19
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan infrastruktur yang baik akan mendukung perkembangan ekonomi baik secara langsung maupun tidak langsung. Infrastruktur sendiri merupakan prasyarat bagi sektor sektor lain untuk berkembang dan juga sebagai sarana penciptaan hubungan antara satu dengan lainnya. Pemberdayaan sumber daya untuk membangun infrastuktur akan memicu proses ekonomi, sehingga menimbulkan penggandaan dampak ekonomi maupun sosial (Setiadi, 2006). Salah satu infrastruktur yang memiliki peran penting dalam mendukung manusia untuk dapat melakukan aktivitasnya adalah infrastruktur transportasi massal. Peran transportasi meningkat mengikuti perkembangan zaman pada penggunaan sarana transportasi massal untuk mendukung pengambilan keputusan dalam aktivitas sistem produksi dan investasi yang dapat meningkatkan kondisi ekonomi di sebuah negara. Transportasi massal mempunyai peran dalam pembangunan negara yang cukup besar, namun kenyataanya masih diwarnai dengan karakteristik transportasi Indonesia yang dihadapkan pada kualitas dan kuantitas pelayanan yang rendah. Indonesia dikenal sebagai negara berkembang dan negara urban dengan kebutuhan mobilitas yang sangat tinggi. Menurut data yang dihimpun dari Departemen Perdagangan Amerika Serikat pada tahun 2014, Indonesia menduduki peringkat no 4 di dunia dengan jumlah penduduknya mencapai 253.60 juta jiwa. Melihat kondisi yang demikian, kereta api merupakan sarana transportasi massal yang efektif dan efisien untuk diterapkan dalam menunjang pembangunan di Indonesia. Kereta api dapat menampung penumpang dalam jumlah banyak dan berpindah dari suatu daerah ke daerah lain dengan waktu tempuh yang relatif cepat. Kereta Api dapat menyediakan akses bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa sehari-hari, serta meningkatkan kehidupan sosial ekonomi. Selama kurun waktu 70 tahun (1939 - 2009) terdapat kecenderungan terjadinya penurunan prasarana jalan kereta api yang dioperasikan di Indonesia. Untuk

BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/114332/potongan/S1-2017...Menurut data yang dihimpun dari ... berpindah dari suatu daerah ke daerah lain dengan waktu tempuh

  • Upload
    phamdan

  • View
    214

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Pembangunan infrastruktur yang baik akan mendukung perkembangan ekonomi

baik secara langsung maupun tidak langsung. Infrastruktur sendiri merupakan

prasyarat bagi sektor – sektor lain untuk berkembang dan juga sebagai sarana

penciptaan hubungan antara satu dengan lainnya. Pemberdayaan sumber daya untuk

membangun infrastuktur akan memicu proses ekonomi, sehingga menimbulkan

penggandaan dampak ekonomi maupun sosial (Setiadi, 2006). Salah satu infrastruktur

yang memiliki peran penting dalam mendukung manusia untuk dapat melakukan

aktivitasnya adalah infrastruktur transportasi massal.

Peran transportasi meningkat mengikuti perkembangan zaman pada penggunaan

sarana transportasi massal untuk mendukung pengambilan keputusan dalam aktivitas

sistem produksi dan investasi yang dapat meningkatkan kondisi ekonomi di sebuah

negara. Transportasi massal mempunyai peran dalam pembangunan negara yang

cukup besar, namun kenyataanya masih diwarnai dengan karakteristik transportasi

Indonesia yang dihadapkan pada kualitas dan kuantitas pelayanan yang rendah.

Indonesia dikenal sebagai negara berkembang dan negara urban dengan

kebutuhan mobilitas yang sangat tinggi. Menurut data yang dihimpun dari Departemen

Perdagangan Amerika Serikat pada tahun 2014, Indonesia menduduki peringkat no 4

di dunia dengan jumlah penduduknya mencapai 253.60 juta jiwa. Melihat kondisi yang

demikian, kereta api merupakan sarana transportasi massal yang efektif dan efisien

untuk diterapkan dalam menunjang pembangunan di Indonesia. Kereta api dapat

menampung penumpang dalam jumlah banyak dan berpindah dari suatu daerah ke

daerah lain dengan waktu tempuh yang relatif cepat. Kereta Api dapat menyediakan

akses bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa sehari-hari, serta

meningkatkan kehidupan sosial ekonomi.

Selama kurun waktu 70 tahun (1939 - 2009) terdapat kecenderungan terjadinya

penurunan prasarana jalan kereta api yang dioperasikan di Indonesia. Untuk

2

mewujudkan penyelenggaraan perkeretaapian nasional sesuai arah pengembangan

perkeretaapian nasional 2030, salah satu strategi yang harus ditempuh adalah strategi

pengembangan jaringan dan layanan perkeretaapian. Pengembangan jaringan dan

layanan perkeretaapian ini memperhatikan rencana tata ruang wilayah nasional,

rencana induk jaringan moda transportasi lainnya, dan kebutuhan angkutan

perkeretaapian pada tataran transportasi nasional. Sasaran dari strategi ini adalah

mewujudkan jaringan dan layanan perkeretaapian yang mampu meningkatkan

pangsapasar angkutan kereta api sesuai dengan Target Penyelenggaraan

Perkeretaapian Nasional Tahun 2030 (Kementerian Perhubungan RI, 2011).

