1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fenomena konflik dan tindak kekerasan yang mengatas namakan
agama acap kali menghiasi dinamika di dalam kehidupan bermasyarakat
Negeri ini. Terlebih lagi konflik tersebut terjadi di dalam masyarakat yang
multikutural dan multireligius, sebagaimana yang telah dikemukakan oleh
Zulfan Tadjoedin dalam fenomena konflik sosial keagamaan terjadi dan mulai
menguat pada awal tahun 1990-an, di karenakan hal tersebut di tengarai oleh
potensi yang melekat dalam struktur sosial masyarakat Indonesia itu sendiri
(Tadjoedin, 2002: 22).
Konflik keagamaan yang terjadi di Negara kita ini bukan hanya
melibatkan kelompok antar umat beragama yang berbeda atau (extern umat
beragama) saja namun juga antar sesama umat beragama (intern umat
beragama), permasalahan yang sering terjadi tersebut, khususnya dalam hal
ini adalah agama Islam. Islam di pandang sebagai agama mayoritas tentu
tidak terlepas dari permasalahan yang ada, di mana konflik yang terjadi
ditengarai oleh banyak faktor, hal itu dapat di lihat dari berbagai banyaknya
riset dan studi yang telah banyak dikaji oleh para ahli, dimana mereka
berusaha untuk menemukan faktor-faktor atau penyebab terjadinya konflik
tersebut dengan malalui pencarian dari akar permasalahan yang ada, serta
mencari sebab pemicunya dan berusaha untuk mengungkap siapa saja aktor
yang terlibat di dalamnya. Diantara beberapa faktor yang melatar belakangi
2
banyak terjadinya konflik dan tindak kekerasan tersebut akhirnya dapat kita
diketahui diantaranya adalah terletak pada aspek ketidak adilan hukum yang
terkesan tumpul keatas dan tajam kebawah, dominasi kekuasaan (mayoritas
mengintervensi minoritas), aspek kesenjangan ekonomi, serta kurang
menghargainya perbedaan identitas antar agama maupun antar sesama agama
(kelompok agama) sehingga hal tersebut dijadikan sebagai alat pembenaran
oleh kelompok tertentu untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap
kelompok lain guna menilai siapa yang salah dan siapa yang benar dalam
suatu kelompok keagamaan (mas’oed et.al, 2000: 3).
Tindakan kekerasan hingga konflik yang bersifat destruktif yang di latar
belakangi oleh perbedaan identitas tersebut kerapkali muncul ke permukaan
publik, konflik ini terjadi sekalipun sama-sama menyandang status atau lebel
agama yang sama (Islam), hal ini dapat di pahami bahwa memang wajah
keislaman yang ada di Indonesia tidaklah bersifat tunggal, melainkan
menampilkan dalam berbagai farian-farian yang berbeda-beda. Wajah
keislaman tersebut apabila kita kupas satu persatu maka dapat kita kenali dari
berbagai ekspresi dan bentuk dari pengikutnya yang berbeda-beda pula, yaitu
dengan melalui peribadatan yang di praktekannya seperti dalam bentuk
pemikiran, ritual-ritual yang di lakukan, ataupun dari kumpulan (organisasi)
yang dibentuknya. Di antara wajah-wajah keislaman yang beragam tersebut
muncul seperti Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama, Jama’ah Ahmadiyah
Indonesia (JAI), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Dewan Da’wah Islamiyah
Indonesia (DDII), Front Pembela Islam (FPI), Majelis Mujahiddin Indonesia
(MMI), Salafi, Jama’ah majelis Tafsir al-Qur’an (MTA), Jama’ah Tablig,
3
Syi’ah dan lain sebagainya. Keadaan ini membuktikan bahwa dalam konteks
keislaman masyarakat Indonesia telah beraneka ragam dengan bentuk yang
multireligius dan pluralitas, oleh karena itu Denys Lambard menyebutkan
dalam bukunya, bahwa usaha dalam menyatukan umat Islam di Indonesia
sebagai suatu bentuk kebetulan adalah sesuatu yang mustahil (Lambard,
1996: 84).
Wajah-wajah Islam yang beragam tersebut tersebut akhirnya juga
memunculkan identitas diri ataupun kelompok di dalam struktur sosial ma
syarakat. Dalam masyarakat sendiri penegasan identitas (khususnya identitas
agama) menjadi bagian terpenting dari setiap individu maupun kelompok
dalam menjalin interaksi sosial. Pembentukan dari identitas tersebut juga
merupakan suatu bentuk hubungan simbolik antara individu maupun antar
kelompok lainnya, yang bertujuan untuk membedakan anatar kelompok satu
dengan kelompok yang lain (out groub), sehingga implikasi dari penggunaan
identitas ini akhirnya juga mempengarui individu maupun kelompok yang
ada dalam masyarakat untuk menjalin relasi sosial baik yang bersifat
keagamaan maupun yang bersifat umum.
