1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang terletak pada jalur api (Ring of Fire),
Hal tersebut menyebabkan banyaknya aktivitas vulkanisme yang terjadi di
Indonesia. Salah satu gunung vulkanik yang masih aktif di Indonesia ialah
Gunung Merapi yang terletak di Sleman, Yogyakarta. Gunung tersebut
terletak pada 4 perbatasan yaitu Kabupaten Boyolali, Kabupaten Magelang,
Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Klaten. Letak gunung tersebut berada
pada daerah zona subsduksi, dimana lempeng Indo-Australia menunjam
dibawahlempeng Eurasia yang megontrol aktivitas vulkanisme daerah Pulau
Jawa, Sumatera, Bali, dan Nusa tenggara. Aktivitas vulkanik terjadi pada
beberapa kurun waktu Terakhir, Aktivitas tersebut menyebabkan kerugian
material serta merenggut sejumlah korban yang ada pada sekitar lereng
Gunung Merapi. Hal tersebut disebabkan oleh adanya muntahan material
dari dalam gunung serta awan panas yang mengarah pada permukiman
warga yang menyebabkan rusaknya wilayah permukiman serta timbulnya
korban jiwa.
Peristiwa Erupsi yang terjadi pada Gunung Merapi beberapa tahun terakhir
ialah pada tahun 1998, 2006, dan 2010. Salah satu letusan yang besar terjadi
pada tahun 2010, letusan tersebut menyebabkan kerusakan pada beberapa
permukiman dekat dengan lereng Gunung Merapi. Akibat lain yang
ditimbulkan dari erupsi ialah adanya korban jiwa sebesar 347 orang
meninggal serta pengungsi akibat erupsi sebesar 410.318 jiwa. Jumlah
terbesar pada D.I. Yogyakarta yaitu 246 jiwa di Kabupaten Sleman,
menyusul pada Kabupaten Magelang 52 jiwa, Kabupaten Klaten 29 jiwa,
dan Kabupaten Boyolali sebanyak 10 jiwa (BNPB, 2011). Kecamatan Turi
Kabupaten Sleman merupakan salah satu yang mengalami dampak dari
Erupsi Gunung Merapi dengan jumlah korban meninggal dunia sebanyak 20
2
jiwa (Pemerintah Kabupaten Sleman, 2010). Kerusakan yang terjadi
mengakibatkan banyaknya rumah serta fasilitas umum yang rusak akibat
pengaruh aliran awan panas atau wedhus gembel. Beberapa kerugian lain
yang disebabkan erupsi gunung merapi ialah kehilangan material serta
puluhan hewan ternak. Peristiwa aktivitas guung merapi kembai terjadi pada
bulan maret than 2019, meskipun hanya sebatas keluarnya abu vulkanik
pada radius yang tergolong sangat pendek.
Bencana Erupsi merupakan fenomena yang tidak dapat diprediksi secara
pasti oleh siapapun, oleh karena itu upaya untuk meminimalisir dampak
perlu untuk dilakukan. Upaya untuk meminimalisir hal tersebut diwujudkan
pemerintah melalui Undang – Undang No. 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana. Pasal tersebut menjelaskan mengenai upaya
negara dalam meminimalisir korban serta kerugian akibat adanya berbagai
bencana seperti social, alam, dan sebagainya. Salah satu perwujudan untuk
mengurangi timbulnya korban bencana Erupsi Gunung Merapi pada
Undang- Undang No. 24 Tahun 2007 ialah menyiapkan lokasi evakuasi
sebagaimana pada pasal 45 ayat 2 point E. Jalur evakuasi serta bunker yang
disediakan oleh pemerintah tersebar pada beberapa kecamatan, dengan
jumlah yang beragam. Jalur tersebut dirancang oleh instansi pemerintah
yaitu BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) dengan
memperhatikan beberapa aspek yang mendukung lancarnya evakuasi. Jalur
evakuasi yang ada pada saat ini dibuat oleh BPBD (Badan Penanggulangan
Bencana Daerah) Kabupaten Sleman. Jalur evakuasi yang ada pada
kecamatan Turi yang tersedia berjumlah 2 jalur, dimana jalur yang dibuat
tidak melewati sungai maupun jembatan. Masih banyaknya jalan yang dapat
dimanfaatkan untuk jalur evakuasi yang memungkinkan perlu
dipertimbangkan untuk bahan pembuatan jalur yang baru.
Citra penginderaan jauh merupakan salah satu media yang dapat
digunakan untuk mengidentifikasi objek yang ada pada permukaan bumi
secara tidak langsung. Penerapan identifikasi jalur evakuasi dapat
3
diterapkan dengan memperhatikan gambaran citra dan metode tertentu.
