BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K)
2.1.1 Definisi Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
Komplikasi (P4K)
Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi
(P4K merupakan suatu kegiatan yang difasilitasi oleh bidan di
desa/kelurahan dalam rangka peningkatan peran aktif suami, keluarga dan
masyarakat dalam merencanakan persalinan yang aman dan persiapan
menghadapi komplikasi bagi ibu hamil; termasuk perencanaan
penggunaan Keluarga Berencanapasca persalinan dengan menggunakan
stiker sebagai media notifikasi sasaran dalam rangka meningkatkan
cakupan dan mutu pelayanan kesehatan bagi ibu dan bayi baru lahir
(Depkes RI, 2009)
2.2.2 Tujuan P4K
Meningkatkan cakupan dan mutu pelayanan kesehatan bagi ibu
hamil dan bayi baru lahir melalui peningkatan peran aktif keluarga dan
masyarakat dalam merencanakan persalinan yang aman dan persiapan
menghadapi komplikasi dan tanda bahaya kebidanan bagi ibu sehingga
melahirkan bayi yang sehat.
6
7
Terdatanya status ibu hamil dan terpasangnya stiker P4K di setiap
rumah ibu hamil yang memuat informasi tentang lokasi tempat tinggal ibu
hamil, identitas ibu hamil, taksiran persalinan, penolong persalinan,
pendamping persalinan dan fasilitas tempat persalinan, calon donor darah,
transportasi yang akan digunakan serta pembiayaan. Adanya perencanaan
persalinan, termasuk pemakaian metode KB pasca persalinan yang sesuai
dan disepakati ibu hamil, suami, keluarga dan bidan. Terlaksananya
pengambilan keputusan yang cepat dan tepat bila terjadi komplikasi
selama kehamilan, persalinan dan nifas. Meningkatnya keterlibatan tokoh
masyarakat baik formal maupun non formal, dukun bayi,
kader/pendamping persalinan dan kelompok masyarakat dalam
perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi dengan stiker, dan KB
pasca salin sesuai dengan perannya masing-masing.
2.2.3 Manfaat penerapan P4K
1) Mempercepat berfungsinya Desa Siaga.
2) Meningkatnya cakupan pelayanan ANC sesuai standar
3)Meningkatnya cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan
terampil
4) Meningkatnya kemitraan bidan dan dukun
5) Tertanganinya kejadian komplikasi secara dini
6) Meningkatnya peserta KB pasca persalinan
7) Terpantaunya kesakitan dan kematian ibu dan bayi
8
8) Menurunnya kejadian kesakitan dan kematian ibu dan bayi
2.3.4 Kegiatan penerapan P4K
a. Pendataan Ibu Hamil Dengan Stiker
Pendataan ibu hamil dengan stiker adalah suatu kegiatan
pendataan, pencatatan dan pelaporan keadaan ibu hamil dan bersalin di
wilayah kerja bidan melalui penempelan stiker di setiap rumah ibu hamil
dengan melibatkan peran aktif unsure -unsur masyarakat di wilayahnya
(kader, forum peduli KIA/Pokja Posyandu dan dukun). Kegiatan ini
dilakukan melalui kunjungan rumah, yaitu kunjungan bidan/kader ke
rumah ibu hamil dalam rangka untuk membantu ibu, suami dan
keluarganya membuat perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi
disamping itu untuk memfasilitasi ibu nifas dan suaminya dalam
memutuskan penggunaan alat/obat kontrasepsi setelah persalinan sesuai
dengan rencana yang telah disepakati bersama oleh pasangan tersebut.
