1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Pembangunan infrastruktur yang baik akan mendukung perkembangan ekonomi
baik secara langsung maupun tidak langsung. Infrastruktur sendiri merupakan
prasyarat bagi sektor – sektor lain untuk berkembang dan juga sebagai sarana
penciptaan hubungan antara satu dengan lainnya. Pemberdayaan sumber daya untuk
membangun infrastuktur akan memicu proses ekonomi, sehingga menimbulkan
penggandaan dampak ekonomi maupun sosial (Setiadi, 2006). Salah satu infrastruktur
yang memiliki peran penting dalam mendukung manusia untuk dapat melakukan
aktivitasnya adalah infrastruktur transportasi massal.
Peran transportasi meningkat mengikuti perkembangan zaman pada penggunaan
sarana transportasi massal untuk mendukung pengambilan keputusan dalam aktivitas
sistem produksi dan investasi yang dapat meningkatkan kondisi ekonomi di sebuah
negara. Transportasi massal mempunyai peran dalam pembangunan negara yang
cukup besar, namun kenyataanya masih diwarnai dengan karakteristik transportasi
Indonesia yang dihadapkan pada kualitas dan kuantitas pelayanan yang rendah.
Indonesia dikenal sebagai negara berkembang dan negara urban dengan
kebutuhan mobilitas yang sangat tinggi. Menurut data yang dihimpun dari Departemen
Perdagangan Amerika Serikat pada tahun 2014, Indonesia menduduki peringkat no 4
di dunia dengan jumlah penduduknya mencapai 253.60 juta jiwa. Melihat kondisi yang
demikian, kereta api merupakan sarana transportasi massal yang efektif dan efisien
untuk diterapkan dalam menunjang pembangunan di Indonesia. Kereta api dapat
menampung penumpang dalam jumlah banyak dan berpindah dari suatu daerah ke
daerah lain dengan waktu tempuh yang relatif cepat. Kereta Api dapat menyediakan
akses bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa sehari-hari, serta
meningkatkan kehidupan sosial ekonomi.
Selama kurun waktu 70 tahun (1939 - 2009) terdapat kecenderungan terjadinya
penurunan prasarana jalan kereta api yang dioperasikan di Indonesia. Untuk
2
mewujudkan penyelenggaraan perkeretaapian nasional sesuai arah pengembangan
perkeretaapian nasional 2030, salah satu strategi yang harus ditempuh adalah strategi
pengembangan jaringan dan layanan perkeretaapian. Pengembangan jaringan dan
layanan perkeretaapian ini memperhatikan rencana tata ruang wilayah nasional,
rencana induk jaringan moda transportasi lainnya, dan kebutuhan angkutan
perkeretaapian pada tataran transportasi nasional. Sasaran dari strategi ini adalah
mewujudkan jaringan dan layanan perkeretaapian yang mampu meningkatkan
pangsapasar angkutan kereta api sesuai dengan Target Penyelenggaraan
Perkeretaapian Nasional Tahun 2030 (Kementerian Perhubungan RI, 2011).
Tantangan yang dihadapi kemudian adalah bagaimana meningkatkan pelayanan
jaringan jalur kereta api. Pelayanan ini dapat difokuskan dengan memberikan
kemudahan pengguna untuk mengakses jaringan jalur kereta api melalui sebuah
jaringan internet. Data perjalanan kereta api ditampilkan dalam bentuk web dengan
pendekatan spasial atau biasa disebut WebGIS. WebGIS adalah suatu sistem yang dapat
terhubung ke dalam jaringan internet yang digunakan untuk mengumpulkan,
menyimpan, dan menampilkan data bergeoreferensi atau data yang
mengidentifikasikan lokasi objek tanpa adanya kebutuhan penggunaan software SIG
(Painho dkk., 2001).
Peta online interaktif mengenai jaringan jalur kereta api dilengkapi analitis
visual dengan visual thinking. Analitis visual bertujuan untuk menggabungkan
kekuatan pengolahan data dari manusia dan komputasi dimana keduanya bekerja sama
secara grafis untuk tercapainya pemahaman oleh pengguna (Andrienko dkk., 2010).
Analitis visual ini perlu didukung dengan penyajian variabel visual pada pembuatan
peta tersebut. Kerja sama yang baik dibutuhkan untuk menganalisis data spatio
temporal yang luas dan kompleks sehingga dapat digunakan untuk mendukung
pengambilan keputusan. Dalam lingkungan geovisualization, peta digunakan untuk
merangsang berpikir visual tentang pola geospasial, hubungan dan kecerendungan
(Kraak, 2003). Dari fungsi peta tersebut, pengguna peta dapat melakukan analitis
visual dengan visual interaktif terhadap tampilan peta yang disajikan sehingga
memunculkan pemahaman dan pengetahuan baru untuk mengambil keputusan.
