15
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka
Kajian pustaka mengenai variabel-variabel dan hal-hal yang terkait dengan
penelitian selengkapnya akan diuraikan sebagai berikut.
2.1.1 Pengertian Pemasaran
Pemasaran merupakan salah satu dari kegiatan pokok yang dilakukan oleh
pengusaha untuk mempertahankan kelangsungan hidup perusahaannya, untuk
berkembang, dan mendapatkan laba. Pemasaran dikembangkan dari kata pasar yang
berarti sarana atau tempat berkumpulnya orang yang terlibat dalam
pemasaran.Dalam pengertian abstrak pemasaran diartikan sebagai suatu kegiatan,
proses atau sistem keseluruhan. Definisi pemasaran menurut para ahli antara lain:
Pemasaran atau marketing, adalah dunia yang menyentuh semua orang. Baik
sebagai marketer yang memasarkan produk maupun sebagai konsumen yang
mengkonsumsinya (Istijanto,2007).
American Marketing Association (AMA) dalam Istijanto(2007),
menyebutkan bahwa, “marketing is an organizational function and a set of
processesforcreating, communicating, and delivering value to customers and for
managing customer relationship ways that benefit the organization and its
stakeholders.”
Dari definisi tersebut, dapat dicermati intisari dari pemasaran.Yang pertama,
pemasaran adalah suatu fungsi yang dijalankan oleh perusahaan. Yang kedua, fungsi
pemasaran berkaitan dengan menciptakan, mengkomunikasikan dan memberikan
nilai kepada pelanggan serta mempertahankan pelanggan dengan menjalin hubungan
yang baik dengan pelanggan. Sedangkan yang ketiga, pemasaran selalu
berhubungan dengan customer atau pelanggan (Istijanto,2007)
Menurut Umar (2005, p31) pemasaran meliputi keseluruhan sistem yang
berhubungan dengan kegiatan-kegiatan usaha yang bertujuan merencanakan,
menentukan harga, hingga mempromosikan dan mendistribusikan barang-barang
atau jasa yang akan memuaskan kebutuhan pembeli, baik yang aktual maupun yang
potensial.
16
Sedangkan menurut Asosiasi Pemasaran Amerika Serikat (American
Marketing Association) yang dikutip Ma’ruf (2005, p10) definisi pemasaran adalah
proses perencanaan dan pelaksanaan ide, barang dan jasa berikut harga, promosi,
dan pendistribusiannya untuk menciptakan transaksi yang memuaskan kebutuhan
individu dan institusi.
Menurut Stanton (2005, p22) manajemen pemasaran adalah sarana yang
didaya gunakan oleh bisnis untuk menjalankan konsep pemasaran.
Berdasarkan definisi-definisi pemasaran di atas dapat di tarik
suatukesimpulan bahwa pemasaran adalah segala usaha atau aktifitas dalam
menyampaikan barang atau jasa para produsen kepada para konsumen, dimana
kegiatan tersebut bertujuan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan serta
memberi manfaat atas produk dan jasa yang diberikan.
2.1.1.1 Konsep Service
Sebagai salah satu bentuk produk, service juga bisa didefinisikan secara
berbeda. Gummesson dalam Tjiptono & Chandra (2005:10), mendefinisikan service
sebagai “something which can be bought and sold but which you cannot drop on
your feet”. Definisi ini menekankan bahwa service atau jasa bisa dipertukarkan
namun seringkali sulit dialami atau dirasakan secarafisik.
Mendukung pendapat tersebut, Kotler dalam Tjiptono & Chandra (2005:11)
mendefinisikan service sebagai setiap tindakan atau perbuatan yang dapat
ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya bersifat
intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu.
Definisi lainnya yang berorientasi pada aspek proses atau aktivitas
dikemukakan oleh Gronroos, sebagaimana yang dikutip dalam Tjiptono dan Chandra
(2005:11) bahwa service adalah proses atau aktivitas yang terdiri atas serangkaian
aktivitas intangible yang biasanya (namun tidak harus selalu) terjadi pada interaksi
antara pelanggan dan karyawan jasa atau sumber daya fisik barang dan system
penyedia jasa, yang disediakan sebagai solusi atas masalah pelanggan.
Lovelock,Patterson dan Walkers seperti yang dikutip dalam Tjiptono &
Chandra (2005:8) mengemukakan perspektif service sebagai sebuah sistem. Dalam
perspektif ini, setiap bisnis jasa dipandang sebagai sebuah system yang terdiri atas
dua komponen utama, yaitu :
17
a. Operasi jasa (Service Operation)
Dimana masukan (input) diproses dan elemen-elemen jasa diciptakan bagi
pelanggan.
b. Penyampaian Jasa (Service Delivery)
Dimana elemen-elemen produk jasa tersebut dirakit, dirampungkan dan
disampaikan kepada pelanggan.
Sebagian dari system ini tampak (visible) atau diketahui pelanggan (sering
disebut front office atau frontstage), sementara sebagian lainnya tidak tampak atau
bahkan tidak diketahui keberadaannya oleh pelanggan (back office atau backstage)
sebagaimana terlihat dalam gambar berikut.
