6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Jasa
2.1.1. Pengertian Jasa
Kotler (dalam Nasution, 2008:16) menyatakan bahwa jasa adalah sebagai
setiap tindakan atau kegiatan suatu pihak yang dapat ditawarkan kepada pihak lain
yang secara esensial tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan
sesuatu. Jasa adalah tindakan atau kinerja yang ditawarkan suatu pihak kepada
pihak lainnya. Walaupun prosesnya mungkin terkait dengan produk fisik,
kinerjanya pada dasarnya tidak nyata dan biasanya tidak menghasilkan
kepemilikan atas faktor-faktor produksi.
Produk jasa ada dua macam (Kotler dalam Nasution, 2008:16), yaitu
produk jasa industri dan produk jasa konsumen. Produk jasa industri disediakan
untuk organisasi dalam lingkungan yang luas, termasuk pengolahan,
pertambangan, pertanian, organisasi dalam lingkungan yang luas, seperti jasa
penelitian, jasa financial, jasa pendidikan dan sebagainya. Sedangkan produk jasa
konsumen banyak dipergunakan secara luas dalam masyarakat seperti jasa
hiburan, kesehatan, transportasi, perbankan dan lain sebagainya.
2.1.2. Karakteristik Jasa
Menurut Kotler (dalam Nasution, 2008: 17) jasa mempunyai karakteristik
sebagai berikut:
a. Tidak berwujud
Jasa berbeda dengan hasil produksi perusahaan. Jasa tidak dapat
dilihat, diraba, dirasa, didengar, dicium sebelum jasa itu dibeli. Benda atau
7
barang yang kita beli atau yang kita gunakan sehari-hari adalah sebuah
objek, sebuah alat atau sebuah benda, sedangkan jasa merupakan
perbuatan, penampilan atau sebuah usaha. Bila kita membeli barang, maka
barang tersebut dipakai atau ditempatkan disuatu tempat. Tetapi bila
membeli jasa, maka pada umumnya tidak ada wujudnya. Bila uang dibayar
untuk beli jasa, maka pembeli tidak akan memperoleh tambahan benda-
benda yang dapat dibawa ke rumah. Jasa dikonsumsi tetapi tidak memiliki.
Walaupun penampilan jasa diwakili oleh suatu wujud tertentu, misalnya
pesawat atau mobil dapat mewakili jasa yang ditawarkan oleh taksi,
namun esensi jasa yang dibeli adalah penampilan.
b. Tidak Dapat Dipisahkan
Umumnya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersama tidak
seperti barang fisik yang diproduksi, disimpan dalam persediaan,
didistribusikan lewat berbagai penjualan dan baru kemudian di konsumsi.
Sedangkan jasa biasanya dijual dahulu, kemudian diproduksi dan
dikonsumsi secara serentak. Misalnya, jasa yang diberikan oleh sebuah
perusahaan penerbangan, calon penumpang membeli tiket, kemudian
berangkat dan duduk dalam kabin pesawat, lalu pesawat menerbangkannya
ke tempat tujuannya, pada saat penumpang itu duduk dalam kabin
pesawat, pada saat itulah jasa diproduksi.
c. Keberagaman
Jasa sangat bervariasi, karena tergantung pada siapa yang
menyediakan dan kapan serta dimana jasa itu dilakukan. Misalnya saja
jasa yang diberikan oleh sebuah maskapai penerbangan yang melayani rute
8
terbang pendek dengan maskapai penerbangan yang melayani rute terbang
yang panjang, akan sangat berbeda.
d. Tidak Tahan Lama
Jasa tidak dapat disimpan. Seorang calon penumpang yang telah
membeli tiket pesawat untuk suatu tujuan tertentu tetap dikenakan biaya
administrasi, walaupun ia tidak jadi berangkat. Tidak tahan lamanya jasa
tidak jadi masalah bila permintaan tetap. Tetapi jika permintaan
berfluktuasi, perusahaan menghadapi masalah yang rumit. Misalnya, pada
musim-musim puncak seperti liburan sekolah, tahun baru, musim haji,atau
hari raya, sebuah perusahaan penerbangan harus mempersiapkan lebih
armada pesawat dari biasanya, dari pada jika permintaan sama sepanjang
bulan-bulan biasa. Karena ciri-ciri jasa tersebut diatas, maka tugas
membangun program pemasaran jasa yang terpadu dalm industri jasa
benar-benar merupakan sebuah tantangan.