Target pengguna dari pembuatan peta online interaktif mengenai jaringan jalur
kereta api adalah masyarakat umum khususnya yang menggunakan transportasi umum
3
Kereta api Commuter line Jabodetabek (KCJ), pengambil kebijakan terkait
perkeretaapian untuk menemukan pemahaman dan wawasan baru sehingga
menemukan pola kecenderungan untuk dapat mendukung pengambilan keputusan,
serta untuk akademisi atau peneliti yang memiliki ketertarikan pada bidang webGIS
maupun bidang transportasi khususnya perkeretaapian. Hasil pembuatan peta ini
disajikan dalam web dengan tampilan peta geometrik dan peta skematik.
I.2 Rumusan Masalah
Kajian transportasi khususnya mengenai transportasi massal kereta api memiliki
dimensi persoalan dengan rentang yang luas dan kompleks. Dimensi persoalan
tersebut dapat menyangkut aspek lokasi, aspek ekonomi, aspek lingkungan, aspek
politik, dan aspek sosial. Dimensi persoalan tersebut saling mempengaruhi satu sama
lain misalnya dalam penentuan jaringan jalur kereta api. Data mengenai jaringan jalur
kereta api dapat berupa data spasial yaitu stasiun, data jaringan jalur kereta api, serta
data temporal yaitu data waktu perjalanan kereta api.
Pengolahan dan penyajian data spatio temporal mengenai jaringan jalur kereta
api sangat menentukan pemahaman pengguna terhadap data yang disajikan tersebut.
Data yang disajikan dikombinasikan dan harus mampu memunculkan pola dan
kecenderungan sehingga pengguna dapat memperoleh pemahaman baru. Dalam hal
kebutuhan terhadap data mengenai jaringan jalur kereta api, pengguna dapat dibagi
menjadi masyarakat pengguna kereta api, akademisi, dan pengambil kebijakan.
Namun seringkali pengguna masih mengalami kesulitan dalam memahami pola dan
kecenderungan terhadap data spatio temporal dari jaringan jalur kereta api. Oleh
karena itu, aspek usabilitas perlu ditekankan pada hasil dari pengolahan data ini
sehingga hasil bisa memberikan manfaat bagi pengguna khususnya pengambil
kebijakan untuk merumuskan kebijakan baru guna memperbaiki sarana dan prasanan
perkeretaapian. Oleh karena itu dari rumusan masalah tersebut menimbulkan suatu
permasalahan yaitu bagaimana mengkombinasikan data spasial dan data temporal
tersebut serta memvisualisasikannya menjadi peta online interaktif yang dilengkapi
dengan fungsi analitis visual sehingga dapat digunakan dan diakses dengan mudah
oleh pengguna.
4
I.3 Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan dari kegiatan penelitian ini adalah
1. Bagaimana menyajikan data dan informasi spatio temporal dari jaringan jalur
kereta api? Metode visualisasi apa yang sesuai untuk digunakan jika ditampilkan
dalam bentuk peta berbasis web?
2. Bagaimana usabilitas dan kebermanfaatan hasil penelitian ini bagi pengguna dari
kalangan pengambil kebijakan, akademisi dan masyarakat?
I.4 Cakupan Penelitian
Kegiatan pembuatan peta online interaktif untuk penyajian informasi jaringan
jalur kereta api berbasis web dan SIG ini berfokus pada unit spasial analisis untuk
wilayah Jakarta dan Banten, dengan cakupan kegiatan penelitian sebagai berikut.
1. Data yang akan ditampilkan dalam peta yaitu data jadwal perjalanan kereta api,
data stasiun yang dilalui beserta waktunya, data jalur perjalanan kereta api,
lokasi stasiun, informasi stasiun, informasi atribut pendukung jaringan jalur,
nama kereta beserta kelasnya
2. Peta yang dilengkapi dengan analitis visual dengan komunikasi visual dan
berfikir secara visual
3. Peta online interaktif ini disajikan menggunakan dua metode tampilan peta yang
berbeda yaitu peta geometrik dengan peta skematik
4. Data temporal yang digunakan pada penelitian ini dibatasi pada jadwal waktu
perjalanan Kereta api Commuter line Jabodetabek (KCJ)
5. Pengguna dapat mengunduh data hanya dari peta skematik tidak pada geometrik
6. Pengguna tidak dapat melakukan pencarian jadwal secara langsung dalam web
ini karena sudah tersedia dalam web resmi dari PT KCJ dan web ini mendukung
fungsi web PT KCJ yang belum tersedia.