Setelah melakukan konseling, stiker diisi oleh bidan, kemudian stiker
tersebut ditempel di rumah ibu hamil (sebaiknya di depan rumah) dan ibu
hamil diberikan buku KIA untuk dipahami isinya.
b. Tabulin(Tabungan Ibu Bersalin) dan Dasolin(Dana Sosial Ibu Bersalin)
Tabulin adalah dana/barang yang disimpan oleh keluarga atau
pengelola tabulin secara bertahap sesuai dengan kemampuannya, yang
pengelolaannya sesuai dengan kesepakatan serta penggunaannya untuk
segala bentuk pembiayaan, saat antenatal, persalinan dan kegawat
daruratan. Besar simpanan / nominal, tergantung dari perkiraan biaya
9
persalinan normal atau sesuai dengan kesepakatan. Dasolin adalah dana
yang dihimpun dari masyarakat secara sukarela dengan prinsip gotong-
royong sesuai dengan kesepakatan bersama dengan tujuan membantu
pembiayaan mulai antenatal, persalinan, dan kegawatdaruratan. Sumber
dana dan cara pengumpulannya ditentukan dengan kesepakatan.
Pengelolaan dan pemanfaatannya ditentukan dengan kesepakatan.Hal
pertama yang perlu dilakukan adalah melakukan pertemuan-pertemuan
bersama dengan masyarakat untuk membahas mekanisme pengumpulan
dan penyimpanan dana, penggunaan dana, pengawasan dan pelaporan
dana.
c. Calon donor darah
Calon donor darah adalah orang-orang yang dipersiapkan oleh ibu,
suami, keluarga dan masyarakat yang sewaktu-waktu bersedia
menyumbangkan darahnya untuk keselamatan ibu melahirkan. Syarat
donor darah sukarela adalah :
a) Usia 17 sampai 60 tahun
b) Berat badan minimal 49kg untuk laki-laki dan 40 kg untuk perempuan
c) Tekanan darah antara 100/60-140/90 mmHg
d) Kadar Haemoglobin (Hb) >12 gr%
e) Tidak sedang menderita penyakit (Hepatitis, TBC,dll)
10
f) Tidak sedang menjalani pengobatan suatu penyakit
g) Tidak mempunyai luka/infeksi
h) Tidak sedang hamil/ menyusui/ menstruasi dan mengisi informed
consen
Warga menyumbang darah melalui Palang Merah Indonesia (PMI)
yang dapat dipakai untuk semua kebutuhan kegawatdaruratan. Warga akan
didaftar dan diperiksa golongan darahnya. Ada 2(dua) jenis donor darah
yaitu :
1 Pendonor darah tetap, rutin tiap 3 bulan donor darah di PMI
2 Bank darah desa, yaitu daftar relawan yang bersedia donor darah
Sewaktu-waktu, utamanya untuk kegawatan ibu hamil dan melahirkan.
Kebutuhan untuk keadaan ini harus cepat dipenuhi sementara waktu yang
diperlukan PMI untuk menyediakan darah bersih adalah 2-3 jam.
d. Ambulans desa/tranportasi
Ambulan desa / transportasi adalah alat transportasi dari
masyarakat sesuai kesepakatan bersama yang dapat dipergunakan untuk
mengantar calon ibu bersalin ke tempat persalinan termasuk tempat
rujukan, terutama yang kesulitan angkutan atau ibu mengalami kegawatan
perlu dirujuk segera ke Puskesmas atau Rumah Sakit agar selamat. Bentuk
ambulan desa bermacam-macam,tergantung jenis yang dimiliki oleh warga
dan mengikhlaskan kendaraannya dipinjam warga bergiliran (dibuat
jadwal kendaraan, pengemudi, BBM, dsb). Bisa berupa mobil, ojek, becak,
11
sepeda motor, tandu, perahu, dll. Penanggungjawab Pokja Ambulan Desa
yang mengatur jadwal sesuai kesepakatan warga.
2.3.5 indikator program P4K
1) Persentase desa melaksanakan P4K dengan stiker.
2) Persentase ibu hamil mendapat stiker
3) Persentase ibu hamil berstiker mendapat pelayanan antenatal sesuai
standar (semua ibu hamil mendapat kunjungan K4 dan memperoleh
pelayanan 5 T).
4) Persentase ibu hamil berstiker bersalin di tenaga kesehatan.
5) Persentase ibu hamil, bersalin dan nifas berstiker yang mengalami
komplikasi tertangani.
