BUTON NATURAL ASPAL (BNA) SEBAGAI BAHAN TAMBAH PADA
ASPAL BETON CAMPURAN PANAS MENGATASI DEFORMASI
AKIBAT BEBAN RODA
Eggi Luftiawan, Sigit Pranowo Hadiwardoyo
Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia
Fakultas Teknik Kampus UI Depok 16424, Indonesia
E-mail : [email protected] ; [email protected]
Abstrak
Kerusakan jalan dapat diawali oleh adanya keretakan pada lapis permukaan. Pengaruh dari alur roda kendaraan
menjadi salah satu penyebab keretakan atau deformasi alur roda kendaraan. Dengan menggunakan bahan additive
pada campuran aspal beton sebagai salah satu yang dapat mengurangi kerusakan jalan tersebut. Penelitian ini
membahas pengaruh deformasi pada campuran aspal dengan penambahan Buton Natural Aspal terhadap aspal pen
60/70 untuk campuran laston AC-WC. Penambahan additive sebesar 20%dan 30% telah dilakukan. Benda uji untuk
pengujian marshall standar, marshall immersion dan uji deformasi dengan Wheel Tracking Machine pada kadar
aspal optimum 5.5%. Beberapa pengujian untuk mengetahui pengaruh temperature telah digunakan suhu 300C dan
600C dan jumlah 1260 lintasan tiap benda uji. Berdasarkan hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa
penggunaan bahan additive BNA telah menunjukkan adanya ketahanan campuran aspal beton akibat temperature.
Kata kunci : Deformasi alur roda, aspal beton, buton, temperatur
Abstract
Road damage can be initiated by the presence of cracks in the surface layer. Influence of groove wheel vehicle to be
one cause cracking or deformation of grooves wheel vehicle. By using additive materials in asphalt concrete mix as
one that can reduce the damage to the road. This study discusses the effect of deformation on he asphalt mixture
with theaddition of Buton Natural Asphalt to asphalt mix laston pen 60/70for AC-WC. The addition of the additive
by 20% and 30% have done. Specimens for testing standar marshall, marshall immersion and deformation test with
Wheel Tracking Machine at optimum bitumen content 5.5%. Some testing to determine the effect of temperature has
been used a temperature of 300C and 600C and the number of 1260 trajectories for each test specimen. Based on the
test results, we can conclude that the use of additive materials BNA have shown resilience mix asphalt concrete due
to temperature.
Keyword : rutting deformation, asphalt concrete, buton, temperature
Buton natural..., Eggi Luftiawan, FT UI, 2013
1. PENDAHULUAN
Dewasa ini perkembangan dan pertumbuhan penduduk sangat pesat, seiring
dengan hal tersebut mengakibatkan peningkatan mobilitas penduduk yang tinggi,
sehingga muncul banyak kendaraan-kendaraan atau alat transportasi di jalan raya yang
melintas, salah satu prasarana transportasi adalah jalan yang merupakan kebutuhan pokok
dalam kegiatan masyarakat. Dengan melihat peningkatan mobilitas penduduk yang
sangat tinggi dewasa ini maka diperlukan peningkatan baik kuantitas maupun kualitas
jalan yang memenuhi kebutuhan masyarakat. Aspal sebagai bahan untuk konstruksi jalan
sudah lama dikenal dan digunakan secara luas dalam pembuatan jalan. Penggunaannya
pun di Indonesia dari tahun ke tahun makin meningkat. Dengan banyaknya persediaan
asbuton di Indonesia, selain itu aspal beton dapat juga dimodifikasi dengan BNA (Buton
Natural Asphalt), dimana kandungan mineral yang relative lebih rendah, BNA dapat
digunakan sampai 25 % dalam campuran aspal, sehingga memungkinkan penyerapan
Asbuton bisa lebih tinggi, sejalan dengan program pemerintah untuk terus meningkatkan
penggunaan Asbuton. BNA (Buton Natural Asphalt), adalah hasil pemurnian Asbuton
dengan kadar bitumen 55-60% yang memungkinkan hal -hal positif dari Asbuton dapat
dioptimalkan (Aston Adhi Jaya,2010). Pengujian Wheel Tracking atau uji alur roda
dimaksudkan untuk mengetahui ketahanan lataston terhadap perubahan bentuk atau
deformasi akibat pembebanan dinamis pada suhu tinggi. Hasil pengujian benda uji adalah
stabilitas dan keadaan alur yang dihitung yaitu stabilitas dinamis (DS) (banyaknya
lintasan/mm), dimana beban roda bergerak maju mundur melintas diatas benda uji yang
dibuat berupa lapisan perkerasan beraspal. Ketahanan suatu campuran perkerasan
beraspal terhadap Deformasi Permanen berupa alur dapat dievaluasi setelah dilalui
sejumlah lintasan atau laju deformasi (rate of deformation) dalam mm/menit (Shell
2003).
