BAHASA ANTARA PEMELAJAR BIPA AUSTRALIA:
KASUS PEMEROLEHAN KATA DALAM BAHASA TULIS
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia
Oleh:
MEITA ENJAYANI
171232006
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
PROGRAM MAGISTER
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2021
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
i
BAHASA ANTARA PEMELAJAR BIPA AUSTRALIA:
KASUS PEMEROLEHAN KATA DALAM BAHASA TULIS
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia
Oleh:
MEITA ENJAYANI
171232006
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
PROGRAM MAGISTER
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2021
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
TESIS
BAHASA ANTARA PEMELAJAR BIPA AUSTRALIA:
KASUS PEMEROLEHAN KATA DALAM BAHASA TULIS
Oleh:
MEITA ENJAYANI
NIM: 171232006
Telah disetujui oleh:
Pembimbing I,
Dr. B. Widharyanto, M.Pd. tanggal 28 Juni 2021
Pembimbing II,
Drs. Pius Nurwidasa P, M.Ed., Ed.D. tanggal 28 Juni 2021
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
BAHASA ANTARA PEMELAJAR BIPA AUSTRALIA:
KASUS PEMEROLEHAN KATA DALAM BAHASA TULIS
Dipersiapkan dan disusun oleh:
MEITA ENJAYANI
NIM: 171232006
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
pada tanggal 5 Juli 2021
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Dewan Penguji:
Nama Lengkap Tanda Tangan
Ketua : Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum. ....................................
Sekretaris : Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum. ....................................
Anggota : Dr. B. Widharyanto, M.Pd. ....................................
Anggota : Drs. Pius Nurwidasa P, M.Ed., Ed.D. ....................................
Anggota : Prof. Dr. Pranowo, M.Pd. ....................................
Yogyakarta, 5 Juli 2021
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma
Dekan,
Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 5 Juli 2021
Penulis,
Meita Enjayani
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Meita Enjayani
Nomor Mahasiswa : 171232006
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
Bahasa Antara Pemelajar Bipa Australia:
Kasus Pemerolehan Kata Dalam Bahasa Tulis
Dengan demikian, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata
Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,
mengolahnya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan
memublikasikan di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa
perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
pada tanggal: 5 Juli 2021
yang menyatakan
Meita Enjayani
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK
Enjayani, Meita. 2021. Bahasa Antara Pemelajar Bipa Australia: Kasus
Pemerolehan Kata Dalam Bahasa Tulis. Tesis. Yogyakarta: Magister
Pendidikan Bahasa Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sanata Dharma.
Produksi bahasa pemelajar dalam usahanya untuk mempelajari bahasa target oleh
Selinker (1972) dikenal dengan istilah bahasa antara. Dalam ranah BIPA, penelitian
terkait bahasa antara masih memiliki ruang untuk dilakukan. Penelitian bahasa
antara menjadi penting dilakukan untuk merumuskan sistem dan bentuk bahasa
pemelajar. Deskripsi mengenai sistem bahasa antara pemelajar merupakan
informasi aktual dan bukti mengenai identifikasi pengetahuan pemelajar, apa yang
telah dikuasai dan apa yang belum dikuasai. Dalam penelitian ini, peneliti akan
mengungkap bahasa antara seorang pemelajar BIPA Australia dengan latar
belakang bahasa Inggris sebagai bahasa Ibu dalam tataran kata.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini
diperoleh dari tulisan yang dihasilkan oleh seorang pemelajar BIPA Australia
selama proses pembelajaran bahasa Indonesia mulai bulan Februari hingga
Desember 2020. Peneliti mengumpulkan tulisan yang dihasilkan dari kelas menulis,
jurnal harian, dan juga dokumentasi percakapan pemelajar dengan peneliti.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode dokumen analisis. Analisis data
dilakukan melalui tahap reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Hasil analisis data menjawab tiga rumusan masalah dalam penelitian ini. Pertama,
bentuk bahasa antara pemelajar muncul dalam beberapa kategori, yaitu penggunaan
kata ganti orang, preposisi, kata berimbuhan, kata penggolong, kata ulang, dan juga
pemilihan diksi. Kedua, bentuk bahasa antara yang muncul dalam penelitian ini
didorong oleh adanya faktor transfer bahasa, generalisasi berlebih, dan juga strategi
komunikasi pemelajar. Ketiga, hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis kata
penghubung, kata keterangan, kata ganti tunjuk, kata negasi, kata tanya dan kata
ganti posisi merupakan jenis kata yang telah dikuasai oleh pemelajar. Pemelajar
masih belum menguasai jenis kata preposisi, kata ganti, kata penggolong, kata
ulang dan juga kata berimbuhan.
Hasil penelitian ini dapat dijadikan landasan bagi penelitian lanjutan untuk
menemukan generalisasi mengenai bentuk bahasa antara dalam tingkat kata dan
juga penguasaan jenis kata pemelajar BIPA Pemula dengan B1 selain bahasa
Inggris. Selain itu, penelitian lanjutan juga dapat dilakukan dalam bentuk kajian
bahasa antara pada pemelajar BIPA tingkat menengah dan tingkat lanjut, atau pada
aspek linguistik morfologi.
Kata kunci: bahasa antara, pemelajar BIPA Australia, pemerolehan kata
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
Enjayani, Meita. 2021. Interlanguage of Australian Beginner Level BIPA
learner: Case Study of Words Acquisition in Written Language
Production. Thesis. Yogyakarta: The Graduate Program in Indonesian
Language Education, Faculty of Teachers Training and Education, Sanata
Dharma University.
The language production of second language learners in learning the target
language is known as interlanguage, a term coined by Selinker (1972). In the area
of BIPA, research on interlanguage is still limited so that there is still plenty of
room to conduct this research. Research on interlanguage is important to be
conducted in order to find out the system and the language form of the learners.
The description of the interlanguage form of the learners provides actual
information and evidence regarding the learner's knowledge, what has and has not
been mastered. In this study, the researcher will reveal the interlanguage form of
an Australian BIPA learner, that is an English speaker, in the word level.
This research is qualitative research. The data source in this study was obtained
from written construction produced by an Australian BIPA student during the
Indonesian language learning process from February to December 2020. The
researcher collected Indonesian language written production of the learner from
writing classes, daily journals, and also documentation of written conversation
between the learner and the researcher. Data collection was done by document
analysis method. Data analysis was carried out through the stages of data
reduction, data display and drawing conclusions.
The data analysis would answer the three formulated problems in this study. First,
the interlanguage appears in several categories, namely the use of subject and
possessive pronouns, prepositions, affixation, classifiers, reduplications, and also
diction. Second, the interlanguage form that appears in this study is caused by
language transfer, overgeneralization, and also the learner's communication
strategy. Third, the result of the study indicates that conjunctions, adverbs of time
and quantity, demonstrative, negative words, question words and prepositions of
place are the types of words that have been mastered by the learner. On the other
hand, the learner still has not mastered prepositions, subject and possessive
pronouns, classifiers, reduplication and also affixation.
The results of this study can be used as a foundation for further research to
generalize the interlanguage forms at the word level and also the vocabulary
mastery of Beginner BIPA learners with different first language. In addition, further
research can also be carried out in the form of language studies of intermediate
and advanced level BIPA learners or on linguistic aspects such as morphology.
Key words: interlanguage, Australian BIPA learners, word acquisition
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii
HALAMAN MOTTO .......................................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .............................................................. vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................................... vii
ABSTRAK ......................................................................................................... viii
ABSTRACT ........................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR .......................................................................................... x
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xv
DAFTAR SKEMA ............................................................................................. xvi
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xvii
DAFTAR BAGAN .......................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 7
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................ 7
1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................................... 8
1.5 Batasan Istilah ................................................................................................. 9
1.6 Sistematika Penyajian ................................................................................... 11
BAB II. KAJIAN TEORI
2.1 Kajian Teori .................................................................................................. 12
2.1.1 Pemerolehan Bahasa Kedua ................................................................. 12
2.1.2 Pemelajar BIPA Tingkat Pemula ......................................................... 15
2.1.3 Pemelajar BIPA Australia .................................................................... 18
2.1.4 Pendekatan Pembelajaran Bahasa Kedua............................................. 19
2.1.4.1 Analisis Kontras ....................................................................... 19
2.1.4.2 Analisis Eror ............................................................................ 23
2.1.4.3 Bahasa Antara .......................................................................... 24
2.1.5 Kata Dalam Sistem Bahasa Indonesia.................................................. 35
2.2 Kerangka Berpikir ......................................................................................... 40
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian .............................................................................................. 43
3.2 Sumber Data dan Data .................................................................................. 45
3.3 Instrumen Penelitian ..................................................................................... 49
3.4 Teknik Pengumpulan Data ............................................................................ 50
3.5 Metode dan Teknik Analisis Data ................................................................. 53
3.6 Triangulasi Data ............................................................................................ 58
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Data ............................................................................................... 61
4.1.1 Konteks Penelitian ............................................................................... 61
4.1.2 Data Penelitian ..................................................................................... 62
4.2 Analisis Data ................................................................................................. 64
4.2.1 Bentuk Bahasa Antara Tingkat Kata .................................................... 65
4.2.1.1 Penggunaan Kata Ganti Orang .......................................................... 66
4.2.1.2 Penggunaan Preposisi ....................................................................... 69
4.2.1.3 Penggunaan Kata Berimbuhan .......................................................... 72
4.2.1.3 Penggunaan Kata Penggolong .......................................................... 87
4.2.1.3 Penggunaan Kata Reduplikasi........................................................... 88
4.2.1.3 Pemilihan Diksi ................................................................................. 90
4.2.2 Faktor Penyebab Munculnya Bahasa Antara ....................................... 94
4.2.2.1 Transfer Bahasa ................................................................................. 94
4.2.2.2 Generalisasi Berlebih ........................................................................ 96
4.2.2.3 Strategi Komunikasi .......................................................................... 97
4.3.2 Pemerolehan Jenis Kata ....................................................................... 99
4.3 Pembahasan ................................................................................................... 107
4.3.1 Bentuk Bahasa Antara .......................................................................... 107
4.3.2 Faktor Penyebab Munculnya Bahasa Antara ....................................... 117
4.3.3 Pemerolehan Jenis Kata Pemelajar ...................................................... 122
BAB V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan ................................................................................................... 127
5.2 Saran .............................................................................................................. 129
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 131
LAMPIRAN ....................................................................................................... 136
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
DAFTAR GAMBAR
2.1: Sistem Bahasa Antara ................................................................................................. 25
2.2: Perkembangan Bahasa Antara .................................................................................... 27
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
DAFTAR SKEMA
2.1: Kerangka Berpikir ....................................................................................................... 40
3.1: Proses Reduksi Data ................................................................................................... 55
4.1: Eror Pengunaan Kata Ganti -nya ............................................................................. 109
4.2: Perubahan Penggunaan Preposisi ............................................................................ 110
4.3: Perubahan Penggunaan Afiksasi -an ....................................................................... 113
4.4 Perubahan Penggunaan Afiksasi me- ....................................................................... 114
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
DAFTAR TABEL
3.1: Rincian Tulisan Pemelajar dari Kelas Menulis ....................................................... 45
3.2: Rincian Jurnal Harian Pemelajar ............................................................................... 46
3.3: Identifikasi Kalimat Pemelajar dalam Jurnal Harian .............................................. 47
3.4: Analisis Error Kalimat Pemelajar dalam Tugas Kelas Bahasa ............................. 48
4.1: Eror Penggunaan Kata Ganti -nya .............................................................................. 69
4.2: Eror Penggunaan Preposisi ......................................................................................... 70
4.3: Eror dalam Afiksasi ..................................................................................................... 73
4.4: Eror dalam Diksi .......................................................................................................... 90
4.5: Eror dalam Penggunaan Kosakata Bahasa Inggris .................................................. 93
4.6: Bukti Proses Transfer Bahasa Pemelajar .................................................................. 94
4.7: Kutipan Wawancara Dengan Pemelajar .................................................................... 98
4.8: Urutan Pemerolehan Kata Ganti Pemelajar ............................................................ 124
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xviii
DAFTAR BAGAN
4.1: Distribusi Penggunaan Kata Ganti Orang ................................................................. 66
4.2: Distribusi Penggunaan Kata Ganti -ku, -mu dan -nya ............................................. 67
4.3: Bagan Frekuensi Eror Penggunaan Kata Ganti Orang ............................................ 68
4.4: Distribusi Penggunaan Preposisi ................................................................................ 70
4.5: Distribusi Penggunaan Kata Berimbuhan ................................................................. 72
4.6: Distribusi Penggunaan Kata Penggolong .................................................................. 87
4.7: Distribusi Penggunaan Kata Bilangan Tingkat ...................................................... 100
4.8: Distribusi Penggunaan Kata Negasi ........................................................................ 100
4.9: Distribusi Penggunaan Kata Tanya .......................................................................... 101
4.10: Distribusi Penggunaan Kata Ganti Tunjuk ........................................................... 102
4.11: Distribusi Penggunaan Kata Ganti Posisi ............................................................. 102
4.12: Distribusi Penggunaan Kata Keterangan .............................................................. 103
4.13: Distribusi Penggunaan Kata Hubung .................................................................... 103
4.14: Distribusi Eror Penggunaan Kata Ganti ................................................................ 104
4.15: Distribusi Eror Penggunaan Preposisi ................................................................... 105
4.16: Distribusi Eror Penggunaan Kata Berimbuhan .................................................... 105
4.17: Distribusi Eror Pengguanaan Kata Penggolong ................................................... 106
4.18: Distribusi Eror Penggunaan Kata Ulang ............................................................... 107
4.19: Urutan Jenis Kata Yang Dikuasai Pemelajar ........................................................ 123
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Proses pemerolehan bahasa pertama atau bahasa ibu (B1) berbeda dengan
proses pemerolehan bahasa kedua (B2). Proses pemerolehan bahasa pertama
terjadi secara alamiah atau nature. Hal ini dapat diamati dari proses pemerolehan
bahasa seorang anak yang mulai berbicara dalam bahasa ibu. Sementara itu,
proses pemerolehan bahasa kedua terjadi secara nurture atau dengan sengaja
mempelajari aturan-aturan bahasa target. Dengan adanya proses ini, pemerolehan
bahasa kedua tidak selalu sukses seperti pencapaian pemerolehan bahasa pertama
seorang anak.
Dalam proses pembelajaran B2, pemelajar seringkali menemui suatu
kesulitan yang menyebabkan munculnya suatu kesalahan produksi bahasa (Widia,
2021) . Hal ini wajar terjadi karena adanya perbedaan kaidah antara B2 dan B1.
Pada kasus pemelajar BIPA, khususnya pemelajar tingkat pemula yang baru mulai
belajar dan mengenal bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua, produksi bahasa
pemelajar cenderung dipengaruhi oleh bahasa pertama pemelajar. Suyitno (2017)
mengungkapkan bahwa pada tahap awal pembelajaran BIPA, pembelajar masih
sangat dipengaruhi oleh bahasa, budaya, dan gaya belajar pertama yang mereka
pelajari. Selain itu, pengetahuan pemelajar mengenai B2 juga masih terbatas. Oleh
karena itu, dalam usahanya untuk menguasai B2, pemelajar biasanya akan
memakai diksi yang tidak tepat, membentuk suatu kata yang bahkan tidak ada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
dalam B2, dan juga mengkonstruksi suatu frasa atau kalimat yang kurang atau
tidak sesuai dengan kaidah B2 (Inderasari & Agustina, 2018; Pratiwi, 2017;
Yahya, 2018).
Fenomena ini juga dapat diamati pada pemelajaran bahasa Indonesia bagi
penutur asing (BIPA). Salah satunya adalah kasus pemelajar Australia yang
mempelajari bahasa Indonesia sebagai B2. Pembelajaran bahasa Indonesia bagi
pemelajar Australia termasuk dalam ranah pembelajaran bahasa kedua (B2). Gass
dan Selinker (2001), mendefinisikan pemerolehan bahasa kedua untuk merujuk
pada suatu proses pembelajaran bahasa selain bahasa ibu, setelah bahasa ibu telah
dikuasai. Bahasa Inggris merupakan bahasa ibu pemelajar Australia, sedangkan
bahasa Indonesia menjadi bahasa kedua yang dipelajari oleh pemelajar.
Pada kasus pemelajaran BIPA, bentuk produksi bahasa Indonesia yang
tidak sesuai dengan kaidah dapat muncul pada tingkat kata. Kata menjadi suatu
hal yang penting untuk dipelajari oleh pemelajar bahasa kedua karena pemilihan
kata yang tidak tepat dapat menimbulkan kesalahpahaman dari apa yang ingin
disampaikan (Siagian, 2020). Berdasarkan kerangka standard kelulusan yang
dirumuskan oleh Afiliasi Pengajar dan Pegiat Bahasa Indonesia bagi Penutur
Asing (APPBIPA), penguasaan beberapa jenis kosakata mendominasi jenis
kompetensi yang harus dikuasai oleh pemelajar BIPA tingkat pemula.
Bentuk kata yang belum dikuasai oleh pemelajar dapat menimbulkan suatu
produksi bahasa yang tidak sesuai dengan konteks kalimat yang ingin
disampaikan, atau tidak sesuai dengan kaidah yang berlaku dalam bahasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari konstruksi kalimat pemelajar pada bulan April
yang diambil dari kelas bahasa berikut:
KB.04.28 “Saya bermain gitar dan bass di band untuk dua tahun.”
Penggunaan preposisi untuk pada konstruksi kalimat tersebut tidak tepat untuk
mengungkapkan suatu kurun waktu karena preposisi untuk berfungsi untuk
menandai hubungan peruntukan (Muslich, 2010). Preposisi yang tepat dipakai
adalah selama karena preposisi ini berfungsi untuk menyatakan hubungan kurun
waktu (Muslich, 2010). Konstruksi kalimat tersebut juga mengindikasikan bahwa
pemelajar terpengaruh B1 sehingga memiliki kecenderungan untuk
menerjemahkan suatu kata secara harafiah. Pemelajar mengenal kata untuk dalam
bahasa Indonesia sebagai suatu kata yang dapat menggantikan atau memiliki arti
yang sama seperti preposisi yang dikenalnya dalam bahasa Inggris, yaitu for.
Dalam bahasa Inggris, preposisi for dapat dipakai untuk menyatakan hubungan
peruntukan dan juga hubungan rentang waktu.
Selain itu, salah satu jenis kata yang cukup kompleks untuk dikuasai oleh
pemelajar BIPA adalah kata berimbuhan sehingga pemelajar seringkali
melakukan kesalahan baik dalam pembentukan maupun penggunaan kata
berimbuhan (Musthafa & Rahmawati, 2021; Ratnawati, 2012; Setyaningrum et
al., 2018). Pemelajar bahasa Indonesia dapat saja menambahkan, menghilangkan,
atau memakai afiks yang tidak tepat (Ratnawati, 2012). Produksi pembentukan
kata yang tidak tepat dapat dilihat dari jurnal harian pemelajar Australia yang
ditulis pada bulan November:
JH.11.38 “Di danau kami melakukan perayaan pernikah.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
Bentuk kata pernikah tidak tepat dipakai dalam konteks kalimat tersebut. Bentuk
kata yang benar adalah dengan menambahkan konfiks per-an, sehingga bentuk
kata menjadi pernikahan. Penambahan konfiks per-an sesuai dalam kalimat ini
karena fungsi per-an adalah untuk membentuk kata benda dan mengungkapkan
makna peristiwa itu sendiri (Keraf, 1980).
Bentuk-bentuk produksi bahasa yang kurang atau tidak sesuai dengan
kaidah bahasa Indonesia muncul dalam sebagian besar konstruksi kalimat yang
ditulis oleh pemelajar Australia. Selain karena pengetahuan pemelajar yang
terbatas mengenai B2, hal ini juga disebabkan oleh pengaruh B1 pemelajar.
Pemelajar masih memakai diksi atau kaidah B1 yang telah dikuasai dalam
memproduksi B2. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Lado dalam bukunya
Linguistic Across Cultures (1957), bahwa seseorang cenderung akan mentransfer
bentuk, makna, serta budaya dari B1 ke B2.
“Individuals tend to transfer the forms and meanings, and the distribution of
forms and meanings of their native language and culture to the foreign
language and culture – both productively when attempting to speak the
language and act in the culture, and receptively when attempting to grasp and
understand the language and the culture as practiced by natives.”
(Lado, 1957: 2)
Dalam kasus ini, pemelajar mentrasfer kaidah bahasa Inggris sebagai B1 kedalam
kaidah Bahasa Indonesia sebagai B2 yang diproduksi.
Bahasa yang dikonstruksi pemelajar dalam upayanya menguasai B2 oleh
Selinker disebut sebagai interlanguage atau bahasa antara. Selinker (1972)
menyebut bahwa bahasa antara merupakan suatu sistem bahasa baru yang berbeda
dengan kaidah B2 maupun kaidah B1 yang telah dikuasai pemelajar. Bahasa
antara menjadi suatu gambaran dari usaha pemelajar untuk mengkonstruksi suatu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
sistem bahasa yang secara bertahap mendekati sistem B2. Dengan kata lain,
pemerolehan bahasa pemelajar berkembang seiring dengan masukan B2 yang
dipelajari.
Bahasa antara merupakan suatu proses mental yang terjadi dalam pikiran
pemelajar, sehingga hal ini tidak dapat diteliti secara spesifik. Akan tetapi, bentuk
bahasa antara dapat diperoleh melalui bukti yang berupa produksi bahasa
pemelajar, baik dalam bentuk tulisan maupun tuturan lisan. Produksi bahasa
pemelajar menjadi sumber data untuk melakukan penelitian bahasa antara. Gass
dan Selinker (2001) memaparkan dan memberi contoh bagaimana sumber data
yang berupa tulisan dari tiga penutur asli Arab Mesir yang tengah belajar bahasa
Inggris diteliti. Data ini dianalisis untuk menemukan pola bahasa antara pemelajar
dalam pemakaian bentuk jamak, verb+ing, serta preposisi bahasa Inggris.
Dalam konteks BIPA, penelitian mengenai bahasa antara yang diproduksi
oleh pemelajar BIPA masih memiliki ruang untuk dilakukan. Berdasarkan hasil
pencarian peneliti, penelitian terkait bahasa antara yang dapat ditemukan berupa
penelitian pragmatik bahasa antara. Primantari dan Wijana (2017) melakukan
penelitian untuk mengungkap bentuk bahasa antara dalam tindak tutur meminta
oleh pemelajar BIPA dari Korea. Penelitian lain dilakukan oleh Zubaidi (2013)
untuk menemukan bahasa antara dalam realisasi keluhan oleh pembelajar asing
bahasa Indonesia. Penelitian terkait pembelajaran bahasa kedua yang sudah ada
cenderung menitikberatkan pada identifikasi kesalahan produksi bahasa
pemelajar. Identifikasi eror yang diungkap juga hanya sebatas deskripsi eror
pemelajar, tanpa menggali lebih lanjut faktor yang mendorong terbentuknya eror
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
tersebut. Selain itu, data yang seringkali dipakai dalam identifikasi eror pemelajar
diambil dari produksi bahasa pemelajar dalam satu waktu tertentu sehingga
perkembangan produksi bahasa pemelajar tidak dapat dikaji secara lebih detail.
Fakta mengenai bentuk produksi bahasa yang dihasilkan oleh pemelajar
bahasa kedua dan juga ruang penelitian mengenai ranah pemerolehan bahasa
kedua mendorong peneliti untuk mengungkap secara khusus pola bahasa antara
yang dikonstruksi oleh pemelajar Australia. Kajian dalam kasus pemelajar
Australia juga menjadi menarik mengingat banyaknya jumlah pemelajar bahasa
Indonesia dari Australia. Berdasarkan laman Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa (2012), Australia merupakan negara dengan jumlah lembaga
penyelenggara BIPA tertinggi, yaitu sejumlah 113 lembaga. Sebagai tetangga
dekat Indonesia, Australia memiliki perhatian khusus terhadap bahasa Indonesia.
Beberapa sekolah di Australia bahkan mewajibkan siswanya untuk belajar Bahasa
Indonesia. Slaughter (2007) mengungkapkan bahwa pembelajaran bahasa
Indonesia pertama kali diperkenalkan kepada siswa sekolah menengah di
Australia pada tahun 1966. Berdasarkan silabus yang efektif dipakai mulai tahun
2017, disebutkan bahwa Australia merupakan penyedia pembelajaran bahasa
Indonesia di sekolah yang terbesar, selain Indonesia sendiri.
Bentuk bahasa antara yang muncul dalam produksi tulisan pemelajar
Australia dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia serta faktor-faktor yang
berpengaruh dalam kemunculan bentuk bahasa antara pemelajar menjadi hal yang
penting untuk diungkap. Penelitian ini juga dapat melengkapi teori terkait bahasa
antara, khususnya dalam penguasaan bahasa Indonesia pemelajar karena bentuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
bahasa antara mengindikasikan apa yang sudah dan belum dikuasai oleh
pemelajar. Fokus dalam penelitian ini adalah bentuk bahasa antara tingkatan kata.
Hal ini dipilih karena berdasarkan rumusan dalam standard kompetensi lulusan
(SKL) pemelajar BIPA tigkat pemula, jenis-jenis kata mendominasi daftar
kompetensi yang harus dikuasai oleh seorang pemelajar BIPA.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang, rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk bahasa antara yang muncul dalam tulisan pemelajar BIPA
Australia tingkat pemula pada tingkat kata?
2. Faktor apa yang mendorong munculnya bentuk-bentuk bahasa antara dalam
tulisan pemelajar BIPA Australia tingkat pemula?
3. Bagaimana pemerolehan jenis kata pemelajar BIPA Australia tingkat pemula?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijabarkan, tujuan melakukan
penelitian ini dapat dirangkum sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan bentuk bahasa antara pada tingkat kata yang muncul dalam
proses pembelajaran bahasa Indonesia pemelajar BIPA Australia tingkat
pemula.
2. Mengidentifikasi faktor yang mendorong munculnya pola bahasa antara dalam
proses pembelajaran bahasa Indonesia pemelajar BIPA Australia tingkat
pemula.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
3. Mendeskripsikan pemerolehan jenis kata pemelajar BIPA Australia tingkat
pemula.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian mengenai pola bahasa antara yang muncul dalam proses
pembelajaran bahasa Indonesia pemelajar Australia tingkat pemula diharapkan
dapat memberikan manfaat teoritis dan manfaat praktis yang dapat diuraikan
sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi pada pengembangan teori
terkait bahasa antara, khususnya mengenai pembelajaran bahasa Indonesia
sebagai bahasa kedua. Selain itu, penelitian ini juga memberikan kontribusi
mengenai urutan pemerolehan jenis kata pemelajar BIPA.
2. Manfaat Praktis
a. Pengajar BIPA
Hasil dari penelitian ini memaparkan bentuk bahasa antara yang muncul
dalam pembelajaran bahasa Indonesia pemelajar Australia tingkat pemula.
Melalui paparan ini, pengajar BIPA dapat memahami fenomena yang
terjadi dalam proses pembelajaran bahasa kedua serta mengidentifikasi
faktor yang mendorong munculnya produksi bahasa antara dalam proses
perkembangan belajar siswa. Hal ini diharapkan dapat membantu pengajar
untuk memberikan instruksi pembelajaran yang sesuai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
b. Peneliti lain
Topik ini dapat menjadi suatu referensi baru bagi peneliti lain yang
memiliki fokus serupa terkait bahasa antara dalam pembelajaran BIPA.
Topik serupa dapat diteliti untuk membuat generalisasi lebih lanjut
mengenai bentuk bahasa antara yang muncul pada pemelajar BIPA pada
level tertentu atau untuk mengidentifikasi bahasa antara pemelajar dengan
bahasa ibu selain bahasa Inggris.
1.5 Batasan Istilah
1. Bahasa Antara
Bahasa antara dalam penelitian ini mengacu pada definisi yang
dikemukakan oleh Selinker (1972). Bahasa antara didefinisikan sebagai suatu
sistem bahasa baru yang terbentuk ketika seseorang belajar bahasa kedua. Sistem
bahasa ini berbeda dari sistem bahasa ibu pemelajar maupun sistem bahasa dalam
bahasa target. Bahasa antara menjadi fokus utama dalam penelitian ini, khususnya
terkait bahasa antara dalam tataran kata yang muncul dalam tulisan yang
diproduksi oleh pemelajar Australia yang sedang belajar bahasa Indonesia.
2. Pemelajar BIPA Tingkat Pemula
Pemelajar BIPA merupakan pemelajar asing yang mempelajari bahasa
Indonesia sebagai bahasa kedua atau bahasa asing. Berdasarkan kompetensi yang
dimiliki, pemelajar BIPA dapat dibagi menjadi tiga tingkat, yaitu tingkat dasar,
menengah dan juga tingkat lanjut. Dalam penelitian ini, partisipan merupakan
pemelajar BIPA tingkat dasar/pemula. Peneliti memiliki asumsi bahwa bentuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
bahasa antara yang muncul pada pemelajar tingkat pemula lebih jelas terlihat dan
lebih bervariasi.
3. Pemelajar Australia
Pemelajar Australia yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan
seorang mahasiswa dari salah satu universitas di Australia. Pemelajar telah belajar
bahasa Indonesia selama dua tahun semenjak tahun 2019. Pemelajar mengambil
mata kuliah Bahasa Indonesia di Universitas selama dua semester pada tahun
2019. Pada tahun 2020, pemelajar mengikuti program immersion yang melibatkan
proses pembelajaran bahasa Indonesia di salah satu universitas di Indonesia.
Selain itu, pemelajar juga mengikuti kursus bahasa Indonesia secara mandiri di
Perth, Australia.
4. Pemerolehan Kata
Pemerolehan kata yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pemerolehan
jenis kata yang dirumuskan dalam standard kompetensi lulusan (SKL) Afiliasi
Pengajar dan Pegiat Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (APPBIPA). Jenis kata
ini adalah jenis kata yang seharusnya dikuasai oleh seorang pemelajar pemula.
Jenis kata ini adalah kata ganti orang, kata bilangan tingkat, kata negasi, kata
tanya, kata ganti tunjuk, posisi dan lokasi, kata depan, kata berimbuhan, kata
keterangan, kata hubung, kata penggolong, kata seru, dan juga kata ulang.
5. Bahasa Tulis
Bahasa tulis dalam penelitian ini berupa konstruksi kalimat tertulis yang
diproduksi oleh pemelajar sebagai partisipan dalam penelitian ini. Konstruksi
kalimat ini dihasilkan ketika pemelajar mengikuti kelas bahasa Indonesia, dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
jurnal harian dan juga percakapan tertulis dengan peneliti. Produksi bahasa tulis
pemelajar ini dihaasilkan dari bulan Februari hingga Desember 2020.
1.6 Sistematika Penyajian
Penyajian penelitian ini terbagi menjadi lima bab. Bab satu merupakan
bagian pendahuluan yang mencakup latar belakang penelitian, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah dan sistematika penyajian.
Bab kedua merupakan kajian teori yang berisi uraian teori dan penelitian
terdahulu yang relevan untuk dipakai peneliti dalam menganalisis data dan
menjawab rumusan masalah. Selanjutnya, bab tiga merupakan bagian metode
penelitian. Bab ini memuat jenis penelitian, objek penelitian, sumber data, metode
dan teknik pengumpulan data, instrument penelitian dan teknik analisis data. Bab
empat meencakup deskripsi data, hasil penelitian dan juga pembahasan. Bab lima
merupakan bab penutup yang berisi simpulan mengenai hasil penelitian dan saran
bagi peneliti selanjutnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Bagian ini terdiri dari dua sub-bab, yaitu kajian teori dan juga kerangka
berpikir. Kajian teori memuat teori-teori dan juga penelitian relevan yang
mendukung penelitian ini. Sementara itu, kerangka berpikir menguraikan konsep
logis penggunaan teori sebagai landasan dalam menjawab rumusan masalah.
