BAB III
ASPEK-ASPEK BIOMEKANIK DALAM KONTEKS AKTIVITAS PRAKTIKUM LAPANGAN
Pada bab ini dibahas mengenai tiga pokok yang dipandang relefan dalam konteks
aktivitas praktikum lapangan yaitu mengenai: somatotipe, penentuan titik berat dan
manfaatnya, dan tuas dan aplikasinya. Setelah membahas ketiga bagian tersebut, di akhir
setiap bagian dibahas juga mengenai kemungkinan aplikasi lebih jauh mengenai konsep
yang dibahas melalui penelitian.
1. SOMATOTIPE
1.1 Prinsip Dasar Somatotipe
Menurut Carter (2002) teknik penentuan somatotipe digunakan untuk menilai
bentuk dan komposisi tubuh subyek. Somatotipe didefinisikan sebagai kuantifikasi bentuk
dan komposisi tubuh manusia pada suatu saat. Somatotipe dinyatakan dalam tiga angka
penilaian yang merepresentasikan komponen endomorfi, mesomorfi dan ektomorfi.
Tentang komponen-komponen somatotipe, di dalam Anonim (2007a) dikemukakan
bahwa dengan menggunakan metode-metode antropometrik Sheldon mempelajari tubuh
4000 orang yang difoto, pandangan depan, samping, dan belakang. Sheldon menyimpulkan
bahwa fisik manusia dapat dibagi berdasarkan kontribusi tiga elemen dasar yaitu
somatotipe. Sheldon menamakan somatotipe-nya menurut tiga lapisan benih manusia
(germ) dalam perkembangan embrio: endoderm, yang berkembang menjadi bagian-bagian
untuk pencernaan (digestive tract); mesoderm, yang akan menjadi otot, jantung dan
pembuluh darah; dan ectoderm, yang akan membentuk sistem saraf.
Somatotipe Sheldon dan ciri-cirinya yang terkait dapat diringkaskan dalam uraian
berikut ini (Anonim, 2007a).
1.1.1 Ektomorfi
Tipe tubuh ektomorfi dicirikan oleh lengan dan tungkai yang panjang dan tubuh
bagian atas yang pendek dan pada umumnya memiliki sistem saraf level yang lebih tinggi.
Tipe ini juga memiliki otot-otot yang panjang dan tipis. Orang dengan tipe tubuh
ASPEK BIOMEKANIKA AKTIVITAS PRAKTIKUM LAPANGAN MAHASISWA JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMA. DR.Rolles Nixon Palilingan, MS. Staf Dosen Jurusan Fisika FMIPA UNIMA 10/21/2008. E-Mail: [email protected].
13
ektomorfi biasanya memiliki simpanan lemak yang sangat rendah, karena itu orang dengan
tipe ini biasanya kurus.
1.1.2 Mesomorfi
Tipe tubuh mesomorfi dicirikan oleh perkembangan otot dengan laju yang baik dan
suatu jaringan otot level lebih tinggi. Orang dengan tipe mesomorfi memiliki tulang-tulang
yang besar, batang tubuh (torso) yang padat disertai level lemak yang rendah. Tipe ini
juga dikenal memiliki bahu (shoulder) lebar dan pinggang (waist) sempit.
1.1.3 Endomorfi
Tipe tubuh ekdomorfi dicirikan oleh peningkatan simpanan lemak, akibat memiliki
sejumlah besar sel-sel lemak dibanding dengan kebanyakan orang, juga memiliki jaringan
pencernaan level lebih tinggi. Orang dengan tipe ini memiliki pinggang yang lebar dan
struktur tulang yang besar.
1.2 Pengukuran dan Penentuan Somatotipe
Menurut Carter (2002) ada tiga cara yang dapat digunakan untuk menentukan
somatotipe seseorang, yaitu:
1) Metode antropometrik, dimana antropometri digunakan untuk mengestimasi
kriteria somatotipe.
2) Metode fotoskopik, dimana kriteria somatotipe ditentukan dari hasil fotograf.
3) Metode kombinasi, yang memadukan metode antropometrik dan fotoskopik.
Menurut Carter (2002) sampai sekarang ini metode yang paling banyak digunakan adalah
metode antropometrik.
Penentuan kriteria somatotipe dimulai dengan cara mengukur variabel-variabel
somatotipe (Fox, Bowers, and Foss, 1988; Carter, 2002), yaitu variabel-variabel yang
dibutuhkan dalam penentuan somatotipe yang terdiri dari: trisep (mm), subskapula (mm),
suprailiaka (mm), betis (mm), tinggi badan (cm), lebar humerus (cm), lebar femur (cm),
lingkar bisep (cm), lingkar betis (cm), dan berat badan (kg).
ASPEK BIOMEKANIKA AKTIVITAS PRAKTIKUM LAPANGAN MAHASISWA JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMA. DR.Rolles Nixon Palilingan, MS. Staf Dosen Jurusan Fisika FMIPA UNIMA 10/21/2008. E-Mail: [email protected].
14
Berat badan diukur dengan timbangan, sedangkan variabel-variabel lainnya diukur
dengan menggunakan antropometer, jangka sorong dan Skin Fold Caliper.
Untuk kebutuhan aplikasi perhitungan somatotipe, pada Tabel 3.1 diberikan contoh
data dua orang subyek. Data subyek (a) adalah data seorang mahasiswa yang diperoleh
dengan menggunakan peralatan yang ada di laboratorium bagian Faal Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana, dan data subyek (b) adalah data yang diberikan oleh (Anonim,
2007b). Data yang dimaksud adalah sebagaimana dalam Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Contoh Data Variabel Somatotipe. (a) Hasil pengukuran seorang mahasiswa, (b) Data dari Anonim (2007b).
Hasil Pengukuran No. Variabel Somatotipe (a) (b)
1.
Trisep (mm) 23,0
18,8
2.
Subskapula (mm) 17,2
13,4
3.
Suprailiaka (mm) 22,0
13,8
4.
Betis (mm) 27,0
10,8
5.
Tinggi Badan (cm) 152,0
162,0
6.
Lebar Humerus (cm) 5,8
5,5
7.
Lebar Femur (cm) 9,2
8,7
8.
Lingkar Bisep (cm) 26,0
25,1
9.
Lingkar Betis (cm) 39,2
34,0
10.
Berat badan (kg) 57,0
49,0
Berdasarkan data dalam Tabel 3.1, dilakukan perhitungan somatotipe dengan
menggunakan Formulir Penilaian Somatotipe Heath-Carter. Perhitungan dilakukan secara
manual dengan membuat program perhitungan sederhana dengan menggunakan Microsoft
Excel 2003.