Buton natural..., Eggi Luftiawan, FT UI, 2013
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Aspal
Bitumen adalah zat perekat (Cementitious) berwarna gelap atau hitam, yang dapat
diperoleh di alam ataupun hasil produksi. Aspal didefinisikan sebagai material berwarna
hitam atau coklat tua, pada temperatureruang berbentuk padat (bersifat viscous) sampai
semi padat. Jika dipanaskan sampai suatu temperatur tertentu aspal dapat menjadi lunak
(bersifat liquid), sehingga dapat membungkus partikel agregat pada waktu pembuatan
aspal beton. Jika temperatur mulai turun, aspal mengeras dan mengikat agregat pada
tempatnya. Karena itulah aspal disebut termoplastis.(Sukirman, 1999). Aspal keras dapat
dibedakan berdasarkan nilai penetrasimya, AASHTO membagi aspal keras dalam 5
kelompok aspal keras yaitu aspal 40-50, aspal 60-70, aspal 120-150, dan aspal 200-300.
2.2 Agregat
Agregat pada awalnya ( ASTM C58-28 ) diartikan sebagai bahan umtuk
konstruksi yang keras bila dicampurkan dengan massa konglomer membentuk beton,
mastic atau bahan adukan lain. Woods ( 1948 ), agregat dari pasir, gravel, batu pecah,
slag atau material lain dari komposisi mineral, digunakan campuran dengan bahan
pengikat untuk membentuk beton aspal dan beton semen. Komponen utama dalam
struktur perkerasan jalan adalah agregat, yaitu 90-95% dari berat total campuran, atau 75
% sampai 85 % dari volume campuran (The Asphalt Institute, 1983). Agregat adalah
sekumpulan butir-butir batu pecah, kerikil, pasir atau mineral lainnya berupa hasil alam
atau buatan (Departemen Pekerjaan Umum – Direktorat Jendral Bina Marga. 1998),
sedangkan menurut (Harold N. Atkins, PE. 1997) Agregat adalah partikel mineral yang
berbentuk butiran-butiran yang merupakan salah satu penggunaan dalam kombinasi
dengan berbagai macam tipe mulai dari sebagai bahan material di semen untuk
membentuk beton, lapis pondasi jalan, material pengisi, dan lain-lain. Sedangan secara
umum agregat didefinisikan sebagai formasi kulit bumi yang keras dan padat (Silvia
Sukirman, 2003)
Buton natural..., Eggi Luftiawan, FT UI, 2013
2.3 Buton Natural Asphalt (BNA)
BNA (Buton Natural Asphalt) (sumber PT. Aston Adhi Jaya) , adalah hasil
pemurnian Asbuton dengan kadar bitumen 55 -60% yang memungkinkan hal – hal positif
dari Asbuton dapat dioptimalkan. Bitumen yang dikenal luas berkualitas unggul dan
bersifat instan yang mampu membentuk komposit dengan aspal minyak, menghasilkan
kualitas bitumen yang lebih tinggi. Bitumen BNA mempunyai titik lembek dan daya
edhesi tinggi akan menaikan stabilitas dinamis campuran dan mengurangi kemungkinan
reveling. Kandungan filler hirophobic dalam jumlah yang o ptimal serta tersebar merata
dalam BNA akan membentuk mastic aspal yang kuat dan lebih kedap air diharapkan
menaikan ketahanan campuran terhadap pengaruh negative air. Dengan karakteristik
tersebut BNA sangat cocok digunakan sebagai modifier aspal minyak. Dengan
Kandungan mineral yang relative rendah, BNA dapat digunakan sampai 25 % dalam
campuran aspal sehingga memungkinkan penyerapan Asbuton yang lebih tinggi.
2.4 Pengujian Marshall
Uji Marshall bertujuan untuk menentukan Stabilitas dan Kelelehan Pengujian
stabilitas dan kelelehan bertujuan untuk mengukur daya tahan dan perubahan bentuk
(deformasi) vertical akibat pembebanan. Hasil pengujian ditabelkan, diadakan analisa
sifat-sifat Marshall tiap-tiap campuran, untuk kemudian dicari kadar aspal optimum
dari tiap campuran yang memenuhi kriteria campuran panas aspal beton berdasarkan
peraturan Bina Marga edisi 2005. Setelah didapat aspal optimum membandingkan
hasil pengujian dengan persyaratan, dapat ditentukan persentase aspal yang optimum.
