BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
SIROSIS HEPATIS
Definisi
Sirosis hepatis (liver cirrhosis) merupakan perjalanan akhir berbagai macam penyakit hati.
Istilah sirosis diperkenalkan pertama kali oleh Laennec pada tahun 1826. Diambil dari bahasa
Yunani scirrhus yang artinya warna orange atau kuning kecoklatan permukaan hati yang
tampak saat otopsi. Banyak bentuk kerusakna hati yang ditandai fibrosis.
Batasan fibrosis sendiri adalah penumpukan berlebihan matriks ekstraseluler (seperti
kolagen, glikoprotein, proteoglikan) dalam hati. Respon fibrosis terhadap kerusakan hati
bersifat reversibel. Namun pada sebagian besar pasien sirosis, proses fibrosis biasanya
ireversibel.
WHO memberikan batsan histologis sirosis sebagai proses kelainan hati yang bersifat
difus, ditandai fibrosis dan perubahan bentuk hati normal ke bentuk nodul-nodul yang
abnormal. Progresivitas kerusakan hati ini dapat berlangsung dalam waktu beberapa minggu
sampai beberapa tahun.5
Epidemiologi
Sirosis hati di jumpai di seluruh negara termasuk Indonesia. Kejadian sirosis hepatis
untuk tiap negara berbeda-beda. Menurut SPELLBERG, SCHIFF; kejadian di Cma, Ceylon
dan India berkisar antara 4 - 7 %, di Afrika Timur 6,7 %, di Chili 8,5 % dan di Amerika
Serikat ditemukan 2 - 4 % dari hasil otopsi. Kejadian sirhosis hati di Yogyakarta menurut
ARYONO ; selama observasi 6 tahun (1969 - 1974) ditemukan 5,35 % dari seluruh penderita
yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Pugeran Yogyakarta. Berdasar
pengamatan penulis selama 9 tahun (1966 - 1974) ditemukan 5,2 % dari seluruh penderita
yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Di RSUP
Padang menurut YULIUS dan HANIF selama tahun 1968 - 1972 ditemukan 39,3% penderita
sirosis dari seluruh penderita penyakit hati. 6
Klasifikasi
Kalsifikasi morfologi
Kalsifikasi morfologi jarang dipakai karena sering tumpang tindih satu sama lain.
Sirosis mikronoduler-nodul berbentuk uniform, diamter kurang dari tiga milmeter.
Penyebabnya antara lain: alkoholisme, hemokromatosis, obstruksi billier, obstruksi vena
hepatika. Sirosis makronoduler- nodul bervariasi dengan diamter lebih dari tiga milimeter.
Penyebabnya antara lain: hepatitis kronik B, hepatitis kronik C, defisiensi alfa1antritripsin,
sirorosis bilier. Sirosis campuran antara makronouler dan mikronoduler.6
Klasifikasi etiologi
Sebagian besar jenis sirosis dapat dikalsifikasikan secara etiologis menjadi7:
1. Alkoholik
2. Kriptogenik dan post hepatitis
3. Biliaris
4. Kardiak
5. Metabolik, keturunan dan terkait obat.
Dinegara barat yang tersering akibat alkoholik sedangkan di Indonesia terutama kaibat
Hepatitis B maupun C. Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan virus hepatitis B
menyebabkan sirosis sebesar 40-50% dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20%
penyebabnya tidak diketahui.7
Patofisiologi Fibrosis
Terjadinya fibrosis hati menggambarkan kondisi ketidakseimbanagn antara produksi matriks
esktarselular dan proses degenerasinya. Matriks esktraseluler terdiri dari jaringan ikat
kolagen, glikoproetin dan proteoglikan. Sel-sel stelata, berada dalam ruangan perisinusoidal,
merupakan sel penting untuk produksi matriks ekstraseluler. Sel stelata dapat mulai diaktifasi
menjai sel pembentuk kolagen oleh berbagai faktor parakrin. Seperti faktor yang dilepaskan
oleh sel hepatosit, sel Kupfer dan endotel sinusoid pada saat terjadi kerusakan hati. Sebagai
contoh peningkatan kadar TGF B-1 (dijumpai pada pasien hepatitis C) akan merang sel
stelata untuk memproduksi kolagen.
