1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada saat ini dunia sedang dihadapkan pada isu perubahan iklim dunia
akibat dari pemanasan global. Perubahan iklim dunia sudah mulai terlihat dengan
iklim yang mulai tidak menentu seperti contoh di Indonesia. Kenaikan suhu udara
di Jambi yang pernah mencapai 40˚C dan juga provinsi Riau yang pernah
mencapai 36,6˚C (Anonim, 2013). Mulai dari aktivitas manusia, energi, polusi,
gas rumah kaca, urban heat island hingga limbah menyumbang pemanasan
global.
Gerakan penanggulangan pemanasan global sedang menjadi topik besar di
beberapa negara di dunia. Gerakan tersebut dimulai dari aksi kecil yang dilakukan
individual-individual manusia yang peduli lingkungan hingga lembaga pecinta
lingkungan baik nasional maupun internasional. Pernyataan laporan dari World
Bank bahwa apabila komunitas global gagal menanggapi isu perubahan iklim ini
maka suhu bumi berpotensi naik sebanyak 4 derajat di akhir abad ini. Kegagalan
ini akan berdampak pada serangkaian perubahan drastis yang membahayakan
termasuk gelombang panas ekstrim, turunnya pasokan pangan global dan
meningkatnya permukaan air laut yang mempengaruhi kehidupan ratusan juta
orang. Oleh karena itu saat ini tidak sedikit penelitian mengusahakan upaya
mengarah penanggulangan pemanasan global ini diantaranya greening material.
2
Greening material merupakan suatu alternatif produk menggunakan
tumbuhan dengan media tanah/ non tanah pada area yang tidak termanfaatkan
(death space), seperti tembok, atap dan lain sebagainya (Ushada, 2011). Greening
material tidak hanya berfungsi sebagai bahan penghijauan, tetapi bernilai tambah
sebagai pelapis bahan bangunan, menggunakan prinsip bio-towel seperti prinsip
handuk yang menyerap air, dan yang dapat memperlancar aliran keluar masuk
udara dalam suatu sistem. Selain itu dapat juga menurunkan suhu ruang,
menggantikan air conditioner. Oleh karena itu greening material memiliki daya
tarik (affectivity) untuk penduduk Jepang dan Indonesia (Ushada dan Murase,
2011) sehingga berpotensi untuk diaplikasikan di Indonesia.
Letak Indonesia yang berada pada garis khatulistiwa menyebabkan
Indonesia banyak ditumbuhi oleh berbagai jenis flora. Banyaknya jenis flora ini
ada yang sudah dimanfaatkan ada pula yang belum dimanfaatkan. Sejalan dengan
hal tersebut, pengembangan dan pengkajian banyak dilakukan untuk pemanfaatan
tanaman salah satunya sebagai greening material. Dalam kajian yang dilakukan
oleh Murase (2004) jenis tumbuhan yang dikembangkan menjadi greening
material adalah lumut Sunagoke (Rhacomitrium japonicum) untuk bahan pelapis
bangunan atap, taman dan dinding. Potensi yang dimiliki lumut dan seringkali
diabaikan menjadi alasan kuat memilih lumut sebagai greening material. Potensi
pertumbuhan lumut di Indonesia cukup besar sehingga greening material dengan
lumut ini memiliki potensi untuk dikembangkan di Indonesia.
Indonesia memiliki program yang dapat dikaitkan dengan potensi greening
material ini yaitu pemberdayaan masyarakat perdesaan. Pemberdayaan
3
masyarakat perdesaan diinstruksikan oleh Presiden melalui Inpres Presiden RI
Nomer 3 Tahun 2001. Isi dari instruksi tersebut menjelaskan bahwa semua kepala
pemerintahan bertanggung jawab melaksanakan pemberdayaan masyarakat
perdesaan melalui penerapan dan pengembangan teknologi tepat guna.
Pemberdayaan masyarakat di perdesaan diharapkan dapat mendorong
pengembangan perekonomian dan pembangunan perdesaan.