Pengujian Marshall adalah pengujian terhadap benda uji untuk menentukan nilai kadar
aspal optimum dan karakteristik campuran dengan cara mengetahui nilai Stabilitas,
Kelelehan dan Marshall Quotient. Dalam metode tersebut terdapat 3 parameter penting
dalam pengujian tersebut, yaitu beban maksimum yang dapat dipikul benda uji sebelum
hancur atau sering disebut dengan Marshall Stability dan defomasi permanen dari benda
uji sebelum hancur.
Buton natural..., Eggi Luftiawan, FT UI, 2013
3. METODE PENELITIAN
3.1 Hasil pengujian karakteristik Agregat
Material agregat terdiri dari agregat kasar, medium dan halus. Hasil dari
pengujian kualitas material tersebut sangat menentukan kinerja campuran yang
dihasilkan.
Tabel 1 Hasil pengujian agregat
No Pengujian Hasil Uji
Persyaratan Metode Uji Keterangan
Min Maks a.Agregat Kasar
1 Penyerapan (%) 2.4 - 3 SNI 03-1969-1990
Memenuhi a.Berat jenis bulk 2.52 2.5 - b. Berat jenis SSD 2.58 2.5 - c. Berat jenis semu 2.68 2.5 - 2 Abrasi dengan
mesin Los Angeles (%)
18.82 - 40 SNI 2417:2008 Memenuhi
3 Kelekatan agregat terhadap Aspal (%)
98 95 99 SNI 03-2439-1991
Memenuhi
4 Partikel Pipih - 10 RSNI T 01-2005
Memenuhi 5 Partikel Lonjong - 10 Memenuhi 6 Material lolos
Ayakan No.200 0.9 - 1 SNI 034142-
1996 Memenuhi
b.Agregat Medium 1 Penyerapan (%) 2.44 - 3 SNI 03-1969-
1990 Memenuhi
a.Berat jenis bulk 2.52 2.5 - b. Berat jenis SSD 2.59 2.5 - c. Berat jenis semu 2.69 2.5 - 2 Abrasi dengan
mesin Los Angeles (%)
22.12 - 40 SNI 2417:2008 Memenuhi
3 Material lolos Ayakan No.200
0.7 - 1 SNI 034142-1996
Memenuhi
c.Agregat Halus 1 Penyerapan (%) 2.04 - 3 SNI 03-1969-
1990 Memenuhi
2 a.Berat jenis bulk 2.53 2.5 - b. Berat jenis SSD 2.58 2.5 - c. Berat jenis semu 2.66 2.5 - 3 Nilai Setara air 66.38 50 - SNI 03-4428-
1997 Memenuhi
4 Material lolos Ayakan No.200
7.6 8 SNI 03-4428-1997
Memenuhi
Buton natural..., Eggi Luftiawan, FT UI, 2013
3.2 Hasil pengujian karakteristik Aspal Caltex
Pemeriksaan aspal Caltex yang digunakan benar adalah aspal yang memenuhi
spesifikasi Aspal ini akan digunkan sebagai bahan dasar pengujian.
Table 2 Hasil pengujian Aspal Caltex
No. Jenis Pengujian Hasil uji
Persyaratan Keterangan Metode Pengujian Min Max
1 Penetrasi, 25 °C; 100 gr; 5 detik; 0.1 mm
64.56 60 - Memenuhi SNI 06-2456-1991
2 Titik Lembek, °C 48.00 48 - Memenuhi SNI 06-2434-1991
3 Titik Nyala, °C 297.00 200 - Memenuhi SNI 06-2433-1991
4 Berat Jenis 1.005 1 - Memenuhi SNI 06-2411-1991
5 Daktalitas; 25°C;cm
>110 100 - Memenuhi SNI 06-2432-1991
6 Kelarutan dalam trichlor Ethylen; % berat
99.00 99 - memenuhi SNI 06-2438-1991
7 Penurunan berat dengan TFOT; % berat
0.0062 - 0.8 Memenuhi SNI 06-2440-1991
8 Penetrasi setelah penurunan berat; 0,1 mm; % asli
54 54 - Memenuhi SNI 06-2456-1991
Buton natural..., Eggi Luftiawan, FT UI, 2013