Prosedur perhitungan secara manual, tahap-tahapnya telah diberikan oleh Nala
(2007) dan juga oleh Carter (2002). Dengan menggunakan prosedur perhitungan tersebut,
menggunakan data pada Tabel 2.1, prosedur dan hasil perhitungan diberikan dalam
Lampiran 1.
Selain dengan cara manual sebagaimana yang telah diberikan oleh Nala (2007) dan
juga oleh Carter (2002), somatotipe dapat juga ditentukan dengan membuat program
ASPEK BIOMEKANIKA AKTIVITAS PRAKTIKUM LAPANGAN MAHASISWA JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMA. DR.Rolles Nixon Palilingan, MS. Staf Dosen Jurusan Fisika FMIPA UNIMA 10/21/2008. E-Mail: [email protected].
15
perhitungan dengan menggunakan persamaan-persamaan matematis yang sesuai.
Persamaan-persamaan yang digunakan untuk menghitung komponen endomorfi,
mesomorfi, dan ektomorfi adalah (Carter, 2002),
ENDOMORFI = 0,7182+0,1451(X) 0,00068(X2)+0,0000014(X3) (3.1)
MESOMORFI = (0,858 HB + 0,601 FB + 0,188 CAG + 0,161CCG)
(0,131H) + 4,5 (3.2)
EKTOMORFI:
Jika HWR 40,75, maka EKTOMORFI = 0,732 HWR – 28,58 (3.3)
Jika HWR < 40,75 dan > 38,25, maka EKTOMORFI = 0,463 HWR – 17,63 (3.4)
Jika HWR 38,25, maka EKTOMORFI = 0,1 (dicatat sebagai 0,5) (3.5)
di mana untuk persamaan (3.1) sampai (3.5): X = (jumlah trisep, subskapula, dan
suprailiaka) dikali dengan (170,18/tinggi dalm cm); HB = lebar humerus; FB lebar femur,
CAG = lingkar bisep terkoreksi; CCG = lingkar betis terkoreksi; H = tinggi badan; HWR =
tinggi/akar pangkat tiga berat badan.
CAG dan CCG adalah lingkar terkoreksi untuk trisep dan betis, yang dikoreksi dengan cara
sebagai berikut:
CAG = lingkar bisep
(trisep/10) (3.4)
CCG = lingkar betis (lipatan betis/10) (3.5)
Menurut Carter (2002) bila nilai masing-masing komponen somatotipe diperoleh:
antara ½ sampai 2½ tergolong rendah, antara 3 sampai 5 tergolong sedang, antara 5½
sampai 7 tergolong tinggi, dan bila nilai komponen antara 7½ dan di atasnya tergolong
sangat tinggi.
Untuk ploting somatotipe pada peta somatotipe, hasil perhitungan komponen
somatotipe dikonversi ke koordinat kartesian (sumbu-x dan sumbu-y) dengan persamaan
sebagai berikut:
ASPEK BIOMEKANIKA AKTIVITAS PRAKTIKUM LAPANGAN MAHASISWA JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMA. DR.Rolles Nixon Palilingan, MS. Staf Dosen Jurusan Fisika FMIPA UNIMA 10/21/2008. E-Mail: [email protected].
16
Koordinat - x = EKTOMORFI
ENDOMORFI (3.6)
Koordinat - y = 2 (MESOMORFI) (ENDOMORFI+EKTOMORFI) (3.7)
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan dengan prosedur manual (Lampiran
1) dan dengan program perhitungan menggunakan persamaan (3.1) sampai (3.7) (Lampiran
2), maka diperoleh nilai-nilai komponen somatotipe sebagaimana dalam Tabel 3.2.
Posisi titik koordinat ini dapat dilihat pada Peta Somatotipe (Lampiran 3). Dari peta
tersebut terlihat bahwa subyek (a) dan subyek (b) keduanya termasuk tipe Endomorfi.
Akan tetapi subyek (a) lebih dekat ke daerah Mesomorfi, sedangkan subyek (b) lebih dekat
ke daerah Ektomorfi.
Bila dilihat dari hasil perhitungan komponen-komponen somatotipe, kedua subyek
menunjukkan nilai yang berbeda, akan tetapi keduanya termasuk pada daerah Endomorfi
dalam peta somatotipe.
Tabel 3.2. Hasil Perhitungan Komponen Somatotipe. (a) dengan perhitungan manual, (b) dengan persamaan (3.1) sampai (3.7).
Hasil Perhitungan Komponen Somatotipe
(a) (b) Komponen I (ENDOMORFI) 6
4,9
Komponen II (MESOMORFI) 5,5
3,9
Komponen III (EKTOMORFI) 0,5
2,9
Koordinat-x -5,5
-1,0
Koordinat-y 4,5
-2,9
1.3 Penggunaan Statistik
Menurut Carter (2002) setelah perhitungan komponen somatotipe dilakukan
terhadap subyek atau sampel maka prosedur statistik untuk menguji perbedaan antar
individu atau antar kelompok seperti misalnya uji-t atau ANOVA dapat dilakukan. Untuk
kebutuhan tersebut harus dihitung: jarak letak somatotipe, SAD (somatotype attitudinal
distance); rata-rata jarak somatotipe, SAM (somatotype attitudinal mean); dan varian jarak
somatotipe, SAV (somatotype attitudinal variance), masing-masing dengan persamaan:
ASPEK BIOMEKANIKA AKTIVITAS PRAKTIKUM LAPANGAN MAHASISWA JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMA. DR.Rolles Nixon Palilingan, MS. Staf Dosen Jurusan Fisika FMIPA UNIMA 10/21/2008. E-Mail: [email protected].
17
SADA;B = 2 2 2
A B A B A B(En -En ) +(Me -Me ) +(Ec -Ec )
(3.8)
SAM = i
x
SAD
n
(3.9)
SAV = 2
i
x
SAD
n
(3.10)
dimana dalam persamaan (3.8) sampai (3.10): En, endomorfi; Me, mesomorfi; Ec,
ectomorfi; SADi, jarak letak somatotipe tiap subyek dikurangi rata-rata jarak letak
somatotipe kelompok; dan nx, jumlah subyek dalam kelompok.
Bila perhitungan besaran-besaran dalam persamaan-persamaan (3.8) sampai (3.10)
telah dilakukan, maka aplikasi statistik untuk menguji keberartian atau perbedaan
somatotipe antar kelompok, dapat dilakukan dengan mudah dengan menggunakan banyak
software yang telah tersedia seperti SPSS, SAS, EXCEL atau MINITAB.