Tantangan yang dihadapi kemudian adalah bagaimana meningkatkan pelayanan

jaringan jalur kereta api. Pelayanan ini dapat difokuskan dengan memberikan

kemudahan pengguna untuk mengakses jaringan jalur kereta api melalui sebuah

jaringan internet. Data perjalanan kereta api ditampilkan dalam bentuk web dengan

pendekatan spasial atau biasa disebut WebGIS. WebGIS adalah suatu sistem yang dapat

terhubung ke dalam jaringan internet yang digunakan untuk mengumpulkan,

menyimpan, dan menampilkan data bergeoreferensi atau data yang

mengidentifikasikan lokasi objek tanpa adanya kebutuhan penggunaan software SIG

(Painho dkk., 2001).

Peta online interaktif mengenai jaringan jalur kereta api dilengkapi analitis

visual dengan visual thinking. Analitis visual bertujuan untuk menggabungkan

kekuatan pengolahan data dari manusia dan komputasi dimana keduanya bekerja sama

secara grafis untuk tercapainya pemahaman oleh pengguna (Andrienko dkk., 2010).

Analitis visual ini perlu didukung dengan penyajian variabel visual pada pembuatan

peta tersebut. Kerja sama yang baik dibutuhkan untuk menganalisis data spatio

temporal yang luas dan kompleks sehingga dapat digunakan untuk mendukung

pengambilan keputusan. Dalam lingkungan geovisualization, peta digunakan untuk

merangsang berpikir visual tentang pola geospasial, hubungan dan kecerendungan

(Kraak, 2003). Dari fungsi peta tersebut, pengguna peta dapat melakukan analitis

visual dengan visual interaktif terhadap tampilan peta yang disajikan sehingga

memunculkan pemahaman dan pengetahuan baru untuk mengambil keputusan.

Target pengguna dari pembuatan peta online interaktif mengenai jaringan jalur

kereta api adalah masyarakat umum khususnya yang menggunakan transportasi umum

3

Kereta api Commuter line Jabodetabek (KCJ), pengambil kebijakan terkait

perkeretaapian untuk menemukan pemahaman dan wawasan baru sehingga

menemukan pola kecenderungan untuk dapat mendukung pengambilan keputusan,

serta untuk akademisi atau peneliti yang memiliki ketertarikan pada bidang webGIS

maupun bidang transportasi khususnya perkeretaapian. Hasil pembuatan peta ini

disajikan dalam web dengan tampilan peta geometrik dan peta skematik.

I.2 Rumusan Masalah

Kajian transportasi khususnya mengenai transportasi massal kereta api memiliki

dimensi persoalan dengan rentang yang luas dan kompleks. Dimensi persoalan

tersebut dapat menyangkut aspek lokasi, aspek ekonomi, aspek lingkungan, aspek

politik, dan aspek sosial. Dimensi persoalan tersebut saling mempengaruhi satu sama

lain misalnya dalam penentuan jaringan jalur kereta api. Data mengenai jaringan jalur

kereta api dapat berupa data spasial yaitu stasiun, data jaringan jalur kereta api, serta

data temporal yaitu data waktu perjalanan kereta api.

Pengolahan dan penyajian data spatio temporal mengenai jaringan jalur kereta

api sangat menentukan pemahaman pengguna terhadap data yang disajikan tersebut.

Data yang disajikan dikombinasikan dan harus mampu memunculkan pola dan

kecenderungan sehingga pengguna dapat memperoleh pemahaman baru. Dalam hal

kebutuhan terhadap data mengenai jaringan jalur kereta api, pengguna dapat dibagi

menjadi masyarakat pengguna kereta api, akademisi, dan pengambil kebijakan.

Namun seringkali pengguna masih mengalami kesulitan dalam memahami pola dan

kecenderungan terhadap data spatio temporal dari jaringan jalur kereta api. Oleh

karena itu, aspek usabilitas perlu ditekankan pada hasil dari pengolahan data ini

sehingga hasil bisa memberikan manfaat bagi pengguna khususnya pengambil

kebijakan untuk merumuskan kebijakan baru guna memperbaiki sarana dan prasanan

perkeretaapian. Oleh karena itu dari rumusan masalah tersebut menimbulkan suatu

permasalahan yaitu bagaimana mengkombinasikan data spasial dan data temporal

tersebut serta memvisualisasikannya menjadi peta online interaktif yang dilengkapi

dengan fungsi analitis visual sehingga dapat digunakan dan diakses dengan mudah

oleh pengguna.

4

I.3 Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan dari kegiatan penelitian ini adalah

1. Bagaimana menyajikan data dan informasi spatio temporal dari jaringan jalur

kereta api? Metode visualisasi apa yang sesuai untuk digunakan jika ditampilkan

dalam bentuk peta berbasis web?