Gambar 2.1Jasa Sebagai Sistem
Sumber: Lovelock, Patterson dan Walker dalam Tjiptono & Chandra
(2005:8)
2.1.1.2 Bauran Pemasaran Jasa
Agar jasa yang diberikan dapat sesuai bahkan melibihi harapan konsumen
diperlukan bauran pemasaran jasa yang optimal. Kotler & A.B susanto (2000:124-
126) dalam suhartati (2011: p60-61) menyatakan bahwa bauran pemasaran adalah
kiat yang digunakan perusahaan untuk mencapai sasaran pemasarannya dalam pasar
sasaran.
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Zaithaml & Mary Jo Bitner
(2000), Adrian Palmer (1998) serta Lovelock (2002) dalam jurnal suhartati (2011:
p60-61) Alat bauran pemasaran jasa 7p’s . Masing-masing P’s dapat diartikan
sebagai berikut:
1. Produk (product): Segala sesuatu yang ditawarkan oleh suatu
18
perusahaan/organisasi kepada konsumen, bisa berwujud ataupun tidak
berwujud. Dapat pula dikatakan Produk adalah semua komponen dari kinerja
jasa (service performance) baik berwujud maupun tidak berwujud yang
menciptakan nilai bagi konsumen.
2. Harga (Price) : Biaya yang harus dibayar konsumen untuk mendapatkan
manfaat dari suatu produk jasa (termasuk didalamnya keputusan tentang
adalah rata-rata harga, discount, syarat pembayaran, diskriminasi harga untuk
kelompok konsumen yang berbeda)
3. Lokasi/Distribusi (Place): Keputusan pemilihan lokasi yang memudahkan
akses konsumen untuk menggunakan jasa yang ditawarkan atau keputusan
manajemen kapan, dimana dan bagaimana men-deliver jasa (service) kepada
konsumen.
4. Promosi (promotion): berbagai cara untuk mengkomunikasikan atas benefit
jasa yang ditawarkan kepada konsumen atau semua aktivitas komunikasi dan
insentif yang didisain untuk membangun customer preference pada specific
service atau service provider.
5. Proses (process): sauatu cara tertentu dari pengoprasian atau deretan tindakan
ciri-ciri dari langkah-langkah yang dibutuhkan, dan menjadi sebuah
rangkaian tertentu suatu jasa. Untuk “high contact service” konsumenbisa
menjadi co-produser dari jasa dimana komentar/pendapat/saran mereka
menentukan.
6. Sumber daya manusia (people) : Seluruh sumber daya manusia yang
memainkan peran (terlibat) dalam produksi dan penyampaian jasa sehingga
dapat mempengaruhi persepsi konsumen.
7. Bukti Phisik (physical evidence) : Tampilan jasa yang dapat dinilai konsumen
setelah menggunakannya. Bukti phisik dapat berupa bangunan, pemandangan
alam sekeliling, kendaraan, interior, prabotan, peralatan, staff, tanda-tanda,
barang-barang cetakan , dan tampilan visual lainnya yang memberikan bukti
yang terlihat dari sebuah gaya (ke-khas-an) dan kualitas jasa yang
ditawarkan.
19
2.1.2 Customer Perceived Quality
2.1.2.1Pengertian Quality (Kualitas)
Menurut Yamit (2004) kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang
berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi
atau melebihi harapan.
Menurut Kotler (2005) kualitas adalah keseluruhan ciri serta sifat suatu
produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan
kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa kualitas
merupakan suatu kondisi dinamis atau keseluruhan ciri serta sifat yang berhubungan
dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan, yang berpengaruh pada
kemampuannya untuk memenuhi atau melebihi harapan akan kebutuhan yang
tersirat.
2.1.2.2 Pengertian Service (Pelayanan)
Menurut Chaffey (2009) service adalah seluruh aktifitas ataupun manfaat
yang pada dasarnya tidak berwujud yang dapat diberikan kepada orang lain namun
tidak menimbulkan kepemilikan apapun.
Menurut Kotler dan Keller (2009) service adalah setiap tindakan atau kinerja
yang dapat ditawarkan satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak
berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan sesuatu.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa service
adalah seluruh aktifitas, tindakan, kinerja ataupun manfaat yang pada dasarnya
tidakberwujud, yang dapat diberikan dari satu pihak kepada pihak lain, yang pada
dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan akan sesuatu atau
apapun.
2.1.2.3 Pengertian Kualitas pelayanan
Kualitas pelayanan atau service quality sangat dibutuhkan terutama di
Industri jasa mengingat pelanggan mempunyai ekspektasi yang selalu ingin dipenuhi
dan dipuaskan. Pelanggan selalu mengharapkan untuk mendapatkan service yang
maksimal dari para penyedia jasa dalam hal ingin diperlakukan secara professional,
dan diperlakukan sebagai individu yang unik.
20
Menurut Usmara (2008) kualitas pelayanan adalah suatu sikap dari hasil
perbandingan pengharapan kualitas jasa konsumen dengan kinerja perusahaan yang
dirasakan konsumen.
Roderick, James dan Gregory (2008) dalam jurnalnya menyatakan bahwa
service quality adalah tingkat-tingkat ukuran atas kualitas pelayanan yang
diasumsikan berhubungan dengan perkembangan harga.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa service
quality adalah suatu tingkat ukuran akan keunggulan yang diharapkan atas kualitas
pelayanan yang dihubungkan dengan perkembangan harga atau tingkat perbandingan
pengharapan kualitas jasa konsumen dengan kinerja perusahaan yang dirasakan
konsumen untuk menjadi pengendali perkembangan harga.