1.4 Aplikasi dalam Konteks Penelitian
Sebagaimana yang telah dikemukakan dalam pembahasan yang telah diuraikan
pada bagian-bagian sebelumnya bahwa somatotipe seseorang benar-benar mencirikan
karakteristik fisik seseorang. Oleh karena itu maka penentuan somatotipe dapat menjadi
alternatif untuk dipertimbangkan dalam penentuan sampel bila hendak mengadakan
intervensi untuk memperbaiki suatu sistem kerja aktivitas praktikum lapangan menuju
sistem kerja yang ergonomis.
Palilingan dan Pungus (2007) mengemukakan bahwa ternyata sistim kerja aktivitas
praktikum lapangan belum dapat dikatakan ergonomis, yang terbukti dengan adanya
permasalahan dilihat dari respons fisiologis dan kelelahan yang dialami mahasiswa.
Demikian juga Pungus dan Palilingan (2007) mengemukakan bahwa pelaksanaan aktivitas
praktikum lapangan yang berlangsung sekitar 4 jam menunjukkan bahwa mahasiswa
mengalami strein fisiologis yang berarti setelah melakukan aktivitas selama 4 jam.
ASPEK BIOMEKANIKA AKTIVITAS PRAKTIKUM LAPANGAN MAHASISWA JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMA. DR.Rolles Nixon Palilingan, MS. Staf Dosen Jurusan Fisika FMIPA UNIMA 10/21/2008. E-Mail: [email protected].
18
Berdasarkan kenyataan adanya permasalahan dalam sistem kerja aktivitas
praktikum lapangan, maka Palilingan (2007) telah merencanakan untuk mengadakan
penelitian dengan serangkaian intervensi yang telah direncanakan melalui pendekatan
ergonomi total. Dalam konteks rencana tersebut, penentuan somatotipe subyek dapat
dipertimbangkan sebagai alternatif dalam penentuan sampel penelitian.
Selama ini yang digunakan sebagai salah satu kriteria untuk penentuan sampel
dalam penelitian-penelitian, selain umur dan jenis kelamin adalah indeks massa tubuh.
Sandowsky (2000) mengemukakan bahwa indeks massa tubuh yang dapat dihitung dari
persamaan,
IMT (indeks masa tubuh) = 2
Berat Badan (kg)=
[Tingi Badan (m)]
(3.11)
yang termasuk ideal adalah bila berada di antara 19 s/d 25.
Dilihat dari nilai IMT, untuk subyek (a) dan (b) masing-masing memiliki IMT
24,67 (kg/m2) dan 18,67. Jadi subyek (a) masih termasuk ideal tetapi berada pada batas
atas kriteria Sandowsky (2000), sedangkan subyek (b) berada di luar batas bawah, dan
sudah termasuk kurus.
Dalam bidang olahraga biasanya IMT ideal di antara 18,5 s/d 22,9 (kg/m2). Bila
dilihat dari kriteria ini subyek (a) sudah termasuk gemuk, sedangkan subyek (b) termasuk
ideal.
Meskipun ada perbedaan kriteria, akan tetapi bila kriteria Sandowsky (2000)
dicermati, maka bila IMT subyek (a) dan (b) dibulatkan diperoleh masing-masing IMT
subyek (a) dan (b) adalah 25 (kg/m2) dan 19 (kg/m2). Berarti bahwa subyek (a) berada pada
batas atas kriteria dan subyek (b) pada batas bawah kriteria. Hal ini ada kesesuaian dengan
hasil penentuan somatotipe, dimana subyek (a) berada pada daerah ujung dekat daerah
mesomofri, sedangkan subyek (b) berada di daerah ujung dekat ektomorfi.
Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan maka dapatlah dikemukakan bahwa
penentuan somatotipe dapat menjadi alternatif dalam menentukan subyek atau sampel
dalam penelitian, misalnya dalam penelitian yang menggunakan rancangan kelompok
kontrol yang menghendaki sampel yang homogen, atau untuk menguji keberartian suatu
tritmen terhadap tubuh subyek dengan rancangan sama subyek.
ASPEK BIOMEKANIKA AKTIVITAS PRAKTIKUM LAPANGAN MAHASISWA JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMA. DR.Rolles Nixon Palilingan, MS. Staf Dosen Jurusan Fisika FMIPA UNIMA 10/21/2008. E-Mail: [email protected].
19
Sebagaimana yang telah diuraikan, pertimbangan penggunaan somatotipe sebagai
alternatif dipandang penting, karena somatotipe ternyata mendeskripsikan karakteristik
tubuh subyek lebih lengkap mengenai bentuk dan komposisi tubuh, dibandingkan dengan
penentuan IMT yang hanya dilihat dari berat dan tinggi badan.
2. PENENTUAN TITIK BERAT DAN MANFAATNYA
Setiap objek (benda atau mahluk hidup) yang ada di muka bumi ini mengalami
gaya gravitasi yang bekerja pada pusat massa atau titik berat objek itu ke titik pusat bumi.
Manusia sebagai mahluk hidup dalam segala aktivitasnya juga akan mengalami
gaya gravitasi. Gaya gravitasi bekerja pada pusat massa (titik berat) manusia yang
besarnya ditentukan oleh massa total tubuh manusia (jumlah kuantitas zat yang terkandung
dalam tubuh manusia) dan percepatan gravitasi setempat dimana manusia melakukan suatu
aktivitas.
Gaya gravitasi akan menimbulkan momen gaya, tergantung pada posisi tubuh pada
suatu saat dan titik tumpuh tubuh pada saat itu. Besar momen gaya adalah perkalian antara
gaya dan lengan gaya, yaitu jarak antara titik pangkal gaya dan titik tumpuh (atau pusat
rotasi).
Pada tubuh manusia pengertian titik berat, gaya berat, lengan gaya, dan momen
gaya dapat diterapkan pada segmen-segmen tubuh manusia ataupun tubuh manusia secara
keseluruhan. Oleh karena itu analisis untuk menentukan titik berat tubuh manusia harus
dimulai dengan analisis terhadap titik berat tiap-tiap segmen tubuh.
Bidang olahraga (Simonian, 1980; Gabriel, 1996) dan bidang yang membahas
mengenai kerja manusia yaitu ergonomi (Grandjean, 1988; Chaffin and Andersson, 1991;
Bridger, 2003; Philips, 2000) banyak menggunakan konsep titik berat dan besaran-besaran
yang terkait dengannya (massa, gaya, lengan gaya, dan momen gaya) dalam menilai
gerakan-gerakan dan pekerjaan atau aktivitas yang dilakukan.
