Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
1 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang (Burning Platform)
Kondisi geologi di Indonesia mulai dari jalur Sumatera-Jawa-Bali-NTB-
NTT, dan Sulawesi-Maluku-Papua, merupakan deretan gunung api baik yang
masih aktif maupun yang tidak aktif. Dengan kondisi geologi tersebut
Indonesia yang bergunung-gunung, berlereng dan relatif terjal, berlembah,
di satu sisi, banyak dijumpai sumber air, dan aliran sungainya cukup tinggi
debitnya. Keadaan alam ini membuat panorama yang indah didukung
dengan udara yang sejuk. Untuk itu, banyak masyarakat bermukim di daerah
tebing-tebing lereng, di daerah lembah dan mulut lembah. Namun, disisi lain,
bahwa bencana tanah longsor setiap saat dapat mengancam terutama bila
terjadi hujan. Dan kondisi lain sangat rawan dengan bencana gunung api
meletus.
Indonesia juga merupakan daerah tektonik yang sangat aktif dan
kompleks di dunia, karena negara kepulauan Indonesia berada diantara
Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Indonesia yang berada di seputar
cekung Pasifik juga sangat rawan dengan
La Nina, yang disebabkan anomali cuaca
global sehingga hujan di atas normal,
akibatnya bencana banjir dan tanah longsor
terjadi di mana-mana. Di sisi lain, karena
anomali iklim juga menyebabkan bencana
El Nino, yaitu kekeringan yang
berkepanjangan. Kondisi ini menyebabkan
kebakaran hutan yang terjadi dimana-mana, termasuk penduduk yang tewas
karena kekeringan. Bangsa Indonesia tidak bisa melepaskan diri dari
ancaman bencana setiap saat.
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
2 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
Rangkaian bencana yang dialami Indonesia, khususnya dalam
beberapa tahun terakhir, telah mengembangkan kesadaran mengenai
kerawanan dan kerentanan masyarakat. Sikap reaktif dan pola
penanggulangan bencana yang dilakukan dirasakan tidak lagi memadai.
Dirasakan kebutuhan untuk mengembangkan sikap baru yang lebih proaktif,
menyeluruh, dan mendasar dalam menyikapi bencana.
BNPB telah mengumpulkan dan mempublikasikan data bencana
domestik baik bencana alam maupun bukan alam. Berdasarkan publikasi
yang disajikan di website BNPB, disebutkan bahwa dalam kurun waktu 2018-
2019 Indonesia mengalami 5.326 kejadian. Jumlah ini meningkat lebih dari
100% dibandingkan periode 2003-2205. Jenis bencana yang terjadi pun
makin beragam, antara lain: banjir, tanah longsor, gelombang
pasang/abrasi, puting beliung, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan,
gempa bumi, tsunami, dan letusan gunung berapi. Data jumlah bencana
sesuai dengan jenis bencana pada tahun 2018-2019 dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 1. Jumlah Bencana di Indonesia Berdasarkan Jenis Bencana
Tahun 2018-2019
Sumber: Data BNPB
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
3 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
Dampak dari bencana tersebut mencakup korban manusia baik yang
meninggal, hilang dan luka-luka yang juga berdampak pada cacat fisik. Di
samping itu juga terjadi kerugian akibat rusaknya dan hilangnya tempat
tinggal dan fasilitas pedukung seperti rumah sakit, sekolah, fasilitas ibadah
dan sebagainya. Selain dampak tersebut, juga muncul gangguan kamtibmas
yang disebabkan terjadinya bencana seperti penjarahan, perampokan dan
sebagainya.
Kondisi ini menjadi masyarakat yang mengalami bencana makin
terpuruk secara ekonomi dan sosial yang kemudian berdampak pada
meningkatnya penyakit sosial di masyarakat. lebih lanjut Dampak bencana
sangat merusak sendi-sendi kehidupan bangsa dan sangat mempengaruhi
Keamanan Dalam Negeri. Kondisi semacam itu akan berpengaruh dalam
pelaksanaan tugas Binkamtibmas. Karena itu, dituntut komitmen Polri agar
semua potensi dan sumber daya yang ada menjadi sumber daya yang
berdayaguna serta berperanserta dalam mendukung menanggulangi
bencana bahu-membahu dengan elemen lain.
Polri sebagai satu kesatuan dari masyarakat, dituntut untuk bisa
berperan dalam situasi perubahan apapun. Sebagaimana tercantum dalam
UU Kepolisian RI Nomor 2/2002 dinyatakan dengan tegas bahwa fungsi
kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang
penegakkan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat,
serta pembimbingan masyarakat dalam rangka terjaminnya tertib dan
tegaknya hukum serta terbinanya ketentraman masyarakat guna
terwujudnya keamanan dan ketertiban masyarakat.
Terkait dengan manajemen bencana, Kapolri telah menerbitkan
Peraturan Kapolri no. 17 tahun 2009 tentang Manajemen Penanggulangan
bencana. Dalam perkap tersebut, diatur beberapa hal terutama tentang
Komando Pengendalian Lapangan (KPL) yaitu sistem organisasi modular
(bongkar pasang) untuk menanggulangi bencana. Sistem komando ini
bersifat terpadu dimana instansi yang terlibat, bekerja sama sebagai satu tim
untuk membuat sasaran dan strategi Bersama. KPL yang dibentuk oleh
kepolisian kemudian menyerahkan tugas dan tanggung jawab kepada KPL
yang dibentuk oleh BNPB/BPBD. Setelah menyerahkan tugas dan tanggung
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
4 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
jawab kepada BNPB/BNPD, Polri tetap melaksanakan tugas sesuai dengan
kebutuhan di bawah koordinasi KPL yang dibentuk oleh BNPB/BPBD dan
menugaskan perwakilannya dalam struktur organisasi KPL.
Berbagai upaya telah dilakukan Polri dalam partisipasinya menangani
masalah bencana di Indonesia. Berita dari RMOLJabar.com pada tanggal 17
Nopember 2018 Polda Jawa Barat membentuk empat tim satuan tugas
(satgas) bencana alam dengan jumlah personel sebanyak 753 orang. Selain
itu, disiapkan juga sejumlah peralatan penanggulangan bencana, seperti
tenda, perahu karet, gergaji mesin, dan lain-lain. Demikian dikatakan
Kapolda Jabar Irjen Pol Agung Budi Maryoto usai memimpin Apel Siaga
Darurat Bencana di Jalan Diponegoro, Bandung, Kamis (15/11).
"Untuk jumlah personel, disesuaikan dengan ancaman. Kalau bisa
ditangani oleh kabupaten kota, kami support saja, kami turunkan tim.
Termasuk kemarin Lion Air, kami (Polda Jabar) turun," kata Kapolda.
Menurutnya, kesiapsiagaan ini didasari atas prediksi Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Jabar terkait cuaca curah hujan tinggi di
Jabar. Selain itu, di Jabar terdapat sejumlah daerah yang rawan bencana
banjir dan longsor. "Kami tidak boleh underestimate terhadap bencana. Mulai
dari selatan, tengah, maupun utara, di wilayah Jawa Barat, rawan bencana.
Selatan dan tengah sudah hujan. Wilayah utara belum, tapi dari kontur tanah
utara lebih rendah," jelas Agung. Dalam pelaksanaan antisipasi dan
penanggulangan dampak bencana, kata Agung, Polda Jabar berkoordinasi
dengan BPBD dan Basarnas. "Leading sector penanganan bencana alam ini
BPBD dan Basarnas. TNI dan Polri mendukung mereka dan memberikan
bantuan peralatan dan personel. Kalau ada kejadian (Bencana), siapapun
yang pertama harus membantu," ujar Agung.
Sementara itu Kompas.com tanggal 5 Desember 2018 Wakil Operasi
Kepolisian Terpusat (Wakaopspus) Aman Nusa II Tahun 2018 Irjen (Pol)
Sudjarno mengatakan, pihaknya telah melakukan analisa dan evaluasi soal
penanganan bencana alam yang selama ini dilakukan. Sudjarno mengatakan,
Kepolisian telah berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB) untuk membuat kelompok kerja (pokja) penanganan
bencana. Menurut Sudjarno, penanganan bencana selama ini sudah berjalan
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
5 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
baik. Namun, dari evaluasi yang dilakukan, ada sejumlah hal yang harus
menjadi catatan. Pertama, harus ada standar operasional prosedur (SOP)
mengenai sinergitas dan koordinasi ""Belum ada (SOP), ini yang sedang kami
bahas,” kata Sudjarno, di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat,
Rabu (5/12/2018).
Selain itu, perlu dilakukan pembenahan sumber daya manusia di
internal Polri agar siap diturunkan ketika terjadi bencana. "Ketika
pengalaman (gempa bumi) di Palu misalnya. Dalam kondisi tersebut Polda
Sulawesi Tengah di satu sisi harus melakukan perlindungan pertolongan, di
sisi lain juga kena musibah,” kata Sudjarno. Ia menyebutkan, selama ini Polri
turut membantu penanganan bencana di sejumlah lokasi di Indonesia,
seperti saat gempa bumi di Lombok, Nusa Tenggara Barat, beberapa waktu
lalu. Demikian pula saat gempa dan tsunami terjadi di Palu, Donggala, dan
sejumlah wilayah di Sulawesi Tengah, dan musibah jatuhnya pesawat Lion
Air JT 610 di Perairan Karawang, Jawa Barat. Catatan lainnya, perlu
peningkatan aspek keamanan di daerah yang dilanda bencana. "Kita tahu di
Palu-Donggala terjadi penjarahan, menjadi evaluasi, Satgas (Satuan Tugas)
kami memang ada Operasi Aman II, salah satunya penegakan hukum,” ujar
Sudjarno.
Dalam proses penanganan bencana, Polri juga sering bekerjasama
dengan TNI. Salah satunya adalah pada saat pasca gempa di Lombok pada
tahun 2018. Pembagian perannya dapat dilihat pada gambar berikut.
