Kajian Reguler PAKEIS Level Kedua Pemakalah: Nailunniam dan Angga Prilakusuma
Pembimbing: M. Ainun Najib, Lc, Ahmad Ghazali Assegaf, Lc
BANK SYARIAH;
INSTRUMEN AWAL GERAKAN EKONOMI ISLAM Oleh: Nailunniam dan Angga Prilakusuma
Prolog
Geliat pertumbuhan bank syariah saat ini tampaknya menjadi sebuah studi
yang saat ini marak diminati. Di tengah raksasa ekNomi kapitalis, bank syariah
mencoba menawarkan sebuah alternatif baru kegiatan ekonomi. Meski harus diakui
ceruk tersebut masihlah sangat kecil, bahkan tidak sampai 5 persen di Indonesia,
akan tetapi melihat alternative concept yang ditawarkan dan percepatan
pertumbuhan yang signifikan, tak heran kemudian perbankan syariah menjadi
bahan kajian yang menarik dewasa ini.
Bermula dari wacana yang ditabuh tahun 1970-an, konsep perbankan syariah
sekarang menjadi solusi yang mungkin ditempuh, terutama pasca goncangan
ekonomi dunia tahun 1997 dan 2009. Terlepas dari beberapa pro dan kontra
mengenai prakteknya, perbankan berbasis syariah menunjukkan grafik
pertumbuhan yang pesat, bahkan mampu menarik nama-nama besar di dunia
keuangan internasional seperti Citibank, Jardine Flemming, ANZ, Chase-Chemical
Bank, Goldman Sach untuk membuka cabang yang berlandaskan syariah.
Ada apa dengan bank syariah? Toh Notabenenya dia adalah sebuah lembaga
keuangan dan intermediasi. Dan mengapa harus ada? Bukankah ceruk dunia
ekonomi global saat ini telah digarap oleh perbankan konvensional, dan mengapa
harus bank syariah? Apa yang saja mereka tawarkan dan benarkah geliat
perkembangannya saat ini hanya fenomena latah dan ‘kagetan’ masyarakat kita?
Dalam tulisan kali ini, kami akan membahas sekilas tentang perbankan syariah,
termasuk perbedaannya dengan bank konvensional. Ada juga pembahasan tentang
konsep dan `system operasional bank syariah berikut gambaran produknya. Pada
akhir tulisan, kami hadirkan beberapa fakta dan fenomena tantangan dan harapan
atas instrumen awal ekonomi Islam ini.
A. Awal Perkembangan Bank Syariah di Dunia
Usaha untuk menerapkan asas profit and loss sharing pertama kali dirintis di
Malaysia dan Pakistan pada tahun 1940-an. Upaya tersebut diterapkan atas
pengelolaan dana Haji tahun itu. Namun, secara lembaga, sistem syariah pertama
kali diterapkan oleh Mit Ghamr Local Saving Bank di Mesir di tahun 1963.1 Mit
1 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta, 2001, hlm.18.
Ghamr Bank memang tidak mengenakan nama syariah karena alasan politis. Meski
berskala kecil, namun dapat dikatakan, bank yang dipelopori oleh Ahmad el-Najjar
ini mampu mengilhami pendirian sembilan bank lain dengan asas yang sama.
Namun usaha ini berumur pendek, tahun 1967 Mit Ghamr Bank ditutup karena
masalah manajemen.2
Di skala internasional, institusi ekonomi syariah yang pertama berdiri adalah
Islamic Development Bank (IDB). Sebelum pembentukannya di tahun 1975, wacana
untuk mendirikan sebuah lembaga keuangan berbasis syariah telah santer dibahas
dalam sidang-sidang pada Organisasi Konferensi Islam.
Pada bulan Desember 1970, pada Sidang Menteri Luar Negeri Negara
anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Karachi, Pakistan, Mesir mengajukan
proposal untuk mendirikan bank syariah dengan dasar profit and loss sharing. Sidang
menyetujui proposal tersebut dan berencana mendirikan Bank Islam Internasional
dan Federasi Bank Islam.
Selain itu, diusulkan pula pembentukan Badan Investasi dan Pembangunan
Negara-negara Islam (Investment and Development Body of Islamic Countries), yang
berfungsi sebagai berikut:
a. Mengatur investasi modal Islam
b. Menyeimbangkan antara investasi dan pembangunan di negara Islam
c. Memilih lahan atau sektor yang cocok untuk investasi dan mengatur
penelitiannya
d. Memberi saran dan bantuan teknis bagi proyek-proyek yang dirancang untuk
investasi regional di negara-negara Islam
Sebagai rekomendasi tambahan, diusulkan pula pembentukan perwakilan-
perwakilan khusus, yaitu Asosiasi Bank-bank Islam (Association of Islamic Banks).
Badan ini berperan sebagai badan konsultatif untuk masalah ekonomi dan
perbankan syariah. Badan ini juga bertugas sebagai penyedia bantuan teknis bagi
negara-negara Islam yang ingin mendirikan bank syariah dan lembaga keuangan
syariah. Dukungan teknis yang dimaksud berbentuk pengiriman tenaga ahli ke
negara tersebut, penyebaran atau sosialisasi sistem perbankan Islam, saling tukar
informasi dan pengalaman antar negara Islam.