Dalam cabang olahraga tertentu (misalnya senam) analisis mengenai titik berat
selama proses suatu gerakan, dapat diketahui posisi-posisi atau gerakan yang seharusnya
dilakukan agar diperoleh gerakan atau performance yang optimal. Demikian juga dalam
bidang ergonomi, analisis mengenai titik berat selama proses suatu aktivitas kerja, dapat
ASPEK BIOMEKANIKA AKTIVITAS PRAKTIKUM LAPANGAN MAHASISWA JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMA. DR.Rolles Nixon Palilingan, MS. Staf Dosen Jurusan Fisika FMIPA UNIMA 10/21/2008. E-Mail: [email protected].
20
diketahui sikap kerja yang seharusnya dilakukan agar kerja yang dilakukan aman dan tidak
berpotensi menimbulkan keluhan-keluhan bagi pekerja (Bridger, 2003; Chaffin and
Andersson, 1991).
Seperti pada uraian pada Bab II penentuan titik berat pada manusia merupakan
aplikasi konsep biofisika dimana konsep fisika dan matematika diterapkan pada sistem
yang hidup, sebagaimana halnya tubuh manusia. Pada uraian berikut ini dibahas tentang
salah satu aplikasi konsep matematika (khususnya kalkulus) dan fisika untuk menentukan
titik berat tubuh pada suatu posisi tertentu dalam dua dimensi.
2.1. Konsep Dasar Mengenai Titik Berat.
Konsep dasar mengenai titik berat didasarkan pada teori diferensial kalkulus dan
teori gaya gravitasi. Pandanglah sebuah benda berbentuk sembarang dengan massa total
sebesar M yang terletak pada kerangka acuan X-Y seperti pada Gambar 3.1. Misalkan titik
pusat massa dari benda tersebut adalah titik C(Cx, Cy). Benda akan mengalami gaya
gravitasi sebesar W = M.g (Simonian, 1980; Halliday and Resnick, 1991; Philips, 2000).
Pada benda tersebut terdapat elemen massa dm yang terletak pada poisis x terhadap
sumbu-Y. Elemen tersebut akan mengalami gaya gravitasi sebesar dw = (dm)g.
Momen gaya W terhadap sumbu-Y adalah
= W.Cx. Momen gaya elemen dw
adalah d = (dm).g.x. Menurut teori kalkulus dapat dituliskan,
d = (dm).g.x
dô = g.dm.x = g dm.x
ô = g x.dm
(3.12)
ASPEK BIOMEKANIKA AKTIVITAS PRAKTIKUM LAPANGAN MAHASISWA JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMA. DR.Rolles Nixon Palilingan, MS. Staf Dosen Jurusan Fisika FMIPA UNIMA 10/21/2008. E-Mail: [email protected].
21
Bila benda berbentuk sembarang terdiri dari elemen-elemen massa berhingga maka bentuk
diferensial dari persamaan (3.12) dapat dituliskan dalam bentuk (dikembangkan dari
Halliday and Resnick, 1991 dan Philips, 2000),
n n
i i 1 1 2 2 n ni=1 i=1
ô = g x .Äm =g (x Äm )+(x Äm )+...+(x Äm )
(3.13)
Karena
= W.Cx = (M.g). Cx, maka dari persamaan (3.13), posisi Cx dapat dituliskan
menjadi,
n
1 1 2 2 n ni=1
x
(x Äm )+(x Äm )+...+(x Äm )C =
M
(3.14)
Dengan cara yang sama, terhadap sumbu-X akan diperoleh posisi Cy sebagai,
n
1 1 2 2 n ni=1
y
(y Äm )+(y Äm )+...+(y Äm )C =
M
(3.15)
W = M.g
dw = (dm).g
x
Cx (Cx, Cy)
X
Y
Gambar 3.1. Benda Berbentuk Sembarang, terletak dalam Kerangka Acuan X-Y. Benda Mengalami Gaya Gravitasi W=m.g. Elemen Massa dm Mengalami Gaya Gravitasi dw=(dm).g.
ASPEK BIOMEKANIKA AKTIVITAS PRAKTIKUM LAPANGAN MAHASISWA JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMA. DR.Rolles Nixon Palilingan, MS. Staf Dosen Jurusan Fisika FMIPA UNIMA 10/21/2008. E-Mail: [email protected].
22
Dengan mengetahui titik pusat setiap elemen, yaitu (x1, y1) sampai (xn, yn) dan massa
setiap elemen, yaitu m1 sampai mn, maka titik pusat massa dari benda berbentuk
sembarang C(Cx, Cy) dapat dihitung.
2.2. Aplikasi Penentuan Titik Berat pada Tubuh Manusia
Dalam menentukan titik berat (pusat massa) pada manusia, manusia dapat
dipandang sebagai benda yang tersusun atas elemen-elemen. Elemen-elemen yang
menentukan pada tubuh manusia, tidak lain adalah segmen-segmen tubuh seperti: 1) leher
dan kepala, 2) badan, 3) lengan (atas dan bawah), 4) tangan, 5) tungkai (atas dan bawah),
dan 6) kaki. Agar jelas segmen-segmen yang dimaksud, maka Gambar 3.2 menunjukkan
segmen-segmen tersebut.
Manusia tentunya tidak sama dengan benda tegar, yang dapat berupa benda
homogen ataupun tidak. Segmen-segmen tubuh manusia tidak dapat dikatakan homogen
karena setiap segmen memiliki kepadatan yang berbeda dari pangkal (proksimal) ke ujung
(distal). Titik pangkal suatu segmen adalah titik dimana segmen tersebut bertumpuh untuk
bergerak, jadi dapat dipandang sebagai engsel dari segmen. Titik proksimal dan distal tiap
segmen pada Gambar 3.2 diberikan sebagaimana pada Tabel 3.3.
Apabila titik berat (pusat massa) setiap segmen diketahui maka titik berat dari
tubuh manusia secara keseluruhan dapat diketahui. Dari beberapa sumber (Gabriel, 196;
Chaffin dan Andersson, 1991), letak titik berat tiap-tiap segmen dapat diberikan pada
Tabel 3.4.
Dengan menggunakan data pada Tabel 3.3 dan Tabel 3.4, serta dengan
menggunakan prinsip yang dijelaskan oleh persamaan (3.14) dan persamaan (3.15) maka
titik berat (pusat massa total) tubuh manusia dapat ditentukan pada berbagai posisi dalam
dua dimensi.
ASPEK BIOMEKANIKA AKTIVITAS PRAKTIKUM LAPANGAN MAHASISWA JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMA. DR.Rolles Nixon Palilingan, MS. Staf Dosen Jurusan Fisika FMIPA UNIMA 10/21/2008. E-Mail: [email protected].