2.1 Kajian Teori
Teori yang dipaparkan terbagi menjadi lima bagian. Bagian pertama berisi
teori-teori mengenai pemerolehan bahasa kedua. Bagian kedua berisi teori
mengenai pemelajar BIPA tingkat pemula. Bagian ketiga berisi teori mengenai
pemelajar BIPA Australia. Bagian keempat berisi teori pendekatan penelitian
pemerolehan bahasa kedua yang meliputi analisis kontras, analisis eror, dan juga
bahasa antara. Bagian terakhir berisi teori mengenai kata dalam sistem bahasa
Indonesia.
2.1.1 Pemerolehan Bahasa Kedua
Bahasa kedua merupakan bahasa yang dipelajari selain bahasa ibu. Dengan
kata lain, pembelajaran bahasa ketiga, keempat dan seterusnya juga termasuk
dalam ranah pembelajaran bahasa kedua. Gass dan Selinker (2001) maupun Ellis
(1997) sama-sama menyatakan bahwa pemerolehan bahasa kedua merupakan
suatu proses pembelajaran bahasa selain bahasa ibu, setelah bahasa ibu telah
dikuasai. Pemerolehan bahasa kedua ini dapat terjadi baik di dalam atau di luar
kelas. Ellis (1997) menyatakan bahwa pemerolehan bahasa secara natural sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
hasil dari tinggal di negara dimana bahasa target dipakai maupun belajar di kelas
melalui instruksi pembelajaran masuk dalam ranah pemerolehan bahasa kedua.
Dalam pembelajaran bahasa kedua, terjadi proses pemerolehan dan juga
pembelajaran bahasa. Proses pemerolehan dikenal sebagai proses alamiah dalam
konteks informal sedangkan proses pembelajaran didefinisikan sebagai proses
formal secara sadar untuk mempelajari kaidah kebahasaan. Menurut Krashen
(1981), proses pemerolehan bahasa kedua dapat terjadi secara attitude dan juga
aptitude. Attitude adalah pemerolehan bahasa secara tidak sadar dimana pemelajar
dapat memperoleh dan memahami bahasa kedua dengan metode mendengarkan
dan membaca. Aptitude adalah pemerolehan bahasa kedua secara sadar dengan
mempelajari dan memperhatikan bentuk, memahami aturan, dan secara umum
memahami proses bahasa itu sendiri.
Salah satu gagasan yang menjadi fokus dalam pemerolehan bahasa kedua
adalah mengenai apa yang disebut dengan transfer bahasa. Gass dan Selinker
(2001) mengungkapkan bahwa istilah transfer bahasa dipakai untuk merujuk pada
suatu proses psikologi dimana pembelajaran yang telah diperoleh sebelumnya
akan dipakai dalam situasi belajar yang baru. Postman (1971) dalam Gas dan
Selinker (2001) memaparkan suatu konsep pembelajaran yang dapat diaplikasikan
dalam konsep pembelajaran bahasa kedua. Konsep ini menyatakan bahwa
pembelajaran merupakan suatu proses akumulatif. Ini berarti bahwa semakin
banyak pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh seseorang, akan ada
kecenderungan untuk membentuk suatu konsep pembelajaran baru yang
dipengaruhi oleh pengalaman dan aktivitas terdahulunya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
Dalam pemerolehan bahasa kedua, pengalaman dan pengetahuan terdahulu
yang dimiliki pemelajar berkaitan erat dengan B1 pemelajar. Ellis (1997)
menyebut pengaruh B1 dalam proses pemerolehan bahasa kedua ini disebut
dengan tranfer B1. Transfer bahasa dibedakan menjadi transfer positif
(facilitation) dan transfer negatif (interference). Hal ini mengacu pada suatu
pandangan mengenai hasil transfer, apakah menghasilkan sesuatu yang benar atau
salah.
Banyak penelitian mengenai transfer bahasa yang dapat ditemukan. Amin
(2017), melakukan penelitian untuk menemukan bukti transfer bahasa dalam
proses pembelajaran Spanyol sebagai B2. Hasil dari penelitian ini menyatakan
bahwa transfer bahasa terjadi ketika seseorang mencoba berkomunikasi dalam
bahasa target tetapi memiliki keterbatasan dalam pengetahuan linguistik.
Sementara itu, Erdocia dan Laka (2018), melakukan penelitian serupa untuk
melihat transfer negatif mengenai urutan kata dalam kalimat pemelajar bahasa
Spanyol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketika bahasa partama dan bahasa
kedua berbeda, aturan yang berlaku dalam sistem bahasa pemelajar akan saling
berkompetisi dan menghasilkan transfer negative. Selanjutnya, Brogan dan Son
(2015), melakukan studi kasus untuk menganalisa tipe eror dan frekuensinya
untuk mengetahui proses transfer dalam beberapa tingkatan kelas yang berbeda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa transfer bahasa menjadi lebih sedikit ketika
penguasaan bahasa pemelajar ada pada tingkat lebih tinggi dan bahwa frekuensi
eror yang terjadi berubah dari suatu tingkat ke tingkat yang lebih tinggi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
2.1.2 Pemelajar BIPA Tingkat Pemula
Suharsono (2015), mengugkapkan bahwa lembaga penyelenggara
pengajaran BIPA di Indonesia membagi peringkat kemahiran atas tiga tingkat,
yaitu dasar, madya/menengah, dan lanjut. Berdasarkan kelas bahasa Indonesia
yang diikuti partisipan terakhir kali, partisipan merupakan pemelajar tingkat dasar
atau tingkat pemula. Hal ini berarti bahwa pemelajar masih berada pada tingkat
awal dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua.
Afiliasi Pengajar dan Pegiat Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing
(APPBIPA) telah menetapkan suatu kerangka kompetensi lulusan kursus dan
pelatihan untuk bidang Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) yang
diadaptasi dari Common European Framework of Reference for Languages
(CEFR) yang merupakan kerangka acuan bahasa asing di wilayah Eropa.
APPBIPA membagi tingkat kemahiran pemelajar menjadi tujuh. Perbandingan
antara rumusan tingkat dari CEFR dengan tingkat BIPA oleh APPBIPA
menunjukkan bahwa kriteria level A1 dan A2 tingkat beginner CEFR memiliki
komponen yang sama seperti level BIPA 1 dan BIPA 2. Dengan demikian, tingkat
pemula dalam BIPA meliputi BIPA 1 dan BIPA 2.
Deskripsi Tingkatan Menurut CEFR Deskripsi Tingkatan Menurut APPBIPA
A1
Can understand and use familiar everyday
expressions and very basic phrases aimed
at the satisfaction of needs of a concrete
type. Can introduce him/herself and others
and can ask and answer questions about
personal details such as where he/she
lives, people he/she knows and things
he/she has. Can interact in a simple way
provided the other person talks slowly and
clearly and is prepared to help.
BIPA 1
Mampu memahami dan menggunakan
ungkapan konteks perkenalan diri dan
pemenuhan kebutuhan konkret sehari-
hari dan rutin dengan cara sederhana
untuk berkomunikasi dengan mitra
tutur yang sangat kooperatif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
A2
Can understand sentences and frequently
used expressions related to areas of most
immediate relevance(e.g.very basic
personaland familyinformation, shopping,
local geography,employment). Can
communicate in simple and routine tasks
requiring a simple and direct exchange of
information on familiar and routine
matters. Can describe in simple terms
aspects of his/her background, immediate
environment and matters in areas of
immediateneed.
BIPA 2
Mampu mengungkapkan perasaan
secara sederhana, mendeskripsikan
lingkungan sekitar, dan
mengkomunikasikan kebutuhan sehari-
hari dan rutin.
Tabel 2.1 Perbandingan Rumusan Tingkat Kelas Bahasa Menurut CEFR dan APPBIPA
APPBIPA juga telah merumuskan kompetensi beserta indikator untuk
masing-masing kompetensi. Kompetensi memuat pengetahuan yang seharusnya
dikuasai oleh pemelajar BIPA. Berdasarkan fokus penelitian, peneliti hanya akan
merangkum kompetensi yang memuat jenis kata yang seharusnya dikuasai oleh
pemelajar BIPA tingkat pemula atau BIPA 1 dan BIPA 2. Hal ini dapat
dirangkum dalam tabel 2.2.
Kompetensi Indikator
Menguasai
pengetahuan
tentang penggunaan
kata ganti orang.
Menggunakan kata ganti orang I, II, III (saya, Anda, aku,
kamu, ia/dia, nama, kalian, mereka, kami, kita) dengan
tepat.
Menggunakan kata ganti milik (-ku, -mu, -nya) dengan
tepat.
Menguasai
pengetahuan tentang
penggunaan kata
bilangan tingkat.
Menggunakan kata bilangan tingkat (kesatu, kedua, dst.)
dengan tepat.
Menguasai
pengetahuan tentang
penggunaan kata
negasi.
Menggunakan kata negasi: bukan, tidak.
Menguasai
pengetahuan
tentang penggunaan
kata tanya.
Menggunakan kata tanya siapa, di mana, berapa, dari mana,
bagaimana dengan tepat.
Menggunakan kata tanya apa, berapa, kapan dengan tepat.
Menggunakan kata tanya bagaimana dan mengapa.
Menguasai
pengetahuan tentang
penggunaan kata
ganti tunjuk
Menggunakan kata ganti tunjuk: ini dan itu dengan tepat
(memperkenalkan orang lain atau menunjukkan sesuatu).
Menggunakan atau ganti tunjuk: (sana, sini, situ) dengan
tepat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
Menguasai
pengetahuan tentang
penggunaan posisi
dan lokasi.
Menggunakan posisi dan lokasi: di atas, di bawah, di
kanan, di kiri, di antara, di tengah, di luar, di dalam, di
pojok/di sudut dengan tepat.
Menguasai
pengetahuan tentang
penggunaan kata
depan.
Menggunakan kata depan: di, ke, dari, pada, kepada dengan
tepat.
Menguasai
pengetahuan tentang
penggunaan kata
kerja berimbuhan.
Menggunakan kata kerja berimbuhan ber- beserta
alomorfnya yang memiliki makna ‘melakukan aktivitas’,
‘punya’, dan ‘pakai’ dengan tepat.
Menggunakan kata kerja berimbuhan me- beserta
alomorfnya yang maknanya ‘melakukan aktivitas’ dengan
tepat.
Menggunakan imbuhan –an dengan makna ‘hasil/sesuatu
yang di-’.
Menggunakan alomorf me-.
Menggunakan imbuhan me- dengan makna ‘membuat’.
‘menggunakan alat’, ‘mengeluarkan suara seperti ...’,
‘menuju ke-...‘.
Menggunakan imbuhan ber- dengan makna ‘naik...’,
‘mengeluarkan’, ‘mengandung’, ‘dalam keadaan’, ‘dalam
kelompok’, dan ‘banyak/beberapa’.
menggunakan imbuhan pe- beserta alomorfnya dengan arti
‘pelaku/alat’, ‘profesi’, dan ‘mempunyai karakter’.
Menggunakan imbuhan ber-an dan ber-kan
Menggunakan imbuhan –an dengan makna ‘alat’, ‘tempat’,
Menguasai
pengetahuan tentang
penggunaan kata
keterangan.
Menggunakan kata keterangan aspek: belum, sudah, akan,
sedang dengan tepat.
Menggunakan kata keterangan waktu: besok, kemarin,
lusa, sejak, sekarang, nanti, dll. dengan tepat
Menggunakan kata keterangan penanda frekuensi (sering,
jarang, pernah, dll.)
Menggunakan kata keterangan (beberapa, banyak, sedikit,
dll.)
Menggunakan kata keterangan: sangat, agak, kurang,
sekali, terlalu
Menguasai
pengetahuan tentang
penggunaan kata
hubung.
Menggunakan kata hubung penambahan: dan, atau, lalu
Menggunakan kata hubung: karena, sambil, ketika,
sementara, tetapi.
Menguasai
pengetahuan tentang
penggunaan kata
penggolong.
Menggunakan kata penggolong:
seorang, seekor, sebuah, dll..
Menguasai
pengetahuan tentang
penggunaan kata
seru.
Kata seru wow, aduh, astaga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
Menguasai
pengetahuan tentang
penggunaan kata
ulang.
Kata ulang: anak-anak, teman-teman, rumah-rumah, dll..
Tabel 2.2 Rangkuman Kompetensi Jenis Kata Pemelajar BIPA Tingkat Pemula
Berdasarkan rangkuman tersebut, dapat dilihat bahwa jenis kata yang seharusnya
dikuasai oleh seorang pemelajar pemula adalah kata ganti orang, kata bilangan
tingkat, kata negasi, kata tanya, kata ganti tunjuk, posisi dan lokasi, kata depan,
kata berimbuhan, kata keterangan, kata hubung, kata penggolong, kata seru, dan
juga kata ulang.
2.1.3 Pemelajar BIPA Australia
Pemelajar BIPA Australia berasal dari komunitas etnis yang berbeda-beda
karena banyaknya kaum imigran yang berdatangan ke Australia (Riana, 2020).
Semenjak pertengahan abad ke 19, bahasa Inggris menjadi dominan dan dipakai
oleh kelompok bukan penutur Bahasa Inggris untuk berkomunikasi satu sama
lain. O'Shannessy dan Meakins (2016) menyebut bahwa bahasa Inggris
merupakan bahasa pertama dari 83% populasi di Australia.
Pembelajaran bahasa Indonesia di Australia merupakan pembelajaran
bahasa kedua. Pembelajaran bahasa Indonesia dilakukan di sekolah-sekolah di
Australia karena beberapa faktor. Alasan utama adalah karena ekonomi,
pendidikan, serta kemungkinan lapangan pekerjaan (Fhonna & Yusuf, 2020).
Meskipun ketertarikan pemelajar Australia dalam belajar bahasa Indonesia
menurun, data kuantitatif menunjukkan bahwa Indonesia masih merupakan
bahasa utama yang diajarkan di sekolah-sekolah Australia (Kohler & Mahnken,
2010).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
Dengan latar belakang bahasa Inggris sebagai bahasa pertama pemelajar
BIPA Australia, produksi B2 pemelajar juga akan dipengaruhi fitur-fitur linguistik
yang berlaku pada sistem bahasa Inggris. Hal ini yang kemudian
menimbulkan suatu bentuk-bentuk eror dalam produksi bahasa Indonesia
pemelajar. Bentuk eror ini dapat berupa penggunaan suatu bentuk kata atau
frasa yang terdengar aneh atau tidak ditemukan dalam konstruksi penutur asli
dalam mengungkapkan makna yang sama. Hal ini muncul ketika pemelajar
memakai pengetahuan atau kaidah B1 dalam memproduksi B2.
2.1.4 Pendekatan Penelitian Pembelajaran Bahasa Kedua
Penelitian mengenai pembelajaran bahasa kedua menghasilkan beberapa
sudut pandang terkait eror yang diproduksi pemelajar. Analisis kontras dan
analisis eror muncul dengan hipotesis yang berbeda mengenai apakah B1 atau B2
yang memberikan pengaruh terhadap eror yang dihasilkan. Namun demikian,
penelitian-penelitian empiris selanjutnya menunjukkan bahwa eror yang
diproduksi pemelajar bukan hanya dipengaruhi oleh B1 ataupun B2. Hal ini
memicu gagasan mengenai bahasa antara yang mendeskripsikan eror dalam proses
pemerolehan bahasa kedua.
2.1.4.1 Analisis Kontras
Pada tahun 1950 – 1960, peneliti banyak meneliti mengenai gagasan
bahwa bahasa merupakan suatu kebiasaan. Dalam hal ini, pembelajaran bahasa
kedua dilihat sebagai suatu proses perkembangan serangkaian kebiasaan baru. Hal
ini juga diungkapkan oleh Ellis (1997), bahwa teori psikologi yang dominan pada
tahun 1959 dan 1960 adalah teori pembelajaran behaviorist. Menurut teori ini,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
pembelajaran bahasa sama seperti pembelajaran lain yang melibatkan konstruksi
kebiasaan. Konstruksi kebiasaan dibentuk melalui praktik dengan stimulus dan
respon. Menurut Gas dan Selinker (2001), konsep ini memicu munculnya analisis
kontras. Analisis kontras membandingkan kedua bahasa menjadi suatu deskripsi
yang valid dari suatu konsep mengganti kebiasaan lama dengan suatu kebiasaan
baru.
Teori kontras dikembangkan oleh Lado. Analisis kontras oleh Lado (1957)
menyebutkan bahwa kita dapat mengidentifikasi properti bahasa antara dalam
bahasa ibu dan juga bahasa target. Analisis kontras membandingkan perbedaan
struktur bahasa antara B1 dan B2. Hal ini meliputi perbandingan struktur dari
suatu bunyi, sistem morfologi, sintaksis, dan bahkan budaya kedua bahasa.
Hipotesis ini berupa suatu anggapan bahwa semakin banyak persamaan struktur
atau elemen bahasa B2 dengan B1, maka pemelajar dapat menguasai B2 dengan
lebih mudah. Dan sebaliknya, semakin banyak perbedaan elemen bahasa B2
dengan B1, maka pemelajar akan lebih banyak mengalami kesulitan dalam proses
pembelajaran bahasa keduanya. Analisis kontras dapat memprediksi kesulitan
yang akan dialami oleh pemelajar dan juga analisis potensi kesalahan bahasa B2
yang akan dibuat oleh pemelajar.
Analisis kontras yang diajukan oleh Lado memunculkan beberapa
hipotesis dalam pembelajaran bahasa kedua. Analisis kontras mengindikasikan
kemungkinan untuk memprediksi kesulitan pemelajar bahasa kedua dengan
membandingkan B1 dan B2. Identifikasi kesulitan pemelajar dapat menentukan
potensi eror pemelajar dan menentukan elemen yang harus dipelajari oleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
pemelajar. Selanjutnya, Selinker dan Gass (2001) juga mengungkapkan beberapa
asumsi yang ada pada analisis kontras:
a. Analisis kontras berpegang pada suatu teori bahasa yang mengklaim bahwa
bahasa merupakan kebiasaan dan bahwa mempelajari bahasa melibatkan suatu
rangkaian konstruksi kebiasaan baru.
b. Sumber eror utama dalam produksi atau penerimaan bahasa kedua adalah
karena bahasa ibu.
c. Seseorang dapat menentukan adanya suatu eror dengan membandingkan
antara B1 dan B2.
d. Semakin besar perbedaan bahasa antara B1 dengan B2, semakin banyak eror
yang akan muncul.
e. Yang harus dilakukan pemelajar dalam proses belajar bahasa kedua adalah
dengan mempelajari perbedaan antara kedua bahasa.
f. Sulit atau mudahnya suatu pembelajaran bergantung pada perbedaan dan
persamaan dari kedua bahasa.
Melalui analisis kontras, apa yang sulit dan apa yang mudah bagi
pemelajar dalam memperlajari bahasa kedua dapat diprediksi. Prediksi ini
merupakan dua posisi yang berkembang dalam hipotesis analisis kontras. Dalam
membandingkan B1 dan B2, Lado (1957) dalam Maier (2010) mengungkapkan
hipotesis versi lemah dan versi kuat. Hipotesis versi kuat menyatakan bahwa eror
yang dibuat pemelajar dapat diprediksi dengan membandingkan antara B1 dan
B2. Perbedaan antara B1 dan B2 akan mengarah pada adanya eror sedangkan
persamaan antara B1 dan B2 tidak akan menimbulkan suatu masalah. Sementara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
itu, hipotesis versi lemah tidak membuat suatu prediksi dan memandang adanya
eror sebagai suatu transfer eror. Hipotesis versi lemah membandingkan kedua
bahasa setelah performa pemelajar diketahui. Dalam hal ini, kesulitan pemelajar
diidentifikasi terlebih dahulu kemudian perbandingan elemen dalam kedua bahasa
mulai dianalisa.
Analisis kontras memandang eror yang dikonstruksi pemelajar sebagai
sesuatu yang harus dihindari. Tujuan membandingkan B1 dan B2 dalam analisis
kontras adalah untuk mengembangkan materi pembelajaran yang dapat mencegah
eror yang diproduksi oleh pemelajar. Analisis eror juga diadaptasi dari teori
behaviorist sehingga eror pemelajar juga dillihat sebagai suatu formasi kebiasaan
yang salah.
Pada tahun 1960, teori linguistic behaviorist dan pembelajaran bahasa
kedua mendapat suatu tantangan. Bahasa mulai dilihat dari struktur bahasanya dan
bukan sebagai hasil dari suatu kebiasaan. Dengan kata lain, pembelajaran mulai
dilihat bukan sebagai suatu imitasi tetapi sebagai suatu formasi aturan yang aktif.
Salah satu argumen yang muncul adalah bahwa tidak semua eror dapat diprediksi.
Dan sebaliknya, tidak semua eror yang diprediksi muncul. Selain itu, analisis
kontras juga memandang bahwa eror yang dikonstruksi pemelajar disebabkan
oleh interferensi B1 pemelajar. Interferensi ini berupa transfer negatif kebiasaan
B1 pemelajar yang diaplikasikan dalam B2. Namun demikian, eror diketahui tidak
hanya disebabkan oleh kebiasaan pemelajar yang salah. Oleh karena itu, teori
analisis kontras kemudian bergeser pada pendekatan lain, yaitu analisis eror dan
juga bahasa antara.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
2.1.4.2 Analisis Eror
Teori pemerolehan bahasa kedua berkembang untuk mengkritisi mengenai
eror yang dibuat oleh pemelajar. Maier (2010) menyebut bahwa pada tahun 1950-
1960, eror dianggap sebagai sesuatu yang harus dieliminasi. Pandangan ini
berubah ketika Corder (1967) mempublikasikan artikel yang berjudul “The
significance of Learner’s Errors”. Corder menganggap eror sebagai suatu alat
dimana linguis dapat merekonstruksi pengetahuan pemelajar. Eror tidak lagi
dilihat sebagai suatu kesalahan yang harus dihindari oleh pemelajar.
Melalui analisis eror, peneliti dalam melihat perkembangan proses
pemerolehan bahasa pemelajar. Analisis eror masuk dalam ranah psikolinguistik
yang berhubungan dengan strategi yang dipakai pemelajar dalam proses
pemerolehan bahasa. Analisis eror memberi penekanan terhadap identifikasi dan
analisa berbagai penyimpangan berbahasa yang berbeda, serta memahami tentang
bagaimana dan mengapa eror tersebut terjadi. Analisis eror memiliki suatu asumsi
bahwa bahasa pemelajar merupakan suatu sistem yang dapat diprediksi seperti
bahasa pertama seorang anak. Krashen (1982) mengungkapkan bahwa eror
berbahasa atau developmental error dapat menjadi suatu bukti berkembangnya
proses pemerolehan bahasa kedua pemelajar. Melalui analisis eror, dapat
diketahui suatu faktor yang melatarbelakangi pemelajar melakukan eror tersebut.
Dalam pembelajaran bahasa kedua, perlu ditekankan definisi error yang
dimaksud, yang berbeda dengan mistakes. Error yang dimaksud adalah kesalahan
yang bersifat sistematis, terjadi berulang-ulang selama proses pemelajaran karena
pemelajar belum menguasai bahasa target (Corder, 1981). Istilah error dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
digantikan dengan kata eror dalam bahasa Indonesia yang menurut definisi dari
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan suatu nomina yang berarti
kesalahan teratur yang terjadi dalam pemerolehan atau belajar bahasa. Di sisi lain,
mistakes dapat didefinisikan sebagai suatu kesalahan ucap atau slips of the tongue
(Corder, 1981). Kesalahan ini terjadi ketika pemelajar telah menguasai suatu
kaidah atau aspek bahasa target, tetapi memproduksi suatu konstruksi yang salah.
Dalam hal ini, pembelajar dapat mengenali bahwa konstruksi tersebut tidak tepat
dan dapat memperbaikinya.
Analisis kontras dan analisis eror memiliki persamaan dalam hal produksi
tetapi berbeda dalam hal investigasi. Kedua teori menganalisa eror dalam
produksi bahasa yang dihasilkan oleh pemelajar, sehingga fokus ada pada
produksi eror dan bukan eror dalam proses internal. Perbedaannya adalah bahwa
analisis kontras cenderung membandingkan eror yang dibuat dengan
membandingkan antara B1 dan B2, sedangkan analisis eror cenderung
membandingkan eror yang diproduksi oleh pemelajar dengan bentuk dari B2.
2.1.4.3 Bahasa Antara
Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan eror berbahasa secara
internal, Selinker mengajukan teori interlanguage atau bahasa antara. Hal ini
muncul sebagai suatu istilah baru yang merupakan hasil dari penelitian
berkelanjutan mengenai produksi bahasa pemelajar bahasa kedua yang disebabkan
karena ketidakpuasan terhadap analisis kontras dan analisis eror. Bahasa antara
memberikan penekanan pada proses bagaimana dan mengapa seseorang
memproduksi eror tersebut. Teori ini juga menggeser teori psikologi pemerolehan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
bahasa kedua behaviorist menjadi mentalis. Ellis (1997) menyatakan bahwa
konsep bahasa antara menawarkan penjelasan umum tentang bagaimana akuisisi
B2 terjadi. Hal ini menggabungkan unsur-unsur dari teori mentalis bahasa
(misalnya pengertian perangkat akuisisi bahasa) dan unsur-unsur dari psikologi
kognitif (misalnya strategi pembelajaran).
Istilah bahasa antara muncul pada tahun 1972 oleh Selinker dalam jurnal
penelitiannya yang berisi suatu kerangka teori untuk menginterpretasikan proses
pemerolehan bahasa kedua sebagai suatu proses mental serta untuk meneliti
mengenai apa yang dia sebut sebagai interlanguage. Selinker (1972)
mengungkapkan bahwa interlanguage atau bahasa antara merupakan "a separate
linguistic system based on the observable output which results from a learners'
attempted production of a B2 norm". Ini berarti bahwa istilah bahasa antara
merupakan suatu sistem bahasa yang independen yang merupakan suatu bentuk
produksi bahasa yang dihasilkan pemelajar bahasa kedua dalam usahanya
memproduksi B2. Konstruksi bahasa yang diproduksi oleh pemelajar berbeda
dengan konstruksi bahasa yang dihasilkan oleh seorang penutur asli. Meskipun
demikian, konstruksi bahasa yang dihasilkan memiliki karakteristik yang didapat
dari B1 dan juga B2. Corder (1981) membuat ilustrasi kedudukan bahasa antara
sebagai berikut:
Gambar 2.1: Sistem Bahasa Antara
NL IL TL
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
Dalam penelitian ini, B1 merupakan bahasa ibu pemelajar, yaitu bahasa
Inggris. Sedangkan B2 merupakan bahasa target pemelajar, yaitu bahasa
Indonesia. Sistem bahasa yang diproduksi oleh pemelajar berbeda dengan sistem
bahasa yang diproduksi oleh seorang penutur asli Indonesia. Lebih lanjut lagi,
sistem bahasa ini juga tidak sama dengan sistem bahasa Inggris yang merupakan
bahasa ibu pemelajar. Namun demikian, bahasa antara pemelajar memiliki
komponen bahasa yang juga dapat dipengaruhi oleh B1 dan juga B2 sehingga
posisi bahasa antara berada diantara B1 dan B2.
Bahasa antara atau interlanguage bukan satu-satunya istilah yang dipakai
untuk mengungkapkan sistem bahasa yang dimiliki oleh pemelajar bahasa kedua.
Menurut Frith (1978), istilah lain yang serupa juga muncul untuk menyebut
interlanguage atau bahasa antara. Nemser (1969) menyebut interlanguage dengan
istilah approximative systems, Corder (1971) dengan istilah idiosyncratic dialects,
Richards dan Sampson (1973) dengan istilah learner language systems. Semua
istilah tersebut memiliki gagasan bahwa sistem bahasa pemelajar bahasa kedua
berkembang ke arah bahasa target melalui tahap pemerolehan selama proses
belajarnya.
Nemser (1969) dalam Frith (1978) menyatakan bahwa istilah
approximative system dipakai untuk mendeskripsikan sistem bahasa yang dipakai
oleh pemelajar. Bahasa pemelajar merupakan sistem approximative, yakni
penyimpangan pemelajar dari sistem bahasa B2 dalam usahanya berkomunikasi
dalam B2. Sistem approximative bervariasi tergantung pada level kemampuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
pemelajar. Seperti Corder, Nemser melihat bahasa pemelajar berkembang melalui
tahap pemerolehan selama proses belajarnya.
Corder (1971) dalam Maier (2010) menggambarkan bahasa pemelajar
bahasa kedua sebagai suatu dialek khusus yang dia sebut sebagai idiosyncratic
dialec. Dialek ini bersifat regular, sistematis, dan bermakna. Corder beranggapan
bahwa pemelajar dengan latar belakang yang sama akan memiliki bentuk bahasa
antara yang sama. Asumsi ini memberikan kemungkinan akan adanya generalisasi
mengenai bahasa antara. Selain itu, proses mengajar pemelajar dalam satu waktu
menjadi tidak mungkin tanpa adanya asusmsi bahwa pemelajar memiliki bahasa
antara yang sama.
Dalam proses pembelajarannya, pemelajar akan mengalami suatu
perkembangan bahasa yang mengarah ke bahasa target. Bahasa antara yang
diproduksi melibatkan serangkaian tatabahasa B2 yang saling tumpang tindih,
dimana setiap kaidah bahasa yang baru diperlajari akan saling berbagi, tetapi juga
memasukkan item baru, merevisi aturan atau terkadang fossilized. Hal ini dapat
diilustrasikan dalam gambar berikut:
Gambar 2.2: Perkembangan Bahasa Antara
Hipotesis mengenai bahasa antara yang penting untuk diuraikan adalah
mengenai fossilizations. Fenomena fossilizations dapat menjadi bukti terkait
NL IL IL TL
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
sistem bahasa antara pemelajar bahasa kedua. Selinker (1972) mengungkapkan
fenomena ini dengan deskripsi berikut:
“linguistic items, rules, and subsystems which speakers of a particular B1 will
tend to keep in their IL relative to a particular B2, no matter what the age of
the learner or amount of explanation and instruction he receives in the B2”.
(Selinker, 1972: 215).
Hal ini berarti bahwa fonologi, morfologi, maupun fitur sintaksis dalam bahasa
yang diproduksi oleh pembelajar bahasa kedua yang telah belajar dalam jangka
waktu yang lama tetap akan berbeda dari penutur asli. Bentuk fossilized ini
merupakan suatu bentuk bahasa antara ketika proses pemerolehan telah terhenti
sebelum B2 dikuasai. Fossillization dapat terjadi di semua sub sistem linguistik.
Penutur dengan bahasa ibu yang berbeda akan cenderung memiliki karakteristik
fossilized yang berbeda. Selinker dalam Ellis (1997), menngungkapkan bahwa
hanya 5 % pemelajar yang dapat berlanjut dan berkembang seperti mental
grammar seorang penutur asli. Istilah backsliding dipakai untuk menyebut
pemelajar yang berhenti berkembang dalam proses pemerolehan bahasanya.
Penelitian mengenai adanya fossilization dalam pemelajaran bahasa kedua
mengundang para peneliti untuk menguji kebenarannya. Fauziati (2011)
melakukan penelitian untuk menguji fossilization pemelajar bahasa kedua, bahasa
Inggris. Sumber data diambil dari eror kaidah bahasa yang diproduksi pemelajar
sebelum diberikan instruksi, setelah diberikan sebulan instruksi dan setelah dua
bulan instruksi pembelajaran. Karena adanya instruksi pembelajaran, eror yang
diproduksi berubah. Eror yang fluktuatif cenderung tidak stabil dan eror yang
stabil menjadi tidak stabil. Fauziati menyimpulkan bahwa eror tata bahasa
pemelajar bersifat dinamis, dan bukan fossilzed.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
Bentuk bahasa pemelajar yang fossilized memperkuat anggapan bahwa
pemerolehan bahasa kedua tidak dapat mencapai kriteria sempurna seperti pada
proses pemerolehan bahasa ibu oleh seorang anak. Bentuk fossilized bahasa
pemelajar dapat terjadi karena beberapa proses dimana pemelajar memproduksi
bahasa antara. Selinker (1972) memaparkan lima proses utama munculnya bahasa
antara pemelajar, yaitu language transfer, transfer of training, strategies of
second language learning, second language communication dan juga
overgeneralization.