Usulan-usulan tersebut kemudian berkembang pada sidang-sidang OKI
selanjutnya. Hingga akhirnya pada tahun 1975, Sidang Menteri Keuangan OKI di
Jeddah menyetujui rancangan pendirian Bank Pembangunan Islami atau Islamic
Development Bank dengan modal awal 2 miliar dinar Islam atau setara dengan 2
miliar SDR (Special Drawing Rights). Dan semua negara OKI menjadi anggota IDB.3
B. Perkembangan Bank Syariah di Berbagai Negara
2 http://go-blog-go.blog.friendster.com/2008/01/perkembangan-perbankan-syariah/
3 Muhammad Syafi’i Antonio, Op.Cit., hlm. 19-21.
1. Pakistan
Pakistan merupakan pelopor di bidang perbankan syariah. Pada awal Juli
1979, sistem bunga dihapuskan dari tiga institusi, National Investment (Unit Trust),
House Building Finance Corporation (pembiayaan sektor perumahan) dan Mutual
Funds of the Investment Corporation Pakistan (kerjasama investasi). Pada tahun
1981, undang-undang mudhârabah dan murâbahah berlaku secara resmi. Hasilnya,
sebanyak 7000 unit cabang bank komersial di seluruh Pakistan beroperasi dengan
sistem bagi hasil. Kemudian di awal tahun 1985, seluruh sistem perbankan Pakistan
dirubah secara masif ke sistem perbankan syariah.
2. Mesir
Bank syariah pertama yang berdiri di Mesir adalah Faisal Islamic Bank. Bank
ini mulai beroperasi pada Maret 1978 dan berhasil membukukan hasil menakjubkan
dengan total aset sekitar 2 miliar dolar AS pada 1986 dan tingkat keuntungan sekitar
106 juta dolar AS. Bank lain yang menggunakan dasar syariah adalah Islamic
International Bank for Investment and Development.
3. Siprus
Faisal Islamic Bank of Kibris (Siprus) mulai beroperasi pada Maret 1983 dan
mendirikan Faisal Islamic Investment Corporation yang memiliki dua cabang di
Siprus dan satu cabang di Istanbul. Pada sepuluh bulan pertama, bank tersebut telah
melakukan pembiayaan dengan skema murâbahah senilai sekitar TL 450 juta. Selain
itu, bank juga melakukan pembiayaan dengan skema musyârakah dan mudhârabah
serta menerapkan pengelolaan dana berpola al-qardhu’l hasan dan zakat.
4. Kuwait
Kuwait Finance House didirikan tahun 1977 dan sejak awal tidak
beroperasi dengan sistem bunga. Dalam rentang dua tahun (1980-1982) dana
masyarakat yang terkumpul melejit dari sekitar KD 149 juta menjadi KD 474 juta.
Pada akhir 1985, total aset Kuwait Finance House mencapai KD 803 juta dengan
keuntungan bersih mencapai KD 17 juta, (satu dinar kuwait setara dengan 4-5
USD).
5. Bahrain
Oleh Syafii Antonio, Bahrain disebut sebagai off-shore banking4 heaven terbesar
di timur tengah. Pasalnya, di negara yang hanya berpenduduk sekitar 660 ribu jiwa
(per desember 1999) itu terdapat 220 local dan off-shore banks. 22 di antaranya
berbasis syariah, seperti City Islamic Bank of Bahrain, Faysal Islamic Bank of Bahrain
dan al-Barakah Bank.
Perkembangan terakhir, bulan Juni 2009 ini, bank syariah terbesar di dunia
didirikan di Bahrain. Sebagaimana dilansir harian Republika, Syekh Saleh Abdulla
Kamel, Chairman General Council of Islamic Banks and Financial Institutions,
4 Off-shore bank: Bank yang debiturnya berada di luar negeri. BIasanya negeri tersebut menerapkan kebijakan pajak yang
rendah. Debitur mendapatkan beberapa keuntungan dari aspek hukum dan finansial. Lih.:
http://en.wikipedia.org/wiki/Offshore_bank
mengatakan bahwa bank tersebut direncanakan memiliki modal disetor senilai 11
miliar dolar AS (empat miliar dinar) dengan IDB sebagai pemegang saham terbesar.5
6. Uni Emirat Arab
Dubai Islamic Bank merupakan salah satu pelopor perkembangan bank
syariah. Didirikan pada tahun 1975, investasinya mencakup bidang perumahan,
proyek industri dan aktivitas komersial.
7. Malaysia
Bank Islam Malaysia Berhad (BIMB), merupakan bank syariah pertama di
Asia Tenggara. Bank ini didirikan pada tahun 1983, dengan 30 persen modal milik
pemerintah federal. Hingga akhir 1999, BIMB mempunyai lebih dari 70 cabang yang
tersebar di hampir setiap negara bagian Malaysia.
8. Iran
Pengembangan perbankan syariah di Iran bermula sesaat setelah revolusi
Islam Iran yang dipimpin Ayatullah Khomeini pada tahun 1979. Sedangkan
perkembangan dalam arti riil baru dimulai sejak Januari tahun 1984.
9. Turki
Walaupun berideologi sekuler, Turki termasuk negara yang cukup awal
memiliki perbankan syariah. Tahun 1984, pemerintah Turki memberikan izin
kepada Daar al-Maal al-Islami (DMI) untuk mendirikan bank yang beroperasi
berdasarkan prinsip bagi hasil. Setelah DMI berdiri, pada bulan Desember di tahun
yang sama, didirikan Faisal Finance Institution yang mulai beroperasi pada bulan
April 1985.
C. Perkembangan Bank Syariah di Indonesia
Wacana mengenai perbankan berbasis syariah mulai berkembang di
Indonesia pada awal tahun 1980-an. Beberapa tokoh mulai membuka diskusi-
diskusi mengenai bank syariah. Para tokoh yang terlibat dalam kajian tersebut
adalah Dawam Rahardjo, AM Saefuddin, M. Amien Azis dan lain-lain. Di lapangan,
uji coba dalam skala relatif terbatas pun sudah dilaksanakan. Di antaranya dengan
pembentukan Baitut Tamwil-Salman Bandung.