7. Pada peta online interaktif ini, peta perjalanan kereta api tidak ditampilkan
secara realtime serta pengguna atau masyarakat dapat melihat dan melakukan
analisis tidak untuk menambah data.
5
8. Hasil dari penelitian ini tidak dilengkapi dengan aspek geolocation dan Location
Based Service (LBS)..
9. Fokus pengguna dari penelitian ini adalah pengambil kebijakan khususnya PT
KAI dan Ditjen Perkeretaapian sebagai dasar perumusan kebijakan baru untuk
perbaikan sarana dan prasarana perkeretaapian.
I.5 Tujuan Penelitian
Tujuan umum yang ingin dicapai dari kegiatan penelitian ini adalah membuat
peta online interaktif yang menampilkan jaringan jalur kereta api di wilayah Jakarta
dan Banten. Sedangkan tujuan khusus yang ingin dicapai dari kegiatan penelitian ini
adalah
1. Mengolah data dan informasi mengenai jaringan jalur kereta api wilayah Jakarta
dan Banten dalam bentuk peta online interaktif.
2. Menampilkan peta online interaktif dalam bentuk tampilan peta geometrik dan
peta skematik yang dilengkapi dengan fungsi analitis visual sebagai bahan
analisis lanjut.
3. Memperoleh tanggapan pengguna dari peta online interaktif tersebut untuk
dilakukan analisis terhadap usabilitas dari hasil.
I.6 Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan penelitian ini adalah
1. Bagi masyarakat umum dan atau peneliti, peta online interaktif ini dapat
menyajikan informasi tentang perjalanan kereta api yang kompleks menjadi
sebuah peta berbasis web yang sederhana, menarik, mudah dipahami, serta dapat
diakses dengan mudah melalui internet.
2. Bagi instansi pemerintah dan atau pengambil keputusan, peta online interaktif
ini dapat digunakan untuk memantau jaringan perkembangan perjalanan kereta
api yang kemudian dapat dijadikan sebagai bahan analisis lanjut untuk
pengambilan keputusan berbasis spasial.
6
I.7 Tinjauan Pustaka
Andrienko dkk (2007) menuliskan bahwa penggunaan analitis visual yang sesuai
dapat membantu menganalisis kumpulan data mengenai perpindahan dalam jumlah
besar. Analitis visual memungkinkan secara efektif mendukung pemahaman manusia
mengenai perubahan perilaku manusia dan lingkungan serta bagaimana pola
mobilitasnya. Sebuah framework digunakan untuk analisis yang dikombinasikan
dengan interaksi analitis visual sehingga dapat mendukung pemahaman, kesadaran,
dan kebutuhan pengguna dengan operasi basisdata dan metode komputasi yang dapat
memvisualisasikan sekumpulan data dalam jumlah besar. Data yang digunakan
sebagai contoh adalah pergerakan posisi mobil pribadi yang dideteksi dengan
menggunakan teknologi GPS dengan lebih dari 100.000 posisi dan pergerakan posisi
dari 50 truk di area Athena yang dideteksi dengan GPS selama 41 hari.
Ramos dkk (2015) dalam penelitiannya menggunakan analitis visual yang
merupakan kombinasi dari teknik analisis data dengan visualisasi interaktif untuk
memfasilitasi proses mendapatkan informasi dari data yang luas dan kompleks.
Analitis visual yang dilakukan adalah untuk mewadahi eksplorasi data temporal
berbasis keruangan melalui peta yang terdiri dari berbagai variabel dan parameter
untuk dilakukan analisis. Di Portugal, identifikasi dari zona kecelakaan di jalan raya
atau black spot disajikan dengan pendekatan dinamis berdasarkan teknik analitis visual
yang dapat mengidentifikasikan perubahan black spot tersebut dalam bentuk grafik
berdasarkan waktu terjadinya selama 12 bulan. Melalui visualisasi ini, penelitian dan
identifikasi mengenai masalah sosial dan ekonomi dapat menambah sebuah
pemahaman baru yang kemudian meningkatkan dan mendukung proses pengambilan
keputusan.
Wang dkk (2009) melakukan penelitian mengenai analitis visual spatio
temporal. Data yang digunakan merupakan perkembangan jaringan jalur kereta api,
perkembangan dari aksesibilitas spasial, dan dampaknya terhadap pertumbuhan
ekonomi dan sistem urbanisasi pada jangka waktu 1906 sampai 2000. Data yang
digunakan adalah data temporal dan data spasial untuk visualisasi datanya. Dari hasil
penelitiannya mengindikasikan bahwa perkembangan jalur kereta api secara signifikan
7
mendukung pertumbuhan ekonomi dan berpengaruh secara langsung terhadap pola
sistem urbanisasi di China.