Metode Least Cost Path merupakan salah satu metode yang dapat
digunakan untuk mengidentifikasi jalur evakuasi melalui nilai pixel yang
terdapat pada sebuah citra satelit. Metode tersebut mampu digunakan untuk
mengidentifikasi jalur evakuasi dengan akurasi yang tergolong baik.
Evaluasi perlu dilakukan untuk menambah optimalisasi dari jalur evakuasi
yang dikeluarkan oleh pemerintah terhadap publik.
1.2. Perumusan Masalah
Bencana yang dapat terjadi dalam kurun waktu tertentu
memerlukan penanganan khusus untuk mengurangi dampak yang
mungkin terjadi. Daerah yang memiliki radius paling dekat dengan
wilayah erupsi Gunung Merapi memerlukan perhatian khusus karena
memiliki risiko dampak yang lebih besar. Kecamatan Turi merupakan
salah satu kecamatan yang memiliki jarak yang dekat dengan Erupsi
Gunung Merapi dan termasuk pada daerah Kawasan Rawan Bencana
oleh BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah). Jalur evakuasi
sangat diperlukan sebagai sarana untuk masyarakat apabila terjadi Erupsi
Gunung Merapi.
Jalur yang ada pada saat ini merupakan jalur yang dibentuk oleh
Dinas BPBD, evaluasi perlu diterapkan untuk menjadi bahan
pembaharuan jalur yang baru. Penggunaan metode Least Cost Path
sebagai dasar pembuatan peta jalur evakuasi memiliki perbedaan dengan
peta jalur evakuasi yang diterbitkan oleh BPBD. Perbedaan yang ada
terdapat pada parameter yang digunakan dalam pembuatan peta, dimana
dinas hanya menggunakan indikator sungai, jalan dan lokasi jembatan
yang ada pada wilayah tersebut. Peta yang dihasilkan memiliki
perbedaan karena memiliki indikator yang berbeda. Perbedaan tersebut
dapat dibandingkan untuk menguji efektifitas dari peta yang telah ada
dengan peta baru yang akan dibuat untuk menghasilkan hasil yang lebih
efektif.
4
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan maka rumusan
masalah dalam penelitian ini ialah :
1. Bagaimana metode Least Cost Path diterapkan dalam penetapan
Jalur Evakuasi Bencana erupsi Gunung Merapi di Kecamatan Turi?
2. Bagaimana perbandingan efektifitas peta jalur evakuasi yang
dihasilkan dengan metode Least Cost Path dengan peta jalur
evakuasi BPBD Kabupaten Sleman?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijabarkan maka tujuan
dari penelitian ini ialah
1. Memetakan jalur evakuasi bencana erupsi Gunung Merapi dengan
metode Least Cost Path.
2. Membandingkan efektifitas peta jalur evakuasi dinas BPBD
Kabupaten Sleman dengan peta jalur evakuasi metode Least Cost Path.
1.4. Kegunaan Penelitian
Adapun penelitian ini dilakukan untuk memberikan manfaat
terhadap berbagai pihak yang diantara lain ialah:
1. Bagi masyarakat, penelitian ini dapat menjadi sarana untuk melakukan
evakuasi apabila terjadi Bencana Erupsi Gunung Merapi.
2. Bagi Civitas Akademik, penelitian ini dapat menjadi sarana
pembelajaran untuk pemanfaatan data penginderaan jauh dalam
mengatasi permasalahan Bencana Erupsi Gunung Merapi.
3. Bagi Pemerintah, penelitian ini dapat menjadi evaluasi dari arsip yang
telah ada pada instansi terkait untuk bahan pertimbangan
pembaharuan arsip lama.
5
1.5. Telaah Pustaka
1.5.1. Tinjauan Pustaka
1.5.1.1. Bencana Erupsi Gunung Merapi
Bencana Menurut Undang – Undang Nomor 27 Tahun 2007 ialah
peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana yang terjadi di
Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu bencana alam, bencana non-
alam, dan bencana social.
Bencana Alam menjadi salah satu bencana yang sering terjadi pada
Indonesia seperti banjir, tanah longsor, angin topan, kekeringan, letusan
gunung vulkanik, gempa bumi dan lain sebagainya. Salah satu bencana yang
memiliki dampak besar di Indonesia ialah Erupsi Gunung Vulkanik. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), erupsi dapat diartikan sebagai
letusan gunungapi, semburan sumber minyak, dan uap panas. Tipe erupsi
Gunung Merapi dapat dikategorikan sebagai tipe vulkanian lemah dan tidak
begitu eksplosif, namun aliran piroklastik hampir selalu terjadi pada setiap
erupsinya). Erupsi yang terjadi menimbulkan banyaknya material piroklastik,
lava, dan abu vulkanik yang keluar menuju permukaan. Material tersebut
memiliki dampak yang berbahaya bagi penduduk yang berada pada daerah
sekitar lahan tersebut. Adapun bahaya tersebut antara lain ialah.