Usaha yang lebih merujuk pada pembentukan bank Islam baru muncul pada
tahun 1990. MUI pada tanggal 18-20 Agustus menyelenggarakan Lokakarya Bunga
Bank dan Perbankan di Cisarua Bogor, Jawa Barat. Dan dibahas lebih mendalam
pada Musyawarah Nasional IV MUI yang berlangsung di Hotel Sahid Jaya Jakarta,
22-25 Agustus 1990. Hasilnya berupa pembentukan kelompok kerja yang bertugas
untuk mendirikan Bank Islam di Indonesia. Bank yang pertama terbentuk adalah PT
Bank Muamalat Indonesia.
5 http://republika.co.id/koran/16/28067/Bank_Syariah_Terbesar
Bank Muamalat berdiri tahun 1991 dengan modal awal sekitar 106 milyar
rupiah dan baru beroperasi setahun berikutnya. Tahun 1999, Bank Muamalat telah
memiliki lebih dari 45 outlet yang tersebar di Jakarta, Bandung, Semarang,
Surabaya, Balikpapan dan Makasar.
Pada masa awal pendiriannya, bank syariah belum mendapat perhatian
khusus dari pemerintah. Bank syariah hanya dikategorikan sebagai bank yang
menerapkan sistem bagi hasil, sebagaimana tercermin dari UU No. 7 tahun 1992. Itu
pun dibahas dalam porsi yang kecil.
Tapi pasca Reformasi, pemerintah mulai melirik perbankan syariah. Dengan
disetujuinya UU No. 10 tahun 1998 sebagai revisi atas UU No. 7 tahun 1992,
perekonomian syariah mulai menggeliat. Dalam UU tersebut, dirinci landasan
hukum serta jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank
syariah. Undang-undang tersebut juga memberikan arahan bagi bank konvensional
untuk membuka cabang syariah atau bahkan mengkonversi diri secara total ke basis
syariah.
Perbankan syariah semakin mendapat kesempatan untuk berkembang setelah
diberlakukannya UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang terbit
tanggal 16 Juli 2008. Dengan demikian, landasan hukum bagi beroperasinya bank
syariah cukup memadai untuk mendorong pertumbuhan yang lebih cepat. Sebagai
catatan, rata-rata pertumbuhan aset bank syariah dalam lima tahun terakhir cukup
impresif, menembus angka 65% pertahun.6
Jika pada tahun 1992-1998 hanya ada satu bank syariah, maka pada Maret
2007, berdasarkan data Statistik Perbankan Syariah yang dipublikasikan Bank
Indonesia, jumlah bank syariah telah mencapai 24 unit yang terdiri atas tiga Bank
Umum Syariah dan 21 Unit Usaha Syariah. Selain itu, jumlah Bank Perkreditan
Rakyat Syariah (BPRS) telah mencapai 105 unit pada periode yang sama.7
Tahun 2009 ini, pengamat ekonomi syariah Adiwarman Karim
memprediksikan pertumbuhan bank Islam bakal melaju pesat. Pasalnya, ia melihat
bahwa kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia mendukung ke arah sana.
Perkembangan tersebut tercermin dari peningkatan jumlah bank syariah yang
beroperasi di Indonesia. Tiga bank syariah yang besar dan sudah cukup dikenal di
Indonesia selama ini adalah Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri, bank
Syariah Mega dan Bank BRI Syariah. Diperkirakan sejumlah sembilan bank umum
juga akan mengikuti jejak ketiga bank syariah tersebut. Kesembilan bank yang
dimaksud adalah BCA, BNI, NISP, Bukopin, Victoria dan Bank Panin. Sedang tiga
bank sisanya diperkirakan dari investor Timur Tengah.8
6 Website resmi Bank Indonesia, http://www.bi.go.id/web/id/Perbankan/Perbankan+Syariah/
7 Cita Octaviana, S.E., Potret Perbankan Syariah di Indonesia, Buletin Ekonomika dan Bisnis Islam, ed. IV/VII,
Laboratorium Ekonomika dan Bisnis Islam (LEBI) FEB UGM. Hal. 1. 8 http://www.republika.co.id/koran/124/34821/Bank_Syariah_akan_Melesat
D. Bank Syariah dan Bank Konvensional
Akhirnya, tak dapat kita sangkal bahwa perkembangan bank Syariah tumbuh
dengan cepat dan menggembirakan. Tidak saja menggeliat di kawasan dunia Islam,
namun juga merambah pada negara-negara yang notabenenya adalah kapitalis
sejati. Bahkan, bank-bank konvensional tak malu-malu lagi dalam menancapkan
kukunya dalam dunia perbankan Islami ini. Baik, setelah tadi kita berjalan-jalan
sebentar melihat keluar, sekarang saatnya kita mengenal lebih dalam tentang
perbankan syariah.
Apa dan bagaimana bank syariah itu? Menjawab pertanyaan ini, penulis akan
berbicara dari sisi lain. Penulis akan berbicara tentang prinsip dan karakteristik bank
syariah, bukan menyepelekan definisi, akan tetapi lebih karena penekanan pada sisi
praktik ketimbang teori. Karena toh, ketika berbicara unsur suatu hal, adalah
berbicara tentang hal tersebut bukan? Tak salah bila kemudian, mengenal prinsip ini
menjadi sangat penting sebelum kita melangkah lebih jauh dan berbicara seputar
produk-produk investasinya. Cara dan langkah kerja bank syariah tentu saja
berbeda dengan bank konvensional. Apa dan bagaimana prinsip kerjanya?