Wicaksono dkk (2010) juga melakukan penelitian mengenai pemetaan jalur
kereta api dan analisa trafik menggunakan sistem informasi geografis. Dalam
penelitiannya menggunakan sistem informasi geografis dilakukan pula analisa tentang
data dari perjalanan kereta api meliputi data peta jalur dan data jadwal kereta api.
Tahapan proses yang dilakukan pada penelitian ini adalah digitasi, pemetaan, dan
query basisdata. Sistem informasi ini berbasis web dan menggunakan teknologi yaitu
MapServer sebagai web server, php, html, dan javascript sebagai pembangun sistem
dan basisdata PostgreSQL sebagai penyimpan data.
Avelar (2002) dalam disertasinya juga mempresentasikan jaringan transportasi
umum dengan membuat peta skematik. Dasar pemikiran dari disertasinya adalah lebih
penting menyajikan jaringan transportasi yang memudahkan pembacaan oleh
pengguna daripada menunjukkan lokasi geografis yang akurat pada peta. Peta
skematik dibuat dengan menggunakan tangan secara langsung atau perangkat lunak
grafis. Peta skematik merupakan peta yang membutuhkan perancang peta yang
terampil. Pembuat peta menyesuaikan desain peta skematik dengan calon pengguna
dan pertanyaan pengguna yang mungkin akan diajukan sehingga dapat dijawab
melalui peta ini. Menurut hasil penelitiannya, tidak ada pedoman kartografi yang dapat
digunakan sebagai dasar untuk mendesain peta skematik. Tingkatan otomatis dari peta
skematik boleh jadi meningkatkan hasil dan membuat proses pembuatan lebih cepat
dan murah sehingga memperluas penggunaan peta skematik untuk khalayak yang lebih
luas, terutama pengguna sistem transportasi.
I.8 Landasan Teori
I.8.1 Perkeretaapian Nasional
Berdasarkan Rencana Induk Perkeretaapian Nasional yang telah disusun oleh
Kementerian Perhubungan pada tahun 2011 menyebutkan bahwa perkeretaapian
8
adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas prasarana, sarana, dan sumber daya
manusia, serta norma, kriteria, persyaratan, dan prosedur untuk penyelenggaraan
transportasi kereta api. Rencana Induk Perkeretaapian Nasional merupakan
perwujudan dari tatanan perkeretaapian umum yang memuat kondisi perkeretaapian
nasional saat ini dan rencana pengembangan perkeretaapian nasional sampai dengan
tahun 2030 yang akan datang. Rencana Induk Perkeretaapian Nasional ini disusun
dengan memperhatikan (Kementerian Perhubungan RI, 2011):
a. Rencana tata ruang wilayah nasional;
b. Rencana induk jaringan moda transportasi lainnya; dan
c. Kebutuhan angkutan perkeretaapian pada tataran transportasi nasional yang
meliputi:
1) Prakiraan jumlah perpindahan penumpang dan/atau barang:
a) antarpusat kegiatan nasional;
b) antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan luar negeri;
c) antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan provinsi.
2) Prakiraan jumlah perpindahan orang dan/atau barang dari dan ke simpul
moda transportasi lain yang harus dilayani oleh perkeretaapian nasional;
3) Prakiraan jumlah penumpang dalam kawasan perkotaan yang
cakupannya melebihi wilayah provinsi.
Sedangkan prasarana perkeretaapian sebagai pendukung pelaksanaan kegiatan
berdasarkan rencana induk perkeretaapian nasional meliputi jalur kereta api, stasiun
kereta api, dan fasilitas operasi kereta api agar kereta api dapat dioperasikan. Jalur
kereta api untuk perkeretaapian umum membentuk satu kesatuan jaringan jalur kereta
api. Jaringan jalur kereta api adalah seluruh jalur kereta api yang terkait satu dengan
yang lain yang menghubungkan berbagai tempat sehingga merupakan satu sistem.
Stasiun kereta api berfungsi sebagai tempat kereta api berangkat atau berhenti untuk
melayani naik turun penumpang, bongkar muat barang dan / atau keperluan operasi
kereta api. Stasiun kereta api dikelompokkan dalam kelas besar, kelas sedang, dan
kelas kecil. Pengelompokkan kelas stasiun ini berdasarkan kriteria fasilitas operasi,
frekuensi lalu lintas, jumlah penumpang, jumlah barang, jumlah jalur, dan fasilitas
penunjang (UU No.23, 2007).
9
I.8.2 Sistem Informasi Geografis berbasis Internet
Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) atau SIG
merupakan sistem berbasis komputer yang memiliki kemampuan dalam menangani
data bereferensi geospasial yaitu pemasukkan data, manajemen data (penyimpanan
dan pemanggilan kembali), manipulasi dan analisis data, serta keluaran sebagai hasil
akhir. Hasil akhir (output) dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan pada
masalah yang berhubungan dengan geografi (Aronoff, 1989).