2. Bagaimana usabilitas dan kebermanfaatan hasil penelitian ini bagi pengguna dari

kalangan pengambil kebijakan, akademisi dan masyarakat?

I.4 Cakupan Penelitian

Kegiatan pembuatan peta online interaktif untuk penyajian informasi jaringan

jalur kereta api berbasis web dan SIG ini berfokus pada unit spasial analisis untuk

wilayah Jakarta dan Banten, dengan cakupan kegiatan penelitian sebagai berikut.

1. Data yang akan ditampilkan dalam peta yaitu data jadwal perjalanan kereta api,

data stasiun yang dilalui beserta waktunya, data jalur perjalanan kereta api,

lokasi stasiun, informasi stasiun, informasi atribut pendukung jaringan jalur,

nama kereta beserta kelasnya

2. Peta yang dilengkapi dengan analitis visual dengan komunikasi visual dan

berfikir secara visual

3. Peta online interaktif ini disajikan menggunakan dua metode tampilan peta yang

berbeda yaitu peta geometrik dengan peta skematik

4. Data temporal yang digunakan pada penelitian ini dibatasi pada jadwal waktu

perjalanan Kereta api Commuter line Jabodetabek (KCJ)

5. Pengguna dapat mengunduh data hanya dari peta skematik tidak pada geometrik

6. Pengguna tidak dapat melakukan pencarian jadwal secara langsung dalam web

ini karena sudah tersedia dalam web resmi dari PT KCJ dan web ini mendukung

fungsi web PT KCJ yang belum tersedia.

7. Pada peta online interaktif ini, peta perjalanan kereta api tidak ditampilkan

secara realtime serta pengguna atau masyarakat dapat melihat dan melakukan

analisis tidak untuk menambah data.

5

8. Hasil dari penelitian ini tidak dilengkapi dengan aspek geolocation dan Location

Based Service (LBS)..

9. Fokus pengguna dari penelitian ini adalah pengambil kebijakan khususnya PT

KAI dan Ditjen Perkeretaapian sebagai dasar perumusan kebijakan baru untuk

perbaikan sarana dan prasarana perkeretaapian.

I.5 Tujuan Penelitian

Tujuan umum yang ingin dicapai dari kegiatan penelitian ini adalah membuat

peta online interaktif yang menampilkan jaringan jalur kereta api di wilayah Jakarta

dan Banten. Sedangkan tujuan khusus yang ingin dicapai dari kegiatan penelitian ini

adalah

1. Mengolah data dan informasi mengenai jaringan jalur kereta api wilayah Jakarta

dan Banten dalam bentuk peta online interaktif.

2. Menampilkan peta online interaktif dalam bentuk tampilan peta geometrik dan

peta skematik yang dilengkapi dengan fungsi analitis visual sebagai bahan

analisis lanjut.

3. Memperoleh tanggapan pengguna dari peta online interaktif tersebut untuk

dilakukan analisis terhadap usabilitas dari hasil.

I.6 Manfaat

Manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan penelitian ini adalah

1. Bagi masyarakat umum dan atau peneliti, peta online interaktif ini dapat

menyajikan informasi tentang perjalanan kereta api yang kompleks menjadi

sebuah peta berbasis web yang sederhana, menarik, mudah dipahami, serta dapat

diakses dengan mudah melalui internet.

2. Bagi instansi pemerintah dan atau pengambil keputusan, peta online interaktif

ini dapat digunakan untuk memantau jaringan perkembangan perjalanan kereta

api yang kemudian dapat dijadikan sebagai bahan analisis lanjut untuk

pengambilan keputusan berbasis spasial.

6

I.7 Tinjauan Pustaka

Andrienko dkk (2007) menuliskan bahwa penggunaan analitis visual yang sesuai

dapat membantu menganalisis kumpulan data mengenai perpindahan dalam jumlah

besar. Analitis visual memungkinkan secara efektif mendukung pemahaman manusia

mengenai perubahan perilaku manusia dan lingkungan serta bagaimana pola

mobilitasnya. Sebuah framework digunakan untuk analisis yang dikombinasikan

dengan interaksi analitis visual sehingga dapat mendukung pemahaman, kesadaran,

dan kebutuhan pengguna dengan operasi basisdata dan metode komputasi yang dapat

memvisualisasikan sekumpulan data dalam jumlah besar. Data yang digunakan

sebagai contoh adalah pergerakan posisi mobil pribadi yang dideteksi dengan

menggunakan teknologi GPS dengan lebih dari 100.000 posisi dan pergerakan posisi

dari 50 truk di area Athena yang dideteksi dengan GPS selama 41 hari.

Ramos dkk (2015) dalam penelitiannya menggunakan analitis visual yang

merupakan kombinasi dari teknik analisis data dengan visualisasi interaktif untuk

memfasilitasi proses mendapatkan informasi dari data yang luas dan kompleks.