Dr. Muhammad Abdul Karim menjelaskan bahwa ada beberapa kesamaan
dan perbedaan antara dua bank ini. Menurut beliau, kesamaan itu antara lain:
a. Keduanya memiliki persamaan dalam nama, sama-sama bank.
b. Dua lembaga ini, sama-sama berkutat dalam transaksi uang.
c. Baik bank syariah maupun bank konvensional, sama-sama melakukan
penawaran jasa transaksi keuangan.9
Hemat penulis, tiga sisi ini dapat kita pahami dari kata pertama dua lembaga
ini, bank. Karenanya, pada intinya dua lembaga ini pun tak jauh berbeda secara
prinsip, dan teknis kerja. Sebut saja dalam hal teknis penerimaan uang, mekanisme
transfer, syarat-syarat umum, bahkan bentuk laporan keuangannya. Namun yang
perlu digarisbawahi di sini, meskipun keduanya sama dalam hal teknis, keduanya
sama sekali berbeda dalam hal legalitas dan akad, objek pembiayaan dan beberapa
hal lainnya.
Adapun menurut Zainal Arifin, Direktur Eksekutif Tazkia Institute, beliau
lebih melihat kepada fungsi dari dua lembaga tersebut. Bahwa keduanya adalah
sama-sama lembaga intermediasi, yang berperan menerima simpanan dari nasabah
dan meminjamkannya kepada nasabah lain yang membutuhkan dana.10
Selanjutnya terkait perbedaan kedua jenis bank ini, dapat kita lihat dalam tabel
di bawah ini:11
9 Dr. Mahmud Abdul Karim Ahmad Irsyid, al Syâmil fî Mu‘âmalât wa ‘Amaliyyât al Mashârif al Islâmiyyah, Dâr al Nafâ’is,
‘Ammân, 2001, hal. 15 10 Zainal Arifin MBA, Bank Syariah versus Bank Konvensional, makalah tertanggal 17 Juni 2002, dari situs:
http://www.tazkia.com 11 Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktek, Gema Insani Press bekerja sama dengan Yayasan
Tazkia Cendekia, 2001
No Bank Syariah Bank Konvensional
1 Berdasarkan prinsip investasi bagi
hasil
Berdasarkan tujuan
membungakan uang
2 Menggunakan prinsip jual-beli Menggunakan prinsip pinjam-
meminjam uang
3 Hubungan dengan nasabah dalam
bentuk hubungan kemitraan
Hubungan dengan nasabah
dalam bentuk hubungan
kreditur-debitur
4 Melakukan investasi-investasi yang
halal saja
Investasi yang halal maupun
yang haram
5 Setiap produk dan jasa yang
diberikan sesuai dengan fatwa
Dewan Syariah
Tidak mengenal Dewan sejenis
itu
6 Dilarangnya gharar dan maisir Terkadang terlibat dalam
speculative FOREX (Foreign
Exchange Market/ Currency)
dealing
7 Menciptakan keserasian diantara
kedua sektor (riil maupun moneter)
Berkontribusi dalam terjadinya
kesenjangan antara sektor riil
dengan sektor moneter
8 Tidak memberikan dana secara tunai
tetapi memberikan barang yang
dibutuhkan (finance the goods and
services)
Memberikan peluang yang
sangat besar untuk sight streaming
(penyalahgunaan dana pinjaman)
9 Bagi hasil menyeimbangkan sisi
pasiva dan aktiva
Rentan terhadap negative spread
(selisih negatif)
Sedikit berbeda dengan Syafii Antonio, kali ini Dr. Mahmud Irsyad lebih
menekankan pada sisi kelebihan bank syariah dibanding saudara kembarnya. Beliau
menjelaskan dalam buku yang sama, bahwa kelebihan-kelebihan itu antara lain:
a. Bank syariah dalam teknis kerjanya berdiri atas dasar kebersamaan, baik dalam
keuntungan maupun kerugian, dan menjauhi transaksi ribawi.
b. Tidak ada toleransi pelanggaran kaidah-kaidah syariat.
c. Sektor ekonomi riil mendampat porsi yang lebih besar, dibanding sektor
moneter.
d. Tunduk pada hukum syariat, dan bukan hukum ekonomi semata.
e. Bentuk akad dalam perbankan konvensional semata-mata hanyalah hutang
piutang berbunga, meskipun bentuk transaksinya bermacam-macam.
f. Transaksi hutang dalam bank konvensional mensyaratkan adanya jaminan,
berbeda dengan bank syariah yang menggunakan akad musyârakah, mudhârabah
dan lainnya, maka tidak membutuhkan jaminan, karena menanggung resiko
rugi.