SIG berbeda dengan sistem informasi lainnya dikarenakan SIG mampu
mengolah dan menampilkan data yang berorientasi geografis. SIG mempunyai
kemampuan untuk menghubungkan berbagai data pada suatu titik tertentu di bumi,
menggabungkannya, menganalisa dan akhirnya memetakannya, sehingga SIG mampu
menjawab berbagai masalah terkait dengan lokasi, kondisi, trend, pola, dan
pemodelan.
Menurut Hanon dan Anderson (2003), terdapat lima komponen dalam
pengoperasian Sistem Informasi Geografis (SIG) yang terdiri atas:
1. Manusia, merupakan orang yang mengoperasikan, menjalankan,
mengembangkan bahkan memperoleh manfaat dari sistem.
2. Metode, berupa tahapan-tahapan atau cara yang digunakan dalam menjalankan
sistem untuk menghasilkan atau mencapai tujuan tertentu
3. Data, dapat diartikan sebagai kumpulan dari fakta yang ada di lapangan. Dalam
Sistem Informasi Geografis (SIG) terdapat dua macam data yaitu data spasial
dan data non-spasial/atribut. Data spasial merupakan data yang
merepresentasikan fenomena-fenomena yang ada di permukaan bumi/keruangan
yang memiliki referensi koordinat seperti peta, foto udara, citra satelit dan
sebagainya. Data non-spasial atau yang biasa disebut dengan data atribut
merupakan data yang merepresentasikan aspek-aspek deskriptif dari fenomena
yang dimodelkannya.
4. Software, merupakan perangkat lunak dalam SIG berupa program aplikasi yang
memiliki kemampuan untuk mengolah, menyimpan, memroses, menganalisis
dan menyajikan data SIG. Contoh software SIG yaitu: ArcView, MapInfo,
ILWIS dan lain sebagainya.
10
5. Hardware, merupakan perangkat keras yang diperlukan untuk menjalankan
sistem agar dapat berfungsi sebagai mana mestinya. Contoh hardware yang
digunakan dalam SIG yaitu komputer, printer, scanner, digitizer, plotter dan lain
sebagainya.
Dengan adanya kemajuan teknologi informasi membuat konsep SIG semakin
berkembang sehingga menimbulkan konsep SIG berbasis web atau dikenal dengan
webGIS. WebGIS adalah suatu sistem yang dapat terhubung kedalam jaringan internet
yang digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menampilkan data informasi
bergeoreferensi atau data yang mengidentifikasikan lokasi objek tanpa adanya
kebutuhan penggunaan software SIG (Painho dkk., 2001).
Menurut Kraak dan Brown (2001), peta berbasis web dikategorikan menjadi dua
model, yaitu peta statis dan peta dinamis. Masing-masing kategori tersebut dibagi lagi
menjadi dua tipe yaitu tampilan saja dan interaktif seperti pada Gambar I. 1.
Gambar I. 1. Skema peta berbasis web (Kraak dan Brown, 2001)
Penjelasan Gambar I. 1 adalah sebagai berikut:
1. Peta statis tampilan saja: merupakan peta berbasis web yang peta dasarnya
didapat dari hasil pindai peta yang dibutuhkan, kemudian dimasukkan ke dalam
web dalam bentuk bitmaps dan berformat raster.
2. Peta statis interaktif: merupakan peta berbasis web yang peta dasarnya berasal
dari hasil pindai peta yang dibutuhkan, peta tersebut memiliki fungsi seperti
zooming dan panning serta dapat memunculkan informasi pada peta. Peta ini
berformat raster.
3. Peta dinamis tampilan saja: merupakan peta berbasis web yang dibuat
menggunakan script-script pembuat peta seperti Java Script, VRML,
11
QuicktimeVR dan lain-lain. Namun peta ini tidak berisikan animasi-animasi pada
petanya, hanya berupa fungsi zooming dan panning.
4. Peta dimanis interaktif: merupakan peta berbasis web yang dibuat menggunakan
script-script pembuat peta seperti Java Script, VRML, QuicktimeVR. Peta ini
berisi fungsi-fungsi seperti zooming, panning, geocoding, geotagging dan
pencarian lokasi.
Sebuah web atau internet telah mengubah perspektif peran dari sebuah peta.
