1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berbagai kepentingan anggota masyarakat kadang menimbulkan
pertentangan yang akan membahayakan ketertiban, keamanan dan keselamatan
dalam masyarakat bahkan pada dirinya sendiri. Masyarakat baru menyadari akan
adanya peraturan-peraturan hukum serta pola-pola yang mengatur kehidupannya
apabila ia melakukan suatu tindak pidana, oleh sebab itu masyarakat yang
memahami dan mengerti hukum selalu berpikir dahulu sebelum melakukan suatu
tindakan, agar tidak melanggar hukum.
Hukum pidana sebagai sarana untuk menjamin keamanan, ketertiban dan
keadilan, yang untuknya hukum pidana dapat membatasi kemerdekaan manusia
dengan menjatuhkan/menetapkan pidana penjara (kurungan) dan bahkan lebih
dari itu hukum pidana dapat menghilangkan nyawa manusia dengan pidana mati.
Kejahatan dirumuskan sebagai suatu perbuatan yang oleh negara diberi
pidana. Pemberian pidana dimaksudkan untuk mengembalikan keseimbangan
yang terganggu akibat perbuatan itu. Keseimbangan yang terganggu itu ialah
ketertiban masyarakat terganggu masyarakat resah akibat penggangguan ini
dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan itu tidak sesuai dengan tuntutan
masyarakat, karena masyarakat bersifat dinamis, maka tindakanpun harus dinamis
sesuai dengan perubahan masyarakat, jadi ada kemungkinan sesuatu tindakan
2
sesuai dengan tuntutan masyarakat tetapi pada suatu waktu tindakan tersebut
mungkin tidak sesuai lagi dengan tuntutan masyarakat karena perubahan
masyarakat tadi, demikian sebaliknya ketidaksesuaian ini dipengaruhi faktor
tempat dan waktu.
Kehidupan sehari-hari terlihat ada sesuatu tindakan yang menurut hukum
pidana perlu dihukum sedangkan menurut masyarakat bukan suatu tindakan yang
perlu dihukum, sebaliknya ada terdapat suatu tindakan dianggap masyarakat
sebagai kejahatan tetapi tidak dicantumkan dalam KUHP. Perbedaan ini
disebabkan situasi yang berubah yang dapat mempengaruhi perasaan masyarakat
tentang apa yang merugikan (schadelijk), tidak pantas (onbe hoorlijik), dan tak
dapat dibiarkan (onduldbaar). Berdasarkan unsur itu dapatlah dirumuskan
kejahatan adalah suatu tindakan anti sosial yang merugikan, tidak pantas, tidak
dapat dibiarkan, yang dapat menimbulkan kegoncangan dalam masyarakat.
Tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku pembunuhan berencana adalah
suatu perbuatan yang keji, karena si pelaku tega membunuh orang dengan alasan-
alasan tertentu walaupun melakukan perbuatan melawan hukum. Kebanyakan
kasus-kasus tersebut dilakukan dengan alasan yang sederhana seperti cemburu,
masalah warisan, dendam, keinginannya tidak terpenuhi, selingkuh dan lain-lain,
yang sebenarnya alasan-alasan tersebut dapat diselesaikan secara kekeluargaan.
Berbagai bentuk dari tindak pidana yang timbul di dalam masyarakat dirumuskan
dan tercantum di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yang
3
diatur di dalam Buku ke-II yang memuat tentang Kejahatan, Buku ke-III yang
memuat tentang Pelanggaran serta ketentuan yang ada di luar KUHP.
Pada Buku ke-II Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang mengatur
tentang Kejahatan, dimana kejahatan ditinjau dari segi yuridis, kejahatan
merupakan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
atau memenuhi rumusan delik dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(KUHP). Sebagaimana dikatakan oleh W.A. Bonger bahwa kejahatan adalah
perbuatan yang sangat anti sosial, yang memperoleh tentangan dengan sadar dari
negara, berupa pemberian penderitaan (hukuman/tindakan). 1
Di antara berbagai bentuk kejahatan yang sering terjadi di masyarakat,
kejahatan pembunuhan saat ini tetap ada dimanapun termasuk di negara kita. Hal
inilah yang menjadikan kejahatan ini tetap perlu untuk mendapatkan perhatian.
Hal ini juga bila dilihat bahwa di dalam negara kita sangat menghormati dan
menjunjung tinggi hak asasi manusia, tetapi kejahatan ini tetap juga ada.
Dari uraian di atas, maka tugas hakim dalam memberikan keadilan melalui
putusan-putusannya tentu saja harus bersifat obyektif. Oleh karena itu hakim
dalam mengambil keputusan harus benar-benar telah mempertimbangkan semua
fakta hukum yang ada dan didukung oleh alat bukti yang kuat, sehingga
putusannya nanti dapat memuaskan rasa keadilan dalam masyarakat.
Menarik diteliti pada Putusan Perkara No. 180/Pid.B/2011/PN.Pwt dalam
duduk perkaranya bahwa perbuatan terdakwa I Kasimah binti Mustawireja
Waslim, terdakwa II Sarjono bin Suchedi baik bertindak sendiri-sendiri atau
bersama-sama dengan saksi Asmiah binti Mustawireja Waslim, Agus, Buang
1 W.A Bonger, 1982. Pengantar Tentang Kriminologi. PT. Pembangunan Ghlmia Indonesia :
Jakarta. Hlm 25
4
Rasmad dan istri Buang Rasmad bahwa pada hari Kamis tanggal 23 Juni 2011
sekira jam 05.45 WIB s/d 06.15 WIB di dalam mobil Suzuki Carry (Nopol tidak
diketahui) yang sedang melaju dalam perjalanan di area hutan jati di jalan Desa
Lenggarong menuju Desa Paguyangan Kec. Bantarbolang Kab.Pemalang
selanjutnya mayat korban dibuang ke dalam jurang BM 8 / Petak 36 A Perhutani
Baturraden turut Desa Karangsalam Kec. Baturaden Kab. Banyumas.
Atas dasar uraian di atas, maka dalam penelitian ini penulis tertarik untuk
meneliti dengan judul “ Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Rencana Lebih Dulu
Secara Bersama-sama (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan No.
180/Pid.B/2011/PN.Pwt).
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana Penerapan Unsur-unsur Pasal 340 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1
tentang Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Rencana Lebih Dulu Secara
Bersama-sama dalam Perkara No. 180/Pid.B/2011/PN.Pwt ?
2. Apa Dasar Pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan pidana dalam
Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Rencana Lebih Dulu Secara Bersama-
sama dalam Putusan Nomor 180/Pid.B/2011/PN. Pwt?
5
C. Tujuan Penelitian
Dengan berbagai analisis di atas, maka penelitian ini mempunyai
tujuan :
1. Untuk mengetahui penerapan unsur-unsur Pasal 340 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1
KUHP tentang Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Rencana Lebih Dulu
Secara Bersama-sama dalam Perkara No. 180/Pid.B/2011/PN.Pwt
2. Untuk mengetahui Pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan pidana
dalam Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Rencana Lebih Dulu Secara
Bersama-sama dalam Putusan Nomor 180/Pid.B/2011/PN. Pwt.
D. Manfaat Penelitian
1. Kegunaan teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan hukum dalam
pengembangan ilmu hukum khususnya Hukum Pidana dalam hal
pertimbangan hukum hakim menjatuhkan putusan pidana dalam Tindak
Pidana Pembunuhan Dengan Rencana Lebih Dulu Secara Bersama-sama.
2. Kegunaan praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan penelitian ini diharapkan dapat
memberikan pertimbangan kepada penegak hukum dalam melaksanakan tugas
dan kewajibannya.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian dan Unsur-unsur Tindak Pidana
1) Pengertian Tindak Pidana
Suatu tindakan yang dapat merugikan orang lain atau tindakan yang
melawan hukum disebut tindak pidana. Tindak pidana berarti suatu
perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana dan pelaku ini
dapat dikatakan merupakan subjek tindak pidana serta tindak pidana
merupakan pelanggaran terhadap norma atau kaidah sosial yang telah ada
dalam masyarakat tersebut.
Pengertian tindak pidana dalam KUHP disebut dengan istilah
strafbaarfeit, oleh para pakar hukum pidana sering digunakan istilah delik
pidana, sedangkan oleh para pembuat undang-undang dipakai istilah
perbuatan tindak pidana.
Istilah tindak pidana para sarjana mempunyai istilah yang berbeda-
beda. Menurut Moeljatno istilah “ perbuatan pidana “ sebagai perbuatan
yang dilarang oleh suatu peraturan hukum, dengan disertai ancaman atau
sanksi pidana bagi yang melanggarnya. 2
2 Moeljatno, 1982. Asas-asas Hukum Pidana.. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Hlm 37
7
Sedangkan Wirjono Prodjodikoro menggunakan istilah “ tindak pidana
“ yang berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana. 3
Simons yang dikutip Lamintang merumuskan tindak pidana sebagai
berikut :
“ Suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja
ataupun tidak dengan sengaja oleh seseorang yang dapat
dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh undang-
undang telah dinyatakan sebagai perbuatan yang dapat dihukum “.
Alasan Simons yang dikutip Lamintang bahwa merumuskan tindak
pidana seperti tersebut di atas adalah:
a) Suatu tindakan dapat dikatakan sebagai tindak pidana apabila undang-
undang melarang atau mewajibkan tindakannya tersebut dan seseorang
telah melanggarnya;
b) Tindakan tersebut telah memenuhi semua rumusan tindak pidana yang
terdapat dalam undang-undang sehingga dapat dihukum;
c) Tindakan tersebut merupakan tindakan yang bersifat melawan hukum. 4
Moeljatno berpendapat bahwa istilah “ perbuatan pidana “ tidak dapat
disamakan dengan istilah “ strafbaar feit “ melainkan dengan istilah Inggris “
criminal act “. Alasan beliau adalah:
3 Wirjono Prodjodikoro. 1981. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia. PT. Eresco. Jakarta.
Hlm 50 4 P.A.F Lamintang, 1984. Dasar-dasar Hukum Pidana. Sinar Baru. Bandung. Hlm 17
8
a) Criminal act mempunyai arti kelakuan dan akibat yaitu akibat dari suatu
kelakuan yang dilarang oleh hukum ;
b) Criminal act dipisahkan dari pertanggungjawaban pidana (criminal
responsibility atau criminal liability). Untuk dapat dipidananya
seseorang, selain telah melakukan perbuatan pidana, maka orang itu juga
harus mempunyai kesalahan (guilt). 5
Menurut sistem KUHP tindak pidana dibagi atas kejahatan (misdrijven)
dan pelanggaran (overtredingen). Pembagian dalam dua jenis ini tidak
ditentukan dengan nyata-nyata dalam KUHP, tetapi sudah dianggap demikian
adanya. Dalam Buku II KUHP diatur tentang Kejahatan, sedangkan dalam
Buku III diatur tentang Pelanggaran. Dengan kata lain KUHP tidak
memberikan kriteria mengenai jenis tindak pidana tersebut, tetapi KUHP
hanya memasukan dalam kelompok pertama kejahatan dan kelompok kedua
pelanggaran.6
2) Unsur-unsur Tindak Pidana
Setiap tindak pidana dalam KUHP pada umumnya dapat dijabarkan
unsur-unsurnya menjadi dua macam, yaitu unsur-unsur subjektif dan objektif .
Unsur-unsur subyektif adalah unsur yang melekat pada diri si pelaku atau
yang berhubungan dengan diri si pelaku dan termasuk ke dalamnya yaitu
segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Sedangkan yang dimaksud
5 Moelyatno. Op cit. Hlm 65
6 Sudarto. 1990. Hukum dan Hukum Pidana. Alumni. Bandung. Hlm 50
9
unsur objektif itu adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-
keadaan, yaitu keadaan dimana tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan.
Unsur subjektif dari tindak pidana adalah :
1. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus/culpa)
2. Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging seperti yang
dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP.
3. Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di
dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan
lain-lain.
4. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti yang
misalnya terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340
KUHP.
5. Perasaan takut atau vrees seperti yang antara lain terdapat di dalam
rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP. 7
Sedangkan unsur-unsur objektif dari suatu tindak pidana adalah :
1. Sifat melanggar hukum
2. Kualitas dari si pelaku
3. Kausalitas, yakni hubungan antara sesuatu tindakan sebagai penyebab
dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat.8
7 Lamintang. Op cit. Hlm 123
8 Ibid. Hlm 184
10
Berkaitan dengan pengertian unsur-unsur tindak pidana (starfbaarfeit)
ada beberapa pendapat para sarjana mengenai pengertian unsur-unsur tindak
pidana, yaitu :
a. Van Hamel
Starfbaarfeit adalah Een wettlijk omschre ven menschelijke gedraging,
onrechmatig, strafwardig en aan schuld te wijten. Jadi unsur-unsurnya :
1. Perbuatan manusia yang dirumuskan dalam Undang-Undang
2. Bersifat melawan hukum
3. Dilakukan dengan kesalahan, dan
4. Patut dipidana.
b. Simons
Unsur-unsur starfbaarfeit adalah :
1. Perbuatan manusia (positif atau negatif, berbuat atau tidak berbuat atau
membiarkan).
2. Diancam dengan pidana (strafbaar gesteld)
3. Melawan hukum (onrechmatig)
4. Dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verband staand)
5. Oleh orang yang mampu bertanggung jawab (teorekeningsvatbaar
persoon).
c. Moeljatno
Untuk adanya perbuatan pidana harus ada unsur-unsur :
1. Perbuatan (manusia)
11
2. Yang memenuhi rumusan dalam Undang-undang (syarat formil)
3. Bersifat melawan hukum (syarat materiil) 9
.
Dari beberapa pendapat para sarjana di atas, maka dapat simpulkan
bahwa yang terpenting dari unsur-unsur tindak pidana adalah :
a. Adanya perbuatan
b. Terdapat hubungan sebab akibat
c. Perbuatan bersifat melawan hukum
d. Adanya kesalahan dari si pembuat
e. Si pembuat mampu bertanggung jawab.
Selanjutnya kelima unsur tersebut akan dijelaskan satu persatu di bawah
ini :
a. Perbuatan
Unsur pertama dari tindak pidana adalah perbuatan atau tindakan
seseorang. Perbuatan orang ini adalah titik penghubung dan dasar untuk
pemberian pidana. Perbuatan biasanya bersifat positif, tetapi juga dapat
bersifat negatif yaitu terjadi apabila orang tidak melakukan suatu perbuatan
tertentu, yang ia wajib lakukan, sehingga suatu peristiwa terjadi atau yang
tidak akan terjadi, apabila perbuatan tertentu itu dilakukan.10
.
Beberapa pendapat mengenai perbuatan, antara lain yaitu :
9 Sudarto. Op Cit. Hlm 38
10 Wirjono Prodjodikoro, Op Cit. Hlm 51
12
1. Van Hattum memandang Gegrading itu sebagai dasar fisik atau
jasmaniah dari tiap-tiap delik, benar-benar jasmaniah tanpa unsur
subektif ataupun normatif, akan tetapi ditentukan secara deskriptif dan
finalistis. Deskriptif yaitu hanya menggambarkan suatu keadaan saja,
tanpa memberi penilaian. Sedangkan finalistis yaitu ditentukan oleh
tujuan yang hendak dicapai dengan perbuatan itu.