Analitis visual yang dilakukan adalah untuk mewadahi eksplorasi data temporal

berbasis keruangan melalui peta yang terdiri dari berbagai variabel dan parameter

untuk dilakukan analisis. Di Portugal, identifikasi dari zona kecelakaan di jalan raya

atau black spot disajikan dengan pendekatan dinamis berdasarkan teknik analitis visual

yang dapat mengidentifikasikan perubahan black spot tersebut dalam bentuk grafik

berdasarkan waktu terjadinya selama 12 bulan. Melalui visualisasi ini, penelitian dan

identifikasi mengenai masalah sosial dan ekonomi dapat menambah sebuah

pemahaman baru yang kemudian meningkatkan dan mendukung proses pengambilan

keputusan.

Wang dkk (2009) melakukan penelitian mengenai analitis visual spatio

temporal. Data yang digunakan merupakan perkembangan jaringan jalur kereta api,

perkembangan dari aksesibilitas spasial, dan dampaknya terhadap pertumbuhan

ekonomi dan sistem urbanisasi pada jangka waktu 1906 sampai 2000. Data yang

digunakan adalah data temporal dan data spasial untuk visualisasi datanya. Dari hasil

penelitiannya mengindikasikan bahwa perkembangan jalur kereta api secara signifikan

7

mendukung pertumbuhan ekonomi dan berpengaruh secara langsung terhadap pola

sistem urbanisasi di China.

Wicaksono dkk (2010) juga melakukan penelitian mengenai pemetaan jalur

kereta api dan analisa trafik menggunakan sistem informasi geografis. Dalam

penelitiannya menggunakan sistem informasi geografis dilakukan pula analisa tentang

data dari perjalanan kereta api meliputi data peta jalur dan data jadwal kereta api.

Tahapan proses yang dilakukan pada penelitian ini adalah digitasi, pemetaan, dan

query basisdata. Sistem informasi ini berbasis web dan menggunakan teknologi yaitu

MapServer sebagai web server, php, html, dan javascript sebagai pembangun sistem

dan basisdata PostgreSQL sebagai penyimpan data.

Avelar (2002) dalam disertasinya juga mempresentasikan jaringan transportasi

umum dengan membuat peta skematik. Dasar pemikiran dari disertasinya adalah lebih

penting menyajikan jaringan transportasi yang memudahkan pembacaan oleh

pengguna daripada menunjukkan lokasi geografis yang akurat pada peta. Peta

skematik dibuat dengan menggunakan tangan secara langsung atau perangkat lunak

grafis. Peta skematik merupakan peta yang membutuhkan perancang peta yang

terampil. Pembuat peta menyesuaikan desain peta skematik dengan calon pengguna

dan pertanyaan pengguna yang mungkin akan diajukan sehingga dapat dijawab

melalui peta ini. Menurut hasil penelitiannya, tidak ada pedoman kartografi yang dapat

digunakan sebagai dasar untuk mendesain peta skematik. Tingkatan otomatis dari peta

skematik boleh jadi meningkatkan hasil dan membuat proses pembuatan lebih cepat

dan murah sehingga memperluas penggunaan peta skematik untuk khalayak yang lebih

luas, terutama pengguna sistem transportasi.

I.8 Landasan Teori

I.8.1 Perkeretaapian Nasional

Berdasarkan Rencana Induk Perkeretaapian Nasional yang telah disusun oleh

Kementerian Perhubungan pada tahun 2011 menyebutkan bahwa perkeretaapian

8

adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas prasarana, sarana, dan sumber daya

manusia, serta norma, kriteria, persyaratan, dan prosedur untuk penyelenggaraan

transportasi kereta api. Rencana Induk Perkeretaapian Nasional merupakan

perwujudan dari tatanan perkeretaapian umum yang memuat kondisi perkeretaapian

nasional saat ini dan rencana pengembangan perkeretaapian nasional sampai dengan

tahun 2030 yang akan datang. Rencana Induk Perkeretaapian Nasional ini disusun

dengan memperhatikan (Kementerian Perhubungan RI, 2011):

a. Rencana tata ruang wilayah nasional;

b. Rencana induk jaringan moda transportasi lainnya; dan

c. Kebutuhan angkutan perkeretaapian pada tataran transportasi nasional yang

meliputi:

1) Prakiraan jumlah perpindahan penumpang dan/atau barang:

a) antarpusat kegiatan nasional;

b) antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan luar negeri;

c) antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan provinsi.

2) Prakiraan jumlah perpindahan orang dan/atau barang dari dan ke simpul

moda transportasi lain yang harus dilayani oleh perkeretaapian nasional;

3) Prakiraan jumlah penumpang dalam kawasan perkotaan yang

cakupannya melebihi wilayah provinsi.