2.2. Harga
2.2.1. Pengertian Harga
Secara sederhana istilah harga menurut Tjiptono dkk. (2008: 67) dapat
diartikan sebagi sejumlah uang (satuan moneter) dan atau aspek lain (non
moneter) yang mengandung utilitas/kegunaan tertentu yang diperlukan untuk
mendapatkan suatu produk. Kotler dan Armstrong (2001: 56) dalam arti sempit
mengartikan harga sebagai jumlah uang yang dibebankan atas suatu produk atau
jasa. Lebih luas lagi, harga adalah jumlah dari sejumlah nilai yang ditukar
9
konsumen atas manfaat-manfaat memiliki atau menggunakan produk atau jasa
tersebut.
Tjiptono dkk. (2008:67) mengungkapkan harga sebagai salah satu elemen
bauran pemasaran yang membutuhkan pertimbangan cermat, hal ini dikarenakan
adanya sejumlah dimensi strategik harga dalam hal:
1) Harga merupakan pernyataan nilai dari suatu produk (a statement of value).
Nilai adalah rasio atau perbandingan antara terhadap manfaat dengan biaya-
biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan produk.
2) Harga merupakan aspek yang tampak jelas bagi para pembeli. Bagi konsumen
yang tidak terlalu paham hal-hal teknis pada pembelian produk otomotif dan
elektronik, kerap kali harga menjadi satu-satunya faktor yang mereka dapat
mengerti. Tidak jarang pula harga dijadikan semacam indikator kualitas.
3) Harga adalah determinan utama permintaan. Berdasarkan hukum permintaan
(the law of demand), besar kecilnya harga mempengaruhi kuantitas produk
yang dibeli konsumen. Semakin mahal harga, semakin sedikit jumlah
permintaan atas produk bersangkutan dan sebaliknya. Meskipun demikian,
semua itu tidak selalu berlaku pada semua situasi. Pada kasus tertentu seperti
mobil mewah, harga yang mahal malah diminati oleh pelanggan.
4) Harga berkaitan langsung dengan pendapatan dan laba. Harga adalah satu-
satunya unsur bauran pemasaran yang mendapatkan pemasukan bagi
perusahaan yang pada gilirannya berpengaruh pada besar kecinya laba dan
pangsa pasar yang diperoleh. Unsur bauran pemasaran lainnya, seperti
produk, distribusi dan promosi malah mengeluarkan dana dalam jumlah yang
tidak sedikit.
10
5) Harga bersifat fleksibel, artinya dapat disesuaikan dengan cepat. Dari empat
unsur bauran pemasaran tradisional, harga adalah elemen yang paling mudah
diubah dan diadaptasikan dengan dinamika pasar.
6) Harga mempengaruhi citra dan strategi positioning. Konsumen cenderung
mengasosiasikan harga dengan tingkat kualitas produk. Harga yang mahal
dikan mencerminkan kualitas yang tinggi dan sebaliknya. Karena itu, tidaklah
mengherankan jika harga dikatakan speciality products (seperti parfum
ternama, busana rancangan desainer terkenal, arloji rolex, mobil mewah,
restoran ekklusif dan sejenisnya) sangat mahal.
7) Harga merupakan masalah nomer satu yang dihadapi para manajer.
2.2.2. Harga
Secara sederhana istilah harga menurut Tjiptono dkk. (2008: 67) dapat
diartikan sebagi sejumlah uang (satuan moneter) dan atau aspek lain (non
moneter) yang mengandung utilitas/kegunaan tertentu yang diperlukan untuk
mendapatkan suatu produk.