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
6 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
Gambar 1.1. Animasi Peran TNI-Polri Pasca Bencana Lombok
Dalam era kepemimpinan Kapolri Bapak Jendral Drs. H.M. Tito
Karnavian, M.A.Ph.D meluncurkan suatu terobosan berupa Motto
Profesional, Modern, Terpercaya yang dikenal dengan sebutan Promoter.
Kebijakan ini tetap dilanjutkan oleh Kapolri berikutnya yaitu Jenderal Pol.
Drs. Idham Aziz, M.Si. Motto ini merupakan terobosan yang banyak dinilai
positif dari berbagai kalangan. Terutama dalam hal mendukung Grand
Strategy Polri kurun waktu 2016 sampai dengan 2025 yaitu Tahap Strive for
Excellence. Melalui terobosan Promoter diharapkan pelayanan Polri terhadap
masyarakat akan semakin baik. Secara lebih rinci penjabaran Promoter
adalah sebagai berikut.
1. Profesional adalah meningkatkan kompetensi Sumber Daya Manusia
Polri yang semakin berkualitas melalui peningkatan kapasitas pendidikan
dan pelatihan, serta melakukan pola-pola pemolisian berdasarkan
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
7 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
prosedur baku yang sudah dipahami, dilaksanakan, dan dapat diukur
keberhasilannya.
2. Modern adalah melakukan modernisasi dalam layanan publik yang
didukung teknologi sehingga semakin mudah dan cepat diakses oleh
masyarakat, termasuk pemenuhan kebutuhan Almatsus dan Alpakam
yang makin modern.
3. Terpercaya adalah melakukan reformasi internal menuju Polri yang
bersih dan bebas dari KKN, guna terwujudnya penegakan hukum yang
obyektif, transparan, akuntabel, dan berkeadilan
Dalam upaya meningkatkan kompetensi SDM Polri, berbagai upaya
pembenahan dilakukan di satuan pendidikan (satdik) Polri baik yang
menyelenggarakan pendidikan pembentukan (diktuk) maupun pendidikan
pengembangan (dikbang). Diktuk adalah pendidikan yang diselenggarakan
bagi masyarakat yang akan menjadi anggota Polri untuk jenjang tamtama,
bintara dan perwira. Sedangkan dikbang adalah pendidikan yang ditujukan
kepada peserta didik yang berstatus anggota Polri, baik untuk bidang teknis
operasional kepolisian maupun pendidikan manajemen dan kepemimpinan.
Salah satu satdik Polri yang menyelenggararakan pendidikan pengembangna
adalah Sekolah Staf dan Pimpinan (Sespim) yang berada di bawah naungan
Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri (Lemdiklat).
Secara spesifik Sespim Lemdiklat Polri adalah unsur pelaksana
pendidikan dan staf yang berkenaan dengan pengembangan manajemen
Polri. program pendidikan yang diselenggarakan di Sespim terdiri dari
Sekolah staf dan pimpinan tingkat pertama (Sespimma), sekolah staf dan
pimpinan tingkat menengah (Sespimmen), dan sekolah staf pimpinan tingkat
tinggi (Sespati). Sespimma diikuti oleh anggota Polri yang berpangkat Ajun
Komisaris Polri (AKP) dan Komisaris Polisi (Kompol). Sespimmen diikuti oleh
anggota Polri yang berpangkat Komisaris Polisi (Kompol) dan Ajun Komisaris
Besar Polri (AKBP). Sementara itu Sespimti diikuti oleh anggota Polri
berpangkat Komisaris Besar Polisi (KBP).
Setiap program pendidikan di Sespim Lemdiklat Polri juga memiliki
kurikulum tersendiri dengan rangkaian mata pelajaran yang disesuaikan
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
8 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
dengan tujuan pendidikan dan kompetensi yang dihasilkan. Dari hasil telaah
project leader yang menjabat sebagai Gadik Utama terhadap kurikulum yang
ada, ternyata ditemukan bahwa mata pelajaran yang mengajarkan tentang
manajemen bencana hanya diberikan dalam prodik Sespimma, sedangkan
untuk Sespimmen dan Sespimti tidak ada. Dalam telaah lebih lanjut terhadap
uraian substansi mata pelajaran, ternyata ditemukan isinya lebih bersifat
teknis bagaimana proses penanganan bencana yang dilakukan oleh Polri.
kondisi semacam ini tentu kurang memadai karena tuntutan untuk proses
kolaborasi dan sinergitas dalam penanganan bencana di Indonesia tidak
cukup hanya pada aspek teknis penanganan bencana, tetapi yang lebih dari
itu diperlukan kemampuan kepemimpinan yang kolaboratif dengan semua
stakeholder terkait penanganan bencana dan kemampuan kepemimpinan ini
harus dikuasai oleh semua level kepemimpinan Polri.
Terkait dengan penanganan bencana, Kapolri telah menerbitkan
Peraturan Kapolri no. 17 tahun 2009 tentang Manajemen Penanggulangan
bencana. dalam peraturan tersebut telah diatur hal-hal terkait dengan
penanganan pra bencana, saat bencana, dan pasca bencana. Namun di
dalam peraturan tersebut, yang banyak diatur aspek-aspek teknis dalam
penanganan bencana, sedangkan aspek manajemen termasuk
kolaborasinya masih minim.
Berdasarkan pemikiran tersebut di atas, maka proyek perubahan yang
akan dilakukan mengarah untuk menyusun kurikulum dan bahan ajar
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri dalam Manajemen
Bencana, yang nantinya diharapkan dijadikan dasar oleh Kalemdiklat Polri
untuk memasukkan mata pelajaran ini dalam kurikulum pendidikan
Sespimma, Sespimmen, dan Sespimti di tahun 2020.
B. Nama Gagasan Perubahan dan Deskripsi
Proyek perubahan ini berjudul Membangun Kepemimpinan Kolaboratif
Polri Dalam Manajemen Bencana. Kepemimpinan Kolaboratif adalah pola
pikir kepemimpinan yang melibatkan orang banyak dan menggabungkan
rasio, emosi dan semangat dalam proses pemecahan masalah merupakan
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
9 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
salah satu perubahan yang timbul dalam ilmu manajemen, merupakan
perubahan drastis pola pikir kepemimpinan.
Manajemen bencana menurut Nurjanah (2012:42) adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari bencana beserta segala aspek yang
berkaitan dengan bencana, terutama risiko bencana dan bagaimana
menghindari risiko bencana. Manajemen bencana merupakan proses
dinamis tentang bekerjanya fungsi-fungsi manajemen yang kita kenal
selama ini misalnya fungsi planning, organizing, actuating, dan controlling.
Cara bekerja manajemen bencana adalah melalui kegiatan-kegiatan yang
ada pada tiap kuadran atau siklus atau bidang kerja yaitu pencegahan,
mitigasi dan kesiapsiagaan, tanggap darurat, serta pemulihan. Sedangkan
tujuannya secara umum antara lain untuk melindungi masyarakat beserta
harta bendanya dari ancaman bencana. Dengan demikian dalam konteks
proyek perubahan ini, Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri Dalam
Manajemen Bencana adalah kepemimpinan yang melibatkan banyak orang
secara material maupun non material dalam upaya melindungi masyarakat
beserta harta bendanya dari ancaman bencana. Kegiatan proyek perubahan
ini adalah membuat kurikulum dan bahan ajar yang akan disampaikan
kepada para peserta didik Sespim Lemdiklat Polri pada program Sespimma,
Sespimmen dan Sespimti.
Keberadaan kurikulum dan bahan ajar ini sangat penting karena pada
saat ini pelajaran tentang kebencanaan yaitu disaster management baru
terbatas pada penanganan kerusuhan dalam demonstrasi, belum masuk
pada bencana secara lebih luas yang banyak terjadi di Indonesia.
Sementara itu, Definisi Bencana Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007
Tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan definisi bencana, relative
banyak, sebagai berikut: Bencana adalah peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non
alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban
jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak
psikologis.
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
10 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
Definisi tersebut menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh faktor
alam, non alam, dan manusia. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2007 tersebut juga mendefinisikan mengenai bencana alam,
bencana non alam, dan bencana sosial. Bencana alam adalah bencana yang
diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh
alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir,
kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Bencana non alam adalah
bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam
yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan
wabah penyakit. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang
meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat,
dan teror.
Dengan mengacu pada definisi tersebut, calon pemimpin Polri baru
diajarkan tentang penanganan bencana sosial, dan sangat minim pada
manajemen bencana alam maupun non alam. Dalam proyek perubahan ini,
manajamen bencana diberikan muatan terkait dengan bencana alam yang
banyak terjadi di Indonesia.
C. Identifikasi Permasalahan Proyek Perubahan
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana BNPB Letnan
Jenderal TNI Doni Monardo, pada saat menjadi Keynote Speaker pada
Seminar di Akademi Militer pada bulan Pebruari 2019 menjelaskan bahwa
ancaman geografi adalah bencana alam karena Indonesia berada di ring of
fire dan patahan lempeng serta banyak gunung api aktif. Harus ada kerja
sama terintegrasi, termasuk dengan pakar, untuk memastikan potensi
bencana di berbagai daerah sehingga kita dapat menemukan mitigasi yang
tepat untuk setiap daerah. Penanggulangan bencana sangat komplek, multi
dimensional, multi stakeholder, dan multi disiplin ilmu, sehingga
penanganannya memerlukan berkolaborasi antara pemerintah, masyarakat
dan dunia usaha. Di samping itu, penanggulangan bencana juga memerlukan
terobosan dan inovasi.
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
11 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
Sinergitas antar stakeholders terkait dengan penanggulangan bencana
sangat penting untuk mendukung dalam mewujudkan sebuah sistem
peringatan dini (early warning sistem) dan prosedur tetap yang dipahami
oleh masyarakat seluruhnya yang menetap di sekitar daerah rawan bencana.
Sistem dan prosedur yang efektif, efisien serta dapat diandalkan akan sulit
diwujudkan tanpa adanya kerja sama yang erat antar kementerian, lembaga
masyarakat dan instansi-instansi pemerintah lainnya, termasuk Polri dan
TNI.