6) Persentase penggunaan metode KB pasca persalinan.
Output yang diharapkan adalah sebagai berikut :
1) Semua ibu hamil terdata dan rumahnya tertempel stiker P4K.
2) Bidan memberikan pelayanan antenatal sesuai dengan standar
3) Ibu hamil dan keluarganya mempunyai rencana persalinan termasuk
KB yang dibuat bersama dengan penolong persalinan
4) Bidan menolong persalinan sesuai standar.
5) Bidan memberikan pelayanan nifas sesuai standar
6) Keluarga menyiapkan biaya persalinan,kebersihan dan kesehatan
lingkungan (sosial-budaya)
12
e. Tahap Kegiatan
1. Orientasi P4K dengan stiker
Orientasi ditujukan untuk pengelola program dan
stakeholders terkait di tingkat Propinsi, Kab/Kota, Puskesmas.
Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan sosialisasi tentang
tujuan; manfaat; mekanisme pelaksanaan sistem pencatatan &
pelaporan serta dukungan apa saja yang disiapkan dan diperlukan
agar P4K dengan stiker dapat terlaksana di lapangan.
2. Sosialisasi
Sosilisasi ditujukan kepada kepala desa/lurah, bidan,
dukun, tokoh agama, tokoh masyarakat, organisasi perempuan,
PKK serta lintas sektor di tingkat desa/kelurahan. Kegiatan ini
bertujuan untuk memberikan sosialisasi tentang tujuan; manfaat
dan mekanisme pelaksanaan agar mendapat dukungan dari seluruh
lapisan masyarakat dalam pelaksanannya di lapangan.
3. Operasionalisasi P4K dengan stiker ditingkat Desa / Kelurahan
4 Memanfaatkan pertemuan bulanan tingkat desa/kelurahan.
Pertemuan dipimpin oleh kepala desa/lurah, dan dihadiri
bidan di desa, kader, dukun, tokoh masyarakat, bertujuan untuk
meningkatkan partisipasi aktif keluarga dan masyarakat dalam
membantu mempersiapkan persalinan yang aman bagi ibu yang
diwujudkan dengan mendata jumlah ibu hamil yang ada di wilayah
13
desa, serta membahas dan menyepakati calon donor darah,
transport dan pembiayaan (Jamkesmas, Jamkesda, Tabulin,
dasolin). Pertemuan ini juga dapat dipakai untuk mengembangkan
forum yang telah ada sebelumnya, seperti Pokja Posyandu, forum
GSI yang ditujukan untuk melaksanakan program P4K dengan
stiker ini.
5 Mengaktifkan Forum Peduli Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
Forum Peduli KIA ini diharapkan memanfaatkan forum-
forum yang sudah ada di masyarakat, antara lain: Gerakan Sayang
Ibu (GSI), Forum Desa Siaga, Pokja Posyandu dan lain -lain.
Apabila di daerah tersebut belum terbentuk forum seperti itu bisa
dilakukan pembentukan dengan menggunakan metode berikut ini.
Pemilihan anggota Forum Peduli KIA ini sebaiknya didahului
dengan kesepakatan kriteria bagi orang-orang yang akan dipilih.
Kriteria diserahkan sepenuhnya kepada unsur masyarakat yang
hadir. Umumnya kriteria yang muncul antara lain adalah punya
waktu dan punya kemauan. Pemilihan kemudian dilakukan dengan
teknik partisipatif dimana fasilitator pertemuan membagi unsur
masyarakat yang hadir dalam kelompok-kelompok dan kemudian
masing-masing kelompok mengajukan orang-orang yang dipercaya
untuk dipilih sebagai anggota kelompok masyarakat dan disepakati
bersama. Umumnya orang-orang ini adalah kader potensial di
14
tingkat desa. Biasanya ketua Forum Peduli KIA adalah kepala
desa/lurah.