Kotler dan Armstrong (2001: 56) dalam arti sempit mengartikan harga
sebagai jumlah uang yang dibebankan atas suatu produk atau jasa. Lebih luas lagi,
harga adalah jumlah dari sejumlah nilai yang ditukar konsumen atas manfaat-
manfaat memiliki atau menggunakan produk atau jasa tersebut. Dimasa lalu harga
telah menjadi hal penting yang mempengaruhi pilihan pembeli. Harga adalah satu-
satunya elemen bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan, semua elemen
lainya mewakili harga. Harga juga salah satu elemen yang fleksibel dari bauran
pemasaran. Tidak seperti sifat-sifat produk dan komitmen jalur distribusi, harga
11
dapat berubah dengan cepat. Pada saat yang sama, penetapan harga dan
persaingan harga adalah masalah yang utama yang dihadapai banyak eksekutif
pemasaran.
Pada saat konsumen melakukan evaluasi dan penilaian terhadap harga
dari suatu produk sangat dipengaruhi oleh perilaku dari konsumen itu sendiri.
Sementara perilaku konsumen menurut Philip Kotler dalam Kotler and Keller
(http://the-marketeers.com/archives/membangun-strategi-harga-yang-fektif.html),
dipengaruhi 4 aspek utama yaitu budaya, sosial, personal (umur, pekerjaan,
kondisi ekonomi) serta psikologi (motivasi, , percaya).
Sedangkan menurut Schiffman & Kanuk (http://the-
marketeers.com/archives/membangun-strategi-harga-yang-efektif.html) harga
adalah suatu proses dari seorang individu dalam menyeleksi, mengorganisasikan,
dan menterjemahkan stimulus-stimulus atau informasi yang datang menjadi suatu
gambaran yang menyeluruh. Dengan demikian penilaian terhadap harga suatu
produk dikatakan mahal, murah atau biasa saja dari setiap individu tidaklah harus
sama, karena tergantung dari individu yang dilatar-belakangi oleh lingkungan
kehidupan dan kondisi individu. Dalam kenyataannya konsumen dalam menilai
harga suatu produk, sangat tergantung bukan hanya dari nilai nominal secara
absolut tetapi melalui mereka pada harga. Secara umum konsumen terhadap
harga tergantung dari perception of price differences ( mengenai perbedaan harga)
dan reference prices (referensi harga).
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi terhadap kewajaran suatu
harga. Pertama, perception of price differences atau yang dimiliki konsumen
dalam melihat perbedaan harga suatu jasa/produk. Pembeli cenderung untuk
12
selalu melakukan evaluasi terhadap perbedaan harga antara harga yang ditawarkan
terhadap harga dasar yang diketahui. Sebagai contoh, suatu perusahaan
menawarkan produk-produk berkualitas dengan nilai harga yang lebih tinggi
dianggap sebagai satu hal yang relevan dan rasional, sehingga konsumen dapat
menerima tawaran harga pada tiap-tiap produk yang ditawarkan perusahaan
tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa konsumen terhadap
perubahan harga tergantung pada prosentase dari perubahan harga tersebut, bukan
terhadap perbedaan absolutnya dan besaran harga baru tersebut tetap berada pada
“acceptable price” (Isman Pepadri, dalam artikel yang didownload dari
http://thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/Bab%202_09-206.pdf )
Faktor lain yang mempengaruhi terhadap kewajaran suatu harga adalah
price references yang dimiliki oleh pelanggan yang didapat dari pengalaman
sendiri (internal price) dan informasi luar yaitu iklan dan pengalaman orang lain
(external references price). Menurut Schiffman & Kanuk (2000, dalam artikel
yang didownload dari http://thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/Bab%202_09-206.pdf )
informasi dari luar tersebut sangat dipengaruhi Harga kelompok produk (product
line) yang dipasarkan oleh perusahaan yang sama, perbandingan dengan harga
produk saingan, urutan produk yang ditawarkan (Top Down Selling), harga
produk yang pernah ditawarkan konsumen (Recalled Price).
