warna menjadi hijau tua. Ke dalam
tabung reaksi dimasukkan tabung durham dengan posisi terbalik. Kemudian
masing-masing tabung reaksi diisi dengan 9mL media LB. Kemudian disterilkan.
d.Media EMBA (Eosin Methylen Blue Agar)
Sebanyak 3,6gr media EMBA dilarutkan ke dalam 100mL aquadest,
selanjutnya dipanaskan hingga larut. Kemudian disterilkan.
e. Medium SIM (Sulfid Indol Motility)
Sebanyak 3gr media SIM dilarutkan ke dalam 100mL aquadest,
selanjutnya dipanaskan hingga larut. Kemudian disterilkan.
f. Medium TSIA (Triple Sugar Iron Agar)
Sebanyak 6,5gr media TSIA dilarutkan ke dalam 100mL aquadest,
selamjutnya dipanaskan hingga larut. Kemudian disterilkan.
g. Medium MRVP (Methyl Red-Voges Proskauer)
Ditimbang 0,5gr pepton, 0,5 glukosa kemudian dilarutkan ke dalam
100mL aquadest, selanjutnya ditambahkan 0,5mL buffer posfat. Kemudian
disterilkan.
III.3.3 Isolasi Bakteri Enterobakter
Sebanyak 1gr sampel dilarutkan ke dalam aquadest steril dengan 1:9,
kemudian dibuat pengenceran hingga 10-6. Pengenceran seri 10-1, 10-2 dan 10-3 di
tanam pada media LB, sedangkan untuk seri 10-4, 10-5 dan 10-6 ditanam pada
media NA dengan metode tuang.media diinkubasi pada suhu 37 ºC kemudian
dihitung jumlah koloni pada cawan petri dan perubahan warna media serta
terbentuknya gas pada media LB.
Kultur bakteri pada media LB yang memperlihatkan kekeruhan dan
terbentuknya gas, selanjutnya dipindahkan pada media selektif EMBA dengan
teknik gores. Media kemudia diinkubasi selama 1x24 jam.
Kultur bakteri enterobakter akan terlihat hijau metalik pada EMBA
diambil dan ditanam kembali pada medium EMBA dengan teknik gores kuadran
dan diikubasikan selama 1x24 jam. Setelah diinkubasi, koloni hijau metalik
kembali ditaman pada medium NA dengan metode gores kuadran dan
diinkubasikan lagi selama 1x24 jam.
III.4 Uji Karakterisasi
III.4.1 Pengecatan Gram
Sebanyak 1 ose bakteri diletakkan pada gelas objek kemudian dilakukan
fiksasi. Sebanyak 2-3 tetes gram A (kristal violet) diteteskan pada koloni bakteri,
diamkan selama 60 detik. Kemudian preparat dicuci dengan menggunakan air
mengalir lalu dikeringanginkan. Sebanyak 2-3 tetes gram B (lugol) diteteskan di
atas preparat dan dibiarkan selama 90 detik. Preparat dicuci dengan air mengalir
kemudian dikeringanginkan. Preparat kemudian ditetesi 2-3 tetes larutan alkohol-
aseton dan dibiarkan selama 60 detik lalu dicuci kembali dan dikeringanginkan.
Selanjutnya preparat ditetesi dengan larutan safranin sebanyak 2-3 tetes dan
didiamkan selama 30 detik, lalu dicuci dan dikeringanginkan. Setelah itu diamati
di bawah mikroskop.
III.4.2 Uji Sulfid Indol Motility (SIM)
Sebanyak satu ose biakan kultur diinokulasikan ke dalam media SIM
dengan metode tusuk. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 37ºC selam 1x24 jam.
III.4.3 Uji Triple Iron Sugar (TSIA)
Sebanyak satu ose dari kultur bakteri diinokulasikan pada media agar
miring TSIA dengan metode tusuk pada bagian butt dan metode gores pada slant,
selanjutnya diinkubasikan selama 1x24 jam.
III.4.4 Uji Methyl Red-Voges Proskauer (MRVP)
a. Uji MR (Methyl Red)
Sebanyak satu ose (ose bulat) isolat bakteri yang diambil dari stok
diinokulasikan pada medium MR-VP cair dalam tabung reaksi. Selanjutnya
diinkubasikan selama 5x24 jam pada suhu 37ºC. Sebanyak 5 tetes methyl red
ditambahkan di atas preparat isolat bakteri.
b. Uji VP (Voges Proskauer)
Sebanyak satu ose (ose bulat) isolat bakteri diambil dari stok kultur dan
diinokulasikan pada medium MR-VP cair ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya
diinkubasikan selama 3x24 jam pada suhu 37ºC. Medium kemudian ditambahkan
0,2mL KOH 40% dan 0,6mL alfanaftol lalu dikocok selama 30 detik.