g. Dan lain sebagainya.12
Ada sekitar empat belas catatan yang beliau tuliskan terkait kelebihan bank
syariah ini. Itupun beliau masih menyimpan beberapa, karena memang tidak
disebutkan dalam buku tersebut. Namun yang jelas dan perlu dicatat di sini, bahwa
bank syariah terlihat lebih adil dan menguntungkan. Hal ini tak lain karena,
meskipun bank syariah adalah lembaga ekonomi, akan tetapi prinsip yang
mendasarinya paling tidak adalah pengamalan dua ajaran al-Qur’an. Yakni, prinsip
al ta‘âwun (saling membantu dan saling bekerja sama di antara anggota masyarakat
untuk kebaikan) dan prinsip menghindari al iktinâz (menahan dan membiarkan dana
menganggur dan tidak diputar untuk transaksi yang bermanfaat).13
E. Karakteristik dan Sistem Operasional Bank Syariah
Prinsip operasional bank syariah sama sekali tidak jauh dari prinsip dasar
ekonomi Islam. Bahkan, prinsip dasar ekonomi Islam menjadi pijakan dalam
penerapan konsep operasional bank syariah. Beberapa konsep utama ekonomi Islam
yang dijadikan landasan prinsip operasional bank syariah diantaranya, konsep uang
sebagai alat tukar dan bukan komoditas. Adanya pelarangan riba, kewajiban
memutar harta, dsb.14
Selanjutnya menurut Zainal Arifin ada minimal tiga prinsip utama dalam
bank syariah. Prinsip-prinsip itu adalah: 1) larangan riba (bunga) dalam berbagai
bentuk transaksi; 2) menjalankan bisnis dan aktivitas perdagangan yang berbasis
pada memperoleh keuntungan yang sah menurut syariah; dan 3)
menumbuhkembangkan zakat.15
Lebih lanjut, Direktur Eksekutif Tazkia Institute ini juga menjelaskan bahwa
sepanjang praktek perbankan konvensional tidak bertentangan dengan prinsip-
prinsip Islam, maka bank-bank syariah (dapat) mengadopsi sistem dan prosedur
perbankan yang ada. Namun, bila terjadi pertentangan dengan prinsip-prinsip
syariah, maka bank-bank syariah merencanakan dan menerapkan prosedur mereka
sendiri guna menyesuaikan aktivitas perbankan mereka dengan prinsip-prinsip
syariah Islam. Untuk itu maka Dewan Syariah berfungsi memberikan masukan
kepada perbankan syariah guna memastikan bahwa bank syariah tidak terlibat
dalam unsur-unsur yang tidak disetujui oleh Islam.
Kembali pada persoalan prinsip, Achmad Baraba kembali menegaskan bahwa
prinsip-prinsip dasar sistem ekonomi Islam akan menjadi dasar beroperasinya bank
Islam. Dan menurut dia, ada dua hal yang paling menonjol, yaitu tidak mengenal
12 Dr. Mahmud Abdul Karim Ahmad Irsyid, op. cit. lihat [9] hal. 16 13 Zainal Arifin, op. cit. lihat [10] hal. 1 14 Achmad Baraba, Prinsip Dasar Operasional Perbankan Syariah, kumpulan artikel Bank Indonesia hal. 3-4 15 Zainal Arifin, op. cit. lihat [10] hal. 2
konsep bunga uang dan yang tidak kalah pentingnya adalah Islam tidak mengenal
peminjaman uang untuk tujuan komersial, tetapi adalah kemitraan/kerjasama
(mudhârabah dan musyârakah) dengan prinsip bagi hasil, sedang peminjaman uang
hanya dimungkinkan untuk tujuan sosial tanpa adanya imbalan apapun.16
Dalam artikelnya, Achmad Baraba, pakar ekonomi Islam yang juga seorang
akuntan Ernst & Young, menjelaskan seputar fungsi bank syariah. Menurutnya
terkait landasan operasional bank syariah yang mengacu pada prinsip dasar
ekonomi Islam, akan menjadikan bank syariah memiliki fungsi-fungsi sebagai
berikut:
a. Sebagai penerima amanah untuk melakukan investasi atas dana-dana yang
dipercayakan oleh pemegang rekening investasi/deposan atas dasar prinsip
bagi hasil sesuai dengan kebijakan investasi bank.
b. Sebagai pengelola investasi atas dana yang dimiliki oleh pemilik
dana/shâhibu’l mâl sesuai dengan arahan investasi yang dikehendaki oleh
pemilik dana (dalam hal ini bank bertindak sebagai manajer investasi).
c. Sebagai penyedia jasa lalu lintas pembayaran dan jasa-jasa lainnya sepanjang
tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
d. Sebagai pengelola fungsi sosial seperti pengelolaan dana zakat dan penerimaan
serta penyaluran dana kebajikan (fungsi opsional).17
Sedikit berbeda dengan pakar ekonomi Indonesia ini, Dr. Ahmad Irsyid
menjelaskan tiga tujuan utama bank syariah secara global. Tujuan-tujuan inilah yang
mendasari kreasi produk bank syariah agar dapat memenuhi dan sesuai dengan
manfaatnya yang khusus, tujuan-tujuan tersebut diantaranya:
- Menghasilkan keuntungan. Ini adalah tujuan utama umum, mencakup bank
syariah dan konvensional, yang tanpanya bank syariah tidak bisa survive, lebih
jauh, ia bahkan tak mampu memenuhi tujuan lainnya.
- Menciptakan rasa aman. Bank syariah bergerak dalam sektor yang penuh rasa
aman dan jauh dari resiko dan spekulasi.
- Meciptakan iklim pertumbuhan dan investasi. Dan inilah tujuan utama dan
khusus dari keberadaan bank syariah.18
Atas dasar prinsip dan fungsi yang penulis sebutkan di atas inilah, sebuah bank
syariah akan berkreasi untuk mengeluarkan produk-produk jasanya. Apakah itu
berupa kartu kredit syariah, giro, tabungan, deposito, penjualan valas, piutang
murâbahah dan lain sebagainya. Yang kesemua produk jasa tersebut tidak lepas dari
prinsip-prinsip akad yang sesuai syariah, semisal prinsip mudhârabah, murâbahah,
istishnâ‘, salam, wadî‘ah, wakâlah, ijârah dan seterusnya.
Secara garis besar produk pembiayaan dan jasa perbankan syariah terbagi ke
dalam lima kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu:
16 Achmad Baraba, op. cit. hal. 4 17 Loc. cit. 18 Dr. Mahmud Irsyid, op. cit. lihat [9] hal. 16
1. pembiayaan dengan prinsip pinjaman kebajikan dan lunak yaitu al qardh al
hasan.
2. pembiayaan dengan prinsip jual beli, yaitu murâbahah, salam, salam paralel,
istishnâ‘ dan istishnâ‘ paralel.