Michael A. Hogg dan Graham M. Vaughan menyebutkan bahwa
identitas personal terbedakan dengan identitas sosial. Pada identitas personal,
seseorang akan mendefinisikan diri berdasarkan atribut yang membedakan
antara dirinya dengan orang lain dan juga akan membatasi ataupun akan
membedakan hubungan interpersonal yang di milikinya. Sedangkan identitas
sosial, seseorang akan mendefinisikan dirinya berdasarkan keanggotaan
dalam suatu kelompok tertentu atau memakai atribut yang dimiliki bersama
4
oleh anggota kelompok (Hogg dan Vaughan, 2009: 55). Senada dengan hal
itu Henri Tajfel, dalam Richard Jenkis mendefinisikan identitas sosial sebagai
pengetahuan individu dimana individu merasa sebagai bagian dari anggota
kelompok yang memiliki kesamaan emosi serta nilai (Jenkis, 2008: 18).
Namun perbedaan identitas keagamaan ini kerap kali memunculkan
perselisihan atas dasar perbedaan pemaknaan terhadap sesautu, sehingga
mampu untuk menimbulkan keselah fahaman terhadap antar kelompok yang
berbeda, dimana konflik dan perselisihan tersebut mampu untuk
menimbulkan tindakan pemaksaan yang akhirnya melahirkan efek negatif
berupa sentimen-sentimen, prejudis, sikap merendahkan, dan terkadang
berujung pada tingkat kekerasan, pengusiran dan bahkan konflik yang bersifat
destruktif, yang hal demikian itu sebagaimana telah terjadi di beberapa tempat
di Indonesia.
Dalam konteks inilah menurut pandangan sosiolog, agama memiliki
dua sifat fungsi yang berbeda yaitu fungsi yang bersifat fungsional dan fungsi
yang bersifat disfungsional. Agama akan bersifat fungsional, apabila agama
mampu memenuhi fungsi sosial, seperti ketentraman psikologis, membangun
hubungan yang harmonis, saling memahami, sakralisasi struktur sosial yang
memelihara keseimbangan internal masyarakat. Sedangkan agama yang
bersifat disfungsional dikarenakan agama juga mampu untuk melahirkan
sifat-sifat sentimen, kesalah fahaman, percekcokan, pertentangan, perdebatan,
kerusuhan, konflik, dan bahkan menjadi kekuatan yang dapat mencerai
beraikan serta mampu untuk menghancurkan kelompok yang ada (dalam
sebuah konflik social). Di sinilah menurut pandangan para sosiolog, agama
5
memiliki sifat paradoks atau ambivalen (berwajah ganda). Di satu lain agama
mengandung kebaikan dan kedamaian serta cinta kasih, dan di sisi lainnya
agama dapat menimbulkan kekerasan dan permusuhan (dalam Naharong,
1997:31-48).
Identitas keagamaan di Indonesia (sebagaimana yang di kemukakan
diatas) bukan hanya ada dalam struktur kehidupan masyarakat kota, tetapi
juga telah merambat masuk ke dalam struktur sosial kehidupan masyarakat di
pedesaan. Setidaknya hal ini dapat dilihat dari kehidupan dalam
keberagamaan masyarakat di Dusun Tebuan Desa Kembiritan Kecamatan
Genteng. Dusun ini merupakan salah satu dusun yang berada di daerah
Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Dalam konteks kehidupan
keberagamaannya, masyarakat di Dusun Tebuan hampir semua penduduknya
beragama Islam. Namun manifestasi dari keislaman masyarakatnya tidak
bersifat tunggal. Setidaknya di dusun tersebut jika dilihat dari identitas
keislamannya, maka terdapat identitas keislaman yang bercorak Islam
Muhammadiyah, Nadhlatul Ulama, dan kelompok Salafi. Diantara kelompok
keagamaan tersebut juga memiliki sistem dalam keyakinan dan pengalaman
serta pengamalan tentang ajaran Islam yang berbeda-beda juga.
Realitas dalam keberagamaan masyarakat Tebuan yang termanisfestasi
dalam bentuk pemahaman yang berbeda, secara tidak langsung juga telah
mempengarui persoalan terhadap perbedaan identitas dalam corak
keagamaan, sehingga hal tersebut juga memunculkan permasalahan yang baru
di dalam tatanan kehidupan sosial masayarakat, bentuk dari permasalahan
tersebut antara lain berupa perselisihan, sentimen-sentimen keagamaan, dan
6
bahkan menimbulkan pertentangan antar berbagai kelompok yang ada antara
satu kelompok dengan kelompok yang lainnya, hal tersebut terjadi
sebagaimana yang telah di tuturkan oleh Heri sebagai salah satu dari
kelompok jama’ah muslim Salafi di Dusun Tebuan:
Memang dulu sempat terjadi yaa katakanlah semacam gesekan atau
singgungan sedikit antara kita (Salafi) dengan orang-orang NU. Tapi itu
tidak sampek terjadi benturan fisik yang sampek memakan korban, yaa
cuma selisih paham aja. Gesekan itu karena pihak salaf ingin
meluruskan aja ajaran agama, mereka aja yang tidak senang (NU)
dengan aqidah kami yang meluruskan bahwa tahlilan, selametan,
yasinan itu bukan dari ajaran yang bener atau katakanlah bid’ah (Bapak
Heri, 2017, juli, 27).
