GLOKALISASI KURIKULUM CAMBRIDGE DI SEKOLAH DASAR
YANG BERBASIS ISLAM
Tesis
Diajukan kepada Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister
dalam Bidang Pendidikan Islam
Oleh:
NUR HASANAH
21151200000004
Pembimbing:
Muhammad Zuhdi, M. Ed, Ph. D
Pendidikan Islam
Sekolah Pascasarjana
Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
2018 M/1439 H
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat,
taufik dan hidayahNya hingga penulis dapat merampungkan penyusunan tesis
Penelitian dengan judul “Glokalisasi Kurikulum Cambridge di Sekolah Dasar yang
Berbasis Islam”. Salawat dan salam juga tidak lupa dihaturkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang membawa kita dari zaman kebodohan menjadi zaman yang
serba teknologi seperti sekarang ini.
Penelitian ini disusun dalam rangka penyusunan Tesis yang menjadi salah
satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Islam di Sekolah
Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta. Dipilih
judul ini dilihat dengan banyaknya sekolah berkembang yang menggunakan
kurikulum Cambridge sebagai produk global ditengah maraknya pemeliharaan
kearifan lokal sebagai kekuatan suatu wilayah. Penelitian ini bertujuan untuk
mempelajari bagaimana adaptasi yang terjadi di sekolah Islam dalam implementasi
kurikulum Cambridge.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Tesis Penelitian ini masih
terdapat kelemahan yang perlu diperkuat dan kekurangan yang perlu dilengkapi.
Karena itu, dengan rendah hati penulis mengaharapkan masukan, koreksi dan saran
untuk memperkuat kelemahan dan melengkapi kekurangan tersebut.
Dalam penulisan Tesis Penelitian ini, penulis mengucapkan terimakasih
kepada semua pihak yang berkenan memberi bimbingan, arahan dan masukan bagi
tersusunnya Usulan Penelitian yang layak untuk disajikan. Oleh sebab itu, sepatutnya
disampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, sebagai Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Prof Dr. Masykuri Abdillah, MA., Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Dr. JM Muslimin, MA., (Ketua
Jurusan Magister) Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta, atas arahan, bimbingan agar penulis dapat segera
menyelesaikan studi.
3. Bapak Muhammad Zuhdi, M. Ed, Ph. D sebagai Pembimbing tesis ini. Terima kasih
atas bimbingan, petunjuk dan sarannya yang diberikan selama proses bimbingan.
Semuanya dilakukan dengan penuh keikhlasan di tengah-tengah kesibukannya
sebagai Wakil Dekan Akademik FITK Universitas Islam Negri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Segenap dosen mata kuliah maupun penguji pada ujian Proposal, Ujian
Komprehensif, Work In Progress I dan II, dan ujian pendahuluan, diantaranya Prof.
Dr. Didin Saepudin, MA, Dr. JM Muslimin, MA, Dr. Suparto, S.Ag., M.Ed., Prof.
Husni Rahim, Prof. Dr. Yunasril Ali, MA, Dr. Usep Abdul Matin, MA, Drs. Jajang
Jahroni, M.A, Dr. Kusmana, MA, Prof. Dr. Iik Arifin Mansurnoor, MA, Dr. Yusuf
vi
Rahman, M.A. Terima kasih atas masukan dan kritikan yang konstruktif ketika ujian
maupun verifikasi.
5. Segenap civitas akademik Mumtaza Islamic School dan MIN 1 Ciputat yang telah
membantu dalam kelancaran penelitian penulis. Thanks for all.
6. Kepada Alm. ayahanda H. Musannif Hasibuan dan ibunda Hj. Samperani Nasution,
yang telah melahirkan, mengasuh, membesarkan, mendidik, dan, membimbing saya
sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan dari tingkat dasar sampai pada
jenjang S2 ini. Sepatutnya penulis menghaturkan do'a khusus untuk mereka berdua,
teruntuk mamah “rabbigfirlī waliwālidayya warḥamhumā kamā rabbayānī ṣagīrā”,
dan teruntuk Alm Ayahanda “Allahumagfirlahu warhamhu waafihī wa'fuanhu.
Allahuma lā tahrimna ajrohum walā taftinā ba'dahum wagfirlana walahum”.
7. Putri Pertama ku yang tersayang, Sophia. Tuhan begitu menyayangimu hingga
mengambilmu sebelum kamu melihat dunia ini. Insya Allah, kita bertemu di
surgaNya kelak, Amin.
8. Kepada suami, Kasyfiyullah dan anak-anak, Luffy De Sophie dan Mosa Le Aatreya
tersayang, terima kasih yang sedalam-dalamnya atas semangat dan pengertiannya
selama ini. Khususnya dalam penyelesaian tesis ini, Bubu love you guys so much!
9. Kepada bapak mertua H. Nur Hasan dan Ibu Mertua Shanti Muspiroh Wati atas
dukungannya.
10. Terima kasih juga buat kakak-kakak dan abang-abang kandung maupun ipar yang
sudah memberikan support untuk menyelesaikan tesis ini dengan sebaik-baiknya.
11. Kepada sahabat-sahabat SPs seperjuangan, terutama angkatan 2015, tak lupa juga
kepada penghuni setia kantin SPs. Sukses buat kalian semuanya!
Kepada semua pihak yang tidak sempat disebutkan, padahal sesungguhnya
mereka sangat berjasa baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses
perkuliahan sampai pada penulisan Tesis ini, tak lupa penulis ucapakan terima kasih.
Jakarta, 31 Maret 2018
Penulis,
Nur Hasanah
xv
ABSTRAKSI
Hasil dari penelitian ini merupakan adanya adaptasi yang dilakukan oleh
Sekolah Dasar Berbasis Agama Islam (SDI) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) dalam
mengadopsi kurikulum Internasional, khususnya pada metode pembelajaran dalam
implementasi kurikulum Cambridge. Sekolah dasar Islam yang menjadi subjek
penelitian merupakan sekolah-sekolah yang menggunakan kurikulum Cambridge
baik dari awal pembangunannya atau baru menggunakan kurikulum tersebut
beberapa tahun terakhir ini, yaitu Mumtaza Islamic School dan MIN 1 Ciputat.
Penemuan ini didasarkan pada penelitian lapangan yang penulis lakukan tentang
seberapa jauh dua sekolah dasar Islam tadi memparaktikkan standar dan
implementasi kurikulum Cambridge. Kemudian menyusuri dan menganalisis
tentang proses kurikulum Cambridge diadopsi. Selain itu melihat juga bagaimana
kultur budaya lokal yang ada di sekolah-sekolah Islam tersebut dapat beradaptasi
dan tetap eksis.
Penemuan ini menginspirasi penulis untuk menghubungkan kajian ini
dengan gagasan George Ritzer yang menyatakan bahwa teori glokalisasi itu adalah
teori belajar yang memiliki suatu pedoman untuk berfikir secara global, lalu
bertindak secara lokal sesuai dengan konsumen lokal. Sebaliknya, penelitian ini
menolak pandangan HAR Tilaar yang berpendapat bahwa tiap negara ataupun
wilayah memiliki keadaan alam dan budaya lokal yang berbeda-beda. Sehingga
tiap-tiap wilayah pun memiliki peraturan yang berlaku, tugas lembaga pendidikan
hanya mengikuti peraturan yang ada pada masing-masing wilayah mereka agar
proses belajar nantinya mencapai tujuan sesuai masing-masing wilayah tersebut.
Selanjutnya akan penulis perkuat teori glokalisasi ini dengan pendekatan
fenomenologi yang digunakan sebagai pedoman metode penelitian deskriptif
analisis kualitatif dengan menggunakan sumber data premier dan sumber data
sekunder. Adapun sumber data primer yang diperoleh dari data empiris yang
didapat melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi yang penulis lakukan di
dua sekolah dasar Islam tersebut. Lebih dari itu, penulis akan membandingkan data
sekolah dengan sumber data sekunder berupa jurnal, artikel, majalah, karya para
pakar pendidikan dan buku-buku pendukung yang berhubungan dengan glokalisasi
dan pendidikan. Seluruh data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan
mengidentifikasi, mengklasifikasi, dan menyimpulkan untuk mendapatkan hasil dari
penetilian ini.
Kata kunci: Kurikulum Cambridge, Glokalisasi, dan Fenomeologi
xvii
ABSTRACT
The result of this research is an adaptation conducted by Islamic elementary
school (SDI) and Madrasah Ibtidaiyah (MI) in adopting International curriculum,
especially on method of learning in Cambridge curriculum implementation. Islamic
elementary schools that are the subject of research are schools that use the Cambridge
curriculum either from the beginning of development or just use the curriculum in
recent years, which are Mumtaza Islamic School and MIN 1 Ciputat. The findings
are based on fieldwork that writer do about how far these two Islamic elementary
schools have been practicing the standards and implementation of the Cambridge
curriculum. Then identify and analyze about the Cambridge curriculum process was
adopted. In addition, also see how the culture of local culture that exist in these
Islamic schools can adapt and still exist.
This discovery inspired the author to relate this study to George Ritzer's
notion that the theory of glocalization is a learning theory that has a guide for global
thinking, then acts locally according to local consumers. Instead, this research rejects
the view of HAR Tilaar who argues that each country or region has different natural
and cultural circumstances. So that every region also has the rules that applied, the
tasks of educational institutions only follow the rules that exist in their respective
regions so that the learning process will achieve the goals according to each region.
Furthermore, the authors reinforce this glocalization theory with
phenomenology approach that is used as a guideline of descriptive qualitative
research method by using premier data source and secondary data source. The
primary data source obtained from the empirical data obtained through observation,
interviews, and documentation that the writer did in two Islamic elementary schools.
Moreover, the authors will compare the data with secondary data sources in the form
of journals, articles, magazines, the work of educational experts and supporting books
related to glocalization and education. All the data collected is then analyzed by
identifying, classifying, and concluding to obtain results from this research.
Keywords: Cambridge Curriculum, Glocalization, and Phenomenology
امللخص
دج دوليتال هج الدزاسيتمنجكييف تعسف على إلى اليهدف هرا البحث (Cambridge) كامبر
. سيبىجاثب 1 الحكىميت الابتدائيت تزساملدهما املدزست لاسماميت ممتاشا و و نيسماميتلا ن يدزستاملب
لتعسفا هدفمن خمال دزاست الحالت الىقيعيت كىن منهج البحث املستخدم منهج البحث النىعي
دج منهج الدزاسيت جطبيقفي لتنفيرا زمعيامازسان نامدزستهاجان مدي أي إلى كامبر
(Cambridge) التي حصلت فيهما. الثقافت املحليت و
دهره النتيجت تزز حىزج زأي جؤ تالأن القائل ب (George Ritzer) ز حليتامل عىملتال نظس
(glocalization) ت سفضج. و محلياو إجيان الفعل عاملياازشاد الفكس استخدمت التي التعلم هظس
حالت اختمافبحسب املقسزةالنظم يهالد منطقت كلالقائل بأن (Har Tilaar) جيماز هاز زأي
ظسوفبلكي مناسبا املىحىدة النظم ع اإجب التعليميت املؤسساث ىاحبتف, الثقافت املحليت و الطبيعت
منطقتهم.
ق التحليل الىصفي و البحث النىعي منهج علىهرا البحث عتمد ا اجباع تم بياهه عن طس
ت نهجامل ق الحىاز و ألاساسيت تم حمع بياهاث و (phenomenology) الظىاهس املقابلت عن طس
البياهاث لاضافيت من الكتب و و جحصل .نيسماميتلا ن يدزستاملب من البياهاث املىحىدةواملماحظت
تم جحليل و. و غيرها من مصادز املعلىماث املتصلت باملىضىع التربيت خبراء مؤلفاثو لجماثامل
ق بياهاتها , سيقىم الباحث على الدزاست ذلك من أكثرو .ستنتاجالا و تصنيفال و تحددال عن طس
. فيها تمسغىب النتيجت هاحصلت من حتى املتىفسة البياهاثاملقازهت بين
ظواهريةالاملحلية, العوملة ,منهج الدراسية كامبريدج :الكلمات املفتاحية
PEDOMAN TRANSLITERASI
Pedoman transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam penelitian ini adalah
ALA–LC ROMANIZATION tables yaitu sebagai berikut:
A. Konsonan
Initial Romanization Initial Romanization
ḍ ض Omit ا
ṭ ط B ب
ẓ ظ T ت
‘ ع Th ث
Gh غ J ج
F ف Ḥ ح
Q ق Kh خ
K ك D د
L ل Dh ذ
M م R ر
N ن Z ز
H ة ,ه S س
W و Sh ش
Y ى Ṣ ص
B. Vokal
1. Vokal Tunggal
Tanda Nama Huruf Latin Nama
....... Fatḥah A A
... Kasrah I I
....... Ḍammah U U
2. Vokal Rangkap
Tanda Nama Gabungan Huruf Nama
.ى ... Fatḥah dan ya Ai A dan I
Fatḥah dan wau Au A dan W ..…و
Contoh :
Ḥaul : حول Ḥusain : حسين
C. Vokal Panjang
Tanda Nama Gabungan
Huruf Nama
Fatḥah dan alif Ā a dan garis di atas ىآ
Kasrah dan ya Ī i dan garis di atas ى ى
Ḍammah dan wau ū u dan garis di atas ىو
D. Tā’ marbūṭah (ة)
Transliterasi ta’ marbut}ah (ة) di akhir kata bila dimatikan ditulis h.