III.4.5 Uji Katalase
Sebanyak satu ose kultur bakteri dicelupkan ke dalam tabung reaksi yang
berisi pereaksi H2O2.
III.5 Kurva Pertumbuhan
III.5.1 Pengaruh Suhu Terhadap Pertumbuhan
Disiapkan 3 buah tabung reaksi yang berisi Nutrient Broth (NB),
kemudian diinokulasikan ke dalamnya masing-masing 1 ose isolat bakteri. Kultur
tersebut selanjutnya diinkubasi pada suhu berbeda, yaitu suhu 15ºC, 37ºC dan
45ºC, kemudian diinkubasi selama 2x24 jam.
III.5.2 Pengaruh Keasaman (pH) Terhadap Pertumbuhan
Disiapkan 3 buah tabung reaksi yang berisi Nutrient Broth (NB),
kemudian diinokulasikan ke dalamnya masing-masing 1 ose isolat bakteri. Kultur
tersebut selanjutnya diinkubasi pada pH berbeda, yaitu suhu 3, 7 dan 9, kemudian
diinkubasi selama 2x24 jam.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Isolasi Bakteri Enterobakter
Gambar 1. Pengamatan Morfologi Koloni pada Media Selektif EMBASumber : Koleksi Pribadi
Hasil yang didapatkan positif yang menunjukkan bahwa bakteri coliform
mampu memfermentasi laktosa, ditunjukkan dengan adanya perubahan warna
pada medium dan terbentuk gelembung gas pada tabung durham. Selanjutnya dari
tabung Lactosa Broth (LB) yang positif, kemudian di inokulasi pada medium
Eosim Methylen Blue Agar (EMBA) dengan metode tebar. Hasil pengamatan
menunjukkkan bahwa pada air sampel terdapat bakteri Escherichia coli . Hal ini
ditunjukkan dengan adanya perubahan warna petri yang berisi media EMBA.
Warna hijau metalik menunjukkkan aktivitas bakteri ini mampu memfermentasi
laktosa pada medium EMBA. Warna hijau metalik pada medium EMBA
dikarenakan adanya reaksi eosin yang bersifat asam dengan methylen blue yang
bersifat basa. Sedangkan organisme yang tidak memfermentasikan laktosa tidak
dapat membentuk warna karena komponen tetap dalam kondisi basa. Berdasarkan
referensi menyatakan bahwa Escherichia coli mampu merombak eosin sehingga
dapat disimpulkan bahwa pada sampel air mengandung bakteri E.coli.
Eosin Methylen Blue Agar (EMBA) merupakan media selektif. Media
selektif merupakan media biakan yang mengandung paling sedikit satu bahan
yang menghambat perkembangbiakan mikroorganisme yang tidak diinginkan dan
membolehkan perkembangbiakan mikroorganisme tertentu yang ingin di isolasi.
Medium EMBA yang digunakan untuk isolasi karena mengandung eosin yang
akan menghambat pertumbuhan bakteri gram positif. Setelah terbentuk warna
hijau metalik pada medium EMBA, proses selanjutnya yaitu di inokulasikan
kembali pada medium EMBA dengan metode kuadran streak. Metode kuadran
streak bertujuan untuk memperoleh koloni bakteri yang terpisah (biakan murni).
Koloni yang terpisah selanjutnya di inokulasi kembali pada medium Nutrient
Agar (NA) dengan metode gores kuadran streak.