2. Simons mengadakan bahwa dalam arti yang sesesungguhnya handelen
atau berbuat mempunyai sifat aktif, tiap gerak otot yang dikehendaki
dan dilakukan bertujuan untuk menimbulkan suatu akibat.
3. Pompe tidak mentujui definisi di atas, sebab istilah gerakan otot itu
untuk hukum tidak ada artinya dan juga tidak perlu ada pada setiap
tindak pidana. Demikian pula unsur kehendak, unsur inipun tidak selalu
ada pada tindak pidana. Menurtu Pompe, perbuatan itu dapat ditetapkan
sebagai suatu kejadian yang berasal dari manusia, dapat dilihat dari luar
dan diarahkan kepada suatu tujuan yang menjadi sasaran norma-
norma.11
b. Hubungan Sebab Akibat
Unsur akibat dari perbuatan atau kelakuan orang yang ada di dalam ilmu
pengetahuan pidana dikenal dengan istilah oorzaak atau gevolg. Dalam hal
ini oorzaak dan gevold adalah suatu hubungan antara sebab dan akibat
yang dapat menimbulkan kejadian yang dilarang dan diancam dengan
11
Sudarto. Op Cit. Hlm 57-58
13
pidana oleh undang-undang. Hubungan antara sebab dan akibat itu di
dalam undang-undang harus ditentukan apakah akibat yang terjadi dilarang
oleh undang-undang itu disebabkan oleh kelakuan orang yang berbuat,
sehingga terbukti bahwa akibat itu disebabkan oleh kelakuan orang yang
bersangkutan atau kelakuan itu menyebabkan suatu akibat yang dilarang
oleh undang-undang. Pembuktian sebab dan akibat ini diperlukan suatu
hubungan kausal (causaliteit)12
.
c. Sifat Melawan Hukum
Unsur sifat melawan hukum merupakan suatu penilaian objektif terhadap
perbuatan dan bukan terhadap si pembuat. Suatu perbuatan dikatakan
melawan hukum apabila perbuatan itu masuk dalam rumusan delik
sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang.
Menurut Sudarto bahwa sifat melawan hukum (wederrechtelijk)
dibagi menjadi dua yaitu 13
:
1. Sifat melawan hukum yang formil
Suatu perbuaan bersifat melawan hukum apabila perbuatan diancam
pidana dan dirumuskan sebagai suatu delik di dalam undang-undang.
Melawan hukum sama dengan melawan atau bertentangan dengan
undang-undang (hukum tertulis). Pada umumnya sifat melawan hukum
yang formil ini di negara kita sudah tidak dianut lagi.
12
Ibid. Hlm 67 13
Ibid. Hlm 70
14
2. Sifat melawan hukum yang materiil
Suatu perbuatan bersifat melawan hukum atau tidak, tidak hanya yang
terdapat dalam undang-undang saja, akan tetapi harus dilihat berlakunya
asas-asas hukum yang tidak tertulis. Sifat melawan hukumnya perbuatan
yang nyata-nyata masuk dalam rumusan delik dapat hapus berdasarkan
ketentuan undang-undang (hukum tertulis) juga berdasarkan aturan-
aturan yang tidak tertulis (ubergesetlich).
d. Kesalahan
Suatu perbuatan meskipun memenuhi rumusan delik dalam undang-
undang dan tidak dibenarkan, namun hal tersebut belum memenuhi syarat
untuk penjatuhan pidana. Untuk pemidanaan masih perlu adanya syarat
bahwa orang yang melakukan perbuatan itu mempunyai kesalahan atau
bersalah. Dengan kata lain orang tersebut harus dapat
dipertanggungjawabkan atas perbuatannya.
Lebih lanjut Sudarto memberikan tiga pengertian kesalahan,
yaitu 14
:
1. Kesalahan dalam arti yang seluas-luasnya, yang dapat disamakan
dengan pengertian pertanggungjawaban dalam hukum pidana, di
dalamnya terkandung makna dapat dicelanya (verwijtbaarheid) si
pembuat atas perbuatannya ;
14
Ibid. Hlm 5
15
2. Kesalahan dalam arti bentuk kesalahan (schulvorm) yang berupa
kesengajaan (dolus atau opzet) atau kealpaan (culpa) yang merupakan
pengertian kesalahan yuridis;
3. Kesalahan dalam arti yang sempit ialah kealpaan (culpa).
e. Kemampuan Bertanggungjawab
KUHP tidak memberikan perumusan secara tegas tentang pengertian
kemampuan bertanggungjawab, akan tetapi hanya melihat kriterianya saja
dalam hlm ini dapat dilihat dalam Pasal 44 KUHP yang menyatakan :
1. Barangsiapa yang melakukan perbuatan yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan kepadanya, disebabkan karena jiwanya cacat
dalam tubuhnya atau terganggu karena penyakit tidak dipidana;
2. Jika ternyata bahwa perbuatan tidak dapat dipertanggungjawabkan
kepadanya disebabkan karena jiwanya cacat dalam tubuhnya atau
karena terganggu penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya
orang itu dimasukkan ke dalam rumah sakit jiwa paling lama satu
tahun sebagai masa percobaan;
3. Ketentuan tersebut dalam ayat (2) hanya berlaku bagi Mahkamah
Agung, Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri.
Selanjutnya Sudarto berpendapat dalam kaitannya dengan
Pasal 44 KUHP mengatakan bahwa pasal ini memuat syarat-syarat
bertanggungjawab secara negatif dengan alasan bahwa dalam keadaan itu
si pembuat tidak punya kebebasan berkehendak dan tidak dapat
menentukan kehendaknya terhadap perbuatannya.15
15
Ibid. Hlm 8
16
B. Jenis-jenis Tindak Pidana Pembunuhan
Kejahatan merupakan sebagian dari masalah manusia. Di dalam kehidupan
sehari-hari kejahatan dan masyarakat tidak dapat dipisahkan, karena pelaku
maupun korban kejahatan itu merupakan bagian dari masyarakat. Perkembangan
kehidupan di dalam masyarakat baik itu ilmu pengetahuan, tehnologi dan
sebagainya, secara tidak langsung akan digunakan bagi para penjahat untuk
melakukan kejahatannya.
Di dalam KUHP yang berlaku di Indonesia pada Buku II Bab XIX diatur
mengenai kejahatan terhadap nyawa orang, yang oleh pembentuk Undang-
Undang ditempatkan mulai dari Pasal 338 KUHP sampai dengan Pasal 350
KUHP. Tetapi didalam KUHP tidak dijelaskan pengertian mengenai kejahatan
terhadap nyawa orang. Ada beberapa ahli hukum yang mencoba menafsirkan
pengertian kejahatan terhadap nyawa orang. Pengertian nyawa dimaksudkan
adalah yang menyebabkan kehidupan manusia. Menghilangkan nyawa berarti
menghilangkan kehidupan pada manusia yang secara umum disebut
“pembunuhan”16
.
16
Leden Marpaung, 2005. Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh, Cetakan ke 3. Sinar
Grafika, Jakarta. Hlm. 4
17
Kejahatan terhadap nyawa yang diatur dalam Buku ke II Bab XIX yaitu
dalam Pasal 338-350 KUHP adalah sebagai berikut :
a. Pembunuhan Biasa (doodslag)
Merupakan pembunuhan dalam bentuk pokok, diatur dalam Pasal 338
KUHP yang berbunyi :
Barangsiapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena
pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Berdasarkan pendapat R. Soesilo bahwa pembunuhan ini harus
dilakukan segera setelah timbul maksud untuk membunuh itu, jadi tidak
dengan dipikir dalam tempo yang agak lama, misalnya A yang tiba di rumah
melihat istrinya sedang berzinah dengan B, karena panas dan marah timbul
maksud untuk membunuh B dan istrinya, yang seketika itu ia lakukan
dengan menembakkan pistol yang sedang ia bawa.17
b. Pembunuhan dengan pemberatan
Ketentuan mengenai hal ini diatur Pasal 339 KUHP yang berbunyi :
Pembunuhan yang diikuti disertai atau didahului oleh suatu perbuatan
pidana, yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiap atau
mempermudah pelaksanaannya atau untuk melepaskan diri sendiri maupun
peserta lainnya, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang
diperolehnya secara melawan hukum, diancam pidana penjara seumur hidup
atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
17
R. Soesilo. 1986. Kitab Undang-undang Hukum Pidana beserta komentar-komentarnya
lengkap Pasal demi Pasal. Politea. Bogor. Hlm 241
18
Pasal ini hampir sama dengan Pasal 365 KUHP alinea tiga tentang
pencurian dengan kekerasan menyebabkan matinya orang, bedanya
sebagaimana dikatakan pendapat R. Soesilo yaitu :
Dalam Pasal 339 KUHP kematian orang itu dimaksud oleh penjahat,
sedangkan dalam Pasal 365 KUHP alinea 3 maka kematian orang itu tidak
dimaksud akan tetapi hanya merupakan akibat belaka yang tidak
dikehendaki sama sekali oleh penjahat.18
c. Pembunuhan Berencana
Pembunuhan ini diatur dalam Pasal 340 KUHP yang berbunyi :
Barangsiapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa
orang lain diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord) dengan
pidana mati atau pidana seumur hidup atau selama waktu tertentu paling
lama dua puluh tahun.
Mengenai pengertian direncanakan lebih dahulu, R. Soesilo menyatakan
bahwa :
Direncanakan lebih dahulu (voorbedachte rade) adalah antara timbulnya
maksud untuk membunuh dengan pelaksanaannya itu masih ada tempo bagi
si pembuat untuk dengan memikirkan misalnya dengan cara bagaimanakah
pembunuhan itu akan dilakukan. Tempo ini tidak boleh terlalu sempit, juga
tidak perlu terlalu lama yang penting adalah apakah di dalam tempo ini si
pembuat dengan tenang masih dapat berfikir, yang sebenarnya ia masih ada
kesempatan untuk membatalkan niatnya, tetapi tidak ia pergunakan.19
Jadi dapat disimpulkan bahwa antara Pasal 338 dengan Pasal 340 hanya
dibedakan adanya unsur “ direncanakan terlebih dahulu “ pada tindak pidana
pembunuhan berencana, dalam arti bahwa pembunuhan biasa
18
Ibid, hlm 208 19
Ibid
19
pelaksanaannya pada seketika itu juga, sedang dalam pembunuhan
berencana ada tempo antaranya dengan pelaksanaannya.
d. Pembunuhan anak
Tindak pidana anak yang oleh pembentuk undang-undang disebut
kinderdoodslag itu diatur Pasal 341 KUHP yang berbunyi :
Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak, pada saat
anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa
anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri dengan pidana penjara
selama tujuh tahun.
Dari rumusan ketentuann pembunuhan anak yang dimaksud Pasal 341
KUHP tersebut di atas, menurut pendapat Lamintang terdapat beberapa
unsur yaitu :
1) Unsur subyektif : dengan sengaja karena takut
2) Unsur obyektif : seorang ibu menghilangkan nyawa anaknya pada waktu
setelah keluarnya.20
Unsur-unsur tersebut di atas hampir sama dengan unsur-unsur ketentuan
pidana mengenai pembunuhan anak yang direncanakan terlebih dahulu
(kindermoord) yang diatur Pasal 342 KUHP yang berbunyi :
Seorang ibu yang melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan
ketahuan bahwa akan melahirkan anak, pada saat anak akan dilahirkan atau
tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam karena
melaksanakan pembunuhan anak sendiri dengan rencana dengan pidana
penjara paling lama 9 tahun.
20
Lamintang, 1986. Delik-delik Khusus. Bina Cipta. Bandung. Hlm 208
20
Adapun perbedaan unsur kedua pasal tersebut di atas, menurut pendapat
Lamintang yaitu :
Antara unsur pada Pasal 341 dan Pasal 342 KUHP hampir tidak ada
perbedaan, kecuali bahwa perbuatan menghilangkan nyawa anaknya sendiri
oleh ibu di dalam pembunuhan anak dengan direncanakan lebih dahulu telah
dilakukan untuk melaksanakan keputusan yang telah diambil sebelum ibu
tersebut melahirkan anaknya dan keputusan tersebut telah diambil oleh ibu
yang bersangkutan terdorong oleh perasaan takut akan diketahui bila
melahirkan seorang anak.21
e. Pembunuhan Atas permintaan yang bersangkutan
Pembunuhan ini diatur dalam Pasal 344 KUHP yang berbunyi :
Barangsiapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri
yang dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara
paling lama dua belas tahun.
Hermin Hadiati mengatakan :
Pembunuhan ini bisa juga disebut dengan Euthanasia atau Mercy
killing. Menurut Kode Etik Kedokteran Indonesia istilah Euthanasia dapat
diartikan :
1) Berpindah ke alam baka dengan tenang dan aman, tanpa penderitaan,
bagi mereka yang beriman dengan menyebutkan nama Allah di
bibirnya.
2) Waktu hidup akan berakhir, diiringi penderitaan si sakit dengan
memberikannya obat tenang.
3) Mengakhiri penderitaan dan hidup seseorang yang sakit dengan
sengaja atas permintaan pasien sendiri dan keluarganya.22
21
Ibid, hlm 56-57 22
Hermin Hadiati K, 1984. Kejahatan Terhadap Nyawa, Asas-asas, Kasus dan
Permasalahannya. Sinar Wijaya. Surabaya. Hlm 22
21
Dalam delik ini pada prinsipnya adalah permintaan untuk membunuh
tersebut harus disebutkan dengan nyata dan sungguh-sungguh, bila tidak
maka orang tersebut dikenakan pembunuhan biasa (Pasal 338 KUHP).
f. Membujuk / membantu orang agar bunuh diri
Jenis pembunuhan ini diatur Pasal 345 KUHP yang berbunyi :
Barangsiapa sengaja mendorong orang lain untuk membunuh diri,
menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi saran untuk itu padanya,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang itu
juga bunuh diri.
Dalam KUHP tidak tegas menyatakan bahwa bunuh diri diancam
dengan pidana, ini berarti bahwa hal itu tidak dipidana, akan tetapi yang
sengaja menghasut, menolong dan sebagainya, orang lain untuk bunuh diri
dapat dikenai pasal ini dengan catatan orang tersebut benar-benar bunuh diri
(mati)
g. Pengguguran kandungan dengan izin ibunya
Pembunuhan ini diatur dalam Pasal 346 KUHP yang dalam
ketentuannya sebagai berikut :
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan kandungannya atau menyuruh
orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun.
Ditinjau dari rumusan pasal tersebut di atas, maka seperti pada rumusan
pasal sebelumnya yaitu Pasal 341 dan Pasal 342 KUHP, Pasal 346 KUHP
juga mempunyai beberapa unsur, sebagaimana dikatakan pendapat
Lamintang, unsur-unsurnya adalah :
22
1) Ibu dengan sengaja menggugurkan anak dalam kandungannya.
2) Dengan sengaja mengakibatkan matinya anak dalam kandungan ibunya.