Setidaknya pernyataan diatas memberikan gambaran bahwa konflik
yang terjadi dalam dinamika kehidupan masyarakat Dusun Tebuan dapat
dilihat dari perbedaan pemaknaan suatu bentuk ajaran agama (Islam) dan
perbedaan cara pandang tentang bagaimana dalam memperlakukan tradisi
yang ada di antara kelompok keagamaan dusun tersebut. Adapun terjadinya
konflik dan pertentangan yang ada dalam kehidupan masyarakat Dusun
Tebuan, bukanlah konflik yang muncul secara instan, melainkan juga telah di
dasari oleh kondisi dan pemicu terjadinya konflik dalam struktur masyarakat
yang ada.
Menanggapi hal demikian dengan adanya perbedaan identitas yang
mengarah kepada tingkat pertentantangan (konflik antar kelompok
keagamaan) telah memunculkan indikasi suatu kepentingan yang ingin di
capai, kepentingan tersebut adalah ingin mendominasi disektor dakwah
keagamaan, dimana perbedaan identitas di tengah-tengah masyarakat tersebut
di jadikan sebagai sarana untuk mendekonstruksi ideologi dengan menyeru
7
untuk kembali kepada satu tuntunan agama (purifikasi) yang dianggap paling
benar.
Kepentingan dalam dakwah tersebut sedikit banyak telah membawa
pengaruh terhadap cara pandang warga dusun, mengingat bahwa konsistensi
mereka terhadap ideologi di tengah-tengah keminoritasan mampu mereka
buktikan dengan loyalitas yang mereka tawarkan. Oleh sebab itu, masyarakat
sebagai penghuni warga dusun tentu memiliki respon dan tanggapan yang
terbentuk dari cara pandang mereka mengenai konflik sosial keagamaan itu
sendiri. Melalui metode kualitatif, penelitian ini di maksudkan untuk mencari
tahu konflik keagamaan yang terjadi di masyarakat Dusun Tebuan, Desa
Kembiritan.
Penelitian ini akan menggunakan jenis pendekatan deskriptif sebagai
cara untuk menjelaskan data. Pendekatan deskriptif ini bertujuan untuk
mengungkap fakta, fenomena, variable, dan keadaan yang terjadi saat
penelitian berlangsung, serta dengan menyuguhkan apa adanya. Adapun
kegiatan yang dilakukan peneliti meliputi pengumpulan data, menganalisis
data, menginterpretasi data, dan di akhiri dengan sebuah kesimpulan yang
mengacu pada hasil penganalisisan data tersebut.
Keadaan yang terjadi pada masyarakat Dusun Tebuan dalam menyikapi
konflik sosial keagamaan tersebut, respon masyarakat selalu di dasarkan atas
penilaian dari realita yang ada, hal ini seperti yang telah dikemukakan dalam
teori konflik kepentingan. Maka dari itu, untuk mengkaji konflik sosial
keagamaan kelompok muslim salfi dengan masyarakat Dusun Tebuan,
peneliti menggunakan teori konflik sebagai alat untuk menganalisis realitas
8
yang terjadi. Penelitian ini akan di laksanakan di Dusun Tebuan Desa
Kembiritan Kecamatan Genteng Kabupaten Banyuwangi dengan melibatkan
beberapa masyarakat di sekitar lokasi tersebut sebagai subjek penelitian.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalahnya
adalah, “Bagaiamana kah konflik sosial keagamaan yang terjadi pada
masyarakat di Dusun Tebuan, Desa Kembiritan, Kecamatan Genteng,
Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur?”
1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan konflik sosial
keberagamaan yang terjadi pada masyarakat di Dusun Tubuan, Desa
Kembiritan, Kecamatan Genteng, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur
1.4 Manfaat
Manfaat yang di peroleh dari penelitian ini secara umum terbagi
menjadi dua kategori, yaitu yang pertama manfaat secara akademis dan yang
kedua manfaat secara praktis.
1. Manfaat Akademis
1. Memberikan kontribusi dalam khazanah pemikiran dan literatur
Islam, khusunya perihal potret dinamika konflik sosial dan
karakteristik keberagamaan yang ada pada masyarakat Dusun
Tebuan, dan juga dapat memberikan pemahaman yang
komprehensif kepada masyarakat mengenai keagamaan yang di
bawa oleh Muslim Salafi, sehingga masyarakat mampu memberi
9
penilaian yang bijak bagi kelompok Muslim Salafi di tengah-
tengah kondisi keminoritasan.
2. Hasil penelitian ini juga bermanfaat untuk memperkuat atau
mengkritik teori konflik.
3. Sebagai referensi baru terhadap ilmu Sosiologi khususnya
mengenai studi gerakan sosial keagamaan.
2. Manfaat Praktis
1. Penelitian ini di maksutkan sebagai salah satu persyaratan untuk
menyelesaikan studi S1 Sosiologi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Muhammadiyah Malang, serta sebagai wawasan
untuk lebih memahami mengenai Manhaj Salaf.
2. Penelitian ini dapat di jadiakan bahan untuk merumuskan suatu
solusi dalam penyelesaian masalah atas perbedaan dan cara
pandang mengenai pedoman hidup antar kelompok agama,
berdasarkan keinginan dan harapan dari masing-masing aktor
golongan.
3. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai kritik terhadap pemerintah,
baik pemerintah Desa Kembiritan, Pemerintah Daerah Kabupaten
Banyuwangi maupun Pemerintah pusat, agar peka dalam
memberikan tanggapan mengenai permasalahan yang ada, serta
tidak bersikap memihak di dalam memberikan solusi ataupun
aturan-aturan yang berlaku.
4. Penelitian ini juga bermanfaat sebagai stimulus bagi akademisi dan
perguruan tinggi, agar mereka mau mengaplikasikan ilmu dan teori
10
yang telah di dapatkan dari bangku perkuliahan, serta di harapkan
kedepannya mampu untuk menyelesaikan perihal yang ada dengan
disiplin keilmuannya masing-masing.
1.5 Definisi Konsep
Definisi konsep di gunakan untuk mengetahui pengertian serta batasan
dari setiap konsep yang ada dalam penelitian. Konsep-konsep tersebut antara
lain yaitu:
1. Konflik
Konflik merupakan serapan dari bahasa Inggris conflict yang
berarti percekcokan, perselisihan, dan pertentangan (Shadaly, 1990: 138 ),
conflict sendiri berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling
memukul (wikipedia, 2017: 19.02). Longman Dictionary of Contemporary
English, mengartikannya sebagai ketidak pahaman atau ketidak sepakatan
antara kelompok atau gagasan-gagasan yang berlawanan. Ia juga bisa
berarti perang, atau upaya berada dalam pihak yang berseberangan.
Otomar J. Bartos seperi yang di kutip oleh Novri Susan menjelaskan
bahwa mengartikan konflik sebagai situasi dimana para aktor
menggunakan prilaku konflik untuk melawan satu sama lain dalam
menyelesaikan tujuan yang berseberangan atau mengekspresikan naluri
permusuhan (Susan, 2010: 8).
2. Agama
Agama secara mendasar dapat di definisikan sebagai seperangkat
aturan yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan
11
manusia dengan manusia, serta manusia dengan lingkungannya. Munurut
Spencer dan Max Muller (dalam Durkheim, 2017:47), menyatakan bahwa
agama pada dasarnya berisi keyakinan akan adanya sesuatu yang maha
kekal yang berada di luar intelek, serta agama digunakan sebagai usaha
untuk memahami apa-apa yang tidak dapat di pahami oleh manusia, oleh
karena itu hal tersebut digunakan untuk mengungkap apa yang tidak dapat
diungkapkan dari sebuah keinginan dari sesuatu yang tidak terbatas.
3. Kelompok Salafi
Kelompok salafi, merupakan kumpulan orang-orang yang
mengikuti dan menteladani para salaf (tiga generasi umat Islam terbaik).
Istilah salaf menurut kamus bahasa Indonesia adalah telah lalu. Kata salaf
juga bermakna seseorang yang telah mendahului (terdahulu) dalam ilmu,
iman, keutamaan dan kebaikan. Menurut Ibnu Manzhur (dalam Jawas,
2006:14), mengatakan bahwa salaf berarti orang yang sebelum anda, baik
dari bapak maupun orang-orang terdekat (kerabat) yang lebih tua umurnya
dan yang lebih utama. Kelompok salafi merupakan kelompok yang
menteladani tiga generasi umat Islam terbaik yaitu para sahabat (mereka
yang hidup sebagai muslim pada masa nabi, pernah bertemu dengan beliau
serta wafat sebagai muslim), tabi’in (mereka yang hidup dimasa sahabat
dan wafat sebagai muslim), tabi’ at tabi’in (mereka yang hidup di masa
tabi’in dan mereka wafat sebagai muslim).
4. Muhammadiyah
Muhammadiyah merupakan organisasi Islam yang ada di
Indonesia. Perserikatan Muhammadiyah sendiri sudah di kenal sejak
12
berpuluh-puluh tahun yang lalu, dan Muhammadiyah sering di sebut juga
sebagai gerakan pembaharuan di dalam sosio-religius. Hal tersebut sangat
beralasan, dikarenakan alasan tersebut karena Muhammadiyah telah
banyak berperan penting dalam perubahan kehidupan sosial keagamaan di
Indonesia sejak awal berdirinya (Sutarmo, 2005: 33). Muhammadiyah
sendiri berdiri pada tanggal 18 November 1912 bertepatan dengan tanggal
18 dzulhijah 1330 Hijriyah, dengan seorang perintis yang bernama K.H.
Ahmad Dahlan di Yogyakarta. (Darban dan Pasha, 2000: 76).
5. Nahdhotul Ulama
Nahdhotul Ulama lahir pada tanggal 31 Januari 1926 sebagai
representatif dari ulama-ulama tradisionalis, dengan haluan ideologi ahlus
sunnah waljamaah, dan tokoh-tokoh yang ikut berperan tersebut
diantaranya K.H. Hasyim Asy’ari, K.H. Wahab Hasbullah dan para ulama
pada masa reformasi mulai berkembang luas (Hasyim, 2002: 66).