IV.2 Uji Karakterisasi
IV.2.1 Pengecatan Gram
Gambar 2. Hasil pengecatan gram dengan pengamatan melalui mikroskop(Perbesaran 10 x 100)
Sumber : Koleksi Pribadi
Dari hasil pengamatan diperoleh bahwa bakteri Eschericia coli merupakan
bakteri gram negatif, karena pengamatan di bawah mikroskop menunjukkan
warna merah yang agak kurang jelas karena mungkin adanya kesalahan saat
proses pewarnaan. Bakteri ini berbentuk batang dengan panjang sekitar 2 um dan
diameter 0,5 um, namun ada juga yang berbentuk oval. E. coli tergolong bakteri
gram negative karena kemampuannya dalam mengikat warna yang diberikan
kurang baik. Hal ini dikarenakan E.coli memiliki struktur dinding sel yang
mengandung lipid lebih banyak disbanding peptidoglikan. Sehingga akibat
rendahnya kandungan ribonukleat/peptidoglikan mengakibatkan perbedaan reaksi
dalam permeabilitas zat warnanya akibat penambahan larutan pemucat dengan
bakteri gram positif. Lipid pada dinding sel E.coli akan larut dalam alcohol yang
digunakan sebagai laruta pemucat/pembersih sehingga pori-pori dinding sel
membesar meningkatkan daya larut kompleks kristal violet dan iodida.
IV.2.2 Uji Sulfid Indol Motility (SIM)
Gambar 3. Hasil pengujian pada media SIM (Sulfid Indol Motility)Sumber : Koleksi Pribadi
Hasil pengamatan yang diperoleh pada uji biokimia (SIM) menunjukkan
hasil yang positif, karena ditemukan adanya gelembung diinokulasi serta terlihat
adanya penyebaran yang berwarna putih seperti akar disekitar inokulasi. Hal ini
sesuai literature yang ada bahwa bakteri jenis E.coli ini memiliki flagel sehingga
dapat bergerak. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa bakteri ini mampu hidup
pada kondisi kurang atau tidak ada oksigen (anaerob).
Selain menunjukkan adanya motilitas yang terjadi, pada uji SIM ini
menunjukkan apakah bakteri dapat menghasilkan senyawa indole. Hasil
pengamatan menunjukkan perubahan warna dari putih menjadi hijau. Dapat
disimpulkan bahwa terjadi kesalahan penambahan konvac atau pereaksi kanvas
yang sudah tidak layak pakai sehingga tidak terbentuknya cincin merah muda.
Sesuai literature yang ada seharusnya sampoel E.coli positif menghasilkan
triptofanase yang mengkatalisasi penguraian gugus indole dari triptofan.
Dalam media biakan, indole menumpuk sebagai produk buangan.
Selanjutnya bagian lain dari molekul triptofan (Asam piruvata NH4+) dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan zat hara mikroorganisme. Penambahan
dengan reagen konvacs yang mengandung p-dimetilbenzaldehid akan membentuk
senyawa para amino benzaldehid yang tidak larut dalam air dan pembentukan
cincin warna merah mudah pada permukaan medium.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan untuk mengetahui apakah ada H2S
yang ditunjukkan dengan perubahan warna media menjadi hitam. Namun, dari
hasil yang diperoleh pada media tidak ada perubahan warna yang terjadi
membuktikan bahwa E.coli tidak mampu mendesulfurasi asam amino agar dapat
mengahsilkan H2S.
IV.2.3 Uji Triple Iron Sugar (TSIA)
Gambar 4. Hasil pengujian pada media TSIA (Triple Iron Sugar Agar)Sumber : Koleksi Pribadi
Medium TSIA digunakan untuk mengetahui kemampuan bakteri dalam
memfermentasi 3 jenis gula yaitu glukosa, laktosa, dan sukrosa, serta mampu
membebaskan asam sulfat. Dari hasil pengamatan yang dilakukan, hasil positif
ditandai dengan munculnya warna merah dan kuning. Jika berwarna kuning
menandakan asam, merah menandakan sifat basa. Warna kuning muncul yang
menandakan adanya fermentasi bakteri terhadap glukosa, sukrosa, dan laktosa
dalam konsentrasi tinggi, sedangkan dalam konsentrasi yang rendah hanya
nampak warna merah muda.
Selain itu literature yang didapatkan menjelaskan bahwa jika warna
menjadi hitam pada dasar tabung menandakan bahwa bakteri tersebut membentuk
H2S dan bila medium terangkat menandakan bahwa bakteri tersebut memproduksi
gas. Hal tersebut juga terjadi pada pengamatan yang dilakukan, terlihat bahwa
medium TSIA dalam tabung reaksi terangkat serta adanya warna hitam di dasar
tabung, sehingga memperkuat bahwa bakteri E.coli memfermentasi glukosa dan
menghasilkan gas.