Contoh :
madrasah : مدرسة mar’ah : مرأة
(Ketentuan ini tidak digunakan terhadap kata-kata Arab yang sudah terserap
ke dalam bahasa Indonesia seperti shalat, zakat dan sebagainya kecuali
dikehendaki lafadz aslinya)
E. Shaddah
Shaddah/tasydīd di transliterasi ini dilambangkan dengan huruf, yaitu huruf
yang sama dengan huruf bershaddah itu.
Contoh:
shawwāl : شوال rabbanā : ربنا
F. Kata Sandang Alif + Lām
Apabila diikuti dengan huruf qamariyah ditulis al.
Contoh :
al-Qalam : القلم
Apabila diikuti oleh huruf shamsiyah ditulis dengan menggandeng huruf
shamsiyah yang mengikutinya serta menghilangkan huruf l-nya
Contoh:
Al-Nās : الناس Al-Shams : الشمس
G. Pengecualian Transliterasi
Adalah kata-kata bahasa Arab yang telah lazim digunakan di dalam bahasa
Indonesia, seperti هللا, asmā` al-ḥusnā dan ibn, kecuali menghadirkannya dalam
konteks aslinya dan dengan pertimbangan konsistensi dalam penulisan
xxiii
DAFTAR ISI
Halaman Muka i
Pernyataan Perbaikan Setelah Verifikasi iii
Kata Pengantar v
Pernyataan Bebas Plagiarisme vii
Lembar Pengecekan TurnItIn ix
Persetujuan Pembimbing xi
Persetujuan Perbaikan Setelah Ujian Pendahuluan xiii
Abstraksi xv
Abstract xii
xixامللخص Pedoman Trasliterasi xxi
Daftar Isi xxiii
Daftar Gambar xxvi
Daftar Bagan xxvii
BAB I : PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Permasalahan 13
1. Identifikasi Masalah 13
2. Perumusan Masalah 14
3. Pembatasan Masalah 14
4. Tujuan Penelitian 14
5. Manfaat Penelitian 14
C. Penelitian Terdahulu Yang Relevan 15
D. Metodologi Penelitian 22
E. Sistematika Penulisan 26
BAB II : KRITIK ATAS GLOBALISASI DAN INTEGRASI KONTEN
LOKAL 29
A. Globalisasi dari Masa ke Masa 29
B. Glokalisasi Sebagai Sebuah Kritik 40
C. Tantangan Globalisasi Pendidikan dan Penguatan Konten Lokal 45
BAB III : KURIKULUM PENDIDIKAN DI INDONESIA 51
A. Kurikulum Internasional 51
B. Kurikulum Nasional 60
C. Kurikulum Cambridge sebagai produk Global 64
D. Kurikulum Cambridge Sebagai Kurikulum yang Aplikatif 69
E. Perbandingan kurikulum Cambridge pada Sekolah Umum (Non
Islam) 73
F. Lapangan Imlpementasi Kurikulum 74
1. Mumtaza Islamic School 75
2. MIN 1 Ciputat, Tangerang Selatan 81
G. Tahfidz dan Penanaman Akhlak Sebagai Produk Lokal 90
BAB IV : PENERAPAN KURIKULUM CAMBRIDGE DI INDONESIA
(STUDI KASUS DI MUMTAZA ISLAMIC SCHOOL DAN
xxiv
MIN 1 CIPUTAT) 93
A. Pemenuhan Persyaratan Kurikulum Cambridge Regional Asia 93
1. Visi dan misinya sesuai dengan Cambridge 93
2. Kualitas guru memadai 94
3. Bangunan sekolahnya memadai 98
4. Sarana dan Prasarana 99
5. Ada izin dari pemerintah 101
B. Adaptasi Metode Pembelajaran Kurikulum Cambridge dalam
Pembelajaran Non Kurikulum Cambridge 104
1. Penggunaan bahasa Inggris 104
2. Penggunaan teknologi 107
3. Pendidikan yang tematik 108
C. Adaptasi Pengaruh Kurikulum Cambridge Terhadap Proses Kegiatan
Belajar Mengajar 111
1. Penyederhanaan bahasa Inggris 111
2. Mengurangi metode hafalan 112
3. Peserta didik yang percaya diri 114
4. Peserta didik yang kritis 116
5. Projek kreatif dan inovatif 118
D. Adaptasi Integritas Konten Lokal dalam Proses Kegiatan Belajar
Mengajar pada Mata Pelajaran Kurikulum Cambridge 121
1. Menanamkan nilai adab 122
2. Membiasakan kegiatan agamis 123
3. Perubahan materi bahan ajar 125
4. Penggunanan contoh materi mengunakan konten lokal 127
E. Adaptasi produk global terhadap konteks lokal 129
1. Kurikulum parsial 130
2. Kurikulum ganda 131
3. Penanaman budaya lokal dan nilai Pancasila 132
4. Bahasa pengantar 134
5. Singkronisasi dengan program pemerintah 137
6. Guru natif 138
F. Aspek Penunjang Pembelajaran Kurikulum Cambridge 142
1. Orang tua 142
2. Pendidik 143
3. Peserta didik 144
4. Lingkungan 144
G. Meluasnya Tujuan Glokalisasi Melalui Kurikulum Cambridge 145
1. Sebagai alat masuknya budaya global/produk global 145
2. Alat promosi nilai-nilai budaya lokal 145
3. Meredam Culture Shock 145
BAB V : PENUTUP 147
A. Kesimpulan 147
B. Saran-saran 148
xxv
DAFTAR PUSTAKA 149
GLOSARIUM 163
INDEKS 169
LAMPIRAN-LAMPIRAN 173
xxvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 : Contoh soal sains grade 5 55
Gambar 3.2 : Contoh soal matematika grade 3 56
Gambar 3.3 : Contoh bahasa Inggris grade 4 57
Gambar 3.4 : Buku Paket Mata Pelajaran bahasa Inggris Semester 2
Pupil’s Book 67
Gambar 3.5 : Buku Paket Mata Pelajaran bahasa Inggris Semester 2
Workbook 67
Gambar 3.6 : Buku Paket Mata Pelajaran bahasa Inggris Semester 2
Teacher’s Guide 68
Gambar 3.7 : Peta Mumtaza Islamic School 75
Gambar 3.8 : Kegiatan Tahsin 80
Gambar 3.9 : Kegiatan Penampilan 81
Gambar 3.10 : Peta MIN 1 Ciputat 82
Gambar 3.11 : Tabel hafalan peserta didik kelas 3 Andalusia
Min Ciputat 85
Gambar 3.12 : Salah satu mading di kelas bilingual 87
Gambar 4.1 : Praktek Sains di Laboratorium 113
Gambar 4.2 : Solat Dhuha Berja’maah di Masjid Ar-Riyadh 124
Gambar 4.3 : Permainan Dampu Roket di Koridor Kelas 134
Gambar 4.4 : Dua Van Perpustakaan Keliling Tangerang Selatan 138
xxvii
DAFTAR BAGAN
Tabel 1.1 : Waktu Penelitian 23
Bagan 3.1 : Tingkatan Kurikulum Cambridge 53
Bagan 3.2 : Struktur Organisasi Mumtaza Islamic School 77
Bagan 3.3 : Struktur Organisasi MIN 1 Ciputat 83
Tabel 3.4 : Perbandingan 3 Kurikulum di Indonesia (Nasional, Agama, dan
Cambridge) 87
Tabel 4.1 : Standar Minimum Kurikulum Cambridge Regional Asia Pasifik
dan Asia Tenggara 102
Tabel 4.2 : Tabel Proses Adaptasi Metode Pembelajaran Kurikulum Cambridge
dalam Pembelajaran Non Kurikulum Cambridge 110
Tabel 4.3 : Tabel Proses Adaptasi Pengaruh Kurikulum Cambridge Terhadap
Proses Kegiatan Belajar Mengajar 120
Tabel 4.4 : Tabel Proses Adaptasi Integritas Konten Lokal dalam Proses Kegiatan
Belajar Mengajar pada Mata Pelajaran Kurikulum Cambridge 128
Tabel 4.5 : Tabel Proses Adaptasi produk global terhadap konteks lokal 140
xxviii
xxi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 : Contoh soal sains grade 5 55
Gambar 3.2 : Contoh soal matematika grade 3 56
Gambar 3.3 : Contoh bahasa Inggris grade 4 57
Gambar 3.4 : Buku Paket Mata Pelajaran bahasa Inggris Semester 2
Pupil’s Book 67
Gambar 3.5 : Buku Paket Mata Pelajaran bahasa Inggris Semester 2
Workbook 67
Gambar 3.6 : Buku Paket Mata Pelajaran bahasa Inggris Semester 2
Teacher’s Guide 68
Gambar 3.7 : Peta Mumtaza Islamic School 75
Gambar 3.8 : Kegiatan Tahsin 80
Gambar 3.9 : Kegiatan Penampilan 81
Gambar 3.10 : Peta MIN 1 Ciputat 82
Gambar 3.11 : Tabel hafalan peserta didik kelas 3 Andalusia
Min Ciputat 85
Gambar 3.12 : Salah satu mading di kelas bilingual 87
Gambar 4.1 : Praktek Sains di Laboratorium 113
Gambar 4.2 : Solat Dhuha Berja’maah di Masjid Ar-Riyadh 124
Gambar 4.3 : Permainan Dampu Roket di Koridor Kelas 134
Gambar 4.4 : Dua Van Perpustakaan Keliling Tangerang Selatan 138
xxi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 : Contoh soal sains grade 5 55
Gambar 3.2 : Contoh soal matematika grade 3 56
Gambar 3.3 : Contoh bahasa Inggris grade 4 57
Gambar 3.4 : Buku Paket Mata Pelajaran bahasa Inggris Semester 2
Pupil’s Book 67
Gambar 3.5 : Buku Paket Mata Pelajaran bahasa Inggris Semester 2
Workbook 67
Gambar 3.6 : Buku Paket Mata Pelajaran bahasa Inggris Semester 2
Teacher’s Guide 68
Gambar 3.7 : Peta Mumtaza Islamic School 75
Gambar 3.8 : Kegiatan Tahsin 80
Gambar 3.9 : Kegiatan Penampilan 81
Gambar 3.10 : Peta MIN 1 Ciputat 82
Gambar 3.11 : Tabel hafalan peserta didik kelas 3 Andalusia
Min Ciputat 85
Gambar 3.12 : Salah satu mading di kelas bilingual 87
Gambar 4.1 : Praktek Sains di Laboratorium 113
Gambar 4.2 : Solat Dhuha Berja’maah di Masjid Ar-Riyadh 124
Gambar 4.3 : Permainan Dampu Roket di Koridor Kelas 134
Gambar 4.4 : Dua Van Perpustakaan Keliling Tangerang Selatan 138
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah sebuah usaha sadar yang terencana dalam
mewujudkan suasana dan proses pembelajaran agar peserta didik dapat secara
aktif mengembangkan potensi dirinya,1 baik potensi dari segi kekuatan spiritual
keagamaan, akhlak mulia, kepribadian, pengendalian diri, kecerdasan, dan
keterampilan yang diperlukan untuk dirinya kemudian untuk masyarakat,
bangsa, dan negara. Didalamnya tidak hanya untuk mencapai hasil belajar yang
baik, melainkan terdapat proses yang terjadi pada peserta didik.2
Islam sebagai salah satu agama yang menganggap pendidikan
merupakan sesuatu yang penting. Hal ini dikuatkan dengan firman Allah yang
tertera di dalam Al-Quran.
"... ي رفع اهلل الذين امن وا منكم و الذين اوت وا العلم درجات..."3Potongan ayat di atas menyatakan bahwa Allah akan meningkatkan derajat
seseorang yang beriman dan menuntut ilmu. Di dalam Tafsir Qurthubi
dijelaskan bahwa Allah akan meningkatkan derajat seseorang yang beriman dan
menuntut ilmu.4 Jadi pendidikan merupakan suatu hal penting yang dapat
menunjang berkembangnya daya pikir seseorang.
Pendidikan juga merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan
bermasyarakat karena dengan pendidikan masyarakat dapat memperbaiki
kualitas hidup, hal ini diperkuat dengan semakin tinggi pendidikan yang
dipelajari maka semakin terbuka kemungkinan peningkatan wawasan ilmu
pengetahuan dan pengalaman dalam menyelesaikan masalah.5
Pendidikan juga dipandang sebagai salah satu kunci utama dalam
mengatasi masa depan. Dengan demikian kualitas pendidikan harus
dilaksanakan secara sistematis serta searah berdasarkan kepentingan yang
mengacu pada kemajuan pengetahuan dan teknologi (IPTEK)6 yang dilandasi
1 UU RI No. 2 Tahun 1989 tentang pendidikan nasional. 2 M. Supriadi, “Analisis Sistem Penilaian Kelas dalam Kegiatan Belajar
Mengajar”, El-Hikam: Jurnal Pendidikan dan Kajian KeIslaman, Vol VII, No. 1,
Januari (2014) : 3. 3 QS. Al-mujadilah, 11 4 Ahmad, Abdul Malim Qurtubi, Tafsir Al-qurthubi, (Qahirah: Maktab Arabiyah,
1967) 268. 5 Onny S Prijono dan A.M.W Pranarka, Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan, dan
Implentasi, (Jakarta: Centre for Strategic and International Studies, 1996) 72. 6 Suparlan, “Pendidikan IPTEK Informatif”, Jurnal Terampil, Vol. 2, No. 2,
Januari, (2014) : 6.
2
oleh keimanan dan ketakwaan (IMTAK)7. Akan tetapi pada kenyataanya
pendidikan di Indonesia saat ini dalam kondisi kritis. Awal tahun 2016 salah
seorang pengamat pendidikan yang bernama Indra Charismiadji di dalam acara
seminar nasional pendidikan mengatakan bahwa 5 lembaga survei Indonesia
yang menempatkan tingkat pendidikan di Indonesia berada pada ranking
terbawah. Organization for Economic and Development (OECD) menempatkan
Indonesia berada di urutan ke 64 dari 65 negara. Kemudian The Learning Curve
menempatkan Indonesia pada posisi terakhir dari 40 negara. Sedangkan hasil
survei TIMS and Pirl lebih bagus menempatkan Indonesia di posisi 40 dari 42
negara. Lalu Word Education Forum yang berada di bawah naungan PBB
menempatkan Indonesia di posisi 69 dari 76 negara. Dan yang terakhir Word
Literacy meletakkan Indonesia pada ranking ke 60 dari 61 negara.8
Apabila kita bandingkan dengan survei yang dilakukan oleh United
Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO) pada
tahun 2011 terhadap kualitas pendidikan di negara-negara berkembang di asia
pasifik. Salah satu hasilnya adalah Indonesia menduduki peringkat ke 10 dari 14
negara.9 Maka, dari survey UNESCO tersebut menggambarkan bahwa
pendidikan di Indonesia belum mengalami perubahan dari segi mutu dan
kualitas pendidikan.
Menelusuri krisis pendidikan nasional yang bermutu rendah sulit
rasanya apabila kita menetapkan salah satu penyebab yang pasti, tetapi
penesulurannya akan sampai bagian terpenting didalam kegiatan di sekolah.
Ada 3 elemen penting dalam pendidikan dan pembelajaran yang harus
diperhatikan, yaitu: (i) Fasilitas,10 (ii) Guru,11 dan (iii) Kurikulum.12 Ketiga
elemen ini adalah saling melengkapi satu sama lain. Pengertian element fasilitas
dan guru akan dijelaskan secara singkat dan padat. Kemudian pengertian dan
perangkat yang berkaitan dengan kurikulum akan dibahas secara lebih rinci.
Fasilitas adalah tempat, alat-alat, dan layanan yang diberikan oleh pihak
sekolah kepada peserta didik dalam menunjang proses belajar mengajar yang
dilakukan di sekolah. Fasilitas ini diberikan supaya pembelajaran berjalan
7 Milya Sari, “Pendidikan Biologi Berbasis IMTAQ Sebagai Usaha Pembentukan
Karakter Bangsa”, Jurnal Ta’dib, Vol. 16, NO. 1 (2013) : 4. 8 http://www.jpnn.com/read/2016/04/26/393153/SEDIH!-Ini-Peringkat-Pendidik
an-Indonesia-versi-5-Lembaga-Survei-Internasional- 9 Bapennas, 2012 10 Krisnandini Wahyu Pratiwi, “Analisis Pengaruh Kematangan dan Fasilitas
Belajar Terhadap Prestasi Mahasiswa fakultas Ekonomi”, Jurnal akutansi, manajemen
bisnis dan sector public – JAMBSP, Vol. 4, No. 2, Februari (2008) : 168. 11 Fitri Oviyanti, “Tantangan Pengembangan Pendidikan Keguruan di Era
Global”, Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 7, No. 2, Oktober (2013) : 268. 12 Amri Yusuf Lubis, “Pelaksanaan Management Kurikulum pada SMA Negri 1
Buengcala Kabupaten Aceh Besar”, Jurnal Adminisrtasi Pendidikan Pasca Sarjana
Universitas Syiah Kuala, Vol. 3, No. 1, Februari (2015) 14.
3
secara efisien dan efektif, sehingga peserta didik dapat belajar secara maksimal
dan dapat menghasilkan hasil yang baik nantinya.13 Sedangkan guru dianggap
sebuah elemen yang penting di dalam proses pembelajaran, karena guru adalah
elemen yang berhubungan langsung dengan siswa yang mana sebagai subjek
dan objek belajar.14 Guru secara umum adalah sebuah profesi yang mana guru
ini bekerja secara professional dalam mengajar, mendidik, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai serta mengevaluasi peserta didik.15 Fasilitas dan
guru sangat diperlukan koordinasi yang baik. Diupayakan guru sangat paham
dalam menggunakan dan mengoperasikan fasilitas yang ada, sehingga proses
belajar mengajar dapat berjalan dengan baik dengan menggunakan fasilitas yang
ada.16
Kurikulum merupakan pondasi dari pelaksanaan pendidikan. Salah satu
fungsinya adalah sebagai alat ukur perkembangan pendidikan yang terjadi di
suatu lembaga pendidikan. hal ini dapat diartikan bahwa arah pendidikan kita
tergantung pada kurikulum yang dibuat.17 Perkembangan dari perubahan
kurikulum dapat juga memanfaatkan kebutuhan dari daerah setempat, sehingga
dapat menjadi hubungan dan timbal balik sehingga perubahan tersebut pada
intinya dapat berdampak positif bagi peningkatan kualitas bangsa dan Negara.18
Pembahasan mengenai kurikulum tidak mungkin dilepaskan dari
pengertian kurikulum, posisi kurikulum dalam pendidikan,19 dan proses
pengembangan kurikulum.20 Pembahasan mengenai ketiga hal ini dalam urutan
seperti itu sangat penting karena pengertian seseorang terhadap arti kurikulum
13 Muhammad Rifki Adam, “Hubungan Antara Fasilitas Sekolah, Minat Belajar,
dan Kebiasaan Belajar Siswa Kelas XI di SMK Se-kecamatan Mojosari”, Jurnal BK
UNESA, Vol. 3, No. 1 (2013) : 66. 14 Hasnawati, “Pendekatan Contextual Teaching Learning Hubungannya dengan
Evaluasi Pembelajaran”, Jurnal ekonomi & pendidikan, Vol. 3, No. 1, April (2006) : 2. 15 M. Shabir. U, “Kedudukan Guru Sebagai Pendidik (Tugas dan Tanggung
Jawab, Hak dan Kewajiban, dan Kopetensi Guru)”, Jurnal Aladuna, Vol. 2, No. 2,
Desember (2015) : 222. 16 Lucia H. Winingsih, “Peran Pemerintah Daerah, LPMP dan P4TK dalam
Meningkatkan Profesionalisme Guru”, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 19,
No. 4, Desember (2013) : 586. 17 https://www.jurnalasia.com/opini/fungsi-kurikulum-dalam-pendidikan/
(Diakses pada tanggal 24 Oktober 2016 pukul 4.51 wib). 18 Bracha Alpert, Student’s resistance in classroom. Antropology & Education
Quarterly, (Vol. 22, No.4, Blackwell Publishing, 1991) 14. 19 Sariono, “Kurikulum 2013: Kurikulum Generasi Emas”, E-Jurnal Dinas
Pendidikan Kota Surabaya, Vol. 3 (2013) : 8. 20 Sukaya, “Pengembangan Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi”, Jurnal
teknologi informasi & pendidikan, Vol. 1, No.1, Maret (2010) : 101.
4
menentukan posisi kurikulum dalam dunia pendidikan dan pada masanya posisi
tersebut menentukan proses pengembangan kurikulum.21
Pembahasan mengenai pengertian kurikulum ini sangat penting karena
ada dua alasan utama yang menjadikannya penting. Pertama, sering kali
kurikulum diartikan dalam pengertian yang sempit. Pengertian yang
dikemukakan mengenai pengertian kurikulum kebanyakan mengenai komponen
yang harus ada dalam suatu kurikulum. Untuk itu berbagai pengertian diajukan
para ahli sesuai dengan pandangan teoritik atau praktis yang dianutnya. Ini
menyebabkan studi tentang kurikulum dipenuhi dengan pengertian-pengertian
tentang arti kurikulum.22
Alasan kedua adalah karena pengertian yang digunakan akan sangat
berpengaruh terhadap apa yang akan dilakukan oleh para pengembang
kurikulum. Pengertian sempit atau teknis dalam kurikulum yang digunakan
untuk mengembangkan kurikulum merupakan sesuatu yang biasa dan wajar
karena itu merupakan sesuatu yang harus dikerjakan oleh para pengembang
kurikulum. Sayangnya, pengertian yang sempit itu turut pula menyempitkan
posisi kurikulum dalam pendidikan sehingga peran pendidikan dalam
pembangunan individu, masyarakat, dan bangsa menjadi terbatas pula.
Misalnya, kurikulum dimaknai dengan sebuah proses belajar mengajar
yang tertuang secara tertulis dan digunakan sebagai pedoman dalam pencapaian
sebuah tujuan suatu lembaga. Sedangkan makna luas bisa dimaknai dengan
menyangkutnya semua aspek dalam proses belajar mengajar dalam sebuah
lembaga untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Pembahasan mengenai posisi
kurikulum tak kalah pentingnya, karena posisi itu akan memberikan pengaruh
terhadap apa yang harus dilakukan didalam kurikulum dalam suatu proses
pendidikan.
Pembahasan mengenai proses pengembangan kurikulum merupakan
terjemahan dari pengertian kurikulum dan posisi kurikulum dalam proses
pendidikan dalam bentuk berbagai kegiatan yang dilakukan. Pengertian dan
posisi kurikulum akan menentukan apa saja yang seharusnya menjadi perhatian
awal para pengembang kurikulum, mengembangkan ide kurikulum,
berkembangnya kurikulum dalam bentuk teori, proses implementasi, dan proses
evaluasi kurikulum.23
21 Budi Hartono, “Lima Konsepsi Kurikulum dan Implementasinya dalam
Rancangan Kurikulum”, E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya, Vol. 1 (2012) : 2. 22 Juwariyah, “Kurikulum Ideal antara Cita dan Realita”, Jurnal Pendidikan
Agama Islam, Vol. 1, No. 2 (2004) : 200. 23 Yusnaini, Nasir Usman, Sakdiah Ibrahim, “Evaluasi Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan pada Sekolah Dasar Negri 67 Kota Banda Aceh”, Jurnal
Administrasi Pendidikan, Vol. 2, No. 1, Agustus (2014) : 12.
5
Pengembangan sebuah kurikulum merupakan sesuatu yang lumrah
terjadi karena merupakan sebuah bukti adanya peingkatan kualiatas kurikulum
itu sendiri. Tentunya pengembangan yang dilakukan sudah melalui berbagai
analisis data dan temuan dari studi-studi yang menghasilkan banyak indikator
yang menunjukkan bahwa perlunya ada perubahan dengan cara
mengembangkan kurikulum.24 Banyak faktor yang harus diperharikan,
diantaranya media, latar belakang keluarga, sekolah, iklim, staf, fasilitas,
peralatan dan lain-lain.
Analisis faktor-faktor tersebut, bersama dengan analisis diri, diikuti oleh
studi implikasi untuk perencanaan kurikulum merupakan salah satu langkah
menuju pendekatan rasional kurikulum. Kemudian analisis situasi adalah titik
permulaan yang jelas untuk pembangunan kurikulum karena proses ini
merupakan sebuah kesempatan yang ideal untuk pengembang kurikulum.
Sehingga semua hal-hal di atas, adalah kesempatan bagi kurikulum pengembang
untuk memperhitungkan faktor-faktor dalam mengembangkan kurikulum untuk
memenuhi kebutuhan siswa.25
Adapun faktor-faktor yang memberikan dampak terhadap
perkembangan kurikulum, diantaranya: Pertama, Situasi. faktor ini meliputi
kebudayaan, perubahan sosial, harapan orangtua, komunitas, asumsi, nilai, dan
ideologi. Kedua, Persyaratan sistem. Diantaranya adalah pendidikan dan
tantangan, kebijakan, ujian, otoritas lokal atau tuntutan dan tekanan, proyek
kurikulum, dan riset pendidikan. Ketiga, Sifat subjek yang harus diajarkan
menjadi masalah. Keempat, Kontribusi potensi guru dan dukungan sistem.
Misalnya seperti pelatihan guru dan dosen yang diadakan oleh lembaga
penelitian. Kelima, Sumber daya yang masuk ke sekolah. Keenam, Peserta didik
yang memiliki bakat, kemampuan dan kebutuhan pendidikan. Ketujuh, Guru
yang meliputi nilai, sikap, keterampilan pengetahuan, pengalaman, kekuatan
dan kelemahan sosial, serta peran guru. Kedelapan, Struktur sekolah meliputi
kepatuhan dan pelanggaran pada norma-norma umum. Kesembilan, Daya
material termasuk tanaman, peralatan, dan potensi untuk meningkatkan fasilitas
dan lingkungan. Kesepuluh yang merupakan terakhir adalah Evaluasi
kekurangan dalam kurikulum yang sudah ada.26
24 Ismail Suardi Wekke, “Pesantren dan Pengembangan Kurikulum
Kewirausahaan: Kajian Pesantren Raudahtul Khuffadz Sorong Papua Barat”, Jurnal
Penelitian Sosial Keagamaan, Vol. 6, No. 2, Desember (2012) : 6. 25 Efraim Ferdinan Giri, “Konvergensi Standar Akutansi dan Dampaknya
Terhadap Pengembangan Kurikulum Akutansi dan Proses Pembelajaran Akutansi di
Perguruan Tinggi Indonesia”, Jurnal Pendidikan Akutansi Indonesia, Vol. VI, No. 2
(2008) : 20. 26 Afzaal Hussain, Ashiq Hussain Dogar, Muhammad Azeem, Azra Shakoor,
“Evaluation of Curriculum Development Process”, Internasional Jurnal of Humanities
and Social Science, Vol. 1, No. 14, Oktober (2011) : 264.
6
Istilah “Kurikulum” memiliki berbagai tafsiran yang dirumuskan oleh
pakar-pakar dalam bidang pengembangan kurikulum sejak dulu sampai
sekarang ini. Tafsiran-tafsiran tersebut berbeda-beda satu dengan yang lainnya,
sesuai dengan titik berat inti dan pandangan dari pakar yang bersangkutan. Dari
banyak istilah kurikulum banyak yang berpendapat bahwa kurikulum berasal
dari bahas Latin, yakni “Curriculae”, artinya jarak yang harus ditempuh oleh
seorang pelari. Jadi, pengertian kurikulum ialah jangka waktu pendidikan yang
harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh ijazah. Dengan
menempuh suatu kurikulum, siswa dapat memperoleh ijazah. Dalam hal ini,
ijazah pada hakikatnya merupakan suatu bukti, bahwa siswa telah menempuh
kurikulum yang berupa rencana pelajaran, sebagaimana halnya seorang pelari
telah menempuh suatu jarak antara satu tempat ketempat lainnya dan akhirnya
mencapai garis finish. Dengan kata lain, suatu kurikulum dianggap sebagai
jembatan yang sangat penting untuk mencapai titik akhir dari suatu perjalanan
pendidikan dan ditandai oleh perolehan suatu ijazah tertentu.27
Sumintono28 menuliskan bahwa kurikulum adalah perangkat
pendidikan yang merupakan jawaban terhadap kebutuhan dan tantangan
masyarakat. Secara etimologis, kurikulum merupakan terjemahan dari
kata curriculum dalam bahasa Inggris, yang berarti rencana
pelajaran. Curriculum berasal dari bahasa Latin currere yang berarti berlari
cepat, maju dengan cepat, menjalani dan berusaha untuk. Banyak defenisi
kurikulum yang pernah dikemukakan para ahli. Sehingga defenisi-defenisi
tersebut bersifat operasioanl dan sangat membantu proses pengembangan
kurikulum tetapi pengertian yang diajukan tidak pernah lengkap. Kemudian Nur
Ahid29 mengungkapkan bahwa kurikulum adalah pernyataan mengenai tujuan,
ada juga yang mengemukakan bahwa kurikulum adalah suatu rencana tertulis.
Terdapat banyak sekali definisi para ahli tentang kurikulum, namun
definisi yang dikemukakan oleh para ahli tersebut berbeda antara satu dengan
lainnya. Perbedaan pendapat para ahli tersebut berdasarkan perbedaan
pemikiran atau ide sehingga menyebabkan perbedaan dalam kurikulum yang
dihasilkan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan perbedaan pendapat para
ahli tersebut, yaitu; pandangan filosofi, ruang lingkup komponen kurikulum,
polarisasi kurikulum (kegiatan belajar mengajar), dan posisi evaluasi dalam
pengembangan kurikulum.
27 Moh. Asykuri, “Pengembangan Pendidikan Berbasis Pesantren (Kajian
Kurikulum Ideal di Pesantren Dalam Era Globalisasi)”, Jurnal Studi Islam Madinah,
Vol. 10, No. 2, Desember (2013) : 174. 28 Bambang Sumintono, “Isu Pengembangan Kurikulum Baru”, Jurnal
pendidikan teknologi (2013) : 4. 29 Nur Ahid, “Konsep dan teori kurikulum dalam dunia Pendidikan”, Islamica,
Vol. 1, No. 1, Sptembe (2006) : 2.
7
Pengaruh pandangan filosofi terhadap pengertian kurikulum ditandai
oleh pengertian kurikulum yang dinyatakan sebagai “subject matter”,
“content” atau bahkan “transfer of culture”. Khusus yang mengatakan bahwa
kurikulum sebagai “transfer of culture” adalah dalam pengertian kelompok ahli
yang memiliki pandangan filosofi yang dinamakan perennialism.30
Perennialisme adalah teori pendidikan yang membahas mengenai
prinsip-prinsip realisme. Teori ini memberi pandangan konservatif atau
tradisional tentang sifat manusia dan pendidikan. Sependapat dengan pernyataan
Aristoteles bahwa manusia adalah mahkluk rasional, perennialistis melihat
sekolah sebagai lembaga yang dirancang untuk menumbuhkan kecerdasan
manusia.
Para perennialist melihat tujuan universal pendidikan sebagai
pencarian dan penyebaran kebenaran. Karena kebenaran bersifat universal dan
tidak berubah, maka pendidikan asli juga universal dan konstan. Pendidikan
harus berisi pokok bahasan kognitif yang menumbuhkan rasionalitas dan
pendidikan moral, keindahan, dan prinsip-prinsip agama untuk menumbuhkan
dimensi sikap, seperti idealis dan realis.31
Perbedaan ruang lingkup kurikulum juga menyebabkan berbagai
perbedaan dalam definisi. Ada yang berpendapat bahwa kurikulum adalah
“statement of objectives”, ada yang mengatakan bahwa kurikulum adalah
rencana bagi guru untuk mengembangkan proses pembelajaran atau
instruction32 Ada yang mengatakan bahwa kurikulum adalah dokumen tertulis
yang berisikan berbagai komponen sebagai dasar bagi guru untuk
mengembangkan kurikulum guru.33
Ada juga pendapat resmi negara seperti yang dinyatakan dalam
Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 yang menyatakan bahwa kurikulum
adalah “seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.34
Kurikulum adalah suatu pedoman yang terencana dan terorganisir
dimana didalamnya tercakup tujuan pembelajar, pembelajaran, sarana dan
prasarana, alat atau bahan, evaluasi untuk menciptakan suatu pengalaman
30 Kieran Egan, “Retrospective on “What is Curriculum?” (Tanner dan Tanner,
1980:104), Journal of Canadian Association for curriculum studies, 18. 31 Moch Taolchah, “Filsafat Pendidikan Islam: Konstruksi Tipologis dalam
Pengembangan Kurikulum”, Tsaqafah Jurnal Pendidikan Islam, Vol. II, No. 2,
November (2015) : 397. 32 Fred C. Lunenbrug, Curriculum Development: Deductive Models, (Saylor,
Alexander, dan Lewis, 1981, vol. 2 2011) 11. 33 R. A. Kruger, Curriculum Planning, Teaching, and Learning: An Interrelated
Coherency, (Rand Afrikaans University, 1976) 10. 34 UU no 20 tahun 2013 pasal 1 ayat 19
8
belajar pada pembelajaran dibawah tanggung jawab sekolah atau lembaga
penyelenggara pendidikan untuk mencapai suatu tujuan.35 Dalam usaha
pencapaian tujuan pendidikan, peran kurikulum dalam pendidikan formal di
sekolah sangatlah strategis. Bahkan kurikulum memiliki kedudukan dan posisi
yang sangat sentral dalam keseluruhan proses pendidikan, serta kurikulum
merupakan syarat mutlak dan bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan itu
sendiri, karena peran kurikulum sangat penting maka menjadi tanggung jawab
semua pihak yang terkait dalam proses pendidikan.36
Bagi guru, kurikulum itu sendiri berfungsi sebagai pedoman dalam
melaksanakan proses belajar mengajar. Karena guru bukan hanya mengajar
selama seminggu akan tetapi guru juga memantau proses pembelajaran. Kepala
sekolah dan pengawas berfungsi sebagai pedoman supervisi atau pengawasan.
Kemudian orang tua berfungsi sebagai pendukung pedoman untuk memberikan
bantuan terselenggaranya proses pendidikan. Sedangkan bagi siswa kurikulum
sebagai pedoman pelajaran.37
Dalam pengertian kurikulum yang dikemukakan tersebut harus diakui
ada kesan bahwa kurikulum seolah-olah hanya dimiliki oleh lembaga
pendidikan modern dan yang telah memiliki rencana tertulis.38 Sedangkan
lembaga pendidikan yang tidak memiliki rencana tertulis dianggap tidak
memiliki kurikulum. Pengertian tersebut memang pengertian yang diberlakukan
untuk semua unit pendidikan dan secara administratif kurikulum harus terekam
secara tertulis.39
Posisi sentral ini menunjukkan bahwa di setiap unit pendidikan
kegiatan kependidikan yang utama adalah proses interaksi akademik antara
peserta didik, pendidik, sumber dan lingkungan. Posisi sentral ini menunjukkan
pula bahwa setiap interaksi akademik adalah jiwa dari pendidikan. Dapat
dikatakan bahwa kegiatan pendidikan atau pengajaran pun tidak dapat dilakukan
tanpa interaksi dan kurikulum adalah desain dari interaksi tersebut.40
35 Sukadir, “Kurikulum 2013 sebagai Pendukung Penyiapan Generasi Emas”,
Jurnal Study Islam Panca Wahana, Edisi 12 (2014) : 3. 36 Hendripides, Ghani Haryana, “Need Assesment Pekerja Alumni yang Bekerja
pada SMK di Pekanbaru, Guna Mengembangkan Kurikulum pada Prodi Pendidikan
Ekonomi FKIM Universitas Riau”, Pekbis Jurnal, Vol. 6, No. 2, Juli (2014) : 1. 37 Saedah Siraj, “Pembelajaran Metode dalam Kurikulum Masa Depan”, Jurnal
masalah pendidikan, jilid 27 (2001) : 138. 38 Muhammad Solihin, “Kurikulum Pendidikan Islam”, NIZAM: Jurnal Studi
KeIslaman, No. Juli – Desember (2013) : 3. 39 Faridah Alawiyah, “Kesiapan Guru dlam Implementasi Kurikulum 2013”, Info
Singkat Kesejahteraan Sosial, Vol. VI, No. 15, Agustus (2014) : 2. 40 I Wayan Karmana, “Strategi Pembelajaran Kemampuan Akademik,
Kemampuan Pemecahan Masalah, dan Hasil Belajar Biologi”, Jurnal Ilmu Pendidikan,
Jilid 17, No. 5 Juni (2011) : 380.
9
Secara singkat, posisi kurikulum dapat disimpulkan menjadi tiga. Posisi
pertama adalah kurikulum sebagai construct yang dibangun untuk mentransfer
apa yang sudah terjadi di masa lalu kepada generasi berikutnya untuk
dilestarikan, diteruskan atau dikembangkan. Pengertian kurikulum berdasarkan
pandangan filosofis perenialisme dan esensialisme sangat mendukung posisi
pertama ini.
Posisi kedua adalah kurikulum berposisi sebagai jawaban untuk
menyelesaikan berbagai masalah sosial yang berkenaan dengan pendidikan.
Posisi ini dicerminkan oleh pengertian kurikulum yang didasarkan pada
pandangan filosofi progresivisme. Posisi ketiga adalah kurikulum untuk
membangun kehidupan masa depan dimana kehidupan masa lalu, masa
sekarang, dan berbagai rencana pengembangan dan pembangunan bangsa
dijadikan dasar untuk mengembangkan kehidupan masa depan.41
Kurikulum Cambridge merupakan kurikulum yang diambil dari luar
negeri yang kemudian diterapkan oleh satuan pendidikan untuk melengkapi
kurikulum nasional. Pelaksanaan pendidikan di Indonesia cukup banyak jenis
kurikulum yang diterapkan di berbagai instansi pendidikan, baik kurikulum
yang dibentuk secara nasional dari pemerintah seperti kurikulum 2013 atau
CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) dan lainnya hingga kurikulum-kurikulum
non-nasional pemerintah diberlakukan secara sadar. Salah satunya adalah
kurikulum Cambridge. Hal ini bisa dilakukan terutama setelah diberlakukan
KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) yang membuka peluang
pengembangan kurikulum pada tingkat satuan instansi pendidikan. Adaptasi
kurikulum ini dianggap memberikan dampak positif pada proses pembelajaran
di sekolah. Biasanya sekolah yang menerapkan kurikulum Cambridge ini
merupakan sekolah yang menerapkan kebijakan bilingual (dua bahasa
pengantar). Kurikulum Cambridge ini menekankan pada logika berpikir dari
pada sekedar menghafal dan hitungan.
Penekanan pada logika berfikir ini kemudian dianggap mampu
membantu siswa untuk berpikir kritis dan lebih memperdalam belajarnya tetap
tidak menyulitkan siswa walaupun menggunakan bahasa asing. Selain itu
apabila kita bandingkan dengan kurikulum lain yang ada di Indonesia ini,
kurikulum Cambridge ini tentunya dengan tidak berpacu pada target rancangan
yang sudah dibuat. Kurikulum Cambridge dibagi kepada empat tingkatan
berdasarkan usia, yaitu Cambridge primary untuk usia 5-11 tahun, Cambridge
secondary 1 untuk usia 11-14 tahun, Cambridge secondary 2 untuk usia 14-16
tahun, dan Cambridge advance untuk usia 16- 18 tahun.
41 Rustam, “Konstrak keterampilan mengajar mahasiswa program pendidikan
guru sekolah dasar”, Jurnal pendidikan dan kebudayaan, Vol. 21, No. 3, Desember
(2015) : 1.
10
Kurikulum Cambridge merupakan salah satu kurikulum dalam katagori
favorit. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya sekolah-sekolah yang menggunakan
kurikulum Camridge baik di luar maupun di dalam negri, baik sekolah sekuler
maupun sekolah Islam. Sehingga kurikulum ini merupakan kurikulum yang
sangat terkenal. Kurikulum Cambridge berasal dari Cambridge University,
London, United Kingdom yang merupakan universitas terbaik urutan 5 besar di
dunia. Karena posisi universitas ini sudah tidak diragukan, maka tingkat
kesulitannya pun tidak diragukan.42
Apabila kita melihat mundur kesejarah dunia, UK dahulu telah
menjajah puluhan negara (colony) yang ada di seluruh dunia. Kemudian banyak
negara jajahannya yang makmur, sehingga negara-negara yang pernah dijajah
dan makmur disebut masuk dalam negara-negara persemakmuran (British
Commonwealth). Banyak peninggalan budaya yang ditinggalkan oleh mereka.
Salah satunya di bidang pendidikan, sehingga kebiasaan-kebiasaan yang sudah
ada di Cambridge disesuaikan dengan sistem pendidikannya, maka dibentuklah
kurikulum Cambridge. Kemudian muncul beberapa negara yang mengadopsi
kurikulum tersebut, baik secara penuh (Full Curriculum), ataupun sebagian
(Parcial Curriculum) dengan menyesuaikan keadaan lokal negara tersebut.
Sudah hampir 150 negara yang menggunakan kurikulum Cambridge,
diantaranya: Kanada, Singapura, Malaysia, Selandia baru, dan lain-lain.43
Penerapan kurikulum Cambridge ini pun diiringi dengan kemajuan atau
keberhasilan negara-negara tersebut menjadi negara yang berkembang.
Sebagaimana yang kita ketahui, pendidikan merupakan suatu alat untuk
merubah nasib seseorang. Mengutuip ucapannya Nelson Mandela bahwa
pendidikan adalah sebuah jembatan terpenting untuk merubah nasib.
Membicarakan pendidikan maka kurikulum tentunya tidak akan bisa lepas,
kemudian kurikulum itu sendiri merupakan satu hal yang sangat menarik di
Indonesia.
Melihat dari perkembangan dan perubahan yang pesat diatas, maka
penulis juga memilih lokasi penelitian yang memiliki potensi perkembangan
yang pesat di bidang pendidikan. Sehingga salah satu alasan pemilihan
Tangerang Selatan menjadi lokasi penelitian ini dikarenakan Tangerang Selatan
dianggap sebagai wilayah perkotaan dengan kepadatan penduduk yang cukup
tinggi. Pembangunan sektor tata ruang kota di Kota Tangerang Selatan yang
42 Heri Ruslan, Wow, Sekolah di Indonesia Ramai-Ramai Terapkan Kurikulum
Cambridge, Selasa, 4 Juni 2013 08.51, http://bekasi.binus.sch.id/2016/03/cambridge-
international-examinations-kurik ulum-yang-diakui-dunia/ (Diakses pada tanggal 24
Oktober 2016 pada pukul 11.13 wib). 43 http://republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction/13/06/04/mnuiii-wow-
sekolah-di-indonesia-ramairamai-terapkan-kurikulum-cambridge (Diakses pada tanggal
24 Oktober 2016 pada pukul 15.11 wib).
11
mencakup banyak aspek mulai dari segi ekonomi, social, budaya, pendidikan,
teknologi, olah raga dan lainnya.44
Hal ini dikuatkan dengan peraturan daerah kota Tangerang Selatan yang
memfokuskan tujuan dari penataan ruang wilayah kota ini merupakan tujuan
yang ditetapkan pemerintah daerah kota dalam rangka mewujudan visi dan misi
pembangunan jangka panjang kota pada aspek keruangan, yang pada dasarnya
mendukung terwujudnya ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif,
dan berkelanjutan dengan berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan
nasional.45
Sehingga dengan berkembangnya aspek pembangunan ini, kota
Tangerang selatan ini dapat memberikan kontribusi terhadap pembangunan
ekonomi global melalui promosi budaya, inovasi, serta alih teknologi dan ilmu
pengetahuan. Ajang tersebut juga menjadi wadah bertukar pendapat dan
memperluas jejaring para profesional penelitian dan pembuat kebijakan dalam
ilmu pengetahuan dan inovasi di dunia industri teknologi tinggi, serta komunitas
masyarakat dari seluruh dunia.46
Terdapat beberapa sekolah dasar Islam yang menggunakan kurikulum
Cambridge yang ada di Tangerang Selatan. Dalam penelitian ini saya akan
fokus pada dua sekolah dasar Islam dan madrasah ibtidaiyah, diantaranya
Mumtaza Islamic School dan Madrasah Ibridaiyah Negri (MIN) 1 Ciputat.
Pemilihan sekolah ini berdasarkan katagori sekolah negri dan sekolah swasta
yang berada di Tangerang Selatan. Perbedaan katagori sekolah ini juga
membedakan Kementrian yang menaungi sekolah-sekolah tersebut. Sekolah
Mumtaza Islamic School mengajukan permohonan surat izin operasional
legalitas atas kegiatan belajar mengajar kepada Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemendikbud), sedangkan MIN 1 Ciputat dibawah naungan
Kementrian Agama (Kemenag).
Kedua sekolah ini memiliki program unggulan, yaitu Tahfidz.
Kemudian sekolah ini juga mengedepankan pengetahuan IMTAQ dan IMTEK,
salah satunya dapat dilihat dari kegiatan ibadah solat wajib yang dilakukan di
sekolah. Kemudian alasan lainnya, yaitu sekolah-sekolah ini semuanya
mengunakan kurikulum Cambridge yang tetap menonjolkan karakter unik yang
berbasis Islam di dalam program pencapaiannya. Begitu juga solat Sunnah
seperti sholat dhuha dan pelajaran membaca dan menulis Al-Qur’an dilakukan
44 http://tatakota-bangkim.tangerangselatankota.go.id/teknik/seksi-perencanaan/
(Diakses pada tanggal 24 Oktober 2016 pada pukul 11.46 wib) 45 Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 15 Tahun 2011 Tentang
Reancana Tata Ruang Wilayah Kota Tangerang Selatan Tahun 2011 – 2031. 46 http://www.kabar-banten.com/site/index/tangerang/tangerang-selatan-tuan-rum
ah-forum-inovasi-global-861.html (Diakses pada tanggal 19 Oktober 2016 pada pukul
14.36 wib).
12
di sekolah. Kemudian fasilitas teknologi yang diberikan juga sangat memadai,
hal ini ditujukan agar mendukungnya kegiatan belajar mengajar yang
mengedepankan IMTEK dengan fasilitas yang bagus. Sekolah MIN 1 Ciputat
merupakan madrasah negri yang pelajaran Bahasa Inggrisnya menggunakan
kurikulum Cambridge. Bahasa pengantar yang digunakan adalah Bahasa
Indonesia dan Bahasa Inggris. Program bilingual ini tidak hanya didapat melalui
saat pelajaran formal itu berlangsung, akan tetapi kegiatan berbahasa ini
tersalurkan melalui Bahasa komunikasi mereka antar sesama murid dan guru
menggunakan Bahasa Inggris, begitu juga sebaliknya. Dibantu juga dengan
kegiatan extrakurikuler yang sangat membantu murid di dalam pengembangan
Bahasa, salah satunya English club.
Dari kedua sekolah tersebut, terdapat hal spesifik yang akan diteliti dan
mengungkapkan fakta, apakah dua sekolah dasar Islam tersebut mengadopsi
kurikulum Cambridge secara penuh atau sebagian? Nantinya penemuan ini
penulis dasarkan pada penelitian lapangan di dua sekolah tersebut. Kemudian
pengamatan penulis tentang seberapa jauh dua sekolah Islam tadi
memparaktikkan persyaratan kurikulum Cambridge juga menjadi salah satu
fokus saya dalam pengumpulan data.
Kemudian pembelajaran lokal apa saja yang dipertahankan sehingga
budaya tersebut posisinya menjadi karakter yang diunggulkan oleh sekolah-
sekolah tersebut. Penemuan ini mengispirasi saya untuk menghubungkan
dengan gagasan George Ritzer yang menyatakan bahwa teori glokalisasi itu
adalah teori belajar yang memiliki suatu pedoman yang memahami perubahan
dengan pola fikir global dan bertindak lokal. Dengan perkataan lain dalam
konteks dua sekolah dasar Islam yang saya teliti ini saya menemukan bahwa
ketidakutuhan dua sekolah tersebut dalam mengadopsi kurikulum Cambridge.
Sehingga menunjukkan bahwa dua sekolah tadi mengadopsi kurikulum
Cambridge itu tanpa menghilangkan kurikulum yang sudah ada di sekolah
tersebut atau menambahkan kurikulum lain selain kurikulum Cambridge
kedalam kurikulum sekolah khususnya kurikulum agama (Islam).
Saya : Kurikulum Cambridge ini kapan pertama kali digunakan?
Guru : Kalau ga salah dari tahun 2010
Saya : Trus sebelumnya pake kurikulum apa?
Guru : Dulu sih kita memang pake kurikulum madrasah yang dari
Kemenag, tapi ada beberapa mata pelajaran pake kurikulum
nasional, yaitu KTSP. Kaya misalnya pelajaran IPS atau olah
raga.47
47 Wawancara dengan Ibu Sugi pada tanggal 28 April 2017 pukul 09.18 di MIN
1 Ciputat.
13
Dalam penelitian lapangan saya di dua sekolah dasar Islam tersebut,
saya mencoba untuk menemukan glokalisasi dengan menggunakan pendekatan
fenomenologi. Pendekatan ini dikembangkan oleh Edmund Husserl sehingga
mendorong saya untuk melakukan kajian ini dengan konsep glokalisasi.
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Awal penelitian ini dibuat atas dasar maraknya sekolah-sekolah
yang menggunakan kurikulum Cambridge sebagai pedoman administrasi
pada suatu sekolah. Hal ini banyak dilakukan karena banyaknya sekolah-
sekolah swasta maupun negri, terutama sekolah yang berbasis Islam ingin
meningkatkan mutu serta menjadikan sekolah tersebut menjadi sekolah
yang berstandar Internasional namun tidak menghilangkan keunikannya.
Selain itu sekolah tersebut tetap memiliki karakter dengan menonjolkan
budaya lokal. Berdasarkan dari latar belakang yang dipaparkan diatas,
maka dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan sebagai berikut:
a. Keadaan ilmu yang semakin maju dan berkembangnya
kreatifitas yang membuat pengembang kurikulum berlomba-
lomba memberikan pendidikan yang terbaik dengan indikasi
sekolah Islam yang unggulan yang mutakhir.
b. Cara mengadopsi dan menyesuaian kurikulum Cambridge di
sekolah yang berbasis Islam.
c. Permasalahan yang timbul dalam penerapan kurikulum
Cambridge di sekolah yang berbasis Islam.
d. Cara sekolah berbasis Islam tersebut dalam mempertahankan
karakter sekolah yang memiliki kultur budaya tersendiri.
e. Kesiapan SDM pendidikan dalam mengembangkan kurikulum
Cambridge.
f. Proses glokalisasi dalam upaya mempertahankan eksistensi
budaya lokal.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi tersebut, maka
dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini mengenai proses adaptasi
pembelajaran yang terjadi di sekolah Islam melalui pengaruh kurikulum
Cambridge terhadap kurikulum lokal yang dikembangakan oleh sekolah
dasar Islam di Tangerang selatan. Rumusan masalah tersebut dapat dirinci
sebagai berikut:
14
a. Bagaimana sekolah dasar Islam mengadaptasikan Kurikulum
Cambridge dalam pembelajaran di sekolah yang Islami?
b. Bagaimana sebuah sekolah Islam dalam menghadapi arus
globalisasi dengan konsep glokalisasi?
3. Pembatasan Masalah
Dari uraian di atas terliat begitu banyak permasalahan dalam
pendidikan yang berkaitan dengan kurikulum Cambridge. Oleh karena itu
penulis membatasi beberapa masalah dalam penulisan penelitian ini dengan
mengetahui apa saja yang terjadi dalam beberapa tiga aspek yaitu, Pertama,
kurikulum Cambridge dengan konteks eksistensi budaya lokal pada proses
pembelajaran di sekolah dasar yang berbasis Islam. Kedua, penelitian
dilakukan di dua sekolah dasar, Mumtaza Islamic School dan MIN 1
Ciputat. Ketiga, penelitian ini juga difokuskan pada periode pengajaran
tahun 2016-2017.
4. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan pembatasan masalah di atas, maka tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui apa saja yang terjadi dalam
pengadopsian kurikulum Cambridge dan proses glokalisasi terhadap
implementasi kurikulum Cambridge. Maka secara umum penelitian ini
bertujuan untuk:
a. Menganalisis bagaimana glokalisasi kurikulum Cambridge
terjadi di sekolah dasar Mumtaza Islamic school dan MIN 1
Ciputat.
b. Menganalisis bagaimana kebijakan sekolah yang berbasis
Islam dan memiliki kebudayaan lokal terhadap kurikulum
Cambridge yang berjalan di sekolah dasar Mumtaza Islamic
school dan MIN 1 Ciputat.
5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk
kepentingan teoritis dan praktis.
Secara teoritis penelitian ini dapat bermanfaat antara lain:
- Menambah wawasan dan pengetahuan tentang pengembangan kurikulum
pendidikanIslam.
- Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan baru bagi
pengembangan ilmu pengetahuan terutama yang berhubungan dengan
jurusan pendidikan Islam.
Secara praktis penelitian ini diharapan bermanfaat untuk dijadikan:
Bagi peneliti
15
- Sebagai prasyarat untuk memenuhi tugas akhir pada studi peneliti untuk
memeroleh gelar Magister Pendidikan di Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta. Serta hasil penelitian ini diharapkan dapat
menambah pengetahuan tentang pengembangan kurikulum.
Bagi tempat peneliti meneliti
- Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi para
pengelola dalam upaya memperbaiki, meningkatkan, serta
mengembangakan kurikulum sekolah tersebut.
- Tesis ini diharapkan mendatangkan manfaat berupa penambahan ilmu
pengetahuan serta wawasan penulisan kepada pembaca tentang kurikulum
Cambridge dan eksistensi budaya melalui proses glokalisasi yang ada
sekarang ini, sehingga kita dapat mencari solusinya secara bersama agar di
masa yang akan datang dapat meningkat lebih baik lagi dari segi kualitas
maupun kuantitas yang diberikan di dalam dunia pendidikan.
C. Penelitian terdahulu yang relevan
Berbagai kajian terkait dunia pendidikan, terutama dalam membahas
tentang kurikulum telah banyak dilakukan oleh para peneliti dari berbagai
kalangan. Diantaranya: Pertama, Jack C. Richards,48 menyatakan bahwa
kurikulum termasuk perencanaan pendidikan yang didasari oleh banyak proses.
Sehingga proses tersebut menghasilkan sebuah pengembangan, implementasi
serta evaluasi di dalam pengembangan bahasa. Sehingga pembelajaran bahasa
kedua atau bahasa asing merupakan salah satu pendidikan yang sangat diminati
di dunia ini. Jutaan anak bahkan orang dewasa meluangkan banyak waktu dan
usaha untuk menguasai bahasa baru yang dipelajarinya.
Buku Richards ini merupakan buku yang membahas tentang
perkembangan kurikulum yang fokus pada pengajaran bahasa Inggris.
Pembahasan ini tentunya berbeda dengan pembahasan yang akan penulis teliti
dalam tesis ini, karena penulis akan membahas tentang pengembangan
kurikulum Cambridge yang dianalisis dengan teori glokalisasi.
Kedua, Penelitian tesis Aida Rusmilati R49 dijelaskan bahwa secara
umum tujuan, isi, strategi, dan organisasi kurikulum Internasional yang
diadaptasi di Indonesia, misalnya kurikulum dari Cambridge University telah
sesuai dengan ketentuan standart kriteria Sekolah Berstandar Internasional
(SBI). Sehingga kurikulum yang digunakan adalah kurikulum yang
diadaptasikan dengan kurikulum Internasional.
48 Jack C. Richards, Curriculum Development in Language Teaching (Language
Education), (University Press, 2001) 8. 49 Aida Rusmilati R, “Model Kurikulum Integrasi pada Rintisan Sekolah Bertaraf
Internasional di SMA Negri 3 Madiun”, (Tesis di Universitas Muhammadiyah Malang,
2007) 186-187.
16
Siswa merupakan sasaran di dalam implementasi kurikulum integrasi
kemudian siswa juga sebagai obyek yang menerima implementasi kebijakan.
Guru sebagai pelaksanan kebijakan dan sekolah sebagai lembaga dan fasilitator
dalam menyiapkan sarana pembelajaran dan memfasilitasi semua kebutuhan
guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Kemudian, untuk mengukur
kompetensi siswa digunakanlah nilai hasil belajar siswa dengan menggunakan
standart kriteria yaitu standart ketuntasan minimal.
Dalam penyusunan dan pengimplementasian kurikulum integrasi
terdapat kendala-kendala yaitu: pertama, kurang siapnya pembuat kebijakan
dalam memfasilitasi kebijakan yang dibuat. kedua, kurangnya dukungan
pemerintah daerah tingkat I maupun tingkat II dalam memfasilitasi operasional
dari program tersebut. Ketiga, kurangnya motivasi guru untuk melakukan
inovasi pembelajaran dan pembaharuan pendidikan. Keempat, kurangnya
kompetensi guru dalam bidang bahasa Inggris dan (Teknologi, Informasi, dan
Komunikasi) TIK. Kelima, kurang lengkapnya sarana pembelajaran sesuai
kriteria Internasional. Keenam kurangnya dukungan masyarakat terhadap
program tersebut.
Dibutuhkan solusi agar sebagai pelaksana kegiatan tetap dapat
melaksanakan kebijakan yang dibuat oleh Departemen Pendidikan Nasional.
Solusi-solusi tersebut adalah , Pertama dilakukan pelatihan komputer dan kursus
bahasa Inggris khusus pada guru science dan matematika. Kedua, kerjasama
dengan beberapa dosen dari Perguruan Tinggi Negeri untuk melakukan
pendampingan. Ketiga, Melakukan penyusunan kurikulum integrasi dengan
berpedoman pada teori dan prinsip pengembangan kurikulum yang sesuai.
Keempat, memberikan keleluasaan kepada guru untuk merumuskan indikator
yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Kelima, melengkapi buku-buku
referensi dari Cambridge University Press. Keenam, melengkapi tiap kelas
dengan komputer dan LCD serta jaringan internet. Ketujuh, memberikan beban
mengajar yang tidak terlalu berat pada guru yang mengajar di kelas Rintisan
Sekolah Berstandar Internasional (RSBI). Kedelapan, memberikan penghargaan
khusus pada guru bahasa Inggris dan science dan matematika berupa insentif
tertentu, Kemudian kesembilan memberlakukan English day pada seluruh
warga sekolah khususnya siswa.
Apabila dibandingkan dengan penetian yang akan penulis teliti
penelitian ini tentang RSBI ini membahas model kurikulumnya sedangkan
penelitian yang penulis teliti spesifik pada satu kurikulum yang berstandar
Internasional, yaitu kurikulum Cambridge.
17
Ketiga, Penelitian disertasi yang dilakukan oleh Suprihadi Saputro50
menunjukkan bahwa karakteristik fenomenal yang terdapat pada kurikulum
sekolah standar Internasional berbasis integrasi standar nasional dan model
evaluasi Context, Input, Process, Product (CIPP) di sekolah Mitra adalah
sebagai berikut: pertama, melakukan perencanaan untuk menentukan desain
kurikulum berdasar atas framework kurikulum CIPP yang diintegrasikan dengan
kurikulum standar nasional. Kemudian, setiap sekolah menetapkan perubahan
kebijakan proses kurikulum, perubahan kebijakan rekrutmen guru dan
manajemen infrastruktur. Seterusnya, terdapat perubahan kebijakan substansial
dalam implementasi kurikulum sekolah, menyangkut pengalokasian waktu
pertemuan, struktur bahan, kegiatan dan infrastruktur dalam pelaksanaan
program dan sistem evaluasi program.
Penelitian Saputro ini juga membahas tentang kurikulum dengan
standar Internasional dengan model evaluasi yang spesifik, yaitu Context, Input,
Process, Product (CIPP). Sedangkan yang pebulis teliti fokus dengan kurikulum
Cambridge secara keseluruhan, mulai dari metode pembelajaran, materi
pembelajaran, dan evaluasi kurikulum tersebut.
Keempat, sebuah artikel yang ditulis oleh Zaki Mubarak dengan judul
TOEFL, Kolonialisasi dan Glokalisasi. Penulis berkeyakinan TOEFL dan
kolonialisasi gaya baru, berkaitan antara satu sama lainnya. Tidak bisa
dipungkiri, TOEFL sebagai alat ukur yang memiliki posisi strategis di dunia
akademik menjadi alat untuk kolonialisasi gaya baru. Pernyataan ini terlihat
berlebihan, namun dalam pendekataan negetif di dalamnya. Mau tidak mau,
suka tidak suka, kita telah dijajah oleh Bahasa Inggris dan TOEFL dalam
berprilaku berbangsa dan bernegara. Indikator yang menjadi analisis penulis
adalah TOEFL yang diperluas dari waktu ke waktu.
Dahulu TOEFL diujikan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan
atau seberapa besar kesiapan para calon mahasiswa yang berencana studi ke
Amerika. Bila testnya mencapai 500 atau 550, maka mereka akan dengan
mudah studi disana. Kalau rendah, jangan harap bisa menginjakkan kaki di
negeri paman Syam. Itulah aturan awalnya namun sekarang TOEFL bukan
hanya itu. Setiap perguruan tinggi di Indonesia yang meluluskan sarjana,
magister dan doktor wajib memiliki nilai TOEFL yang ditentukan.
Hal ini bisa dilihat dari indikasi sebagai berikut: Pertama, setiap
borang perguruan tinggi yang mengindikasikan bahwa mahasiswa yang diterima
perguruan tinggi harus memiliki nilai TOEFL lebih dari 450. Bila ini terjadi
maka akan diberi nilai 4 (A) untuk variabel input. Dampaknya, setiap perguruan
tinggi di Indonesia menggunakan TOEFL sebagai salah satu aspek penting
50 Suprihadi Saputro, “Manajemen Kurikulum Sekolah Standar Internasional
berbasis Integrasi Standar Nasional dan International Primary Programme (CIPP) di
Sekolah Mitra”, (Tesis, 2012) 5.
18
dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pendidikannya. Ini menunjukan
perguruan tinggi sudah mulai mengikuti standar Amerika di dunia akademik.
Kedua, TOEFL menjadi salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh
pelamar. Ada beberapa kebiasaan terutama perusahaan multinasional untuk
menyertakan nilai TOEFL bagi pelamarnya. Jika tidak, maka pelamar yang
melampirkan skor TOEFL lebih dapat diterima daripada yang tidak. Para
pelamar kerja akan berbondong-bondong untuk mendapatkan nilai TOEFL
sebagai prasarat melamar pekerjaan. Bukan hanya untuk perusahaan
transnasional, perusahaan pribumi pun ikut dengan persyaratan ini, semisal
Bank-bank di Indonesia, sehingga TOEFL telah menjajah dunia profesional di
tanah air.
Ketiga, untuk beasiswa pun wajib menyertakan hasil skor TOEFL atau
IELTS. Jika tidak, maka jangan harap akan mendapatkan beasiswa tersebut.
Keempat, untuk dapat diterima menjadi peserta sertifikasi dosen pun saat ini
harus menggunakan nilai TOEFL. Bila tidak, maka keikutsertaannya dalam
sertifikasi dosen akan digagalkan dengan sendirinya. Hal ini menunjukan bahwa
sistem rekrutmen dalam ketata negaraan kita telah dijajah oleh TOEFL. Semua
indikator ini bisa dianggap baik, bisa pula negatif. Dalam konteks bahasa
Inggris sebagai bahasa, sepertinya perlu adanya glokalisasi.
Sehingga peran glokalisasi sebagai media dalam mengglobalkan
sesuatu dengan tidak mematikan kearifan lokal. Bagaimana bahasa Inggris yang
global diisi dengan konten lokal. Contohnya Bahasa Inggris yang digunakan
global untuk dijadikan alat mempromosikan nilai-nilai ke Indoneisaan salah
satunya budaya kesundaan. Glokalisasi adalah sebuah keharusan apabila
memposisikan bahasa Inggris sebagai alat komunikasi. Glokalisasi harus
tumbuh berkembang di dunia bahasa Inggris.
Kolonialisasi bahasa melalui TOEFL dan pengajaran bahasa Inggris di
sekolah akan dapat dihindari dengan glokalisasi Bahasa Inggris. Glokalisasi ini
menempatkan bahasa Inggris sebagai alat untuk berkomunikasi dalam dunia
global. Kearifan lokal masih dapat diwariskan kepada generasi baru tanpa
meminggirkan atau mencurigai bahasa Inggris sebagai agen dari westernisasi
atau Amerikanisasi. Konten-konten lokal yang hampir mati oleh penggirangan
opini-opini global akan hadir dan hidup kembali. Singlish (Singapura English)
dan Franclish (France English) adalah dua contoh glokalisasi yang tidak
merubah keuntungan kita mampu dalam bahasa Inggris.51
Pembahasan diatas membahas tentang glokalisasi dengan
menggunakan produk global TOEFL, sedangkan enelitian yang penulis lakukan
sama-sama membahas tentang glokalisasi akan tetapi produk global yang
51Zaki Mubarak, “TOEFL, Kolonialisasi dan Glokalisasi”, (Jurnal ilmiah,
mei,2017) 2-6.
19
digunakan dalam penelitian ini adalah kurikulum Cambridge yang diadopsi dari
United Kingdon (UK).
Kemudia yang kelima, Jurnal Internasional yang ditulis oleh George
Ritzer52 dengan judul Rethinking Globalization: Glocalization/Grobalization
and Something/Nothing. Ritzer melihat globalisasi dari sudut pandang sistem
konsumerisme global dan praktik konsumsi turunannya, yang dimula oleh
Amerika, kemudian menyebar ke seluruh penjuru dunia. Contohnya adalah
makanan cepat saji (fast-food) dan penggunaan kartu credit (credit card)
bermula berkembang di masyarakat Amerika. Sekarang kita bisa menemukan
gerai makanan cepat saji dimana saja, seperti salah satunya McDonald.
Termasuk juga penggunaan kartu kredit, Visa dan Mastercard, pada
mulanya ditemukan dipertengahan abad 20 di Amerika Serikat. Kartu kredit
memungkinkan orang belanja tanpa membawa uang tunai, sebagai cara
berhutang yang mewah. Kiranya dua gejala diatas bukanlah berkembang sebatas
praktik konsumsi saja, tetapi juga telah menjadi ideologi dari gaya hidup
tertentu. Terhadap gejala diatas, Ritzer menyebutkan bahwa dunia sosial sedang
mengalami peningkatan kehampaan.
Dahulu, jika berbelanja ke pasar, jika hendak membeli sayur kita akan
ketemu langsung dengan petani yang menanamnya, lantas terjadi transaksi jual
beli. Perlahan situasi itu bergerser, petani tak lagi hadir sebagai penjual. Telah
ada pedagang yang membeli produk pertanian itu sebelum sampai ke pasar yang
kita kunjungi. Walau telah begitu, jika hendak belanja, kita tetap saja
mengalami interaksi sosial yang langsung dan subjektif sebagaimana situasi
pasar tradisional.
Ritzer juga menyusun kontinum, yang ditiap ujungnya berkelompok
dua hal, yaitu kehampaan dan keberadaan. Pada gugus kehampaan, didalamnya
terdapat bukan tempat (non-places), bukan pelayanan (non-services), bukan
orang (non-human) dan bukan benda (non-things). Sebaliknya pada gugus
keberadaan, terdapat didalamnya tempat (places), orang (human) benda (things)
dan pelayanan (services). Dengan demikian, hubungan antara keberadaan
dengan kehampaan adalah hubungan saling pengaruh dan bersifat transformatif.
Saling pengaruh bermakna bahwa segala aktifitas keberadaannyaakan memberi
proses pada jenis kehampaan, begitu juga sebaliknya.
Ritzer membahas tentang teori glokalisasi dari sudut pandang
teknologi, sedangkan penelitian yang penulis kembangkan dalam tesis ini
menggembangkan teori glokalisasi dalam kacamata pendidikan.
52 George Ritzer, “Rethinking Globalization: Glocalization/Grobalization and
Something/Nothing”, Sociological Theory, Vol. 21, No. 3, September (2003) : 193-198.
20
Keenam, artikel ilmiah yang dikeluarkan oleh Sage Publication.
Artikel yang ditulis Roland Robertson53 yg berjudul “Glokalisasi: Waktu-Ruang
dan Homogenitas-Heteroginitas” adalah suatu tinjauan teoritis yang digunakan
untuk melihat konsep globalisasi yang dibahas dalam bidang ilmu-ilmu sosial
khususnya pada diskursus sosiologis. Proyek besar Robetrson dalam
"Glocalization: Time-Space and Homogeneity-Heterogeneity" tidak lain dan
tidak bukan untuk melengkap kelemahan dari teori-teori kontemporer yaitu
dalam hal ini adalah globalisasi.
Menurutnya globalisai ini bukan hanya melalui definisi yang lebih baik
atau hanya menawarkan teori baru yang lebih rumit dari globalisasi, melainkan
Robertson menggantinya dengan konsep baru yang dikenal dengan istilah
“Glokalisasi”. Dengan melihat globalisasi sebagai suatu proses dalam arti untuk
melihat dunia secara global. Robertson menunjuk bahwa umumnya ilmuan-
ilmuan sosial atau sosiolog lebih cenderung memposisikan budaya lokal dalam
posisi inferior terhadap budaya global yang bernaung di bawah globalisasi.
Robertson berpendapat bahwa ketidakjelasan karakteristik dalam wacana
globalisasi secara sosiologis muncul di dari konsep globalisasi itu sendiri,
kemudian ia memberi pijakan yang nantinya bisa dipakai untuk memberikan
pandangan baru sebagai memposisikan budaya yang ditandai dengan kehadiran
globalisasi.
Tulisan Robertson ini membahas detail tentang globalisasi yang
mendatangkan dampak-dampak permasalahan sosial kemudian glokalisasi
muncul sebagai ide baru dalam menghadapi dampak globalisasi tersebut.
Penelitian ini tentunya berbeda dengan penelitian Robertson, karena penelitian
ini merupakan perjalanan yang lebih panjang lagi dari teori glokalisasi yang
disebutkan oleh Robertson.
Kemudian yang ketujuh, buku yang ditulis oleh Sa’eda Buang54 tentang
pendidikan madrasah di Singapura dengan judul “Religious Education as Locus
of Curriculum: A Brief Inquiry into Madrasah Curriculum in Singapore”.
Penulis mengungkapkan posisi madrasah saat ini di Singapura, bahwa madrasah
telah dipahami sebagai sekolah agama atau lembaga pendidikan agama. Baik
dari tingkat TK, SD, SMP, dan SMA. Oleh karena itu madrasah diharapkan
untuk menawarkan kurikulum yang fokus pada mata pelajaran agama agar tetap
pada pedoman yang berada di bawah institusi keagamaan.
Konten pelajaran kurikuler yang ada di madrasah telah banyak
dipahami oleh banyak orang menjadi suara dan logis untuk menghasilkan elite
religius Muslim yang sampai pada tujuan pendidikan utamanya, yaitu
pendidikan yang berdasarkan Al-quran dan Hadith. Namun, isu kurikulum
53 Roland Robertson, Glocalization: Time-Space and Homogeneity-
Heterogeneity, (London: Sage publication, 1995) 25-44. 54 Sa’eda Buang, Religious Education as Locus of Curriculum: A Brief Inquiry
into Madrasah Curriculum in Singapore,( Singapore, 2015) 241-261.
21
madrasah di Singapura telah mendapat perhatian publik dan pemimpin nasional
sejak tahun 1980an sebagai hasil dari prestasi akademis mereka yang kurang
memuaskan dibandingkan dengan sekolah nasional dalam ujian nasional tiap
tahunnya.
Artikulasi antara pihak-pihak yang bersaing, termasuk mereka yang
netral namun yang memiliki ketertarikan terletak pada keberadaan madrasah
dalam bentuk apapun, memberi perhatian yang beragam. Hal ini berkisar dari
kualitas pengajaran dan pembelajaran di madrasah, infrastruktur dan struktur
pendukung atau kekurangannya dan pembelajaran kuno. Sehingga muncul
dugaan adanya rekayasa sosio-politik yang dapat menyebabkan keluarnya
madrasah dari dasar pendidikan di Singapura.
Menempatkan semua argumen sebagai satu keseluruhan, seseorang
menyadari bahwa kurikulum madrasah menjadi titik fokus yang menarik.
Sementara banyak usaha untuk merumuskan kembali kurikulum madrasah
dalam konteks dunia yang selalu berubah dan tanpa batas. Ada yang fokus pada
kebutuhan untuk memahami susunan filosofis dan sosio-religius dari perencana
kurikulum awal dan konteks sosial dari perencanaan.
Tulisan di atas merupakan tulisan tentang madrasah yang berkembang
di Singapura, sehingga madrasah-madrash disana merupakan awal tempat
dimana para elite Muslim dibentuk. Persamaan dengan penulis teliti yaitu para
penulis sama-sama membahas tentang madrasah, sedangkan secara rinci penulis
membahas tentang adaptasi yang terjadi di madrasah terhadap kurikulum
Cambridge.
Yang terakhir, jurnal yang ditulis oleh Muhammad Nasir55 tentang
madrasah dengan judul “Kurikulum Madrasah: Studi Perbandingan Madrasah di
Asia”. Pada sistem madrasah di berbagai negara, terutama di Asia pada
umumnya memiliki kesamaan dalam proses perkembangannya. Awalnya
madrasah hanya merupakan lembaga pendidikan Islam yang hanya mengajarkan
mata pelajaran agama. Tapi dalam perkembangannya, madrasaah diberbagai
negara telah melakukan prosses intergrasi dengan mengajarkan mata pelajaran
agama dan mata pelajaran umum. Hal tersebut dilakukan untuk mengakomodasi
per-kembangan zaman yang semakian maju.
Selain integrasi mata pelajaran yang diajarkan madrasah, pe-
ngembangan unsur-unsur sistem madrasah lainnya juga memerlukan perhatian
yang serius. Ada dua unsur sistem madrasah yang perlu mendapat perhatian
yaitu unsur organic berupa para pelaku madrasah yang meliputi kepala
madrasah, guru atau pendidik, murid atau siswa dan pengurus, dan unsur-unsur
non organic yang meliputi tujuan pendidikan, filsafat dan tata nilai, dan sumber
belajar, proses kegiatan belajar mengajar, sarana dan prasarana, evaluasi dan
55 Muhammad Nasir, “Kurikulum Madrasah: Studi Perbandingan Madrasah di
Asia”, Nadwa Jurnal Pendidikan, Vol. 9, No. 2, Oktober (2017) : 156-161.
22
peraturan lain yang terkait di dalam pengelolaan madrasah. Nasir membahas
perbandingan kurikulum yang digunakan madrasah di Asia, sedangkan
penelitian yang penulis teliti hanya madrasah yang ada di Indonesia, tepatnya di
wilayah Tangerang Selatan.
D. Metodologi Penelitian
Beda ilmu pengetahuan maka beda juga metodologi yang digunakan
kerena ilmu pengetahuan merupakan sekumpulan pengetahuan dalam bidang
tertentu yang disusun secara sistematis dengan menggunakan metode keilmuan
yang dapat dipelajari dan diajarkan yang nantinya memiliki nilai guna tertentu.56
Berikut merupakan metode yang digunakan dalam tesis ini guna mempermudah
berjalannya penelitian di bidang ilmu pendidikan.