1. Language transfer
Language transfer berkaitan dengan bentuk bahasa antara yang dihasilkan
dari proses transfer B1 pemelajar. Gagasan ini sama seperti apa yang diusulkan
dalam analisis kontras. Pemelajar memakai B1 sebagai sumber untuk membuat
sistem bahasa baru, khususnya ini terjadi pada tahap awal proses pembelajaran
B2. Selinker (1972) mengungkapkan bahwa elemen bahasa, kaidah dan pola yang
muncul dalam bahasa antara pemelajar merupakan hasill dari B1. Hal ini tentunya
tidak mudah bagi pemelajar untuk menghilangkan sistem bahasa yang telah
dikuasai dalam B1 dalam proses pembelajaran B2, khususnya apabila B1 dan B2
memiliki aturan yang berbeda.
Dalam pembelajaran BIPA, language transfer ini dapat terlihat apabila B1
dan B2 memiliki kaidah atau aturan bahasa yang berbeda. Misalnya, pemelajar
dengan B1 bahasa Inggris akan kesulitan dalam menyusun urutan kata menjadi
suatu frasa yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Pemelajar yang belum
menguasai kaidah konstruksi frasa bahasa Indonesia akan menggunakan kaidah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
urutan frasa dalam bahasa Inggris. Hal ini mendorong munculnya konstruksi frasa
yang tidak sesuai karena adanya pembalikan urutan kata.
2. Transfer of training
Cara pemelajar memperoleh pengetahuan dalam pembelajaran bahasa
kedua juga dapat mendorong munculnya beberapa fitur bahasa antara tertentu. Hal
ini dapat terjadi ketika pemelajar belajar dari seorang tutor atau dari suatu text
book dimana latihan atau informasi yang ada tidak lengkap. Pemelajar akan
mengalami kesulitan dan cenderung memproduksi eror ketika harus memproduksi
sistem bahasa tertentu yang tidak ditemukan dalam proses latihan sebelumnya.
Selinker (1972) mengungkapkan bahwa elemen bahasa, kaidah dan pola dalam
bahasa antara pemelajar dapat muncul sebagai suatu hasil dari prosedur
pengajaran.
3. Strategies of second language learning
Pendekatan yang dipakai oleh pemelajar ketika mencoba untuk belajar dan
menguasai B2 dapat memunculkan suatu elemen bahasa antara tertentu. Hal ini
dapat beragam, bisa dengan membaca sebuah buku, menghafalkan kosakata,
belajar tata bahasa, maupun berteman dengan penutur asli B2. Selinker (1972)
mendeskripsikan hal ini sebagai suatu pendekatan pemelajar dalam mempelajari
suatu item dalam bahasa target. Ellis (1997) mengungkapkan bahwa pemelajar
akan memakai strategi pemelajaran yang beragam untuk mengembangkan bahasa
antara mereka. Beragam eror yang diproduksi oleh pemelajar merefleksikan
strategi belajar mereka. Misalnya: omission error merefleksikan bahwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
pembelajar menyederhanakan tugas dengan mengindahkan fitur kaidah bahasa
yang belum dapat dicerna.
4. Strategies of second language communication
Cara pemelajar meengungkapkan makna dalam rangka berkomunikasi
dengan penutur asli dapat menimbulkan suatu bentuk elemen bahasa tertentu. Hal
ini biasanya muncul ketika pemelajar ingin menyampaikan suatu maksud, konsep
atau ide dalam B2 tetapi tidak memiliki bekal linguistik yang mencukupi. Selinker
(1972) menyebut strategi ini sebagai suatu pendekatan pemelajar dalam
berkomunikasi dengan penutur asli bahasa target.
5. Overgeneralization of B2 linguistic material
Overgeneralization atau generalisasi berlebih dalam pembelajaran bahasa
kedua terjadi ketika pemelajar dapat memahami kaidah B2 secara umum, tetapi
tidak mengetahui adanya bentuk pengecualian tertentu. Hal ini mendorong
pemelajar untuk mengkonstruksi suatu bahasa dalam B2 pada suatu situasi
dimana penutur asli tidak akan memakai itu. Konstruksi yang dihasilkan
pemelajar tidak berterima dalam bahasa target.
Bukti lain dari bahasa antara adalah adanya eror. Eror yang dimaksud
merujuk pada eror kompetensi. Ellis (1997) mengungkapkan bahwa eror
kompetensi bersifat sistematis sehingga hal ini dapat menjadi suatu representasi
dari sistem bahasa antara pemelajar. Eror yang bukan karena kompetensi
merupakan suatu kesalahan. Kesalahan ini bersifat tidak sistematis dan cenderung
dikoreksi sendiri oleh pemelajar. Di sisi lain, eror tidak dapat dikoreksi oleh
pemelajar karena hal tersebut merupakan suatu sistem dasar, yakni sistem bahasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
antara. Bagi pemelajar, sistem dasar ini bersifat sistematis. Oleh karena itu,
linguistik menyebut bahwa eror bersifat sistematis dan benar dalam sistem bahasa
antara pemelajar.
Deni, Fahriany, & Dewi (2020) melakukan suatu studi kasus untuk
mengetahui pola bahasa antara seorang pemelajar bahasa Inggris dalam
pemakaian verb tense, khususnya simple present tense dan simple past tense. Data
dalam penelitian ini diambil dari wawancara semi terstruktur serta dokumen yang
berupa jurnal sehari-hari yang ditulis pemelajar. Hasil dari penelitian ini berupa
empat pola bahasa-antara yang mencerminkan suatu sistem bahasa baru, yang
berbeda dari bahasa ibu dan bahasa target. Selain itu, Whardani, A., & Margana,
M. (2019) juga melakukan penelitian serupa. Data diperoleh dari 20 tulisan
pemelajar mengenai teks recount. Peneliti mengidentifikasi kesalahan bahasa
yang menjadi bukti adanya bahasa antara sebagai sebuah sistem. Peneliti
menyebutkan bahwa kesalahan bahasa ini terjadi karena adanya
overgeneralization, strategi belajar dan transfer bahasa ibu.
Bentuk-bentuk bahasa antara yang diproduksi oleh pemelajar bahasa
kedua menunjukkan suatu karakteristik tertentu. Beberapa karakter yang
seringkali diungkapkan adalah bahwa bahasa antara pemelajar bersifat permeable,
dinamis dan sistematis. Karakteristik ini dapat diketahui dari hasil analisis
produksi bahasa pemelajar selama proses pembelajarannya.
Karakter permeable berarti bahwa pengetahuan pemelajar dalam sistem
bahasa antara terbuka akan adanya perubahan. Dalam proses pembelajaran bahasa
kedua, pemelajar dipengaruhi oleh input eksternal dan juga input internal. Input
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
eksternal berupa input bahasa kedua dan juga stimulus. Input internal merupakan
proses mental yang terjadi dalam diri pebelajar dalam proses membentuk suatu
sistem bahasa tertentu. Ellis (1997) mengungkapkan dalam hipotesis bahasa
antara, bahwa kaidah kebahasaan pemelajar terbuka untuk pengaruh dari luar
(melalui input) dan juga dari dalam. Istilah omission, overgeneralization dan
transfer errors menjadi bukti dari proses internal.
Karakter dinamis yang dimaksudkan dalam bahasa antara berarti bahwa
sistem bahasa pemelajar berubah secara konstan. Bahasa antara pemelajar secara
perlahan berubah seiring proses pemelajar mengeksplorasi bentuk baru dalam B2.
Ketika pemelajar menemukan suatu sistem baru, pemelajar dapat membuat suatu
revisi sistem bahasa yang sudah ada, kemudian beradaptasi pada sistem B2. Hal
ini membuat produksi bahasa antara yang berubah. Selinker dalam Corder (1981)
mengungkapkan bahwa sistem bahasa antara merupakan suatu produk dari proses
psikolinguistik dari interaksi antara dua sistem bahasa, yaitu bahasa ibu dan
bahasa target. Hal ini juga berkaitan dengan apa yang disebut dengan continuum
dimana terdapat suatu perubahan sistem atau restrukturisasi aspek linguistik dari
bahasa antara menjadi sistem yang sesuai dengan bahasa target. Ellis (1997)
menyebuat bahwa bahasa antara pemelajar bersifat transitional. Pemelajar
mengubah kaidah lama ke kaidah lain dengan menambahkan, menghilangkan dan
juga merekonstruksi keseluruhan sistem. Hal ini menghasilkan apa yang disebut
dengan language continuum. Pemelajar mengkonstruksi serangkaian mental
grammar atau bahasa antara yang secara bertahap semakin kompleks dan
mendekati pengetahuan B2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
Meskipun bahasa antara berubah, aturan dasar mengenai bahasa antara
pemelajar dapat diprediksi. Bahasa antara memuat eror yang memiliki sifat
sistematis. Selinker dalam Song (2012) menyatakan bahwa bahasa antara bersifat
sistematis dan dapat diprediksi. Bagaimana pemelajar memproduksi bahasa antara
dapat diprediksi berdasarkan aturan tertentu yang mereka pilih. Sistem bahasa
yang dikonstruksi oleh pemelajar besifat sistematis dan bukan merupakan suatu
aturan atau item yang random. Eror yang diproduksi oleh pemelajar memiliki pola
yang konsisten dalam suatu waktu tertentu. Eror yang dimaksud adalah eror
kompetensi, yakni eror yang dihasilkan oleh pengetahuan dan pemahaman
pemelajar terkait bahasa target. Corder (1981) mengungkapkan bahwa eror ini
dapat memberikan bukti terkait sistem bahasa yang dipakai oleh pemelajar dalam
suatu waktu tertentu dalam proses belajarnya.
Ellis (1997) memaparkan bahwa beberapa peneliti telah mengkalim bahwa
sistem yang dikonstruksi oleh pemelajar terdiri dari aturan yang beragam. Mereka
beranggapan bahwa pengetahuan pemelajar mengenai kaidah bahasa akan saling
berkompetisi dalam setiap proses perkembangannya. Tetapi disisi lain, beberapa
peneliti berpendapat bahwa sistem bahasa antara bersifat homogen, dan
variabilitas yang ditemukan merupakan suatu refleksi dari kesalahan yang dibuat
pemelajar ketika mencoba menggunakan pengetahuannya untuk berkomunikasi.
Peneliti melihat variabilitas sebagai suatu aspek performa dan bukan suatu
kompetensi. Premis bahwa sistem bahasa antara bersifat variatif masih
diperdebatkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
2.1.5 Kata Dalam Sistem Bahasa Indonesia
Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa bahasa antara
merupakan suatu sistem bahasa yang diproduksi oleh pemelajar dalam upayanya
untuk menguasai bahasa target. Untuk mengidentifikasi bahasa antara yang
diproduksi oleh pemelajar, tinjauan terkait kaidah bahasa Indonesia yang
berterima menjadi penting untuk dipaparkan dalam penelitian ini. Hal ini akan
membantu peneliti dalam menganalisis ketepatan bahasa yang diproduksi oleh
pemelajar. Ellis dan Barkhuizen (2005) mengungkapkan bahwa ketepatan bahasa
merujuk pada tingkat kebenaran bahasa yang diproduksi dalam kaitannya dengan
kaidah atau sistem yang berlaku dalam bahasa target.
Dalam penelitian ini, penggunaan kata dalam konstruksi kalimat pemelajar
menjadi fokus utama. Chaer (2015) mengungkapkan bahwa kata memiliki dua
status, sebagai satuan terbesar dalam tataran morfologi dan sebagai satuan terkecil
dalam tataran sintaksis. Pengetahuan mengenai kata merupakan hal yang penting
untuk dipelajari oleh pembelajar bahasa kedua. Sebuah kata mengungkapkan
makna khusus dalam suatu tuturan atau produksi bahasa. Pemilihan kata yang
tidak tepat akan menimbulkan kesalahpahaman dari apa yang ingin disampaikan
(Siagian, 2020).
Pengetahuan mengenai kata juga berkaitan erat dengan morfologi.
Morfologi merujuk pada pembentukan kata. Hal ini memuat pengetahuan terkait
kata bentuk dasar dan juga tentang bagaimana membentuk suatu kata dengan
afiksasi, reduplikasi, abreviasi maupun penggabungan kata. Penelitian dalam
ranah BIPA terkait pembentukan kata kata yang pernah dilakukan antaralain
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
adalah mengenai pembentukan kata dengan afiksasi. Ratnawati (2012) secara
khusus melakukan analissis kesalahan afiksasi pemelajar BIPA di univeritas
flinders Australia. Hasil penelitian ini memaparkan bentuk-bentuk eror yang
berupa penghilangan afiks, penambahan afiks, penyalahgunaan kata dasar dan
kesalahan pemilihan afiks.
Pemelajar BIPA perlu memahami pengetahuan dasar mengenai jenis kata
dalam bahasa Indonesia. Chaer (2015) membedakan kelas kata menjadi dua, yakni
kelas terbuka dan kelas tertutup. Kelas terbuka merupakan kata-kata dengan
kategori nomina, verba, dan ajektifa yang berperan sebagai pengisi fungsi-fungsi
sintaksis. Kelas tertutup merupakan kata-kata yang termasuk dalam kategori
adverbial, preposisi, konjungsi, interogatifa, pronominal persona, pronominal
demonstratifa, numeralia, interjektifa, kata sandang, dan juga partikel penegas.
Kategori kata kelas tertutup merupakan pendamping dari kelas-kelas
terbuka.sehingga penggunaannya harus memperhatikan posisi atau letak dalam
suatu frasa atau klausa.
Jenis kata yang masuk dalam rumusan standard kelulusan pemelajar BIPA
tingkat pemula menjadi fokus dalam penelitian ini. Oleh karena itu, perbedaan
kaidah yang berlaku dalam penggunaan jenis kata tertentu antara bahasa Indonesia
dan bahasa Inggris juga perlu diuraikan. Perbedaan yang dapat ditemukan adalah
mengenai penggunaan kata ganti, kata bilangan bertingkat, kata negasi, kata
penggolong, kata ulang, dan juga kata imbuhan atau afiksasi.
Kata ganti orang yang masuk sebagai kata yang harus dikuasai oleh
pemelajar tingkat pemula adalah kata ganti orang I, II, III (saya, Anda, aku, kamu,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
ia/dia, nama, kalian, mereka, kami, kita) dengan tepat. Dalam bahasa Inggris, kata
saya dan aku digantikan dengan kata I, kamu dan Anda digantikan dengan kata
you. Tidak ada pengaruh dari mitra tutur atau konteks situasi dalam penggunaan
kata ganti bahasa Inggris. Dengan demikian, penggunaan kata ganti orang dalam
bahasa Inggris memiliki kaidah yang lebih sederhana apabila dibandingkan
dengan bahasa Indonesia. Selanjutnya, dalam bahasa Inggris semua kata ganti
milik memiliki bentuk berbeda dari kata ganti orang. Sementara itu, dalam bahasa
Indonesia, tidak semua kata ganti orang memiliki bentuk kata ganti, misalnya kata
saya, Anda, kalian, mereka, kami, dan kita. Selain itu, bentuk kata ganti milik -ku,
-mu, dan -nya melekat dalam suatu nomina.
Kata bilangan tingkat dalam bahasa Indonesia lebih sederhana jika
dibandingkan dengan bahasa Inggris. Pembentukan kata bilangan dalam bahasa
Indonesia mengikuti pola pembentukan ke+bilangan, berbeda dari bahasa Inggris
yang memiliki perbedaan bentuk kata yang memiliki pola lebih kompleks, yakni
1st, 2nd, 3rd, 4th dan seterusnya. Dengan demikian, apabila pelajar BIPA telah
menguasai kata bilangan dalam bahasa Indonesia, jenis kata bilangan tingkat juga
dapat dikuasai dengan lebih mudah.
Pembentukan konstruksi kalimat negatif dalam bahasa Indonesia lebih
sederhana, yakni dengan menambahkan kata negasi, seperti kata tidak atau bukan.
Kata tidak dapat dipakai untuk menyangkal verba atau ajektifa sedangkan kata
bukan dipakai untuk menyangkal nomina, verba, frase, atau preposisi (Chaer,
2015). Di sisi lain, konstuksi kalimat negatif dalam bahasa Inggris lebih kompleks
karena mengikuti kaidah tertentu berdasarkan verba yang dipakai. Oleh karena itu,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
penutur asli Indonesia cenderung akan melakukan kesalahan dalam konstruksi
kalimat negasi pada awal pembelajaran bahasa Inggris (Ikhsan, 2021).
Selanjutnya, bentuk kata penggolong yang dimaksud dalam standard
kelulusan pemelajar BIPA tngkat pemula adalah kata seorang, seekor, dan sebuah.
Kata-kata ini secara berurutan berfungsi untuk mengelompokkan manusia,
binatang dan benda. Dalam bahasa Inggris, kata ini dapat digantikan dengan kata
a/an tergantung pada bunyi vokal atau konsonan suatu nomina yang mengikuti.
Perbedaan kaidah ini berpeluang menjadi suatu kesulitan bagi pemelajar BIPA
tingkat awal.
Kata reduplikasi yang masuk dalam rumusan standard kelulusan pemelajar
BIPA tingkat pemula adalah kata reduplikasi utuh. Proses pembentukan kata
ulang utuh berlaku dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Kata ulang utuh
dalam bahasa Inggris misalnya kata bye-bye, suatu eksklamasi yang berarti
selamat tinggal atau goodbye. Sementara dalam bahasa Indonesia, kata ulang utuh
dapat memiliki beberapa fungsi, salah satunya adalah membentuk nomina jamak,
seperti pada kata orang-orang.
Selanjutnya, preposisi yang masuk dalam rumusan standard kelulusan
pemelajar BIPA tingkat pemula adalah di, ke, dari, pada, kepada. Kata di dan
pada yang dipakai untuk menyatakan suatu tempat secara spesifik dapat
digantikan dengan kata in, on, dan at dalam bahasa Inggris (Oktavianti, 2015).
Preposisi in, on, dan at sama-sama menyatakan suatu tempat, tetapi menyatakan
suatu konsep ruang atau posisi yang berbeda. Hal ini berbeda dengan bahasa
Indonesia, dimana untuk menyatakan suatu posisi yang tepat, kata di dapat diikuti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
dengan kata yang menyatakan posisi, seperti kata di dalam dan di atas.
Selanjutnya, kata dari dapat digantikan dengan kata from dalam bahasa Inggris,
sedangkan kata ke dan kepada dapat digantikan dengan kata to.
Kata imbuhan atau afiksasi muncul dalam kaidah pembentukan kata baik
dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Afiksasi merupakan suatu kaidah
bahasa yang cukup kompleks karena bentuknya yang beragam. Adanya suatu
afiks akan membentuk kata dengan makna yang berbeda dari makna kata dasar.
Dalam standard kelulusan BIPA tingkat pemula, bentuk afiksasi yang seharusnya
dikuasai oleh pemelajar adalah prefiks me- (melakukan aktivitas, menggunaakan
alat, mengeluarkan suara, menuju ke), prefiks ber- (melakukan aktivitas, punya,
pakai, mengeluarkan, mengandung, dalam keadaan, dalam kelompok, dan
banyak/beberapa), prefiks pe- (pelaku/alat, profesi, dan mempunyai karakter), dan
juga suffiks -an dengan makna hasil/sesuatu yang di-. Beberapa bentuk afiksasi
untuk membentuk makna seperti yang telah disebutkan dapat ditemukan
padanannya dalam bahasa Inggris. Bentuk prefiks untuk menyatakan kuantitas ada
dalam prefiks bahasa Indonesia ber- dan juga prefiks bahasa Inggris seperti uni-,
bi-, multi-, micro-, macro- (Mena dan Saputri, 2018). Selanjutnya, bentuk prefiks
pe- dalam bahasa Indonesia dengan makna pelaku atau alat bisa digantikan
dengan sufiks -er seperti pada kata player, dancer. Mena dan Saputri (2018)
menyebut bahwa dengan mengetahui aturan penggunaan afiks merupakan kunci
untuk memahami arti dari kata imbuhan dalam mempelajari bahasa Indonesia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
2.2 Kerangka Berpikir
Skema 2.1: Kerangka Berpikir
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
Rumusan masalah pertama dalam penelitian ini adalah mengenai bentuk
bahasa antara yang muncul dalam tataran kata yang diproduksi oleh pemelajar
dalam suatu konstruksi kalimat. Rumusan masalah ini dapat dijawab dengan
membandingkan konstruksi kalimat pemelajar dengan konstruksi kalimat yang
sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Peneliti menginterpretasikan konstruksi
kalimat pemelajar menjadi suatu kalimat yang dapat mengungkapkan makna yang
ingin disampaikan pemelajar dalam bahasa Indonesia. Interpretasi ini dilakukan
dengan menganalisa bentuk dan konteks yang ada dalam konstruksi kalimat
pemelajar.
Selanjutnya, peneliti menganalisa kembali bentuk bahasa antara untuk
menemukan faktor penyebab munculnya bentuk bahasa antara tertentu dalam
produksi bahasa pemelajar. Peneliti akan membandingkan kaidah bahasa Inggris
sebagai B1 pemelajar serta bahasa Indonesia sebagai B2 pemelajar dalam
kaitannya dengan bentuk bahasa antara yang muncul. Hasil analisis ini akan
menunjukkan apakah perbedaan L1 pemelajar dengan B2 menjadi penyebab
munculnya bentuk bahasa antara pemelajar. Peneliti akan membandingkan hasil
analisis mengenai faktor bahasa antara yang muncul dalam konstruksi kalimat
pemelajar dengan teori-teori relevan yang sudah ada. Hasil analisis ini akan
menjawab rumusan masalah kedua terkait faktor penyebab munculnya bentuk
bahasa.
Rumusan masalah ketiga dalam penelitian ini adalah penguasaan jenis kata
pemelajar. Untuk menjawab rumusan masalah ini, peneliti akan menganalisis
penggunaan jenis kata tertentu dalam keseluruhan konstruksi kalimat pemelajar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
Penggunaan jenis kata yang sesuai dengan konteks kalimat dan berterima dalam
bahasa Indonesia menunjukkan bahwa pemelajar telah menguasai jenis kata
tersebut. Sebaliknya, temuan eror dalam penggunaan jenis kata tertentu dalam
kalimat pemelajar menunjukkan bahwa pemelajar belum menguasai jenis kata
tesebut. Peneliti juga menghitung jumlah prosentase eror dari masing-masing
penggunaan jenis kata untuk melihat tingkat penguasaan serta urutan pemerolehan
jenis kata pemelajar BIPA tingkat pemula.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
BAB III
METODOLOGI
Pada bagian ini, peneliti memaparkan metodologi yang dipakai dalam
menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini. Bagian ini meliputi (1) jenis
penelitian, (2) data dan sumber data, (3) teknik pengumpulan data, (4) instrument
penelitian serta (5) teknik analisis data.
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi bahasa antara tingkat kata,
menemukan faktor-faktor yang mendorong munculnya bentuk-bentuk bahasa
antara tersebut, serta mendeskripsikan pemerolehan kata dalam proses
pembelajaran bahasa Indonesia pemelajar Australia tingkat pemula. Hasil
penelitian ini berupa deskripsi atau pemaparan. Deskripsi atau pemaparan
merupakan suatu ciri penelitian kualitatif. Seperti yang diungkapkan oleh Ary,
Jacobs, & Razavieh (2002) bahwa tujuan dari penelitian kualitatif adalah untuk
mendapatkan deskripsi serta menggali pemahaman secara lebih mendalam
mengenai suatu grup atau suatu fenomena. Dalam penelitian ini, bahasa antara
menjadi fokus utama yang ingin dipahami lebih dalam oleh peneliti.
Penelitian ini juga merupakan penelitian studi kasus dimana peneliti
melibatkan proses pemerolehan bahasa Indonesia seorang pemelajar Australia.
Ellis (1997) mengungkapkan bahwa studi kasus dalam ranah linguistik merupakan
penelitian mendetail terkait pemerolehan bahasa kedua pemelajar. Brown &
Rodgers (2002) juga mengungkapkan bahwa salah satu cara yang dapat dipakai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
oleh peneliti dalam memahami proses yang mendasari pembelajaran bahasa
adalah melalui penelitian secara teliti tentang kasus pembelajaran bahasa seorang
pemelajar. Studi kasus dapat memberikan informasi menyeluruh terkait
pembelajaran seseorang. Hal ini meliputi proses dan strategi yang dipakai
pemelajar untuk berkomunikasi dan belajar, sikap pemelajar dalam lingkungan
pembelajaran tertentu, dan juga perkembangan linguistik pemelajar secara alami.
Selinker dan Eckman (1994) juga mengungkapkan pemilihan penelitian studi
kasus. Berbeda dari penelitian dengan skala besar, dalam penelitian studi kasus,
seorang pemelajar atau individu dapat diteliti sehingga variasi dan perkembangan
individu tidak hilang dalam data dari group yang besar.
Studi kasus dalam penelitian ini tidak ditujukan untuk membuat
generalisasi mengenai sikap pemelajar dengan latar belakang yang sama. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memunculkan hipotesis terkait bahasa antara
seorang pemelajar bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua dengan bahasa Inggris
sebagai bahasa ibu. Hal ini akan memberikan ruang bagi peneliti selanjutnya
untuk melakukan test dengan penelitian kuantitatif dan membuat suatu
generalisasi. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Huebner dalam Hobson
(1999) yang melihat studi kasus sebagai suatu alat untuk menguji hipotesis yang
nantinya dapat ditest dengan penelitian kuantitatif.
Selanjutnya, studi kasus dalam penelitian ini ditujukan untuk mengungkap
bentuk-bentuk bahasa antara tingkat kata yang dihasilkan oleh seorang pemelajar
Australia selama proses pemerolehan bahasa Indonesia dalam rentang waktu satu
tahun. Ellis (1997) mengungkapkan bahwa penelitian studi kasus biasanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
dilakukan secara longitudinal dan melibatkan pengumpulan sampel tulisan
maupun tuturan lisan pemelajar. Selanjutnya, Brown & Rodgers (2002) juga
mengungkapkan bahwa studi kasus biasanya dilakukan secara longitudinal,
dilakukan dalam jangka waktu tertentu, dan banyak juga yang dilakukan dalam
durasi yang singkat.
3.2 Sumber Data dan Data
Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari tulisan yang dihasilkan
oleh seorang pemelajar Australia selama proses pembelajaran bahasa Indonesia
mulai bulan Februari hingga Desember 2020. Tulisan pemelajar ini dapat menjadi
suatu bukti mengenai kemampuan dan pengetahuan bahasa Indonesia yang telah
pemelajar ketahui. Tulisan pemelajar yang dikumpulkan dalam rentang waktu
tertentu juga dapat menunjukkan perkembangan bahasa pemelajar.
Peneliti mengumpulkan produksi tulisan pemelajar yang dihasilkan dari
beberapa konteks yang berbeda yaitu:
Karangan yang dihasilkan dari kelas menulis
Peneliti mengumpulkan karangan pemelajar yang dibuat selama pemelajar
mengikuti kelas menulis selama satu semester pada bulan Maret – Mei 2020.
Detail mengenai karangan yang dihasilkan adalah sebagai berikut:
Topik Tanggal Kalimat Bahasa Indonesia
Hobi saya 22 Maret 2020 12 kalimat
Pantai yang baru 22 Maret 2020 21 kalimat
Alat music 1 April 2020 11 kalimat
Seni pertunjukan 1 April 2020 9 kalimat
Pergi ke dokter 12 April 2020 17 kalimat
Transportasi 21 April 2020 25 kalimat
Batik 21 April 2020 16 kalimat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
Obat 28 April 2020 11 kalimat
Stadion Optus dan Sepak
Bola Australia
13 Mei 2020 16 kalimat
Kebiasaan 13 Mei 2020 16 kalimat
Total kalimat 154 kalimat
Tabel 3.1: Rincian Tulisan Pemelajar dari Kelas Menulis
Jurnal harian
Selain karangan yang dihasilkan dari kelas menulis, peneliti juga
mengumpulkan tulisan pemelajar dari jurnal harian yang ditulis pemelajar. Detail
mengenai karangan yang dihasilkan adalah sebagai berikut:
Tanggal Kalimat Bahasa Indonesia
7 November 2020 10 kalimat
8 November 2020 11 kalimat
16 November 2020 13 kalimat
18 November 2020 9 kalimat
19 November 2020 6 kalimat
22 November 2020 11 kalimat
27 November 2020 6 kalimat
28 November 2020 15 kalimat
30 November 2020 11 kalimat
6 Desember 2020 20 kalimat
Total 112 kalimat
Tabel 3.2: Rincian Jurnal Harian Pemelajar
Dokumentasi percakapan tertulis antara pemelajar dengan peneliti
Dokumentasi percakapan tertulis antara pemelajar dengan peneliti yang
dimaksud merupakan konstruksi bahasa tertulis yang diproduksi pemelajar
melalui WhatsApp. Produksi bahasa ini menjadi suatu bentuk ujaran spontan
pemelajar. Pemakaian ujaran spontan dalam penelitian bahasa antara dapat
menunjukkan apa yang telah dipahami oleh pemelajar.
“Maybe what we should be suggesting as the only safe approach is a team
approach to all such future interlanguage research, when how we know what
learners know is based on evidence from learner spontaneous speech samples;
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
such samples could, of course, in turn, be added to other relevant data types.”
(Lakshmanan dan Selinker, 2001:415)
Peneliti juga berpikir bahwa melalui tugas yang tidak terstruktur, pemelajar akan
mengungkapkan jenis komunikasi yang merepresentasikan pengetahuan
unconscious. Komunikasi ini tidak bersifat formal sehingga pemelajar dapat lebih
bebas mengungkapkan ide dan gagasan yang ingin disampaikan dalam bahasa
Indonesia. Hai ini juga berarti bahwa data yang berbentuk ujaran spontan ini
berasal dari konteks interaksi alami, dan bukan merupakan produksi bahasa
dengan kontrol tinggi seperti pada setting penelitian eksperimen. Seperti yang
diungkapkan oleh Bialystok (1990) dalam Hobson (1999) bahwa ciri penelitian
eksperimen hanya memiliki satu atau sedikit aspek dari bahasa antara yang
diteliti. Sementara itu, penelitian ini mendeskripsikan elemen data yang luas yang
diperoleh dari berbagai jenis data pemelajar.
Data dalam penelitian ini berupa jenis kata yang muncul dalam konstruksi
kalimat pemelajar. Kata ini dapat berupa suatu bentuk kata yang tepat dipakai
atau juga bentuk kata yang tidak sesuai dengan konteks kalimat pemelajar. Untuk
melakukan ini, peneliti akan terlebih dahulu membaca hasil tulisan pemelajar
secara teliti, mengumpulkan kalimat yang mengindikasikan eror dalam tataran
kata dan memasukkannya kedalam suatu tabel. Berikut adalah contoh tabel
pengumpulan sampel eror dari jurnal harian pemelajar:
Jurnal Harian
Pemelajar
Konstruksi yang
Berterima
Konstruksi yang
Memuat Eror
7 November 2020
Hari ini saya pergi ke
perkerjaan. Di pekerjaan
saya hanya bekerja
selama dua setengah jam
dari jam delapan sampai
1. Di rumahku ada
banyak pakaian
yang kotor.
1. Hari ini saya pergi ke
perkerjaan.
2. Di pekerjaan saya hanya
bekerja selama dua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
jam setengah sebelas.
Saya membangunan
sebuah pagar lalu
mengantarkan beberapa
tembok yang bentuk
seperti kotak….
setengah jam dari jam
delapan sampai jam
setengah sebelas.
3. Saya membangunan sebuah
pagar lalu mengantarkan
beberapa tembok yang
bentuk seperti kotak
Tabel 3.3: Identifikasi Kalimat Pemelajar dalam Jurnal Harian
Selanjutnya, peneliti akan mengidentifikasi eror penggunaan kata,
mendeskripsikan kategori eror tersebut, dan mengevaluasi eror dengan cara
membuat interpretasi atau alternatif pembenaran kalimat berdasarkan kadiah L2.