3) Menyuruh orang lain menggugurkan atau mengakibatkan matinya anak
yang masih ada dalam kandungan ibunya.23
Mengenai menggugurkan anak yang masih dalam kandungan yang
sering disebut dengan istilah abortus provocatus, Hermin Hadiati
berpendapat :
Abortus provocatus, ialah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, dengan
maksud agar anak yang masih ada dalam kandungan si ibu dilahirkan
sebelum waktunya. Dalam abortus tidak diperhatikan alasan apa yang
mendorong si ibu untuk melakukanna. Perbedaan pokok antara pembunuhan
anak dalam pengguguran kandungan adalah bahwa dalam pembunuhan anak
harus ada bayi yang lahir dan hidup, sedangkan dalam menggugurkan
kandungan bayi tersebut dilahirkan belum waktunya dalam keadaan hidup
atau mati.24
C. Pengertian dan Unsur-unsur Tindak Pidana Pembunuhan Berencana
Tindak pidana pembunuhan merupakan tindak pidana materiil, yaitu tindak
pidana yang perumusannya dititikberatkan kepada akibat yang dilarang dan baru
dianggap selesai bila akibat yang dilarang tersebut timbul. Dalam hal ini menurut
pendapat Hermin Hadiati ada 2 macam hubungan antara perbuatan terdakwa
dengan akibat yang dilarang, yaitu matinya orang lain, kedua hubungan tersebut
adalah :
a. Hubungan dalam alam kenyataan, yaitu hubungan kausal antara perbuatan
membunuh dengan matinya orang (yang dibunuh).
23
Lamintang, op cit. Hlm 55 24
Hermin Hadiati, op cit. Hlm 68
23
b. Hubungan dengan alam bathin (hubungan subyektif) bahwa terdakwa
mengerti dan mengetahui bahwa perbuatannya itu akan mengakibatkan
matinya orang lain. 25
Berdasarkan Pasal 338 KUHP yang berbunyi sebagai berikut :
Barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena
pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Berdasarkan pasal tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa unsur-
unsur tindak pidana pembunuhan sebagai berikut :
a. Adanya perbuatan
b. Adanya akibat
c. Adanya kesengajaan
Pembunuhan berencana ialah pembunuhan yang dilakukan oleh terdakwa
dengan direncanakan terlebih dahulu, misalnya, dengan berunding dengan orang
lain atau setelah memikirkan siasat-siasat yang akan dipakai untuk melaksanakan
niat jahatnya itu dengan sedalam-dalamnya terlebih dahulu, sebelum tindakan
yang kejam itu dimulainya.
Pembunuhan berencana yang dilakukan biasanya bertujuan untuk kepentingan
komersil atau untuk kepentingan si pembunuh itu sendiri, antara lain adanya suatu
dendam dan berencana untuk mengakhiri nyawa si korban bisa juga pelaku di
bayar untuk melakukan suatu tindakan pembunuhan tersebut karena alasan
tertentu. J.E. Sahetapy menyatakan :
“Pembunuhan berencana itu di maksudkan oleh pembuat undang-undang sebagai
pembunuhan bentuk khusus yang memberatkan, seharusnya tidak dirumuskan
dengan cara demikian, melainkan delam Pasal 340 KUHP itu cukup disebut
sebagai pembunuhan saja, tidak perlu menyebut ulang seluruh unsur Pasal 338
KUHP dan rumusannya dapat berupa “pembunuhan yang dilakukan dengan
25
Hermin Hadiati K. Op cit. Hlm 21-22
24
rencana terlebih dahulu dipidana karena pembunuhan dengan rencana….”dan
seterusnya”. 26
Dalam perbuatan menghilangkan jiwa/nyawa (orang lain) terdapat 3 syarat
yang harus dipenuhi, yaitu :
1) Adanya wujud perbuatan ;
2) Adanya suatu kematian (orang lain) ;
3) Adanya hubungan sebab dan akibat antara perbuatan dan akibat kematian.
Rumusan Pasal 340 KUHP dengan menyebutkan unsur tingkah laku sebagai
“menghilangkan nyawa orang lain” menunjukkan bahwa kejahatan pembunuhan
berencana adalah suatu tindak pidana materil. Perbuatan menghilangkan nyawa
dirumuskan dalam bentuk aktif dan abstrak. Bentuk aktif artinya mewujudkan
perbuatan itu harus dengan gerakan pada sebagian anggota tubuh, tidak boleh
diam atau pasif, misalnya memasukkan racun pada minuman. Disebut abstrak,
karena perbuatan itu tidak menunjuk bentuk kongkrit tertentu. Oleh karena itu
dalam kenyataan secara kongkrit, perbuatan itu dapat bermacam-macam
wujudnya, misalnya menembak, mengampak, memukul, meracuni, dan lain
sebagainya.
Wujud perbuatan tersebut dapat saja terjadi tanpa menimbulkan akibat
hilangnya nyawa orang lain. Bilamana perbuatan yang direncanakan untuk
menghilangkan nyawa orang lain telah diwujudkan kemudian korban tidak
meninggal dunia, maka delik yang terjadi adalah percobaan melakukan
26
J.E. Sahetapy. 1982. Suatu Studi Khusus Mengenai Ancaman Pidana Mati terhadap
Pembunuhan Berencana. CV. Rajawali. Jakarta. Hlm 32
25
pembunuhan berencana. Oleh karena itu akibat ini amatlah penting untuk
menentukan selesai atau tidaknya pembunuhan itu. Saat timbul akibat hilangnya
nyawa tidaklah harus seketika atau tidak lama setelah perbuatan melainkan dapat
timbul beberapa lama kemudian, yang penting akibat itu benar-benar disebabkan
oleh perbuatan itu. Misalnya setelah dibacok, karena menderita luka-luka berat ia
dirawat di rumah sakit, dua minggu kemudian karena luka-luka akibat bacokan itu
meninggal dunia.
Tiga syarat yang ada dalam unsur perbuatan menghilangkan nyawa
sebagaimana di atas harus dibuktikan walaupun satu sama lain dapat dibedakan,
akan tetapi tidak dapat dipisahkan. Oleh karena merupakan suatu kebulatan.
Apabila salah satu unsur tidak terdapat diantara 3 (tiga) syarat tersebut, maka
perbuatan menghilangkan nyawa tidak terjadi. Untuk menentukan adanya wujud
perbuatan dan adanya kematian, tidaklah merupakan hal yang amat sulit. Lain
halnya dengan untuk menentukan apa sebab timbulnya kematian atau dengan kata
lain menetapkan adanya hubungan kausal antara wujud perbuatan dengan akibat
kematian.
Dalam hal hubungan antara perbuatan sebagai penyebab dengan hilangnya
nyawa orang sebagai akibat, ada masalah pokok yang amat penting, yakni
bilamanakah atau dengan syarat-syarat apakah yang harus ada untuk suatu
kematian dapat ditetapkan sebagai akibat dari suatu wujud perbuatan.
Perbedaan antara pembunuhan dan pembunuhan yang direncanakan terlebih
dahulu terletak dalam apa yang terjadi di dalam diri si pelaku sebelum
26
pelaksanaan menghilangkan jiwa seseorang. Mengenai unsur dengan rencana
terlebih dahulu, pada dasarnya mengandung 3 (tiga) syarat yaitu :
a) Memutuskan kehendak dalam suasana tenang pada saat memutuskan untuk
membunuh itu dilakukan dalam suasana tidak tergesa-gesa. Indikatornya
adalah sebelum memutuskan kehendak untuk membunuh telah dipikirkan
dan di pertimbangkan, telah dikaji untung ruginya. Pemikiran dan
pertimbangan seperti itu hanya dapat dilakukan apabila ada dalam suasana
tenang. Ia memikirkan dan mempertimbangkan dengan mendalam itulah ia
akhirnya memutuskan kehendak untuk berbuat, sedangkan perbuatannya
tidak diwujudkan ketika itu.
b) Ada tersedia waktu yang cukup sejak timbulnya kehendak sampai dengan
pelaksanaan kehendak. Waktu yang cukup dalam hal ini adalah relatif,
dalam arti tidak diukur dari lamanya waktu tertentu melainkan bergantung
pada keadaan atau kejadian konkrit yang berlaku. Tidak perlu singkat, tidak
mempunyai kesempatan lagi untuk berpikir-pikir, karena tergesa-gesa, waktu
yang demikian tidak menggambarkan adanya hubungan antara pengambilan
putusan dan kehendak untuk membunuh dengan pelaksanaan pembunuhan.
Mengenai adanya cukup waktu, di maksudkan adanya kesempatan untuk
memikirkan dengan tenang untung ruginya perbuatan itu dan sebagainya.
c) Pelaksanaan kehendak (perbuatan) dalam suasana tenang, syarat ini
dimaksudkan suasana hati dalam melaksanakan pembunuhan itu tidak dalam
27
suasana yang tergesa-gesa, amarah yang tinggi, rasa takut yang berlebihan,
dan lain sebagainya.27
Bertitik tolak pada pengertian dan syarat unsur direncanakan terlebih dahulu
sebagaimana yang telah diuraikan di atas, maka terbentuknya direncanakan lebih
dahulu adalah lain dengan terbentuknya kesengajaan. Proses terbentuknya
direncanakan memerlukan dan melalui syarat-syarat tertentu. Sedangkan
terbentuknya kesengajaan tidak memerlukan syarat-syarat sebagaimana yang
diperlukan bagi terbentuknya unsur-unsur “dengan rencana terlebih dahulu”. Juga
dengan melihat pada proses terbentuknya unsur dengan rencana terlebih dahulu,
maka kesengajaan (kehendak) sudah dengan sendirinya terdapat didalam unsur
dengan rencana terlebih dahulu, dan tidak sebaliknya. Dengan demikian dapat
diartikan bahwa kesengajaan (kehendak) adalah bagian dari direncanakan terlebih
dahulu.
D. Pengertian Penyertaan
Dalam hukum pidana terdapat suatu perbuatan pidana dimana dapat
dilakukan oleh beberapa orang dengan bagian dari tiap-tiap orang dalam
melakukan perbuatan dan sifatnya berlainan dan bervariatif. Hal tersebut dapat
dilihat dari peran serta mereka dalam melakukan perbuatan tersebut dimana
posisinya bisa sebagai pelaku atau pembantu dalam perbuatan pidana yang
dilakukan. Dengan melihat hal tersebut membuat kemungkinan untuk
memperluas dapat dipidananya perbuatan dalam beberapa hal khususnya terhadap
27
Ibid, hlm 38
28
pelaku yang lebih dari satu orang dan hal tersebut dikenal dengan delik
penyertaan (deelnemihg).28
Penyertaan ialah apabila orang yang tersangkut untuk terjadinya suatu
perbuatan pidana atau kejahatan itu tidak hanya satu orang saja, melainkan lebih
dari satu orang. Definisi tersebut merupakan kesimpulan dari penjelasan Pasal 55
dan Pasal 56 KUHP tentang bentuk-bentuk dari penyertaan karena KUHP sendiri
tidak secara tegas dalam memberikan pengertian tentang penyertaan. Yang
membedakan subyek pelakunya lebih dari satu orang dan sampai ketidakjelasan
jumlah subyek pelaku yang ada. Bentuk–bentuk perbuatan pidana yang dilakukan
secara massal, yang terbagi menjadi dua macam yaitu perbuatan pidana yang
dilakukan secara bersama-sama yang terbentuk secara terorganisir dan terbentuk
tidak secara terorganisir. Dengan adanya kedua bentuk tersebut, maka dalam hal
ini perlu dikaji bagaimana hubungan antar pelaku satu dengan yang lainnya
sehingga jelas dalam menentukan kesalahan masing-masing.29
Ketentuan penyertaan yang dibentuk dan dimuat dalam KUHP bertujuan
agar dapat dipertanggungjawabkan dan dipidananya orang-orang yang terlibat dan
mempunyai andil baik secara fisik (obyektif) maupun psikhis (subyektif) seperti
orang yang terlibat dalam kasus di atas. Pembentuk Undang-undang merasa perlu
membebani tanggung jawab pidana dan yang sekaligus besarnya bagi orang-
28
R.Soesilo, 1996. Kitab Undang-undang Hukum Pidana, ctk. Ulang ,Politea, Bogor. Hlm. 73 29
Ibid.
29
orang yang perbuatannya semacam itu, untuk menjadi pegangan hakim dalam
menjatuhkan pidana.
Sistem pembebanan tanggung jawab pada penyertaan
(deelneming) adalah pengertian yang meliputi semua bentuk turut serta /
terlibatnya orang atau orang-orang baik secara psikis maupun pisik dengan
melakukan masing-masing perbuatan sehingga melahirkan suatu tindak pidana.
Orang-orang yang terlibat dalam kerja sama yang mewujudkan tindak pidana,
perbuatan masing-masing dan mereka berbeda satu dengan yang lain, demikian
juga bisa tidak sama apa yang ada dalam sikap batin mereka terhadap peserta
yang lain. Tetapi dari perbedaan-perbedaan yang ada pada masing-masing itu
terjalinlah suatu hubungan yang sedemikian rupa eratnya, di mana perbuatan oleh
yang satu menunjang perbuatan oleh yang lainnya yang semuanya mengarah pada
satu istilah terwujudnya tindak pidana.
Sebagaimana dalam percobaan yang mengenal dua ajaran subyektif dan
obyektif, demikian juga dalam penyertaan ada 2 ajaran, subyektif dan obyektif,
menurut ajaran subyektif yang bertitik tolak dan memberatkan pandangannya
pada sikap batin pembuat, memberikan ukuran bahwa orang yang terlibat dalam
suatu tindak pidana yang dilakukan oleh lebih dari satu orang (penyertaan) ialah
apabila ia berkhendak, mempunyai tujuan dan kepentingan untuk terwujudnya
tindak pidana. Siapa yang berkehendak yang paling kuat dan atau mempunyai
30
kepentingan yang paling besar terhadap tindak pidana itu, dialah yang membeban
tanggung jawab pidana yang lebih besar. 30
Sebaliknya menurut ajaran obyektif, yang menitik beratkan pada wujud
perbuatan apa serta sejauh mana peran dan andil serta pengaruh positif dari wujud
perbuatan itu terhadap timbulnya tindak pidana yang dimaksudkan, yang
menentukan seberapa berat tanggung jawab yang dibebannya terhadap terjadinya
tindak pidana.
Menyangkut tentang sistem pembebanan pertanggungjawaban pidana dalam
penyertaan. Dalam doktrin hukum pidana, dikenal ada 2 sistem pembebanan
pertanggungjawaban pidana, ialah:
1. Pertama, yang menyatakan bahwa setiap orang yang terlibat bersama-sama
ke dalam suatu tindak pidana dipandang dan dipertanggung jawabkan secara
sama dengan orang yang sendirian (dader) melakukan tindak pidana, tanpa
dibeda-bedakan baik atas perbuatan baik atas perbuatan yang dilakukannya
maupun yang ada dalam sikap batinnya.
2. Kedua, yang merupakan bahwa masing-masing orang yang bersama-sama
terlibat kedalam suatu tindak pidana dipandang dan dipertanggungjawabkan
berbeda-beda, yang berat-ringannya sesuai dengan bentuk dan luasnya
wujud perbuatan masing-masing orang dalam mewujudkan tindak pidana.
30
R. Soesilo. 2003. Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Refika Aditama. Yogyakarta.
Hlm 73
31
Tetapi juga menurut KUHP bagi orang yang terlibat sebagai pembuat
pembantu, baik pembantuan pada saat pelaksanaan kejahatan maupun
pembantuan sebelum pelaksanaan kejahatan (Pasal 56 KUHP) beban
tanggung jawabnya dibedakan dengan orang-orang yang masuk kelompok
pertama (mededader) pada Pasal 55 KUHP, yakni beban tanggung jawab
pelaku pembantu ini lebih ringan pada daripada tanggung jawab pelaku
mededader tersebut, dimana menurut Pasal 57 ayat (1) KUHP ditetapkan
bahwa “ dalam hal pembantuan, maksimum pidana pokok terhadap
kejahatan, dikurangi sepertiga”.