2.1.2.4 Nilai-nilai perceived quality ( persepsi kualitas)
Menurut Aaker dalam Durianto et al (2004,p15), perceived quality
merupakan persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan
suatu produk atau jasa layanan yang sama dengan maksud yang diharapkannya.
Sedangkan menurut Ambadar (2007,p67), perceived quality adalah persepsi
pelanggan terhadap kualitas dan superioritas produk relative terhadap pesaing.
Maka dapat disimpulkan bahwa, perceived quality adalah persepsi pelanggan
terhadap kualitas atau keunggulan suatu produk/jasa layanan yang samadengan
maksud yang diharapkannya.
Gambar berikut ini dapat menjelaskan bentuk dari nilai-nilai perceived
quality, antara lain.
Sumber :Durtanto,etal.(2004,p16)
Gambar 2.2 Nilai-Nilai Persepsi Kualitas
Alasan Untuk Membeli
Diferensiasi/posisi
Persepsi Kualitas Harga Optimum
Minat saluran distribusi
Perluasan Merk
21
1. Alasan untuk membeli
Konsumen sering kali tidak termotivasi untuk mendapatkan dan menyaring
informasi yang mungkin mengarah pada objektifitasnya mengenai kualitas.
Atau informasi memang tidak tersedia. Atau konsumen tidak mempunyai
kesanggupan atau sumber daya untuk mendapatkan atau memproses informasi.
Karena terkait dengan keputusan pembelian, perceived quality mampu
mengefektifkan semua elemen program pemasaran. Apabila kesan kualitas
tinggi, kemungkinan besar periklanan dan promosi yang dilancarkanakan
efektif.
2. DiferensiasiIposisi
Suatu karakteristik penting dari merek adalah posisinyadalam dimensi
perceived quality, yaitu apakah merek tersebut super optimum, optimum,
bernilai/ekonomis. Juga, berkenaan dengan perceived quality, apakah merek
tersebut terbaikIsekedar kompetitif terhadap merek-merek lain.
3. Harga optimum
Keuntungan perceived quality memberikan pilihan-pilihan dalam
menetapkan harga optimum. Harga optimum bisa meningatkan laba dan
memberikan sumber daya untuk reinvestasi pada merek tersebut. Berbagai
sumber daya ini dapat digunakan untuk membangun merek, seperti
menguatkan kesadaran I Asosiasi I mutu produk. Harga optimum juga dapat
menguatkan perceived quality.
4. Minatsaluran distribusi
Perceived quality juga punyaarti pentingbagi para pengecer,distributor, dan
berbagaipos saluran lainnya. Sebuah pengecer I pos saluran lainnya dapat
menawarkan suatu produk yang memilik iperceived quality tinggi sama
dengan harga yang menarik dan menguasai lalu lintas distribusi tersebut. Pos
saluran distribusi dimotivasi untuk menyalurkan merek-merek yang
diminati oleh konsumen.
5. Perluasan merek
Sebuah merek yang kuat dalam hal perceived quality dapat dieksploitasi untuk
meluaskan diri lebih jauh, dan akan mempunyai peluang sukses yang lebih
besar dibandingkan merek dengan perceived quality yang lemah,caranya
adalah dengan menggunakan merek tersebut untuk masuk kedalam kategori
produk baru. Ada beberapa syarat agar perluasan merek tersebut berhasil.
22
Pertama, merek tersebut harus kuat. Merek yang tidak kuat akan membuat
merek tersebut sulit diperluas.
Kedua, merek tersebut masih bisa diperluas, jadi belum overextention. Merek
yang sudah teralu banyak diperluas ke kategori yang lain akan sulit diterima oleh
konsumen dan justru akan menimbulkan kebingungan dibenak mereka.Ketiga,
ke raatan hubungan antara kategori produk yang satu dengan yang lain. Suatu
merek biasanya sudah mempunyai citra dan jika ingin diperluas ke kategori lain,
harus dilihat apakah citra ini bisa ditransfer atau tidak.
Cara yang paling mudah untuk mengukur efektifitas perluasan merek adalah
mengukur efek dari perluasan merek dalam hal kepercayaan, kesukaan, dan
kejelasan. Jadi jika setelah merek tersebut diperluas konsumen semakin
percaya, semakin suka, dan merek tersebut semakin jelas di benak
konsumen, maka perluasan tersebut berhasil. Berbagai dimensi yang
mendasari penilaian desain kualitas akan bergantung pada konteksnya.
2.1.2.5Dimensi Perceived Quality ( kesan kualitas)
Parasuraman, Zeithaml dan LeonardoL.Berry, seperti yang dikutip dari
Jeh-Nan Pan and Tzu-Chun Kuo (2010: p828),Mengembangkan skala pelayanan
yang berkualitas. sebagai instrument untuk mengevaluasi perceived quality.
Mereka mendirikan model konseptual untuk perceived quality dan juga
mengorganisir 10 komposisi kualitas layanan.
Setelah analisis empiris dilakukan dan terdapat dua revisi, maka 10
komposisi dalam mengevaluasi perceived quality tersebut Parasuraman et al. (1988)
dalam jurnal Jeh-Nan Pan and Tzu-Chun Kuo (2010: p828) mengurangi menjadi 5
item pengukuran komposisi. Yang termasuk dalam 5 dimensi pokok tersebut yaitu
tangibles, reliability, responsiveness, assurance, dan emphaty, dengan penjelasan
masing-masing sebagai berikut.