Bentuk eror yang telah diidentifikasi ini kemudian akan dideskripsikan. Berikut
adalah contoh tabel identifikasi eror penggunaan kata imbuhan dari tugas kelas
bahasa Indonesia:
Kode Data Interpretasi/ Alternatif Pembenaran
KB.03.01 Tahun lalu saya pergi
ke jawa timur untuk
berliburan dengan
teman-teman saya.
Tahun lalu saya pergi ke Jawa Timur untuk
berlibur dengan teman-teman saya.
Penggunaan konfiks ber-an dalam
“berliburan” tidak tepat dipakai dalam kalimat
ini karena konfiks ber-an
Dalam kalimat ini, diperlukan prefiks ber-
yang menyatakan “dalam keadaan seperti
bentuk dasar” (Muslich, 2014:69)
Pembentukan kata yang tepat adalah: ber +
libur menjadi berlibur yang berarti dalam
keadaan “bebas dari kerja”.
Tabel 3.4: Analisis Error Kalimat Pemelajar dalam Tugas Kelas Bahasa
Dalam tabel analisis, peneliti memakai kode untuk setiap kelompok data.
Kode tersebut dapat dirinci sebagai berikut:
KB : Tugas Kelas Bahasa
JH : Jurnal Harian
DP : Dokumentasi Percakapan
Selain kode tersebut diatas, peneliti juga memakai kode angka untuk
menunjukkan bulan kalimat tersebut diproduksi. Penggunaan kode angka ini
dibuat berdasarkan urutan bulan dalam tahun, misalnya 02 untuk kalimat yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
diproduksi pada bulan February, 03 untuk kalimat yang diproduksi pada bulan
Maret, dan seterusnya. Identifikasi mengenai bulan suatu konstruksi kalimat
diproduksi menjadi penting untuk melihat perkembangan produksi bahasa
pemelajar.
3.3 Instrumen Penelitian
Untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini, peneliti memakai
instrument penelitian berikut:
a. Peneliti
Dalam penelitian kualitatif, peneliti menjadi agen utama dalam perencanaan
dan pelaksanaan penelitian. Peneliti mengumpulkan data yang berupa tulisan
pemelajar, kemudian menganalisis setiap kalimat yang diproduksi oleh
pemelajar, mengidentifikasi bentuk serta menemukan faktor-faktor munculnya
bahasa antara. Seperti yang diungkapkan oleh Palmer dan Bolderston (2006)
bahwa peneliti merupakan kunci dalam proses pengumpulan dan analisis data.
Selanjutnya, peneliti juga berperan dalam mendeskripsikan dan memaparkan
hasil analisis data.
b. Wawancara
Peneliti melakukan wawancara dengan pemelajar untuk mengkonfirmasi hasil
analisis data dalam rangka menjawab rumusan masalah kedua, yaitu mengenai
faktor pendorong munculnya bentuk bahasa antara. Palmer dan Bolderston
(2006) mengungkapkan bahwa wawancara dapat dilakukan untuk menguji
suatu hipotesis. Menurut Mason (2002), istilah wawancara dalam penelitian
kualitatif biasanya dimaksudkan untuk merujuk pada wawancara secara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
mendalam, dan dapat dilakukan dengan cara semi-terstruktur atau tidak
terstruktur. Dalam penelitian ini, peneliti memakai wawancara semi-
terstruktur yang merupakan wawancara dengan beberapa pertanyaan terbuka
yang diikuti dengan pertanyaan lanjutan berdasarkan jawaban yang
disampaikan. Untuk melakukan ini, peneliti mendaftar beberapa konstruksi
kalimat pemelajar yang mengindikasikan bentuk bahasa antara dalam tingkat
kata. Dalam wawancara, peneliti meminta pemelajar untuk menjelaskan alasan
pemelajar menggunaakan kata-kata tersebut dalam konstruksi kalimatnya.
Selain itu, peneliti juga meminta pemelajar untuk menerjemahkan suatu kata
atau frasa dalam bahasa Inggris menjadi bahasa Indonesia untuk membuktikan
hipotesis terkait transfer bahasa sebagai faktor penyebab munculnya bahasa
antara pemelajar. Konstruksi bahasa Inggris yang dipakai berasal dari
konstruksi kalimat pemelajar yang diterjemahkan oleh peneliti menjadi suatu
konstruksi dalam bahasa Inggris.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian studi kasus ini berupa kumpulan
tulisan seorang pemelajar bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua, dengan latar
belakang bahasa Inggris sebagai bahasa Ibu. Dalam studi kasus ini, peneliti
mengumpulkan sumber data sebanyak-banyaknya dalam jangka waktu penelitian
yang telah ditentukan, yakni selama bulan Februari – Desember 2020.
Peneliti terlebih dahulu mengidentifikasi pemelajar yang memenuhi
kritera, antaralain:
a. bahasa Inggris merupakan bahasa Ibu pemelajar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
Dengan latar belakang pendidikan yang telah ditempuh peneliti sebelumnya,
yakni sarjana pendidikan bahasa Inggris, peneliti memiliki pengetahuan yang
cukup mengenai bahasa Inggris untuk mendukung penelitian, dibandingkan
dengan bahasa asing yang lainnya.
b. memiliki motivasi dan ketertarikan untuk menguasai bahasa Indonesia sebagai
bahasa kedua.
Motivasi tinggi ini tentunya berpengaruh terhadap proses perkembangan
bahasa antara yang semakin mendekati target bahasa. Hal ini sesuai dengan
tujuan penelitian yang ingin mengungkap karakteristik bahasa-antara yang
dapat dilihat melalui perkembangan bahasa pemelajar dalam rentang waktu
tertentu, dan bukan hanya dalam satu waktu saja.
c. merupakan pemelajar tingkat pemula, dengan harapan bahwa bentuk bahasa
antara yang muncul lebih jelas terlihat dan lebih bervariasi.
d. menyetujui untuk terlibat dalam penelitian studi kasus pada bulan Februari –
Desember 2020.
Setelah peneliti menemukan pemelajar yang sesuai dengan kriteria
penelitian, peneliti menjelaskan tujuan penelitian kepada pemelajar. Selanjutnya,
peneliti mulai mengumpulkan dokumen tulisan pemelajar, yaitu:
a. Karangan dari kelas menulis
Peneliti meminta pemelajar untuk mengumpulkan hasil tulisan yang dibuat oleh
pemelajar selama mengikuti kelas Menulis pada bulan Februari-Juli.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
b. Jurnal harian
Peneliti meminta pemelajar untuk mengumpulkan jurnal harian yang dibuat oleh
pemelajar pada bulan Oktober – Desember 2020. Jurnal harian ini tidak terikat
oleh topik tertentu sehingga pemelajar bebas untuk menuangkan gagasannya.
c. Dokumentasi percakapan antara pemelajar dengan peneliti
Pemelajar memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar bahasa Indonesia. Di
waktu senggangya, pemelajar antusias untuk menceritakan hal-hal yang menarik
kepada peneliti dalam percakapan melalui WhatsApp. Peneliti melihat hal ini
sebagai suatu peluang untuk mendapatkan sumber data dalam komunikasi yang
alami. Hal ini juga sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Brown dan Rodgers
(2002:83) bahwa penelitian studi kasus biasanya berangkat dari pengumpulan data
alami yang telah ada. Oleh karena itu, peneliti juga meminta izin kepada
pemelajar untuk memakai produksi bahasa pemelajar dalam percakapan
WhatsApp menjadi data dalam penelitian ini.
Melalui pendekatan dokumen analisis, peneliti kemudian membaca dengan
detail setiap karangan pemelajar untuk mengidentifikasi sistem bahasa yang tidak
sesuai dengan bahasa Indonesia yang berterima. Kalimat yang mengindikasikan
adanya penggunaan kata yang tidak sesuai dengan bahasa Indonesia merupakan
data utama dalam penelitian ini yang akan dianalisis lebih lanjut.
Berdasarkan temuan terkait bentuk bahasa antara tingkat kata yang muncul
dalam konstruksi kalimat pemelajar, peneliti mulai mengidentifikasi faktor
penyebab munculnya bentuk-bentuk tersebut. Peneliti membandingkan bentuk
bahasa antara pemelajar dengan konstruksi dalam bahasa Indonesia dan juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
bahasa Inggris dalam mengungkapkan suatu makna yang sama. Hasil dari
perbandingan ini akan mengarahkan peneliti pada suatu hipotesis mengenai faktor
munculnya bentuk bahasa antara pemelajar. Untuk membuktikan hipotesis ini,
peneliti selanjutnya melakukan wawancara dengan pemelajar.
3.5 Metode dan Teknik Analisis Data
Peneliti memakai metode dokumen analisis untuk menjawab rumusan
masalah dalam penelitian ini. Menurut Best (1981), dokumen analisis berkaitan
dengan pemeriksaan secara sistematis suatu rekaman atau dokumen sebagai
sumber data penelitian. Dokumen yang dipakai untuk menjawab rumusan masalah
dalam penelitian ini berupa hasil tulisan pemelajar BIPA Australia. Melalui
dokumen analisis, data akan diteliti dan diinterpretasikan untuk menarik makna,
mendapatkan pemahaman dan membangun pengetahuan yang empiris (Bowen,
2009).
Selanjutnya, teknik analisis data dalam penelitian ini dapat diuraikan
sebagai berikut:
3.5.1 Reduksi Data
Pengumpulan data menjadi langkah awal dalam suatu penelitian. Dengan
mengumpulkan data dalam satu tempat, peneliti dapat menganalisa dan
menginterpretasikan data dengan lebih mudah. Dalam penelitian ini, peneliti
mendaftar semua kalimat yang ditulis oleh pemelajar dalam satu dokumen.
Peneliti melakukan reduksi data untuk memperoleh data yang sesuai,
untuk dapat dianalisis dalam rangka menjawab rumusan masalah dalam penelitian
ini. Miles dan Huberman (1994) mengungkapkan bahwa reduksi data merupakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
suatu proses seleksi, penentuan fokus, penyederhanaan, dan transformasi data
yang muncul dari catatan lapangan atau transkrip. Dalam penelitian ini, data
diperoleh dari produksi bahasa pemelajar Australia yang berupa konstruksi
kalimat tertulis. Peneliti melakukan reduksi data dengan mengidentifikasi kata
dalam tulisan pemelajar yang termasuk dalam jenis pengetahuan kata yang
dirumuskan dalam SKL pemelajar BIPA tingkat pemula oleh APPBIPA. Jenis
kata ini adalah kata ganti orang, kata bilangan tingkat, kata negasi, kata tanya,
kata ganti tunjuk, posisi dan lokasi, kata depan, kata berimbuhan, kata keterangan,
kata hubung, kata penggolong, kata seru, dan juga kata ulang. Selanjutnya,
peneliti melakukan kategorisasi kata-kata yang telah diidentifikasi berdasarkan
jenis kelompok kata.
Peneliti juga mendaftar kalimat yang mengandung jenis kata yang tidak
sesuai dengan konteks kalimat pemelajar. Hal ini diperlukan untuk
mengidentfikasi bentuk bahasa antara pemelajar dalam tataran kata. Kalimat ini
selanjutnya dianalisis dengan mengadaptasi algoritma dari Corder mengenai
identifikasi konstruksi idiosinkratik. Idiosinkratik merupakan istilah yang dipakai
oleh Corder (1982) untuk menyebut bahasa antara, yakni sistem bahasa yang
dimiliki oleh pemelajar bahasa kedua dalam mempelajari bahasa target. Skema
3.1 mendeskripsikan proses identifikasi data yang sesuai dalam penelitian ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
Skema 3.1: Proses Reduksi Data
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Setelah selesai mendaftar semua data, peneliti melakukan reduksi data.
Reduksi data yang dimaksud adalah dengan melakukan eliminasi data-data yang
tidak sesuai dengan fokus penelitian dan juga data yang tidak dapat dipahami oleh
peneliti. Contoh data yang tidak sesuai dengan fokus penelitian adalah ketika
peneliti mengidentifikasi bahwa eror konstruksi pemelajar berupa kesalahan pada
tingkat frasa, klausa, kalimat, kesalahan tanda baca, ejaan, atau penulisan huruf
kapital. Setelah dilakukan reduksi data, diperoleh data penelitian yang terdiri dari
71 data dari tugas kelas bahasa, 76 data dari jurnal harian pemelajar dan 73 data
dari dokumentasi percakapan pemelajar dengan peneliti.
3.5.2 Penyajian Data
Data penelitian yang dihasilkan dari proses reduksi data selanjutnya akan
diproses dalam penyajian data untuk mempermudah peneliti melakukan analisis
serta menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini. Miles dan Huberman
(1994) mengungkapkan bahwa penyajian data merupakan penyajian suatu
kumpulan data atau informasi secara teratur dan lebih sederhana untuk membantu
dalam pengambilan keputusan atau tindakan. Melalui proses penyajian data,
produksi bahasa antara pemelajar dapat dikelompokkan berdasarkan suatu
kesamaan unsur yang dapat diidentifikasi.
Dalam penelitian ini, data akan disajikan dalam suatu tabel maupun bagan
dengan disertai suatu penjelasan dalam bentuk narasi. Bagan yang disajikan
berupa distribusi serta frekuensi penggunaan kata yang muncul dalam konstruksi
kalimat pemelajar. Hal ini diperlukan untuk selanjutnya dapat ditentukan
frekuensi eror dalam masing-masing penggunaan kata. Penyajian data ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
diperlukan untuk mengarahkan temuan terkait pemerolehan kata pemelajar,
mengenai apa yang sudah dan belum dikuasai, dan juga mengenai jenis kata apa
yang terlebih dahulu dikuasai. Selain bagan, data juga disajikan dalam bentuk
tabel. Tabel ini berisi rangkuman data terkait bentuk bahasa antara tingkat kata
yang muncul dalam tulisan pemelajar.
3.5.3 Kesimpulan
Data penelitian yang telah disajikan kemudian diolah untuk menjawab
rumusan masalah dalam penelitian ini. Untuk menjawab rumusan masalah
pertama, peneliti menganalisa temuan yang berupa kategori eror dalam tingkat
kata serta membandingkan dengan teori dan penelitian relevan yang telah
dilakukan sebelumnya. Hasil kategori eror dari rumusan masalah pertama akan
dianalisis lebih lanjut untuk menjawab rumusan masalah kedua mengenai faktor
yang mendorong munculnya bentuk bahasa antara pemelajar. Hal ini dilakukan
dengan mengidentifikasi bentuk bahasa antara pemelajar, serta
membandingkannya dengan fitur sistem bahasa ibu dan juga bahasa target
pemelajar. Temuan mengenai faktor bahasa penyebab munculnya bahasa antara
juga didukung dengan hasil wawancara dengan pemelajar. Selanjutnya,
pemerolehan jenis kata pemelajar ditemukan dengan membandingkan prosetase
eror dalam temuan bahasa antara pada tataran kata.
Kesimpulan dan hasil penelitian dituliskan dalam bentuk deskripsi dan
penjelasan. Hal ini sesuai dengan tujuan dari penelitian kualitatif, yakni untuk
mendapatkan deskripsi serta menggali pemahaman secara lebih mendalam
mengenai suatu grup atau suatu fenomena. Selain sesuai dengan hakikat penelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
kualitatif, deskripsi dan paparan juga sesuai dengan hasil penelitian studi kasus.
Gass dan Selinker (2001) mengungkapkan bahwa data analisis dalam penelitian
longitudinal, terutama studi kasus, seringkali berbentuk deskripsi atau narasi.
3.6 Triangulasi Data
Dalam penelitian kualitatif, menguji validitas data menjadi hal yang
penting. Creswell (2007) memaparkan beberapa strategi untuk menguji validasi
data penelitian serta memberikan rekomendasi bagi peneliti untuk melakukan
setidaknya dua strategi untuk menguji validasi penelitian. Strategi yang akan
dipakai oleh peneliti adalah triangulasi serta member checking. Masing – masing
strategi validasi tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Triangulasi
Creswell (2007) mengungkapkan bahwa dalam triangulasi, peneliti memakai
berbagai sumber, metode, investigator dan teori yang berbeda untuk dapat
memperoleh bukti yang mendukung penelitian. Denzin dan Patton dalam
Honorene (2017) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa jenis trianggulasi,
antara lain adalah triangulation of source, analyst triangulation, dan juga
theory triangulation. Dalam penelitian ini, masing-masing jenis triangulasi
dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Triangulation of source
Beberapa sumber data dipakai dalam penelitian ini. Peneliti
mengumpulkan produksi tulisan pemelajar yang dihasilkan dari beberapa
konteks yang berbeda yaitu karangan dari kelas menulis, jurnal harian,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
serta dokumentasi percakapan tertulis pemelajar dengan peneliti melalui
WhatsApp.
b. Analyst triangulation
Dalam triangulasi ini, hasil analisis data tidak hanya dibuat oleh peneliti,
tetapi juga oleh pakar yang memiliki keahlian dalam linguistik, khususnya
dalam proses pemelajaran bahasa kedua. Dalam penelitian ini, ahli yang
terlibat dalam triangulasi adalah seorang ahli bahasa Indonesia dan juga
pengajar BIPA. Ahli bahasa yang dimaksud adalah seorang dosen
linguistik yang juga terlibat aktif dalam kajian linguistik, khususnya dalam
kajian kasus-kasus kebahasaan. Ahli bahasa memiliki pemahaman
mendalam mengenai konstruksi kalimat dalam bahasa Indonesia,
mengenai unsur pembentuk suatu konstruksi sistem bahasa dan juga benar
dan tidaknya suatu konstruksi yang dibuat. Selanjutnya, pengajar BIPA
yang dimaksud adalah pengajar yang telah memiliki pengalaman mengajar
BIPA, khususnya pengajaran pada pemelajar penutur bahasa Inggris.
Pengajar BIPA merupakan seseorang yang seringkali menjumpai
konstuksi kalimat yang diproduksi oleh pemelajar selama proses
pembelajaran bahasa kedua. Dalam penelitian ini, ahli bahasa dan pengajar
BIPA berperan untuk memvalidasi interpretasi peneliti terkait konstruksi
kalimat pemelajar dan juga alternatif pembenaran yang dibuat oleh
peneliti.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
c. Theory triangulation
Analisis data dalam penelitian ini didukung dengan berbagai teori serta
penelitian yang relevan terkait bahasa antara.
2. Member check
Dalam hal ini, peneliti meminta pemelajar untuk memeriksa kebenaran dan
keakuratan data yang dipakai dalam penelitian ini. Pemelajar merupakan
partisipan dalam penelitian ini. Data dalam penelitian yang berupa konstruksi
kalimat diproduksi oleh pemelajar sehingga pemelajar mengetahui dengan
pasti kebenaran konstruksi kalimat yang dibuat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini menguraikan tiga hal, yaitu (1) deskripsi data, (2) analisis data, dan
(3) pembahasan. Deskripsi data berisi konteks penelitian serta hasil reduksi data.
Analisis data berisi paparan mengenai hasil analisis data dalam kaitannya dengan
rumusan masalah. Bagian pembahasan berisi penarikan kesimpulan dari analisis
data serta paparan mengenai hasil penelitian dalam kaitannya dengan teori dan
penelitian relevan sebelumnya.
4.1 Deskripsi Data
4.1.1 Konteks Penelitian
Partisipan dalam penelitian ini adalah seorang pemelajar BIPA dari
Australia. Pemelajar merupakan orang Australia keturunan Eropa. Bahasa ibu
pemelajar adalah bahasa Inggris. Pemelajar merupakan seorang mahasiswa yang
belajar bahasa Indonesia selama dua tahun semenjak tahun 2019. Pemelajar
mengambil mata kuliah Bahasa Indonesia di Universitas selama dua semester
pada tahun 2019. Pada tahun 2020, pemelajar mengikuti program immersion yang
melibatkan proses pembelajaran bahasa Indonesia di salah satu universitas di
Indonesia selama satu semester.
Peneliti memilih pemelajar sebagai subjek penelitian karena pemelajar
sesuai dengan kriteria yang telah dirumuskan. Kriteria pertama adalah tingkat
penguasaan bahasa Indonesia pemelajar yang masih masuk dalam kategori level
pemula. Peneliti beranggapan bahwa bentuk bahasa antara yang diproduksi oleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
pemelajar tingkat pemula sangat beragam. Selanjutnya, pemelajar juga memiliki
motivasi yang tinggi untuk belajar bahasa Indonesia. Hal ini dapat terlihat ketika
pemelajar memutuskan untuk menyelesaikan proses pembelajarannya meskipun
harus kembali ke negara asal karena adanya pandemi covid-19. Lebih dari itu,
pemelajar juga mengikuti kelas bahasa online selama dua bulan ketika harus
kembali ke negara asalnya. Motivasi tinggi ini tentunya berpengaruh terhadap
proses perkembangan bahasa antara pemelajar. Hal ini sesuai dengan salah satu
tujuan penelitian, yaitu menemukan karakteristik bahasa-antara yang dapat dilihat
melalui perkembangan bahasa pemelajar. Kriteria yang terakhir adalah bahwa
pemelajar menyetujui untuk terlibat dalam penelitian studi kasus pada bulan
Februari – Desember 2020.
Melalui izin dari pemelajar, peneliti mengupulkan produksi data pemelajar
yang diperoleh dari tugas kelas menulis yang pernah diikuti pemelajar, jurnal
harian pemelajar serta dokumentasi percakapan tertulis pemelajar dengan peneliti
melalui WhatsApp. Peneliti memperoleh 154 konstruksi kalimat yang diproduksi
pemelajar dari kelas menulis. Selanjutnya, peneliti memperoleh 112 konstruksi
kalimat yang dihasilkan dari jurnal harian. Dari dokumentasi percakapan tertulis,
peneliti memilih 79 konstruksi kalimat pemelajar yang akan dianalisis.
4.1.2 Data Penelitian
Data penelitian yang akan dianalisis dalam penelitian ini diperoleh dari
hasil reduksi data. Reduksi data dilakukan dengan mengidentifikasi kata dalam
tulisan pemelajar yang termasuk dalam jenis pengetahuan kata yang dirumuskan
oleh APPBIPA. Jenis kata ini adalah kata ganti orang, kata bilangan tingkat, kata
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
negasi, kata tanya, kata ganti tunjuk, posisi dan lokasi, kata depan, kata
berimbuhan, kata keterangan, kata hubung, kata penggolong, kata seru, dan juga
kata ulang. Selanjutnya, peneliti melakukan kategorisasi kata-kata yang telah
diidentifikasi berdasarkan jenis kelompok kata. Peneliti mendaftar kalimat yang
mengandung jenis kata yang tidak sesuai dengan konteks kalimat pemelajar.
Kalimat ini selanjutnya dianalisis dengan mengadaptasi alur proses dari Corder
(1982) mengenai identifikasi konstruksi idiosinkratik. Idiosinkratik merupakan
istilah yang dipakai oleh Corder (1982) untuk menyebut sistem bahasa yang
dimiliki oleh pemelajar bahasa kedua dalam mempelajari bahasa target.
Langkah awal yang dilakukan peneliti adalah mengidentifikasi apakah
konstruksi kalimat pemelajar sesuai dengan konstruksi dalam kaidah bahasa
Indonesia. Apabila peneliti dapat memperoleh interpretasi logis dari konstruksi
kalimat pemelajar berdasarkan kaidah bahasa Indonesia dan konteks, maka data
ini akan dieliminasi. Berdasarkan proses identifikasi ini, peneliti memperoleh data
yang berupa 80 kalimat dari kelas menulis, 79 kalimat dari jurnal harian dan 79
kalimat dari dokumentasi percakapan pemelajar dengan peneliti.
Peneliti selanjutnya melakukan interpretasi dari konstruksi kalimat
pemelajar yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia atau tidak dipahami
sebagai suatu konstruksi kalimat penutur asli. Apabila interpretasi yang masuk
akal tidak dapat diperoleh dari konstruksi kalimat pemelajar, maka data ini juga
dieliminasi. Dalam proses ini, peneliti mengeliminasi beberapa konstruksi kalimat
pemelajar. Setelah melakukan interpretasi dan eliminasi konstruksi kalimat
pemelajar, data penelitian yang diperoleh terdiri dari 71 data dari tugas kelas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
bahasa, 76 data dari jurnal harian pemelajar dan 73 data dari dokumentasi
percakapan tertulis pemelajar dengan peneliti melalui WhatsApp.
Data ini disajikan dalam tabel analisis data. Dalam tabel analisis data,
peneliti memakai kode untuk setiap kelompok data. Kode tersebut dapat dirinci
sebagai berikut:
KB : Tugas Kelas Bahasa
JH : Jurnal Harian
DP : Dokumentasi Percakapan
Selain kode tersebut diatas, peneliti juga memakai kode angka untuk
menunjukkan bulan kalimat tersebut diproduksi. Penggunaan kode angka ini
dibuat berdasarkan urutan bulan dalam tahun, misalnya 02 untuk kalimat yang
diproduksi pada bulan Februari, 03 untuk kalimat yang diproduksi pada bulan
Maret, dan seterusnya. Hal ini diperlukan untuk mengenai karakteristik bahasa
antara yang diproduksi pemelajar selama proses pembelajaran bahasa Indonesia.
Interpretasi peneliti akan konstruksi kalimat pemelajar menjadi hal yang
penting dalam menjawab rumusan masalah penelitian ini. Oleh karena itu, peneliti
juga melibatkan ahli bahasa dan juga praktisi BIPA untuk dapat melakukan
triangulasi data dan memeriksa kebenaran interpretasi peneliti. Hasil triangulasi
data dari ahli bahasa dan juga praktisi BIPA disajikan dalam suatu tabel dan
terlampir dalam penelitian ini.
4.2 Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini berfokus pada tiga hal dalam rumusan
masalah. Bagian pertama adalah mengenai bentuk bahasa antara yang
dikonstruksi oleh pemelajar Australia dalam tataran kata. Bagian kedua adalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
hasil analisis mengenai faktor yang mendorong munculnya bentuk bahasa antara
pemelajar dalam tataran kata. Bagian yang terakhir menguraikan mengenai
pemerolehan jenis kata pemelajar.
4.2.1 Bentuk Bahasa Antara Tingkat Kata
Seperti yang telah diuraikan dalam kajian teori, bahasa antara merupakan
sistem bahasa pemelajar dalam usahanya mempelajari bahasa target. Untuk
menemukan bentuk-bentuk bahasa antara pemelajar Australia, peneliti melakukan
analisis eror terhadap data penelitian. Dalam hal ini, peneliti menginterpretasikan
data yang berupa konstruksi kalimat pemelajar yang mengandung eror dalam
tataran kata menjadi suatu kalimat yang dapat mengungkapkan makna yang ingin
disampaikan pemelajar dalam bahasa Indonesia. Kalimat hasil interpretasi
merupakan suatu terjemahan dari bahasa antara menjadi bahasa Indonesia.
Interpretasi dilakukan dengan menganalisa bentuk dan konteks yang ada dalam
konstruksi kalimat pemelajar. Dalam hal ini, peneliti sebagai penutur asli bahasa
target pemelajar, membuat suatu interpretasi atau alternatif pembenaran
berdasarkan kemungkinan makna yang ingin disampaikan oleh pemelajar.
Interpretasi ini juga telah divalidasi melalui triangulasi penelitian.
Hasil interpretasi berupa konstruksi yang berterima dalam bahasa target,
yaitu harus acceptable dan appropriate (Corder, 1981). Acceptable atau berterima
berarti bahwa konstruksi merupakan bentuk yang biasa diproduksi oleh seorang
penutur asli, dapat dikenali dan dimengerti oleh penutur asli yang lain.
Appropriate berarti sesuai dengan konteks dalam kalimat pemelajar. Bentuk eror
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
terlihat apabila konstruksi pemelajar tidak berterima dan tidak sesuai konteks, atau
berterima tetapi tidak sesuai konteks.
Data penelitian mengindikasikan beberapa bentuk penggunaan kata yang
tidak berterima dan tidak sesuai konteks. Kategori data ini dapat dikelompokkan
berdasarkan jenis eror yang muncul dalam konstruksi kalimat pemelajar.
1. Penggunaan Kata Ganti Orang
Berdasarkan rumusan APPBIPA, jenis kata ganti orang yang seharusnya
dikuasai oleh seorang pemelajar pemula adalah kata ganti orang I, II, III, yaitu
saya, Anda, aku, kamu, ia/dia, kalian, mereka, kami, dan kita. Data penelitian
menunjukkan bahwa hampir semua kata ganti tersebut muncul dalam tulisan
pemelajar. Frekuensi serta distribusi penggunaan kata ganti tersebut dapat dilihat
pada bagan 4.1.
Bagan 4.1: Distribusi Penggunaan Kata Ganti
Frekunsi kata ganti tertinggi yang dipakai oleh pemelajar adalah kata ganti
saya. Kata ganti ini dapat ditemukan dalam tulisan pemelajar yang diambil dari
0
50
100
150
200
250
Saya Anda Aku Kamu Dia Kalian Mereka Kami Kita
Total
KB
JH
DP
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
kelas bahasa, jurnal harian dan juga percakapan tertulis antara pemelajar dengan
peneliti. Sementara itu, data penelitian juga menunjukkan bahwa tidak ditemukan
kata ganti aku pada tulisan yang diambil dari kelas bahasa. Pemelajar memakai
kata ganti aku hanya pada situasi informal, seperti pada penulisan jurnal harian
dan juga percakapan tertulis dengan peneliti. Hal ini mengindikasikan bahwa
pemelajar juga memahami perbedaan penggunaan kata ganti antara saya dan aku.
Bagan 4.1 juga menunjukkan bahwa pemelajar memakai kata ganti Anda
dan kamu pada situasi yang berbeda. Data penelitian menunjukkan bahwa kata
ganti Anda hanya dapat ditemukan dalam kalimat pemelajar dari situasi formal,
seperti kelas menulis. Selanjutnya, kata ganti kamu hanya ditemukan dalam situasi
informal, seperti pada dokumentasi percakapan tertulis pemelajar dengan peneliti.
Selain kata ganti orang, APPBIPA juga menambahkan jenis kata ganti yang
seharusnya dikuasai oleh seorang pemelajar pemula, yaitu penggunaan kata ganti
-ku, -mu, dan -nya. Data penelitian menunjukkan bahwa kata ganti –mu tidak
muncul dalam tulisan pemelajar. Kata ganti –ku dan –nya juga muncul dengan
jumlah frekuensi yang cukup sedikit, yakni hanya tujuh kali –ku dan 5 kali –nya.
Distribusi penggunaan kata ganti ini dapat dilihat dalam bagan 4.2.
Bagan 4.2: Penggunaan Kata Ganti -ku, -mu dan -nya
0
2
4
6
8
ku mu nya
Total KB JH DP
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Selanjutnya, data penelitian mengindikasikan adanya penggunaan kata ganti
yang tidak sesuai dengan kaidah penggunaan kata ganti dalam bahasa Indonsia.
Bentuk eror dalam kata ganti dapat dilihat dalam bagan 4.3.
Bagan 4.3: Bagan Frekuensi Eror Penggunaan Kata Ganti Orang
Frekuensi eror terbesar ada pada penggunaan kata ganti dia, yakni sebesar 29%
atau sejumlah 8 eror yang ditemukan dari keseluruhan penggunaan kata ganti dia,
yakni sejumlah 28. Eror dalam penggunaan kata ganti ini dapat dilihat dari
konstruksi kalimat pemelajar berikut:
(1) “Keluarga ayah aku adalah Italia!” DP.09.18
(2) “Tolong mengunjukkan aku baju tradisional kakak kamu.” DP.12.67
(3) “... saya pergi ke rumah teman saya dan memperbaiki pagar dia.” JH.11.46
Konstruksi kalimat pemelajar pada data (1), (2) dan (3) menunjukkan adanya eror
dalam penggunaan kata ganti. Pada kalimat (1), kata ganti yang tepat adalah kata
ganti milik, yakni dengan menambahkan –ku menjadi ayahku. Kalimat (2)
memerlukan kata ganti milik untuk kamu, yakni –mu. Pembentukan kata ganti
yang tepat dalam kalimat (2) adalah kakakmu. Selanjutnya, kata ganti milik –nya
seharusnya menggantikan kata ganti dia pada kalimat (3).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
Selanjutnya, data penelitian juga mengindikasikan adanya eror pada
penghilangan kata ganti –nya dalam konstruksi kalimat yang memerlukan kata
ganti -nya untuk menunjuk dan menghubungkan nomina yang telah disebutkan
sebelumnya. Eror ini muncul dalam konstruksi kalimat pemelajar seperti yang
dirangkum pada tabel 4.1.