Suatu peta yang didukung dengan teknologi web dapat memunculkan fungsi dari peta
itu sendiri. Gambar I. 2. menunjukan peran baru dari peta yang disajikan dengan
menggunakan halaman web. Salah satu yang menarik dan merupakan fungsi baru dari
sebuah peta adalah perannya sebagai mesin pencarian. Ini tentunya relevan dengan
peta sebagai bagian dari Infrastruktur Data Spasial (IDS). Peta tentunya juga dapat
dijadikan sebagai sarana untuk menyajikan data geospasial selama proses pencarian
untuk menilai keakuratan data sebelum proses akuisisi data. Peta juga bisa sebagai
visualisasi informasi yang berfungsi menyimpan indeks dan menyajikannya untuk
informasi lainnya baik informasi geospasial maupun non geospasial (Kraak, 2004).
Gambar I. 2. Fungsi peta pada halaman web (Kraak, 2004)
I.8.3 Kartografi dan Geovisualisasi
Asosiasi Kartografi Internasional atau ICA mendefinisikan kartografi sebagai
seni, ilmu pengetahuan, dan teknologi dalam pembuatan peta bersamaan dengan studi
pembelajarannya sebagai dokumen ilmiah dan seni (ICA, 1973). Perkembangan
12
kartografi dipengaruhi oleh kemajuan teknologi, perkembangan masyarakat dan
kebutuhan manusia terhadap peta. Menurut Asosiasi Kartografi Internasional atau
ICA, peta adalah gambaran atau representasi unsur – unsur ketampakan abstrak yang
dipilih dari permukaan bumi yang ada kaitannya dengan permukaan bumi atau benda
– benda angkasa, yang pada umumnya digambarkan pada suatu bidang datar dan
diperkecil/diskalakan (ICA, 1973).
Peta merupakan hasil karya ilmu, seni dan teknologi yang dapat dijadikan
sebagai media komunikasi dalam memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap
informasi kenampakan unsur – unsur abstrak yang ada di permukaan bumi. Metode
visualisasi pada peta berdasarkan fungsi komunikasi dan ragam pengguna peta dikenal
menjadi dua yaitu pengguna umum dikenal dengan metode komunikasi visual dan
pengguna personal yang memfasilitasi pengguna untuk berfikir secara visual (DiBiase,
1990). Gambar I. 3. menjelaskan mengenai metode visualisasi pada peta berdasarkan
fungsi komunikasi dan ragam pengguna peta.
Gambar I. 3. Metode visualisasi pada peta (DiBiase, 1990)
Konsep kartografi yang dapat mendukung fungsi peta sebagai alat komunikasi
visual dan berfikir secara visual adalah penyajian peta yang dilengkapi dengan
penggunaan variabel visual yang sesuai. Simbolisasi kartografi pada intinya adalah
pemilihan simbol yang tepat dan secara kreatif dapat menggambarkan data spasial dan
data atribut dengan apa yang disebut oleh Bertin (1983) sebagai "variabel visual"
13
dalam DiBiase dkk (1992). Ada terdapat tujuh variabel visual yang berbeda untuk
setiap tipe geometri yang digunakan untuk menggambarkan informasi spasial dan
atribut dari peta yaitu posisi, ukuran, nilai, tekstur, warna, arah dan bentuk seperti yang
ditunjukkan pada Gambar I. 4.
Gambar I. 4. Variabel visual menurut Bertin (1983) dan keefektifannya dalam
menandakannya tiga tingkatan dari ukuran data (DiBiase dkk., 1992)
Dengan kemajuan teknologi, kebutuhan masyarakat terhadap peta serta
perkembangan teknik visualiasasi maka berkembang pula metode geovisulisasi yang
dapat mempresentesasikan kenampakan permukaan bumi dalam bentuk peta. Dalam
lingkungan geovisualization, peta digunakan untuk merangsang berpikir visual tentang
pola geospasial, hubungan dan kecerendungan (Kraak, 2003). Geovisualisasi dapat
dideskripsikan sebagai suatu ilmu dengan batasan kajian meliputi eksplorasi visual,
analisis, sintesis dan penyajian dari data geospasial dengan pendekatan yang
terintegrasi dari representasi dan analisis informasi lainnya meliputi teknik visualisasi,
14
analisis gambar, visualisasi informasi, eksplorasi analisis data, dan GIScience (Dykes
dkk., 2005).
Geovisualisasi mengintegrasikan pendekatan dari visualiasi dengan komputasi,
kartografi, analisis gambar, visualisasi informasi, eksplorasi analisis data, dan sistem
informasi geografis untuk menyajikan informasi, metode dan perangkat yang cocok
untuk eksplorasi visual, analisis, sintesis, dan penyajian data geospasial atau data yang
memiliki referensi spasial (MacEachren dan Kraak, 2001). Tampilan peta dengan
geovisualisasi akan mendukung kegunaan peta sebagai media pengambilan keputusan.