32
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
1. Metode Pendekatan
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan yuridis normatif atau legal research yaitu pendekatan yang
menggunakan konsepsi legistis positivis. Konsep ini memandang bahwa
hukum identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan
oleh lembaga atau pejabat suatu sistem normatif yang bersifat otonom,
terhadap dan terlepas dari kehidupan masyarakat.31
2. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptf analisis, yaitu penelitian yang menggambarkan keadaan dan obyek
atau masalahnya yang akan diteliti.
3. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Pengadilan Negeri Purwokerto
4. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini data sekunder.
Data sekunder dalam penelitian ini meliputi peraturan perundang-undangan,
31
Rony Hanitijo Soemitro. 1988. Metodologi Penelitian Hukum. Ghlmia Indonesia. Jakarta.
Hlm 10
33
buku-buku literatur, dokumen dan arsip serta Putusan Pengadilan
Purwokerto Nomor 180/Pid.B/2011/PN.Pwt
B. Metode Pengumpulan Data
Data sekunder ini diperoleh dengan cara mempelajari peraturan
perundang-undangan, buku-buku literatur, dokumen dan arsip serta Putusan
Pengadilan Purwokerto No. 180/Pid.B/2011/PN.Pwt.
C. Metode Penyajian Data
Data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk uraian yang disusun
secara sistematis.
D. Metode Analisis Data
Data yang diperoleh secara kualitatif, yaitu dengan menjabarkan dan
menafsirkan data yang akan disusun secara logis dan sistematis berdasarkan
doktrin atau ilmu pengetahuan hukum pidana.
34
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor 180/Pid.B/2011/PN.Pwt,
tentang Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Rencana Lebih Dulu Secara
Bersama-sama sebagaimana didakwakan dalam Pasal 340 KUHP jo Pasal 55
ayat (1) ke-1 KUHP pada pokoknya dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Identitas Para Terdakwa
Nama lengkap : KASIMAH Binti MUSTAWIREJA WASLIM (alm).
Tempat lahir : Purbalingga
Umur/Tanggal lahir : 46 Tahun / 18 Desember 1965
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Desa Gunung Karang RT. 03. RW 02 Kecamatan
Bobotsari Kabupaten Purbalingga.
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh
Nama lengkap : SARJONO bin SUCHEDI
Tempat lahir : Purbalingga
Umur/tanggal lahir : 51 Tahun / 23 Februari 1960
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Desa Gunung Karang RT. 03. RW. 02 Kecamatan
Bobotsari, Kabupaten Purbalingga.
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh
35
2. Duduk Perkara
Bahwa hubungan antara terdakwa I. KASIMAH dengan korban
KASIMUN serta saksi ASMIAH adalah saudara kandung, terdakwa
KASIMAH sebagai kakak kandung korban dan saksi ASMIAH sebagai adik
kandung korban sedangkan dengan terdakwa II. SARJONO sebagai kakak
ipar korban; Bahwa sekitar Januari 2008, korban KASIMUN mengalami
depresi berat (stress) yang disebabakan korban telah dipecat sebagai guru dan
sebabnya dipecat karena korban ketahuan melakukan perselingkuhan dengan
wanita lain sehingga terdakwa II. SARJONO menelpon kepada saksi
ASMIAH yang tinggal di Jakarta intinya mengabarkan bahwa korban dibawa
ke RS Jiwa Banyumas karena sering mengamuk dan akhir Januari 2008,
terdakwa I. KASIMAH menelpon lagi kepada saksi ASMIAH yang
memberitahukan bahwa korban sudah pulang dari RS Jiwa Banyumas dan
dirawat sekitar 17 hari;
Pada tanggal 07 Agustus 2010, terdakwa I. KASIMAH menelpon saksi
ASMIAH lagi yang memberitahukan bahwa korban mengamuk kepada
ibunya yang bernama SUPINI dan akibat perbuatan korban, ibunya dibawa
ke RS WIRASANA Purbalingga untuk menjalani perawatan sedangkan
korban dibawa ke RS Jiwa Banyumas dan sore harinya saksi ASMIAH
pulang dari Jakarta ke kampung dan korban dirawat di RS Jiwa Banyumas
sekitar 11 hari namun tidak sembuh;
36
Pada tanggal 19 Agustus 2010, korban KASIMUN oleh terdakwa II.
SARJONO dan WARDI JARMAN als. MURYANTO (suami ASMIAH)
dibawa ke Bogor untuk pengobatan selama 5 hari namun juga tidak sembuh
selanjutnya tanggal 24 Agustus 2010, korban di bawa ke RS Jiwa Magelang
dan pada tanggal 15 Desember 2010 korban pulang dari RS Jiwa Magelang;
Bahwa pada tanggal 20 Desember 2010, saksi ASMIAH mengajak
korban KASIMUN ke kontrakannya di Jakarta di daerah Ciracas dengan
tujuan untuk membuka lembaran baru dan melupakan masa lalu dan
menawari pekerjaan namun korban menolak pekerjaan tersebut dengan
alasan sakit epilepsi yang sewaktu-waktu bisa kambuh;
Bahwa sekitar pertengahan Maret 2010, saksi ASMIAH menelpon
terdakwa I. KASIMAH yang memberitahukan bahwa korban KASIMUN
sering mengamuk dan meminta pulang terus ke Bobotsari dengan alasan
ingin merawat ibunya dan melihat anak-anaknya serta ingin membereskan
hutang di KUD Sarireja Bobotsari kemudian dua hari lagi saksi ASMIAH
menelpon terdakwa I. KASIMAH yang memberitahukan bahwa di daerah
Tangerang ada pondik pesantren untuk penitipan dan penyembuhan korban
akan tetapi biayanya Rp. 15.000.000,- (lima belas juta rupiah) dan lamanya
sekitar 5 bulan lalu terdakwa I. KASIMAH bilang”biayanya mahal banget”,
apa tidak ada alternatif lain, ke orang pintar atau kyia yang intinya agar
korban tidak ingat pulang kampung selanjutnya pada tanggal 26 April 2011,
terdakwa I. KASIMAH mendapat telpon dari saksi ASMIAH intinya
37
meminta uang sebesar RP. 3.500.000.- (tiga juta lima ratus ribu rupiah) untuk
berobat korban ke daerah Bogor supaya tidak ingat pulang terus dan pada
tanggal 27 April 2011, terdakwa I. KASIMAH mengirim uang melalui wesel
pos sebesar Rp.3.500.000,- kepada saksi ASMIAH untuk ke Bogor untuk
mencari obat dan saksi ASMIAH juga mengabarkan apabila telah berhasil
mendapatkan obatnya berupa air putih untuk diminumkan kepada korban dan
membasuh mukanya;
Bahwa tanggal 5 Mei 2011 terdakwa I. KASIMAH mendapat telpon
dari saksi ASMIAH yang intinya meminta uang Rp. 500.000,- lagi guna
mengambil air lagi di Bogor karena air habis; Bahwa pada tanggal 10 Mei
2011 terdakwa I. KASIMAH mendapat telpon lagi dari saksi ASMIAH yang
mengabarkan bahwa air yang dibawa dari Bogor tidak berhasil, malahan
korban minta pulang terus dan dijawab KASIMAH “gimana KASIMUN
minta pulang terus padahal sudah dicerai oleh istrinya DARYATUN
sedangkan tanah, sawah sudah dijual untuk keperluan pengobatan
KASIMUN tanpa sepengetahuan korban” lalu saksi ASMIAH meminta agar
telpon diserahkan kepada terdakwa II. SARJONO (kakak ipar) lalu terdakwa
II. SARJONO bilang “gimana, apa KASIMUN minta pulang terus” dan
dijawab olen ASMIAH “ya minta pulang terus” lalu terdakwa II. SARJONO
berkata lagi “orang epilepsi kalo epilepsinya kambuh ditutupi bantal saja,
kalo ga ya diceburin ke kali saja” dan terdakwa II. SARJONO mengatakan
hal tersebut karena takut apabila korban KASIMUN pulang ke kampung pasti
38
jadi sasaran terdakwa I. KASIMAH dan terdakwa II. SARJONO karena yang
menandatangani perceraian antara korban dan istrinya adalah terdakwa I.
KASIMAH dan korban KASIMUN sebelumnya pernah menelpon ke
terdakwa II. SARJONO yang intinya “mau membokar perceraian itudan
mengancam mau menghabisi keluarga dirumah”
Bahwa pada tanggal 27 Mei 2011 terdakwa II. SARJONO menelpon
saksi ASMIAH yang intinya mengatakan “kamu menghubungi BUANG
RASMAD saja yang sekarang tinggal di Tegal” lalu terdakwa bertanya
“gimana saya bisa menghubungi” lalu terdakwa II. SARJONO berkata
“menghubungi BUANG susah dan dicari juga susah”
Bahwa pada tanggal 12 Juni 2011 sekitar jam 19.00 wib, saksi
ASMIAH pulang dari Jakarta ke desa dan sore hari saksi ASMIAH dan sdr.
BUANG RASMAD datang ke rumah para terdakwa selanjutnya para
terdakwa , BUANG RASMAD, serta saksi ASMIAH membicarakan
masalah mau menyuruh BUANG RASMAD untuk membunuh korban
KASIMUN dan saat itu mengadakan kesepakatan harga lalu BUANG bilang
“dimana korban KASIMUN sekarang” dijawab saksi ASMIAH “di Jakarta
tinggal bersama saya di kontrakan Kampung Kelapa Wetan RT 04/02 Kec.
Ciracas Jakarta Timur” dan BUANG RASMAD menyutujui kerjaan tersebut
namun BUANG RASMAD meminta bayaran sebesar Rp. 10.000.000,-
(sepuluh juta rupiah) namun oleh terdakwa II. SARJONO ditawar Rp.
5.000.000,- (lima juta rupiah) tetapi BUANG RASMAD tidak mau akhirnya
39
para terdakwa dan saksi ASMIAH menyutujui permintaan BUANG
RASMAD lalu BUANG minta alamat dan no. HP salsi ASMIAH dan
sekaligus bilang “apabila saya mau ke Jakarta supaya disiapkan DP nya”;
Pada tanggal 18 Juni 2011 sekitar jam 13.00 wib, BUANG RASMAD
menelpon kepada terdakwa I. KASIMAH yang intinya meminta DP sebesar
Rp. 1.500.000,- karena mau berangkat ke Jakarta besok hari.
Selanjutnya pada tanggal 20 Juni 2011 sekitar jam 15.00 wib terdakwa
I. KASIMAH mendapat telpon dari saksi ASMIAH yang intinya
mengatakan bahwa “sdr. BUANG akan ke Jakarta nanti sore dan minta DP
Rp. 1.500.000,- lalu saksi ASMIAH bilang “agar BUANG dikasih Rp.
1.000.000,- dulu saja, nanti yang Rp. 500.000,- saksi ASMIAH yang kasih
apabila sudah sampai ke Jakarta” dan sekitar jam 16.00 wib, terdakwa I.
KASIMAH menelpon saksi ASMIAH yang mengatakan “kalau sdr. BUANG
sudah datang dan sudah saya kasih Rp. 1.000.000,- dan sekaligus datang ke
Jakarta”
Bahwa pada tanggal 21 Juni 2011 selama dalam perjalanan dari Jakarta
untuk melakukan pembunuhan terhadap korban Kasimun (malam hari), saksi
ASMIAH mengirimkan beberapa sms ke terdakwa I. KASIMAH yakni jam
19.23 wib yang isinya “Yu, pokoke mengko tek tinggal neng tol la” dan
sekitar jam 19.24 wib sms lagi “Yu mengko angger neng tol ora turu ya
kaya kue bae, jalan siji-sijine yu ora teyeng bali” dilanjut dengan sms
“Maksude masalah kepriwe ora mungkin teyeng bali menko li ora
40
mangan li lemes selot sue mati” kemudian jam 19.25 wib “Yu kue mengko
tanggungane aku ora usah sepuluh juta ya ra papa, 5 juta bae” dan
setelah membaca sms dari saksi ASMIAH lalu dijawab dengan sms oleh
terdakwa II. SARJONO dengan kata-kata “Gimana sih kemarin sudah
sanggup dan sepakat, kenapa sekarang berubah” dan tidak lama
kemudian saksi ASMIAH kirim sms lagi ke terdakwa I. KASIMAH isinya
“Yu, jere arep di tekek bae soale KASIMUN ora turu padahal wis tek
empani obat tidur 5 sing dicampur sprite kepriwe” dan belum sempat
dibalas saksi ASMIAH sms lagi “Nggane suwe temen ra dibalas, kiye wis
gutul Cirebon” namun sms tersebut tidak dibalas oleh para terdakwa;
Bahwa pada tanggal 22 Juni 2011 sekitar jam 01.57 wib, saksi
ASMIAH sms dengan kata-kata “a buang ky celek kur omonge thok, ski
urng di jlni mlh btire kabur ng brbes ra gelem, ski lagi nggolet batir ng
tegal” namun setelah membaca sms tersebut terdakwa I. KASIMAH tidak
tahu siapa yang dimaksud teman Buang yang kabur tersebut dan belum
sempat dibalas, sekitar jam 02.23 wib saksi ASMIAH sms lagi yang
bunyinya “Yu ky ana glem tp wonge njluk byran 6 jt la se buang 6 jt yu
ws kadung ng kene se y” dan selama perjalanan tersebut, saksi ASMIAH
selalu sms namun tidak dibalas;
Pada hari Rabu tanggal 22 Juni 2011 sekitar jam 12.41 wib, saksi
ASMIAH sms ke terdakwa I. KASIMAH yang intinya bahwa korban
KASIMUN sempat kabur tetapi sekarang ketemu;
41
Bahwa pada hari Kamis tanggal 23 Juni 2011 jam 05.42 wib, terdakwa
I menerima sms dari ASMIAH bunyinya “urung Kasimun brontak ky kyne
arp d inumi alcohol ra gampang u” dan sebelum sempat di sms sekitar jam
06.15 wib, menerima sms lagi yang intinya menerangkan bahwa Kasimun
sudah meninggal dunia dan saat ini cuma lagi bingung membuang
mayatnya, solae mayat kasimun ada bekasnya selanjutnya saksi
ASMIAH memberitahu kepada terdakwa I bahwa mayat korban
KASIMUN telah dibuang ke dalam jurang di daerah Baturaden di BM
8/petak 36 Perhutani Baturaden sekitar jam 19.00 wib dan menurut
keterangan saksi ASMIAH korban KASIMUN di bunuh dalam mobil
Carry plat R- tapi nopol nggak ingat yang sedang melaju dalam
perjalanan di area hutan jati di jalan Desa Lenggarong menuju Desa
Paguyangan Kec. Bantarbolang Kab. Pemalang dan menurut
keterangan saksi ASMIAH orang yang membunuh KASIMUN bernama
AGUS dengan cara dijerat dilehernya menggunakan tali tambang
jemuran yang terbuat dari senur warna kuning yang sebelumnya telah
dibuat simpul.