2.3. Kepuasan Pelanggan
Kepuasan pelanggan terus berlanjut sebagai sebuah topik yang seringkali
diteliti oleh perusahaan, karena kepuasan pelanggan merupakan suatu daerah
kehidupan setiap perusahaan, dimana kepuasaan pelanggan menjadi salah satu
13
elemen penting dalam meningkatkan kinerja pemasaran dalam suatu perusahaan
atau organisasi. Sebagai konsekuensi, para teoritikus terus mengembangkan
model-model dan metode terbaru yang dapat menguak informasi penting tentang
kepuasan pelanggan.
Menurut Kotler dan Armstrong (dalam Ni Putu, 2011:33) kepuasan
pelanggan tergantung pada perkiraan kinerja produk dalam memberikan nilai
relatif terhadap harapan pembeli. Jika kinerja produk jauh lebih rendah dari
harapan pelanggan, pembeli tidak terpuasakan. Jika kinerja sesuai dengan
harapan, pembeli terpuaskan. Jika kinerja melebihi harapan pembeli lebih senang.
Boone dan Kurtz (dalam Ni Putu, 2011:34) mengartikan kepuasan
pelanggan sebagai hasil dari barang atau jasa yang memenuhi atau melebihi
kebutuhan dan harapan pembeli. Konsep dari barang atau jasa yang memberikan
kepuasan pembeli karena bisa memenuhi atau melebihi harapan mereka adalah hal
yang penting bagi operasi perusahaan. Sebuah perusahaan yang gagal untuk
memenuhi kepuasan pelanggan dibandingkan dengan kompetitornya tidak akan
bertahan di bisnis dalam waktu yang lama.
Perusahaan terkemuka akan mencari cara sendiri untuk mempertahankan
kepuasan pelanggannya. Pelanggan yang merasa puas akan kembali membeli, dan
mereka akan memberitahu yang lain tentang pengalaman baik mereka dengan
produk tersebut. Kuncinya adalah menyesuaikan harapan pelanggan dengan
kinerja perusahaan. Perusahaan yang pintar bermaksud untuk memuaskan
pelanggan dengan hanya menjanjikan apa yang dapat mereka berikan, kemudian
memberikan lebih bayak dari apa yang mereka janjikan.
14
Kana (dalam Ni Putu, 2011:34) menyatakan bahwa terciptanya kepuasan
pelanggan dapat memberikan beberapa manfaat, di diantaranya hubungan antara
perusahaan dengan pelanggan menjadi harmonis, memberikan dasar yang baik
bagi pembelian ulang dan memberikan rekomendasi dari mulut ke mulut (word-
of-mouth) yang merupakan dasar dari terciptanya loyalitas pelanggan.
Kotler dan Keller (2007:27) mengatakan bahwa pelanggan yang puas
pada umumnya:
1) Lebih lama setia.
Pelanggan yang puas tidak akan mudah untuk pindah ke perusahaan lain
yang menyediakan jasa yang sejenis. Kenyamanan dan kepuasan terhadap
produk/jasa yang dikonsumsi membuat pelanggan akan berpikir lebih jauh
untuk pindah produk.
2) Membeli lebih banyak, ketika perusahaan memperkenalkan produk baru
dan meningkatkan produksi yang ada.
Kepuasan terhadap jasa/produk sebelumnya yang telah digunakan
menjadikan pelanggan akan lebih mudah percaya terhadap produk baru
yang dikeluarkan. Kepercayaan terhadap kapasitas dan kualitas perusahaan
yang mampu menjaga kepuasan konsumen menjadikan pelanggan akan
lebih mudah percaya terhadap produk dan jasa yang baru dikeluarkan oleh
perusahaan.
3) Membicarakan hal-hal yang menyenangkan tentang perusahaan dan
produk-produknya.
Pelanggan yang puas akan senantiasa membicarakan kepada orang lain
mengenai produk/jasa yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut. Mereka
15
secara sukarela akan merekomendasikan produk/jasa tersebut kepada
pihak lain yang membutuhkan.
