HAK-HAK ASASI MANUSIA
Pengantar
Hak Asasi Manusia merupakan hak yang dimiliki oleh semua manusia, yang melekat
atau inheren pada diri manusia. HAM telah mendapatkan beberapa piagam penting
yang didapatkan dari hasil Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (1948), Kovenan
Internasional Hak Sipil dan politik serta Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial
dan Budaya (1966), dan Deklarasi Wina (1993).
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
Deklarasi ini muncul setelah terjadinya perang dunia II yang diakui dunia sebagai standar
universal bagi perilaku manusia. PBB mendirikan Komisi Hak Asasi Manusia (Commission
on Human Rights) pada tahun 1946.
Dalam pasal terakhir No. 29 dijelaskan bahwa:
Setiap orang mempunyai kewajiban terhadap masyarakatnya dan bahwa dalam
pelaksanaannya hak-hak dan kekuasaan-kekuasaannya setiap orang hanya dapat dibatasi
oleh hukum yang semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan yang layak
atas hak-hak dan kebebasan-kebebasan orang lain, dalam rngka memenuhi persyaratan-
persyaratan yang adil dalam hal moralitas, kesusilaan, ketertiban umum, dan kesejahteraan
umum yang adil dalam masyarakat yang demokratis.
Dua Kovenan Internasional
Komisi Hak Asasi PBB kemudian melakukan 2 bentuk perjanjian agar terkesan lebih
mengikat. Perjanjian kovenan yang pertama mencakup hak politik dan sipil, dan kovenan
yang kedua mencakup hak ekonomi, sosial, dan budaya. Dalam hal ini, negara berhak
memilih salah satu kovenan maupun kedua kovenan. Untuk dapat diterima, kovenan ini
membutuhkan waktu yang lama yakni 18 tahun dari 1948-1966. Kemudian dibutuhkan
waktu 10 tahun lagi untuk mendapatkan persetujuan PBB akan berlakunya kedua kovenan
tersebut (1966-1976). Pada tahun 1989, Optional Protocol II mengajukan penghapusan
hukuman mati dan diterima oleh PBB. Dua kovenan yang disebutkan dan Optional
Protocolmenjadi satu-kesatuan yang disebut Undang-undang internasional Hak Asasi
Manusia (International Bill of Human Rights).
Dalam Mukadimah Konvenan Internasional hak sipil dan politik pada tahun 1966,
dicanangkan bahwa hak-hak tersebut diperoleh dari harkat dan martabat manusia, hak ini
sangat fundamental sifatnya dan yang mutlak diperlukan oleh manusia untuk berkembang
sesuai dengan bakat, cita-cita, serta martabatnya. HAM merupakan hak universal yang
dimiliki semua manusia tanpa ada perbedaan baik bangsa, ras, agama, atau jender.
Deklarasi Wina
Dalam deklarasi ini dapat mencerminkan tercapainya konsensus antara barat dan non-barat
bahwa hak asasi memiliki sifat yang universal, sekalipun terdapat varian implementasinya
sesuai khas negara masing-masing.
Terdapat 3 generasi hak diantaranya: pertama, meliputi hak politik dan sipil yang
diperjuangkan oleh pemikiran kaum barat. Kedua adalah hak ekonomi, sosial, dan budaya
yang gigih diperjuangkan oleh kaum komunis dalam masa perang dingin dan negara-negara
yang membebaskan diri dari kaum kolonial (biasanya disebut dunia kedua), serta yang
ketiga adalah hak atas perdamaian dan hak atas pembangunan (development), yang terutama
diperjuangkan oleh negara-negara dunia ketiga.
Dimasa berikutnya, di Afrika dan Asia dibuat beberapa piagam regional, piagam Afrika
mengenai hak-hak manusia dan bangsa-bangsa (African Charter on Human and People’s
Rights,1981). Disusul deklarasi Cairo mengenai Hak Asasi dalam Islam (Cairo Declaration
on Human Rights in Islam,1990), yang merupakan hasil dari OKI (Organisasi Konferensi
Islam). Kemudian Bangkok dengan Bangkok Declaration pada tahun 1993. Kemudian Juni
1993, lebih dari 170 negara anggota PBB merumuskan Vienna Declaration hasil dari
pemikiran barat dan non-barat yang dirumuskan dalam Bangkok Declaration.