6 Kontak dengan ibu hamil dan keluarga dalam pengisian stiker
Bidan di desa bersama kader dan/atau dukun melakukan
kontak dengan ibu hamil, suami dan keluarga untuk sepakat dalam
pengisian stiker, termasuk pemakaian Keluarga Berencana
(KB)pasca persalinan. Ketrampilan berkomunikasi sangat penting
dimiliki oleh setiap tenaga kesehatan yang melakukan kontak
dengan ibu hamil dan keluarga dalam pengisian stiker. Mereka
harus mampu memberikan penjelasan/konseling kepada keluarga
tentang pentingnya perencanaan persalinan serta bagaimana
mempersiapkan ibu hamil dan keluarga bila terjadi komplikasi
kehamilan, persalinan dan nifas. Dalam berkomunikasi, tenaga
kesehatan bisa menggunakan buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
sebagai alat bantu karena di dalamnya berisi penjelasan tentang
tanda bahaya persalinan dan kehamilan; petunjuk perawatan masa
kehamilan dan menyusui serta data kesehatan ibu saat mulai hamil.
Ditambah dengan menggunakan buku-buku pedoman yang ada
seperti “Ibu sehat Bayi Sehat”.
7 Pemasangan stiker di rumah ibu hamil
Setelah melakukan konseling, stiker diisi oleh Bidan,
kemudian stiker tersebut ditempel di rumah ibu hamil (sebaiknya
di depan rumah) dan ibu hamil diberikan Buku KIA untuk
15
dipahami isinya. Stiker P4K ini memuat informasi tentang nama
ibu hamil, nama suami, golongan darah ibu hamil, nama
pendamping persalinan diarahkan agar suami yang mendampingi
(tulis namanya), nama tenaga kesehatan yang akan menolong
persalinan, rencana nama pendonor darah yang akan diminta bila
ibu hamil mengalami kegawatdaruratan dan rencana
transportasi/ambulan desa yang akan dipakai bila ibu hamil
mengalami kegawatdaruratan, rencana pembiayaan (Jamkesmas,
Tabulin, Dasolin). Hal penting dalam pengembangan mekanisme
P4K dengan stiker adalah kerjasama antara Bidan-Dukun-Kader-
Forum Peduli KIA agar semua pihak berperan aktif dalam
melakukan penggalian informasi yang dibutuhkan pada stiker dari
ibu hamil yang ada di wilayahnya, dan peran menempelkan stiker
yang telah diisi bidan tersebut di masing-masing rumah ibu hamil
yang juga akan berguna sebagai notifikasi (penanda) rumah ibu
hamil tersebut. Serta pemantauan kepada setiap ibu hamil yang
telah berstiker untuk mendapatkan pelayanan sesuai standar.
Program pemasangan stiker ini menjadi media utama dalam P4K.
8 Pendataan jumlah ibu hamil di wilayah desa
Pendataan jumlah ibu hamil di wilayah desa dilakukan
setiap bulan secara teratur untuk up-dating, dan disampaikan pada
setiap pertemuan bulanan. Kemudian pemberian konseling kepada
16
ibu hamil, dilanjutkan dengan penempelan stiker di rumah ibu
hamil dan pemberian Buku KIA kepada ibu hamil tersebut.
9 Pengelolaan donor darah dan sarana transportasi atau ambulan
desa
Dalam rangka pengelolaan donor darah ini, dikembangkan
upaya bukan hanya untuk mengganti darah pada ibu bersalin tetapi
lebih berorientasi untuk menggalang tersedianya calon pendonor
darah untuk mengisi persediaandarah di Unit Transfusi Darah
atauUnit Transfusi Darah RS. Untuk memastikan kegiatan donor
darah dan ambulan desa berjalan dengan maksimal maka perlu
dilakukan upaya partisipatif bidan bekerja sama dengan Forum
Peduli KIA dan dukun, dipimpin Kepala Desa atau Lurah
mewujudkan komitmen bersama di masyarakat dalam penyediaan
donor darah, sarana transportasi. Komitmen masyarakat terhadap
pelaksanaan donor darah dan sarana transportasi atau ambulan desa
dapat diwujudkan dengan pembuatan Surat Pernyataan Kesediaan
menjadi PendonorDarah atau Sarana Transportasi atau Ambulan
Desa bagi warga yang bersedia dan ikhlas sebagai calon pendonor
darah atau pemakaian kendaraannya sewaktu-waktu bila
diperlukan dalam situasi kegawatdaruratan. Surat Pernyataan
Kesediaan tersebut dapat dituangkan dalam satu lembar kertas
yang memberikan informasi tentang nama,alamat atau no HP atau
no telp, umur, golongan darah atau jenis kendaraan. Selajutnya
17
surat pernyataan tersebut harus menjelaskan bahwa surat dibuat
secara sukarela dan tanpa ada paksaan dari pihak manapun.
