Pengolahan dan Penanganan Limbah LaboratoriumJumat, 10 Juni 2011
Melihat belum optimalnya pelayanan kesehatan di masyarakat dan untuk menigkatkan derajat kesehatan masyarakat, pendirian rumah sakit baik oleh pemerintah maupun swasta khususnya di daerah perkotaan semakin meningkat. Dampak negatif pendirian rumah sakit-rumah sakit tersebut salah satunya adalah pencemaran lingkungan akibat limbah yang tidak ditangani secara serius. Hal ini dikarenakan dalam limbah rumah sakit dapat mengandung berbagai jasad renik penyebab penyakit pada manusia termasuk, disentri, demam typhoid dan hepatitis sehingga limbah harus diolah sebelum dibuang ke lingkungan.
Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Secara umum sampah dan limbah rumah sakit dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu limbah klinis dan non klinis baik padat maupun cair. Bentuk limbah klinis bermacam-macam. Limbah klinis lebih bersifat infeksius daripada limbah non klinis
Limbah infeksius mencakup pengertian sebagai berikut: Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan intensif). Limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik dan ruang perawatan/isolasi penyakit menular. Limbah jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan tubuh, biasanya dihasilkan pada saat pembedahan atau otopsi. Limbah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan obat sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksik.
Sampai saat ini sebagian rumah sakit pemerintah dan swasta telah dilengkapi dengan fasilitas pengelolaan limbah, meskipun perlu untuk disempurnakan. Namun disadari bahwa pengelolaan limbah rumah sakit masih perlu ditingkatkan terutama dilingkungan masyarakat rumah sakit.
A. LimbahLimbah (waste) adalah sesuatu yang tidak dipakai, tidak
digunakan, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang, yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya. Sedangkan FKM-UI mendefinisikan limbah/sampah ialah benda bahan padat yang terjadi karena berhubungan dengan aktifitas manusia yang tidak dipakai lagi, tak disenangi dan dibuang dengan cara saniter kecuali buangan dari tubuh manusia (Kusnoputranto, 1986).
B. Limbah Rumah SakitMenurut Arifin (2008), limbah rumah sakit adalah semua sampah
dan limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Menurut Permenkes RI No.1204/Menkes/SK/X/2004, limbah rumah sakit yaitu semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair dan gas.
Limbah cair adalah semua bahan buangan yang berbentuk cair yang kemungkinan mengandung mikroorganisme pathogen, bahan kimia beracun dan radoiaktivitas. Menurut Depkes RI (1997)
Limbah rumah sakit, khususnya limbah medis yang infeksius, belum dikelola dengan baik. Sebagian besar pengelolaan limbah infeksius disamakan dengan limbah medis non infeksius. Selain itu, kerap bercampur limbah medis dan nonmedis. Percampuran tersebut justru memperbesar permasalahan limbah medis.Yang termasuk limbah medis adalah limbah infeksius, limbah radiologi, limbah sitotoksis, dan limbah laboratorium.Limbah infeksius misalnya jaringan tubuh yang terinfeksi kuman. Limbah jenis itu seharusnya dibakar, bukan dikubur, apalagi dibuang ke septic tank. Pasalnya, tangki pembuangan seperti itu di Indonesia sebagian besar tidak memenuhi syarat sebagai tempat pembuangan limbah.Kenyataannya, banyak tangki pembuangan sebagai tempat pembuangan limbah yang tidak memenuhi syarat. Hal itu akan menyebabkan pencemaran, khususnya pada air tanah yang banyak dipergunakan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari. Buruknya pengelolaan limbah rumah sakit karena pengelolaan limbah belum menjadi syarat akreditasi rumah sakit.
C. Jenis-jenis limbahJenis-jenis limbah rumah sakit meliputi bagian sebagai berikut ini :
1. Limbah KlinikLimbah dihasilkan selama pelayanan pasien secara rutin pembedahan dan di unit-unit
resiko tinggi. Limbah ini mungkin berbahaya dan mengakibatkan resiko tinggi infeksi kuman dan populasi umum dan staf Rumah Sakit. Oleh karena itu perlu diberi label yang jelas sebagai resiko tinggi. Contoh limbah jenis tersebut ialah perban atau pembungkus yang kotor, cairan badan, anggota badan yang diamputasi, jarum-jarum dan semprit bekas, kantung urine dan produk darah.
2. Limbah PatologiLimbah ini juga dianggap beresiko tinggi dan sebaiknya diautoclaf sebelum keluar dari
unit patologi. Limbah tersebut harus diberi label biohazard.
3. Limbah Bukan KlinikLimbah ini meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik yang tidak
berkontak dengan cairan badan. Meskipun tidak menimbulkan resiko sakit, limbah tersebut cukup merepotkan karena memerlukan tempat yang besar untuk mengangkut dan membuangnya.
4. Limbah Radioaktif
Walaupun limbah ini tidak menimbulkan persoalan pengendalian infeksi di rumah sakit, pembuangan secara aman perlu diatur dengan baik. Pemberian kode warna yang berbeda untuk masing-masing sangat membantu pengelolaan limbah tersebut.
Tempat limbah diseluruh rumah sakit harus memiliki warna yang sesuai, sehingga limbah dapat dipisah-pisahkan ditempat sumbernya.
1. Bangsal harus memiliki dua macam tempat limbah dengan dua warna, satu untuk limbah klinik dan yang lain untuk bukan klinik
2. Semua limbah dari kantor, biasanya berupa alat-alat tulis dianggap sebagai limbah bukan klinik3. Semua limbah yang keluar dari unit patologi harus dianggap sebagai limbah klinik dan perlu
dinyatakan aman sebelum dibuang.
D. Pengelolaan limbahPengelolaan limbah RS dilakukan dengan berbagai cara. Yang diutamakan adalah
sterilisasi, yakni berupa pengurangan (reduce) dalam volume, penggunaan kembali (reuse) dengan sterilisasi lebih dulu, daur ulang (recycle), dan pengolahan (treatment).
Berikut adalah beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam merumuskan kebijakan kodifikasi dengan warna yang menyangkut hal-hal berikut :
1. Pemisahan Limbaha. Limbah harus dipisahkan dari sumbernyab. Semua limbah beresiko tinggi hendaknya diberi label jelasc. Perlu digunakan kantung plastik dengan warna-warna yang berbeda yang menunjukkan kemana
kantong plastik harus diangkut untuk insinerasi atau dibuang.
2. Penyimpanan LimbahDibeberapa Negara kantung plastik cukup mahal sehingga sebagai gantinya dapat
digunkanan kantung kertas yang tahan bocor(dibuat secara lokal sehingga dapat diperloleh dengan mudah) kantung kertas ini dapat ditempeli dengan strip berwarna, kemudian ditempatkan ditong dengan kode warna dibangsal dan unit-unit lain.
3. Penanganan Limbaha. Kantung-kantung dengan warna harus dibuang jika telah terisi 2/3 bagian. Kemudian diikiat
bagian atasnya dan diberik label yang jelas.b. Kantung harus diangkut dengan memegang lehernya, sehingga jika dibawa mengayun menjauhi
badan limbah tidak tercecer keluar dan diletakkan ditempat tertentu untuk dikumpulkan.c. Petugas pengumpul limbah harus memastikan kantung-kantung dengan warna yang sama telah
dijadikan satu dan dikirimkan ketempat yang sesuai.d. Kantung harus disimpan pada kotak-kotak yang kedap terhadap kutu dan hewan perusak
sebelum diangkut ketempat pembuangan.
4. Pengangkutan LimbahKantung limbah dipisahkan dan sekaligus dipisahkan menurut kode warnanya. Limbah
bagian bukan klinik misalnya dibawa kekompaktor, limbah bagian Klinik dibawa keinsenerator. Pengangkutan dengan kendaraan khusus (mungkin ada kerjasama dengan dinas pekerja umum) kendaraan yang digunakan untuk mengangkut limbah tersebut sebaiknya dikosongkan dan dibersihkan setiap hari, jika perlu(misalnya bila ada kebocoran kantung limbah) dibersihkan dengan menggunakan larutan klorin.
5. Pembuangan LimbahSetelah dimanfaatkan dengan konpaktor, limbah bukan klinik dapat dibuang ditempat
penimbunan sampah (Land-fill site), semua limbah infeksi harus diolah dengan cara desinfeksi, dekontaminasi, sterilisasi, dan insinerasi. Jika tidak mungkin harus ditimbun dengan kapur dan ditanam limbah dapur sebaiknya dibuang pada hari yang sama sehingga tidak sampai membusuk.
Teknologi pembakaran (incineration ) adalah alternatif yang menarik dalam
teknologi pengolahan limbah. Insinerasi mengurangi volume dan massa limbah hingga
sekitar 90% (volume) dan 75% (berat). Teknologi ini sebenarnya bukan solusi final dari
sistem pengolahan limbah padat karena pada dasarnya hanya memindahkan limbah dari
bentuk padat yang kasat mata ke bentuk gas yang tidak kasat mata.
Proses insinerasi menghasilkan energi dalam bentuk panas. Namun, insinerasi
memiliki beberapa kelebihan di mana sebagian besar dari komponen limbah B3 dapat
dihancurkan dan limbah berkurang dengan cepat. Selain itu, insinerasi memerlukan lahan
yang relatif kecil.
Metode insinerasi digunakan untuk membuang limbah laboratorium ( cair atau
padat ), sebelum atau sesudah di autoklav dengan membakar limbah tersebut dalam alat
insenerasi (insenerator). insenerasi bahan infeksi dapat digunakan sebagai pengganti
autoklav hanya jika alat insenerasi berada dibawah pengawasan laboratorium dan
dilengkapi dengan alat pengontrol suhu dan ruangan bakar sekunder. alat insenerasi
dengan ruang bakar tunggal tidak memuaskan untuk menangani bahan infeksi, mayat
hewan percobaan, dan plastic. Bahan tersebut tidak dirusak dengan sempurna, sehingga
asap yang keluar dari cerobongnya mencemari atmosfer dengan mikroorganisme dan zat
kimia toksik. ada beberapa model ruang bakar yang baik tetapi yang ideal adalah yang
memungkinkan suhu pada ruang bakar yang pertama paling sedikit 800° C dan pada ruang
bakar kedua 1000°C. waktu retensi gas pada ruang bakar kedua sebaiknya paling edikit
0,5 detik. bahan untuk insenerasi, bahkan bila harus diautoklav dulu, harus dikemas dalam
kantong plastic. petugas pelaksana insenerasi harus menerima instruksi yang benar
tentang jenis bahan dan pengendalian suhu.
Rumah sakit yang besar mungkin mampu memberli inserator sendiri, insinerator
berukuran kecil atau menengah dapat membakar pada suhu 1300-1500 ºC. Suatu rumah
sakit dapat pula mempertoleh penghasilan tambahan dengan melayani insinerasi limbah
rumah sakit yang berasal dari rumah sakit yang lain. Insinerator modern yang baik tentu
saja memiliki beberapa keuntungan antara lain kemampuannya menampung limbah klinik
maupun limbah bukan klinik, termasuk benda tajam dan produk farmasi yang tidak
terpakai lagi.
Jika fasilitas insinerasi tidak tersedia, limbah klinik dapat ditimbun dengan kapur dan ditanam. Langkah-langkah pengapuran (Liming) tersebut meliputi sebagai berikut :
a. Menggali lubang, dengan kedalaman sekitar 2,5 meterb. Tebarkan limbah klinik didasar lubang samapi setinggi 75 cmc. Tambahkan lapisan kapurd. Lapisan limbah yang ditimbun lapisan kapur masih bisa ditambahkan sampai ketinggian 0,5
meter dibawah permukaan tanahe. Akhirnya lubang tersebut harus ditutup dengan tanah
(Setyo Sarwanto, 2003).
Perlu diingat, bahan yang tidak dapat dicerna secara biologi (nonbiodegradable), misalnya kantung plastik tidak perlu ikut ditimbun. Oleh karenanya limbah yang ditimbun dengan kapur ini dibungkus kertas. Limbah-limbah tajam harus ditanam.