Hargobinangun adalah salah satu desa di DIY yang melakukan
pemberdayaan masyarakat. Desa Hargobinangun bertempat di Kecamatan Pakem
Kabupaten Sleman Provinsi DIY. Desa Hargobinangun merupakan daerah KRB
(Kawasan Rawan Bencana) Merapi yang menerapkan program tema “Merapi
Sahabat Kita”. Program ini berhubungan dengan program yang dicanangkan
pemerintah mengenai pemberdayaan masyarakat perdesaan. Realisasi program
tema tersebut Desa Hargobinangun melaksanakan program pelestarian
lingkungan. Program yang telah dijalankan bekerjasama dengan riset grup dari
RECAT (Research Collaboration in Agroindustrial Technology) Fakultas
Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada.
Penelitian riset grup RECAT merupakan kerja sama penelitian
Laboratorium Sistem Produksi, Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Indonesia dengan Laboratorium
Bioproduction Engineering, Jurusan Mechanical Engineering, Osaka Prefecture
University, Jepang. Penelitian riset grup ini telah dilakukan sejak tahun 2011.
Penelitian telah dilakukan dalam 4 tahapan yaitu perancangan produk, identifikasi
kebutuhan, pengujian kebutuhan teknis dan penentuan desain konsep serta uji
4
kelayakan konsep. Pada perancangan produk, identifikasi kebutuhan, pengujian
kebutuhan teknis dan penentuan desain konsep menghasilkan produk modul
greening material lumut atap asbes dengan menggunakan diagram kansei
engineering untuk memetakan atribut responden menjadi parameter. Selanjutnya
tahapan uji kelayakan konsep dilakukan tahun 2012 untuk uji performansi suhu
dan hidrologis yang menunjukan kecocokan untuk diterapkan di wilayah
Yogyakarta. Semua tahapan tersebut telah dilakukan sejak tahun 2011. Pada
tahapan berikutnya penelitian yang dilakukan adalah peningkatan skala (scale up)
proses produksi untuk menjadi skala industri komersial yang dilakukan tahun
2013. Scale up yang dilakukan menggunakan dua metode berbeda yaitu Taguchi
dan Analisis Dimensional.
Konsep greening material menggunakan lumut yang akan dilakukan di
Desa Hargobinangun pada penelitian tahap awal mendapatkan respon positif dari
masyarakatnya. Konsep greening material akan menjadi program agroekowisata
untuk Desa Hargobinangun. Dilanjutkan pada penelitian tahun 2012, Sistem
Produksi Greening material sedang dikembangkan dengan melakukan validasi
proses produksi dan pengujian produk di Laboratorium Sistem Produksi
Universitas Gadjah Mada dan Desa Hargobinangun sebagai Laboratorium
Lapangan. Validasi proses produksi telah dilakukan untuk produk greening
material atap lumut. Validasi ini berupa konsep awal proses produksi dalam skala
laboratorium. Kemudian penelitian pengujian produk dilakukan terhadap mutu
dan hidrologi produk.
5
Scale up merupakan salah satu tahapan dalam proses pengembangan
produk baru. Tahapan dalam scale up itu sendiri adalah meningkatkan skala
produksi yang semula dalam skala kecil (laboratorium) menjadi skala lebih besar
(komersial). Penelitian tim RECAT greening material adalah pengembangan
produk greening material menuju produk yang komersial sehingga tahapan yang
dilakukan selanjutnya adalah scale up. Penelitian-penelitian sebelumnya
dilakukan dalam skala laboratorium dengan setiap proses produksi menghasilkan
2 modul lumut atap asbes. Produksi dengan skala lebih besar akan meningkatkan
jumlah produk setiap kali produksi sehingga penggunaan produk dalam program
agroekowisata di Desa Hargobinangun akan terpenuhi dan bahkan dapat
digunakan untuk masyarakat luas.
Beberapa permasalahan dapat muncul ketika tahapan scale up dilakukan.