Sedangkan prasarana perkeretaapian sebagai pendukung pelaksanaan kegiatan

berdasarkan rencana induk perkeretaapian nasional meliputi jalur kereta api, stasiun

kereta api, dan fasilitas operasi kereta api agar kereta api dapat dioperasikan. Jalur

kereta api untuk perkeretaapian umum membentuk satu kesatuan jaringan jalur kereta

api. Jaringan jalur kereta api adalah seluruh jalur kereta api yang terkait satu dengan

yang lain yang menghubungkan berbagai tempat sehingga merupakan satu sistem.

Stasiun kereta api berfungsi sebagai tempat kereta api berangkat atau berhenti untuk

melayani naik turun penumpang, bongkar muat barang dan / atau keperluan operasi

kereta api. Stasiun kereta api dikelompokkan dalam kelas besar, kelas sedang, dan

kelas kecil. Pengelompokkan kelas stasiun ini berdasarkan kriteria fasilitas operasi,

frekuensi lalu lintas, jumlah penumpang, jumlah barang, jumlah jalur, dan fasilitas

penunjang (UU No.23, 2007).

9

I.8.2 Sistem Informasi Geografis berbasis Internet

Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) atau SIG

merupakan sistem berbasis komputer yang memiliki kemampuan dalam menangani

data bereferensi geospasial yaitu pemasukkan data, manajemen data (penyimpanan

dan pemanggilan kembali), manipulasi dan analisis data, serta keluaran sebagai hasil

akhir. Hasil akhir (output) dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan pada

masalah yang berhubungan dengan geografi (Aronoff, 1989).

SIG berbeda dengan sistem informasi lainnya dikarenakan SIG mampu

mengolah dan menampilkan data yang berorientasi geografis. SIG mempunyai

kemampuan untuk menghubungkan berbagai data pada suatu titik tertentu di bumi,

menggabungkannya, menganalisa dan akhirnya memetakannya, sehingga SIG mampu

menjawab berbagai masalah terkait dengan lokasi, kondisi, trend, pola, dan

pemodelan.

Menurut Hanon dan Anderson (2003), terdapat lima komponen dalam

pengoperasian Sistem Informasi Geografis (SIG) yang terdiri atas:

1. Manusia, merupakan orang yang mengoperasikan, menjalankan,

mengembangkan bahkan memperoleh manfaat dari sistem.

2. Metode, berupa tahapan-tahapan atau cara yang digunakan dalam menjalankan

sistem untuk menghasilkan atau mencapai tujuan tertentu

3. Data, dapat diartikan sebagai kumpulan dari fakta yang ada di lapangan. Dalam

Sistem Informasi Geografis (SIG) terdapat dua macam data yaitu data spasial

dan data non-spasial/atribut. Data spasial merupakan data yang

merepresentasikan fenomena-fenomena yang ada di permukaan bumi/keruangan

yang memiliki referensi koordinat seperti peta, foto udara, citra satelit dan

sebagainya. Data non-spasial atau yang biasa disebut dengan data atribut

merupakan data yang merepresentasikan aspek-aspek deskriptif dari fenomena

yang dimodelkannya.

4. Software, merupakan perangkat lunak dalam SIG berupa program aplikasi yang

memiliki kemampuan untuk mengolah, menyimpan, memroses, menganalisis

dan menyajikan data SIG. Contoh software SIG yaitu: ArcView, MapInfo,

ILWIS dan lain sebagainya.

10

5. Hardware, merupakan perangkat keras yang diperlukan untuk menjalankan

sistem agar dapat berfungsi sebagai mana mestinya. Contoh hardware yang

digunakan dalam SIG yaitu komputer, printer, scanner, digitizer, plotter dan lain

sebagainya.

Dengan adanya kemajuan teknologi informasi membuat konsep SIG semakin

berkembang sehingga menimbulkan konsep SIG berbasis web atau dikenal dengan

webGIS. WebGIS adalah suatu sistem yang dapat terhubung kedalam jaringan internet

yang digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menampilkan data informasi

bergeoreferensi atau data yang mengidentifikasikan lokasi objek tanpa adanya

kebutuhan penggunaan software SIG (Painho dkk., 2001).

Menurut Kraak dan Brown (2001), peta berbasis web dikategorikan menjadi dua

model, yaitu peta statis dan peta dinamis. Masing-masing kategori tersebut dibagi lagi

menjadi dua tipe yaitu tampilan saja dan interaktif seperti pada Gambar I. 1.

Gambar I. 1. Skema peta berbasis web (Kraak dan Brown, 2001)

Penjelasan Gambar I. 1 adalah sebagai berikut:

1. Peta statis tampilan saja: merupakan peta berbasis web yang peta dasarnya

didapat dari hasil pindai peta yang dibutuhkan, kemudian dimasukkan ke dalam

web dalam bentuk bitmaps dan berformat raster.

2. Peta statis interaktif: merupakan peta berbasis web yang peta dasarnya berasal

dari hasil pindai peta yang dibutuhkan, peta tersebut memiliki fungsi seperti

zooming dan panning serta dapat memunculkan informasi pada peta. Peta ini

berformat raster.