Berdirinya Nahdhotul Ulama tidak terlepas dari upaya mempertahankan
ajaran Ahlus sunnah wal jamaah (aswaja). Ajaran ini bersumber dari Al-
quran, Sunnah, Ijma’ (keputusan-keputusan ulama’ para Ulama
sebelumnya.)
1.6 Metode Penelitian
Penelitian merupakan bentuk aktivitas ilmiah untuk mengamati,
melihat, mencari, menggali data atau informasi secara ilmiah, yang dilakukan
oleh ilmuan. Adapaun ciri-ciri ilmiah yaitu; rasional, sistematis, objektif dan
realistis. Sedangkan metode adalah suatu cara yang digunakan sebagai
pedoman dalam melakukan suatu pekerjaan. Metode penelitian mempunyai
13
peran yang penting dalam pengumpulan data, merumuskan masalah, analisis
dan interpretasi data. Dalam hal ini peneliti akan menggunakan metode yang
sesuai dengan penelitian yang dilakukan, karena pemilihan metode penelitian
secara garis besar dilakukan dengan mempertimbangkan kesesuaian metode
yang akan digunakan tersebut dengan obyek yang akan diteliti
(Koentjaraningrat, 1991: 7-8). Yaitu tentang pola relasi dan interaksi sosial
keagamaan kelompok salafi dengan masyarakat Dusun Tebuan Desa
Kembiritan Kecamatan Genteng Kabupaten Banyuwangi.
Jenis dan Pendekatan Penelitian 1.6.1
Berdasarkan pokok masalah yang diteliti, maka penelitian ini
menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif.
Penelitian kualitatif menurut Kirk dan Miller merupakan tradisi
tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental
bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya
maupun dalam peristilahannya (Moelong, 2013: 4). Pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini menghendaki jawaban yang deskriptif.
Dalam penelitian ini menggambarkan situasi, kondisi, atau gagasan-
gagasan tertentu yang disajikan secara naratif dan jelas dengan cara
menuangkannya ke dalam kata-kata yang bersifat tertulis agar gagasan
tersebut dapat lebih mudah untuk di fahami.
Lokasi Penelitian 1.6.2
Lokasi Penelitian ini dilakukan dengan mengambil lokasi di sekitar
Dusun Tebuan Desa Kembiritan Kecamatan Genteng Kabupaten
Banyuwangi. Pemilihan lokasi ini berdasarkan dengan pertimbangan
14
bahwa daerah tersebut merupakan salah satu basis dakwah keagamaan
kelompok salafi yang sangat potensial, dengan melihat antusiasme
masyarakat dusun yang cukup tinggi dalam mengikuti kegiatan
keagamaan yang ada. Alasan-alasan mendasar peneliti tertarik untuk
memilih lokasi ini antara lain:
a) Basis lokasi penyebaran dakwah salafi terletak di Dusun
Tebuan Desa Kembiritan.
b) Mayoritas masyarakat dusun megikuti dan aktif dalam kegiatan
dakwah yang di lakukan oleh kelompok muslim salafi
c) Gerakan purifikasi keagaman lahir atas tokoh-tokoh dari Dusun
Tebuan.
d) Terdapat lembaga dakwah yang bergerak di bidang pendidikan
dan syi’ar keagamaan yang sebagian besarnya merupakan
masyarakat dusun dan desa.
e) Keterbukaan narasumber mengenai informasi tentang
pengalaman hidup sebagai aktor dalam menjalin relasi sosial
keagamaan di tengah-tengah masyarakat dusun.
Dengan pemilihan lokasi disini, peneliti dapat melakukan
pengamatan langsung serta menemui narasumber utama untuk
memperoleh data-data yang diperlukan selama penelitian.
Subjek Penelitian 1.6.3
Upaya penggalian data dalam penelitian ini menggunakan berbagai
sumber, baik yang berasal dari sumber data sekunder maupun data
primer. Data primer yaitu data yang di peroleh dari berbagai keterangan
15
informasi para subjek informan, dimana pada penelitian ini peneliti
menggunakan teknik Purposive sampling. Purposive sampling artinya
adalah subjek atau informan dalam penelitian ini telah dipilih sesuai
dengan kriteria atau syarat tertentu bersasarkan fokus penelitian yang di
lakukan. Jadi penentuan subyek penelitian dilakukan saat penulis mulai
memasuki lapangan dan selama penelitian berlangsung. Subyek atau
informan pilihan tersebut adalah Ketua atau tokoh masyarakat
kelompok muslim salafi, yang sekaligus juga sebagai informan kunci
(key instrumen). Adapun syarat yang diperlukan dalam penentuan
informan kunci ini ialah dengan memilih pihak yang menjadi pemimpin
atau panutan masyarakat dalam melakukan gerakan dakwah purifikasi
keagamaan. Pemilihan Ketua atau tokoh agama ini sebagai informan
kunci berdasarkan alasan dan logika bahwa pimpinan keagamaan
pastilah mengetahui segala hal terkait dinamika konflik dan
karakteristik keberagamaaan masyarakat setempat. Selain itu menjadi
sangat menarik jika kehidupan sosio-historis, pengalaman serta biografi
tokoh gerakan dakwah tersebut akan diungkap di dalam penelitian ini.