Pada tahun 2002, HAM mendapatkan tonggak keberhasilannya dengan didirikannya
Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court atau ICC) yang dapat
mengadili kasus pelanggaran terhadap kemanusiaan, genosida, dan kejahaan perang.
Perkembangan HAM di Eropa
Di Eropa Barat khususnya inggris masalah HAM menjadi salah satu masalah yang sudah
tidak terelakkan tepatnya di zaman pertengahan seketika itu disusul oleh hukum alam dan
hak-hak alam di abad ke-17.
Perjanjian Magna Charta (1215) yang ditandatangani oleh Raja John dari Inggris serta para
bangsawan merupakan tonggak awal dari perkembangan HAM serta perkembangan
demokrasi di Barat. Latar belakang adanya perjanjian Magna Charta ini adalah ketika para
kaum bangsawan membuat perjanjian itu sebagai imbalan atas dukungan mereka terhadap
biaya penyelenggaraan pemerintahan dan kegiatan perang. Hak yang utama saat itu adalah
menjamin masalah hak politik dan sipil sehingga hal-hak inilah yang menjadi dasar dari
sistem konstitusional Inggris yang berlaku bagi semua warga negara.
Abad ke-16, kepemimpnan raja merupakan yang dijunjung oleh Inggris. Berasal dari
anggapan bahwa kekuasaan raja merupakan wahyu dari Illahi (Divine Right of Kings).
Namun abad setelahnya, kekuasaan raja kini dipertanyakan keabsahannya, karena mulai
banyak raja-raja yang bertindak sewenang-wenang. Kasta menengah sadar akan kepatuhan
masyarkat terhadap raja perlu mempunyai dasar yang rasional. Pengharapannya adalah
hubungan antara raja dengan rakyat berdasarkan suatu kontrak sesuai zaman yang
berkembang pad masa itu di Eropa Barat.
Life, Liberty, dan Property merupakan 3 hak alam yang dikemukakan oleh John Locke
dengan maksud Life artinya hak untuk hidup, Liberty dengan kebebasan, dan Propertyyang
berarti hak milik serta pemikiran bahwa penguasa harus memerintah dengan persetujuan
rakyat (government by consent). Filsuf lain, Montesquieu lebih menekankan perlunya
pembagian kekuasaan sebagai sarana menjamin hak-hak itu, disebut trias politica.
Kemudian menurut Rousseau, menekankan bahawa dalam kepemerintahan diperlukannya
kebebasan bagi manusia.
Meskipun pemikiran para filsuf diatas tadi berbeda-beda, tetapi mereka concern terhadap
satu pokok yang disebut state of nature “keadaan alam”. Dalam keadaan alam, pada
hakikatnya manusia itu sama martabatnya, tunduk terhadap hukum alam dan memiliki hak-
hak alam, hingga pada akhirnya hak-hak itu berubah seiring dengan kehidupan bernegara
dengan berbagai kontrak yang disepakati antara pemerintah dengan rakyatnya.
Hak asasi saat itu mencakup sebagian kecil hak atas kebebasan, kesamaan, dan hak
menyatakan pendapat. Hak-hak ini dicantumkan dalam beberapa piagam seperti salah
satunya adalah Bill of Rights (1789) yang diterima selang satu tahun sesudah parlemen
berhasil mengusir Raja James II dan mengundang putrinya Mary beserta suaminya William
of Orange, untuk menduduki tahta kerajaan Inggris. Hak tersebut berlaku bagi semua orang
dan tidak boleh dilanggar termasuk raja sekalipun.
Pada awal masa Revolusi Perancis,dirumuskan suatu deklarasi tentang Hak Manusia dan
Warga Negara (Declaration des Droits de l’homme et du Citoyen,1789) atas dasar
kebebasan (liberte), kesamaan (egalite), dan kesetiakawanan (fraternite).
Perkembangan HAM abad ke-20 dan awal abad ke-21
Setelah masalah depresi besar (the Great Depression,1929-1934), yang melanda sebagian
besar dunia menyebabkan masalah pengangguran dan kemiskinan masyarakat dunia. Di luar
merka pun dampaknya cukup besar. Di Jerman, dampak dari depresi besar tersebut turut
membuat gerakan Nazisme yang dipelopori oleh Adolf Hitler sehingga menyebabka banyak
orang berimigrasi ke Amerika dan negara demokrasi lainnya. Kaum Yahudi yang belum
berhasil meninggalkan Jerman, ditahan dan dibunuh (Holocaust).