Namun jika dicermati lebih lanjut dalam proses pembuatan kebijakan
terkait penanganan bencana di Indonesia, keterlibatan Polri kurang optimal.
Sebagai contoh dalam forum Rapat Tingkat Menteri tentang Perkembangan
Penyelenggaraan Penanganan Bencana di Indonesia, Selasa (22/01/2019) di
ruang rapat utama lantai 7 Gedung Kemenko PMK, Jakarta, Polri tidak
dilibatkan. Yang hadir dalam forum itu adalah Mensos Agus Gumiwang
Kartasasmita, Menteri ATR/BPN Sofjan Djalil, Kepala Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Moenardo, Kepala Badan SAR
Nasional Henry Bambang Soelistyo, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati,
Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) Hasanuddin Zainal Abidin dengan
para stafnya. (https://jpp.go.id/humaniora/sosial-budaya/329456-kemenko-
pmk-terus-memperkuat-sinergi-antar-lembaga-untuk-mitigasi-bencana).
Contoh lain adalah dalam Seminar Nasional dengan tema “Sinergitas Antar
Lembaga dan Peningkatan Mitigasi Terhadap Bencana di Indonesia” di
Universitas Nasional (UNAS) Jakarta pada bulan Januari 2019, yang
dihadirkan sebagai pembicara hanya dari pihak Kementerian Sosial
(https://www.unas.ac.id/berita/seminar-administrasi-publik-perlu-sinergi-
antar-lembaga-dan-kesadaran-masyarakat-dalam-penanggulangan-
bencana/)
Hal-hal di atas menunjukkan bahwa banyak pihak belum memahami
keberadaan Polri dalam penanganan bencana, dan lebih banyak
ditempatkan dalam kaitan penanganan masalah kriminalitas seperti
penjarahan yang dialami oleh para pengungsi terutama di rumah-rumah
yang mereka tinggalkan. Permasalahan ini harus dituntaskan dengan cara
membangun kepemimpinan kolaboratif anggota Polri dalam manajemen
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
12 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
bencana. Kolaborasi dan sinergitas dalam upaya manajemen kebencanaan
sangat penting dilakukan agar dapat mengurangi resiko bencana.
D. Tujuan dan Manfaat Proyek Perubahan
1. Tujuan
Tujuan proyek perubahan adalah menyusun kurikulum dan bahan ajar
yang akan diberikan kepada calon pemimpin Polri masa depan yang
sedang mengikuti Pendidikan di Sespim Lemdiklat Polri. Secara spesifik
tujuan proyek perubahan adalah sebagai berikut.
a. Tujuan Jangka Pendek
1) Melakukan koordinasi dengan stakeholder internal dalam upaya
mendapatkan persetujuan untuk menjadi sasaran atau objek
dari kegiatan proyek perubahan.
2) Melakukan komunikasi dengan stakeholder eksternal untuk
mendapatkan dukungan dalam pelaksanaan proyek perubahan
yang dituangkan dalam surat pernyataan dukungan.
3) Melakukan survei/komunikasi dengan alumni Sespim Lemdiklat
Polri untuk mendapatkan masukan tentang pengalaman yang
bersangkutan terkait penanganan bencana di tempat tugas
masing-masing.
4) Menyusun kurikulum mata pelajaran Membangun
Kepemimpinan Kolaboratif Polri dalam Manajemen Bencana
untuk peserta didik Sespimma, Sespimmen, dan Sespimti
5) Menyusun bahan ajar mata pelajaran Membangun
Kepemimpinan Kolaboratif Polri dalam Manajemen Bencana
untuk peserta didik Sespimma
b. Tujuan Jangka Menengah
1) Menyusun bahan ajar mata pelajaran Membangun
Kepemimpinan Kolaboratif Polri dalam Manajemen Bencana
untuk peserta didik Sespimma, Sespimmen, dan Sespimti
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
13 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
2) Melakukan diseminasi draf rancangan kurikulum dan bahan ajar
manajemen bencana kepada pihak terkait.
3) Menyusun MoU atau naskah komitmen kerjasama pembelajaran
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri dalam Manajemen
Bencana antara Sespim Lemdiklat Polri dengan Stakeholder,
yang terdiri dari: Kemensos RI, BNPB, dan Pusat Pendidikan
Mitigasi Bencana Universitas Pendidikan Indonesia Bandung.
4) Membuat Keputusan Kalemdiklat Polri tentang revisi kurikulum,
bahan ajar dan model pelatihan manajemen bencana di Sespim
Lemdiklat Polri.
c. Tujuan Jangka Panjang
1) Melaksanakan pembelajaran mata pelajaran Membangun
Kepemimpinan Kolaboratif Polri dalam Manajemen Bencana
untuk peserta didik Sespimma, Sespimmen, dan Sespimti.
2) Melakukan anev kompetensi Membangun Kepemimpinan
Kolaboratif Polri dalam Manajemen Bencana terhadap alumni
Sespimma, Sespimmen, dan Sespimti
2. Manfaat Proyek Perubahan
Dengan adanya kurikulum dan bahan ajar diharapkan kompetensi
lulusan Sespim Lemdiklat Polri terkait Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana akan meningkatkan pada akhirnya akan
membantu efektivitas pelaksanaan tugas-tugas dilapangan para
pemimpin di semua tingkatan organisasi Polri. lebih lanjut
Kepemimpinan yang ditunjukkan oleh pemimpin Polri akan memberikan
citra positif Polri di mata stakeholder dan di masyarakat merupakan salah
satu bentuk pencapaian visi Polri yang professional, modern dan
terpercaya. Secara spesifik manfaat bagi Polri melalui proyek perubahan
ini, adalah sebagai berikut
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
14 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
a. Manfaat bagi Polri
1) Mutu atau kualitas output (hasil didik) Sespim Lemdiklat Polri
khususnya Kepemimpinan Kolaboratif Polri dalam Manajemen
Bencana menjadi lebih optimal.
2) Adanya sinergitas dan kerjasama dari stakeholder dalam
pelaksanaan tugas pokok, fungsi dan peranan Polri di lapangan
khususnya dalam manajemen bencana.
3) Terwujudnya lulusan Sespim Lemdiklat Polri yang profesional,
modern dan terpercaya (Promoter).
b. Manfaat bagi Stakeholder
1) Pelaksanaan tugas stakeholder yang terkait dengan manajemen
bencana menjadi lebih efektif karena adanya peran Polri mulai
dari pra bencana, saat terjadi bencana, dan setelah bencana
selesai. Hal ini karena Polri berada di garda terdepan dalam
pelayanan masyarakat yang siap dalam waktu 24 jam.
2) Tugas stakeholder dalam melakukan sosialisasi atau edukasi
terkait karakteristik bencana di setiap daerah dan upaya
masyarakat menyiapkan diri menghadapi bencana dapat
didelegasikan kepada Polri karena Polri memiliki unit
Bhabinkamtibmas yang secara rutin melalukan komunikasi
dengan masyarakat.
3) Kolaborasi dengan pemimpin Polri juga akan memudahkan
stakeholder dalam bekerja karena sistem kerja Polri yang
menganut sistem komando memungkinkan semua jajaran Polri
sampai di tingkat Polsek bahkan Pos Polisi memberikan
dukungan optimal.
E. 0utput Kunci (Key Project Deliverables)
Kriteria keberhasilan yang menjadi output kunci dari proyek perubahan
ini adalah:
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
15 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
1. Jangka Pendek (3 Bulan)
a. Terbentuk kesamaan pemahaman diantara personil yang terlibat
dalam proyek perubahan tentang kegiatan yang akan dilaksanakan.
b. Diperoleh persetujuan stakeholder internal untuk menjadi sasaran
atau objek dari kegiatan proyek perubahan.
c. Diperoleh dukungan dari stakeholder eksternal untuk dalam
pelaksanaan proyek perubahan dalam bentuk surat pernyataan
dukungan.
d. Didapatkan masukan-masukan dari stakeholder eksternal terkait
dengan penyusunan materi kurikulum dan bahan ajar “Membangun
Kepemimpinan Kolaboratif Polri dalam Manajemen Bencana”
e. Didapatkan masukan alumni Sespim Lemdiklat Polri tentang
pengalaman yang bersangkutan terkait penanganan bencana di
tempat tugas masing-masing.
f. Tersusun kurikulum mata pelajaran Membangun Kepemimpinan
Kolaboratif Polri dalam Manajemen Bencana untuk peserta didik
Sespimma, Sespimmen, dan Sespimti.
g. Tersusun bahan ajar mata pelajaran Membangun Kepemimpinan
Kolaboratif Polri dalam Manajemen Bencana untuk peserta didik
Sespimma
2. Dalam Jangka Menengah (6 bulan)
a. Tersusun bahan ajar mata pelajaran Membangun Kepemimpinan
Kolaboratif Polri dalam Manajemen Bencana untuk peserta didik
Sespimmen, dan Sespimti
b. Didapatkan bahan masukan penyempurnaan draf rancangan
kurikulum dan bahan ajar manajemen bencana dari stakeholder
eksternal maupun internal.
c. Tersusun MoU atau naskah komitmen kerjasama pembelajaran
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri dalam Manajemen
Bencana antara Sespim Lemdiklat Polri dengan Stakeholder, yang
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
16 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
terdiri dari: Kemensos RI, BNPB, BMKG, dan Pusat Pendidikan
Mitigasi Bencana Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung.
d. Terbit Keputusan Kalemdiklat Polri tentang mata pelajaran
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri dalam Manajemen
Bencana di Sespim Lemdiklat Polri
3. Dalam Jangka Panjang (di atas 1 Tahun)
a. Terlaksana pembelajaran mata pelajaran Membangun
Kepemimpinan Kolaboratif Polri dalam Manajemen Bencana untuk
peserta didik Sespimma, Sespimmen, dan Sespimti.
b. Anev kompetensi alumni Sespimma, Sespimmen, dan Sespimti
dalam implementasi Kepemimpinan Kolaboratif Polri dalam
Manajemen Bencana terkait tugas di lapangan
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
17 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
BAB II
RANCANGAN PROYEK PERUBAHAN
A. Roadmap/Milestone Proyek Perubahan
Pelaksanaan proyek perubahan dilaksanakan dalam tiga
tahapan, yaitu: jangka pendek, jangka menengah, dan jangka
Panjang. Tahapan jangka pendek dilaksanakan dalam jangka waktu
4 bulan. Jangka menengah dalam waktu 6 bulan dan jangka Panjang
dalam waktu 1 tahun atau lebih.