Kode Eror Penggunaan Kata Ganti
KB.04.29 Kami berjalanan ke tempat-tempat kampung seluruh Australia barat
contoh Geraldton dan Kalgoorlie.
KB.04.44 Namun saya lebih suka naik kereta api, karena saya bisa melihat
pemandangan alam, meskipun harga lebih mahal daripada naik bis.
DP.09.32 Orang2 membuat foto lalu meletakkan di atas papan tulis untuk
menampilan
JH.11.36 Lokasi kira-kira timur dari Perth tiga puluh menit dari tengah Perth.
JH.11.37 Tempat sangat cantik, ada banyak pohon-pohon apel dan danau
‘dragonfly’.
JH.11.73 Juga aku mencuci barang dapur contoh sendok, pisau dan pirang-pirang.
Tabel 4.1: Eror Penggunaan Kata Ganti -nya
Konstruksi kalimat pemelajar pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa diperlukan kata
ganti –nya pada kata bercetak tebal. Hal ini karena kata tersebut merujuk pada
suatu nomina yang telah disebutkan sebelumnya.
2. Penggunaan Preposisi
Berdasarkan rumusan APPBIPA, jenis preposisi yang seharusnya dikuasai
oleh seorang pemelajar pemula adalah di, ke, dari, pada, dan kepada. Meskipun
demikian, peneliti juga menemukan bahwa pemelajar juga memakai preposisi
untuk, selama dan juga dengan dalam konstruksi kalimat. Oleh karena itu, peneliti
juga akan menambahkan preposisi tersebut dalam analisis data penggunaan
preposisi. Distribusi penggunaan preposisi dalam konstruksi kalimat pemelajar
dapat dilihat dalam bagan 4.4.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
Bagan 4.4: Distribusi Penggunaan Preposisi
Eror dalam hal preposisi yang dapat ditemukan dalam konstruksi kalimat
pemelajar mengindikasikan adanya kesalahan penggunaan preposisi dan
penghilangan preposisi. Eror preposisi yang muncul dalam konstruksi kalimat
pemelajar dapat dilihat dalam tabel 4.2.
Eror Penggunaan Preposisi Eror Penghilangan
Preposisi
Kode Eror Koreksi Kode Eror
KB.04.25 untuk selama DP.08.16 dengan
KB.04.27 untuk selama DP.08.17 dengan
KB.04.28 untuk selama DP.11.45 di
KB.04.42 untuk ke DP.12.59 untuk
KB.04.50 dalam pada DP.12.68 dengan
JH.11.06 dalam dengan DP.12.72 ke
JH.11.26 pada selama JH.11.30 ke
JH.11.28 pada selama
JH.11.32 di ke
DP.12.53 di ke
DP.12.64 untuk pada
Tabel 4.2: Eror Penggunaan Preposisi
Eror dalam penggunaan preposisi dapat dilihat dari konstruksi kalimat pemelajar
berikut:
100
41
27
13
5
54
10
31
0 20 40 60 80 100 120
di
ke
dari
pada
kepada
untuk
selama
dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
(4) “Saya bermain gitar dan bass di band untuk dua tahun.” KB.04.28
(5) “Saya mencuci pakaian dalam mesin pencuci selama dua jam.” JH.11.06
Penggunaan preposisi untuk pada kalimat (4) kurang tepat untuk mengungkapkan
suatu kurun waktu karena preposisi ini berfungsi untuk menandai hubungan
peruntukan (Muslich, 2010). Preposisi yang tepat dipakai adalah selama karena
preposisi ini menyatakan hubungan kurun waktu (Muslich, 2010). Kalimat (5)
juga mengindikasikan adanya preposisi yang kurang tepat. Preposisi yang tepat
dipakai dalam kalimat (5) adalah preposisi dengan karena preposisi ini berfungsi
untuk menunjukkan hubungan alat (Effendi, Kentjono & Suhardi, 2015).
Selain penggunaan preposisi yang salah, data penelitian juga menunjukkan
adanya eror karena penghilangan preposisi dalam kalimat. Bentuk eror ini muncul
pada data ke J H.11.30, dengan (DP.08.16), dengan (DP.08.17), di (DP.11.45),
untuk (DP.12.59), dengan (DP.12.68), dan ke (DP.12.72). Contoh penghilangan
preposisi ini muncul dalam konstruksi kalimat pemelajar berikut:
(6) “Apakah kamu bisa bermain bulu tangkis baik?” DP.08.16
(7) “Apakah udara sangat asap dekatmu?” DP.11.45
Dalam kalimat (6), diperlukan sebuah preposisi diantara kata bulu tangkis dan
baik. Tanpa adanya preposisi, frasa bulu tangkis baik menjadi tidak sesuai dengan
konteks yang ingin disampaikan pemelajar. Preposisi yang diperlukan pada
kalimat (6) merupakan preposisi yang dapat mendeskripsikan suatu cara. Preposisi
dengan tepat dipakai dalam kalimat ini karena preposisi ini menyatakan hubungan
kesetaraan atau cara (Muslich, 2014). Selanjutnya, kalimat (7) memerlukan
preposisi sebelum kata berasap dan dekatmu. Preposisi yang tepat adalah di yang
dapat menyatakan hubungan tempat berada (Muslich, 2010)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
3. Penggunaan Kata Berimbuhan
Jenis kata berimbuhan atau afiks yang masuk dalam rumusan kompetensi
pemelajar BIPA tigkat pemula yang disusun oleh APPBIPA adalah afiks ber-, me-
, -an, pe- ber-an. Meskipun demikian, data menunjukkan bahwa pemelajar juga
memakai afiks di-, -kan, me-kan, pe-an, ke-an, dan me-i. Penggunaan afiksasi ini
dapat dikategorikan menjadi prefiks, sufiks dan konfiks. Distribusi penggunaan
kata berimbuhan yang muncul dalam konstruksi kalimat pemelajar dapat diihat
dalam bagan.
Bagan 4.5: Distribusi Penggunaan Kata Berimbuhan
Data penelitian menunjukkan bahwa beberapa penggunaan afiksasi yang
dikonstruksi oleh pemelajar tidak seperti penggunaan afiksasi oleh penutur asli
Indonesia. Penggunaan afiksasi yang dipakai pemelajar juga tidak sesuai untuk
membentuk kata dengan arti yang sesuai dengan konteks kalimat. Penggunaan
prefiks yang salah muncul pada prefiks me-, ber-, di-, pe-. Penggunaan sufiks
132
131
45
16
11
11
16
7
3
5
0 20 40 60 80 100 120 140
ber
me
an
pe-
di-
kan
me-kan
pe-an
ke-an
me-i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
yang salah muncul pada sufiks -kan, dan -an. Penggunaan konfiks yang salah
muncul pada konfiks me-kan, pe-an, ke-an, dan me-i.
Berdasarkan data penelitian, bentuk eror dalam afiksasi berupa
penambahan afiks pada kata yang seharusnya memakai bentuk dasar,
penghilangan afiks, dan juga penggunaan afiks yang salah dan tidak sesuai dengan
konteks kalimat. Bentuk eror ini dapat diuraikan dalam tabel 4.3.
Afiksasi Penambahan afiks Penghilangan afiks Penggunaan Afiks yang
salah
Prefiks me- mencari (KB.04.58),
melakukan
(DP.11.46,
DP.12.60),
menduduk
(JH.11.44),
lihat (KB.03.08), obrol
(DP.08.11), hidupkan
(JH.11.11), telepon
(JH.11.49)
menari (KB.04.32), merasa
(KB.04.40), menjadi
(JH.11.34), menarik
(JH.11.70), mengingat
(DP.12.59), membuat
(DP.12.62)
Prefiks ber- berolahraga
(KB.03.12), bersantai
(KB.04.36),
pikir (KB.04.35,
KB.04.59, JH.11.29,
JH.11.60), bentuk
(JH.11.03), semangat
(JH.11.22), asap
(DP.11.45), sejarah
(JH.11.71)
bekerja (DP.08.14,
JH.11.25, DP.12.56)
Prefiks di- - campur (JH.11.12) dibuat (KB.04.53,
JH.11.70), dibayar
(JH.11.47),
Prefiks pe- pencuci (JH.11.06) kataan (JH.11.33) pemeriksa (KB.04.41),
pemain (JH.11.64),
penyanyi (JH.11.69)
Sufiks -kan membacakan
(KB.05.63),
dibelikan (JH.11.04),
mencucikan
(JH.11.52),
membantukan
(JH.11.16),
membuangkan
(JH.11.72)
membeli (KB.04.24),
diberi (KB.04.26),
dimain (KB.04.33),
mendengar
(DP.11.36), mengata
(JH.11.39, DP.11.50),
-
Sufiks -an berliburan
(KB.03.01),
berjalanan
(KB.04.29), mulaian
(DP.11.39),
membangunan
(JH.11.03)
potong (JH.11.12),
pernikah (JH.11.22,
JH.11.38, JH.11.40),
rencanaan (KB.03.06),
pikiran (KB.04.25), jahitan
(KB.04.54)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
Konfiks
me-kan
- tambah (KB.05.68),
selesai (JH.11.74),
bingung (DP.12.62)
menampilan (DP.09.32),
membuatkan (JH.11.63),
menikmatikan (DP.12.57),
mengujukkan (DP.12.67)
Konfiks pe-
an
- - perbedaan (KB.03.20),
perayaan (JH.11.35,
DP.12.61)
Konfiks ke-
an
- - kesenangan (KB.04.30)
Konfiks
me-i
- - mengendarai (KB.05.71),
mengunjungi (DP.12.70)
Tabel 4.3: Eror dalam Afiksasi
a.1 Prefiks me-
Data penelitian mengindikasikan adanya bentuk eror dalam penggunaan
prefiks me- yang berupa penambahan prefiks me-, penghilangan prefiks me-, serta
penggunaan prefiks me- yang tidak sesuai dengan konteks kalimat. Prefiks me-
merupakan prefiks yang banyak muncul dalam konstruksi kalimat pemelajar.
Bentuk eror dalam prefiks me- muncul berulang dalam kata-kata yang dipakai
pemelajar, yaitu, mencari, melakukan, menduduk, menari, merasa, menjadi,
menarik, mengingat, membuat, lihat, obrol, hidupkan, dan telepon. Contoh
penambahan prefiks me- pada kata yang seharusnya memakai bentuk dasar
muncul pada konstruksi kalimat berikut:
(8) “… saya menduduk di meja makan makan malam dengan ….” JH.11.44
(9) “Ada lebih banyak obat traditional di Australia yang Anda bisa mencari di
...” KB.04.58
Pembentukan kata me+duduk menjadi menduduk pada kalimat (8) dan me+cari
menjadi mencari pada kalimat (9) tepat secara morfofonemis, tetapi kata
menduduk dan mencari tidak berterima dan tepat sesuai dengan konteks kalimat.
Imbuhan me- pada kata menduduk tidak bermakna karena tidak pernah dipakai
oleh seorang penutur asli Indonesia. Kata yang tepat dipakai dalam kalimat ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
berupa bentuk dasar, yaitu duduk. Sementara itu, bentuk kata mencari tidak sesuai
konteks dalam kalimat (9). Kalimat (9) memerlukan suatu bentuk verba pasif
tanpa di. Verba yang dapat dipakai untuk membentuk kalimat pasif adalah bentuk
dasar cari.
Selanjutnya, pemelajar memakai kata bentuk dasar pada kata yang
seharusnya memerlukan prefiks me-. Hal ini dapat dilihat dalam konstruksi
kalimat pemelajar berikut:
(10) “Minggu depan saya akan telepon penjual rumah…” JH.11.49
(11) “Saya gugup tetapi obrol akan membantu saya banyak” DP.08.11
Penggunaan kata telepon pada kalimat (10) dan obrol (11) mengindikasikan
kesalahan penggunaan bentuk dasar. Kata telepon merupakan suatu nomina yang
berarti alat untuk bercakap-cakap antara dua orang dalam jarak jauh. Kata obrol
merupakan kata yang tidak dapat berdiri sendiri atau selalu membutuhkan
afiksasi. Pada kalimat (10) diperlukan suatu verba yang berfungsi sebagai predikat
dari subjek saya. Verba ini dapat dibentuk dengan menambahkan prefix me- yang
dapat berarti mempergunakan atau bekerja dengan apa yang terkandung dalam
kata dasar (Keraf, 1980). Pembentukan kata yang tepat dalam kalimat (10) adalah
me+telepon menjadi menelepon yang berarti menggunakan telepon. Kalimat (11)
memerlukan verba yang berarti melakukan kegiatan bercakap-cakap. Verba ini
dapat dibentuk dengan menambahkan prefix me- yang dapat berarti melakukan
suatu perbuatan (Keraf, 1980). Pembentukan kata yang tepat dalam kalimat (11)
adalah me+obrol menjadi mengobrol.
Bentuk penggunaan prefiks me- yang tidak tepat tidak hanya berkaitan
dengan apakah seharusnya memakai kata dasar atau kata dengan prefiks me-,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
tetapi juga pada pemakaian me- pada kata yang seharusnya memakai bentuk afiks
yang lain. Hal ini dapat dilihat pada contoh konstruksi kalimat pemelajar berikut:
(12) “Suhu badan saya merasa panas sedikit,... .” KB.04.40
(13) “…ada film yang membuat kali berbeda! 1970s dan 2000s!!!” DP.12.62
Penggunaan prefiks me- pada kata merasa dalam kalimat (12) tidak tepat karena
prefiks me- dapat memberikan arti melakukan tindakan dengan alat seperti yang
terkandung pada bentuk dasar (Muslich, 2014). Dalam kalimat ini pembentukan
me+rasa menjadi merasa berarti menggunakan rasa. Makna ini menjadi tidak
tepat karena subjek dalam kalimat ini berupa frasa nomina suhu badan saya. Afiks
yang tepat dipakai adalah ter- karena afiks ini apabila melekat pada kata benda
dapat berarti dapat di (seperti bentuk dasar) kan/i (Muslich, 2014). Pembentukan
kata dengan prefiks ter juga sesuai dengan kebutuhan verba yang berfungsi
sebagai predikat dalam kalimat intranstif. Dengan demikian, pembentukan kata
yang tepat adalah ter+rasa menjadi terasa yang berarti dapat dirasakan.
Sementara itu, bentuk kata membuat pada kalimat (13) tidak sesuai konteks.
Kalimat (13) memerlukan suatu bentuk verba pasif. Verba yang dapat dipakai
untuk membentuk kalimat pasif adalah bentuk verba dengan afiks di.
Pembentukan kata yang tepat dalam kalimat (6) adalah di+buat menjadi dibuat.
a.2 Prefiks ber-
Peneliti menemukan adanya data penelitian yang mengindikasikan
penggunaan prefiks ber- yang salah. Eror ini berupa penambahan prefiks ber-
pada kata yang seharusnya memakai bentuk dasar, penghilangan prefiks ber- pada
kata yang seharusnya mendapatkan tambahan prefiks ber-, serta penggunaan
prefiks ber- yang tidak sesuai dengan konteks kalimat. Bentuk ini muncul pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
konstruksi kalimat pemelajar dengan kata-kata yang dipakai pemelajar, yaitu
berolahraga, bersantai, pikir, bentuk, semangat, asap, sejarah, dan bekerja.
Contoh penambahan prefiks ber- pada kata yang seharusnya memakai
bentuk dasar adalah pada konstruksi kalimat berikut:
(14) “Saya lebih suka gamelan Jawa karena lebih bersantai, halus dan
muram!” JH.11.74
Pembentukan kata ber+santai menjadi bersantai pada kalimat (14) tidak sesuai
dengan konteks kalimat. Prefiks ber- pada bersantai kata membentuk verba yang
berarti dalam keadaan santai. Dalam kalimat ini, diperlukan bentuk dasar santai
sebagai suatu adjektif yang menggambarkan tentang nomina gamelan Jawa.
Bentuk dasar santai dalam Kamus Bahasa Indonesia (KBBI) online
mengungkapkan mekna bebas dari rasa tegang, dalam keadaan bebas dan
senggang.
Selanjutnya, pemelajar memakai kata bentuk dasar pada kata yang
seharusnya memerlukan prefiks ber-. Hal ini dapat dilihat dalam konstruksi
kalimat pemelajar berikut:
(15) “Drama yang Sejarah!” JH.11.71
(16) “Apakah udara sangat asap dekatmu?” DP.11.45
Penggunaan kata sejarah pada kalimat (15) dan asap pada kalimat (16)
mengindikasikan kesalahan penggunaan bentuk dasar. Kata sejarah merupakan
suatu nomina yang dapat berarti asal-usul, pengetahuan atau kejadian pada masa
lampau. Kata asap merupakan suatu nomina yang berarti uap yang dapat terlihat
yang dihasilkan dari pembakaran. Penggunaan kata dasar sejarah dan asap tidak
sesuai dengan konteks kalimat. Kata yang sesuai dengan konteks kalimat (15) dan
(16) adalah bentuk verba dengan penambahan prefix ber- yang dapat dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
berfungsi sebagai suatu transformasi dari kata mempunyai atau memiliki (Keraf,
1980). Prefiks ber- diperlukan untuk membentuk verba yang menyatakan
mempunyai sejarah dan mengandung atau diliputi asap. Pembentukan kata yang
tepat adalah ber + sejarah menjadi bersejarah dan ber + asap menjadi berasap.
Data juga mengindikasikan adanya eror dalam peggunaan prefiks me-
karena tidak sesuai dengan konteks kalimat. Hal ini dapat dilihat dari data berikut:
(17) “Ketika bekerja sudah selesai pada jam tiga saya pergi ke … .” JH.11.25
(18) “Ya, dia melakukan banyak bekerja bulan lalu!” DP.08.14
Penggunaan afiks ber- pada kata bekerja dalam kalimat (17) dan (18) tidak sesuai
dengan konteks kalimat. Kedua kalimat ini memerlukan kata jenis nomina, bukan
verba dengan imbuhan ber- seperti yang dikonstruksi oleh pemelajar. Afiks yang
tepat dipakai untuk membentuk nomina adalah per-an. Seperti yang diungkapkan
oleh Keraf (1980) bahwa konfiks per-an dapat berfungsi untuk membentuk kata
benda, dan dapat mengungkapkan arti menyatakan hal perbuatan”. Dengan
demikian, pembentukan kata yang tepat adalah pe+kerja+an menjadi pekerjaan
yang berarti hal yang dikerjakan.
a.3 Prefiks di-
Fungsi utama dari prefiks di- menurut Muslich (2014) adalah untuk
menyatakan suatu tindakan yang pasif. Bentuk eror dalam prefiks di- berupa
penggunaan prefiks di- pada kalimat aktif dan juga penghilangan prefiks di- pada
kata yang membutuhkannya untuk membentuk suatu verba pasif. Hal ini
menunjukkan bahwa pemelajar juga belum menguasai afiksasi pada kalimat pasif
dan kalimat aktif. Bentuk eror pada penggunaan prefiks di- muncul pada kata
dibayar, dibuat, ,dan campur dalam konstruksi kalimat pemelajar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Bentuk eror penggunaan prefiks di- pada kalimat aktif muncul pada
konstruksi kalimat berikut:
(19) “Ketika pekerjaan sudah selesai saya pergi ke toko serba dan dibayar
makanan yang saya akan dimakan selama pekan.” JH.11.47
(20) “Prosess untuk dibuat pakaian possum dan kanguru adalah…” KB.04.53
Penggunaan prefiks di- pada kata di+bayar pada kalimat (19) serta kata di+buat
pada kalimat (20) tidak sesuai dengan konteks kalimat. Kedua kalimat ini
memerlukan verba aktif. Pada kalimat (19), bentuk persona saya menjadi pelaku
dalam tindakan bayar yang dimaksud. Selanjutnya, pada kalimat (20), bentuk
persona proses menjadi pelaku dalam tindakan buat yang dimaksud. Dengan
demikian, pembentukan kata yang tepat adalah me+bayar menjadi membayar,
dan me+buat menjadi membuat.
Selanjutnya, pemelajar memakai kata bentuk dasar pada kata yang
seharusnya memerlukan prefiks di-. Hal ini dapat dilihat dalam konstruksi kalimat
pemelajar berikut:
(21) “Ada kulit possum dan kanguru yang jahitan bersama.” KB.04.54
(22) “Kemudian saya membuat makan pagi telur campur dengan potong babi,
keju di atas roti potong.” JH.11.12
Penggunaan kata jahitan dan kata campur tidak tepat dipakai dalam kalimat (21)
dan kalimat (22). Kedua kalimat ini merupakan kalimat pasif sehingga diperlukan
bentuk verba dengan prefiks di-. Penggunaan sufiks -an pada kata jahitan tidak
tepat dipakai dalam kalimat (21) karena sufiks ini berfungsi untuk membentuk
kata benda (Keraf, 1980). Pembentukan kata jahitan tidak sesuai dengan konteks
kalimat. Pembentukan kata yang tepat adalah di+jahit menjadi dijahit yang dapat
menyatakan bahwa nomina kulit possum dan kanguru yang berfungsi sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
subjek merupakan nomina yang dikenai tindakan jahit. Kata dasar campur pada
kalimat (22) seharusnya juga mendapatkan penambahan prefiks di-. Pembentukan
kata ini adalah di+campur menjadi campur yang dapat menyatakan bahwa
nomina telur dikenai tindakan campur.
a.4 Prefiks pe-
Data penelitian juga mengindikasikan adanya eror dalam dalam
penggunaan prefiks pe-. Salah satu fungsi prefiks pe- yang sering dipakai adalah
untuk menyatakan orang yang biasa/pekerjaannya/gemar melakukan tindakan
yang tersebut pada bentuk dasar (Muslich, 2014). Penggunaan prefiks pe- yang
salah muncul dalam konstruksi kalimat pemelajar berikut:
(23) “... Saya akan pemeriksa tekanan darah dan suhu badan Anda.”
KB.04.41
(24) “Hari Jumat aku selasai bekerja pada Jam tiga, kemudian aku bertemu
dengan Michael teman aku untuk pemain tenis.” JH.11.64
Penggunaan kata dengan afiks pe- pada kata pemeriksa dalam kalimat (23) dan
kata pemain dalam kalimat (24) tidak sesuai dengan konteks kalimat. Pengunaan
prefiks pe- pada kata pemeriksa membentuk sebuah kata nomina yang berarti
orang yang memeriksa. Kata yang sesuai dengan konteks kalimat (23) adalah
suatu verba yang memberikan arti melihat dengan teliti untuk mengetahui
keadaan. Verba ini dapat dibentuk dengan menambahkan prefiks me-.
Pembentukan kata ini adalah me+meriksa menjadi memeriksa. Selanjutnya,
pengunaan prefiks pe- pada kata pemain membentuk sebuah kata nomina yang
berarti orang yang bermain. Kata yang sesuai dengan konteks kalimat (24) adalah
suatu verba yang memberikan arti melakukan suatu permainan. Verba ini dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
dibentuk dengan menambahkan prefiks ber-. Pembentukan kata ini adalah
ber+main menjadi bermain.
Selanjutnya, bentuk eror dalam penggunaan refiks pe- juga muncul dalam
bentuk penghilangan prefiks pe-. Bentuk eror ini muncul dalam konstruksi
berikut:
(25) “… tidak sabar karena saya tidak tahu banyak kataan dan
kosokata…Aduh!” JH.11.33
Bentuk kata kataan dalam kalimat (25) tidak berterima dan tidak sesuai konteks.
Kata kataan tidak dipakai oleh penutur Indonesia. Dalam kalimat ini, bentuk yang
tepat dipakai adalah dengan menambahkan imbuhan prefiks pe- menjadi
perkataan yang berarti kumpulan kata atau sesuatu yang dikatakan.
a.5 sufiks -kan
Fungsi utama dari sufiks -kan adalah mengungkapkan arti melakukan
sesuatu untuk orang lain (Muslich, 2014). Bentuk penggunaan sufiks -kan yang
salah adalah penambahan prefiks kan- pada kata yang tidak memerlukannya dan
juga penghilangan sufiks -kan pada kata yang seharusnya mendapatkan tambahan
sufiks -kan. Bentuk ini muncul pada konstruksi kalimat pemelajar dengan kata-
kata yang dipakai pemelajar, yaitu membacakan, dibelikan, mencucikan,
membantukan, membuangkan, membeli, diberi, dimain, mendengar dan mengata.
Contoh penambahan prefiks -kan yang tidak diperlukan adalah pada
konstruksi kalimat berikut:
(26) “Sesudah bekerja saya pergi ke toko rumah bernama ‘Kmart’ di sana
sebuah pemotong kopi dibelikan.” JH.11.04
(27) “Nanti sore, saya bersantai, bermain gitar dan mencucikan pakaian
saya.” JH.11.52
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
Penggunaan kata dengan sufiks -kan pada kata dibelikan dalam kalimat (26) dan
kata mencucikan dalam kalimat (27) tidak sesuai dengan konteks kalimat. Subjek
dalam kedua kalimat, saya, merupakan pelaku yang melakukan tindakan membeli
pada kalimat (26) serta mencuci pada kalimat (27). Dengan demikian, sufiks -kan
seharusnya dihilangkan dari kata dibelikan dan mencucikan.
Di sisi lain, pemelajar menghilangkan atau tidak menambahkan sufiks -
kan pada kata yang memerlukan sufiks ini. Contoh penghilangan sufiks -kan
muncul pada konstruksi kalimat berikut:
(28) “Musik dimain oleh pemusik dengan gamelan yang adalah alat musik,
yaitu bonang, gangsa, saron, gender dan banyak lain.” KB.04.33
(29) “Mereka mengata kata-kata yang cantik dan ‘honest’.” JH.11.39
Penggunaan kata dimain dalam kalimat (28) dan kata mengata dalam kalimat (29)
tidak sesuai dengan konteks kalimat. Kata-kata ini juga tidak berterima dan tidak
dipakai oleh penutur asli Indonesia. Kata dimain menjadi berterima dan sesuai
konteks kalimat apabila ditambahkan sufiks -kan. Pembentukan kata ini adalah
dimain+kan menjadi dimainkan yang menyatakan bahwa pemusik yang berfungsi
sebagai objek bermain musik yang merupakan subjek dalam kalimat (28).
Selanjutnya, bentuk kata mengata juga seharusnya ditambahakan sufiks -kan
untuk menjadi berterima dan sesuai dengan konteks kalimat. Pembentukan kata
ini adalah me+kata+kan menjadi mengatakan yang berarti menyampaikan kata-
kata.
a.6 sufiks -an
Data penelitian menunjukkan adanya bentuk penggunaan sufiks -an yang
salah. Eror ini berupa penambahan prefiks an- pada kata yang tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
memerlukannya dan juga penghilangan sufiks an- pada kata yang seharusnya
mendapatkan tambahan sufiks -an. Bentuk ini muncul pada konstruksi kalimat
pemelajar dengan kata-kata yang dipakai pemelajar, yaitu, berliburan, berjalanan,
mulaian, membangunan, potong, pernikah, rencanaan, pikiran, dan jahitan.
Contoh penambahan prefiks an- yang tidak diperlukan adalah pada
konstruksi kalimat berikut:
(30) “… saya ingin bermain gitar karena saya pikiran gitarnya spesial dan luar
biasa.” KB.04.25
(31) “Tetapi aku mulaian menulis 'Bahasa diary' beberapa hari!” DP.11.39
Penggunaan sufiks -an pada kata pikiran dalam kalimat (30) serta rencanaan
dalam kalimat (31) tidak sesuai dengan konteks kalimat. Sufiks -an pada kata
pikiran membentuk suatu nomina. Sufiks ini seharusnya dihilangkan karena kata
yang diperlukan dalam kalimat (30) merupakan kata verba. Kata verba yang tepat
dan sesuai dengan konteks kalimat adalah pembentukan kata dengan prefiks ber-.
Pembentukan kata ini adalah ber+pikir menjadi berpikir yang berarti
menggunakan pikiran untuk menimbang-nimbang sesuatu. Hal ini juga berlaku
pada kata mulaian dalam kalimat (31). Penggunaan sufiks -an pada kata mulaian
tidak sesuai konteks dan tidak berterima. Kata mulaian tidak dipakai oleh penutur
asli Indonesia. Kata yang tepat adalah kata dasar mulai yang yang berarti
mengawali.
Selanjutnya, pemelajar menghilangkan atau tidak menambahkan sufiks -an
pada kata yang memerlukan sufiks ini. Contoh penghilangan sufiks -an muncul
pada konstruksi kalimat berikut:
(32) “… makan pagi telur campur dengan potong babi, keju di atas roti
potong.” JH.11.12
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
(33) “Saya semangat untuk pernikah teman-teman.” JH.11.22
Kata potong pada kalimat (32) dan kata pernikah pada kalimat (33) tidak sesuai
dengan konteks kalimat secara keseluruhan. Kata potong merupakan nomina yang
berarti penggal atau penggolong bilangan berbagai benda. Kata yang sesuai
dengan konteks kalimat (32) adalah kata dengan sufiks -an. Pembentukan kata ini
adalah potong+an menjadi “potongan” yang berarti hasil memotong. Sementara
itu, kata pernikah dalam kalimat (33) dapat berarti setiap menikah atau setiap
pernikahan. Kata ini juga tidak sesuai dengan konteks kalimat. Kata ini
seharusnya mendapatkan tambahan sufiks +an untuk membentuk nomina
pernikahan yang berarti upacara nikah.
a.7 konfiks me-kan
Data penelitian mengindikasikan adanya eror penggunaan konfiks me-kan
yang berupa penghilangan konfiks me-kan pada kata yang seharusnya
mendapatkan tambahan serta penggunaan konfiks me-kan yang tidak sesuai
dengan keseluruhan konteks kalimat. Bentuk ini muncul pada konstruksi kalimat
pemelajar dengan kata-kata yang dipakai pemelajar, yaitu selesai, tambah,
bingung, menampilan, membuatkan, menikmatikan, dan mengunjukkan.
menikmatikan.
Eror dalam penghilangan konfiks me-kan muncul dalam konstruksi
kalimat pemelajar sebagai berikut:
(34) “Sesudah selesai pekerjaan rumah aku bersantai ….” JH.11.74
(35) “Ya Star Wars kadang-kadang bingung karena ada film yang …”
DP.12.62
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
Penggunaan bentuk kata bentuk dasar selesai pada kalimat (34) dan bingung pada
kalimat (35) tidak sesuai dengan konteks kalimat. Kata ini memerlukan afiks me-
kan untuk menyatakan makna kausatif atau menyebabkan terjadinya sesuatu
proses (Keraf, 1980). Pembentukan kata yang tepat pada kalimat (34) adalah
me+selesai+kan menjadi menyelesaikan yang berarti menyebabkan suatu proses
menjadi selesai. Pembentukan kata yang tepat pada kalimat (35) adalah
mem+bingung+kan menjadi membingungkan yang berarti menyebabkan
kebingungan.