Terakhir surat pernyataaan harus ditandatangani oleh yang
membuat pernyataan dan diketahui oleh Kepala Desa atau Lurah
wilayah setempat. Setelah adanya surat pernyataan kesediaan
menjadi pendonor darah atau sarana transportasi atau ambulan
desa, maka langkah selanjutnya yang perlu dikembangkan adalah
membuat daftar tertulis tentang orang-orang yang bersedia menjadi
pendonor darah.
f. Rekapitulasi laporan
Data yang telah didapat dari isian stiker dan data
pendukung lainnya, bidan di desa melakukan pencatatan di buku
KIA untuk disimpan dan dipelajari oleh ibu hamil sebagai alat
pantau kesehatan ibu selama hamil, bersalin dan nifas, bayi yang
dilahirkan sampai dengan umur 5 tahun. Disamping itu juga dicatat
di kartu ibu serta kohort ibu untuk disimpan di fasilitas kesehatan.
Bidandi desa memberikan pelayanan sesuai standar dan
pemantauan ibu hamil, serta melaporkan hasil pelayanan kesehatan
ibu di wilayah desa (termasuk laporan dari dokter dan bidan
praktek swasta di desa tersebut) ke Puskesmas setiap bulan
termasuk laporan kematian ibu, bayi lahir hidup dan bayi lahir
mati.
18
Puskesmas melakukan rekapitulasi dan analisa laporan dari
seluruh bidan di desa/kelurahan dan juga laporan dari Rumah
Bersalin Swasta serta melakukan Pemantauan Wilayah Setempat
tentang KIA (PWS-KIA) dan melaporkan ke Dinas Kesehatan Kab
atau Kota setiap bulan.
Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota melakukan
rekapitulasi dan analisa laporan dari seluruh Puskesmas di
wilayahnya dan laporan Yankes ibu dari rumah sakit pemerintah
dan swasta, serta melakukan Pemantauan Wilayah Setempat
(PWS-KIA), evaluasi dan melaporkan ke Dinas Kesehatan Propinsi
setiap bulan.
Dinas Kesehatan Propinsi melakukan rekapitulasi dan
analisa dari seluruh laporan Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota
di wilayahnya dan melakukan pemantauan, fasilitasi dan evaluasi
secara berkala serta melaporkan ke tingkat pusat setiap 3 bulan.