Milestone proyek perubahan jangka pendek kegiatannya
dilaksanakan mulai bulan September sampai dengan Desember
2019, dengan rincian kegiatan sebagai berikut:
1. Pembentukan Tim Efektif mengenai pelaksanaan proyek perubahan
2. Pertemuan Koordinasi dengan stakeholder internal
3. Pertemuan dan koordinasi dengan stakeholder eksternal
4. Komunikasi dengan alumni Sespim terkait pelaksanaan manajemen
bencana di lapangan
5. Penyusunan kurikulum Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
6. Menyusun bahan ajar mata pelajaran Membangun Kepemimpinan
Kolaboratif Polri dalam Manajemen Bencana untuk serdik Sespimma
Milestone proyek sesuai tahapan jangka pendek, menengah
dan Panjang disajikan pada dalam tabel di halaman berikut.
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
18 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
TAHAPAN KEGIATAN WAKTU OUTPUT/BUKTI
JANGKA PENDEK
Pembentukan tim pokja
penyusunan sprint tim proyek perubahan
minggu ke-1 Sept. 2019
Surat perintah Dokumentasi
Koordinasi dengan Stakeholder Internal
Koordinasi dgn pejabat Lemdiklat Polri, Kasespimti, Kasespimmen, Kasespimma, dan Ssops Kapolri
minggu 2-3 Sept. 2019
Dokumentasi dan notulen
Koordinasi dengan Stakeholder eksternal
Koordinasi dengan Kemensos RI, BNPB, BMKG, dan Pusat Pendidikan Mitigasi Bencana UPI Bandung
minggu 3-44 Sept 2019
Surat, Dokumentasi dan notulen
Pengumpulan informasi
Komunikasi dengan alumni Sespim terkait pelaksanaan manajemen bencana di lapangan
minggu 1-2 Okt. 2019
laporan hasil survei
administrasi Penyusunan surat-surat, MoU dll
minggu ke 3-4 Sept 2019
surat, draf MoU/ naskah komitmen
Pokja 1 Penyusunan kurikulum Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri dalam Manajemen Bencana untuk serdik Sespimma, Sespimmen dan Sespimti
minggu ke 4 Okt. 2019 –minggu ke 3
Nop
Undangan, Foto, notulen, kurikulum
Pokja 2 Menyusun bahan ajar mata pelajaran Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri dalam Manajemen Bencana untuk serdik Sespimma
Laporan Melaporkan hasil kegiatan kepada coach dan mentor
minggu ke 4 Nop. 2019
Dokumentasi, laporan
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
19 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
TAHAPAN KEGIATAN WAKTU OUTPUT/BUKTI
JANGKA MENENGAH
Pokja 3 Menyusun bahan ajar mata pelajaran Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri dalam Manajemen Bencana untuk serdik Sespimmen dan Sespimti
Januari – Maret 2020
bahan ajar
Harmonisasi Mengirimkan kurikulum dan bahan ajar Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri dalam Manajemen Bencana kepada stakeholder internal dan eksternal untuk mendapatkan masukan penyempurnaan
April 2020 Surat pengantar dan catatan koreksi masukan
Pokja 4 Penyempurnaan kurikulum dan bahan ajar berdasarkan masukan penyempurnaan dari stakeholder internal eksternal
Mei 2020 Naskah kurikulum dan bahan ajar hasil penyempurnaan
Pokja 5 Menyusun kep. Kalemdiklat tentang kurikulum dan bahan ajar
Juni 2020 dokumentasi pokja, notulen, draf kep.
Konsinyir Rapat konsinyir kep. Kalemdiklat tentang kurikulum dan bahan ajar
Juni 2020 Undangan, foto, notulen hasil rapat
Pengundangan Penerbitan Kep. Kalemdiklat Polri tentang kurikulum dan bahan ajar mata pelajaran Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri dalam Manajemen Bencana di Sespim Lemdiklat Polri
Juli 2020 Kep Kalemdiklat Polri
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
20 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
TAHAPAN KEGIATAN WAKTU OUTPUT/BUKTI
JANGKA PANJANG
Implementasi pelaksanaan pembelajaran mata pelajaran Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri dalam Manajemen Bencana untuk peserta didik Sespimma, Sespimmen, dan Sespimti
Sespimma : Okt. 2020
Sespimmen: Juni 2021
Sespimti : Juli 2021
Jadwal, laporan pelaksanaan
Monitoring Anev kompetensi alumni Sespimma, Sespimmen, dan Sespimti dalam implementasi Kepemimpinan Kolaboratif Polri dalam Manajemen Bencana terkait di lapangan
2022 Surat perintah tugas, surat perintah jalan, laporan hasil pelaksanaan tugas, dan foto
B. Sasaran
Sasaran di dalam proyek perubahan ini merupakan penjelasan tentang
kepada siapa kegiatan atau acara tersebut akan dilaksanakan. Sasaran dari
proyek perubahan ini, adalah:
1. Peserta didik Sespimma, Sespimmen, dan Sespimti Sespim Lemdiklat
Polri yang akan menerima materi tentang
2. Widyaiswara Sespim Lemdiklat Polri yang akan menjadi pengajar
3. Kabag Jarlat Sespimma, Sespimmen, dan Sespimti Sespim Lemdiklat
Polri yang berwenang dalam pengaturan jadwal kegiatan dan
penentuan narasumber, pengajar atau pelatih
4. Kabag Bindik Sespimma, Sespimmen, dan Sespimti Sespim Lemdiklat
Polri yang berwenang dalam menyusun kalender Pendidikan dan
evaluasi Pendidikan
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
21 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
5. Stakeholder eksternal terutama BNPB dan Pusat Pengembangan SDA
dan LH dan Mitigasi Bencana Alam UPI Bandung, yang akan dilibatkan
sebagai narasumber dalam pelaksanaan pembelajaran tentang
Manajemen Bencana.
C. Identifikasi Stakeholder
Pengertian Stakeholder adalah segenap pihak yang terkait dengan isu
dan permasalahan yang sedang dibahas. Keberadaan stakeholder dalam
kegiatan proyek perubahan ini akan diperlukan untuk membantu
mengembangkan tujuan proyek perubahan. Keberadaan stakeholder dalam
kegiatan proyek perubahan ini akan diperlukan untuk membantu
mengembangkan tujuan proyek perubahan tersebut. Analisis terhadap
stakeholder diperlukan untuk melakukan identifikasi stakeholder dalam
proyek perubahan dikarenakan membawa manfaat sebagai berikut:
1. Dapat menggunakan pendapat stakeholder untuk kepentingan
merancang proyek perubahan;
2. Mendapatkan dukungan dari stakeholder yang kuat untuk memperoleh
lebih banyak sumber daya, dalam mendukung proyek perubahan;
3. Dapat mengantisipasi kemungkinan adanya reaksi orang lain terhadap
proyek perubahan , sehingga dapat merancang strategi komunikasi
yang baik;
4. Berkomunikasi dengan stakeholder, dapat memastikan mereka
memahami dan manfaat dari proyek perubahan; dan
5. Menumbuhkan keterlibatan terhadap upaya perubahan.
Stakeholder proyek perubahan ini dikelompokkan menjadi
stakeholder internal dan stakeholder eksternal. Stakeholder internal
terdiri dari unit di lingkungan Lemdiklat Polri, antara lain:
1. Kalemdiklat Polri
2. Karo Kurikulum Lemdiklat Polri
3. Karo Bindiklat Lemdiklat Polri
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
22 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
4. Kasespimti Sespim Lemdiklat Polri
5. Kabag Bindik Sespimma Sespim Lemdiklat Polri
6. Kabag Jarlat Sespimma Sespim Lemdiklat Polri
Sedangkan stakeholder eksternal terdiri dari:
1. BNPB
2. BMKG
3. Kemensos RI
4. Basarnas
5. Pusat Pengembangan SDA dan LH dan Mitigasi Bencana Alam UPI
Bandung
D. Tata Kelola Proyek
Untuk memperlancar pelaksanaan proyek perubahan Membangun
Kepemimpinan Kolaboratif Polri dalam Manajemen Bencana, dibentuk tim
efektif yang bertugas melaksanakan proyek perubahan yang dipimpin oleh
project leader. Tim efektif bekerja berdasarkan surat perintah Kasespimma
Sespim Lemdiklat Polri nomor: Sprint/146/VIII/KEP/2019 tanggal 25
Agustus 2019.
1. Struktur Organisasi Proyek
Sponsor/Mentor : Brigjend Pol. Drs. H. Syafril Nursal, SH, MH
Coach : Ir. Setia Budhy Algamar, MURP
Project Leader
Ketua
:
:
KBP. Purwoko Yudianto, SH. S.IK., M.Hum
KBP. Dadan Wisnhu Wardana
Wakil Ketua
Sekretaris
Anggota
Logistik
:
:
:
:
KBP. Dra. Yoyoh Inayah, M.Si.
Ipda. M. Taufiq Riyadi, S.I.P., MM
Budi Budiman, SE.
Ipda. Irfan Dwi Nugraha, SH.