3.3 Hasil pengujian Aspal Modifikasi BNA
Pengujian aspal modifikasi juga dilakukan untuk mengetahui karakteristik masing
masing campuran aspal modifikasi. Hasil pengujian karakteristik aspal campuran
Tabel 3 Hasil pengujian Aspal Modifikasi
No. Jenis Pengujian Metode Pengujian
BNA Blend (80/20)
BNA Blend (75/25)
BNA Blend (70/30)
BNA Blend (60/40)
Spec. Binamarga
(Aspal Alam
Modifikasi) 1 Penetrasi, 25 °C;
100 gr; 5 detik; 0.1 mm
SNI 06-2456-1991
56.94 51.11 50.94 38.17 40-55
2 Titik Lembek, °C SNI 06-2434-1991
50.50 51.00 52.00 53.00 Min 55
3 Titik Nyala, °C SNI 06-2433-1991
309.0 296.0 275.0 265.0 Min225
4 Titik Bakar ,°C 319.0 309.0 286.0 281.0 5 Berat Jenis SNI 06-2411-
1991 1.08 1.11 1.13 1.20 Min 1
6 Daktalitas; 25°C;cm
SNI 06-2432-1991
75.40 69.00 52.17 51.77 Min 50
7 Kelarutan dalam trichlor Ethylen; % berat
SNI 06-2438-1991
91.00 90.00 80.00 65.50 Min 90
8 Penurunan berat dengan TFOT; % berat
SNI 06-2440-1991
0.3900 0.6500 0.9400 1.2000 Max 2
9 Penetrasi setelah penurunan berat; 0,1 mm; % asli
SNI 06-2456-1991
46.50 45.22 40.89 33.33 Min 55
Buton natural..., Eggi Luftiawan, FT UI, 2013
3.4 Hasil pengujian Marshall
a. Marshall standar
Tabel 4 Hasil Pengujian Marshall standar pada KAO 5.5 % KADAR
ASPAL DENSITY VITM VMA VFWA STABILITAS FLOW MQ
% Gram/Cm3 % % % KG MM KG/
MM 1 2 3 4 5 6 7 8
Marshall
Aspal murni
5.5 2.289 3.82 16.06 76.20 1317.46 3.14 419.57
5.5 2.276 4.35 16.52 73.67 1346.62 3.45 390.33
5.5 2.288 3.85 16.08 76.06 1444.60 3.17 455.71
Rata-Rata
5.50 2.285 4.01 16.22 75.31 1369.56 3.25 420.97
Marshall
Aspal BNA
20
5.5 2.293 3.82 15.92 76.01 1737.18 3.20 542.87
5.5 2.285 4.16 16.21 74.36 1631.76 3.12 523.00
Rata-Rata
5.50 2.289 3.99 16.06 75.18 1684.47 3.16 533.06
Marshall
Aspal BNA
30
5.5 2.299 3.63 15.68 76.86 2040.17 3.10 658.12
5.5 2.283 4.33 16.29 73.42 1989.41 3.16 629.56
Rata-Rata
5.50 2.291 3.98 15.99 75.14 2014.79 3.13 643.70
SPESIFIKASI BARU BERDASARKAN SPEK. UMUM BINAMARGA EDISI JANUARI 2010
LASTON WC
MIN. 3.5 15 65 1000 3 300 MAKS. 5.5 - - - 4.5 450
Hasil pengujian marshall standar (rendam 30 menit)dalam tabel diatas
menunjuukkan ketiga jenis campuran menggunakan KAO yang sama yaitu 5.5% dimana
Buton natural..., Eggi Luftiawan, FT UI, 2013
hasilnya memenuhi persyaratan Departemen Pekerjaan Umum 2010,hasil pengujian
analisa seperti density,VITM,VMA ,VFWA,stabilitas flow dan MQ seperti dibawah ini :
Nilai stabilitas dari ketiga jenis campuran terlihat perbedaan yang cukup jauh,untuk nilai
stabilitas Dalam campuran AC-WC Pen 60/70 yaitu 32.02 % terhadap campuran BNA
30% sedangkan nilai stabilitas BNA 20% sebesar 14.39% terhadap campuran BNA 30%
Perbedaan tersebut disebabkan kandungan hydrophobic dalam jumlah yang optimal serta
tersebar merata dalam BNA akan membentuk mastic aspal menjadi lebih kuat.