6
Tabel 1. Bentuk Bahaya Erupsi Gunung Merapi
No. Bentuk Bahaya Keterangan
1 Leleran lava leleran lava merupakan cairan lava yang
pekat dan panas dapat merusak segala
infrastruktur yang dilaluinya. Kecepatan
aliran lava tergantung dari kekentalan
magmanya, makin rendah kekentalannya,
maka makin jauh jangkauan alirannya.
Suhu lava pada saat dierupsikan berkisar
antara 800o 1200o C. Pada umumnya di
Indonesia, leleran lava yang dierupsikan
gunungapi, komposisi magmanya
menengah sehingga pergerakannya
cukup lamban sehingga manusia dapat
menghindarkan diri dari terjangannya.
2 Aliran Piroklastik
(Awan Panas/Wedus
Gembel)
aliran piroklastik dapat terjadi akibat
runtuhan tiang asap erupsi plinian,
letusan langsung ke satu arah, guguran
kubah lava atau lidah lava dan aliran
pada permukaan tanah (surge). Aliran
piroklastik sangat dikontrol oleh
gravitasi dan cenderung mengalir melalui
daerah rendah atau lembah. Mobilitas
tinggi aliran piroklastik dipengaruhi oleh
pelepasan gas dari magma atau lava atau
dari udara yang terpanaskan pada saat
mengalir. Kecepatan aliran dapat
mencapai 150 250 km/jam dan
jangkauan aliran dapat mencapai puluhan
7
kilometer walaupun bergerak di atas
air/laut.
3 Jatuhan Piroklastik
(Abu Vulkanik
Jatuhan piroklastik terjadi dari letusan
yang membentuk tiang asap cukup
tinggi, pada saat energinya habis, abu
akan menyebar sesuai arah angin
kemudian jatuh lagi ke muka bumi.
Hujan abu ini bukan merupakan bahaya
langsung bagi manusia, tetapi endapan
abunya akan merontokkan daundaun dan
pepohonan kecil sehingga merusak agro
dan pada ketebalan tertentu dapat
merobohkan atap rumah. Sebaran abu di
udara dapat menggelapkan bumi
beberapa saat serta mengancam bahaya
bagi jalur penerbangan.
4 Lahar Letusan Lahar letusan terjadi pada gunungapi
yang mempunyai danau kawah. Apabila
volume air alam kawah cukup besar akan
menjadi ancaman langsung saat terjadi
letusan dengan menumpahkan lumpur
panas.
5 Gas Beracun Gas beracun umumnya muncul pada
gunungapi aktif berupa CO, CO2, HCN,
H2S, SO2 dll, pada konsentrasi di atas
ambang batas dapat membunuh.
Sumber : Kementrian Energi Sumber Daya Mineral
8
1.5.1.2. Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi
Bencana Erupsi Gunung Merapi memiliki efek pada beberapa rentnag
wilayah yang berbeda antara satu wilayah dengan yang lain. Perbedaan
tersebut dapat dikelompokkan dengan menggunakan Peta Kawasan Rawan
Bencana (KRB) yang dibuat lembaga Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB). Kawasan tersebut ditetapkan berdasarkan jenis dan sifat dari
letusan gunung vulkanik yang telah terjadi pada beberapa periode sebelumnya.
Erupsi gunung merapi memiliki 3 kawasan yang dikelompokkan berdasarkan
besar kecilnya dampak yang terjadi pada wilayah tersebut. Kawasan tersebut
terbagi menjadi KRB I, KRB II, dan KRB III.
Gambar 1. Peta Kawasan Rawan Bencana
Sumber : Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nasional (2011)
Kawasan Rawan Bencana (KRB) merupakan kawasan yang memiliki
dampak paling besar terhadap letusan Gunung Merapi secara langsung.
Menurut BPBD Sleman (2017), wilayah KRB III memiliki resiko terdampak
9
langsung oleh erupsi seperti magma, awan panas, dan hujan abu yang lebat.
Pada wilayah tersebut sangat tidak dianjurkan untuk didirikan bangunan
permukiman tetap dan pusat aktivitas manusia. Radius yang ada pada KRB III
mencapai 8 km – 15 km untuk awan panas terukur dari dari kubah.