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
23 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
Tim Perumus
Dokumentasi dan
Publikasi
:
:
1. Muflikhudin
2. Ipda. Nita Marlina
3. Toni Yusanto
4. Bripda. Teguh Wira Dharma
1. Yana Febiyanto
2. Diki Riyadi Suhendi
Struktur Organisasi Tim Proyek Perubahan
Gambar 2.1. Struktur Organisasi Tim Proyek Perubahan
2. Deskripsi Tugas
NO JABATAN DALAM PROYEK
DESKRIPSI TUGAS
1 Atasan langsung/ Mentor
• Memberikan dukungan dalam rancangan dan implementasi proyek perubahan
• Memberikan kesepakatan dan persetujuan atas proposal proyek perubahan,
COACH Ir. Setia Budhy Algamar, MURP
PROJECT LEADER KBP. Purwoko Yudianto, SH, S.IK.
M.Hum
ATASAN LANGSUNG/MENTOR
KASESPIMMA SESPIM LEMDIKLAT POLRI Brigjend Pol. Drs. H. Syafril Nursal, SH, MH
TIM EFEKTIF
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
24 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
NO JABATAN DALAM PROYEK
DESKRIPSI TUGAS
• memberikan bimbingan dan dukungan penuh kepada project leader dalam pelaksanaan proyek perubahan
2 Coach memberikan motivasi, arahan/konsultasi dan memantau kegiatan yang dilaksanakan dalam proyek perubahan
3 Project leader • merancang proyek perubahan, melakukan eksekusi terhadap keseluruhan tahap yang telah dirancang dengan mendayagunakan seluruh sumber daya yang dimiliki
• memimpin pelaksanaan kegiatan pertemuan dengan stakeholder dan kegiatan pokja
4 Ketua • mengkoordinir kegiatan pokja
• memimpin proses perumusan hasil pokja
5 Wakil Ketua • mewakili ketua mengkoordinir kegiatan pokja dan perumusan hasil pokja
• membantu project leader dalam pemantauan kegiatan
6 Sekretaris • menyiapkan administrasi persuratan dan dokumen terkait
• mengarsipkan surat-surat dan dokumen lainnya
• membuat daftar hadir dan notulen-notulen rapat.
7 Logistik menyiapkan kebutuhan sarana prasarana untuk kegiatan, termasuk ruangan dan konsumsi
8 Perumus Merumuskan hasil-hasil pokja di bawah koordinasi project leader dan ketua pokja tim efektif
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
25 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
NO JABATAN DALAM PROYEK
DESKRIPSI TUGAS
9 Dokumentasi Mendokumentasikan berbagai kegiatan proyek perubahan dan kegiatan pertemuan dengan stakeholder maupun kegiatan pokja
E. Program Rencana Aksi Pengawasan Kolaboratif
Program rencana aksi pengawasan kolaboratif adalah serangkaian
kegiatan yang. rincian programnya disajikan pada tabel berikut.
No Kegiatan Pihak yang Terlibat Waktu & Tempat
1 Survei alumni Sespimma
• alumni sespimma
• kabag bindik sespimma
• gadik sespimma
September 2019, di
Sespimma
2 Penyusunan kurikulum
• kabag bindik sespimma
• gadik sespimma
Oktober 2019 di Sespimma
3 Penyusunan bahan ajar
• kabag bindik sespimma
• gadik sespimma
Oktober 2019, di Sespimma
F. Risiko/Potensi Kendala
Risiko berhubungan dengan ketidakpastian. Ketidakpastian ini terjadi
karena kurang atau tidak tersedianya cukup informasi tentang apa yang
akan terjadi. Sesuatu yang tidak pasti (Uncertain) dapat berakibat
menguntungkan atau merugikan. Menurut Wideman
(https://id.wikipedia.org/wiki/Manajemen_risiko), ketidakpastian yang
menimbulkan kemungkinan menguntungkan dikenal dengan istilah peluang
(Opportunity), sedangkan ketidak pastian yang menimbulkan akibat yang
merugikan dikenal dengan istilah risiko (Risk). Secara umum risiko dapat
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
26 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
diartikan sebagai suatu keadaan yang dihadapi seseorang atau perusahaan
dimana terdapat kemungkinan yang merugikan. Oleh karena itu, risiko
harus diantisipasi agar proyek perubahan yang dilaksanakan dapat
berlangsung secara efektif. Beberapa risiko yang harus diantisipasi, adalah:
1. Bertambahnya jumlah jam pelajaran di Sespim Polri yang bisa
berdampak masa pendidikan lebih panjang.
2. Perlunya disiapkan anggaran tambahan terutama untuk pengajar dari
eksternal Sespim Polri dan pengadaan sarana prasarana pendukung
materi pelajaran.
3. Kemungkinan pimpinan Polri di wilayah tidak memanfaatkan
kompetensi lulusan Sespim yang telah menguasai manajemen bencana
pada bagian program pemberdayaan SDM Polri
G. Faktor Kunci Keberhasilan (Key Success Factors)
Faktor-faktor yang menjadi kunci keberhasilan pencapaian tujuan proyek
perubahan secara tepat sasaran dan tepat waktu adalah sebagai berikut:
1. Adanya produk hukum dalam bentuk Undang-Undang, Peraturan
Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, Peraturan Kapolri
terkait dengan penanganan bencana.
2. Terjalinnya sinergitas dan kolaborasi antara Polri dengan stakeholder
dalam manajemen bencana dan pembelajaran membangun
kepemimpinan kolaboratif Polri dalam manajemen bencana.
3. Adanya komitmen dan dukungan pimpinan dalam hal ini Kasespimma
Sespim Polri sebagai atasan langsung dan mentor yang merupakan
Kepala Biro Kurikulum Lemdiklat Polri terhadap proyek perubahan ini,
sehingga tercapai sesuai dengan tujuan dan waktu yang ditentukan
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
27 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
BAB III
PELAKSANAAN PROYEK PERUBAHAN
A. Analisis Stakeholder
Implementasi proyek perubahan tidak bisa dilakukan sendiri oleh
project leader, tetapi harus melakukan kolaborasi dengan stakeholder
internal dan eksternal. Kolaborasi adalah proses yang mendasar dari bentuk
kerjasama yang melahirkan kepercayaan, integritas dan terobosan melalui
pencapaian konsensus, kepemilikan dan keterpaduan pada semua aspek
organisasi. Kolaborasi adalah pendekatan utama yang akan menggantikan
pendekatan hirarki pada prinsip-prinsip pengorganisasian untuk memimpin
dan mengelola lingkungan kerja pada abad 21
Sementara itu, stakeholder adalah semua pihak di dalam masyarakat,
baik itu individu, komunitas atau kelompok masyarakat, yang memiliki
hubungan dan kepentingan terhadap sebuah organisasi/ perusahaan dan
isu/ permasalahan yang sedang diangkat. Suatu masyarakat, kelompok,
komunitas ataupun individu tersebut dapat dikatakan sebagai stakeholder
jika mereka memiliki karakteristik seperti memiliki kekuasaan dan
kepentingan terhadap organisasi atau perusahaan. Atau definisi dari
stakeholder yaitu orang yang memiliki minat maupun kepentingan di dalam
suatu perusahaan. Hal ini bisa menyangkut kepentingan finansial atau
kepentingan lainnya. Jika orang tersebut terkena pengaruh dari apa yang
terjadi pada perusahaan, baik itu dampak negatif atau positif orang tersebut
dapat dikatakan sebagai stakeholder. Keberadaan stakeholder dalam
kegiatan proyek perubahan ini akan diperlukan untuk membantu
mengembangkan tujuan proyek perubahan tersebut. Analisis terhadap
stakeholder diperlukan untuk melakukan identifikasi stakeholder dalam
proyek perubahan dikarenakan membawa manfaat sebagai berikut:
1. Dapat menggunakan pendapat stakeholder untuk kepentingan
merancang proyek perubahan;
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
28 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
2. Mendapatkan dukungan dari stakeholder yang kuat untuk memperoleh
lebih banyak sumber daya, dalam mendukung proyek perubahan;
3. Dapat mengantisipasi kemungkinan adanya reaksi orang lain terhadap
proyek perubahan, sehingga dapat merancang strategi komunikasi
yang baik;
4. Berkomunikasi dengan stakeholder, dapat memastikan mereka
memahami dan manfaat dari proyek perubahan; dan
5. Menumbuhkan keterlibatan terhadap upaya perubahan.
Berdasarkan pengaruh dan kepentingannya, stakeholders dapat dibagi
menjadi 4 (empat) macam, yaitu:
1. Stakeholder Promotors, yaitu stakeholder/ orang-orang yang harus
benar-benar dilibatkan dan yang membawa pengaruh terbesar dalam
proyek perubahan..
2. Stakeholder Latents, yaitu stakeholder/orang-orang dengan High
Influence namun Low Interest, stakeholders ini bisa sangat membantu
jika dapat diyakinkan akan pentingnya proyek perubahan;
3. Stakeholder Defendents, yaitu stakeholder/orang-orang yang
memiliki ketertarikan yang tinggi, tapi memiliki kekuatan yang kecil.
khususnya dalam komunikasi..
4. Stakeholder Apathetics, yaitu stakeholders/orang-orang yang Low
Influence dan Low Interest, mereka tidak peduli terhadap proyek
perubahan karena menjadi stakeholder secara kebetulan
Keempat jenis stakeholder tersebut dapat digambarkan dalam matriks
kuadran stakeholders sebagai berikut:
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
29 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
Gambar 3.1. Matrik Stakeholder
1. Stakeholder Promotors, yaitu stakeholder yang harus benar-benar
dilibatkan dan yang membawa pengaruh terbesar dalam proyek
perubahan. Dalam proyek perubahan ini yang termasuk dalam
kelompok stakeholder Promotors adalah:
a. Kalemdiklat Polri
b. Kasespim Polri
c. Sops Kapolri
d. BNPB
e. Kementerian Sosial
Tinggi
Tinggi
Rendah
Rendah
KEPENTINGAN
Latents:
✓ Kepentingan Tinggi ✓ Pengaruh Rendah
Promotors:
✓ Kepentingan Tinggi ✓ Pengaruh Tinggi
Apathetics:
✓ Kepentingan Rendah ✓ Pengaruh Rendah
Defendants:
✓ Kepentingan Tinggi ✓ Pengaruh Rendah
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
30 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
2. Stakeholder Latents, yaitu stakeholder yang memiliki pengaruh
besar (high Influence) namun ketertarikannya rendah (low Interest).
