Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang terkenal dengan jumlah penggemar sepakbolanya
sangat banyak. Hal itu juga berbanding lurus dengan hobi dan minat masyarakat terhadap sepakbola,
dengan banyaknya klub sepakbola yang ada di Indonesia. Bahkan untuk satu kabupaten saja mempunyai
2-3 klub sepakbola profesional. Keadaan ini menggambarkan betapa besarnya sepakbola di Indonesia.
Belum lagi ketika timnas bermain, dimana semua penduduk Indonesia bersatu mendukung timnas.
Sayang hal ini berbanding terbalik dengan keadaaan nyata dalam dunia sepakbola di Indonesia. Banyak
permasalahan yang terjadi, dari pengaturan skor, adanya campur tangan politik sampai gaji yang belum
terbayarkan oleh pihak klub.
Pertama, kasus yang menimpa pemain asal Argentina Fernando Soler. Ia belum menerima
delapan bulan gaji dari klub-nya Persebaya 1927. Tragisnya, Fernando beserta istri dan tiga anaknya
diusir paksa dari tempat tinggalnya karena sudah tak memiliki uang untuk membayar sewa dan saat ini
tak tahu akan tinggal dimana.
Kedua, tunggakan gaji juga dialami oleh Alamsyah Nasution dan Irwin Ramadhana, dua eks
pemain PSMS Medan di Divisi Utama PT Liga Indonesia 2012/2013. Mereka belum memperoleh gaji
selama 10 bulan. Pada Juni 2013 lalu, Alamsyah berama 10 pesepakbola PSMS lainnya bertemu dengan
PSSI dan PT Liga Indonesia untuk mencari kejelasan nasib mereka.
Ketiga, kasus yang menimpa Hidayat Berutu – mentan kiper Perseman Manokwari di kompetisi
2012/2013- agak sedikit berbeda. Selain gajinya selama 5 bulan belum dibayar, Manajemen Perseman
pun ‘lepas tangan’ terhadap cedera yang dialami Hidayat. Padahal, seharusnya pengobatan cedera
pemain merupakan tanggung jawab klub.
Keempat, nasib naas juga menimpa pesepakbola asal Nigeria, Lucky Diokpara yang ditahan oleh
Dirjen Imgrasi Jakarta selama beberapa bulan akibat overstay dan tidak memiliki surat izin tinggal yang
sah. Padahal, surat-surat dan izin tinggal Lucky seharusnya menjadi tanggung jawab manajemen klubnya
Persisko (Tanjung Jabung Barat).
Kelima, Kasus Shin Hyun Joon pesepakbola asal korea selatan yang sudah tiga tahun di Indonesia
untuk mendapatkan gajinya yang belum dibayarkan. Anehnya teman-temannya pemain lokal sudah
mendapatkan gaji sedangkan dia belum dibayarkan hingga sekarang.
Dari kasus-kasus di atas, sudah bisa menggambarkan keadaan dan masalah yang terjadi dalam
sepakbola Indonesia. Masalah yang sampai sekarang belum diselesaikan solusinya oleh pemerintah dan
tidak ada nya tindakan tegas yang menyebabkan masalah ini terjadi berulang-berulang.
Pendapat Kelompok
Filosofi sepakbola sebagai bagian dari kehidupan kini dikuasai dan dimaknai secara salah oleh
PSSI. Sepakbola Indonesia gagal mengedepankan filosofi kehidupan sepakbola yang berdasarkan bil adli
(keadilan dengan adanya aturan dan wasit), bil hikmah ( dengan adanya cara berinteraksi antar pemain,
penonton, wasit dengan baik), bil haq (dengan adanya hak dan kewajiban bagi terhukum dan yang
menghukum dengan benar sesuai kebenaran aturan). Dari pembahasan sebelumnya ada tiga teori etika
yang mendasari pendapat kelompok kami :
1. Keadilan
Berbicara etika dalam hal keadilan, klub sepakbola di Indonesia jauh dikatakan dari kata etis
dalam hal keadilan karena banyak kebutuhan dan hak pemain yang belum dipenuhi oleh pihak klub.
Salah satu teori keadilan menyatakan bahwa sesuatu bisa dikatakan adil apabila ia mendapatkan hak
setelah melaksanakan kewajibannya. Namun, pada penjelasan kasus di atas, para pemain sepak bola
tidak mendapatkan haknya (yang berupa gaji) setelah ia melaksanakan kewajibannya (yang berupa
pekerjaannya bermain di lapangan). Teori keadilan yang lain menyatakan bahwa sesuatu dikatakan adil
apabila pembagian didasarkan pada kebutuhan. Pada kasus di atas pula, para pemain yang telah bekerja
namun tidak diberikan gaji, tidak dapat memenuhi kebutuhannya, bahkan untuk makan sehari-harinya.
Kesimpulannya, menurut kami klub sepak bola di Indonesia masih belum bisa dikatakan berlaku etis.
2. Kewajiban
Berhubungan dengan teori etika keadilan, dalam teori etika kewajiban, pihak klub bisa dikatakan
tidak etis. Teori etika kewajiban perusahaan menjelaskan empat poin bagaimana perusahaan memenuhi
kewajibannya, dan tiga diantaranya sebagai teori pendukung kenapa klub dikatakan tidak etis.
a. Dijelaskan tentang kewajiban perusahaan yang harus memenuhi pembayaran gaji karyawannya.
Pada kasus di atas, banyak terjadi belum terpenuhinya kewajiban pihak klub, gaji yang belum
dibayar, janji yang belum dipenuhi, dan kontrak yang dilanggar oleh pihak klub. Dari hal tersebut
sudah bisa dikatakan pihak klub itu tidak etis.
b. Adanya diskriminasi yang membuat pihak klub dikatakan tidak etis. Pada kasus kelima,
diceritakan bagaimana pemain asing belum mendapat gajinya, tapi pemain lokal sudah
mendapatkan gajinya, sehingga kelompok kami mengkategorikan hal ini sebagai diskriminasi
terhadap pemain asing.
c. Selain diskriminasi, dalam teori etika klub juga harus menjamin kesehatan dan keselamatan dari
pemain. Dijelaskan pada kasus ketiga dimana pemain yang cedera malah dibiarkan dan tidak ada
tindakan yang dilakukan oleh pihak klub. Klub juga tidak bertanggung jawab atas pemain yang
sakit.
Dasar teori etika inilah yang mendukung pernyataan kelompok kami, kenapa pihak klub dikatakan
tidak etis. Tetapi tidak hanya klub saja yang berbuat tidak etis, ada juga yang memang dari pemain
berlaku tidak etis. Pada teori etika kewajiban karyawan, menjelaskan tentang tiga poin, dan ada dua
poin yang bisa mendukung kenapa pemain berlaku tidak etis.
a. Kewajiban loyalitas, pemain mempunyai kewajiban untuk loyal terhadap klubnya, tetapi
manusia mempunyai sifat yang berbeda dan mengejar tujuan yang berbeda pula. Banyak
pemain yang tergiur dengan gaji yang tinggi dan akhirnya memutuskan untuk pindah ke tim
yang dapat memberinya gaji yang lebih tinggi, padahal tim tersebut sudah memenuhi
kewajibannya kepada pemain tetapi pemain tersebut tetap pindah.
b. Kewajiban konfidensialitas, pemain wajib untuk menjaga rahasia tim yang sudah pernah mereka
bela, tapi ini terkendala lagi dengan kewajiban loyalitas dimana pemain tersebut harus
memberikan 100% yang mereka punya untuk tim baru yang mereka bela, sehingga terkadang
pemain tersebut membocorkan kebiasaan atau strategi yang biasa dipakai tim lama pada tim
barunya sehingga bisa dikatakan tidak etis.
3. Keuntungan
Ketika suatu perusahaan hanya mengejar keuntungan, maka di situlah perbuatan yang tidak etis
dapat terjadi. Menurut kelompok kami, perbuatan tidak etis yang terjadi dalam sepak bola Indonesia
salah satunya dipengaruhi oleh faktor ini.
Tidak hanya masalah-masalah terkait etika yang telah disebutkan pada penjelasan sebelumnya,
namun juga masalah terkait politik. Banyak klub sepak bola yang dimanfaatkan untuk kepentingan
politik yang hanya menguntungkan kelompok-kelompok tertentu. Mereka lebih mengutamakan
bagaimana citra mereka di masyarakat, namun mengabaikan hal-hal penting yang ada dalam klubnya.
Jika mereka tidak mengutamakan kelompok-kelompok tertentu, tidak menutup kemungkinan apabila
permasalahan gaji tidak akan pernah ada. Dana yang tersedia, yang digunakan untuk memuaskan
kelompok-kelompok tertentu, bisa digunakan untuk memenuhi kewajiban perusahaan terhadap
pemainnya terlebih dahulu (dengan membayarkan gaji tepat waktu), baru memprioritaskan yang
lainnya. Namun kenyataannya tidak demikian sehingga banyak pemain-pemain yang menderita, padahal
pemain sepak bola memegang posisi yang sangat krusial dalam persepakbolaan, karena sepak bola tidak
akan bisa berjalan tanpa pemain.
DAFTAR PUSTAKA
http://olahraga.kompasiana.com/bola/2013/06/20/ironi-11-pemain-psms-jadi-gelandangan-pssi-
undang-timnas-brazil-spanyol-570513.html
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt529085a06530c/ini-beberapa-kasus-kontrak-pesepakbola-
diabaikan-klub
http://www.riaupos.co/65640-berita-miris,-gaji-700-juta-tak-dibayar,-mantan-pemain-psps-ini-sakit-
sakitan,-tarkam-untuk-bertahan-hidup.html#.VRTCYuE-ovI
Bertens K. 2000. Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta:Penerbit Kanisius.