1. Jenis penelitian
Melihat rumusan masalah yang telah disebutkan diatas, peneliti
memusatkan pada masalah glokalisasi yang terjadi pada kurikulum
Cambridge dengan menggunakan pendekatan fenomenologi. Menurut
Husserl fenomena merupakan realitas yang tampak terjadi, tidak ada realitas
yang ditutup-tutupi. Kejadian objek yang tampak di hadapan ditangkap
langsung dengan kesadaran dan kesengajaan57. Pendekatan ini digunakan
untuk memahami berbagai fenomena yang terjadi di lapangan penelitian. Di
dalam pendekatan ini, peneliti berusaha memahami peristiwa yang terjadi
dalam situasi-situasi tertentu. Kemudian, peneliti memasuki wawasan
informan dengan melihat suatu pengalaman yang terjadi dari fenomena
yang terjadi sebagai makna pengalaman kehidupan informan. Peneliti
merupakan seorang guru yang pernah mengajar di sekolah berbasis Islam,
hal inilah yang mendudukan peneliti sebagai subjek dan objek penelitian.
Sehingga fenomena yang terjadi dapat dirasakan dan diamati langsung oleh
peneliti. Misalnya, peneliti terlibat langsung dalam kegiatan belajar yang
terjadi di sekolah-sekolah yang peneliti teliti. Kemudian peneliti merasakan
langsung suasana, keadaan, atau bahkan emosi yang terjadi di lapangan
penelitian.
Metode kualitatif merupakan metode yang digunakan dalam
penelitian ini. Metode kualitatif merupakan suatu metode penelitian yang
mendeskripsikan dan mengalalisis suatu kelompok secara mendalam.58
Penelitian historis dan deskriptif analisis digunakan dalam pengumpulan
56 Abbas Hamami, Epistimologi Ilmu, (Yogyakarta: Fakultas Filsafat Universitas
Gajah Mada, 1997) 8. 57 Hardiansyah A, “Teori Pengetahuan Edmund Husserl”, Jurnal substantia, Vol.
15, No. 2, Oktober (2013) : 236. 58 Nana Syaodih Sukmadinana, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung, PT
Remaja Rosda Karya, 2012) 60.
23
data dari informasi mengenai suatu gejala atau keadaan yang terjadi selama
penelitian itu berlangsung, untuk kemudian dianalisis secara kualitatif.59
2. Objek Kajian
Objek kajian penelitian ini adalah sekolah-sekolah dasar yang
berbasis Islam atau madrasah yang menggunakan kurikulum Cambridge.
Peneliti memilih kurikulum Cambridge di Mumtaza Islamic School dan
MIN 1 Ciputat. Data yang diambil dari sekolah-sekolah tersebut melalui
beberapa cara, diantaranya: wawancara, pengamatan lapangan, dan
dokumentasi dengan pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan apa yang
akan diteliti. Adapun penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan, yaitu
mulai dari bulan april 2017 sampai september 2017.
No Kegiatan
Penelitian
April Mei Juni Juli Agustus September
1 Pengumpulan
data
2 Wawancara
3 Observasi
Tabel 1.1 Waktu Penelitian
3. Sumber Data
Sumber data di dalam penelitian merupakan kata-kata, tindakan,
dan dokumen.60 Sedangkan objek analisis penelitian ini merupakan orang-
orang yang terlibat dan memiliki informasi di dalam pelaksanaan terjadinya
glokalisasi kurikulum Cambridge pada sekolah-sekolah yang diteliti. Hasil
wawancara dilakukan ke beberapa sekolah Islam atau madrasah yang
menggunakan kurikulum Cambridge baik secara penuh maupun parsial.
Kemudian informasi yang digali dari hasil wawancara, dokumen-dokumen
yang didapat berkaitan dengan penelitian kurikulum Cambridge dan teori-
teori yang digunakan dalam penelitian ini dikaitkan. Penelitian ini juga
menggunakan data dari berbagai sumber yang terkait pada teori glokalisasi
dan teori implementasi kurikulum.
Sumber data premier penelitian ini adalah data yang didapat dari
orang-orang yang benar-benar mengetahui dan mengalami aktifitas yang
terjadi di dua lapangan penelitian ini, yaitu Mumtaza Islamic School dan
59 Pupu Saeful Rahmat, “Penelitian Kualitatif”, EQUILIBRIUM, Vol. 5, No. 9,
Januari-Juni (2009) : 4-5. 60 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung, PT Remaja
Rosdakarya, Cet. 24, 2010) 157.
24
MIN 1 Ciputat. Objek analisis penelitian ini meliputi kepala sekolah, wakil
kepala sekolah bidang kurikulum, wakil kepala sekolah bidang kesiswaan,
dan wakil kepala sekolah bidang HRD. Kemudian datanya dibantu juga
melalui tenaga pengajar yaitu guru-guru (tiga orang), peserta didik (tiga
orang), dan wali murid (tiga orang yang dipilih dengan secara snowball.
Adapun sumber sekunder dari penelitian ini merupakan buku-buku bacaan
ataupun artikel yang memiliki kaitan dengan penelitian ini.
4. Teknik Pengumpulan Data
Dari sumber data di atas, maka teknik pengumpulan data ini
berasal dari sumber-sumber tersebut. Untuk memperoleh data yang
dibutuhkan, maka peneliti menggunakan beberapa metode, diantaranya:
a. Dokumentasi
Dokumentasi bisa juga disebut dengan studi dokumen yang
digunakan sebagai teknik pertama setelah penggunaan data melalui
wawancara dan observasi di dalam penelitian kualitatif. Hal ini
dikarenakan kedua teknik tersebut akan memperkuat teknik
dokumen agar dilihat lebih kredibel. Di dalam penelitian ini,
dokumentasi digunakan untuk meneliti apa saja yang berhubungan
dengan glokalisasi kurikulum Cambridge di Mumtaza Islamic
school dan MIN 1 Ciputat.
b. Metode Wawancara
Wawancara ini merupakan bentuk komunikasi antara dua
orang yang melibatkan seseorang yang memiliki banyak informasi
dan satu lagi seseorang yang mengajukan pertanyaan, dengan tujuan
tertentu.61 Sedangkan tujuan dari pewawancara ini adalah untuk
memperoleh keterangan atau pendapat dimaksud untuk digunakan
sebagai masukan dalam penelitian. Dalam wawancara di penelitian
ini, peneliti melakukan wawancara langsung terhadap informan
yang peneliti anggap mengetahui terhadap permasalahan yang
peneliti butuhkan.
Adapun jenis wawancara yang digunakan oleh penulis di
dalam penelitian ini yaitu wawancara mendalam62 yang diantaranya
61 Deddy Mulyana, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung, PT Remaja
Rosdakarya, Cet. 7, 2007) 180. 62 Proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya
jawab tatap muka antara pewawancara dengan responden atau orang yang
diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara di mana
pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama.
Keunggulannya ialah memungkinkan peneliti mendapatkan jumlah data yang banyak,
sebaliknya kelemahan ialah karena wawancara melibatkan aspek emosi, maka
kerjasama yang baik antara pewawancara dan yang diwawancari sangat diperlukan.
25
dilakukan dengan kepala sekolah dan wakil kepala sekolah.
Sedangkan wawancara yang dilakukan oleh pada beberapa guru,
wali murid dan peserta didik dipilih dengan teknik snowball.
Teknik wawancara yang dilalukan dengan memilih kepada
kepala sekolah sebagai narasumber kunci yang mengetahui suatu
hal tentang sekolah. Hal ini ditujukan untuk memperoleh informasi
tentang seputar sekolah seperti sejarah sekolah, visi dan misi
sekolah, gambaran umum mengenai sekolah, dan kebijakan
sekolah. Kemudian kepala sekolah tersebut memberikan beberapa
nama yang bisa diwawancarai untuk memperdalam informasi yang
diperlukan oleh peneliti. Dalam penelitian ini, kepala sekolah
memberikan wewenang kepada wakil kepala sekolah dan HRD
sekolah yang ditujukan untuk mendapatkan informasi seputar
kurikulum sekolah, sistem penerimaan tenaga pendidik, dan
mekanisme penerimaan peserta didik dan data yang menunjang
lainnya.
Penggalian informasi dari guru ditujukan untuk mengetahui
perkembangan implementasi kurikulum di dalam kelas. Kemudian
wawancara peserta didik untuk mengetahui pemahaman mereka
atas pelajaran yang ada di dalam pedoman kurikulum yang berjalan.
Adapun informasi yang didapatkan dari wali murid untuk
mengetahui bagaimana pengembangan kurikulum di luar sekolah,
khususnya di lingkungan rumah.
c. Metode Observasi
Metode observasi ini biasa juga disebut dengan metode
pengamatan yang dilakukan dengan cara mengamati gejala-gejala
atau fenomena objek yang diselidiki oleh peneliti, kemudian
dibandingkan dengan teori yang digunakan di dalam penelitiannya.
Salah satunya dengan mengobservasi proses pembelajaran di kelas
maupun di luar kelas.63 Kemudian kegiatan yang ada di lingkungan
sekolah juga menjadi objek yang diamati oleh peneliti untuk
mendapatkan gambaran langsung mengenai implementasi
kurikulum yang berjalan di dua sekolah tersebut khususnya yang
berkaitan dengan kurikulum Cambridge.
5. Teknik Analisis Data
Analisa data ini dapat dilakukan setelah kegiatan pengumpulan
data penelitian lapangan sudah dilakukan. Proses ini merupakan proses
63 Sumanto MA, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Andi Offset,
1995) 51.
26
mencari dan menyusun data yang sudah ada dari hasil wawancara,
observasi, dan dokumentasi secara sistematis dengan memilih dan memilah
data apa saja yang penting untuk dipelajari. Kemudian membuat kesimpulan
agar mudah dipahami untuk orang lain dan diri sendiri. Menurut Miles dan
Huberman64 bahwa analisis data kualitatif terdari tiga tahap, yaitu:
a. Reduksi Data
Reduksi data merupakan proses pemilihan,
penyerderhanaan, dan transformasi data kasar yang di dapat dari
catatan lapangan yang tertulis dari lapangan. Penulis mereduksi
segala informasi yang diperoleh dengan cara merangkum, memilih
data penting, lalu kemudian data dikatagorisasikan dengan fokus
penelitian. Sehingga data yang sudah direduksi memberikan
gambaran yang mendalam tentang glokalisasi kurikulum
Cambridge.
b. Penyajian Data
Setelah proses reduksi, langkah berikutnya adalah
menyajikan data. Penyajian data ini bisa dilakukan dalam bentuk
uraian singkat, tabel/bagan, hubungan antar kategori, perbandingan,
dan lain sebagainya. Sehingga kemudian hal ini mempermudah
penulis untuk memahami apa yang terjadi dan merencanakan kerja
selanjutnya berdasarkan apa saja yang telah dipahami.
c. Kesimpulan/Verifikasi
Langkah terakhir yaitu menganalisis data dengan menarik
kesimpulan dan verifikasi. Seiring perjalanan penelitian, maka data
yang diperoleh akan semakin bertambah sehingga semua data yang
telah terkumpul kemudian diperiksa kembali dengan menganalisis
data tersebut. Hal ini dilakukan agar hasil penelitian atau gambaran
suatu objek yang diteliti menjadi lebih jelas.
E. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan dalam pemahaman dan pemecahan masalah secara
lebih stuktur dan sistematis, maka penulis menyusun suatu bentuk penulisan
sebagai berikut:
Bab I berisi tentang pendahuluan yang menggambarkan latar belakang
masalah yang fokus pada kurikulum pendidikan, kemudian identifikasi masalah,
batasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, penelitian
terdahulu yang relevan, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
64 Matthew B. Miles, Micheal Huberman, Qualitatif Data Analysis: An Expanded
Sourcebook, (2nd ed, 1994) 10-11.
27
Bab II penulis membahas tentang pengertian globalisasi, glokalisasi,
dan peran budaya lokal sebagai cara dalam menghadapi budaya global yang
masuk ke Indonesia serta perdebatan para pengamat teori glokalisasi.
Bab III membahas tentang kurikulum yang berlaku di Indonesia baik
kurikulum Internasional maupun kurikulum nasional. Selain itu penjelas tentang
kurikulum Cambridge yang dianggap sebagai kurikulum paling aplikatif.
Kemudian membahas juga tentang kurikulum Cambridge sebagai produk global
dan penanaman akhlakul karimah dan tahfidz sebagao budaya lokal. Selain itu
tentang lapangan penelitian sekolah yang dilakukan oleh penulis. Sekolah-
sekolah tersebut adalah Mumtazah School dan MIN 1 Ciputat. Dalam penelitian
lapangan meliputi: pembinaan guru dan staf, sturktur organisasi, sarana
prasarana, kurikulum sekolah, metode pembelajaran, ekstrkulikuler, dan
pengembangan aktifitas di masing-masing sekolah.
Bab IV membahas tentang analisis dan pembahasan kurikulum
Cambridge yang dipengaruhi oleh glokalisasi. Pembahasannya meliputi
kurikulum Cambridge yang merupakan produk global. Kemudian proses
glokalisasi dengan adaptasi pelajara tahfidz dan penanaman akhlak di dalamnya.
Bab V merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran. Bab ini
merupakan sebuah kesimpulan dari hasil tesis yang diteliti sebagai jawaban dari
rumusan masalah yang ada pada bab I.
28