1. Tangibles,
Meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, personilnya dan sarana
komunikasi. Hal ini berkaitan dengan fasilitas fisik, penampilan
karyawan, peralatan dan teknologi yang dipergunakan dalam memberi
layanan, fasilitas fisik seperti gedung, ruang tempat layanan, kebersihan,
ruang tunggu, fasilitas musik, AC, tempat parkir merupakan salah satu
segi dalam kualitas jasa karena akanmemberikan sumbangan bagi
23
konsumen yang memerlukan layanan perusahaan. Penampilankaryawan
yang baik akan memberikan rasa dihargai bagi pelanggan yang dilayani
sedang dalamperalatan dan teknologi yang dipergunakan dalam
memberikan layanan akan memberikan kontribusipada kecepatan dan
ketepatan layanan.
2. Reliability (kehandalan)
yaitu kemampuan untuk menghasilkan kinerja pelayanan yang dijanjikan
secara akurat dan pasti. Hal ini berarti bahwa pelayanan harus tepat waktu
dan dalam spesifikasi yang sama, tanpa kesalahan, kapanpun pelayanan
tersebut diberikan.
3. Responsiveness (keikutsertaan)
yaitu kemampuan para karyawan untuk membantu para pelanggan dan
memberikan layanan dengan tanggap. Hal ini tercermin pada kecepatan,
ketepatan layanan yang diberikan kepada pelanggan, keinginan karyawan
untuk membantu para pelanggan (misal: customer service memberikan
informasi seperti yang diperlukan pelanggan), serta adanya karyawan
pada jamjam sibuk (seperti tersedianya teller pada jam-jam sibuk).
4. Assurance (jaminan)
yaitu kemampuan , kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki
oleh para staf, bebas dari bahaya, risiko dan keragu-raguan. Berkaitan
dengan kemampuan para karyawan dalam menanamkan kepercayaan
kepada pelanggan, adanya perasaan aman bagi pelanggan dalam
melakukan transaksi, dan pengetahuan serta sopan santun karyawan
dalam memberikan layanan kepada konsumen, pengetahuan, kesopanan
dan kemampuan karyawan akan menimbulkankepercayaan serta
keyakinan terhadap perusahaan.
5. Empathy (hubungan emosional)
yaitu kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik,
perhatian pribadi dan memahami kebutuhan pelanggan. Hal ini
berhubungan dengan perhatianatau kepedulian karyawan kepada
pelanggan (misal: untuk menemui karyawan senior), kemudahan
mendapatkan layanan (berkaitan dengan banyaknya outlet, kemudahan
mendapatkan informasi melalui telepon). Kepedulian karyawan terhadap
masalah yang dihadapinya. Perusahaan memiliki objektifitas yaitu:
24
balikan
memperlakukan secara sama semua pelanggan. Semua pelanggan berhak
untuk memperoleh kemudahan layanan yang sama tanpa didasari apakah
mempunyai hubungan khususdengan karyawan atau tidak. muhamad
arief, (2010)
2.1.3 Customer Perceived Value
2.1.3.1 Pengertian Customer (Pelanggan)
Menurut Stinnett (2005) customer adalah pihak atau orang yang membeli,
menggunakan atau mendapatkan keuntungan dari barang atau jasa yang dihasilkan
oleh perusahaan.Pelanggan perusahaan dapat berupa pelanggan eksternal maupun
internal.
2.1.3.2 Pengertian Customer Value
Zeithaml (1988) dalam jurnal (Yu-Te Tu, Mei-Lien Li, Heng-Chi Chih. 2013,
p:471) menunjukkan bahwa nilai yang dirasakan pelanggan adalah sebagai
"penilaian pelanggan keseluruhan utilitas suatu produk berdasarkan persepsi apa
yang diterima dan apa yang diberikan" (hal. 14).Definisi Customer perceived value
menurut Kotler (2003, p.60)adalah :
“Customerperceivedvalueisthe differencebetweenthe perspective customer’s
evaluation of all benefits and all the costs ofan offering and the perceived
alternatives”.
Kutipan diatas mempunyai arti bahwa perceived value konsumen adalah
keseluruhan penilaian konsumen terhadap kegunaan (manfaat) suatu produk atas apa
yang diterimadan yang diberikan oleh produk itu.
Customer value berkaitan dengan konsekuensi yang dapat berupa keuntungan
atau pengorbanan, konsumsiatau penggunaan (Woodruff dan Gardial 1996).
Konsekuensi merupakan dampak yang dirasakan individual atau suatu kelompok
sebagai akibat dari adanya konsumsi barang/jasa, sebagai kebutuhan dari pemberian
sifat dari barang itu sendiri .(Reynold dan Gutman,1988).
Saat ini para pelanggan dihadapkan pada melimpahnya serbuan produk
serta pilihan, harga, penyedia merek (Kotler,1996). Pelanggan akan mendapatkan
dari perusahaan kenyataan bahwa mereka masih menawarkan nilai tertinggi
(Kotler,1996).