IV.2.4 Uji Methyl Red-Voges Proskauer (MRVP)
IV.2.4.1 Uji Methyl Red
Gambar 5. Hasil pengujian pada media Methyl Red VogesSumber : Koleksi Pribadi
Uji MR digunakan untuk menentukan danya fermentasi asam campuran.
Beberapa bakteri memfermantasikan glukosa dan menghasilkan berbagai produk
yang bersifat asam, sehingga akan menurunkan pH media pertumbuhan menjadi
5,0 atau lebih rendah. Penambahan indikator Methyl Red dapat menunjukkan
adanya perubahan pH menjadi asam, dimana pH 4,4 berwarna merah dan pH 6,2
(sedikit mendekati basa) berwarna kuning, sehingga jika hasilnya positif yang
ditunjukkan dengan terjadinya fermentasi asam campuran maka medium tetap
berwarna merah (asam). Sedangkan, apabila terjadi fermentasi maka medium
biakan berubah jadi kuning (basa).
Dari hasil pengamatn yang didapatkan bahwa stok kultur yang
diinokulasikan pada medium MR yang ditetesi Methyl Red menunjukkan
terbentuknya cincin berwarna merah muda dan kemudian ditambahakan lagi yang
terbentuk sama dengan sebelumnya, hal ini menunjukkan hasil negative karena
tidak terbentuknya warna merah berarti tidak memfermentasikan asam campuran.
IV.2.4.2 Uji Voges Proskauer
Gambar 6. Hasil pengujian pada media Voges ProskauerSumber : Koleksi Pribadi
Uji VP digunakan untuk mengidentifkasi mikroba yang melakukan
fermentasi 2,3-butanadiol. Penambahan 40% KOH dan 5% α-napthol dalam
etanol dapat menentukan adanya asetoin (asetil metal karbinol) sehingga hasil
positif ditunjikkan dengan terbentuknya asetoin yang berwarna merah muda
setelah penambahan KOH. Pada uji VP menggunakan jalur fermentasi butilena
glikol denagan mengahsilkan asetoin.
Pada percobaan ini diketahui bahwa medium yang berisi isolate bakteri
yang ditambahkan α-napthol dan KOH setelah dikocok beberapa saat warnanya
berubah menjadi lembayung. Hal ini menunjukkan bahwa isolate bakteri tersebut
dapat melakukan fermentasi 2,3-butanadiol. Perubahan warna terjadi karena
asetoin yang mengandung KOH akan teroksidasi menjadi diacetil berwarna
lembayung karena adanya keratin sebagai katalisator.
IV.2.5 Uji Katalase
Gambar 7. Hasil pengamatan pad uji katalaseSumber : Koleksi Pribadi
Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh dapat diketahui bahwa
isolate bakteri yang digunakan bersifat katalase positif. Katalase positif ini
ditunjukkan dengan terbentuknya gelembung-gelembung seperti yang terlihat
pada gambar.
Gelembung yang terbentuk adalah gelembung oksigen yang timbul karena
adanya pemecahan H2S (hydrogen Peroksida) oleh enzim katalase yang dihasilkan
oleh bakteri itu sendiri. Komponen H2O2 merupakan salah satu hasil respirasi
aerobic bakteri, dimana hasil komponen tersebut justru dapat menghambat
pertumbuhan bakteri karena bersifat toksik bagi baketri itu sendiri. Oleh karena
itu, komponen ini harus dipecah agar tidak bersifat tosik lagi.
Reaksi Umumnya :
2H2O Katalase 2H2O + O2
Dari literatur yang diperoleh dijelaskan bahwa E.coli adalah bakteri yang
bersifat anaerobic fakultatif yang mempunyai enzim superoksida dismutase, tetapi
tidak mempunyai enzim katalase melainkan mempunyai enzim peroksidase yang
mengkatalis reaksi antara H2O2 dengan senyawa organic mengahsilkan senyawa
yang tidak beracun.
Reaksi yang terjadi :
H2O2 + senyawa orgaink Peroksidase Senyawa organik teroksidasi + H2O
Adapun bakteri katalase negative yaitu bakteri yang bersifat anaerobic
obligat yang tidak mempunyai enzim superoksida dismutase maupun katalase.
Oleh karena itu, oksigen merupakan racun bagi bakteri tersebut karena senyawa
yang terbentuk dari reaksi flaroprotein dengan oksigen yaitu H2O2 dan suatu
radikal bebas yaitu O2.