Nilai kelehan pada campuran BNA 20% yaitu 2.77 % dibanding aspal murni sedangkan
dalam campuran BNA 30% yaitu 3.69% dibanding aspal murni.Campuran yang
mempunyai nilai kelelahan lebih rendah pada kadar aspal optimum memiliki daya tahan
terhadap deformasi yang lebih baik dan campuran tersebut lebih kaku.
b. Marshall immersion
Tabel 5 Hasil Pengujian Marshall immersion pada KAO 5.5 %
KADAR ASPAL
DENSITY VITM VMA VFWA STABILITAS FLOW MQ % Gram/Cm
3 % % % KG MM KG/M
M 1 2 3 4 5 6 7 8
Marsall Imersion
Aspal murni
5.5 2.290 3.80 16.04 76.32 1238.23 3.25 380.99 5.5 2.282 4.11 16.31 74.79 1198.38 3.12 384.09 5.5 2.286 3.94 16.16 75.63 1225.60 3.35 365.85
Rata-Rata 5.50 2.286 3.95 16.17 75.58 1220.74 3.24 376.77
Marshall Aspal
BNA 20 Imersion
5.5 2.296 3.70 15.81 76.58 1505.08 3.40 442.67 5.5 2.284 4.20 16.25 74.13 1526.42 3.16 483.04
Rata-Rata 5.50 2.290 3.95 16.03 75.36 1515.75 3.28 462.12 Marshall
Aspal BNA 30 imersion
5.5 2.305 3.40 15.48 78.03 1876.68 3.50 536.19 5.5 2.307 3.32 15.41 78.46 1823.33 3.10 588.17
Rata-Rata 5.50 2.306 3.36 15.44 78.24 1850.00 3.30 560.61 SPESIFIKASI BARU BERDASARKAN SPEK. UMUM BINAMARGA EDISI
JANUARI 2010 LAST
ON WC
MIN. 3.5 15 65 1000 3 300 MAKS. 5.5 - - - 4.5 450
Buton natural..., Eggi Luftiawan, FT UI, 2013
Hasil pengujian marshall immersion (rendaman 24 jam) dalam tabel diatas
menunjuukkan ketiga jenis campuran menggunakan KAO yang sama yaitu 5.5% dimana
hasilnya memenuhi persyaratan Departemen Pekerjaan Umum 2010,hasil pengujian
analisa seperti density,VITM,VMA ,VFWA,stabilitas flow dan MQ seperti dibawah ini :
a. Nilai stabilitas dari ketiga jenis campuran terlihat perbedaan yang cukup jauh,untuk
nilai stabilitas Dalam campuran AC-WC Pen 60/70 lebih kecil 34% terhadap campuran
BNA 30% sedangkan nilai stabilitas BNA 20% lebih kecil 18% terhadap campuran BNA
30% dengan penambahan BNA terhadap campuran maka nilai stabilitasnya akan semakin
tinggi
b. Nilai kelehan pada campuran BNA 20% yaitu lebih kecil 0.6 % dibanding campuran
BNA 30% sedangkan dalam aspal murni lebih kecil 1.8%% dibanding Campuran BNA
30%.
3.5 Indeks Stabilitas Marshall Sisa (IKS)
Persen stabilitas sisa = %100"30'24 x
stabstab
Ket : Stab 24’ = Nilai stabilitas marshall immersion yang di rendam 24 jam pada suhu 60oC Stab 30” = Nilai stabilitas marshall standar yang di rendam 30 menit pada suhu 60oC
Tabel 6 indeks stabilitas marshall sisa
Stabilitas
Marshall
Aspal Pen
60/70
Aspal
modif
BNA 20%
Aspal
modif
BNA 30%
Spesifikasi
Marshall
standar
1369.86 1684.47 2014.79
Marshall
Immersion
1220.74 1515.75 1850.00 >800 & >1000 Kg
IKS % 89.77% 90.09% 91.82%
Buton natural..., Eggi Luftiawan, FT UI, 2013
Grafik 1. Indek kekuatan sisa
3.6 Hasil pengujian Wheel Tracking Machine
Tabel 7 Hasil pengujian deformasi permanen pada suhu 30⁰ C
Waktu Passing Jenis benda uji Satuan suhu 30 ⁰ C suhu 30 ⁰ C
pen 60/70 70% + 30% BNA
pen 60/70 80% + 20% BNA
0 0 0.00 0.00 mm 1 21 0.25 0.22 mm 5 105 0.40 0.35 mm 10 210 0.48 0.42 mm 15 315 0.51 0.48 mm 30 630 0.57 0.56 mm 45 945 0.63 0.62 mm 60 1260 0.67 0.66 mm
Deformasi permanen 0.51 0.5 mm Kecepatan
Deformasi 0.0027 0.0027 mm/menit
Dinamis Stabilitas 15750.0 15750.0 lintasan/mm
Buton natural..., Eggi Luftiawan, FT UI, 2013