Stakeholders ini bisa sangat membantu jika dapat diyakinkan akan
pentingnya proyek perubahan. Dalam proyek perubahan ini yang
termasuk dalam kelompok stakeholder Latents adalah:
a. BMKG
b. Perguruan tinggi (UPI)
c. Media Massa
3. Stakeholder Defendents, yaitu stakeholder yang memiliki
ketertarikan yang tinggi, tapi memiliki kekuatan yang kecil, khususnya
dalam komunikasi. Dalam proyek perubahan ini yang termasuk dalam
kelompok stakeholder Defendents adalah:
a. Pemerintah Daerah
b. DPRD
c. TNI
4. Stakeholder Apathetics, yaitu stakehoders yang Low Influence dan
Low Interest, mereka tidak peduli terhadap proyek perubahan karena
menjadi stakeholder secara kebetulan. Dalam proyek perubahan ini
yang termasuk dalam kelompok stakeholder Apathetics adalah:
a. Peserta didik Sespim Polri
b. Widyaiswara/Gadik Sespim
c. Lembaga swadaya masyarakat
Terhadap mitra stakeholder yang terkait proyek perubahan tersebut
dilakukan komunikasi dan koordinasi, sehingga posisi stakeholder pada awal
proyek perubahan disusun, dapat digambarkan dalam matriks kuadran
dibawah ini:
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
31 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
Gambar 3.2. Matrik Stakeholder sebelum Proyek Perubahan
Berdasarkan hasil koordinasi dan komunikasi dengan stakeholder yang
sudah direncanakan, maka ada perubahan yang dihasilkan dari proses
kolaborasi, sebagai berikut:
1. Stakeholder eksternal yaitu BMKG pindah dari kelompok latents masuk
kelompok promotors. Hal ini disebabkan dari hasil komunikasi dengan
BMKG karena BMKG sudah bekerjasama dengan Polri terutama dalam
pengamanan alat-alat deteksi bencana seperti alat pendekteksi
tsunami di wilayah banten.
2. Stakeholder eksternal yaitu Perguruan tinggi (PT) pindah dari
kelompok latents masuk kelompok promotors. Hal ini disebabkan dari
hasil komunikasi dengan pihak Universitas Pendidikan Indonesia,
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
32 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
ternyata mereka memiliki Lembaga yang mengkaji tentang mitigasi
bencana.
3. Stakeholder eksternal yaitu TNI pindah dari kelompok latents masuk
kelompok promotors. Hal ini disebabkan peserta didik di Sespim Polri
juga melibatkan anggota TNI, terutama untuk Sespimti
4. Stakeholder internal yaitu WI/GAdik pindah dari kelompok apathetics
masuk menjadi promoters karena keterlibatan gadik/WI dalam
penyusunan kurikulum, hanjar dan melaksanakan pembelajaran.
5. Stakeholder internal yaitu peserta didik pindah dari kelompok
apathetics masuk menjadi promoters karena karena peserta didik
adalah bagian yang tak terpisahkan dari proses pembelajaran dan
sebagai informan untuk melakukan penyempurnaan kurikulum dan
bahan ajar.
Perubahan posisi stakeholder dalam matrik mitra stakeholder yang
terkait dalam proyek perubahan disajikan pada gambar di halaman berikut.
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
33 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
Gambar 3.3. Matrik Stakeholder Setelah Pelaksanaan Proper
B. Capaian Proyek Perubahan
Pelaksanaan proyek perubahan sesuai tahapan telah memberikan
hasil yang memuaskan, dengan rincian hasil sebagai berikut:
1. Telah terlaksana koordinasi dan komunikasi dengan stakeholder
internal maupun eksternal
2. Telah tersusun hasil survei tentang materi pelajaran terkait dengan
manajemen bencana yang sudah berjalan di sespimma
3. Tersusun draft kurikulum Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
4. Tersusun draft bahan ajar Membangun Kepemimpinan Kolaboratif
Polri dalam Manajemen Bencana
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
34 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
C. Pelaksanaan Proyek Perubahan
Sebagai tindak lanjut rancangan proyek perubahan, project leader
telah melaksanakan langkah-langkah implementasi jangka pendek,
sebagaimana diuraikan berikut ini.
1. Rapat tim efektif
Rapat tim efektif dilaksanakan pada hari kamis tanggal 12
September 2019 di ruang rapat Sespimma Polri Lembang Jawa Barat.
Rapat dipimpin langsung oleh project leader. Dalam rapat tersebut
project leader menjelaskan isi rancangan proper dan hal-hal apa yang
akan dilaksanakan dalam proyek perubahan dan apa tugas dari
anggota tim efektif. Selanjutnya disampaikan jadwal kegiatan untuk
pelaksanaan proyek perubahan.
Sementara itu Kasespimma melalui Project leader, dalam
arahannya menyampaikan bahwa pelaksanaan proper ini tetap harus
disinkronkan dengan tugas-tugas rutin personil yang terkait
mengingat pejabat yang melaksanakan proper dan yang tergabung
dalam tim efektif tidak dibebaskan tugaskan sementara dari pekerjaan
rutinnya. Selanjutnya Kasespimma juga memberikan arahan agar
proper bisa terlaksana semaksimal mungkin karena hasilnya akan
sangat bermanfaat bagi Polri, khususnya Sespim Lemdiklat Polri.
Dokumentasi kegiatan rapat tim efektif disajikan pada gambar berikut.
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
35 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
Gambar 3.4. Rapat Tim Efektif dipimpin oleh Project Leader
2. Koordinasi dengan Stakeholder Internal
Koordinasi dan komunikasi dengan stakeholder internal
dilakukan project leader dengan cara mendatangi pejabat terkait Hal
ini dilakukan karena masing-masing pejabat memiliki kegiatan masing-
masing, sehingga sulit untuk dikumpulkan secara khusus dalam forum
rapat atau semacamnya. Stakeholder yang didatangi terdiri dari: (1)
Wakalemdiklat Polri, (2) Karo Kurikulum Lemdiklat Polri, (3) Karo
Bindiklat Lemdiklat Polri, (4) Kasespimti Sespim Lemdiklat Polri, (5)
Kabag Bindik Sespimma Sespim Lemdiklat Polri, dan (6) Kabag Jarlat
Sespimma Sespim Lemdiklat Polri
Hasil-hasil komunikasi dan dokumentasi kegiatan koordinasi dan
komunikasi dengan stakeholder internal disajikan di bawah ini.
Komunikasi dengan Wakalemdiklat Polri
Komunikasi dengan Wakalemdiklat Polri dilaksanakan pada tanggal 1
Oktober 2019 bertempat di ruang kerja Wakalemdiklat Polri di Jakarta.
Dalam komunikasi dengan Wakalemdiklat Polri, project leader
diberikan informasi tentang kebijakan Pendidikan dan pelatihan di
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
36 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
lingkungan Polri telah telah diatur peraturan Kapolri tentang Sistem
Pendidikan Polri. Di dalam Sisdik Polri tersebut juga diatur terkait
dengan kerja dalam pelaksanan Pendidikan dan pelatihan Polri.
Dokumentasi kegiatan koordinasi dan komunikasi dengan
Wakalemdiklat Polri dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 3.5. Koordinasi dan komunikasi
dengan Wakalemdiklat Polri
Komunikasi dengan Kasespimti Sespim Lemdiklat Polri
Komunikasi dengan Kasespimti Sespim Lemdiklat Polri dilaksanakan
pada tanggal 1 Oktober 2019 bertempat di ruang kerja Kasespimti
Sespim Lemdiklat Polri Lembang. Dalam komunikasi dengan
Kasespimti Sespim Lemdiklat Polri, project leader diberikan informasi
bahwa Sespimti adalah salah satu program Pendidikan untuk calon
pemimpin Polri yang berpangkat Kombes Pol yang disiapkan menjadi
calon pemimpin tingkat tinggi dan pemimpin nasional. Selain diikuti
anggota Polri, Sespimti juga diikuti oleh peserta didik yang berasal dari
TNI dan Kejaksaan Agung RI. Terkait dengan subtansi manajemen
bencana, Kasespimti menilai materi itu perlu dikuasai oleh calon
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
37 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
pemimpin Polri mengingat banyaknya bencana yang terjadi di wilayah
Indonesia dan Polri harus menjadi garda terdepan dalam
penangannya.
Dokumentasi kegiatan koordinasi dan komunikasi dengan Kasespimti
Sespim Lemdiklat Polri dapat dilihat pada gambar di bawah ini
Gambar 3.6. Koordinasi dan komunikasi dengan Kasespimti
Sespim Lemdiklat Polri
Komunikasi dengan Karo Kurikulum
Komunikasi dengan Karo Kurikulum dilaksanakan pada tanggal 4
Oktober 2019 bertempat di ruang kerja Karo Kurikulum. Dalam
komunikasi dengan Karo Kurikulum, project leader diberikan informasi
bahwa hal-hal mengenai kewenangan yaitu menyusun dan membina
penyusuna kurikulum dan bahan ajar untuk semua jenis Pendidikan
dan pelatihan di lingkungan Polri. Salah satunya adalah kurikulum
untuk Pendidikan di Sespim Lemdiklat Polri, yaiatu kurikulum
Sespimma, Sespimmen, dan Sespimti. Dalam pertemuan tersebut,
Karo Kurikulum sangat mengapresiasi upaya project leader untuk
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
38 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
membuat kurikulum tentang manajemen bencana yang belum ada di
Sespim Lemdiklat Polri.