Menurut Weinstein dan Johnson (1999), value diberikan kepada pelanggan
dengan salah satu cara berikut ini :
25
1. Perusahaan dapat memilih untuk mendapatkan produkyang terbaik.
2. Biaya total yang terbaik (keunggulanoperasional)
3. Solusi total terbaik (keintiman dengan pelanggan)
Berdasarkan beberapa pendapat ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa
customer value merupakan nilai yang diterima oleh pelanggan yang dihasilkan dari
perbandingan antara manfaat yang diterima, yaitu bisa berupa keuntungan dari segi
ekonomi, sosial dan relasional terhadap pengorbanan yang dikeluarkan, yaitu bisa
berupa biaya yang dikeluarkan, waktu yang diluangkan, usaha yang dilakukan, resiko
yang ditanggung dan kenyamanan yang terganggu. Namun demikian perceived
value konsumen dapat juga berarti usaha konsumen membandingkan produk/jasa
dari perusahaan tertentu dengan perusahaan pesaing ditinjau dari manfaat, kualitas,
harga.
2.1.3.3 Dimensi Customer Value
Begitu banyak peneliti menentukan dimensi yang berbeda pada customer
value. seperti dapat kita lihat pada tabel dibawah.
Tabel 2.1 Dimensi Customer Value Berdasarkan Penelitian Terdahulu
Authors
Dimension of perceived value
Functi
onal/p
ractic
al/
cognit
ive
Emot
ional
Log
ical
Condit
ional
Soci
al
Epist
emic
Industr
y
Kind/
sample
size
Mattson
(1991) . x . x . x . . . Theoritical
Sheth et
al.
(1991a)
. x . x . . x . x . x Cigarett
es
Quantitativ
e /200
Grönroos
(1997) . x . x . . . . Theoritical
26
De
Ruyter et
al. (1997)
. x . x . x . . . Museum
s
Quantitativ
e /480
Sweeney
and
Soutar
(2001)
. x . x . . . x . Durable
goods
Quantitativ
e /273-
stage 1;
303-stage
2
Sánchez
et al.
(2006)
. x . x . . . x . Tourism
sector
Qualitative
/20;
Quantitativ
e /402
Sumber: (Roig et al., 2006)
Berdasarkan tabel diatas peneliti memutuskan untuk menggunakan dimensi
customer value yang digunakan oleh sachez et al (2006). Menurut sanchez et al
(2006) dimensi customer value terdiri dari:
1. Functional value
Functional value didefinisikan sebagai utilitas yang dirasakan dari atribut produk dan
jasa.Functional value terdiri dari:
a) Functional value of establishment (installation): pada penelitian ini
functional value of establishment ditujukan kepada halaman registrasi yang
tersedia pada website.
b) Functional value contact personnel (professionalism): utilitas yang
diraasakan diberikan oleh personel (staf.).
c) Functional value of the service purchased (quality): utilitas yang dirasakan
didapatkan dari kualitas pelayanan yang diberikan.
d) Functional value price :utilitas yang dirasakan dari tingkat biaya yang
dikeluarkan.
2. Emotional value
Emotional value terdiri dari perasaan atau keadaan afektif yang diciptakan
melaluipengalaman konsumsi.
27
3. Social value
Social Value adalah penerimaan atau utilitas pada tingkat hubungan individu dengan
lingkungan sosialnya (Roig et al., 2006).
2.1.4 Corporate Image
2.1.4.1 Pengertian Citra
Menurut Simamora (2003) dijelaskan bahwa ada dua pendekatan yang dapat
digunakan dalam mengukur citra.Pertama adalah merefleksikan citra dibenak
konsumen menurut mereka sendiri.Pada pendekatan ini konsumen bebas
menjelaskan citra suatu objek dibenak mereka.Cara yang kedua adalah peneliti
menyajikan dimensi yang jelas, kemudian responden berespons terhadap dimensi-
dimensi yang dinyatakan itu.Ini disebut pendekatan terstruktur.
Sedangkan menurut Buchari Alma (2003) , Citra didefinisikan sebagai kesan
yang diperoleh sesuai pengetahuan dan pengalaman seseorang tentang sesuatu. Citra
dibentuk berdasarkan impresi, berdasarkan pengalaman yang dialami seseorang
terhadap sesuatu untuk mengambil keputusan.
Rhenald Kasali (2003) menyatakan bahwa : “Citra adalah yang timbul karena
pemahaman akan suatu kenyataan. Pemahaman yang berasal dari informasi yang
tidak lengkap juga akan menghasilkan citra yang tidak sempurna. Karena itu,
sebelum citra terlanjur buruk, tiap organisasi harus memiliki penangkal yang dapat
memberikan peringatan dini terhadap perubahan persepsi lingkungan.Sistem
penangkal ini dapat dijalankan oleh public relations.”
Selain itu, Rhenald Kasali (2003) juga menyatakan bahwa “citra merupakan
kesan, impresi, perasaan/konsesi yang ada pada publik terhadap perusahaan,
organisasi, orang sebagai objek. Citra perusahaan sendiri merupakan kesan
psikologis dan gambaran dari berbagai kegiatan suatu perusahaan di mata khalayak
publiknya yang berdasarkan pengetahuan, tanggapan serta pengalaman-pengalaman
yang telah diterimanya.”
Sumirat dan Ardianto (2004), citra perusahaan adalah bagaimana pihak lain
memandang sebuah perusahaan seseorang. Pelanggan potensial, bankir, staf
perusahaan pesaing, distributor, pemasok dan asosiasi pedagang.