Tabel 8 Hasil pengujian deformasi permanen pada suhu 60⁰ C
Waktu Passing Jenis contoh uji Satuan suhu 60 ⁰ C suhu 60 ⁰ C
pen 60/70 70% + 30% BNA
pen 60/70 80% + 20% BNA
0 0 0.00 0.00 mm 1 21 0.83 0.63 mm 5 105 1.38 1.02 mm 10 210 1.70 1.23 mm 15 315 1.92 1.36 mm 30 630 2.40 1.64 mm 45 945 2.36 1.84 mm 60 1260 2.48 1.98 mm
Deformasi permanen 1.84 0.5 mm Kecepatan
Deformasi 0.0207 0.0093 mm/menit
Dinamis Stabilitas 2032.3 4500.0 lintasan/mm
4. ANALISA DAN PEMBAHASAN
1. Analisis Kinerja Ketahanan perubahan Deformasi modifikasi BNA 20% dan
BNA 30% pada suhu 30⁰ C dan suhu 60⁰ C
Grafik 2. Perubahan Deformasi
Buton natural..., Eggi Luftiawan, FT UI, 2013
Dari hasil pengujian yang terlihat dalam table 7 dan Gambar 2, nilai ketahanan
terhadap deformasi permanen pada suhu 300C campuran AC-WC modifikasi dengan
BNA 30% lebih tinggi dibanding menggunakan campuran AC-WC BNA 20% . Pada
lintasan ke 21 campuran AC-WC modifikasi BNA 30% terlihat mengalami deformasi
0.25 mm, sedangkan campuran AC-WC BNA 20% deformasinya 0.22 mm, terdapat
selisih deformasi sebesar 12 % lebih rendah campuran AC-WC modifikasi BNA 30%.
Begitu seterusnya sampai pada lintasan 1260, deformasi permanen untuk campuran AC-
WC modifikasi BNA 30% 0.67 mm, campuran AC-WC modifikasi BNA 20%
deformasinya 0.66 mm, selisihnya antara kedua campuran semakin besar yaitu 1.49 %,
berarti ketahanan terhadap deformasi permanen campuran AC-WC BNA 20% lebih besar
dibanding campuran AC-WC modifikasi campuran AC-WC BNA 30%
Dari hasil pengujian yang terlihat dalam Tabel 8, dan Gambar 2, nilai ketahanan
terhadap deformasi permanen pada suhu 600C campuran AC-WC modifikasi dengan
BNA 30% lebih tinggi dibanding menggunakan campuran AC-WC BNA 20% . Pada
lintasan ke 21 campuran AC-WC modifikasi BNA 30% terlihat mengalami deformasi
0.83 mm, sedangkan campuran AC-WC BNA 20% deformasinya 0.63 mm, terdapat
selisih deformasi sebesar 24.1 % lebih rendah campuran AC-WC modifikasi BNA 30%.
Begitu seterusnya sampai pada lintasan 1260, deformasi permanen untuk campuran AC-
WC modifikasi BNA 30% 2.8 mm, campuran AC-WC modifikasi BNA 20%
deformasinya 1.98 mm, selisihnya antara kedua campuran semakin besar yaitu 29.28 %,
berarti ketahanan terhadap deformasi permanen campuran AC-WC BNA 20% lebih besar
dibanding campuran AC-WC modifikasi campuran AC-WC BNA 30%
Buton natural..., Eggi Luftiawan, FT UI, 2013
2. Nilai Selisih Deformasi pada pengujian Wheel Tracking
Tabel 9 Nilai selisih deformasi
Jumlah lintasan
jenis campuran pen 60/70 70% + 30%
BNA, suhu 60 ⁰ C pen 60/70 70% +
30% BNA, suhu 30 ⁰ C
pen 60/70 70% + 20% BNA, suhu
60 ⁰ C
pen 60/70 70% + 20% BNA, suhu 30
⁰ C 0 0.00 0.00 0.00 0.00 21 0.83 0.25 0.63 0.22 105 0.55 0.15 0.39 0.13 210 0.32 0.08 0.21 0.07 315 0.22 0.03 0.13 0.06 630 0.48 0.06 0.28 0.08 945 0.37 0.06 0.20 0.06 1260 0.31 0.04 0.14 0.04
Grafik 3. Nilai selisih deformasi vs Lintasan
Dari hasil analisis data yang terdapat dalam tabel 9 diamati secara berurutan,
terdapat nilai selisih deformasi yang fluktuatif, yaitu pada lintasan 315 menuju lintasan
630, Lalu digabungkan dan dibandingkan dengan data sekunder (referensi) lainnya, baik
pengujian pada temperatur 60 ⁰C maupun 30 ⁰C terlihat karakteristiknya grafiknya sama.