3. pembiayaan dengan prinsip sewa, yaitu ijârah dan ijârah muntahiyah bi al tamlîk.
4. pembiayaan dengan prinsip bagi hasil, yaitu musyârakah dan mudhârabah.
5. pembiayaan dengan prinsip akad pelengkap (jasa keuangan),
yaitu hiwâlah, rahn, wakâlah dan kafâlah.
Dalam penjabarannya di Indonesia, bentuk kegiatan bank syariah agar sesuai
dengan prinsip operasionalnya kemudian diatur dalam Pasal 36–37 PBI
6/24/PBI/2004. Agar memudahkan pemahaman, secara garis besar kegiatan usaha
perbankan syariah meliputi sembilan fungsi:19
1. Penghimpunan dana
Melakukan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
(giro dan tabungan berdasar prinsip wadî‘ah) serta investasi (giro, tabungan
dan deposito berdasar prinsip mudhârabah).
2. Penyaluran dana (langsung dan tidak langsung)
Pembiayaan langsung (berdasar prinsip jual beli, bagi hasil, sewa menyewa
dan pinjam meminjam) serta tidak langsung/indirect finance (Bank Garansi,
Letter of Credit).
3. Jasa pelayanan perbankan
Jasa pelayanan perbankan berdasarkan wakâlah, hiwâlah, kafâlah dan rahn.
Menyediakan tempat menyimpan barang dan surat-surat berharga
berdasarkan prinsip wadî‘ah yad amânah (Safe Deposit Box).
Melakukan kegiatan penitipan, termasuk penatausahaannya untuk
kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak dengan prinsip wakâlah
(kustodian).
4. Berkaitan surat berharga
Membeli, menjual dan/atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak
ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata (underlying transaction)
berdasarkan prinsip syariah. Membeli surat berharga berdasarkan prinsip
syraih yang diterbitkan Pemerintah dan/atau BI (SWBI). Menerbitkan surat
berharga berdasarkan prinsip syariah.
5. Lalu lintas keuangan dan pembayaran
Money transfer, inkaso, kartu debet/charge card, valuta asing (sharf).
6. Berkaitan pasar modal
Wali amanat (wakâlah).
7. Investasi
19 Peri Umar Farouk, Kelembagaan, Operasional & Pengembangan Produk Bank Syariah, dari situs:
http://omperi.wikidot.com/
Penyertaan modal di bank atau perusahaan lain bidang keuangan berdasarkan
prinsip syariah, seperti: sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek,
asuransi serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan.
Penyertaan modal sementara berdasarkan prinsip syariah untuk mengatasi
akibat kegagalan pembiayaan dengan syarat harus menarik kembali
penyertaannya dengan ketentuan sebagaimana ditetapkan BI.
8. Dana pensiun
Pendiri dan pengurus dana pensiun (DPLK) berdasarkan prinsip syariah.
9. Sosial
Penerima dan penyalur dana sosial (Zakat, Infak, Shadaqah, Wakaf, Hibah).
Kemudian setelah masuk dalam kancah perbankan, prinsip-prinsip
operasional tadi akan menjadi lebih variatif. Secara praktik, dapat kita lihat bentuk
produk dan jasa perbankan berikut prinsipnya dalam tabel versi Achmad Baraba
ini:20
Produk /Jasa Prinsip Syariah
Giro Wadî‘ah yad amânah
Tabungan Wadî‘ah yad amânah mudhârabah
Deposito / rekening investasi bebas Mudhârabah
Rekening investasi tidak bebas penggunaan Mudhârabah muqayyadah
Investasi Mudhârabah Mudhârabah
Investasi Musyârakah Musyârakah
Piutang Murâbahah Murâbahah tidak tunai
Investasi assets untuk disewakan Ijârah
Pengadaan barang untuk dijual atau dipakai sendiri
Salam atau istishnâ‘
Bank garansi Kafâlah
Transfer, inkaso, L/C, dll. Wakâlah
Safe deposit box Wadî‘ah yad amânah
Surat berharga Mudhârabah
Jual beli Valas Sharf
Akan tetapi, terkait produk-produk investasinya, bank-bank syariah
sebaiknya lebih menekankan pada aspek manfaat dan mudharatnya, tidak sekedar
halal dan haram. Dapat dikatakan, tidak selalu cakupan produk yang lebih sedikit
dari bank-bank syariah, kemudian dikatakan bahwa pelayanan bank syariah jelek
atau lebih buruk. Akan tetapi, bila itu adalah suatu bentuk tanggungjawab bank
syariah atas prinsip manfaat, maka itu jauh lebih baik. Contoh kecil yang menjadi
20 Achmad Baraba, op. cit. hal. 6
kontroversi adalah persoalan kartu kredit bank syariah. Toh notabenenya kartu
kredit bisa mengajak masyarakat untuk bertindak konsumtif, yang berseberangan
dengan tujuan awal bank syariah sebagai penggiat investasi dana masyarakat. Dan
untuk persoalan kartu kredit syariah ini diperlukan kajian lebih lanjut, yang belum
bisa dibahas dalam makalah ini.
F. Kontrol dan Pengawasan Bank Syariah
Karena bank syariah merupakan pengejawantahan hukum-hukum Islam di
bidang ekonomi, maka diperlukan sebuah lembaga khusus yang bertugas
mengawasi dan mengontrol aktivitas perbankan syariah. Lembaga tersebut
dimaksudkan agar kegiatan dan produk bank tetap berada di lajur syariat dan
ajaran Islam. Untuk keperluan tersebut dibentuklah dua lembaga kontrol, Dewan
Pengawas Syariah dan Dewan Syariah Nasional.