Tahapan Penelitian 1.6.4
Penelitian ini memeiliki tahapan-tahapan dalam pelaksanaannya.
Antara lain dimulai dengan penentuan topik penelitian, observasi awal,
penulisan proposal, seminar proposal, tahapan prapenelitian,
pralapangan, tahap turun lapang, analisa data dan penyusunan laporan
hasil, serta diakhiri dengan seminar hasil penelitian.
a) Tahap 1: Penentuan Topik Penelitian
16
Tahap ini dimulai ketika peneliti mencari permasalahan yang sedang
menjadi perhatian publik khususnya di wilayah Kabupaten
Banyuwangi. Dari berbagai topik permasalahan yang ada, kasus
kontroversial dalam dakwah purifikasi Islam yang di bawa oleh
kelompok muslim salafi merupakan topik yang ter blow-up oleh
media, baik media lokal Banyuwangi, Jawa Timur maupun di tingkat
nasional. Selain di media, kasus ini juga sedang menjadi berbincangan
umum oleh masyarakat Banyuwangi. Atas dasar hal tersebut, peneliti
akhirnya memutuskan untuk mengambil topik ini sebagai dasar
penelitian yang akan peneliti lakukan.
b) Tahab 2: Observasi Awal
Observasi awal sengaja dilakukan oleh peneliti sebelum lanjut ke tahap
penulisan proposal penelitian. Hal ini dimaksudkan agar topik yang
telah dipilih benar-benar dapat dilakukan sebagai obyek penelitian.
Tahap ini memastikan juga bahwa kasus tersebut benar-benar terjadi
dan sesuai dengan realita yang ada di lapangan. Selain itu juga untuk
memastikan informan sebagai subyek penelitian benar-benar bisa dan
mau untuk menjadi narasumber. Mengingat bahwa dinamika konflik
dan masalah karakteristik keberagamaan merupakan salah satu topik
yang sensitif, yang terkadang membuat pelakunya tidak semuanya bisa
terbuka dan mau menceritakan permasalahannya. Observasi awal di
lakukan peneliti dengan mengunjungi informan kunci (key informan),
yaitu Bapak Sutaji (salah satu tokoh masyarakat dusun dan sebagai
salah satu tokoh dari kelompok muslim salafi), serta menyakan hal-hal
17
terkait pola interaksi dalam relasi sosial keagamaan muslim salafi
dengan masyarakat sekitar. Serta sekaligus melihat setting sosial
Dusun Tebuan Desa Kembiritan sebagai calon lokasi penelitian.
c) Tahap 3: Penulisan Proposal
Seperti pada umumnya dalam penelitian, penulisan proposal menjadi
hal yang wajib untuk dilakukan oleh seorang peneliti. Proposal secara
umum menuliskan rencana penelitian mulaui dari latar belakang
masalah hingga metode apa yang akan digunakan dalam penelitian.
d) Tahap 4: Seminar Proposal
Pasca penulisan proposal selesai, maka tahap selanjutnya dalam
penelitian ini adalah menyeminarkan proposal. Seminar proposal
merupakan prosedur wajib dalam sebuah penelitian, sebelum
penelitian dilakukan. Hal ini bertujuan untuk mengonformasikan
kepada publik jika akan dilakukan sebuah penelitian. Dan pada
seminar proposal inilah, publik bisa memberikan masukan maupun
kritik agar penelitian yang akan dilakukan bisa berjalan dengan baik.
e) Tahap 5: Tahapan Prapenelitian
Tahap ini lebih kepada tahapan secara administratif. Seperti membuat
surat ijin penelitian dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Muhammadiyah Malang yang ditujukan kepada
KESBANGPOL Kabupaten Banyuwangi, dari kantor KESBANGPOL,
surat ijin kemudian diteruskan kepada Kepala Desa Kembiritan,
Kecamatan Genteng, Kabupaten Banyuwangi.
f) Tahap 6: Tahapan Pralapangan
18
Tahap ini merupakan tahap di mana peneliti menyusun teknis
penelitian, dengan menyiapkan bahan penelitian seperti kamera, tape
recorder,bolpoin dan kertas. Selain itu juga meyiapkan instrumen
penelitian berupa daftar pertanyaan yang akan ditanyakan dalam
proses wawancara. Walaupun penelitian ini lebih menggunakan
wawancara tidak terstruktur, namun penyusunan daftar pertanyaan atau
kuisioner tetap penting untuk dilakukan. Penyusunan ini hanya sebatas
untuk mengingatkan peneliti, apabila ada poin atau informasi yang
belum disampaikan oleh informan.
g) Tahap 7: Tahap Turun Lapang
Tahap ini tak lain adalah tahapan inti dalam penelitian. Di mana pada
tahapan ini data penelitian digali dari para informan. Tahapan ini
dilakukan dengan mewawancari para narasumber yang di pilih secara
acak serta mencari data-data sekunder mulai dari gerakan purifikasi
yang di lakukan oleh kelompok muslim salafi di Dusun Tebuan sampai
ke Kantor Desa Kembiritan. Tahapan turun lapang ini juga peneliti
lakukan dalam bentuk observasi dengan mengamati kegiatan sehari-
hari kelompok muslim salafi dengan masyarakat di Dusun Tebuan.