I.8.4 Analitis Visual Data Spatio Temporal
Visualisasi merupakan proses dimana manusia dan komputer bekerja sama
secara grafis untuk tercapainya analitis visual. Analitis visual menggabungkan teknik
analisis secara otomatis dengan visualisasi interaktif untuk pemahaman yang efektif,
penalaran, dan pengambilan keputusan pada tingkat dasar yang digunakan pada data
yang besar dan kompleks (Keim dkk., 2008). Analitis visual bertujuan untuk
mengkombinasikan kekuatan pengolahan data dari manusia dan komputasi. Kerja
sama yang baik dibutuhkan untuk menganalisis data spatio temporal dan memecahkan
masalah spatio temporal (Andrienko dkk., 2010). Gambar I. 5. berikut
menggambarkan kerja sama antara manusia dan komputer untuk mendukung
tercapainya analitis visual.
Gambar I. 5. Kerja sama manusia dan komputer dalam analitis visual
(Keim dkk., 2008)
15
Analitis spatio temporal bukan sesuatu pekerjaan yang membutuhkan kualifikasi
yang tinggi. Setiap orang bisa melakukannya dan secara tidak sadar mereka
melakukannya sepanjang hari. Ketika mereka akan mengambil keputusan terkait
spasial, mereka akan membuat daftar semua kemungkinan pilihan dan akan
memutuskan strategi yang cocok untuk pengambilan keputusan. Ketika masyarakat
akan menyusun rencana, mereka akan mempertimbangkan mengenai ruang dan waktu
untuk mengoptimalkan rencana yang mereka susun (Andrienko dkk., 2010). Analitis
visual spatio temporal memungkinkan penggunaan informasi keruangan dan waktu
untuk melakukan analisis secara visual yang dapat digunakan untuk mendesain sebuah
perencanaan dalam pengambilan keputusan.
Para analis menggunakan peta interaktif untuk melaporkan posisi pengamatan
yang kompleks dan besar menjadi terstruktur, kemudian data spasial dan temporal
direferensikan dan ditambahkan ke basis data lalu secara bersamaan divisualisasikan
(Andrienko dkk., 2010).
I.8.5 Peta Skematik
Transformasi dari bentuk fisik bumi menjadi sebuah gambar representasinya
membutuhkan sebuah abstraksi yang dapat membawa dunia nyata kedalam sebuah
sketsa. Langkah – langkah yang dapat dilakukan mulai dari mengidentifikasi objek di
dunia nyata, interpretasi dan simbolisasi, serta mempertahankan hubungan spasial.
Contoh abstraksi yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan sketsa dan membuat
peta skematik (Avelar, 2002). Peta skematik berbeda dari sketsa dalam melakukan
representasi bagian tertentu dari dunia nyata secara lengkap (Freksa dkk., 2000).
Peta skematik merupakan salah satu representasi diagram yang mudah untuk
diikuti berdasarkan generalisasi garis yang biasanya digunakan untuk menunjukkan
sistem transportasi. Meskipun dalam istilah geometris, peta skematik dapat dikatakan
tidak akurat dimana panjang garis dan bentuk fisiknya tidak sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya. Sedangkan untuk tujuan, arah, dan jarak dapat dipertahankan dengan
kasar, namun untuk topologi informasi dari jaringan garis harus dapat dipertahankan
(Avelar, 2002). Karakteristik lain dari peta skematik yaitu tidak memiliki faktor skala
yang konstan untuk keseluruhan area dalam peta (Monmonier, 1996). Pada
16
kenyataannya, perbedaan kriteria antara geometri dan estetika dapat digunakan untuk
merancang peta skematik. Hal ini biasanya digunakan untuk menemukan perbedaan
dalam hal model, dan pada intinya kegunaan peta adalah untuk menampilkan
kesederhanaan grafis namun tetap mempertahankan konten informasi jaringan serta
tampilan agar mudah dipahami (Avelar, 2002).
Contoh yang paling sering digunakan dari peta skematik adalah peta bawah
tanah. Ini bukan tanpa alasan karena Peta Bawah Tanah London adalah pelopor
diagram, dibuat pada tahun 1931 oleh Henry C. Beck, seorang juru gambar teknik pada
saat berumur 29 tahun. Beck membutuhkan waktu dua tahun dari upayanya sehingga
peta skematik menjadi terkenal dan diterima oleh public. Pada kenyataanya, Beck
menyusun diagram untuk membantu pengunjung bawah tanah berhenti di stasiun
pemberhentian yang benar, dan membuat jaringan dan mendapatkan tujuan yang
diinginkan, namun ternya peta dapat berfungsi lebih dari sekedar itu. Diagram ini
menawarkan visualisasi yang unik dari pola jaringan yang mungkin paling rumit di
dunia. Sebelum dibentuk diagram, akan sangat kesulitan untuk memahami jaringan rel
yang kompleks seperti London yang mana tidak berbentuk seperti Kota New York
atau Kota Paris (Avelar, 2002). Gambar I. 6. di bawah ini menggambarkan peta bawah
tanah yang dibuat oleh Beck berupa peta geometrik, sedangkan Gambar I. 7.