3. Peta dinamis tampilan saja: merupakan peta berbasis web yang dibuat

menggunakan script-script pembuat peta seperti Java Script, VRML,

11

QuicktimeVR dan lain-lain. Namun peta ini tidak berisikan animasi-animasi pada

petanya, hanya berupa fungsi zooming dan panning.

4. Peta dimanis interaktif: merupakan peta berbasis web yang dibuat menggunakan

script-script pembuat peta seperti Java Script, VRML, QuicktimeVR. Peta ini

berisi fungsi-fungsi seperti zooming, panning, geocoding, geotagging dan

pencarian lokasi.

Sebuah web atau internet telah mengubah perspektif peran dari sebuah peta.

Suatu peta yang didukung dengan teknologi web dapat memunculkan fungsi dari peta

itu sendiri. Gambar I. 2. menunjukan peran baru dari peta yang disajikan dengan

menggunakan halaman web. Salah satu yang menarik dan merupakan fungsi baru dari

sebuah peta adalah perannya sebagai mesin pencarian. Ini tentunya relevan dengan

peta sebagai bagian dari Infrastruktur Data Spasial (IDS). Peta tentunya juga dapat

dijadikan sebagai sarana untuk menyajikan data geospasial selama proses pencarian

untuk menilai keakuratan data sebelum proses akuisisi data. Peta juga bisa sebagai

visualisasi informasi yang berfungsi menyimpan indeks dan menyajikannya untuk

informasi lainnya baik informasi geospasial maupun non geospasial (Kraak, 2004).

Gambar I. 2. Fungsi peta pada halaman web (Kraak, 2004)

I.8.3 Kartografi dan Geovisualisasi

Asosiasi Kartografi Internasional atau ICA mendefinisikan kartografi sebagai

seni, ilmu pengetahuan, dan teknologi dalam pembuatan peta bersamaan dengan studi

pembelajarannya sebagai dokumen ilmiah dan seni (ICA, 1973). Perkembangan

12

kartografi dipengaruhi oleh kemajuan teknologi, perkembangan masyarakat dan

kebutuhan manusia terhadap peta. Menurut Asosiasi Kartografi Internasional atau

ICA, peta adalah gambaran atau representasi unsur – unsur ketampakan abstrak yang

dipilih dari permukaan bumi yang ada kaitannya dengan permukaan bumi atau benda

– benda angkasa, yang pada umumnya digambarkan pada suatu bidang datar dan

diperkecil/diskalakan (ICA, 1973).

Peta merupakan hasil karya ilmu, seni dan teknologi yang dapat dijadikan

sebagai media komunikasi dalam memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap

informasi kenampakan unsur – unsur abstrak yang ada di permukaan bumi. Metode

visualisasi pada peta berdasarkan fungsi komunikasi dan ragam pengguna peta dikenal

menjadi dua yaitu pengguna umum dikenal dengan metode komunikasi visual dan

pengguna personal yang memfasilitasi pengguna untuk berfikir secara visual (DiBiase,

1990). Gambar I. 3. menjelaskan mengenai metode visualisasi pada peta berdasarkan

fungsi komunikasi dan ragam pengguna peta.

Gambar I. 3. Metode visualisasi pada peta (DiBiase, 1990)

Konsep kartografi yang dapat mendukung fungsi peta sebagai alat komunikasi

visual dan berfikir secara visual adalah penyajian peta yang dilengkapi dengan

penggunaan variabel visual yang sesuai. Simbolisasi kartografi pada intinya adalah

pemilihan simbol yang tepat dan secara kreatif dapat menggambarkan data spasial dan

data atribut dengan apa yang disebut oleh Bertin (1983) sebagai "variabel visual"

13

dalam DiBiase dkk (1992). Ada terdapat tujuh variabel visual yang berbeda untuk

setiap tipe geometri yang digunakan untuk menggambarkan informasi spasial dan

atribut dari peta yaitu posisi, ukuran, nilai, tekstur, warna, arah dan bentuk seperti yang

ditunjukkan pada Gambar I. 4.

Gambar I. 4. Variabel visual menurut Bertin (1983) dan keefektifannya dalam

menandakannya tiga tingkatan dari ukuran data (DiBiase dkk., 1992)

Dengan kemajuan teknologi, kebutuhan masyarakat terhadap peta serta

perkembangan teknik visualiasasi maka berkembang pula metode geovisulisasi yang

dapat mempresentesasikan kenampakan permukaan bumi dalam bentuk peta. Dalam

lingkungan geovisualization, peta digunakan untuk merangsang berpikir visual tentang

pola geospasial, hubungan dan kecerendungan (Kraak, 2003). Geovisualisasi dapat

dideskripsikan sebagai suatu ilmu dengan batasan kajian meliputi eksplorasi visual,

analisis, sintesis dan penyajian dari data geospasial dengan pendekatan yang

terintegrasi dari representasi dan analisis informasi lainnya meliputi teknik visualisasi,

14

analisis gambar, visualisasi informasi, eksplorasi analisis data, dan GIScience (Dykes

dkk., 2005).