4) Tidak banyak memberi perhatian pada merek pesaing.
Pelanggan yang puas akan loyal kepada produk/jasa yang dihasilkan oleh
perusahaan tersebut. Kepuasan yang diterima membuat mereka cenderung
untuk tidak memberi perhatian kepada produk/jasa dari perusahaan lain
karena telah merasa produk/jasa yang dinikmati selama ini sudah sangat
memuaskan.
5) Tidak terlalu peka terhadap harga.
Pelanggan yang merasa puas cenderung tidak mempermasalahkan harga
priduk/jasa yang harus dibayar. Kepuasan terhadap produk/jasa yang
diterima membuat konsumen rela membayar lebih mahal.
6) Menawarkan ide nilai produk atau layanan pada perusahaan.
Konsumen yang puas akan memberikan masukan kepada perusahaan
mengenai produk/jasa baik untuk tujuan pengembangan maupun untuk
menciptakan produk/jasa baru. Mereka memberikan masukan karena
menilai bahwa perusahaan mampu menciptakan produk/jasa yang mereka
inginkan.
7) Lebih sedikit biaya untuk melayani pelanggan ini ketimbang pelanggan
baru karena transaksinya bersifat rutin.
Pelanggan yang loyal memerlukan biaya promosi yang lebih sedikit karena
tanpa promosi pun mereka tetap melakukan pembelian secara teratur.
Selain itu, pelanggan yang puas akan mengurangi tingkat keluhan yang
16
dengan sendirinya akan mengurangi biaya untuk menanggapi keluhan
tersebut.
Menurut Tjiptono (dalam Ni Putu, 2011:35) untuk mengidentifikasi,
mengukur atau memantau kepuasan pelanggan suatu perusahaan dapat dilakukan
dengan cara:
1) Sistem keluhan dan saran, misalnya menyediakan kotak saran dan keluhan,
atau komentar, customer hot lines, memperkerjakan petugas pengumpul
pendapat atau keluhan konsumen.
2) Survei kepuasan pelanggan, survey bisa dilakukan dengan kuisioner
(dikirim lewat pos atau dibagikan pada saat pelanggan berbelanja), lewat
telepon, e-mail, faks atau wawancara langsung.
3) Lost Customer Analysis, perusahaan menghubungi para pelanggan yang
telah berhenti membeli dari perusahaan atau mereka yang telah beralih
pemasok.
4) Chost shopping (misteri shopping), perusahaan menggunakan ghost
shoppers untuk mengamati kekuatan dan kelemahan produk serta
pelayanan perusahaan dan pesaing.
5) Sales related methods, kepuasan pelanggan diukur dengan kriteria
pertumbuhan penjualan, pangsa pasar dan resiko pembelian ulang. Metode
ini dapat digunakan dalam penyimpulan kepuasan pelanggan terutama
dalam situasi struktur pasar monopoli, kelebihan permintaan dan pada
kasus pelanggan yang enggan atau sulit pindah pemasok meskipun tidak
puas.
17
6) Customers panels, perusahaan membentuk panel pelanggan yang nantinya
dijadikan sampel secara berkala untuk mengetahui apa yang mereka
rasakan dari perpisahan dan semua pelayanan perusahaan. Dalam hal ini
anggota panel dapat diambil dari sukarelawan yang dibayar untuk itu.
2.4. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian sebelumnya yang terkait dengan harga dan kepuasan
pelanggan diantaranya yang dilakukan oleh Afwan Hariri A.P dan Putri Anindita
(2003) dengan judul penelitian “Pengaruh Customer Delight Terhadap Customer
Loyalty Pada Siswa LBPP-LIA MALANG”. Penelitian ini bertujuan untuk melihat
bagaimana pengaruh perilaku pelanggan terhadap kepuasan pelanggan. Salah satu
aspek dalam perilaku pelanggan yang diamati dalam penelitian ini adalah respon
terhadap harga layanan yang diberikan oleh LBPP-LIA terhadap pelanggan. Hasil
analisis dengan menggunakan analisis regresi berganda menunjukkan bahwa
variabel harga layanan berpengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan.