Permasalahan timbul ketika produk yang dihasilkan dari produksi skala lebih
besar tidak serupa dengan produk yang dihasilkan produksi skala
laboratoriumnya. Hal ini dapat terjadi dalam scale up karena data optimum
parameter skala laboratorium kurang. Hasil yang tidak serupa harus dicegah agar
scale up yang dilakukan berhasil. Oleh karena itu sebelum scale up dilakukan
dalam skala komersialnya perlu melewati pilot plant untuk menghindari
pemborosan biaya.
Konsep skala laboratorium proses produksi greening material lumut
Sphagnum sp ini berdasarkan penelitian sebelumnya menggunakan konsep
aquaculture. Tahapan yang dilalui untuk melakukan scale up dengan konsep
tersebut adalah permodelan pilot plant. Model pilot plant ini digunakan karena
6
model biasanya digunakan sebagai tahap awal pengembangan suatu proses
produksi baru yang masih mengandalkan informasi yang belum banyak diuji.
Scale up berbasis model lebih mudah untuk diterapkan dari segi ekonomis dan
dinamis untuk dilakukan perubahan daripada langsung menuju skala komersial.
Model pilot plant dirancang menggunakan metode analisis dimensional. Metode
ini dapat membangun model skala lebih besar dengan menjaga tetap sama gugus
nirmata sebagai parameter rancang model. Berbeda dengan metode taguchi yang
melalukan scale up untuk mendapatkan kombinasi parameter proses yang optimal.
B. Rumusan Masalah
Tahapan penelitian greening material menggunakan lumut Sphagnum sp
pada akhirnya akan menuju ke industri komersial. Sementara itu produksi yang
dilakukan dalam penelitian-penelitian sebelumnya masih dalam skala
laboratorium. Tahapan yang harus dilewati selanjutnya adalah scale up untuk
menuju pada skala komersial. Scale up dilakukan untuk meningkatkan skala
produksi dengan tetap mempertahankan mutu antara skala laboratorium dan skala
komersial. Produksi dengan skala lebih besar akan meningkatkan jumlah produk
yang dihasilkan sehingga dapat memenuhi program agroekowisata pada desa
Hargobinangun bahkan dapat digunakan untuk masyarakat luas.
C. Batasan Masalah
Penelitian scale up proses produksi greening material lumut Sphagnum sp
membatasi masalah yang diamati antara lain
7
1. Scale up proses produksi greening material dilakukan untuk akuarium
proliferasi berdasarkan titik kritis dalam diagram alir proses.
2. Perancangan akuarium proliferasi menggunakan prinsip kesamaan
geometris dan metode analisis dimensional.
3. Scale up dilakukan untuk membuat pilot plant.
4. Variabel terikat yang digunakan adalah rata-rata fotosintesis, sedangkan
variabel bebas yang digunakan antara lain massa jenis udara, kecepatan
aliran udara, diameter air stone, viskositas udara, massa lumut, massa
hyponex, volume air, panjang akuarium, lebar akuarium, tinggi akuarium.
D. Tujuan Penelitian
1. Menentukan titik kritis proses produksi greening material.
2. Merancang akuarium proliferasi skala pilot plant untuk scale up produksi
greening material dengan metode analisis dimensional.
3. Membandingkan mutu produk skala laboratorium dengan produk skala
pilot plant.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian scale up sistem produksi greening material lumut Sphagnum sp
memiliki manfaat secara umum yaitu:
1. Dapat digunakan sebagai acuan melakukan scale up proses produksi
agroindustri secara sistematis.
8
2. Dapat ikut berperan serta dalam pengembangan produk greening
material sebagai alternatif penanggulangan pemanasan global.
Selain manfaat secara umum, penelitian ini juga memiliki manfaat secara
khusus yaitu dapat membantu Desa Hargobinangun dalam rintisan program
pemberdayaan masyarakat agroekowisata untuk Daerah Istimewa Yogyakarta.