Dokumentasi kegiatan koordinasi dan komunikasi dengan Karo
Kurikulum dapat dilihat pada gambar di bawah ini
Gambar 3.7. koordinasi dan komunikasi dengan Karo Kurikulum
Komunikasi dengan Karo Bindiklat Lemdiklat Polri
Komunikasi dengan Karo Bindiklat Lemdiklat Polri dilaksanakan pada
tanggal 8 Oktober 2019 bertempat di ruang kerja Karo Bindiklat
Lemdiklat Polri Jakarta. Dalam komunikasi dengan Karo Bindiklat
Lemdiklat Polri, project leader diberikan informasi tentang
kewenangan Biro Bindiklat yaitu menyusun perencanaan program
diklat Polri setiap tahunnya untuk dibahas pada setiap kegiatan siding
wandiklat. Selain itu Biro Bindiklat juga mengurus segala kerjasama
diklat polri dengan berbagai pihak di dalam dan di luar negeri. Karo
Bindiklat sangat mengapresiasi produk proper yang akan dihasilkan
karena hal itu dapat memperkuat kompetensi calon pemimpin Polri
dengan kolaborasi dengan pihak terkait.
Dokumentasi kegiatan koordinasi dan komunikasi dengan Karo
Bindiklat Lemdiklat Polri dapat dilihat pada gambar di bawah ini
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
39 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
Gambar 3.8. Koordinasi dan komunikasi dengan
Karo Bindiklat Lemdiklat Polri
Komunikasi dengan Kabag Bindik Sespimma
Komunikasi dengan Kabag Bindik Sespimma dilaksanakan pada
tanggal 10 Oktober 2019 bertempat di ruang kerja Kabag Bindik
Sespimma Lembang Jawa Barat. Dalam komunikasi dengan Kabag
Bindik Sespimma Polri, project leader diberikan informasi bahwa hal-
hal kemampuan lulusan Sespimma dalam berkolaborasi khususnya
dalam manajemen bencana sangat penting karena sebagai pemimpin
tingkat pertama yang akan ditugaskan di Polsek atau Polres, akan
berhadapan langsung dengan situasi bencana dan masyarakat yang
mengalamai bencana
Dokumentasi kegiatan koordinasi dan komunikasi dengan Kabag
Bindik Sespimma dapat dilihat pada gambar di bawah ini
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
40 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
Gambar 3.9. Koordinasi dan komunikasi
dengan Kabag Bindik Sespimma
Komunikasi dengan Kabag Jarlat Sespimma
Komunikasi dengan Kabag Jarlat Sespimma dilaksanakan pada tanggal
10 Oktober 2019 bertempat di ruang kerja Kabag Jarlat Sespimma
Lembang Jawa Barat. Dalam komunikasi dengan Kabag Jarlat
Sespimma project leader diberikan informasi bahwa dalam beberapa
mata pelajaran, Sespimma melibatkan pengajar dari luar Polri untuk
menyampaikan materi. Oleh karena itu, dalam penilaian kabag jarlat,
sangat tepat ketika menyusun kurikulum dan hanjar terkait kolaborasi
dalam manajemen bencana melibatkan stakeholder seperti BNPB,
BMKG dan lain-lain.
Dokumentasi kegiatan koordinasi dan komunikasi dengan Kabag Jarlat
Sespimma dapat dilihat pada gambar di bawah ini
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
41 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
Gambar 3.10. Dokumentasi kegiatan koordinasi dan komunikasi
dengan Kabag Jarlat Sespimma
3. Komunikasi dan Koordinasi dengan Stakeholder Eksternal
Komunikasi dan koordinasi dengan stakeholder eksternal
dilakukan sebagai wujud dari kepemimpinan kolaboratif yang
dilakukan project leader. Komunikasi dilakukan dengan mendatangi
satu persatu kantor stakeholder eksternal, karena kesibukan mereka
yang tidak memungkinkan untuk dikumpulkan dalam suatu forum.
Tujuan utama dari komunikasi yang dilakukan adalah untuk
mendapatkan masukan terkait dengan produk proyek perubahan yang
akan disusun yaitu peraturan Kasespimma tentang kerjasama dalam
pengamanan wilayah. Stakeholder eksternal yang didatangi terdiri
dari: (a) BNPB, (b) BMKG, (c) Basarnas, (d) Kemensos RI, (e) UPI
Bandung
Komunikasi dengan BNPB
Komunikasi dan koordinasi dengan BNPB dilaksanakan pada tanggal
14 Nope berm2019 bertempat di kantor BNPB di Jln. Pramuka Jakarta
Timur. Komunikasi dilakukan dengan dr. Rucky Nurul Wursanti Dewi,
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
42 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
MKM Kepala Bidang Program, Pusdiklat PB BNPB. Dalam pertemuan
tersebut, Perwakilan BNPB menjelaskan bahwa Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (UU No.
24/2007) merupakan upaya dalam penyelenggaraan penanggulangan
bencana (PB). Selanjutnya, penyelenggaraan PB merupakan
serangkaian upaya penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko
timbulnya bencana melalui tiga fase, pencegahan bencana, tanggap
darurat dan rehabilitasi rekonstruksi.
Penanggungjawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana
adalah Pemerintah dan pemerintah daerah. Berdasarkan amanah
Peraturan Presiden nomor 8 tahun 2008 tentang BNPB yang
merupakan lembaga non kementerian setingkat menteri yang
mempunyai fungsi meliputi perumusan penetapan dan
pengoordinasian pelaksanaaan kegiatan penanggulangan bencana
secara terencana terpadu dan menyeluruh.
Dalam peraturan Kepala nomor 1 tahun 2010 tentang Struktur
Organisasi dan Tata Laksana Sekretaris Utama dibantu oleh beberapa
biro, salah satunya adalah Biro Hukum dan Kerjasama, sebagai unit
kerja di bawah Sekretariat Utama, memiliki tugas pokok dan fungsi
untuk melaksanakan pengoordinasian penyusunan peraturan
perundang-undangan dan telaahan hukum, kerjasama dalam
negeri dan kerjasama luar negeri. Biro Hukum dan Kerjasama
menjadi “pintu gerbang” bagi BNPB melakukan kerjasama antar
lembaga.
Upaya penanggulangan bencana merupakan bentuk tanggung jawab
kepada negara dalam melindungi bangsa indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia sebagaimana yang tertuang dalam
pembukaan UUD 1945. Dalam UU nomor 24 tahun 2017 diterangkan
bahwa tanggung jawab penyelenggaraan penanggulangan bencana
bukan hanya peran BNPB namun juga diperlukan keterlibatan peran
dari Kementerian/lembaga nasional lainnya, lembaga usaha dan
masyarakat.
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
43 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
Peran serta Kementerian/lembaga nasional, lembaga usaha dan
masyarakat dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana
bertujuan untuk mendukung upaya yang terintegral dalam
pengurangan risiko bencana, pencegahan bencana, tanggap darurat
serta rehabilitasi dan rekonstruksi secara berdaya guna dan dapat
dipertanggungjawabkan sebagaimana diterangkan dalam Perka BNPB
Nomor 11 Tahun 2014 tentang peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana dan Perka BNPB Nomor
12 Tahun 2014 tentang peran seta lembaga usaha dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana. Peran
Kementerian/lembaga nasional, lembaga usaha dan lembaga
masyarakat diharapkan berperan aktif sesuai dengan kapasitas dan
kemampuan masing-masing.
Pertemuan diakhiri dengan kesediaan BNPB untuk mendukung proyek
perubahan yang disusun oleh project leader serta memberikan
testimoni dukungan. Dokumentasi pertemuan antara project leader
dengan BNPB dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 3.11. Pertemuan project leader dengan Pejabat BNPB
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
44 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
Komunikasi dan koordinasi dengan BMKG
Komunikasi dan koordinasi dengan BMKG dilaksanakan pada
tanggal 14 Nopember 2019 bertempat di kantor BMKG di Jln.
Angkasa I Jakarta Pusat. Komunikasi dilakukan dengan
Kapusdiklat BMKG. Dalam pertemuan tersebut, Ketua BMKG
menjelaskan bahwa kolaborasi Polri dengan BMKG telah
berlangsung lama Selama ini BMKG melibatkan Polri ketika
mengalami masalah dengan hilang alat-alat yang digunakan
untuk memantau bencana atau cuaca.
Dokumentasi pertemuan antara project leader dengan BMKG
dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 3.12. Pertemuan dengan Kapusdiklat BMKG
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
45 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
Komunikasi dan koordinasi dengan Basarnas
Komunikasi dan koordinasi dengan Basarnas dilaksanakan pada
tanggal 14 Oktober 2019 bertempat di kantor Basarnas di Jln.
Angkasa Jakarta Pusat.
Komunikasi dilakukan dengan Sestama Basarnas. Dalam
pertemuan tersebut, Sestama Basarnas menjelaskan bahwa
kolaborasi Polri dengan Basarnas telah berlangsung lama yang
diwadahi dengan dokumen Nota Kesepahaman antara Polri dan
Basarnas tanggal 25 Januari 2015 yang ditanda tangani oleh
Kapolri dan Kepala Basarnas.
1. Pertukaran data dan/atau informasi
2. Penyelenggaraan operasi pencarian atau pertolongan
3. Pemanfaatan SDM
4. Pemanfaatan sarana prasarana
5. Peningkatan kompetensi SDM
6. Latihan perenanaan dan pertolongan
Dokumentasi pertemuan antara project leader dengan BMKG
dapat dilihat pada gambar berikut.
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
46 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
Gambar 3.13. Pertemuan dengan Sekretaris Utama Basarnas
Koordinasi dengan Kemensos RI
Komunikasi dan koordinasi dengan Pejabat Direktorat
Perlindungan Sosial Bencana Alam Kemensos RI dilaksanakan
pada tanggal 18 Nopember 2019 bertempat di kantor
Kemensos RI Jl. Salemba Raya Jakarta Pusat. Dalam pertemuan
tersebut, Kemensos RI menjelaskan bahwa kolaborasi Polri
dengan Kemensos RI sudah dilakukan lama, terutama untuk
pengamanan bantuan ke daerah-daerah bencana. Kemensos RI
sangat mendukung ada materi Kolaborasi dalam Manajemen
Bencana untuk diberikan kepada peserta didik Sespim Polri.
Pertemuan diakhiri dengan kesediaan pihak Kemensos RI untuk
mendukung proyek perubahan yang disusun oleh project leader
serta memberikan testimoni dukungan. Dokumentasi
pertemuan antara project leader dengan KaKemensos RI dapat
dilihat pada gambar berikut.
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
47 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
Gambar 3.14. pertemuan dengan Pejabat Dit Perlindungan
Sosial Bencana Alam Kemensos RI
Komunikasi dan koordinasi dengan Pusat
Pengembangan SDA dan LH dan Mitigasi Bencana Alam
UPI
Komunikasi dan koordinasi dengan Pusat Pengembangan SDA
dan LH dan Mitigasi Bencana Alam UPI dilaksanakan pada
tanggal 8 Oktober 2019 bertempat di Kampus UPI Jl. Setiabudi
Bandung.
Dalam pertemuan tersebut, Kepala Pusat mendorong
diberikannya materi mitigasi bencana kepada calon pimpinan
Polri agar ketika bertugas di masyarakat bisa mensosialisasikan
mitigas bencana kepada masyarakat dalam upaya
mengantisipasi ketika bencana muncul.
Pertemuan diakhiri dengan kesediaan pihak Kepala Pusat
Pengembangan SDA dan LH dan Mitigasi Bencana Alam UPI
untuk mendukung proyek perubahan yang disusun oleh project
leader serta memberikan testimoni dukungan. Dokumentasi
pertemuan antara project leader dengan Kepala Pusat
Pengembangan SDA dan LH dan Mitigasi Bencana Alam UPI
dapat dilihat pada gambar berikut.
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
48 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
Gambar 3.15 pertemuan dengan Kepala Pusat Pengembangan
SDA dan LH dan Mitigasi Bencana Alam UPI
4. Pokja Penyusunan draft Kurikulum
Pokja penyusunan draft kurikulum Polri dalam Manajemen
bencana dilaksanakan pada tanggal 11 September 2019 di Sespimma
Polri yang dipimpin langsung oleh project leader. Dalam pokja
tersebut, ditekankan bahwa kurikulum yang akan dibuat ditujukan
untuk pasis sespimma, sespimmen dan sespimti. Finalisasi kurikulum
dilaksanakan tanggal 23 September 2019
Dokumentasi pokja penyusunan draf Kurikulum dapat dilihat padap
gambar berikut
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
49 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
Gambar 3.6. Pokja Penyusunan Draf Kurikulum
5. Pokja Pembuatan Bahan Ajar
Penyusunan hanjar tentang Kolaborasi Polri dalam manajemen
Bencana disusun sebagai tindak lanjut penyusunan kurikulum.
Kegiatan dilaksanakan pada tanggal 4 Oktober 2019 di Sespimma
Lembang. Dalam pokja tersebut disepakati bahwa materi yang dimuat
dalam bahan aja minimal memuat materi tentang kepemimpinan
kolaboratif, manajemen bencana dan mitigasi bencana.
Dokumentasi kegiatan penyusunan hanjar, disajikan pada
gambar berikut.
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
50 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
Gambar. Pokja Penyusunan Hanjar
D. Kendala yang Dihadapi
Dalam melaksanakan proyek perubahan ini, ada beberapa kendala
yang dihadapi, antara lain:
1. Komunikasi dengan stakeholder internal maupun eksternal tidak dapat
dilakukan dalam forum rapat, karena kesibukan masing-masing dalam
melaksanakan tugas rutin sehari-hari.
2. Domisili stakeholder yang sebagian besar di Jakarta, sedangkan
project leader bertugas di Lembang, sehingga untuk mengatur waktu
bertemu agak menyulitkan.
3. Kesibukan project leader sebagai pengajar, pembimbing kuliah kerja
dan penulisan tugas akhir, membuat pembagian waktu untuk focus
pada pelaksanaan proper dan penyunannya juga tidak mudah. Tidak
tersedianya berbagai dokumen dalam bentuk nota kerjasama, karena
dokumen tersebut adalah nota kerjasama di tingkat mabes Polri dan
tidak selalu diberikan copynya ke wilayah dan tidak dipublikasikan ke
masyarakat.
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
51 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
E. Upaya Mengatasi Kendala
Untuk mengatasi kendala yang dihadapi dalam proses pelaksanaan
proyek perubahan, project leader melakukan beberapa hal, sebagai berikut:
1. Untuk mengatasi kesulitan koordinasi dengan stakeholder internal,
project leader memanfaatkan waktu-waktu rapat koordinasi pejabat
utama Lemdiklat/Sespim untuk mampir ke ruangan pejabat yang
bersangkutan untuk menyampaikan rancangan proper dan meminta
dukungan.
2. Untuk mengatasi kesulitan koordinasi dengan stakeholder eksternal,
project leader melakukan koordinasi dengan ajudan para pejabat yang
akan didatangi untuk bertemu sesuai kesenggangan waktu yang
dimiliki..
3. Untuk mengatasi kendala komunikasi dengan tim pokja karena project
leader keluar kota karena mengikuti kegiatan di LAN maupun di Mabes
Polri, project leader meminta kepada sekretaris tim efektif untuk
mengupdate informasi sehingga ketika sewaktu-waktu diperlukan,
project leader segera kembali ke Lembang.
4. Untuk mengatasi kesulitan mendapatkan dokumen pendukung
terutama nota kesepahaman, project leader menghubungi Divkum
Mabes Polri, Sops Mabes Polri untuk memintakan dokumen dimaksud
serta meminta copy dari pimpinan stakeholder yang didatangi.
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
52 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
berdasarkan hasil pelaksanaan proyek perubahan Membangun
Kepemimpinan Kolaboratif Polri dalam Manajemen Bencana, dapat ditarik
beberapa kesimpulan, sebagai berikut:
1. Indonesia sebagai negara yang wilayahnya banyak dilanda bencana,
harus memiliki budaya untuk siapa menghadapi bencana. Di sisi lain,
keadaan bencana yang timbul dimanfaatkan oleh oknum yang tidak
bertanggung jawab melakukan tindakan criminal seperti penjarahan
dan semacamnya.
2. Terdapat tiga jenis bencana, yaitu: bencana alam, bencana non-alam
dan bencana social. Dari hasil telaah kurikulum di Sespim Lemdiklat
Polri, ditemukan bahwa materi yang diberikan terbatas pada bencana
social seperti kerusuhan dan konflik social. Sedangkan bencana alam
yang sangat lekat dengan masyarakat Indonesia kurang diberi
perhatian. Padahal Polri selalu berada di posisi terdepan dalam setiap
kondisi apapun yang terjadi. Sehingga muatan materi manajemen
bencana dan kolaborasi menjadi sangat penting.
3. Kolaborasi antara Polri dengan stakeholder ekternal menjadi sangat
penting dalam manajemen bencana. Sehingga penyusunan kurikulum
dan hanjar terkait itu sangatlah penting. Dengan demikian calon
pemimpin organisasi Polri perlu memiliki kompetensi dalam
manajemen bencana secara kolaboratif sebagai perwujudan
menjadikan Polri yang promoter.
4. Pelaksanaan proyek perubahan bisa efektif karena proses kolaborasi
berjalan dengan sangat baik.
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
53 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
B. Rekomendasi/Saran
Beberapa saran dapat dirumuskan dalam upaya menuntaskan proyek
perubahan ini, sebagai berikut:
1. Draft peraturan kurikulum dan hanjar segera disampaikan kepada Biro
Kurikulum Lemdiklat Polri untuk segera dibahas dan disahkan dengan
keputusan Kalemdiklat Polri dan oleh Biro Bindiklat Lemdiklat Polri
untuk dimasukkan dalam program diklat (prodiklat)
2. Biro Kurikulum Lemdiklat Polri dapat meneruskan kepada bagian
kurhanjar dikbangum untuk melanjutkan pembuatan hanjar untuk
Sespimmen dan Sespimti.
3. Bagian Bindik Sespimma dapat melaksanakan pembelajaran ini
nantinya hendaknya melibatkan stakeholder eksternal sebagai
pengajar atau narasumber dan memungkinkan untuk pelaksanaan
kunjungan dalam bentuk kuliah kerja lapangan ke lokasi kerja
stakeholder.
C. Lesson Learned
Lesson Learned merupakan pembelajaran yang diperoleh dari
pengalaman suatu kegiatan apa saja, dan biasanya proyek, program, event,
yang secara niat dan aktif digali untuk menjadi pembelajaran pada kegiatan
berikutnya. Beberapa hal yang bisa dijadikan pelajaran bagi project leader
selama mengikuti Pendidikan di Pelatihan Kepemimpinan Nasional tingkat I
dan menyusun proyek perubahan, adalah sebagai berikut:
1. Untuk melaksanakan tugas yang berskala luas atau nasional,
kolaborasi dengan semua pihak menjadi sangat penting.
2. Dalam melakukan kolaborasi, penting dimiliki inisiatif dan bekerja
secara terencana dan terukur hasilnya sehingga kolaborasi yang
dibangun menjadi efektif.
3. Dalam membangun kolaborasi, penting semua pihak bersikap terbuka
dan bersedia untuk berkolaborasi dengan memahami secara jelas
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
54 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
tugas dari masing-masing pihak yang berkolaborasi dan peran apa
yang dilakukan dalam proses kolaborasi.
4. Meskipun tugas dalam bidang penanganan bencana dilakukan oleh
BNPB, tetapi pemimpin Polri yang berada di lokasi bencana, perlu
mengambil inisiatif menangani lebih dahulu situasi bencana, untuk
kemudian diserahkan kepada BNPB/BPPB Daerah dan Polri tetap ada
di dalamnya untuk bekerja secara kolaboratif.
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
55 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
56 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
57 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
58 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
59 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
60 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
61 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
62 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
63 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
64 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019
Membangun Kepemimpinan Kolaboratif Polri
dalam Manajemen Bencana
65 | KBP. PURWOKO YUDIANTO PKN I LAN ANGK. XLIII 2019