Penelitian lain dilakukan oleh Ni Putu Cempaka Dharmadewi Atmaja
(2011) yang melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Kewajaran Harga,
Citra Perusahaan Terhadap Kepuasan Dan Loyalitas Pengguna Jasa
Penerbangan Domestik Garuda Indonesia Di Denpasar”. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh kewajaran harga dan citra perusahaan terhadap
kepuasan dan loyalitas pelanggan Garuda Indonesia yang berada di Denpasar
(Studi pada pengguna jasa penerbangan domestik Garuda Indonesia di Denpasar).
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penumpang penerbangan domestik
Garuda Indonesia, sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah sebesar 140
18
responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kewajaran harga tidak
berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan, citra perusahaan berpengaruh terhadap
kepuasan pelanggan, kepuasan pelanggan berpengaruh terhadap loyalitas,
kewajaran harga tidak berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan, citra perusahaan
tidak berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan.
Penelitian selanjutnya yang terkait dengan harga dan kepuasan konsumen
adalah yang dilakukan oleh Nang Among Budiadi (2009) dengan judul penelitan
“Analisis Pengaruh Harga Terhadap Perilaku Konsumen dalam Pembelian
Produk Kebutuhan Sehari-Hari”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
bagaimana pengaruh dari harga yang dimiliki oleh konsumen terhadap perilaku
mereka dalam membeli produk untuk keperluan sehari-hari. Sampel dalam
penelitian ini adalah pengunjung supermarket yang berada di Kota Yogyakarta.
Sebanyak 78 sampel konsumen yang mengunjungi 10 supermarket (Indogrosir,
Alfa, Goro, Indomart, Alfamart, Gardena, Mirota Kampus, Cemara Tujuh,
Robinson dan Ramai Supermarket). Hasil analisis dengan regresi menyimpulkan
bahwa harga berpengaruh terhadap perilaku pembelian. Konsumen akan
cenderung memilih produk yang dinilai memiliki harga jual yang lebih rendah
dibandingkan dengan produk sejenis.
2.5. Kerangka Pemikiran
PT. Mimoza merupakan perusahaan jasa penyediaan jaringan tv kabel
terbesar di Gorontalo. Banyaknya perusahaan sejenis yang banyak bermunculan
membuat persaingan semakin ketat. Untuk memenangkan persaingan dengan
perusahaan penyedia jasa tv kabel yang lain, PT. Mimoza harus
19
mempertimbangkan kembali kebijakan harga yang ditawarkan sehubungan
dengan kepuasan dan loyalitas pelanggan.
Tjiptono dkk. (2008) mengungkapkan harga sebagai salah satu elemen
bauran pemasaran yang membutuhkan pertimbangan cermat. Xia et al. (2004)
mengukapkan bahwa penilaian dari kewajaran harga kemungkinan besar
didasarkan pada perbandingan transaksi yang melibatkan berbagai pihak. Ketika
dirasakan terjadi perbedaan harga, maka tingkat kesamaan antara transaksi
merupakan unsur penting dari penilaian kewajaran harga. Penilaian kewajaran
juga tergantung pada berapa besar komperatif pihak yang terlibat dalam transaksi.
PT. Momoza saat ini menawarkan tarif berlangganan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan perusahaan lokal lainnya sehingga diperlukan suatu layanan
yang berbeda dan lebih baik dibandingkan dengan perusahaan lainnya. Perbedaan
layanan yang dirasakan dapat menimbulkan kewajaran harga di benak pelanggan.
Kewajaran harga yang dirasakan akan menimbulkan kepuasan terhadap
pelanggan.
20
2.6. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka hipotesis yang akan diuji
dalam penelitian ini adalah : “Terdapat pengaruh signifikan harga terhadap
kepusan pelanggan Mimoza TV”