BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Minyak dan lemak merupakan salah satu sumber energi yang penting bagi
manusia. Minyak dan lemak hanya dibedakan dari bentuk dan sumbernya : minyak
berbentuk cair pada suhu kamar dan umumnya berasal dari tumbuhan (minyak
nabati), sedangkan lemak berbentuk padat dan umumnya berasal dari hewan (lemak
hewani). Lemak dan minyak disusun dari trigliserida. Trigliserida terdiri dari gliserol
dan asam-asam lemak. Asam-asam lemak mengadakan esterifikasi dengan ketiga
gugus hidroksil dari gliserol.
Minyak dan lemak atau lipida pada umumnya tidak larut dalam air tetapi larut
dalam pelarut-pelarut organik. Pemilihan bahan pelarut yang paling sesuai untuk
ekstraksi lipida adalah menentukan derajat polaritasnya. Pada dasarnya suatu bahan
akan mudah larut karena derajat polaritas lipida berbeda-beda, maka tidak ada bahan
pelarut umum untuk semua macam lipida. Begitupun dengan pelarut, memiliki
kepolaran yang berbeda sehingga dengan demikian pelarut memiliki kemampuan
yang berbeda-beda dalam melarutkan minyak.
Ekstraksi merupakan salah satu metode pemisahan senyawa, dalam ekstraksi
pelarut perbandingan konsentrasi zat dalam pelarut organik dengan zat dalam pelarut
air menjadi bagian yang penting. Zat-zat yang polar akan larut dalam pelarut yang
juga bersifat polar (air), sedangkan zat-zat yang non polar akan larut dalam pelarut
yang bersifat non polar pula (pelarut organik). Berdasarkan teori tersebut maka
diadakanlah percobaan ini untuk melihat dan mengetahui kelarutan beberapa pelarut
dengan minyak/lemak serta pelarut yang baik untuk ekstraksi minyak dan lemak.
1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
1.2.1 Maksud Percobaan
Untuk mempelajari dan memahami prosedur ekstraksi minyak/lemak
dengan menggunakan berbagai macam pelarut, dan mengetahui jenis pelarut yang
baik untuk ekstraksi minyak dan lemak
1.2.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini yaitu:
1. Menentukan kelarutan minyak dan lemak dengan menggunakan berbagai macam
pelarut.
2. Menentukan dan mengetahui jenis pelarut yang baik untuk minyak dan lemak.
1.3 Prinsip Percobaan
1. 3. 1 Kelarutan Minyak dan Lemak
Melarutkan minyak/lemak dalam pelarut air, butanol, n-heksana, kloroform
dan menghitung diameter noda muncul setelah larutan tersebut diteteskan di atas
kertas saring yang dikeringkan dalam oven.
1. 3. 2 Ekstraksi Minyak dan Lemak
Menambahkan n-heksana dan kloroform pada campuran air dan minyak
serta memisahkan fasa organik dan fasa air sebanyak dua kali. Kemudian fasa
organiknya digabungkan. Pada setiap penambahan baik n-heksana maupun kloroform
dan gabungan antara kedua fasa organik diambil sebanyak 3 tetes dan diteteskan di
atas kertas saring dan dikeringkan dalam oven lalu diukur diameter noda yang
muncul.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Minyak dan Lemak
Lemak dan minyak termasuk golongan lipida sederhana. Istilah lipida
menunjuk ke zat-zat yang dapat diekstraksi dari materi hidup dengan menggunakan
pelarut hidrokarbon seperti benzene, etil eter, atau kloroform. Fungsi lipida
diantaranya : penyimpan energi dan transport, sebagai kulit pelindung yang
merupakan komponen dinding sel. Asam lemak merupakan asam karboksilat alifatik
berantai panjang adalah salah satu jenis utama dari lipida (Page, 1998).
Lipida ditandai dengan sifatnya yang sedikit larut dalam air dan banyak
larut dalam pelarut organik, sifat fisik yang mencerminkan sifat hidrofobik dari
struktur hidrokarbon. Lipida dapat diklasifikasikan menjadi : asil gliserol, fospolipid,
glikolipid, terpenoid lipid, termasuk karotenoid dan steroid. Semuanya tersebar luas
di alam (Conn, 1976).
Asam lemak dapat didefinisikan sebagai asam yang berasal dari trigliserida
alami, dan merupakan asam monokarboksilat berantai lurus. Asam lemak pada
umumnya mempunyai jumlah atom karbon genap. Asam lemak ada yang sifatnya
jenuh dan ada pula yang tidak jenuh, serta beberapa diantaranya mengandung gugus
subtituen seperti hidroksil, atau gugus keto (Kleiner, 1962).
Kebanyakan asam lemak jenuh dan tidak jenuh ditemukan dalam lemak
alami. Asam kaprat, laurat, miristat, dan asam arakidat termasuk dalam kelompok
asam lemak jenuh. Sedangkan asam arakidonat termasuk dalam kelompok asam
lemak tak jenuh. Dua asam lemak siklik salah satu diantaranya adalah asam lemak
siklik tak jenuh yaitu asam kaulmoograt yang merupakan pereaksi penting untuk
pengobatan penyakit kusta (Kleiner, 1962).
Sifat-sifat fisik lemak netral mencerminkan susunan asam lemak dari lemak.
sebagai dalil umum adalah titik lebur suatu asam lemak berkurang dengan
bertambahnya ketidak jenuhan dan berkurangnya bobot molekularnya. Rendahnya
titik lebur dari asam lemak tak jenuh mungkin disebabkan oleh ukurannya yang besar
yang sesuai dengan struktur molekular oleh ikatan-ikatan rangkap karbon-karbon
dalam konfigurasi cis pada asam-asam lemak alamiah (Page, 1998).
Lemak merupakan salah satu sumber energi yang penting bagi makhluk hidup
termasuk manusia, tetapi jika jumlahnya berlebihan maka dapat juga menyebabkan
suatu penyakit. Misalnya penyakit kolesterol yang dikaitkan dengan kelainan pada
konsentrasi relatif lipida terutama kolesterol dan fospolipid. Misalnya dalam
penelitian yang dilakukan di India yang berjudul hubungan antara serum lipid dengan
komponen glukosa dalam uji penyakit choleolithis. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui kadar serum lipid, kolesterol total, dan trigliserida. Penelitian ini
bertujuan untuk menemukan cara untuk mengobati orang-orang yang memiliki
penyakit choleolithis dengan cara mengubah glukosa dan metabolisme lipid saat
mengobati pasien (Virupaksha, 2011).
Seperti yang tertera di atas bahawa minyak bisa saja menyebabkan suatu
penyakit, tetapi minyak/lemak juga sangat bermanfaat. Minyak dapat diperoleh dari
tanaman bunga misalnya melati. Di Indonesia pemanfaatan bunga melati masih
terbatas sebagai pewangi teh, dekorasi dan bunga tabur. Sebagai bunga yang harum,
melati sangat potensial untuk bahan baku minyak melati. Oleh karena itu, dilakukan
penelitian pembuatan minyak atsiri dari bunga melati dengan menggunakan metode
enfleurasi dan pelarut menguap, pengaruh komposisi lemak dan pelarut terhadap
rendemen dan mutu minyak atsiri yang dihasilkan serta membandingkan aroma
terbaik yang mendekati aroma dari bahan baku. Kualitas minyak atsiri yang
dihasilkan lebih bagus menggunakan metode enfleurasi serta rendemen yang yang
diperoleh lebih besar (Sani, 2012).
Sebagaimana dijelaskan pada paragraf sebelumnya, minyak/lemak dapat
diperoleh dari tanaman. Cara memperolehnya bisa saja dengan menggunakan
beberapa macam metode salah satunya adalah dengan ekstraksi. Pemisahan dengan
metode ekstraksi dilakukan untuk memisahkan zat dari suatu bahan baik itu organic
ataupun anorganik yang tidak dapat bercampur dengan baik. Pada prinsipnya, partisi
dari zat terlarut anatara fasa air dan fasa organik dalam sebuah sistem keseimbangan
diatur oleh hukum distribusi. Jika zat terlarut terdistribusi dalam air dan organik
maka sistem keseimbangannya dapat dituliskan sebagai berikut :
A (aq) A (org)
dimana huruf dalam kurung mengacu pada fasa air dan organik. Tetapan
kesetimbangan (K) dapat dituliskan sebagai berikut (Skoog, ) :
Metode ekstraksi ini juga bisa digunakan untuk pengolahan limbah. Misalnya
limbah biji buah kakao, Indonesia sebagai penghasil kakao ketiga terbesar ketiga
didunia berpotensi menghasilkan limbah berupa kulit biji buah kakao. Kulit biji buah
kakao mengandung protein yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak serta
theobromine yang dapat digunakan sebagai produk farmasi. Theobromine dari kulit
biji buah kakao dapat dipisahkan melalui proses ekstraksi. Salah satu faktor yang
mempengaruhi proses ekstraksi adalah jenis pelarut (Hartati, 2012).
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi ekstraksi antara lain : konsentrasi,
waktu ekstraksi, dan suhu ekstraksi. Semua faktor-faktor tersebut berpengaruh
terhadap efisiensi ekstraksi. Misalnya pada penelitian pengujian efek konsentrasi
etanol, waktu ekstraksi, dan suhu ekstraksi pada pada pemulihan senyawa fenolik dan
kapasitas antioksidan dari ekstrak Orthosiphon stamineus. Pada penelitian ini
diperoleh bahwa kondisi optimal untuk ekstraksi fenolik dari O. stamineus adalah
40% etanol dengan waktu ekstraksi 120 menit pada suhu ekstraksi sekitar 65 0C
(Chew, 2011).
Ekstraksi suatu zat adalah salah satu jenis pemisahan berdasarkan perbedaan
kelarutan zat terlarut. Misalnya kelarutan vitamin dalam lemak. pada penelitian yang
dilakukan oleh Clark, yaitu menguji tentang pengaruh suhu dan cahaya terhadap
stabilitas vitamin larut dalam lemak yang berada dalam darah selama 7 hari. Dalam
seluruh darah yang disimpan di bawah salah satu dari empat kondisi hingga 7 hari,
konsentrasi dari α-karoten, β-karoten, lutein, lycopene, retinol, dan α-tokoferol
diubah oleh kurang dari 8%, dan γ- tokoferol kurang dari 11%. Meskipun efek suhu
yang signifikan yang diamati untuk α-karoten, dan α-dan γ-tokoferol, dan efek
cahaya yang signifikan diamati untuk α-karoten, lycopene tersebut diubah oleh
kurang dari 1% per hari dalam semua kondisi (Clark, 2004).
Konsep baru dari kelarutan menyatakan bahwa semua zat baik padatan, cair
ataupun gas memiliki laju kelarutan dan karenanya, larutan yang mengandung
berbagai zat terlarut dalam cairan apa pun dapat meningkatkan kelarutan obat larut
buruk. Teknik pada konsep baru ini, dapat digunakan dalam formulasi injeksi obat
larut bubuk untuk mengurangi konsentrasi pelarut (digunakan untuk peningkatan
kelarutan) untuk meminimalkan efek racun. Misalnya di sebagian besar metode
solubilisasi berair, konsentrasi tinggi aditif diperlukan untuk menghasilkan
peningkatan yang cukup dalam kelarutan obat yang sukar larut dalam air. Dalam hal
ini , agen pelarut yang digunakan untuk memberikan kelarutan diinginkan untuk obat
yang sukar larut dapat menghasilkan toksisitas sendiri (Maheswari, 2012).
Kelarutan sangat penting dalam sejumlah besar disiplin ilmu dan aplikasi
praktis, mulai dari pengolahan bijih, penggunaan obat-obatan, dan transportasi
polutan. Pembubaran alat pengujian telah menjadi bagian integral dari kontrol
kualitas, meskipun metode resmi yang digunakan, tidak terdapat metode standar
untuk evaluasi bentuk sediaan padat. Metode dan standar, yang berkorelasi baik
dengan data harus dimanfaatkan. Pengetahuan tidak hanya bertindak sebagai alat
tetapi juga membantu dalam studi preformulation dan dalam memahami peran
biofarmasi (Sisodiya, 2011).
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Bahan Percobaan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah minyak kopra,
minyak wijen, minyak sawit, VCO, akuades, n-butanol, n-heksana, kloroform, kertas
saring dan tissue roll.
3.2 Alat Percobaan
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah tabung reaksi, rak
tabung reaksi, pipet tetes, pipet skala 1 mL, penggaris, 3 pasang cawan petri, dan
oven.
3.3 Prosedur Kerja
3. 3. 1 Kelarutan Minyak dan Lemak
Disiapkan 4 buah tabung reaksi, pada tabung reaksi (I) diisi akuades, tabung
reaksi (II) diisi dengan n-butanol, tabung reaksi (III) diisi dengan kloroform, tabung
reaksi (IV) diisi dengan n-heksana, masing-masing sebanyak 1 mL. Kemudian
masing-masing tabung reaksi ditambahkan minyak wijen. Campuran tersebut
dikocok, kemudian dipipet dan diteteskan pada kertas saring. Dikeringkan dalam
oven dan diukur diameter noda yang dihasilkan. Langkah kerja di atas diulangi
dengan menggunakan sampel yang lain (minyak kopra, VCO, dan minyak sawit).
3. 3. 2 Ekstraksi minyak dan lemak
Campuran minyak wijen dan air dimasukkan kedalam tabung reaksi,
kemudian ditambahkan n-heksana. Dikocok-kocok kemudian didiamkan hingga
terbentuk 2 lapisan. Fasa organik I dipipet dan diteteskan pada kertas saring dan
dikeringkan dalam oven. Kemudian diukur diameter noda yang muncul. Setelah itu
fasa air ditambahkan lagi dengan 1 mL n-heksana, kemudian dikocok. Fasa organik
II kemudian diteteskan pada kertas saring lalu dikeringkan dalam oven. Setelah
kering diukur diameter noda yang muncul.
Fasa organik 1 dan 2 kemudian digabungkan, dikocok lalu diteteskan pada
kertas saring sebanyak 3 tetes dan dikeringkan dalam oven. Setelah itu diukur
diameter noda yang muncul. Fasa air dipipet 3 tetes dan diteteskan pada kertas
saring, lalu dikeringkan dalam oven dan diukur diameter nodanya setelah kering.
Langkah di atas diulangi dengan menggunakan sampel yang lain (minyak kopra,
minyak sawit, dan VCO).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Kelarutan Minyak dan Lemak
Kelarutan zat terlarut adalah jumlah maksimum zat terlarut yang akan larut
dalam jumlah tertentu pelarut. Banyak faktor yang mempengaruhi nilai numerik dari
kelarutan suatu larutan dalam pelarut tertentu, termasuk sifat dari pelarut itu sendiri,
Contohnya sifat kepolaran, zat-zat yang polar akan larut dengan baik dalam pelarut
polar dan sebaliknya zat-zat nonpolar akan larut dengan baik dalam pelarut nonpolar.
Misalnya alkohol dengan air yang sama-sama bersifat polar. Sampel-sampel yang
digunakan yaitu minyak wijen, minyak kopra, VCO, dan minyak sawit. Masing-
masing sampel dimasukkan dalam tabung reaksi lalu dicampur dengan pelarut-
pelarut yang digunakan. Campuran dalam tabung reaksi lalu diteteskan 3 tetes pada
kertas saring kemudian dikeringkan dalam oven. Setelah itu diameter noda yang
terbentuk pada masing-masing kertas saring diukur. Adapun hasil pengukuran
diameter noda yang dihasilkan adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Kelarutan Minyak dan Lemak
PelarutDiameter noda (cm)
Minyak Wijen
Minyak Kopra VCOMinyak sawit
Keterangan
Air
n-butanol
n-heksana
Kloroform
-
4
4,5
4,5
1
6,1
3,4
4
3,6
5
3,9
4,3
1,1
4
3,5
2,2
Tidak larut
Larut
Larut
Larut
CH2
CH
O C
O
R1
O C
O
R2
CH2 O C
O
R3
H2O
4.1.2 Ekstraksi Minyak dan Lemak
Ekstraksi adalah salah satu jenis pemisahan. Ekstraksi minyak dan lemak
merupakan suatu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan yang diduga
mengandung minyak atau lemak. Adapun cara ekstraksi ini bermacam-macam, yaitu
rendering (dry rendering dan wet rendering), mechanical expression dan solvent
extraction. Pada percobaan ekstraksi, minyak/lemak diuji dengan cara diekstraksi
dengan berbagai pelarut. Pelarut yang digunakan yaitu pelarut organik kloroform
dan n-heksana. diameter noda yang dihasilkan, yaitu seperti yang terdapat dalam
tabel di bawah:
Tabel 2. Hasil pengamatan Ekstraksi minyak dan lemak
Lapisan Diameter (cm)
Minyak kopra Minyak VCO Minyak
wijen sawit
Air - - 1,6 5
(kloroform) 3 3,6 2 1
n-heksana - - 1,6 5
campuran 2,5 3,7 1,5 1,7
4.2 Reaksi
a. Minyak dengan air
b. Minyak dengan n-butanol
c. Minyak dengan n-heksana
d. Minyak dengan kloroform
4.3 Pembahasan
4.3.1 Kelarutan Minyak dan Lemak
Pada uji kelarutan minyak dan lemak dalam percobaan ini digunakan minyak
wijen, dimana minyak ini dimasukkan kedalam 4 buah tabung reaksi masing-masing
1 mL. Kemudian ditambahkan dengan (air, kloroform, n-butanol, n-heksana pada
masing-masing tabung reaksi), dengan volume masing-masing 1 mL. Kemudian
dikocok hingga terbentuk 2 fasa (fasa organik dan fasa air). Setelah itu dari masing-
masing tabung dipipet dan diteteskan 3 tetes pada kertas saring. Selanjutnya
dikeringkan dalam oven. Setelah kering diukur diameter noda yang muncul pada
masing-masing kertas saring. Setelah semua hal di atas dilakukan maka diperoleh
data untuk minyak wijen diameter noda untuk masing-masing pelarut (air, n-heksana,
n-butanol, dan kloroform) berturut-turut adalah 0 cm, 4,5 cm, 4 cm, dan 4,5 cm.
Minyak kopra, diameter untuk masing-masing pelarut (air, n-heksana, n-butanol, dan
kloroform) berturut-turut adalah 1 cm, 3,4 cm, 6,1 cm, dan 4 cm. Minyak sawit,
diameter untuk masing-masing pelarut (air, n-heksana, n-butanol, dan kloroform)
berturut-turut adalah 1,1 cm, 3,5 cm, 4 cm, dan 2,2 cm. Sedangkan untuk VCO,
diameter untuk masing-masing pelarut (air, n-heksana, n-butanol, dan kloroform)
berturut-turut adalah 3,6 cm, 3,9 cm, 5 cm, dan 4,3 cm. Dari data di atas bisa dilihat
bahwa kertas saring yang ditetesi dengan air hanya menghasilkan sedikit noda dan
bahkan ada yang tidak memiliki noda. Sedangkan untuk pelarut yang lain
menghasilkan banyak noda.
Banyaknya noda yang terbentuk menendakan bahwa pelarut yang digunakan
tersebut merupakan pelarut yang baik contohnya dari data diatas yang paling banyak
menghasilkan noda adalah kloroform dan artinya kloroform adalah pelarut yang baik
untuk mengekstraksi minyak dan lemak. Hal ini disebabkan karena minyak
terdistribusi secara merata dalam kloroform sehingga pada saat dikeringkan dalam
oven dengan suhu hanya sekitar 60-70 0C, belum menguap sehingga meninggalkan
noda. Sedangkan air tidak bisa menyatu dengan minyak hal ini dibuktikan dengan
sedikitnya noda dan bahkan tidak adanya noda yang dihasilkan pada kertas saring.
Hal ini disebabkan karena air memiliki titik didih yang lebih rendah jika
dibandingkan dengan kloroform sehingga air lebih cepat menguap pada suhu sekitar
60-70 0C, sehingga hanya sedikit atau bahkan tidak meninggalkan noda sama sekali.
Hasil ini sesuai dengan teori bahwa air memang bukan pelarut yang baik untuk
minyak karena air bersifat polar sedangkan minyak non polar berbeda dengan
kloroform, yang bersifat sama dengan minyak yaitu non polar sehingga minyak larut
dengan baik dalam kloroform.
4.3.2 Ekstraksi Minyak dan Lemak
Pada percobaan ekstraksi minyak dan lemak campuran air dan minyak
diambil dan ditambahkan dengan 1 mL kloroform. Kemudian dikocok hingga
terbentuk 2 fasa (fasa organik dan fasa air), kedua fasa ini kemudian dipisahkan dan
fasa organiknya diambil dengan pipet lalu diteteskan pada kertas saring dan
dikeringkan dalam oven. Setelah kering diukur diameter noda yang ada. Fasa air
yang tinggal ditambahkan lagi dengan n-heksana, seperti diatas dikocok, kemudian
dipisahkan lagi kedua fasa yang terbentuk menjadi fasa organik 2 dan fasa air.
Diambil dan diteteskan pada kertas saring 3 tetes, kemudian dikeringkan dalam oven.
Setelah kering diukur diameter noda yang ada. Fasa organik 1 dan 2 kemudian
digabung dan dikocok, diambil dengan pipet lalu diteteskan sebanyak 3 tetes pada
kertas saring. Dikeringkan dalam oven. Setelah kering diukur diameter noda yang
terbentuk. Begitu pula perlakuan yang diberikan pada fasa air. Setelah diukur
diperoleh data : minyak kopra, diameter noda untuk pelarut (n-heksana, kloroform
dan air) berturut-turut adalah 2,5 cm, 3 cm, tidak ada noda. Untuk minyak wijen,
diameter noda untuk pelarut (air, kloroform, n-heksana) berturut-turut adalah tidak
ada noda, 3,6 cm, dan 3,7 cm. Untuk VCO, diameter noda untuk pelarut (air,
kloroform, n-heksana) berturut-turut adalah 1,6 cm, 2 cm, dan 1,5 cm. Untuk minyak
sawit diameter noda untuk pelarut (air, kloroform, n-heksana) berturut-turut adalah 5
cm, 1 cm, dan 1,7 cm. Berdasarkan data yang diperoleh tersebut dapat dilihat
ketidaksesuaian antara teori dan hasil yang diperoleh karena menurut teori bahwa
yang menghasilkan banyak noda adalah pelarut yang baik dan pada pecobaan uji
kelarutan sebelumnya kloroform merupakan jenis pelarut yang baik dibandingkan
dengan air. Sedangkan pada percobaan ini air justru menghasilkan noda lebih banyak
dari kloroform. Hal ini disebabkan kesalahan-kesalahan yang berlangsung selama
percobaan. Diantaranya yaitu, pada saat pemisahan fasa organik dan air sebagian fasa
organik masih tertinggal bersama air. Hal lainnya adalah pada saat memisahkan fasa
atau mengambil pelarut hanya memakai pipet yang sama dan tidak dicuci sebelum
digunakan kembali.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa :
1. Pelarut yang baik digunakan untuk ekstraksi minyak dan lemak yaitu dengan
urutan n-butanol, kloroform, n-heksana, dan air.
2. Pelarut yang baik untuk mengekstraksi minyak dan lemak adalah n-butanol.
5.2 Saran
Sebaiknya percobaan ini juga menggunakan lemak karena judulnya adalah
ekstraksi minyak dan lemak tetapi yang digunakan hanya sampel minyak.
Sebaiknya laboratorium menyediakan bahan yang bagus agar kesalahan
yang terjadi pada saat praktikum dapat diminimalisir.
Sebenarnya asisten sudah cukup baik menjelaskan semuanya dengan sangat
jelas. Semoga kedepannya semakin baik.
DAFTAR PUSTAKA
Chew K.K., Khoo M. Z., Ng S.Y., Thoo Y. Y., Wan Aida W. M., Ho C. W., 2011, Effect of ethanol concentration, extraction time and extraction temperature on the recovery of phenolic compounds and antioxidant capacity of Orthosiphon stamineus extracts, International Food Research Journal, 18 (4): 1427-1435.
Clark S., Youngman D. L., Chukwurah B., Palmer A., Parish S., Peto R., Collins R., 2004, Effect of temperature and light on the stability of fat-soluble vitamins in whole blood over several days: implications for epidemiological studies, International Epidemiological Association, 33 (3) : 518-525.
Conn E. E., dan Stumpf P. K., 1976, Outlines of Biochemistry Third Edition, John Wiley and Sons, Inc., New York.
Hartati, 2012, Prediksi Kelarutan Theobromine Pada Berbagai Pelarut Menggunakan Parameter Kelarutan Hildebrand, Momentum, 8 (1) : 11-16.
Virupaksha H.S., Rangaswami M., Deepa K., Goud M. B. K., Bhavna N., 2011, Correlation of Serum Lipids and Glucose Tolerance Test in Cholelithiasis, International Journal of Pharma and Bio Sciences, 2 (1) : 224-228.
Kleiner I. S., dan Orten J. M., 1962, Biochemistry, The C. V. Mosby Company, New York.
Maheswari R. K., and Shilpkar R., 2012, Formulation Development and Evaluation of Injection of Poorly Soluble Drug Using Mixed Solvency Concept, International Journal of Pharma and Bio Science, 3 (1) : 179-189.
Page D. S., 1989, Prinsip-Prinsip Biokimia, Erlangga, Jakarta.
Sani N. S., Racchmawati R., and Mahfud, 2012, Pengambilan Minyak Atsiri dari Melati dengan Metode Enfleurasi dan Ekstraksi Pelarut Menguap, Jurnal Teknik Pomits, 1 (1) : 1-4.
Sisodiya D. S., Patel R., Nigam A., 2011, Solubility and Dissolution, International Journal of Research and Reviews in Pharmacy and Applied science, 2 (2) : 305-341.
Skoog D. A., West Donald M., Holler F. James, Crouch Stanley R., 2009, Analytical Chemistry, Thomson Brooks/cole, Australia.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Bagan Kerja Kelarutan Minyak dan Lemak
Lampiran 2. Bagan Kerja Ekstraksi Minyak dan Lemak
LEMBAR PENGESAHAN
Makassar, 10 Maret 2014
Asisten Praktikan
MUH. ADE ARTASASTA SITTI MASITA
LAPORAN PRAKTIKUM
EKSTRAKSI MINYAK DAN LEMAK
NAMA : SITTI MASITA
NIM : H311 12 252
KELOMPOK : II (DUA)
HARI / TGL. PERC. : RABU/ 05 MARET 2014
ASISTEN : SITTI MASITA
LABORATORIUM BIOKIMIAJURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR2014