Tingkat melakukan rekapitulasi dan analisa laporan dari Dinas
Kesehatan Propinsi dan melakukan pemantauan berkala, fasilitasi,
evaluasi P4K dengan stiker dalam rangka PP-AKI.Forum
KomunikasiUntuk meningkatkan kualitas pelaksanaan P4K di
masing-masing tingkat wilayah dari Puskesmas, kabupaten atau
Kota dan Provinsimempunyai wadah Forum Komunikasi yan
meliputi lintas program dan lintas sektor
19
2.2 Pemeriksaan kehamilan
Pengertian dari K1 Kehamilan telah berubah, dulu tepatnya diawal
tahun 1990an ketika dipelajari dalam program KIA, pengertian K1
Kehamilan adalah pemeriksaan kesehatan seorang ibu hamil sesuai standar
untuk pertama kalinya pada semester pertama kehamilan, tetapi sekarang,
pengertian dari K1 Kehamilan adalah Cakupan ibu hamil yang
mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar yang pertama kali pada
masa kehamilan di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Hal ini
membuktikan bahwa penyelenggaraan program KIA dengan pengertian
indikator K1 telah salah dan tidak mendukung peningkatan mutu
kehamilan danpersalinan yang aman dan selamat. Pemeriksaan kesehatan
(termasuk gizi) pertama pada semester pertama kehamilan sebagaimana
diketahui dan diperdalamdalam pendekatan epidemiologi dan ilmu gizi
adalah sudah sangat jelas yaitu ibu hamilsejak ditahu kehamilan atau
kurang lebih usia kehamilan 6 minggu sampai 12 minggu kehamilan (1-3
bulan kehamilan), sudah harus memeriksakan kehamilannya, apabila sang
ibu hamil tidak memeriksakan kehamilannya pada masa kehamilan ini (1-
3 bulan kehamilan) itu artinya sang ibu hamil tersebut telah mangkir/lalai
(default) atau dulunya disebut dengan istilah DO (Drop Out) pada
semester pertama kehamilan, tetapi istilah DO ini kurang tepat digunakan
karena ada kecenderungan sang ibu hamil tidak akan dilayani lagi untuk
bulan-bulan kehamilan berikutnya, sehingga istilah default (mangkir) lebih
tepat digunakan.Sementara itu pengertian pemeriksaan kesehatan pertama
20
(K1) semasa kehamilan dalam pengertian selama kehamilan (usia
kehamilan 1-9 bulan/atau mendekati lahir) walaupun sesuai standar
pemeriksaan kehamilan, sangatlah sulit untuk dimengerti, karena standar
pemeriksaan kesehatan (termasuk gizi) pada semester pertama, kedua dan
ketiga pada prinsipnya berbeda, keadaan hamil pada semester pertama
jelas berbeda pada semester kedua dan juga ketiga, walaupun standar yang
dipakai adalah 5T tetapi pada pemeriksaannya tetap berbeda, berat badan
ibu hamil pada semester pertama kehamilan jelas berbeda pada berat
badan pada semester ketiga kehamilan. Standar 5 T adalah standar
pemeriksaan /perawatan kehamilan (ANC = Antenatal Care) yang
dimaksud adalah:
1)Pemeriksaan/pengukuran tinggi dan berat badan
2)Pemeriksaan/pengukuran tekanan darah
3)Pemeriksaan/pengukuran tinggi fundus
4)Pemberian imunisasi TT
5)Pemberian tablet besi
Setiap kali pemeriksaan /perawatan kehamilan selalu berbeda
setiap semesternya. Istilah K1 atau Kunjungan pertama ibu hamil pada
dasarnya satu paket dengan istilah K4 atau Kunjungan ke empat ibu hamil.
K4 itu sendiri mempunyai pengertian dari beberapa sumber yaitu :
1. Berdasarkan indikator MDGs goal 5 Indikator lokaluntuk
memonitoring kemajuan kabupaten dan kecamatan. Menyebutkan
bahwa Kunjungan ibu hamil K-4 adalah Ibu hamil yang mendapatkan
21
pelayanan antenatal sesuai standar paling sedikit empat kali, dengan
distribusi pemberian pelayanan minimal satu kali pada triwulan
pertama, satu kali pada triwulan kedua dan dua kali pada triwulan
ketiga umur kehamilan dan mendapat 90 tablet Fe selama periode
kehamilannya di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
2. Berdasarkan Pedoman SPM Bidang Kesehatan tahun 2009 Depkes RI
2009. Menyebutkan bahwa Cakupan kunjungan ibu hamil K-4 adalah
cakupan Ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai
dengan standar paling sedikit 4 kali di satu wilayah kerja pada kurun
waktu tertentu.
3. Sementara itu berdasarkan Pedoman SPM Bidang KesehatanDinas
Kesehatan Propinsi Jawa Barat sebagai penjabaran dari SPM Bidang
Kesehatan Depkes RI, Kunjungan ibu hamil K 4 adalah: ibu hamil
yang kontak dengan petugas kesehatan untuk mendapatkan pelayanan
ANC sesuai dengan standar 5 T dengan frekuensi kunjungan minimal
4 kali selama hamil, dengan syarat trimester I minimal 1 kali, trimester
II minimal 1 kali dan trimester III minimal 2 kali.
22
2.3 Profesi Bidan
2.3.1 Pengertian profesi
Profesi adalah aktifitas yang bersifat intelektual berdasarkan
ilmu pengetahuan,digunakan untuk tujuan praktek
pelayanan,dapatdipelajari,terorganisir secara internal dan aktristik,
mendahulukan kepentingan orang lain. Sedangkan menurut Mavis
Kirkham (1996), profesi adalah suatu pekerjaan yang membutuhkan
pelatihan khusus dalam ilmu atau seni khususnya dan hal yang dipelajari
dalam profesi yaitu hukum,ilmu agama atau pengobatan,namun dalam
kenyataannya sosial sangat komplek.
2.3.2 Bidan
Bidan dalah seorang wanita yang telah mengikuti dan menyelesaikan
pendidikan bidan yang telah diakui pemerintah dan lulus ujian sesuai
dengan persyaratan yang berlaku, dicacat, diberi ijin secara sah untuk
menjalankan praktik.
2.4 Kematian Ibu
2.4.1 Definisi
Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) dalam ICD X
mendefinisikan kematian ibu sebagai kematian wanita saat hamil sampai
42 hari setelah berakhirnya kehamilan, tidak tergantung pada umur
kehamilan dan letak kehamilan di dalam atau di luar kandungan
disebabkan oleh kehamilannya atau kondisi tubuhyang memburuk akibat
23
kehamilan atau disebabkan oleh kesalahan dalam persalinan, tetapi tidak
termasuk kematian yang disebabkan oleh kecelakaan dan kelalaian.
Kematian ibu yang disebabkan oleh komplikasi pada saat melahirkan
antara lain: perdarahan, eksklamsia (keracunan kehamilan), proses
persalinan lama, komplikasi menggugurkan kandungan dan infeksi.
Kematian ibu hamil paling banyak disebabkan oleh perdarahan pada saat
melahirkan (28%).
Tingkat sosial ekonomi, tingkat pendidikan,faktor budaya, dan
akses terhadap sarana kesehatan dan transportasi juga kontribusi secara
tidak langsung terhadap kematian dan kesakitan ibu. Situasi ini
diidentifikasikan sebagai “3T” (terlambat),pertama adalah terlambat
mengenali tanda bahaya selama kehamilan, persalinan dan nifas serta
dalam mengambil keputusan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan ibu
dan neonatal,kedua terlambat merujuk ke faslitas kesehatan karena kondisi
wilayah atau sulitnya transportasi, ketigaterlambat mendapat pelayanan
kesehatan yang memadai di tempat rujukan.
Berdasarkan SKRT dan Profil Kesehatan 2012, penyebab langsung
kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan (28%), eksklamsia(24%),
komplikasi peurperium(8%), trauma obstretik (5%), partus macet/lama
(5%), emboli obstretik(3%) dan lain-lain (11%). Masalah-masalah yang
menyebabkan kematian ibu hamil itu hanya dapat ditangani di fasilitas
kesehatan yang memadai. Pelayanan obstretik dan neonatal darurat serta
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan menjadi sangat penting
24
dalam upaya penurunan kematian ibu. Secara garis besar penyebab
kematian ibu dapat dikategorikan dalam penyebab langsung dan tidak
langsung :
1) Penyebab langsung (Direct obstetric deaths), adalah kematian
ibu yang langsung disebabkan oleh komplikasi obstetric pada
masa hamil, bersalin dan nifas, atau kematian yang disebabkan
oleh suatu tindakan, atau berbagai hal yang terjadi akibat
tindakan tersebut yang dilakukan selama hamil,bersalin atau
nifas,seperti perdarahan, toxemia dan infeksi.