h) Tahap 8:Analisa Data dan Penyusunan Laporan Hasil
Pasca turun lapang dan data telah dikumpulkan maka tahap selanjutnya
adalah tahapan analisa data, validitas data, dan penyusunan laporan
hasil penelitian. Tahapan ini juga merupakan proses penting di dalam
penelitian karena pada tahapan inilah data dari hasil lapangan dapat
dijelaskan dalam bentuk deskriptif. Sehingga apabila penjelasan di
19
dalam laporannya kurang baik, maka akan berpengaruh terhadap hasil
dari penelitian yang di lakukan.
i) Tahap 9: Tahap Seminar Hasil Penelitian
Tahap ini merupakan akhir dari rangkaian proses penelitian dengan
mempresentasikan hasil penelitian kepada publik. Dalam tahap ini
tidak jarang peneliti mendapatkan banyak pertanyaan dan pendapat
dari publik terkait hasil penelitian.
Sumber Data 1.6.5
Sumber data dalam penelitian ini berasal dari sumber data primer
dan data sekunder, yaitu:
a. Sumber data primer
Data primer diperoleh secara langsung dari objek yang diteliti
berupa teks hasil wawancara mendalam dan observasi non
partisipatori terhadap para aktor kelompok muslim salafi. Data
tersebut diperoleh dengan cara melihat langsung kehidupan aktor
kelompok salafi baik dengan lingkungannya maupun dengan
masyarakat sekitarnya, serta mewawancarainya secara mendalam..
b. Sumber data Sekunder
Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh
peneliti secara langsung atau melalui media perantara. Data sekunder
dapat berupa data-data yang sudah tersedia dan dapat diperoleh oleh
peneliti dengan cara membaca dan melihat. Data sekunder ini
merupakan data yang dapat diambil dan mendukung hasil penelitian
yang telah diamati. Data sekunder berupa arsip atau dokumen maupun
20
dalam bentuk foto dari kelompok muslim salafi Dusun Tebuan. Data
sekunder tersebut dapat berupa arsip atau dokumen lainnya, yang
peneliti peroleh dari Pemerintah Desa Kembiritan.
Teknik Pengumpulan Data 1.6.6
Teknik pengumpulan data merupakan bagian insrument
pengumpulan data yang menentukan berhasil atau tidaknya suatu
penelitian. Suatu penelitian bisa dikatakan berkualitas jika metode
pengumpulan data valid. Dalam hal ini terdapat beberapa metode
pengumpulan data yang dilakukan, maka peneliti menggunakan
beberapa teknik diantaranya:
a. In-dept Interview (wawancara mendalam)
Wawancara mendalam sangat dibutuhkan di dalam penelitian
kualitatif, terutama dalam hal ini mengenai tema tentang relasi sosial
keagamaan. Jadi penelitian ini dilakukan dengan menggunakan model
wawancara tidak terstruktur. Artinya adalah wawancara yang bebas, di
mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah
tersusun secara sistematis dan lengkap. Pedoman wawancara yang
dilakukan hanya berupa garis besar permasalahan yang akan
ditanyakan sehingga bisa berkembang sesuai dengan jawaban
informan (Bungin, 2011: 45). Hal ini dimaksudkan agar subjek atau
informan bebas menceritakan segala pengalamannya dan
mengontruksi makna-makna yang ada di dalamnya selama menjadi
warga yang ikut dalam kelompok muslim salafi. Artinya masyarakat
21
yang ikut kelompok muslim salafi tidak akan dibatasi dengan
pertanyaan-pertanyaan baku yang telah tersusun.
b. Studi Leteratur
Selain wawancara mendalam, peneliti juga menggunakan studi
pustaka yang berisi tentang data-data sekunder (yang telah disebutkan
di atas pada poin sumber data), berupa penelitian sebelumnya atau
buku-buku panduan, serta informasi dari sumber internet yang
berkaitan dengan topik permasalahan. Studi pustaka atau bisa disebut
studi literatur, tentu tidak terlepas dari penggunaan buku-buku yang
berkaitan dengan kajian teoritik yang dapat menjelaskan tentang relasi
sosial keagamaan atau hubungan interaksi sosial keagamaan
masyarakat di Dusun Tebuan Desa Kembiritan Kecamatan Genteng
Kabupaten Banyuwangi.
c. Dokumentasi
Teknik pengumpulan data dengan Dokementasi ialah
pengambilan data yabg diperoleh dari catatan peristiwa yang sudah
beralu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, catatan harian, gambar foto,
dan sejarah kehidupan (Sugiono, 2012: 193). Dokumentasi yang
berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life
histories.cerita, biografi, peraturan kebijakan. Dokumen yang
berbentuk gambar misalnya, foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain.
Dokumentasi dalam penelitian ini diperoleh dengan mencari dan
mendapatlkan arsip atau dokumen, baik dari kelompok keagamaan,
maupun dari Pemerintah Desa. Dokumentasi juga dapat diperoleh dari
22
pengambilan foto di lokasi penelitian, seperti pada saat melakukan
wawancara, dan lain sebagainya
Teknik Pongolahan Data 1.6.7
Data yang telah terkumpul selanjutnya akan dianalisis secara
induktif, dan pengolahannya dilakukan selama penggumpulan data di
lapangan sedang berlangsung, serta pengolahan data tersebut juga
dilakukan secara terus menerus. Reduksi data adalah proses pengolaan
data yang di peroleh dari lapangan dengan cara memilah dan memilih,
serta dengan menyederhanakan data tersebut dan merangkum bagian-
bagian yang terpenting sesuai dengan fokus masalah penelitian. Kriteria
reduksi yang digunakan adalah sebagai berikut:
a) Mengarahkan perhatian langsung terhadap realita pengalaman
aktor, berdasarkan fenomena dari permasalahan yang ada.
b) Mendeskripsikan pengamatan tersebut dari hasil wawancara yang
di telah dilakukan peneliti, namun pada tahap ini peneliti sebagai
pengamat tidak boleh menerangkan hasil tersebut berdasarkan
c) pemahamannya sendiri, jadi harus benar-benar murni dari
pernyataan informan.
d) Men-horisontalkan serta memberikan bobot yang sama terhadap
fenomena-fenomena yang secara langsung menampakkan diri.
Teknik Analisa Data 1.6.8
Dalam penelitian ini menggunkan analisis kualitatif dengan model
analisis interaktif sebagaimana yang telah di kemukakan oleh Miles
dan Hebermas dengan menlalui tiga tahap yaitu:
23
a) Pengumpulan data
Dalam melakukan analisis data menggunakan metode ini, pertama
kali yang dilakukan adalah mentranskipkan data yang telah
terkumpul. Pengumpulan data tersebut merupakan hasil dari
wawancara mendalam dan penyesuaian dokumentasi atau potret
yang didapat dengan data yang ada, seperti yang telah disebutkan
sebelumnya bahwa setelah kegiatan wawancara selesai selanjutnya
dilakukan pencatatan hasil wawancara dalam bentuk field note. Hal
ini di lakukan oleh peneliti setiap kegiatan turun lapang selesai.
Setelah dikumpulkan data menjadi satu, data yang diperoleh
kemudian dianalisis secara deskriptif sehingga ditemukan
kesimpulan sementara dan tindakan apa yang harus diambil
setelahnya.
b) Reduksi data
Dalam proses pengumpulan data seringkali ditemukan data-data
yang tidak terlalu berkaitan dengan tema penelitian. Hal ini bisa
terjadi dikarenakan salah satunya dalam proses wawancara
informan terlalu flowded. Misalnya saat wawancara dengan
seorang narasumber yang banyak bicara tentang bisnis dan politik,
maka data tersebut sebenarnya tidak berkaitan langsung dengan
tema penelitian, namun dalam penyusunan field note tetap akan
ditulis karena untuk menjelaskan detail pernyataan informan. Data
seperti itu selanjutnya akan direduksi atau tidak di cantumkan
dalam penyajian data, meskipun data tersebut juga berguna untuk
24
mengetahui pola berfikir dan pola perilaku informan sebagai
gambaran dari potret sumber daya manusia yang dimiliki Dusun
Tebuan dan Desa kembiritan.
c) Penyajian data
Penyajian data yang telah direduksi tersebut selanjutnya akan di
kumpulkan, baik data primer maupun data sekunder dari dokumen-
dokumen yang didapatkan, diantaranya data profil desa, dusun,
tempat peribadatan, dan lain sebagainya. Data-data tersebut
kemudian dianalisis secara kritis dengan mengaitkan referensi dan
teori.
d) Kesimpulan atau Verifikasi
Untuk menetapkan kesimpulan yang lebih beralasan dan tidak lagi
berbentuk kesimpulan yang coba-coba, maka verifikasi dilakukan
sepanjang penelitian berlangsung dan melaksanakan diskusi
dengan subjek penelitian, dapat juga membentuk kelompok-
kelompok diskusi dengan teman dan pihak-pihak lain yang
dianggap memahami permasalahan penelitan tersebut.
25
Gambar 1.Komponen-komponen Analisis Data Interaktif Miles dan
Huberman,1994
Sumber: Usman dan Akbar, Metodologi sosial edisi kedua
(jakarta: sinar grafikal offset, 2011 hlm 88.)
Teknik Validitas Data 1.6.9
Pembuktian validitas data penelitian ini ditentukan oleh kredibilitas
temuan dan interpretasinya dengan mengupayakan temuan dan
penafsiran yang dilakukan sesuai dengan kondisi yang senyatanya dan
disetujui oleh subjek penelitian. Kondisi di atas dapat dipenuhi dengan
cara memperpanjang observasi, pengamatan yang terus-menerus,
triangulasi, dan membicarakan hasil temuan dengan orang lain, dan
menggunakan bahan referensi. Sedangkan reabilitas dapat dilakukan
dengan pengamatan sistematis, berulang, dan dalam situasi yang
berbeda (Moelong, 2013: 34).
Kesimpulan
Verifikasi Reduksi Data
Penyajian
Data
Pengumpulan
Data