KRB II memiliki dampak yang lebih kecil dibandingkan dengan KRB III,
lontaran material serta awan panas menjadi salah satu ancaman yang terjadi
pada kawasan ini. Kejadian erupsi yang besar mengharuskan masyarakat yang
bermukim didaerah tersebut untuk melakukan evakuasi segera untuk
menghindari adanya korban jiwa. Msyarakat dapat kembali ke permukiman
apabila aktivitas vulkanik yang ada mengalami penurunan sesuai dengan
arahan BPBD Sleman serta laporan dari Pos Pengamatan Merapi. Apabila
erupsi terjadi maka wilayah KRB II terdampak aliran panas sejauh 17 km atau
lebih berdasarkan rekaman aktivitas yang sebelumnya.
KRB I memiliki jarak yang paling jauh dari pusat erupsi, akibat dari hal
tersebut berdampak pada timbulnya potensi lahar/banjir. . Lahar adalah aliran
massa berupa campuran air dan material lepas berbagai ukuran yang berasal
dari kegiatan gunungapi. Munculnya lahar dapat menyebabkan kerusakan pada
bagian sekitar sungai apabila meluap, semakin besar luapan yang terjadi
menyebabkan kerusakan yang besar juga terhadap lahan yang diolah
masyarakat.
1.5.1.3. Mitigasi Bencana
Menurut Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2007 Mitigasi adalah
serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana. Pengurangan resiko bencana diwujudkan dalam
pasal 47 dilakukan melalui:
1. Pelaksanaan penataan ruang.
2. Pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, tata
bangunan.
10
3. Penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan, dan pelatihan baik secara
konvensional maupun modern.
Kegiatan mitigasi bencana dilakukan untuk mempersiapkan apabila terjadi
bencana sewaktu – waktu untuk mengurangi timbulnya korban serta kerugian
material. Pelaksanaan tata ruang dan pembangunan infrastruktur menjadi salah
satu factor penting dalam persiapan penangangan bencana untuk persiapan
jalur evakuasi.
1.5.1.4. Jalur Evakuasi
Menurut Peraturan Kepala BNPB Nomor 13 Tahun 2010, Evakuasi
adalah kegiatan memindahkan korban bencana dari lokasi bencana ke tempat
yang aman atau penampungan pertama untuk mendapatkan tindakan
penanganan lebih lanjut. Evakuasi dilakukan sebagai sebuah wujud mitigasi
bencana untuk mengurangi jumlah korban yang dapat timbul. Kesiapan
menanggapi bencana diatur dalam pasal 48 UU Nomor 24 Tahun 2007,
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat
sebagaimana dimaksud anatara lain ialah
1. Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan
sumber daya.
2. Penentuan status keadaan darurat bencana.
3. Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana.
4. Pemenuhan kebutuhan dasar.
5. Perlindungan terhadap kelompok rentan.
6. Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.
Berdasarkan beberapa point yang telah dijabarkan jalur evakuasi
merupakan salah satu saran yang harus ada pada daerah rawan bencana. Jalur
evakuasi merupakan salah satu perwujudan dari mitigasi bencana darurat untuk
mengungsikan penduduk dari bencana yang sedang terjadi. Pembuatan jalur
evakuasi didasarkan pada beberapa faktor untuk menunjang efektifitas dari
evakuasi warga yang berada pada wilayah KRB. Menurut BPBD Kabupaten
Sleman (2013), jalur evakuasi erupsi gunungapi dipilih berdasarkan:
1. Jarak dan waktu tempuh evakuasi
11
2. Topografi jalan
3. Ketersediaan sarana transportasi evakuasi
4. Jumlah pengungsi dan hewan ternak
Pusat Informasi Pengembangan Permukiman dan Bangunan Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta (PIP2BDIY, 2012) menyatakan jalur evakuasi
adalah jalur yang menghubungkan antara lokasi hunian/titik kumpul dengan
tempat evakuasi sementara dan jalur yang menghubungkan tempat evakuasi
sementara dengan tempat evakuasi akhir.
12
Gambar 2. Peta Jalur Evakuasi Kecamatan Turi
Sumber : BPBD Kabupaten Sleman dengan Modifikasi Penulis
Jalur evakuasi pada Kabupaten Sleman dipilih dengan memperhatikan
adanya sungai yang memiliki hulu lereng pada Gunung Merapi. Pemilihan
13
jalan dengan kondisi fisik yang baik jua menjadi salah satu faktor penting
dalam penentuan jalur evakuasi.
1.5.1.5. Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh informasi
tentang obyek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisis data yang
diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung dengan obyek,
daerah atau gejala yang dikaji (Lillesand & Kieffer, 1999). Penginderaan jauh
merupakan salah satu studi yang digunakan untuk mengambil data dengan
lingkup wilayah yang luas tanpa melakukan kontak atau lapangan secara
langsung. Penggunaan media penginderaan jauh memiliki keunggulan dalam
berbagai faktor dalam penerapannya. Faktor tersebut antara lain ialah biaya,
waktu, dan tenaga.
Media penginderaan jauh yang tersedia antara lain ialah citra foto dan
non-foto.citra foto dihasilkan melalui perekaman langsung menggunakan
media kamera dengan hasil berupa foto udara sedangkan, non-foto
merupakan perekaman yang digunakan melalui penyiaman satelit hasilnya
ialah citra penginderaan jauh. Citra penginderaan jauh merupakan gambaran
suatu obyek, daerah atau fenomena hasil rekaman pantulan dan atau pancaran
obyek oleh sensor penginderaan jauh dapat berupa foto atau digital
(Purwadhi, 2001). Waktu perekaman sangat mempengaruhi hasil dari
penentuan jalur evakuasi, mengenal banyaknya perubahan yang dapat terjadi
pada sebuah kurun waktu.
Ekstraksi data penginderaan jauh dilakukan melalui beberapa tahapan
untuk memperoleh informasi spasial daerah kajian yang diteliti. Sutanto
(1995) menyatakan bahwa hasil penginderaan jauh selain citra misalnya
adalah data digital atau data angka/numerik. Data terkait yang digunakan
dalam pemetaan jalur evakuasi dapat diekstraksi melalui kenampakan citra
yang ada. Beberapa data tersebut antara lain ialah penutup lahan dan jaringan
jalan.
14
Bencana merupakan salah satu aspek yang dapat dikaji dalam penginderaan
jauh. Beberapa data penginderaan jauh seperti foto udara maupun citra satelit
menjadi bahan utama dalam pembuatan analisa kebencanaan. Beberapa
penelitian yang dapat dilakukan dengan menggunakan data penginderann
jauh dalam kebencaan antara lain ialah pemodelan geografis sebuah bencana,
analisis hubungan bencana terhadap tata ruang wilayah serta berbagai macam
penelitian lain. Data penginderaan jauh yang digunakan ialah data asil
intepretasi yang menunjukkan kenampakan permukaan bumi pada sebuah
wilayah kajian. Output yang dihasilkan dapat diolah lebih lanjut sesuai
dengan kebutuhan penelitian. Dalam penelitian kali ini pemanfaatan data
penginderaan jauh memiliki peran pada intepretasi jaringan jalan serta
penggunaan lahan yang ada.
1.5.1.6. Sistem Informasi Geografis
Sistem Informasi Geografis menurut Aranoff (1989) merupakan sistem
berbasis komputer yang mempunyai empat kemampuan untuk menangani
data yang memiliki referensi geografis, yaitu masukan data, manajemen data,
manipulasi dan analisis serta keluaran data. Serangkaian proses tersebut
memiliki fungsi pengolahan data spasial yang spesifik dalam pengolahannya
seperti berikut.
1. Masukan Data
Komponen masukan data ini bertugas melakukan konversi data dari
bentuk yang ada menjadi data yang dapat digunakan dalam SIG.
2. Manajemen data
Komponen manajemen data termasuk fungsi – fungsi yang dibutuhkan
untuk menyimpan dan memanggil data dari basis data. Metode yang
digunakan untuk mengimplementasikan fungsi – fungsi tersebut
berdampak pada effiesiensi kinerja system dalam semua operasi data.
3. Manipulasi dan analisis data
Komponen manipulasi dan analisis data memiliki fungsi untuk
menentukan informasi yang dibutuhkan dan didefinisikan sebagai bagian
dari kebutuhan system.
15
4. Keluaran data
Komponen keluaran data SIG mempunyai fungsi dan kemampuan yang
bervariasi dalam kualitas, akurasi, dan kemudahan dalam penggunaan.
Sistem Informasi Geografi dirancang untuk mengumpulkan,
menyimpan, dan menganalisis objek-objek dan fenomena di mana lokasi
geografis merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis.
Fungsi dari data system informasi geografi dalam penelitian ialah sebagai basis
pengolahan data berdasarkan beberapa data SIG yang ada. Data SIG yang ada
menjadi sebuah acuan untuk pembuatan keluaran data sebagai bentuk dari
analisa yang diperlukan selanjutnya. Kaitannya dengan bencana, data SIG
mampu mewakili kebutuhan dalam melakukan analisis pembuatan beberapa
aspek parameter seperti lereng dan sebagainya.
1.5.1.7. Least Cost Path
Metode least cost path merupakan salah satu metode terapan dari data
penginderaan jauh dan sistem informasi geografis yang menggunakan sistem
data raster untuk menentukan jalur.
a. Cost Surface.