Peran utama Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah mengawasi jalannya
operasional bank sehari-hari agar tidak keluar dari rambu-rambu syariah. DPS harus
membuat pernyataan secara berkala (biasanya tiap tahun) bahwa bank yang diawasi
telah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah. Pernyataan ini dimuat dalam
laporan tahunan (annual report) bank yang bersangkutan.
Tugas lain DPS adalah meneliti dan membuat rekomendasi produk baru dari
bank yang diawasinya. Dengan demikian, DPS bertindak sebagai penyaring
pertama sebelum suatu produk diteliti kembali dan difatwakan oleh Dewan Syariah
Nasional.
Namun seiring dengan laju pertumbuhan bank syariah, jumlah Dewan
Pengawas Syariah pun melonjak. Di satu sisi, perkembangan tersebut patut
disyukuri, namun di sisi lain, dikhawatirkan terdapat perbedaan fatwa antar DPS
mengenai suatu produk bank. Karena itu diperlukan sebuah lembaga berotoritas
yang menaungi dan menyatukan suara DPS-DPS tersebut. Lembaga ini kemudian
dikenal sebagai Dewan Syariah Nasional (DSN).
Dewan Syariah Nasional dibentuk tahun 1997 sebagai hasil rekomendasi
Lokakarya Reksadana Syariah pada bulan Juli di tahun yang sama. Fungsi utama
DSN adalah mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah agar sesuai
dengan syariah Islam. Untuk kepentingan tersebut, DSN membuat garis panduan
produk syariah yang disarikan dari sumber-sumber hukum Islam. Garis panduan
tersebut menjadi pedoman pengawasan bagi DPS dan pengembangan produk bank
terkait. Selain itu, DSN juga berwewenang untuk merekomendasikan ulama-ulama
yang akan ditugaskan sebagai DSN pada suatu lembaga keuangan syariah.
Sebagai cerminan otoritas, DSN dapat memberikan teguran kepada lembaga
keuangan syariah Jika lembaga yang bersangkutan dinilai menyimpang dari garis
panduan yang telah ditetapkan. Hal ini dilakukan jika DSN telah menerima laporan
dari DPS pada lembaga yang bersangkutan.
Jika teguran yang disampaikan tidak diindahkan, DSN dapat mengusulkan
kepada otoritas yang berwewenang, seperti Bank Indonesia dan Departemen
Keuangan, untuk memberikan sanksi agar perusahaan tersebut tidak
mengembangkan lebih jauh tindakan-tindakannya yang tidak sesuai dengan
syariah.21
G. Bank Syariah; Antara Harapan dan Tantangan
Berdasarkan laporan bulanan Bank Indonesia, secara statistik perkembangan
bank syariah cukup menggembirakan. Indikasinya terlihat dari adanya
kecenderungan untuk terus meningkat, baik dari segi penghimpunan dana oleh
bank —berupa tabungan, deposito dsb.—maupun dari sisi pembiayaan.
Kecenderungan ini meningkat pelan tapi pasti. Yang bila diperbandingkan terlihat
selisih yang cukup signifikan. Dilihat dari sejak tahun 2005, total pendapatan yang
diperoleh bank syariah ada sebesar Rp. 2,205 T. Dan hingga bulan Juni 2009 ini, total
pendapatan yang berhasil dibukukan selalu mengalami peningkatan. Untuk bulan
Juni sendiri total pendapatan yang diraih sebesar Rp. 4,383 T.22 Ada peningkatan
hingga dua kali lipat dalam 4 tahun. Dan peningkatan ini, sebagaimana dilaporkan
bank Indonesia, terjadi dalam semua sektor. Baik itu dari sisi kuantitas, maupun
kualitas.
Tak heran bila kemudian, perkembangan bank syariah ini menjadi fenomena
menarik di kalangan akademisi maupun praktisi sejak 20 tahun terakhir ini. Bahkan
IMF pun turut serta melakukan kajian atas praktek perbankan syariah sebagai solusi
alternatif sistem keuangan internasional.23 Sebagaimana kita tahu, belakangan ini
baru saja terjadi gejolak ekonomi internasional yang menimbulkan resesi ekonomi.
Dan seperti yang dikatakan oleh para pakar perbankan, hal ini terjadi tak lain karena
besarnya volume transaksi derivatif yang tak seimbang dengan transaksi riil. Maka,
terjadilah fenomena pecahnya bubble gum economic.
Harapan banyak kalangan akan keberadaan bank syariah ini, tentu saja tak
lepas dari beberapa keunggulan dan manfaat yang telah dihasilkannya. Bahkan,
dilihat dari sisi konsep—seperti yang penulis telah sebut di atas, dapat kita
perkirakan bagaimana aman dan menguntungkannya berbisnis dengan bank
syariah. Selanjutnya, menurut penulis, manfaat yang dapat diberikan oleh bank
syariah, tidak jauh dari manfaat yang akan diperoleh karena penerapan sistem
ekonomi Islam. Karena, menurut pandangan penulis, apa yang menjadi dasar dan
prinsip operasional bank syariah adalah sistem ekonomi Islam. Lebih jauh, bahkan
dapat dikatakan bahwa keberadaan bank syariah, tak lain adalah instrumen awal
penerapan sistem ekonomi ilahiyah ini.
21
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta, 2001, hal.33 22 Bank Indonesia, Statistik Perbankan Syariah (Islamic Banking Statistics), June 2009, hal. 17 23 Ibid. hal. 1
Terkait manfaat penerapan sistem ekonomi Islam, maka penulis sebutkan
beberapa hal, diantaranya ada tiga hal utama yang akan terjadi bila sistem ekonomi
Islam ini berhasil diterapkan.
a. Terciptanya gerak roda ekonomi yang lebih stabil, berbasis sektor ekonomi riil.
b. Terwujudnya iklim ekonomi dunia yang bebas inflasi dan terkendali.
c. Hilangnya kesenjangan sosial yang akut, karena distribusi kekayaan yang adil.