Hidrogen peroksida (H2O2) bersifat toksik terhadap sel karena bahan ini
dapat menginaktivasikan beberapa jenis enzim dalam sel. H2O2 terbentuk sewaktu
metabolisme aerob sehingga mikroorganisme yang tumbuh dalam lingkungan
aerob harus menguraikan toksik tersebut.
IV.2.6 Pengaruh Suhu Terhadap Pertumbuhan
Gambar 8. Hasil pengamatn pada uji pengaruh suhu terhadap pertumbuhanSumber : Koleksi Pribadi
Pertumbuhan mikroba memerlukan kisaran suhu tertentu. Ada bakteri
yang mati pada suhu 600C. Suhu rendah sampai di bawah suhu minimumnya
menyebabkan bakteri tidak dapat berkembang biak dan pada umumnya tidak
mematikan bakteri, bahkan ada yang tahan sampai betahun-tahun pada suhu -
700C. Bakteri pathogen pada manusia umumnya cepat mati pada suhu 00C.
berdasarkan kisaran suhu pertumbuhan mikroba dapat dikelompokkan menjadi
mikroba psikrofil, mesofil, dan termofil. Psikrofil adalah kelompok mikroba yang
dapat tumbuh pada suhu 0-300C dan suhu maksimum 45-550C.
Berdasarkan pengamatan diperoleh bahwa pad suhu 370C bakteri koliform
lebih banyak ditemukan. Hal tersebut dapat dilihat dari tingkat kekeruhan dan
terbentuknya endapan pada medium NB setelah diinkubasi selama 1x24 jam. Pada
suhu 450C juga menunjukkan tinkat kekeruhan dan terbentuknya endapan. Hal
tersebuit juga terlihat pada suhu 50C.
IV.2.7 Pengaruh Keasaman (pH) Terhadap Pertumbuhan
pH 3 pH 7 pH 9Gambar 9. Hasil pengamatan pada pengaruh pH terhadap pertumbuhan
Sumber : Koleksi Pribadi
Uji ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pH terhadap pertumbuhan
bakteri. Uji ini menggunakan medium NB dan prakultur diinokulasikan pada
medium tersebut. Selanjutnya diinokulasikan pada medium tersebut selanjutnya
diinkubasi.
Mikroba umumnya menyukai pH netral (pH 7). Beberapa bakteri dapat
hidup pada pH tinggi (medium alkalin). Berdasarkan pHnya mikroba dapat
dikelompokkan menjadi 3, yaitu mikroba asidofil merupakan kelompok mikroba
yang dapat hidup pada ph 2,0-5,0, mikroba mesofil adalah kelompok mikroba
yang dapat hidup pada pH 5,5-8,0, dan mikroba alkalifil adalah kelompok
mikroba yang dapat hidup pada pH 8,4-9,5.
Berdasarkan hasil pengamatn menunjukkan bahwa bakteri koliform lebih
banyak menyukai pH 7 (pH netral). Hal tersebut dapat terlihat dengan adanya
kekeruhan pada medium dan juga terdapat banyak endapan. Pada pH 9 juga
terdapat kekeruhan pada medium (lebih banyak pada pH 7) dan juga terdapat
sedikit endapan. Begitu pula pada pH 3 tingkat kekeruhannya sangat rendah.