Adapun menurut Jefkins (2004) citra perusahaan adalah citra dari suatu
organisasi secara keseluruhan, jadi bukan citra atas produk dan pelayananya.Citra
28
perusahaan dapat terbentuk oleh banyak hal. Hal-hal positif yang dapat
meningkatkan citra perusahaan antara lain:
1) Sejarah atau riwayat hidup perusahaan yang gemilang
2) Keberhasilan dibidang keuangan yang pernah diraihnya
3) Keberhasilan ekspor
4) Hubungan industri yang baik
5) Reputasi sebagai pencita lapangan kerja dalam jumlah besar
6) Kesediaan turut memikul tanggung jawab social
7) Komitmen mengadakan riset
Masih menurut Jefkins (2004), mengatakan bahwa terdapat 5 jenis citra yaitu:
1) Citra bayangan (mirror image). Citra ini melekat pada orang dalam atau
anggota-anggota organisasi (biasanya pemimpin) mengenai anggapan pihak
luar tentang organisasinya.
2) Citra yang berlaku (current image). merupakan suatu citra atau pandangan
yangdianut oleh pihak-pihak luar mengenai suatu organisasi.
3) Citra yang diharapkan (wish image). merupakan suatu citra yang diinginkan
olehpihak manajemen.
4) Citra perusahaan (corporate image). adalah citra dari suatu organisasi secara
keseluruhan, jadi bukan sekedar citra atas produk dan pelayanannya.
5) Citra majemuk (multiple image). banyaknya jumlah pegawai (individu),
cabang,atau perwakilan dari sebuah perusahaan atau organisasi dapat
memunculkansuatu citra yang belum tentu sama dengan organisasi atau
perusahaan tersebutsecara keseluruhan.
Menurut Lawrence L.Steinmetz yang dikutip oleh Sutojo (2004) bagi
perusahaan, citra juga dapat diartikan sebagai persepsi masyarakat terhadap jati diri
perusahaan. Lawrence mengemukakan persepsi seseorang terhadap perusahaan
didasari atas apa yang mereka ketahui atau mereka kira tentang perusahaan yang
bersangkutan. Citra perusahaan dibangun dan dikembangkan didalam benak
pelanggan melalui saran komunikasi dan pengalaman pelanggan.
2.1.4.2 Manfaat Citra
29
Citra itu sendiri dapat berperingkat baik, sedang, dan buruk.Citra buruk dapat
melahirkan dampak negatif bagi operasi bisnis perusahaan dan juga dapat
melemahkan kemampuan perusahaan bersaing. Citra perusahaan yang baik dan kuat
mempunyai manfaat-manfaat yang berikut:
1. Daya saing jangka menengah dan panjang yang mantap (mid and long
sustainable competitive position)
2. Menjadi perisai selama masa krisis (an insurance for adverse times)
3. Menjadi daya tarik eksekutif handal (attracting the best executives available)
4. Meningkatkan efektifitas strategi pemasaran (increasing the effectiveness of
marketing instruments)
5. Penghematan biaya operasional (cost saving)
2.1.4.3 Arti Penting Citra Perusahaan
Pentingnya citra perusahaan dikemukakan Gronros (Sutisna, 2001) sebagai
berikut:
1) Menceritakan harapan bersama kampanye pemasaran eksternal. Citra positif
memberikan kemudahan perusahaan untuk berkomunikasi dan mencapai tujuan
secara efektif sedangkan citra negatif sebaliknya.
2) Sebagai penyaring yang mempengaruhi persepsi pada kegiatan perusahaan.
Citra positif menjadi pelindung terhadap kesalahan kecil, kualitas teknis atau
fungsional sedangkan citra negatif dapat memperbesar kesalahan tersebut.
3) Sebagai fungsi dari pengalaman dan harapan konsumen atas kualitas
pelayanan perusahaan.
4) Mempunyai pengaruh penting terhadap manajemen atau dampak internal.
Citra perusahaan yang kurang jelas dan nyata mempengaruhi sikap karyawan
terhadap perusahaan.
Menurut Rhenald Kasali (2003), “citra perusahaan yang baik dimaksudkan
agarperusahaan dapat tetap hidup dan orang-orang didalamnya terus
mengembangkan kreativitas bahkan memberikan manfaat yang lebih berarti bagi
orang lain”. Sedangkan Handi Irawanmenyebutkan, “citra perusahaan dapat
memberikan kemampuan pada perusahaan untuk mengubah harga premium,
menikmati penerimaan lebih tinggi dibandingkan pesaing, membuat kepercayaan
pelanggan kepada perusahaan”.
30
Buchari Alma (2003) mengatakan bahwa, “citra dibentuk berdasarkan
impresi, berdasar pengalaman yang dialami seseorang terhadap sesuatu sebagai
pertimbangan untuk mengambil keputusan”.Perasaan puas atau tidaknya konsumen
terjadi setelah mempunyai pengalaman dengan produk maupun perusahaan yang
diawali adanya keputusan pembelian.Sehingga dapat disimpulkan keberadaan citra
perusahaan yang baik penting sebagai sumber daya internal obyek dalam
menentukan hubungannya dengan perusahaan.
Konsisten dengan arti telah dikemukakan, citra perusahaan merupakan hal
abstrak.Sutisna (2001) mengatakan, “satu hal yang dianalisis mengapa terlihat ada
masalah citra perusahaan adalah organisasi dikenal atau tidak dikenal”.Dapat
dipahami keterkenalan perusahaan yang tidak baik menunjukkan citra perusahaan
yang bermasalah.
2.1.4.4 Dimensi Corporate image (citra perusahaan)
Rhenald Kasali (2006) mengemukakan, “pemahaman yang berasal dari
suatu informasi yang tidak lengkap menghasilkan citra yang tidak sempurna”. Dia
juga mengemukakan, informasi yang lengkap mengenai citra perusahaan meliputi
empat element sebagai berikut:
1) Personality
Keseluruhan karakteristik perusahaan yang dipahami publik sasaran seperti
perusahaan yang dapat dipercaya, perusahaan yang mempunyai tanggung jawab
sosial.
2) Reputation
Hal yang telah dilakukan perusahaan dan diyakini publik sasaran berdasarkan
pengalaman sendiri maupun pihak lain seperti kinerja keamanan transaksi sebuah
bank.
3) Value
Nilai-nilai yang dimiliki suatu perusahaan dengan kata lain budaya perusahaan
seperti sikap manajemen yang peduli terhadap pelanggan, karyawan yang cepat
tanggap terhadap permintaan maupun keluhan pelanggan.
4) Corporate Identity
Komponen-komponen yang mempermudah pengenalan publik sasaran terhadap
perusahaan seperti logo, warna, dan slogan.
31
2.1.4.5 Proses Terbentuknya Citra Perusahaan
Buchari Alma (2003) menegaskan bahwa, “Citra dibentuk berdasarkan
impresi, berdasarkan pengalaman yang dialami seseorang terhadap sesuatu sebagai
pertimbangan untuk mengambil keputusan”.Sedangkan pentingnya citra perusahaan
dalam pandangan David W. Cravens disebutkan, “citra atau merek perusahaan yang
baik merupakan keunggulan bersaing yang mempengaruhi tingkat kepuasan
konsumen” (Alih bahasa Lina Salim, 1996).Perasaan puas atau tidaknya kosumen
terjadi setelah mempunyai pengalaman dengan produk maupun perusahaan yang
diawali adanya keputusan pembelian.Sehingga dapat disimpulkan keberadaan citra
perusahaan yang baik penting sebagai sumber daya /internal objek dalam
menentukan hubungannya dengan perusahaan.
Citra perusahaan merupakan hal yang abstrak.Sutisna (2001) mengatakan,
“Suatu hal yang dianalisis mengapa terlihat ada masalah citra perusahaan adalah
organisasi dikenal atau tidak dikenal”.
Proses terbentuknya citra perusahaan menurut Hawkins et all diperlihatkan
pada gambar sebagai berikut:
Gambar 2.3 Proses terbentuknya citra
Sumber : Hawkins et all .2000. Consumer Behavior:Building Market Strategy
Berdasarkan gambar proses terbentuknya citra perusahaan berlangsung
beberapa tahapan yaitu: tahapan pertama obyek mengetahui (melihat atau
mendengar) upaya yang dilakukan perusahaan dalam membentuk citra perusahaan.
Kedua memperhatikan upaya perusahaan tersebut, ketiga setelah adanya perhatian
obyek mencoba memahami semua yang ada pada upaya perusahaan. Keempat
terbetuknya citra perusahaan pada obyek, sedangkan yang terakhir adalah citra
Eksposure
Attantion
Comprehensive
Image
Behaviour
32
perusahaan yang terbentuk akan menentukan perilaku obyek sasaran dalam
hubungannya dengan perusahaan.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksudkan
dengan citra perusahaan adalah kesan yang diperoleh oleh seseorang atau
masyarakat mengenai suatu perusahaan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman
seseorang atau masyarakat tentang suatu perusahaan apakah perusahaan tersebut baik
atau tidak. Dalam penelitian ini indikator citra perusahaan diambil berdasarkan
pendapat Rhenald Kasali yaitu :personality, reputation, value, corporate identity
2.1.5 Customer Loyalty
2.1.5.1Pengertian Loyalty (Loyalitas)
Loyalitas pelanggan merupakan faktor dominan bagi keberhasilan suatu
organisasi bisnis. Pelanggan yang loyal akan cenderung melakukan pembelian
kembali. Pelanggan semacam ini juga akan memberikan rekomendasi melalui
promosi word-of-mouth. Loyalitas pelanggan juga terbukti dapat menurunkan biaya
dan meningkatkan profitabilitas.
Menurut Griffin (2005) loyalitas adalah wujud perilaku dari unit-unit
pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian secara terus-menerus terhadap
barang atau jasa suatu perusahaan yang dipilih.
Menurut Lovelock (2009) loyalty adalah komitmen pelanggan untuk terus
mengkonsumsi atau menggunakan produk atau jasa yang dimiliki perusahaan
tertentu selama jangka waktu yang tidak pasti.
Berdasarkan pendapat ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa loyalitas adalah
wujud perilaku dari unit-unit pengambilan keputusan atau komitmen pelanggan
untuk melakukan kegiatan pembelian, konsumsi atau penggunaan secara
terusmenerus terhadap barang atau jasa suatu perusahaan yang dipilih selama jangka
waktu yang tidak pasti
2.1.5.2 Jenis Customer Loyalty
Menurut Griffin (2005) jenis-jenis loyalitas pelanggan dibagi menjadi sebagai
berikut:
1) Tanpa Loyalitas
Beberapa pelanggan tidak mengembangkan loyalitas terhadap produk atau
jasa tertentu.Tanpa loyalitas ditandai dengan keterkaitan yang rendah
33
dikombinasikan dengan tingkat pembelian yang rendah. Secara umum,
perusahaan harus menghindari para pembeli jenis ini karena mereka tidak
akan menjadi pelanggan yang loyal.
2) Loyalitas yang Lemah
Dengan keterlibatan yang rendah serta dengan pembelian berulang yang
tinggi menghasilkan loyalitas yang lemah.Pelanggan ini membeli karena
kebiasaan. Dengan kata lain, faktor non sikap dan faktor situasi merupakan
alasan utama membeli. Loyalitas jenis ini sering terjadi pada produk yang
sering dibeli.
3) Loyalitas Tersembunyi
Keterkaitan yang relatif tinggi serta dengan tingkat pembelian berulang yang
rendah menunjukkan loyalitas tersembunyi, pengaruh situasi dan bukan
pengaruh sikap yang menentukan untuk melakukan pembelian berulang
4) Loyalitas Premium
Jenis loyalitas yang paling dapat ditingkatkan, terjadi bila ada tingkat
keterikatan tinggi dan tingkat pembelian ulang yang juga tinggi.Jenis
loyalitas ini yang lebih disukai untuk semua pelanggan di setiap perusahaan.
2.1.5.3 Dimensi Customer loyalty
Schiffman dan Kanuk (dikutip oleh Sasongko Jati, 2010) menyatakan bahwa
loyalitas merek terbagi dalam 2 dimensi yaitu:
1. Attitudinal Loyalty (pengukuran sikap) Attitudinal loyalty meliputi 3 bagian,
yaitu:
a. Cognitive Loyalty
Loyalitas ini merupakan representasi dari apa yang dipercayai oleh
konsumen.Dimensi kognitif berisikan persepsi, kepercayaan dan
stereotype seorang konsumen mengenai suatu merek.
b. Affective Loyalty
Loyalitas ini didasarkan pada perasaan dan komitmen konsumen
terhadap suatu merek Konsumen memiliki kedekatan emosional
terhadap merek tersebut. Loyalitas afektif ini merupakan fungsi dari
perasaan dan sikap konsumen terhadap sebuah merek seperti rasa
senang, suka, dan gemar. Pengungkapan perasaaan ini dapat dengan
atau tanpa membandingkan dengan merek lain. Jika konsumen
34
memiliki sikap yang positif terhadap merek, maka dalam diri
konsumen akan berkembang loyalitas afektif.
c. Conative Loyalty/behavioral intent
Loyalitas konatif merupakan batas antara attitudinal loyalty dan
behavioral loyalty yang direpresentasikan melalui kecenderungan
perilaku konsumen untuk menggunakan merek yang sama dimasa
yang akan datang. Loyalitas konatif merupakan tingkah laku yang
masih bersifat intent, belum tampak dalam tingkahlaku nyata.
2. Behavioral Loyalty (pengukuran perilaku)
Meliputi action loyalty, yang didefinisikan sebagai tingkah laku membeli
ulangsuatu merek oleh seorang konsumen terhadap kategori produk tertentu.
Tingkahlaku seorang konsumen yang loyal tercermin melalui frekuensi dan
konsistensipembelian suatu merek. Selain itu, salah satu aktualisasi loyalitas
konsumenditunjukkan oleh tindakan merekomendasikan dan mempromosikan
merek tersebut kepada pihak lain.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dimensi loyalitasmerek terdiri
dari cognitive loyalty, affective loyalty, conative loyalty/behavioralintent, dan action
loyalty
Secara sederhana, loyalitas dapat didefinisikan sebagai perasaan untuk
menjalin komitmen dengan suatu produk, merek, pemasar, atau layanan. Loyalitas
berarti tetap menjadi pelanggan dari satu perusahaan, dan merekomendasikan
perusahaan tersebut kepada orang lain. Pelanggan yang loyal lebih sering melakukan
kunjungan (Ehigie, 2006).Pelanggan yang loyal memiliki keinginan untuk menjalin
hubungan yang berkelanjutan dengan perusahaan.
Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa kepuasan pelanggan dan reputasi
perusahaan (corporate image) atas pengalaman yang didapat pelanggan memiliki
pengaruh terhadap loyalitas (Ehigie, 2006).Ketika seorang pelanggan merasa tidak
puas dengan suatu penyedia jasa, maka pelanggan tersebut akanmembuat spekulasi
yang negatif tentang perusahaan cenderung mengurangi pembelian, berpindah ke
pesaing, dan menyebarkan word-of-mouth yang negatif.
35
2.2 Kerangka pemikiran
Dari landasan teori diatas yang sudah dijabarkan, didapat kerangka pikir agar
permasalah dapat di susun menjadi sebuah landasan penelitian yang tersusun secara
sistematis.
Gambar 2.4 Kerangka pikir
Sumber : Penelitian 2015
Perceived
Quality ( X1)
Customer
Perceived
Value (X2)
Corporate Image
(Y)
Customer
Loyalty (Z)