Bahwa pada hari Senin tanggal 27 Juni 2011 sekitar jam 05.00 wib,
saksi ASMIAH datang ke rumah para terdakwa kemudian menyuruh
terdakwa II. SARJONO untuk mengubur pakaian dan celana milik korban
KASIMUN di sekitar rumah dan untuk membiayai rencana untuk membunuh
korban KASIMUN tersebut, terdakwa tekah menjual tanah seluas 130 ubin
42
milik ibu terdakwa seharga Rp. 16.000.000,- (enam belas juta rupiah) kepada
sdr. MUHYARI namun pembayaran dilakukan secara bertahap.
3. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum
Para Terdakwa oleh Jaksa Penuntut Umum diajukan ke persidangan
dengan dakwaan Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
4. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum
Di muka persidangan Jaksa Penuntut Umum pada pokoknya menuntut
agar :
1) Menyatakan Terdakwa I Kasimah binti Mustawireja Waslih (alm) dan
Terdakwa II Sarjono bin Suchedi (alm) terbukti secara sah dan
meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana
pembunuhan dengan rencana lebih dulu secara bersama-sama
sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 340 KUHP jo Pasal
55 ayat (1) ke-1 KUHP;
2) Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa I Kasimah binti Mustawireja
Waslih (alm) dan Terdakwa II Sarjono bin Suchedi (alm) dengan pidana
penjara masing-masing 7 tahun dikurangi selama para terdakwa di
tahanan dengan perintah tetap ditahan;
3) Menyatakan barang bukti :
- 1 (satu) buah kaos lengan panjang warna hitam pada bagian belakang
atas bertuliskan “ RELUNG” BOBOTSARI TELP. 759191 ;
43
- 1 (satu) buah jaket kain warna putih hitam dengan bagian tengah
depan dan lengan kanan kiri berwarna putih sedangkan pada bagian
depan kanan kiri warna hitam dengan plisir pada saku jaket berwarna
putih ;
- 1 (satu) buah celana panjang kain warna abu-abu tua ;
- 1 (satu) buah celana dalam warna kuning krem ;
- 1 (satu) buah kaos warna coklat krem agak kehijauan merk JMR;
- 1 (satu) buah handuk warna biru merk Pamela;
- 1 (satu) buah sapu tangan handuk warna hijau kombinasi putih;
- 1 (satu) buah handphone merek Samsung warna hitam silver, dengan
nomor sim card 087775515888 dan nomor 082122162111;
- 1 (satu) lembar kwitansi pembayaran tanah sawah yaitu dengan nila
pembayaran Rp. 16.000.000,- (enam belas juta rupiah) tertanggal 12
Juni 2011 yang ditanda tangani oleh saudari KASIMAH dengan
disaksikan oleh sdr. SARJONO;
- 1 (satu) buah handphone merek Nokia type N 1280, warna hitam,
dengan nomor sim card 081903535449;
- 1 (satu) buah tas jinjing berwarna biru merek Family;
- 2 (dua) buah buku tabungan berupa 1 (satu) buah buku tabungan
dengan nomor rekening 3719-01-014439-536 BRI unit Bobotsari
Purbalingga, an. MEI UTAMI. Desa Gunung Karang Rt.03/02 Kec.
Bobotsari Purbalingga dan 1 (satu) buah buku tabungan dengan
44
nomor rekening 0222924769 Bank BRI Bobotsari Purbalingga atas
nama ASMIAH;
- 1 (satu) buah cangkul gagang kayu;
- 2 (dua) potong celana panjang warna biru dongker ;
- 1 (satu) potong celana panjang warna bau-abu tua ;
- 1 (satu) potong celana panjang warna hitam kusam ;
- 1 (satu ) potong celana pendek kolor 3/4 warna coklat keabu-abuan ;
- 1 (satu) potong celana pendek kolor warna biru kombinasi warna
merah, putih, hitam bertuliskan Adidas ;
- 1 (satu) potong celana pendek kolor warna putih kombinasi biru
bertuliskan Adidas;
- 1 (satu) potong hem lengan pendek motif kotak warna biru bergaris
merah kombinasi putih;
- 1 (satu) potong hem lengan pendek warna biru muda merk Jubilee;
- 1 (satu) potong baju koko lengan panjang warna hitam merk Sahara;
- 1 (satu) potong baju koko lengan panjang warna hijau merk Atlas;
- 1 (satu) potong kaos berkrah lengan pendek warna hijau tua;
- 1 (satu) potong kaos berkrah lengan pendek warna merah jambu
merek Candini;
- 1 (satu) potong kaos berjkrah lengan pendek warna kuning krem,
krah warna hitam, pada punggung bertuliskan Kejar Paket B, Ngudi
Kamulyah Palumbung Wetan, atas saku depan bertuliskan Tutor;
45
- 1 (satu) potong kaos lengan pendek warna kuning;
- 1 (satu) potong kaos berkrah bermotifkan garis kombinasi warna
orange, abu-abu, biru;
- 1 (satu) potong kaos lengan pendek warna biru dongker bertuliskan
Toko Besi Sinar Logam, Jl. Cilangkap Baru No. 45 depan Telkom
Pndok Rangon, telp. (021)84306673-99354690-082114504491;
- 3 (tiga) potong celana dalam dengan perincian: 1 (satu) potong warna
biru langit, 1 (satu) potong warna biru dan 1 (satu) potong warna
merah jambu;
- 2 (dua) potong sarung dengan perincian: 1 (satu) potong sarung motif
kotak warna hijau, merah bata dan ungu, 1 (satu) potong sarung motif
kotak warna putih, ungu dan coklat;
- 1 (satu) potong handuk motif bulat dan bergaris warna orange
bertuliskan Friendship;
- 1 (satu) potong kain jarit motif parang warna putih dan coklat;
4) Menetapkan agar terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp
2.000 (dua ribu rupiah)
5. Pertimbangan Hukum Hakim
Di muka sidang di dengar keterangan saksi-saksi dan keterangan
terdakwa dibawah sumpah, yang pada pokoknya menerangkan sebagai
berikut :
46
a) Keterangan Saksi
1) Saksi Slamet Yuwono bin Kasrad
Bahwa pada hari Selasa, tanggal 28 Juni 2011 sekitar jam 8.00
WIB sewaktu sedang berangkat kerja menuju Pancuran 7 Baturaden
dan pada saat berada di BM 8 kawasan Perhutani Baturaden ada
sekerumunan orang pencari rumput berkumpul di tempat tersebut dan
saksi mendekat ke arah kerumunan orang tersebut dan ternyata ada
mayat di sebuah sungai kecil dan di tempat tersebut tercium bau
busuk yang sangat menyengat dan mayat tersebut berjenis kelamin
laki-laki. Mengetahui adanya penemuan mayat tersebut saksi
langsung pergi ke kantor untuk absen lebih dahulu lalu melaporkan
kepada atasannya yaitu Bpk. Supangat, kemudian melaporkan ke
Polsek Baturaden bahwa posisi mayat diketemukan di BM 8
Kawasan Perhutani Baturaden dari arah Pemalang menuju arah
Purwokerto.
2) Saksi Supangat bin Suwarno
Saksi mendapat laporan dari Sdr. Slamet Yuwono tentang
penemuan mayat di wilayah Perhutani Baturaden petak 36 A BM 8
pada hari Selasa, tanggal 28 Juni 2011 sekitar jam 8.00 Wib ketika
saksi sedang berada di kantor. Kemudian saksi melakukan
pengecekan ditempat yang dimaksud dan ternyata benar ada mayat
yang baunya sangat menyengat tergeletak di sungai kecil yang tidak
47
ada airnya dan posisi mayat tersebut terlentang membujur arah utara
selatan, mayat masih memakai kaos warna putih dan hitam. Saksi
tidak tahu sejak kapan mayat berada di tempat dan tidak tahu
penyebab kematian mayat tersebut. Bahwa ditempat ditemukan
mayat tersebut dari tepi jalan jaraknya + 3 meter, pada tubuh mayat
tidak ada tanda-tanda bekas kecelakaan, menurut saksi mayat tersebut
dibuang oleh pelakunya.
3) Saksi Zaenal Arifin
Bahwa saksi ketahui dalam perkara ini yaitu sehubungan pada
hari Selasa, tanggal 28 Juni 2011 sekitar jam 08.00 Wib saksi
mendapat laporan dari anggota Polsek Baturaden tentang adanya
penemuan mayat di hutan wilayah Baturaden tepatnya di BM 8 /
petak 36 Perhutani jalan raya Baturaden – Serang (Purbalingga) turut
Desa Karangsalam, Kec Baturaden, Kab. Banyumas. Setelah
mendapatkan laporan dari anggota Polsek Baturaden tentang adanya
penemuan mayat, saya dan anggota identifikasi Polres Banyumas
langsung menuju ketempat ditemukannya mayat tersebut dan posisi
mayat ditemukannya mayat tersebut ada di jurang di bawah sungai
kecil sekitar 2 meter dari jalan dan berjenis kelamin laki-laki dan ada
ciri-ciri tertentu yaitu mayat masih memakai kaos yang bertuliskan “
RELUNG BOBOTSARI TELP 759191 ”, jaket, celana panjang dan
celana dalam yang dipakai mayat dan pada mayat tersebut ada luka
48
pada leher dan ada darah yang menggumpal. Selanjutnya mayat
dibawa ke Rumah Sakit Margono Soekarjo Purwokerto untuk
dilakukan tindakan mengindentifikasi ciri-ciri dan selanjutnya
hasilnya diserahkan ke penyidik untuk proses lebih lanjut.
4) Saksi Suhartono bin Ahmad Suyanto
Bahwa atas laporan dari masyarakat tentang penemuan mayat
tersebut yaitu saksi bersama anggota yang lain menuju ke tempat
ditemukan mayat tersebut dan mayat selanjutnya di bawa ke Rumah
Sakit Margono untuk diautopsi bahwa pakaian kaos lengan panjang
yang dipakai korban ada tulisan RELUNG BOBOTSARI TELP
759191, dan setelah dilakukan pengecekan ternyata nomor telepon
tersebut milik Bpk. H. Kaendar, S.Pd yang mempunyai usaha
persewaan tarub dan pernah memberikan satu kaos kepada Sdr.
Kasimun (korban). Korban ditemukan pada hari Selasa, 18 Juni 2011
sekitar jam 08.00 Wib di wilayah hutan Baturaden dan para terdakwa
dimintai keterangan oleh penyidik pada tanggal 23 Juli 2011. Para
terdakwa pada waktu itu tidak mengakui kalau korban Kasimun
meninggal karena dibunuh, namun dari penyidik mempunyai bukti
hasil print out SMS HP milik terdakwa I yang isinya menunjukkan
adanya rencana pembunuhan terhadap Kasimun yang dilakukan oleh
para terdakwa Agus, Buwang dan istrinya Buwang yang tidak
diketahui identitasnya. Alasan para terdakwa membunuh korban
49
Kasimun karena korban mengalami depresi dan pernah mengancam
akan membunuh keluarga sehingga keluarga takut. Pengakuan para
terdakwa bahwa pembunuhan tersebut dilakukan oleh orang lain
yaitu Agus orang Tegal, Buwang dan istrinya Buwang dengan
bayaran Rp 10.000.000, dan atas kesepakatan pembayaran tersebut
Buwang meminta DP (uang muka) dahulu, lalu oleh terdakwa I
(Kasimah) diberi Rp 1.000.000 dan oleh Asmiah diberi Rp 500.000
pada waktu di Jakarta. Korban dibunuh pada hari Kamis, 23 Juni
2011 sekitar jam 05.45 Wib ketika mobil sudah sampai di area hutan
jati daerah Kec Bantar Bolang, Kab Pemalang dan yang membunuh
korban adalah Sdr Agus dengan cara menjerat leher korban dengan
tali plastik dari belakang di dalam mobil Suzuki Carry warna hijau
dalam keadaan berjalan. Keadaan korban sempat kejang-kejang dan
lidah menjulur dan korban dibuang di jurang hutan tersebut sudah
dalam keadaan meninggal.
5) Saksi Ujiono bin Supardi
Dari pengakuan Amiah handphone tersebut digunakan untuk
komunikasi dengan Terdakwa I ketika Asmiah berada di Jakarta dan
Terdakwa I berada di Purbalingga. Pembicaraan dalam komunikasi
antara Asmiah dengan Terdakwa I yaitu tentang perencanaan
pembunuhan terhadap korban Kasimun dan dalam perjalanan dari
Jakarta sampai daerah Bantar Bolang Pemalang, Asmiah bilang
50
sudah diserahkan kepada Sdr. Buwang dan Sdr. Agus. Bahwa
Asmiah ikut merencanakan untuk membunuh korban Kasimun
sebanyak 2 (dua) kali yang pertama tanggal dan bulan lupa masih
tahun 2011 dan yang kedua tanggal 12 Juni 2011 sewaktu Asmiah
pulang dari Jakarta kembali ke rumahnya di Bobotsari Purbalingga.
Pada waktu korban dijerat lehernya korban tidak melakukan
perlawanan karena korban pada waktu itu sedang tidur, hanya saja
korban sempat memegang tali tersebut dari lehernya.
6) Saksi Tri Janiarti Binti Sarjono, Saksi Mei Utama binti Wardi
Jarman, yang pada pokoknya menerangkan bahwa korban menderita
sakit epilepsi sudah lama dan sering mengamuk. Korban sudah
diobati di Rumah Sakit Jiwa Banyumas, Magelang dan pengobatan
alternatif dan hasilnya korban tidak sembuh. Pekerjaan korban adalah
sebagai guru dan karena ada masalah korban dipecat. Bahwa korban
adalah adik kandungnya Terdakwa I / adik iparnya Terdakwa II.
7) Saksi Asmiah binti Mustawireja Waslim yang pada pokoknya
menerangkan bahwa saksi dan para terdakwa sudah merasa putus asa
mengurusi korban, biaya yang dikeluarkan untuk mengobati korban
sudah tidak terhitung lagi dan saksi merasa khilaf kemudian
mempunyai niat untuk membunuh korban. Di Jakarta selama 2
minggu saksi mencari orang untuk membunuh korban tetapi tidak
menemukan orang yang dapat membunuh korban hal tersebut
51
tersebut diinformasikan kepada para terdakwa, kemudian terdakwa II
mengatakan sudah ada orang di Purbalingga yang mau
melaksanakannya dan selanjutnya diadakan pertemuan yang dihadiri
saksi, para terdakwa dan Sdr Buang yang menyepakati untuk
membunuh korban dengan bayaran Rp 10.000.000. uang tersebut
merupakan hasil penjualan tanah milik ibu saksi. Bahwa di dalam
mobil ada 4 orang, Buwang sebagai sopir, saksi, korban dan
temannya Buwang yang bernama Agus dari Tegal. Sesampainya di
hutan jati saksi tidak tahu di daerah mana karena waktu itu masih
gelap sekitar jam 05.00 Wib, Sdr Buwang mengatakan agar keluarga
menyaksikan kemudian dari arah belakang Sdr Agus menjerat leher
korban dengan tali jemuran, korban berteriak dan meronta-ronta,
karena saksi takut dan tidak tega sehingga saksi pindah ke depan,
menutup mata dan telinganya agar tidak mendengar apa yang telah
terjadi. Sekitar pukul 06.00 Wib saksi melihat korban sudah
meninggal dunia dengan kondisi matanya melotot dan lidah menjulur
dan saksi minta agar korban di bahwa pulang ke Purbalingga, tapi
oleh Buwang tidak diperbolehkan, setelah itu kembali lagi ke Tegal.