Geovisualisasi mengintegrasikan pendekatan dari visualiasi dengan komputasi,

kartografi, analisis gambar, visualisasi informasi, eksplorasi analisis data, dan sistem

informasi geografis untuk menyajikan informasi, metode dan perangkat yang cocok

untuk eksplorasi visual, analisis, sintesis, dan penyajian data geospasial atau data yang

memiliki referensi spasial (MacEachren dan Kraak, 2001). Tampilan peta dengan

geovisualisasi akan mendukung kegunaan peta sebagai media pengambilan keputusan.

I.8.4 Analitis Visual Data Spatio Temporal

Visualisasi merupakan proses dimana manusia dan komputer bekerja sama

secara grafis untuk tercapainya analitis visual. Analitis visual menggabungkan teknik

analisis secara otomatis dengan visualisasi interaktif untuk pemahaman yang efektif,

penalaran, dan pengambilan keputusan pada tingkat dasar yang digunakan pada data

yang besar dan kompleks (Keim dkk., 2008). Analitis visual bertujuan untuk

mengkombinasikan kekuatan pengolahan data dari manusia dan komputasi. Kerja

sama yang baik dibutuhkan untuk menganalisis data spatio temporal dan memecahkan

masalah spatio temporal (Andrienko dkk., 2010). Gambar I. 5. berikut

menggambarkan kerja sama antara manusia dan komputer untuk mendukung

tercapainya analitis visual.

Gambar I. 5. Kerja sama manusia dan komputer dalam analitis visual

(Keim dkk., 2008)

15

Analitis spatio temporal bukan sesuatu pekerjaan yang membutuhkan kualifikasi

yang tinggi. Setiap orang bisa melakukannya dan secara tidak sadar mereka

melakukannya sepanjang hari. Ketika mereka akan mengambil keputusan terkait

spasial, mereka akan membuat daftar semua kemungkinan pilihan dan akan

memutuskan strategi yang cocok untuk pengambilan keputusan. Ketika masyarakat

akan menyusun rencana, mereka akan mempertimbangkan mengenai ruang dan waktu

untuk mengoptimalkan rencana yang mereka susun (Andrienko dkk., 2010). Analitis

visual spatio temporal memungkinkan penggunaan informasi keruangan dan waktu

untuk melakukan analisis secara visual yang dapat digunakan untuk mendesain sebuah

perencanaan dalam pengambilan keputusan.

Para analis menggunakan peta interaktif untuk melaporkan posisi pengamatan

yang kompleks dan besar menjadi terstruktur, kemudian data spasial dan temporal

direferensikan dan ditambahkan ke basis data lalu secara bersamaan divisualisasikan

(Andrienko dkk., 2010).

I.8.5 Peta Skematik

Transformasi dari bentuk fisik bumi menjadi sebuah gambar representasinya

membutuhkan sebuah abstraksi yang dapat membawa dunia nyata kedalam sebuah

sketsa. Langkah – langkah yang dapat dilakukan mulai dari mengidentifikasi objek di

dunia nyata, interpretasi dan simbolisasi, serta mempertahankan hubungan spasial.

Contoh abstraksi yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan sketsa dan membuat

peta skematik (Avelar, 2002). Peta skematik berbeda dari sketsa dalam melakukan

representasi bagian tertentu dari dunia nyata secara lengkap (Freksa dkk., 2000).

Peta skematik merupakan salah satu representasi diagram yang mudah untuk

diikuti berdasarkan generalisasi garis yang biasanya digunakan untuk menunjukkan

sistem transportasi. Meskipun dalam istilah geometris, peta skematik dapat dikatakan

tidak akurat dimana panjang garis dan bentuk fisiknya tidak sesuai dengan keadaan

yang sebenarnya. Sedangkan untuk tujuan, arah, dan jarak dapat dipertahankan dengan

kasar, namun untuk topologi informasi dari jaringan garis harus dapat dipertahankan

(Avelar, 2002). Karakteristik lain dari peta skematik yaitu tidak memiliki faktor skala

yang konstan untuk keseluruhan area dalam peta (Monmonier, 1996). Pada

16

kenyataannya, perbedaan kriteria antara geometri dan estetika dapat digunakan untuk

merancang peta skematik. Hal ini biasanya digunakan untuk menemukan perbedaan

dalam hal model, dan pada intinya kegunaan peta adalah untuk menampilkan

kesederhanaan grafis namun tetap mempertahankan konten informasi jaringan serta

tampilan agar mudah dipahami (Avelar, 2002).