IV.3 Kurva Pertumbuhan bakteri
Tabel 1. Pengukuran Pertumbuhan Pada Media Nutrient Broth (NB)
menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 580 nm
Waktu Pengamatn Nilai % Transmitan Nilai Optical Density
(Jam) (OD)
T0 16 : 58 WITA 99 0,01
T1 18 : 58 WITA 53 0,28
T2 20 : 58 WITA 29 0,54
T3 22 : 58 WITA 15 0,83
T4 00 : 58 WITA 14 0,86
T5 02 : 58 WITA 2 0,93
T6 04 : 58 WITA 9 1,05
T7 06 : 58 WITA 8 1,1
T8 08 : 58 WITA 6 1,23
T9 10 : 58 WITA 6 1,23
T10 12 : 58 WITA 7 1,16
T11 14 : 58 WITA 8 1,1
T12 16 : 58 WITA 10 1
IV.3.2 Grafik Kurva Pertumbuhan
Gambar 10. Kurva Pertumbuhan BakteriSumber : Koleksi Pribadi
Berdasarkan gambar, diperoleh hasil pengamatan yang tidak sesuai dengan
kurva yang diharapkan berupa kurva sigmoid. Pengamatan dari T0 sampai T4
kurva pertumbuhan menunjukkan fase eksponensial dimana pertumbuhan bakteri
sangat cepat, dikarenakan faktor lingkungan yang menunjang serta ketersedian
nutrisi. Pada T5 sampai T7 kurva pertumbuhan bakteri memasuki fase
pertumbuhan diperlambat dimana, hal ini dikarenakan ketersediaan nutrisi yang
mulai berkurang sehingga terjadi persaingan dalam memperoleh makanan,
mengakibatkan populasi bakteri menjadi menurun. Pada T8 sampai T9
pertumbuhan bakteri memasuki fase stationer dimana jumlah bakteri yang hidup
sama dengan jumlah sel yang mati. Hal ini disebabkan karena adanya
penumpukan zat toksik yang merupakan hasil dari metabolisme serta ketersediaan
nutrisi yang tidak memadai sehingga banyak bakteri yang mati. Pada T10 sampai
T12 pertumbuhan bakteri menunjukan penurunan yang menandakan bahwa
pertumbuhan bakteri telah menuju fase kematian. Hal ini dikarenakan ketersedian
nutrisi yang telah habis, kondisi lingkungan yang tidak menunjang serta banyak
metabolit sekunder berupa toksin yang dihasilkan oleh bakteri
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kurva tidak sesuai dengan kurva
sigmoid antara lain : medium tidak dikocok dengan baik sehingga mikroba
mengendap di dasar tabung, terkontaminasi dengan mikroba lain, pertumbahan
bakteri terganggu karena faktor lingkungan, dan populasi berkurang akibat
kekurangan nutrisi dan seharusnya sebelum nilai DO mencapai 1 perlu dilakukan
pengenceran dengan aquadest pada kultur yang digunakan dan pada setiap
dilakukan pengukuran DO isolat harus digores pada medium agar sehingga dapat
membantu dalam menganalisis pertumbuhan bakteri.
Dari hasil kurva diketahui bahwa fase eksponensial yang bagus tepat pada
satu jam sebelum T5. Selain itu diketahui bahwa waktu generasi untuk
pertumbuhan bakteri adalah 2,5 jam.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Teknik isolasi bakteri enterobakter dapat dilakukan dengan urutan sebagai
berikut: pengenceran bertingkat, uji MPN, uji SPC, penanaman pada medium
EMBA I, penanaman pada medium EMBA II, penanaman pada NA sebagai
stok.
2. Bakteri E. coli membentuk koloni bulat dan berwarna putih kekuningan pada
NA, menbentuk koloni berwarna hijau metalik pada medium EMBA, tumbuh
diluar area tusukan pada medium SIM, membentuk warna kuning keseluruhan
pada medium TSIA, tumbuh berpencar pada medium LB, membentuk warna
merah pada medium MR dan berwarna bening pada medium VP.
3. Kurva pertumbuhan bakteri berbentuk sigmoid (huruf S)yang ditandai dengan
beberapa fase diantaranya fase adaptasi, pertumbuhan adaptasi, eksponensial,
pertumbuhan diperlambat, stasioner dan fase kematian.
V.2 Saran
Sebaiknya untuk praktikum selanjutnya dilakukan sesuai dengan prosedur
yang diterangkan pada penuntun dan menggunakan bakteri yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2012. Escherichia coli. http://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/escherichia-coli2.pdf. Diakses pada tanggal 2 Desember 2013.
Djide, Natsir dan Sartini. 2006. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Laboratorium Mikrobiologi Farmasi. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Dwijoeseputro. 1990. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Malang.
Husain, Dirayah Rauf. 2005. Bakteriologi. Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Jawetz E., J. L. Melnick, E. A. Adelberg, G. F. Brooks, J. S. butel, L. N. Ornston. 1995. Mikrobiologi Kedokteran, ed. 20. University of California. San fransisco.
Lay, Bibiana w. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Erlangga. Jakarta.
Maria, Rosario. 2010. Bacterial Morphology, Metabolism and Physiology. Department of Microbiology, College of Medicine, Farima University.
Smith-Keary P. F.. 1988. Genetic Elements in Escherichia coli. Macmillan Moleculer Biollogy Series. London.
Sudrajat. 2009. Identifikasi Bakteri. FMIPA UNMUL. Molecular biology series. London. P. 1-9, 49-54.