Semula mayat korban mau dibuang ke jalan Tol Cirebon tapi karena
hari sudah pagi dan terang rencana tersebut tidak jadi, selanjutnya
mayat korban di bawa ke Baturaden Purwokerto sesampainya di
hutan wilayah Baturaden Sdr Buwang memberhentikan mobil
52
kemudian dengan dibantu oleh Sdr. Agus mengangkat dan
mengeluarkan mayat korban dari dalam mobil selanjutnya mayat
korban oleh Sdr. Buwang dan Sdr. Agus dibuang di hutan perhutani
Baturaden tersebut. Bahwa uang yang dibayarkan kepada Sdr. Agus
seluruhnya sebesar Rp 7.000.000, dengan rincian pertama Rp
2.000.000, melalui transfer Rp 2.500.000 dan saya berikan kepada
Sdr. Agus sebesar Rp 500.000 dan yang terakhir pada waktu di hotel
saya menyerahkan uang sejumlah Rp 4.500.000, dan kepada Sdr.
Buwang Rp 5.000.000, dengan rincian yang pertama Rp 1.000.000,
dan yang kedua dan ke tiga masing-masing Rp 2.000.000 dan uang
tersebut sudah dibayarkan semuanya.
b) Keterangan Terdakwa I dan II yang pada pokoknya menerangkan :
- Bahwa para Terdakwa sampai diajukan kepersidangan sebagai
terdakwa karena adanya kasus pembunuhan.
- Bahwa yang dibunuh adik kandung Terdakwa I yang bernama
Kasimun (Korban) dan yang membunuh korban adalah Sdr. Agus
dan Sdr. Buwang. Bahwa korban adalah adik kandung istri terdakwa
II (Terdakwa I), jadi korban adalah adik ipar Terdakwa II.
- Bahwa korban menderita sakit epilepsi dan depresi, kalau penyakit
korban kambuh mengamuk dan meresahkan lingkungan, ibunya
korban juga pernah dipukuli korban dan diinjak kakinya sampai
53
patah dan terdakwa I sendiri juga pernah dipukuli korban sehingga
membuat takut dan kesal keluarga.
- Bahwa oleh keluarga, korban pernah diobati dan dirawat di Rumah
Sakit Jiwa Banyumas selama 15 hari, korban sembuh selama 1,5
tahun kemudian korban kambuh lagi mengamuk semakin parah,
dengan bantuan Polisi korban dibawa ke Rumah Sakit Wirasana dan
dirawat selama 13 hari.
- Bahwa korban tidak sembuh dan sering kambuh, kemudian korban di
bawah ke Jakarta untuk di rawat tapi tidak sembuh juga, selanjutnya
korban di bawa ke Magelang dan dirawat selama 6 bulan, korban
kelihatannya sudah sembuh dan oleh adik Terdakwa korban dibawa
ke Jakarta dengan maksud untuk diobati. Dan terakhir korban minta
pulang ke Purbalingga dan mengancam akan menghabisi semua
keluarga sehingga membuat keluarga menjadi takut dan putus asa.
- Pada hari, tanggalnya sudah lupa, bulan Juni 2011 bahwa saksi
Aminah minta uang kepada terdakwa I sebesar Rp 14.000.000 untuk
biaya menitipkan korban di pondok kemudian terdakwa I uang
tersebut di transfer kepada saksi Asminah sebesar Rp 9.000.000.
Semula uang tersebut untuk biaya pengobatan korban, tapi tidak jadi,
kemudian uang tersebut dipergunakan untuk membayar Sdr Buwang
dan Sdr Agus untuk membunuh korban. Secara kebetulan ketika
suami terdakwa I (Terdakwa II) ke warung ketemu dengan Sdr.
54
Buwang dan istrinya sedang belanja apa yang dibicarakan Terdakwa
I tidak tahu kemudian Buwang datang ke rumah Terdakwa I mencari
Terdakwa II dan Terdakwa I katakan Terdakwa II sedang berada di
sawah mengenai kedatangan Sdr. Buwang tersebut saksi tidak tahu;
- Bahwa mengenai kesepakatan harga bayaran untuk membunuh
korban sebesar Rp 10.000.000, siapa yang menyepakati harga
tersebut Terdakwa I tidak tahu, yang tahu adalah adik terdakwa I
(Asminah) dan tugas Terdakwa I hanya mencarikan uang saja.
- Bahwa Sdr. Buwang pergi ke Jakarta tujuannya untuk menjemput
korban dirumahnya Asminah dan pagi harinya sekitar jam 07.00 Wib
saksi Asminah telpon kepada Terdakwa I dan mengabarkan korban
sudah meninggal dunia dan dibunuh oleh Sdr. Agus dan Sdr. Buwang
dengan cara dijerat lehernya dengan tali jemuran, Terdakwa I minta
kepada saksi Asminah supaya jenasah korban di bawa pulang, tapi
tidak diperbolehkan oleh Sdr. Buwang. Selanjutnya Terdakwa I
diberitahu oleh Pak Sukendar bahwa mayat Kasimun diketemukan di
Baturaden.
Untuk itu Majelis Hakim, dimana terdakwa diajukan ke persidangan oleh
Penuntut Umum dengan dakwaan yang disusun sebagaimana tersebut di atas,
maka akan membuktikan lebih dahulu apakah perbuatan terdakwa memenuhi
unsur-unsur dari dakwaan melanggar Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1
KUHP.
55
B. Pembahasan
1) Penerapan Unsur-unsur dalam Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 ayat (1)
ke-1 KUHP Tentang Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Rencana
Lebih Dulu Secara Bersama-sama
Perkara Nomor 180/Pid.B/2011/PN.Pwt. Hakim Pengadilan Negeri
Purwokerto menyatakan bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan dengan rencana
lebih dahulu secara bersama-sama. Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaannya
menuntut terdakwa telah melanggar Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-
1 KUHP.
Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana kepada
terdakwa yaitu dengan terbuktinya unsur-unsur Pasal 340 KUHP jo Pasal 55
ayat (1) ke-1 KUHP sebagai berikut :
1. Barangsiapa;
2. Dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu;
3. Mengilangkan jiwa orang lain;
4. Mereka yang melakukan, yang menyuruh lakukan dan turut serta
melakukan perbuatan;
Dari unsur-unsur Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang
terdapat dalam Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor
180/Pid.B/2011/PN.Pwt, dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Unsur barangsiapa
Barangsiapa artinya bahwa siapa saja atau setiap orang atau orang
adalah orang yang melakukan tindak pidana, dimana tindak pidana yang
56
dilakukan itu harus dipertanggungjawabkan kepada orang yang
melakukan, kecuali adanya unsur-unsur yang dapat membebaskan diri dari
pertanggungjawaban tersebut.
Hal ini sesuai dengan pendapat Sudarto mengenai subyek tindak
pidana, bahwa pada dasarnya yang dapat melakukan tindak pidana itu
adalah manusia (natuurlijk personen). Ini dapat disimpulkan hal-hal
sebagai berikut :
1. Rumusan delik dalam undang-undang lazim dimulai dengan kata-
kata barang siapa…, kata “barang siapa” ini tidak dapat dikatakan
lain daripada “orang”.
2. Dalam Pasal 10 KUHP disebutkan jenis-jenis pidana yang dapat
dikenakan pada subyek tindak pidana, sehingga pada dasarnya
hanya dapat dikenakan pada manusia.
3. Pengertian kesalahan yang dapat berupa kesengajaan dan kelapaan
itu merupakan sikap dalam batin manusia. 32
Berdasarkan kasus dalam Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto
No. 180/Pid.B/2011/PN.Pwt,. bahwa Terdakwa I KASIMAH Binti
MUSTAWIREJA WASLIM, Terdakwa II SARJONO bin SUCHEDI
dipersidangan para terdakwa menerangkan bahwa orang yang dimaksud
dalam surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum adalah para terdakwa, bukan
orang lain atau dengan kata lain tidak ada kesalahan orang.
Di samping orang yang sudah dewasa para terdakwa merupakan
subyek hukum yang dapat dimintai pertanggung jawaban atas
perbuatannya. Dengan demikian unsur barang siapa telah terpenuhi.
32
Sudarto, op cit. Hlm 48-49
57
b. Dengan sengaja dan direncanakan terlebih dahulu
Perbuatan sengaja adalah suatu perbutatan yang dilakukan dengan
kesadaran dari perbuatan tersebut di ketahui serta dikehendaki oleh
pelaku. Menurut Pompe pengertian kesengajaan dalam KUHP tidak
memberikan definisi, akan tetapi petunjuk untuk dapat mengetahui arti
kesengajaan dapat diambil dari MvT yang mengartikan kesengajaan
sebagai menghendaki atau mengetahui.33
Menurut memori penjelasan (memorie van toelichting), yang
dimaksudkan dengan kesengajaan adalah menghendaki dan menginsyafi
terjadinya suatu tindakan beserta akibatnya (willens en wetens
veroorzaken vaneen gevolg). Artinya, seseorang yang melakukan suatu
tindakan dengan sengaja, harus menghendaki serta menginsyafi tindakan
tersebut dan/atau akibatnya. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa
sengaja berarti menghendaki atau mengetahui apa yang dilakukan orang
yang melakukan perbuatan dengan sengaja menghendaki perbuatan itu
dan disamping itu mengetahui atau menyadari tentang apa yang dilakukan
itu.34
Bentuk atau corak kesengajaan itu sendiri ada tiga yaitu :
1. Kesengajaan sebagai maksud/tujuan (dolus als oogmerk atau opset
als oogmerk)
Apabila pembuat menghendaki akibat perbuatannya untuk mencapai
suatu tujuan yang dekat (dolus directus) yang terdapat hubungan
33
Ibid, hlm 11 34
Ibid, hlm 12
58
langsung antara kehendak jiwa dan fakta kejadian tidak dilakukan
perbuatan itu jika pembuat tahu akibat perbuatannya tidak
terjadi/tercapai.
2. Kesengajaan sebagai kepastian (opzet met zekerheidsbewuszijn atau
noodzakelijkheidbewustzijn)
Kondisi jiwa tidak menghendaki akibat itu terjadi, tetapi dengan
berlaku begitu pasti suatu yang tidak dikehendaki itu akan terjadi.
3. Kesengajaan sebagai kemungkinan (dolus eventualis atau
vooewaardelijk opzet)
Kondisi jiwa tidak menghendaki akibat itu terjadi, tapi semestinya ia
menyadari bahwa jika itu dilakukan kemungkinan besar akibat yang
tidak dikehendakinya itu akan terjadi.35
Pengertian dengan sengaja dapat didefinisikan bahwa pelaku
mengetahui dan sadar atas apa yang telah diperbuatnya, tindakan para
terdakwa tersebut dilakukan memang disadari dan dikehendaki oleh para
terdakwa. Sedangkan yang dimaksud direncanakan terlebih dahulu
sebagaimana penjelasan Pasal 340 KUHP, bahwa pelaksanaan
pembunuhan itu ditangguhkan setelah niat itu timbul, untuk mengatur
rencana, cara bagaimana pembunuhan itu akan dilaksanakan. Jarak waktu
antara timbulnya niat untuk membunuh dan pelaksanaan itu masih
demikian luang, sehingga si pelaku masih dapat berfikir apakah
pembunuhan itu diteruskan atau dibatalkan, atau pula merencana dengan
cara sebagaimana ia melakukan pembunuhan itu. Direncanakan lebih
dahulu (voorbedachte rade) adalah antara timbulnya maksud untuk
membunuh dengan pelaksanaannya itu masih ada tempo bagi si pembuat
35
Moelyatno, op cit. Hal 26
59
untuk dengan memikirkan misalnya dengan cara bagaimanakah
pembunuhan itu akan dilakukan. Tempo ini tidak boleh terlalu sempit,
juga tidak perlu terlalu lama yang penting adalah apakah di dalam tempo
ini si pembuat dengan tenang masih dapat berfikir, yang sebenarnya ia
masih ada kesempatan untuk membatalkan niatnya, tetapi tidak ia
pergunakan.
Di persidangan terungkap fakta bahwa perbuatan para terdakwa dan
saksi Asmiah mencari orang yang mau membunuh korban (Kasimun).
Pada tanggal 13 Juni 2011 sekitar jam 14.00 Wib di rumahnya para
terdakwa di Desa Gunung Karang RT 03 / 02 Kec. Bobotsari, Kab.
Purbalingga diadakan pertemuan dan membicarakan untuk melakukan
pembunuhan terhadap korban dan disepakati untuk membayar Sdr.
Buwang sebesar Rp 10.000.000, dengan meminumkan 5 tablet obat tidur
kepada korban, Sdr. Buwang di Tegal mencari temannya yang bernama
Sdr. Agus yang kemudian melaksanakan pembunuhan terhadap korban
dalam perjalanan dari Tegal menuju Purwokerto tindakan tersebut
dilakukan memang disadari dan dikehendaki oleh Para Terdakwa dan
saksi Asmiah. Dengan demikian tindakan para terdakwa dan saksi Asmiah
tersebut dilakukan dengan sengaja dalam bentuk kesengajaan dengan
maksud (opzet als oogmerk) dan direncanakan lebih dahulu, oleh karena
itu menurut Majelis unsur dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu
telah terpenuhi menurut hukum.
60
c. Unsur Menghilangkan jiwa orang lain
Akibat perbuatan para terdakwa dan saksi Asmiah sebagaimana
yang telah diuraikan pada unsur ke-2 tersebut di atas, sebagaimana hasil
Visum et Repertum No. 474.3/20295/IPJ/01/VIII/2011 tertanggal 01
Agustus 2011 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. M. Zaenuri Syamsu
Hidayat, SpKF, NMSiMed dokter Rumah Sakit Umum Prof Dr Margono
Soekarjo Purwokerto menyimpulkan penyebab kematian disebabkan
antara lain :
a) Luka di leher kanan yang diperkirakan luka lecet akibat trauma
tumpul.
b) Luka robek pada kepala belakang kanan akibat trauma tumpul.
c) Retak pada kepala belakang kanan akibat trauma tumpul.
Berdasarkan keterangan saksi-saksi dan pengakuan para terdakwa
dan saksi Asmiah sendiri dipersidangan terungkap bahwa jenazah tidak
dikenal tersebut adalah Kasimun adik kandung Terdakwa I dan Kakak
Kandungnya saksi Asmiah yang dibunuh karena keluarga para Terdakwa
sudah merasa putus asa mengurusi korban, biaya yang dikeluarkan untuk
mengobati korban sudah tidak terhitung lagi sampai menjual tanah
warisan milik orang tuanya akan tetapi penyakit korban tidak kunjung
sembuh dan terakhir para terdakwa merasa takut dengan ancaman korban
yang akan menghabisi semua keluarganya.
61
Berdasarkan uraian di atas, Majelis berpendapat bahwa perbuatan
Para Terdakwa tersebut telah menghilangkan jiwa orang lain, dengan
demikian unsur ke-3 terpenuhi menurut hukum.
d. Sebagai orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau
turut serta melakukan
Unsur turut serta ini dirumuskan dalam Pasal 55 ayat (1) KUHP,
yang dalam surat dakwaan dikontruksikan dengan kalimat bersama-sama.