Pembuatan cost surface merupakan tahap awal yang dilakukan
untuk memperoleh biaya yang dibutuhkan untuk mencapai target lokasi
yang ada. Cost Surface merupakan jumlah akumulasi yang telah
dihasilkan dari data parameter yang telah ditentukan dengan dasar
mempengaruhi jalannya rute evakuasi. Permukaan biaya dihitung dengan
parameter yang ada kemudian dilakukan rasterisasi untuk pengolahan
lebih lanjut. Hasil dari analisis ini berupa data raster dengan nilai piksel
yang merepresentasikan permukaan harga dari semua paramter yang
telah ditumpang susunkan (Purwanto, 2015). Dalam pembuatan cost
surface beberapa hal yang perlu diperhatikan ialah dalam pembuatan
konversi data raster. Data yang digunakan harus disesuaikan dengan
resolusi spasial yang digunakan, dalam hal ini skala merupakan salah
satu aspek penting yang perlu diperhatikan. Konversi data dilakukan
16
dengan memperhatikan ukuran pikselnya berdasarkan data yang
digunakan, misalnya dari Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1:25.000,
maka dapat dihitung ukuran pikselnya dengan rumus sebagai berikut
(Waldo E. Tobler, 1987 dalam Purwanto, 2015).
Secara lebih detail perbandingan skala peta dengan resolusi optimal
yang dihasilkan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2. Hubungan Resolusi Spasial dengan Skala
Skala Resolusi (meter)
1 : 1.000.000 500
1 : 250.000 125
1 : 100.000 50
1 : 50.000 20
1 : 10.000 5
1 : 5.000 2,5
1 : 1.000 0,5 Sumber: Tobler, 1987 dalam Purwanto 2015
Hasil yang diperoleh akan menunjukkan ukuran piksel yang
mewakili setiap parameter untuk acuan pentuan jalur optimum dengan
besar angka nilai piksel. Hasil dari konversi tersebut yang diberi bobot
pada masing – masing parameter kemudian dapat ditumpang tindihkan
seperti berikut :
Gambar 3. Ilustrasi Cost Surface
Sumber : ArcMap Tools 10.3
17
b. Cost Distance/Cost Backlink.
Cost distance dan cost backlink merupakan analisis
yang dilakukan melalui nilai minimum yang dihasilkan dari
penjumlahan nilai parameter untuk menghasilkan jalur yang
optimum. Cost distance merupakan akumulasi dari cost
surface. Jadi, secara umum cost distance ini menganalisis
akumulasi terkecil dari cost surface yang sebelumnya telah
dilakukan tumpang susundalam bentuk raster (Wiharja,
2011).
Gambar 4. Ilustrasi Cost Distance/Cost Backlink
Sumber : Arc Map Tools 10.3
Nilai yang dihitung adalah an yang pada perhitungan
horizontal merupakan cost sumber ditambahkan cost piksel
selanjutnya (cost n) kemudian dibagi 2. Akumulasi dari
nilai cost distance itu sendiri adalah a + an. Perhitungan
cost distance diagonal sedikit berbeda dengan horizontal,
dimana harga jarak yang dihitung yaitu sebesar akar
pangkat 2, maka seperti pada gambar perhitungan diagonal
adalah a1 = 1,14142 (cost1 + cost2) (Wiharja, 2011).
Cost backlink dilakukan untuk mencari akumulasi
terkecil untuk dapat kembali ke sumber terdekat (Wiharja,
2011). Dapat diidentifikasi sebagai arah yang
menggambarkan rute yang melintasi tiap sel pada segmen
terkecil menuju ke sumber terdekat. Algoritmayang
digunakan untuk mengkomputasi arah raster dengan
18
memberikan kode pada tiap sel untuk mengidentifikasi sel
mana yang ada pada segmen terpendek kembali ke sumber
terdekat. Secara teknis digunakan untuk menganalis sel
sebelumnya yang digunakan untuk mengkalkulasi akumulasi
hargadari sel yang dihitung. Sehingga cost back link dan
cost distance dapat menganalisa jarak optimum yang akan
diperoleh.
c. Cost Path.
Cost path merupakan hasil yang diperoleh dengan
menggunakan cost surface, cost backlink, dan cost distance.
Hasil diperoleh dari cost path ialah jalur/rute berdasarkan
data parameter yang dipakai nilai piksel tersebut
diakumulasikan hingga membentuk data sedemikian rupa.
Data acuan awal serta akhir berupa cost distance dan cost
backlink menjadi acuan awa serta mula rute, sedangkan data
cost surface menjadi data penentu jalur yang akan dilewati.