Peningkatan deposisi kolagen dalam ruang Disse(ruang antara hepatosit dan sinusoid)
dan pengurangan ukuran fenestra endotel akan menimbulkan kapilarisasi sinusoid. Sel sel
stelata yang aktif juga mempunyai sifat konstriksi. Kapilarisasi sinusoid dan konstriksi dapat
memacu hipertensi portal.6
Manifestasi Klinis dan Temuan Klinis
Manifestasi klinis
Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga terkadang ditemukan saat pada
waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karenakelainan penyakit lain.
Gejala awal sirosis kompensata bersifat non spesifik seperti perasaan mudah lelah dan lemas,
mual dan muntah, anoreksia, berat badanberkurang, dan pada laki-laki dapat terjadi
impotensi, testis mengecil, sampaihilangnya dorongan seksualitas.
Gejala-gejala lebih menonjol jika sudah terjadi sirosis dekompensata ,terutama bila
muncul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputihilangnya rambut badan,
gangguan tidur, demam tidak begitu tinggi, gangguanpembekuan darah, perdarahan gusi,
epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus,muntah darah, melena, serta perubahan mental,
meliputi mudah lupa, sukarkonsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.7
Temuan Klinis
Temuan klinis sirosis meliputi spider angio maspiderangiomata (atau spider
telangiektasi), suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini sering
ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Mekanisme terjadinya tidak diketahui, ada
anggapan dikaitkan dengan peningkatan rasio estradiol/testosteron bebas. Tanda ini juga bisa
ditemukan selama hamil, malnutrisi berat, bahkan ditemukan pula pada orang sehat,
walaupun ukuran lesi kecil.
Eritema palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Hal
ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon esterogen. Tanda ini juga tidak
spesifik pada sirosis. Ditemukan pula pada kehamilan, artritis reumatoid, hipertiroidisme dan
keganasan hematologi.Perubahan kuku-kuku Muchrche berupa pita putih horisontal
dipisahkan dengan warna normal kuku. Mekanismenya juga belum diketahui, diperkirakan
akibat hipoalbuminemia. Tanda ini juga bisa ditemukan pada kondisi hipoalbuminemia yang
lain seperti sindrom nefrotik. Jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis bilier.
Osteoartropati gipertrofi suatu periostitis proliferatif kronik, menimbulkan nyeri. Kontraktur
Dupuytren akibat fibrosis fasia palmaris menimbulkan kontraktur fleksi jari-jari berkaitan
dengan alkoholisme tetapi tidak secara spesifik berkaitan dengan sirosis. Tanda ini juga bisa
ditemukan pada pasien diabetes melitus, distrofi refleks simpatetik, dan perokok yang juga
mengkonsumsi alkohol.
Ginekomastia secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan glandula mammae
laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenedion. Selain itu, ditemukan juga
hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-laki, sehingga laki-laki mengalami perubahan ke
arah feniminisme. Kebalikannya pada perempuan menstruasi cepat berhenti sehingga dikira
fase menopause. Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertil. Tanda ini
menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis. Hepatomegali-ukuran hati yang sirotik
bisa membesar, normal atau mengecil. Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan
nodular. Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya
nonalkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta.
Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritonium akibat hipertensi porta dan
hipoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai akibat hipertensi porta. Fetor hepatikum, bau
napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan konsentrasi dimetil sulfid akibat
pintasan porto sistemik yang berat. Ikterus-pada kulit dan membran mukosa akibat
bilirubinemia. Bila konsentrasi bilirubin kurang dari 2-3mg/dl tidak terlihat. Warna urin
terlihat gelap seperti air teh.
Asterixis-bilateral tetapi tidak sinkron berupa gerakan mengepakngepak dari tangan,
dorsofleksi tangan.
Tanda-tanda lain yang menyertai diantaranya:
1. Demam yang tak tinggi akibat nekrosis hepar
2. Batu pada vesika felea akibat hemolisis
3. Pembesaran kelenjar parotis terutama sirosis alkohlik, hal ini akibat sekunder infiltrasi
lemak, fibrosis, dan edema.
Diabetes melitus dialami 15 sampai 30% pasien sirosis. Hal ini akibat resistensi insulin dan
tidak adekuatnya sekresi insulin oleh beta pankreas (Nurdjanah,2009).
Menurut Price (2006), tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:8
1. Adanya ikterus (penguningan) pada penderita sirosis.
Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang merupakan tanda bahwa ia sedang
menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata terjadi ketika liver sakit
dan tidak bisa menyerap bilirubin.Ikterus dapat menjadi penunjuk beratnya kerusakan
sel hati. Ikterus terjadi sedikitnya pada 60 % penderita selama perjalanan penyakit
(Price, 2006).
2. Timbulnya asites dan edema pada penderita sirosis.
Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air menumpuk
pada kaki (edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama asites adalah peningkatan
tekanan hidrostatik pada kapiler usus. Edema umumnya timbul setelah timbulnya
asites sebagai akibat dari hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air (Price, 2006).
3. Hati yang membesar.
Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah. Hati membesar
sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi lembek dan menimbulkan rasa nyeri bila ditekan
(Price, 2006).
4. Hipertensi portal.
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang menetap di atas
nilai normal. Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran
darah melalui hati (Price, 2006).
Hipertensi Portal
Hipertensi portal didefinisikan sebagai peningkatan vena porta yang menetap diatas
normal yaitu 6 – 12 cm H2O. Tanpa memnadng penyakit yang mendasarinya, mekanisme
primer penyebab hipertensi portal adalah peningkatn resistensi terhadap aliran darah melalui
hati. Pembebanan berlebihan sistem porta ini merangsang timbulnya aliran kolateral guna
menghindari obstruksi hepatik (varises). Tekanan balik pada sistem porta menyebabkan
splenomegali dan bertanggung jawab atas timbulnya asites.
Asites merupakan penimbunan cairan intraperitonial yang mengandung sedikit
protein. Faktor utama patogenesis asites adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler
usus dan penurunan tekanan osmotik koloid akibat hipoalbuminemia.
Saluran kolateral penting yang timbul akibat sirosis dan hipertensi portal terdapat
pada esofagus bagian bawah. Pirau darah melalui saluran ini ke vena kava menyebabkan
dilatasi vena-vena tersebut (varises esofagus).
Sirkulasi kolateral juga melibatkan vena superfisial dinding abdoemn dan timbulnya
sirkluasi ini mengakibatkan dilatasi vena-vena sekitar umbilikus (kaput medusa)
Pemeriksaan Laboratorium
Urine
Dalam urine terdapat urobilnogen, juga terdapat bilirubin bila penderita ada ikterus.
Pada penderita dengan asites, maka ekskresi Na dalam urine berkurang, dan pada penderita
yang berat ekskresinya kurang dari 3 mEq (0,1 g).
Tinja
Mungin terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan ikterus,
ekskresi pigmen empedu rendah.
Darah
Biasanya dijumpai normositik normokromik anemia yang ringan, kadang-kadang
dalam bentuk makrositer, yang disebabkan kekurangan asam folik dan vitamin B12 atau
karena spienomegali. Bilamana penderita pernah mengalami perdarahan gastrointestinal
maka baru akan terjadi hipokromik anemi. Juga dijumpai lekopeni bersamaan dengan adanya
trombositopeni. Waktu protrombin memanjang dan tidak dapat kembali normal walaupun
telah diberi pengobatan dengan vitamin K. Gambaran sumsum tulang terdapat
makronormoblastik dan terjadi kenaikan plasma sel pada keadaan kenaikan kadar globulin
dalam darah.6
Tes Faal Hati
Tes faal hati pada sirosis, SGOT dan SGPT meningkat tapi tidak terlalu tinggi. AST
lebih meningkat daripada ALT. Alkali fosfatase, kurang dari 2-3 kali bats normal. Gamma
glutamil transpeptidase (GGT), konsetrasinya sperti halnya alkalifosfatse pada penyakit hati,
konsentrasinya tinggi pada penyakit hati alkoholik kronik. Bilirubin meningkat pada fase
dekompensata.
Albumin sintesisnya dijaringan hati, konsetrasinya menurun sesuai perburukan hati.
Globulin, onsetrasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari pintasan, antigen bakteri
dari sistem porta ke jaringan limfoid, selanjutnya menginduksi produksi imunoglobulin.7
Gambar. Gejala Klinik Sirosis Hati
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi adanya
hipertensi porta. Ultrasonografi (USG) banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi kelaianan di
hati, termasuk sirosi hati. Gambaran USG tergantung pada tingkat berat ringannya penyakit.
Pada tingkat permulaan sirosis akan tampak hati membesar, permulaan irregular, tepi hati
tumpul. Pada fase lanjut terlihat perubahan gambar USG, yaitu tampak penebalan permukaan
hati yang irregular. Sebagian hati tampak membesar dan sebagian lagi dalam batas nomal.
Selain itu juga USG juga bisa untuk melihat asites, splenomegali, trombosis vena porta dan
pelebaran vena portaserta skring adanya karsinoma hati pada pasien sirosis.6
Diagnosis
Pada stadium kompensata sempuran terkadang sangat sulit menegakan diagnosis
sirosis hepatis pada saat ini penegakan diagnosa sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisik,
laboratorium dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksan biopsi hati atau
laparoskopi.7
Komplikasi
Komplikasi sirosis hepatis yang dapat terjadi antara lain: Edema dan asites, SBP, Perdarahan
saluran cerna, Sindroma hepato-renal, Sindroma hepato-pulmoner, Hipersplenisme, dan
Kanker hati.
Asites9
Definisi
Asites adalah penimbunan cairan secara abnormal di rongga peritoneum, asites dapat
disebabkan oleh bayak penyakit. Pada dasarnya penimbunan cairan di rongga peritoneum
dapat terjadai melalui dua mekanisme yaitu transudasi dan eksudasi. Asites yang ada
hubungnya dengan sirosis hati dan hipertensi porta adalah salah satu contoh penimbunan
cairan di rongga peritoneum yang terjadi melalui mekanisme transudasi.
Patofisiologi
Tertimbunya cairan didalam rongga peritoneum merupakan manifestasi dari kelebihan
garam/natrium dan air secara total dalam tubuh, tetapi tidak diketahui secara jelas faktro
pencetusnya. Terbentuk asites merupakan suatu proses patofisiologis yang kompleks dengan
melibatkan berbagai faktor dan mekanisme pembentukan diterangkan dalam 3 hipotesis
berdasarkan temuan eksperimental dan klinik sebagai berikut.
1. Teori underfilling mengemukakan bahwa kelainan primer terbentuknya asites adalah
terjadainya sekuestrasi cairan yang berlebihan dalam splansik vaskular bed
disebabkan hipertensi portal yang meningkatkan tekanan hidrostatik dalam kapiler
kalpiler splanknik dengan akibat menurunya volume darah efektif dalam sirkulasi.
Penurunan volume efektif intravaskular direspon oleh ginjal untuk melakukan
kompensasi dengan menahai air dan garam lebih banyak melalui renin-aldosteron-
simpatis dan melepaskan hormon antodiuretik aldosteron lebih banyak.
2. Teori overflow mengemukakan bahwa kelainan primer terbentuknya asites adalah
retesni air dan garam yang berlebihan tanpa disertai penuruna volume darah efektif.
3. Teori vasodilatasi arteri perifer dapat menyatukan dua teori tersebut. Menurut teori
ini , faktor pembentukan asites yang amat penting adalah hipertensi porta sebagai
faktor lokal dan gangguan fungsi ginjal sebagai fakotr sistemik. Akibat vasokontriksi
dan fibrotisasi terjadi peningkatan resistensi sistem porta dan terjadi hipertensi porta.
Peningkatan resistensi porta diimbangi dengan vasodilatasi spalnknik bed oleh
vasodilator endogen. Peningkatan resistensi sistem porta yang diikuti peningkatan
aliran darah akibat vasodilatasi splanknik bed menyebabkan hipertensi porta menetap.
Hipertensi porta akan meningkatkan tekan transudasi terutam disinusoid dan
selanjutnya kapiler usus. Transudat akan terkumpul di peritoneum.
Hipoalbuminemia, walupun hipertensi portal sangat berperan dalam pembentukan
asites deang terjadinya peningkatan tekaan hidrostatik pada pembuluh darah kapiler
splanknik, makan hipoalbuminemia juga mempunyai peranmelalui tekanan onkotik
plasmamenurun sehingga terjadi ekstravasasi cairan plasma ke ronga peritoneum
Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP)6
Cairan dalam rongga perut merupakan tempat ideal untukpertumbuhan kuman. Dalam
keadaan normal, rongga perut hanyamengandung sedikit cairan, sehingga mampu
menghambat infeksi danmemusnahkan bakteri yang masuk ke dalam rongga perut (biasanya
dariusus), atau mengarahkan bakteri ke vena porta atau hati, di mana merekaakan dibunuh
semua. Pada sirosis, cairan yang mengumpul dalam peruttidak mampu lagi untuk
menghambat invasi bakteri secara normal. Selainitu, lebih banyak bakteri yang mampu
mendapatkan jalannya sendiri dariusus ke asites. Karena itu infeksi dalam perut dan asites ini
disebutsebagai peritonitis bakterispontan (spontaneous bacterial peritonitis) atauSBP. SBP
merupakan komplikasi yang mengancam jiwa pasien.Beberapa pasien SBP ada yang tidak
mempunyai keluhan sama sekali,namun sebagian lagi mengeluh demam, menggigil, nyeri
abdomen, rasatak enak di perut, diare dan asites yang memburuk.
Spontaneous bacterial peritonitis (SBP) dibagi menjadi tiga subkelompok: (1)
peritonitis bakteri spontan didefinisikan jika positif ditemukanbakteri dalam asites, bersama
dengan leukosit polimorfonuklear yangmeningkat dalam ascites (> 250 sel/mm3).
Mikroorganisme yangmenyebabkan SBP terdapat dalam 60% -70% kasus. (2) Kultur
negatifasites neutrocytic (Culture-negative neutrocytic ascites , CNNA) ,penimbunan cairan
(asites) steril, infeksi bakteri tidak dapat dibuktikandengan kultur, hanya peningkatan jumlah
leukosit polimorfonuklear diatasbatas 250 sel/mm3 yang terlihat. Jika sampel asites
mengandung darah,SBP diagnosis dibuat dengan menemukan lebih dari satu
granulositneutrophilic per 250 eritrosit. (3) Monomicrobial non-neutrocyticbacterascites
(hanya bacterascites) jarang dijelaskan. Pada gangguan ini,positif kultur bakteri tidak disertai
dengan peningkatan leukosit. Hal inibiasanya terungkap dalam Child-Pugh pasien kelas A.
Pemulihan daribacterascites dapat terjadi secara spontan (pada 60% -80%), atau
dapatberkembang menjadi SBP khas. Bacterascites cukup sering tanpa gejala,dan antibiotik
digunakan hanya jika gejala muncul dan temuan kulturpersisten.
Perdarahan Varises Esofagus6
Pada pasien sirosis, jaringan ikat dalam hati menghambat alirandarah dari usus yang
kembali ke jantung. Kejadian ini dapat meningkatkantekanan dalam vena porta (hipertensi
portal). Sebagai hasil peningkatanaliran darah dan peningkatan vena porta ini, vena-vena di
bagian bawahesofagus dan bagian bawah atas lambung akan melebar, sehingga timbulvarises
esofagus dan lambung. Semakin tinggi tekanan portalnya.Semakin besar varisesnya, dan
makin besar kemungkinannya pasienmengalami perdarahan varises (Hernomo,
2007).Hipertensi portal adalah peningkatan patologis dalam gradientekanan portal (perbedaan
antara tekanandalam vena portal dan venacava inferior). Hal ini terjadi karena peningkatan
aliran darah portal ataupeningkatan resistensi vaskuler atau kombinasi keduanya. Pada
sirosishepatis, faktor utama yang menyebabkan hipertensi portal adalahpeningkatan resistensi
aliran darah portal dan kemudian berkembangmenjadi peningkatan aliran darah
portalPerdarahan varises biasanya hebat dan tanpa pengobatan yangcepat, dapat berakibat
fatal. Keluhan perdarahan varises bisa berupamuntah darah atau hematemesis. Bahan yang
dimuntahkan dapatberwarna merah bercampur bekuan darah, atau seperti kopi (
coffeegrounds appearance)akibat efek asam lambung terhadap darah.Buangair besar
berwarna hitam dan lembek (melena) dan keluhan lemah danpusing pada saat posisi berubah
( orthostatic dizziness atau fainting),yang disebabkan penurunan tekanan darah mendadak
saat melakukanperubahan posisi berdiri dari berbaring. Perdarahan juga dapat timbul
darivarises manapun dalam usus. Misalnya dalam kolon, meskipun ini jarangterjadi.
Meskipun belum jelas mekanismenya, pasien yang masuk rumah sakit dengan perdarahan
aktif varises esofagus, berisiko tinggi untukmengalami PBS.
Enselopati Hepatik6
Beberapa protein makanan yang masuk ke dalam usus akandigunakan oleh bakteri-
bakteri normal usus. Dalam proses pencernaan ini,beberapa bahan akan terbentuk dalam
usus.Bahan-bahan ini sebagianakan terserap kembali ke dalam tubuh. Beberapa diantaranya
misalnyaamonia, berbahaya terhadap otak. Dalam keadaan normal, bahan-bahantoksik
dibawa dari usus lewat vena porta masuk ke dalam hati untukdidetoksifikasi (Hernomo,
2007).Pada sirosis, sel-sel hati tidak berfungsi normal, baik akibatkerusakan maupun akibat
hilangnya hubungan normal sel-sel ini dengandarah. Sebagai tambahan , beberapa bagian
darah dalam vena portatidak dapat masuk ke dalam hati, tetapi langsung masuk ke vena yang
lain(bypass). Akibatnya, bahan-bahan toksik dalam darah tidak dapat masukke dalam hati.
Sehingga terjadi akumulasi bahan ini di dalam darah.Apabila bahan-bahan ini terkumpul
cukup banyak, fungsi otak akanterganggu. Kondisi ini disebut enselopati hepatik. Tidur lebih
banyak padasiang dibanding malam ( perubahan pola tidur) merupakan tanda awaenselopati
hepatik. Keluhan lain dapat berupa mudahtersinggung, tidakmampu berkonsentrasi, atau
menghitung, kehilangan memori, bingung,dan penurunan kesadaran secara bertahap.
Akhirnya enselopati hepatikyang berat dapat menimbulkan koma dan kematian (Hernomo,
2007).Bahan-bahan toksik ini juga menyebabkan otak pasien sangatsensitif terhadap obat-
obatyang normalnya disaring dan didetoksifikasidalam hati. Dosis berapa obat tersebut harus
dikurangi untuk menghindariefek toksik yang meningkat pada sirosis, terutama obat
golongan sedatifdan obat tidur. Sebagai alternatif, dapat dipilih obat-obat yang lain yangtidak
didetoksifikasi atau dieliminasi lewat hati namun lewat ginjal. Ada tigatipe enselopati hepatik
yang mendasari : tipe A, askibat gagal hati akut;tipe B, akibat pintasan porto-sistemik tanpa
sirosis dan tipe C, akibatpenyakit hati kronik atau sirosis dengan atau tanpa pintasan porto-
sistemik. Dalam beberapa penelitian Enselopati hepatikum dikaitkan denganstatus gizi.
Peneltian soros dkk dengan metode prospektif mengevaluasiEnselopati hepatikum pada 128
pasien dengan sirosis hepatis dariberbagai etiologi. Enselopati hepatikum ini dievaluasi
denganmenggunakan kriteria West Haven dan dua tes psikometri (numberconnection test A
dan B). Enselopati hepatikum didefinisikan sebagaienselopati hepatikum terbuka menurut
kriteria West Haven dan / ataunumber connection test A dan / atau B > 3 standar deviasi dari
populasiumum. Status gizi dievaluasi dengan pengukuran BMI dan antropometriserta
estimasi perubahan berat terakhir. Malnutrisi didefinisikan sebagaipengukuran antropometri
bawah persentil ke-5 sesuai dengan nilai-nilaistandar untuk populasi umum dan / atau BMI <
20 kg/m2Kalaitzakisdan / ataupenurunan berat badan ≥ 5% -10% dalam 3-6 bulan
sebelumnya. Penyakitdiabetes melitus juga dinilai dengan pengukuran glukosa puasa. Dari
hasil peneltian 40% dari pasien tersebut kekurangan gizi, 26% menderita diabetes, dan 34%
enselopati hepatikum. Pasien denganmalnutrisi lebih sering menderita enselopati hepatikum
dibandingkandengan mereka yang tidak kekurangan gizi (46% vs 27%, P = 0,031).Dalam
analisis multivariat, waktu yang dibutuhkan untuk melakukannumber connection test A
secara independen berkorelasi dengan umur,keparahan sirosis dinyatakan dalam skor Child-
Pugh, diabetes danmalnutrisi. Dalam penelitian ini mereka tidak melaporkan seberapa
banyakpasien memiliki diabetes mellitus. Namun, risiko diabetes mellitus telahdilaporkan
meningkat pada pasien dengan sirosis karena hepatitis C danmayoritas pasien yang terdaftar
dalam studi ini 56% memiliki sirosis virus.Oleh karena itu tidak diketahui apakah pasien
dengan enselopatihepatikum memiliki proporsi yang lebih tinggi memiliki
diabetesdibandingkan dengan pasien tanpa enselopati hepatikum.
Penatalaksanaan7
Siorsis merupakan penyakit yang ireversibel. Oleh karena itu, terapinya ditujukan untuk
mengurangi proses penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan
hati, pencegahan dan penanganan kompilkasi.
Penatalaksanaan sirosis kompensata
Bertujuan untuk mengurangi progresi kerusakan hati, meliputi:
1. Menghilangkan etiologi dari sirosis, misalnya:
- Menghentikan penggunaan alkohol dan bahan atau obat yang hepatotoksik.
- Pemberian asetaminofen, kolkisin dan obat herbal yang dapat menghambat
kolagenik.
- Pada hepattis autoimun, bisa diberiakn steroid atau imunosupresif.
- Pada hemokromatosis, dilakukan flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi besi
menjadi normal dan diulang sesuia kebutuhan.
- Penyakit hati non alkoholik, menurunkan BB akan mencegah terjadinya sirosis.
- Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin(analog nuklesida) merupakan
terapi utama. Lamivudin diberiakn 100 mg secara oral setiap hari selama satu
tahun. Interferon alfa diberiakn secara suntikan subkutan 3 MIU, 3x1 minggu
selama 4-6 bulan.
- Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi
standar. Interferon diberikan secara subkutan dengan dosis 5 MIU, 3x1 minggu
dan kombinasi ribavirib 800-1000 mg/selama 6 bulan.
2. Untuk pengobatan fibrosis hati, masih dalam penelitian. Interferon, kolkisin,
metrotreksat, vitamin A dan obat herbal sedang dalam peneltian.
Penatalaksanaan sirosis dekompensata
1. Asites
- Tirah baring
- Diet rendah garam : sebanyak 5.2 gram atau 90 mmol/hari
- Diuretik : spironolakton 100-200 mg/hari
Respon diuretik bisa dimonitor dengan penuruna BB 0,5 kg/hari (tanpa edema
kaki) atau 1,0 kg/hari (dengan edema kaki). Bilamana pemberian spironolakton
tidak adekuat, dapat dikombinasi dengan furosemid 20-40 mg/hari(max. 160
mg/hari).
- Parasintesis dilakukan bila sites sangat besar (4-6 liter), diikuti dengan pemberian
albumin.
2. Peritonitis bakterial spontan
Diberiakn antibiotik, seperti sefotaksim IV, amoksisilin atau aminoglikosida.
3. Varises esofagus
- Sebelum dan sesudah berdarah, bisa diberikan obat penyekat beta(propanolol)
- Waktu perarahn akut bisa deberikan preparat somatostatin atau oktreoid,
diteruskan dengan tindakan skleroskopi atau liagasi endoskopi.
4. Enselofati hepatik
- Laktusa, untuk mengelurakan amonia
- Neomisi, untuk mengurangi bakteri usus penghasil amonia
- Diet rendah protein 0.5 gram/kgBB/hari.
Prognosis
Berikut kalsifikasi Child-Pugh yang dapat digunakan untuk prognosis pasien sirosis.
Terbagi dalam; Child A yang mempunyai prognose baik. Child B yang mempunyai prognose
sedang, dan Child C yang mempunyai prognose buruk, yang dapat dilihat pada tabel di
bahwa ini.6
Tabel. Klasifikasi Menurut Kriteria Child
A B C
1. Asites Negatif Dapat terkontrol Tidak dapat dikontrol
2. Nutrisi Baik Sedang Jelek
(85%) (70 - 85 %) (70 %)
3. Kelainan Neurogis Negatif Minimal Lanjut
4. Bilirubin (mg %) ≤ 1,5 1,5 – 3 ≥ 3
5. Albumin (gr %) ≥ 3,5 3,0 – 3,5 ≤ 3,0