Menggambarkan peta bawah tanah yang dibuat oleh Beck juga namun dalam bentuk
peta skematik. Dari kedua peta di bawah ini, dapat dilihat perbedaan mengenai
penyajian peta geometrik dan peta skematik untuk memvisualisasikan jaringan
transportasi.
Sementara itu, untuk membuat sederhana, peta skematik berfokus pada jaringan
rute tidak pada lingkungan secara keseluruhan atau arah jaringan secara nyata. Konsep
dari garis kartografi sebagai rute merupakan salah satu ilmu tertua dalam ilmu
kartografi (Avelar, 2002).
Peta skematik digunakan untuk mengkomunikasikan ide – ide geografis dan
dirancang secara profesional untuk memberikan gambaran kepada ribuan pengguna
dari sistem transportasi umum. Pekerjaan membuat peta skematik untuk
mempresentasikan jaringan transportasi mungkin dapat dipandang sebagai kegiatan
yang mudah, namun desain yang mendasari peta tersebut bisa sangat kompleks. Secara
sadar atau tidak, seorang kartografer menerapkan berbagai teknik kartografi
17
generalisasi untuk menekankan informasi penting dan untuk meningkatkan kejelasan
konten peta (Avelar dan Hurni, 2006).
Gambar I. 6. Peta bawah tanah dari London secara geometrik (Garland, 1994)
Gambar I. 7. Peta skematik Diagram Beck yang dikeluarkan Januari 1933 (Garland,
1994)
18
I.8.6 Uji Usabilitas
Usabilitas merupakan tingkat kebergunaan suatu produk bagi pengguna.
Usabilitas sudah menjadi standar internasional (ISO 9421) untuk mengukur
efektivitas, efisiensi, dan tingkat kepuasan pengguna terhadap pemahaman dan
pemanfaatan suatu produk misalnya peta (ISO, 1998). Efektivitas mengacu pada
tingkat ketepatan dan kelengkapan dengan kebutuhan pengguna untuk mencapai
target yang telah ditetapkan. Efisiensi mengacu pada tingkat kecepatan aktivitas atau
tugas pengguna dalam kaitannya ketepatan dan kelengkapan dengan tujuan yang ingin
dicapai pengguna. Kepuasan mengacu pada terbebasnya dari rasa tidak nyaman dan
sikap positif terhadap penggunaan produk (Hunter dkk., 2003).
Teknik yang biasa digunakan untuk melakukan uji usabilitas adalah sebagai
berikut (Holzinger, 2005):
a. Structured Interview
Merupakan wawancara terstruktur (atau semi terstruktur) terhadap pakar
atau target pengguna atau peserta test tentang kebergunaan produk (dilakukan
pada saat atau sesudah peerta tes mencoba produk)
b. Heuristic Evaluation
Merupakan evaluasi secara komprehensif oleh pakar
c. Think Aloud Evaluation
Merupakan evaluasi di dalam studio/laboratorium yang dilengkapi dengan
video perekam aktivitas. Peserta tes berinteraksi dengan produk dalam
menyelesaikan tugas yang diberikan dengan ketentuan peserta tes secara verbal
menyampaikan apa yang dipikirnya selama berinteraksi dengan produk.
d. Questionnaire
Merupakan evaluasi di akhir aktivitas tes dengan cara meminta peserta
tes menuliskan jawaban dari pertanyaan yang ada di kuisioner berdasarkan
pengalaman mereka menggunakan produk.
Fokus kajian usabilitas peta adalah bagaimana tampilan peta dan antar muka peta
interaktif membantu orang dalam menggunakan peta secara tepat, cepat dan
memuaskan. Usabilitas erat dengan bidang kajian HCI atau Human Computer
19
Interaction. Berikut adalah beberapa elemen dari usabilitas data spasial yang terdiri
atas (Hunter dkk., 2003):
a. Penambahan nilai terhadap informasi spasial melalui integrasi data
b. Penyediaan fungsi layanan bagi pengguna
c. Kenyamanan dan kecepatan akses data
d. Biaya pengadaan data yang relatif rendah
e. Metode penyajian kepada pengguna
f. Penerapan variabel visual
g. Kemudahan interaksi antara data spasial yang disajikan dengan pengguna
h. Keakuratan data yang dapat bersumber dari basisdata pemerintah
i. Perangkat lunak untuk antar muka dan metode visualisasi yang digunakan