Gambar 5. Ilustrasi Cost Path
Sumber : ArcTools (Cost Path)
Penerapan least cost path yang terbagi menjadi tiga tahap tersebut
merupakan pengolahan data jalur berdasarkan tiap nilai pixel pada
data raster. Penerapan metode ini sudah dilakukan pada beberapa
bidang seperti kebencanaan, teknis dan social. Penerapan pada metode
kebencanaan merupakan salah satu teknis terapan yang optimal pada
penentuan jalur. Optimalisasi data akan semakin lebih baik apabila
beberapa parameter yang digunakan memiliki keterkaitan terhadap
studi masalah. Terapan pada kebencanaan membutuhkan beberapa
19
parameter seperti jalan, penggunaan lahan, daerah rawan bencana
serta lereng.
1.5.2. Penelitian Sebelumnya
Beberapa penelitian telah dilakukan terkait dengan rencana
evakuasi bencana Gunung Merapi dan metode dalam penentuan
berbagai jalur. Penelitian tersebut antara lain ialah:
Purwanto (2015) dalam penelitiannya penentuan lokasi jalur
pipa pdam dengan metode least cost path serta analisis debit dan
tekanan airnya di kecamatan gamping dan sekitarnya. Tujuan dari
penelitian ini ialah untuk mengetahui jalur optimum pembuatan pipa
PDAM dengan menggunakan metode Least Cost Path dan Survay
Lapangan. Beberapa parameter seperti jenis tanah, kemiringan lereng,
penutup lahan, dan bentuk lahan. Parameter tersebut kemudian
diproses dengan overlay dan diubah menjadi bentuk data raster
dengan tujuan untuk diolah dengan metode Least Cost Path. Hasil
yang diperoleh ialah Peta rekomendasi Jalur Pipa Baru Kecamatan
Gamping dan sekitarnya serta analisis debit serta tekanan Air Jalur
PDAM.
Satriadi (2018) Penelitian Pemetaan Tematik Ketersediaan
Transportasi untuk Evakuasi dari Erupsi Merapi di Desa Balerane,
Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten. Tujuan dari Mengetahui
ketersediaan transportasi untuk proses evakuasi letusan Gunung
Merapi di Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten. Metode yang
digunakan ialah Deskriptif Kuantitatif dengan membandingkan jumlah
kendaraan yang tersedia pada kecamatan tersebut dengan jumlah
estimasi penduduk dan ternak yang ada pada wilayah tersebut. Hasil
yang dihasilkan dari penilitian Peta ketersediaan angkutan evakuasi
terhadap berbagai elemen dan Table perbandingan ketersediaan
angkutan dengan penduduk.
20
Utami (2017) Perbandingan jalur evakuasi metode least cost
path dengan jalur evakuasi badan penanggulangan bencana daerah
(bpbd) kabupaten sleman pada erupsi gunung merapi (studi kasus
kecamatan pakem, kabupaten sleman). Tujuan dari penelitian ini ialah
untuk mengetahui perbandingan tingkat efektifitas antara jalur
evakuasi BPBD dan Jalur evakuasi Metode Least Cost Path
Kecamatan Pakem. Metode yang digunakan adalah Least Cost Path,
dalam penelitian tersebut beberapa parameter digunakan untuk
mengetahui tingkat efektiitas jalur yang akan dibuat. Beberapa
parameter tersebut antara lain ialah kemiringan lereng, penutup lahan,
lebar jalan, sungai dan jembatan. Perubahan data vector menjadi data
raster dilakukan agar bisa memperoleh jalur evakuasi secara digital.
Hasil dari penelitian ini ialah Peta Jalur Evakuasi Metode Least Cost
Path dan Tabel perbandingan evakuasi mengunakan jalur BPBD
dengan Least Cost Path.
Pamungkas (2019) penelitian yang dilakukan bertujuan untuk
mengetahui efektivitas dari peta menggunakan beberapa parameter
yang memiliki pengaruh terhadap kajian yang dilakukan. Pembuatan
jalur evakuasi bertujuan untuk mengetahui tingkat efektivitas jalur
terhadap peta pemerintah yang telah dipublikasikan kepada
masyarakat. Beberapa parameter diolah menggunakan metode Least
Cost Path analisis, parameter yang digunakan antara lain beberapa
faktor jalan, kemiringan lereng dan penutup lahan. Perbandingan
dilakukan dengan mengetahui kondisi lapangan secara langsung
melalui survey. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini ialah tingkat
efektivitas jalur evakuasi yang telah dibuat.