Pengertian turut serta dalam rumusan ini adalah mereka yang bersama-
sama melakukan perbuatan pidana, sehingga mereka yang dengan sengaja
itu mengerjakan.
Selengkapnya Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP merumuskan :
Dihukum sebagai orang yang melakukan peristiwa pidana :
1. Orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau turut
melakukan perbuatan itu;
R. Soesilo, dengan mendasarkan pada rumusan Pasal 55 ayat (1)
KUHP mengatakan :
Disini disebutkan peristiwa pidana, jadi baik kejahatan maupun
pelanggaran yang dihukum sebagai orang yang melakukan disini dapat
dibagi atas 4 macam, yaitu :
1. Orang yang melakukan (pleger). Orang ini ialah seorang yang
sendirian telah berbuat mewujudkan segala anasir atau elemen dari
peristiwa pidana. Dalam peristiwa pidana yang dilakkan dalam
jabatan misalnya orang itu harus pula memenuhi elemen status
sebagai pegawai negeri.
2. Orang yang menyuruh melakukan (doen plegen). Disini sedikitnya
ada dua orang, yang menyuruh (doen plegen) dan yang disuruh
(pleger). Jadi bukan orang itu sendiri yang melakukan peristiwa
62
pidana, akan tetapi ia menyuruh orang lain, meskipun demikian toch
ia dipandang dan dihukum sebagai orang yang melakukan sendiri
yang melakukan peristiwa pidana, akan tetapi ia menyuruh orang
lainnya ia tidak dapat dihukum karena tidak dapat
dipertanggungjawabkan atas perbuatannya, misalnya dalam hal-hal
sebagai berikut :
a. tidak dapat dipertanggungjawabkan menurut Pasal 44 KUHP;
b. telah melakukan perbuatan itu itu karena terpaksa oleh kekuasaan
yang tidak dapat dihindarkan (overmacht);
c. telah melakukan perbuatan itu atas perintah jabatan yang tidak
syah menurut Pasal 51 KUHP;
d. telah melakukan perbuatan itu dengan tidak ada kesalahan sama
sekali.
3. Orang yang turut melakukan (medepleger). Turut melaukan dalam arti
kata bersama-sama melakukan. Sedikit-dikitnya harus ada dua orang,
ialah orang yang melakukan (pleger) dan orang turut melakukan
(medepleger) peristiwa pidana.36
Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan bahwa saksi
Asmiah para Terdakwa sudah merasa putus asa mengurusi korban, biaya
yang dikeluarkan untuk mengobati korban sudah tidak terhitung lagi
sampai menjual tanah warisan milik orang tuanya akan tetapi penyakit
korban tidak kunjung sembuh dan terakhir para terdakwa merasa takut
dengan ancaman korban yang akan menghabisi semua keluarganya.
korban menderita sakit epilepsi dan depresi, kalau penyakit korban
kambuh mengamuk dan meresahkan lingkungan, ibunya korban juga
pernah dipukuli korban dan diinjak kakinya sampai patah dan terdakwa I
sendiri juga pernah dipukuli korban sehingga membuat takut dan kesal
keluarga. Pada tanggal 13 Juni 2011 sekitar jam 14.00 Wib di rumahnya
para terdakwa di Desa Gunung Karang RT 03 / 02 Kec. Bobotsari, Kab.
36
R. Soesilo. Op cit. Hal 73
63
Purbalingga diadakan pertemuan dan membicarakan untuk melakukan
pembunuhan terhadap korban dan disepakati untuk membayar Sdr.
Buwang sebesar Rp 10.000.000, dengan meminumkan 5 tablet obat tidur
kepada korban, Sdr. Buwang di Tegal mencari temannya yang bernama
Sdr. Agus yang kemudian melaksanakan pembunuhan terhadap korban
dalam perjalanan dari Tegal menuju Purwokerto tindakan tersebut
dilakukan memang disadari dan dikehendaki oleh Para Terdakwa dan
saksi Asmiah.
Perbuatan para terdakwa dan saksi Asmiah sebagaimana telah
diuraikan di atas dapat dinilai oleh Hakim sebagai orang yang menyuruh
melakukan pembunuhan terhadap korban Kasimun, dengan demikian
unsur ke-4 telah terpenuhi menurut hukum. Berdasarkan pendapat penulis
bahwa fakta tuntutan hakim tentang menyuruh tidak tepat karena unsur
dari menyuruh melakukan itu sendiri adalah bahwa pembuat materiil
(orang yang disuruh tidak dapat dipertanggungjawabkan), lebih tepatnya
adalah menganjurkan melakukan karena unsur menganjurkan adalah orang
yang dianjurkan dapat dipertanggungjawabkan dan upaya-upaya yang
dilakukanpun dengan cara yang limitatif, hal ini berdasarkan Pasal 55 ayat
1 ke-2 yaitu mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu,
dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasaan,
ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau
keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan
64
perbuatan. Konsekuensinya bahwa terdakwa seharusnya diputus “bebas”
(vrijspraak) diatur Pasal 191 ayat (1) KUHAP.
2) Dasar Pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan pidana dalam
Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Rencana Lebih Dulu Secara
Bersama-sama
a. Dasar Mengadili
Dari hasil penelitian terhadap putusan No.
180/Pid.B/2011/PN.Pwt dapat diketahui bahwa pertimbangan hakim
berdasarkan Pasal 50 ayat 1 Undang-undang No. 48 Tahun 2009 yang
dirumuskan sebagai berikut :
Putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan, juga
memuat pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang
bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk
mengadili.
Berdasarkan pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa hakim
dalam memutuskan perkara pidana harus memuat alasan dan dasar
putusan dan memuat pasal dari peraturan perundangan yang dijadikan
dasar untuk mengadili.
Berdasarkan pada Pasal 84 ayat 1 KUHAP (Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana) yang dirumuskan sebagai berikut :
Pengadilan negeri berwenang mengadili segala perkara mengenai tindak
pidana yang dilakukan di daerah hukumnya.
Yang berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara
pidana ini adalah Pengadilan Negeri Purwokerto karena melihat dari sisi
65
teori akibat yaitu dimana tubuh korban ditemukan. Disamping itu juga
berdasarkan pada Pasal 84 ayat 2 KUHAP sebagai berikut :
Pengadilan negeri yang di dalam daerah hukumnya terdakwa bertempat
tinggal, berdiam terakhir, ditempat ia ditemukan atau ditahan, hanya
berhak mengadili perkara terdakwa tersebut, apabila tempat kediaman
sebagian besar saksi yang dipanggil lebih dekat pada tempat pengadilan
negeri itu daripada tempat kedudukan pengadilan negeri yang didalam
daerahnya tindak pidana itu dilakukan.
Hal ini mengandung pengertian bahwa adanya suatu kepraktisan
dalam hal pemeriksaan saksi di pengadilan. Dalam hal ini saksi - saksi
yang menemukan tubuh korban atau saksi-saksi yang akan di panggil
dipersidangan sebagian besar berasal dari Baturraden dan tempat
Terdakwa ditahan. Oleh karena itu yang berhak atau berwenang
mengadili perkara ini adalah Pengadilan Negeri Purwokerto.
b. Dasar Memutus
Majelis Hakim dalam menjatuhkan pidana kepada para terdakwa
harus terlebih dahulu telah memenuhi semua syarat untuk dilakukan
pemidanaan atas diri para terdakwa. Seperti dinyatakan oleh Sudarto, bahwa
syarat untuk pemidanaan tersebut, adalah :
1. Perbuatan yang memenuhi rumusan undang-undang;
2. yang bersifat melawan hukum (tidak ada alasan pembenar);
3. adanya kesalahan yaitu :
a. Mampu bertanggung jawab;
b. Dolus atau culpa (tidak ada alasan pemaaf) 37
37
Sudarto, op cit. Hlm 30
66
Mendasarkan pada hasil penelitian terhadap putusan perkara
Pengadilan Negeri Purwokerto No. 180/Pid.B/2011/PN.Pwt dan dengan
melakukan studi pustaka tentang materi yang berhubungan dengan obyek
penelitian serta mengacu pada pendapat Sudarto mengenai syarat-syarat
pemidanaan, maka agar dapat menjawab permasalahan dan tujuan penelitian
tersebut dapat disusun analisis sebagai berikut :
1. Adanya fakta yang terbukti dalam unsur-unsur Pasal 340 KUHP jo
Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
a) Perbuatan yang memenuhi rumusan undang-undang
Unsur pertama dari tindak pidana adalah perbuatan atau
tindakan seseorang, tindakan orang itu merupakan penghubung atau
dasar untuk adanya pemberian pidana. Perbuatan ini meliputi berbuat
dan tidak berbuat dan yang memenuhi rumusan tindak pidana dalam
undang-undang yang merupakan konsekuensi dari asas legalitas.38
Selanjutnya Sudarto mengatakan, perbuatan yang memenuhi
atau yang mencocoki rumusan tindak pidana dalam undang-undang
berarti perbuatan konkrit dari si pembuat dan perbuatan itu harus
mempunyai ciri-ciri dan delik itu sebagaimana secara abstrak
disebutkan dalam undang-undang sebagai tindak pidana tidak dapat
38
Ibid
67
dipidana dan peraturan perundang-undangan itu harus ada sebelum
terjadinya tindak pidana.39
Pada putusan perkara No.180/Pid.B/2011/PN.Pwt, para
terdakwa didakwa dengan dakwaan Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 ayat
(1) ke-1 KUHP yaitu :
1. Barangsiapa;
2. Dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu;
3. Mengilangkan jiwa orang lain;
4. Mereka yang melakukan, yang menyuruh lakukan dan turut serta
melakukan perbuatan;
Semua unsur dalam fakta yuridis yang terungkap di
persidangan telah sesuai dan terbukti memenuhi unsur-unsur
sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 340 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1
KUHP. Dengan demikian telah membuat keyakinan Majelis Hakim
dalam menjatuhkan putusan terhadap putusan perkara
No. 180/Pid.B/2011/PN.Pwt.
2. Perbuatan yang dilakukan bersifat melawan hukum
Menurut Sudarto, salah satu unsur dari tindak pidana adalah
sifat melawan hukum. Perbuatan yang dilarang oleh undang-undang
atau perbuatan yang melanggar perintah di dalam undang-undang itulah
perbuatan yang melawan hukum, karena bertentangan dengan apa yang
dilarang oleh atau diperintahkan di dalam undang-undang. Sifat
39
Ibid. Hlm 31
68
melawan hukum tersebut terdiri dari sifat melawan hukum yang formil
dan sifat melawan hukum yang materiil. 40
Selanjutnya mengenai sifat melawan hukum yang formil dan sifat
melawan hukum yang materiil, Sudarto mengatakan :
1) Suatu perbuatan bersifat melawan hukum formil adalah apabila
perbuatan yang dilakukan diancam pidana dan dirumuskan sebagai
suatu delik dalam undang-undang, sedang sifat hukumnya perbuatan
itu dapat hanya berdasarkan suatu ketentuan undang-undang. Jadi
menurut ajaran ini melawan hukum sama dengan bertentangan
dengan undang-undang (hukum tertulis).
2) Suatu perbuatan bersifat melawan hukum materiil, adalah suatu
perbuatan baik itu melawan hukum atau tidak, tidak hanya yang
terdapat dalam undang-undang (yang tertulis) saja, tetapi harus
dilihat berlakunya asas-asas ukumyang tidak tertulis. Sifat melawan
hukumnya perbuatan yang nyata-nyata masuk dalam rumusan delik
itu dapat hapus berdasarkan ketentuan-ketentuan undang-undang dan
juga berdasarkan aturan-aturan yang tidak tertulis (uvergestzlich). 41
Dalam putusan perkara No. 180/Pid.B/2011/PN.Pwt, diperoleh
fakta bahwa perbuatan para terdakwa, merupakan perbuatan yang
bersifat melawan hukum formil (hukum tertulis), sebab perbuatan para
terdakwa tersebut telah memenuhi rumusan tindak pidana sebagaimana
diatur dalam Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, yaitu
tentang Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Rencana Lebih Dulu
Secara Bersama-sama. Dengan demikian syarat adanya pemidanaan
yaitu perbuatan tersebut harus bersifat melawan hukum pada putusan
perkara No. 180/Pid.B/2011/PN.Pwt telah terpenuhi.
40
Sudarto, op cit. Hlm 44 41
Ibid. Hlm 45
69
3. Adanya kesalahan
Menurut Sudarto, untuk adanya syarat pemidanaan diperlukan
adanya syarat bahwa orang yang melakukan tindak pidana itu
mempunyai kesalahan atau bersalah. Unsur kesalahan sangat
menentukan dari perbuatan seseorang, sehingga apabila seseorang
dianggap telah terbukti bersalah oleh pengadilan, maka ia dapat dijatuhi
pidana. Di sini berlaku asas “tiada pidana tanpa kesalahan” 42
Sudarto lebih lanjut mengatakan bahwa kesalahan itu mempunyai
tiga arti yaitu sebagai berikut :
a. Kesalahan dalam arti yang seluas-luasnya, yang dapat disamakan
dengan pengertian pertanggungjawaban dalam hukum pidana, di
dalamnya terkandung makna dapat dicelanya (verwijtbaarheid) si
pembuat atas perbuatannya;
b. Kesalahan dalam arti bentuk kesalahan (schuldnorm) yang berupa :
1) kesengajaan (dolus);
2) kealpaan (culpa).
c. Kesalahan dalam arti sempit ialah kealpaan (culpa) seperti yang
disebutkan dalam b.2 di atas;
Dijelaskan lebih lanjut bahwa kesalahan dalam arti seluas-luasnya
terdiri atas tiga unsur, yaitu sebagai berikut :
1) adanya kemampuan bertanggung jawab pada si pembuat, artinya
keadaan si pembuat harus normal;
2) hubungan batin antara si pembuat dengan perbuatannya, yang berupa
kesengajaan (dolus) atau kealpaan (culpa);
3) tidak ada alasan yang menghapus kesalahan atau tidak ada alasan
pemaaf.
42
Ibid. Hlm 1
70
Bila ketiga unsur tersebut terpenuhi, maka orang bersangkutan
dinyatakan bersalah atau mempunyai pertanggungjawaban pidana,
sehingga orang tersebut dapat dipidana.43
Berikut ini akan diuraikan mengenai ketiga unsur kesalahan
tersebut di atas yaitu :
1. Adanya kemampuan bertanggung jawab
Kemampuan bertanggung jawab menurut Sudarto adalah :
Di dalam KUHP kemampuan bertanggung jawab tidak dirumuskan
secara tegas, tetapi ada pasal menunjuk kearah itu, yaitu dalam
Pasal 44 KUHP yang merumuskan :
Barangsiapa mengerjakan suatu perbuatan yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan kepadanya karena kurang sempurna akalnya
atau karena sakit berubah akal tidak boleh dihukum.
Ketentuan undang-undang ini tidak memuat apa yang dimaksud
dengan tidak mampu bertanggung jawab, pasal ini hanya memuat
alasan yang terdapat pada diri si pembuat, sehingga perbuatan yang
dilakukan tidak dapat dipertanggungjawabkan.44
Berdasarkan hasil penelitian di persidangan dalam putusan
perkara No. 180/Pid.B/2011/PN.Pwt telah ditemukan fakta-fakta
hukum bahwa terdakwa dinilai mampu bertanggung jawab dan
43
Ibid. Hlm 4 44
Ibid. Hlm 6
71
mampu untuk menilai bahwa perbuatan yang telah dilakukan adalah
suatu perbuatan yang dilarang oleh undang-undang.