Selanjutnya, bentuk penggunaan konfiks me-kan yang tidak sesuai dengan
keseluruhan konteks kalimat juga muncul pada konstruksi kalimat pemelajar
berikut:
(36) “Daging Kelinci tidak terkenal, orang australi membuat untuk 'gourmet'
atau menikmatikan.” DP.12.57
(37) “Apa yang kamu melakukan hari ini?” DP.11.46
Penggunaan konfiks me-kan pada kata menikmatikan dalam kalimat (36) serta
kata melakukan pada kalimat (37) tidak sesuai dengan konteks kalimat. Selain itu,
bentuk kata menikmatikan juga tidak berterima dan tidak dipakai oleh penutur asli
Indonesia. Dalam kalimat (36), sufiks -kan seharusnya dihilangkan dan diubah
dengan kata ganti -nya. Pembentukan kata ini adalah menikmati+nya menjadi
menikmatinya. Kata ganti -nya merujuk pada daging kelinci. Sementara itu,
kalimat tanya (37) diawali dengan awalan apa yang yang menyatakan fokus
pertanyaan pada objek. Kalimat ini memerlukan verba pasif yang dapat dibentuk
dengan menggunaan bentuk kata dasar lakukan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
a.8 konfiks pe-an
Eror penggunaan konfiks per-an hanya muncul pada kata perbedaan dan
perayaan dalam konstruksi kalimat pemelajar. Konstruksi kalimat tersebut adalah:
(38) “Cuaca Perth juga perbedaan dari Jakarta.” KB.03.20
Penggunaan konfiks per-an dalam kata perbedaan tidak tepat dipakai dalam
kalimat ini karena tidak sesuai dengan konteks kalimat. Penggunaan per-an pada
kata perbedaan membentuk suatu nomina yang berarti hal yang berbeda. Dalam
kalimat ini, penambahan prefix ber- diperlukan untuk membentuk verba yang
menyatakan memiliki perbedaan Pembentukan kata yang tepat adalah ber + beda
menjadi berbeda.
a.10 Konfiks ke-an
Eror penggunaan konfiks ke-an hanya muncul satu kali dari keseluruhan
konstruksi kalimat pemelajar. Konstruksi kalimat tersebut adalah:
(39) “Itu sangat menarik dan kesenangan.” KB.04.30
Dalam kalimat ini, terdapat urutan tidak pararel menarik dan kesenangan.
Menarik merupakan suatu verba sedangkan kesenangan merupakan suatu nomina.
Untuk membuat urutan pararel, nomina kesenangan seharusnya diubah dalam
bentuk verba dengan menambahkan konfiks me-kan. Pembentukan ini adalah
me+senang+kan menjadi menyenangkan.
a.11 Konfiks me-i
Eror penggunaan konfiks me-i muncul dalam konstruksi kalimat pemelajar
berikut ini:
(40) “… saya akan mengendarai ke Perth untuk pernikah teman saya.”
JH.11.21
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
(41) “Bagaimana mengunjungi di Boyolali?” DP.12.70
Penggunaan konfiks me-i pada kata mengendarai dalam kalimat (40) dan
mengunjungi dalam kalimat (41) tidak sesuai dengan konteks kalimat.
Penggunaan afiks me-i pada kata mengendarai seharusnya diikuti dengan objek,
misalnya motor, mobil. Bentuk kata yang tepat dalam kalimat ini adalah dengan
penambahan prefiks ber. Pembentukan kata yang tepat adalah ber+ kendara
menjadi berkendara. Selanjutnya, konfiks me-i pada kata mengunjungi
membentuk suatu verba yang berarti berkunjung ke. Kalimat (41) memerlukan
nomina sehingga kata sesuai dengan konteks kalimat. Nomina ini dapat dibentuk
dengan menambahkan afiks -an. Pembentukan kata yang tepat adalah kunjung+an
menjadi kunjungan yang memiliki arti perihal atau hasil mengunjungi atau
berkunjung.
4. Penggunaan Kata Penggolong
Konstruksi kalimat pemelajar menunjukkan adanya penggunaan kata
penggolong seorang, seekor, dan sebuah. Kata penggolong merupakan kata
dengan frekuensi cukup rendah apabila dibandingkan dengan jenis kata yang lain,
yakni hanya dengan jumlah total sebesar 13. Distribusi penggunaan kata
penggolong yang muncul dalam kalimat pemelajar dapat dilihat pada bagan 4.6.
Bagan 4.6: Penggunaan Kata Penggolong
42
7
seorang seekor sebuah
Total: 13
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
Konstruksi kalimat menunjukkan bahwa pemelajar dapat menggunakan hampir
semua kata penggolong secara tepat, kecuali adanya satu konstruksi eror pada
penggunaan kata penggolong sebuah. Konstruksi kalimat pemelajar ini adalah
sebagai berikut:
(42) “Di Pesta kami harus memakai baju dan celana yang sebuah Ayah pakai!
DP.09.22
Kalimat (42) menunjukkan penggunaan kata penggolong sebuah yang tidak sesuai
dengan konteks kalimat. Kata penggolong sebuah merupakan kata penggolong
yang menandai kelompok bukan manusia dan bukan binatang. Kalimat (42)
memerlukan kata penggolong untuk menandai kelompok manusia. Kata yang
tepat dipakai adalah seorang karena kata penggolong ini menandai kelompok
manusia (Effendi, Kentjono & Suhardi, 2015).
5. Penggunaan Kata Reduplikasi
Berdasarkan rumusan APPBIPA, kata ulang utuh atau reduplikasi utuh
merupakan salah satu jenis kata yang seharusnya dikuasai oleh seorang pemelajar
pemula. Konstruksi kalimat pemelajar juga menunjukkan adanya penggunaan kata
ini. Selain reduplikasi utuh, pemelajar juga memakai bentuk reduplikasi
berimbuhan.
Data penelitian menunjukkan bahwa beberapa penggunaan bentuk kata
berulang dalam kalimat yang dikonstruksi oleh pemelajar mengindikasikan
ketidakberterimaan dalam bahasa Indonesia. Bentuk reduplikasi yang dipakai oleh
pemelajar mengungkapkan arti yang tidak sesuai atau selaras dengan makna
keseluruhan kalimat yang dikonstruksi. Bentuk reduplikasi yang tidak sesuai atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
selaras dengan makna keseluruhan kalimat muncul pada konstruksi kalimat
pemelajar berikut:
(43) “kapal laut pelan jadi saya bisa melihat pulau-pulau atau darat-darat.”
KB.04.46
(44) “Aku bermain main yang baik.” DP.09.33
Kata darat-darat pada kalimat (35) tidak berterima dan tidak dipakai oleh penutur
asli Indonesia. Pembentukan kata reduplikasi darat-darat tidak tepat dipakai
untuk menyatakan kumpulan atau banyak darat. Pembentukan kata yang tepat
adalah dengan menambahkan sufiks -an karena sufiks ini dapat mengungkapkan
arti kumpulan, yang banyak, atau luas (Muslich, 2014). Pembentukan kata yang
tepat adalah darat+an menjadi daratan yang berarti kumpulan daratan atau
daratan yang luas. Selanjutnya, kata bermain-main pada juga tidak sesuai dengan
konteks kalimat (44) karena kata ini berarti tindakan bermain dilakukan
seenaknya untuk bersenang-senang (Muslich, 2014). Untuk merujuk suatu
permainan olahraga, pembentukan kata yang tepat dipakai dalam kalimat ini
adalah dengan penambahan prefiks ber +main menjadi bermain.
Di sisi lain, pemelajar tidak memakai kata bentuk reduplikasi pada
konstruksi kalimat yang membutuhkannya. Konstruksi kalimat pemelajar tersebut
adalah sebagai berikut:
(45) “Dia teman lama dari masa kanak.” DP.09.25
(46) “semoga aku percakapan kamu lebih banyak tahun ini.” DP.12.68
Kata kanak pada kalimat (45) merupakan kata yang tidak dapat berdiri sebagai
bentuk dasar dan tidak memiliki makna. Kata ini tidak berterima dan tidak dipakai
oleh penutur asli Indonesia. Kata yang tepat dan sesuai konteks kalimat adalah
bentuk kata reduplikasi kanak-kanak yang berarti periode anak masa prasekolah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
Selanjutnya, penggunaan konfiks per-an pada kata percakapan dalam kalimat (38)
membentuk nomina yang tidak sesuai dengan koteks kalimat. Kata yang
diperlukan dalam kalimat (46) merupakan bentuk verba yang dapat dibentuk
dengan penambahan prefiks ber serta bentuk reduplikasi sebagian. Pembentukan
kata ini menjadi bercakap-cakap yang berarti melakukan percakapan.
6. Pemilihan Diksi
Selain eror dalam beberapa jenis kata yang dirumuskan oleh APPBIPA,
data penelitian juga mengindikasikan adanya bentuk eror dalam hal pemilihan
kosakata. Bentuk eror yang pertama adalah penggunaan kosakata yang tidak
sesuai konteks. Bentuk eror yang kedua berupa penggunaan kosakata bahasa
Inggris.
Bahasa antara muncul dalam bentuk penggunaan kata yang tidak sesuai
dengan konteks kalimat atau maksud yang ingin disampaikan pemelajar. Tabel 4.4
memperlihatkan daftar penggunaan kosakata yang dipakai pemelajar beserta
pembenarannya.
Data Eror Diksi Koreksi Data Eror Diksi Koreksi
JH.11.01
JH.11.02
pekerjaan tempat
kerja/kantor
JH.11.40,
JH.11.42,
JH.11.43
berdanser berdansa
JH.11.04 pemotong
(kopi)
penggiling JH.11.51 memberi melempar
JH.11.05 pergi (ke
rumah)
pulang JH.11.55 makanan pakan
JH.11.06 mesin
pencuci
mesin cuci JH.11.59,
DP.12.54
barang-
barang
hal
JH.11.13,
DP.09.30
lain lagi KB.03.05 naik (di
atas sand
dan rock)
melewati
JH.11.15 menerima mendapat KB.03.18 seorang
perhiasan
desainer
perhiasan
JH.11.19 bernama berjudul KB.04.35 lekas lincah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
JH.11.68
JH.11.31
JH.11.59
DP.09.19
berbeda beragam,
macam-
macam
KB.04.38 memesan mendaftar
JH.11.32 depan datang KB.04.48 berwisata berangkat
JH.11.33 menikmati senang DP.11.38 karyawan hal
JH.11.44
JH.11.64
jam pukul DP.09.22 sebuah seorang
Tabel 4.4: Eror dalam Diksi
Contoh penggunaan kata tersebut diatas dalam konstruksi kalimat pemelajar
adalah:
(47) “Hari ini saya pergi ke perkerjaan.” JH.11.01
(48) “… di sana sebuah pemotong kopi dibelikan.” JH.11.04
Penggunaan kata pekerjaan dalam kalimat (47) tidak tepat. Kata yang diperlukan
merupakan kata yang menunjukkan suatu tempat karena adanya preposisi ke
dalam kalimat ini yang menyatakan hubungan arah menuju suatu tempat
(Muslich, 2010). Kata pekerjaan dapat diganti menjadi tempat kerja. Dalam
kalimat (48), kata pemotong tidak tepat dipakai untuk menggambarkan suatu
proses pengolahan kopi. Kata yang tepat dipakai untuk menggambarkan salah satu
proses pengolahan biji kopi adalah penggilingan. Kata sesuai untuk konteks
kalimat ini adalah penggiling kopi yang berarti suatu alat untuk menggiling kopi.
Beberapa kata yang tidak tepat dipakai dalam konstruksi kalimat pemelajar
bukan suatu kata yang berterima dalam bahasa Indonesia. Kata ini adalah
berdanser (JH.11.40, JH.11.42, JH.11.43) dan kertas berita (JH.11.75). Kata ini
dipakai dalam konstruksi kalimat pemelajar sebagai berikut:
(49) “… kami makan makanan malam lalu berdanser.” JH.11.40
(50) “Di rumahku aku membaca kertas berita uang tentang… !” JH.11.75
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
Kata berdanser dalam kalimat (49) dan kata kertas berita dalam kalimat (50)
tidak berterima dan tidak dipakai oleh penutur asli Indonesia. Berdasarkan
konteks keseluruhan kalimat (49), kata yang dimaksud adalah kata berdansa yang
berarti menari cara Barat. Sementara itu, kata yang sesuai dengan kalimat (50)
yang dapat menggantikan kata kertas berita adalah kata koran.
Selanjutnya, data penelitian juga mengindikasikan bahwa pemelajar
menggunakan kata yang tidak sesuai dengan konteks kalimat, dimana kata yang
tepat dan seharusnya dipakai mengandung morfem yang sama. Kata-kata tersebut
adalah kata begitu (JH.11.42, JH.11.54, JH.11.34), begini (JH.11.61), dan yaitu
(KB.03.15, DP.09.21). Contoh penggunaan kata-kata ini dalam konstruksi kalimat
pemelajar adalah:
(51) “Begitu sangat menarik dan berbahaya sedikit, karena kami berdanser di
dalam bis sambil mabuk!” JH.11.42
(52) “Begini karena mereka mendengarkan media yang ‘bias’ dan salah.”
JH.11.61
Penggunaan kata begitu dalam kalimat (51) dan begini dalam kalimat (52) tidak
sesuai dengan konteks kalimat. Kata begitu berarti seperti itu dan begini berarti
seperti ini. Bentuk pronominal ini juga tidak baku sehingga seharusnya tidak
dipakai dalam ragam tulisan. Kedua kalimat ini membutuhkan pronominal
penunjuk yang berterima dalam ragam tulisan. Kata yang tepat dipakai adalah
kata itu dalam kalimat (51) dan kata ini dalam kalimat (52). Kata itu dipakai untuk
mengacu acuan yang agak jauh dari penulis/pembicara (Muslich, 2010).
Sementara itu, kata ini dipakai untuk mengacu suatu hal yang dekat dengan
penulis/pembicara, ke masa yang akan datang, atau ke informasi yang akan
disampaikan (Muslich, 2010).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
Selain penggunaan kosakata bahasa Indonesia yang tidak tepat, pemelajar
juga menggunakan kata-kata bahasa Inggris dalam beberapa konstruksi kalimat.
Kata dalam bahasa Inggris muncul paling banyak pada dokumentasi percakapan
pemelajar dengan peneliti. Kata-kata bahasa Inggris tersebut dirangkum dalam
tabel 4.5.
Kode Eror
Penggunaan
L1
Koreksi Kode Eror
Penggunaan
L1
Koreksi
KB.03.04 volcano gunung
berapi DP.09.28 live langsung
KB.03.05 sand pasir DP.11.39 diary jurnal KB.03.05 rock batu DP.11.41 correct mengoreksi KB.04.49
KB.04.50
KB.04.51
Aboriginal Aborigin DP.11.43
DP.11.44 season musim
DP.07.03 isolated terpencil JH.11.17 rib iga DP.08.07 save (uang) menabung JH.11.30 Java Jawa DP.08.08 continue lanjut JH.11.39 honest jujur DP.08.09 adaptability penyesuaian JH.11.49 loan bank pinjaman
bank DP.08.10 pressure tertekan JH.11.50 poin koma/ , DP.09.21 random acak JH.11.65 windy berangin DP.09.23 text berkirim
pesan
Tabel 4.5: Eror dalam Peggunaan Kosakata Bahasa Inggris
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa frekuensi penggunaan bahasa Inggris terbesar ada
pada data konstruksi kalimat pemelajar yang diambil dari percakapan spontan
tertulis antara pemelajar dengan peneliti melalui WhatsApp, yakni 11 kata.
Frekuensi terendah ada pada data yang diambil dari kelas bahasa, yakni hanya
sejumlah 4 kata. Hal ini mengindikasikan bahwa eror ini lebih sering muncul
dalam ujaran spontan, dan bukan dalam situasi formal, seperti pada saat
mengerjakan tugas dalam kelas bahasa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
4.2.2 Faktor Penyebab Munculnya Bahasa Antara
Untuk menjawab rumusan masalah kedua mengenai faktor penyebab
munculnya bahasa antara dalam tataran kata, peneliti membaca ulang bentuk
bahasa antara yang telah ditemukan dalam rumusan masalah pertama. Bentuk
bahasa antara pemelajar mengindikasikan adanya tiga dari lima proses utama
bahasa antara yang diajukan oleh Selinker (1972), yakni transfer bahasa, strategi
komunikasi, dan generalisasi berlebih.
1. Transfer Bahasa
Proses transfer bahasa terlihat pada kategori eror dalam pemilihan kosakata
dan juga eror dalam penggunaan preposisi. Adanya proses transfer bahasa dapat
dilihat ketika bentuk bahasa antara dapat diinterpretasikan sesuai konteks dengan
menerjemahkan kedalam B1 terlebih dahulu. Hal ini dapat dilihat dalam tabel 4.6.
Kategori eror Kode Eror Koreksi L1 Pemelajar
Eror dalam
pemilihan
kosakata
JH.11.05 pergi (ke rumah) pulang go (home)
JH.11.13,
DP.09.30
lain (kopi) lagi another
JH.11.59,
DP.12.54
barang-barang (topik
pembicaraan)
hal stuff
KB.04.48 berwisata berangkat to travel
Eror dalam
penggunaan
preposisi
KB.04.28 Saya bermain gitar
dan bass di band
untuk dua tahun
selama for
JH.11.06 Saya mencuci
pakaian dalam
mesin pencuci
selama dua jam
dengan in
DP.12.53 Saya akan pergi di
sana Minggu depan
mungkin
ke sana there
Tabel 4.6: Bukti Proses Transfer Bahasa Pemelajar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
Berdasarkan tabel 4.6, dapat dilihat beberapa konstruksi kalimat pemelajar
yang mengindikasikan adanya transfer bahasa. Contoh transfer bahasa dalam
pemilihan kosakata ini muncul pada data berikut:
(53) “Saya pikir masih mahal, tetapi saya buru-buru karena saya terlambat
untuk berwisata!” KB.04.48
(54) “Saya membuat Kopi lain lalu terus belajar.”
Penggunaan kata berwisata pada kalimat (53) serta lain pada kalimat (54) tidak
sesuai dengan konteks kalimat. Kedua kata ini muncul karena pemelajar mengenal
kata berwisata dan lain dalam bahasa Indonesia sebagai kata yang dapat
menggantikan atau memiliki arti yang sama seperti kata travel dan another yang
dikenalnya dalam bahasa Ibu. Kata berwisata muncul sebagai terjemahan leksikal
dari kata travel yang biasa dipakai penutur bahasa Inggris untuk mengungkapkan
perpindahan dari satu tempat ke tempat lain. Kata lain muncul sebagai
terjemahan leksikal dari kata another yang menyatakan sesuatu yang lain.
Konstruksi kalimat pemelajar ini menunjukkan bahwa pemelajar belum memikiki
pengetahuan yang cukup mengenai kosakata yang tepat dalam bahasa Indonesia
sehingga pemelajar memakai pengetahuan yang telah dimilikinya dari bahasa ibu
pemelajar.
Bentuk bahasa antara yang memuat kaidah B1 pemelajar juga terjadi pada
penggunaan preposisi. Data berikut memberikan gambaran terkait proses transfer
negatif pemelajar, yaitu:
(55) “Saya bermain gitar dan bass di band untuk dua tahun.” KB.04.28
(56) “Saya akan pergi di sana Minggu depan mungkin.” DP.12.53
Preposisi untuk dan di menggambarkan bentuk eror pemelajar yang disebabkan
oleh transfer negatif. Pemelajar menggunakan pengetahuan yang dimiliki dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
bahasa target dan mencoba mengartikan atau mencari persamaan kata dalam
bahasa Indonesia. Pemelajar mengenal kata untuk dalam bahasa Indonesia sebagai
kata yang dapat menggantikan atau memiliki arti yang sama seperti preposisi yang
dikenalnya dalam bahasa Ibu, yaitu for. Dalam bahasa Inggris, preposisi for dapat
dipakai untuk menyatakan hubungan peruntukan dan juga hubungan rentang
waktu. Namun dalam bahasa Indonesia, preposisi yang dipakai untuk menyatakan
hubungan peruntukan berbeda dengan preposisi yang dipakai untuk hubungan
kurun waktu. Preposisi yang tepat dipakai untuk menyatakan hubungan kurun
waktu adalah preposisi selama. Selanjutnya, preposisi di pada kalimat (56)
dipakai pemelajar karena pemelajar mengartikan there dalam bahasa Inggris dan
mencari persamaan dalam bahasa Indonesia menjadi di sana. Namun demikian,
transfer terjemahan leksikal ini tidak tepat karena preposisi yang dibutuhkan
dalam kalimat ini berupa preposisi yang menyatakan hubungan arah, yaitu ke.
2. Generalisasi berlebih
Adanya generalisasi berlebih terlihat pada kategori eror yang menunjukkan
adanya pola sistem kaidah B2 yang berlaku dalam produksi bahasa pemelajar. Data
penelitian mengindikasikan bahwa pemelajar Australia juga memakai sistem
kaidah bahasa Indonesia dalam beberapa hal. Hal ini muncul dalam beberapa
konstruksi kalimat pemelajar berikut:
(57) “… saya bisa melihat pulau-pulau atau darat-darat.” KB.04.46
(58) “Sepak bola Australia sangat digemari dan dimainkan di mana-mana di
Australia, …” KB.05.61
(59) Mungkin saya pergi di sana tahun depan atau dua tahun yang akan depan.
Kalimat (57) menunjukkan adanya kaidah pembentukan nomina plural dalam
bahasa Indonesia. Pemelajar mengetahui aturan terkait reduplikasi dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
pembentukan nomina plural. Akan tetapi, pemelajar tidak memiliki pengetahuan
bahwa tidak semua nomina dapat diubah dalam bentuk reduplikasi untuk
membentuk nomina plural. Pembentukan kata darat-darat tidak berterima dan
tidak dipakai oleh penutur asli Indonesia. Pembentukan nomina plural yang tepat
adalah daratan yang berarti daratan yang luas atau banyak daratan. Kalimat (58)
menunjukkan adanya generalisasi berlebih ragam lisan dimana-mana. Pemelajar
tidak mengetahui bahwa kata dimana-mana tidak dapat dipakai dalam ragam
tulisan. Kata yang tepat dipakai dalam ragam tulisan adalah dimanapun. Kalimat
(59) menunjukkan adanya generalisasi berlebih penggunaan kata depan untuk
keterangan waktu. Kata depan hanya berterima apabila dipakai pada keteragan
waktu tahun depan. Untuk keterangan waktu yang menyatakan numeralia,
seharusnya diikuti dengan frasa yang akan datang. Dengan demikian, keterangan
yang benar adalah dua tahun yang akan datang.
3. Strategi Komunikasi
Beberapa kategori eror yang ditemukan mengindikasikan adanya
pendekatan yang dipakai oleh pemelajar dalam usahanya untuk dapat
berkomunikasi dengan penutur bahasa Indonesia. Hal ini muncul pada bentuk
penggunaan kosakata dalam bahasa Inggris dan juga bentuk penyederhanaan
seperti pada penghilangan atau pengabaian suatu kaidah afiksasi.
Strategi komunikasi dalam penggunaan kosakata bahasa ibu dapat dilihat
dalam tabel 4.5. Tabel tersebut menunjukkan bahwa kosakata bahasa Inggris
muncul hanya pada konstruksi kalimat pemelajar yang diperoleh dari dokumentasi
percakaan tertulis pemelajar dengan peneliti dalam Whatsapp. Hal ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
mengindikasikan bahwa dalam suatu konteks situasi tertentu, dalam hal ini adalah
situasi informal dalam percakapan WhatsApp, pemelajar cenderung mengabaikan
penggunaan kata yang sesuai dan berterima dalam bahasa Indonesia. Berdasarkan
hasil wawancara, pemelajar mengungkapkan bahwa pemelajar terkadang
memakai kata-kata yang sedang dipelajari pada saat tertentu dalam proses
belajarnya, tetapi pemelajar kemudian lupa karena kurangnya pengulangan.
“Sometimes I’m using some words that week or during my study so they’re
fresh in my mind. Sometimes I totally forget because lack of repetition.”
Selanjutnya, data penelitian juga menunjukkan adanya pemakaian bentuk-
bentuk tertentu dalam konstruksi kalimat pemelajar yang tidak sesuai dengan
kaidah yang berlaku dalam bahasa Indonesia. Berdasarkan hasil wawancara
dengan pemelajar, pemelajar mengetahui fungsi afiksasi dalam bahasa Indonesia
dengan baik, seperti dalam kutipan yang dapat dirangkum dalam tabel 4.7 berikut:
Afiks Kutipan Pernyataan Pemelajar
Prefiks me- “I use the prefix me- when I’m wanting to create a verb, create
an action word”
Prefiks ber- “I think ber- is used with adjectives. In my mind, I just think ‘to
have something’”
Prefiks di- In my mind, it’s a grammatical structure of sentence in different
way, a passive I think it’s called.”
Prefiks pe- “I understand that pe- is like an actor, and is it also a tool or
something?”
Sufiks -kan “my understanding is like to cause, causative action, so either
benefit something or someone”
Sufiks -an “I get confused sometimes; I think essentially just make a word a
noun”
Konfiks me-
kan
“It creates an action, a causative action of the verb”
Konfiks pe-an “I think it’s a noun, but I’m not sure with pe-”
Konfiks ke-an “I’m not sure, is it another way of making a noun?”
Konfiks me-i “I sort of connects or direct verbs to the objects or place”
Tabel 4.7: Kutipan Wawancara Dengan Pemelajar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
Berdasarkan rangkuman dalam tabel 4.7, pemelajar menyebutkan suatu
penggunaan afiksasi untuk membentuk fungsi verba, nomina, ajektifa dan juga
beberapa makna gramatikal yang dapat diungkapkan. Meskipun demikian, temuan
dalam bentuk bahasa antara menunjukkan adanya eror dalam penggunaan kata
berimbuhan. Hal ini mengindikasikan adanya kecenderungan pemelajar untuk
mengabaikan kaidah yang berlaku dalam hal afiksasi. Hal ini juga dikonfirmasi
oleh pemelajar melalui wawancara. Ketika peneliti mengajukan pertanyaan
kepada pemelajar mengenai penggunaan konfiks pe-an, pemelajar merespon
dengan ungkapan berikut:
“I’m not sure of this one. There’s no grammatical reason for it. It just because
it’s a word I’ve learned so I knew I could use it.”
Pemelajar mengungkapkan bahwa pemelajar tidak mengetahui dengan
pasti mengapa pemelajar memilih penggunaan kata tertentu dalam konstruksi
kalimatnya. Pemelajar menggunakan kata tersebut karena kata tersebut merupakan
suatu kata yang baru saja dipelajari. Pemelajar juga beranggapan bahwa kata
tersebut dapat dipakai dalam kalimat yang dikonstruksi. Hal ini mengindikasikan
adanya suatu strategi komunikasi yang dipakai oleh pemelajar.
4.2.3 Pemerolehan Jenis Kata
Berdasarkan rumusan kompetensi yang disusun oleh APPBIPA, jenis kata
yang seharusnya dikuasai oleh seorang pemelajar pemula adalah kata ganti, kata
bilangan tingkat, kata negasi, kata tanya, kata ganti tunjuk, posisi dan lokasi,
preposisi, kata berimbuhan, kata keterangan, kata hubung, kata penggolong, kata
seru, dan juga kata ulang. Berdasarkan analisis bahasa antara yang ditemukan
dalam tataran kata, jenis kata yang menunjukkan adanya eror adalah kata ganti,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
preposisi, kata berimbuhan, dan juga kata ulang. Hal ini menunjukkan bahwa jenis
kata lainnya yang tidak mengindikasikan eror merupakan jenis kata yang terlebih
dahulu dikuasai oleh pemelajar.
Bagan 4.7: Distribusi Penggunaan Kata Bilangan Tingkat
Data penelitian mengindikasikan adanya penggunaan kata bilangan tingkat
secara tepat. Kata bilangan yang muncul dalam konstruksi kalimat pemelajar
adalah kedua, ketiga dan pertama. Frekuensi penggunaan kata bilangan cukup
rendah apabila dibandingkan dengan frekuensi penggunaan jenis kata lainnya,
yakni delapan konstuksi.
Bagan 4.8: Distribusi Penggunaan Kata Negasi
3
1
4
kedua ketiga pertama
Total: 8
0
5
10
15
20
25
Tidak Bukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
Bentuk kata negasi yang seharusnya dikuasai oleh pemelajar BIPA Pemula
adalah kata tidak dan bukan. Kata negasi yang muncul dalam kalimat pemelajar
hanya kata tidak. Peneliti tidak menemukan suatu bentuk negasi yang memakai
kata bukan. Meskipun demikian, kata negasi tidak dipakai secara tepat dalam
konstruksi kalimat pemelajar, tepatnya sejumlah 20 konstuksi kalimat.
Bagan 4.9: Distribusi Penggunaan Kata Tanya
Penggunaan kata tanya yang muncul dalam penelitian ini adalah kata di
mana, berapa, bagaimana, dan juga apakah. Data penelitian menunjukkan bahwa
pemelajar menggunaan kata tanya tersebut dengan tepat dalam kalimat yang
dikonstruksi. Kata tanya apakah merupakan kata tanya yang menempati frekuensi
tertinggi, yakni muncul dalam 9 konstruksi kalimat pemelajar. Sementara itu, kata
tanya siapa, dari mana, kapan, dan mengapa tidak muncul dalam konstruksi
kalimat pemelajar.
0123456789
10
Total: 21
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
Bagan 4.10: Distribusi Penggunaan Kata Ganti Tunjuk
Konstruksi kalimat pemelajar juga mengindikasikan adanya penggunaan
kata ganti tunjuk ini, itu, sini dan sana. Kata ganti penunjuk ini dipakai secara
tepat dalam konstruksi kalimat pemelajar. Kata ganti dengan frekuensi terbesar
adalah kata ini, yakni sebesar 25 konstruksi.
Bagan 4.11: Distribusi Penggunaan Kata Ganti Posisi
Penggunaan kata ganti posisi muncul dengan frekuensi yang cukup rendah
dalam kalimat pemelajar, yakni empat konstruksi. Kata ganti yang muncul adalah
kata di atas dan di dalam. Konstruksi kalimat pemelajar mengindikasikan
pengguaan kata ganti posisi ini secara tepat.
25
15
1 2
0
5
10
15
20
25
30
ini itu sini sana
Total: 43
3
1
di atas di dalam
Total: 4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
Bagan 4.12: Distribusi Penggunaan Kata Keterangan
Jenis kata keterangan yang muncul dalam konstruksi kalimat pemelajar
cukup beragam seperti yang dapat dilihat dalam 4.12. Data penelitian
menunjukkan bahwa pemelajar mampu menggunakan berbagai macam kata
keterangan secara tepat dalam konstruksi kalimat. 18 jenis kata keterangan
muncul dalam kalimat pemelajar. Frekuensi kata keterangan tertinggi dalam
kalimat pemelajar adalah kata banyak.
Bagan 4.13: Distribusi Penggunaan Kata Hubung
4 4
28
4 1 2 0 0 7 4 2 1 2
12
38
4
28
1 1
13
0
be
lum
sud
ah
akan
sed
ang
be
sok
kem
arin
lusa
seja
k
seka
ran
g
nan
ti
seri
ng
jara
ng
pe
rnah
be
ber
apa
ban
yak
sed
ikit
san
gat
agak
kura
ng
seka
li
terl
alu
Total: 156
131
9 12
31
111
0
18
Total: 213
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
Data penelitian mengindikasikan bahwa pemelajar juga dapat
menggunakan beberapa jenis kata penghubung secara tepat. Kata penghubung ini
adalah kata dan, atau, lalu, karena, sambil, ketika, dan tetapi. Kata hubung
sementara tidak muncul dalam konstruksi kalimat pemelajar. Kata hubung dan
merupakan kata hubung yang memiliki frekuensi tertinggi, yakni sejumlah 131.
Selnjutnya, data penelitian juga menunjukkan adanya eror dalam
penggunaan beberapa jenis kata yang dirumuskan oleh APPBIPA. Jenis kata yang
megindikasikan eror dalam konstruksi kalimat pemelajar adalah jenis kata ganti,
preposisi, kata berimbuhan dan juga kata ulang.
Bagan 4.14: Distribusi Eror Penggunaan Kata Ganti
Bagan menunjukkan bahwa pemelajar telah menguasai beberapa macam
kata ganti. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya jumlah frekuensi eror yang
muncul. Kata ganti ini adalah kata saya, Anda, mereka, kami, kita, dan juga kata
ganti milik –ku. Ada juga kata ganti yang tidak muncul dalam konstruksi kalimat
pemelajar, yakni kata ganti orang kalian dan juga kata ganti milik mu.
Selanjutnya, frekuensi eror terbesar dalam kategori penggunaan kata ganti muncul
dalam penggunaan kata ganti –nya.
Saya Anda Aku Kamu Dia KalianMerek
aKami Kita ku mu nya
Total 225 11 54 20 28 0 12 39 1 7 0 11
Benar 225 11 50 18 20 0 12 39 1 7 0 5
Eror 0 0 5 2 8 0 0 0 0 0 0 6
0
50
100
150
200
250
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
Bagan 4.15: Distribusi Eror Penggunaan Preposisi
Data penelitian menunjukkan delapan jenis preposisi yang digunakan oleh
pemelajar dalam konstruksi kalimatnya. Kata ganti untuk, selama dan juga
merupakan kata ganti yang tidak masuk dalam rumusan kompetensi APPBIPA,
tetapi dipakai pemelajar dan muncul dalam konstruksi kalimat. Kata ganti di
merupakan kata ganti yang memiliki frekuensi penggunaan yang paling tinggi.
Bagan 4.16: Distribusi Eror Penggunaan Kata Berimbuhan
100
41
27
13
5
54
10
31
97
40
27
11
5
50
10
28
3
1
0
2
0
4
0
3
0 20 40 60 80 100 120
di
ke
dari
pada
kepada
untuk
selama
dengan
Eror Benar Total
0 20 40 60 80 100 120 140
ber
me
an
pe-
di-
kan
me-kan
pe-an
ke-an
me-i
Salah Benar Total
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
Kata berimbuhan merupakan kata yang memiliki frekuensi kemunculan
paling tinggi setelah jenis kata ganti orang. Afiks yang dipakai oleh pemelajar
cukup beragam. Hal ini dapat dilihat dari kemunculan beberapa afiks yang tidak
ada dalam rumusan kompetensi pemelajar BIPA Pemula. Afiks ini adalah afiks di-
, -kan, me-kan, ke-an, dan juga me-i. Frekuensi penggunaan afiks yang tinggi
adalah afiks ber- dan juga afiks me-.
Bagan 4.17: Distribusi Eror Pengguanaan Kata Penggolong
Data penelitian menunjukkan bahwa pemelajar juga memakai bentuk kata
penggolong dalam konstruksi kalimat. Frekuensi penggunaan kata penggolong
relatif lebih sedikit apabila dibandingkan dengan frekuensi penggunaan jenis kata
yang lain. Peneliti menemukan 12 konstruksi kalimat yang mengandung kata
penggolong secara tepat dan satu konstruksi kalimat yang mengandung
penggunaan kata penggolong yang tidak sesuai dengan konteks kalimat. Kata
penggolong ini adalah kata seorang.
0 1 2 3 4 5 6 7
seorang
seekor
sebuah
Eror Benar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
Bagan 4.18: Distribusi Eror Penggunaan Kata Ulang
Data penelitian menunjukkan bahwa pemelajar juga memakai bentuk kata
ulang dalam konstruksi kalimat. Peneliti menemukan 25 konstruksi kalimat yang
mengandung kata ulang secara tepat. Namun demikian, empat konstruksi kalimat
pemelajar mengindikasikan adanya penggunaan kata ulang yang tidak tepat atau
tidak sesuai dengan konteks kalimat.
4.3 Pembahasan
Pada sub-bab ini, peneliti menyajikan kesimpulan berdasarkan analisis
data penelitian yang telah diuraikan sebelumnya. Pembahasan dikelompokkan
menjadi tiga bagian, yaitu bentuk bahasa antara, karakteristik bahasa antara serta
faktor yang mendorong munculnya bentuk-bentuk tertentu bahasa antara. Paparan
ini dihubungkan dengan penelitian relevan yang pernah dilakukan dan juga teori
relevan mengenai bahasa antara.
4.3.1 Bentuk Bahasa Antara Tingkat Kata
Berdasarkan hasil analisis eror terhadap konstruksi kalimat pemelajar,
peneliti menemukan beberapa kategori penggunaan kata yang tidak berterima dan
0 5 10 15 20 25 30
Benar
Eror
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
tidak sesuai konteks. Bentuk eror ini muncul dalam penggunaan kata ganti,
preposisi, kata berimbuhan, kata ulang, dan juga diksi. Kategori eror ini juga
muncul dalam kajian analisis eror serupa yang pernah dilakukan dalam produksi
bahasa pemelajar BIPA (Yahya, 2018; Inderasari dan Agustina T, 2018;
Ratnawati, 2012).
Kategori eror yang muncul dalam produksi bahasa pemelajar merupakan
suatu bukti dari bentuk bahasa antara pemelajar Australia. Hal ini karena bentuk
eror dalam pembelajaran bahasa kedua merupakan suatu bukti dari sistem bahasa
antara pemelajar (Selinker, 1972; Corder, 1981). Eror dalam sistem bahasa antara
pemelajar juga menjadi suatu bukti mengenai identifikasi pengetahuan pemelajar,
mengenai apa yang telah dikuasai dan apa yang belum dikuasai. Seperti yang
diungkapkan oleh Corder (1981), dengan melihat eror dalam konstruksi
pemelajar, seorang peneliti dapat melihat intuisi mengenai kaidah bahasa yang
dimiliki oleh pemelajar dalam bahasa target.
1. Penggunaan Kata Ganti
Bentuk bahasa antara yang berupa eror dalam penggunaan kata ganti
dengan frekuensi yang paling besar adalah eror dalam penggunaan kata ganti –
nya. Bentuk bahasa antara yang berupa eror dalam hal afiksasi memiliki frekuensi
yang paling besar. Eror dalam penggunaan kata ganti mengindikasikan pola
bahasa pemelajar yang berupa penghilangan kata ganti -nya pada kata yang
memerlukan deskripsi spesifik. Kemunculan bentuk bahasa antara dalam
penggunaan kata ganti –nya juga menunjukkan suatu karakteristik bahasa antara
yakni bahwa bahasa antara bersifat sistematis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
Bahasa antara bersifat sistematis karena menunjukkan suatu pola yang
stabil dan berlaku dalam produksi bahasa pemelajar dalam kategori eror tertentu.
Bentuk bahasa antara yang muncul secara sistematis ini mengindikasikan bahwa
bentuk bahasa antara ini bukan1ah sesuatu kesalahan atau selip lidah, tetapi suatu
eror yang terjadi berulang secara sistematis dan stabil dalam waktu tertentu.
Konstruksi kalimat pemelajar menunjukkan bahwa pemelajar cenderung
tidak pernah menambahkan atau memakai kata ganti -nya pada kata yang
memerlukannya. Kata bercetak tebal dalam tabel 4.8 merupakan kata yang
memerlukan kata ganti -nya untuk menunjuk dan menghubungkan nomina yang
telah disebutkan sebelumnya. Hal ini seperti yang diungkapkan Keraf (1980)
bahwa kata ganti -nya dapat berfungsi untuk menjelaskan atau menekankan kata
di depannya. Pola konstruksi pemelajar tersebut menunjukkan bahwa pemelajar
belum mengenal dan menguasai kata ganti -nya dalam bahasa Indonesia. Ilustrasi
eror sistematis dalam penggunaan kata ganti -nya digambarkan dalam skema 4.1.
Skema 4.1: Eror Pengunaan Kata Ganti –nya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
2. Penggunaan Preposisi
Selanjutnya, bentuk bahasa antara juga muncul dalam penggunaan
preposisi yang tidak sesuai maupun penghilangan preposisi dalam suatu
konstruksi kalimat pemelajar. Bentuk bahasa antara dalam penggunaan preposisi
menunjukkan adanya karakteristik bahasa antara yang bersifat dinamis. Hal ini
dapat dilihat dari perubahan bentuk bahasa antara yang muncul dalam
penggunaan preposisi yang dipakai pemelajar untuk menyatakan makna durasi
atau kurun waktu. Ilustrasi perubahan preposisi ini dapat dilihat pada skema 4.2.
Skema 4.2: Perubahan Penggunaan Preposisi
Data KB.04.25, KB.04.27, dan KB.04.28 yang dikonstruksi oleh pemelajar
pada bulan April mengindikasikan penggunaan preposisi untuk secara tidak tepat.
Selanjutnya pada konstruksi kalimat pada bulan November, pemelajar
menggunakan preposisi selama yang merupakan preposisi tepat untuk
menyatakan kurun waktu. Hal ini dapat dilihat pada data JH.11.02, JH.11.06,
JH.11.47, JH.11.50, dan JH.11.54. Namun demikian, pemelajar belum secara
konsisten memakai preposisi ini. Data lain pada bulan yang sama, yaitu JH.11.26
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
dan JH.11.28, menunjukkan bahwa pemelajar juga menggunakan preposisi pada
untuk menyatakan kurun waktu.
Perubahan penggunaan preposisi untuk, selama, dan pada menunjukkan
suatu bentuk preposisi yang diperoleh pemelajar preposisi yang dikenalnya dalam
bahasa ibu, yaitu for. Preposisi untuk dapat menggantikan preposisi for dalam
bahasa Inggris yang memiliki makna peruntukan, misalnya for you dapat
digantikan dengan untuk kamu. Dalam kalimat ini, diperlukan preposisi yang
dapat menggantikan kata for dengan makna kurun waktu. Dalam bahasa
Indonesia, preposisi yang tepat adalah selama.
Fenomena perubahan penggunaan bentuk preposisi menjadi salah satu
tanda yang menunjukkan bahwa bahasa antara bersifat dinamis, berkembang
sejalan dengan pemelajar yang menerima masukan dan revisi terkait hipotesis
mengenai bahasa target. Masukan ini dapat membuat sistem kaidah dalam bahasa
antara dihilangkan, direvisi atau mengalami pertentangan. Perubahan bentuk
bahasa antara pemelajar tidak selalu dan secara langsung mengindikasikan
perubahan ke arah konstruksi bahasa yang berterima dalam bahasa target. Tiga
bentuk preposisi yang dipakai oleh pemelajar (skema 4.2), yaitu untuk, selama,
dan pada mengindikasikan bentuk preposisi for dalam L1 pemelajar yang dapat
dipakai untuk menyatakan makna peruntukan maupun makna kurun waktu.
Perubahan bentuk pemilihan preposisi dalam konstruksi kalimat pemelajar
menunjukkan adanya suatu revisi dan pertentangan kaidah dalam sistem bahasa
antara pemelajar. Hal ini seperti yang telah diungkapkan Corder (1981), bahwa
bahasa antara tidak stabil dan berubah secara konstan. Perubahaan dapat terjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
ketika pemelajar mendapatkan suatu informasi atau pengetahuan baru terkait suatu
kaidah tertentu.
3. Penggunaan Kata Imbuhan
Dalam hal afiksasi, dapat diketahui bahwa pemelajar belum benar-benar
memahami aturan pemakaian afiks secara tepat. Pemelajar memiliki pengetahuan
terkait afiksasi, tetapi tidak dapat mengimplementasikan dalam konstruksi bahasa
yang diproduksi. Data penelitian menunjukkan bahwa pemelajar belum menguasai
jenis kata dasar dalam bahasa Indonesia yang berfungsi sebagai verba, nomina
dan adjektif tanpa diperlukan adanya penambahan afiks. Misalnya pada eror
dalam penggunaan afiksasi me- dan -an. Prefiks me- merupakan prefiks yang
paling banyak muncul dalam konstruksi kalimat pemelajar. Namun, konstruksi
kalimat dalam data penelitian menunjukkan bahwa pemelajar juga memakai
prefiks me- pada kata yang seharusnya memakai bentuk dasar, seperti pada kata
menduduk dan mencari. Fakta mengenai pengetahuan pemelajar yang belum
cukup dalam mengenali jenis kata dalam bahasa Indonesia juga muncul dalam
penggunaan sufiks-an. Berdasarkan hasil wawancara, pemelajar memakai sufiks -
an untuk membentuk nomina atau kata benda. Namun demikian, data penelitian
menunjukkan bahwa pemelajar menambahkan sufiks -an pada kata rencana. Kata
rencanaan merupakan kata yang tidak berterima dan tidak dipakai oleh penutur
asli Indonesia.
Temuan lain mengenai eror dalam penggunaan afiksasi juga
mengindikasikan bahwa pemelajar belum menguasai dan memiliki pengetahuan
yang cukup untuk menganalisa jenis kata yang diperlukan dalam sebuah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
konstruksi kalimat. Hal ini muncul dalam eror pada kategori sufiks -an. Pemelajar
memiliki pengetahuan bahwa secara umum, sufiks -an dipakai untuk membentuk
suatu nomina. Namun demikian, data penelitian menunjukkan bahwa pemelajar
juga memakai sufiks -an pada konstruksi kalimat yang memerlukan bentuk verba.
Konstruksi ini muncul pada kata pikiran (KB.04.25). Pemelajar tidak memahami
bahwa kata dasar pikir diperlukan dalam kalimat “… saya ingin bermain gitar
karena saya pikiran gitarnya spesial dan luar biasa.” karena kata yang
diperlukan merupakan kata jenis verba.
Meskipun demikian, data penelitian juga menunjukkan adanya perubahan
pada penggunaan afiksasi, dimana pemelajar memakai bentuk afiksasi yang tepat
pada kata tertentu dalam suatu waktu. Pemelajar menunjukkan adanya penguasaan
baru mengenai kata pikiran dan pikir dalam proses belajar bahasa Indonesia. Hal
ini ditunjukkan dengan adanya konstruksi kalimat pemelajar yang menggunakan
kata pikir secara tepat pada data KB.04.48, KB.04.59, DP.07.02, JH.11.20,
JH.11.29, JH.11.60. Ilustrasi perubahan ini dapat digambarkan dalam skema 4.3.
Skema 4.3 Perubahan Penggunaan Afiksasi -an
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
Selain pada afiksasi dan penggunaan kata bentuk dasar pikir, bentuk kata
lain yang menunjukkan adanya perkembangan pemelajar adalah kata lihat.
Ilustrasi perubahan ini dapat digambarkan dalam skema 4.4.
Skema 4.4: Perubahan Penggunaan Afiksasi me-
Perubahan bentuk bahasa antara pemelajar dapat menunjukkan suatu arah
mendekati bahasa target apabila eror dalam konstruksi pemelajar menunjukkan
tanda penurunan. Seperti yang ditunjukkan pada hasil analisis data, beberapa eror
dalam bentuk bahasa antara pemelajar Australia juga mengalami penuruan. Skema
4.3 dan 4.4 menggambarkan bahwa bentuk eror pemelajar mengalami penurunan
karena pemelajar telah mengenal suatu bentuk baru pada suatu waktu tertentu
dalam proses belajarnya. Frekuensi eror yang menurun menunjukkan bahwa
performa pemelajar bahasa kedua berkembang sejalan dengan hal baru yang
dipelajari oleh pemelajar dalam bahasa target. Perubahan bentuk bahasa antara
mengindikasikan adanya kemungkinkan penetrasi kaidah bahasa baru yang masuk
dalam sistem bahasa antara pemelajar. Ellis (1997) menyebut kaidah bahasa
pemelajar bersifat transitional. Pemelajar mengubah kaidah lama ke kaidah lain
dengan menambahkan, menghilangkan dan juga merekonstruksi keseluruhan
sistem. Hal ini menghasilkan apa yang disebut dengan language continuum.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
Pemelajar mengkonstruksi serangkaian mental grammar atau bahasa antara yang
secara bertahap semakin kompleks dan mendekati pengetahuan B2.
Akan tetapi, dalam beberapa hal, eror pemelajar dapat terus berulang.
Tidak semua eror menunjukkan perubahan ke arah bahasa target. Ini berarti
bahwa pemelajar belum mencapai tingkat penguasaan yang cukup untuk secara
stabil menerapkan kaidah bahasa target dalam produksi bahasa. Hal ini juga
dikonfirmasi oleh pemelajar melalui wawancara. Pemelajar kemudian
mengungkapkan bahwa pemelajar terkadang memakai kata-kata yang sedang
dipelajari pada saat tertentu dalam proses belajarnya, tetapi pemelajar kemudian
lupa karena kurangnya pengulangan.
Karakter dinamis juga berkaitan erat dengan karakter bahasa antara yang
lain, yaitu permeable. Perubahan bentuk bahasa antara mengindikasikan adanya
kemungkinkan penetrasi kaidah bahasa baru yang masuk dalam sistem bahasa
antara pemelajar. Selinker (1972) menyatakan bahwa permeability berkaitan
dengan pengetahuan pemelajar dimana kaidah bahasa pemelajar terbuka dengan
adanya suatu masukan dan perubahan. Hal ini dapat dilihat dari bentuk eror
tertentu yang mengalami penurunan atau bentuk eror yang tidak muncul lagi.
Frekuensi eror yang menurun menunjukkan bahwa performa pemelajar bahasa
kedua berkembang sejalan dengan hal baru yang dieksplore oleh pemelajar dalam
bahasa target.
4. Penggunaan Kata Ulang
Bentuk bahasa antara dalam penggunaan kata ulang mengindikasikan
suatu bentuk yang tidak berterima dalam bahasa Indonesia. Bentuk reduplikasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
yang dipakai oleh pemelajar mengungkapkan arti yang tidak sesuai dengan makna
keseluruhan kalimat yang dikonstruksi. Pemelajar juga memakai kata yang bukan
bentuk reduplikasi pada kata yang seharusnya memiliki bentuk reduplikasi.
Beberapa bentuk kata reduplikasi yang dipakai pemelajar adalah kata darat-darat
(KB.04.46), dimana-mana (KB.05.61), bermain main (DP.09.33). Pemelajar juga
memakai kata yang bukan bentuk reduplikasi pada kata yang seharusnya memiliki
bentuk reduplikasi. Kata ini muncul pada kata kanak, dan percakapan. Hal ini
menunjukkan bahwa pemelajar belum menguasai pembentukan kata reduplikasi
dalam bahasa Indonesia.
5. Penggunaan Diksi
Bentuk bahasa antara yang muncul pada tataran kata selanjutnya adalah
diksi. Data penelitian menunjukkan bahwa bahasa antara juga terlihat dalam
pemilihan kata atau diksi. Pemilihan diksi pemelajar juga menunjukkan bahwa
pengetahuan kosakata pemelajar masih terbatas. Hal ini wajar terjadi pada
pemelajar tingkat pemula. Bentuk bahasa antara pada elemen diksi adalah
penggunaan kata yang tidak tepat dan juga penggunaan kosakata bahasa Inggris.
Data penelitian menunjukkan bahwa bahasa antara yang dikonstruksi oleh
pemelajar merupakan suatu bentuk bahasa yang unik, yang berbeda dengan
konstruksi bahasa yang diproduksi oeh penutur asli Indonesia untuk
mengungkapkan suatu makna yang sama. Hal ini sejalan dengan yang
diungkapkan oleh Selinker (1972) bahwa bahasa antara merupakan suatu sistem
linguistik terpisah pemelajar bahasa kedua dalam usahanya memproduksi bahasa
target. Pemelajar memproduksi bahas dalam bahasa Indonesia, tetapi konstruksi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
ini tidak identik dengan konstruksi bahasa yang diproduksi oleh penutur asli,
bahkan dalam menyampaikan maksud yang sama.
4.3.2 Faktor Penyebab Munculnya Bahasa Antara
Bentuk bahasa antara yang muncul dalam konstruksi kalimat pemelajar
disebabkan oleh beberapa hal. Berdasarkan hasil analisis data, bentuk bahasa
antara pemelajar Australia muncul karena adanya transfer bahasa, generalisasi
berlebih serta strategi komunikasi pemelajar. Hal ini merupakan tiga dari lima
proses utama dalam pembelajaran bahasa kedua menurut Selinker (1972). Menurut
Selinker (1972), bentuk konstruksi bahasa antara memiliki hubungan dengan
setidaknya dengan satu dari lima proses yang diajukan.
1. Transfer bahasa
Seseorang memiliki kecenderungan untuk memakai bentuk pengetahuan
yang telah dimiliki sebelumnya dalam mempelajari bahasa kedua. Hal ini wajar
terjadi, terutama pada saat pemelajar dihadapkan pada suatu kaidah baru yang
berbeda dari kaidah yang berlaku dalam bahasa ibu. Gass dan Selinker (2001)
mengungkapkan bahwa istilah transfer bahasa dipakai untuk merujuk pada suatu
proses psikologi dimana pembelajaran yang telah diperoleh sebelumnya akan
dipakai dalam situasi belajar yang baru. Dalam sistem bahasa antara, pengetahuan
yang dimiliki sebelumnya merupakan sistem bahasa yang telah dikuasai dalam
bahasa ibu. Pengetahuan pemelajar sebelumnya ini dapat mendorong pemelajar
untuk memproduksi bentuk bahasa antara yang memiliki sistem bahasa yang sama
seperti bahasa ibu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
Pandangan mengenai transfer bahasa atau pengaruh B1 dalam proses
pemerolehan bahasa kedua dapat dibagi menjadi dua hipotesis. Ellis (1997)
menyebut transfer positif (facilitation) dan transfer negatif (interference). Transfer
posistif berarti bahwa hasil transfer bahasa menghasilkan produksi bahasa yang
benar dan berterima. Sementara itu, transfer negative atau interference berarti
bahwa transfer bahasa menghasilkan produksi bahasa yang tidak sesuai atau tidak
berterima dalam sistem bahasa target yang dipelajari. Corder dalam Richards
(1974) juga menyebut istilah interferensi untuk mengungkapkan fenomena ketika
seorang pemelajar membawa kebiasaan bahasa ibu dalam produksi bahasa target.
Hasil dari transfer bahasa ini dapat dikaitkan dengan pandangan mengenai
analisis kontras. Richards (1974) mengungkapkan bahwa kalimat dalam bahasa
target dapat dipengaruhi oleh bahasa ibu sehingga bentuk eror dapat dianalisa
dengan membandingkan bahasa ibu pemelajar. Lado dalam Tarigan (1988) juga
menyebut bahwa eror pembelajar dapat diprediksi dengan membandingkan sistem
bahasa ibu dengan bahasa target pembelajar. Hipotesis ini berupa suatu anggapan
bahwa semakin banyak persamaan struktur atau elemen bahasa B2 dengan B1,
maka pemelajar dapat menguasai B2 dengan lebih mudah. Dan sebaliknya,
semakin banyak perbedaan elemen bahasa B2 dengan B1, maka pemelajar akan
lebih banyak mengalami kesulitan dalam proses pembelajaran bahasa keduanya.
Analisis kontras dapat menjadi salah satu alat untuk menganalisis hasil dari
proses transfer bahasa yang merupakan salah satu proses dalam pembelajaran
bahasa kedua. Dalam sistem bahasa antara, analisis kontras dapat membantu
peneliti untuk menemukan latar belakang eror yang muncul dalam produksi bahasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
pemelajar. Berdasarkan hasil analisis, dapat ditemukan beberapa bentuk bahasa
antara yang besar kemungkinannya muncul karena adanya transfer negatif.
Selinker (1972) menyebutkan bahwa transfer negatif, merupakan fenomena
linguistik dimana unsur linguistik, kaidah dan subsistem bahasa ibu pemelajar
dipakai dalam sistem bahasa antara. Transfer negatif dalam pemerolehan bahasa
Indonesia bagi pemelajar bahasa kedua dapat berupa transfer negatif leksikal,
transfer negatif sintaksis dan juga transfer negatif sintaksis (Ainiyah, 2018).
Data penelitian mengindikasikan adanya transfer negatif pada tataran kata.
Transfer negatif kata kebanyakan muncul karena terjemahan literal pemelajar dari
bahasa ibu ke bahasa target. Konstruksi kalimat pemelajar ini menunjukkan bahwa
pemelajar belum memikiki pengetahuan yang cukup mengenai kosakata yang tepat
dalam bahasa Indonesia sehingga pemelajar memakai pengetahuan yang telah
dimilikinya dari bahasa ibu pemelajar. Selain transfer negatif dalam terjemahan
leksikal, bahasa antara pemelajar Australia juga mengindikasikan adanya transfer
negatif urutan kata dalam konstruksi frasa maupun urutan kata dalam kalimat.
Misalnya dalam konstruksi frasa nomina, pemelajar memakai sistem konstruksi
frasa dalam bahasa Inggris, yakni dengan nomina utama di urutan paling akhir dari
sebuah frasa, setelah modifier atau unsur atribut yang mendahului.
2. Generalisasi berlebih
Bentuk bahasa antara yang ditemukan dalam penelitian ini juga
mengindikasikan adanya generalisasi berlebih pemelajar. Contoh generalisasi
berlebih yang dilakukan oleh pemelajar adalah mengenai pembentukan nomina
jamak. Pemelajar mengetahui aturan terkait reduplikasi dalam pembentukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
nomina plural. Akan tetapi, pemelajar tidak memiliki pengetahuan bahwa tidak
semua nomina dapat diubah dalam bentuk reduplikasi untuk membentuk nomina
jamak. Pemelajar menggunakan kata darat-darat yang merupakan kata tidak
berterima dan tidak dipakai oleh penutur asli Indonesia. Penelitian terkait
generalisasi berlebih dalam produksi bahasa pemelajar BIPA juga muncul tidak
hanya dalam kaidah yang berlaku dalam bahasa Indonesia, tetapi juga dalam diksi
(Kusuma, 2018).
Generalisasi berlebih menurut Richard (1974) merupakan suatu bentuk eror
intralingual, yakni konstruksi yang diproduksi oleh pemelajar dengan melibatkan
suatu generalisasi berdasarkan eksposure sebagian dari bahasa target. Generalisasi
melibatkan konstruksi pemelajar berdasarkan pengalamannya menggunakan suatu
struktur atau kaidah tertentu dalam bahasa target. Namun demikian, pemelajar
gagal untuk melihat suatu pengecualian dalam struktur atau penggunaan aturan
dalam konteks tertentu. Tarone (2006) juga mengungkapkan generalisasi berlebih
sebagai bukti bahwa pemelajar dapat memahami kaidah B2 secara umum, tetapi
tidak mengetahui adanya bentuk pengecualian tertentu.
“… its evidence can be seen from the learners’ performance showing that
they master a general rule, but do not yet know all the exception to that rule.”
(Tarone, 2006:749)
3. Strategi Komunikasi
Cara pemelajar berkomunikasi dengan penutur asli dapat menimbulkan
suatu elemen bahasa tertentu. Hal ini biasanya diproduksi ketika pemelajar ingin
menyampaikan suatu maksud, konsep atau ide dalam B2 tetapi tidak memiliki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
bekal linguistik yang mencukupi. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Selinker
(1972:217), “an identifiable approach by the learner to communication with native
speaker of the B2”. Beberapa data menunjukkan bahwa pemelajar memakai
kosakata dalam bahasa Inggris. Pemelajar pemula memiliki kosakata yang masih
terbatas sehingga dalam usahanya untuk berkomunikasi dalam bahasa target,
pemelajar juga melakukan alih kode ketika tidak mengetahui kosakata yang tepat
dalam bahasa Indonesia.
Selinker (1976) juga menyebutkan salah satu strategi komunikasi, yaitu
simplifikasi atau penyederhanaan. Penyederhanaan yang dimaksud berupa
kecenderungan pemelajar untuk mengindari beberapa kaidah atau elemen bahasa
target. Hasil wawancara dengan pemelajar juga mengkonfirmasi proses
simplifikasi dalam strategi komunikasi. Ketika peneliti mengajukan pertanyaan
kepada pemelajar mengenai penggunaan konfiks pe-an, pemelajar mengungkapkan
bahwa pemelajar tidak mengetahui dengan pasti mengapa pemelajar memilih
penggunaan kata tersebut dalam konstruksi kalimatnya. Pemelajar menggunakan
kata tersebut karena kata tersebut merupakan suatu kata yang baru saja dipelajari
oleh pemelajar. Pemelajar juga berpikir bahwa kata tersebut dapat dipakai dalam
kalimat yang dikonstruksinya. Hal ini mengindikasikan bahwa pemelajar memiliki
kecenderungan untuk melakukan penyederhanaan dan menghiraukan kaidah
bahasa tertentu ketika memproduksi bahasa dalam bahasa target. Pemelajar
memakai suatu pilihan kata yang sudah diketahui atau sudah dipelajari
sebelumnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
Dalam penelitian ini, bentuk simplifikasi muncul dalam beberapa bentuk
bahasa antara pemelajar. Bentuk bahasa antara ini mengindikasikan adanya
penghilangan elemen tertentu, yaitu penghilangan afiksasi, penghilangan kata ganti
dan juga preposisi dalam suatu kalimat. Bentuk strategi penyederhanaan yang
berupa penghilangan suatu unsur atau pelesapan fungsi tertentu merupakan salah
satu dari strategi komunikasi pemelajar BIPA pada pembelajaran tingkat dasar
(Taftiawati, 2014; Maharani, 2018).
4.3.3 Pemerolehan Jenis Kata
Sebagai pemelajar tingkat pemula, pemelajar menunjukkan pengetahuan
yang cukup beragam mengenai jenis kosakata dalam bahasa Indonesia. Hal ini
dapat dibuktikan melalui jenis kata yang muncul dalam konstruksi kalimat
pemelajar. Data penelitian menunjukkan adanya penggunaan kata ganti, kata
bilangan tingkat, kata negasi, kata tanya, kata ganti tunjuk, posisi dan lokasi,
preposisi, kata berimbuhan, kata keterangan, kata hubung, kata penggolong, dan
juga kata ulang dalam konstruksi kalimat pemelajar. Hal ini berarti bahwa
pemelajar memakai hampir semua jenis kata yang dirumuskan oleh APPBIPA
sebagai jenis kata yang seharusnya dikuasai oleh pemelajar BIPA tingkat pemula.
Jenis kata yang tidak muncul dalam konstruksi kalimat pemelajar adalah kata
seru.
Data penelitian menunjukkan bahwa pemelajar telah menguasai beberapa
jenis kata. Hal ini dapat dilihat dengan penggunaan jenis kata tersebut secara tepat
dalam kalimat. Semakin besar jumlah frekuensi penggunaan jenis kata tertentu
mengindikasikan bahwa jenis kata tersebut dikuasai terlebih dahulu. Dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
demikian, urutan pemerolehan jenis kata pemelajar adalah kata penghubung, kata
keterangan, kata ganti tunjuk, kata negasi, kata tanya dan kata ganti posisi. Hal
ini dapat dilihat dalam bagan 4.19.
Bagan 4.19: Urutan Jenis Kata Yang Dikuasai Pemelajar
Urutan pemerolehan kata selanjutnya adalah jenis kata yang muncul dalam
identifikasi bentuk bahasa antara tingkat kata. Bentuk bahasa antara ini dapat
memperlihatkan bagaimana proses pemerolehan atau penguasaan bahasa
pemelajar terjadi (Ellis, 1997). Bentuk bahasa antara mengindikasikan adanya eror
dalam penggunaan beberapa jenis kata tertentu dalam konstruksi kalimat
pemelajar. Hal ini berarti bahwa pemelajar belum sepenuhnya menguasai jenis
kata tersebut. Jenis kata yang lebih dikuasai merupakan jenis kata yang memiliki
frekuensi eror paling rendah. Dengan demikian, urutan pemerolehan jenis kata
pemelajar selanjutnya dapat dilihat dalam tabel berikut:
213
156
43
20
4 4
0
50
100
150
200
250
katapenghubung
kataketerangan
kata gantitunjuk
kata negasi kata tanya kata gantiposisi
1 2 3 4 5 6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
Urutan
Pemerolehan Jenis Kata Total Benar Eror
Prosentase
Eror
1 Preposisi 281 268 13 4.6 %
2 Kata ganti orang 390 369 21 5.3 %
3
Kata ganti
penggolong 13 12 0 7.6%
4 Reduplikasi 29 25 4 13.7 %
5 Imbuhan 377 305 72 19 %
Tabel 4.8: Urutan Pemerolehan Kata Pemelajar
Preposisi merupakan jenis kata yang muncul dengan frekuensi yang cukup
tinggi, yakni sebesar 281 konstruksi kalimat pemelajar. Finoza dalam Pratiwi
(2017) menyebutkan bahwa meskipun preposisi tidak memiliki arti leksikal atau
arti kata secara lepas tanpa kaitan dengan kata lain, penggunaan preposisi harus
sesuai dengan konteks kata yang diikutinya. Jumlah prosentase eror dalam
penggunaan preposisi yang relatif kecil, yakni sebesar 4.6 %, menunjukkan bahwa
pemelajar memakai preposisi yang tepat dalam kebanyakan konstruksi
kalimatnya.