Terjadinya evolusi selisih deformasi bisa terjadi akibat pengaruh dari VIM, VMA fraksi
Buton natural..., Eggi Luftiawan, FT UI, 2013
agregat dan susunan agregat dadalam campuran benda uji, dan apabila diamati
penyebaran gaya akibat pembebanan sebelum litasan 315, selisih deformasi yang terjadi
turun secara beraturan dengan adanya repetisi beban, adakalanya susunan agregat kasar
dalam campuran kemungkinan pada mulanya dalam posisi berdiri, akhirnya bisa menjadi
miring atau rebah. karena lapisan dibawahnya yang masih ada rongga (VIM) untuk bisa
bergerser kebagian samping ataupun bagian bawahnya. Pergerakan mekanik seperti itu
bisa menyebabkan selisih deformasi dari lintasan 315 menuju lintasan 630, lalu mulai
padat lagi benda uji tersebut, Selisih perubahan deformasi mulai mengecil lagi seperti
terlihat pada Grafik 3
3. Nilai perubahan Laju Deformasi
Tabel 10 perubahan laju deformasi
Jumlah lintasan
jenis campuran pen 60/70 70% + 30%
BNA, suhu 60 ⁰ C pen60/70 80% + 20% BNA, suhu 30 ⁰ C
pen60/7070%+30% BNA, suhu 60 ⁰ C
pen60/7080%+ 20% BNA, suhu 30 ⁰ C
0 0.00 0.00 0.00 0.00 21 0.039524 0.011905 0.030000 0.010476 105 0.006548 0.001786 0.004643 0.001548 210 0.003048 0.000762 0.002000 0.000667 315 0.002095 0.000286 0.001238 0.000571 630 0.001524 0.000190 0.000889 0.000254 945 0.001175 0.000190 0.000635 0.000190 1260 0.000984 0.000127 0.000444 0.000127
Nilai laju perubahan deformasi yang diperlihatkan dalam Tabel 10 bahwa
semakin banyak lintasan, semakin kecil nilai laju perubahan Hal ini merupakan akibat
dari beban yang melintasinya, semakin banyak beban yang melintasi perkerasan semakin
padat,rongga didalam campuran (VIM maupun VMA) semakin berkurang sehingga nilai
perubahan laju deformasi semakin kecilm perubahan tersebut dapat dilihat dalam grafik
dibawah ini
Buton natural..., Eggi Luftiawan, FT UI, 2013
Grafik 4 Laju deformasi pada suhu 30⁰ C
Grafik 5 Laju deformasi pada suhu 60⁰ C
Buton natural..., Eggi Luftiawan, FT UI, 2013
5. KESIMPULAN
a. Hasil dari pengujian material aspal berdasarkan karakteristik dan sifat-sifat aspal
dengan penambahan Kadar BNA dalam campuran akan mempengaruhi
karakteristik aspal campuran seperti penetrasi, daktilitas, titik nyala, titik bakar,
dan titik lembek. sehingga terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara aspal
Caltex Pen 60/70 dengan Bitumen Natural Asphalt (BNA), dimana BNA
difungsikan sebagai aditif aspal Pen 60/70, dengan penambahan aspal Pen 60/70
(80 %) + BNA (20 %), dan penambahan aspal Pen 60/70 (70 %) + BNA (30%)
dapat dijadikan campuran AC-WC Modified.
b. Berdasarkan hasil pengujian Marshall didapat nilai KAO dari masing – masing
hasil pengujian marshall dengan campuran AC-WC Pen 60/70 sebesar 5.5%,
aspal AC-WC campuran modifikasi Pen 60/70 (80 %) + BNA (20 %)sebesar
5.65%, aspal AC-WC campuran modifikasi Pen 60/70 (70 %) + BNA (30 %)
sebesar 5.75%, dari ketiga nilai KAO tersebut digunakan KAO aspal murni yaitu
5.5% sebagai acuan untuk pembuatan benda uji Wheel Tracking
c. Hasil Penguijian Wheel Tracking
1. Nilai perubahan deformasi
Dari hasil pengujian nilai ketahanan terhadap deformasi permanen pada
suhu 300C campuran AC-WC modifikasi dengan BNA 30% lebih tinggi
dibanding menggunakan campuran AC-WC BNA 20% . Pada lintasan ke 21
campuran AC-WC modifikasi BNA 30% terlihat mengalami deformasi 0.25 mm,
sedangkan campuran AC-WC BNA 20% deformasinya 0.22 mm, terdapat selisih
deformasi sebesar 12 % lebih rendah campuran AC-WC modifikasi BNA 30%.
Begitu seterusnya sampai pada lintasan 1260, deformasi permanen untuk
campuran AC-WC modifikasi BNA 30% 0.67 mm, campuran AC-WC
modifikasi BNA 20% deformasinya 0.66 mm, selisihnya antara kedua campuran
semakin besar yaitu 1.49 %, berarti ketahanan terhadap deformasi permanen
campuran AC-WC BNA 20% lebih besar dibanding campuran AC-WC
modifikasi campuran AC-WC BNA 30%. Nilai ketahanan terhadap deformasi
permanen pada suhu 600C campuran AC-WC modifikasi dengan BNA 30% lebih
Buton natural..., Eggi Luftiawan, FT UI, 2013
tinggi dibanding menggunakan campuran AC-WC BNA 20% . Pada lintasan ke
21 campuran AC-WC modifikasi BNA 30% terlihat mengalami deformasi 0.83
mm, sedangkan campuran AC-WC BNA 20% deformasinya 0.63 mm, terdapat
selisih deformasi sebesar 24.1 % lebih rendah campuran AC-WC modifikasi
BNA 30%. Begitu seterusnya sampai pada lintasan 1260, deformasi permanen
untuk campuran AC-WC modifikasi BNA 30% 2.8 mm, campuran AC-WC
modifikasi BNA 20% deformasinya 1.98 mm, selisihnya antara kedua campuran
semakin besar yaitu 29.28 %, berarti ketahanan terhadap deformasi permanen
campuran AC-WC BNA 20% lebih besar dibanding campuran AC-WC
modifikasi campuran AC-WC BNA 30%
2. Nilai selisih deformasi
Dari hasil analisis data diamati secara berurutan, terdapat nilai selisih
deformasi yang fluktuatif, yaitu pada lintasan 315 menuju lintasan 630, Lalu
digabungkan dan dibandingkan dengan data sekunder (referensi) lainnya, baik
pengujian pada temperatur 60 ⁰C maupun 30 ⁰C terlihat karakteristiknya
grafiknya sama. Terjadinya evolusi selisih deformasi bisa terjadi akibat pengaruh
dari VIM, VMA fraksi agregat dan susunan agregat dadalam campuran benda
uji, dan apabila diamati penyebaran gaya akibat pembebanan sebelum litasan
315, selisih deformasi yang terjadi turun secara beraturan dengan adanya repetisi
beban, adakalanya susunan agregat kasar dalam campuran kemungkinan pada
mulanya dalam posisi berdiri, akhirnya bisa menjadi miring atau rebah. karena
lapisan dibawahnya yang masih ada rongga (VIM) untuk bisa bergerser kebagian
samping ataupun bagian bawahnya. Pergerakan mekanik seperti itu bisa
menyebabkan selisih deformasi dari lintasan 315 menuju lintasan 630, lalu mulai
padat lagi benda uji tersebut.
3. NIlai perubahan laju deformasi
Nilai laju perubahan deformasi yang terjadi bahwa semakin banyak
lintasan, semakin kecil nilai laju perubahan Hal ini merupakan akibat dari beban
yang melintasinya, semakin banyak beban yang melintasi perkerasan semakin
padat,rongga didalam campuran (VIM maupun VMA) semakin berkurang
sehingga nilai perubahan laju deformasi semakin kecil.
Buton natural..., Eggi Luftiawan, FT UI, 2013
REFERENSI
1. AASHTO T.85-81 “standard Method of Test for Specific Gravity and Absorption of Coarse
Aggregate”
2. ASTM (1989), pages 32 “ Creep compliance, fracture, and Permanent Deformation”
3. Asphalt Institute, (1996) “ Permanent Deformation Prediction in Asphalt Mixes and
Pavement”
4. AASHTO, (1998) “ Guide for Design of Pavement Structures”
5. British Standart 812:part1 (1975), ”Testing aggregates Method”
6. Brown &Brunton (1984), “Achievements and Challenges in Asphalt Pavement Engineering”
Department of Civil Engineering University of Nottingham UK
7. Bruce Marshall, The Mississipi stat Higway Deartemen
8. Bina Marga, 1976,No 1/MN/BM/1976.” Manual pemeriksaan bahan jalan”
9. Departemen Pekerjaan Umum, (2010), Devisi 6 Perkerasan Beraspal, Spesifikasi
Umum Bidang Jalan dan Jembatan.
10. Departemen Pekerjaan Umum – Direktorat Jendral Bina Marga Volume 7 (1998) “
Perencanaan perkerasan jalan”
11. Departemen Pekerjaan Umum (2008) “ Metode pengujian aspal”
12. Djedjen Achmad (2008) “ Petunjuk Praktikum Laboratorium Pengujian Bahan”
Buton natural..., Eggi Luftiawan, FT UI, 2013