BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penyakit gagal ginjal kronis (GGK) merupakan keadaan klinis kerusakan
ginjal yang progresif dan irreversibel yang berasal dari berbagai penyebab
penyakit (Price & Wilson, 2005). Penyebab tersering penyakit ini yaitu
glomerulonefritis (46,39%), diabetes mellitus (18,65%), obstruksi dan infeksi
(12,85%), hipertensi (8,46%), dan sebab lain (13,65%) antara lain adalah
nefritis lupus, nefropati urat, intoksikasi obat, penyakit ginjal bawaan, tumor
ginjal, dan penyebab yang tidak diketahui (Kemenkes RI, 2012). Penyakit
gagal ginjal kronis terjadi apabila kedua ginjal sudah tidak mampu
mempertahankan lingkungan dalam yang cocok untuk kelangsungan hidup
(Baradero dkk, 2008). Penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang tidak
menular yang telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun
negara kita dan dapat menyerang setiap orang baik pria maupun wanita tanpa
memandang tingkat ekonomi (Kemenkes RI, 2012).
Cohen tahun 2010 (dikutip dalam Andri, 2012) mengemukakan bahwa di
negara maju, angka penderita gangguan ginjal cukup tinggi. Secara global
terdapat 200 kasus gangguan ginjal per sejuta penduduk, 8 juta diantara
jumlah populasi yang mengalami gangguan ginjal berada dalam tahap gagal
ginjal kronis. Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia (YGDI, 2012) menyatakan
bahwa angka penderita gagal ginjal di Indonesia mencapai 70 ribu lebih. Data
1
2
dari beberapa pusat nefrologi di Indonesia diperkirakan insiden dan
prevalensi penyakit ginjal kronis masing-masing berkisar 100-150/1 juta
penduduk dan 200-250/1 juta penduduk.
Menurut Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) pasien gagal
ginjal pada tahun 2012 sebanyak 19.612 pasien, kemudian diasumsikan terus
akan mengalami kenaikan dari tahun 2014-2019 jadi 100 ribu orang. Banyak
hal yang memicu asumsi ini muncul, utamanya ialah karena gaya hidup tidak
sehat seperti merokok, kurang tidur, dan lain-lain, yang mulanya dari
penyakit diabetes dan hipertensi (Pernefri, 2013).
Hasil studi pendahuluan di BLUD RSU Kota Banjar didapatkan data
Pasien GGK yang berobat rawat jalan dan rawat inap terus meningkat setiap
tahunnya dengan jumlah penderita pada tahun 2012 sebanyak 436 pasien,
tahun 2013 sebanyak 650 pasien, sedangkan data yang diperoleh tiga bulan
terakhir pada tahun 2014 di Unit pelayanan Hemodialisa BLUD RSU Kota
Banjar yaitu bulan Januari terdapat 59 pasien, ferbruari 63 pasien dan Maret
sebanyak 68 pasien yang menjalani terapi hemodialisa. Adapun pasien yang
telah memiliki jadwal tetap untuk melakukan hemodialisa dalam seminggu
yaitu 54 pasien (BLUD RSU Kota Banjar, 2014).
Hasil wawancara kepada 7 klien gagal ginjal kronis yang menjalani
hemodialisa, terdapat 1 klien yang baru menjalani hemodialisa pertama dan 6
klien yang menjalani hemodialisa lebih dari satu kali, ditemukan 1 orang
klien yang menggunakan mekanisme koping destruktif yaitu klien sering
menyangkal, merasa takut akan kematian dan 6 orang klien yang
3
menggunakan mekanisme koping konstruktif yaitu klien mampu berbicara
dengan orang lain untuk mencari jalan keluar, mencari tahu lebih banyak
tentang situasi yang dihadapi (Stuart dan Sundeen, 2004), sedangkan tingkat
kecemasan yang ditemukan yaitu 3 orang klien dengan tingkat kecemasan
ringan ditandai dengan tremor halus pada tangan, dapat berkonsentrasi pada
masalah, 2 klien dengan tingkat kecemasan sedang ditandai dengan gelisah,
lapang presepsi menyempit dan 2 klien dengan tingkat kecemasaan berat
ditandai dengan perasaaan marah, sedih, sering mengulangi pertanyaan
(Suliswati dkk, 2005).
Hemodialisis (cuci darah) ini dilakukan bila fungsi ginjal untuk
membuang zat-zat sisa metabolik yang beracun dan kelebihan cairan dari
tubuh sudah sangat menurun (lebih dari 90 persen) (Vitahealth, 2008).
Dimana proses hemodialisis tersebut mengalihkan darah pasien dari tubuhnya
melalui dialiser yang terjadi secara difusi dan ultrafiltrasi, kemudian darah
kembali lagi ke dalam tubuh pasien (Baradero dkk, 2008).
Prosedur hemodialisis ini sangat bermanfaat bagi penderita gagal ginjal
kronis, namun bukan berarti tidak mempunyai efek samping. Berbagai
permasalahan terjadi pada pasien hemodialisis diantaranya terjadi hipotensi,
kram otot, mual dan muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal,
demam, dan menggigil (Sudoyo, 2006). Transmisi infeksi yang ditularkan
melalui darah (blood-borne infection) seperti hepatitis virus dan HIV (Human
immunodeficiency Virus) merupakan suatu bahaya potensial serta pada
dialisis jangka panjang, dapat terjadi deposit protein amiloid dialisis yang
4
mengandung mikroglobulin-ß2 dapat menyebabkan sindrom trowongan
karpal (carpal tunnel syndrome) dan antropati dekstruktif dengan lesi tulang
kistik (O’Callaghan, 2007).
Selain banyak efek yang ditimbulkan dari hemodialisa, pasien juga
mengalami perubahan kondisi psikologis. Kebanyakan pasien hemodialisis
harus menghadapi suatu penyakit yang berlangsung seumur hidup dan
melemahkan secara kronis (Caplan & Sadock, 2004). Pasien juga sering
merasa takut akan masa depan yang akan dihadapi dan perasaan marah yang
berhubungan dengan pertanyaan mengapa hal tersebut terjadi pada dirinya.
Ketakutaan dan perasaan berduka juga kerap datang karena harus tergantung
seumur hidup pada alat cuci ginjal (Andri, 2012). Hal seperti ini tentunya
akan menimbulkan perasaan tertekan yang sering disebut dengan stres
(YGDI, 2012).
Pada umumya seseorang yang mengalami stress atau ketegangan
psikologik dalam menghadapi masalah kehidupan sehari-hari memerlukan
kemampuan pribadi maupun dukungan dari lingkungan, agar dapat
mengurangi stres, cara yang digunakan oleh individu untuk mengurangi stres
itulah yang disebut dengan koping. Secara alamiah, baik disadari ataupun
tidak, individu sesungguhnya telah menggunakan strategi koping dalam
menghadapi stres. Koping diartikan sebagai usaha perubahan kognitif dan
perilaku secara konstan untuk menyelesaikan stres yang dihadapi (Rasmun,
2004).
5
Koping yang efektif menghasilkan adaptasi yang menetap yang
merupakan kebiasaan baru dan perbaikan dari situasi yang lama, sedangkan
koping yang tidak efektif berakhir dengan destruktif yaitu perilaku yang
menyimpang dari keinginan normatif dan dapat merugikan diri sendiri
maupun orang lain atau lingkungan. Setiap individu dalam melakukan koping
tidak sendiri dan tidak hanya menggunakan satu strategi tetapi dapat
melakukannya bervariasi, hal ini tergantung dari kemampuan dan kondisi
individu (Rasmun, 2004).
Kecemasan merupakan suatu kondisi yang muncul bila ada ancaman
ketidakberdayaan atau kurang pengendalian, perasaan kehilangan fungsi-
fungsi dan harga diri, kegagalan pertahanan, perasaan terisolasi (Hudak dan
Gallo, 2004). Kecemasan sering terjadi pada klien gagal ginjal kronis ketika
memulai hemodialisa, maupun beberapa bulan setelah menjalaninya. Hal ini
disebabkan karena ketidaknyamanan yang berhubungan dengan prosedur
tindakan invasif seperti penusukan jarum hemodialisa, ketidakpastian tentang
berapa lama dialisis akan diperlukan sepanjang hidupnya, serta kesadaran dari
klien bahwa penyakitnya tidak dapat disembuhkan dan harus mengubah gaya
hidup (Caplan & Sadock, 2004).
Pasien dengan hemodialisa jangka panjang sering merasa khawatir akan
kondisi sakitnya yang tidak dapat diramalkan, mereka biasanya mengalami
masalah finansial, kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan, dorongan
seksual yang menghilang serta impotensi, depresi akibat sakit yang kronis
dan ketakutan menghadapi kematian (Smetlzer dan Bare, 2010).
6
Pengenalan kebutuhan rasa aman klien merupakan elemen penting dalam
pendekatan holistik asuhan keperawatan yang meliputi aspek bio-psiko-sosio-
spiritual, seperti kecemasan yang dialami klien gagal ginjal kronis yang
menjalani hemodialisa memerlukan upaya penyesuaian agar individu
konstruktif. Jika individu mempunyai koping yang efektif maka kecemasan
akan diturunkan dan energi digunakan langsung untuk istirahat. Jika koping
tidak efektif maka keadaan tegang akan meningkat, respon pikiran serta tubuh
akan meningkat berupaya untuk mengembalikan keseimbangan, untuk itulah
perlu adanya mekanisme koping sebagai pertahanan melawan kecemasan.
Perawat berperan dalam mengelola kecemasan dengan mengembangkan
koping yang efektif, menciptakan lingkungan yang terapeutik, melibatkan
keluarga atau orang terdekat klien, serta mencantumkan dalam intervensi
keperawatan dengan harapan klien kontruktif dan kualitas hidupnya
meningkat (Purnawinadi, 2009).
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah Ada
Hubungan Antara Kemampuan Koping Dengan Tingkat Kecemasan Pasien
Gagal Ginjal Kronis Yang Menjalani Hemodialisa Di BLUD RSU Kota
Banjar ?”
7
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara kemampuan koping dengan
tingkat kecemasan pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa
di Badan Layanan Umum Daerah RSU Kota Banjar.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi kemampuan koping pasien gagal ginjal kronis yang
menjalani hemodialisa di Badan Layanan Umum Daerah RSU Kota
Banjar.
b. Mengidentifikasi tingkat kecemasan pasien gagal ginjal kronis yang
menjalani hemodialisa di Badan Layanan Umum Daerah RSU Kota
Banjar.
c. Menganalisis hubungan antara kemampuan koping dengan tingkat
kecemasan pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa di
Badan Layanan Umum Daerah RSU Kota Banjar.
D. Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai masalah penyakit gagal ginjal kronis banyak
dilakukan akan tetapi penelitian hubungan antara kemampuan koping dengan
tingkat kecemasan pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa di
Badan Layanan Umum Daerah RSU Kota Banjar, sepengetahuan peneliti
belum pernah dilakukan. Adapun penulisan yang berhubungan dengan
penulisan ini antara lain:
8
Novalia (2010) yang berjudul “Koping Pasien Gagal Ginjal Kronis yang
Menjalani Hemodialisa di Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik
Medan”. Desain penelitian ini menggunakan deskriptif murni dengan tujuan
untuk mengetahui koping yang dilakukan oleh pasien gagal ginjal kronis
dalam menjalani terapi hemodialisa di Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam
Malik Medan. Subyek dipilih dengan teknik sampling yaitu dengan
menggunakan purposive sampling. Pengumpulan data koping pasien gagal
ginjal kronis menggunakan kuesioner. Hasil penulisan menunjukkan bahwa
dari 41 responden pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa
yang melakukan kopingnya adaptif sebanyak 26 orang (63.42%) dan
responden yang melakukan kopingnya maladaptif sebanyak 15 orang
(36.58%).
Nurmalika (2010) yang berjudul “Hubungan Antara Self Control dengan
Kecemasan Pasien Gagal Ginjal Kronis di Yayasan Ginjal Diantrans
Indonesia”. Desain penelitian ini menggunakan korelasional. Subyek dipilih
dengan teknik sampling yaitu dengan menggunakan purposive sampling
sebanyak 35 orang. Analisa data dengan pearson. Pengumpulan data self
control dan kecemasan menggunakan kuesioner. Hasil penulisan
menunjukkan bahwa dari 35 responden pasien gagal ginjal kronis dengan
self control tinggi sebanyak 14 orang (40%), rendah 21 orang (60%).
Sedangkan kecemasan tinggi sebanyak 18 orang (51,43%) dan kecemasan
rendah sebanyak 17 orang (48,5%).
9
Perbedaan penulisan yang akan dilakukan oleh penulis yaitu penulisan ini
berjudul hubungan antara kemampuan koping dengan tingkat kecemasan
pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa di Badan Layanan
Umum Daerah RSU Kota Banjar. Penulisan ini merupakan penulisan dengan
metode korelasional dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan sampel
dengan teknik total sampling, pengumpulan data penulisan dengan kuesioner.
Teknik analisa data menggunakan uji chi square. Perbedaan yang lain dengan
penulisan ini yaitu terletak pada kriteria sampel, variabel independen, waktu,
dan tempat penelitian yang dilakukan.
E. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan
bagi perawat di bidang ilmu keperawatan medikal bedah dalam
mengidentifikasi koping yang digunakan klien gagal ginjal kronis,
mempertahankan koping konstruktif dan mengembangkan koping baru
untuk menghadapi kecemasan.
10
2. Manfaat praktis
a. Bagi Keperawatan
Penelitian ini dapat memberikan wawasan dan pengetahuan bagi
perawat, sehingga dapat mendukung dalam menjalankan tugas pokok,
fungsi, wewenang, dan tanggung jawab dan dapat memberikan
masukan dalam pengembangan ilmu keperawatan terutama penyakit
gagal ginjal kronis.
b. Bagi Badan Layanan Umum Daerah RSU Kota Banjar
Sebagai masukan untuk pihak rumah sakit dalam memodifikasi
lingkungan unit hemodialisa serta mengetahui kemampuan koping
yang positif untuk meminimalkan tingkat kecemasan pasien penderita
gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa di BLUD RSU
Kota Banjar.
c. Bagi STIKes Bina Putera Banjar
Bagi STIKes menambah referensi untuk dijadikan sumber
bacaan baik oleh dosen maupun mahasiswa.