Lantas, di mana posisi bank syariah? Bank syariah, sebagaimana penulis
singgung sebelumnya, akan bertindak selaku instrumen awal penerapan sistem
ekonomi Islam ini. Mulanya bank syariah hanya akan menjadi lembaga
intermediasi, yang lama kelamaan akan menjadi batu loncatan menuju sistem
ekonomi makro Islam. Dan ini adalah tugas berat dan misi jangka panjang dari
tujuan utama pendirian perbankan syariah.
Lebih spesifiknya, moderator milis ekonomi syariah, A. Nizami menuliskan
beberapa contoh dan langkah-langkah strategis yang bisa diambil oleh perbankan
syariah, diantaranya menjadikan bank syariah sebagai agen dinar dan dirham.24
Atau bisa juga menjadi agen ukhuwah dan dakwah kepada masyarakat, salah
satunya dengan membuat corporate blog.25
Adapun mengenai sisi negatif, penulis tidak dapat menemukannya dari sisi
konsep. Karena jelas, bahwa apa yang disarikan dalam bentuk praktik perbankan
syariah ini adalah konsep ekonomi Islam yang nyata-nyata adil, membawa manfaat
dan sesuai fitrah. Akan tetapi, meski dari sisi konsep telah sempurna, agaknya kita
juga tidak bisa begitu saja berlepas tangan akan masa depan bank syariah ini. Tak
lain karena secara fakta dan fenomena yang terjadi, masih banyak masyarakat yang
justru phobia dengan adanya bank syariah ini. Ada pula sikap-sikap apatis dan
suara negatif terkait keberadaan bank syariah ini. Beberapa tantangan—penulis
menyebutnya demikian, bagi bank syariah saat ini antara lain:
a. Resiko reputasi dan image yang masih terikat erat dengan bank konvensional,
semisal antara profit sharing dan bunga.
b. Penyakit sharia phobia masyarakat yang bisa semakin menjadi-jadi.
c. Kinerja perbankan syariah itu sendiri.
d. Bentuk sosialisasi yang cenderung eksklusif dan atau kurang logis, misalkan
statemen seperti, adanya bank syariah adalah sebagai jawaban atas haramnya
riba.
e. Belum adanya sistem rujukan yang independen dan masih tergantung pada
perhitungan berdasar tingkat suku bunga atau market rate, yang notabenenya
adalah sistem konvensional.
f. Konsistensi dan kesesuaian perbankan syariah dengan kata ‘syar’i’-nya yang
mencakup sisi teori — konsep, vis dan misi, tujuan, landasan operasional, 24 A. Nizami, Bank Syariah – Lebih dari Sekedar Bank!, dari situs: http://infoindonesia.wordpress.com/ 25
Wim Permana, S. Kom, Memanfaatkan Corporate Blog untuk Bank Syariah, dari situs: http://wimkhan.wordpress.com/
dll— maupun sisi praktik —kelembagaan, produk dan jasa, laporan
keuangan, dll.
Dari keenam contoh tantangan ini, penulis mengambil kesimpulan bahwa,
apa yang sekarang ini menjadi tantangan sejatinya ada dua sektor; internal meliputi
kinerja bank syariah, produk, layanan, kebijakan strategis, dsb. Dan sisi eksternal
yang meliputi undang-undang, pemerintah, masyarakat, dsb. Dan perjuangan dari
kedua sisi ini, jujur harus diakui tidaklah mudah. Apalagi kita harus akui bersama,
bahwa saat ini ekonomi kapitalis-lah yang sedang mendominasi. Tidak saja dalam
bentuk sistem, tapi juga dalam pemikiran dan kebudayaan.
Maka, menjadi tugas kita bersama untuk saling bahu membahu, bersama kita
majukan perbankan syariah sebagai instrumen awal pembentukan sistem ekonomi
makro Islam. Bisa melalui kegiatan ekonomi praktik kita, ataupun dengan dakwah
lingkungan. Dan Indonesia, memiliki potensi dan prospek yang sangat cerah soal
itu, Insya Allah.
Wa’lLâhu a‘lam bi’l shawâb.
DAFTAR PUSTAKA
1. Antonio, Muhammad Syafi’i, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Gema Insani Press,
cet. 1, Jakarta, 2001.
2. Irsyid, Dr. Mahmud Abdul Karim Ahmad, al Syâmil fî Mu‘âmalât wa ‘Amaliyyât al
Mashârif al Islâmiyyah, Dâr al Nafâ’is, ‘Ammân, 2001.
MAKALAH DAN JURNAL
1. Octaviana, Citra, S.E., Potret Perbankan Syariah di Indonesia, Buletin Ekonomika dan
Bisnis Islam, ed. IV/VII, Laboratorium Ekonomika dan Bisnis Islam (LEBI) FEB
UGM.
2. Zainal Arifin MBA, Bank Syariah versus Bank Konvensional, makalah tertanggal 17
Juni 2002, dari situs: http://www.tazkia.com.
3. Achmad Baraba, Prinsip Dasar Operasional Perbankan Syariah, kumpulan artikel Bank
Indonesia.
4. Bank Indonesia, Statistik Perbankan Syariah (Islamic Banking Statistics), June 2009.
WEBSITE
1. http://go-blog-go.blog.friendster.com/
2. http://en.wikipedia.org/
3. http://republika.co.id/
4. http://www.bi.go.id/
5. http://omperi.wikidot.com/
6. http://infoindonesia.wordpress.com/
7. http://wimkhan.wordpress.com/