23
Gambar 3.2. Penjelasan Segmen-segmen Tubuh Manusia. Setiap Segmen diwakili oleh Pasangan Titik Proksimal dan Distal. Misalnya Segmen Lengan Atas Kiri Diwakili oleh HG; Tungkai Atas Kanan oleh PQ; dan Seterusnya (gambar di kembangkan dari Wilson and Corlett, 1990).
lengan atas kanan
lengan bawah kanan
tangan kanan
lengan atas kiri
lengan bawah kiri
tangan kiri
tungkai atas kanan
tungkai bawah kanan
kaki kanan
tungkai atas kiri
tungkai bawah kiri
kaki kiri
Badan
Kepada dan leher
B
A
C
D
E
F
H
H
I
J
K
L
M
N
O
P
Q
R S
ASPEK BIOMEKANIKA AKTIVITAS PRAKTIKUM LAPANGAN MAHASISWA JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMA. DR.Rolles Nixon Palilingan, MS. Staf Dosen Jurusan Fisika FMIPA UNIMA 10/21/2008. E-Mail: [email protected].
24
Tabel 3.3. Titik proksimal dan distal tiap segmen pada tubuh manusia.
No.
Segmen Titik Proksimal
Titik Distal
1
Kaki kiri B A 2
Kaki kanan R S 3
Tungkai bawah kiri C B 4
Tungkai bawah kanan Q R 5
Tungkai atas kiri D C 7
Tungkai atas kanan P Q 8
Tangan kiri F E 9
Tangan kanan N O 10
Lengan bawah kiri G F 11
Lengan bawah kanan M N 12
Lengan atas kiri H G 13
Lengan atas kanan L M 14
Leher dan kepala J K 15
Badan I J
Tabel 3.4. Letak Titik Berat Segmen Tubuh Manusia dari Titik Proksimal Dihitung dari Presentase Panjang Total Segmen.
Menurut Matsui Bernstein Cleaveland
Dempster Segmen
Kepala & leher 63 65 – – – – – 52 Tubuh 52 52 – – – 53 – 60,4 Lengan atas 46 46 – 48,40 – 42 – 43,6 Lengan bawah 42 41 – 41,74 – 42 – 43,0 Tangan 50 50 – – – – 50,6 Tungkai atas 42 42 – 38,88 – 36 – 43,3 Tungkai bawah 42 41 – 42,26 – 42 – 43,3 Kaki 50 50 – – – – – 42,9
Gambar 3.3. menunjukkan contoh posisi tubuh mahasiswa pada saat melakukan
aktivitas praktikum lapangan.
2.3. Penggunaan Komputer Sebagai Tool dalam Analisis Titik Berat
ASPEK BIOMEKANIKA AKTIVITAS PRAKTIKUM LAPANGAN MAHASISWA JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMA. DR.Rolles Nixon Palilingan, MS. Staf Dosen Jurusan Fisika FMIPA UNIMA 10/21/2008. E-Mail: [email protected].
25
Tubuh manusia dengan berbagai posisi sebagaimana dicontohkan pada Gambar 3.3
dapat ditentukan titik beratnya dengan menggunakan bantuan komputer sebagai tool.
Berikut ini akan dibahas penentuan titik berat tubuh dengan menggunakan program
komputer Microsoft khususnya Excel 2003 dan Publisher 2003 dan juga Photoshop 7,0
atau program lainnya.
Tabel 3.5. Presentase Berat Segmen terhadap Berat Total Tubuh.
No.
Segmen % Berat Tubuh
1
Kaki kiri 1.50
2
Kaki kanan 1.50
3
Tungkai bawah kiri 4.70
4
Tungkai bawah kanan 4.80
5
Tungkai atas kiri 12.80
7
Tungkai atas kanan 12.90
8
Tangan kiri 0.17
9
Tangan kanan 0.50
10
Lengan bawah kiri 1.60
11
Lengan bawah kanan 1.60
12
Lengan atas kiri 3.00
13
Lengan atas kanan 3.00
14
Leher dan kepala 7.04
15
Badan 51.40
Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam perhitungan titik berat dengan
menggunakan program-program tersebut adalah sebagaimana uraian berikut. Misalkan
gambar orang yang akan ditentukan titik beratnya adalah Gambar 3.3.
1. Gunakan program photoshop 7,0 (atau program lain yang sejenis) untuk
memindahkan gambar ke dalam file melalui alat scanner. Bila gambar sudah dalam
bentuk file foto (dengan format JPG, PNG, BMP, PSD, atau PDD) maka gambar
tersebut dapat langsung dipindahkan ke Photoshop atau Microsoft Picture Manager
untuk untuk Editing. Dengan Photoshop gambar tersebut dapat diubah-ubah
ukurannya sesuai kebutuhan.
ASPEK BIOMEKANIKA AKTIVITAS PRAKTIKUM LAPANGAN MAHASISWA JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMA. DR.Rolles Nixon Palilingan, MS. Staf Dosen Jurusan Fisika FMIPA UNIMA 10/21/2008. E-Mail: [email protected].
26
2. Persiapkan kertas kerja dengan program Microsoft Publisher atau Visio. Set
halaman kerja dengan ukuran yang sama, misalnya 20 x 20 cm. Munculkan grid
sesuai kebutuhan, misalnya per 0,1 cm, 0,2 cm dan lain-lain.
3. Pindahkan Gambar yang dibentuk dengan program Photoshop (disimpan dalam
format JPG) ke dalam lembar kerja Publisher atau Visio.
4. Pada halaman kerja buat sistim koordinat, garis horisontal X dan garis vertikal Y.
5. Tentukan titk-titik proksimal dan distal setiap segmen. Secara umum bila titik A
(x1, y1) adalah titik proksimal dan titik B (x2, y2) adalah titik distal maka panjang
segmen tersebut adalah:
2 22 1 2 1AB= (x -x ) +(y -y )
(3.16)
Dengan prinsip ini panjang setiap segmen dapat dihitung dengan mudah.
6. Tentukan arah atau gradien dari segmen, dengan persamaan;
Gambar 3.3. Contoh Posisi Tubuh Mahasiswa dalam Aktivitas Praktikum Lapangan. Dengan Menempatkan Gambar Tersebut pada Kerangka Acuan X-Y, dan Menentukan Titik Berat Setiap Segmen, dapat Ditentukan Titik Berat Total Tubuh.
ASPEK BIOMEKANIKA AKTIVITAS PRAKTIKUM LAPANGAN MAHASISWA JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMA. DR.Rolles Nixon Palilingan, MS. Staf Dosen Jurusan Fisika FMIPA UNIMA 10/21/2008. E-Mail: [email protected].
27
2 1
2 1
y -ym =
x -x
(3.17)
7. Tentukan besar sudut segmen dengan menggunakan persamaan,
2 1
2 1
y -yá = arc tgn
x -x
(3.18)
8. Tentukan letak titik berat tiap segmen berdasarkan ketentuan pada Tabel 3.
Misalkan untuk suatu segmen letak titik pusatnya 42% dari proksimal, maka
panjang x dan y dari segmen (Gambar 3.4) adalah
x = (0,42)(AB) cos dan y = (0,42)(AB) sin
(3.19)
Bila titik proksimal dipandang sebagai titik pusat (khususnya dalam penentuan titik
berat tiap segmen) maka untuk posisi seperti Gambar 3.4, bila titik proksimal
adalah (X, Y) maka titik pusat segmen AB secara umum ditulis sebagai,
Cx(segmen AB) = X + (a)x dan Cy(segmen AB) = b + (a)y (3.20)
dimana a dan b bernilai –1 atau 0 atau +1.
X
Y
A(x1, x2)
B(x1, x2) 2 2
2 1 2 1AB= (x -x ) +(y -y )
Gambar 3.4.
Titik pusat segmen
y
x
ASPEK BIOMEKANIKA AKTIVITAS PRAKTIKUM LAPANGAN MAHASISWA JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMA. DR.Rolles Nixon Palilingan, MS. Staf Dosen Jurusan Fisika FMIPA UNIMA 10/21/2008. E-Mail: [email protected].
28
Dalam hal ini untuk posisi pada Gambar 3.4 nilai a = + 1 dan nilai b = +1. Secara
lengkap empat kemungkinan letak titik distal terhadap titik proksimal dtunjukkan
pada Gambar 3.5. Posisi (a) letak titik distal arah kuadran I; poisisi (b) arah kuadran
II; posisi (c) arah kuadran III; posisi (d) arah kuadran IV.
Jadi Cx(segmen) dan Cy(segmen) ditentukan dengan menggunakan persamaan (3.20).
9. Setelah semua titik pusat segmen telah ditentukan maka titik berat (titik pusat
massa) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (3.14) dan persamaan
(3.15) serta data pada Tabel 3.4 dan tabel 3.5.
10. Langkah-langkah perhitungan sebagaimana yang telah dikemukakan dapat dihitung
dengan menggunakan program Excel 2003.
Hasil analisis penentuan titik berat untuk seseorang mahasiswa dengan posisi
seperti pada Gambar 3.3 dengan program Excel diberikan dalam Lampiran 4. Persamaan-
persamaan yang digunakan dalam perhitungan untuk setiap sel pada lembar kerja (sheet)
program Excel diberikan dalam Lampiran 5.
Gambar 3.6 menunjukkan hasil penentuan titik berat (pusat massa) dengan
menggunakan program Excel, yang digambar dengan menggunakan program Publisher
atau Visio. Secara sederhana program sebagaimana Lampiran 4 dan Lampiran 5 dapat
(X, Y)
(x, y)
–1 –1
X
Y
(X, Y)
(x, y)
+1 –1
X
Y
(X, Y)
(x, y)
+1 +1
X
Y
(X, Y)
(x, y)
–1 +1
X
Y
Gambar 3.5.
Tititk pusat: X + (–1)x; Y + (+1)y
Tititk pusat: X + (+1)x; Y + (+1)y
Tititk pusat: X + (–1)x; Y + (–1)y
Tititk pusat: X + (+1)x; Y + (–1)y
(a) (b)
(c) (d)
ASPEK BIOMEKANIKA AKTIVITAS PRAKTIKUM LAPANGAN MAHASISWA JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMA. DR.Rolles Nixon Palilingan, MS. Staf Dosen Jurusan Fisika FMIPA UNIMA 10/21/2008. E-Mail: [email protected].
29
ditunjukkan seperti pada Tabel 3.6. Dalam program seperti pada Tabel 3.6, data yang
diperlukan hanyalah data titik proksimal dan distal setiap segmen serta data % dari
proksimal yang dipilih (misalnya menurut Matsui atau Dempster) dan kuadran letak titik
distal terhadap proksimal suatu segmen.
Gambar 3.6. Hasil Penentuan Pusat Massa (titik berat) dengan Menggunakan Program Excel dan Program Publisher untuk Gambar 3.3.
Dengan menggunakan program sederhana ini, maka dengan mudah dapat
ditentukan titik berat (pusat massa) tubuh manusia dalam berbagai bentuk posisi
sebagaimana yang dicontohkan pada Gambar 3.3 ataupun kemungkinan posisi-posisi
lainnya.
ASPEK BIOMEKANIKA AKTIVITAS PRAKTIKUM LAPANGAN MAHASISWA JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMA. DR.Rolles Nixon Palilingan, MS. Staf Dosen Jurusan Fisika FMIPA UNIMA 10/21/2008. E-Mail: [email protected].
30
Tabel 3.6. Program Secara Sederhana. Hanya Dibutuhkan Data: Titik Proksimal dan Distal Setiap Segmen; % dari Proksimal; % Berat dan Kuadran Titik Distal. Untuk Gambar 3.3.
2.4. Manfaat Penentuan Titik Berat
ASPEK BIOMEKANIKA AKTIVITAS PRAKTIKUM LAPANGAN MAHASISWA JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMA. DR.Rolles Nixon Palilingan, MS. Staf Dosen Jurusan Fisika FMIPA UNIMA 10/21/2008. E-Mail: [email protected].
31
Dengan menentukan titik berat maka manfaat utama yang dapat diperoleh adalah
dapat dilakukan evaluasi tentang jenis gerakan atau sikap kerja yang dilakukan dilihat dari
besarnya beban yang harus ditanggung oleh otot-otot manusia (termasuk bagian origio dan
insertio).
Berdasarkan prinsip-prinsip yang sudah dikemukakan maka semakin besar momen
gaya yang terbentuk dari gerakan atau posisi tubuh dalam melakukan suatu pekerjaan maka
semakin besar beban yang harus ditanggung oleh semua otot-otot yang terlibat dalam
gerakan atau sikap tersebut.
Hasil pada Gambar 3.6 dan Tabel 3.6 menunjukkan bahwa apabila ditarik garis
lurus vertikal ke bawah dari titik berat maka terlihat bahwa garis tersebut sudah berada
agak di luar titik tumpuh kedua kaki. Posisi seperti ini bila dilakukan dalam waktu yang
cukup lama dan dengan frekuensi yang cukup tinggi berpotensi menimbulkan keluhan-
keluhan otot.
2.5. Aplikasi pada Konteks Aktivitas Paktikum Lapangan
Setelah membahas bagian kedua dalam bab ini maka dapatlah dikemukakan bahwa
ternyata konsep dasar tentang berat benda (massa, gaya, lengan gaya, momen gaya) sangat
penting dalam aplikasi pada manusia, khususnya untuk menganalisis titik berat atau pusat
massa tubuh manusia berkaitan dengan gerakan-gerakan atau sikap kerja dalam berbagai
aktivitas yang dilakukan.
Oleh karena itu diharapkan bahwa pemahaman tentang konsep titik berat yang telah
diperoleh setelah membahas makalah ini dapat memberikan dasar yang diperlukan untuk
dapat melakukan analisis-analisis secara tepat dan cermat dalam aplikasi-aplikasi yang
penting pada manusia dalam melakukan berbagai aktivitas, agar manfaat pemahaman
tersebut benar-benar dapat dirasakan dalam upaya menuju sistem kerja yang ergonomis.
Sebagaimana yang telah diuraikan pada bab II, hasil pengamatan langsung
menunjukkan bahwa dalam konteks aktivitas praktikum lapangan penentuan titik berat
amat penting. Apabila pertimbangan konsep ini dilakukan untuk menganalisis gerakan-
gerakan tubuh dan anggota tubuh serta posisi-posisi yang harus dilakukan sebagai tuntutan
ASPEK BIOMEKANIKA AKTIVITAS PRAKTIKUM LAPANGAN MAHASISWA JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMA. DR.Rolles Nixon Palilingan, MS. Staf Dosen Jurusan Fisika FMIPA UNIMA 10/21/2008. E-Mail: [email protected].
32
pekerjaan, maka diharapkan dapat direncanakan intervensi yang paling tepat dari sisi
biomekanika untuk menuju sistem kerja praktikum lapangan yang benar-benar ergonomis.
3. TUAS DAN APLIKASINYA
Sebagaimana telah dikemukakan pada Bab II bahwa tuas merupakan salah satu
konsep biomekanika yang penting dalam aktivitas praktikum lapangan. Oleh karena itu
dalam bagian ini dibahas mengenai pokok-pokok bahasan yang terkait dengan konsep
tersebut. Pokok bahasan utama adalah: prinsip dasar tuas, macam-macam tuas dan aplikasi
tuas dalam aktivitas praktikum.
3.1 Prinsip Dasar Tuas
Suatu sistem tuas (lever) merupakan bentuk sistem mesin yang paling sederhana
yang ada di alam. Salah satu contoh dari sistem ini adalah sistem papan jungkit (timbang
bolong) sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 3.8.
Bila digambarkan gaya-gaya yang bekerja dan titik tumpuh (titik pusat rotasi, fulctrum)
maka Gambar 3.8 dapat dilukiskan kembali menjadi seperti tampak pada Gambar 3.9.
Jarak terdekat gaya beban dan gaya upaya dari pusat rotasi (fulctrum) disebut
lengan beban (load arm) dan lengan upaya (effort arm). Dengan mengambil momen-
momen sekitar titik pusat rotasi F, dan dengan menerapkan prinsip keseimbangan statik,
dapat dituliskan (Philips, 2000; Bagchee and Bhattacharya, 1996; Chaffin and Andersson,
1991),
Gambar 3.8.
ASPEK BIOMEKANIKA AKTIVITAS PRAKTIKUM LAPANGAN MAHASISWA JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMA. DR.Rolles Nixon Palilingan, MS. Staf Dosen Jurusan Fisika FMIPA UNIMA 10/21/2008. E-Mail: [email protected].
33
M = 0 (3.21)
Beban x Lengan beban – Upaya x Lengan upaya = 0 (3.22)
atau
Beban x Lengan beban = Upaya x Lengan upaya (3.23)
Dengan menggunakan besaran-besaran yang ada pada Gambar 3.9, dapat dituliskan,
L dL = E dE (3.24)
E = L
E
Ld
d (3.25)
Jadi,
(3.26)
Besarnya gaya, atau upaya yang diperlukan untuk menyeimbangkan beban dapat dibuat
bervariasi dengan mengubah rasio lengan beban dan lengan upaya. Oleh karena itu,
penempatan posisi titik pusat rotasi (fulctrum) terhadap gaya beban dan gaya upaya sangat
penting dalam penentuan nilai gaya yang diperlukan untuk menyeimbangkan beban.
Keuntungan mekanis (mechanical advantage) didefinisikan sebagai rasio beban dan upaya
Upaya = Lengan Beban
x BebanLengan upaya
Gambar 3.9
fulctrum
E
L
F
ASPEK BIOMEKANIKA AKTIVITAS PRAKTIKUM LAPANGAN MAHASISWA JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMA. DR.Rolles Nixon Palilingan, MS. Staf Dosen Jurusan Fisika FMIPA UNIMA 10/21/2008. E-Mail: [email protected].
34
yang dibutuhkan untuk menyeimbangkannya, dan dapat dituliskan dalam bentuk
persamaan,
(3.27)
dimana KM = keuntungan mekanis.
Nilai keuntungan mekanis lebih besar dari satu (KM > 1) berarti upaya yang
dibutuhkan untuk menyeimbangkan beban adalah lebih kecil dari pada beban itu sendiri.
Sebagai contoh bila diperoleh KM = 4 berarti upaya yang dilakukan ¼ kali beban itu
sendiri.
Menurut Bagchee and Bhattacharya (1996) kebanyakan sistem tuas yang terdapat
pada tubuh manusia sebenarnya bekerja pada suatu keadaan ketidakberuntungan secara
mekanis yaitu dengan KM < 1, yang membutuhkan upaya yang lebih besar daripada beban
yang diseimbangkan. Sebagai contoh bila KM = ¾ berarti upaya yang dilakukan 4/3 kali
beban itu sendiri. Jadi upaya lebih besar dari pada beban.
Beberapa contoh sistem tuas yang terdapat dalam tubuh manusia dapat
diklasifikasikan pada tiga kelas utama, berdasarkan posisi dari gaya beban (L) dan gaya
upaya (E) terhadap pusat rotasi (F). Ketiga kelas sistem tuas tersebut diperlihatkan pada
Gambar 3.10. Dalam gambar tersebut juga telah ditunjukan, tulang sebagai lengan tuas,
sendi sebagai titik tumpu, titik perlekatan otot pada tulang yakni origio & insertio otot
sebagai titik gaya dan titik berat benda/beban, pada ketiga sistem tuas.
Ketiga tipe tuas yang telah dijelaskan pada Gambar 3.10 terdapat dalam tubuh
manusia dalam segmen-segmennya. Oleh karena itu dengan pemahaman terhadap ketiga
tipe tuas tersebut maka dapatlah dievaluasi secara tepat tentang gerkan-gerakan segmen
tubuh yang memberikan beban yang berlebihan pada tulang, sendi dan otot dilihat dari
prinsip tuas sebagaimana yang telah dijelaskan.
Gambar 3.11 memberikan beberapa deskripsi lagi mengenai beberapa tipe tuas
dalam tubuh manusia, sedangkan Gambar 3.12 memberikan contoh-contoh lainnya yang
menggunakan prinsip tuas dalam kehidupan sehari-hari.
Beban Lengan upayaKM = =
upaya Lengan beban
ASPEK BIOMEKANIKA AKTIVITAS PRAKTIKUM LAPANGAN MAHASISWA JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMA. DR.Rolles Nixon Palilingan, MS. Staf Dosen Jurusan Fisika FMIPA UNIMA 10/21/2008. E-Mail: [email protected].
35
Gambar 3,10. Tiga Tipe Tuas dalam Tubuh Manusia. (a) Tipe Kelas I, (b) Tipe Kelas II dan (c) Tipe Kelas III.
(b) Tuas Kelas II
Fulcrum
Effort Load
origio
insertio
insertio
origio
lengan tuas
(a) Tuas Kelas I
Fulcrum
Load Effort
(c) Tuas Kelas III
insertio
origio
lengan tuas
Fulcrum
Load Effort
ASPEK BIOMEKANIKA AKTIVITAS PRAKTIKUM LAPANGAN MAHASISWA JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMA. DR.Rolles Nixon Palilingan, MS. Staf Dosen Jurusan Fisika FMIPA UNIMA 10/21/2008. E-Mail: [email protected].
36
3.2 Manfaat Tuas dalam Sistem Kerja
Dengan mengetahui tipe-tipe tuas serta aplikasinya dalam tubuh manusia maka ada
banyak manfaat yang dapat diperoleh dilihat dari sudut pandang ergonomi bila diterapkan
dalam suatu sistem kerja.
Di tinjau dari sudut ergonomi, keuntungan mengetahui tipe-tipe tuas ini dalam
suatu sistem kerja adalah dapat dijadikan dasar untuk evaluasi secara biomekanika tentang
berbagai jenis gerakan tubuh dalam melakukan berbagai macam pekerjaan. Gerakan-
gerakan tubuh dan segmen-segmen tubuh yang berpotensi menimbulkan keluhan-keluhan
atau cedera pada otot atau sendi adalah gerakan-gerakan yang menyebabkan beban yang
tinggi, dilihat dari prinsip keuntungan mekanis sebagaimana pada persamaan (3.26),
ASPEK BIOMEKANIKA AKTIVITAS PRAKTIKUM LAPANGAN MAHASISWA JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMA. DR.Rolles Nixon Palilingan, MS. Staf Dosen Jurusan Fisika FMIPA UNIMA 10/21/2008. E-Mail: [email protected].
37
Sebagaimana yang sudah dikemukakan pada bagian 3.1. bahwa kebanyakan sistem
tuas yang terdapat pada tubuh manusia sebenarnya bekerja pada suatu keadaan
ketidakberuntungan secara mekanis yaitu dengan KM < 1, yang membutuhkan upaya yang
lebih besar daripada beban yang diseimbangkan. Oleh karena itu dari sisi prinsip ergonomi
perlu diadakan evaluasi pada berbagai jenis pekerjaan yang dilakukan sehingga dapat
diberikan batasan-batasan mengenai beban maksimal yang dapat diijinkan. Pertimbangan-
pertimbangan seperti ini telah banyak dilakukan dalam ergonomi, terutama dalam sistem
angkat-angkut.
Upaya = Lengan Beban
x BebanLengan upaya
Gambar 3.11. Beberapa Tuas Lainnya dalam Tubuh Manusia.
Effort
Load
E
F
L
ASPEK BIOMEKANIKA AKTIVITAS PRAKTIKUM LAPANGAN MAHASISWA JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMA. DR.Rolles Nixon Palilingan, MS. Staf Dosen Jurusan Fisika FMIPA UNIMA 10/21/2008. E-Mail: [email protected].
38
Gerakan-gerakan tubuh juga untuk berbagai jenis pekerjaan perlu dievaluasi
sehingga gerakan-gerakan yang terlalu membebani otot (origio dan insertio) dan sendi
(sebagai pusat rotasi) dan juga tulang sebagai lengan tuas perlu dibatasi misalnya prihal:
frekuensi melakukan gerakan, atau cara melakukan gerakan. Dengan demikian
kemungkinan-kemungkinan kelelahan dan cedera otot dan sendi dapat dihindari, ataupun
ditekan sampai sekecil mungkin.
(a) Tuas Tipe Kelas I
F
E
L
E
E
F
L
L
E
F
ASPEK BIOMEKANIKA AKTIVITAS PRAKTIKUM LAPANGAN MAHASISWA JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMA. DR.Rolles Nixon Palilingan, MS. Staf Dosen Jurusan Fisika FMIPA UNIMA 10/21/2008. E-Mail: [email protected].
39
E
L
F
(b) Tuas Tipe Kelas II
L
E
F
E
L
E
F
L
F
(b) Tuas Tipe Kelas III
Gmbar 3.12. Beberapa Prinsip Tuas yang Ada Dalam Kehidupan Sehari-hari. (a) Tipe Kelas I, (b) Tipe Kelas II, dan (c) Tipe Kelas III.
L
E
F F
L
E
ASPEK BIOMEKANIKA AKTIVITAS PRAKTIKUM LAPANGAN MAHASISWA JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMA. DR.Rolles Nixon Palilingan, MS. Staf Dosen Jurusan Fisika FMIPA UNIMA 10/21/2008. E-Mail: [email protected].
40
3.3 Aplikasi Konsep Tuas dalam Aktivitas Praktikum Lapangan
Sebagaimana yang telah diuraikan, tuas ternyata banyak terdapat dalam sistem
tubuh manusia pada setiap segmen tubuh, terutama ketika segmen-segmen tersebut terlibat
dalam melakukan suatu aktivitas kerja.
Pada Bab II telah dikemukakan bahwa dalam sistem kerja aktivitas praktikum
lapangan mahasiswa lebih banyak statis, dalam arti sangat jarang untuk melakukan gerakan
memindahkan tubuh dari satu tempat ke tempat lainnya dengan kecepatan yang cukup
signifikan. Aksi yang lebih menonjol adalah mengubah-ubah posisi tubuh dan
menggerakkan anggota-anggota atau segmen-segmen tubuh pada waktu melakukan
aktivitas sebagai tuntutan pekerjaan. Kondisi ini telah ditunjukkan secara visual dalam
Gambar 2.1.
Oleh karena itu dalam konteks praktikum lapangan, apabila hendak mengadakan
perbaikan-perbaikan terhadap sistem kerja agar mahasiswa yang melakukan aktivitas
terhindar dari keluhan-keluhan atau sakit pada otot, dan sendi ataupun tulang maka
pertimbangan berdasarkan konsep tuas sangat perlu dilakukan.