Preposisi yang paling banyak dipakai oleh pemelajar adalah preposisi di. Hal ini
sejalan dengan temuan dari Siagian (2020) mengenai kata berfrekuensi tinggi
pemelajar BIPA, dimana kata di menempati urutan kedua. Selain itu, pemelajar
juga memakai preposisi untuk, selama dan dengan, dimana preposisi tersebut
tidak termasuk dalam rumusan SKL pemelajar BIPA tingkat pemula. Hal ini
menunjukkan bahwa pemelajar mengenal dan mendapatkan pengetahuan yang
lebih mengenai jenis kata preposisi.
Kata ganti orang juga muncul dengan frekuensi yang relatif tinggi apabila
dibandingkan dengan jenis kata lainnya. Pemelajar telah memakai kata ganti saya,
Anda, aku, kamu, ia/dia, kalian, mereka, kami, dan kita dalam konstruksi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
kalimatnya. Frekuensi eror cenderung muncul beberapa kali dalam penggunaan
kata ganti aku, kamu dan dia dimana pemelajar seharusnya memakai bentuk kata
ganti milik –ku, -mu, dan –nya. Selanjutnya, data penelitian juga menunjukkan
bahwa pemelajar belum menguasai penggunaan kata ganti –nya. Hal ini dapat
dilihat dari eror dimana pemelajar menghilangkan kata ganti –nya pada kata yang
memiliki penekanan atau merujuk pada suatu nomina sebelumnya.
Selanjutnya, jenis kata ganti penggolong seorang, seekor, dan sebuah juga
muncul dalam konstruksi kalimat pemelajar. Kata penggolong merupakan kata
dengan frekuensi penggunaan yang cukup rendah apabila dibandingkan dengan
jenis kata lainnya. Konstruksi kalimat menunjukkan bahwa pemelajar dapat
menggunakan hampir semua kata penggolong secara tepat, kecuali adanya satu
konstruksi eror pada penggunaan kata penggolong sebuah dimana pemelajar
memakai kata tersebut untuk mengelompokkan manusia.
Konstruksi kalimat pemelajar juga menunjukkan adanya penggunaan kata
ulang. Kata ulang juga merupakan kata dengan frekuensi penggunaan yang cukup
rendah apabila dibandingkan dengan jenis kata lainnya. SKL bagi pemelajar
pemula menetapkan penguasaan penggunaan kata ulang utuh. Meskipun
demikian, sitemukan juga bentuk kata ulang berimbuhan dalam konstruksi kalimat
pemelajar.
Selanjutnya, data penelitian menunjukkan bahwa pemelajar mengetahui
bermacam-macam bentuk afiksasi. Jenis kata berimbuhan atau afiks yang masuk
dalam rumusan kompetensi pemelajar BIPA tigkat pemula yang disusun oleh
APPBIPA adalah afiks ber-, me-, -an, pe-, ber-an. Meskipun demikian, data
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
menunjukkan bahwa pemelajar juga memakai afiks di-, -kan, me-kan, pe-an, ke-
an, dan me-i. Afiks me dan ber menempati frekuensi penggunaan terbanyak. Hasil
wawancara dengan pemelajar menunjukkan bahwa pemelajar mengetahui aturan
mengenai penggunaan afiksasi secara umum, meskipun pemelajar masih
memproduksi eror. Afiksasi dalam bahasa Indonesia memiliki kekhususan
tertentu. Pemelajar masih mempertanyakan pentingnya afiksasi apabila pemelajar
dapat menggunakan kata tanpa afiksasi pada konteks sehari-hari, kompleksitas
kaidah mengenai afiksasi juga dapat membuat pemelajar putus asa (Setyaningrum,
Andayani & Saddhono, 2018).
Jenis kata seru tidak muncul dalam konstruksi kalimat pemelajar. Kata
seru merupakan kata-kata yang digunakan untuk mengungkapkan perasaan karena
kaget, marah, rindu, kagum, terharu, dan sedih (Siagian, 2020). Hal ini berarti
bahwa kata seru dapat muncul apabila ada sesuatu hal yang dapat menstimulus
pemelajar untuk mengungkapkan perasaan tersebut. Dengan demikian, terdapat
kemungkinan bahwa jenis kata seru tidak dapat ditemukan karena tidak adanya
stimulus yang diterima oleh pemelajar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
BAB V
PENUTUP
Dalam bab ini, peneliti akan memaparkan dua hal, yaitu (1) kesimpulan
dan (2) saran. Kesimpulan berisi rangkuman dari hasil penelitian yang dilakukan.
Bagian saran berisi uraian keterbatasan penelitian serta saran terkait penelitian
lanjutan mengenai kajian bahasa antara, khususnya dalam ranah pembelajaran
BIPA.
5.1 Kesimpulan
Penelitian ini berfokus pada bahasa antara pemelajar Australia. Penelitian
ini bertujuan untuk menjawab tiga rumusan masalah. Rumusan tersebut adalah (1)
bentuk bahasa antara pemelajar Australia pada tingkatan kata, (2) faktor penyebab
munculnya bentuk bahasa antara pemelajar, dan (3) pemerolehan kata berdasarkan
jenis kata yang harus dikuasai seorang pemelajar BIPA tingkat pemula.
5.1.1 Bentuk Bahasa Antara Tingkat Kata
Hasil penelitian menunjukkan adanya bentuk bahasa antara yang muncul
dalam beberapa kategori, yaitu penggunaan kata ganti orang, preposisi, kata
berimbuhan, kata penggolong, kata ulang, dan juga pemilihan diksi. Dalam
penggunaan kata ganti orang, bahasa antara muncul dalam bentuk eror
penggunaan kata ganti aku, kamu, dia dan –nya. Dalam penggunaan preposisi,
bahasa antara muncul dalam bentuk eror penggunaan preposisi yang salah dan
juga penghilangan preposisi. Dalam penggunaan kata berimbuhan, bahasa antara
muncul dalam bentuk eror yang berupa penambahan, penghilangan dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
penggunaan afiksasi yang salah. Dalam penggunaan kata penggolong, bahasa
antara muncul dalam bentuk eror penggunaan kata penggolong seorang. Dalam
penggunaan kata ulang, bahasa antara muncul dalam bentuk eror penggunaan kata
ulang utuh dan kata ulang berimbuhan yang tidak sesuai dengan konteks kalimat.
Selanjutnya, bahasa antara juga muncul dalam bentuk pemilihan diksi yang salah
dan juga penggunaan kosakata bahasa Inggris.
5.1.2 Faktor Penyebab Munculnya Bahasa Antara
Bentuk bahasa antara pemelajar yang muncul dalam penelitian ini juga
mengindikasikan faktor yang mendorong munculnya bentuk-bentuk tertentu.
Berdasarkan hasil analisis data, bentuk bahasa antara pemelajar Australia muncul
karena tiga hal. Faktor pertama adalah adanya transfer negatif. Transfer negatif
muncul ketika pemelajar memakai kaidah bahasa Inggris yang merupakan bahasa
ibu dalam memproduksi bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua yang tengah
dipelajari. Faktor selanjutnya adalah adanya generalisasi berlebih. Faktor ini
muncul ketika pemelajar mengetahui kaidah bahasa target secara umum, tetapi
tidak mengetahui adanya pengecualian dalam struktur atau penggunaan aturan
dalam konteks tertentu. Faktor yang terakhir adalah strategi komunikasi
pemelajar. Hal ini muncul ketika pemelajar ingin menyampaikan suatu maksud,
konsep atau ide dalam bahasa kedua, tetapi tidak memiliki bekal linguistik yang
mencukupi.
5.1.3 Pemerolehan Jenis Kata
Hasil penelitian menunjukkan adanya jenis kata yang telah dan belum
dikuasai oleh pemelajar. Jenis kata yang telah dikuasai pemelajar adalah jenis kata
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
penghubung, kata keterangan, kata ganti tunjuk, kata negasi, kata tanya dan kata
ganti posisi. Selanjutnya, pemelajar masih belum menguasai jenis kata preposisi,
kata ganti, kata penggolong, kata ulang dan juga kata berimbuhan.
5.2 Saran
Dalam sub-bab ini, peneliti memaparkan beberapa keterbatasan dalam
penelitian. Selain itu, peneliti juga memberikan saran yang diharapkan dapat
membantu peneliti lain yang juga ingin melakukan penelitian serupa atau
penelitian lanjutan berdasarkan hasil penelitian ini. Keterbatasan penelitian dan
juga saran diuraikan dalam beberapa poin berikut:
1. Hasil penelitian ini memberikan deskripsi mengenai bentuk bahasa antara
pemelajar Australia dengan latar belakang bahasa Inggris sebagai bahasa ibu
pada tingkat kata. Bentuk bahasa antara yang ditemukan dalam penelitian ini
memberikan informasi aktual terkait pengetahuan pemelajar yang telah
dikuasai atau yang belum dikuasai. Penelitian lanjutan dalam kajian bahasa
antara dapat dilakukan untuk melihat bentuk bahasa antara pemelajar pada
tingkat frasa, klausa, kalimat. Selain itu, kajian bahasa antara juga dapat
dilakukan pada suatu aspek linguistik tertentu, seperti fonologi, morfologi, atau
sintaksis.
2. Penelitian ini memiliki keterbatasan karena data penelitian hanya diambil dari
seorang pembelajar BIPA tingkat pemula dengan latar belakang bahasa Inggris
sebagai bahasa ibu pemelajar. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan
membandingkan data penelitian ini dengan data penelitian dari pemelajar BIPA
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
tingkat menengah dan lanjut, atau pemelajar BIPA dengan latar belakang
bahasa ibu selain bahasa Inggris.
3. Hasil penelitian terkait penguasaan jenis kata pemelajar mengindikasikan suatu
urutan pemerolehan, mengenai jenis kata mana yang lebih dahulu dikuasai oleh
pemelajar. Hal ini dapat dijadikan landasan dalam kajian linguistuk untuk
menemukan suatu generalisasi mengenai pemerolehan jenis kata pemelajar
bahasa kedua.
4. Frekuensi kategori eror yang paling banyak ditemukan dalam penelitian ini
adalah eror dalam hal afiksasi. Hal ini menunjukkan bahwa afiksasi menjadi
suatu kaidah bahasa Indonesia yang cukup kompleks untuk dipelajari oleh
pemelajar bahasa kedua. Fakta ini dapat menjadi perhatian bagi praktisi BIPA
untuk dapat menemukan penyederhanaan dalam pengajaran afiksasi dan
membantu pemelajar memahami dan menguasai kaidah afiksasi dengan lebih
mudah.
5. Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini kurang dapat membantu
peneliti untuk mengkonfirmsi beberapa interpretasi atau penemuan peneliti.
Wawancara dalam kajian bahasa antara seharusnya dilakukan dalam waktu
yang relatif dekat dengan produksi bahasa sehingga pengetahuan pemelajar
akan hal tertentu masih relevan dan sesuai dengan produksi bahasa yang
dihasilkan. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi adanya kemungkinan
perubahan atau perkembangan akuisisi bahasa pemelajar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
DAFTAR PUSTAKA
Ainiyah, Fitriyatul. (2018). Transfer Negatif Dalam Pemerolehan Bahasa
Indonesia Sebagai Bahasa Ketiga Mahasiswa BIPA UNESA Angkatan 2015.
BASINDO: Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya,
2(2), 100-105.
Amin, A. A. (2017). Linguistic Analysis of the Phenomenon of Language
Transfer. IOSR Journal of Humanities and Social Science, 22 (4), 32-35.
Ary, D., Jacobs, L.C., dan Razavieh, A. (2002). Introduction to research in
education. Belmont: Wadsworth Group.
Best, J. W. (1981). Research in ducation. New Delhi: Prentice-Hall of India, Inc.
Bialystok, Ellen dan Smith, M.S. (1985). Interlanguage is not a state of mind: An
evaluation of the construct for second-language acquisition. Applied
Linguistics, 6 (2), 101-117.
Bowen, G. A. (2009). Document analysis as a qualitative research method.
Qualitative Research Journal, 9 (2), 27-40.
Brogan, F.D., dan Son, JyEun. (2015). Native Language Transfer in Target
Language Usage: An Exploratory Case Study. Voices, 3 (1), 47-62.
Brown, J.D., dan Theodore S.R. (2002). Doing Second Language Research.
Oxford: Oxford University Press.
Chaer, Abdul. (2011). Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka
Cipta.
Chaer, Abdul. (2015). Sintaksis Bahasa Indonesia: Pendekatan Proses. Jakarta:
Rineka Cipta.
Corder, S. P. (1967). The Significance of Learners’ Errors. International Review
of Applied Linguistics, 5 (4), 161-170.
Corder, S. P. (1981). Error Analysis and Interlanguage. Oxford: Oxford
University Press.
Cortés, N.C. (2005). Negative Language Transfer When Learning Spanish As A
Foreign Language. INTERLINGÜÍSTICA, 16 (1), 237-248.
Creswell, John. (2007). Qualitative Inquiry dan Research Design: Choosing
Among Five Approaches. New Delhi: Sage Publications.
Deni, R., Fahriany, dan Dewi, R.S. (2020). Interlanguage Verb Tenses Study: A
Case Study on Rena Aprilia. ELITE Journal, 2 (1), 41-54.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
Effendi, S., Kentjono, D., dan Suhardi, B. (2015). Tata Bahasa Dasar Bahasa
Indonesia. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Ellis, Rod. (1997). Second Language Acquisition. Oxford: Oxford University
Press.
Ellis, Rod, and Barkhuizen, Gary. (2005). Analysing Learner Language. Oxford:
Oxford University Press.
Erdocia, K., dan Laka, I. (2018). Negative Transfer Effects on L2 Word Order
Processing. Frontiers in Psychology, 9, 1-10.
Fauziati, Endang. (2011). Interlanguage and Error Fossilization: A Study of
Indonesian Students Learning English as a Foreign Language. Indonesian
Journal of Applied Linguistics, 1 (1), 25-40.
Fhonna, R., & Yusuf, Y. Q. (2020). Indonesian Language Learning Methods in
Australian Elementary Schools. Journal of Language and Education, 6(2), 96-
109.
Frith, M. B. (1978). Interlanguage Theory: Implications for The Classroom.
McGill Journal of Education / Revue Des Sciences De l’éducation De McGill,
13 (002), 155-165.
Gass, S. M., dan Selinker, L. (2001). Second Language Acquisition, an
Introductory Course (2nd ed.). Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Associates.
Hobson, C. B. (1999). Morphological Development in the Interlanguage of
English Learners of Xhosa. [Tesis, Universitas Rhodes].
https://core.ac.uk/download/pdf/145050886.pdf
Honorene, J. (2017). Understanding the Role of Triangulation in Research.
Scholarly Research Journal for Interdisciplinary Studies, 4 (31), 91-95.
Ikhsan. (2021). An analysis of ESL negation by Indonesian learners of English.
International Journal in Applied Linguistics of Parahikma, 3(1), 16-33.
Inderasari, E., dan Agustina, T. (2018). Pembelajaran Bahasa Indonesia Pada
Mahasiswa Asing Dalam Program Bipa IAIN Surakarta. Jurnal Pendidikan
Bahasa Dan Sastra Indonesia, 6 (2), 6-15.
James, Carl. (1980). Contrastive Analysis. Harlow: Longman.
Keraf, Gorys. (1980). Tata Bahasa Indonesia: Untuk Sekolah Lanjutan Atas.
Jakarta: Nusa Indah.
Krashen, S. D. (1981). Second Language Acquisition and Second Language
Learning. Oxford: Pergamon Press Inc.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
Krashen, S. D. (1982). Principles and practice in second language acquisition.
Oxford: Pergamon Press.
Kusuma, Eny. (2018). Kesalahan Semantik Dalam Tuturan Mahasiswa Asal
Thailand. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Metalingua, 3(2),
19-26.
Lado, Robert. (1957). Linguistics across cultures: Applied linguistics for
language teachers. Ann Arbor: University of Michigan Press.
Lakshmanan, U., dan Selinker, L. (2001). Analysing interlanguage: how do we
know what learners know? Second Language Research, 17 (4), 393-420.
Maier, Astrid. (2010). The Structure of Interlanguages. The Acquisition of Simple
English Interrogatives in Guided Second Language Acquisition. (Publication
No. 18204) [Doctoral dissertation, Universitas Heinrich Heine Düsseldorf].
https://docserv.uni-duesseldorf.de/servlets/DerivateServlet/Derivate-19426
Maharani, M.M. (2018). Strategi Komunikasi Pemelajar BIPA Pada Pembelajaran
Tingkat Dasar. Seminar Nasional Bulan Bahasa 1, 134 - 142
Maharani, T., dan Astuti, E. (2018). Pemerolehan Bahasa Kedua dan Pengajaran
Bahasa dalam Pembelajaran BIPA. Jurnal Bahasa Lingua Scientia, 10 (1),
121-142.
Mason, Jennifer. (2002). Qualitative Researching. London: SAGE Publication.
Mena, V.V., dan Saputri, Kurnia. (2018). English Community Journal, 2 (1), 175
182.
Miles, M.B., dan Huberman, A.M. (1994). Qualitative Data Analysis. California:
SAGE Publications.
Muslich, Masnur. (2014). Tata Bentuk Bahasa Indonesia: Kajian Ke Arah
Tatabahasa Deskriptif. Jakarta: Bumi Aksara.
Musthafa, M.A., dan Rahmawati, L.E. (2021). Kesalahan Bentukan Kata Berafiks
Dalam Tulisan Mahasiswa BIPA. Jurnal Penelitian Pendidikan Bahasa dan
Sastra, 6(1), 24-29.
Oktavianti, Ikmi Nur. (2015). English Locative and Temporal Prepositions Used
by Indonesian Learners. International Journal on Studies in English Language
and Literature (IJSELL), 3(10), 34-40.
O’Shannessy, C. & Meakins, F. (2016). Australian language contact in historical
and synchronic perspective. In F. Meakins & C. O'Shannessy (Ed.), Loss and
Renewal (pp. 3-26). Berlin, Boston: De Gruyter Mouton.
https://doi.org/10.1515/9781614518792-007
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
134
Palmer, C., dan Bolderston, A. (2006). A Brief Introduction to Qualitative
Research. Canadian Journal of Medical Radiation Technology, 37 (1), 16-19.
Primantari, A.N., dan Wijana, I.D. (2017). Tindak Tutur Meminta Oleh
Pembelajar Bipa Dari Korea: Kajian Pragmatik Bahasa Antara (Interlanguage
Pragmatics). Jurnal Penelitian Humaniora, 18 (1), 27-40.
Pratiwi, S.H. (2017). Taksonomi linguistic: kajian analisis kesalahan berbahasa
dalam keteramilan menulis kalimat siswa BIPA Pemula di Medan. Semdi
Unaya, 1 (1), 20-27.
Ramlan, M. (2005). Sintaksis. Yogyakarta: C.V. Karyono.
Ratnawati. (2012). Analisis Kesalahan Afiksasi Pemelajar Bahasa Indonesia bagi
Penutur Asing: Studi Kasus Terhadap Pemelajar BIPA di Universitas Flinders
Australia. Sawerigading, 18 (3), 361-371.
Riana, D. R (2020). Pendekatan imersi dalam pembelajaran bahasa Indonesia bagi
penutur asing (BIPA) (Penerapan program imersi di Australia). Jurnal Bahasa
Indonesia bagi Penutur Asing (JBIPA), 2(1), 36-47.
Richards, Jack C. (1974). Error Analysis: Perspectives on Second Language
Acquisition. Singapore: Longman Singapore Publishers.
Saric, Antonija. (2016). Developmental Patterns in the Interlanguage Research.
European Journal of Social Sciences Education and Research, 3(2), 242-255.
Selinker, L. (1972). Interlanguage. International Review of Applied Linguistics, 10
(3), 209-241.
Selinker, L. (1992). Rediscovering Interlanguage. New York: Longman.
Setyawati, Nanik. (2010). Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia : Teori dan
Praktik. Surakarta : Yuma Pustaka.
Siagian, Esra. (2020). Kata Berfrekuensi Tinggi Dalam Pembelajaran BIPA
Pemula. Ranah: Jurnal Kajian Bahasa, 9(2), 188-201.
Slaughter, Yvette. (2007). The Rise and Fall of Indonesian In Australian Schools:
Implications for Language Policy and Planning. Asian Studies Review, 31 (3),
301-322.
Suharsono. (2015). Pemerolehan Klausa Relatif Pada Pemelajar Bahasa Indonesia
Bagi Penutur Asing (Bipa): Kajian Bahasa-Antara. LITERA, 14 (1), 57-74.
Suyitno, Imam. (2017). Teaching Materials And Techniques Needed By Foreign
Students In Learning Bahasa Indonesia, ISLLAC Journal of Intensive Studies
on Language, Literature, Art, and Culture, 1(1).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135
Taftiawati, Meida. (2014). Strategi Komunikasi Pembelajar Bipa Upi Asal Korea
Selatan Dalam Pembelajaran Bipa Tingkat Dasar. Bahtera Bahasa: Antologi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Tarone, E.( 2006). Interlanguage. Elsevier Ltd, 4, 1715-1719.
Whardani, Ayudya dan Margana, Margana. (2019). Interlanguage performed by
students of English literature study program. LingTera, 6 (1), 30-40.
Widia, Ida. (2021). Jenis Kesalahan Bahasa Indonesia Tulis Pembelajar Asing.
OJS @rtikulasi, 1(1), 75-84.
Yahya, Mokh. (2018). Kajian Kesalahan Sintaksis Bahasa Tulis Pembelajar BIPA
Level Akademik (Studi Kasus di UPT Bahasa Universitas Sebelas Maret
Surakarta). [Tesis, Universitas Sebelas Maret]
Zubaidi, Nanang. (2013). Realisasi Keluhan Oleh Pembelajar Asing Bahasa
Indonesia: Kajian Pragmatik Bahasa Antara (Interlanguage Pragmatics).
(Tesis, Universitas Gadjah Mada) http://etd.repository.ugm.ac.id/home/
detail_pencarian/59822
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
136
Analisis Kalimat Pemelajar dalam Tugas Kelas Bahasa
Kode Data Interpretasi Setuju Tidak
Setuju
Keterangan
KB.03.01 Tahun lalu saya
pergi ke jawa timur
untuk berliburan
dengan teman-teman
saya.
Koreksi kalimat:
Tahun lalu saya pergi ke Jawa Timur untuk berlibur
dengan teman-teman saya.
Penggunaan konfiks ber-an dalam “berliburan”
tidak tepat dipakai dalam kalimat ini karena
konfiks ber-an “mengandung arti saling (timbal
balik), perbuatan terjadi berulang-ulang, atau
tetap berlangsung atau pelakunya banyak.”
(Keraf, 1980: 117)
Dalam kalimat ini, diperlukan prefiks ber- yang
menyatakan “dalam keadaan seperti bentuk
dasar” (Muslich, 2014:69)
Pembentukan kata yang tepat adalah:
ber + libur: berlibur yang berarti dalam keadaan
“bebas dari kerja”.
Penjelasan dibetulkan
-Keraf
-Muslich
KB.03.02 Ada danau yang
berwarna biru dan
banyak
pemandangan yang
alam.
Koreksi kalimat:
Ada danau yang berwarna biru dan banyak
pemandangan alam.
Tidak diperlukan kata penghubung “yang” untuk
membentuk frasa “pemandangan alam” karena
“FNS yang berstruktur N + N dan bermakna
gramatikal “ada di…” dapat disusun kalau N yang
pertama memiliki komponen makna (+benda) dan
(+kegiatan) sedangkan N yang kedua memiliki
komponen makna (+ruang) atau (+tempat).” (Chaer, 2015:127)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
137
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
138
Analisis Kalimat Pemelajar dalam Tugas Kelas Bahasa
Kode Data Interpretasi Setuju Tidak
Setuju
Keterangan
KB.03.01 Tahun lalu saya
pergi ke jawa timur
untuk berliburan
dengan teman-teman
saya.
Koreksi kalimat:
Tahun lalu saya pergi ke Jawa Timur untuk berlibur
dengan teman-teman saya.
Penggunaan konfiks ber-an dalam “berliburan”
tidak tepat dipakai dalam kalimat ini karena
konfiks ber-an “mengandung arti saling (timbal
balik), perbuatan terjadi berulang-ulang, atau
tetap berlangsung atau pelakunya banyak.”
(Keraf, 1980: 117)
Dalam kalimat ini, diperlukan prefiks ber- yang
menyatakan “dalam keadaan seperti bentuk
dasar” (Muslich, 2014:69)
Pembentukan kata yang tepat adalah:
ber + libur: berlibur yang berarti dalam keadaan
“bebas dari kerja”.
KB.03.02 Ada danau yang
berwarna biru dan
banyak
pemandangan yang
alam.
Koreksi kalimat:
Ada danau yang berwarna biru dan banyak
pemandangan alam.
Tidak diperlukan kata penghubung “yang” untuk
membentuk frasa “pemandangan alam” karena
“FNS yang berstruktur N + N dan bermakna
gramatikal “ada di…” dapat disusun kalau N yang
pertama memiliki komponen makna (+benda) dan
(+kegiatan) sedangkan N yang kedua memiliki
komponen makna (+ruang) atau (+tempat).” (Chaer, 2015:127)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
139
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
140
Analisis Kalimat Pemelajar dalam Jurnal Harian
Kode Data Interpretasi Setuju Tidak
Setuju
Keterangan
JH.11.01 Hari ini saya pergi ke
perkerjaan.
Koreksi kalimat:
Hari ini saya pergi ke tempat kerja.
Penggunaan kata “pekerjaan” tidak tepat. Kata
yang diperlukan merupakan kata yang
menunjukkan suatu tempat karena adanya
preposisi “ke” dalam kalimat ini yang
menyatakan “hubungan arah menuju suatu
tempat” (Muslich, 2010:108)
Kata “pekerjaan” dapat diganti menjadi “tempat
kerja”.
JH.11.02 Di pekerjaan saya
hanya bekerja selama
dua setengah jam dari
jam delapan sampai
jam setengah sebelas.
Koreksi kalimat:
“Di tempat kerja, saya hanya bekerja selama dua
setengah jam, dari jam delapan sampai jam setengah
sebelas.”
Penggunaan kata “pekerjaan” tidak tepat. Kata
yang diperlukan merupakan kata yang
menunjukkan suatu tempat karena adanya
preposisi “di” dalam kalimat ini yang
menyatakan “hubungan tempat berada”
(Muslich, 2010:108)
Kata “pekerjaan” dapat diganti menjadi “tempat
kerja”.
JH.11.03 Saya membangunan
sebuah pagar lalu
mengantarkan beberapa
tembok yang bentuk
seperti kotak.
Koreksi kalimat:
“Saya membangunkan sebuah pagar, lalu
mengantarkan beberapa tembok yang berbentuk
seperti kotak.” Pembentukan afiks me-kan tidak tepat secara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
141
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
142
Analisis Kalimat Pemelajar dalam Jurnal Harian
Kode Data Interpretasi Setuju Tidak
Setuju
Keterangan
JH.11.01 Hari ini saya pergi ke
perkerjaan.
Koreksi kalimat:
Hari ini saya pergi ke tempat kerja.
Penggunaan kata “pekerjaan” tidak tepat. Kata
yang diperlukan merupakan kata yang
menunjukkan suatu tempat karena adanya
preposisi “ke” dalam kalimat ini yang
menyatakan “hubungan arah menuju suatu
tempat” (Muslich, 2010:108)
Kata “pekerjaan” dapat diganti menjadi “tempat
kerja”.
JH.11.02 Di pekerjaan saya
hanya bekerja selama
dua setengah jam dari
jam delapan sampai
jam setengah sebelas.
Koreksi kalimat:
“Di tempat kerja, saya hanya bekerja selama dua
setengah jam, dari jam delapan sampai jam setengah
sebelas.”
Penggunaan kata “pekerjaan” tidak tepat. Kata
yang diperlukan merupakan kata yang
menunjukkan suatu tempat karena adanya
preposisi “di” dalam kalimat ini yang
menyatakan “hubungan tempat berada”
(Muslich, 2010:108)
Kata “pekerjaan” dapat diganti menjadi “tempat
kerja”.
JH.11.03 Saya membangunan
sebuah pagar lalu
mengantarkan beberapa
tembok yang bentuk
seperti kotak.
Koreksi kalimat:
“Saya membangunkan sebuah pagar, lalu
mengantarkan beberapa tembok yang berbentuk
seperti kotak.” Pembentukan afiks me-kan tidak tepat secara
Kata membangunkan perlu diganti
dengan kata membangun.
Membangunkan juga kurang tepat,
memiliki arti (1) kausatif, seperti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
143
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
144
Analisis Kalimat Pemelajar dalam Dokumentasi Percakapan WhatsApp
Kode Data Interpretasi Setuju Tidak
Setuju
Keterangan
DP.07.01 Saya sedang bekerja
di Selatan dari Kota
Perth!
Koreksi kalimat:
Saya sedang bekerja di Selatan Kota Perth!
Penggunaan preposisi “dari” tidak tepat dipakai
dalam kalimat ini karena dari dipakai untuk
menyatakan tempat permulaan atau asal
kedatangan. Preposisi ini tidak diperlukan dalam
kalimat ini sehingga dapat dihilangkan.
DP.07.02 Itunya dari orang
yang pulang Saya
pikir!
Koreksi kalimat:
Saya pikir itu dari orang yang pulang.
Penggunaan -nya pada kata “itunya” menjadi
ambigu karena salah satu fungsi -nya adalah
“menjelaskan atau menekankan kata di depannya”
(Keraf,1980:112). Dalam kalimat ini, yang
diperlukan bentuk dasar tanpa -nya, yaitu ‘itu’
yang merupakan kata penunjuk bagi benda (waktu, hal) yang jauh dari pembicara.
Susunan kata yang tepat dalam konstruksi kalimat ini
adalah:
Saya pikir itu dari orang yang pulang.
S P Pel
DP.07.03 Juga Saya pikir
tidak ada banyak
orang-orang di
Perth (populasi
hanya dua juta) dan
Perth tidak terkenal
Koreksi kalimat:
Saya pikir tidak ada banyak orang di Perth (populasi
hanya dua juta) dan Perth juga tidak terkenal untuk
turis dan terpencil.
Adverbia ‘juga’ digunakan untuk menyatakan
penambahan terhadap suatu hal dan “diletakkan di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
145
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
146
Analisis Kalimat Pemelajar dalam Dokumentasi Percakapan WhatsApp
Kode Data Interpretasi Setuju Tidak
Setuju
Keterangan
DP.07.01 Saya sedang bekerja
di Selatan dari Kota
Perth!
Koreksi kalimat:
Saya sedang bekerja di Selatan Kota Perth!
Penggunaan preposisi “dari” tidak tepat dipakai
dalam kalimat ini karena dari dipakai untuk
menyatakan tempat permulaan atau asal
kedatangan. Preposisi ini tidak diperlukan dalam
kalimat ini sehingga dapat dihilangkan.
Huruf S pada kata "selatan"
tidak kapital
DP.07.02 Itunya dari orang
yang pulang Saya
pikir!
Koreksi kalimat:
Saya pikir itu dari orang yang pulang.
Penggunaan -nya pada kata “itunya” menjadi
ambigu karena salah satu fungsi -nya adalah
“menjelaskan atau menekankan kata di depannya”
(Keraf,1980:112). Dalam kalimat ini, yang
diperlukan bentuk dasar tanpa -nya, yaitu ‘itu’
yang merupakan kata penunjuk bagi benda (waktu, hal) yang jauh dari pembicara.
Susunan kata yang tepat dalam konstruksi kalimat ini
adalah:
Saya pikir itu dari orang yang pulang.
S P Pel
DP.07.03 Juga Saya pikir
tidak ada banyak
orang-orang di
Perth (populasi
hanya dua juta) dan
Perth tidak terkenal
Koreksi kalimat:
Saya pikir tidak ada banyak orang di Perth (populasi
hanya dua juta) dan Perth juga tidak terkenal untuk
turis dan terpencil.
Adverbia ‘juga’ digunakan untuk menyatakan
penambahan terhadap suatu hal dan “diletakkan di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
147
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
148
Lampiran: Pengumpulan Jurnal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI