Fungsi anggaran dilaksanakan untuk membahas dan memberikan
persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap RUU tentang APBN yang diajukan oleh Presiden.
UU No 17/2014 tentang MD3
• APBN sebagai wujud dari
pengelolaan keuangan negara
ditetapkan setiap tahun dengan
undang-undang dan dilaksanakan
secara terbuka dan
bertanggungjawab untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat.
• RAPBN diajukan oleh Presiden
untuk dibahas bersama DPR-RI
dengan memperhatikan
pertimbangan DPD-RI
• Apabila DPR tidak menyetujui
RAPBN yang diusulkan oleh
Presiden, Pemerintah
menjalankan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara
tahun yang lalu
Amanat Konstitusi
Siklus APBN
19 MAR 2014 : SE Pagu Indikatif Menkeu , Bapenas
20 MEI-10 Jul 2014: PEMBICARAAN
PENDAHULUAN
10 Juli : Pagu Sementara K/L
15 Agustus : Pidato Presiden
15 Ags-29 Sept : PEMBAHASAN RUU APBN
29 September : Rapat Paripurna Pengesahan RUU
APBN
14 Oktober : Pengundangan RUU APBN-
UU N0 27/2014
November : Perpres Rincian APBN
Desember : Penyerahan DIPA
1 Januari-31 Desember : Pelaksanaan APBN
JAN-FEB 2014 : Penyusunan Kapasitas Fiskal
Time Line PEMBAHASAN APBN
2014 2015
2015
APBN PERUBAHAN 2015
15 Januari-13 Februari 2015
LAP SM I APBN 2015
Juli-September: PEMBAHASAN RUU
PERTANGGUNGJAWABAN APBN 2014
5
20 Mei-7 Juli : PEMBICARAAN
PENDAHULUAN RAPBN 2016
14 Agustus--Oktober : PEMBAHASAN
RAPBN 2016
6
Tugas Komisi : Pasal 98 UU MD3 dan Pasal 58 ayat(2) TATIB 1. Mengadakan pembicaraan pendahuluan RAPBN
(RKP dan RKA-KL) dalam ruang lingkup tugas komisi dan usulan Anggota mengenai program pembangunan DAPIL bersama dengan pemerintah
2. Mengadakan pembahasan dan mengajukan usul penyempurnaan RAPBN serta mengusulkan perubahan RKA-KL dan usulan Anggota mengenai program pembangunan DAPIL bersama dengan pemerintah
3. Membahas dan menetapkan alokasi anggaran untuk fungsi dan program K/L mitra kerjanya
4. Menyampaikan hasil pembicaraan pendahuluan ke Banggar untuk disinkronisasi
5. Membahas dan menetapkan alokasi anggaran untuk fungsi dan program K/L mitra kerjanya berdasarkan hasil sinkronisasi Banggar
6. Menyerahkan kembali (poin 5) kepada Banggar untuk bahan akhir penetapan APBN
7. Membahas dan menetapkan alokasi anggaran per program yang bersifat tahunan dan tahun jamak mitranya
Tugas Banggar: Pasal 110 UU MD3 dan Pasal 70 TATIB 1. Membahas bersama pemerintah utk
menentukan pokok-pokok kebijakan fiskal dan prioritas anggaran sbgai acuan bagi K/L menyusun usulan anggaran
2. Menetapkan pendapatan negara bersama pemerintah dengan mengacu pada usulan komisi yang berkaitan
3. Membahas RAPBN bersama pemerintah menganai alokasi anggaran utk fungsi dan program Pemerintah dan dana alokasi transfer daerah dengan mengacu pada keputusan Raker Komisi dan Pemerintah
4. Melakukan sinkronisasi hasil pembahasan komisi dan AKD DPR lainya mengenai RKAKL.
5. Melakukan sinkronisasi terhadap usulan program pembangunan DAPIL yang diusulkan Komisi
6. Membahas laporan realisasi dan perkiraan realisasi APBN
7. Membahas pokok pokok RUU Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN.
Badan Anggaran hanya membahas alokasi anggaran yang sudah diputuskan oleh Komisi
Anggota Komisi dalam Banggar harus mengupayakan alokasi anggaran yang diputuskan Komisi dan menyampaikan hasil pelaksanaan tugasnya kepada komisi melalui rapat komisi
Tugas Komisi Tugas Banggar
PEMBICARAAN PENDAHULUAN
MEKANISME PEMBAHASAN RAPBN
Rapat Paripurna DPR RI
Pengumuman dalam Rapat Paripurna ttg RUU
Perubahan APBN beserta Nota Perubahannya dan
akan dibahas oleh Badan Anggaran dan komisi
terkait.
Rapat Kerja Badan Anggaran dengan
Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia
1 Penyampaian Pokok-pokok RUU Perubahan APBN
2. Pembentukan:
a Panja Asumsi Dasar, Pendapatan, Defisit dan
Pembiayaan
b Panja Belanja Negara
c Tim Perumus Draft RUU Perubahan APBN
Raker Komisi VII &
Komisi XI dg Mitra Kerjanya
Pembahasan asumsi dasar dalam RUU Perubahan
APBN
Raker Komisi I – XI dg
Mitra Kerjanya
Pembahasan Perubahan RKA K/L
Rapat Internal Badan Anggaran DPR RI
Penyampaian hasil
1 Pembahasan Panja Asumsi dasar,
Pendapatan, defisit & Pembiayaan
2 Rapat Kerja Komisi dg Mitra
Kerjanya ttg Pembahasan
Perubahan RKA K/L Perubahan
Rapat Panja
Panja Asumsi Dasar, Pendapatan, Defisit
&Pembiayaan dalam RUU Perubahan APBN
Rapat Internal Badan Anggaran DPR RI
Penyampaian hasil rapat kerja Komisi dg Mitra
Kerjanya ttg Pembahasan Perubahan RKA K/L
Perubahan
Raker Komisi dg Mitra
Kerjanya
Penyempurnaan
Perubahan RKA K/L
sesuai hasil
pembahasan di Badan
Anggaran
Penyampaian hasil
penyempurnaan RKA K/L
oleh Komisi dg Mitra
Kerjanya yang disetujui dan
ditandatangani oleh
Pimpinan Komisi terkait
kepada Badan Anggaran &
Menkeu untuk selanjutnya
diproses menjadi DIPA K/L
Rapat Kerja Badan Anggaran dengan
Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia
1 Pengantar Ketua Badan Anggaran
2 Penyampaian laporan & pengesahan hasil Panja-Panja dan
Tim Perumus Draft RUU Perubahan APBN
3 Pembacaan naskah RUU Perubahan APBN
4 Pendapat mini Fraksi sbg sikap akhir Fraksi
5 Pendapat Pemerintah
6 Penandatanganan naskah RUU Perubahan APBN
7 Pengambilan keputusan untuk dilanjutkan ke Tk.II ttg RUU
Perubahan APBN
Rapat Paripurna
1 Penyampaian laporan berisi proses,
sikap akhir fraksi, dan hasil
Pembicaraan Tk.I di Banggar
2 Pernyataan persetujuan/penolakan
dari tiap-tiap Fraksi secara lisan yang
diminta oleh Pimpinan Rapat
Paripurna
3 Penyampaian pendapat akhir
Presiden yang disampaikan oleh
Menteri yang mewakilinya.
DPD menyampaikan
pengawasan atas
pelaksanaan APBN
kepada DPR sebagai
bahan pertimbangan
untuk ditindaklanjuti
MEKANISME PEMBAHASAN APBN PERUBAHAN
MEKANISME PEMBAHASAN
PERTANGGUNGJAWABAN APBN
STRUKTUR APBN – I Accout
Mampu menyerap tenaga kerja, mengurangi kemiskinan,
dan mengatasi ketimpangan
Bertumpu pada investasi yang tinggi untuk peningkatan
bidang teknologi untuk mendongkrak nilai tambah
Mendistribusikan pembangunan dan melakukan distribusi pendapatan secara
merata untuk rakyat
Kualitas pendidikan dan jaminan kesehatan
masyarakat yang semakin baik
Pertumbuhan Ekonomi yang
Berkualitas
Sektor yang mengalami percepatan:
• Keuangan • Real estate • Jasa
Sektor yang mengalami perlambatan:
• Pertanian • Peternakan • Kehutanan • Perikanan • Manufaktur • Perdagangan • Hotel • Restoran
FAS
T
SL
OW
5.67 5.52
6.27 6.07
4.58
6.20 6.56
6.26
5.78
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
10.00
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (%)
Pertumbuhan Sektor Tradable Pertumbuhan Sektor Non - Tradable
Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan Ekonomi Tidak Berkualitas : dalam kurun waktu 2004-2012, ekonomi Indonesia rata-rata mampu tumbuh 5,8 %, namun sektor-sektor yang memberikan
kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat (sektor tradable) justru melambat.
Kuartal I 2015 PE 4,67 %, Sm II diperkirakan 5,2-5,3 %
2009 2010 2011 2012 2013
pekerja tidak penuh(%)
,31.57 ,33.27 ,34.59 ,34.29 ,36.81
Pengangguran (Juta) ,8.96 ,8.32 ,7.70 ,7.24 ,7.39
- ,5.00
,10.00 ,15.00 ,20.00 ,25.00 ,30.00 ,35.00 ,40.00 ,45.00 ,50.00
Pengangguran dan Pekerja Tidak Penuh
2009 2010 2011 2012 2013
Gini Ratio ,0.37 ,0.38 ,0.41 ,0.41 ,0.41
,0.34
,0.36
,0.38
,0.40
,0.42
Gini Ratio
2009 2010 2011 2012 2013
PersentasePenduduk Miskin
,14.15 ,13.33 ,12.36 ,11.66 ,11.37
-
,5.00
,10.00
,15.00
Persentase Penduduk Miskin
Gini Ratio yang semakin meningkat, menunjukkan kesenjangan pendapatan masyarakat yang semakin melebar atau kue pembangunan selama ini lebih dinikmati masyarakat kalangan menengah ke atas
Jumlah penduduk miskin mengalami trend penurunan, akan tetapi pengurangan angka
kemiskinan tiap tahun mengalami perlambatan
Tingkat pengangguran meskipun turun, namun mengalami perlambatan, akibat sumber
pertumbuhan ekonomi bertumpu pada sektor non tradable yang kurang menyerap tenaga kerja
14
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Kurs BI Rata-rata 8,534 10,26 9,261 8,571 8,985 9,751 9,141 9,164 9,757 10,35 9,078 8,773 9,419 10,56 11,68
Asumsi Kurs (UU APBN) 7,500 10,20 9,900 9,000 8,600 8,600 9,900 9,300 9,100 9,400 10,00 9,250 8,800 9,300 10,50
-
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
14,000
Ru
pia
h/
US
Do
lla
r
Volatilitas adalah besarnya jarak antara fluktuasi/naik turunnya nilai tukar rupiah. Volatilitas nilai tukar rupiah yang tidak terkontrol akan berdampak negatif terhadap kinerja perekonomian yang pada akhirnya mempengaruhi penerimaan negara. Bank Indonesia perlu menjaga volatilitas rupiah agar tak bergerak naik atau turun terlalu tajam/ekstrem.
15
• Deviasi target & realisasi asumsi Nilai Tukar akan berdampak pada postur APBN.
• Dampak ini dapat
bersifat searah (+), artinya jika deviasinya positif maka beberapa elemen APBN meningkat dan demikian sebaliknya.
• Dampak
negatif/berlawanan (-) artinya jika deviasinya positif maka nilai beberapa komponen APBN menurun dan demikian sebaliknya.
Pendapatan
• Penerimaan Pajak (+) • Peneriaan Negara
Bukan Pajak (PNBP) (+)
Belanja
• Belanja Pemerintah Pusat (+)
• Transfer ke Daerah (+)
Surplus/
Defisit (+/-)
16
• Deviasi target & realisasi Lifting akan berdampak pada postur APBN.
• Dampak ini dapat bersifat searah (+), artinya jika deviasinya positif maka beberapa elemen APBN meningkat dan demikian sebaliknya.
• Dampak negatif/berlawanan (-) artinya jika deviasinya positif maka nilai beberapa komponen APBN menurun dan demikian sebaliknya.
Pendapatan
• Penerimaan Pajak (+), PPh Migas
• Peneriaan Negara Bukan Pajak (PNBP) (+)
Belanja
• Belanja Pemerintah Pusat (+)
• Transfer ke Daerah (+), DBH dan Dana Otsus
Surplus/
Defisit (+/-)
17
Jenis Pajak 2008 2009 2010 2011 2012
1. Pajak Pusat 658,7 619,9 723,3 873,9 980,52
2. Pajak Daerah 36,93 125,8 152,7 193,5 205,8
3. Penerimaan SDA 224,5 45,1 47,7 63,6 81,6
4. PDB 4948,7 5613,4 6422,2 7427,1 8241,9
Tax Ratio Alternatif 1 13,3% 11,0% 11,3% 11,8% 11,9%
(Pajak Pusat saja) = 1:4
Tax Ratio Alternatif 2 14,1% 13,3% 13,6% 14,4% 14,4%
(P. Pusat + P. Daerah) = (1+2):4
Tax Ratio Alternatif 3 18,6% 14,1% 14,4% 15,2% 15,4%
(P. Pusat+P. Daerah+SDA)
Perhitungan Tax Ratio Indonesia
Penerimaan Perpajakan
Belum Optimal
Indonesia tertinggal dalam hal
pengumpulan pajak. Dengan
tax ratio hanya 12 %, kita
tercecer dg Philipina 14,4 %,
Vietnam dan India 15 %,
Malaysia 15,5 %, Tiongkok dan
Thailand 17 %. (A.Tony
Prasetiantono, Kompas 7
Agustus 2014) 18
Alternatif Solusi : Diperlukan sebuah kebijakan untuk menekan beban anggaran subsidi, seperti kenaikan
harga secara bertahap yang diikuti oleh kebijkan mitigasi lainnya.
Kebijakan kenaikan harga harus diikuti dengan kebijakan percepatan pengembangan dan penggunaan energi alternatif dan infrastruktur pendukungnya
Pilihan kebijakan tersebut, juga HARUS disosialisasikan dan diedukasikan kepada masyarakat secara jelas, terukur dan efektif
Perbandingan Konsumsi Bensin Pada 3 Kelompok Rumah Tangga (60% RT di Indonesia yang merupakan pengguna premium)
30% Terbawah 40% medium 30% teratas
6,5% 30,9% 62,6%
Sumber : Uka Wikarya, Peneliti LPEM FEUI,2012
Dari total subsidi yang disalurkan untuk transportasi darat, sekitar 53 persen dinikmati oleh pengguna kendaraan pribadi. Itu berarti lebih dari Rp 100 triliun subsidi BBM dinikmati oleh orang kalangan menengah ke
atas. Sedangkan, sekitar 40 persen dikonsumsi oleh sepeda motor. Angkutan umum yang digunakan oleh sebagian besar rakyat menengah ke
bawah hanya menikmati 3 persen subsidi BBM. (BPH Migas, 2013)
SUBSIDI TIDAK
TEPAT SASARAN, TIDAK ADIL ATAU TIDAK BERPIHAK
PADA GOLONGAN EKONOMI
LEMAH
19
Perkembangan Komposisi Belanja Negara Mengikat dan Tidak Mengikat, Tahun 2008-2013 (%)
• Mandatory Spending –pengeluaran yang sifatnya wajib karena perintah Undang-undang, berdampak pada ruang fiskal (fiscal space) makin terbatas, khususnya untuk alokasi anggaran ke jenis belanja yang dapat lebih produktif.
• Keterbatasan fiscal space berisiko membuat APBN tidak dapat berfungsi secara optimal.
• Kecenderungan dalam setiap pembahasan RUU yang mengamanatkan pembentukan lembaga baru (badan/lembaga/komisi/dewan) berimplikasi pada penambahan alokasi anggaran yang sifatnya mengikat.
20
Anggaran Pendidikan sebesar 20%
dari APBN/APBD
DAU min 26% dari
penerimaan dalam negeri
netto
DBH sesuai UU No. 33 Tahun
2004
Anggaran Kesehatan
sebesar 5% dari APBN Dana Otsus 2%
dari DAU Nasional
Dana Keistimewaan
DIY
Dana Desa 10% dari Dana
Transfer Daerah
APBN
• Khusus untuk kebijakan dana desa, ditetapkan alokasinya melalui realokasi belanja pusat yang berbasis desa.
• Alokasi dana desa kepada kabupaten/kota berdasarkan jumlah desa dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis.
• Ketentuan UU 6 th 2014 10 % dari dan diluar dana transfer --- 2015 9,1 t, APBN-P 2015 20,7 t (4%) dan 2016 direncanakan 6 %
• Hingga Juni 2015 telah tersalurkan 7,3 t di 385 kab/kota dari 20,7 ke 434 kab/kota
• Kajian KPK: terdapat 14 potensi permasalahan yang ditemukan dalam pengelolaan dana desa, meliputi empat aspek, yaitu aspek regulasi dan kelembagaan, aspek tata laksana, aspek pengawasan dan aspek sumber daya manusia
21
Transfer Daerah