HUBUNGAN ANTARA MAKNA HIDUP DENGAN KESEJAHTERAAN
PSIKOLOGIS PADA PELAYAN GEREJA DI GEREJA SIDANG
JEMAAT ALLAH (GSJA) KRISTUS RAJA, SALATIGA
OLEH
MONYCA MULYANI DEWI
802011005
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN
AKADEMIS
Sebagai civitas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang bertanda
tangan dibawah ini :
Nama : Monyca Mulyani Dewi
NIM : 802011005
Program Studi : Psikologi
Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana
Jenis Karya : Tugas Akhir
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada UKSW hal
bebas royalty non-ekslusif (non-ekslusif royalty freeright) atas karya ilmiah saya berjudul :
HUBUNGAN ANTARA MAKNA HIDUP DENGAN KESEJAHTERAAN
PSIKOLOGIS PADA PELAYAN GEREJA DI GEREJA SIDANG
JEMAAT ALLAH (GSJA) KRISTUS RAJA, SALATIGA
Dengan hak bebas royalty non-eksklusif ini, UKSW berhak menyimpan
mengalihmedia/mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat dan
mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap mencamtumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di: Salatiga
Pada tanggal: 09 Agustus 2016
Yang menyatakan,
Monyca Mulyani Dewi
Mengetahui,
Pembimbing
Berta E.A. Prasetya, S. Psi., MA.
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR
Yang bertanda tangan di bawah ini
Nama : Monyca Mulyani Dewi
Nim : 802011005
Program Studi : Psikologi
Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul :
HUBUNGAN ANTARA MAKNA HIDUP DENGAN KESEJAHTERAAN
PSIKOLOGIS PADA PELAYAN GEREJA DI GEREJA SIDANG
JEMAAT ALLAH (GSJA) KRISTUS RAJA, SALATIGA
Yang dibimbing oleh :
Berta E. A. Prasetya, S. Psi., MA.
Adalah benar-benar hasil karya saya.
Di dalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau
gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk
rangkaian kalimat atau gambar serta simbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya sendiri
tanpa memberikan pengakuan kepada penulis atau sumber aslinya.
Salatiga, 09 Agustus 2016
Yang memberi pernyataan
Monyca Mulyani Dewi
LEMBAR PENGESAHAN
HUBUNGAN ANTARA MAKNA HIDUP DENGAN KESEJAHTERAAN
PSIKOLOGIS PADA PELAYAN GEREJA DI GEREJA SIDANG
JEMAAT ALLAH (GSJA) KRISTUS RAJA, SALATIGA
Oleh
Monyca Mulyani Dewi
802011005
TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk mencapai
Gelar Sarjana Psikologi
Disetujui pada Tanggal : 23 Agustus 2016
Oleh :
Pembimbing
Berta E. A. Prasetya, S. Psi., MA.
Diketahui oleh, Disahkan oleh,
Kaprogdi Dekan
Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS. Prof. Dr. Sutarto Wijono. MA.
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
HUBUNGAN ANTARA MAKNA HIDUP DENGAN KESEJAHTERAAN
PSIKOLOGIS PADA PELAYAN GEREJA DI GEREJA SIDANG
JEMAAT ALLAH (GSJA) KRISTUS RAJA, SALATIGA
Monyca Mulyani Dewi
Berta E. A. Prasetya
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan positif signifikan antara
makna hidup dengan kesejahteraan psikologis pada pelayan gereja di Gereja Sidang Jemaat
Allah (GSJA) Kristus Raja di Salatiga. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan
teknik pengambilan sampelnya adalah sampling jenuh. Partisipan penelitian ini adalah 61
pelayan gereja tersebut dan telah memenuhi ciri-ciri yang telah ditentukan peneliti.Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif signifikan antara makna hidup
dengan kesejahteraan psikologispada pelayan gereja di Gereja Sidang Jemaat Allah (GSJA)
Kristus Raja di Salatiga. Hal ini didasarkan dari koefisien korelasi makna hidup dengan
kesejahteraan psikologis sebesar r=0,671 dengan nilai signifikansi = 0,000 (p<0,005). Di
samping itu, variabel makna hidup memiliki nilai rata-rata 69,57 yang termasuk kategori
tinggi dan variabel kesejahteraan psikologis memiliki nilai rata-rata 28,02 yang termasuk
kategori tinggi.
Kata Kunci : Makna Hidup, Kesejahteraan Psikologis, Pelayan Gereja.
Abstract
The purpose of this research is to determine whether there is significant negative correlation
between meaningof life with psychological well-being on diaken at Gereja Sidang Jemaat
Allah (GSJA) Kristus Raja Salatiga. This research also using quantitative method andthe
sampling technique is Purposive Sampling. The research participant is 61 diakenwho fullfil
characteristic that have been determined by researcher. The result of this research showed
that there is positive significant correlation between meaning of life with psychological well-
being on diaken of Gereja siding Jemaat Allah (GSJA) Kristus Raja Salatiga. This is based
from meaning of life correlation’s coeficient and psychological well-being intention that have
value r=0,671 with significant 0,000 (p<0,005). In additon, meaning of life variable have
average value 69,57 whichinclude in high category and psychological well-being variable
have average value 28,02 which include in high category.
Keyword : Meaning of Life, Psychological Well Being, Diaken
PENDAHULUAN
Manusia hidup di dunia ini memiliki beragam tujuan yang ingin dicapai dalam
hidupnya. Beragam cara mereka tempuh untuk mencari dan menemukan kesejahteraan dan
makna dalam hidupnya, ada yang mencari-cari apa alasan mereka ada di dunia ini, namun ada
juga yang hanya berdiam diri. Bagi mereka yang ingin mengetahui tujuan dan makna dalam
hidupnya mereka akan mencari tahu dengan berbagai macam cara dan aktivitas seperti
merenung, bermain, bekerja, beribadah dan melayani Tuhan. Bagi sebagian besar umat
kristiani yang berusaha menemukan makna hidupnya mereka berusaha menemukannya
dengan cara tergabung dengan pelayan gereja.
Berdasarkan hasil wawancara terpisah terhadap enam orang yang melakukan
pelayanan di Gereja Sidang Jemaat Allah (GSJA) Kristus Raja, mereka menyatakan bahwa
mereka tidak sekedar beribadah saja namun ada diantaranya yang melayani Tuhan. Dalam
melayani Tuhan terdapat beragam cara, ada yang dengan cara menjadi pendeta (pelayan
firman), bergabung dengan tim doa, pelayan misi, dewan pengurus, tim musik, tim pujian dan
penyembahan, tamborin, tim choir, kolektan, among tamu, operator LCD, dan guru sekolah
minggu.
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa pelayan adalah orang yang
melayani; pembantu; pesuruh. Kata pelayanan sendiri dalam konteks Indonesia yaitu
(baca:Jawa) juga mempunyai arti yang agung yaitu menunjuk kepada kerelaan hati untuk
melayani tanpa mengharap imbalan dari orang yang dilayani (Sukamto, 2003). Kata "Gereja"
merupakan kata ambilan dari bahasa Portugis: igreja, yang berasal dari bahasa Yunani:
εκκλησία (ekklêsia) yang berarti dipanggil keluar (ek= keluar; klesia dari kata kaleo=
memanggil); kumpulan orang yang dipanggil ke luar dari dunia memiliki beberapa arti yang
pertama berarti 'umat', atau 'persekutuan' orang Kristen. Arti ini diterima sebagai arti pertama
bagi orang Kristen. Jadi, gereja pertama-tama bukanlah sebuah gedung. Arti kedua adalah
sebuah perhimpunan atau pertemuan ibadah umat Kristen. Bisa bertempat di rumah
kediaman, lapangan, ruangan di hotel, maupun tempat rekreasi. Arti terakhir dan juga arti
umum adalah sebuah “rumah ibadah” umat Kristen, di mana umat bisa berdoa atau
bersembahyang.
Menurut pendeta Daun (2013) pelayan gereja (diakonos), adalah setiap orang yang
sudah menerima Tuhan Yesus sebagai Juruselamat, memiliki hidup Kristus, entah kaya-
miskin, punya posisi atau tidak, asal percaya Yesus dan mempunyai hidup Kristus dalam
dirinya, dia adalah pelayan (diakonos) dan orang yang sudah menerima Tuhan sebagai Juru
Selamat yang kemudian melakukan suatu bentuk pelayanan yang untuk melayani Tuhan dan
untuk melayani sesama umat Tuhan dengan bakat yang telah Tuhan berikan kepada seperti
menjadi pendeta (pelayan firman), bergabung dengan tim doa, pelayan misi, dewan pengurus,
tim musik, tim pujian dan penyembahan, tamborin, tim choir, kolektan, among tamu,
operator LCD, dan guru sekolah minggu.
Para pelayan gereja tersebut meyakini akan mendapatkan anugerah dari Tuhan untuk
melakukan pelayanan di gereja karena, Tuhan memberikan kepada setiap manusia bakat yang
berbeda-beda, ada yang memiliki bakat menyanyi, bermain musik, berdansa/menari dan ada
juga yang memiliki bakat untuk melakukan sesuatu yang bisa memberkati orang lain seperti
contohnya, sebagai tim doa, tim misi, dan lain sebagainya ( Daun, 2013). Mereka melakukan
pelayanan di gereja menggunakan bakat mereka bukan hanya untuk mencari uang atau
kekayaan duniawi saja namun, mereka memiliki pengharapan untuk mendapatkan makna
dalam hidupnya dan kesejahteraan psikologis dalam dirinya.
Hasil dari wawancara dan observasi yang dilakukan peneliti pada 27 dan 31 Oktober
2015 dengan enam pelayan gereja, dalam melakukan pelayanan mereka memiliki latar
bekakang yang berbeda. Ada yang memang seluruh anggota keluarganya melayani, ada yang
panggilan hati, ada yang awalnya karena diajak teman, ada juga yang ingin menyalurkan
bakat dan hobinya, dan lain sebagainya. Meskipun demikian, mereka yang melayani baik
karena faktor dari luar maupun dari dalam mengalami rasa khawatir, cemas, bingung, malu,
takut, merasa bersalah, kecewa, dan merasakan kehampaan dan kurang memiliki arti dalam
hidupnya. Mereka khawatir jika pada saat melayani di gereja mereka melakukan kesalahan,
takut jika gagal membawas jemaat untuk masuk kedalam suasana yang khusyuk, cemas jika
jemaat tidak bisa menangkap maksud dan pesan yang ingin disampaikan, merasa kawatir
jemaat kecewa dengan apa yang mereka lakukan diatas gereja.
Di samping merasakan rasa tidak percaya terhadap diri sendiri para pelayan gereja ini
juga berkeinginan untuk mendapatkan hidup yang lebih berkualitas. Menurut Frankl
(Bastaman, 2007) Makna hidup adalah keadaan yang menunjukkan kualitas penghayatan
individu terhadap hidupnya, dengan merealisasikan nilai-nilai dan tujuan hidup melalui
kehidupan yang penuh kreativitas dalam rangka pemenuhan kepuasaan hidup dan memberi
makna kepada kehidupannya, sehingga individu memiliki sikap positif dalam hidupnya.
Frankl (Bastaman, 2007) menyatakan bahwa pada hakekatnya logoterapi memiliki landasan
filsafat yang didalamnya terdapat unsur-unsur yang saling berkaitan, ketiga unsur tersebut
adalah a) Kebebasan Berkehendak (The Freedom of Will) yaitu kebebasan yang dimiliki oleh
individu dan individu tersebut bertanggung jawab atas dirinya untuk menentukan sikap dan
mengubah kondisi hidupnya agar individu tersebut dapat meraih kehidupan yang lebih
berkualitas, b) Hasrat Hidup Bermakna (The Will to Meaning) yaitu individu memiliki
keinginan untuk hidup bermakna yang menjadi motivasi utamanya sehingga individu tersebut
mampu mendorongnya melakukan tindakan dalam berbagai kegiatan agar hidupnya terasa
lebih berarti dan berharga, dan c) Makna Hidup (Meaning of Life) yaitu merupakan hal yang
dianggap penting, berharga dan memberi nilai khusus bagi individu sehingga layak dijadikan
tujuan hidup (the purpose in life), yang jika terpenuhi akan membuat hidup individu tersebut
lebih berguna, berharga, dan memiliki arti (meaningfull), namun jika tidak terpenuhi akan
menyebabkan hidup individu tersebut terasa hampa dan tidak bermakna (meaningless).
Sumber-sumber makna hidup menurut Bastaman (2007) adalah
a) Creative values (nilai-nilai kreatif)
Kegiatan berkarya, bekerja, menciptakan serta melaksanakan tugas dan
kewajiban sebaik-baiknya dengan penuh tanggung jawab. Menekuni suatu pekerjaan
dan meningkatkan keterlibatan pribadi terhadap tugas serta berusaha untuk
mengerjakannya dengan sebaik-baiknya merupakan salah satu contoh dari kegiatan
berkarya, melalui karya dan kerja kita dapat menemukan arti hidup dan menghayati
kehidupan secara bermakna.
b) Experiential values (nilai-nilai penghayatan)
Keyakinan dan penghayatan akan nilai-nilai kebenaran, kebajikan, keindahan
keimanan, dan keagamaan, serta cinta kasih. Menghayati dan meyakini suatu nilai
dapat menjadikan seseorang berarti hidupnya. Tidak sedikit orang-orang yang merasa
menemukan arti hidup dari agama yang diyakininya, atau ada orang-orang yang
menghabiskan sebagian besar usianya untuk menekuni suatu cabang seni tertentu.
Cinta kasih dapat menjadikan pula seseorang menghayati perasaan berarti dalam
hidupnya. Dengan mencintai dan merasa dicintai, seseorang akan merasakan
hidupnya penuh dengan pengalaman hidup yang membahagiakan.
c) Attitudinal values (nilai-nilai bersikap)
Yaitu menerima dengan penuh ketabahan, kesabaran, dan keberanian segala
bentuk penderitaan yang tidak mungkin dielakkan lagi, seperti sakit yang tidak dapat
disembuhkan, kematian, dan menjelang kematian, setelah segala upaya dan ikhtiar
dilakukan secara maksimal, dalam hal ini yang diubah bukan keadaannya, melainkan
sikap (attitude) yang diambil dalam menghadapi keadaan tersebut.
Karakteristik hidup bermakna menurut Bastaman (2007) adalah a) Hidup penuh
semangat dan gairah, b) Memiliki tujuan hidup yang jelas, c) Mampu menemukan
pengalaman baru dan hal-hal menarik dalam kehidupannya, d) Mampu menyesuaikan diri
dengan lingkungan, e) Mampu untuk selalu tabah dan menemukan hikmah dibalik
penderitaan, dan f) Mampu untuk memberikan dan menerima cinta.
Individu yang tidak berhasil menemukan dan memenuhi makna hidupnya,
mengakibatkan semacam frustasi yang disebut frustasi eksistensial (Frankl, 2003) dengan
keluhan utama hidupnya terasa hampa dan tanpa kebermaknaan (meaningless).
Ketidakbermaknaan ini yang dapat menyebabkan individu kehilangan minat, inisiatif,
merasakan perasaan hampa karena, hanya menjalani kehidupan sebagai hal yang rutin,
mekanis dan menjenuhkan serta, merasakan kebingungan untuk berbuat sesuatu yang patut
diperbuat dan tidak sepatutnya diperbuat.
Makna hidup sendiri merupakan salah satu faktor yang memengaruhi kesejahteraan
psikologis seseorang. Istilah makna hidup dikemukakan oleh Frankl (dalam Bastaman, 2007),
seorang dokter ahli penyakit saraf dan jiwa yang landasan teorinya disebut logoterapi. Kata
logoterapi berasal dari kata ”logos” yang artinya makna (meaning) atau rohani (spiritualy),
sedangkan ”terapi” adalah penyembuhan atau pengobatan. Logoterapi secara umum
mengakui adanya dimensi kerohanian pada manusia disamping dimensi ragawi dan kejiwaan,
serta beranggapan bahwa makna hidup (the meaning of life) dan hasrat untuk hidup bermakna
(the will to meaning) merupakan motivasi utama manusia guna meraih taraf kehidupan
bermakna (the meaningfull life) yang didambakan (Frankl dalam Bastaman 2007).
Sebagai mana disebutkan bahwa manusia dalam kehidupannya selain memperoleh
makna hidup dan tujuan hidup mereka juga medapatkan kesejahteraan psikologis, begitu juga
dengan para pelayan gereja tersebut yang dalam melakukan pelayanannya, mendapatkan
kesejahteraan psikologis dalam hidupnya. Ryff (1995), mendefinisikan kesejahteraan
psikologis sebagai hasil evaluasi/penilaian seseorang terhadap dirinya atas evaluasi dari
pengalaman hidupnya. Kesejahteraan psikologis sendiri merupakan konsep yang digunakan
untuk menggambarkan kesehatan psikologis individu berdasarkan pemenuhan kriteria fungsi
psikologis positif yang dikemukakan oleh para ahli.
Enam dimensi kesejahteraan psikologis menurut Ryff (1989,1995, dalam Vázquez,
dkk., 2009; Ryff & Keyes, 1995; Ryan & Deci, 2001) adalah a) Penerimaan diri (self-
acceptance) yaitu mengandung arti sebagai sikap positif terhadap diri sendiri. Individu
mampu mengenali dan menerima berbagai aspek dalam dirinya, baik yang positif maupun
yang negatif. Individu berpikir positif terhadap masa lalunya, b) Hubungan yang positif
dengan orang lain (positive relationship with others) yaitu individu mampu
mengaktualisasikan diri melalui perasaan-perasaan empati yang kuat, perasaan cinta,
persahabatan, dan identifikasi yang lebih lengkap dan mendalam dengan orang lain. Individu
memiliki hubungan yang positif dengan orang lain, c) Otonomi (autonomy) yaitu individu
memiliki kemampuan untuk melakukan dan mengarahkan perilaku secara mandiri dan penuh
keyakinan, d) Penguasaan lingkungan (environmental mastery) yaitu kemampuan yang
dimiliki oleh individu untuk memanfaatkan dan melestarikan lingkungannya guna untuk
menjalin interaksi dengan masyarakat di lingkungan sekitarnya, e) Tujuan hidup (purpose in
life) yaitu variasi perubahan hidup individu seperti menjadi produktif, kreatif, dan mencapai
mental yang sehat sehingga individu memiliki keyakinan dirinya dapat melakukan sesuatu
bagi orang lain dan memiliki tujuan, maksud, serta manfaat yang memberikan perasaan
bahwa hidup sangat berarti dan penuh makna, f) Pertumbuhan pribadi yaitu individu tidak
hanya dapat mencapai karakteristik terdahulunya tetapi individu juga dapat mengoptimalkan
fungsi psikologi sehingga terjadi perkembangan individu secara positif untuk tumbuh, dan
mengembangkan diri dan mengembangkan kualitas identitas pribadi. Kesejahteraan
psikologis ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu faktor kepribadian dan perbedaan
individual, emosi, kesehatan fisik, kelekatan dan relasi, status sosial dan kekayaan dan
pencapaian tujuan (Ryan& Deci, 2001).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis menurut Argyle (2001)
yaitu a) Kepribadian; Individu yang memiliki tipe kepribadian terbuka (ekstrovert)
cenderung memiliki kemampuan menyesuaikan diri terhadap keadaan disekitarnya, memiliki
ketahanan psikologis, dan dapat menggantungkan pemecahan masalah pada orang lain.
Sedangkan pada individu dengan kepribadian tertutup (introvert) cenderung memiliki sifat
yang pendiam, pemalu, dingin, dan memiliki masalah dengan penyesuaian terhadap
lingkungan disekitarnya, b) Makna dan tujuan hidup; merupakan hal yang penting dan
berharga di dalam hidup setiap manusia, dan diyakini dapat menjadikan hidup setiap manusia
menjadi lebih bermakna dan dapat menimbulkan rasa bahagia bagi individu yang
bersangkutan, c) Agama/kepercayaan (religiusitas); memiliki peran dalam meningkatkan
kebahagiaan individu melalui ajarannya tentang kehidupan, kematian, kebahagiaan,
kesedihan, surga, neraka, takdir, dan pandangan bahwa semua yang terjadi sudah ditentukan
serta setiap individu mempunyai arti yang positif.
Beberapa tokoh juga melakukan penelitian yang hampir sama, yang pertama Syek
(1992), melakukan sebuah penelitian terhadap siswa sekolah menengah di Cina menunjukkan
bahwa tedapat hubungan positif yang signifikan antara makna hidup dengan kesejahteraan
psikologis. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa siswa yang mendapat nilai tertinggi
dalam hal kualitas eksistensi atau tingginya kebermaknaan hidup akan diikuti oleh tingginya
kesejahteraan psikologis. Yang kedua Yunitasari (2006) terhadap karyawan SMK Negeri di
Yogyakarta dan hasilnya terdapat hubungan yang positif signifikan antara makna hidup
dengan kesejahteraan psikologis. Yang ketiga, Puspita (2009) yang melakukan penelitian
terhadap perawat di Rumah Sakit Jiwa Surakarta dengan hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara makna hidup dengan
kesejahteraan psikologis.
Fenomena yang terjadi akhir-akhir ini adalah dimana orang semakin jauh
meninggalkan nilai-nilai tradisional yang berbentuk adat istiadat, kepercayaan, serta nilai-
nilai religiusitas yang baik dan beralih pada nilai-nilai materialism, individualism, dan
modernism yang pada akhirnya seringkali membawa dampak negatif. Dampak ini dapat
dilihat secara nyata dalam kehidupan sehari-hari seperti perasaan tidak aman, bingung,
curiga, khawatir, takut, marah, kecewa, cemas dan jiwa yang tidak sejahtera. Fenomena ini
dapat menyebabkan terjadinya kehampaan hidup dalam diri individu sehingga makna hidup
yang didambakan oleh setiap individu tersebut menjadi semakin jauh dari kehidupan yang
dijalani oleh individu tersebut.
Madjid (dalam Bastaman, 1996) mengatakan bahwa tekanan yang terlalu besar
terhadap aspek material kehidupan disertai gaya hidup yang berpusat terhadap diri sendiri dan
mengabaikan masyarakat sekitar, menjadi penyebab persoalan utama manusia dalam
menemukan diri dan makna hidupnya. Akibat lebih jauh dalam kehidupan sosialnya adalah
tidak terpenuhinya ksejahteraan psikologis para pelayan gereja dan semakin banyaknya
berbagai macam symptom gangguan psikologis yang tampak dari perasaan tidak aman,
bingung, curiga, khawatir, takut, marah, kecewa, cemas dan jiwa yang tidak sejahtera.
Pendapat diatas sesuai dengan penjelasan Frankl (dalam Bastaman, 2007) bahwa
untuk memperoleh makna dapat dilakukan dengan mengungkapkan nilai kreatif yang dapat
direalisasikan melalui pekerjaan. Segi penting dari pekerjaan bukanlah isi dari pekerjaan itu
sendiri, melainkan bagaimana individu melakukannya serta apa yang dapat disumbangkan
individu sebagai pelayan gereja dalam melayani Tuhan dan sesama, sesuai dengan
kepribadian dan kemampuan masing-masing.
Dalam kehidupan manusia saat ini, terdapat fenomena tentang individualisme dan
egosentris yang banyak terjadi akibat dari materialisme individu yang mengandalkan uang
dan materi dalam mengukur dan memperoleh segala hal. SContohnya, banyak orang Kristen
bersikap apatis terhadap gereja. Asal setiap minggu datang ke gereja sudah cukup, beri
persembahan sudah lumayan, apalagi memberikan perpuluhan hebat sedangkan pergumulan
dan masalah di gereja tidak mau pusing, bagi mereka ibadah merupakan suatu rutininas setiap
hari Minggu saja.
Berdasarkan Sumber-sumber makna hidup menurut Bastaman (2007)para pelayan
gereja yang memiliki a) nilai-nilai kreatifitas; Individu yang kreatif selalu memiliki keinginan
untuk berbuat sesuatu, penuh ide dan gagasan baru. SIndividu yang kreatif selalu
menyibukkan diri dengan kegiatan yang mengisi kesehariannya sehingga meninggalkan
sedikit ruang untuk bersantai dan lebih banyak menggunakan waktu dengan kegiatan yang
bersifat produktif, b) nilai-nilai penghayatan; Individu yang memiliki nilai keyakinan dan
penghayatan akan selalu berpegang teguh pada pedoman ajaran/keyakinan agama yang
dianutnya, jika individu menyimpang dari keyakinannya ia akan merasa tidak nyaman
sehingga ia akan berusaha menjadi pribadi yang lebih baik dan memenuhi pedoman
ajaran/keyakinannya akan membuat hidupnya menjadi nyaman dan tentram, c) nilai-nilai
bersikap; individu dengan nilai bersikap yang baik, memiliki pengendalian diri dan lebih
dapat bersikap rasional mengingat segala sesuatu belum tentu bisa berjalan seperti yang
diinginkan maka orang dengan nilai bersikap yang baik cenderung memiliki sifat lapang dada
dan mampu menerima keadaan apa pun. Sehingga individu dapat memperoleh kesejahteraan
psikologis seperti yang di dambakannya.
Rumusan Masalah
Apakah ada korelasi positif dan signifikan antara makna hidup dengan kesejahteraan
psikologis pada pelayan gereja di GSJA?
METODE PENELITIAN
Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi adalah variabel bebas makna hidup dan yang menjadi
variabel terikat adalah kesejahteraan psikologis.
Partisipan
Total partisipan dalam penelitian ini berjumlah 61 subjek, karakteristik dalam
penelitian ini adalah para pelayan gereja yang tergabung di dalam pelayanan diantaranya
adalah pendeta, dewan pengurus, tim musik, tim doa, pelayan misi, tim pujian dan
penyembahan, tamborin, tim choir, kolektan, among tamu, operator LCD, dan guru sekolah
minggu di GSJA Kristus Raja, Salatiga.
Prosedur Sampling
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
sampling jenuh.
Instrumen
Terdapat 2 (dua) skala yang digunakan pada penelitian ini yaitu skala makna hidup
dan skala kesejahteraan psikologis, yaitu:
1. Skala Makna Hidup
Pada penelitian ini proses penyusunan skala dibuat berdasarkan karakteristik
hidup bermakna menurut Bastaman (2007), yaitu (1) semangat, gairah, dan
optimism, (2) kejelasan tujuan hidup, (3) penemuan pengalaman baru dan menarik
dalam hidup, (4) penyesuaian diri dengan lingkungan, (5) ketabahan dan
menemukan hikmah dibalik penderitaan, (6) pemberian dan penerimaan cinta.
Dalam hal ini peneliti menggunakan angket yang disusun oleh Puspita (2009)
yang kemudian dimodifikasi oleh peneliti agar konteks dan subjeknya lebih sesuai
dengan penelitian yang hendak peneliti lakukan.
Item-item tersebut merepresentasikan beberapa respon yang berkaitan dengan
kriteria ciri individu yang penuh dengan Makna hidup, yakni (1) hidup dengan
semangat dan gairah, (2) memiliki tujuan hidup yang jelas, (3) mampu
menemukan pengalaman baru dalam hidup dan hal-hal menarik dalam
kehidupannya, (4) mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya, (5) mampu
tabah dan menemukan hikmah dibalik penderitaan serta (6) mampu untuk
memberikan dan menerima cinta.
Skala ini berisi pernyataan yang masing-masing jawabannya dinilai dari skala
satu sampai empat .Pilihan pada masing-masing item pernyataan favorable pada
skala ini adalah jawaban Sangat Sesuai (SS) memiliki skor 4, jawaban sesuai (S)
memiliki skor 3, jawaban Tidak Sesuai (TS) memiliki skor 2, dan untuk jawaban
Sangat Tidak Sesuai (STS) memiliki skor 1. Sedangkan untuk skor pada
pernyataan unfavorable jawaban SS memiliki skor 1, S memiliki skor 2, TS
memiliki skor 3, dan STS memiliki skor 4.
Dengan angka tersebut responden yang memperoleh total skor tinggi maka
makna hidup yang dimiliki tinggi, sebaliknya untuk responden dengan skor
rendah maka makna hidup yang dimiliki rendah. Jumlah item yang diuji dalam
skala makna hidup sebanyak 30 item dan setelah dilakukan uji daya diskriminasi
didapatkan 23 item yang valid dan 7 item yang gugur dengan teknik alpha
cronbach’s menggunakan standar reliabilitas yang dikemukakan oleh Azwar
(2000), dikatakan valid jika nilai corrected Item-Total Correlation pada hasil
analisis bernilai positif dan lebih tinggi dari 0,2 dengan hasil sebesar 0,855. Item
total correlation bergerak dari 0,200-0,668.
2. Skala Kesejahteraan Psikologis
Pada penelitian ini proses penyusunan skala dibuat berdasarkan enam dimensi
Kesejahteraan psikologis yang telah diformulasikan oleh Ryff (1989), yaitu (1)
penerimaan diri, (2) hubungan positif dengan orang lain, (3) kemandirian, (4)
penguasaan lingkungan, (5) tujuan hidup, dan (6) pengembangan pribadi. Dalam
hal ini peneliti menggunakan angket yang disusun oleh Puspita (2009) yang
kemudian dimodifikasi oleh peneliti agar konteks dan subjeknya lebih sesuai
dengan penelitian yang hendak peneliti lakukan.
Skala kesejahteraan psikologis terdiri dari sejumlah item yang disajikan dalam
bentuk kalimat pernyataan favorable dan unfavorable yang harus direspon oleh
subjek. Skor pada masing-masing item pernyataan favorable pada skala ini berada
pada rentang 1-4, jawaban Sangat Sesuai (SS) memiliki skor 4, jawaban Sesuai
(S) memiliki skor 3, Jawaban Tidak Sesuai (TS) memiliki skor 2, dan untuk
jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS) memiliki skor 1.
Sedangkan untuk skor pada masing-masing item pernyataan unfavorable
jawaban Sangat Sesuai (SS) memiliki skor 1, jawaban Sesuai (S) memiliki skor 2,
Jawaban Tidak Sesuai (TS) memiliki skor 3, dan untuk jawaban Sangat Tidak
Sesuai (STS) memiliki skor 4.
Responden yang memperoleh total skor tinggi maka kesejahteraan psikologis
yang dimiliki tinggi, sebaliknya untuk responden dengan skor rendah maka
kesejahteraan psikologis yang dimiliki rendah. Jumlah item yang diuji dalam skala
makna hidup sebanyak 30 item dan setelah dilakukan uji daya diskriminasi
didapatkan 10 item yang valid dan 20 item yang gugur dengan teknik alpha
cronbach’s menggunakan standar reliabilitas yang dikemukakan oleh Azwar
(2000), dikatakan valid jika nilai corrected Item-Total Correlation pada hasil
analisis bernilai positif dan lebih tinggi dari 0,2 dengan hasil sebesar 0,815. Item
total correlation bergerak dari 0,241-0,640. Namun, meskipun terdapat banyak
item yang gugur, item yang tersisa sudah mewakili keenam aspek yang ada.
Keenam aspek yang terwakili adalah aspek penerimaan diri, hubungan positif
dengan orang lain, kemandirian, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan
pengembangan pribadi.
Teknik Analisa Data
Metode analisis menggunakan uji korelasi untuk melihat hubungan positif
signifikan makna hidup dengan kesejahteraan psikologis pada pelayan gereja di
GSJA, Salatiga. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan bantuan SPSS versi 16.0 for windows
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Asumsi
1. Uji Normalitas
Tabel 1.1
Hasil Uji Normalitas Makna Hidup dengan Kesejahteraan Psikologis
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
makna_hidup
kesejahteraan_psikologis
N 61 61
Normal Parametersa Mean 69.57 28.02
Std. Deviation 7.030 3.403
Most Extreme Differences Absolute .081 .237
Positive .081 .116
Negative -.080 -.237
Kolmogorov-Smirnov Z .634 1.848
Asymp. Sig. (2-tailed) .816 .002
a. Test distribution is Normal.
Berdasarkan uji hasil pengujian normalitas pada tabel 1.1 di atas, kedua variabel
memiliki signifikansi yang berbeda.Variabel makna hidup memiliki nilai K-S-Z sebesar
0,634 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,816 ( p > 0,05). Oleh karena nilai
signifikansi p > 0,05, maka distribusi data makna hidup berdistribusi normal. Pada variabel
kesejahteraan psikologis memiliki nilai K-S-Z sebesar 1,848 dengan dengan probabilitas (p)
atau signifikansi sebesar 0,002 ( p < 0,05). Oleh karena nilai signifikansi p < 0,05, maka
distribusi data kesejahteraan psikologis berdistribusi tidak normal.
2. Uji Linearitas
Tabel 1.2
Hasil Uji LinearitasMakna Hidup dengan Kesejahteraan Psikologis
ANOVA Table
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
makna_hidup * kesejahteraan_psikologis
Between Groups
(Combined) 1588.055 14 113.432 3.790 .000
Linearity 1272.550 1 1272.550 42.515 .000
Deviation from Linearity 315.505 13 24.270 .811 .646
Within Groups 1376.863 46 29.932
Total 2964.918 60
Dari uji linearitas, maka diperoleh nilai F beda sebesar 0,811 dengan
sig.=0,646 (p>0,05) yang menunjukkan hubungan antara makna hidup dengan kesejahteraan
psikologis adalah linear.
3. Uji Korelasi
Tabel 1.3
Hasil Uji Korelasi antara Makna Hidup dengan Kesejahteraan Psikologis
Correlations
makna_hidup kesejahteraan_psikologis
Spearman's rho makna_hidup Correlation Coefficient
1.000 .671**
Sig. (1-tailed) . .000
N 61 61
kesejahteraan_psikologis
Correlation Coefficient
.671** 1.000
Sig. (1-tailed) .000 .
N 61 61
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
Berdasarkan hasil pengujian uji korelasi diperoleh koefisien korelasi antara
makna hidup dengan kesejahteraan psikologis sebesar 0,671 dengan sig. = 0,000 ( p < 0,05)
yang berarti ada hubungan yang positif signifikan antara makna hidup dengan kesejahteraan
psikologis
Analisis Deskriptif
a. Makna Hidup
Tabel 1.4
Kategorisasi Hasil Pengukuran Skala Makna Hidup
NO INTERVAL KATEGORI MEAN N PERSENTASE
(%)
1 78,2 < x < 92 Sangat Tinggi 5 8,20 %
2 64,4 < x < 78,2 Tinggi 69,57 38 62,30 %
3 50,6 < x < 64,4 Sedang 17 27,87 %
4 36,8 < x < 50,6 Rendah 1 1,63 %
5 23 < x < 36,8 Sangat Rendah 0 0 %
JUMLAH 61 100 %
SD = 7,030 MIN = 50 MAX = 84
X = Makna Hidup
Berdasarkan tabel 1.4 diatas, dapat dilihat bahwa tidak ada pelayan gereja yang
memiliki skor makna hidup yang berada pada kategori sangat rendah, pelayan gereja
yang memiliki makna hidup yang berada pada kategori sangat tinggi dengan jumlah 5
pelayan gereja dan persentase 8,20%, pelayan gereja yang memiliki makna hidup
yang berada pada kategori tinggi dengan jumlah 38 pelayan gereja dan persentase
62,30%, pelayan gereja yang memiliki makna hidup yang berada pada kategori
sedang dengan jumlah 17 pelayan gereja dan persentase 27,87%, pelayan gereja yang
memiliki makna hidup yang berada pada kategori rendah dengan jumlah 1 pelayan
gereja dan persentase 1,63%, dan pada kategori sangat rendah tidak ada pelayan
gereja yang memiliki makna hidup yang berada pada kategori sangat rendah.
Berdasarkan persentase diatas bahwa rata-rata pelayan gereja yang memiliki makna
hidup berada pada kategori tinggi, dengan mean = 69,57.
b. Kesejahteraan Psikologis
Tabel 1.5
Kategorisasi Hasil Pengukuran Skala Kesejahteraan Psikologis
NO INTERVAL KATEGORI MEAN N PERSENTASE
(%)
1 34 < x < 40 Sangat Tinggi 2 3,28 %
2 28 < x < 34 Tinggi 28,02 40 65,57 %
3 22 < x < 28 Sedang 17 27,87 %
4 16 < x < 22 Rendah 2 3,28 %
5 10 < x < 16 Sangat Rendah 0 0 %
JUMLAH 61 100 %
SD = 3,403 MIN = 20 MAX = 36
Y= Kesejahteraan Psikologis
Berdasarkan tabel 1.5 diatas, dapat dilihat bahwa pelayan gereja yang memiliki
kesejahteraan psikologis yang berada pada kategori sangat tinggi dengan jumlah 2
pelayan gereja dan persentase 3,28%, pelayan gereja yang memiliki kesejahteraan
psikologis yang berada pada kategori tinggi dengan jumlah 40 pelayan gereja dan
persentase 65,57%, pelayan gereja yang memiliki kesejahteraan psikologis yang berada
pada kategori sedang dengan jumlah 17 pelayan gereja dan persentase 27,87%, pelayan
gereja yang memiliki kesejahteraan psikologis yang berada pada kategori rendah dengan
jumlah 2 pelayan gereja dan persentase 3,28%, dan pada kategori sangat rendah tidak ada
pelayan gereja yang memiliki kesejahteraan psikologis yang berada pada kategori sangat
rendah. Berdasarkan persentase diatas bahwa rata-rata pelayan gereja yang memiliki
kesejahteraan psikologis berada pada kategori tinggi, dengan mean = 28,02.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian uji korelasi Spearman menunjukkan koefisien korelasi r
= 0,671 dengan sig. = 0,000 (p < 0,05) yang berarti ada hubungan yang positif signifikan
antara makna hidup dengan kesejahteraan psikologis pada pelayan gereja di Gereja Sidang
Jemaat Allah (GSJA) Kristus Raja, Salatiga. Hal ini menunjukkan bahwa ketika individu
memiliki makna hidup yang tinggi maka kesejahteraan psikologisnya juga tinggi. Sebaliknya,
jika makna hidupnya rendah maka kesejahteraan psikologisnya juga rendah. Dengan
demikian berarti bahwa makna hidup berperan terhadap munculnya kesejahteraan psikologis
pelayan gereja.
Ryff (1995) mengemukakan konsep kesejahteraan psikologis ada enam dimensi yaitu
penerimaan diri (self-acceptance), Hubungan yang positif dengan orang lain (positive
relationship with others), Otonomi (autonomy), Penguasaan lingkungan (environmental
mastery), Tujuan hidup (purpose in life). Tujuan hidup sendiri merupakan variasi perubahan
hidup individu seperti menjadi produktif, kreatif, dan mencapai mental yang sehat sehingga
individu memiliki keyakinan dirinya dapat melakukan sesuatu bagi orang lain dan memiliki
tujuan, maksud, serta manfaat yang memberikan perasaan bahwa hidup sangat berarti dan
penuh makna, sehingga individu yang bersangkutan dapat memperoleh makna hidupnya.
Pelayan gereja yang memiliki makna dalam hidupnya mampu menilai dan memahami kondisi
kesejahteraan psikologis yang dapat dicapainya.
Dalam penelitian ini, terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan makna hidup
berhubungan positif dengan kesejahteraan psikologis. Faktor-faktor tersebut adalah makna
hidup adalah keadaan yang menunjukkan kualitas penghayatan individu terhadap hidupnya,
dengan merealisasikan nilai-nilai dan tujuan hidup melalui kehidupan yang penuh kreativitas
dalam rangka pemenuhan kepuasaan hidup dan memberi makna kepada kehidupannya,
sehingga individu memiliki sikap positif dalam hidupnya (Frankl, dalam Bastaman 2007).
Berdasarkan sumber-sumber makna hidup menurut Bastaman (2007) hal yang
mendorong para pelayan gereja untuk lebih berkarya dan mencetuskan ide-ide kreatif serta
lebih produktif baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain, mampu bekerja dan
bertanggung jawab terhadap tugas dan kewajibannya dengan sebaik-baiknya. Dengan
memiliki nilai-nilai penghayatan dan keyakinan, para pelayan gereja akan selalu berpegang
teguh pada pedoman ajaran/keyakinan agama yang dianutnya, jika individu menyimpang dari
keyakinannya ia akan merasa tidak nyaman sehingga ia akan berusaha menjadi pribadi yang
lebih baik dan memenuhi pedoman ajaran/keyakinannya akan membuat hidupnya menjadi
nyaman, tentram, dan damai. Nilai-nilai bersikap yang baik yang dimiliki oleh para pelayan
gereja tersebut dapat menjadikan individu lebih memiliki pengendalian diri dan lebih dapat
bersikap rasional mengingat segala sesuatu belum tentu bisa berjalan seperti yang diinginkan
maka orang dengan nilai bersikap yang baik cenderung memiliki sifat lapang dada dan
mampu menerima keadaan apa pun. Dengan adanya nilai kreatif, penghayatan, dan bersikap
yang dimiliki para pelayan gereja tersebut dapat memungkinkan mereka memiliki
kesejahteraan psikologis yang tinggi.
Berdasarkan karakteristik hidup bermakna menurut Bastaman (2007), Pelayan gereja
yang memiliki sikap yang positif untuk mengenali dan menerima berbagai aspek dalam
dirinya baik aspek positif maupun negatif, memiliki perasaan positif terhadap kehidupan
masa lalunya yang dapat membuat individu menjadi lebih mandiri dan dapat menentukan
mana yang baik dan mana yang buruk untuk dirinya. Hubungan yang positif dengan orang
lain dapat membuat individu mampu mengaktualisasikan diri melalui perasaan-perasaan
empati yang kuat, perasaan cinta, persahabatan, dan identifikasi yang lebih lengkap dan
mendalam dengan orang lain. Individu memiliki kemampuan untuk melakukan dan
mengarahkan perilaku secara mandiri dan penuh keyakinan, dan individu juga mampu untuk
menguasai lingkungan yang dapat membuat individu mampu untuk memanfaatkan dan
melestarikan lingkungannya guna untuk menjalin interaksi dengan masyarakat di lingkungan
sekitarnya. Dengan memiliki tujuan hidup yang jelas dan pertumbuhan pribadi yang baik
maka kehidupan para pelayan gereja akan menjadi lebih produktif, kreatif, dan mencapai
mental yang sehat sehingga pelayan gereja memiliki keyakinan dirinya dapat melakukan
sesuatu bagi orang lain dan memiliki tujuan, maksud, serta manfaat yang memberikan
perasaan bahwa hidup sangat berarti dan penuh makna. Sehingga pada akhirnya, para pelayan
gereja tersebut mampu untuk memperoleh hidup penuh semangat dan gairah, memiliki tujuan
hidup yang jelas, mampu menemukan pengalaman baru dan hal-hal menarik dalam
kehidupannya, mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan, mampu untuk selalu tabah dan
menemukan hikmah dibalik penderitaan, dan mampu untuk memberikan dan menerima cinta.
Hasil penelitian ini di dukung oleh beberapa penelitian yang dilakukan oleh peneliti
sebelumnya seperti penelitian yang dilakukan oleh Syek (1992) terhadap siswa sekolah
menengah di Cina yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan
antara makna hidup dengan kesejahteraan psikologis. Hasil penelitian ini membuktikan
bahwa siswa yang mendapat nilai tertinggi dalam hal kualitas eksistensi atau tingginya makna
hidup akan diikuti oleh tingginya kesejahteraan psikologis. Selain Syek, penelitian juga
pernah dilakukan oleh Yunitasari (2006) terhadap karyawan SMK Negeri di Yogyakarta dan
hasilnya terdapat hubungan yang positif signifikan antara makna hidup dengan kesejahteraan
psikologis. Hampir sama dengan Syek dan Yunitasari, Puspita (2009) yang melakukan
penelitian terhadap perawat di Rumah Sakit Jiwa Surakarta dengan hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara makna hidup
dengan kesejahteraan psikologis.
Berdasarkan kategorisasi data empirik variabel makna hidup, dengan mean 69,57 dan
standar deviasi sebesar 7.030 diketahui bahwa terdapat 5 pelayan gereja yang memiliki
tingkat kategori makna hidup yang sangat tinggi dengan persentase 8,20%, 38 pelayan gereja
yang memiliki tingkat kategori makna hidup yang tinggi dengan persentase 62,30%, 17
pelayan gereja yang memiliki tingkat kategori makna hidup yang sedang dengan persentase
27,87%, 1 pelayan gereja yang memiliki tingkat kategori makna hidup yang rendah dengan
persentase 1,63%, dan tidak ada pelayan gereja yang memiliki makna hidup dalam kategori
sangat rendah. Sedangkan berdasarkan kategorisasi data empirik, variabel kesejahteraan
psikologis dengan mean 28,02 daan standar deviasi 3.403 diketahui bahwa terdapat 2 pelayan
gereja yang memiliki tingkat kategori kesejahteraan psikologis yang sangat tinggi dengan
persentase 3,28%, 40 pelayan gereja yang memiliki tingkat kategori kesejahteraan psikologis
tinggi dengan persentase 65,57%, 17 pelayan gereja yang memiliki tingkat kategori
kesejahteraan psikologis sedang dengan persentase 27,87%, 2 pelayan gereja yang memiliki
tingkat kategori kesejahteraan psikologis rendah dengan persentase 3,28%, dan tidak ada
siswa yang berada dalam kategori sangat rendah.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dengan judul “ Hubungan Antara Makna Hidup
dengan Kesejahteraan Psikologis pada Pelayan Gereja di Gereja Sidang Jemaat Allah (GSJA)
Kristus Raja, Salatiga” ini dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Ada hubungan positif yang signifikan antara variabel makna hidup dengan kesejahteraan
psikologis di Gereja Sidang Jemaat Allah (GSJA) Kristus Raja, Salatiga. Hal tersebut
berarti bahwa ketika individu memiliki makna hidup tinggi maka semakin tinggi juga
kesejahteraan psikologisnya, namun begitu juga sebaliknya apabila individu memiliki
makna hidup yang rendah maka semakin rendah kesejahteraan psikologisnya.
2. Makna hidup memiliki nilai rata-rata sebesar 69,57 sehingga dapat dikatakan bahwa
makna hidup pada pelayan gereja di Gereja Sidang Jemaat Allah (GJSA) Kristus Raja
termasuk individu dalam kategori tinggi.
3. Kesejahteraan psikologis memiliki nilai rata-rata sebesar 28,02 sehingga dapat dikatakan
bahwa kesejahteraan psikologis pada pelayan gereja di Gereja Sidang Jemaat Allah
(GJSA) Kristus Raja termasuk individu dalam kategori tinggi.
B. SARAN
Dengan hasil penelitian di atas, maka peneliti mengajukan saran bagi beberapa pihak
sebagai berikut:
1. Bagi pelayan gereja
Lebih mengembangkan sikap positif dan lebih meningkatkan potensi yang dimiliki
secara lebih optimal, sehingga individu dapat menjalankan tanggung jawab dan dapat
menjadi panutan yang baik bagi jemaat yang lain.
2. Bagi peneliti selanjutnya
a) Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian lebih lanjut serta
dapat melihat faktor-faktor lain yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis.
b) Peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian pada pelayan gereja di gereja lainnya
atau di kota lainnya dengan variabel yang sama untuk mengetahui sejauh mana
pelayan di gereja mendapatkan kesejahteraan psikologis di tempat yang berbeda.
c) Peneliti selanjutnya diharapkan untuk menggunakan alat ukur kesejahteraan
psikologis yang diformulasikan oleh Ryff, supaya tidak banyak item yang gugur.
DAFTAR PUSTAKA
Argyle, M. (2001). Psychology of Happiness. New York: Routledge.
Azwar, S. (2000). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Sigma Alpha.
----------, (2003). Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Bastaman, H.D. (1996). Meraih Hidup Bermakna, Kisah Pribadi dengan Pengalaman Tragis.
Jakarta: Paramadina.
------------------. (2007). Logoterapi: Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup dan Meraih
Hidup Bermakna. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Daun, P. (2013, April 21). Makna Pelayanan. Diakses pada 28 Febuari 2016 dari
Http://gkkkmabes.blogspot.co.id/2013/04/makna-pelayanan.html.
Frankl, V.E. (2003). Logoterapi: Terapi Psikologi Melalui Pemaknaan Eksistensi.
Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Puspita I.N. (2009). Hubungan Antara Kebermaknaan Hidup dengan Kesejahteraan
Psikologis pada Perawat di Rumah Sakit Jiwa, Surakarta. Skripsi. Tidak
diterbitkan. Salatiga: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana.
Ryff, C.D. (1989). Happiness is Everything, or is it? Eksploration On The Meaning of
Psychological Well-being. Journal of Personality and social Psychology 57, (6),
1069-1081.
-------, & Keyes, C.L.M. (1995).The Structure of Psychological Well-being Revised. Journal
of Personality and Social Psychology 69 (4), 719-727.
Syek, D, (1992). Meaning in Life and Psychological Well-being: An Empirical Study Using
the Chinese Version of the Purpose in Life Qustionnaire, Journal of Genetic
Psychology, 158, 147-479.
Sukamto, A. (2003, Januari). Pelayanan Gereja di Indonesia Pada Era Reformasi. Diakses
pada 24 Febuari 2016 dari https://www.researchgate.net/publication/
215599036_Pelayanan_Gereja_di_Indonesia_Pada_Era_Reformasi.html
Vázquez, C., Hervás, G., Rahona, J.J., & Gómez, D. (2009).Psychological well-being and
health contributions of positive psychology. Annuary of Clinical and Health
Psychology, 5, 15-27.JURNAL
Ryan, R. M. and Deci, E. L. (2001). "On Happiness and Human Potential : a Review of
Research on Hedonic and Eudaimonic Well-Being." Annual Review
ofPsychology 52,141-166.
Yunitasari, M. (2006). Hubungan Antara Kebermaknaan Hidup dengan Kesejahteraan
Psikologis pada Karyawan SMK Negri 1 Wonosari. Skripsi.
Yogyakarta:Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan.