10
BAB II
TINJAUAN DAN LANDASAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1. Silasahi, S. (2011). Dengan judul “Analisis Pengaruh Kebijakan Piutang
Usaha Terhadap Likuiditas pada PT Perkebunan Nusantara III
(PERSERO) Medan”. Penelitian ini menggunakan metode penelitian
asosiatif dengan meneliti pada 1 perusahaan pada periode tahun 2004-
2009. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder.
Data dianalisis dengan metode analisis data, yang pertama adalah analis
deskriptif kemudian dilanjutkan dengan analisis statistik yang terdiri dari
uji asumsi klasik, analisis regresi berganda dan uji hipotesis. Hasil uji
hipotesis menunjukan bahwa secara persial variabel perputaran piutang
usaha berpengaruh terhadap likuiditas dan variabel rata-rata
pengumpulan piutang usaha berpengaruh terhadap likuiditas. Sedangkan
secara simultan, perputaran piutang usaha rata-rata pengumpulan piutang
usaha tidak berpengaruh terhadap likuiditas perusahaan PT Perkebunan
Nusantara III (PERSERO) Medan periode tahun 2004 sampai dengan
2009. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada variabel independen
yaitu kebijakan piutang usaha dan satu variabel dependen yaitu likuiditas.
Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada jumlah variabel dependen,
yaitu pada penelitian ini hanya memakai satu variabel dependen yaitu
hanya likuiditas, serta lokasi penelitian dan data yang digunakan.
11
2.1.2. Pujiati, Dwi, A. (2014). Dengan judul “Pengaruh Perputaran Piutang dan
Perputaran Kas Terhadap Tingkat Likuiditas”. Penelitian ini
menggunakan jenis penelitian korelasional yaitu penelitian yang
dilakukan untuk mengetahui sebab akibat. Populasi dalam penelitian ini
adalah Koperasi Mitra Perdana Surabaya selama periode 2008-2013.
Sumber data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder.
Sedangkan teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis regresi
berganda. Hasil penelitian menunjukan bahwa semua variabel
independen yaitu Perputaran Piutang (X1) dan Perputan Kas (X2) secara
persial masing-masing berpengaruh signifikan terhadap variabel
bebasnya yaitu likuiditas (Y) pada Koperasi Mitra Perdana Surabaya. Hal
tersebut dibuktikan dari hasil perhitungan SPSS, bahwa hasil uji parsial
masing-masing diperoleh T sign sebesar 0,014 dan 0,012, dimana jika
nilai σ (0,5) lebih besar dari nilai T sign yang diperoleh maka kedua
variabel tersebut memiliki korelasi. Persamaan dengan penelitian ini
terletak pada satu variabel independen yaitu piutang dan satu variabel
dependen yaitu likuiditas. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada
jumlah variabel independen dan dependen, yaitu pada penelitian ini
menggunakan dua variabel independen yaitu perputaran piutang dan
perputaran kas serta hanya memakai satu variabel dependen yaitu hanya
likuiditas, serta lokasi penelitian dan data yang digunakan.
12
2.1.3. Harsono, M. (2003). Dengan judul “Analisis Pengaruh Kebijakan Piutang
Dagang Terhadap Likuiditas dan Rentabilitas (Studi Kasus pada
Perusahaan PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk Periode 1997-2001)”.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif, dengan
demikian data mentah tersebut dapat dianalisa dengan menggunakan
perhitungan rasio-rasio dan metode statistik. Untuk menunjukkan adanya
hubungan antara kebijakan piutang dagang dengan likuiditas dan
rentabilitas perusahaan menggunakan analisa korelasi dan uji regresi
dengan hipotesa. Hasil penelitian menunjukan hubungan korelasi antara
account receivable turover dengan rasio likuiditas perusahaan
menunjukan r = -0,9267 dan r = -0,90. Hasil tersebut menunjukkan
hubungan berlawanan arah yang kuat. Sedangkan hasil analisa korelasi
antara account receivable turnover dengan rasio rentabilitas perusahaan
menunjukkan r = -0,9066 dan r = -0,9499 hasil tersebut menunjukkan
hubungan negatif yang kuat. Untuk korelasi antara account receivable
turnover dengan return on equity tidak dianalisa karena terdapat anomaly
dalam perhitungan ROE yang akan dibahas lebih lanjut. Persamaan
dengan penelitian ini terletak pada variabel independen yaitu piutang dan
dua variabel dependen yaitu likuiditas dan rentabilitas. Perbedaan dengan
penelitian ini terletak pada lokasi penelitian dan data yang digunakan.
13
2.1.4. Putri, Dewi (2012). Dengan judul “Pengaruh Perputaran Piutang
Terhadap Rentabilitas Ekonomi Pada PT Kalbe Farma Tbk”. Penelitian
ini menggunakan metode kuantitatif, dengan demikian data mentah
tersebut dapat dianalisa dengan menggunakan perhitungan rasio-rasio
dan metode statistik. Penelitian menggunakan analisis regresi linier
sederhana dengan menggunakan program SPSS versi 16.0 yaitu dengan
hasil Y=1,725+2,628x yang digunakan untuk mengetahui besarnya
hubungan variabel bebas terhadap variabel terikat. Berdasarkan hasil
analisis menggunakan program SPSS menunjukkan bahwa secara parsial
perputaran piutang berpengaruh signifikan terhadap rentabilitas ekonomi
pada PT Kalbe Farma Tbk. Hal ini dibuktikan dengan nilai Thitung >
Ttabel yaitu 10,060 > 2,024 . Nilai R2 sebesar 0,771 yang berarti bahwa
sebesar 77,1% variabel rentabilitas ekonomi dapat dijelaskan oleh
perputaran piutang, sedangkan sisanya sebesar 22,9% dipengaruhi oleh
variabel lain seperti perputaran persediaan dan perputaran kas yang tidak
dijelaskan didalam model penelitian ini. Persamaan dengan penelitian ini
terletak pada variabel independen yaitu kebijakan piutang usaha dan satu
variabel dependen yaitu rentabilitas. Perbedaan dengan penelitian ini
terletak pada jumlah variabel dependen, yaitu pada penelitian ini hanya
memakai satu variabel dependen yaitu hanya rentabilitas, serta lokasi
penelitian dan data yang digunakan.
14
2.1.5. Widhiatmojo, LV dan Supriyanto (2013) dengan judul “Pengaruh
Perputaran Piutang, Kas, Dan Persediaan Barang Terhadap Tingkat
Likuiditas Koperasi”. Penelitian ini bertujuan meneliti pengaruh
perputaran piutang, kas, dan persediaan barang secara simultan dan
parsial terhadap likuiditas koperasi. Populasi penelitian ini sebanyak 120
koperasi di Kabupaten Purworejo. Teknik pengambilan sampel
menggunakan purposive sampling sebanyak 21 koperasi. Pengambilan
data menggunakan dokumentasi dan wawancara sedangkan analisa data
menggunakan regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada
pengaruh yang signifikan perputaran piutang terhadap likuiditas
ditunjukan hasil T 0,248 sig. 0,807. Perputaran kas memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap likuiditas ditunjukkan dengan hasil T 2,308 sig.
0,034. Perputaran persediaan barang tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap likuiditas ditunjukkan dengan hasil T 1,730 sig.
0,102. Perputaran piutang, perputaran kas, dan perputaran persediaan
barang secara bersama-sama tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap likuiditas. Hal ini ditunjukan dengan nilai F 3,059 dengan sig.
0,057 dan koefisien determinasi sebesar 0,351. Persamaan dengan
penelitian ini terletak pada variabel independen yaitu piutang dan satu
variabel dependen yaitu likuiditas
. Perbedaan dengan penelitian ini terletak
pada jumlah variabel independen, yaitu pada penelitian ini memakai 3
variabel independen yaitu hanya perputaran piutang, kas, persediaan
barang serta lokasi penelitian dan data yang digunakan.
15
2.1.6. Ezwita, Yesi (2014) dengan judul “ Pengaruh Perputaran Piutang,
Perputaran Persediaan, Return On Asset dan Rasio Utang Terhadap
Likuiditas Pada Perusahaan Industri Dasar Dan Kimia Yang Listing Di
BEI Periode 2010-2013”. Populasi dalam penelitian ini adalah
perusahaan industry dasar dan kimia yang listing di BEI periode 2010-
2013. Sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan cara purposive
sampling. Dari 60 perusahaan, telah didapatkan 17 perusahaan yang
memenuhi kriteria untuk dijadikan sampel penelitian. Jenis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Analisa data
sampel yang digunakan dalam penelitian adalah analisa regresi berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial perputaran piutang
tidak berpengaruh signifikan terhadap likuiditas, perputaran persediaan
berpengaruh signifikan terhadap likuiditas, return on assets tidak
berpengaruh signifikan terhadap likuiditas dan rasio utang berpengaruh
signifikan terhadap likuiditas. Secara simultan perputaran piutang,
persediaan, return on assets dan rasio utang berpengaruh signifikan
terhadap likuiditas. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada
variabel independen yaitu piutang dan satu variabel dependen yaitu
likuiditas. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada jumlah variabel
independen, yaitu pada penelitian ini memakai 4 variabel independen
yaitu hanya perputaran piutang, perputaran persediaan, ROA, dan rasio
utang serta lokasi penelitian dan data yang digunakan.
16
TABEL 2.1
PERSAMAAN DAN PERBEDAAN PENELITIAN TERDAHULU
JUDUL PERSAMAAN PERBADAAN HASIL
Silasahi, S. (2011).
Analisis Pengaruh
Kebijakan Piutang Usaha
Terhadap Likuiditas pada
PT Perkebunan Nusantara
III (PERSERO) Medan.
terletak pada variabel
independen yaitu
kebijakan piutang
usaha dan satu variabel
dependen yaitu
likuiditas.
terletak pada jumlah
variabel dependen,
yaitu pada penelitian
ini hanya memakai
satu variabel dependen
yaitu hanya likuiditas,
serta lokasi penelitian
dan data yang
digunakan.
secara persial variabel
perputaran piutang usaha
berpengaruh terhadap
likuiditas dan variabel rata-
rata pengumpulan piutang
usaha berpengaruh
terhadap likuiditas. secara
simultan, perputaran
piutang usaha rata-rata
pengumpulan piutang
usaha tidak berpengaruh
terhadap likuiditas.
Pujiati, Dwi, A. (2014).
Pengaruh Perputaran
Piutang dan Perputaran
Kas Terhadap Tingkat
Likuiditas.
terletak pada satu
variabel independen
yaitu piutang dan satu
variabel dependen
yaitu likuiditas.
terletak pada jumlah
variabel independen
dan dependen, yaitu
pada penelitian ini
menggunakan dua
variabel independen
yaitu perputaran
piutang dan perputaran
kas serta hanya
memakai satu variabel
dependen yaitu hanya
likuiditas.
secara persial masing-
masing berpengaruh
signifikan terhadap
variabel bebasnya yaitu
likuiditas (Y) pada
Koperasi Mitra Perdana
Surabaya.
17
Harsono, M. (2003).
Analisis Pengaruh
Kebijakan Piutang Dagang
Terhadap Likuiditas dan
Rentabilitas (Studi Kasus
pada Perusahaan PT
Sumalindo Lestari Jaya
Tbk Periode 1997-2001.
terletak pada variabel
independen yaitu
piutang dan dua
variabel dependen
yaitu likuiditas dan
rentabilitas.
Perbedaan dengan
penelitian ini terletak
pada lokasi penelitian
dan data yang
digunakan.
Hasil penelitian
menunjukan hubungan
korelasi antara account
receivable turover dengan
rasio likuiditas perusahaan
menunjukan r = -0,9267
dan r = -0,90. Hasil
tersebut menunjukkan
hubungan berlawanan arah
yang kuat. Sedangkan hasil
analisa korelasi antara
account receivable
turnover dengan rasio
rentabilitas perusahaan
menunjukkan r = -0,9066
dan r = -0,9499 hasil
tersebut menunjukkan
hubungan negatif yang
kuat.
Putri, Dewi (2012).
Pengaruh Perputaran
Piutang Terhadap
Rentabilitas Ekonomi Pada
PT Kalbe Farma Tbk.
Persamaan dengan
penelitian ini terletak
pada variabel
independen yaitu
kebijakan piutang
usaha dan satu
variabel dependen
yaitu rentabilitas.
Perbedaan dengan
penelitian ini terletak
pada jumlah variabel
dependen, yaitu pada
penelitian ini hanya
memakai satu variabel
dependen yaitu hanya
rentabilitas, serta
lokasi penelitian dan
data yang digunakan.
secara parsial perputaran
piutang berpengaruh
signifikan terhadap
rentabilitas ekonomi pada
PT Kalbe Farma Tbk.
18
Widhiatmojo, LV dan
Supriyanto (2013)
Pengaruh Perputaran
Piutang, Kas, Dan
Persediaan Barang
Terhadap Tingkat
Likuiditas Koperasi.
Persamaan dengan
penelitian ini terletak
pada variabel
independen yaitu
piutang dan satu
variabel dependen
yaitu likuiditas.
Perbedaan dengan
penelitian ini terletak
pada jumlah variabel
independen, yaitu pada
penelitian ini memakai
3 variabel independen
yaitu hanya perputaran
piutang, kas,
persediaan barang serta
lokasi penelitian dan
data yang digunakan.
Hasil penelitian
menunjukkan tidak ada
pengaruh yang signifikan
perputaran piutang
terhadap likuiditas
ditunjukan hasil T 0,248
sig. 0,807.
Ezwita, Yesi (2014)
Pengaruh Perputaran
Piutang, Perputaran
Persediaan, Return On
Asset dan Rasio Utang
Terhadap Likuiditas Pada
Perusahaan Industri Dasar
Dan Kimia Yang Listing
Di BEI Periode 2010-2013
Persamaan dengan
penelitian ini terletak
pada variabel
independen yaitu
piutang dan satu
variabel dependen
yaitu likuiditas.
Perbedaan dengan
penelitian ini terletak
pada jumlah variabel
independen, yaitu pada
penelitian ini memakai
4 variabel independen
yaitu hanya perputaran
piutang, perputaran
persediaan, ROA, dan
rasio utang serta lokasi
penelitian dan data
yang digunakan.
secara parsial perputaran
piutang tidak berpengaruh
signifikan terhadap
likuiditas, perputaran
persediaan berpengaruh
signifikan terhadap
likuiditas, return on assets
tidak berpengaruh
signifikan terhadap
likuiditas dan rasio utang
berpengaruh signifikan
terhadap likuiditas. Secara
simultan perputaran
piutang, persediaan, return
on assets dan rasio utang
berpengaruh signifikan
terhadap likuiditas.
19
2.2. LANDASAN TEORI
2.2.1. Teori Piutang
Piutang adalah bentuk penjualan yang dilakukan oleh suatu
perusahaan dimana pembayarannya tidak dilakukan secara tunai, namun
bersifat bertahap. Penjualan piutang artinya lebih jauh perusahaan
menerapkan manajemen kredit. Dan salah satu target dari manajemen
kredit adalah tercapainya target penjualan sesuai dengan perencanaan,
serta selanjutnya menunggu masuknya dana angsuran ke kas perusahaan
(Fahmi, 2015 : 62).
Manulang dan Sinaga (2005) menyebutkan bahwa piutang adalah
tagihan kepada perorangan atau badan yang timbul dari penjualan
barang atau jasa secara kredit tanpa disertai dengan janji tertulis secara
formal.
Subramanyam dan John J.Wild (2010) memberikan pendapat
sebagai berikut : “Piutang (receivable) merupakan nilai jatuh tempo yang
berasal dari penjualan barang atau jasa, atau dari pemberian pinjaman
uang. Piutang mencakup nilai jatuh tempo yang berasal dari aktivitas
seperti sewa dan bunga. Piutang usaha (account receivable) mengacu
pada janji lisan untuk membayar yang berasal dari penjualan produk dan
jasa secara kredit. Wesel tagih (notes receivable) mengacu pada janji
tertulis untuk membayar”.
20
Dari pendapat ketiga ahli tersebut dapat ditarik pengertian bahwa
piutang dalam koperasi adalah salah satu unsur dari aktiva lancar dalam
neraca koperasi yang timbul akibat adanya penjualan barang jasa atau
dari pemberian pinjaman uang yang dibayarkan secara kredit atau
bertahap dan dalam tempo yang telah ditentukan oleh koperasi.
Bagi koperasi semakin besar piutang usaha maka artinya semakin
besar pula kepemilikan finansial yang berada di luar yang akan masuk
secara bertahap dan sistematis ke kas koperasi. Penjualan barang jasa
secara kredit atau piutang usaha dilakukan dengan maksud untuk
menggenjot penjualan agar tercapai sesuai dengan target yang
diinginkan. Namun persoalan sering terjadi pada saat angka piutang
usaha diperbesar menjadi seiring dengan meningkatnya piutang ragu-
ragu (bad debt), dan semakin besar piutang ragu-ragu maka semakin
besar permasalahan yang ditanggung oleh koperasi dikemudian hari, dan
ini jauh berakibat pada mengecilnya perolehan keuntungan yang akan
diterima. Pendapat ini dipertegas oleh Subramanyam dan John J. Wild
(2010) : “Pengalaman menunjukan bahwa perusahaan tidak dapat
menagih semua piutangnya“.
Oleh karena itu, menurut Fahmi (2015) ada beberapa acuan yang
harus diterapkan oleh suatu perusahaan untuk memperkecil resiko
timbulnya Bad Debt , yaitu :
21
a. Menghindari keputusan penjualan produk saat pasar dalam kondisi
fluktuatif atau akan berada dalam kondisi menuju krisis moneter.
b. Membatalkan penjualan produk pada konsumen yang memiliki reputasi
buruk dalam dunia bisnis.
c. Menghindari produksi dan penerimaan order pada saat pasar tidak
menentu.
d. Melakukan dan menerapkan tindakan prudential principle (prinsip kehati-
hatian) pada saat tingkat persaingan bisnis semakin tinggi, dan inovasi
produk perusahaan berlangsung secara lambat.
e. Ada ukuran presentase yang layak diterapkan untuk besaran piutang.
Misalnya 30-40 % dari total penjualan, atau pada kondisi ekonomi sangat
stabil perusahaan boleh memperbesar hingga 45 %. Namun jika
prosentase itu ingin ditingkatkan lagi maka pembahasan dengan seluruh
manajer bidang harus dilakukan. Seluruh manajer yang dimaksud disini
adalah mulai dari marketing, finance, production, hingga human resource
dilibatkan secara intensif dan fokus.
Riyanto (2001) menyebutkan bahwa ada beberapa faktor yang
mempengaruhi piutang, yaitu volume penjualan kredit, syarat
pembayaran kredit, ketentuan pembatasan kredit, kebijakan dalam
penagihan piutang, serta kebiasaan pembayaran pelanggan. Mengingat
piutang adalah harta yang likuid maka harus dilakukan prosedur-prosedur
22
yang wajar, tegas dan dengan cara yang memuaskan para debitur
sehingga perlu disusun prosedur yang baik demi kemajuan koperasi.
Dalam praktiknya, koperasi melaporkan piutang sebesar nilai
realisasi bersih (net realizable value) jumlah piutang total dikurangi
penyisihan piutang tak tertagih (kadang-kadang disebut juga piutang
sangsi atau piutang ragu-ragu). Memang pihak manajemen bagian
penjualan dan simpan pinjam sudah melakukan analisis secara sangat
mendalam dalam menentukan ke pihak-pihak mana yang paling tepat
menerima order, artinya bonafit, trust analysis, kajian mikro dan makro
ekonomi, metodologi analisis, advis konsultan, dan lain sebagainya. Tapi
sebagai manusia biasa yang terbiasa mengandalkan data masa lalu
sebagai alat prediksi di masa depan, maka memungkinkan ada beberapa
data yang tidak layak lagi untuk dipergunakan atau tidak sesuai dengan
realita masa depan. Disinilah kesalahan itu terjadi, dan piutang ragu-ragu
menjadi salah satu sebab yang harus ditanggung oleh pihak manajemen
koperasi (Fahmi, 2015 : 62-64) .
Munawir (2014) menyebutkan bahwa ada beberapa jenis piutang,
yaitu:
a. Piutang Wesel adalah tagihan perusahaan kepada pihak lain yang
dinyatakan dalam suatu wesel atau perjanjian yang diatur dalam undang-
undang. Karena wesel pembuatannya diatur dengan undang-undang,
maka wesel ini lebih mempunyai kekuatan hukum dan lebih terjamin
23
pelunasannya, dan piutang wesel ini dapat diperjual belikan atau
didiskontokan. Dengan didiskontokannya piutang wesel tersebut
timbulah “contingent liability”, yaitu hutang yang mungkin akan terjadi
di masa mendatang pada saat jatuh tempo wesel yang bersangkutan
karena pembuat wesel tersebut tidak mampu membayar wesel yang
bersangkutan.
b. Piutang dagang adalah tagihan kepada pihak lain sebagai akibat adanya
penjualan barang secara kredit. Pada dasarnya piutang bisa timbul tidak
hanya karena penjualan barang dengan secara kredit, tetapi bisa karena
hal lain, misalnya piutang kepada pegawai, piutang karena penjualan
aktiva tetap secara kredit, piutang karena adanya penjualan saham secara
angsuran, atau adanya uang muka untuk pembelian. Piutang-piutang
yang dimiliki oleh suatu perusahaan harus disajikan dalam neraca secara
informatif.
c. Piutang penghasilan adalah penghasilan yang sudah menjadi hak
perusahaan karena perusahaan telah memberikan jasa atau prestasinya,
tetapi belum diterima pembayarannya, sehingga merupakan tagihan.
Kuswandi (2008) menyebutkan bahwa perputaran piutang adalah
besarnya rasio total penjualan kredit terhadap saldo piutang rata-rata
selama periode tertentu. Periode dimaksut biasanya untuk satu tahun.
Walaupun demikian, untuk kepentingan analisis dapat digunakan satuan
waktu berdasarkan kuartalan, bulanan dan seterusnya. Rasio perputaran
24
piutang dapat dihitung dengan :
Munawir (2014) menyebutkan bahwa piutang yang dimiliki suatu
perusahaan mempunyai hubungan yang erat dengan volume penjualan
kredit. Posisi piutang dan taksiran waktu pengumpulannya dapat dinilai
dengan menghitung tingkat perputaran piutang tersebut (Turn Over
Receivable) yaitu dengan membagi total penjualan kredit dengan piutang
rata-rata. Rata-rata piutang kalau memungkinkan dapat dihitung secara
bulanan (saldo tiap-tiap akhir bulan dibagi dua belas) atau tahunan yaitu
saldo awal tahun ditambah saldo akhir tahun dibagi dua. Semakin tinggi
rasio (turn over) menunjukan modal kerja yang ditanamkan dalam
piutang rendah, sebaliknya jika rasio semakin rendah maka ada over
investment dalam piutang sehingga memerlukan analisa lebih lanjut,
mungkin karena bagian kredit dan penagihan bekerja tidak efektif atau
mungkin ada perubahan dalam kebijaksanaan pemberian kredit.
Penurunan rasio penjualan kredit dengan rata-rata piutang dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu turunnya penjualan dan naiknya
piutang, turunnya piutang dan diikuti turunnya penjualan dalam jumlah
lebih besar, naiknya penjualan diikuti naiknya piutang dalam jumlah
yang lebih besar, turunnya penjualan dengan piutang yang tetap, serta
naiknya piutang sedangkan penjualan tidak berubah. Dengan
Penjualan Kredit Satu Tahun
Piutang Rata-Rata
25
menggunakan perputaran piutang dapat pula dihitung waktu rata-rata
pengumpulan piutang tersebut, yaitu dengan membagi jumlah hari dalam
satu tahun dengan tingkat perputaran piutang tersebut atau rasio antara
piutang rata-rata kali jumlah hari dalam setahun dengan total penjualan
kredit, hasilnya akan menunjukkan beberapa hari piutang tersebut rata-
rata tidak dapat ditagih atau days of receivable yang umumnya antara
satu sampai dua bulan. Days of receivable dapat dihitung dengan rumus :
Piutang rata-rata x 360
Penjualan Kredit
Dalam menganalisa perusahaan, yang mendapat perhatian pertama
adalah kemampuan perusahaan dalam menagih piutangnya, karena hal ini
akan menimbulkan kemungkinan adanya overdraft perusahaan yang
bersangkutan. Kalau hari rata-rata penagihan piutang lebih dari 60 hari
menunjukan perusahaan tersebut kurang baik, terutama bagian penagihan
sehingga tidak mampu menagih piutang pada waktunya, atau perusahaan
tersebut telah memberikan syarat kredit yang terlalu lunak kepada
langganannya. Disamping itu semakin besar days of receivable suatu
perusahaan semakin besar pula resiko kemungkinan tidak tertagihnya
piutang, dan kalau perusahaan tidak membuat cadangan terhadap
kemungkinan kerugian yang timbul karena tidak tertagihnya piutang
berarti perusahaan telah memperhitungkan labanya terlalu besar
(Munawir,2014 : 75-77).
26
2.2.2. Rasio Keuangan
Joel G. Siegel dan Jae K. Shim (1999) menyebutkan bahwa rasio
merupakan hubungan antara satu jumlah dengan jumlah lainnya. Dimana
Agnes Sawir (2012) menambahkan perbandingan tersebut dapat
memberikan gambaran relatif tentang kondisi keuangan dan prestasi
perusahaan. Atau secara sederhana rasio disebut sebagai perbandingan
jumlah, dari satu jumlah dengan jumlah lainnya itulah dilihat
perbandingannya dengan harapan nantinya akan ditemukan jawaban yang
selanjutnya itu dijadikan bahan kajian untuk dianalisis dan diputuskan.
Penggunaan kata rasio ini sangat fleksibel penempatannya, dimana itu
sangat dipengaruhi oleh apa dan dimana rasio itu dipergunakan yaitu
disesuaikan dengan wilayah keilmuannya.
Fahmi (2015) menyebutkan bahwa rasio keuangan atau financial
ratio ini sangat penting gunanya untuk melakukan analisa terhadap kondisi
keuangan perusahaan. Bagi investor jangka pendek dan menengah pada
umumnya lebih banyak tertarik kepada kondisi keuangan jangka pendek
dan kemampuan perusahaan untuk membayar deviden yang memadai.
Informasi tersebut dapat diketahui dengan cara yang lebih sederhana yaitu
dengan menghitung rasio keuangan yang sesuai dengan keinginan. Secara
jangka panjang rasio keuangan juga dipakai dan dijadikan sebagai acuan
dalam menganalisis kondisi kinerja suatu perusahaan,. Dalam penilaian
suatu kondisi keuangan perusahaan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
27
turut menyebabkan perubahan pada kondisi keuangan seperti kondisi
mikro dan makro ekonomi baik yang terjadi di tingkat domestik dan
internasional. Analisis rasio keuangan itu sendiri dimulai dengan laporan
keuangan dasar yaitu dari neraca, perhitungan laba rugi, dan laporan arus
kas. Perhitungan rasio keuangan akan menjadi lebih jelas jika dihubungkan
antara lain dengan menggunakan pola historis perusahaan tersebut, yang
dilihat perhitungan pada sejumlah tahun guna menentukan apakah
perusahaan membaik atau memburuk, atau melakukan perbandingan
dengan perusahaan lain dalam industri yang sama.
Adapun manfaat yang bisa diambil dengan dipergunakannya rasio
keuangan, yaitu analisis rasio keuangan sangat bermanfaat untuk dijadikan
sebagai alat menilai kinerja dan prestasi keuangan, sangat bermanfaat bagi
pihak manajemen sebagai rujukan untuk membuat perencanaan, analisis
rasio keuangan dapat dijadikan sebagai alat untuk mengevaluasi kondisi
suatu perusahaan dari perspektif keuangan, analisis rasio keuangan juga
bermanfaat bagi para kreditor dapat digunakan untuk memperkirakan
potensi resiko yang akan dihadapi dikaitkan dengan adanya jaminan
kelangsungan pembayaran bunga dan pengembalian pokok pinjaman, dan
juga dapat digunakan sebagai penilaian bagi pihak stakeholder organisasi.
Fahmi (2015) menyebutkan bahwa keunggulan analisis rasio
keuangan adalah dapat dipergunakan dalam melihat suatu perusahaan serta
akan memberikan gambaran tentang keadaan perusahaan dan dapat
28
dijadikan sebagai alat prediksi bagi perusahaan tersebut di masa yang akan
datang. Ini dikarenakan rasio keuangan juga memungkinkan manajer
keuangan memperkirakan reaksi kreditor dan investor dalam
memperkirakan bagaimana memperoleh kebutuhan dana, serta seberapa
besar dana sanggup diperoleh. Selain keunggulan ada juga kelemahan
dengan dipergunakannya analisa laporan keuangan, yaitu :
a. Penggunaan rasio keuangan akan memberikan pengukuran yang relatif
terhadap suatu kondisi perusahaan. Sisi relatif disini yang dimaksut bahwa
seperti yang dikemukakan oleh Helfert (2000) dimana rasio-rasio
keuangan bukanlah merupakan kriteria mutlak. Pada kenyataanya, analisis
rasio keuangan hanyalah satu titik awal dalam analisis keuangan
perusahaan.
b. Analisis rasio keuangan hanya dapat dijadikan sebagai peringatan awal dan
bukan kesimpulan akhir. Ini sebagaimana yang dikatakan oleh Friedlob
dan Plewa (2000) menyebutkan analisis rasio tidak memberikan banyak
jawaban kecuali menyediakan rambu-rambu tentang apa yang seharusnya
diharapkan.
c. Setiap data yang diperoleh dan dipergunakan dalam menganalisis adalah
bersumber dari laporan keuangan perusahaan. Maka sangat
memungkinkan data yang diperoleh tersebut adalah data yang angka-
angkanya tidak memiliki tingkat keakuratan yang tinggi, dengan alasan
mungkin saja data tersebut diubah dan disesuaikan berdasarkan kebutuhan
29
d. Pengukuran rasio keuangan banyak bersifat artificial, disini artinya
perhitungan rasio keuangan tersebut dilakukan oleh manusia, dan setiap
pihak memiliki pandangan yang berbeda-beda dalam menempatkan ukuran
dan terutama justifikasi dipergunakannya rasio-rasio tersebut. Dimana
kadang kala justifikasi penggunaan rasio tersebut sering tidak mampu
secara maksimal menjawab kasus-kasus yang dianalisis.
Namun seiring adanya kelemahan dalam penggunaan analisis rasio
keuangan, disini ada juga solusi dalam mengatasinya, yaitu :
a. Rasio keuangan adalah sebuah formula yang dipakai sebagai alat
pengujian, karena formula maka bisa saja hasil yang diperoleh belum tentu
benar-benar sesuai untuk dijadikan alat prediksi. Sehingga dibutuhkan
pendekatan lain untuk melihat permasalahan itu secara lebih terang yaitu
dengan melihat kondisi non keuangan, seperti kondisi kualitas SDM
karyawan dan manajer perusahaan baik dibidang administrasi, pemasaran,
produksi, dan keuangan.
b. Hasil perhitungan yang telah dilakukan kemudian diadakan rekonsiliasi
atas berbagai bentuk perbedaan pokok tersebut. Arti dipergunakannya
rekonsiliasi disini adalah menyesuaikan perbedaan antar pos dan mencari
apa yang menyebabkan perbedaan itu terjadi. Perbedaan itu kemudian
dilakukan analisa yang mendalam untuk mengetahui apa penyebabnya,
dan kemudian penyebab itu dicariakn solusinya.
30
c. Bagi seorang manajer keuangan diperlukan pemahaman yang mendalam
serta prinsip kehati-hatian dalam proses pengambilan keputusan. Bila
analisis yang dilakukan adalah memberikan gambaran dimana pola
perusahaan yang menyimpang dari norma industri, maka hal ini
merupakan gejala adanya masalah dan perlu diadakan analisis dan
penelitian lebih lanjut. Secara sederhana ini seperti jika suatu rasio
perputaran persediaan yang tinggi bisa menunjukan adanya kekurangan
persediaan yang serius dan besar, kemungkinan terjadi kehabisan
persediaan (Fahmi,2015: 106-112).
2.2.3. Likuiditas
Sugiyarso dan Winarni (2005) menyebutkan bahwa likuiditas
adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajiban uang jangka pendek. Likuiditas dibedakan menjadi dua, yaitu
likuiditas badan usaha dan likuiditas perusahaan. Likuiditas badan usaha
merupakan kemampuan perusahaan untuk menyediakan alat-alat likuid
sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kewajiban finansial saat
ditagih. Sementara itu, likuiditas perusahaan merupakan kemampuan
perusahaan menyediakan alat-alat likuid sedemikian rupa sehingga
perusahaan mampu menyelenggarakan proses produksi.
Likuiditas adalah rasio yang menunjukkan kemampuan suatu
perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang harus segera
dipenuhi, atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban
31
keuangan pada saat ditagih (Munawir,2014). Perusahaan yang mampu
memenuhi kewajiban keuangannya tepat pada waktunya berarti
perusahaan tersebut dalam keadaan “likuid”, dan perusahaan dikatakan
mampu memenuhi kewajiban keuangan tepat pada waktunya apabila
perusahaan tersebut mempunyai alat pembayaran ataupun aktiva lancar
yang lebih besar daripada hutang lancarnya atau hutang jangka pendek.
Sebaliknya kalau perusahaan tidak dapat segera memenuhi kewajiban
keuangannya pada saat ditagih, berarti perusahaan dalam keadaan
“ilikuid”.
Munawir (2014) menyebutkan bahwa untuk menilai posisi
keuangan jangka pendek (Likuiditas) berikut ini adalah beberapa rasio
yang digunakan oleh peneliti untuk digunakan sebagai alat untuk
menganalisa dan menginterprestasikan data tersebut.
2.2.3.1. Current Ratio
Rasio yang paling umum digunakan untuk menganalisa
posisi likuiditas adalah current ratio yaitu pembanding jumlah
aktiva lancar dengan hutang lancar. Rasio ini menunjukan bahwa
nilai kekayaan lancar ada sekian kalinya hutang jangka pendek.
Munawir (2014) menyatakan bahwa Current ratio sebesar 200%
sudah memuaskan bagi suatu perusahaan, tetapi jumlah modal
kerja dan besarnya rasio tergantung pada beberapa faktor , suatu
standar atau rasio yang umum tidak dapat ditentukan untuk seluruh
32
perusahaan. Current ratio 200% hanya merupakan kebiasaan dan
akan digunakan sebagai titik tolak untuk mengadakan penelitian
atau analisa yang lebih lanjut.
Munawir (2014) mengemukakan bahwa Current ratio ini
menunjukkan tingkat keamanan kreditor jangka pendek, atau
kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutang tersebut.
Tetapi suatu perusahaan dengan current ratio yang tinggi belum
tentu menjamin akan dapat dibayarnya hutang perusahaan yang
sudah jatuh tempo, karena proporsi atau distribusi dari aktiva
lancar yang tidak menguntungkan, misalnya jumlah persediaan
yang relatif tinggi dibandingkan taksiran tingkat penjualan yang
akan datang sehingga tingkat perputaran persediaan rendah dan
menunjukkan adanya over investment dalam persediaan tersebut
atau adanya saldo piutang yang besar yang mungkin sulit untuk
ditagih.
Current ratio yang terlalu tinggi menunjukan kelebihan
uang kas atau aktiva lancar lainnya dibandingkan dengan yang
dibutuhkan sekarang atau tingkat likuiditas yang rendah daripada
aktiva lancar dan sebaliknya.
33
Jadi sebelum membuat kesimpulan akhir analisa current
ratio harus mempertimbangkan beberapa faktor, seperti yang
dikemukakan oleh Munawir (2014) yaitu :
a. Distribusi atau proporsi daripada aktiva lancar.
b. Data trend daripada aktiva lancar dan hutang lancar, untuk jangka
waktu 5 tahun atau lebih dari waktu yang lalu.
c. Syarat yang diberikan oleh kreditor kepada perusahaan dalam
mengadakan pembelian maupun syarat kredit yang diberikan oleh
perusahaan.
d. Present value (nilai sesungguhnya) dari aktiva lancar, sebab ada
kemungkinan perusahaan mempunyai saldo piutang yang cukup
besar tetapi piutang tersebut sudah lama terjadi dan sulit untuk
ditagih sehingga nilai realisasinya mungkin lebih kecil dibandingkan
dengan yang dilaporkan.
e. Kemungkinan perubahan nilai aktiva lancar, kalau persediaan
semakin turun, maka aktiva lancar yang besar (terutama ditunjukkan
dalam persediaan) maka tidak menjamin likuiditas perusahaan.
f. Perubahan persediaan dalam hubungannya dengan volume penjualan
sekarang atau dimasa yang akan datang, yang mungkin adanya over
investment dalam persediaan.
34
g. Kebutuhan jumlah modal kerja dimasa mendatang, semakin besar
kebutuhan modal kerja dimasa yang akan datang maka dibutuhkan
adanya rasio yang besar pula.
h. Tipe atau jenis perusahaan (perusahaan yang memproduksi sendiri
barang yang dijual, perusahaan dagang atau perusahaan jasa).
Dalam menganalisa atau menghitung current ratio ini perlu
diperhatikan kemungkinan adanya manipulasi data yang disajikan
oleh perusahaan, yaitu dengan cara mengurangi jumlah hutang lancar
yang mungkin diimbangi dengan mengurangi jumlah aktiva lancar
yang sama (lebih-lebih adanya pengurangan hutang lancar yang
tidak diimbangi dengan penurunan aktiva lancar). Pengurangan
jumlah hutang lancar dan aktiva lancar dalam jumlah yang sama
akan menaikkan atau mempertinggi current ratio yang dihitung.
Untuk menghitung likuiditas dengan menggunakan current ratio
dapat menggunakan rumus :
Sebagai contoh jika current ratio suatu perusahaan adalah
2:1 atau 200% yang berarti bahwa jumlah aktiva lancar adalah dua
Aktiva Lancar
Hutang Lancar
35
kali lipat dari hutang lancar atau setiap Rp 1,- hutang lancar
dijamin dengan Rp 2,- aktiva lancar (Munawir , 2014 : 71-72).
2.2.3.2. Quick Ratio
Quick Ratio atau biasa disebut dengan rasio cepat, adalah
ukuran uji solvensi jangka pendek yang lebih teliti daripada current
ratio karena pembilangnya mengeliminasi persediaan yang
dianggap aktiva lancar yang sedikit tidak likuid dan kemungkinan
menjadi sumber kerugian. Adapun rumus untuk menghitung Quick
Ratio adalah :.
Aktiva Lancar – Persediaan
Hutang Lancar
Dimana persediaan terdiri dari alat-alat kantor, persediaan
bahan baku, persediaan barang dalam proses, dan persediaan
barang jadi. Tujuan manajemen persediaan adalah mengadakan
persediaan yang dibutuhkan untuk operasional yang berkelanjutan
pada biaya yang minimum. Menurut Bambang Riyanto (2001)
“apabila menggunakan Quick Ratio untuk menentukan tingkat
likuiditas, maka secara umum dapatlah dikatakan bahwa suatu
perusahaan yang mempunyai Quick Ratio kurang dari 1:1 atau
100% dianggap kurang baik tingkat likuiditasnya“ (Fahmi, 2015
:125-126).
36
2.2.3.3. Cash Flow Liquidity Ratio
Rasio ini disebut juga dengan rasio likuiditas arus kas,
munurut Lyn dan Aileen (2008) rasio likuiditas arus kas
menggunakan pembilang sebagai suatu perkiraan sumber kas, kas
dan surat berharga menyajikan jumlah kas yang dihasilkan dari
operasional perusahaan seperti kemampuan menjual persediaan dan
menagih kas. Adapun rumus rasio likuiditas arus kas adalah :
2.2.3.4. Net Working Capital Ratio
Rasio ini disebut juga dengan rasio modal kerja bersih.
Modal kerja merupakan suatu ukuran dari likuiditas perusahaan.
Sumber modal kerja adalah pendapatan bersih, peningkatan
kewajiban yang tidak lancar, kenaikan ekuitas pemegang saham,
dan penurunan aktiva yang tidak lancar. (Joel G.Siegel dan Jae
K.Shim, 1999). Adapun rumus untuk menghitung rasio modal
bersih adalah :
Kas + Surat Berharga + Arus Kas Dari Aktivitas Operasi
Kewajiban Jangka Pendek
Current Assets – Current Liabilities
37
2.2.4. Rentabilitas
Munawir (2014) menyebutkan bahwa rentabilitas adalah rasio yang
menunjukan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama
periode tertentu. Rentabilitas suatu perusahaan diukur dengan kesuksesan
perusahaan dan kemampuan menggunakan aktivanya secara produktif,
dengan demikian rentabilitas suatu perusahaan dapat diketahui dengan
memperbandingkan antara laba yang diperoleh dalam suatu periode
dengan jumlah aktiva atau jumlah modal perusahaan tersebut. Modal
perusahaan pada dasarnya dapat berasal dari pemilik perusahaan (modal
sendiri) dan dari para kreditur (modal asing). Sehubungan dengan adanya
dua sumber modal tersebut, maka rentabilitas suatu perusahaan dapat
dihitung dengan dua cara, yaitu perbandingan antara laba usaha dengan
seluruh modal yang digunakan (modal sendiri dan modal asing) yang
disebut dengan rentabilitas ekonomis, dan yang kedua adalah
perbandingan antara laba yang tersedia untuk pemilik perusahaan dengan
jumlah modal sendiri yang dimasukkan oleh pemilik perusahaan tersebut,
yang disebut rentabilitas modal sendiri atau rentabilitas usaha.
Jumlah laba yang diperoleh secara teratur serta kecenderungan atau
trend keuntungan yang meningkat merupakan suatu faktor yang sangat
penting yang perlu mendapat perhatian penganalisa didalam menilai
rentabilitas suatu perusahaan. Rentabilitas sering digunakan untuk
mengukur efisiensi penggunaan modal dalam suatu perusahaan dengan
membandingkan antara laba dengan modal yang digunakan dalam
38
operasional, oleh karena itu keuntungan yang besar tidak menjamin atau
bukan merupakan ukuran bahwa perusahaan tersebut rendabel, oleh
karena itu bagi manajemen atau pihak-pihak lain, rentabilitas yang tinggi
lebih penting daripada keuntungan yang besar. Jadi rentabilitas merupakan
jaminan utama bagi para kreditur tanpa mengabaikan faktor-faktor yang
lain. Betapapun besarnya likuiditas suatu perusahaan, kalau perusahaan
tersebut tidak mampu menggunakan modalnya secara efisien atau tidak
mampu memperoleh laba yang besar, maka perusahaan tersebut pada
akhirnya akan mengalami kesulitan keuangan dalam mengembalikan
hutang-hutangnya. Suatu perusahaan yang rendabel, maka perusahaan
tersebut pada umumnya akan dapat beroperasi secara stabil pula
(Munawir,2014 : 33-34). Ada beberapa rasio yang dapat digunakan untuk
menghitung tingkat rentabilitas suatu perusahaan, yaitu :
2.2.4.1. Return On Assets
Irawati, S (2006) mengemukakan bahwa ROA adalah
kemampuan suatu perusahaan dengan seluruh modal yang bekerja
didalamnya untuk menghasilkan laba operasi perusahaan (EBIT) atau
perbandingan laba usaha dengan modal sendiri dan modal asing yang
digunakan untuk menghasilkan laba dan dinyatakan dalam
presentase. Adapun rumus untuk menghitung ROA adalah :
39
2.2.4.2. Return On Equity
Menurut Sutrisno (2009) ROE adalah kemampuan dalam
menghasilkan keuntungan dengan modal sendiri yang dimiliki.
Analisis ROE ini berguna untuk menarik investor untuk melakukan
investasi. Sedangkan bagi investor, analisis ROE sangat berguna
karena dengan analisis ini investor dapat mengetahui keuntungan
yang dapat diperoleh dari investasi yang dilakukan (Syaiful, 2012).
Adapun rumus untuk menghitung ROE adalah :
2.2.4.3. Return On Investment
Penulis hanya memilih untuk menggunakan ROI (Return
on Investment) karena ROI sudah bersifat menyeluruh. Analisa ROI
dalam analisa keuangan mempunyai arti yang sangat penting, analisa
ROI ini sudah merupakan teknik analisa yang lazim digunakan oleh
pimpinan perusahaan untuk mengukur efektivitas dari keseluruhan
operasional perusahaan. ROI adalah salah satu bentuk rasio
rentabilitas yang dimaksutkan untuk dapat mengukur kemampuan
perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva
yang digunakan untuk operasional perusahaan untuk menghasilkan
keuntungan. Dengan demikian rasio ini menghubungkan keuntungan
40
yang diperoleh dari operasional perusahaan dengan jumlah investasi
atau aktiva yang digunakan untuk menghasilkan keuntungan
operasional tersebut. Sebutan lain untuk rasio ini adalah “ Net
Operating Profit Rate of Return “ atau “Operating Earning Power”.
Besarnya ROI dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu
Turnover dari operasional asset (tingkat perputaran aktiva yang
digunakan untuk operasional) dan profit margin yaitu besarnya
keuntungan operasional yang dinyatakan dalam prosentase dan
jumlah penjualan bersih, ini mengukur tingkat keuntungan yang
dapat dicapai oleh perusahaan dihubungkan dengan penjualannya.
Besarnya ROI akan berubah kalau ada perubahan profit margin atau
asset turnover, baik masing-masing atau keduanya. (Munawir, 2014
: 89)
. Kasmir (2012) menyebutkan bahwa besarnya ROI dapat
diketahui dengan dengan rumus :
41
2.2.5. Pengaruh Kebijakan Piutang Usaha terhadap Likuiditas Perusahaan
Menurut Riyanto (2001), semakin cepat suatu piutang berputar,
maka semakin likuid piutang itu. Ini berarti bahwa periode piutang
menjadi semakin pendek. Sehingga semakin pendek periode piutang, maka
semakin likuid piutang itu. Demikian juga halnya dengan persediaan,
hutang dan kas.
Adanya pengaruh kebijakan piutang usaha terhadap likuiditas juga
diperkuat dengan adanya penelitian terdahulu (Silasahi, 2011) “Analisis
Pengaruh Kebijakan Piutang Usaha Terhadap Likuiditas pada PT
Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan”, pada penelitian ini diperoleh
hasil uji hipotesis yang menunjukan bahwa secara parsial variabel
perputaran piutang usaha berpengaruh terhadap likuiditas dan variabel
rata-rata pengumpulan piutang usaha berpengaruh juga terhadap likuiditas.
Namun didalam penelitian Ezwita, Yesi (2014) dengan judul “
Pengaruh Perputaran Piutang, Perputaran Persediaan, Return On Asset
dan Rasio Utang Terhadap Likuiditas Pada Perusahaan Industri Dasar
Dan Kimia Yang Listing Di BEI Periode 2010-2013”. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa secara parsial perputaran piutang tidak berpengaruh
signifikan terhadap likuiditas, perputaran persediaan berpengaruh
signifikan terhadap likuiditas, return on assets tidak berpengaruh
signifikan terhadap likuiditas dan rasio utang berpengaruh signifikan
terhadap likuiditas. Secara simultan perputaran piutang, persediaan,
42
return on assets dan rasio utang berpengaruh signifikan terhadap
likuiditas.
Dari kedua fenomena penelitian terdahulu tersebut, maka penulis
menarik sebuah hipotesis sebagai berikut:
H0 : Tidak ada pengaruh antara kebijakan piutang usaha terhadap
tingkat likuiditas pada KOPEKA DAOP 6 Yogyakarta.
H1 : Ada pengaruh antara kebijakan piutang usaha terhadap tingkat
likuiditas pada KOPEKA DAOP 6 Yogyakarta
2.2.6 . Pengaruh Kebijakan Piutang Usaha terhadap Rentabilitas Perusahaan
Besarnya ROI dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu Turnover dari
operasional asset (tingkat perputaran aktiva termasuk didalamnya
perputaran piutang) dan profit margin yaitu besarnya keuntungan
operasional yang dinyatakan dalam prosentase dan jumlah penjualan
bersih, ini mengukur tingkat keuntungan yang dapat dicapai oleh
perusahaan dihubungkan dengan penjualannya. Besarnya ROI akan
berubah kalau ada perubahan profit margin atau asset turnover, baik
masing-masing atau keduanya. (Munawir, 2014 : 89)
Adanya pengaruh kebijakan piutang usaha terhadap rentabilitas
juga diperkuat dengan adanya penelitian terdahulu (Putri, 2012)
“Pengaruh Perputaran Piutang Terhadap Rentabilitas Ekonomi Pada PT
Kalbe Farma. Tbk.”, pada penelitian ini diperoleh hasil analisis dengan
43
menggunakan SPSS menunjukkan bahwa secara parsial perputaran
piutang berpengaruh signifikan terhadap rentabilitas ekonomi pada PT
Kalbe Farma. Tbk. Hal ini dibuktikan dengan T hitung > T tabel yaitu
10,060 > 2,042.
Namun didalam penelitian Susanti, KD (2016) yang berjudul
“Pengaruh Perputaran Kas Dan Piutang Terhadap Rentabilitas Ekonomis
Pada Koperasi Simpan Pinjam Swasthi Mandiri Singaraja Tahun 2012-
2015” menunjukkan hasil bahwa perputaran kas berpengaruh secara
signifikan terhadap rentabilitas ekonomis ditunjukan dengan
Thitung=4,961 > Ttabel= 1,299 atau P-value= 0,00 < α =0,05. Perputaran
piutang tidak berpengaruh terhadap rentabilitas ekonomis ditunjukkan
dengan Thitung= 1,080 < Ttabel= 1,299 atau P-value= 0,286 > α= 0,05.
Namun secara keseluruhan perputaran kas dan piutang berpengaruh
terhadap rentabilitas ekonomis ditunjukan dengan Fhitung= 13,173 >
Ftabel= 2,41 atau P-value= 0,00 < α= 0,05.
Dari kedua fenomena penelitian terdahulu tersebut maka penulis
menarik sebuah hipotesis sebagai berikut:
H0 : Tidak ada pengaruh antara kebijakan piutang usaha terhadap
tingkat rentabilitas pada KOPEKA DAOP 6 Yogyakarta.
H1 : Ada pengaruh antara kebijakan piutang usaha terhadap tingkat
rentabilitas pada KOPEKA DAOP 6 Yogyakarta