Presiden Amerika, Roosevelt pada tahun 1941 merumuskan 4 kebebasan (the Four
Freedoms), yakni hak untuk berbicara, kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan
beragama, kebebasan dari rasa ketakutan, dan kebebasan dari kemiskinan.
Setelah berkembangmya ekonomi kapitalis, tepatnya setelah perang dunia II ternyata
berhasil meningkatkan produksi sehingga mengubah keadaan rakyat menjadi lebih sejahtera
dan makmur. Kesenjangan antara golongan kaya dan golongan miskin sudah banyak diatasi
melalui sistem pajak yang mulai diterapkan dan bebannya dipikul oleh orang golongan
kaya. Dengan itu, negara-negara demokrasi barat telah mencapai tahap yang sejahtera di
mana sebagian besar kebutuhan sosial-ekonomi telah terpenuhi.
Sementara itu di bagian timur Eropa tengah menghadapi revolusi besar yang dampaknya
sangat terasa di Eropa dan Amerika. Pada tahun 1917 terjadi revolusi pertentangan terhadap
kekuasaan Tsar di Rusia dipimpin lenin (1870-1924) yang merupakan golongan komunis
berhasil mendirikan negara baru berdasarkan paham Marxisme dan Leninisme. Revolusi ni
membawa penderitaan besar bagi kalangan atas terutama kalangan yang dipimpin oleh
Stalin yang merupakan kalangan anti-revolusioner. Orang-orang yang tergabung maupun
mendukung para kaum anti-revolusioner akan ditawan dan dibunuh oleh para golongan
revolusioner.
Pasca perang dunia II, Uni soviet berhasil menjadi saingan amerika Serikat sebagai negara
adidaya. Sampai pad akhirnya Uni Soviet runtuh akibat perang dingin yang terjadi melawan
Amerika Serikat.
Dalam tahap berdiri kembalinya, Uni Soviet kembali mentransformasikan sistem dari
negara agraris menjadi negara industri. Sebab sulitnya diutamakannya negara industri
sehingga menyebabkan penderitaan bagi rakyat, keadaan Uni Soviet saat itu dalam tahap
peningkatan sosial ekonomi melalui penyediaan kesempatan kerja, perumahan, serta
pendidikan. Hak ekonomi lebih substantif dari hak poltik yang dibilang borjuis dan dapat
menggangu usaha konsolidasi komunisme sebagai ideologi tunggal. Sehingga pada saat itu
hak politik dinilai tidak ada manfaat dan tidak diakui. Padahal hak politik merupakan hak
yang telah dijamin dan ada dalam deklarasi maupun konvenan yang telah disepakati
bersama. Oleh karenanya, Uni Sovier dan wilayah Timur Eropa merupakan wilayah yang
serng dikecam sebagai negara pelanggar hak yang sangat parah.
Namun, seiring berjalanya waktu, setelah terjadinya perpecahan dalam dunia komunis di
Eropa Timur (1989), negara-negara tersebut yang tadinya menggunakan sistem komunis
bertransisi dan beralih ke arah sistem demokrasi sesuai pemikiran Barat.
Peran Negara-negara Dunia Ketiga
Kemunculan negara-negara baru pasca perang dunia II menyebabkan kesadaran para negara
tersebut untuk berpartisipasi dalam forum internasional. Diselenggarakannya KAA
(konferensi Asia Afrika) di Bandung 1955, merupakan awal eksistensi negara-negara
berkembang. Namun, seruan untuk menentang penjajahan, rasialisme dan keterbelakangan
belum terlalu diusik.
Negara-negara berkembang sangat mendukung perumusan hak ekonomi dalam kovenan
internasional dan sangat diprioritaskan. Untuk kearah pembangunan negara serta ekonomi,
negara berkembang biasanya menggunakan sistem politik yang otoriter atau semi-otoriter.
Karena pemerintah harus bisa menangkal tekanan dari pihak kepentingan khusus dan
mementingkan kepentingan bersama.
Pada tahun 1980-an, dicanangkan generasi ketika hak asasi, yaitu hak atas perdamaian dan
hak atas pembangunan. Hak-hak itu bersifat kolektif dan dituangkan dalam dokumen
maupun deklarasi hak bangsa-bangsa atas perdamaian (1984) dan deklarasi hak atas
pembangunan (1986).