2) Penyebab tak langsung (Indirect obstetric deaths), adalah
kematian ibu yang disebabkan oleh penyakit yang bukan
komplikasi obstetric yang berkembang atau bertambah berat
akibat kehamiian, persalinan dan nifas.
Kematian ibu akibat perdarahan dapat disebabkan oleh perdarahan
antepartum,perdarahan post partum, kehamilan ektopik, perdarahan akibat
robekan rahimdan abortus. Kematian ibu akibat toxemia (keracunan
kehamilan) dapat terjadi karena pre-eklampsi dan eklampsi. Kematian ibu
akibat infeksi dapat terjadi karena tractus genitourinarius(infeksi saluran
genital), baik setelah persalinan atau pada saat masa nifas. Infeksi ini dapat
terjadi oleh berbagai cara, antara lain melalui penolong persalinan yang
tangannya tidak bersih dan menggunakan instrumenyang kotor,
memasukkan benda asing ke vagina selama persalinan seperti
jamu/ramuan. Selain trias klasikpenyebab lain dari kematian ibu adalah
25
ketuban pecah dini, uri tunggal tanpa perdarahan, robekan jalan lahir,
persalinan macet (biasanya karena tulang panggul ibu terlalu sempit) dan
ruptura uteri serta psikosismasanifas. Penyebab tak langsung kematian ibu
meliputi penyakit-penyakit sistim sirkulasisaperti emboli (segala sesuatu
yang menyebabkan tersumbatnya pembuluh darah), penyakit saluran
pernafasan, infeksi dan parasit, terutama akibat penyakit menular seksual,
dan anemia. Departemen Kesehatan RI (2010) mengelompokkan faktor-
faktor yang mempengaruhi kematian ibu dalam 3 faktor, yaitu:
a) Faktor medik
Beberapa faktor medik yang melatarbelakangi kematian ibu adalah
faktor resiko tinggi (high risk group), yaitu primigravida (umur < 20 tahun
atau > 35 tahun), jumlahanak > 4 orang dan jarak persalinan terakhir < 2
tahun, tinggi badan < 145 cm, berat badan < 38 kg atau lingkar lengan atas
(lila) < 23,5 cm, riwayat penyakit Keluarga dan kelainan bentuk tubuh,
riwayat obstetric buruk dan penyakit kronis. Selain itu komplikasi
kehamilan, persalinan dan masa nifas adalah penyebab langsung kematian
maternal, yaitu perdarahan pervaginum, infeksi, keracunan kehamiian,
komplikasi akibat partus lama dan trauma persalinan. Beberapa keadaan
dan gangguan yang memperburuk keadaan ibu pada saat hamil yang
berperan dalam kematian ibu adalah kekurangan gizi dan anemia (Hb' < 8
gr%) serta bekerja fisik berat selama kehamiian, yang memberikan
dampak kehamilan yang kurang baik berupa bayi beratlahir rendah dan
prematuritas.
26
b. Faktor non medik
Faktor non medik yang berkaitan dengan ibu dan menghambat
upaya penurunan kesakitan dan kematian maternal adalah kurangnya
kesadaran ibu untuk mendapatkan pelayanan antenatal, terbatasnya
pengetahuan ibu tentang bahaya kehamiian resiko tinggi,
ketidakberdayaan sebagian besar ibu-ibu hamil dipedesaan dalam
pengambilan keputusan untuk dirujuk dan membiayai biaya transportasi
dan, perawatan di rumah sakit.
c. Faktor pelayanan kesehatan
Faktor pelayanan kesehatan yang memicu tetap tingginya angka
kematian maternal adalah belum mantapnya jangkauan pelayanan KIA dan
penanganan kelompok resiko, masih rendahnya cakupan pertolongan
persalinan yang dilakukan di rumah oleh dukun yang tidak mengetahui
tanda-tanda bahaya.
27
2.5 Kerangka Teori
Kendala
Faktor-faktor yang mempengaruhi
Puskesmas
Penerapan P4K :
1.Notifikasi,penandaan, pemetaan.
2. Tabulin dan Dasolin
3. Donor Darah
4. Transportasi
Hasil yang dicapai