21
Tabel 3. Ringkasan Penelitian Sebelumnya
Nama
Peneliti Judul Tujuan Metode Hasil
Puwanto
(2015)
Penentuan Lokasi Jalur Pipa PDAM
Dengan Metode Least Cost Path Serta
Analisis Debit dan Tekanan Airnya Di Kecamatan Gamping dan Sekitarnya
Mengeahui jalur
optimum untuk
pembuatan pipa PDAM
Metode Least
Cost Path dan
Survay Lapangan
- Peta Rekomendasi Jalur
Pipa Baru Kecamatan
Gamping
- Analisa Debit dan
tekanan Air Jalur Pipa
PDAM
Satriadi
(2018)
Pemetaan Tematik Ketersediaan
Transportasi untuk Evakuasi dari Erupsi Merapi di Desa Balerane, Kecamatan
Kemalang, Kabupaten Klaten
Mengetahui
ketersediaan transportasi untuk
proses evakuasi
Metode
deskriptif Kuantitatif
- Peta ketersediaan angkutan evakuasi
terhadap berbagai
elemen
- Table perbandingan ketersediaan angkutan
dengan penduduk serta
ternak
Puji Utami
(2017)
Perbandingan jalur evakuasi metode
least cost path dengan jalur evakuasi
badan penanggulangan bencana daerah (bpbd) kabupaten sleman pada erupsi
gunung merapi (studi kasus kecamatan
pakem, kabupaten sleman)
Mengetahui
perbandingan
tingkat efektifitas antara jalur
evakuasi BPBD
dan Jalur evakuasi Meode least Cost
Path Kecamatan
Pakem
Metode least
cost path - Peta Jalur Evakuasi
Metode Least Cost Path
- Tabel perbandingan
evakuasi mengunakan jalur
BPBD dan Least
Cost Path
Pamungkas
(2019)
Kajian Jalur Evakuasi Bencana Erupsi
Gunung Merapi Dengan Menggunakan
Metode Least Cost PathAnalysis Di Kecamatan Turi Kabupaten Sleman
Evaluasi Jalur
Evakuasi untuk
mengetahui perbandingan
efektifitas metode
Metode Least
Cost Path - Analisa
perbandingan Jalur
berdasarkan beberapa parameter
pembanding
1.6. Kerangka Penelitian
Daerah kawasan lereng merapi merupakan wilayah yang rentan bencana
letusan gunung vulkanik. Kejadian erupsi bisa saja terjadi sewaktu-waktu dan
tidak dapat diprediksi secara pasti. Upaya mitigasi bencana perlu untuk
dilakukan agar dapat meminimalisir jumlah korban serta kerugian yang dapat
terjadi. Perkembangan wilayah serta aktivitas gunung vulkanik yang terjadi
pada beberapa kurun waktu berdampak berbagai perubahan pada wilayah
tersebut. Peta yang ada pada instansi terkait berifat subjektif pada beberapa
aspek saja, maka perlu adanya pembaharuan dengan peta degan meode yang
lebih obyektif dan optimum.
Teknologi penginderaan jauh serta data informasi geografi yang semakin
maju merupakan salah satu media yang dapat digunakan untuk membuat
pembaharuan rute evakuasi. Least Cost Path merupakan salah satu metode
22
penentuan sebuah jalur yang sudah dilakukan dan memiliki hasil yang lebih
baik. Metode ini menerapkan berbagai parameter untuk mengkaji rute baru
yang akan digunakan sebagai bahan evaluasi peta yang ada. Beberapa
parameter ditentukan untuk menghasilkan hasil yang optimal dalam
pembaharuan rute yang ada. Hasil peta jalur evakuasi yang baru kemudian
dibandingkan dengan mengkaji aspek ETA (Estimated Time Arrived),
banyaknya rute yang ada, dan jarak lintasan. Hasil yang diperoleh dari
penelitian ini ialah analisa efektitas dari rute yang diperbaharui dengan yang
lama serta pembuatan peta rute evakuasi yang lebih optimal.
23
1.7. Batasan Operasional
Bencana ialah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan,
baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
(Undang – Undang Nomor 27 Tahun 2007).
Erupsi dapat diartikan sebagai letusan gunungapi, semburan sumber minyak,
dan uap panas. Tipe erupsi Gunung Merapi dapat dikategorikan sebagai
tipe vulkanian lemah dan tidak begitu eksplosif, namun aliran
piroklastik hampir selalu terjadi pada setiap erupsinya (Kamus Besar
Bahasa Indonesia).
Evakuasi adalah kegiatan memindahkan korban bencana dari lokasi bencana
ke tempat yang aman atau penampungan pertama untuk mendapatkan
tindakan penanganan lebih lanjut. Evakuasi dilakukan sebagai sebuah
wujud mitigasi bencana untuk mengurangi jumlah korban yang dapat
timbul. (Peraturan Kepala BNPB Nomor 13 Tahun 2010).
Least cost path adalah analisa tiap sel raster dimana segmen berpindah dari
sel ke sel dengan nilai akumulasi terkecil (Samari, 2009).
Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana. (Undang – Undang Nomor
27 Tahun 2007).