Negara-negara baru tersebut masih merasa bahwa HAM ini masih didominasi oleh kalangan
barat yang memprioritaskan hak politik. Selain itu, kesadaran bahwa barat kurang sensitif
terhadap keinginan negara dunia ketiga untuk mewariskan beberapa warisan nenek
moyangnya. Banyak negara baru seperti Asia dan Afrika yang memiliki akar tradisi yang
masih kuat disebut sebagai Relativisme Kultural (Cultural Relativism).
Dengan tercapainya kebebasan dari kolonialisme negara-negara berkembang dihadapkan
pada beberapa masalah. Kebanyakan negara baru bersifat pluralistik dalam arti bahwa
memiliki berbagai kelompok etnis, agama, dan ras dalam suatu wilayah. Dalam zaman
kolonialisasi, perbedaan-perbedaan tersebut dapat diatasi. Namun, dalam suasana
kemerdekaan dan pembangunan negara diiringi hasrat demokratisasi, pemrintahan negara
berkembang lebih otoriter menentang kembali tekanan dari luar.
Beberapa negara berhasil maju dengan cara otoriternya melalu pertumbuhan ekonomi yang
berpusat pada pasar. Pada saat menuju sebagai negara industri, tekanan untuk mengecilkan
rasa otoriterisme dan usaha meningkatkan demokrasi akan menguat. Negara-negara baru
merasa dilema identitas negaranya untuk memperjuangkan tempatnya dalam posisi di dunia
modern.
Hak asasi manusia biasanya di anggap sebagai hak yang dimiliki setiap manusia, yang
melekat karena manusia.
Dalam Mukamadimah Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik dicanangkan “ Hak ini
berasal dari harkat dan martabat yang melekat pada manusia .” Hak ini sangat mendasar atau
asasi ,sifatnya mutlak diperlukan agar manusia dapat berkembang sesuai dengan bakat , cita-
cita, serta martabatnya.
PERAN NEGARA DUNIA KETIGA
Cairo Declaration on Human Righ in Islam
Hak untuk hidup
Hak untuk memperoleh kehidupan
Hak persamaan
Kewajiban untuk memenuhi apa yang sesuai dengan hukum serta hak tidak patuh kepada
apa yang tidak sesuai dengan hukum
Hak kebebasan
Hak kebebasan kepercayaan
Hak untuk menyatakan kebenaran
Hak untuk mendapatkan perindunganterhadap penindasan karena perbedaan agama
Hak mendapatkan kehormatan dan nama baik
Hak ekonomi
Hak untuk memiliki
BAB VIII
PEMBAGIAN KEKUASAAN NEGARA SECARA VERTIKAL DAN HORIZONTAL
PENGANTAR
Secara visual kekuasaan di bagi menjadi dua cara, yaitu:
1. Secara vertikal
2. Secara horizontal
PERRBANDINGAN KONFEDERESI, NEGARA KESATUAN, DAN NEGARA
FEDERAL
Konfederasi
Menurut L. Oppenheim:
Konfederesi terdiri dari beberapa negara yang berdaulat penuh untuk mempertahankan
kemerdekaan ekstern dan intern, bersatu atas dasar perjanjian internasional yang diakui
dengan menyelenggarakan beberapa alat perlengkapan tersebdiri yang mempunyai
kekuasaan teertentu terhadap anggota konfederasi, tetapi tidak terhadap warga negara itu.
Negara kesatuan
Menurut C.F.Strong : “ negara kesatuan adalah bentuk negara dimana wewenang legislatif
tertinggi di pusatkan dalam satu badan legislatif nasional/pusat.”
Negara federal
Menurut K.C. Wheare: “Prinsip federal ialah bahwakekuasaan dibagi sedemikian rupa
sehingga pemerintah federal dan pemerintah negara bagian dalam bidang tertentu adalah
bebas satu sama lain.”
PERKEMBANGANKONSEP TRIAS POLITIKA : PEMISAHAN KEKUASAAN
MENJADI PEMBAGIAN KEKUASAAN
Trias poltika adalah anggapan bahwa kekuasaan negara terdiri dari tiga macam kekuasaan :
1. Kekuasaan legislatif (kekuasaan membuat undang-undang)
2. Kekuasaan eksekutif(kekuasaan melaksanakan undang-undang)
3. Kekuasaan yudikatif(kekuasaan atas pelanggaran undang-undang)
BAB IX
BADAN EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF
BADAN EKSEKUTIF
Menurut tafsiaran Trias Politika hanya melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang
telah ditetapkan oleh badan legislatif serta menyelenggarakan undang-undang yang telah
ditetapkan oeh badan legisatif.