2. Adanya kesengajaan (dolus) atau kealpaan (culpa)
Petunjuk untuk dapat mengetahui arti kesengajaan, dapat diambil
dari MvT (Memorie van Toelichting) dan mengetahui. Jadi dapatlah
dikatakan, bahwa sengaja berarti menghendaki dan mengetahui apa
yang dilakukan. 45
Dalam kasus yang penulis teliti terhadap putusan perkara No.
180/Pid.B/2011/PN.Pwt tersebut di atas, bahwa perbuatan yang
dilakukan terdakwa dalam perkara Tindak Pidana Pembunuhan
Dengan Rencana Lebih Dulu Secara Bersama-sama di sini nampak
bahwa sejak semula telah terdapat adanya iktikad buruk atau niat
jahat dari para terdakwa untuk membunuh korban.
3. Tidak adanya alasan pemaaf
Alasan pemaaf adalah alasan yang menghapuskan kesalahan
terdakwa, sehingga tidak mungkin ada pemidanaan.46
Di dalam
perkara ini diperoleh fakta bahwa tidak ada alasan pemaaf karena
jiwa terdakwa normal dan sehat, sehingga mampu bertanggung
jawab. Selain itu, perbuatan terdakwa juga termasuk dolus
(kesengajaan) dan telah terbukti di persidangan.
45
Ibid. Hlm 11 46
Ibid. Hlm 50
72
Pada putusan perkara No.180/Pid.B/2011/PN. Pwt telah
terbukti bahwa dalam diri para terdakwa terdapat adanya kesalahan
yang meliputi mampu bertanggung jawab artinya dalam keadaan
normal dan dilakukan dengan sengaja membunuh korban. Oleh
karena itu tidak ada alasan pemaaf. Oleh karena itu Majelis Hakim
tetap menyatakan terdakwa bersalah melakukan tindak pidana.
Berdasarkan hasil penelitian pada putusan perkara No.
180/Pid.B/2011/PN.Pwt juga telah diperoleh fakta hukum bahwa
terdakwa mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya serta
melakukan perbuatannya dengan sengaja dan tidak ada alasan
pemaaf. Dengan demikian perbuatan para terdakwa telah memenuhi
ketiga unsur yang mencukupi untuk dilakukan pemidanaan atas
dirinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudarto tentang syarat
adanya pemidanaan yang meliputi : a. perbuatan yang memenuhi
rumusan undang-undang, b. bersifat melawan hukum, c. adanya
kesalahan yang meliputi : mampu bertanggung jawab, adanya dolus
atau culpa dan tidak ada alasan pemaaf.
Dengan telah terbuktinya semua unsur dalam Pasal 340 KUHP jo
Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan telah terpenuhinya semua syarat
pemidanaan, maka Majelis Hakim berpendapat bahwa terdakwa
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak
Pidana Pembunuhan Dengan Rencana Lebih Dulu Secara Bersama-
73
sama. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudarto berkaitan dengan
syarat-syarat adanya pemidanaan.
4. Adanya pembuktian berdasarkan alat-alat bukti yang sah yang
diatur dalam Pasal 184 KUHAP yang terbukti di persidangan.
Dalam membentuk suatu keyakinan hakim, KUHAP menentukan
lebih lanjut dalam Pasal 183 KUHAP, yang menyebutkan :
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana seseorang kecuali apabila
dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh
keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan
terdakwalah yang bersalah melakukannya.
Alat bukti yang sah menurut Pasal 184 KUHAP, yaitu :
1. Keterangan saksi
2. Keterangan ahli
3. Surat
4. Petunjuk
5. Keterangan terdakwa
Dalam perkara putusan No. 180/Pid.B/2011/PN.Pwt, alat-alat bukti
yang sah sudah diajukan di muka persidangan berupa keterangan saksi
dan keterangan terdakwa. Adapun uraian mengenai alat bukti yang
diajukan dalam persidangan adalah sebagai berikut :
1) Keterangan Saksi
Yang dimaksud dengan saksi seperti yang terdapat dalam Pasal 1
butir 26 KUHAP adalah orang yang dapat memberikan keterangan
guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu
74
perkara yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri
dengan menyebut alasan pengetahuannya itu.
Dalam perkara No. 180/Pid.B/2011/PN.Pwt, saksi-saksi yang
memberi keterangan di persidangan yang dihadapkan oleh Jaksa
Penuntut Umum ada 8 orang saksi, yaitu :
1) Saksi Ujiono bin Supardi
2) Saksi Suhartono bin Ahmad Suyanto
3) Saksi Zaenal Arifin
4) Saksi Supangat bin Suwarno
5) Saksi Slamet Yuwono bin Kasrad
6) Saksi Asmiah binti Mustawireja Waslim
7) Saksi Tri Janiarti Binti Sarjono,
8) Saksi Mei Utama binti Wardi Jarman
Menurut KUHAP keterangan saksi yang sah adalah sebagai
berikut :
a. Pasal 160 ayat (3) KUHAP
Sebelum memberikan keterangan, saksi wajib mengucapkan
sumpah atau janji menurut cara agamanya masing-masing,
bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan
tidak lain daripada yang sebenarnya.
b. Pasal 1 butir 27 KUHAP
Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara
pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu
peristiwa pidana yang ia dengan dan ia alami sendiri dengan
menyebutkan alasan dari pengetahuannya itu.
75
Apabila dihubungkan dengan Putusan perkara Nomor:
180/Pid.B/2011/PN.Pwt, bahwa untuk membuktikan kesalahan para
terdakwa, hakim memeriksa 8 (delapan) orang saksi dengan terlebih
dahulu disumpah.
2) Surat
Dalam persidangan juga diajukan bukti surat yang berupa hasil
Visum et Repertum No. 474.3/20295/IPJ/01/VIII/2011 tertanggal 01
Agustus 2011 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. M. Zaenuri
Syamsu Hidayat, SpKF, NMSiMed dokter Rumah Sakit Umum Prof
Dr Margono Soekarjo Purwokerto menyimpulkan penyebab kematian
disebabkan antara lain :
a) Luka di leher kanan yang diperkirakan luka lecet akibat trauma
tumpul.
b) Luka robek pada kepala belakang kanan akibat trauma tumpul.
c) Retak pada kepala belakang kanan akibat trauma tumpul.
3) Keterangan Terdakwa
Terdakwa dalam persidangan telah mengakui dan menerangkan
bahwa keterangan para saksi dan dakwaan Jaksa Penuntut Umum
telah diakui kebenarannya.
Menurut Pasal 189 ayat (1) KUHAP dirumuskan tentang
pengertian keterangan terdakwa yaitu :
76
Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang
pengadilan tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui
sendiri atau ia alami sendiri.
Mendasarkan pada rumusan Pasal 189 KUHAP tersebut
diketahui bahwa keterangan para terdakwa itu adalah sama dengan
arti pengakuan dari para terdakwa. Guna menentukan kesalahan para
terdakwa tidaklah cukup hanya dari pengakuan terdakwa, melainkan
harus disertai dengan alat bukti yang lain. Dengan demikian
keterangan para terdakwa baru dapat menjadi alat bukti apabila
keterangan para terdakwa itu dibarengi dengan alat-alat bukti yang
lain.
Berdasarkan hasil penelitian apabila dihubungkan dengan kasus
yang penulis teliti terhadap putusan perkara No.
180/Pid.B/2011/PN.Pwt dapat disimpulkan bahwa keterangan para
terdakwa itu sama dengan arti pengakuan dari terdakwa. Pengakuan
yang dimaksud di sini adalah ucapan dan perbuatan yang dilakukan
oleh terdakwa, dengan suatu tuduhan atas dirinya mengenai
perbuatan dan kesalahan yang diucapkan di dalam maupun di luar
sidang pengadilan.
Pada putusan Perkara Nomor 180/Pid.B/2011/PN.Pwt, apabila
dihubungkan dengan rumusan tersebut di atas, yaitu telah sesuai
dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat (1)
77
KUHAP. Dengan demikian dapat mengungkap fakta-fakta hukum
yang terbukti benarnya bahwa telah terjadi Tindak Pidana
Pembunuhan Dengan Rencana Lebih Dulu Secara Bersama-sama
Dengan demikian para terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan
meyakinkan, oleh karena itu sudah sepantasnya kalau terdakwa
dijatuhi putusan pidana.
Mendasarkan pada alat-alat bukti yang sah yang telah diajukan
dalam persidangan, maka Majelis Hakim dapat membentuk
keyakinan bahwa para terdakwa secara sah dan meyakinkan telah
melakukan Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Rencana Lebih Dulu
Secara Bersama-sama, sebagaimana dirumuskan dan diancam dalam
Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
5. Adanya hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa.
Berdasarkan pendapat Wiryono Prodjodikoro bahwa salah satu
dasar segala hukum adalah rasa keadilan yang bertujuan yaitu segala
hukum mengejar keselamatan dan tata tertib dalam masyarakat (segala
kepentingan segenap masyarakat). Kadangkala berbagai kepentingan
berbenturan dan tidak mungkin memuaskan semua kepentingan, maka
segala kepentingan harus ditimbang satu sama lain. Hakim dalam
menemukan rasa keadilan dalam masyarakat dengan berpandangan luas
dan tidak hanya dari sudut hukum saja, dengan menempatkan dirinya di
tengah-tengah masyarakat untuk memecahkan persoalan dengan
78
mengingat rasa keadilan, sehingga rasa keadilan tersebut menjadi
pertimbangan hakim dalam penjatuhan pidana.47
Dalam menjatuhkan hukuman Majelis Hakim Pengadilan Negeri
Banyumas dalam memutus perkara No. 180/Pid.B/2011/PN.Pwt,
mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan
terdakwa. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 197 ayat (1)
huruf f KUHAP yang merumuskan sebagai berikut :
Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan
atau tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi
dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan
yang meringankan terdakwa.
Hal-hal yang memberatkan :
Perbuatan para terdakwa tega membunuh adik kandungnya sendiri.
Hal-hal yang meringankan :
1) Para Terdakwa bersikap sopan, mengakui terus terang perbuatannya
sehingga melancarkan jalannya persidangan.
2) Para Terdakwa menyesali perbuatannya dan mengakui khilaf.
3) Para Terdakwa belum pernah dihukum
4) Para Terdakwa sebagai tulang punggung bagi anak-anaknya dan
orang tuanya yang sudah tua
Berdasarkan pertimbangan hakim dalam persidangan perkara No.
180/Pid.B/2011/PN.Pwt, maka Majelis Hakim Pengadilan Purwokerto
47
Wirjono Prodjodikoro. 1974. Bunga Rampai Hukum. Jakarta : PT Ichtiar Baru. Hal 28
79
dengan keyakinan bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan
meyakinkan telah melakukan tindak pidana Tindak Pidana Pembunuhan
Dengan Rencana Lebih Dulu Secara Bersama-sama seperti dirumuskan
dan diancam Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan
hakim menjatuhkan pidana penjara sebagai berikut :
1) Menyatakan terdakwa I Kasimah binti Mustawireja Waslim (alm)
dan Terdakwa II Sarjono bin Suchedi (alm) telah terbukti secara sah
dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Pembunuhan
Dengan Rencana Lebih Dulu Secara Bersama-sama.
2) Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada para terdakwa tersebut
dengan pidana penjara masing-masing selama 7 (tujuh) tahun.
3) Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani para terdakwa
dikurangi seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.
4) Memerintahkan para terdakwa tetap ditahan.
5) Menetapkan, agar barang bukti berupa :
- 1 (satu) buah kaos lengan panjang warna hitam pada bagian
belakang atas bertuliskan “ RELUNG” BOBOTSARI TELP.
759191 ;
- 1 (satu) buah jaket kain warna putih hitam dengan bagian tengah
depan dan lengan kanan kiri berwarna putih sedanglan pda
bagian depan kanan kiri warna hitam dengan plisir pada saku
jaket berwarna putih ;
6) Membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp 2.000
(dua ribu rupiah).
80
Mengingat bahwa seharusnya putusan dalam perkara ini adalah bebas,
maka Hakim tidak perlu lagi mempertimbangkan tentang penjatuhan
pidana.
81
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
1) Perbuatan terdakwa telah terbukti memenuhi unsur-unsur Pasal 340 KUHP jo
Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Berdasarkan pendapat penulis bahwa putusan
hakim tentang menyuruh tidak tepat, karena unsur dari menyuruh melakukan
itu sendiri adalah bahwa pembuat materiil (orang yang disuruh tidak dapat
dipertanggungjawabkan), lebih tepatnya adalah menganjurkan melakukan
karena unsur menganjurkan adalah orang yang dianjurkan dapat
dipertanggungjawabkan dan upaya-upaya yang dilakukanpun dengan cara
yang limitatif, hal ini berdasarkan Pasal 55 ayat 1 ke-2. Konsekuensinya
bahwa terdakwa seharusnya diputus “bebas” (vrijspraak) diatur Pasal 191 ayat
(1) KUHAP.
2) Mengingat bahwa seharusnya putusan dalam perkara ini adalah bebas
(vrijspraak), maka Hakim tidak perlu lagi mempertimbangkan tentang
penjatuhan pidana.
B. Saran
Kejahatan pembunuhan berencana saat ini tetap ada dimanapun termasuk
di negara kita, hal inilah yang menjadikan kejahatan ini tetap perlu untuk
mendapatkan perhatian, maka tugas hakim dalam memberikan keadilan melalui
putusan-putusannya tentu saja harus bersifat obyektif. Oleh karena itu hakim
dalam mengambil keputusan harus memuaskan rasa keadilan dalam masyarakat.
82
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku :
Bonger, W.A.. 1982. Pengantar Tentang Kriminologi. PT. Pembangunan Ghlmia
Indonesia : Jakarta.
Hadiati, Hermin K. 1984. Kejahatan Terhadap Nyawa, Azas-asas, kasus dan
permasalahannya. Sinar Wijaya, Surabaya.
J.E. Sahetapy. 1982. Suatu Studi Khusus Mengenai Ancaman Pidana Mati terhadap
Pembunuhan Berencana.CV. Rajawali. Jakarta
Lamintang, P.A.F, 1984. Dasar-dasar Hukum Pidana. Sinar Baru. Bandung
__________, 1986. Delik-delik Khusus. Bina Cipta. Bandung.
Marpaung, Leden . 2005. Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh, cetakan ke 3
Sinar Grafika, Jakarta
Moeljatno, 1982. Asas-asas Hukum Pidana. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta
Prodjodikoro, Wirjono. 1974. Bunga Rampai Hukum. PT. Eresco. Jakarta
__________,1981. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia. PT. Eresco. Jakarta
R. Soesilo. 1986. Kitab Undang-undang Hukum Pidana beserta komentar-
komentarnya lengkap Pasal demi Pasal. Politea. Bogor.
________. 1996. Kitab Undang-undang Hukum Pidana, ctk. Ulang ,Politea, Bogor.
________. 2003. Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Refika Aditama.
Yogyakarta.
Sudarto. 1990. Hukum dan Hukum Pidana. Alumni. Bandung
Soemitro, Rony Hanitijo. 1988. Metodologi Penelitian Hukum. Ghlmia Indonesia.
Jakarta.
PERUNDANG-UNDANGAN :
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)