Contoh yang paling sering digunakan dari peta skematik adalah peta bawah

tanah. Ini bukan tanpa alasan karena Peta Bawah Tanah London adalah pelopor

diagram, dibuat pada tahun 1931 oleh Henry C. Beck, seorang juru gambar teknik pada

saat berumur 29 tahun. Beck membutuhkan waktu dua tahun dari upayanya sehingga

peta skematik menjadi terkenal dan diterima oleh public. Pada kenyataanya, Beck

menyusun diagram untuk membantu pengunjung bawah tanah berhenti di stasiun

pemberhentian yang benar, dan membuat jaringan dan mendapatkan tujuan yang

diinginkan, namun ternya peta dapat berfungsi lebih dari sekedar itu. Diagram ini

menawarkan visualisasi yang unik dari pola jaringan yang mungkin paling rumit di

dunia. Sebelum dibentuk diagram, akan sangat kesulitan untuk memahami jaringan rel

yang kompleks seperti London yang mana tidak berbentuk seperti Kota New York

atau Kota Paris (Avelar, 2002). Gambar I. 6. di bawah ini menggambarkan peta bawah

tanah yang dibuat oleh Beck berupa peta geometrik, sedangkan Gambar I. 7.

Menggambarkan peta bawah tanah yang dibuat oleh Beck juga namun dalam bentuk

peta skematik. Dari kedua peta di bawah ini, dapat dilihat perbedaan mengenai

penyajian peta geometrik dan peta skematik untuk memvisualisasikan jaringan

transportasi.

Sementara itu, untuk membuat sederhana, peta skematik berfokus pada jaringan

rute tidak pada lingkungan secara keseluruhan atau arah jaringan secara nyata. Konsep

dari garis kartografi sebagai rute merupakan salah satu ilmu tertua dalam ilmu

kartografi (Avelar, 2002).

Peta skematik digunakan untuk mengkomunikasikan ide – ide geografis dan

dirancang secara profesional untuk memberikan gambaran kepada ribuan pengguna

dari sistem transportasi umum. Pekerjaan membuat peta skematik untuk

mempresentasikan jaringan transportasi mungkin dapat dipandang sebagai kegiatan

yang mudah, namun desain yang mendasari peta tersebut bisa sangat kompleks. Secara

sadar atau tidak, seorang kartografer menerapkan berbagai teknik kartografi

17

generalisasi untuk menekankan informasi penting dan untuk meningkatkan kejelasan

konten peta (Avelar dan Hurni, 2006).

Gambar I. 6. Peta bawah tanah dari London secara geometrik (Garland, 1994)

Gambar I. 7. Peta skematik Diagram Beck yang dikeluarkan Januari 1933 (Garland,

1994)

18

I.8.6 Uji Usabilitas

Usabilitas merupakan tingkat kebergunaan suatu produk bagi pengguna.

Usabilitas sudah menjadi standar internasional (ISO 9421) untuk mengukur

efektivitas, efisiensi, dan tingkat kepuasan pengguna terhadap pemahaman dan

pemanfaatan suatu produk misalnya peta (ISO, 1998). Efektivitas mengacu pada

tingkat ketepatan dan kelengkapan dengan kebutuhan pengguna untuk mencapai

target yang telah ditetapkan. Efisiensi mengacu pada tingkat kecepatan aktivitas atau

tugas pengguna dalam kaitannya ketepatan dan kelengkapan dengan tujuan yang ingin

dicapai pengguna. Kepuasan mengacu pada terbebasnya dari rasa tidak nyaman dan

sikap positif terhadap penggunaan produk (Hunter dkk., 2003).

Teknik yang biasa digunakan untuk melakukan uji usabilitas adalah sebagai

berikut (Holzinger, 2005):

a. Structured Interview

Merupakan wawancara terstruktur (atau semi terstruktur) terhadap pakar

atau target pengguna atau peserta test tentang kebergunaan produk (dilakukan

pada saat atau sesudah peerta tes mencoba produk)

b. Heuristic Evaluation

Merupakan evaluasi secara komprehensif oleh pakar

c. Think Aloud Evaluation

Merupakan evaluasi di dalam studio/laboratorium yang dilengkapi dengan

video perekam aktivitas. Peserta tes berinteraksi dengan produk dalam

menyelesaikan tugas yang diberikan dengan ketentuan peserta tes secara verbal

menyampaikan apa yang dipikirnya selama berinteraksi dengan produk.

d. Questionnaire

Merupakan evaluasi di akhir aktivitas tes dengan cara meminta peserta

tes menuliskan jawaban dari pertanyaan yang ada di kuisioner berdasarkan

pengalaman mereka menggunakan produk.

Fokus kajian usabilitas peta adalah bagaimana tampilan peta dan antar muka peta

interaktif membantu orang dalam menggunakan peta secara tepat, cepat dan

memuaskan. Usabilitas erat dengan bidang kajian HCI atau Human Computer

19

Interaction. Berikut adalah beberapa elemen dari usabilitas data spasial yang terdiri

atas (Hunter dkk., 2003):

a. Penambahan nilai terhadap informasi spasial melalui integrasi data

b. Penyediaan fungsi layanan bagi pengguna

c. Kenyamanan dan kecepatan akses data

d. Biaya pengadaan data yang relatif rendah

e. Metode penyajian kepada pengguna

f. Penerapan variabel visual

g. Kemudahan interaksi antara data spasial yang disajikan dengan pengguna

h. Keakuratan data yang dapat bersumber dari basisdata pemerintah

i. Perangkat lunak untuk antar muka dan metode visualisasi yang digunakan