WEWENANG BADAN EKSEKUTIF
1. Administratif
2. Legislatif
3. Keamanan
4. Yudikatif
5. Diplomatik
BEBERAPA MACAM BADAN EKSEKUTIF
o Sistem parlementer dengan parliamentary executive
o Sistem parlementer dengan fixed executive atau non parliamentary executive
BADAN LEGISLATIF
Fungsi badan legislatif adalah membuat undang-undang. Badan legislatif di negara
demokrasi disusun sedemikian rupa sehingga mewakilimayoritas dari rakyat dan pemerintah
bertanggung jawab kepadanya. Untuk meminjam perumusan C.F.Strong yang
menggabungkan tiga unsur dari suatu negara demokrasi, yaitu representasi, partisipasi, dan
tanggung jawab politik.
FUNGSI BADAN LEGISLATIF
1. Menentukan kebijakan dan membuat undang-undang
2. Mengontrol badan eksekutif dalam arti menjaga agar semua tindakan badan eksekutif
sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan
BADAN YUDIKATIF
Lebih bersifat teknik yuridis dan termasuk bidang ilmu hukum daripada ilmu politik.
Badan yudikatif dalam negara demokratis mengenakan dua sistem, yaitu:
1. Sistem Common Law
2. Sistem Civil Law
KEBEBASAN BADAN YUDIKATIF
Dapat diartikan sebagai pemisahan kekuasaan maupun sebagai pembagian kekuasaan ,
khusus untuk cabang kekuasaan yudikatif.
BAB X
PARTISIPASI POLITIK
DEFINISI
Partisipasi poltik adalah erat sekali kaitannya dengan kesadaran politik, karena semakin
sadar bahwa dirinya di perintah , orang kemudian menuntut diberikan hak bersuara dalam
penyelenggaraan pemerintah.
PARTISIPASI POLITIK DI NEGARA DEMOKRASI
Partisipasi politik menunjukkan berbagai bentuk dan intensitas, pembedaan jenis partisipasi
menurut frekuensi dan intensitasnya.
PARTTISIPASI POLITIK DI NEGARA OTORITER
Umumnya diakui kewajarannya, karena secara formal kekuasaan ada di tangan rakyat.
Tujuan utama partisipasi dalam masa pendek masyarakat adalah merombak masyarakat
yang terbelakang menjadi masyarakat modern, produktif, kuat, dan berideologi kuat.
PARTISIPASI POLITIK DI NEGARA BERKEMBANG
Di beberapa negara berkembang partisipasi politik bersifat otonom , artinya lahir dari diri
mereka sendiri, masih terbatas.
PARTISIPASI POLITIK MELALUI NEW SOCIAL MOVEMENTS (NSM)DAN
KELOMPOK-KELOMPOK KEPENTINGAN
Partisipasi yang relatif mudah dapat diukur berdasarkan hasil pemilihan umum dan bentuk
lain , yaitu melalui kelompok-kelompok.
BEBERAPA JENIS KELOMPOK
Kelompok Anomi
Kelompok Nonasosiasional
Kelompok Institusional
Kelompok Asosiasional
Lembaga Swadana Masyarakat(LSM) di Indonesia
Seperti yang kita ketahui masalah ha asasi manusia serta perlindungan terhadapnya
merupakan bagian penting dari demokrasi. Dengan meluasnya konsep dalam konteks
globalisasi dewasa ini, masalah hak asasi manusia menjadi isu yang hangat dibicarakan di
hampir semua belahan dunia. Sebenarnya sudah dari zaman dahulu masalah hak asasi
manusia. Banyak sumber tertulis dan tidak tertulis. Dengan demikian, konsepsi Negara-
negara barat dari semula telah mendominasi pemikiran Negara-negara yang tergabung
dalam PBB waktu mereumuskan suatu dokumen hak asasi manusia yang dapat diterima
secara universal. Sementara itu dunia terus berubah, dan konsep hak asasi biasanya
dianggap sebagai hak yang dimiliki setiap manusia yang melekat atau inheren pada nya
karena dai adalah manusia
Recommended