Semua petugas yang menangani limbah klinik perlu dilatih secara memadai dan mengetahui langkah-langkah apa yang harus dilakukan jika mengalami inokulasi atau kontaminasi badan. Semua petugas harus menggunakan pakaian pelindung yang memadai, imunisasi terhadap hepatitis B sangat dianjurkan dan catatan mengenai imunisasi tersebut sebaiknya tersimpan dibagian kesehatan kerja (Moersidik. S.S, 1995).
E. Pengaruh Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Terhadap Masyarakat dan Lingkungan
Ada beberapa kelompok masyarakat yang mempunyai resiko untuk mendapat gangguan karena buangan rumah sakit:
1. Pasien yang datang ke Rumah Sakit untuk memperoleh pertolongan pengobatan dan perawatan Rumah Sakit. Kelompok ini merupakan kelompok yang paling rentan.
2. Karyawan rumah sakit dalam melaksanakan tugas sehari-harinya selalu kontak dengan orang sakit yang merupakan sumber agen penyakit,
3. pengunjung/pengantar orang sakit yang berkunjung ke rumah sakit, resiko terkena gangguan kesehatan akan semakin besar
4. Masyarakat yang bermukim di sekitar Rumah Sakit, lebih-lebih lagi bila Rumah sakit membuang hasil buangan Rumah Sakit tidak sebagaimana mestinya ke lingkungan sekitarnya. Dampak buangan air limbah rumah sakit yang tidak memenuhi aturan mengakibatkan mutu lingkungan menjadi turun kualitasnya, dengan akibat lanjutannya adalah menurunnya derajat kesehatan masyarakat di lingkungan tersebut
F. Dampak Positif Pengelolaan Limbah Rumah Sakit
Pengaruh baik dari pengelolaan limbah rumah sakit akan memberikan dampak postif terhadap kesehatan masyarakat, lingkungan dan rumah sakit itu sendiri, seperti:
1. Meningkatkan pemeliharaan kondisi yang bersih dan rapi, juga meningkatkan pengawasan pemantauan dan peningkatan mutu rumah sakit sekaligus akan dapat mencegah penyebaran penyakit (infeksi nosokomial).
2. Keadaan lingkungan yang saniter serta esetetika yang baik akan menimbulkan rasa nyaman bagi pasien, petugas dan pengunjung rumah sakit tersebut
3. Keadaan lingkungan yang bersih juga mencerminkan keberadaan sosial budaya masyarakat disekitar rumah sakit
4. Dengan adanya pengelolaan limbah yang baik maka akan berkurang juga tempat berkembang biaknya serangga dan tikus sehingga populasi kepadatan vektor sebagai mata rantai penularan penyakit dapat dikurangi.
G. Dampak Negatif Pengelolaan Limbah Rumah SakitDampak yang ditimbulkan limbah rumah sakit akibat pengelolaannya
yang tidak baik atau tidak saniter dapat berupa :
1. Merosotnya mutu lingkungan rumah sakit yang dapat mengganggu dan menimbulkan masalah kesehatan bagi masyarakat yang tinggal dilingkungan rumah sakit maupun masyarakat luar.
2. Limbah medis yang mengandung berbagai macam bahan kimia beracun, buangan yang terkena kontaminasi serta benda-benda tajam dapat menimbulkan gangguan kesehatan berupa kecelakaan akibat kerja atau penyakit akibat kerja
3. Limbah medis yang berupa partikel debu dapat menimbulkan pencemaran udara yang akan menyebabkan kuman penyakit menyebar dan mengkontaminasi peralatan medis ataupun peralatan yang ada.
4. Pengelolaan limbah medis yang kurang baik akan menyebabkan estetika lingkungan yang kurang sedap dipandang sehingga mengganggu kenyamanan pasien, petugas, pengunjung serta masyarakat sekitar.
5. Limbah cair yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan pencemaran terhadap sumber air (permukaan tanah) atau lingkungan dan menjadi media tempat berkembangbiaknya mikroorganisme pathogen, serangga yang dapat menjadi transmisi pernyakit terutama kholera, disentri, thypus abdominalis (Kusnoputranto, 1986).
Air limbah yang mempunyai sifat fisik, kimiawi, dan bakteriologi yang dapat menjadi sumber pengotoran dan menimbulkan bau yang tidak enak
serta pemandangan yang tidak menyenangkan, bila tidak dikelola dengan baik.
Pengelolaan Limbah Laboratorium01:47 LANSIDA 1 comment
Sebelum terinci lebih jauh mengenai bagaimana cara menangani limbah laboratorium, ada baiknya mengingat kembali apakah definisi limbah. Definisi limbah adalah produk buangan yang telah dipakai. Sedang produk limbah laboratorium secara umum adalah limbah bahan kimia. Definisi limbah bahan kimia sendiri adalah buangan bahan kimia yang telah dipakai, campuran bahan kimia atau bahan kimia yang belum dipakai namun sudah rusak.
Sedang teori hukum alam yaitu suatu zat tidak ada yang lenyap (nothing vanishes) artinya bahan kimia apapun apabila dibuang tidak akan lenyap dari lingkungan kita. Ada kemungkinan mengubah material dari satu bentuk ke bentuk yang lain. Akan tetapi material asli dan material yang telah diubah tetap berada di lingkungan kita. Itulah problematika besar bagi kita. Dengan demikian apabila kita menerapkan
manajemen limbah yang baik akan mengurangi efek buruk dari material terhadap lingkungan di masa mendatang.
Laboratorium merupakan salah satu sumber penghasil limbah cair, padat dan gas yang berbahaya bila tidak ditangani secara benar.Sumber limbah tersebut antara lain dari :� Bahan baku kadaluarsa� Bahan habis pakai (misal eluan dan medium biakan yang tidak terpakai)� Produk proses di laboratorium (misal sisa spesimen)Berkaitan dengan pembuangan limbah ini, bukan hanya ketentuan hukum saja yang mengatur dan menjerat, akan tetapi termasuk juga pengertian tanggung jawab pribadi terhadap lingkungan. Sehingga sudah semestinyalah harus ditekankan untuk mengumpulkan dan secara profesional membuang residu bahan kimia.
Potensi Polutan Air (WGK)Perusahaan besar seperti Merck mencantumkan potensi polutan air terhadap berbagai kelas dengan Wassergefaehrdungsklassen (WGK) berdasarkan bahaya polusi yang ditimbulkan.Kriteria penilaiannya berdasarkan NWG (nicht wassergefaehrdend) yaitu :0 = tidak berbahaya untuk air1 = senyawa penyebab polusi ringan2 = senyawa penyebab polusi3 = senyawa penyebab polusi berat
WGK 1 WGK 2 WGK 3Asam asetatAlumunium kloridaBesi kloridaMagnesium kloridaMetanol
AsetonitrilKlorobenzenaKobal nitratTembaga(II) sulfatTimah hitam klorida
BenzenaKadmium kloridaKloroformNikel sulfatKalium kromat
Definisi Limbah Bahan Kimia Berbahaya adalah Limbah yang mempunyai efek toksik dan berbahaya terhadap manusia.Adapun klasifikasi pengumpulan limbah labotorium antara lain :
Kelas JenisA Pelarut organik bebas halogen dan senyawa
organik dalamlarutan
B Pelarut organik mengandung halogen dan senyawa organikdalam larutan
C Residu padatan bahan kimia laboratorium organikD Garam dalam larutan: lakukan penyesuaian
kandungankemasan pada pH 6 -8
E Residu bahan anorganik beracun dan garam logam berat dan larutannya
F Senyawa beracun mudah terbakarG Residu air raksa dan garam anorganik raksa
H Residu garam logam; tiap logam harus dikumpulkan secara terpisah
I Padatan anorganikJ Kumpulan terpisah limbah kaca, logam dan plastik
Untuk pelarut organik bebas halogen - kelas A antara lain :
• Aliphatic and alicyclic hydrocarbons• Aromatic hydrocarbons• Alcohols• Ketones• Esters• Ethers• Glycol ethers
Pelarut Organik mengandung Halogen – Kelas B :• CFC (chlorinated fluorinated hydrocarbons)• CHC (chlorinated hydrocarbons)• HHC (halogenated hydrocarbons)
Cara Pengumpulan Limbah LaboratoriumPembuangan Limbah
Limbah laboratorium dikumpulkan dan dibuang dalam wadah terpisah menurut tipe bahan kimia yang berkaitan
Wadah diberi label (A-J) Dengan label A-J dipastikan bahan kimia yang terkumpul dalam satu kategori tidak
bereaksi satu sama lain Pengecekan untuk kandungan asam dan basa Sebelum dikumpulkan, lakukan penetralan. Sediakan larutan penetral.
Wadah Cairan Pelarut Organik� Dapat tahan terhadap bahan kimia yang disimpan� Tidak mudah pecah/rusak� Anti-bocor dan rapat gas� Memiliki sertifikat UN untuk pengangkutan limbah internasional� Wadah harus ditempatkan di ruang berventilasi baik� Wadah harus disimpan tertutup rapat untuk mencegah penguapan uap berbahaya� Pilih wadah yang tepat (mengeliminir kebocoran)
Kemasan untuk limbah asam dan basa:Kemasan kombinasi, 10 l dengan inliner
1. Corong untuk kemasan baja nirkarat2. Corong untuk kemasan Kombinasi3. Corong untuk kemasan PE
1 2 3
Sedang untuk pelarut organik yang secara umum bersifat mudah terbakar, perlakuan wadah/penampungnya :• Hindari sumber nyala (api terbuka, loncatan listrik, elektris statis, permukaan panas)• Grounding (“Bumikan”) wadah penampungan
Persyaratan Wadah
Harus dalam kondisi baik, tidak rusak, bebas dari korosi dan kebocoran.
Bentuk, ukuran dan bahan wadah harus sesuai dengan karakteristik limbah B3 yang
hendak dikemas.
Terbuat dari bahan plastik (HDPE, PP atau PVC), atau bahan logam (teflon, baja,
karbon, SS304, SS316 atau SS440) dan tidak bereaksi bereaksi denganlimbah B3
yang disimpannya.
Prinsip Pengemasan Limbah B3 :
1. Limbah yang tidak saling cocok, disimpan dalam kemasan berbeda.
2. Jumlah pengisian volume limbah harus mempertimbangkan terjadinya
pengembangan volume, pembentukan gas atau kenaikan tekanan selama
penyimpanan.
3. Ganti kemasan yang mengalami kerusakan permanen (korosi atau bocor) dengan
kemasan lain.
4. Kemasan yang telah berisi limbah ditandai sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
5. Kegiatan pengemasan, penyimpanan dan pengumpulan harus dilaporkan sebagai
bagian pengelolaan limbah.
Senyawa Inkompatibel (tidak boleh dicampur)
Senyawa Tidak boleh dicampur dengan
Eksplosif ataumenghasilkan
panas, gas atau
substansi yang
mudah menyala
Menghasilkan gas toksik, atau tidak stabil atau substansi berbahaya
Asam asetat Alkohol, asam kromat, etilen glikol,asam nitrat,asam perklorat, peroksida, permanganat
x
Asetat anhidrat Asam kromat, etilen glikol, asam nitrat, asam perklorat, peroksida, permanganat.alkohol, air : senyawa yang mengandung hidroksil
x
Aseton Campuran asam nitrat / asam sulfat pekat
x
Asetilen halogen, tembaga dan alloy nya, silver dan mercury, garam logam berat
x
Logam alkali Air, asam, alkohol, halogen, asam halida,oksigen udara,garam, hidrokarbon terhalogenasi, seluruh oksidator, karbondioksida
x
Alkil aluminium Air, udara,alkohol x
Aluminium klorida
Air, alkohol, hidrida x
BubukAluminium
Semua agen oksidator, asam, alkali,hidrokarbon halogenasi, peroksida
x
Amoniak danalkil amina yanglebih rendah
halogen, bubuk logam, asam,merkuri (dari termometer), kalsiumhipoklorit, asam fluorida
x
Ammonium nitrat
Asam, bubuk logam, cairan mudahmenyala, klorat, nitrat, sulfur,senyawa organik bercabang ataumaterial mudah menyala
x
Senyawa arsenik
Senyawa pereduksi x
Ada beberapa hal yang bisa disimpulkan dari materi diatas seperti :• Manajemen limbah yang baik mengurangi efek buruk dari material terhadap lingkungan• Jangan buang limbah langsung ke lingkungan atau ke saluran air (meledak!)• Limbah juga memberikan potensi polusi terhadap air
• Kelompokan limbah laboratorium berdasarkan klasifikasinya• Wadah juga harus dipilih yang sesuai dengan limbah yang ditampung• Perhatikan sifat inkompetibelitas tiap zat kimia yang dibuang yang bisa memunculkan reaksi eksotermis hingga ledakan.
Pengumpulan Limbah LaboratoriumLimbah laboratorium harus dikumpulkan dalam wadah yang terpisah sesuai dengan jenis bahan kimianya
untuk dibuang. Kaleng wadah sebagai contoh, diberi label sesuai dengan daftar yang dijelaskan dibawah
ini dan diberi label dengan huruf A-K. Dalam menjalankannya, harus dipastikan bahwa bahan kimia yang
dikumpulkan dalam satu kategori tidak bereaksi satu sama lain. Minimal periksa kandungan asam dan
basanya. Banyak pembuangan dari suatu perusahaan yang mensyaratkan larutan dalam keadaan netral.
A Pelarut organik bebas halogen dan bahan organik dalam larutan.
B Pelarut organik yang mengandung halogen dan bahan organik dalam larutan. Peringatan: Jangan gunakan wadah aluminium!
C Residu padat bahan kimia organik laboratorium.
D Garam dalam larutan; isi dalam wadah harus diatur pada pH 6-8.
E Residu bahan anorganik yang beracun dan garam-garam logam berat serta larutannya.
F Senyawa beracun yang mudah terbakar.
G Residu merkuri dan garam merkuri anorganik.
H Residu garam logam, masing-masing logam harus dikumpulkan secara terpisah.
I Padatan anorganik.
K Pisahkan kumpulan kaca, logam, dan limbah plastik.
Kumpulan wadah harus diberi label dan simbol bahaya dan frase keselamatan dengan jelas. Mohon catat
bahwa double labelling mungkin diperlukan, misalnya jika cairan mudah terbakar dalam bentuk larutan
aqueous dikumpulkan dalam kategori D, jika larutan organik yang bereaksi secara kaustik, mengandung
basa dan asam atau beracun dikumpulkan dalam kategori selain dari E dan F.
Label khusus dan simbol status bahaya terdapat di dalam nomor katalog "Peralatan laboratorium,
aksesoris, dan keamanan produk".
Tentunya, kategori lain mungkin di disain jika:
Hal ini sangat berarti
Tersedia ruangan yang cukup
Total volume penyimpanan yang diijinkan tidak boleh berlebihan.
Oleh karena itu, direkomendasikan bahwa bahan-bahan yang berbahaya bagi kesehatan seperti bahan-
bahan pengiritasi dan bahan-bahan beracun dikumpulkan bersama; dengan dua wadah - satu wadah
untuk bahan-bahan yang berbahaya bagi kesehatan dan wadah yang lain untuk bahan-bahan beracun -
mungkin digunakan.
Bahan-bahan kimia dalam wadah tertutup:
Kumpulkan: Pindahkan dan perlakukan hanya di dalam wadah khusus. Gunakan prinsip resiko
keselamatan pribadi yang minimal!
Bahan kimia dalam jumlah lebih sedikit:
Perlakuan: dengan sifat mudah terbakar, mengoksidasi, atau reaktif terhadap air atau zat-zat lain. Untuk
mencegah reaksi yang sulit dikendalikan, direkomendasikan untuk membungkus limbah kimia secara
terpisah (plastik atau wadah) sebelum menempatkan mereka ke dalam bejana! Perhatian khusus harus
diambil dengan menggunkan bahan peledak, yang mana harus dibuang secara terpisah dalam bentuk
padat.
Wadah untuk pelarut organik:
Agar dapat membuang limbah laboratorium dengan baik dan untuk meminimalkan efek rutin
laboratorium, kumpulan wadah yang didisain untuk bahan-bahan limbah harus:
Mampu menampung bahan kimia yang terlibat
Tidak mudah pecah
Tahan bocor dan kebocoran gas
Kepemilikan sertifikat PBB (UN) untuk pengangkutan apabila barang tersebut diangkut melalui jalan
umum.
Sebagai tambahan, poin dibawah ini harus diperhitungkan:
Wadah harus diletakan pada tempat yang berventilasi baik
Wadah harus ditutup rapat untuk mencegah evaporasi uap berbahaya
Pilih wadah yang dapat mencegah limbah yang disimpan pada tempat penyimpanan dalam jangka
waktu yang sangat lama. Hal ini juga meminimalisasi resiko kebocoran.
Pemilihan wadah yang telah mendapat persetujuan PBB (UN-approved containers) didaftar pada katalog
berdasarkan "Peralatan laboratorium, aksesoris, dan keselamatan produk."
Berdasarkan percobaan di laboratorium, wadah-wadah dibawah ini dapat direkomendasikan:
Wadah untuk limbah organik cair, limbah aqueous dan limbah terkontaminasi, asam dan
basa:
Combi-container, 10 l dengan PE inliner, Ord. No. 9.43442.1013 atau PE container, Ord. No.
9.54528.1010.
Wadah untuk limbah kimia solid/padat:
Sebisa mungkin limbah dikumpulkan dalam wadah yang terbuat dari bahan yang sama - kaca,
logam, plastik - seperti wadah produk aslinya.
Macam-macam LimbahPosted on June 11, 2010
1. A. Pengertian Limbah
Definisi limbah atau Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah setiap bahan sisa (limbah)
suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan
berbahaya dan beracun (B3) karena sifat
(toxicity, flammability, reactivity, dancorrosivity) serta konsentrasi
atau jumlahnya yang baik secara langsung maupun tidak langsung
dapat merusak, mencemarkan lingkungan, atau membahayakan
kesehatan manusia.
Contoh limbah B3 ialah logam berat seperti Al, Cr, Cd, Cu, Fe, Pb,
Mn, Hg, dan Zn serta zat kimia seperti pestisida, sianida, sulfida,
fenol dan sebagainya. Cd dihasilkan dari lumpur dan limbah
industri kimia tertentu sedangkan Hg dihasilkan dari industri klor-
alkali, industri cat, kegiatan pertambangan, industri kertas, serta
pembakaran bahan bakar fosil. Pb dihasilkan dari peleburan timah
hitam dan accu. Logam-logam berat pada umumnya bersifat racun
sekalipun dalam konsentrasi rendah. Daftar lengkap limbah B3
dapat dilihat di PP No. 85 Tahun 1999: Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3). Silakan klik link tersebut untuk
daftar lengkap yang juga mencakup peraturan resmi dari
Pemerintah Indonesia.
Limbah bahan berbahaya dan beracun, disingkat limbah B3, adalah
sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan
berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau
konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun
tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusakkan
lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan
hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk
hidup lain.
Limbah dapat dikatakan sebagai limbah B3 apabila setelah melalui
pengujian memiliki salah satu atau lebih karakteristik mudah
meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, penyebab
infeksi, dan bersifat korosif.
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi
baik industri maupun domestik(rumah tangga), yang lebih dikenal
sebagai sampah, yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat
tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai
ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan
kimia Senyawa organik dan Senyawa anorganik. Dengan
konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat
berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan
manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah.
Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah
tergantung pada jenis dan karakteristik limbah.
Limbah memberikan arti teknis adalah sebagai barang yang
dihasilkan oleh sebuah proses dan dapat dikategorikan sebagai
bahan yang sudah tidak terpakai . Limbah merupakan buangan
yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industry maupun
domestic (rumah tangga atau yang lebih dikenal sabagai sampah),
yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak
dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Jenis
sampah ini pada umumnya berbentuk padat dan cair.
Sampah (refuse) atau limbah adalah sebagian dari sesuatu yang
tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang,
yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia
(termasuk kegiatan industri), tetapi bukan biologis (karena human
waste tidak termasuk didalamnya) dan umumnya bersifat padat
(Azwar, 1990). Sumber sampah bisa bermacam-macam,
diantaranya adalah : dari rumah tangga, pasar, warung, kantor,
bangunan umum, industri, dan jalan.
1. B. Macam-macam Limbah dan Bahaya Limbah
A. 1. Berdasarkan sumbernya, limbah B3 dapat
diklasifikasikan menjadi:
Primary sludge, yaitu limbah yang berasal dari tangki
sedimentasi pada pemisahan awal dan banyak mengandung
biomassa senyawa organik yang stabil dan mudah menguap.
Chemical sludge, yaitu limbah yang dihasilkan dari proses
koagulasi dan flokulasi.
Excess activated sludge, yaitu limbah yang berasal dari proses
pengolahan dengn lumpur aktif sehingga banyak mengandung
padatan organik berupa lumpur dari hasil proses tersebut.
Digested sludge, yaitu limbah yang berasal dari pengolahan
biologi dengan digested aerobic maupun anaerobic di mana
padatan/lumpur yang dihasilkan cukup stabil dan banyak
mengandung padatan organik.
Limbah B3 dikarakterisasikan berdasarkan beberapa parameter
yaitu total solids residue(TSR), kandungan fixed residue (FR),
kandungan volatile solids (VR), kadar air (sludge moisture content),
volume padatan, serta karakter atau sifat B3 (toksisitas, sifat
korosif, sifat mudah terbakar, sifat mudah meledak, beracun, serta
sifat kimia dan kandungan senyawa kimia).
Contoh limbah B3 ialah logam berat seperti Al, Cr, Cd, Cu, Fe, Pb,
Mn, Hg, dan Zn serta zat kimia seperti pestisida, sianida, sulfida,
fenol dan sebagainya. Cd dihasilkan dari lumpur dan limbah
industri kimia tertentu sedangkan Hg dihasilkan dari industri klor-
alkali, industri cat, kegiatan pertambangan, industri kertas, serta
pembakaran bahan bakar fosil. Pb dihasilkan dari peleburan timah
hitam dan accu. Logam-logam berat pada umumnya bersifat racun
sekalipun dalam konsentrasi rendah. Daftar lengkap limbah B3
dapat dilihat di PP No. 85 Tahun 1999: Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3). Silakan klik link tersebut untuk
daftar lengkap yang juga mencakup peraturan resmi dari
Pemerintah Indonesia.
1. 2. Limbah Logam Berat Beracun di Perairan
Logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan bobot jenis lebih
besar dari 5 gr/cm3, terletak di sudut kanan bawah sistem periodik,
mempunyai afinitas yang tinggi terhadap unsur S dan biasanya
bernomor atom 22 sampai 92 dari perioda 4 sampai 7 (Miettinen,
1977). Sebagian logam berat seperti timbal (Pb), kadmium (Cd),
dan merkuri (Hg) merupakan zat pencemar yang berbahaya.
Afinitas yang tinggi terhadap unsur S menyebabkan logam ini
menyerang ikatan belerang dalam enzim, sehingga enzim
bersangkutan menjadi tak aktif. Gugus karboksilat (-COOH) dan
amina (-NH2) juga bereaksi dengan logam berat. Kadmium, timbal,
dan tembaga terikat pada sel-sel membran yang menghambat
proses transpormasi melalui dinding sel. Logam berat juga
mengendapkan senyawa fosfat biologis atau mengkatalis
penguraiannya (Manahan, 1977).
Berdasarkan sifat kimia dan fisikanya, maka tingkat atau daya
racun logam berat terhadap hewan air dapat diurutkan (dari tinggi
ke rendah) sebagai berikut merkuri (Hg), kadmium (Cd), seng (Zn),
timah hitam (Pb), krom (Cr), nikel (Ni), dan kobalt (Co)
(Sutamihardja dkk, 1982). Menurut Darmono (1995) daftar urutan
toksisitas logam paling tinggi ke paling rendah terhadap manusia
yang mengkomsumsi ikan adalah sebagai berikut Hg2+ >
Cd2+>Ag2+ > Ni2+ > Pb2+ > As2+ > Cr2+ Sn2+ > Zn2+. Sedangkan menurut
Kementrian Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (1990)
sifat toksisitas logam berat dapat dikelompokan ke dalam 3
kelompok, yaitu bersifat toksik tinggi yang terdiri dari atas unsur-
unsur Hg, Cd, Pb, Cu, dan Zn. Bersifat toksik sedang terdiri dari
unsur-unsur Cr, Ni, dan Co, sedangkan bersifat tosik rendah terdiri
atas unsur Mn dan Fe.
Adanya logam berat di perairan, berbahaya baik secara langsung
terhadap kehidupan organisme, maupun efeknya secara tidak
langsung terhadap kesehatan manusia. Hal ini berkaitan dengan
sifat-sifat logam berat ( PPLH-IPB, 1997; Sutamihardja dkk, 1982)
yaitu :
1. Sulit didegradasi, sehingga mudah terakumulasi dalam
lingkungan perairan dan keberadaannya secara alami sulit
terurai (dihilangkan)
2. Dapat terakumulasi dalam organisme termasuk kerang dan ikan,
dan akan membahayakan kesehatan manusia yang
mengkomsumsi organisme tersebut
3. Mudah terakumulasi di sedimen, sehingga konsentrasinya selalu
lebih tinggi dari konsentrasi logam dalam air. Disamping itu
sedimen mudah tersuspensi karena pergerakan masa air yang
akan melarutkan kembali logam yang dikandungnya ke dalam
air, sehingga sedimen menjadi sumber pencemar potensial
dalam skala waktu tertentu
Kadmium dalam air berasal dari pembuangan industri dan limbah
pertambangan. Logam ini sering digunakan sebagai pigmen pada
keramik, dalam penyepuhan listrik, pada pembuatan alloy, dan
baterai alkali. Keracunan kadmium dapat bersifat akut dan kronis.
Efek keracunan yang dapat ditimbulkannya berupa penyakit paru-
paru, hati, tekanan darah tinggi, gangguan pada sistem ginjal dan
kelenjer pencernaan serta mengakibatkan kerapuhan pada tulang
(Clarkson, 1988; dan Saeni, 1997).
Tembaga merupakan logam yang ditemukan dialam dalam bentuk
senyawa dengan sulfida (CuS). Tembaga sering digunakan pada
pabrik-pabrik yang memproduksi peralatan listrik, gelas , dan alloy.
Tembaga masuk keperairan merupakan faktor alamiah seperti
terjadinya pengikisan dari batuan mineral sehingga terdapat debu,
partikel-partikel tembaga yang terdapat dalam lapisan udara akan
terbawa oleh hujan. Tembaga juga berasal dari buangan bahan
yang mengandung tembaga seperti dari industri galangan kapal,
industri pengolahan kayu, dan limbah domestik.
Pada konsentrasi 2,3 – 2,5 mg/l dapat mematikan ikan dan akan
menimbulkan efek keracunan, yaitu kerusakan pada selaput lendir
(Saeni, 1997). Tembaga dalam tubuh berfungsi sebagai sintesa
hemoglobin dan tidak mudah dieksresikan dalam urine karena
sebagian terikat dengan protein, sebagian dieksresikan melalui
empedu ke dalam usus dan dibuang kefeses, sebagian lagi
menumpuk dalam hati dan ginjal, sehingga menyebabkan penyakit
anemia dan tuberkulosis.
Logam timbal (Pb) berasal dari buangan industri metalurgi, yang
bersifat racun dalam bentuk Pb-arsenat. Dapat juga berasal dari
proses korosi lead bearing alloys. Kadang-kadang terdapat dalam
bentuk kompleks dengan zat organik seperti hexaetil timbal, dan
tetra alkil lead (TAL) (Iqbal dan Qadir, 1990)
Pada hewan dan manusia timbal dapat masuk ke dalam tubuh
melalui makanan dan minuman yang dikomsumsi serta melalui
pernapasan dan penetrasi pada kulit. Di dalam tubuh manusia,
timbal dapat menghambat aktifitas enzim yang terlibat dalam
pembentukan hemoglobin yang dapat menyebabkan penyakit
anemia. Gejala yang diakibatkan dari keracunan logam timbal
adalah kurangnya nafsu makan, kejang, kolik khusus, muntah dan
pusing-pusing. Timbal dapat juga menyerang susunan saraf dan
mengganggu sistem reproduksi, kelainan ginjal, dan kelainan jiwa
(Iqbal dkk 1990; Pallar, 1994)
1. 3. Limbah Udang sebagai Material Penyerap Logam Berat
Sebagian besar limbah udang berasal dari kulit, kepala, dan
ekornya. Fungsi kulit udang tersebut pada hewan udang (hewan
golongan invertebrata) yaitu sebagai pelindung (Neely dan Wiliam,
1969). Kulit udang mengandung protein (25 % – 40%), kalsium
karbonat (45% – 50%), dan khitin (15% – 20%), tetapi besarnya
kandungan komponen tersebut tergantung pada jenis udangnya.
sedangkan kulit kepiting mengandung protein (15,60% – 23,90%),
kalsium karbonat (53,70 – 78,40%), dan khitin (18,70% – 32,20%),
hal ini juga tergantung pada jenis kepiting dan tempat hidupnya
(Focher et al., 1992). Kandungan khitin dalam kulit udang lebih
sedikit dari kulit kepiting, tetapi kulit udang lebih mudah didapat
dan tersedia dalam jumlah yang banyak sebagai limbah.
Khitin berasal dari bahasa Yunani yang berarti baju rantai besi,
pertama kali diteliti oleh Bracanot pada tahun 1811 dalam residu
ekstrak jamur yang dinamakan fungiue. Pada tahun 1823 Odins
mengisolasi suatu senyawa kutikula serangga janis ekstra yang
disebut dengan nama khitin (Neely dan Wiliam, 1969). Khitin
merupakan konstituen organik yang sangat penting pada hewan
golongan orthopoda, annelida, molusca, corlengterfa, dan
nematoda. Khitin biasanya berkonyugasi dengan protein dan tidak
hanya terdapat pada kulit dan kerangkanya saja, tetapi juga
terdapat pada trachea, insang, dinding usus, dan pada bagian
dalam kulit pada cumi-cumi (Neely dan Wiliam, 1969). Adanya
khitin dapat dideteksi dengan reaksi warna Van Wesslink. Pada
cara ini khitin direaksikan dengan I2-KI yang memberikan warna
coklat, kemudian jika ditambahkan asam sulfat berubah warnanya
menjadi violet. Perubahan warna dari coklat hingga menjadi violet
menunjukan reaksi positif adanya khitin.
-(1-4). Perbedaannya dengan selulosa adalah gugus hidroksil yang
terikat pada atom karbon yang kedua pada khitin diganti oleh
gugus asetamida (NHCOCH-(1-4)-2-asetamida-2-dioksi-D-glukosa
(N-asetil-D-Glukosamin) (Hirano, 1986; Tokura, 1995). Struktur
khitin sama dengan selulosa dimana ikatan yang terjadi antara
monomernya terangkai dengan ikatan glikosida pada posisi Khitin
termasuk golongan polisakarida yang mempunyai berat molekul
tinggi dan merupakan melekul polimer berantai lurus dengan nama
lain 2) sehingga khitin menjadi sebuah polimer berunit N-
asetilglukosamin (The Merck Indek, 1976).
Khitin mempunyai rumus molekul C18H26N2O10 (Hirano, 1976)
merupakan zat padat yang tak berbentuk (amorphous), tak larut
dalam air, asam anorganik encer, alkali encer dan pekat, alkohol,
dan pelarut organik lainnya tetapi larut dalam asam-asam mineral
yang pekat. Khitin kurang larut dibandingkan dengan selulosa dan
merupakan N-glukosamin yang terdeasetilasi sedikit, sedangkan
khitosan adalah khitin yang terdeasetilasi sebanyak mungkin.
-1,4-2 amino-2-dioksi-D-glukosa merupakan turunan dari khitin
melalui proses deasetilasi. Khitosan juga merupakan suatu polimer
multifungsi karena mengandung tiga jenis gugus fungsi yaitu asam
amino, gugus hidroksil primer dan skunder. Adanya gugus fungsi
ini menyebabkan khitosan mempunyai kreatifitas kimia yang tinggi
(Tokura, 1995).Khitosan yang disebut juga dengan
Khitosan merupakan senyawa yang tidak larut dalam air, larutan
basa kuat, sedikit larut dalam HCl dan HNO3, dan H3 PO4, dan tidak
larut dalam H2SO4. Khitosan tidak beracun, mudah mengalami
biodegradasi dan bersifat polielektrolitik (Hirano, 1986). Disamping
itu khitosan dapat dengan mudah berinteraksi dengan zat-zat
organik lainnya seperti protein. Oleh karena itu, khitosan relatif
lebih banyak digunakan pada berbagai bidang industri terapan dan
induistri kesehatan (Muzzarelli, 1986). Saat ini budi daya udang
dengan tambak telah berkembang dengan pesat, karena udang
merupakan komoditi ekspor yang dapat dihandalkan dalam
meningkatkan ekspor non -migas dan merupakan salah satu jenis
biota laut yang bernilai ekonomis tinggi. Udang di Indonesia pada
umumnya diekspor dalam bentuk udang beku yang telah dibuang
bagian kepala, kulit, dan ekornya.
Limbah yang dihasilkan dari proses pembekuan udang,
pengalengan udang, dan pengolahan kerupuk udang berkisar
antara 30% – 75% dari berat udang. Dengan demikian jumlah
bagian yang terbuang dari usaha pengolahan udang cukup tinggi
(Anonim, 1994). Limbah kulit udang mengandung konstituen utama
yang terdiri dari protein, kalsium karbonat, khitin, pigmen, abu,
dan lain-lain (Anonim, 1994). Meningkatnya jumlah limbah udang
masih merupakan masalah yang perlu dicarikan upaya
pemanfaatannya. Hal ini bukan saja memberikan nilai tambah pada
usaha pengolahan udang, akan tetapi juga dapat menanggulangi
masalah pencemaran lingkungan yang ditimbulkan, terutama
masalah bau yang dikeluarkan serta estetika lingkungan yang
kurang bagus (Manjang, 1993). Saat ini di Indonesia sebagian kecil
dari limbah udang sudah termanfaatkan dalam hal pembuatan
kerupuk udang, petis, terasi, dan bahan pencampur pakan ternak.
Sedangkan di negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang,
limbah udang telah dimanfaatkan di dalam industri sebagai bahan
dasar pembuatan khitin dan khitosan. Manfaatnya di berbagai
industri modern banyak sekali seperti industri farmasi, biokimia,
bioteknologi, biomedikal, pangan, kertas, tekstil, pertanian, dan
kesehatan. Khitin dan khitosan serta turunannya mempunyai sifat
sebagai bahan pengemulsi koagulasi dan penebal emulsi (Lang,
1995).
Isolasi khitin dari limbah kulit udang dilakukan secara bertahap
yaitu tahap pemisahan protein (deproteinasi) dengan larutan basa,
demineralisasi, tahap pemutihan (bleancing) dengan aseton dan
natrium hipoklorit. Sedangkan transformasi khitin menjadi khitosan
dilakukan tahap deasetilasi dengan basa berkonsentrasi tinggi,
seperti terlihat pada gambar 1 (Ferrer et al., 1996; Arreneuz,
1996., dan Fahmi, 1997). Khitin dan khitosan yang diperoleh dari
limbah kulit udang digunakan sebagai absorben untuk menyerap
ion kadmium, tembaga, dan timbal dengan cara dinamis dengan
mengatur kondisi penyerapan sehingga air yang dibuang ke
lingkungan menjadi air yang bebas dari ion-ion logam berat.
Mengingat besarnya manfaat dari senyawa khitin dan khitosan
serta tersedianya bahan baku yang banyak dan mudah didapatkan
maka perlu pengkajian dan pengembangan dari limbah ini sebagai
bahan penyerap terhadap logam-logam berat diperairan.
1. 4. Limbah Deterjen
Deterjen merupakan produk teknologi yang strategis, karena telah
menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat modern
mulai rumah tangga sampai industri. Deterjen umumnya tersusun
atas lima jenis bahan penyusun, yaitu :
1. surfaktan, yang merupakan senyawa Alkyl Bensen
Sulfonat (ABS) yang berfungsi untuk mengangkat kotoran pada
pakaian. ABS memiliki sifat tahan terhadap penguraian oleh
mikroorganisme (nonbiodegradable).
2. senyawa fosfat (bahan pengisi), yang mencegah menempelnya
kembali kotoran pada bahan yang sedang dicuci. Senyawa fosfat
digunakan oleh semua merk deterjen memberikan andil yang
cukup besar terhadap terjadinya proses eutrofikasi yang
menyebabkan Booming Algae (meledaknya populasi tanaman air)
3. Pemutih dan pewangi (bahan pembantu), zat pemutih
umumnya terdiri dari zat natrium karbonat. Menurut hasil riset
organisasi konsumen Malaysia (CAP) Pemutih dapat
menimbulkan kanker pada manusia. sedangkan untuk penwangi
lebih banyak merugikan konsumen karena bahan ini membuat
makin tingginya biaya produksi, sehingga harga jual produk
semakin mahal. Padahal zat pewangi tidak ada kaitannya dengan
kemampuan mencuci.
4. bahan penimbul busa, yang sebenarnya tidak diperlukan
dalam proses pencucian dan tidak ada hubungan antara daya
bersih dengan busa yang melimpah.
5. Fluorescent, berguna untuk membuat pakaian lebih cemerlang.
Menurut Asosiasi Pengusaha Deterjen Indonesia (APEDI), surfaktan
anionik yang digunakan di Indonesia saat ini adalah alkyl benzene
sulfonate rantai bercabang (ABS) sebesar 40% dan alkyl benzene
sulfonate rantai lurus (LAS) sebesar 60%. Dibandingkan dengan
LAS, ABS merupakan senyawa yang lebih sukar terurai secara
alami. Oleh karenanya, pada banyak negara di dunia penggunaan
ABS telah dilarang dan diganti dengan LAS. Sedangkan di
Indonesia, peraturan mengenai larangan penggunaan ABS belum
ada. Beberapa alasan masih digunakannya ABS dalam produk
deterjen, antara lain karena : harganya murah, kestabilannya
dalam bentuk krim pasta dan busanya melimpah.
Penggunaan deterjen dapat mempunyai risiko bagi kesehatan dan
lingkungan. Risiko deterjen yang paling ringan pada manusia
berupa iritasi (panas, gatal bahkan mengelupas) pada kulit
terutama di daerah yang bersentuhan langsung dengan produk. Hal
ini disebabkan karena kebanyakan produk deterjen yang beredar
saat ini memiliki derajat keasaman (pH) tinggi. Dalam kondisi
iritasi/terluka, penggunaan produk penghalus apalagi yang
mengandung pewangi, justru akan membuat iritasi kulit semakin
parah.
Dalam jangka panjang, air minum yang telah terkontaminasi limbah
deterjen berpotensi sebagai salah satu penyebab penyakit kanker
(karsinogenik). Proses penguraian deterjen akan menghasilkan sisa
benzena yang apabila bereaksi dengan klor akan membentuk
senyawa klorobenzena yang sangat berbahaya. Kontak benzena dan
klor sangat mungkin terjadi pada pengolahan air minum,
mengingat digunakannya kaporit (dimana di dalamnya terkandung
klor) sebagai pembunuh kuman pada proses klorinasi. Saat ini,
instalasi pengolahan air milik PAM dan juga instalasi pengolahan
air limbah industri belum mempunyai teknologi yang mampu
mengolah limbah deterjen secara sempurna.
Penggunaan fosfat sebagai builder dalam deterjen perlu ditinjau
kembali, mengingat senyawa ini dapat menjadi salah satu penyebab
proses eutrofikasi (pengkayaan unsur hara yang berlebihan) pada
sungai/danau yang ditandai oleh ledakan pertumbuhan algae dan
eceng gondok yang secara tidak langsung dapat membahayakan
biota air dan lingkungan. Di beberapa negara Eropa, penggunaan
fosfat telah dilarang dan diganti dengan senyawa substitusi yang
relatif lebih ramah lingkungan.
Menurut Undang-undang Perlindungan Konsumen, konsumen
mempunyai hak untuk memperoleh informasi suatu produk secara
jelas, hak untuk memilih dan hak untuk menuntut/menggugat
produsen apabila produk mereka tidak sesuai dengan klaimnya
Berkaitan dengan hak konsumen tersebut, diperlukan transparansi
dari produsen mengenai kandungan produk deterjen yang
dihasilkannya dalam bentuk pelabelan komposisi bahan baku.
Persepsi masyarakat bahwa deterjen yang menghasilkan busa
melimpah mempunyai daya cuci yang baik adalah tidak benar.
Untuk merubah persepsi tersebut, diperlukan partisipasi baik dari
pihak konsumen maupun produsen. Di satu pihak, konsumenharus
tahu bahwa tidak ada kaitan antara daya cuci dan busa melimpah.
Di lain pihak, produsen seharusnya tidak lagi menggunakan “busa
melimpah” dalam mempromosikan produknya.
Produksi deterjen Indonesia rata-rata per tahun sebesar 380 ribu
ton. Sedangkan tingkat konsumsinya, menurut hasil survey yang
dilakukan oleh Pusat Audit Teknologi di wilayah Jabotabek pada
tahun 2002, per kapita rata-rata sebesar 8,232 kg.
Regulasi yang berkaitan dengan deterjen di Indonesia masih belum
sepenuhnya mengakomodasi aspek lingkungan. Standar, sebagai
salah satu produk regulasi, yang berlaku sekarang dan digunakan
sebagai acuan bagi produk deterjen sudah berumur lebih dari 15
tahun dan tidak sesuai lagi dengan tuntutan produk yang
berwawasan lingkungan, sehingga perlu direvisi, seiring dengan
perkembangan teknologi dan perkembangan baku mutu
lingkungan.
1. 5. Limbah Tinja
Bagian yang paling berbahaya dari limbah domestik
adalah mikroorganisme patogenyang terkandung dalam tinja,
karena dapat menularkan beragam penyakit bila masuk tubuh
manusia, dalam 1 gram tinja mengandung 1 milyar partikel virus
infektif, yang mampu bertahan hidup selama beberapa minggu
pada suhu dibawah 10 derajat Celcius. Terdapat 4 mikroorganisme
patogen yang terkandung dalam tinja yaitu : virus, Protozoa, cacing
dan bakteri yang umumnya diwakili oleh jenis Escherichia coli (E-
coli). Menurut catatan badan Kesehatan dunia (WHO) melaporkan
bahwa air limbah domestik yang belum diolah memiliki kandungan
virus sebesar 100.000 partikel virus infektif setiap liternya, lebih
dari 120 jenis virus patogen yang terkandung dalam air seni dan
tinja. Sebagian besar virus patogen ini tidak memberikan gejala
yang jelas sehingga sulit dilacak penyebabnya.
Saat ini E-coli adalah mikroorganisme yang mengancam Kali Mas.
Bakteri penghuni usus manusia dan hewan berdarah panas ini telah
mengkontaminasi badan air Kali Mas, dari Kajian Dhani Arnantha
staf peneliti Lembaga kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah
menyebutkan bahwa di Hulu Kali Mas tepatnya di daerah Ngagel
jumlah E-coli dalam 100 ml air Kali Mas mencapai 350 milyar –
1600 milyar padahal dalam baku mutu yang ditetapkan oleh
Pemerintah dalam PP 82/2001 tentang Pengendalian Limbah cair
menyebutkan bahwa badan air yang dimanfaatkan sebagai bahan
baku air minum seperti Kali Mas kandungan E-coli dalam 100 ml
air tidak boleh lebih dari 10.000.
Setelah tinja memasuki badan air, E-coli akan mengkontaminasi
perairan, bahkan pada kondisi tertentu E-coli dapat mengalahkan
mekanisme pertahanan tubuh dan dapat tinggal di dalam pelvix
ginjal dan hati.
Tingginya tingkat pencemaran domestik Kali Mas memberikan
dampak yang signifikan terhadap kualitas kesehatan masyarakat
yang tinggal disepanjang bantaran Kali Mas, hal ini merujuk pada
data yang dikeluarkan oleh Paguyuban Kanker Anak Jawa Timur
RSUD Dr Soetomo Oktober 2003 yang menyebutkan bahwa 59%
penderita kanker anak adalah leukimia dan sebagian besar dari
penderita kanker ini tinggal di Daerah Aliran Sungai Brantas
(termasuk Kali Surabaya dan Kali Mas). Jenis Kanker lainnya yang
umum diderita Anak yang tinggal di Bantaran Kali adalah kanker
syaraf (neuroblastoma), Kanker kelenjar getah bening (Limfoma),
kanker ginjal (tumor wilms), dan Kanker Mata.
Ancaman serius ini harus memicu peran aktif Pemerintah dalam
mengendalikan pencemaran domestik, karena dibandingkan
dengan Limbah cair industri, penanganan sumber limbah domestik
sulit untuk dikendalikan karena sumbernya yang tersebar. Upaya
yang dimaksudkan bukan penyuluhan kepada masyarakat untuk
tidak membuang tinja atau deterjen kesungai, tetapi lebih kepada
mengarahkan industri-industri kita untuk menerapkan cleaner
production (industri yang berwawasan lingkungan) dengan
menerapkan pengolahan limbah dan menghasilkan produk-produk
ramah lingkungan.
Sebagai konsumenpun masyarakat pemakai detergen juga harus
berani memilih dengan menggunakan produk-produk yang
dihasilkan oleh industri yang telah memiliki predikat hijau, predikat
hijau ini diberikan oleh Kantor kementrian Lingkungan Hidup
dalam program Proper (Program Pentaatn Industri) dalam program
ini diberikan predikat emas untuk industri yang menerapkan
industri bersih, predikat Hijau untuk industri yang telah
mengelolah limbahnya dan telah mengembangkan community
development bagi masyrakat sekitar, predikat biru, Predikat Merah
dan Predikat hitam bagi industri yang menimbulkan kerusakan
lingkungan.
Dengan memilih produk-produk dari industri berpredikat hijau
berarti kita juga ikut serta dalam menjaga kualitas lingkungan.
1. C. Karakteristik Limbah
Karakteristik limbah:
1. Berukuran mikro
2. Dinamis
3. Berdampak luas (penyebarannya)
4. Berdampak jangka panjang (antar generasi)
Faktor yang mempengaruhi kualitas limbah adalah:
1. Volume limbah
2. Kandungan bahan pencemar
3. Frekuensi pembuangan limbah
Berdasarkan karakteristiknya, limbah industri dapat digolongkan
menjadi 4 bagian:
1. Limbah cair
2. Limbah padat
3. Limbah gas dan partikel
4. Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)
Indikasi pencemaran air dapat kita ketahui baik secara visual
maupun pengujian, yaitu :
1. Perubahan pH (tingkat keasaman / konsentrasi ion hidrogen) Air
normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan memiliki pH
netral dengan kisaran nilai 6.5 – 7.5. Air limbah industri yang
belum terolah dan memiliki pH diluar nilai pH netral, akan
mengubah pH air sungai dan dapat mengganggukehidupan
organisme didalamnya. Hal ini akan semakin parahjika daya
dukung lingkungan rendah serta debit air sungai rendah. Limbah
dengan pH asam / rendah bersifat korosif terhadap logam.
2. Perubahan warna, bau dan rasa Air normak dan air bersih tidak
akan berwarna, sehingga tampak bening / jernih. Bila kondisi air
warnanya berubah maka hal tersebut merupakan salah satu
indikasi bahwa air telah tercemar. Timbulnya bau pada air
lingkungan merupakan indikasi kuat bahwa air telah tercemar. Air
yang bau dapat berasal darilimba industri atau dari hasil
degradasioleh mikroba. Mikroba yang hidup dalam air akan
mengubah organik menjadi bahan yang mudah menguap dan
berbau sehingga mengubah rasa.
3. Timbulnya endapan, koloid dan bahan terlarut Endapan, koloid
dan bahan terlarut berasal dari adanya limbah industri yang
berbentuk padat. Limbah industri yang berbentuk padat, bila tidak
larut sempurna akan mengendapdidsar sungai, dan yang larut
sebagian akan menjadi koloid dan akan menghalangibahan-bahan
organik yang sulit diukur melalui uji BOD karena sulit didegradasi
melalui reaksi biokimia, namun dapat diukur menjadi uji COD.
Adapun komponen pencemaran air pada umumnya terdiri
dari bahan buangan padat, bahan buangan organik, bahan buangan
anorganik.
1. D. Cara Pengelolaan Limbah
A. 1. Tekhnologi Pengolahan Air Limbah
i. a. Trickling filter
Pembuangan air limbah baik yang bersumber dari kegiatan
domestik (rumah tangga) maupun industri ke badan air dapat
menyebabkan pencemaran lingkungan apabila kualitas air limbah
tidak memenuhi baku mutu limbah. Sebagai contoh, mari kita lihat
Kota Jakarta. Jakarta merupakan sebuah ibukota yang amat padat
sehingga letak septic tank, cubluk (balong), dan pembuangan
sampah berdekatan dengan sumber air tanah. Terdapat sebuah
penelitian yang mengemukakan bahwa 285 sampel dari 636 titik
sampel sumber air tanah telah tercemar oleh bakteri coli. Secara
kimiawi, 75% dari sumber tersebut tidak memenuhi baku mutu air
minum yang parameternya dinilai dari unsur nitrat, nitrit, besi, dan
mangan.
Trickling filter. Sebuah trickling filter bed yang
menggunakan plastic media.
Bagaimana dengan air limbah industri? Dalam kegiatan industri, air
limbah akan mengandung zat-zat/kontaminan yang dihasilkan dari
sisa bahan baku, sisa pelarut atau bahan aditif, produk terbuang
atau gagal, pencucian dan pembilasan
peralatan, blowdownbeberapa peralatan seperti kettle boiler dan
sistem air pendingin, serta sanitary wastes. Agar dapat memenuhi
baku mutu, industri harus menerapkan prinsip pengendalin limbah
secara cermat dan terpadu baik di dalam proses produksi (in-pipe
pollution prevention) dan setelah proses produksi (end-pipe
pollution prevention). Pengendalian dalam proses produksi
bertujuan untuk meminimalkan volume limbah yang ditimbulkan,
juga konsentrasi dan toksisitas kontaminannya. Sedangkan
pengendalian setelah proses produksi dimaksudkan untuk
menurunkan kadar bahan peencemar sehingga pada akhirnya air
tersebut memenuhi baku mutu yang sudah ditetapkan.
Parameter Konsentrasi (mg/L)
COD 100 – 300
BOD 50 – 150
Minyak nabati 5 – 10
Minyak mineral 10 – 50
Zat padat tersuspensi (TSS) 200 – 400
pH 6.0 – 9.0
Temperatur 38 – 40 [oC]
Ammonia bebas (NH3) 1.0 – 5.0
Nitrat (NO3-N) 20 – 30
Senyawa aktif biru metilen 5.0 – 10
Sulfida (H2S) 0.05 – 0.1
Fenol 0.5 – 1.0
Sianida (CN) 0.05 – 0.5
Batasan Air Limbah untuk Industri (Kepmen LH No.
KEP-51/MENLH/10/1995).
Namun walaupun begitu, masalah air limbah tidak sesederhana
yang dibayangkan karena pengolahan air limbah memerlukan biaya
investasi yang besar dan biaya operasi yang tidak sedikit. Untuk
itu, pengolahan air limbah harus dilakukan dengan cermat, dimulai
dari perencanaan yang teliti, pelaksanaan pembangunan fasilitas
instalasi pengolahan air limbah (IPAL) atau unit pengolahan limbah
(UPL) yang benar, serta pengoperasian yang cermat.
Dalam pengolahan air limbah itu sendiri, terdapat beberapa
parameter kualitas yang digunakan. Parameter kualitas air limbah
dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu parameter organik,
karakteristik fisik, dan kontaminan spesifik. Parameter organik
merupakan ukuran jumlah zat organik yang terdapat dalam limbah.
Parameter ini terdiri dari total organic carbon (TOC), chemical
oxygen demand (COD), biochemical oxygen demand (BOD), minyak
dan lemak (O&G), dan total petrolum hydrocarbons (TPH).
Karakteristik fisik dalam air limbah dapat dilihat dari
parameter total suspended solids(TSS), pH, temperatur, warna,
bau, dan potensial reduksi. Sedangkan kontaminan spesifik dalam
air limbah dapat berupa senyawa organik atau inorganik.
1. b. Hazardous Material ContainerPenanganan atau pengolahan Limbah B3, dengan metode Hazardous Material Container.
Limbah B3 harus ditangani dengan perlakuan khusus mengingat
bahaya dan resiko yang mungkin ditimbulkan apabila limbah ini
menyebar ke lingkungan. Hal tersebut termasuk proses
pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutannya. Pengemasan
limbah B3 dilakukan sesuai dengan karakteristik limbah yang
bersangkutan. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa
kemasan limbah B3 harus memiliki kondisi yang baik, bebas dari
karat dan kebocoran, serta harus dibuat dari bahan yang tidak
bereaksi dengan limbah yang disimpan di dalamnya. Untuk limbah
yang mudah meledak, kemasan harus dibuat rangkap di mana
kemasan bagian dalam harus dapat menahan agar zat tidak
bergerak dan mampu menahan kenaikan tekanan dari dalam atau
dari luar kemasan. Limbah yang bersifat self-reactive dan
peroksida organik juga memiliki persyaratan khusus dalam
pengemasannya. Pembantalan kemasan limbah jenis tersebut harus
dibuat dari bahan yang tidak mudah terbakar dan tidak mengalami
penguraian (dekomposisi) saat berhubungan dengan limbah.
Jumlah yang dikemas pun terbatas sebesar maksimum 50 kg per
kemasan sedangkan limbah yang memiliki aktivitas rendah
biasanya dapat dikemas hingga 400 kg per kemasan.
Limbah B3 yang diproduksi dari sebuah unit produksi dalam
sebuah pabrik harus disimpan dengan perlakuan khusus sebelum
akhirnya diolah di unit pengolahan limbah. Penyimpanan harus
dilakukan dengan sistem blok dan tiap blok terdiri atas 2×2
kemasan. Limbah-limbah harus diletakkan dan harus dihindari
adanya kontak antara limbah yang tidak kompatibel. Bangunan
penyimpan limbah harus dibuat dengan lantai kedap air, tidak
bergelombang, dan melandai ke arah bak penampung dengan
kemiringan maksimal 1%. Bangunan juga harus memiliki ventilasi
yang baik, terlindung dari masuknya air hujan, dibuat tanpa plafon,
dan dilengkapi dengan sistem penangkal petir. Limbah yang
bersifat reaktif atau korosif memerlukan bangunan penyimpan
yang memiliki konstruksi dinding yang mudah dilepas untuk
memudahkan keadaan darurat dan dibuat dari bahan konstruksi
yang tahan api dan korosi.
Mengenai pengangkutan limbah B3, Pemerintah Indonesia belum
memiliki peraturan pengangkutan limbah B3 hingga tahun 2002.
Namun, kita dapat merujuk peraturan pengangkutan yang
diterapkan di Amerika Serikat. Peraturan tersebut terkait dengan
hal pemberian label, analisa karakter limbah, pengemasan khusus,
dan sebagainya. Persyaratan yang harus dipenuhi kemasan di
antaranya ialah apabila terjadi kecelakaan dalam kondisi
pengangkutan yang normal, tidak terjadi kebocoran limbah ke
lingkungan dalam jumlah yang berarti. Selain itu, kemasan harus
memiliki kualitas yang cukup agar efektivitas kemasan tidak
berkurang selama pengangkutan. Limbah gas yang mudah
terbagak harus dilengkapi dengan head shields pada kemasannya
sebagai pelindung dan tambahan pelindung panas untuk mencegah
kenaikan suhu yang cepat. Di Amerika juga diperlakukan rute
pengangkutan khusus selain juga adanya kewajiban
kelengkapanMaterial Safety Data Sheets (MSDS) yang ada di setiap
truk dan di dinas pemadam kebarakan.
Secured Landfill. Faktor hidrogeologi, geologi lingkungan,
topografi, dan faktor-faktor lainnya harus diperhatikan
agar secured landfill tidak merusak lingkungan. Pemantauan pasca-
operasi harus terus dilakukan untuk menjamin bahwa badan air
tidak terkontaminasi oleh limbah B3.
Pembuangan limbah B3 (Disposal); Strategi yang digunakan dalam
pengelolaan B3 dan limbah B3 adalah melalui pengembangan
sistem dan peningkatan kapasitas pengawasan dan perizinan;
mendorong penerapan prinsip 3R (Reuse, Recycle, Recovery);
penguatan kapasitas kelembagaan daerah dalam pengelolaan B3
dan limbah B3; aliansi strategi dengan stakeholders tingkat lokal,
nasional, regional, maupun internasional.
Sebagian dari limbah B3 yang telah diolah atau tidak dapat diolah
dengan teknologi yang tersedia harus berakhir pada pembuangan
(disposal). Tempat pembuangan akhir yang banyak digunakan
untuk limbah B3 ialah landfill (lahan urug) dan disposal well (sumur
pembuangan). Di Indonesia, peraturan secara rinci mengenai
pembangunan lahan urug telah diatur oleh Badan Pengendalian
Dampak Lingkungan (BAPEDAL) melalui
Kep-04/BAPEDAL/09/1995.
Landfill untuk penimbunan limbah B3 diklasifikasikan menjadi tiga
jenis yaitu: (1) secured landfill double liner, (2) secured landfill
single liner, dan (3) landfill clay liner dan masing-masing memiliki
ketentuan khusus sesuai dengan limbah B3 yang ditimbun.
Dimulai dari bawah, bagian dasar secured landfill terdiri atas tanah
setempat, lapisan dasar, sistem deteksi kebocoran, lapisan tanah
penghalang, sistem pengumpulan dan pemindahan lindi (leachate),
dan lapisan pelindung. Untuk kasus tertentu, di atas dan/atau di
bawah sistem pengumpulan dan pemindahan lindi harus dilapisi
geomembran. Sedangkan bagian penutup terdiri dari tanah
penutup, tanah tudung penghalang, tudung geomembran, pelapis
tudung drainase, dan pelapis tanah untuk tumbuhan dan vegetasi
penutup. Secured landfill harus dilapisi sistem pemantauan kualitas
air tanah dan air pemukiman di sekitar lokasi agar mengetahui
apakah secured landfill bocor atau tidak. Selain itu, lokasi secured
landfill tidak boleh dimanfaatkan agar tidak beresiko bagi manusia
dan habitat di sekitarnya.
Deep Injection Well. Pembuangan limbah B3 melalui metode ini
masih mejadi kontroversi dan masih diperlukan pengkajian yang
komprehensif terhadap efek yang mungkin ditimbulkan. Data
menunjukkan bahwa pembuatan sumur injeksi di Amerika Serikat
paling banyak dilakukan pada tahun 1965-1974 dan hampir tidak
ada sumur baru yang dibangun setelah tahun 1980.
Sumur injeksi atau sumur dalam (deep well injection) digunakan di
Amerika Serikat sebagai salah satu tempat pembuangan limbah B3
cair (liquid hazardous wastes). Pembuangan limbah ke sumur
dalam merupakan suatu usaha membuang limbah B3 ke dalam
formasi geologi yang berada jauh di bawah permukaan bumi yang
memiliki kemampuan mengikat limbah, sama halnya formasi
tersebut memiliki kemampuan menyimpan cadangan minyak dan
gas bumi. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam pemilihan
tempat ialah strktur dan kestabilan geologi serta hidrogeologi
wilayah setempat.
Limbah B3 diinjeksikan sedalam suatu formasi berpori yang berada
jauh di bawah lapisan yang mengandung air tanah. Di antara
lapisan tersebut harus terdapat
lapisanimpermeable seperti shale atau tanah liat yang cukup tebal
sehingga cairan limbah tidak dapat bermigrasi. Kedalaman sumur
ini sekitar 0,5 hingga 2 mil dari permukaan tanah.
Tidak semua jenis limbah B3 dapat dibuang dalam sumur injeksi
karena beberapa jenis limbah dapat mengakibatkan gangguan dan
kerusakan pada sumur dan formasi penerima limbah. Hal tersebut
dapat dihindari dengan tidak memasukkan limbah yang dapat
mengalami presipitasi, memiliki partikel padatan, dapat
membentuk emulsi, bersifat asam kuat atau basa kuat, bersifat
aktif secara kimia, dan memiliki densitas dan viskositas yang lebih
rendah daripada cairan alami dalam formasi geologi.
Hingga saat ini di Indonesia belum ada ketentuan mengenai
pembuangan limbah B3 ke sumur dalam (deep injection well).
Ketentuan yang ada mengenai hal ini ditetapkan oleh Amerika
Serikat dan dalam ketentuan itu disebutkah bahwa:
1. Dalam kurun waktu 10.000 tahun, limbah B3 tidak boleh
bermigrasi secara vertikal keluar dari zona injeksi atau secara
lateral ke titik temu dengan sumber air tanah.
2. Sebelum limbah yang diinjeksikan bermigrasi dalam arah seperti
disebutkan di atas, limbah telah mengalami perubahan higga
tidak lagi bersifat berbahaya dan beracun.
3. Pengolahan Awal (Pretreatment); Tahap pengolahan ini
melibatkan proses fisik yang bertujuan untuk menghilangkan
padatan tersuspensi dan minyak dalam aliran air limbah.
Beberapa proses pengolahan yang berlangsung pada tahap ini
ialah screen and grit removal, equalization and storage, serta oil
separation.Tujuan utama pengolahan air limbah ialah untuk mengurai kandungan bahan pencemar di dalam air terutama senyawa organik, padatan tersuspensi, mikroba patogen, dan senyawa organik yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme yang terdapat di alam. Pengolahan air limbah tersebut dapat dibagi menjadi 5 (lima) tahap:
1. Pengolahan Tahap Pertama (Primary Treatment); Pada dasarnya,
pengolahan tahap pertama ini masih memiliki tujuan yang sama
dengan pengolahan awal. Letak perbedaannya ialah pada proses
yang berlangsung. Proses yang terjadi pada pengolahan tahap
pertama ialah neutralization, chemical addition and
coagulation,flotation, sedimentation, dan filtration.
1. Pengolahan Tahap Kedua (Secondary Treatment); Pengolahan
tahap kedua dirancang untuk menghilangkan zat-zat terlarut
dari air limbah yang tidak dapat dihilangkan dengan proses fisik
biasa. Peralatan pengolahan yang umum digunakan pada
pengolahan tahap ini ialah activated sludge, anaerobic
lagoon, tricking filter, aerated lagoon, stabilization
basin, rotating biological contactor, serta anaerobic contactor
and filter.
1. Pengolahan Tahap Ketiga (Tertiary Treatment); Proses-proses
yang terlibat dalam pengolahan air limbah tahap ketiga
ialah coagulation and sedimentation, filtration,carbon
adsorption, ion exchange, membrane separation,
serta thickening gravity or flotation.
2. Pengolahan Lumpur (Sludge Treatment); Lumpur yang terbentuk
sebagai hasil keempat tahap pengolahan sebelumnya kemudian
diolah kembali melalui prosesdigestion or wet
combustion, pressure filtration, vacuum
filtration, centrifugation,lagooning or drying bed, incineration,
atau landfill.
3. c. Sedimentation
Pemilihan proses yang tepat didahului dengan mengelompokkan
karakteristik kontaminan dalam air limbah dengan menggunakan
indikator parameter yang sudah ditampilkan di tabel di atas.
Setelah kontaminan dikarakterisasikan, diadakan pertimbangan
secara detail mengenai aspek ekonomi, aspek teknis, keamanan,
kehandalan, dan kemudahan peoperasian. Pada akhirnya, teknologi
yang dipilih haruslah teknologi yang tepat guna sesuai dengan
karakteristik limbah yang akan diolah. Setelah pertimbangan-
pertimbangan detail, perlu juga dilakukan studi kelayakan atau
bahkan percobaan skala laboratorium yang bertujuan untuk:
1. 1. Memastikan bahwa teknologi yang dipilih terdiri dari proses-
proses yang sesuai dengan karakteristik limbah yang akan
diolah.
2. 2. Mengembangkan dan mengumpulkan data yang diperlukan
untuk menentukan efisiensi pengolahan yang diharapkan.
3. 3. Menyediakan informasi teknik dan ekonomi yang diperlukan
untuk penerapan skala sebenarnya.
Sedimentation. Sebuah primary sedimentation tank di sebuah unit
pengolahan limbah domestik. Sedimentation tank merupakan salah
satu unit pengolahan limbah yang sangat umum digunakan.
Bottomline, perlu kita semua sadari bahwa limbah tetaplah limbah.
Solusi terbaik dari pengolahan limbah pada dasarnya ialah
menghilangkan limbah itu sendiri. Produksi bersih (cleaner
production) yang bertujuan untuk mencegah, mengurangi, dan
menghilangkan terbentuknya limbah langsung pada sumbernya di
seluruh bagian-bagian proses dapat dicapai dengan penerapan
kebijaksanaan pencegahan, penguasaan teknologi bersih, serta
perubahan mendasar pada sikap dan perilaku
manajemen. Treatment versus Prevention? Mana yang menurut
teman-teman lebih baik?? Saya yakin kita semua tahu
jawabannya.Reduce, recyle, and reuse.
1. E. Hipotesis
Apakah teman-teman tahu, apakah yang disebut dengan limbah?
Sebagai mahasiswa, teman-teman pasti tahu apa itu limbah.
Bagaimanakah keadaan Indonesia dengan adanya pencemaran
limbah yang sangat membahayakan kehidupan ekosistem dan
lingkungan?
Dampak limbah domestik akan semakin terlihat saat memasuki
musim kemarau, hal ini dikarenakan volume debit air limbah tetap
sedangkan volume debit air Kali Mas dan Kali Surabaya mengalami
penurunan hingga 3 kali. Pada musim penghujan debit air Kali
Surabaya mencapai 60 m3/detik sedangkan pada musim kemarau
debit air turun menjadi 20 m3/detik. Hal ini menurunkan
kemampuan pengenceran air sungai terhadap kualitas limbah
domestik, akibatnya muncul buih-buih putih membentuk jajaran
pulau busa, dampak seperti ini sering terlihat dipintu pelepasan
saluran pembuangan di Darmo Kali hingga Pasar Keputarn dan
Kayun hingga Monumen Kapal selam seperti yang nampak pada
berita Surabaya news, Senin 7 Juni 2004.
Limbah domestik terbagi dalam dua kategori yaitu pertama, limbah
cair domestik yang berasal dari air cucian seperti sabun, deterjen,
minyak dan pestisida.Kedua adalah limbah cair yang berasal dari
kakus seperti sabun, shampo, tinja dan air seni.
Limbah cair domestik menghasilkan senyawa organik berupa
protein, karbohidrat, lemak dan asam nukleat Pada musim kemarau
saat debit air Kali Mas turun hingga 300% maka masukan bahan
organik kedalam badan air akan mengakibatkan penurunan
kualitas air.
Pertama, badan air memerlukan oksigen ekstra guna mengurai
ikatan dalam senyawa organik (dekomposisi), akibatnya akan
membuat sungai miskin oksigen, membuat jatah oksigen bagi biota
air lainnya berkurang jumlahnya. Pengurangan kadar Oksigen
dalam air ini sering mengakibatkan peristiwa ikan munggut (ikan
mati masal akibat kekurangan Oksigen).
Kedua, Limbah organik mengandung padatan terlarut yang tinggi
sehingga menimbulkan kekeruhan dan mengurangi penetrasi
cahaya matahari bagi biota fotosintetik.
Ketiga, puluhan ton padatan terlarut yang dibuang hampir lebih
dari 3 juta orang di Surabaya akan mengendap dan merubah
karakteristik dasar sungai, akibatnya beberapa biota yang menetap
didasar sungai akan tereleminasi atau bahkan punah.
Dampak limbah organik ini umumnya disebabkan oleh dua jenis
limbah cair yaitu deterjen dan tinja. Deterjen sangat berbahaya
bagi lingkungan karena dari beberapa kajian menyebutkan bahwa
detergen memiliki kemampuan untuk melarutkan bahan bersifat
karsinogen, misalnya 3,4 Benzonpyrene, selain gangguan terhadap
masalah kesehatan, kandungan detergen dalam air minum akan
menimbulkan bau dan rasa tidak enak. Sedangkan tinja merupakan
jenis vektor pembawa berbagai macam penyakit bagi manusia.
1. F. Indonesia dengan Pencemaran lingkungan dan Limbah
Kondisi geografis wilayah Indonesia semakin memudahkan
pembuangan dan penyelundupan limbah B3, ditambah pula masih
rendahnya kesadaran para pelaku usaha/kegiatan tentang bahaya
dan pentingnya pengelolaan B3 dan limbah B3. Hal inilah yang
mendasari pentingnya pengelolaan B3 dan limbah B3.
Pembangunan yang pesat dibidang ekonomi disatu sisi akan
meningkatkan kualitas hidup manusia, yaitu dengan meningkatnya
pendapatan masyarakat, tetapi di sisi lain akan berakibat pada
penurunan kesehatan akibat adanya pencemaran yang berasal dari
limbah industri dan rumahtangga. Hal ini karena kurangnya atau
tidak memadainya fasilitas atau peralatan untuk menangani dan
mengelola limbah tersebut.
Pembanguan bidang kesehatan Indonesia telah berjalan selama
lebih kurang dua dasawarsa. Peningkatan derajat kesehatan yang
optimal sebagai tujuan dari pembangunan bidang kesehatan telah
dilaksanakan, seperti peningkatan dan pemerataan pembangunan
bidan kesehatan.
Untuk mencapai hidup yang sehat, masyarakat selalu berinteraksi
dengan 4 faktor, yaitu faktor lingkungan, perilaku individu dan
masyarakat, pelayanan kesehatan, dan faktor bawaan (genetik).
Lingkungan sehat yang diharapkan adalah suatu lingkungan hidup
yang terencana, terorganisasi dinilai dari semua faktor yang ada
pada lingkungan fisik manusia, dikelola sedemikian rupa sehingga
derajat kesehatan dapat ditingkatkan.
Ditinjau dari sudut kepentingan masyarakat dalam berinteraksi
dengan lingkungan masih banyak sekali masalah–masalah
lingkungan yang perlu segera mendapat perhatian. Kebanyakan
masyarakat, terutama terutama yang hidup didaerah pedesaan
belum mengetahui bahwa banyak sekali masalah–masalah
lingkungan disekitarnya mereka yang dapat berakibat buruk
terhadap kesehatan dan kelangsungan hidup mereka.
Keadaan dan masalah lingkungan yang berkaitan dengan
kesehatan masyarakat nampak sangat beragam. Berbagai faktor
lingkungan yang merugikan belum dapat diatasi, yang penting
artinya dalam peningkatan masyarakat itu sendiri. Ada juga faktor
lingkungan yang bersifat menguntungkan, belum dapat ditangani
dengan baik sebagai karakteristik kehidupan masyarakat, sifat–
sifat dan kebiasaan, serta tingkat pengetahuan masyarakat yang
masih rendah.
Menurut organisasi kesehtan dunia (WHO), sanitasi didefinisikan
sebagai pengawasan faktor–faktor dalam lingkungan fisik manusia
yang dapat menimbulkan pengaruh yang merugikan terhadap
perkembangan jasmani, maka berarti pula suatu usaha untuk
menurunkan jumlah penyakit manusia sedemikian rupa sehinga
derajat kesehatan yang optimal dapat dicapai.
1. G. Solusi atau Usaha yang dilakukan untuk Mengatasi
Pencemaran Limbah atau Bahan Berbahaya dan Beracun
Pengenalan usaha–usaha sanitasi ditujukan kepada seluruh
masyarakat, diutamakan kepada penduduk yang berpenghasilan
rendah dan tingkat pengetahuan rendah baik dikota maupun di
desa. Langkah awal yang dapat dilakukan adalah mengupayakan
perubahan perilaku masyarakat ke arah yang lebih baik. Beberapa
cara yang dapat diterapkan sebagai usaha meningkatkan
kesadaran dan peran serta masyarakat adalah sebagai berikut :
1. 1. Menggalakan Penyuluhan Tentang Hidup Sehat
Kepedulian dari lembaga–lembaga kesehatan seangat diharapakan
masyarakat. Pemanfaatan tempat–tempat pelayanan kesehatan
masyarakat merupakan upaya ideal dlam mewujudkan kesadaran
masyarakat untuk berperilaku sehat. Kepercayaan masyarakat
terhadap petugas–pertugas kesehatan dilingkungan adalah
merupakan nilai tambah tersendiri. Masyarakat akan lebih mudah
menerima masukan–masukan yag diberikan.
Gambaran umum menunjukan bahwa lingkungan yang bermasalah
bagi kesehatan didominasi oleh penduduk berpenghasilan rendah
dengan tingkat pengetahuan yang rendah. Adanya asumsi bahwa
timbulnya penyakit karena kutukan adalah tidak relevan sama
sekali. Masyarakat harus diberitahu bahwa terjadinya penyakit
adalah karena adanya interaksi antara 3 faktor, yaitu enviroment,
host dan agent. Penyuluhan–peyuluhan dapat diberikan pada saat
kegiatan–kegiatan masyarakat berlangsung.
Penyuluhan yang cukup efektif dapat dilakukan terhadap ibu rumah
tangga, karena kondisi kesehatan keluarga erat hubungannya
dengan tingkat pengetahuan ibu. Pembinaan terhadap ibu–ibu
dapat dilakukan posyandu. Ibu rumah tangga dapat dianjurkan
untuk memulai perilaku sehat secara secara dini terhadap
balitanya.
Kepada masayrakat yang tinggal di Daerah Aliran Sungai, perlu
dilakukan penyuluhan tentang penyehatan air agar layak konsumsi,
dan diajak untuk mengenal perubahan–perubahan yang terjadi
disungai, seperti perubahan warna air, banyaknya ikan yang mati
atau gangguan lain, dimana berarti sumber air yang mereka pakai
telah kemasukan benda asing yang berbahaya bagi kehidupan
mereka.
1. 2. Memberi Contoh Lingkungan Sehat bagi masyarakat
Kebanyakan masyarakat tidak akan menerima langsung isi
penyuluhan–penyuluhan tentang kesehatan. Masyarakat lebih
tertarik dengan hal–hal yang peraktis dan kurang sukar
memikirkan secara mendalam apa yang harus dilakukan terhadap
lingkungannya agar mereka terhindar dari penyakit. Sebaiknya
masyarakat langsung ditunjukan contoh–contoh lingkungan sehat
yang akan dijadikan panutan agar lebih efektif dan membantu.
Contoh lingkungan sehat bagi masyarakat yang cocok adalah suatu
rumah sederhana dengan perkarangan yang bersih, mempunyai
jamban yang cukup syarat kesehatan, air yang cuup tersedia, dan
tempat pembuangan air limbah serta sampah tersedia baik. Dari
adanya contoh–contoh seperti ini, masyarakat akan mengerti
bahwa dengan kesederhanaan yang mereka miliki, mereka dapat
juga menikmati lingkungan yang sehat dan terhindar dari penyakit–
penyakit yang timbul karena keadaan lingkungan sekitar mereka.
Poster–poster sederhana juga dapat membantu masyarakat
mengenal dan menerapkan sanitasi lingkungan. Sarana–sarana
desa seperti balai desa dan pusat pelayanan kesehtan tersebut
sering dikunjungi masyarakat.
3. Menunjang Kesehatan Mayarakat Dalam Bidang Sanitasi
Lingkungan
Konsep dan teknis sanitasi yang cocok bagi suatu wilayah,
kadangkala dapat timbul dari masyarakat sendiri. Hal ini
merupakan sumbangan besar bagi terlaksananya usaha sanitasi
lingkungan. Sanitasi lingkungan yang dilakukan masyarakat
kadang-kadang hanya tidak sengaja. Segai contoh, pemanfaatan
sampah rumahtangga oleh masyarakat tani untuk dijadikan
kompos. Tujuan utama mereka adalah untuk menambah bahan
organik pada tanaman yang diusahakan. Secara tidak sadar
sebenarnya mereka telah ikut meniadakan vektor–vektor penyakit
yang hidup di sampah–sampah.
Kegiatan–kegiatan sanitasi seperti ini merupakan suatu potensi.
Adanya dukungan dari pihak–pihak yang berkompeten akan
menumbuhkan peran serta masyarakat. Masyarakat diberitahu
bahwa apa yang mereka lakukan adalah salah satu cara
melepaskan mereka dari gangguan vektor penyakit.
1. 4. Pemberian Pengahargaan Bagi Lingkungan Sehat
Keinginan untuk dihargai adalah mutlak dalam diri manusia.
Penghargaan dapat dinyatakan melalui dukungan terhadap apa
yang telah dilakukan, pemberian tambahan sarana–sarana dan
hadiah jika memungkinkan. Adanya penghargaan akan lebih
memotivasi masyarakat untuk meningkatkan kepedulian terhadap
keadaan lingkungan yang berkaitan dengan kesehatan.
1. H. Tujuan yang akan Dicapai
2. Terbentuknya Budaya Hidup Bersih bagi masyarakat yang ada di
lingkungan sekitar;
3. Terciptanya pola hidup bersih secara individu dengan kehidupan
nyata di masing–masing rumah tangga;
4. Terciptanya kepedulian sosial terhadap lingkungan masyarakat
sekitarnya;
5. Terciptanya kesadaran masyarakat akan bahaya yang akan
ditimbulkan dari pembuangan limbah atau sampah secara
sembarangan;
Memupuk kebiasaan masyarakat agar tidak membuang sampah
sembarangan
ORGANISASI LABORATORIUM
1. Pengelolaan LaboratoriumLaboratorium sering diartikan sebagai suatu ruangan atau tempat untuk melakukan percobaan atau penelitian. Ruang dimaksud dapat berupa gedung yang dibatasi oleh dinding atau alam terbuka misalnya kebun botani.
A. Desain LaboratoriumPada umumnya bentuk, ukuran, tata ruang suatu laboratorium didesain sedemikian rupa sehingga pemakai laboratorium mudah melakukan aktifitasnya.Disamping bentuknya, ukuran laboratorium perlu mendapat perhatian karena fungsi laboratorium di sekolah-sekolah tidak hanya digunakan untuk percobaan yang bersifat individual. Jumlah siswa yang melebihi kapasitas ruangan laboratorium dalam satu kali percobaan akan mengganggu kenyamanan dan jalannya percobaan atau aktifitas lainnya. Sebuah laboratorium yang ukuran lantai seluas 100 m² dapat digunakan oleh sekitar 40 orang siswa, dengan rasio setiap siswa menggunakan tempat seluas 2,5 m² dari keseluruhan luas laboratorium. Laboratorium untuk keperluan pratikum mahasiswa membutuhkan ukuran lebih luas lagi, misalnya 3 – 4 m² untuk setiap mahasiswa.
Jenis LaboratoriumJenis laboratorium biasanya disesuaikan dengan mata pelajaran yang membutuhkan laboratorium tersebut. Kadang- kadang atas dasar efisiensi, suatu ruangan laboratorium difungsikan sekaligus sebagai ruangan kelas untuk proses belajar IPA. Laboratorium jenis ini dikenal sebagai Sciense classroom-laboratory. Kelebihan jenis laboratorium ini bersifat multi guna.
Tata Letak LaboratoriumPemakai laboratorium hendaknya memahami tata letak atau layout bangunan laboratorium. Bangunan laboratorium tidak sama dengan bangunan kelas. Banyak faktor yang harus dipertimbangkan sebelum membangun laboratorium. Faktor-faktor tersebut antara lain lokasi bangunan laboratorium dan ukuran-ukuran ruang.
Persyaratan lokasi pembangunan laboratorium antara lain:1. Tidak terletak pada arah mata angin yang menuju bangunan lain atau pemukiman. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari penyebaran gas-gas berbahaya.2. Bangunan laboratorium jangan terlalu dekat dengan banguna lainnya.3. Lokasi laboratorium harus mudah dijangkau untuk pengontrol dan memudahkan tindakan lainnya misalnya apabila terjadi kebakaran, mobil kebakaran harus dapat menjangkau bangunan laboratorium.
Selain persyaratan lokasi, perlu diperhatikan pula tata letak ruangan. Ruangan laboratorium untuk pembelajaran sain umumnya terdiri atas ruang utama dan ruang-ruang pelengkap. Ruang utama adalah ruangan tempat para siswa atau mahasiswa melakukan pratikum. Ruang pelengkap umumnya terdiri atas ruang persiapan dan ruang penyimpanan. Ruang persiapan digunakan untuk menyiapkan alat-alat dan bahan-bahan yang akan dipakai pratikum atau percobaan baik untuk siswa maupun untuk guru. Ruang penyimpanan atau gudang terutama digunakan untuk menyimpan bahan-bahan persediaan (termasuk bahan kimia) dan alat-alat yang penggunaannya jarang. Selain ruang-ruangan tersebut, mungkin juga sebual laboratorium memiliki ruang gelap (dark room), ruangan specimen, ruangan khusus untk penyimpana bahan-bahan kimia dan ruang adminitrasi/staf.Ukuran ruang utama lebih besar dari pada ukuran ruang persiapan dan ruang penyimpanan. Ruang penyimpanan harus dapat ditempati lemari yang akan digunakan untuk penyimpanan alat-alat atau bahan. Demikian juga ruang persiapan, harus dapat ditempati meja dan alat-alat untuk keperluan penyiapan bahan-bahan atau alat-alat.
B. Peranan Laboratorium dalam Pembelajaran
Laboratorium memiliki peranan sebagai tempat dilakukannya percobaan atau penelitian. Di dalam
pembelajaran sains, laboratorium berperan sebagai tempat kegiatan penunjang dari kegiatan kelas.
Fungsi lain dari laboratoium adalah sebagai tempat display atau pameran.
C. Fasilitas Laboratorium
Laboratorium yang baik harus dilengkapi dengan berbagai fasilitas untuk memudahkan pemakai
laboratorium dalam melakukan aktivitasnya. Fasilitas umum merupakan fasilitas yang dapat digunakan
oleh semua pemakai laboratorium, contohnya penerangan, ventilasi, air, bak cuci (sink), aliran listik, gas.
Fasilitas khusus berupa peralatan dan mebelair, contohnya meja siswa/mahasiswa, meja guru/dosen,
kursi, papan tulis, lemari alat, lemari bahan, dan ruang timbang, lemari asam, perlengkapan P3K,
pemadam kebakaran, dll.
D. Personal
Agar kesinambungan daya guna laboratorium dapat dipertahankan, laboratorium dapat di kelola secara
baik. Salah satu bagian dari pengelola laboratorium ini adalah staf atau personal laboratorium. Staf atau
personal laboratorium mempunyai tanggung jawab terhadap efektifas dan efisiensi laboratorium termasuk
fasilitas, alat-alat dan bahan-bahan pratikum.
Selain pengelola laboratorium biasanya terdapat pula seorang teknisi laboratorium. Tugas teknisi
laboratorium membantu penyiapan alat-alat/bahan-bahan pratikum, pengecekan secara periodik,
pemeliharaan dan penyimpanan alat dan bahan. Agar kinerja pengelola laboratorium berjalan baik, perlu
disusun struktur organisasi laboratorium.
Tugas penanggung jawab laboratorium selain mengkoordinir berbagai aspek laboratorium, juga mengatur
penjadualan penggunaan laboratorium. Penjadualan ini dikoordinasikan dengan bagian kurikulum dan
mempertimbangkan usulan-usulan guru.
Pada laboratorium dengan peralatan laboratorium yang rumit atau kompleks, biasanya perlu diangkat
seorang operator alat. Operator alat bertanggung jawab terhadap alat yang dioperasikannya, oleh kerena
itu operasi harus selalu siap jika sewaktu-waktu alat tersebut digunakan.
E. Anggaran
Kelancaran kegiatan laboratorium dan kesinambungan fungsionalisasi laboratorium sangat tergantung
kepada anggaran yang memadai. Pengertian anggaran disini adalah suatu proses yang meliputi
perencanaan sistematik untuk suatu kegiatan yang menghemat uang.
Sumber: http://id.shvoong.com/exact-sciences/biology/2082787-organisasi-laboratorium/
#ixzz25Vc8BkBG